• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komposisi jenis pohon dan struktur tegakan hutan mangrove di desa pasar banggi kabupaten rembang provinsi jawa tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Komposisi jenis pohon dan struktur tegakan hutan mangrove di desa pasar banggi kabupaten rembang provinsi jawa tengah"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPOSISI JENIS POHON DAN STRUKTUR TEGAKAN

HUTAN MANGROVE DI DESA PASAR BANGGI

KABUPATEN REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH

FIKRI BAGUS WICAKSONO

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Komposisi Jenis Pohon dan Struktur Tegakan Hutan Mangrove di Desa Pasar Banggi Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

FIKRI BAGUS WICAKSONO. Komposisi Jenis Pohon dan Struktur Tegakan Hutan Mangrove di Desa Pasar Banggi Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah. Dibimbing oleh MUHDIN.

Ekosistem mangrove Desa Pasar Banggi merupakan salah satu yang cukup baik di Pantura Jawa Tengah. Jenis pohon yang dapat ditemui di hutan mangrove ini yaitu Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, Sonneratia alba, danAvicennia marina. Pada tingkat semai didominasi oleh Rhizophora mucronata dengan nilai INP 175.99 begitu pula dengan tingkat pancang dan pohon juga didominasi oleh jenis Rhizophora mucronata dengan nilai INP masing-masing 208.2 dan 183.19. Indeks keragaman (H’) pada hutan mangrove ini tergolong rendah, tingkat semai memiliki indeks keragaman dengan nilai hanya 0.95 tidak jauh berbeda dengan tingkat pancang dan pohon yang masing-masing 0.84 dan 0.75. Tingkat kerawanan degradasi dari parameter kerapatan vegetasi masuk ke dalam tingkat rendah, sedangkan dari parameter indeks keragaman tergolong tingkat tinggi yang menunjukan rawan degradasi. Struktur tegakan secara umum berbentuk huruf “J” terbalik kecuali jenis Sonneratia alba, hal ini kemungkinan disebabkan kegagalan regenerasi oleh jenis Sonneratia alba.

Kata kunci: ekosistem mangrove , komposisi jenis, struktur tegakan

FIKRI BAGUS WICAKSONO. Composition of tree species and standing structure of Mangrove Forest in the Pasar Banggi Village Rembang Central Java Province. Supervised by MUHDIN.

Mangrove ecosystem at the Pasar Banggi village is one of the mangrove ecosystem which is quite good in the northern coastal of Central Java. The tree spesies that can be found in this mangrove forest is Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, Sonneratia alba and Avicennia marina. For seedlings dominated by the Rhizophora mucronata with score of Important Value Indeks 175.99 similarly with saplings and trees are also dominated by Rhizophora mucronata types with Important Value Indeks 208.2 and 183.19. Index of biodiversity in mangrove forests is relatively low, seedlings have a diversity index with a value of only 0.94 is not much different from the saplings and trees which are also only 0.84 and 0.75. The vulnerability of the degradation for density parameters into the low class while the parameters of the biodiversity index into high classified which showed cartilage degradation. Stand structure in general shape of reverse "J" exception types Sonneratia alba, this condition maybe caused by unsuccsed regeneration for Sonneratia alba.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

KOMPOSISI JENIS POHON DAN STRUKTUR TEGAKAN

HUTAN MANGROVE DI DESA PASAR BANGGI

KABUPATEN REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH

FIKRI BAGUS WICAKSONO

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Penelitian : Komposisi Jenis Pohon dan Struktur Tegakan Hutan Mangrove di Desa Pasar Banggi Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah

Nama Mahasiswa : Fikri Bagus Wicaksono

NIM : E14100082

Disetujui oleh

Dr Ir Muhdin, MSc F Trop Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc F Trop Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Komposisi Jenis Pohon dan Struktur Tegakan Hutan Mangrove di Desa Pasar Banggi Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penghargaan terbesar penulis sampaikan kepada Ayah (Aspuri), Ibu (Yuyun Ngesti Utami), adik (Hasbi B Wasisto dan C Nabilla Angembani), beserta seluruh keluarga besar atas segala doa, dukungan, semangat, dan kasih sayang yang telah diberikan. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr Ir Muhdin, MSc F Trop selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan nasehat dalam menyelesaikan proses penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Yuli F Azizah, AMd Keb yang telah memberikan dorongan dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Amar Husna, S Si, Indri Setyawanti, S Hut, Fareza Ditya A, Nadya Ayu O, DMNH 47, dan Vilmer Comunity serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis berharap mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan pengetahuan, khususnya di bidang kehutanan .

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Hutan mangrove 2

Luas dan Penyebaran 3

Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove 4

Struktur dan Model Struktur Tegakan 4

Kegunaan Model Struktur Tegakan 5

METODE 6

Waktu dan Tempat Penelitian 6

Alat dan Bahan 6

Metode Pengumpulan Data 6

Prosedur Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Komposisi Jenis Pohon 10

Penentuan Tingkat Kerawanan Degradasi 13

Struktur Tegakan 14

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 20

(10)

DAFTAR TABEL

1 Parameter tingkat kerawanan degradasi 9

2 Jenis pohon hutan mangrove Desa Pasar Banggi 10

3 Indeks keanekaragaman jenis setiap tingkat pertumbuhan di hutan

mangrove Desa Pasar Banggi 11

4 Jenis dominan berdasarkan perhitungan Indeks Nilai Penting (INP) di

kawasan hutan mangrove Desa Pasar Banggi 12

5 Tingkat kerawanan degradasi berdasarkan parameter kerapatan

vegetasi dan indeks keanekaragaman 13

6 Tingkat kerawanan degradasi berdasarkan parameter kerapatan vegetasi dan indeks keanekaragaman di Taman Nasional Alas Purwo

(TNAP) 14

7 Persamaan struktur tegakan setiap jenis pohon 17

DAFTAR GAMBAR

1 Sketsa letak lokasi penelitian 6

2 Bentuk petak pengukuran dalam jalur (transek) 7

3 Sebaran jalur (transek) pada lokasi penelitian 7

4 Sebaran secara spasial jenis pohon 11

5 Sebararan jumlah pohon per kelas diameter untuk semua jenis pohon

di hutan mangrove Desa Pasar Banggi 15

6 Sebararan jumlah pohon per kelas diameter untuk semua jenis pohon di hutan mangrove Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) 15 7 Sebararan jumlah pohon per kelas diameter untuk setiap jenis pohon

di hutan mangrove Desa Pasar Banggi 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perhitungan nilai INP untuk setiap tingkat pertumbuhan vegetasi

hutan mangrove Desa Pasar Banggi 20

2 Perhitungan nilai Indeks Keanekaragaman untuk setiap tingkat pertumbuhan vegetasi hutan mangrove Desa Pasar Banggi 21 3 Jumlah individu setiap kelas sebaran diameter untuk setiap jenis

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kawasan hutan mangrove selain berfungsi secara fisik sebagai penahan abrasi pantai, juga memiliki fungsi biologi yakni mangrove menjadi penyedia bahan makanan bagi manusia terutama ikan, udang, kerang, kepiting, dan sumber energi bagi kehidupan di pantai seperti plankton, nekton, dan algae. Supriharyono (2000) menyatakan bahwa terdapat 38 jenis mangrove yang tumbuh di Indonesia, antara lain marga Rhizophora, Bruguiera, Avecennia, Sonneratia, Xylocarpus, Barringtonia, Lumnitzera, dan Ceriops. Secara ekologis pemanfaatan hutan mangrove di daerah pantai yang tidak dikelola dengan baik akan menurunkan fungsi dari hutan mangrove itu sendiri yang berdampak negatif terhadap potensi biota dan fungsi hutan lainya sebagai habitat.

Hutan mangrove Indonesia merupakan hutan mangrove terluas di dunia yakni ± 2.5 juta ha melebihi Brazil 1.3 juta ha, Nigeria 1.1 juta ha dan Australia 0,97 ha (Noor et al. 1999). Namun demikian, kondisi mangrove Indonesia baik secara kualitatif dan kuantitatif terus menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun 1982, hutan mangrove di Indonesia tercatat seluas 5 209 543 ha sedangkan pada tahun 1993 menjadi 2 496 185 juta ha, terjadi penurunan luasan hutan mangrove sekitar 47.92 % (Dahuri et al. 2001).

Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan dengan faktor fisik yang ekstrim, seperti habitat tergenang air dengan salinitas tinggi di pantai dan sungai dengan kondisi tanah berlumpur. Ekosistem ini mempunyai fungsi fisik menjaga kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Gunawan dan Anwar 2004), pembenihan ikan, udang, dan biota laut pemakan plankton sebagai fungsi biologi serta sebagai areal budidaya ikan tambak, areal rekreasi dan sumber kayu sebagai fungsi ekonomi (Anwar et al. 1984). Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang (2011) wilayah ekosistem mangrove di pantai utara (Pantura) Jawa Tengah memiliki luas 2 550.08 ha yang tersebar di pesisir Pantura Jawa Tengah dari Kabupaten Rembang sampai Kabupaten Brebes. Ekosistem mangrove di Kabupaten Rembang dapat di temui di Desa Pasar Banggi di mana merupakan salah satu ekosistem mangrove yang tergolong cukup baik di Pantura Jawa Tengah. Secara institusional, kawasan mangrove Desa Pasar Banggi sudah di tetapkan sebagai Kawasan Pusat Pelestarian Mangrove oleh Pemerintah Kabupaten Rembang dalam sebuah Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Rembang Tahun 2011-2013 artinya kawasan mangrove Desa Pasar Banggi ini lebih di tekankan pada fungsi konservasi.

(12)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui komposisi jenis pohon mulai tingkat semai sampai pohon beserta sebarannya secara spasial dan untuk memperoleh gambaran tentang struktur tegakan hutan mangrove di Desa Pasar Banggi Kabupaten Rembang Jawa Tengah.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan informasi mengenai gambaran kondisi tegakan hutan mangrove di Desa Pasar Banggi Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.

2. Memberikan informasi tentang kerawanan degradasi berdasarkan parameter struktur dan komposisi jenis pohon pada ekosistem hutan mangrove di Desa Pasar Banggi.

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Mangrove

Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob. Secara ringkas hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Santono et al. 2005).

Ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungannya di dalam suatu habitat mangrove. Mangrove merupakan ekosistem hutan yang unik karena merupakan perpaduan antara ekosistem darat dan ekosistem perairan. Hutan mangrove mempunyai peranan yang sangat penting terutama bagi kehidupan masyarakat sekitarnya dengan memanfaatkan produksi yang ada di dalamnya, baik sumberdaya kayunya maupun sumberdaya biota air (udang, kepiting, ikan) yang biasanya hidup dan berkembang biak di hutan mangrove (Santono et al.2005).

(13)

3

Luas dan Penyebaran

Menurut Santono et al. (2005) terdapat variasi yang nyata dari luas total ekosistem mangrove Indonesia, yakni berkisar antara 2.5 – 4.25 juta ha. Perbedaan jumlah luasan ini lebih banyak disebabkan oleh perbedaan metodologi pengukuran luas hutan mangrove yang dilakukan oleh berbagai pihak. Walaupun demikian diakui oleh dunia bahwa Indonesia mempunyai luas ekosistem mangrove terluas di dunia (21% luas mangrove dunia). Hutan-hutan mangrove menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia, terutama di sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di subtropika.

Luas hutan mangrove Indonesia antara 2.5 sampai 4.5 juta ha, merupakan mangrove yang terluas di dunia melebihi Brazil (1.3 juta ha), Nigeria (1.1 juta ha) dan Australia (0.97 ha). Di Indonesia, hutan-hutan mangrove yang luas terdapat di seputar Dangkalan Sunda yang relatif tenang dan merupakan tempat bermuara sungai-sungai besar, yakni di pantai timur Sumatra, dan pantai barat serta selatan Kalimantan. Di Pantai Utara Jawa, hutan-hutan ini telah lama terkikis oleh kebutuhan penduduknya terhadap lahan. Di Bagian Timur Indonesia, di tepi Dangkalan Sahul, hutan-hutan mangrove yang masih baik terdapat di Pantai Barat Daya Papua, terutama di sekitar Teluk Bintuni. Mangrove di Papua mencapai luas 1.3 juta ha, sekitar sepertiga dari luas hutan mangrove Indonesia (Santono et al. 2005).

Beberapa faktor yang menjadi penyebab berkurangnya ekosistem mangrove, sebagai berikut:

1. Konversi hutan mangrove menjadi bentuk penggunaan lain, seperti permukiman, pertanian, tambak, industri, pertambangan, dan lain-lain. 2. Kegiatan eksploitasi hutan yang tidak terkendali oleh perusahaan HPH

serta penebangan liar dan bentuk perambahan hutan lainnya.

3. Polusi di perairan estuaria, pantai, dan lokasi-lokasi perairan lainnya di mana tumbuh mangrove.

4. Terjadinya pembelokan aliran sungai maupun proses sedimentasi dan abrasi yang tidak terkendali.

Penambahan hutan mangrove di beberapa provinsi belum diketahui dan dilaporkan secara pasti, namun menurut Santono et al. (2005) ada beberapa faktor yang memungkinkan bertambahnya areal hutan mangrove di beberapa provinsi tersebut, sebagai berikut:

1. Adanya reboisasi atau penghijauan.

2. Adanya perluasan lahan hutan mangrove secara alami yang berkaitan dengan adanya proses sedimentasi dan atau penaikan permukaan air laut. 3. Presisi metoda penafsiran luas hutan yang lebih baik dari metoda yang

(14)

4

Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove

Ekosistem hutan mangrove memiliki beberapa fungsi, fungsi-fungsi tersebut meliputi fungsi fisik, kimia, ekologis serta fungsi sosial ekomnomi di mana fungsi-fungsi tersebut sangat berpengaruh terhadap ekosistem pesisir dan juga masyarakat sekitarnya (Supriharyono 2007). Ekosistem mangrove dikatakan memiliki fungsi fisik karena ekosistem mangrove memiliki peran penting dalam melindungi pantai dari gelombang, angin dan badai. Tegakan mangrove dapat pula melindungi pemukiman, bangunan, pertanian dan perikanan dari angin kencang atau intrusi air laut (Noor et al. 1999). Mangrove juga dapat menahan ombak dan angin saat terjadi badai atau tsunami. Selain itu akar mangrove mampu mengikat dan menstabilkan subtrat lumpur, pohonnya mengurangi energi gelombang dan memperlambat arus. Selain itu mangrove juga berperan sebagai pengikat sedimen, sehingga dapat mempercepat akresi daratan karena mangrove mampu memperluas wilayahnya ke arah laut, sehingga akan terbentuk lahan baru (Davies dan Claridge 1993, Othman 1994 dalam Noor et al. 1999)

Saparinto (2007) menyatakan bahwa secara kimia ekosistem mangrove mempunyai peran penting sebagai tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan oksigen dan menyerap karbondioksida. selain itu mangsrove juga berperan sebagai pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri dan kapal-kapal di lautan. Mangrove juga dikatakan memiliki fungsi ekologis karena mangrove memberikan suplai bahan organik bagi perairan sekitarnya. Menurut Dahuri et al. (2001), mangrove adalah penjaga keseimbangan antara ekosistem darat dan ekositem laut sehingga keberadaanya perlu dilestarikan sebagai kawasan green belt dan ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Namun menurut Saparinto (2007) fungsi ekologis mangrove adalah penghasil bahan pelapukan (decomposer) yang merupakan sumber makanan penting untuk invertebrata kecil pemakan bahan pelapukan (detritus), selanjutnya berperan sebagai makanan bagi hewan yang lebih besar. Ekosistem mangrove juga merupakan daerah asuhan (nursery ground), tempat mencari makan (feeding ground) untuk biota di sekitarnya dan pemijahan (spawning ground) beberapa hewan perairan seperti udang, ikan dan kerang-kerangan (Claridge dan Burnet 1993 dalam Yudhatama 2009).

Selain fungsi-fungsi tersebut di atas ekositem mangrove juga memiliki fungsi ekonomis yang cukup tinggi. Lebih dari 70 macam kegunaan pohon mangrove bagi kepentingan manusia, baik produk langsung maupun produk tidak langsung. Produk langsung dari mangrove antara lain sabagai bahan bakar, bahan bangunan, alat penangkap ikan, pupuk pertanian, bahan baku kertas, makanan, obat-obatan, minuman dan tekstil (Saenger et al. 1983, Budiman dan Kartawinata 1986 dalam Yudhatama 2009). Sedangkan untuk produk tidak langsung seperti keperluan penunjang pembangunan antara lain perikanan, kehutanan, pemukiman dan tempat rekreasi (Departemen Kelautan dan Perikanan 2009).

Struktur Tegakan dan Model Struktur Tegakan

(15)

5 (Davis dan Jhonson 1987). Penelitian ini menggunakan struktur tegakan horizontal untuk melihat sebaran pohon berdasarkan sebaran diameternya. Adanya perubahan struktur tegakan hutan yang diikuti dengan pertumbuhan alami berguna untuk mencapai kondisi hutan seperti semula. Adapun pola serta kecepatan pertumbuhan tegakan sangat tergantung kondisi awal tegakan dan kualitas tempat tumbuhnya (Wahjono dan Imanuddin 2007).

Pola struktur tegakan di lapangan dapat diketahui dengan suatu cara pendugaan model struktur tegakan menggunakan model famili sebaran. Terdapat empat model famili sebaran yang sering menjadi model terpilih dalam menerangkan pola struktur tegakan, yaitu Lognormal, Gamma, Eksponensial negatif, dan weibull (Ermayani 2000). Menurut Adianti (2011) dalam pendugaan model struktur tegakan untuk setiap famili sebaran menggunakan parameter-parameter berbeda. Parameter tersebut kemudian akan digunakan untuk mendapatkan nilai peluang pada kelas diameter. Adianti (2011) juga menyatakan untuk pemilihan model terbaik dilakukan dengan menggunakan kemungkinan maksimum, yaitu dengan memilih famili sebaran yang mempunyai nilai fungsi kemungkinan tertinggi sebagai model penduga terbaik bagi struktur tegakan yang bersangkutan.

Kegunaan Model Struktur Tegakan

Model struktur tegakan digunakan untuk menduga dimensi tegakan hutan seperti kerapatan pohon pada setiap kelas diameter, luas bidang dasar tegakan, maupun volume tegakan. Informasi tentang struktur tegakan dipandang penting karena ditinjau dari faktor ekologi, struktur tegakan dapat memberikan gambaran tentang kemampuan regenerasi tegakan. Bentuk struktur tegakan horizontal hutan alam atau hutan tidak seumur pada umumnya mengikuti persamaan ekponensial negatif atau berbentuk huruf J terbalik, dengan model umumnya, yaitu N=N0 e-KD, dimana N = kerapatan pohon per satuan luas, D = diameter pohon, N0 dan k = parameter (Adianti 2011). Beberapa penerapan penggunaan model distribusi diameter tegakan yang mungkin dapat dikembangkan, terutama menentukan kerapatan tegakan.

Kerapatan pohon adalah banyaknya pohon yang terdapat pada satuan luas tertentu dan seringkali disebut dengan kerapatan pohon per hektar (Suhendang 1985). Pada umumnya hutan-hutan berbeda dalam hal jumlah pohon dan volume per-hektar, luas bidang dasar dan kriteria lainnya. Perbedaan antara tegakan yang rapat dan jarang, lebih mudah dilihat bila menggunakan kriteria pembukaan tajuknya. Sedangkan kerapatan berdasarkan volume, luas bidang dasar, dan jumlah batang per-hektar dapat diketahui melalui pengukuran (Departemen Kehutanan 1992).

(16)

6

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Hutan Mangrove Desa Pasar Banggi Kabupaten Rembang Provinsi Jawa tengah (Gambar 1). Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni 2014.

Gambar 1 Sketsa letak lokasi penelitian

Bahan dan Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam pengolahan data berupa alat tulis, kamera, kalkulator, komputer dengan perangkat lunak Microsoft excel serta Curve expert 1.4, phiband dan alat ukur tinggi pohon. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder terkait kegiatan pengelolaan kawasan hutan mangrove oleh masyarakat Desa Pasar Banggi Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah .

Pengumpulan Data

Sebelum mengadakan pengumpulan data, dilakukan pengamatan lapangan yang meliputi keseluruhan kawasan hutan dengan tujuan untuk melihat secara umum komposisi tegakan hutan secara fisiognomi serta keadaan pasang surut daerah setempat dan lain sebagainya. Pengambilan sampel dilakukan secara systematic line sampling with random start dengan pertimbangan kerapatan vegetasi dilihat secara fisiognomi. Selanjutnya dilakukan pengambilan titik awal atau starting point secara acak, selanjutnya di buat transek (jalur) dari zone belakang mangrove ke arah garis pantai dengan jarak antar transek 250 meter.

Panjang garis transek bervariasi menurut ketebalan garis hijau (keberadaan vegetasi mangrove yang menjadi penghubung terestrial dan perairan). Pengambilan sampel dilakukan pada zone belakang mangrove ke arah garis pantai. Dari setiap transek (Gambar 2), data vegetasi diambil dengan menggunakan metode kuadrat plot. Ada beberapa tahapan dalam mengambil data transek, sebagai berikut :

(17)

2. Menentukan blok uk bujursangkar dengan ukuran :

uk pengamatan fase pohon;

ngamatan fase pancang (sapling); ngamatan fase semai (anakan).

2 Bentuk petak pengukuran dalam jalur (trans

bar 3 Sebaran jalur (transek) pada lokasi peneliti gambilan data sebagai berikut :

p jenis mangrove yang ada. Apabila belum ada di angrove yang ditemukan, ambil bagian rantin bunga dan buahnya. Bagian tersebut selanjut nisnya dan dimasukkan ke dalam kantong pla

eter pohon se-tinggi dada

g telah terkumpul dan teridentifikasi langsung n (tabulasi).

Analisis Data

hui gambaran tentang komposisi dan str ungan terhadap parameter yang meliputi Indeks aman serta dibuat grafik yang menunjukan st komposisi vegetasi, sebagai berikut :

(18)

8

Indeks Nilai Penting (INP)

Indeks Nilai Penting diperoleh dari: INP = KR + FR + DR

Dimana: a. Kerapatan (K) = ℎ

b. Kerapatan relatif (KR)

= 100%

c. Frekuensi (F)

= ℎ

d. Frekuensi Relatif (FR)

= 100%

e. Dominansi (D)

= ℎ 100%

f. Dominansi relatif (DR)

= 100%

Indeks Keanekaragaman

Keanekaragaman jenis ditentukan dengan menggunakan rumus Shannon Index of General Diversity :

= − " #$%&ln $%&)

*

+,-H’ = Shanon Index of General Diversity (Indeks Keanekaragaman) ni = nilai penting masing-masing spesies

N = Total indeks nilai penting

2. Struktur Tegakan

(19)

9 pohon diletakkan pada sumbu y (ordinat) sedangkan kelas diameter diletakkan pada sumbu x (absis). Hubungan antara kerapatan pohon dengan kelas diameter tersebut akan memperlihatkan struktur horisontal suatu tegakan (penyebaran jumlah individu pohon dalam kelas diameter berbeda). Dalam penelitian ini disusun sebaran pohon untuk 8 kelas diameter yaitu 0-5 cm, 6-10 cm, 11-15 cm, 16-20 cm, 21-25 cm, 26-30 cm, 31-35 cm, 36-40 cm dan 41 up.

Bentuk struktur tegakan hutan pada hutan alam atau hutan tidak seumur mengikuti bentuk eksponensial negatif atau berbentuk huruf “J” terbalik (Baker 1950, Leak 1965, Anonim 1978 dalam Istomo 1994). Model struktur tegakan tersebut selanjutnya dipakai sebagai model acuan yang akan digunakan dalam penelitian ini.

3. Penentuan Tingkat Kerawanan Degradasi

Dalam menentukan potensi kerawanan degradasi mangrove di Kawasan hutan mangrove Desa Pasar Banggi dilakukan dengan membandingkan hasil deskripsi lapangan yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif.

Menurut Kaunang dan Kimbal (2009) dasar untuk mengkaji kerawanan degradasi hutan mangrove dinilai berdasarkan skoring (tinggi, sedang, rendah) eksistensi ekosistem hutan mangrove dengan parameter biologi seperti yang tercantum dalam Tabel 1.

Tabel 1 Parameter tingkat kerawanan degradasi

Keterangan : R0 = rawan 0 (rendah); R1 = rawan 1 (sedang); R2 = rawan 2 (tinggi) *Sumber : (Direktorat Jendral Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan 1997)

**Sumber : (Kaunang dan Kimbal 2009)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hutan mangrove Desa Pasar Banggi secara administrarif masuk ke dalam wilayah Desa Pasar Banggi dan sebagian besar berada di wilayah Dusun Kaliuntu. Hutan mangrove ini telah ada sejak tahun 1960 di sepanjang pantai Desa Pasar Banggi. Selanjutnya hutan mangrove ini dikelola secara swadaya oleh masyarakat Desa Pasar Banggi dikarenakan masyarakat telah menyadari bahwa keberadaan hutan mangrove ini telah melindungi tambak-tambak mereka dari abrasi air laut, bertambak merupakan mata pencaharian mayoritas masyarakat Desa Pasar Banggi. Hutan mangrove Desa Pasar Banggi pada mulanya seluas 60 ha namun dikarenakan ada konflik dengan beberapa warga yang mengklim sebagian tanah di hutan mangrove maka luasnya saat ini menyusut menjadi 42 ha. Hutan mangrove Desa Pasar banggi ini lebih menekankan fungsi konservasi. Beberapa jenis pohon

Parameter Tingkat kerawanan degradasi

(20)

10

mangrove yang dapat ditemui di hutan mangrove Desa Pasar Banggi antara lain Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, Sonneratia alba, dan Avicennia marina (Tabel 2).

Tabel 2 Jenis pohon hutan mangrove Desa Pasar Banggi

Nama latin Nama daerah

Rhizophora mucronata Bakau

Rhizophora apiculata Bakau

Sonneratia alba Pedada

Avicennia marina Api-api putih

Kawasan mangrove Desa Pasar Banggi sudah ditetapkan sebagai Kawasan Pusat Pelestarian Mangrove oleh Pemerintah Kabupaten Rembang dalam sebuah Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Rembang Tahun 2011-2013 sehingga kawasan mangrove yang dikelola oleh masyarakat ini sudah memiliki payung hukum namun batas wilayah kawasan mangrove ini masih belum dipetakan dengan jelas. Saat ini aktivitas yang ada di kawasan mangrove Desa Pasar Banggi ini tidak hanya perikanan tambak namun masyarakat juga mengembangkan pusat pembibitan mangrove yang dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani yang ada di Desa Pasar Banggi. Sejak bulan Juni 2014 pemerintah Kabupaten Rembang telah menetapkan kawasan mangrove Desa Pasar Banggi sebagai kawasan wisata Taman Mangrove sehingga menambah fungsi kawasan mangrove ini yang tadinya hanya fungsi konservasi saat ini menjadi fungsi konservasi dan rekreasi.

Komposisi Jenis Pohon

(21)

ditumbuhi vegetasi etasi tingkat semai dan pancang sama seperti di

= Avicennia marina

= Rhizophora mucronata

= Sonneratia alba

= Rhizophora apiculata

ambar 4 Sebaran secara spasial jenis pohon posisi jenis, keanekaragaman jenis juga merup na untuk mempelajari pengaruh gangguan biotik

an suksesi atau kestabilan suatu komunitas. nentukan tingkat keanekaragaman jenis yan

rove Desa Pasar Banggi menggunakan indeks ks ini merupakan parameter untuk mengetahui ke

bilan dalam suatu komunitas vegetasi. Menur dengan nilai < 1.5 menunjukan tingkat keaneka untuk nilai H’ 1.5-3.5 dapat digolongkan ke

ng sedang dan apabila nilai H’ memiliki nilai > keanekaragaman yang tinggi. Berdasarkan ha nekaragaman di kawasan hutan mangrove Des

hwa indeks keanekaragamannya tergolong renda keanekaragaman jenis setiap tingkat pertumbuha

Desa Pasar Banggi

tumbuhan Nilai indeks keanekaraga 1,01

ng 0,85

0,96 nggi jumlah spesies yang dapat di temukan di sua

n tinggi pula indeks keanekaragamannya. Pada at pertumbuhan semai memiliki indeks keaneka lah individu pada tingkat semai adalah yan am plot pengamatan. Keanekaragaman jeni tor dari kemantapan atau kestabilan dari sua nggi menunjukan kompleksitas yang tinggi. Ha

(22)

12

terjadinya interaksi yang tinggi pula sehingga akan mempunyai kemampuan lebih tinggi dalam menghadapi gangguan terhadap komponennya (Walter 1971). Pada kondisi hutan mangrove Desa Pasar Banggi dapat di lihat bahwa keanekaragamanya tergolong sangat rendah dikarenakan nilai keanekaragamanya kurang dari 1.5.

Kebutuhan tumbuhan akan lingkungan yang khusus dan lingkungan yang bervariasi dari satu tempat ke tempat lain mengakibatkan keragaman jenis tumbuhan yang ada (Sitompul dan Guritno 1995). Hal ini menyebabkan perbedaan jenis tumbuhan yang berkembang oleh karena itu ada jenis tumbuhan yang mendominasi suatu lingkungan tertentu. Smith (1997) menyatakan bahwa jenis dominan adalah jenis yang dapat memanfaatkan lingkungan yang ditempati secara efisien daripada jenis lain dalam tempat yang sama. Dominansi dari jenis-jenis yang ada di kawasan hutan mangrove Desa Pasar Banggi dapat dilihat dari besarnya Indeks Nilai Penting (INP). Jenis yang memiliki INP paling besar maka jenis tersebut yang mempunyai daya adaptasi, daya kompetisi dan kemampuan reproduksi yang lebih baik dibandingkan dengan tumbuhan yang lain dalam satu lingkungan tertentu (Tabel 4).

Tabel 4 Jenis dominan berdasarkan perhitungan Indeks Nilai Penting (INP) di kawasan hutan mangrove Desa Pasar Banggi

Nama jenis jumlah

Rhizophora mucronata 791 23 264.71 0.72 0.005 175.99

Rhizophora apiculata 256 7529.41 0.44 0.002 71.79

Sonneratia alba 7 20588 0.05 0.00003 4.34

Avicennia marina 217 6382.35 0.19 0.001 47.88

Pancang

Rhizophora mucronata 859 4042.35 0.91 0.47 208.2

Rhizophora apiculata 213 1002.35 0.45 0.09 61.07

Sonneratia alba 12 56.47 0.04 0.002 3.55

Avicennia marina 136 640 0.2 0.02 27.18

Pohon

Rhizophora mucronata 584 687.06 0.78 0.09 183.19

Rhizophora apiculata 109 128.24 0.46 0.02 55.16

Sonneratia alba 75 88.24 0.26 0.05 60.35

Avicennia marina 1 1.18 0.01 0.0006 1.29

Keterangan: K = kerapatan jenis

F = frekuensi

D = dominansi

INP = Indeks nilai penting

(23)

13 merata hampir di seluruh areal hutan mangrove Desa Pasar Banggi. Hal ini menunjukan bahwa jenis ini adalah jenis yang paling adaptif terhadap lingkungan hutan mangrove Desa Pasar Banggi.

Penentuan Tingkat Kerawanan Degradasi

Potensi kerawanan degradasi mangrove di kawasan hutan mangrove Desa Pasar Banggi ditentukan dengan membandingkan hasil deskripsi lapangan yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Parameter yang digunakan adalah kerapatan vegetasi dan indeks biodiversitas atau indeks keragaman (Kaunang dan Kimbal 2009). Hasil deskripsi tentang kerapatan dan indeks biodiversitas serta skorring tingkat kerawanan degradasi pada hutan mangrove Desa Pasar Banggi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Tingkat kerawanan degradasi berdasarkan parameter kerapatan vegetasi dan indeks keanekaragaman

Keterangan : R0 = rawan 0 (rendah); R1 = rawan 1 (sedang); R2 = rawan 2 (tinggi)

Tabel 5 menunjukan bahwa parameter kerapatan vegetasi hutan mangrove Desa Pasar Banggi berada pada kisaran sedang untuk tingkat pohon dan berada pada tingkat rendah untuk tingkat pertumbuhan semai dan pancang. Hal ini menunjukan bahwa regenerasi vegetasi yang ada di hutan mangrove ini tergolong sangat baik. Namun parameter indeks biodiversitas atau keanekaragaman di hutan mangrove ini berada pada tingkatan tinggi untuk fase pancang dan pohon, sedangkan untuk fase semai berada pada tingkat sedang. Kondisi ini menunjukkan bahwa kemantapan dan kestabilan komunitas hutan mangrove Desa Pasar Banggi ini dapat dikatakan rentan terhadap gangguan. Jika dibandingkan dengan penelitian Heriyanto dan Subiandono (2012) di Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) Jawa Timur, kondisi hutan mangrove Desa Pasar Banggi tidak jauh berbeda, bahkan lebih baik jika dilihat dari regenerasi atau kerapatan jenis pohon. Pada penelitian yang dilakukan di TNAP diperoleh informasi bahwa regenerasi jenis pohon di TNAP ini tidak sempurna karena tidak ditemukan jenis pohon pada fase pertumbuhan pancang sehingga tidak akan ada regenerasi jika terjadi kerusakan pada tingkat pohon. Skoring yang ada di TNAP dengan parameter kerapatan vegetasi berada pada tingkat rendah untuk fase pohon, sedangkan untuk

(24)

14

fase pancang berada pada tingkatan yang tinggi dan fase semai berada pada fase sedang (Tabel 6).

Untuk parameter indeks keanekaragaman kondisi di TNAP juga tidak jauh berbeda dengan kondisi di hutan mangrove Desa Pasar Banggi karena jumlah spesies yang ada juga hanya terdapat empat spesies. Untuk TNAP fase semai dan pohon masuk kedalam tingkat sedang dan untuk fase pancang masuk ke dalam tingkat tinggi karena tidak di temukan jenis pohon pada fase pancang di TNAP. Tabel 6 Tingkat kerawanan degradasi berdasarkan parameter kerapatan vegetasi

dan indeks keanekaragaman di Taman Nasional Alas Purwo (TNAP)

Keterangan : R0 = rawan 0 (rendah); R1 = rawan 1 (sedang); R2 = rawan 2 (tinggi)

Struktur Tegakan

Menurut Richard (1966) struktur tegakan merupakan sebaran individu tumbuhan dalam lapisan tajuk, sedangkan Meyer et al. (1961) mengartikan struktur tegakan sebagai sebaran pohon per satuan luas dalam berbagai kelas diameternya. Struktur tegakan berkaitan erat dengan penguasaan tempat tumbuh yang dipengaruhi oleh besarnya energi cahaya matahari, ketersediaan air tanah dan hara mineral bagi pertumbuhan individu tersebut. Gambaran mengenai jumlah pohon untuk setiap sebaran kelas diameter pada setiap jenis pohon dapat dilihat pada Lampiran 3 sedangkan kurva yang dihasilkan dari hubungan antara sebaran diameter dan jumlah pohon dapat dilihat pada Gambar 5.

Parameter Nilai

parameter

Tingkat kerawanan degradasi Karakteristik vegetasi

(Kerapatan)

- Fase pohon (pohon/ha) 2734 R0

- Fase pancang (Pancang/ha) 0 R2

- Fase semai (semai/ha) 4166 R1

Indeks keanekaragaman (H’)

- Fase pohon (pohon/ha) 1.16 R1

- Fase pancang (pancang/ha) 0 R2

(25)

15

Gambar 5 Sebararan jumlah pohon per kelas diameter untuk semua jenis pohon di

hutan mangrove Desa Pasar Banggi

Gambar 5 menunjukan bahwa sebaran kelas diameter di hutan mangrove Desa Pasar Banggi menunjukan jumlah pohon yang semakin berkurang dari kelas diameter kecil ke kelas diameter yang besar, sehingga kurva yang dihasilkan menyerupai huruf “J” terbalik. Begitu pula dengan struktur tekakan yang ada di Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) yang juga berdasarkan hasil penelitian Heriyanto dan Subiandono (2012) di mana struktur tegakan yang ada juga berbentuk “J” terbalik namun penelitian di TNAP ini menyusuk struktur tegakn dimulai dari diameter ≥ 10 sehingga hanya pada fase pohon tanpa melihat fase semai dan pancang dengan sebaran empat kelas diameter di mana selang diameter sebesar 10 cm (Gambar 6)

Gambar 6 Sebararan jumlah pohon per kelas diameter untuk semua jenis pohon di hutan mangrove Taman Nasional Alas Purwo (TNAP)

(26)

16

Kurva struktur tegakan di atas merupakan gambaran struktur tegakan untuk semua jenis yang ada atau secara umum. Penelitian ini mencoba melihat bagaimana kondisi struktur tegakan hutan mangrove Desa Pasar Banggi jika dilihat dari setiap jenis pohon yang ada. Untuk hutan mangrove Desa Pasar Banggi struktur tegakannya secara umum berbentuk eksponensial negatif atau “J” terbalik untuk setiap jenisnya kecuali jenis Sonneratia alba (Gambar7). Perbedaan ini karena dalam suksesi hutan selalu terjadi perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan struktur tegakan tersebut kemungkinan karena adanya perbedaan kemampuan pohon dalam memanfaatkan energi matahari, unsur hara mineral dan air, serta sifat kompetisi. Oleh karena itu susunan pohon di dalam tegakan hutan akan membentuk sebaran kelas diameter yang bervariasi (Ewusie 1980).

A B

C D

Keterangan: X units = Nilai tengah selang diameter Y units = Jumlah pohon per hektar

Gambar 7 Sebararan jumlah pohon per kelas diameter untuk setiap jenis pohon di hutan mangrove Desa Pasar Banggi, (A) Rhizophora mucronata (B) Rhizophora apiculata (C) Avicennia marina (D) Sonneratia alba

Sebaran kelas diameter yang berbentuk huruf “J” terbalik atau eksponensial negatif dapat dinyatakan dalam persamaan yang menjelaskan hubungan antara diameter pohon dengan jumlah pohon per hektar (Tabel 7).

(27)

17 Tabel 7 Persamaan struktur tegakan setiap jenis pohon

Nama Latin Persamaan Eksponensial r

Rhizophora mucronata N=1,96807 e-1.44221D 0.99 Rhizophora apiculata N=6,23549 e-1.85743D 0.99 Sonneratia alba N=1,57482 e-1.28555D 0.24 Avicennia marina N=2,45919 e-7.21481D 0.99

N = Kerapatan Pohon (N/ha) r = Koefisien korelasi

D = Diameter (cm)

Tabel 7 menunjukan bahwa persamaan tersebut cukup baik untuk menduga kerapatan pohon terkecuali untuk jenis Sonneratia alba karena nilai “r” atau koefisien korelasinya sangat rendah dikarenakan sebaran kelas diameter yang tidak membentuk kurva eksponensial negatif sehingga D (diameter) tidak dapat digunakan untuk menduga N (kerapatan pohon). Hal yang berbeda ini kemungkinan dikarenakan kegagalan regenerasi oleh jenis Sonneratia alba. Beberapa faktor yang kemungkinan dapat mempengaruhi kegagalan dalam beregenerasi tersebut diantaranya kompetisi atau persaingan yang terlalu ketat, ketidaksesuaian tempat tumbuh atau pencemaran lingkungan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Terdapat empat jenis pohon mangrove yang dapat ditemui di hutan mangrove Desa Pasar Banggi yaitu Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, Sonneratia alba, dan Avicennia marina. Dari keempat jenis tersebut jenis yang paling dominan dari semua tingkat pertumbuhan adalah Rhizophora mucronata karena memiliki nilai Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi pada semua tingkat pertumbuhan. Tingkat kerawanan degradasi tergolong rendah pada parameter kerapatan vegetasi namun dari parameter keanekaragaman sangat rawan degradasi. Struktur tegakan yang ada secara umum berbentuk huruf “J” terbalik yang artinya hutan mangrove Desa Pasar Banggi masih tergolong normal karena regenerasi tanaman masih berjalan baik terkecuali jenis untuk Sonneratia alba.

Saran

(28)

18

DAFTAR PUSTAKA

Adianti M. 2011. Studi model struktur tegakan hutan tanaman Pinus Merkusii Jungh Et De Vriese tanpa penjarangan di Hutan Pendidikan Gunung Walat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Anwar J, SJ Damanik, N Hisyam dan AJ Whitten. 1984. Ekologi ekosistem Sumatra. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Dahuri R, Rais J, Ginting SP, Sitepu MJ. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta

Davis LS, Jhonson KN. 1987. Forest Management Third Edition. New York: Graw Hill Company, Inc.

Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Bina Pesisir. 2009. Pedoman Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Direktorat Jendral Kelautan dan Pulau-Pulau Kecil. Jakarta

Departemen Kehutanan. 1992. Manual Kehutanan. Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang. 2011. Kondisi Daerah Pesisir/Pantai Kabupaten Rembang. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang. Rembang.

Direktorat Jendral Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 1997. Pedoman Penentuan Tingkat Kerusakan Hutan Mangrove. Direktorat Jendral Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. Jakarta

Ermayani E. 2000. Studi Model Struktur Tegakan dan Prospek Pertumbuhan Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan(Studi kasus di HPH PT.Dwimajaya Utama Propinsi Kalimantan Tengah) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ewusie JY. 1980. Pengantar Ekologi Tropika. Terjemahan, ITB-Press. Bandung. Gunawan H dan C. Anwar. 2004. Keanekaragaman jenis burung mangrove di

Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Sulawesi Tenggara. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam I(3):294-308.

Heriyanto NM dan Subiandono E. 2012. Komposisi dan Struktur Tegakan, Biomasa, dan Potensi Kandungan Karbon Hutan Mangrove di Taman Nasional Alas Purwo. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 9(1):023-032.

Istomo. 1994. Hubungan Antara Komposisi, Struktur dan Penyebaran Ramin (Gonystylus bancanus Miq. Kurz) dengan Sifat-sifat Tanah Gambut (Studi Kasus di Areal HPH PT Inhutani III Kalimantan Selatan) [tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana IPB. Tidak Diterbitkan.

(29)

19 Magguran AE. 1988. Ecological Diversity and its Measurement. London: Helm

Ltd.

Meyer HA, B Recnagel, DD Stevenson, and Bartoo. 1961. Forest Management Second Edition. New York : The Ronald Press Company.

Mueller DD and H Ellenberg. 1974. Aims and Methods of Vegetasion Ecology . New York : Jhon Willey and Sons, Inc.

Noor YR, M Khazali, dan INN Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP. Bogor.

Richards PW. 1966. The Tropical Rain Forest and Ecological Study. Cambridge : Cambridge University Press.

Santono N, Bayu CN, Ahmad FS, & Ida F. 2005. Resep Makanan Berbahan Baku Mangrove dan Pemanfaatan Nipah. Lembaga Pengembangan dan Pengkajian Mangrove.

Saparinto C. 2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove. Dahara Prize. Semarang. Sitompul SM, dan Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta

(ID): Gajah Mada University Press.

Sheykholeslami A, Pasha K, Kia LA. 2011. A study of tree distribution in diameter classes in natural forests of Iran (case study: Liresara Forest). Annals of Biological Research. 2(5):283-290.

Smith RL. 1977. Element of Ecology. New York : Harper & Row Publisher. Suhendang. 1985. Studi model struktur tegakan hutan alm hujan tropika dataran

rendah di Benkunat Propinsi Daerah Tingkat I Lampung [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Wilayah Pesisir. Jakarta (ID): Gramedia.

Supriharyono. 2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah pesisir dan Laut Tropis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wahjono D, Imanuddin R. 2007. Model Dinamika Struktur Tegakan Untuk Penduga Hasil PT. Intracawood Manufacturing di Kalimantan Timur (Stand Structure Dynamic Model for YieldEstimation in PT. Intracawood Manufacturing, East Kalimantan): Puskonser[Internet]. [diunduh 2014 Sep 1]: 419-428. Tersedia pada : http:// library .forda –morf .org/ libforda /data_pdf /1809.pdf.

Walter H. 1971. Ecological of Tropical and Subtropical Vegetation. New York : Van Nostrand Reinold Co.

(30)

20

LAMPIRAN

Lampiran 1 Perhitungan nilai INP untuk setiap tingkat pertumbuhan vegetasi hutan mangrove Desa Pasar Banggi

(31)

21 Lampiran 2 Perhitungan nilai Indeks Keanekaragaman untuk setiap tingkat

pertumbuhan vegetasi hutan mangrove Desa Pasar Banggi PANCANG

Keanekaragaman Species

Shanon Weiner Index (H')

No. Spesies INP pi ln pi pi ln pi H' : -∑pi ln pi E : H'/ln S R : (S-1)/ln N

1 Rhizophora mucronata 208.2 0.69 -0.37 -0.25

0.85 0.61 0.53 2 Rhizophora apiculata 61.07 0.20 -1.59 -0.32

3 Sonneratia alba 3.55 0.01 -4.44 -0.05

4 Avicennia marina 27.18 0.09 -2.40 -0.22

JUMLAH 300

POHON

Keanekaragaman Species

Shanon Weiner Index (H')

No. Spesies INP pi ln pi pi ln pi H' : -∑pi ln pi E : H'/ln S R : (S-1)/ln N

1 Rhizophora mucronata 183.19 0.61 -0.49 -0.30

0.96 0.69 0.53 2 Rhizophora apiculata 55.16 0.18 -1.69 -0.31

3 Sonneratia alba 60.35 0.20 -1.60 -0.32

4 Avicennia marina 1.29 0.00 -5.45 -0.02

JUMLAH 299.99

SEMAI

Keanekaragaman Species

Shanon Weiner Index (H')

No. Spesies INP pi ln pi pi ln pi H' : -∑pi ln pi E : H'/ln S R : (S-1)/ln N

1 Rhizophora mucronata 175.99 0.59 -0.53 -0.31

1.01 0.73 0.53 2 Rhizophora apiculata 71.79 0.24 -1.43 -0.34

3 Sonneratia alba 4.34 0.01 -4.24 -0.06

4 Avicennia marina 47.88 0.16 -1.84 -0.29

(32)

22

Lampiran 3 Jumlah individu setiap kelas sebaran diameter untuk setiap jenis pohon di hutan mangrove Desa Pasar Banggi

Nama Jenis

jumlah individu per kelas diameter (individu/ha)

0-5 6-10 11-15 16-20 21-25 26-30 31-35 36-40 41 up

Rhizophora

mucronata 1493 752 388 25 1 0 0 1 0

Rhizophora

apiculata 435 155 76 5 0 0 0 0 0

Sonneratia

alba 20 2 5 27 16 31 8 1 0

Avicennia

(33)

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lamongan pada tanggal 03 Maret 1992 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Aspuri dan Yuyun Ngesti Utami. Penulis memulai jenjang pendidikan di SD Negeri 01 Gesikharjo-Palang lulus pada tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 01 Palang dan lulus pada tahun 2007. Pendidikan menengah atas diselesaikan di SMA Negeri 02 Tuban pada tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) di Fakultas Kehutanan, Departemen Manajemen Hutan.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa organisasi, penulis perna menjadi ketua Ikatan Pelajar Mahasiswa Ronggolawe Tuban (IPMRT) pada tahun 2011-2012. Penulis juga merupakan anggota Forest Management Student Club (FMSC). Penulis juga aktif berpatisipasi dalam berbagai kepanitiaan kegiatan kemahasiswaan di Institut Pertanian Bogor.

Penulis melakukan kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Batu Raden dan Nusakambangan (Cilacap) pada tahun 2012, Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi dan KPH Cianjur Jawa Barat pada tahun 2013 dan Praktik Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT.Inhutani I Unit Meraang, Berau Kalimantan Timur pada tahun 2014.

Gambar

Gambar 1 Sketsa letak lokasi penelitian
Gambar 22 Bentuk petak pengukuran dalam jalur (trans
Tabel 3 Indeks keakeanekaragaman jenis setiap tingkat pertumbuha
Tabel 4  Jenis dominan berdasarkan perhitungan Indeks Nilai Penting (INP) di
+3

Referensi

Dokumen terkait

pembersihan data, pembangun telah memilih untuk menggunakan dua kaedah iaitu menggantikan nilai yang hilang dengan dua pembolehubah global iaitu 'UNKNOWN' dan 'O'

Resiko terhadap penyakit periodontal untuk semua subjek lebih besar pada orang dengan tekanan finansial tinggi, ditandai dengan level keparahan kehilangan perlekatan dan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis uji pengaruh yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh modifikasi pembelajaran bola kecil

Penulis dapat menarik simpulan bahwa, pohon “cemara” adalah jenis tumbuhan yang kuat (tegar, kokoh, tabah, sabar dan lainnya) menahan segala macam kondisi untuk tetap bertahan

Capaian kinerja indikator Terlaksananya fasilitasi pengorganisasian dengan perimbangan keuangan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah sebesar 95% dari target

Distribusi karakteristik sikap ibu mengenai MP-ASI berdasarkan usia, tingkat pendidikan, jumlah anak yang diasuh dan pekerjaan ibu dapat dilihat pada tabel 4.8,

besar responden yang memiliki keterampilan cukup Penelitian mengenai tingkat pengetahuan adalah responden yang berumur kurang dan 45 jbu dalam penanganan awal diare menunjukkan

Berdasarkan data yang diperoleh, kesimpulan yang dapat diambil adalah model pembelajaran Guided Inquiry disertai LKS audiovisual berpengaruh terhadap aktivitas dan