KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN DI
KAWASAN LINDUNG AREAL IUPHHK-HT
PT. WANA HIJAU PESAGUAN PROVINSI
KALIMANTAN BARAT
KHALID HAFAZALLAH
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman Tumbuhan di Kawasan Lindung Areal IUPHHK-HT PT. Wana Hijau Pesaguan Provinsi Kalimantan Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skrpsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Khalid Hafazallah
ABSTRAK
KHALID HAFAZALLAH. Keanekaragaman Tumbuhan di Kawasan Lindung Areal IUPHHK-HT PT.Wana Hijau Pesaguan Provinsi Kalimantan Barat. Dibimbing oleh ISTOMO.
Kawasan lindung di areal hutan tanaman perlu dikelola dengan baik guna pembangunan berkelanjutan. Salah satu langkah awal dalam pengelolaan kawasan lindung di areal hutan tanaman yaitu dengan mengetahui tingkat keanekaragaman tumbuhan yang menyusun komunitas tegakan di kawasan lindung. Tujuan penelitian ini adalah mengukur tingkat keanekaragaman tumbuhan di kawasan lindung areal IUPHHK-HT PT. Wana Hijau Pesaguan yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat. Lokasi penelitian dilakukan di sempadan sungai, kelerengan lebih dari 40% dan kawasan pelestarian plasma nutfah (KPPN). Hasil penelitian yang didapat yaitu ditemukannya sebanyak 295 jenis tumbuhan yang terdiri atas 222 jenis pohon, 32 jenis tumbuhan bawah, 38 jenis liana dan 3 jenis epifit. Nilai H’ (indeks keanekaragaman Shannon -Wiener) jenis pohon dengan permudaannya berkisar antara 3.02–4.41, tergolong tingkat keanekaragaman jenis tinggi. Jenis liana dan tumbuhan bawah memiliki tingkat
keanekaragaman sedang dengan kisaran nilai H’ antara 1.00-3.22. Tingkat keanekaragaman jenis epifit tergolong rendah sampai sedang dengan nilai H’ antara 0 -1.04. Nilai IS (indeks similaritas) antar lokasi seluruhnya rendah (di bawah 75%) kecuali pada tumbuhan epifit, hanya KPPN yang memiliki komposisi tumbuhan epifit berbeda dari pada lokasi lainnya.
Kata kunci: hutan tanaman, Kalimantan Barat, kawasan lindung, keanekaragaman tumbuhan
ABSTRACT
KHALID HAFAZALLAH. Plant Diversity in Protected Area of IUPHHK-HT PT. Wana Hijau Pesaguan in Province West Kalimantan. Supervised by ISTOMO.
Protected area in plantation forest should be managed properly in order to sustainable development. One of the initial steps of the protected area management is by knowing the level of plant diversity which composing the community of its vegetation. The aim of this research is to measure plant diversity in protected area of IUPHHK-HT PT. Wana Hijau Pesaguan in Province West Kalimantan. Vegetation analysis is done at riverbanks, slope area more than 40% and conservation area of biodiversity. The result is that there are found 295 species of plants consisting 222 trees, 32 under storey plants, 38 lianas and 3 epiphytes. Shannon-Wiener diversity index (H’) values of trees with anystage of growth are about 3.02–4.41, which classified as high level of diversity. Under storey plants and lianas have H’ values about 1.00-3.22 which classified as mid level
diversity. The diversity level of epiphytes are low to mid, with H’ values 0-1.04. Similarity Index value between all locations are low (less than 75%) except for epiphytes, which only in conservation area of biodiversity had different epiphytes composition comparing to the other sites.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur
KHALID HAFAZALLAH
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN
DI KAWASAN LINDUNG AREAL IUPHHK-HT
Judul Skripsi : Keanekaragaman Tumbuhan di Kawasan Lindung Areal IUPHHK-HT PT. Wana Hijau Pesaguan Provinsi Kalimantan Barat
Nama : Khalid Hafazallah NIM : E44090032
Disetujui oleh
Dr Ir Istomo, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian dan dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 ini ialah keanekaragaman tumbuhan, dengan judul Keanekaragaman Tumbuhan di Kawasan Lindung Areal IUPHHK-HT PT. Wana Hijau Pesaguan Provinsi Kalimantan Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan materi dan moril serta kasih sayangnya, dan Bapak Dr Ir Istomo, MS selaku dosen pembimbing. Di samping itu, penghargaan dan ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak PT. Wana Hijau Pesaguan yang telah memfasilitasi penelitian ini, Bapak Nur Maulana, Bapak Rohmat Budiyanto, Bapak Tendi, Bapak Lutfi, Bapak Iwan Ramadiawan, Bapak Rifky Chandra, Bapak Fauzi Sanusi, Bapak Kode yang menjadi pengenal jenis nama lokal serta mendampingi penulis ketika penelitian dilakukan di lapangan, Bapak Anggana dan Bapak Aan dari pihak Puslitbang Kehutanan Bogor yang telah membantu penulis dalam mengidentifikasi tumbuhan, semua staf PT. Wana Hijau Pesaguan yang telah membantu selama pengumpulan data, Ma’shum Afnani dan Fauzia Khaerani, sahabat penulis satu bimbingan yang banyak membantu baik materi maupun moril, sahabat Sugema (Garry Ginandjar, Taufik Iskandar, Muhammad Dery Fauzan, Muhammad Firdaus Imran), Silvikulturis 46, teman-teman Batosai (Mansyur Triwidodo, Muhamad Yudha Asmara, Ade Guntur, Idris dan Fikri), teman-teman Rongga (C1 20–31) khususnya Fuad, Reza, Endang Ginong, Hilmi, Dea, Bowo Tewe, dan Dana, teman-teman Onigiri, IKPMR, Kribondings, IFSA Lc-IPB, Sascolers, teman-teman SIJ (angk.1996-2009), civitas akademika Departemen Silvikultur dan Fakultas Kehutanan atas perhatian, do’a dan dukungannya selama penulis melaksanakan studi di IPB.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 2
METODE 2
Waktu dan Tempat 2
Alat dan Bahan 2
Prosedur Pengambilan Data 2
Prosedur Pembuatan Herbarium 3
Prosedur Analisis Data 4
Indeks Nilai Penting (INP) 4
Indeks dominansi 5
Indeks kekayaan jenis 5
Indeks keanekaragaman jenis 5
Indeks kemerataan jenis 6
Koefisien kesamaan komunitas 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Kondisi Umum Lokasi Penelitian 6
Hasil 8
Komposisi jenis 8
Jenis dominan 9
Luas bidang dasar 11
Kerapatan tumbuhan dan struktur tegakan 11
Indeks dominansi (C) 13
Indeks kekayaan (R1), keanekaragaman (H’) dan kemerataan (E) jenis 13
Koefisien kesamaan komunitas (IS) 15
Tumbuhan dilindungi 16
Pembahasan 18
SIMPULAN DAN SARAN 22
Simpulan 22
Saran 22
DAFTAR TABEL
1 Pembagian areal PT.Wana Hijau Pesaguan 7 2 Penyebaran topografi, bentuk wilayah dan kelerengan lahan di areal
IUPHHK- HT PT.Wana Hijau Pesaguan 7 3 Data iklim rata-rata 10 tahun terakhir (1998-2007) 8 4 Komposisi jenis tumbuhan berdasarkan habitus 9 5 Nilai INP terbesar yang dimiliki tumbuhan pada berbagai tingkat
pertumbuhan dan habitus di tiap kawasan lindung 10 6 Luas bidang dasar pada tingkat pohon dan tiang di lokasi pengamatan 11 7 Kerapatan total dari seluruh jenis pada berbagai tingkat pertumbuhan dan habitus di tiap kawasan lindung 12 8 Nilai indeks dominansi pada berbagai tingkat pertumbuhan dan habitus di tiap kawasan lindung 13 9 Nilai indeks kekayaan jenis Margalef (R1), keanekaragaman jenis Shanon- Wiener (H’) dan kemeratan jenis Pielou (E) pada berbagai tingkat
pertumbuhan dan habitus tumbuhan di tiap kawasan lindung 14 10 Koefisien kesamaan komunitas (IS) di kawasan lindung PT. Wana Hijau Pesaguan 15 11 Jenis-jenis tumbuhan yang dilindungi yang terdapat pada masing-masing kawasan lindung PT.Wana Hijau Pesaguan 16
12 Status kelangkaan jenis-jenis tumbuhan yang terdapat pada masing-masing ka- wasan lindung PT.Wana Hijau Pesaguan 17
DAFTAR GAMBAR
1 Desain petak contoh pengamatan dan arah rintis 3 2 Ilustrasi metode analisis vegetasi pada setiap subpetak 3 3 Jumlah jenis pohon dan permudaannya di KPPN (Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah), K > 40% (Kelerengan > 40%), SSKi (Sempadan Sungai Sisi Kiri), dan SSKa (Sempadan Sungai Sisi Kanan) 9 4 Struktur tegakan pada kawasan lindung berupa KPPN (a), kelerengan > 40% (b), sempadan sungai sisi kiri (c) dan sempadan sungai sisi kanan (d) 12 5 Kerapatan tumbuhan dilindungi (a) dan potensi tegakan seluruh jenis
tumbuhan dilindungi (b) di areal kawasan lindung PT. Wana Hijau
DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta lokasi penelitian 25 2 Daftar nama jenis tumbuhan di kawasan lindung areal IUPHHK-HT PT. Wana
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Luas sumber daya hutan di Kalimantan berdasarkan hasil pemadu-serasian Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) adalah 36.66 juta hektar atau sekitar 30.4% dari luas daratan Indonesia (BPKH III 2011). Luasnya sumber daya hutan tersebut berdasarkan fungsinya dibagi menjadi kawasan hutan lindung, hutan produksi dan hutan konservasi.
Kawasan hutan produksi dapat dimanfaatkan dengan izin usaha pemanfaatan hasil hutan berupa kayu yaitu hutan tanaman. Hutan tanaman secara teknis umumnya menggunakan tanaman sistem monokultur. Hal ini menyebabkan keanekaragaman tumbuhan yang melimpah di hutan Kalimantan (MacKinnon et al. 1996) menjadi berkurang. Sumargo (2011) melaporkan sampai dengan tahun 2009 luas hutan tanaman industri di Kalimantan telah mencapai 9.97 juta ha. Ini mengindikasikan pengelolaan hutan secara lestari perlu diterapkan sejak dini, agar kelestarian hutan alam yang memiliki keanekaragaman tumbuhan tinggi di areal tersebut terjamin.
Areal hutan tanaman berdasarkan SK Menhut No.246/Kpts-II/1996, dibagi menurut peruntukannya menjadi areal tanaman pokok (70%), areal tanaman unggulan (10%), areal tanaman kehidupan (5%), areal infrastruktur (5%) dan kawasan lindung (10%). Areal kawasan lindung sendiri berdasarkan Keppres RI No.32 Tahun 1990 merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.
Upaya pelestarian dan pengendalian pemanfaatan kawasan diperlukan dalam pengelolaannya. Kelestarian fungsi kawasan lindung dapat terpelihara dalam jangka panjang jika struktur dan komposisi jenis yang membentuk vegetasi di dalam kawasan terpelihara dengan baik. Struktur dan komposisi vegetasi dapat dinilai baik jika diketahui tingkat keanekaragaman tumbuhan yang berperan penting dalam tegakan tersebut tinggi (Richard 1964; Krebs 1988; Huston 1994; Mahali 2008). Oleh karena itu, langkah awal yang dapat dilakukan untuk menentukan pengelolaan kawasan lindung di PT. Wana Hijau Pesaguan yaitu dengan mengukur tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan di kawasan lindung areal tersebut.
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
Hasil studi keanekaragaman tumbuhan ini dapat dijadikan referensi dalam mengevaluasi status jenis-jenis tumbuhan yang ada di lapangan (hutan) sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan pengelolaan kawasan lindung dan pelestarian jenis-jenis tumbuhan langka dan dilindungi. Selain itu, hasil studi juga dapat digunakan untuk mengembangkan potensi tumbuhan lokal yang ada di areal kawasan lindung IUPHHK-HT untuk dikembangkan pemanfaatannya baik sebagai tanaman unggulan, tanaman kehidupan maupun manfaat lain.
METODE
Waktu dan Tempat
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai dengan bulan Juli 2013. Pada bulan Mei dilaksanakan pengambilan data di kawasan lindung areal IUPHHK-HT PT.Wana Hijau Pesaguan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat dan pada bulan Juni sampai dengan Juli 2013 dilaksanakan pembuatan herbarium dan identifikasi jenis tumbuhan di bagian Botani dan Ekologi Hutan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan di Bogor, Jawa Barat.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan pengambilan data di lapangan yaitu peta kawasan lindung PT. Wana Hijau Pesaguan, receiver GPS (Garmin 76CSx), klinometer, kompas, parang, patok, tali, hypsometer (Haga), pita ukur 30 meter, thermohygrometer, phiband tape dan meteran jahit, kantong plastik, kertas label, kertas koran, tally sheet dan alat tulis. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan herbarium yaitu sasak, kertas koran, kertas label, alat tulis dan oven. Bahan yang digunakan yaitu alkohol 70% untuk penyimpanan spesimen sementara. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007.
Prosedur Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode analisis vegetasi berupa petak tunggal berukuran 1 ha (100 m x 100 m) sebanyak 4 petak yang mewakili sempadan sungai sisi kiri (SSKi) dan sisi kanan (SSKa), Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah (KPPN), dan areal dengan kelerengan lebih dari 40% (K > 40%). Peletakan petak dilakukan dengan metode purposive sampling dengan memperhatikan aspek keterwakilan, waktu, biaya dan tenaga.
paku-3 pakuan dan palem-paleman). Desain petak contoh dan ilustrasi metode pengambilan data pada setiap petak dapat dilihat pada Gambar 1 dan subpetak pada Gambar 2.
Gambar 1 Desain petak contoh pengamatan dan arah rintis ( )
Keterangan :
A = subpetak untuk tingkat semai (2 m x 2 m) B = subpetak untuk tingkat pancang (5 m x 5 m) C = subpetak untuk tingkat tiang (10 m x 10 m) D = subpetak untuk tingkat pohon (20 m x 20 m)
Prosedur Pembuatan Herbarium
Spesimen-spesimen yang telah diambil dari lapangan masing-masing diberi label dan dibungkus dengan kertas koran. Spesimen-spesimen yang telah dibungkus kertas koran dikumpulkan pada sasak dan dilakukan pengeringan menggunakan oven selama 24 jam dengan suhu 105 °C. Herbarium yang telah kering diidentifikasi dengan cara mencocokkan herbarium yang baru dibuat
4
dengan herbarium hasil koleksi yang ada di Badan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan bagian Botani dan Ekologi Hutan di Bogor.
Prosedur Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menghitung jumlah jenis, jumlah individu tiap jenis, diameter batang setinggi dada untuk tingkat pohon dan tiang dan frekuensi jenis yang selanjutnya didapatkan indeks-indeks yang dibutuhkan untuk dianalisis agar dapat ditarik kesimpulan. Indeks-indeks yang digunakan pada penelitian ini yaitu indeks nilai penting (INP), indeks dominansi Simpson (C), indeks kekayaan jenis Margalef (R1), indeks keanekaragaman jenis
Shannon-Wiener (H’), indeks kemerataan jenis Pielou (E), dan koefisien kesamaan komunitas (indeks similaritas SǾrensen) IS.
Indeks Nilai Penting (INP)
Indeks Nilai Penting (INP) digunakan untuk menetapkan komposisi jenis dan dominasi suatu jenis pada suatu tegakan. Nilai INP dihitung dengan menjumlahkan nilai kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR), dan dominansi relatif (DR) (Soerianegara & Indrawan 2002).
Kerapatan (K) = Σ a
a a x 1 ha
Kerapatan Relatif (KR) = a a a a
a a a x %
Frekuensi (F) = Σ a a
Frekuensi Relatif (FR) = F a
F x %
Dominansi (D) = Σ BDS a
a a x 1 ha
Dominansi Relatif (FR) = D a a
D a x %
Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR (untuk tingkat semai, pancang dan tumbuhan bukan pohon)
5 Indeks dominansi
Indeks dominansi Simpson digunakan untuk menentukan dimana dominasi dipusatkan dalam suatu komunitas (Soerianegara & Indrawan 2002). Indeks dominansi ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
C = Σ (Ni/N)²
Keterangan : C = Indeks dominansi Ni = INP tiap jenis
N = Total INP seluruh jenis Indeks kekayaan jenis
Besarnya kekayaan jenis dapat diketahui dengan menggunakan indeks kekayaan jenis Margalef (Ludwig & Reynold 1988). Kusuma (2007) mengungkapkan bahwa indeks kekayaan jenis Margalef memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi dan respon yang baik untuk menggambarkan kekayaan jenis. Indeks kekayaan jenis dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
R1 =
S-1
ln (N)
Keterangan : R1 = Indeks kekayaan jenis Margalef
S = Jumlah jenis
N = Jumlah total individu ln = Logaritma natural
Magurran (1988) menyatakan besaran R1 < 3.5 menunjukkan kekayaan
jenis tergolong rendah, 3.5 < R1 < 5.0 menunjukkan kekayaan jenis tergolong
sedang dan R1 > 5.0menunjukkan kekayaan jenis tergolong tinggi.
Indeks keanekaragaman jenis
Indeks keanekaragaman jenis adalah parameter yang berguna untuk mengetahui tingkat keanekaragaman jenis. Indeks keanekaragaman Shannon- Wiener (H’) merupakan indeks yang paling banyak digunakan dalam ekologi komunitas (Ludwig dan Reynold 1988) karena memiliki sensitivitas yang tinggi untuk menggambarkan struktur komunitas (Ortega et al. 2004) dan mengetahui perubahan yang terjadi pada jenis-jenis langka atau tidak dominan (Magurran 2004). Persamaan untuk menghitung indeks keanekaragaman Shannon-Wiener adalah sebagai berikut :
Keterangan : H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener s = Jumlah jenis
6
Indeks kemerataan jenis
Indeks kemerataan jenis dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
E = H'
H'max = H' ln (S)
Keterangan : E = Indeks kemerataan jenis H’ = Indeks keanekaragaman jenis S = Jumlah jenis
ln = Logaritma natural
Magurran (1988) menyatakan bahwa besaran E < 0.3 menunjukkan kemerataan jenis rendah, 0.3 < E < 0.6 menunjukkan tingkat kemerataan jenis tergolong sedang dan E > 0.6 menunjukkan tingkat kemerataan jenis tergolong tinggi.
Koefisien kesamaan komunitas
Koefisien kesamaan komunitas merupakan nilai yang digunakan untuk mengetahui kesamaan relatif dari komposisi jenis dan struktur antara dua komunitas yang dibandingkan (Soerianegara & Indrawan 2002). Persamaan yang digunakan adalah:
C (IS) = 2W
a+b
Dimana , C (IS) = Koefisien kesaman komunitas
W = Jumlah nilai INP yang sama atau terendah ( ≤ ) dari dua jenis-jenis yang terdapat dalam dua komunitas berbeda
a = Jumlah nilai INP dari semua jenis yang
terdapat dalam komunitas pertama yang dibandingkan b = Jumlah nilai INP dari semua jenis yang
terdapat dalam komunitas kedua yang dibandingkan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
7 Tabel 1 Pembagian areal PT.Wana Hijau Pesaguana
No. Peruntukan lahan Luas (ha) Jumlah (%)
1. Kawasan lindung 14 830 14.13
2. Sarana dan prasarana (jalan, persemaian, kebun
benih, dan lain-lain.) 299 0.28
3. Areal dikuasai pihak lain 3 211 3.06
4. Dikembalikan kepada Pemerintah 21 070 20.07
5. Areal tanaman pokok THPB 47 270 45.03
6. Areal tanaman unggulan 10 935 10.42
7. Areal tanaman kehidupan 7 360 7.01
Jumlah 104 975 100.00
aSumber : RKUPHHK-HT PT. Wana Hijau Pesaguan
Areal PT. Wana Hijau Pesaguan secara geografis terletak di antara 110˚10’ BT–110˚56’ BT dan 0˚37’ LS–0˚46’ LS. Batas-batas persekutuan areal PT. Wana Hijau Pesaguan yaitu sebagai berikut:
Sebelah Utara : IUPHHK-HA PT. Suka Jaya Makmur Sebelah Timur : Provinsi Kalimantan Tengah
Sebelah Selatan : IUPHHK-HA PT.Wanakayu Batu Putih Sebelah Barat : Perkebunan PT. Hijau Permata Wana Lestari.
Formasi geologi di areal PT.Wana Hijau Pesaguan lebih didominasi oleh formasi Granit Sukadana dengan luasan 67 376.34 ha dan terdapat juga formasi batuan gunung api Kerabai, Granit Sangiyang dan Komplek Ketapang berdasarkan Peta Geologi Provinsi Kalimantan Barat, terbitan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Departemen Pertambangan dan Energi tahun 1989 (Dokumen ANDAL 2009). Tanah di lokasi PT. Wana Hijau Pesaguan berkembang dari batuan beku/metamorfik dan batuan endapan. Tanah di lokasi PT. Wana Hijau Pesaguan diklasifikasikan ke dalam tiga Ordo yaitu Ultisol, Entisol dan Inceptisol berdasarkan dari sifat-sifat tanah dan cara pembentukannya.
Topografi di areal IUPHHK-HT PT.Wana Hijau Pesaguan termasuk daerah dengan topografi bervariasi dari mulai landai sampai dengan agak curam dengan kelerengan antara 8–40 %, dengan ketinggian areal berkisar antara 100–640 mdpl. Pada umumnya areal terdiri atas lahan berbukit sampai gunung, sedangkan daerah-daerah yang relatif datar dan landai hanya terdapat pada teras sepanjang tepi sungai dan lembah-lembah sempit di antara bukit-bukit. Kondisi kelas lereng areal kerja IUPHHK- HT PT.Wana Hijau Pesaguan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Penyebaran topografi, bentuk wilayah dan kelerengan lahan di areal IUPHHK- HT PT.Wana Hijau Pesaguana
No. Topografi Bentuk Wilayah Kelerengan (%) Luas (ha)
1 Datar Datar–berombak 0–8 13 903.51
2 Landai Bergelombang 8–15 10 534.79
3 Bergelombang Agak berbukit 15–25 54 159.51
4 Agak Curam Berbukit 25–40 5 307.19
Jumlah 83 903.00
8
Iklim di areal IUPHHK-HT PT.Wana Hijau Pesaguan, berdasarkan sistem klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk dalam curah hujan tipe A dan dapat digolongkan dalam iklim tropis. Rata-rata jumlah curah hujan tahunan mencapai lebih dari 2500 mm/tahun dan rata-rata hari hujan mencapai 20 hari/bulan. Data iklim yang meliputi curah hujan, hari hujan, suhu udara, kelembapan udara dan kecepatan angin dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Data iklim rata-rata 10 tahun terakhir (1998-2007)a
Bulan
aSumber : Stasiun Meteorologi Rahadi Usman, Ketapang (2008) dalam Dokumen ANDAL
PT.Wana Hijau Pesaguan (2009)
Hasil
Komposisi jenis
9 Sisi Kiri), dan SSKa (Sempadan Sungai Sisi Kanan)
Berdasarkan Gambar 3, jumlah jenis pohon tertinggi pada semua tingkat pertumbuhan terdapat di SSKI dengan jumlah jenis terbanyak pada tingkat pancang. Jumlah jenis tumbuhan terbanyak terdapat pada tingkat pohon di KPPN, K > 40% dan SSKA.
Tabel 4 Jumlah jenis tumbuhan berdasarkan habitus
No. Kawasan
Keterangan : KPPN (Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah); K>40% (Kelerengan > 40%); SSKi (Sempadan Sungai Kiri); SSKa (Sempadan Sungai Kanan); Semua (Gabungan keempat areal kawasan lindung)
Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui jumlah jenis tumbuh-tumbuhan terbanyak seluruhnya terdapat di SSKi (kecuali epifit), selanjutnya SSKa, K > 40%, dan KPPN. Jumlah jenis epifit paling banyak terdapat di SSKa. Jumlah jenis tumbuh-tumbuhan di semua areal kawasan lindung terdapat 295 jenis, yang terdiri atas 222 jenis pohon dan permudaan, 32 jenis tumbuhan bawah, 38 jenis liana dan 3 jenis epifit.
Jenis dominan
10
Tabel 5 Nilai INP terbesar yang dimiliki tumbuhan pada berbagai tingkat pertumbuhan dan habitus di tiap kawasan lindung
No. Kawasan
Pancang Tetugal (Polyalthiaspathulata) 17.19 Tiang Ponggo (Shorea leprosula) 19.28 Pohon Lengkuham (Xerospermum noronhianum) 20.04 Tumbuhan bawah Pakurane (Selaginella usteri) 39.55 Liana Rotan dakan (Calamus sp.) 37.49 Epifit Akar pepadi (Drymoglossum pilosseloides) 85.45 2 K > 40% Semai Linang (Ardisia teysmanniana) 18.94 Pancang Tetugal (P.spathulata) 23.02 Tiang Kokopar (Mammea anastomosans) 27.88 Pohon Beketambah (Scaphium macropodium) 15.08 Tumbuhan bawah Kungkonjing (Calathea sp.2) 66.37 Liana Rotan ginap (Korthalsia sp.) 31.11 Epifit Akar pepadi (D. pilosseloides) 200.00 3 SSKi Semai Kayu batu (I. malayana) 15.58 Pancang Bongkal (Nauclea orientalis) 7.50 Tiang Berobak (Gironniera subaequalis) 16.35 Pohon Belanti (Meiogyne montana) 18.59 Tumbuhan bawah Pakurane (S. usteri) 32.61 Liana Akar kerokuso (Bauhinia sp.) 42.11 Epifit Akar pepadi (D. pilosseloides) 156.82
4 SSKa Semai Tetugal (P.spathulata) 26.03 Pancang Tetugal (P. spathulata) 27.17 Tiang Lengkuham (X. noronhianum) 18.94
Pohon Belanti (M. montana) 28.87
Tumbuhan bawah Pakurane (S. usteri) 50.52 Liana Akar tetingal (Lasianthus sp.) 19.74 Epifit Akar pepadi (D. pilosseloides) 157.14
Keterangan : KPPN (Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah); K>40% (Kelerengan > 40%); SSKi (Sempadan Sungai Kiri); SSKa (Sempadan Sungai Kanan)
Berdasarkan Tabel 5, diketahui bahwa pada tingkat semai di KPPN dan SSKi, jenis tumbuhan yang memiliki INP tertinggi sama, yaitu kayu batu (I. malayana). Nilai INP tertinggi untuk tingkat semai di K > 40% dan SSKa masing-masing adalah linang (A. teysmanniana) dan tetugal (P. spathulata). Pada tingkat pancang, jenis tumbuhan yang memiliki INP tertinggi sama di semua lokasi yaitu tetugal (P. spathulata), kecuali di SSKi, yaitu bongkal (N.orientalis). Hal ini menunjukkan permudaan tetugal (P. spathulata) melimpah di kawasan lindung PT. Wana Hijau Pesaguan.
11 Jenis tumbuhan non-pohon berupa tumbuhan bawah di KPPN dan sempadan sungai (kanan dan kiri) didominasi oleh pakurane (S. usteri). Hal ini menunjukkan pakurane (S. usteri) melimpah bahkan mendominasi areal kawasan lindung PT. Wana Hijau Pesaguan. Jenis liana di SSKi didominasi oleh akar kerokuso (Bauhinia sp.), di SSKa oleh akar tetingal (Lasianthus sp.), sedangkan di KPPN dan K > 40% didominasi oleh jenis rotan (Calamus sp. dan Korthalsia sp.). Jenis epifit seluruhnya didominasi oleh akar pepadi (D. pilosseloides). Pada areal K > 40% bahkan hanya ditemukan akar pepadi untuk tumbuhan epifit.
Luas bidang dasar
Berdasarkan hasil analisis vegetasi, jenis-jenis yang memiliki luas bidang dasar (LBDS) tertinggi disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Luas bidang dasar pada tingkat pohon dan tiang di lokasi pengamatan
Kawasan
KPPN Pohon Xerospermum noronhianum 1.87 8.77 21.32 100
Tiang Shorea leprosula 0.56 6.90 8.12 100
K > 40% Pohon Scaphium macropodium 1.64 8.72 18.81 100
Tiang Mammea anastomosans 1.00 9.12 10.96 100
SSKi
Pohon X. noronhianum 2.10 10.37 20.25 100
Tiang Gironniera nervosa
S. leprosula 0.28 5.84 5.48 100
SSKa Pohon Meiogyne montana 2.27 10.05 22.59 100
Tiang X. noronhianum 0.72 8.67 8.30 100
Keterangan : KPPN (Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah); K>40% (Kelerengan > 40%); SSKi (Sempadan Sungai Kiri); SSKa (Sempadan Sungai Kanan); LBDS (Luas Bidang Dasar)
Dari Tabel 6 diketahui bahwa pada tingkat pohon LBDS terbesar terdapat di SSKa, sedangkan pada tingkat tiang terdapat di K > 40%. LBDS terbesar secara keseluruhan terdapat di SSKa.
Jenis pohon yang memiliki LBDS terbesar yaitu lengkuham (X. noronhianum) yang terdapat di KPPN dan sempadan sungai (kiri dan kanan). Jenis tumbuhan tingkat tiang yang memiliki LBDS terbesar di SSKi ada 2 jenis, yaitu berobak (G. Subaequalis) dan ponggo (S. leprosula)dengan nilai LBDS sebesar 0.28 m2/ha.
Kerapatan tumbuhan dan struktur tegakan
12
Tabel 7 Kerapatan total dari seluruh jenis pada berbagai tingkat pertumbuhan dan habitus di tiap kawasan lindung (Sempadan Sungai Kiri); SSKa (Sempadan Sungai Kanan)
Kerapatan tertinggi untuk tingkat semai terdapat di SSKa, sedangkan kerapatan semai terendah terdapat di KPPN. Kerapatan tertinggi untuk tingkat pancang terdapat di SSKi, sedangkan kerapatan pancang terendah terdapat di KPPN. Kerapatan tertinggi untuk tingkat tiang terdapat di K > 40%, sedangkan kerapatan tiang terendah terdapat di SSKa. Kerapatan tertinggi untuk tingkat pohon terdapat di K > 40%, sedangkan kerapatan pohon terendah terdapat di KPPN dan SSKi.
Kerapatan tertinggi untuk tumbuhan bawah terdapat di SSKi, sedangkan kerapatan tumbuhan bawah terendah terdapat di SSKa. Kerapatan tertinggi untuk liana terdapat di SSKi, sedangkan kerapatan liana terendah terdapat di KPPN. Kerapatan tertinggi untuk epifit terdapat di K > 40%, sedangkan kerapatan epifit terendah terdapat di KPPN dan SSKi.
Struktur tegakan di tiap kawasan lindung disajikan pada Gambar 4. Struktur tegakan di semua lokasi kawasan lindung sesuai dengan struktur hutan alam pada umumnya, yaitu memiliki bentuk kurva menyerupai huruf “J” terbalik.
13 Indeks dominansi (C)
Hasil dari analisis vegetasi didapatkan indeks dominansi (C) yang disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Nilai indeks dominansi pada berbagai tingkat pertumbuhan dan habitus di tiap kawasan lindung
No. Tingkat pertumbuhan Kawasan lindung
KPPN K > 40% SSKi SSKa (Sempadan Sungai Kiri); SSKa (Sempadan Sungai Kanan)
Berdasarkan Tabel 8, diketahui bahwa pada tumbuhan epifit di K > 40% terdapat satu jenis yang mendominasi komunitas sehingga nilai C mencapai 1.00. Nilai C tumbuhan epifit juga tinggi di sempadan sungai baik sisi kiri maupun kanan yaitu mencapai 0.66. Nilai C tumbuhan epifit paling rendah terdapat di KPPN yaitu sebesar 0.36, yang berarti tidak didominasi hanya satu jenis.
Tumbuhan liana memiliki nilai C berkisar antara 0.05-0.10. Nilai C tertinggi terdapat di KPPN (0.10) dan terendah terdapat di SSKa (0.05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada jenis liana tertentu yang mendominasi areal kawasan lindung.
Dominansi tumbuhan bawah tertinggi yaitu di K > 40% dengan nilai C mencapai 0.22, sedangkan yang terendah terdapat di SSKi dengan nilai C sebesar 0.09. Hal ini menunjukkan bahwa di areal K > 40% terdapat beberapa jenis tumbuhan bawah tertentu yang mendominasi dan jenis-jenis tersebut memiliki nilai INP yang cukup besar jika dibandingkan dengan jenis tumbuhan bawah lainnya.
Pada tumbuhan berhabitus pohon dengan berbagai tingkat pertumbuhan memiliki nilai (C) berkisar antara 0.02-0.06 di berbagai lokasi kawasan lindung. Hal ini menunjukkan bahwa tegakan hutan di kawasan tersebut tidak didominasi oleh jenis tertentu baik pada tingkat semai, pancang, tiang dan pohon.
Indeks kekayaan (R1), keanekaragaman (H’) dan kemerataan (E) jenis
Kajian ekologis mengenai keanekaragaman tumbuhan umumnya dianalisis dengan menggunakan nilai indeks kekayaan, keanekaragaman dan kemerataan jenis (Soerianegara & Indrawan 2002). Indeks kekayaan jenis (R1) menunjukkan
14
pertumbuhan dan habitus di tiap kawasan lindung areal PT.Wana Hijau Pesaguan disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Nilai indeks kekayaan jenis Margalef (R1), keanekaragaman jenis
Shanon-Wiener (H’) dan kemeratan jenis Pielou (E) pada berbagai tingkat pertumbuhan dan habitus tumbuhan di tiap kawasan lindung
Kawasan (Sempadan Sungai Kiri); SSKa (Sempadan Sungai Kanan)
Berdasarkan Tabel 9, nilai indeks kekayaan jenis (R1) pohon dengan
berbagai tingkat pertumbuhannya paling tinggi terdapat di SSKI, yaitu berkisar antara 14.26–18.84. Nilai R1 tumbuhan non-pohon berupa tumbuhan bawah dan
epifit paling tinggi juga terdapat di SSKI. Hanya jenis liana yang memiliki nilai R1 tertinggi di SSKa.
15 berupa tumbuhan bawah termasuk kategori rendah sampai sedang, liana rendah sampai tinggi dan epifit rendah.
Pada tumbuhan berhabitus pohon pada berbagai tingkat pertumbuhan di semua kawasan lindung PT.Wana Hijau Pesaguan memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) berkisar antara 3.02–4.41. Restu (2002) menyatakan nilai H’ < 1.00 menunjukkan keanekaragaman jenis rendah, 1.00 < H’ < 3.22 keanekaragaman jenis tergolong sedang, dan H’ > 3.22 berarti keanekaragaman jenis tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman pohon pada berbagai tingkat pertumbuhan termasuk dalam kategori sedang sampai tinggi. Pada tumbuhan non-pohon berupa tumbuhan bawah di seluruh lokasi pengamatan memiliki nilai H’ berkisar antara 1.54–2.40 dan termasuk dalam kategori sedang. Adapun tumbuhan liana dan epifit memiliki nilai H’ masing-masing berkisar antara 2.15–2.44 dan 0–1.04. Hal ini menunjukkan keanekaragaman jenis liana termasuk dalam kategori sedang, dan epifit termasuk dalam kategori rendah sampai sedang.
Nilai indeks kemerataan (E) seluruh tumbuh-tumbuhan kecuali epifit di kawasan lindung PT. Wana Hijau Pesaguan berkisar antara 0.68–0.96. Berdasarkan Magurran (1988), seluruh tumbuh-tumbuhan kecuali epifit di kawasan lindung PT. Wana Hijau Pesaguan memiliki tingkat kemerataan yang tinggi. Sedangkan nilai E pada epifit beragam, yakni berkisar antara 0–0.95. Nilai E di K > 40% adalah 0 yang berarti termasuk dalam kategori rendah dan hanya ada satu jenis yang terdapat di lokasi tersebut. Adapun nilai E di SSKa sebesar 0.59 termasuk kategori sedang, sedangkan di SSKi dan KPPN nilai E masing-masing sebesar 0.68 dan 0.95, yang termasuk kategori tinggi.
Koefisien kesamaan komunitas (IS)
Besarnya nilai koefisien kesamaan komunitas (IS) menunjukkan serupa atau tidaknya struktur dan komposisi dari dua komunitas areal kawasan lindung PT.Wana Hijau Pesaguan yang dibandingkan. Nilai IS masing-masing perbandingan kawasan lindung PT.Wana Hijau Pesaguan disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Koefisien kesamaan komunitas (IS) di kawasan lindung PT. Wana Hijau
Pesaguan
Tingkat tumbuhan
Koefisien kesamaan komunitas antar areal kawasan lindung PT.Wana Hijau Pesaguan (%) (Sempadan Sungai Kiri); SSKa (Sempadan Sungai Kanan)
16
tingkat pohon di K > 40% dan SSKi, sedangkan nilai IS terendah terdapat pada tumbuhan tingkat semai di KPPN dan SSKa. Hal ini menunjukkan komposisi pohon di K > 40% dan SSKi memiliki kemiripan, meskipun tidak besar (di bawah 50%) dan dapat diartikan setiap komunitas pada masing-masing lokasi kawasan lindung memiliki struktur dan komposisi jenis pohon yang beragam. Adapun komposisi penyusun komunitas pada tingkat semai antara di KPPN dan SSKa dapat dikatakan berbeda karena nilai IS di bawah 20%. Begitu pula pada tumbuhan bawah dan liana yang memiliki nilai IS berkisar antara 10.11–37.11% dan 23.75–50.66%, menunjukkan beragamnya komponen komunitas tumbuhan bawah dan liana di masing-masing lokasi. Berbeda halnya dengan tumbuhan epifit, KPPN memiliki komponen epifit yang paling berbeda dibandingkan dengan K > 40%, SSKa dan SSKi. Hal ini dapat dilihat dari nilai IS KPPN yang dibandingkan dengan masing-masing lokasi kawasan lindung lainnya (K > 40%, SSKa dan SSKi) yaitu berkisar antara 42.72-42.73%. Sedangkan pada K > 40%, nilai IS cukup besar bila dibandingkan dengan sempadan sungai yaitu sebesar 78.41% (SSKi) dan 78.57% (SSKa). Adapun di SSKi dan SSKa, jenis dan kelimpahan epifit yang ditemukan dapat dikatakan hampir sama. Hal ini dapat dilihat dari nilai IS kedua lokasi tersebut pada epifit mencapai 99.84%.
Tumbuhan dilindungi
Jenis-jenis tumbuhan dilindungi yang terdapat di areal kawasan lindung PT.Wana Hijau Pesaguan dapat dilihat pada Tabel 11 dan Tabel 12. Potensi tumbuhan dilindungi dapat dilihat pada Gambar 5. Jenis-jenis tumbuhan yang dilindungi pada Tabel 11 merupakan tumbuhan yang dilindungi menurut SK Mentan No.54/Kpts/Um/II/1972 dan PP No.7 Tahun 1999, sedangkan pada Tabel 12 merupakan status kelangkaan oleh lembaga IUCN jenis tumbuhan yang ditemui.
Tabel 11 Jenis-jenis tumbuhan yang dilindungi yang terdapat pada masing-masing kawasan lindung PT.Wana Hijau Pesaguan
Keterangan : KPPN (Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah); K>40% (Kelerengan > 40%); SSKi (Sempadan Sungai Kiri); SSKa (Sempadan Sungai Kanan)
Nama
lokal Nama botani Suku Dilindungi menurut
17
Tabel 12 Status kelangkaan jenis-jenis tumbuhan yang terdapat pada masing-masing kawasan lindung PT.Wana Hijau Pesaguan
Keterangan : K > 40% (Kelerengan lebih besar dari 40%), SSKi (Sempadan Sungai Kiri) dan SSKa (Sempadan Sungai Kanan), ( ) kerapatan permudaan, ( ) kerapatan pohon
Gambar 5 Kerapatan tumbuhan dilindungi (a) dan potensi tegakan seluruh jenis tumbuhan dilindungi (b) di areal kawasan lindung PT. Wana Hijau Pesaguan
Jenis tumbuhan yang dilindungi berdasarkan banyaknya spesies terdapat di K > 40% yaitu sebanyak 5 jenis yang terdiri atas kenduri (Livistona sp.), bekurung dowon (Shorea macrantha), ponggo duren (Dipterocarpus sp.), ulin (Eusyderoxylon zwageri) dan nyatoh pekawai (Palaquium gutta). Jumlah individu
Nama lokal Nama botani Suku Status kelangkaan
menurut IUCN
Bekurung dowon Shorea macrantha Dipterocarpaceae CR A1cd, C2a
Beseluang Shorea rugosa Dipterocarpaceae CR A1cd, C2a
Betemosu Shorea obscura Dipterocarpaceae EN A1cd
Emang Shorea hopeifolia Dipterocarpaceae CR A1cd
Kempas Koompassia malaccensis Fabaceae LR cd
Kempili Shorea acuminatissima Dipterocarpaceae CR A1cd
Kerangkung tanjung Shorea gibbosa Dipterocarpaceae CR A1cd
Ketikal Ochanostachys amantacea Olacaceae DD
Kumpang Knema percoriacea Myristicaceae VU D2
Majau Shorea brunescens Dipterocarpaceae EN A1cd+2cd, C2a
Medang hahangir Cinnamomum parthenoxylon Lauraceae CR A1cd, DD
Nyatoh perawas Shorea ovalis Dipterocarpaceae EN A1cd
Pandau Gonystylus macrophyllus Thymelaeaceae VU A1cd
Pangkajangan Shorea polyandra Dipterocarpaceae CR A1cd
Ponggo Shorea leprosula Dipterocarpaceae EN A1cd
Pukot Shorea collina Dipterocarpaceae CR A1cd+2cd, C2a
Tempidang Pentaspadon motleyi Anacardiaceae EN C2a, DD
18
jenis tumbuhan terbanyak terdapat di KPPN yaitu sebanyak 563 individu/ha yang terdiri atas 15 batang pohon dan tiang serta 548 individu permudaan berupa semai dan pancang. Potensi volume jenis tumbuhan dilindungi terbesar juga terdapat di KPPN yaitu sebesar 10.33 m3/ha.
Pembahasan
Keragaman jenis tumbuhan tertinggi terdapat di sempadan sungai sebelah kiri (SSKi) yaitu sebanyak 202 jenis, dengan jumlah jenis tumbuhan terbanyak berhabitus pohon sebanyak 156 jenis. Jumlah jenis tumbuhan berhabitus pohon tertinggi terdapat pada tingkat pancang (Gambar 3), disebabkan luas basal area (luas bidang dasar) yang kecil (25.73 m2/ha) di areal tersebut sehingga memberikan peluang bagi tumbuh-tumbuhan muda untuk tumbuh lebih baik daripada di lokasi kawasan lindung yang lain. Berdasarkan nilai INP tertinggi pada tingkat pancang di SSKi yaitu bongkal (Nauclea orientalis) yang merupakan jenis tumbuhan pionir dan intoleran terhadap naungan, mengindikasikan adanya celah tajuk yang membuat tumbuhan muda ini mendapatkan sinar matahari yang cukup sehingga mampu tumbuh dan bertahan hidup.
Keragaman jenis tumbuhan terendah terdapat di KPPN yaitu 104 jenis dengan jenis tumbuhan berhabitus pohon sebanyak 75 jenis. Hal ini disebabkan kontur KPPN yang berbukit dengan tanah berbatu membuat tumbuhan berupa pohon tidak mudah untuk tumbuh dan berkembang. Kerapatan tertinggi pada KPPN terdapat pada tumbuhan bawah yang terdiri atas herba, perdu dan paku-pakuan. Hal ini disebabkan tumbuhan bawah memiliki akar yang dangkal sehingga tidak memerlukan solum tanah yang dalam untuk tumbuh dan mudah beradaptasi di tanah berbatu. Tajuk yang kurang rapat juga menjadi salah satu faktor peluang bagi tumbuhan bawah untuk tumbuh dan menyebar, karena cahaya matahari dapat mencapai lantai hutan (Whitmore 1984; Soerianegara 1996).
Keragaman jenis yang tinggi di Kalimantan juga telah diinventarisasi oleh Slik et al. (2003) yang mendapatkan rata-rata 41.6 ± 3.8 famili dan 103.0 ± 12.7 genera dari 640 batang pohon di seluruh hutan dataran rendah pulau Kalimantan. Chave & Leigh (2002) menyatakan yang memegang peranan penting dalam sejarah keanekaragaman tumbuhan di Kalimantan yaitu pembatasan penyebaran, dan Slik et al. (2003) menambahkan, faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya keanekaragaman tersebut yaitu jarak geografis dan intensitas curah hujan yang tinggi.
19 untuk tingkat semai dan pancang, atau 15% untuk tingkat tiang dan pohon. Semua tumbuhan yang dominan di kawasan lindung memiliki peran yang besar kecuali pada tingkat pancang (N.orientalis) di SSKi yang memiliki INP di bawah 10%.
Kerapatan tertinggi pada tingkat pohon dan tiang terdapat di K > 40% (Tabel 7). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahali (2008) juga mendapatkan hasil yang sama, yaitu kerapatan pohon dan tiang tertinggi terdapat di areal yang memiliki kelerengan lebih dari 25%. Hal ini disebabkan pada lokasi dengan kelerengan yang curam sulit dilalui oleh manusia sehingga gangguan yang disebabkan oleh manusia cenderung lebih sedikit, bahkan tidak ada sama sekali. Gangguan manusia yang minim tersebut mengakibatkan pertumbuhan semai dan pancang tidak terganggu, sehingga anakan tersebut dapat tumbuh hingga mencapai tingkat tiang dan pohon. Kelerengan yang curam juga menguntungkan pertumbuhan tumbuhan terutama untuk jenis-jenis yang membutuhkan banyak cahaya matahari karena dengan kemiringan lahan tersebut, cahaya matahari tidak banyak terhalang oleh tajuk pohon dewasa. Hal ini disebabkan multi strata tajuk pada tegakan di bidang miring lebih memberi celah untuk cahaya matahari sampai ke lantai hutan (Whitmore 1984).
Kerapatan terendah pada tingkat pohon dan tiang terdapat di SSKa (Tabel 7). Kerapatan yang rendah pada tingkat pohon dan tiang diduga memiliki korelasi negatif dengan luas bidang dasar di area tersebut. Banyaknya pohon-pohon dewasa yang menempati suatu areal membuat tumbuhan tingkat semai dan pancang sulit untuk tumbuh menjadi pohon muda, sampai ada pohon tua yang mati atau rebah secara alami. Hal ini disebabkan tajuk pohon-pohon tua yang cenderung lebih rapat dan luas, ditambah dengan multistrata tajuk di SSKa sehingga menghalangi cahaya matahari mencapai ke bawah tajuk atau lantai hutan. Persaingan dalam menempati ruang untuk mendapatkan unsur hara dan cahaya matahari juga sangat tinggi dengan rapatnya tumbuhan liana yang secara mekanik mampu mengimbangi pohon-pohon tua.
Sebaran kelas diameter yang didapatkan di lokasi studi menunjukkan struktur tegakan sudah sesuai dengan hutan alam pada umumnya. Richard (1964) menyatakan hutan alam memiliki kerapatan pohon yang tidak teratur dan tinggi pada kelas diameter kecil serta menurun pada kelas diameter yang lebih besar. Jika ditinjau dari tingginya basal area (Tabel 6) dan struktur tegakan berdasarkan sebaran kelas diameter (Gambar 4) baik di K > 40% maupun di SSKa, dapat diketahui bahwa lebih banyak pohon-pohon tua dengan diameter yang lebih besar di SSKa daripada di K > 40%, sedangkan kerapatan pada kedua lokasi ini terbalik, di K > 40% kerapatan lebih besar dari pada SSKa. Kontribusi terbesar yang membuat basal area di SSKa paling besar yaitu jumlah pohon berdiameter 30-59 cm yang lebih banyak dibanding dengan lokasi lainnya.
20
Nilai indeks kekayaan jenis (R1), keanekaragaman jenis (H’) dan
kemerataan jenis (E) merupakan gambaran secara kuantitaif mengenai kondisi keragaman suatu komunitas. Magurran (2004) mengungkapkan bahwa indeks-indeks tersebut merupakan cara menghitung suatu keanekaragaman dalam sebuah komunitas secara kuantitatif non-parametrik.
Tumbuhan berhabitus pohon termasuk permudaannya memiliki nilai R1
berkisar antara 5.48–18.84, dan berdasarkan Magurran (1988) dikategorikan kekayaan jenis termasuk tinggi (R1 > 5). Tumbuhan non-pohon berupa tumbuhan
bawah, liana dan epifit tergolong bervariasi di semua lokasi (0–5.20) mulai dari rendah sampai tinggi. Hal serupa juga ditemukan oleh Mahali (2008) yang mendapatkan nilai indeks kekayaan spesies tinggi untuk tumbuhan berhabitus pohon (R1 > 5.00) dan beragam untuk tumbuhan non-pohon (0 ≤ R1 < 6.70).
Keanekaragaman jenis tidak hanya dapat dikatakan baik hanya dengan kekayaan jenis yang tinggi (Soerianegara 1996). Kelimpahan individu setiap jenis juga merupakan salah satu aspek penting dalam menentukan tingkat keanekaragaman jenis di suatu wilayah. Proporsi kelimpahan individu pada setiap jenis dalam studi ekologi umumnya dinyatakan dalam indeks keanekaragaman, salah satunya dengan indeks Shannon-Wiener (Magurran 1988; Krebs 1999; Martin & Rey 2000), sedangkan distribusi kemerataannya dihitung dengan indeks kemerataan (E) berupa pembagian nilai indeks keanekaragaman (H’) dengan nilai indeks keanekaragaman maksimal (H’max) yang dihitung dari logaritma natural
jumlah spesies yang ditemukan di suatu areal (Pielou 1969).
Jenis tumbuhan berhabitus pohon untuk semua tingkat pertumbuhan diperoleh kisaran nilai H’ sebesar 3.02–4.41. Nilai H’ tersebut, menurut Restu (2002) termasuk kategori sedang sampai tinggi. Nilai H’ untuk tumbuhan berhabitus pohon di hutan hujan tropis, termasuk Indonesia, umumnya mencapai lebih dari 3, bahkan mencapai 4.5 atau lebih (Kent & Coker 1992 dalam Mahali 2008). Kisaran nilai H’ pada tingkat pohon di kawasan lindung hutan tanaman yang terletak di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, diperoleh oleh Mahali (2008) yaitu sebesar 2.50–4.87. Sementara nilai H’ untuk tingkat pohon dan permudaannya yang diperoleh oleh Mukhtar & Subiandono (1994) di hutan tanaman di Jambi yaitu berkisar antara 2.86–4.58. Hal serupa juga ditemukan Heriyanto (2004) yang mengamati suksesi hutan bekas tebangan di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, diperoleh nilai H’ sebesar 2.88–3.43.
Jenis tumbuhan non-pohon berupa tumbuhan bawah, liana dan epifit di seluruh lokasi pengamatan memiliki nilai H’ yang termasuk dalam kategori rendah sampai sedang. Hal ini disebabkan hutan hujan tropika memang didominasi oleh jenis-jenis pohon yang memiliki tajuk yang relatif lebih rapat dari pada hutan-hutan yang lain sehingga menghalangi masuknya cahaya matahari dan menekan pertumbuhan tumbuhan bawah yang membutuhkan lebih banyak cahaya matahari atau intoleran terhadap naungan (Richard 1964; Whitmore 1984; Soerianegara & Indrawan 2002).
Nilai indeks kemerataan (E) menunjukkan apakah proporsi jumlah individu setiap jenis sama banyak atau tidak (Pielou 1969). Nilai E juga dapat digunakan untuk mengetahui jumlah spesies berdasarkan inverse dari pembagian nilai E dan H’, yang mendapatkan nilai hasil logaritma natural dari jumlah spesies.
21 kemerataan pada epifit dapat dikatakan wajar karena memiliki jumlah jenis yang sangat sedikit, sehingga perbedaan proporsi jumlah individu yang sedikit memberi dampak yang besar terhadap hasil nilai E.
Perbandingan susunan komponen vegetasi berupa komposisi jenis dan struktur tegakan antara dua komunitas dapat diketahui kemiripannya dengan koefisien kesamaan komunitas (IS) (Soerianegara & Indrawan 2002). Secara keseluruhan semua lokasi kawasan lindung memiliki tingkat keragaman yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari nilai IS masing-masing lokasi yang dibandingkan didapatkan tidak ada yang melebihi 50% kecuali pada tumbuhan liana dan epifit. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa hutan hujan tropika memiliki keragaman yang sangat tinggi pada tingkat spesies yang menyebabkan penyusun komunitas juga beragam dan kompleks (Richard 1964; Ewusie 1990; Soerianegara & Indrawan 2002).
Tumbuhan liana di SSKa dan SSKi memiliki kemiripan berupa setengah komponen tegakan (50.66%). Kemiripan tersebut disebabkan banyak liana yang tumbuh di kedua tegakan tersebut dengan jenis-jenis yang hampir sama, selain itu, letak pengamatan yang berdekatan antara SSKi dan SSKa memungkinkan penyebaran benih beberapa jenis liana menjangkau kedua lokasi tersebut, baik dengan perantara hewan, maupun lingkungan (angin atau hujan). Iklim mikro yang hampir serupa juga dapat menjadi salah satu faktor beberapa jenis tumbuhan mampu beradaptasi sehingga tumbuh dan berkembang di kedua lokasi tersebut.
Epifit merupakan salah satu tumbuhan penyusun tegakan yang memiliki kemiripan di antara berbagai lokasi kawasan lindung, seperti antara di K > 40% dengan sempadan sungai baik sisi kanan maupun sisi kiri dan antara sisi sempadan sungai itu sendiri. Kemiripan tumbuhan epifit yang tinggi terutama antara SSKi dan SSKa yaitu disebabkan sedikitnya jumlah jenis epifit yang ditemukan.
Jenis-jenis tumbuhan dilindungi yang terdapat di areal kawasan lindungi PT.Wana Hijau Pesaguan ditemukan sebanyak 8 jenis. Tumbuhan yang dilindungi tersebut didominasi oleh jenis-jenis dari famili Dipterocarpaceae (4 jenis). Jenis tumbuh-tumbuhan dari famili Dipterocarpaceae memang paling banyak terdapat di kawasan Malesia, terutama Kalimantan (Sidiyasa et al. 1990; Newman et al. 1999), namun populasinya yang terus berkurang akibat eksploitasi secara berlebihan membuat tumbuhan ini perlu dilindungi dan dilestarikan (Mukhlisi 2010). Selain jenis tumbuhan famili Dipterocarpaceae, terdapat juga jenis lain yang memiliki nilai ekonomis yang dilindungi (Tabel 11), yaitu Livistona sp., D. zibethinus, E.zwageri dan P. gutta. Jenis-jenis tersebut dilindungi agar eksploitasi dan pemanfaatan yang dilakukan dapat dikurangi sehingga jenis-jenis tersebut mampu mempertahankan eksistensinya dan menambah jumlah populasinya baik secara alami, maupun dengan konservasi oleh manusia yaitu dengan perbanyakan baik secara insitu maupun eksitu.
22
atau vurnerable (VU) dan 1 jenis masih belum terlalu berisiko untuk punah atau Lower Risk (LR) namun tetap perlu dievaluasi jumlah populasinya hingga 5 tahun mendatang (cd/conservation dependent). Di antara semua jenis yang terancam punah (Critical atau Endangered) atau sudah mulai berkurang populasinya (Vulnerable), adapula beberapa jenis yang masih perlu dievaluasi lanjut karena kekurangan data untuk ditetapkan sebagai jenis yang perlu diberi status terancam atau tidak (DD/Data Deficient) seperti ketikal (Ochanostachys amanthacea), medang hahangir (Cinnamomum parthenoxylon) dan tempidang (Pentaspadon motleyi).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Keanekaragaman jenis tumbuhan di kawasan lindung areal PT. Wana Hijau Pesaguan untuk pohon dan permudaannya memiliki kisaran nilai H’ 3.02–4.41 dan termasuk dalam kategori tinggi. Liana dan tumbuhan bawah memiliki kisaran nilai H’ 2.15–2.4 dan 1.54–2.40 dan termasuk kategori sedang. Tumbuhan epifit memiliki kisaran nilai H’0–1.04 dan termasuk kategori rendah. Jenis-jenis pohon yang mendominasi yaitu lengkuham (Xerospermum noronhianum) di KPPN, beketambah (Scaphium macropodium) di areal kelerengan > 40%, dan belanti (Meiogyne montana) di sempadan sungai, sedangkan pada tingkat permudaan (semai dan pancang) didominasi oleh kayu batu (Irvingia malayana) dan tetugal (Polyalthia spathulata). Tumbuhan non-pohon yang mendominasi yaitu pakurane (Selaginella usteri) dan kungkonjing (Calathea sp.) untuk tumbuhan bawah, akar kerokuso (Bauhinia sp.), akar tetingal (Lasianthus sp.), rotan dakan (Calamus sp.), dan rotan ginap (Korthalsia sp.) untuk liana dan akar pepadi (Drymoglossum pilosseloides).
Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
[BPKH] Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah III. 2011. Potret Hutan Provinsi Kalimantan Barat. Pontianak: BPKH wil III.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 1986. SK Menhut No. 320/Kpts-II/1986 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri. Jakarta: Dephut.
__________________. 1990. Keppres No.32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Jakarta: Dephut.
__________________. 1994. Undang Undang No.5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Keanekaragaman Hayati. Jakarta: Dephut.
__________________. 1996. SK Menhut No. 246/Kpts-II/1996 tentang Tata Ruang Hutan Tanaman Industri. Jakarta: Dephut.
__________________. 1997. Pengelolaan Hutan Lindung. Jakarta: Dephut.
__________________. 2002. Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002. Jakarta: Dephut.
Chave J, Leighh EG Jr. 2002. A spatially explicit neutral model of ß-diversity in tropical forests. Theor Popul Biol 62: 153-168.
Dokumen ANDAL. 2009. Dokumen ANDAL IUPHHK-HTI PT.Wana Hijau Pesaguan tentang Analisis Dampak Lingkungan Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri. (tidak dipublikasi)
Ewusie JY, Tanuwidjaya U (penerjemah). 1990. Ekologi Tropika. Bandung: ITB Press.
Huston MA. 1994. Biological Diversity : The Coexistence of Species on Changing Landscapes. Cambridge (UK): Cambridge Univ Pr.
Krebs, C.J. 1999. Ecological Methodology, 2nd ed. Menlo Park (CA) : Longman. Kumar HD. 1999. Biodiversity and Sustainable Conservation. New Hampshire
(US): Science Publ.
Kusuma S. 2007. Penentuan bentuk dan luas plot contoh optimal pengukuran keanekaragaman spesies tumbuhan pada ekosistem hutan hujan dataran rendah : studi kasus di taman nasional kutai [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ludwig JA, Reynold JF. 1988. Statistical Ecology. New York: John Wiley and Sons.
MacKinnon K, Hatta G, Halim H, Mangalik A. 1996. The Ecology of Kalimantan. The Ecology of Indonesia Series III. Singapore: Periplus Ed (HK) Ltd.
Mahali. 2008. Keanekaragaman Tumbuhan di Kawasan Lindung Areal PT. Finnantara Intiga Provinsi Kalimantan Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Magurran AE. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. London: Croom Helm Ltd.
___________. 2004. Measuring Biological Diversity. Oxford (UK): Blackwell Science Ltd.
Martin MA, Rey JM. 2000. On the role of Shannon’s enteropy as a measure of heterogeneity. Geoderma 98: 1–3.
24
Newman MF, Burgess PF, and Whitmore TC. 1999. Pedoman Identifikasi Pohon-Pohon Dipterocarpaceae Pulau Kalimantan. Bogor (ID): PROSEA Indonesia.
Ortega M, Elena-Rosello R, Garcia JMDB. 2004. Estimation of plant diversity at landscape level: a methodological approach applied to three spanish rural areas. Environ Monit Assess. 95: 97–116.
Pielou EC. 1969. Ecological diversity and its measurement. In An Introduction to Mathematical Ecology. New York : Wiley Interscience.
Richard PW. 1964. The Tropical Rain Forest: An Ecological Study. Cambridge (UK) : Cambridge University Press.
Restu IW. 2002. Kajian pengembangan wisata mangrove di taman hutan raya Ngurah Rai wilayah pesisir selatan Bali. [Tesis]. Bogor (ID): Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Sidiyasa K, Sutisna U, Sutiyono M, Sutrasno TK. 1990. Tree Flora of Indonesia Check List For Kalimantan. Bogor (ID): Forest Research and Development Centre.
Slik JWF, Poulsen AD, Ashton PS, Cannon CH, Eichkorn KAO, Kartawinata K, Lanniari I, Nagamasu H, Nakagawa M, Nieuwstadt van MGL, Payne J, Purwaningsih, Saridan A, Sidiyasa K, Verburg RW, Webb CO, Wilkie P. 2003. A floristic analysis of the lowland dipterocarp forests of Borneo. Jour of Biol 30: 1517-1531.
Soerianegara I. 1996. Ekologi, Ekologisme dan Pengelolaan Sumber Daya Hutan. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Soerianegara I, Indrawan A. 2002. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.
Sutisna U. 1981. Komposisi Flora Hutan Bekas Tebangan di Kelompok Hutan Stayan Pulau Laut, Kalimantan Selatan. Bogor (ID): Deskripsi Lembaga Penelitian Hutan.
Sumargo W, Nanggara SG, Nainggolan FA, Apriani I. 2011. Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode Tahun 2000-2009. Bogor (ID): Forest Watch Indonesia.
26
Lampiran 2 Daftar nama jenis tumbuhan di kawasan lindung areal IUPHHK-HT PT. Wana Hijau Pesaguan
No. Nama lokal Nama ilmiah Famili Habitus
1 Akar kengkanti bulan Rhaphidopora sp. Araceae Herba
2 Akar pepuru* Herba
3 Andoh Elattariopsis curtisii Bak. Zingiberaceae Herba
4 Bebilak puk Phanera sp. Fabaceae Herba
5 Betelanjing Phrynium villosulum Marantaceae Herba
6 Canggai holang* Herba
7 Hambalai* Herba
8 Jenjamut Selaginella fronolosa Ware. Selaginellaceae Paku-pakuan
9 Kepalau Maranta sp.2 Marantaceae Herba
10 Koman* Herba
11 Komudan* Herba
12 Kungkonjing Calathea sp. Marantaceae Herba
13 Langgai lalong Rhaphidopora sp.2 Araceae Herba
14 Pakis berumbun hantu Dryopteris dentata Polypodiaceae Paku-pakuan
15 Paku kengkayang Dryopteris orgularis Polypodiaceae Paku-pakuan
16 Pakurane Selaginella usteri Heeron Selaginellaceae Paku-pakuan
17 Pemadam sandu lelaki* Zingiberaceae Herba
18 Penyapih depuran Amomum sp. Zingiberaceae Herba
19 Petulin tikus Maranta sp. Marantaceae Herba
20 Puting tukol* Herba
21 Ritik* Herba
22 Sebuyot Taenitus blechnoides Sw. Polypodiaceae Herba
23 Selinsing natai* Herba
24 Sempulut babi Amomum aculeatum Roxb. Zingiberaceae Herba
25 Talas penyurung daging Colocasia sp. Araceae Herba
26 Topas Etlingera elatior (Jack.) R.M.Sm Zingiberaceae Herba
27 Akar belantong* Liana
28 Akar belungai Gnetum sp. Gnetaceae Liana
29 Akar benatu Bauhinia sp. Fabaceae Liana
30 Akar cilo tupai Lasianthus sp.2 Rubiaceae Liana
31 Akar darah Ormosia sp.2 Fabaceae Liana
32 Akar darah betina Spatholobus ferruginens Blenti Fabaceae Liana
33 Akar darah lelaki Spatholobus littoralis Hassk. Fabaceae Liana
34 Akar darah putih Spatholobus sp.1 Fabaceae Liana
35 Akar hantu* Liana
36 Akar keloloyit Coplosapelta macrophylla Schum. Rubiaceae Liana
37 Akar kempas Bauhinia chalcophylla L Chen. Fabaceae Liana
38 Akar kerakap* Liana
39 Akar kerokuso Bauhinia sp. Fabaceae Liana
40 Akar kerorompis* Liana
41 Akar kunyit* Liana
42 Akar lelapar Uncaria glabrata DC Rubiaceae Liana
43 Akar limat* Liana
44 Akar malam Ormosia sp.1 Fabaceae Liana
45 Akar ongkor Spatholobus ferrugineus(Zoll.) Benth. Fabaceae Liana
46 Akar pempoler kucing Lasianthus sp.1 Rubiaceae Liana
47 Akar pepalau* Liana
27
51 Akar tetingal Lasianthus sp.2 Rubiaceae Liana
52 Akar timah* Liana
53 Akar ulur Medinilla sp. Rubiaceae Liana
54 Kerakap batu Peperomia sp. Piperaceae Liana
55 Rotan bangkai Korthalsia sp.2 Arecaceae Liana
56 Rotan belantong Calamus sp.3 Arecaceae Liana
57 Rotan dakan Calamus sp.2 Arecaceae Liana
58 Rotan ginap Korthalsia sp. Arecaceae Liana
59 Rotan jenjayang Calamus mattanensis Arecaceae Liana
60 Rotan jeronang* Arecaceae Liana
61 Rotan kawan padi Calamus sp.1 Arecaceae Liana
62 Rotan kulpatong* Arecaceae Liana
63 Rotan tengkohi Calamus didymocarpus Arecaceae Liana
64 Tetompik poler Lasianthus sp.3 Rubiaceae Liana
65 Selompai Licualasp. Arecaceae Palem-paleman
66 Nibung Oncosperma horridum (Griff.) Scheffer Arecaceae Palem-paleman
67 Kenduri Livistona sp. Arecaceae Palem-paleman
68 Hakam Pinanga sp. Arecaceae Palem-paleman
69 Kontut kudok Pavetta indica Linn. Rubiaceae Perdu
70 Penyerang bukit Rauvolfia serpentina (L.) Benth. Ex. Kurz. Apocynaceae Perdu
71 Akar pepadi Drymoglossum piloselloides Polypodiaceae Epifit
72 Baka silumacan Dendrobium sp. Orchidaceae Epifit
73 Baka simbal Bulbophyllum sp. Orchidaceae Epifit
74 Ara tempajak Ficus sp.3 Moraceae Pohon
75 Asam buah Mangifera sp.1 Anacardiaceae Pohon
76 Asam Kapotolek Goniothalamus ridleyi King. Annonaceae Pohon
77 Asam keropoi Garcinia parvifolia Miq. Clusiaceae Pohon
78 Asam powoh Mangifera sp.2 Anacardiaceae Pohon
79 Bangkirai Shorea laevis Ridl. Dipterocarpaceae Pohon
80 Banitan Polyalthia sp.3 Annonaceae Pohon
81 Barangan Lithocarpus conocarpus Oudern. Fagaceae Pohon
82 Bayuan Syzygium paucipunctata K.et.V Myrtaceae Pohon
83 Bayuan darat Syzygium sp.1 Myrtaceae Pohon
84 Beholang Hydnocarpus woodii Merr. Flacourtiaceae Pohon
85 Bekakar* Pohon
86 Bekapul Shorea retinodes Slook. Dipterocarpaceae Pohon
87 Bekemangas Ardisia villosa Roxb. Myrsinaceae Pohon
88 Bekerosek Hydnocarpus polypetalus Sleum. Flacourtiaceae Pohon
28
Lanjutan Lampiran 2
No. Nama lokal Nama ilmiah Famili Habitus
89 Beketambah Scaphium macropodium Bl. Sterculiaceae Pohon
90 Bekurung dowon Shorea macrantha Brand. Dipterocarpaceae Pohon
91 Belanti Meiogyne montana (Bl.) Back. Annonaceae Pohon
92 Belilin Polyalthia lateriflora King. Annonaceae Pohon
93 Belion Anacolosa frutescens Bl. Euphorbiaceae Pohon
94 Belipis kulit Memecylon ochroleuceum Bakh.F. melastomataceae Pohon
95 Bengangal Aporusa sp. Phyllantaceae Pohon
96 Bentangur bulu Calophyllum soulattri Burm.F Calophyllaceae Pohon
97 Benuang Octomeles sumatrana Tetramelaceae Pohon
98 Bepasir Ilex cymosa Bl. Aquifoliaceae Pohon
99 Bepinang* Pohon
100 Bepisang Mezzetia parviflora Becc. Annonaceae Pohon
101 Berobak Gironniera nervosa Planch. Ulmaceae Pohon
102 Besayang tupai Dipterocarpus confertus Sloot. Dipterocarpaceae Pohon
103 Beseluang Shorea rugosa Dipterocarpaceae Pohon
104 Besibor Koilodepos bantamense Euphorbiaceae Pohon
105 Besidam Chaetocarpus sp. Euphorbiaceae Pohon
106 Betandas Xylopiasp. Annonaceae Pohon
107 Betapai Bellucia pentamera melastomataceae Pohon
108 Betemosu Shorea obscura Dipterocarpaceae Pohon
109 Betulang ular Homalium caryophyllaceum Benth. Salicaceae Pohon
110 Beturong Strombosia javanica Bl. Olacaceae Pohon
111 Beupih Neolamarckia cadamba Rubiaceae Pohon
112 Bomban Mallotus subpeltatus (Bl.) Arg. Euphorbiaceae Pohon
113 Boneng Anisophyllea apetala Scott. Anisophylleaceae Pohon
114 Bongkal Nauclea orientalis L. Rubiaceae Pohon
115 Bongkal 2 Aidia sp. Rubiaceae Pohon
116 Bongkal 3 Canarium littorale Burseraceae Pohon
117 Bosi bomban Mallotus sp. Euphorbiaceae Pohon
118 Buah daro Nephelium mutabile Sapindaceae Pohon
119 Buah kapul Baccaurea macrocarpa Miq. Euphorbiaceae Pohon
120 Bukuwayah Anthocephalus cadamba Rubiaceae Pohon
121 Bulinamon Engelhardtia sp. Juglandaceae Pohon
122 Dado bekuak* Pohon
123 Dendamak Ficus obscura Bl. Moraceae Pohon
124 Durian Durio zibethinus Bombacaceae Pohon
125 Durian kekuro Durio sp. Bombacaceae Pohon
126 Emang Shorea hopeifolia Sym. Dipterocarpaceae Pohon
127 Ganjir Trigonopleura malayana Hk.F. Euphorbiaceae Pohon
128 Geronggang Erythroxylum cuneatum Erythroxylaceae Pohon
129 Gihing Dillenia grandifolia Weill.ex.th Dilleniaceae Pohon
29
Lanjutan Lampiran 2
No. Nama lokal Nama ilmiah Famili Habitus
130 Gomang Hopea dyeri Dipterocarpaceae Pohon
131 Jaitan Polyalthia sp.2 Annonaceae Pohon
132 Jambu air Syzygium aqueum Myrtaceae Pohon
133 Jampal kepuhan Horsfieldia sp.1 Myristicaceae Pohon
134 Jangkau* Pohon
135 Jelatang bulan Horsfieldia sp.2 Myristicaceae Pohon
136 Jelomo* Pohon
137 Jengkolo Blumeodendron sp. Euphorbiaceae Pohon
138 Kanau Madhuca glaberrima(H.J.Lam) Sapotaceae Pohon
139 Kapul santang Kokoona ochracea Celasteraceae Pohon
140 Kasai Pometia pinnata Sapindaceae Pohon
141 Kayu ara bodo Ficus sp.2 Moraceae Pohon
142 Kayu batu Irvingia malayana Oliv. ex A.W.Benn. Irvingiaceae Pohon
143 Kayu bawang Dysoxylum alliaceum Meliaceae Pohon
144 Kayu habu Crypteromia sp.1 Crypteromiaceae Pohon
145 Kayu ikan Trivolaria sp.2 Annonaceae Pohon
146 Kayu langit Hydnocarpus sp. Flacourtiaceae Pohon
147 Kayu lawang Zizyphus angustifolius Miq. Rhamnaceae Pohon
148 Kayu malam Diospyros borneensis Ebenaceae Pohon
149 Kayu pulut* Pohon
150 Kayu saroi* Pohon
151 Kayu sawang Cinnamomum iners Reinw. ex. Bl. Lauraceae Pohon
152 Kedundong Dacryodes rostrata H.J.L. Burseraceae Pohon
153 Kekalek Madhuca lancifolia Sapotaceae Pohon
154 Kekobongan Macaranga gigantea Euphorbiaceae Pohon
155 Kelampai Elateriospermum tapos Euphorbiaceae Pohon
156 Kelampai tupai Baccaurea javanica Muell.Ar Euphorbiaceae Pohon
157 Kelengkuyut Arytera littoralis Bl. Sapindaceae Pohon
158 Kempas Koompassia malaccensis Fabaceae Pohon
159 Kempili Shorea acuminatissima Sym. Dipterocarpaceae Pohon
160 Kendali Ficus sp.1 Moraceae Pohon
161 Kepalo baning Artocarpus rigidus Bl. Moraceae Pohon
162 Kerangkung tanjung Shorea gibbosa Dipterocarpaceae Pohon
163 Keranji Dialium indum L. Fabaceae Pohon
164 Keranji ketupang Dialium patens Baker. Fabaceae Pohon
165 Keripang* Pohon
166 Keriyato Santiria oblongifolia Bl. Burseraceae Pohon
167 Keriyato kuai Trivolaria sp.3 Annonaceae Pohon
168 Keriyato kotan Adinandra sp. Pentaphyllacaceae Pohon
169 Ketapai Gymnanthes borneensis K.Hoffm Euphorbiaceae Pohon
170 Ketatai Milletia sp.1 Fabaceae Pohon