• Tidak ada hasil yang ditemukan

Development of Good Manufacturing Practices System for enteral food and its application at Gatot Soebroto Hospital Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Development of Good Manufacturing Practices System for enteral food and its application at Gatot Soebroto Hospital Jakarta"

Copied!
294
0
0

Teks penuh

(1)

AMIROH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir Pengembangan SistemCara Produksi Makanan Enteral yang Baik (CPMEB) dan Aplikasinya di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tugas Akhir ini.Saya menyatakan bahwa saya telah mendapatkan izin tertulis dari instansi tempat pengambilan data.

(3)

food and its application at Gatot Soebroto Hospital Jakarta. Under the supervision of WINIATI P. RAHAYU and RATIH DEWANTI-HARIYADI.

Hospital formula enteral food is a ready to eat (RTE) food categorized as a special food because it is targeted specifically for group of people with health risk. Therefore, the safety of this enteral food needs to be controlled more stringenly than other RTE food. One of the basic food safety management that can be applied is GMP (Good Manufacturing Practices). Presently guidelines for good processing method for enteral food is not available yet. This research was aimed to develop a GMP system for enteral food or CPMEB (Cara Produksi Makanan Enteral yang Baik) consisting a guideline as well as the auditing system, and its application in Gatot Soebroto Hospital Jakarta. The system was development based on the Indonesian Health Ministry Regulation Number:

1096/MenKes/PER/VI/2011 on hygiene and food services sanitation; The National Agency of Drug and Food Control Regulation2011 Number: HK.03.1.23.12.11.10720 on the guidelines for the production of processed food products for baby powder formula and advanced powder formula; The National Agency of Drug and Food Control Decree2003 Number: HK. 00.05.5.1639 on the guidelines for food production for home industry; and other relevant references. Based on the literature review and trials, the CPMEB guideline and its audit system applicable to the enteral production unit of the hospital were developed. Thirteen aspects were defined for the requirements; including four main aspects. The main aspects were criteria with higher priority. The aspects belong to this group were the production room, production equipment, process control and workers' hygiene. The rest of the aspects include building and its facilities, sanitation facility, raw materials storage, monitoring management, pest control, enteral food distribution, training, and patient feeding. The trial at Gatot Soebroto hospital shows that the enteral food production unit can be categorized as good; with improvements needed for several aspects such as: production equipment storage, hygiene and sanitation maintenance, blender handling sanitation procedure, process control for type of container, volume of container, production notes, enteral food storage, food distribution and training.

(4)

AMIROH.Pengembangan Sistem Cara Produksi Makanan Enteral yang Baik (CPMEB) dan Aplikasinya di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta.Dibimbing oleh WINIATI P. RAHAYU dan RATIH DEWANTI-HARIYADI.

Makanan enteral yaitu semua makanan cair yang dimasukkan ke dalam tubuh lewat saluran cerna, baik melalui mulut (oral), selang nasogastrik, maupun selang melalui lubang stoma gaster (gastrotomi) atau lubang stoma jejunum (jejunostomi). Konsumen (pasien) yang mengonsumsi makanan enteral mempunyai kondisi kesehatan lebih rendah dibandingkan pasien lain. Berdasarkan hasil penelitian Oliveira et al (2001) penerapan sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control point) dapat menurunkan jumlah bakteri pada makanan enteral di rumah sakit dari 105 CFU/mL menjadi < 101 CFU/mL. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perlu diterapkan sistem pengendalian keamanan pangan.Sebelum diterapkan sistem HACCP, industri pengolahan pangan harus sudah mampu menerapkan sistem GMP (Good Manufacturing Practices) atau CPPB (Cara Produksi Pangan yang Baik). Saat ini pedoman cara produksi makanan enteral yang baik (CPMEB) belum tersedia.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengembangkan pedoman dan panduan audit Cara Produksi Makanan Enteral yang Baik (CPMEB). Pedoman CPMEB diperlukan sebagai pedoman unit penyedia makanan enteral di rumah sakit untuk memproduksi makanan enteral yang aman, bermutu dan layak untuk dikonsumsi secara konsisten. Panduan audit CPMEB digunakan untuk mengevaluasi pemenuhan persyaratan CPMEB. (2) Mengaplikasikan panduan audit CPMEB yang dikembangkan dalam penelitian untuk mengevaluasi pemenuhan persyaratan CPMEB unit penyedia makanan enteral RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad. Hasil audit dijadikan acuan untuk menentukan skala prioritas dalam rangka perbaikan sarana produksi. (3) Menyusun rekomendasi untuk pemenuhan persyaratan CPMEB pada unit penyedia makanan enteral RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad berdasarkan hasil audit.

(5)

2003 Nomor: HK. 00.05.5.1639 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga; hasil penelitian Oliveira et al (2000) dan (2001). Berdasarkan kajian bahan pustaka ditetapkan aspek dan parameter beserta persyaratan yang berpengaruh terhadap pengendalian keamanan makanan enteral. Penyusunan panduan audit CPMEB didasarkan pada pedoman pemeriksaan sarana produksi perusahaan pangan industri rumah tangga (IRT) tahun 2003. Oleh karena itu susunan panduan audit sarana produksi pada unit penyedia makanan enteral rumah sakit terdiri dari pendahuluan yang berisi penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan oleh auditor sebelum melaksanakan audit; formulir pemeriksaan sarana produksi; kriteria penilaian masing-masing parameter; cara penilaian; dan tindak lanjut/saran perbaikan. Cara penilaian dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan bobot pada aspek dan selanjutnya menentukan cara penetapan kategori atau menyimpulkan hasil pemeriksaan. Pedoman dan audit yang tersusun diuji cobakan dan disempurnakan sehingga tersusun pedoman dan panduan audit CPMEB yang siap untuk digunakan.

Hasil kajian bahan pustaka menghasilkan 13 (tiga belas) aspek yang menjadi persyaratan CPMEB draf 1. Aspek yang dimaksud adalah (1) Bangunan dan Fasilitas (2) Ruang Produksi (3) Peralatan Produksi (4) Fasilitas Sanitasi (5) Penyimpanan bahan baku (6) Pengendalian Proses (7) Manajemen Pengawasan (8) Pengendalian Hama (9) Higiene Karyawan (10) Penyaluran Makanan (11) Pelatihan (12) Pemberian Makanan Enteral kepada Pasien (13) Pencatatan dan Dokumentasi. Beberapa parameter penyusun aspek dipersyaratkan lebih ketat dibandingkan pangan siap saji karena makanan enteral termasuk pangan kategori khusus yaitu pangan yang ditujukan bagi orang sakit.Persyaratan yang diperketat antara lain pada aspek pengendalian proses untuk parameter jenis wadah dan parameter volume wadah; aspek ruang produksi untuk parameter kondisi ruangan dan parameter letak ruangan. Penentuan bobot pada aspek dalam rangka menyusun panduan audit CPMEB draf 1 menghasilkan bahwa yang termasuk aspek utama yaitu higiene karyawan; penyimpanan; peralatan produksi; dan ruang produksi. Penetapan kategori hasil pemeriksaan CPMEB dilakukan dengan cara menghitung nilai total dan sebaran nilai aspek. Penetapan kategori dikelompokkan ke dalam kategori baik (B); cukup (C); dan kurang (K). Kriteria kategori B bila nilai total minimal 35 dengan sebaran aspek, seluruh aspek utama bernilai B dan minimal 5 (lima) aspek yang lain juga memperoleh nilai B serta tanpa ada nilai K (4B dan 5B-4C); kategori C bila nilai total minimal 30 dengan sebaran aspek, seluruh aspek utama bernilai baik dan minimal 9 (sembilan) aspek yang lain memperoleh nilai C serta tanpa ada nilai K (4B dan 9C); dan kategori K bila tidak mencapai nilai cukup.

(6)

Aspek dan parameter yang perlu diperbaiki antara lain aspek peralatan produksi untuk parameter penyimpanan peralatan, pemeliharaan kebersihan dan sanitasi, serta prosedur penanganan sanitasi blender; aspek pengendalian proses untuk parameter jenis wadah, volume wadah, keterangan produksi, dan penyimpanan makanan enteral; aspek penyaluran makanan untuk parameter kondisi makanan saat penyaluran; dan aspek pelatihan.

Berdasarkan hasil aplikasi pedoman dan audit CPMEB di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta direkomendasikan beberapa hal yaitu melengkapi rak piring tertutup dan kompor di ruang produksi; memperbaiki hot & cool

thermobox; mengadakan blender tahan panas; menggunakan wadah dengan volume satu porsi dan mudah disanitasi; selalu menempelkan keterangan produksi pada wadah; dan mewajibkan penanggung jawab dan seluruh penjamah makanan enteral mendapatkan kursus higiene sanitasi jasaboga dan keamanan pangan.

(7)

Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)

AMIROH

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Teknologi Pangan pada Program Studi Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Nama Mahasiswa : Amiroh Nomor Pokok : F 252100185 Program Studi : Teknologi Pangan

Menyetujui , Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Winiati Pudji Rahayu, MS Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc Ketua Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Profesi Teknologi Pangan

(11)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir ini berjudul Pengembangan Sistem Cara Produksi Makanan Enteral yang Baik (CPMEB) dan Aplikasinya di RSPAD GatotSoebroto Ditkesad Jakarta, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Studi Teknologi Pangan.

Penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Winiati Pudji Rahayu, MS dan Dr. Ir. Ratih

Dewanti-Haryadi, MSc selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan pemahaman akan kaidah-kaidah ilmiah mulai dari awal penyusunan hingga selesainya tesis ini.

2. Prof. Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc dan Prof. Dr. Ir. Sugiyono, MAppSc sebagai tim penguji yang telah memberikan masukan berharga bagi penyempurnaan tesis ini.

3. Kepala RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta yang telah memberikan izin bagi peneliti untuk melaksanakan penelitian di dapur sonde Unit Gizi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta.

4. Kepala Unit Gizi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta Letkol Ckm Prima Haris, S.Sos serta pembimbing lapang Mayor Ckm Ishiko Herianto, SPd, M.Kes.

5. Sdr. Nathan Nael Hery Susanto, S.Gz, Letda Erna Rumdani, AMG, Sdri. Cipa Aipa AMd serta seluruh karyawan Unit Gizi yang telah membantu pelaksanaan penelitian.

6. Ibu Fatikhaturohmah AMd, yang selalu memberikan semangat selama berlangsungnya studi ini.

7. Keluarga tercinta, yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil dalam penyelesaian tugas akhir ini.

8. Mbak Siwi dan semua pihak yang telah membantu penyelesaian tugas ini dan kepada pihak-pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

(12)
(13)

Halaman

ABSTRACT... ii

RINGKASAN... iii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

C. RUANG LINGKUP ... 3

D. MANFAAT PENELITIAN ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. MAKANAN ENTERAL ... 5

B. PANGAN SIAP SAJI (PSS) ... 7

C. KEAMANAN PANGAN ... 7

D. GMP (Good Manufacturing Practices) ... 8

III. METODOLOGI 13 A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ... 13

B. BAHAN PENELITIAN... 13

C. METODE PENELITIAN ... 13

1. Penyusunan pedoman CPMEB ... 15

a. Pengkajian bahan pustaka untuk penentuan CPMEB.. 15

b. Penetapan aspek dan parameter ... 17

2. Penyusunan panduan audit CPMEB... 17

a. Penentuan bobot pada aspek ... 17

b. Penetapan kategori hasil pemeriksaan... 18

3. Uji coba pedoman dan panduan audit CPMEB di rumah sakit ……… 19

4. Penyempurnaan pedoman dan panduan audit CPMEB….. 20

(14)

CPMEB pada unit penyedia makanan enteral di RSPAD

Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

A. PENYUSUNAN PEDOMAN CPMEB ... 23

Penetapan aspek dan parameter ... 23

B. PENYUSUNAN PANDUAN AUDIT CPMEB……… 26

1. Penentuan bobot pada aspek ... 26

2. Penetapan kategori hasil pemeriksaan ... 30

C. HASIL UJI COBA PEDOMAN DAN PANDUAN AUDIT CPMEB DI RUMAH SAKIT 33 1. Gambaran unit penyedia makanan enteral di rumah sakit X……… 33

a. Penanggung jawab unit penyedia makanan enteral .... 33

b. Tata letak unit penyedia makanan enteral ... 34

c. Bahan baku, peralatan dan proses produksi ... 34

d. Distribusi produk dan pengawasan ... 36

e. Pengendalian hama ... 36

2. Gambaran unit penyedia makanan enteral di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta... 36

a. Penanggung jawab unit penyedia makanan enteral ... 37

b. Tata letak unit penyedia makanan enteral ... 38

c. Bahan baku dan peralatan ... 39

d. Jenis dan proses produksi ... 40

e. Alur pemesanan bahan baku dan distribusi produk.... 41

f. Perawatan kebersihan dan sanitasi ... 45

g. Pengendalian hama ... 45

3. Uji coba pedoman CPMEB ... 46

4. Uji coba panduan audit CPMEB ... 47

D. PENYEMPURNAAN PEDOMAN DAN PANDUAN AUDIT CPMEB ………... 55

E. APLIKASI PANDUAN AUDIT CPMEB PADA UNIT PENYEDIA MAKANAN ENTERAL DI RSPAD GATOT SOEBROTO DITKESAD JAKARTA ... 59

1. Peralatan produksi ... 61

(15)

4. Pelatihan karyawan ... 66

F. REKOMENDASI UNTUK PEMENUHAN PERSYARATAN CPMEB DI RSPAD GATOT SOEBROTO DITKESAD JAKARTA………. 66

1. Aspek peralatan produksi ... 67

2. Aspek pengendalian proses ... 67

3. Aspek pelatihan ... 68

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

A. KESIMPULAN ... 69

B. SARAN ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(16)

Halaman Tabel 1. Peraturan pemerintah dan pustaka yang terkait dengan

penyusunan pedoman dan panduan audit CPMEB ... 16 Tabel 2. Perbandingan kelompok yang sangat berpengaruh terhadap

keamanan pangan pada CPPSSB 2011, CPPB-IRT 2003 dan pustaka pendukung ... 26 Tabel 3. Cara penilaian akhir yang diterapkan pada CPPSSB-2011,

CPPB-IRT 2003 serta yang dirancang untuk CPMEB ... 31 Tabel 4. Hasil uji coba pemeriksaan sarana pada unit makanan cair di

rumah sakit X dan dapur sonde di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta... 47 Tabel 5. Penyempurnaan pedoman dan panduan audit CPMEB

berdasarkan uji coba yang dilakukan di rumah sakit X dan RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta... 56 Tabel 6. Hasil evaluasi penerapan pedoman CPMEB di dapur sonde

(17)

Halaman Gambar 1. Tahapan penelitian………... 14 Gambar 2. Tahap penyusunan pedoman dan panduan audit CPMEB… 14 Gambar 3. Skema proses pembuatan makanan saring tanpa susu dan

makanan cair formula susu (makanan cair rumah sakit)…... 43 Gambar 4. Skema proses pembuatan makanan cair formula susu

(18)

Halaman Lampiran 1. Uji kelaikan fisik untuk higiene sanitasi makanan

jasaboga ………... 78

Lampiran 2. Formulir pemeriksaan sarana produksi perusahaan

pangan industri rumah tangga (IRT) ... 81 Lampiran 3. Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1096/

Men.Kes/Per/VI/201 (CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta

pustaka-pustaka yang mendukung ... 82 Lampiran 4. Pedoman cara produksi makanan enteral yang baik

(CPMEB) di rumah sakit draf 1 dan draf 2 ... 111 Lampiran 5. Panduan audit sarana produksi pada unit penyedia

makanan enteral rumah sakit draf 1 dan draf 2 ... 119 Lampiran 6. Denah ruang produksi makanan cair di rumah sakit X... 136 Lampiran 7. Denah dapur Unit Gizi RSPAD Gatot Soebroto

Ditkesad Jakarta... 137 Lampiran 8. Denah unit penyedia makanan enteral (dapur sonde) di

RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta ... 138 Lampiran 9. Prosedur pembuatan makanan enteral formula WHO

(diet tinggi kalori tinggi protein) ... 139 Lampiran 10. Prosedur penyajian (rekonstitusi) makanan enteral

formula WHO ... 140 Lampiran 11. Prosedur pmbuatan makanan enteral formula rumah

sakit ... 141 Lampiran 12. Prosedur makanan enteral formula rumah sakit (diet

(19)

enteral/sonde ... 144

Lampiran 15. Prosedur pemeriksaan kualitas telur (candling) ... 145

Lampiran 16. Prosedur tes kit metanil yellow ... 146

Lampiran 17. Prosedur tes kit rhodamin B ... 147

Lampiran 18. Prosedur tes kit boraks ... 148

Lampiran 19. Prosedur tes kit formalin ... 149

Lampiran 20. Laporan hasil uji film/plastik pembungkus... 150

Lampiran 21. Laporan hasil pemeriksaan kualitas air bersih secara fisik... 151

Lampiran 22. Laporan hasil pemeriksaan kualitas air bersih secara kimiawi ... 152

Lampiran 23. Laporan hasil pemeriksaan kualitas air bersih secara bakteriologi ... 153

(20)

A. LATAR BELAKANG

Pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia untuk mempertahankan hidup dan kehidupan, terutama bagi orang yang sedang sakit (pasien). Makan bagi seorang pasien merupakan salah satu terapi untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak. Kebutuhan zat gizi seorang yang sedang sakit sering lebih besar karena pada saat sakit terdapat peningkatan hormon stres yang memerlukan tambahan energi. Di lain pihak, banyak kendala atau kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi karena pasien tidak mau makan (selera makan kurang) atau tidak mampu makan karena penyakitnya. Hal tersebut dapat diatasi dengan memberikan makanan yang berbentuk lunak atau cair.

Makanan cair adalah makanan yang mempunyai konsistensi cair hingga kental. Makanan ini diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan mengunyah, menelan dan mencernakan makanan disebabkan oleh menurunnya kesadaran, suhu badan meningkat, rasa mual, muntah, pasca perdarahan saluran cerna, serta pra dan pasca bedah. Makanan cair dapat diberikan secara oral atau enteral.

Jalur pemberian makanan melalui oral adalah jalur asupan zat gizi melalui jalan normal sebagaimana mestinya, sedangkan jalur pemberian makanan melalui enteral adalah jalur asupan zat gizi melalui selang nasogastrik, gastronomi maupun jejunostomi. Jalur ini tidak melalui proses menelan. Cara ini diberikan apabila asupan oral tidak memungkinkan tetapi sistem saluran cerna masih bekerja dengan baik. Namun jika tingkat gangguan atau kegagalan fungsi usus menyebabkan pemberian makanan enteral pun tidak dapat dilakukan atau tidak memadai, maka pemberian makanan dilakukan melalui pembuluh darah yang disebut dengan pemberian secara parenteral.

(21)

padat hasil blender ataupun makanan cair, diper` siapkan untuk langsung dikonsumsi sehingga dapat diklasifikasikan sebagai pangan siap saji, sedangkan makanan enteral komersial (FK) yaitu yang diproduksi oleh industri pangan, tersedia dalam bentuk bubuk dan dijual dalam kemasan sehingga diklasifikasikan sebagai pangan olahan.

Selain memenuhi kebutuhan gizi, makanan yang dikonsumsi pasien harus terjamin keamanannya. Bahkan jaminan keamanan makanan enteral seharusnya lebih baik dibandingkan makanan lain di rumah sakit karena kondisi sistem imun pasien yang mengonsumsi makanan enteral jauh lebih rendah dibandingkan pasien yang mampu mengonsumsi makanan padat. Menurut hasil penelitian Oliveira et al. (2001) bahwa sebelum unit penyedia makanan enteral di rumah sakit menerapkan sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point), hasil analisis mikrobiologi pada makanan enteral menunjukkan adanya coliform, Enterococcus sp. dan mikroba aerobik mesofilik sejumlah 105 CFU/mL. Jumlah tersebut berada diatas persyaratan (> 104 CFU/mL). Sesudah diterapkan HACCP, hasil analisis mikrobiologi menunjukkan perbedaan yang nyata yaitu jumlah mikroba menjadi < 101 CFU/mL. Oleh karena itu sangat diperlukan pengendalian keamanan pangan untuk produksi makanan enteral di rumah sakit.

Industri pengolahan pangan yang akan menerapkan sistem keamanan pangan model HACCP harus merencanakan, merancang/mendisain dan mengimplementasikan suatu program persyaratan kelayakan dasar atau sering disebut dengan istilah pre-requisite program. Secara umum pre-requisite program adalah hal-hal yang berkaitan dengan operasi sanitasi dan higiene pangan suatu proses produksi atau penanganan pangan yang dikenal dengan GMP (Good Manufacturing Practices). GMP merupakan suatu pedoman bagi industri pangan tentang cara berproduksi makanan dan minuman yang baik untuk menjamin agar produk yang dihasilkannya aman, bermutu dan layak untuk dikonsumsi secara konsisten.

(22)

rumah sakit sehingga berdasarkan peraturan menteri kesehatan tersebut di atas unit penyedia makanan enteral FRS, termasuk ke dalam jasaboga golongan B (jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat khusus). Oleh karena itu cara produksi makanan enteral FRS yang baik dapat mengacu pada persyaratan higiene sanitasi jasaboga golongan B. Tetapi karena jaminan keamanan makanan enteral harus lebih baik dibandingkan makanan lain di rumah sakit maka persyaratan keamanan pangan untuk produksi makanan enteral FRS juga harus mengacu pada produk sejenis yang mempunyai risiko tinggi terhadap gangguan kesehatan, misalnya pedoman cara produksi formula bayi yang baik.

Saat ini pedoman cara produksi makanan enteral yang baik (CPMEB) di Indonesia belum tersedia. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dikembangkan pedoman CPMEB. Pedoman perlu disertai dengan sistem auditnya agar evaluasi pemenuhan persyaratan keamanan pangan dapat dilakukan dengan mudah dan terukur dengan jelas. Untuk mengkaji apakah pedoman yang dikembangkan dapat diaplikasikan di rumah sakit, perlu dilakukan uji coba. Dalam hal ini uji coba dilaksanakan di rumah sakit X Jakarta Timur dan di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta sebelum pelaksanaan aplikasi. Rumah sakit tersebut dipilih karena keduanya merupakan rumah sakit besar di wilayah Jakarta yang setiap harinya memproduksi makanan enteral dan telah mempunyai ruang khusus untuk memproduksi makanan enteral.

B. TUJUAN

1. Mengembangkan pedoman Cara Produksi Makanan Enteral yang Baik (CPMEB) termasuk panduan auditnya.

2. Mengaplikasikan panduan audit CPMEB yang dikembangkan dalam penelitian untuk unit penyedia makanan enteral RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta.

(23)

C. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup penelitian ini adalah mengembangkan pedoman CPMEB dan panduan audit khususnya untuk FRS dan rekonstitusi FK. Pengembangan pedoman CPMEB dan panduan auditnya mengacu pada Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) dari pangan lain yang sejenis dan relevan. Pedoman dan panduan audit diuji cobakan, disempurnakan kemudian diaplikasikan di lapangan yakni di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta.

D. MANFAAT PENELITIAN

(24)

A. MAKANAN ENTERAL

Pemberian makanan yang tepat pada pasien akan meningkatkan kualitas hidup, mencegah malnutrisi serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Ditinjau dari teksturnya makanan dapat berupa makanan padat, lunak ataupun cair. Sedangkan jalur pemberian makanan dapat melalui oral, enteral dan parenteral (Almatsier 2005).

Pada kondisi tertentu kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi dalam bentuk makanan padat bahkan kadang-kadang tidak dapat melalui jalur oral yaitu jalur normal melalui mulut. Jika hal ini terjadi maka pemberian makanan enteral dapat menjadi pilihan. Menurut Escot-Stump (1998) yang dimaksud makanan enteral yaitu semua makanan cair yang dimasukkan ke dalam tubuh lewat saluran cerna, baik melalui mulut (oral), selang nasogastrik, maupun selang melalui lubang stoma gaster (gastrotomi) atau lubang stoma jejunum (jejunostomi). Disamping itu, dikenal pula makanan yang diberikan melalui parenteral yaitu pemberian makanan melalui vena dalam bentuk cairan formula khusus (Almatsier 2005). Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pemberian nutrisi enteral ialah jalur masuknya makanan, ukuran pipa makanan yang digunakan, volume formula yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasien, toleransi sistem saluran cerna dan kondisi klinis pasien (Lukito et al. 2008).

Makanan enteral dapat diklasifikasikan berdasarkan penggunaan pada situasi klinik yaitu makanan enteral standar yang digunakan untuk pasien dengan fungsi saluran cerna yang normal dan makanan enteral spesifik yang digunakan pada pasien dengan kondisi penyakit yang membutuhkan nutrisi khusus misalnya kelainan ginjal, diabetes mellitus dan kondisi kritis (Lukito et al. 2008)

(25)

pembuatan dan rentan terhadap kontaminasi. Sedangkan makanan enteral FK, berupa bubuk yang siap dicairkan atau berupa cairan yang dapat segera dipakai. Nilai gizinya bermacam-macam sesuai kebutuhan; konsistensi dan osmolaritasnya tetap; praktis menyiapkannya dan tidak mudah terkontaminasi (Simadibrata 2009).

Ditinjau dari jenis diet dan bahan bakunya, Simadibrata (2009) mengelompokan makanan enteral FRS menjadi: 1). Makanan cair tinggi energi dan tinggi protein dengan bahan baku terdiri dari susu full cream, susu skim, susu rendah laktosa, telur, glukosa, gula pasir, tepung beras, minyak kacang dan sari buah; 2). Makanan cair rendah laktosa dengan bahan baku terdiri dari susu rendah laktosa, telur, gula pasir, maizena dan minyak kacang; 3). Makanan cair tanpa susu (bebas laktosa) dengan bahan baku terdiri dari telur, kacang hijau, wortel jeruk, tepung beras dan gula pasir; dan 4). Makanan khusus untuk penyakit hati, rendah protein untuk penyakit ginjal, rendah purin untuk penyakit gout dan diet diabetes.

Berdasarkan konsistensinya, Almatsier (2005) mengelompokkan makanan cair menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu makanan cair jernih, makanan cair penuh dan makanan cair kental. Ada dua formula makanan cair penuh yaitu formula rumah sakit (FRS) dan formula komersial (FK). Makanan cair penuh formula rumah sakit terdiri dari: 1) Formula dengan susu full cream atau skim diperuntukkan bagi pasien dengan gangguan lambung, usus halus tetapi kolon bekerja normal; 2) Makanan hasil blender bila pasien memerlukan tambahan makanan berserat; 3) Formula rendah laktosa untuk pasien yang tidak tahan terhadap laktosa (laktose intolerance); dan 4) Formula tanpa susu untuk pasien yang tidak tahan protein susu.

(26)

USFDA (1995) menetapkan batas maksimum mikroba aerobik dalam pangan rumah sakit baik dalam bentuk cair maupun tepung yaitu 104 CFU/g dan Moffit et al. (1997) menyatakan bahwa CFU/g makanan enteral equivalen ke CFU/mL.

B. PANGAN SIAP SAJI (PSS)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan menyebutkan bahwa pangan siap saji adalah makanan dan/atau minuman yang sudah diolah dan siap untuk langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan (BPOM 2004). Pada umumnya, pengendalian mutu dan keamanan pangan siap saji meliputi empat tahap, yaitu saat pembelian dan penerimaan bahan pangan; saat penyimpanan; penyiapan dan pengolahan; dan penyajian pangan (Rahayu 2010 ).

Menurut Rahayu (2010) ada delapan prinsip penanganan pangan siap saji yang dapat diaplikasikan untuk menjaga keamanan pangannya yaitu praktek higiene karyawan yang ketat; pengendalian waktu dan suhu pengolahan; memastikan bahan pangan segar disimpan terpisah dengan pangan siap konsumsi; memastikan kebersihan dan sanitasi permukaan kerja yang kontak dengan pangan; memasak hingga atau lebih besar dari suhu internal minimum pangan; mempertahankan suhu pangan panas pada suhu sama atau lebih dari 60 0C atau suhu pangan dingin pada 5 0C atau lebih rendah; mendinginkan pangan matang yang panas hingga 5 0C dalam waktu selambatnya 4 jam; memanaskan kembali pangan untuk disajikan selama lebih dari 15 detik pada suhu internal 74 0C dalam selang waktu dua jam.

C. KEAMANAN PANGAN

(27)

Bahaya biologis berasal dari benda hidup; umumnya mikroba, yang keberadaannya pada bahan pangan menimbulkan masalah kesehatan konsumen. Mikroba yang dimaksud adalah mikroba patogen yang dapat menyebabkan diare, sakit perut, muntah sampai gagal ginjal dan dapat menyebabkan kematian (Hariyadi & Dewanti-Hariyadi 2011). Ada dua faktor yang dapat mempengaruhi bahaya biologis yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik terdiri dari pH, kadar air, aktivitas air (aw), nutrien, senyawa anti mikroba, struktur biologis dan lain-lain. Faktor ekstrinsik terdiri dari suhu, kelembaban, gas (karbon dioksida, ozon, sulfur dioksida ) dan lain-lain (Winarno 2011b).

Bahaya kimia adalah segala bahan kimia yang bersifat racun; sehingga mengancam kesehatan manusia. Bahaya kimia ini dapat berasal dari bahan pangan sendiri, maupun berasal dari luar. Bahaya kimia yang berasal dari bahan itu dapat berasal dari proses metabolisme bahan ataupun hasil metabolisme mikroba yang berada pada bahan pangan tersebut. Sedangkan bahaya kimia yang berasal dari luar, dapat digolongkan dalam bahan bahaya yang masuk secara sengaja (intentionally) ataupun yang secara tidak sengaja ditambahkan (non-intentionally) pada bahan pangan (Hariyadi & Dewanti- Hariyadi 2011).

Bahaya fisik bisa berupa fisik bahan pangan itu sendiri ataupun bahan fisik lain yang keberadaannya dapat mengancam keselamatan konsumen. Bahaya fisik benda asing dapat berupa pecahan atau patahan tulang, logam, kaca, batang kayu yang dapat menyebabkan kesehatan atau kecelakaan bagi konsumen. Bahaya fisik yang disebabkan oleh kondisi fisik bahan pangan itu sendiri, misalnya tekstur dan ukuran produk (Hariyadi & Dewanti-Hariyadi 2011).

D. GMP (Good Manufacturing Practices)

(28)

75/M-IND/PER/7/2010 yaitu tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (Good Manufacturing Practices). Ruang lingkup pedoman tersebut meliputi lokasi, bangunan, fasilitas sanitasi, mesin dan peralatan, bahan, pengawasan proses, produk akhir, laboratorium, karyawan, pengemas, label dan keterangan produk, penyimpanan, pemeliharaan dan program sanitasi, pengangkutan, dokumen dan catatan, pelatihan, penarikan produk dan pelaksanaan pedoman (Kementerian Perindustrian 2010).

Cara produksi pangan yang baik untuk pangan siap saji menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan yaitu cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara mencegah tercemarnya pangan siap saji oleh cemaran biologis, kimia dan benda lain yang mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan; mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen, serta mengurangi jumlah jasad renik lainnya; dan mengendalikan proses antara lain pemilihan bahan baku, penggunaan bahan tambahan pangan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan serta cara penyajian (BPOM 2004).

Pedoman cara produksi pangan siap saji yang baik tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/MenKes/PER/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga. Menurut peraturan tersebut jasaboga adalah usaha pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan yang dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha. Pengelolaan makanan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penerimaan bahan makanan mentah atau terolah, pembuatan, pengubahan bentuk, pengemasan, pewadahan, pengangkutan dan penyajian (Kementerian Kesehatan 2011).

(29)

Pelayanan jasaboga golongan B meliputi a) asrama haji, asrama transito atau asrama lainnya, b) industri, pabrik, pengeboran lepas pantai, c) angkutan umum dalam negeri selain pesawat udara dan d) fasilitas pelayanan kesehatan. Jasaboga golongan ini akan mendapatkan sertifikat kelaikan fisik higiene sanitasi antara lain bila telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan minimal 90,2 % dan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap pangan yang dihasilkan menunjukkan cemaran kimia pada makanan negatif; bakteri E.coli 0/gram contoh; dan tidak dijumpai adanya mikroba patogen pada penjamah makanan yang diperiksa dengan cara usap dubur/rectal swab (Kementerian Kesehatan 2011).

Makanan enteral FRS diproduksi oleh unit penyelenggara makanan pada pelayanan kesehatan. Oleh karena itu pedoman cara produksi makanan enteral FRS yang baik mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1096/MenKes/PER/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga khususnya untuk jasaboga golongan B. Persyaratan tersebut meliputi persyaratan teknis higiene dan sanitasi, cara pengolahan makanan yang baik dan kursus higiene sanitasi makanan bagi pengusaha/pemilik/penanggungjawab dan penjamah makanan yang bekerja di jasaboga. Persyaratan tersebut terdiri dari beberapa parameter. Parameter yang dimaksud tercantum pada Lampiran 1 yaitu uji kelaikan fisik untuk higiene sanitasi makanan jasaboga (Kementerian Kesehatan 2011).

Berdasarkan hasil penelitian Oliveira et. al (2000) menyebutkan bahwa blender yang dipergunakan untuk merekonstitusi makanan enteral menjadi penyebab utama terjadinya kontaminasi. Oleh karena itu disarankan pencucian blender dilakukan dengan cara membongkar peralatan dan diikuti dengan sanitasi menggunakan disinfektan, setiap kali selesai proses. Sumber kontaminasi yang lain yaitu higiene karyawan, wadah makanan enteral, air atau lingkungan.

(30)
(31)
(32)

A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 meliputi tahap penyusunan pedoman dan panduan audit CPMEB, pelaksanaan uji coba dan aplikasi panduan audit. Uji coba pedoman dan audit dilaksanakan di rumah sakit X dan RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta. Aplikasi panduan audit CPMEB dan evaluasi pemenuhannya dilaksanakan di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta setelah pelaksanaan uji coba.

B. BAHAN PENELITIAN

Bahan penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain : (1) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1096/MenKes/PER/VI/2011 tentang higiene dan sanitasi jasa boga (CPPSSB- 2011) (2) Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tahun 2011 Nomor: HK.03.1.23.12.11.10720 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik untuk Formula Bayi dan Formula Lanjutan Bentuk Bubuk ( CPPOB Formula Bayi-2011b) (3) Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tahun 2003 Nomor: HK. 00.05.5.1639 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT 2003).

C. METODE PENELITIAN

(33)

Pengkajian bahan pustaka

Uji coba di RS X Uji coba di RSPAD Gatot Soebroto

Penyempurnaan

Penerapan di RSPAD Gatot Soebroto

Hasil Evaluasi

[image:33.595.160.448.99.682.2]

REKOMENDASI

Gambar 1. Tahapan penelitian

.

Gambar 2. Tahap penyusunan pedoman dan panduan audit CPMEB Aspek dan parameter

Pustaka dan peraturan yang terkait

Persyaratan - Kriteria penilaian -Pembobotan -Penetapan

kategori PEDOMAN

[image:33.595.163.412.479.679.2]
(34)

1. Penyusunan pedoman CPMEB

Penyusunan pedoman dilakukan melalui dua tahap yaitu pengkajian bahan pustaka dan peraturan yang terkait; serta penetapan aspek dan parameter yang dianggap sebagai penentu keamanan makanan enteral.

a. Pengkajian bahan pustaka untuk penentuan CPMEB

Bahan pustaka dan peraturan yang terkait untuk penyusunan pedoman CPMEB tertera pada Tabel 1. Perihal yang mendasari penetapan bahan pustaka dan peraturan tersebut adalah sebagai berikut ini:

Makanan enteral FRS dan FK yang telah direkonstitusi termasuk kelompok pangan siap saji karena setelah diolah langsung dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2004 yang menyebutkan bahwa pangan siap saji adalah makanan dan atau minuman yang sudah diolah dan siap untuk langsung disajikan (BPOM 2004). Peraturan pemerintah yang mengatur tentang cara produksi pangan siap saji yang baik (CPPSSB) tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1096/MenKes/PER/VI/2011 tentang higiene sanitasi jasaboga, Unit pengelola makanan enteral termasuk jasaboga golongan B, sehingga CPPSSB yang menjadi acuan terutama adalah yang ditujukan untuk jasaboga golongan B.

Makanan enteral FRS dan FK yang telah direkonstitusi, termasuk pangan dengan kategori khusus karena konsumennya adalah populasi berisiko terhadap gangguan kesehatan yaitu orang sakit dengan daya tahan tubuh terbatas. Oleh karena itu bahan pustaka yang ke dua adalah peraturan cara produksi pangan yang baik untuk produk dengan kategori khusus. Dalam hal ini pustaka yang dipergunakan yaitu Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tahun 2011 Nomor: HK.03.1.23.12.11.10720 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik untuk Formula Bayi dan Formula Lanjutan Bentuk Bubuk (BPOM 2011b).

(35)

yang Baik untuk Industri Rumah Tangga tahun 2003. Peraturan tersebut tercantum dalam Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tahun 2003 Nomor: HK. 00.05.5.1639 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT) (BPOM 2003). Disamping itu juga karena unsur pada pedoman CPPB-IRT 2003 terdeskripsi dengan jelas dibandingkan pada CPPSSB-2011 dan pedoman pemeriksaan sarana produksinya tersusun secara simpel, praktis dan mudah dipahami.

Tabel 1. Peraturan pemerintah dan pustaka yang terkait dengan penyusunan pedoman dan panduan audit CPMEB.

No. Bahan Pustaka Perihal/judul Penyusun/penulis, tahun terbit 1 2. 3. Utama

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1096/MenKes/PER/VI/2011

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tahun 2011 Nomor: HK.03.1.23.12.11.10720.

Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tahun 2003 Nomor: HK. 00.05.5.1639

Higiene sanitasi jasaboga

Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik untuk Formula Bayi dan Formula Lanjutan Bentuk Bubuk

Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT).

Kementerian Kesehatan, 2011

Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2011

Badan Pengawas Obat dan Makanan 2003

1.

2.

Pendukung

J Nutrition 16: 729-733

J Human Nutr Dietetic 14:397-403

Microbiological quality of reconstituted enteral formulation used in hospital.

Application of Hazard Analysis Critical Control Pointsystem to enteral tube feeding in hospital.

Oliveira MH, Bonelli R, Aidoo KE, Batista CRV, 2000

[image:35.595.86.482.327.686.2]
(36)

b. Penetapan aspek dan parameter

Penetapan aspek dan parameter yang menjadi persyaratan CPMEB dilakukan dengan cara menyandingkan, mengkaji dan menggabungkan bahan pustaka yang tertera pada Tabel 1. Aspek dan parameter pada CPPSSB-2011 disebut dengan uraian, item atau obyek pemeriksaan. Obyek pemeriksaan yang harus dinilai tercantum pada formulir 3 peraturan tersebut. Formulir tersebut berjudul uji kelaikan fisik untuk higiene sanitasi makanan jasaboga seperti tercantum pada Lampiran 1. Ada beberapa obyek pemeriksaan yang tercantum pada pedoman dan berpengaruh terhadap persyaratan CPMEB tetapi tidak tercantum pada formulir 3. Obyek tersebut ikut disandingkan untuk dikaji.

Aspek dan parameter yang terdapat pada CPPOB Formula Bayi-2011 tidak tersusun khusus dalam satu formulir tetapi masih dalam bentuk uraian pedoman. Oleh karena itu dalam rangka menyandingkan dengan aspek dan parameter dari pedoman yang lain diambil inti sari yang tercantum dalam pedoman.

Aspek dan parameter pada CPPB-IRT 2003 disebut dengan group dan unsur. Group dan unsur yang harus diperiksa tercantum dalam formulir pemeriksaan sarana produksi perusahaan pangan industri rumah tangga (IRT). Formulir yang dimaksud dapat dilihat pada Lampiran 2.

Aspek dan parameter yang berasal dari pustaka pendukung yaitu faktor yang berdasarkan penelitiannya mempengaruhi keamanan makanan enteral. Kumpulan aspek dan parameter hasil kajian, selanjutnya dilengkapi dengan persyaratan-persyaratan yang dapat mengendalikan keamanan makanan enteral sehingga tersusun pedoman. Pedoman yang tersusun disebut pedoman CPMEB draf 1.

2. Penyusunan panduan audit CPMEB.

(37)

penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan oleh auditor sebelum melaksanakan audit; formulir pemeriksaan sarana produksi; kriteria penilaian masing-masing parameter; cara penilaian; dan tindak lanjut/saran perbaikan. Pada uraian cara penilaian, diperlukan skala penilaian (bobot) setiap aspek dan cara menentukan kategori atau menyimpulkan hasil pemeriksaan. Oleh karena itu perlu diuraikan metode penentuan bobot dan penetapan kategori atau pengambilan kesimpulan hasil pemeriksaan.

a. Penentuan bobot pada aspek.

Penentuan bobot pada CPMEB dimaksudkan untuk menentukan kelompok aspek utama yaitu aspek-aspek yang dianggap mempunyai peluang risiko keamanan makanan enteral lebih besar dibandingkan aspek yang lain. Pembobotan yang diterapkan CPPSSB-2011 yaitu dengan memberikaan bobot pada setiap obyek pemeriksaan dengan bobot terendah 1 (satu) dan tertinggi 5 (lima). Obyek pemeriksaan yang berbobot 3, 4 dan 5 harus segera diperbaiki jika ternyata mengalami penyimpangan (Kementerian Kesehatan 2011). Dengan kata lain obyek pemeriksaan yang berbobot 3, 4 dan 5 adalah obyek pemeriksaan yang dianggap sangat berpengaruh terhadap pengendalian keamanan makanan jasaboga. Sedangkan dalam pedoman pemeriksaan sarana produksi perusahaan pangan IRT 2003 ditentukan bahwa ada 4 (empat) aspek yang dianggap lebih penting dibandingkan dengan 8 (delapan) aspek lainnya. Keempat aspek ini dikategorikan sebagai kelompok utama dalam pemeriksaan (BPOM 2003).

Penentuan aspek utama pada CPMEB dilakukan dengan cara menyandingkan dan mengkaji kelompok yang sangat berpengaruh terhadap keamanan makanan jasaboga pada CPPSSB 2011 yaitu obyek pemeriksaan yang berbobot 3, 4 dan 5; kelompok utama pada CPPB-IRT 2003; dan pustaka pendukung terkait makanan enteral di rumah sakit. Selanjutnya kelompok hasil kajian dan gabungan, disebut kelompok aspek utama untuk persyaratan CPMEB.

b. Penetapan kategori hasil pemeriksaan.

(38)

2003. Pada CPPSSB-2011 penilaian dilakukan terhadap obyek pemeriksaan. Nilai berkisar antara 0 dan 5 tergantung bobot obyek pemeriksaan. Obyek pemeriksaan yang berbobot 1 diberi penilaian 0 atau 1. Obyek pemeriksaan yang berbobot 2 diberi penilaian 0, 1 atau 2 dan seterusnya sesuai keadaan di lapangan. Dalam pedoman tersebut tidak tercantum penjelasan tentang kriteria penilaian masing-masing obyek pemeriksaan. Sedangkan dalam pedoman pemeriksaan sarana produksi perusahaan pangan IRT 2003 penilaian dilakukan pada unsur. Penilaian didasarkan pada sejauh mana kondisi yang dinilai memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Kondisi baik diberi nilai B atau 3, kondisi cukup diberi nilai C atau 2 dan kondisi kurang diberi nilai K atau 1. Petunjuk nilai B, C atau K terdeskripsi dalam kriteria penilaian unsur. Selanjutya penilaian terhadap parameter direkapitulasi dan dirata-ratakan menjadi penilaian aspek. Cara penilaian parameter dan aspek CPMEB dibuat mirip dengan yang termuat dalam CPPB-IRT 2003 karena penilaian unsur dalam CPPB-IRT 2003 lebih terdiskripsi dengan baik dan mudah diterapkan dibandingkan penilaian obyek pemeriksaan yang terdapat dalam CPPSSB 2011. Pedoman dan panduan audit sarana produksi unit penyedia makanan enteral di rumah sakit yang tersusun (draf 1) selanjutnya di ujicobakan di rumah sakit .

3. Uji coba pedoman dan panduan audit CPMEB di rumah sakit.

Uji coba pedoman CPMEB dilakukan di dua rumah sakit. Uji coba pertama dilakukan di rumah sakit yang kondisinya mirip dengan kondisi rumah sakit yang akan dijadikan tempat penelitian yaitu rumah sakit X di Jakarta Timur. Kemiripan tersebut yaitu tersedianya ruangan khusus untuk produksi makanan enteral. Uji coba ke dua dilakukan di rumah sakit yang akan dijadikan tempat penelitian dan dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian yang sebenarnya yakni di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta.

(39)

Di rumah sakit X dan RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta belum ada tim audit khusus untuk memonitor proses produksi makanan enteral. Oleh karena itu uji coba pedoman CPMEB di rumah sakit X dilakukan oleh 2 (dua) orang ahli gizi yang bertanggungjawab memonitor pelaksanaan produksi makanan cair. Sesuai tanggungjawabnya satu orang melakukan uji coba pada aspek pengolahan dan yang lain pada aspek higiene dan sanitasi. Penilaian dua orang tersebut dikompilasi menjadi satu. Di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta juga dilakukan oleh 2 (dua) orang ahli gizi. Satu orang pernah bertanggungjawab mengawasi pelaksanaan proses makanan enteral dan satu orang lainnya masih aktif melaksanakan tanggungjawab tersebut. Hasil penilaian tidak dikompilasi karena masing-masing ahli gizi berwenang memonitor seluruh aspek proses produksi makanan enteral.

4. Penyempurnaan pedoman dan panduan audit CPMEB

Berdasarkan hasil uji coba pedoman CPMEB, diinventarisasi aspek dan parameter yang belum cocok untuk mengevaluasi penerapan CPMEB; yang tidak mudah dipahami oleh petugas terkait; dan yang menimbulkan persepsi berbeda antar penilai. Selanjutnya aspek dan parameter tersebut disempurnakan sehingga tersusun pedoman dan panduan audit CPMEB draf 2.

5. Aplikasi panduan audit CPMEB pada unit penyedia makanan enteral di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta.

(40)

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa tim audit internal CPMEB di RSPAD Gatot Soebroto Dirkesad Jakarta secara resmi belum ada, tetapi ada karyawan yang diberi tugas untuk melakukan pengecekan, pengawasan dan evaluasi. Karyawan ini bertanggungjawab untuk memberikan masukan perbaikan penerapan CPMEB. Oleh karena itu pelaksanaan audit pada penelitian ini dilakukan oleh karyawan tersebut ditambah 2 (dua) orang yang pernah bertugas sebagai penanggungjawab pelaksanaan dapur sonde dan peneliti. Selanjutnya hasil penilaian tersebut dirata-ratakan sebagai hasil akhir evaluasi.

6. Penyusunan rekomendasi untuk pemenuhan persyaratan CPMEB pada unit penyedia makanan enteral di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta.

(41)
(42)

A. PENYUSUNAN PEDOMAN CPMEB

Penetapan aspek dan parameter.

Proses dan hasil penetapan aspek serta parameter CPMEB dapat dilihat pada Lampiran 3 yang berisi perbandingan peraturan pemerintah CPPSSB-2011, CPPOB Formula bayi-2011, CPPB-IRT 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung. Hasil kajian menunjukkan bahwa ada 13 aspek yang dianggap sebagai penentu keamanan makanan enteral. Aspek tersebut adalah (1) Bangunan dan Fasilitas (2) Ruang Produksi (3) Peralatan Produksi (4) Fasilitas Sanitasi (5) Penyimpanan (6) Pengendalian Proses (7) Manajemen Pengawasan (8) Pengendalian Hama (9) Higiene Karyawan (10) Penyaluran Makanan (11) Pelatihan (12) Pemberian Makanan Enteral kepada Pasien (13) Pencatatan dan Dokumentasi.

Aspek lokasi pada ketiga peraturan yang dijadikan acuan pada prinsipnya mensyaratkan hal yang sama yaitu berada di daerah yang jauh dari sumber kontaminasi. CPMEB tidak mensyaratkan aspek lokasi sebagai sarana yang harus diperiksa karena unit makanan enteral merupakan bagian dari unit gizi rumah sakit dan persyaratan lokasi unit gizi sudah termasuk dalam persyaratan rumah sakit.

Diantara 13 aspek tersebut ada beberapa aspek yang persyaratannya mengikuti CPPSSB-2011 dan CPPB-IRT 2003 karena pada prinsipnya kebutuhannya sama. Aspek yang dimaksud antara lain bangunan dan fasilitas; fasilitas dan sanitasi; manajemen pengawasan; pengendalian hama; higiene karyawan; pelatihan; serta pencatatan dan dokumentasi.

(43)

enteral berasal dari blender yang dipergunakan untuk merekonstitusi makanan enteral. Oleh karena itu pengelolaan sanitasi blender diamati secara khusus. Pada

aspek penyimpanan terdapat parameter makanan enteral. Kadang-kadang makanan enteral FRS maupun FK yang telah direkonstitusi tidak langsung dikonsumsi. Pada kasus seperti ini makanan enteral harus segera disimpan pada suhu antara 0 dan 7 0C seperti yang disebutkan oleh Jay et al. (2005). Suhu penyimpanan makanan enteral harus dikendalikan dan menjadi parameter kritis. Berdasarkan penelitian Oliveira et al. (2001) ditemukan bahwa rata-rata suhu lemari pendingin di rumah sakit yang dipergunakan untuk menyimpan makanan enteral siap konsumsi menunjukkan suhu diatas 70C. Tingginya suhu lemari pendingin disebabkan karena lemari pendingin sering dibuka dan ditutup karena dipergunakan untuk menyimpan makanan lain. Aspek pengendalian proses

(44)

karena itu keterangan produksi harus ditempel pada setiap wadah dan dilakukan ssecara konsisten..

Aspek penyaluran (distribusi) makanan pada CPPB-IRT tidak disyaratkan secara khusus dan pada CPPSSB-2011 hanya merupakan bagian dari obyek pemeriksaan perlindungan makanan. Pada CPMEB dimunculkan dalam aspek tersendiri agar teramati secara konsisten. Pada proses pembuatan makanan enteral FRS sebagian besar tidak ada proses yang bersifat mengawet dan makanan enteral termasuk kategori pangan khusus sehingga kontaminasi harus selalu dicegah. Menurut Jorge (2000) mikroba penyebab penyakit tumbuh dan berkembang biak pada suhu 5 sampai 60 0C, sehingga untuk menjaga agar makanan aman, jangan biarkan makanan berada pada suhu tersebut lebih dari 4 jam.

Pemberian makanan enteral kepada pasien harus dilakukan mengikuti langkah-langkah yang telah ditetapkan dalam Standard Operational Procedure (SOP). Isi SOP harus mengandung unsur higiene sanitasi dan harus selalu ditaati. Aspek ini tidak dipersyaratkan pada CPPSSB-2011 maupun CPPB-IRT 2003. Pada CPMEB dimunculkan pada aspek tersendiri karena berdasarkan penelitian Best (2008) walaupun makanan enteral telah tersedia dalam keadaan steril dan pedoman sistem penyajian makanan enteral juga tersedia tetapi tetap terjadi kontaminasi. Terindikasi bahwa sebagai sumber utama terjadinya kontaminasi adalah terjadinya kesenjangan antara praktek di lapangan oleh perawat sebagai petugas pemberian makanan enteral kepada pasien dengan standar yang direkomendasikan.

(45)

CPPOB Formula bayi-2011. Hasil penyusunan pedoman CPMEB tercantum pada Lampiran 4.

B. PENYUSUNAN PANDUAN AUDIT CPMEB

Hasil penyusunan panduan audit CPMEB tercantum pada Lampiran 5 yaitu panduan audit sarana produksi pada unit penyedia makanan enteral di rumah sakit. Sedangkan pembahasan penentuan bobot pada aspek dan penetapan kategori hasil pemeriksaan dibahas pada sub bab ini.

1. Penentuan bobot pada aspek.

[image:45.595.84.486.462.699.2]

Penentuan bobot pada aspek dilakukan dengan cara menetapkan kelompok aspek utama. Penetapan kelompok aspek utama dilakukan dengan cara menyandingkan, mengkaji dan menggabungkan obyek pemeriksaan pada CPPSSB-2011, group utama pada CPPB-IRT 2003 dan titik kritis dalam HACCP. Proses dan hasil penetapan kelompok utama CPMEB dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan kelompok yang sangat berpengaruh terhadap keamanan pangan pada CPPSSB 2011, CPPB-IRT 2003 dan pustaka pendukung.

CPPSSB- 2011 CPPB-IRT 2003 Pustaka

pendukung

Usulan CPMEB No. Obyek pemeriksaan

Group

Group & unsur (*) Aspek

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

9.

11.

AIR BERSIH Sumber air bersih

aman, jumlah cukup dan bertekanan. FASILITAS CUCI TANGAN DAN TOILET Jumlah cukup, tersedia sabun, nyaman dipakai dan mudah dibersihkan.

D. SUPLAI AIR 1.Sumber air 2.Penggunaan air 3.Air yang kontak

(46)

Tabel 2. Perbandingan kelompok yang sangat berpengaruh terhadap keamanan pangan pada CPPSSB 2011, CPPB-IRT 2003 dan pustaka pendukung

(lanjutan).

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

15.

KARYAWAN Semua karyawan yang bekerja bebas dari penyakit menular seperti penyakit kulit, bisul, luka terbuka dan ISPA.

G. KESEHATAN DAN HIGIENE KARYAWAN 1.Kesehatan karyawan meliputi pemeriksaan kesehatan dan kesehatan karyawan Higiene karyawan

16. Tangan selalu dicuci bersih, kuku dipotong pendek, perilaku higienis dan bebas kosmetik

2.Kebersihan karyawan meliputi kebersihan badan, pakaian dan tangan serta perawatan luka. 3.kebiasaan karyawan meliputi perilaku karyawan 18. MAKANAN Sumber makanan,

keutuhan dan tidak rusak.

H. PENGENDALIAN PROSES

1.Penetapan spesifikasi bahan baku.

2.Penetapan komposisi dan formulasi bahan. 3.Penetapan cara produksi yang baku. 4.Penetapan spesifikasi Kemasan.

5.Penetapan tanggal kadaluarsa dan kode produksi. _ Pengendali an Proses. 20. PERLINDUNGAN MAKANAN Penanganan makanan yang potensi

berbahaya pada suhu, cara dan waktu yang memadai selama penyimpanan, peracikan, persiapan penyajian dan pengangkutan makanan serta melunakkan makanan beku sebelum dimasak (thawing).

(47)

Tabel 2. Perbandingan kelompok yang sangat berpengaruh terhadap keamanan pangan pada CPPSSB 2011, CPPB-IRT 2003 dan pustaka pendukung (lanjutan).

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

40. Tersedia Lemari pendingin mencapai suhu – 100C dilengkapi dengan thermometer pengontrol 24. PERALATAN MAKAN DAN MASAK Proses pencucian melalui tahapan mulai dari pembersihan sisa makanan, perendaman, pencucian dan pembilasan Pencucian dan sanitasi blender Peralatan produksi 25. 26. Bahan racun/ pestisida disimpan tersendiri di tempat yang aman, terlindung,

menggunakan label/ tanda yang jelas untuk digunakan.

Perlindungan terhadap serangga, tikus, hewan

peliharaan dan hewan pengganggu lainnya.

F. PENGENDALIAN HAMA

1.Hewan peliharaan 2.Pencegahan

masuknya hama

3.Pemberantasan hama _

Pengen-dalian hama

35. Tersedia kendaraan khusus pengangkut makanan

_ _ Penyaluran

makanan

Akreditasi rumah sakit mensyaratkan ruang khusus bagi dapur sonde.

_ Ruang

pengolahan hanya untuk mempersiap kan dan memblender makanan enteral Ruang produksi

(48)

Berdasarkan kajian data pada Tabel 2, obyek pemeriksaan pada CPPSSB-2011, group & unsur pada CPPB-IRT 2003 dan pustaka pendukung dapat dikonversikan kedalam aspek dan parameter CPMEB. Dengan demikian aspek yang kemungkinan dapat dikelompokkan dalam aspek utama CPMEB adalah fasilitas sanitasi; higiene karyawan; pengendalian proses; penyimpanan; peralatan produksi; pengendalian hama; penyaluran makanan; dan ruang produksi.

Aspek fasilitas sanitasi dan aspek pengendalian hama sudah menjadi persyaratan pada penyelenggaraan makanan unit gizi secara menyeluruh sehingga tidak sulit untuk dipenuhi. Dengan demikian aspek fasilitas sanitasi dan aspek pengendalian hama tidak dijadikan sebagai aspek utama. Higiene karyawan, pada CPPSSB-2011 berbobot 5 dan pada CPPB-IRT 2003 menjadi aspek utama sehingga pada CPMEB pun perlu dimasukkan dalam aspek utama. Proses pembuatan makanan enteral sangat sederhana, distribusi pendek, konsumennya jelas, mudah dilaksanakan dan jika dibuatkan SOP mudah dipahami sehingga mudah diterapkan. Penetapan spesifikasi bahan baku sudah menjadi persyaratan pengadaan bahan baku makanan pasien secara keseluruhan. Oleh karena itu kelompok aspek pengendalian proses tidak dijadikan kelompok utama.

(49)

demikian aspek yang ditetapkan sebagai aspek utama pada pedoman CPMEB draf 1 adalah ruang produksi; peralatan produksi; higiene karyawan; dan penyimpanan.

2. Penetapan kategori hasil pemeriksaan

Penetapan kategori hasil pemeriksaan dipergunakan untuk menyimpulkan pemenuhan persyaratan CPMEB. Kesimpulan didasarkan pada nilai total dan sebaran nilai aspek. Nilai aspek dihitung dengan cara menjumlahkan nilai parameter pada setiap aspek, dirata-ratakan dan dibulatkan ke atas atau ke bawah. Nilai total yaitu menjumlahkan nilai seluruh aspek dirata-ratakan dan dibulatkan ke atas atau ke bawah. Sebaran nilai aspek yaitu menentukan kategori nilai untuk aspek utama dan aspek lainnya. Penilaian akhir dikelompokkan ke dalam kategori B (baik), C (cukup) dan K (kurang). Dengan memadukan cara penilaian akhir CPPSSB-2011 dan CPPB-IRT 2003, maka pada CPMEB dapat dilakukan dengan cara seperti yang tercantum pada Tabel 3.

Pada CPPSSB-2011 disebutkan bahwa persyaratan higiene dan sanitasi perusahaan jasaboga golongan B dinyatakan memenuhi persyaratan jika mendapat nilai akhir minimal 83 dari nilai total 92 atau 90,2 %. Jika nilai akhir dibawah 70 % maka kepada pengusaha jasaboga diminta untuk menghentikan kegiatannya dan segera memperbaiki diri dalam waktu 24 jam. Bila tidak dapat memenuhi peringatan tersebut dapat berakibat pencabutan sementara izin usaha dari Pemerintah Daerah/Administrator Pelabuhan. Jika nilai akhir berada diantara keduanya maka harus segera memperbaiki, didahului dengan aspek utama (Kementerian Kesehatan 2011).

(50)

Tabel 3. Cara penilaian akhir yang diterapkan pada CPPSSB-2011, CPPB-IRT 2003 serta yang dirancang untuk CPMEB.

CPPSSB-2011 CPPB-IRT 2003 CPMEB

Kisaran nilai tergantung bobot: Bobot 1 : nilai 0 atau 1 Bobot 2 : nilai 0, 1 atau 2 Bobot 3 : nilai 0,1,2 atau 3 Dan seterusnya. Tidak terdapat penjelasan kriterian nilai.

Penilaian dikategorikan: B (baik), C (cukup) atau K (kurang).

Terdapat penjelasan tentang kriteria nilai.

Penilaian dikategorikan B (baik), C (cukup) atau K (kurang).

Disusun penjelasan tentang kriteria nilai.

Penetapan bobot :

Obyek yang berbobot 3, 4 dan 5 harus segera diatasi jika terjadi penyimpangan (obyek utama)

Penetapan bobot : Telah ditetapkan group utama yaitu group yang menjadi prioritas utama untuk diperbaiki.

Penetapan bobot: Ditetapkan aspek utama yaitu aspek yang menjadi prioritas utama untuk diperbaiki.

Penilaian akhir

Sertifikat laik higiene untuk jasaboga golongan B diberikan bila:

-memperoleh nilai 83 dari 92 nilai total atau mencapai nilai 90,2%.

-Harus segera memperbaiki penyimpangan obyek yang berbobot 3, 4 dan 5 paling lama 10 hari.

-Jika score penyimpangan 15% semua penyimpangan bobot 1 & 2 harus segera diperbaiki sampai waktu pemeriksaan berikutnya.

-Jika penyimpangan 16-30% objek berbobot 1 & 2 harus segera diperbaiki dengan waktu maksimal 30 hari.

-Jika penyimpangan > 30% kegiatan harus dihentikan dan segera memperbaiki diri dalam waktu 24 jam. Jika tidak dilaksanakan ijin dicabut

Penilaian akhir didasarkan atas sebaran nilai aspek utama dan aspek lainnya.

B (baik) jika 4 group utama semuanya mendapat nilai B dan group lainnya maksimal 2 yang mendapat nilai kurang (4B dan 6C-2K) .

C (cukup) jika 4 group utama mendapat nilai B atau C dan group lainnya minimal 5 yang mendapat nilai cukup (4C dan 5C-3K).

K (kurang jika tidak memenuhi kategori cukup.

Penilaian akhir didasarkan atas nilai total dan sebaran nilai aspek utama dan aspek lainnya. Nilai total maksimal 39 (13 aspek x 3)

B (baik) jika mencapai nilai minimal 90% dari total yaitu 35. Jika dikonversi kedalam sebaran nilai aspek yaitu bila seluruh aspek utama bernilai B dan minimal 5 (lima) aspek yang lain juga memperoleh nilai B serta tanpa ada nilai K (4B dan 5B-4C )

C (cukup) jika mencapai nilai minimal 77% dari nilai total yaitu 30. Jika dikonversi ke dalam sebaran nilai aspek yaitu bilaseluruh aspekutama bernilai baik dan minimal 9 (sembilan) aspek yang lain memperoleh nilai C serta tanpa ada nilai K (4B dan 9C ).

(51)

Makanan enteral termasuk pangan dengan kategori khusus sehingga dalam penentuan penilaian akhir dibuat lebih ketat dibandingkan dengan pangan siap saji dan industri rumah tangga. Bentuk pengetatan mengacu pada peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.52.08.11.07235 tahun 2011 tentang Pengawasan Formula Bayi dan Formula Bayi untuk keperluan Medis Khusus pasal 6 ayat 1. Pada pasal tersebut disebutkan bahwa pelaku usaha yang memproduksi Formula Bayi dan/atau Formula Bayi untuk keperluan Medis Khusus wajib menerapkan Cara Produksi yang Baik dan Sistem Pengendalian Bahaya Pada Titik Kritis (Hazard Analysis and Critical Control Point/HACCP) (BPOM 2011a). Bentuk pengetatan pada CPMEB yaitu seluruh aspek utama harus bernilai B (baik) dan tidak diperbolehkan ada nilai K (kurang) untuk seluruh aspek lainnya. Persyaratan ini hanya dapat dipenuhi oleh rumah sakit yang pelayanan gizinya telah terakreditasi. Pemenuhan persyaratan akreditasi pelayanan gizi yaitu antara lain dapur sonde harus terpisah dari dapur gizi.

Pada CPMEB terdapat 13 aspek yang harus dinilai. Total nilai akhir maksimum dicapai bila semua aspek mempunyai kategori baik (B) yaitu nilai 3. Dengan demikian total nilai akhir maksimum menjadi 39. Mengacu pada CPPSSB 2011 yaitu bahwa jasaboga golongan B akan mendapatkan sertifikat kelaikan fisik higiene sanitasi antara lain bila telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan minimal 90,2 % maka total nilai akhir minimal yang harus dicapai untuk mendapatkan kategori baik pada pemenuhan CPMEB yaitu 90% dari 39 sama dengan 35. Jika dikonversi ke dalam sebaran nilai aspek yaitu bila seluruh aspek utama bernilai B dan minimal 5 (lima) aspek yang lain juga memperoleh nilai B serta tanpa ada nilai K (4B dan 5B-4C).

(52)

persyaratan CPMEB dikatakan berkategori cukup bila total nilai akhir minimal 30. Jika dikonversi ke dalam sebaran nilai aspek yaitu seluruh aspek utama bernilai baik dan minimal 9 (sembilan) aspek yang lain memperoleh nilai C serta tanpa ada nilai K (4B dan 9C); dan dikatakan kurang bila belum memenuhi kategori cukup.

C. HASIL UJI COBA PEDOMAN DAN PANDUAN AUDIT CPMEB DI RUMAH SAKIT.

1. Gambaran unit penyedia makanan enteral di rumah sakit X. a. Penanggungjawab unit penyedia makanan enteral

Di lingkungan rumah sakit X yang bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan makanan pasien adalah instalasi gizi. Instalasi gizi memproduksi makanan dalam bentuk padat, lunak dan cair. Unit penyedia makanan enteral di rumah sakit X disebut dengan unit produksi makanan cair karena pada dasarnya makanan enteral adalah makanan dalam bentuk cair.

Petugas yang mengolah makanan cair berjumlah dua orang dengan jadwal terbagi menjadi 2 (dua) shift. Shift pagi mulai pukul 07.00 sampai pukul 14.00 dan shift sore mulai pukul 13.00 sampai pukul 20.00. Dengan demikian dalam ruang tersebut hanya ada satu orang setiap shiftnya. Latar belakang pendidikan petugas tersebut yaitu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) jurusan tataboga/gizi dengan dilengkapi pelatihan pelayanan prima yaitu pelatihan dengan materi kursus higiene sanitasi makanan. Persyaratan kesehatan karyawan dan pemeriksaan kesehatan telah ditetapkan sebagaimana mestinya yaitu dengan adanya pemeriksaan kesehatan secara rutin setahun sekali. Kebersihan karyawan dirawat dengan baik dan selalu diingatkan oleh beberapa tulisan yang ditempel di ruang produksi. Tulisan tersebut antara lain: “cuci dahulu tangan anda sebelum menjamah makanan”, “ gunakan alat pelindung diri (celemek/topi)”, “ perhatian- setiap selesai bekerja semua peralatan wajib dibersihkan”.

(53)

penerapan higiene dan sanitasi. Racikan atau resep disusun oleh ahli gizi sesuai dengan kebutuhan diet yang direkomendasikan dokter.

b. Tata letak unit penyedia makanan enteral.

Produksi makanan cair harus dalam ruang khusus yang dijaga higiene dan sanitasinya atau disebut high higiene area (HHA). Hal ini sudah diterapkan oleh rumah sakit X. Unit produksi makanan cair menempati ruang khusus yang masih berada dalam lingkungan dapur gizi. Antara ruang produksi makanan cair dan lingkungan dapur gizi dipisahkan oleh sebuah pintu. Ruang tersebut terbagi menjadi dua ruangan. Antar ruangan juga dipisahkan oleh sebuah pintu. Luas ruang pertama 7,6 m2, dipergunakan untuk pembuatan snack (tidak ada hubungannya dengan produksi makanan enteral). Ruangan ke dua adalah ruang yang benar-benar dipergunakan untuk produksi makanan enteral. Luas ruangan tersebut 10,64 m2. Sarana yang terdapat dalam ruangan ini yaitu tempat cuci tangan (wastafel), meja persiapan, meja produksi, meja distribusi, lemari gantung untuk menyimpan bahan baku kering dan peralatan serta alat pemanas air yang dilengkapi dengan filter. Luas ruangan yang dipergunakan untuk penempatan sarana seluas 3.7 m2 sehingga ruang kosong yang digunakan untuk karyawan bekerja seluas 6,94 m2. Karyawan yang bertugas dalam ruangan tersebut satu orang setiap shift, sehingga berdasarkan persyaratan luas ruang telah cukup memadai. Suhu ruangan berkisar antara 25 sampai 30 0C. Sumber penerangan selain berasal dari lampu juga berasal dari sinar yang masuk dari jendela. Ruang produksi dilengkapi dengan jendela dorong yang menghadap ke bagian ruang distribusi makanan. Ruang distribusi makanan adalah ruang dimana petugas yang akan mendistribusikan makanan antri untuk mengambil makanan yang harus didistribusikan ke pasien sesuai dengan pesanan. Denah ruang produksi makanan cair dapat dilihat pada Lampiran 6.

c. Bahan baku, peralatan dan proses produksi

(54)

standar spesifikasi yang dikhususkan untuk bahan baku makanan cair. Air yang dipergunakan untuk mengolah makanan cair sama dengan yang digunakan untuk keperluan lain dan telah memenuhi persyaratan air minum. Sebelum dipergunakan untuk mengolah makanan cair, air tersebut dilewatkan ke dalam filter dan selanjutnya masuk ke dalam alat pemanas air yang dapat memanaskan air hingga suhu 90 0C. Filter air dibersihkan secara berkala. Fasilitas sanitasi yang lain yaitu tempat sampah untuk kebutuhan seluruh dapur gizi jumlahnya cukup tetapi ada beberapa yang terbuka.

Peralatan yang dipergunakan untuk memproduksi makanan cair di rumah sakit X terdiri dari dua buah gelas ukur yang terbuat dari plastik, pengaduk dari plastik, pisau, pemeras jeruk dari bahan plastik, saringan dari bahan plastik, alat penghasil air panas dan blender. Blender yang digunakan terbuat dari bahan stainless steel dengan volume cup sebesar 2,5 liter. Semua peralatan disimpan di lemari tertutup kecuali blender. Blender diletakkan di luar ruang produksi yaitu di dapur gizi, dipasang secara permanen di tempatnya, tidak dapat dipindah-pindah.

(55)

permanen di luar ruang produksi. Makanan enteral siap konsumsi ditempatkan dalam plastik bening jenis PE (Polietilene) dengan volume sekitar 250 mL (untuk satu kali konsumsi). Sebetulnya tersedia alur proses produksi yang baku dan ditaati tetapi alur proses belum berupa SOP, hanya berupa catatan sederhana dalam buku besar.

d. Distribusi produk dan pengawasan

Jumlah makanan enteral yang diproduksi didasarkan pada pemesanan perawat di unit ruang rawat inap ke ahli gizi di unit ruang rawat inap. Pesanan ter

Gambar

Gambar 1.  Tahapan penelitian
Tabel 1. Peraturan pemerintah dan pustaka yang terkait dengan penyusunan pedoman dan panduan audit CPMEB
Tabel  2.  Perbandingan kelompok yang sangat berpengaruh terhadap keamanan pangan pada CPPSSB 2011, CPPB-IRT 2003 dan  pustaka pendukung
Gambar 3 : Skema proses pembuatan makanan saring tanpa susu (kiri) dan  makanan cair formula susu (makanan cair rumah sakit) (kanan)
+7

Referensi

Dokumen terkait