• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. HASIL UJI COBA PEDOMAN DAN PANDUAN AUDIT

4. Uji coba panduan audit CPMEB

Uji coba panduan audit CPMEB dimaksudkan untuk mengkaji kemungkinan adanya perbedaan persepsi antar penilai terhadap panduan audit sarana unit penyedia makanan enteral yang dikembangkan. Perbedaan persepsi ditunjukkan oleh adanya perbedaan hasil penilaian audit antar penilai pada kondisi yang sama. Hasil uji coba audit secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil uji coba audit sarana pada unit makanan cair di rumah sakit X dan dapur sonde di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta.

No. PARAMETER RS I RS II

P1 P2 P3 P4 P5

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

I BANGUNAN DAN FASILITAS

1. Kontruksi lantai B/3 B/3 B/3 - B/3 2. Kebersihan lantai B/3 B/3 B/3 B/3 B/3 3. Kontruksi dinding B/3 B/3 B/3 B/3 B/3 4. Kebersihan dinding B/3 B/3 B/3 B/3 B/3 5. Kontruksi langit-langit C/2 C/2 B/3 B/3 B/3 6. Kebersihan langit-langit B/3 B/3 B/3 B/3 B/3 7. Kontruksi pintu, jendela, dan lubang

Tabel 4. Hasil uji coba audit sarana pada unit makanan cair di rumah sakit X dan dapur sonde di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta (lanjutan).

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

8. Kebersihan pintu, jendela dan lubang angin

B3 B3 B3 B3 B3

Huruf mutu/nilai rata-rata B/ 2,9 B/ 2,9 B/3 B/3 B/3

II RUANG PRODUKSI

1. Luas ruangan B/3 B/3 B/3 B/3 B/3

2. Kondisi ruangan B/3 C/2 B/3 B/3 B/3

3. Letak ruangan B/3 C/2. B/3 B/3 B/3

4. Penerangan B/3 B/3 B/3 K/1 B/3

Huruf mutu/nilai rata-rata B/ 3 C/2,5 B/3 C/2,5 B/3

III. PERALATAN PRODUKSI

1. Peralatan produksi B/3 B/3 B/3 B/3 B/3

2. Penyimpanan peralatan B/3 B/3 B/3 C/2 C/2

3. Pemeliharaan kebersihan dan sanitasi

B/3 K/1 B/3 B/3 K/1

4. Prosedur penanganan sanitasi blender

B/3 C/2 B/3 B/3 C/2

Huruf mutu/nilai rata-rata B/3 C/2,3 B/3 B/2,8 C/2

IV. FASILITAS SANITASI

1. Penggunaan air B/3 B/3 B/3 B/3 B/3

2. Air yang kontak langsung dengan pangan

B/3 B/3 B/3 B/3 B/3

3. Tempat sampah C/2 C/2 B/3 B/3 B/3

4. Tempat cuci tangan B/3 K/1 B/3 B/3 B/3

5. Tempat cuci bahan baku dan peralatan

B/3 C/2 B/3 B/3 B/3

6. Alat cuci/pembersih B/3 B/3 B/3 B/3 B/3

7. Jadwal kegiatan sanitasi B/3 B/3 B/3 B/3 B/3 Huruf mutu/nilai rata-rata B/ 2,9 C/2,4 B/3 B/3 B/3

V. PENYIMPANAN

1. Penyimpanan bahan baku B/3 B/3 B/3 B/3 B/3

2. Tata cara penyimpanan B/3 B/3 B/3 B/3 B/3

3. Penyimpanan makanan enteral - - B/3 C/2 K/1 4. Penyimpanan bahan berbahaya B/3 B/3 B/3 B/3 B/3 Huruf mutu/nilai rata-rata B/3 B/3 B/3 B/2,8 C/2,5

VI. PENGENDALIAN PROSES

1. Penetapan spesifikasi bahan baku B/3 B/3 B/3 B/3 B/3 2. Proses produksi makanan enteral B/3 B/3 B/3 B/3 B/3

3. Jenis wadah B/3 K/1 B/3 B/3 K/1

4. Volume wadah B/3 B/3 B/ 3 B/3 K/1

5. Keterangan produksi B/3 B/3 K/1 B/3 K/1

6. Bank sampel - K/1 - C/2 K/1

Tabel 4. Hasil uji coba audit sarana pada unit makanan cair di rumah sakit X dan dapur sonde di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta

(lanjutan).

(1) (2) (3) (4) (4) (5) (6)

VII. MANAJEMEN PENGAWASAN

1. Penanggung jawab proses produksi B/3 B/3 B/3 B/3 B/3 2. Pengawasan proses produksi dan

higiene sanitasi B/3 B/3 B/3 B/3 B/3

Huruf mutu/nilai rata-rata B/3 B/3 B/3 B/3 B/3

VIII. PENGENDALIAN HAMA

1. Pencegahan masuknya hama B/3 B/3 B/3 B/3 B/3

2. Pemberantasan hama B/3 B/3 B/3 B/3 B/3

Huruf mutu/nilai rata-rata B/3 B/3 B/3 B/3 B/3

IX. HIGIENE KARYAWAN

1. Kebersihan karyawan B/3 B/3 B/3 B/3 B/3

2. Kebersihan tangan B/3 B/3 B/3 B/3 B/3

3. Pemeriksaan kesehatan B/3 B/3 B/3 B/3 B/3

4. Kesehatan karyawan B/3 B/3 B/3 B/3 B/3

5. Perilaku karyawan B/3 B/3 B/3 K/1 B/3

6. Perhiasan dan asesoris lainnya B/3 B/3 B/3 B/3 B/3 Huruf mutu/nilai rata-rata B/3 B/3 B/3 B/2,7 B/3

X. PENYALURAN MAKANAN

1. Suhu saat penyaluran makanan B/3 K/1 B/3 B/3 K/1

2. Alat penyaluran B/3 B/3 B/3 B/3 B/3

Huruf mutu/nilai rata-rata B/3 C/2 B/3 B/3 C/2

XI. PELATIHAN

1. Pengetahuan karyawan B/3 B/3 B/3 C/2 C/2

Huruf mutu/nilai rata-rata B/3 B/3 B/3 C/2 C/2

XII. PEMBERIAN MAKANAN ENTERAL KEPADA PASIEN 1. SOP pemberian makanan enteral

kepada pasien. B/3 B/3 B/3 B/3 B/3

Huruf mutu/nilai rata-rata B/3 B/3 B/3 B/3 B/3

XIII. PENCATATAN DAN DOKUMENTASI

1. Pelaksanaan pencatatan dan dokumentasi

B/3 B/3 B/3 B/3 B/3

2. Penyimpanan catatan B/3 B/3 B/3 B/3 B/3

Huruf mutu/nilai rata-rata B/3 B/3 B/3 B/3 B/3

Total nilai

Keterangan : Kolom P1 adalah penilaian hasil kompilasi dua orang ahli gizi di rumah sakit X Kolom P2 adalah penilaian peneliti di rumah sakit X .

Kolom P3 dan P4 adalah penilaian ahli gizi di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Kolom P5 adalah penilaian peneliti di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad. RS I adalah rumah sakit X.

Berdasarkan data pada Tabel 4, perbedaan penilaian untuk uji coba evaluasi pemenuhan persyaratan CPMEB di rumah sakit X (RS I) yaitu (1) aspek ruang produksi untuk parameter kondisi ruangan; dan letak ruangan, (2) aspek peralatan produksi untuk parameter pemeliharaan kebersihan dan sanitasi; dan prosedur penanganan sanitasi blender, (3) aspek fasilitas sanitasi untuk parameter tempat cuci tangan; dan tempat cuci bahan baku dan peralatan, (4) aspek penyimpanan untuk parameter penyimpanan makanan enteral, (5) aspek pengendalian proses untuk parameter jenis wadah; dan bank sampel, (6) aspek penyaluran makanan untuk parameter suhu saat penyaluran makanan. Sedangkan di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta (RS II) yaitu (1) aspek bangunan dan fasilitas untuk parameter konstruksi lantai, (2) aspek ruang produksi untuk parameter penerangan, (3) aspek peralatan produksi untuk parameter penyimpanan peralatan; pemeliharaan kebersihan dan sanitasi; dan parameter prosedur penanganan sanitasi blender, (4) aspek penyimpanan untuk parameter penyimpanan makanan enteral (5) aspek pengendalian proses untuk parameter jenis wadah; volume wadah; keterangan produksi; dan bank sampel, (5) aspek higiene karyawan untuk parameter perilaku karyawan, (6) aspek penyaluran makanan untuk parameter suhu saat penyaluran makanan, (7) aspek pelatihan untuk parameter pengetahuan karyawan.

a. Bangunan dan Fasilitas

Penilaian kosong pada parameter konstruksi lantai sebetulnya bukan karena perbedaan persepsi tetapi disebabkan karena ada kata-kata yang membingungkan yaitu kata “dibuat miring sehingga mudah dibersihkan”. Hal ini sudah dibahas pada hasil uji coba pedoman CPMEB.

b. Ruang Produksi

Perbedaan persepsi penilaian aspek ruang produksi terdapat pada parameter kondisi ruang produksi dan parameter letak ruang produksi. Ruang produksi disyaratkan HHA. Di RS I petugas maupun tamu yang akan memasuki ruang produksi makanan cair menggunakan sandal khusus. Akan tetapi sandal tersebut sudah mulai dipakai sejak memasuki dapur di pintu depan. Hal ini memungkinan

adanya kotoran dari lantai dapur yang menempel di sandal dan terbawa ke dalam ruang produksi makanan cair sehingga menjadi sumber kontaminasi. Sebagian penilai menganggap hal tersebut masih memenuhi persyaratan karena dianggap sandal dalam keadaan bersih. Ewen et al. (2010) mengatakan bahwa memasuki ruang persiapan makanan sebaiknya berganti dengan seragam khusus karena pakaian yang dikenakan sebelumnya dapat membawa mikroba patogen dari luar. Dalam hal sandalpun kemungkinan demikian juga. Oleh karena itu sebaiknya memasuki ruang produksi makanan cair menggunakan sandal yang hanya digunakan untuk ruang produksi makanan cair atau alas kaki dilepas.

Letak ruang produksi makanan cair di RS I sudah terpisah dengan ruang produksi makanan biasa (dapur gizi) dan dilengkapi dengan pintu pemisah. Akan tetapi pintu pemisah tersebut terbuka ke dalam ruang produksi sehingga hal ini memungkinkan debu dan kotoran dari luar dapat terbawa masuk melalui udara ke dalam ruang produksi. Sebagian penilai menganggap hal tersebut masih memenuhi persyaratan. Menurut Ewen et al. (2010) pula dikatakan bahwa penghalang fisik dapat meminimalkan mikroba yang tidak diinginkan berpindah. Penghalang fisik yang dimaksud adalah rancangan dinding dan pintu.

Perbedaan penilaian pada parameter penerangan di RS II sebetulnya bukan karena perbedaan persepsi tetapi karena saat penilaian yang tidak sama. Seorang penilai menilai pada sore hari sehingga tidak ada bantuan sinar matahari dan ada sebuah lampu yang mati, sementara yang lain melakukan pada siang hari. Tentang kasus adanya lampu mati seharusnya penilaian yang paling akhir yang dipakai sedangkan untuk kasus penilaian saat ada dan tidak ada sinar matahari penilaian dilakukan dengan cara merata-ratakan penilaian yang ada.

c. Peralatan Produksi

Perbedaan persepsi penilaian aspek peralatan produksi terdapat pada parameter penyimpanan peralatan, parameter pemeliharaan kebersihan dan sanitasi serta parameter prosedur penanganan sanitasi blender. Peralatan produksi makanan enteral di RS II disimpan di rak piring terbuka yang diletakkan di ruang cuci bahan baku dan peralatan yang lebih sering tertutup. Pedoman mensyaratkan bahwa peralatan harus disimpan di tempat tertutup dengan maksud agar tidak

terjadi kontaminasi dari debu sekitarnya. Rak yang terbuka walaupun terdapat dalam ruang tempat penyimpanan tertutup akan ada kemungkinan terkontaminasi oleh debu yang berada di sekitar ruangan.

Pembersihan dan sanitasi peralatan serta prosedur penanganan sanitasi blender yang diterapkan di RS I dan RS II sama yaitu dengan cara dicuci menggunakan sabun cuci piring, setelah kering disimpan dalam lemari. Pada saat akan dipergunakan dibilas dengan air bersuhu 90 0C di RS I dan air mendidih di RS II. Penanganan sanitasi blender dilakukan dengan cara melepas pisaunya, dicuci dengan sabun cuci piring, dikeringkan dan dipasang pada tempatnya dengan cup tertutup. Pada saat akan digunakan dibilas dengan air bersuhu 90 0C. Perlakuan semacam itu telah memenuhi persyaratan pembersihan tetapi penerapan sanitasi belum memadai. Menurut Haryadi dan Dewanti-Haryadi (2011) yaitu bahwa secara umum, pemanasan yang baik untuk sanitasi alat dilakukan hingga permukaan alat mencapai suhu 82 0C selama beberapa menit. Jika merujuk pada CPPOB Formula bayi-2011 yaitu pada panduan untuk menyiapkan dan menyajikan formula bayi maka peralatan penyajian perlu direbus pada air mendidih selama 5 (lima) sampai 10 (sepuluh) menit (BPOM 2011b). Pembilasan dengan air suhu 90 0C maupun air mendidih tidak akan membuat permukaan alat mencapai suhu 82 0C. Oleh karena itu sebaiknya alat yang permukaannya kontak langsung dengan makanan enteral dan sesudah itu tidak ada perlakuan selanjutnya terhadap makanan enteral yang dapat membunuh mikroba, peralatan tersebut direbus terlebih dahulu sebelum dipergunakan. Memperhatikan pembahasan ini, kriteria penilaian pada parameter pemeliharaan kebersihan dan sanitasi dirasa kurang. Kriteria penilaian untuk parameter pemeliharaan kebersihan dan sanitasi hanya ada B (baik) dan K (kurang). Kriteria B (baik) yaitu untuk kondisi bila pencucian dan sanitasi alat selalu menggunakan bahan pembersih dan saniter yang memadai. Kriteria K (kurang) yaitu kondisi bila pencucian dan sanitasi alat tidak selalu menggunakan bahan pembersih dan saniter yang memadai. Perlu ditambah kriteria C (cukup) yaitu untuk kondisi bila peralatannya telah dibersihkan dengan benar tetapi sanitasi belum memadai.

d. Fasilitas sanitasi

Perbedaan persepsi penilaian aspek fasilitas sanitasi terjadi di RS I untuk parameter tempat cuci tangan dan parameter tepat cuci bahan baku dan peralatan. Persyaratan kedua parameter tersebut yang tercantum pada kriteria penilaian yaitu bahwa kedua fasilitas tersebut harus terpisah. Di RS I kedua fasilitas tersebut menyatu. Bahan baku yang dipergunakan sebagian besar bahan baku kering yang tidak perlu untuk dicuci. Peralatan yang dipergunakan juga jumlahnya sedikit dan sangat sederhana sehingga menyatunya dua fasilitas tersebut dianggap tidak menjadi masalah untuk menjaga kebersihan dan sanitasi.

e. Penyimpanan

Perbedaan persepsi penilaian aspek penyimpanan terutama terjadi pada penilaian parameter penyimpanan makanan enteral. Di RS I tidak dilakukan penyimpanan makanan enteral sehingga penilaian parameter penyimpanan makanan enteral dikosongkan. Bagi unit penyedia makanan enteral yang tidak melakukan penyimpanan makanan enteral maka parameter tersebut tidak perlu dinilai dan tidak diperhitungkan dalam penilaian.

Di RS II sebetulnya tidak dilakukan penyimpanan makanan enteral sejak lemari penyimpanan hot & cool thermobox tidak berfungsi. Akan tetapi ada makanan enteral siap santap yang tidak langsung didistribusikan yaitu makanan enteral tanpa laktosa yang dipergunakan untuk cadangan. Makanan enteral disimpan dalam teko plastik ditutup film/plastik pembungkus di suhu ruang (25 – 30 0C) selama dua sampai tiga jam untuk memastikan ada tidaknya pesanan tambahan. Jika tidak ada pesanan tambahan, makanan tersebut dibuang. Perbedaan penilaian terjadi pada memperkirakan lamanya makanan enteral di zona berbahaya.Pada prinsipnya makanan enteral bila tidak langsung dikonsumsi diusahakan agar suhu penyimpanan di bawah 5 0C atau di atas 65 0C untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Penyimpanan makanan enteral sangat berisiko terhadap penurunan keamanan pangan, sehingga parameter penyimpanan makanan enteral seharusnya dimasukkan ke dalam kelompok aspek utama. Parameter lain yang berada pada aspek penyimpanan mudah terkendali. Oleh

karena itu parameter penyimpanan makanan enteral dipindahkan ke aspek pengendalian proses dan dijadikan aspek utama.

f. Pengendalian proses

Perbedaan persepsi penilaian aspek pengendalian proses terjadi pada parameter jenis wadah; volume wadah; keterangan produksi; dan bank sampel. Persyaratan jenis wadah yaitu inert dan mudah disanitasi. Di RS I jenis wadah yang digunakan yaitu plastik jenis PE. Plastik jenis PE yang dalam hal ini yaitu LDPE (Low Density PE) kurang tahan pada suhu tinggi (Rahayu 2004). Sedangkan mangkok, salah satu wadah makanan enteral yang digunakan di RS II diragukan ketahanan panasnya saat direbus sehingga tidak mudah disanitasi.

Perbedaan persepsi pada penilaian parameter volume wadah yaitu adanya anggapan bahwa wadah yang digunakan sudah aman dari kontaminasi karena tertutup rapat setelah dilakukan penempatan. Sebetulnya ada faktor lain yang harus diperhatikan yaitu volume wadah. Semakin besar volume wadah berarti semakin sering dilakukan penuangan. Menurut Beattie dan Anderton (2001) penuangan merupakan salah satu penyebab terjadinya kontaminasi.

Keterangan produksi harus selalu ditempel pada setiap wadah, tetapi karena di RS II ada beberapa wadah yang tidak memungkinkan untuk ditempel wadah maka kadang-kadang wadah tidak ditempel keterangan produksi. Buku catatan keterangan produksi di bagian dapur dan pada petugas distribusi makanan enteral kadang-kadang dianggap cukup untuk menghindari terjadinya kekeliruan penyaluran. Setiap petugas distribusi umumnya membawa makanan enteral lebih dari satu porsi sehingga memungkinan akan terjadi kekeliruan pemberian. Oleh karena itu keterangan produksi harus selalu ditempel di setiap wadah. Banyaknya parameter yang harus dikendalikan dengan ketat pada aspek pengendalian proses, dirasa perlu memasukkan pengendalian proses menjadi aspek utama.

g. Higiene Karyawan

Pada penilaian aspek higiene karyawan sebetulnya tidak terjadi perbedaan persepsi. Perbedaan penilaian disebabkan saat pengamatan yang berbeda. Salah seorang penilai mendapati ada karyawan yang mengunyah makanan saat bekerja

sementara yang lain tidak melihatnya. Jika terjadi kasus seperti ini maka penilaian harus dikompilasi antar penilai.

h. Penyaluran Makanan

Pada penilaian aspek penyaluran makanan sebetulnya tidak terjadi perbedaan persepsi. Perbedaan penilaian disebabkan karena perbedaan menghitung perkiraan waktu makanan enteral berada di zona berbahaya. Faktor yang harus diperhatikan pada saat menilai parameter suhu penyaluran yaitu suhu dan waktu. Menurut Jorge (2000) untuk menjaga agar makanan aman, jangan biarkan makanan berada pada zona berbahaya lebih dari 4 jam. Pada panduan audit sarana produksi, belum tercantum faktor waktu. Oleh karena itu parameter untuk aspek penyaluran makanan perlu disempurnakan menjadi parameter kondisi makanan saat penyaluran makanan dan parameter kondisi alat saat penyaluran makanan.

i. Pelatihan

Pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan karyawan tentang higiene dan sanitasi sangat diperlukan agar setiap karyawan selalu termotivasi untuk menerapkan hasil pelatihannya. Perbedaan persepsi untuk aspek pelatihan terletak pada hal ini. Di RS II berdasarkan informasi lisan masih ada karyawan penjamah makanan enteral atau pengatur pelayanan makanan enteral yang belum mengikuti kursus higiene dan sanitasi. Pengetahuan diperolehnya dari karyawan yang telah berpengalaman. Hal ini tentu belum termasuk kriteria baik (B).

Dokumen terkait