• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penggunaan Benih Bersertifikat terhadap Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi di Kabupaten Cianjur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penggunaan Benih Bersertifikat terhadap Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi di Kabupaten Cianjur"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN BENIH BERSERTIFIKAT TERHADAP

PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI

DI KABUPATEN CIANJUR

ASRI NURFITRIYANI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Penggunaan Benih Bersertifikat terhadap Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi di Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Asri Nurfitriyani

(4)

ABSTRAK

ASRI NURFITRIYANI. Pengaruh Penggunaan Benih Bersertifikat terhadap Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi di Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh DWI RACHMINA.

Sebagian besar penduduk Indonesia mengonsumsi nasi sebagai makanan pokoknya. Tingginya konsumsi beras tidak didukung dengan pertumbuhan produksi padi yang stabil sehingga Indonesia tidak dapat memenuhi kebutuhan berasnya secara mandiri. Oleh karena itu pemerintah mencanangkan program benih bersertifikat untuk meningkatkan produksi padi. Desa Bunisari merupakan salah satu daerah sentra produksi padi varietas unggul baru (VUB) di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengkaji keragaan usahatani padi VUB bersertifikat dan non sertifikat di Kabupaten Cianjur, (2) menganalisis pengaruh penggunaan padi VUB bersertifikat terhadap peningkatan produksi dan pendapatan usahatani dibandingkan dengan petani yang menggunakan benih non sertifikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi benih padi bersertifikat lebih tinggi daripada benih non sertifikat dengan selisih sebesar 504.54 kg/ha/musim tanam. Pendapatan atas biaya tunai benih padi VUB bersertifikat sebesar Rp5 026 392.61 sedangkan benih non sertifikat sebesar Rp 5 525 883.30. Pendapatan atas biaya total untuk kedua jenis usahatani ini sebesar Rp3 665 488.22 dan Rp1 964 386.43. R/C rasio atas biaya tunai untuk benih bersertifikat adalah 1.69 dan benih non sertifikat adalah 1.98. R/C rasio atas biaya total untuk benih bersertifikat adalah 1.42 dan benih non sertifikat adalah 1.21. Kata kunci: analisis pendapatan usahatani, benih bersertifikat, padi Varietas

Unggul Baru

ABSTRACT

ASRI NURFITRIYANI. The Effect of Using Certified Seeds in Rice Production and Farm Income in Cianjur Regency. Supervised by DWI RACHMINA.

Most Indonesian people consume rice as a staple food. The high rate of rice consumption is not supported by steady growth in rice production, so Indonesia has not be able to fulfill the rice needs autonomosly. Therefore, the government launched a program of certified seeds to increase rice production. Bunisari village is one of the central of new high yield rice varieties (VUB) rice producer in Warungkondang District, Cianjur Regency. This research is aimed to: (1) describe the rice farming of certified VUB and non certified VUB in Cianjur, (2) analyze the effect of using certified VUB seeds in increasing rice production and income compared to the farmers using non-certified seeds. The result is the productivity of certified seed farm is higher than non certified seed with difference 501.54 kg/ha/season. Revenue from cash costs of certified VUB seed is Rp5 026 392.61, while for non certified seed is Rp5 525 883.30. The revenue from total cost in each type of farming is Rp3 665 488.22 and Rp1 964 386.43. R/C ratio based on cash costs for certified seed is 1.69 and 1.98 for non certified seed. R/C ratio of the total cost for certified seed is 1.42 and 1.21 for non certified seed.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

PENGARUH PENGGUNAAN BENIH BERSERTIFIKAT TERHADAP

PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI

DI KABUPATEN CIANJUR

ASRI NURFITRIYANI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pengaruh Penggunaan Benih Bersertifikat terhadap Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi di Kabupaten Cianjur

Nama : Asri Nurfitriyani

NIM : H34090042

Disetujui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Penggunaan Benih Bersertifikat terhadap Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi di Kabupaten Cianjur. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir dan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Dwi Rachmina, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta saran dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Eva Yolynda Aviny, SP. MSi selaku dosen penguji utama dan Bapak Ir Burhanuddin, MM selaku dosen penguji perwakilan komisi pendidikan Departemen Agribisnis. Di samping itu, penulis sampaikan terima kasih kepada Asiah Nurdin dari Penyuluh Pertanian Warungkondang wilayah binaan Desa Bunisari, Jajang Abdullah selaku ketua gapoktan Sari Tani Mandiri yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, papap, adik-adik, eyang, enin, serta seluruh keluarga besar atas segala dukungan, doa dan kasih sayangnya. Terakhir penulis sampaikan salam semangat dan terima kasih atas segala dukungan dan bantuan dari teman-teman Agribisnis 46, Budaya dan Seni 2011, dan Tazkia.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 5

Penggunaan Benih terhadap Produktivitas dan Produksi 5

Penggunaan Benih terhadap Pendapatan Usahatani 6

KERANGKA PEMIKIRAN 8

Kerangka Pemikiran Teoritis 8

Kerangka Pemikiran Operasional 13

METODE PENELITIAN 15

Lokasi dan Waktu Penelitian 15

Jenis dan Sumber Data 16

Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel 16

Metode Analisis Data 16

Analisis Pendapatan Usahatani 17

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18

Keadaan Geografis 18

Keadaan Sosial Ekonomi 19

Karakteristik Responden 21

KERAGAAN USAHATANI PADI VUB 29

Pemilihan Varietas dan Benih 29

Budidaya Padi VUB 30

ANALISIS USAHATANI PADI VUB 34

Analisis Penggunaan Faktor Produksi 34

Analisis Pendapatan Usahatani 42

SIMPULAN DAN SARAN 50

Simpulan 50

Saran 50

DAFTAR PUSTAKA 51

LAMPIRAN 53

(10)

DAFTAR TABEL

1 Luas panen, produksi, dan produktivitas padi di Indonesia tahun 2008-2012

1 2 Produksi, konsumsi, dan impor beras di Indonesia tahun 1971-2010 2 3 Jumlah penduduk menurut usia di Desa Bunisari 20 4 Jumlah penduduk menurut pendidikan di Desa Bunisari 20 5 Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Desa Bunisari 21 6 Sebaran responden menurut usia petani padi VUB musim tanam

Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari

22 7 Sebaran responden menurut tingkat pendidikan petani padi VUB

musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari

24 8 Sebaran responden menurut status usahatani petani padi VUB

musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari

25 9 Sebaran responden menurut pengalaman usahatani petani padi VUB

musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari

26 10 Sebaran responden menurut luas lahan petani padi VUB musim

tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari

27 11 Sebaran responden menurut status kepemilikan lahan petani padi

VUB musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari

28 12 Perbandingan rata-rata luas lahan dalam hektar untuk budidaya padi

VUB musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari

34 13 Perbandingan rata-rata penggunaan benih per hektar musim tanam

Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari

35 14 Perbandingan rata-rata dosis penggunaan obat-obatan per hektar

musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari

38 15 Perbandingan rata-rata penggunaan tenaga kerja HOK per hektar

musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari

40 16 Perbandingan rata-rata penyusutan peralatan per musim tanam

petani padi VUB benih bersertifikat musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari

42

17 Perbandingan rata-rata penyusutan peralatan per musim tanam petani padi VUB benih nonsertifikat musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari

42

18 Biaya usahatani padi VUB per hektar musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari

43 19 Perbandingan produksi dan harga penjualan gabah rata-rata

(11)

23 Return to family labor petani padi VUB musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari

49 24 Return to capital petani padi VUB musim tanam Oktober

2012-Februari 2013 di Desa Bunisari

49

DAFTAR GAMBAR

1 Kurva fungsi produksi 10

2 Pergeseran kurva produksi sebagai dampak teknologi pada input produksi

11 3 Kerangka pemikiran operasional pengaruh penggunaan benih

bersertifikat terhadap produksi dan pendapatan usahatani padi di Kabupaten Cianjur

15

4 Perbandingan rata-rata dosis penggunaan pupuk per hektar yang digunakan oleh petani yang menggunakan benih bersertifikat (■) dan nonsertifikat (□) musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari

36

5 Perbandingan rata-rata jumlah pengguna obat-obatan yang digunakan oleh petani yang menggunakan benih bersertifikat ( ) dan non sertifikat ( ) musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari

38

DAFTAR LAMPIRAN

1 Luas panen, produktivitas, dan produksi tanaman padi seluruh provinsi di Indonesia tahun 2011

53 2 Peta Wilayah Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur 54 3 Karakteristik responden petani padi VUB di Desa Bunisari 55 4 Analisis pendapatan usahatani petani padi VUB benih bersertifikat

per hektar musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari

56

5 Analisis pendapatan usahatani petani padi VUB benih nonsertifikat per hektar musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki jumlah penduduk sebanyak 237 641 326 jiwa, dengan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1.49% per tahun. Semakin tinggi jumlah penduduk di suatu negara maka semakin tinggi kebutuhan pangannya. Menurut Timmer 1996, diacu dalam Amang (2001), tak ada satu negara pun yang dapat mempertahankan proses pertumbuhan ekonomi tanpa terlebih dulu memecahkan masalah ketahanan pangan (food security).

Pangan menurut UU No. 7 Tahun 1996 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah, yang diperuntukkan sebagai bahan makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman1. Tanaman pangan adalah segala jenis tanaman yang dapat menghasilkan karbohidrat dan protein. Tanaman pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia adalah padi karena mayoritas penduduk Indonesia mengonsumsi nasi sebagai makanan pokoknya. Nasi berasal dari tanaman padi sehingga jumlah produksi padi berpengaruh terhadap ketahanan pangan nasional. Tabel 1 menunjukkan perkembangan produksi padi tahun 2008 hingga 2012 di Indonesia.

Tabel 1 Luas panen, produksi, dan produktivitas padi di Indonesia tahun 2008-2012a

Tahun Luas panen (ha) Produksi GKG (ton) Produktivitas (ton/ha)

2008 12 327 425 60 325 925 4.89

2009 12 883 576 64 398 890 4.99

2010 13 253 450 66 469 394 5.02

2011 13 203 643 65 756 904 4.98

2012 13 445 524b 69 056 126b 5.14b

Laju 2.18 3.25 1.13 a

Sumber: Badan Pusat Statistik (2013) (data diolah); bangka sementara; cdalam % per tahun

Menurut Badan Pusat Statistik (2011) angka konsumsi beras di Indonesia mencapai 113.48 kg/kapita/tahun. Angka ini turun sebesar 25.7 kg bila dibandingkan dengan konsumsi beras per kapita sebelumnya yang sebesar 139.15 kg/kapita/tahun. Akan tetapi angka ini masih lebih tinggi daripada konsumsi rata-rata beras di dunia yaitu 60 kg/kapita/tahun2. Tingginya angka konsumsi beras tidak diiringi dengan pertumbuhan produksi beras yang stabil sehingga Indonesia

1

[Anonim]. 2012. Definisi Pangan (UU No. 7 Tahun 1996) [internet]. [Diakses 2013 Juli 8]. Tersedia pada: http://id.scribd.com/doc/86847427/Definisi-Pangan

2

(14)

belum mencukupi kebutuhan pangan nasional secara mandiri. Oleh karena itu, untuk menutupi defisit kebutuhan beras dalam negeri, setiap tahunnya pemerintah melakukan impor. Jumlah produksi, konsumsi dan impor beras di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Produksi, konsumsi, dan impor beras di Indonesia tahun 1971-2010a Tahun Produksi (juta ton) Kebutuhan beras

konsumsi(juta ton) Impor (juta ton)

1971 13.72 14.21 0.52

1980 22.29 21.50 0.54

1990 29.04 30.12 0.19

2000 32.96 35.88 1.50

2010 38.00 38.55 0.95

Lajub 0.10 0.21 0.54

a

Sumber : BPS (berbagai tahun) (data diolah); b dalam % per tahun

Dampak impor dapat menyebabkan Indonesia ketergantungan kepada pihak lain. Hal ini dapat menimbulkan rentannya kemandirian pangan dalam jangka panjang. Untuk mencegah hal tersebut, pemerintah berupaya mewujudkan kembali swasembada beras nasional. Swasembada beras nasional dapat dicapai dengan meningkatkan dan menjaga kestabilan jumlah produksi beras sesuai dengan angka kebutuhan. Upaya untuk mencapai tujuan ini salah satunya dengan menggunakan benih bermutu dari varietas unggul, yang tersedia baik dalam kualitas maupun kuantitasnya. Benih bermutu adalah benih yang bersertifikat. Oleh karena itu, pemerintah mencanangkan program benih varietas unggul baru bersertifikat guna meningkatkan produksi padi di Indonesia.

Menurut Badan Pusat Statistik (2012), Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi padi di Indonesia dengan produksi sebesar 11 633 891 ton atau 17.69% dari total produksi nasional (Lampiran 1). Kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah sentra produksi padi di Jawa Barat. Pada tahun 2011, Kabupaten Cianjur memiliki luas panen seluas 125 100 ha, jumlah produksi sebesar 710 696 ton dengan produktivitas sebesar 5.68 ton/ha (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat 2012).

(15)

Perumusan Masalah

Benih merupakan faktor produksi yang sangat penting. Berdasarkan penelitian dan praktik di lapangan, penggunaan benih unggul diakui telah menjadi salah satu faktor kunci keberhasilan peningkatan produksi (Renstra 2009). Program benih bersertifikat merupakan salah satu upaya pengawasan mutu benih sehingga dapat meningkatkan produksi dan berdampak positif terhadap pendapatan petani.

Benih bersertifikat merupakan benih dari suatu varietas yang telah diketahui dan diproduksi dengan sistem pengawasan serta standar sertifikasi benih. Benih ini telah lulus uji lapang maupun laboratorium yang ketat. Tujuannya sertifikasi benih untuk mempertahankan kemurnian varietas tersebut. Keuntungan penggunaan benih bersertifikat antara lain: (1) menghemat penggunaan benih per satuan luas, (2) respons terhadap pemupukan dan pengaruh perlakuan agronomis lainnya, (3) produksi per ha tinggi karena potensi hasil yang tinggi, (4) kualitas/mutu produksi akan terjamin baik apabila diikuti pelaksanaan pascapanen yang baik pula, (5) daya ketahanan terhadap hama penyakit, umur dan sifat-sifat lainnya jelas, (6) waktu panen lebih mudah ditentukan karena masaknya serentak (Kartasaputra 1988, diacu dalam Rijoly 2005).

Benih nonsertifikat adalah benih unggul tidak berlabel yang berasal dari hasil panen petani sendiri atau diperoleh dari petani lainnya atau benih antarpetani. Adapun kelemahan dari benih padi tidak bersertifikat di antaranya tidak tahan terhadap serangan hama dan penyakit, tidak respon terhadap pemupukan, pertumbuhan tidak seragam, dan apabila ditanam secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama dapat menurunkan kualitas benih padi. Hal ini menyebabkan tanaman padi akan mengalami kemunduran sehingga hasil dan mutunya semakin menurun. Dilihat dari keunggulaannya benih padi bersertifikat lebih baik, tetapi pada kenyataannya masih terdapat petani di Kecamatan Labuan Amas Selatan yang menanam benih padi nonsertifikat (Laila

et al. 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Rijoly (2005) menganalisis pengaruh benih besrertifikat terhadap produksi. Hasil penelitian membuktikan rata-rata produksi padi per hektar yang menggunakan benih bersertifikat 6 396.45 kg sedangkan yang menggunakan benih nonsertifikat 6 339.04 kg. Hasil analisis menunjukkan produksi yang menggunakan benih bersertifikat lebih tinggi daripada yang menggunakan benih nonsertifikat.

Program benih bersertifikat akan menghasilkan produksi yang optimal apabila didukung dengan teknologi yang menyertainya. Penggunaan benih bersertifikat ini juga menyebabkan perubahan penggunaan input dan penghematan biaya usahatani sehingga berdampak positif terhadap penurunan biaya riil petani. Namun dalam pelaksanaannya, teknologi tersebut tidak diaplikasikan oleh petani sehingga produksi padi tidak optimal. Hal ini mengakibatkan pendapatan riil petani benih bersertifikat lebih rendah dibandingkan dengan petani yang menggunakan benih nonsertifikat (Maryono 2008).

(16)

terjadi selama perjalanan distribusi benih hingga sampai ke petani. Selain itu, harga benih bersertifikat yang mahal membuat para petani memilih alternatif dengan menggunakan benih nonsertfikat yang didapat dari hasil panen sebelumnya. Pada umumnya petani hanya sekali menggunakan benih bersertifikat kemudian pada musim tanam berikutnya menyisihkan sebagian dari hasil panennya untuk dijadikan benih. Kemudian benih ini dipakai secara berulang-ulang pada musim tanam berikutnya. Benih ini termasuk ke dalam benih nonsertifikat.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Maryono (2008) dan Andini (2012) menunjukkan bahwa pada praktik di lapangan, penggunaan benih bersertifikat tidak selalu menghasilkan produksi padi yang lebih besar daripada penggunaan benih nonsertifikat. Penggunaan benih padi bersertifikat diharapkan mampu menjadi solusi untuk meningkatkan produksi padi dan berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan petani. Oleh karena itu untuk mengoptimalkan hasil produksi, diharapkan petani padi menggunakan benih bersertifikat dalam menjalankan kegiatan usahataninya.

Adanya program benih bersertifikat tidak langsung membuat seluruh petani padi di Kabupaten Cianjur beralih menggunakan benih bersertifikat. Hal ini disebabkan umumnya petani sulit menerima perubahan karena mengganggap usahatani yang sebelumnya sudah menguntungkan. Selain itu, harga benih bersertifikat lebih mahal daripada harga benih nonsertifikat. Petani merasa khawatir biaya lebih besar yang dikeluarkan untuk membeli benih bersertifikat tidak sebanding dengan pendapatan yang mereka terima sehingga petani tidak bersedia menerapkan inovasi tersebut. Pola pikir seperti ini yang menjadi salah satu kendala mengapa sampai saat ini tidak semua petani di Kabupaten Cianjur menggunakan benih padi bersertifikat dalam kegiatan usahataninya.

Berdasarkan perumusan permasalahan yang ada, hal-hal yang dikaji dalam penelitian ini antara lain:

1. Apa alasan petani memilih benih padi varietas unggul baru (VUB) bersertifikat?

2. Bagaimana keragaan usahatani benih padi VUB bersertifikat?

3. Apakah penggunaan benih padi VUB bersertifikat memberikan pengaruh terhadap peningkatan produksi dan pendapatan petani?

Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan perumusan masalah yang ada, tujuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengkaji keragaan usahatani padi VUB bersertifikat dan nonsertifikat di Kabupaten Cianjur.

(17)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Sebagai sarana pembelajaran, penerapan ilmu dan pengembangan pengetahuan bagi penulis terhadap kondisi pertanian.

2. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi petani dalam penggunaan benih padi bersertifikat dalam kegiatan usahatani.

3. Sebagai bahan informasi dan rekomendasi bagi pemerintah dan pihak-pihak terkait mengenai pentingnya sosialisasi penggunaan benih padi bersertifikat.

4. Sebagai informasi dan pembanding bagi peneliti lain mengenai benih padi bersertifikat.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan lingkup regional yaitu Desa Bunisari, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur dengan komoditi padi VUB. Responden pada penelitian ini adalah petani yang menanam padi VUB dalam kegiatan usahataninya, baik petani yang menggunakan benih bersertifikat maupun petani yang menggunakan benih nonsertifikat. Penelitian ini memfokuskan pada pengaruh penggunaan benih bersertifikat terhadap produksi dan pendapatan usahatani petani dibandingkan dengan petani yang menggunakan benih padi nonsertifikat. Musim tanam yang diamati dalam penelitian ini yaitu bulan Oktober 2012-Februari 2013.

TINJAUAN PUSTAKA

Penggunaan Benih terhadap Produktivitas dan Produksi

Penelitian yang dilakukan oleh Rijoly (2005) mengenai penggunaan benih bersertifikat di Desa Leppangang, Kecamatan Patampanua, Kabupaten Pinrang menghasilkan rata-rata produksi per ha sebanyak 6 396.45 kg sedangkan yang menggunakan benih nonsertifikat 6 339.04 kg. Hasil analisis menunjukkan petani yang menggunakan benih bersertifikat produksinya lebih tinggi daripada petani yang menggunakan benih nonsertifikat. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Laila et al. (2012) menunjukkan hasil produksi petani yang menggunakan benih bersertifikat lebih tinggi daripada petani yang menggunakan benih nonsertifikat, yaitu 2 866 kg dan 2 025 kg.

(18)

bersertifikat sebesar 5 025 kg/ha/musim tanam dalam bentuk gabah kering, sedangkan penggunaan benih padi nonsertifikat didapat rata-rata hasil produksi sebesar 8 564 kg/ha/musim tanam. Penyimpanan benih bersertifikat yang tidak sesuai anjuran yang ditetapkan akan menurunkan kualitas benih sehingga tidak menutup kemungkinan benih bersertifikat mengalami gagal panen. Kualitas benih bersertifikat di Kecamatan Banyubiru yang kurang baik mengakibatkan kepercayaan petani terhadap penggunaan benih bersertifikat menurun. Selain itu, harga benih bersertifikat yang mahal juga membuat para petani memilih alternatif dengan menggunakan benih nonsertifikat yang didapat dari hasil panen sebelumnya.

Hasil penelitian antara penggunaan benih bersertifikat dan nonsertifikat di Kecamatan Banyubiru menunjukan bahwa hasil produksi yang menggunakan benih bersertifikat tidak lebih baik dari benih nonsertifikat. Maryono (2008) melakukan penelitian mengenai efisiensi teknis dan pendapatan usahatani padi program benih bersertifikat di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan fungsi produksi stochastic frontier diperoleh hasil bahwa pada musim tanam I faktor-faktor produksi urea dan tenaga kerja bernilai positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi. Koefisien jumlah benih bernilai negatif dan memiliki pengaruh nyata terhadap produksi. Musim tanam II diperoleh hasil bahwa urea, obat-obatan, dan tenaga kerja bernilai positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi. Sebaliknya jumlah benih-TSP secara nyata berpengaruh terhadap produksi.

Program benih bersertifikat akan menghasilkan produksi yang optimal apabila didukung dengan teknologi yang menyertainya. Penggunaan benih bersertifikat ini juga menyebabkan perubahan penggunaan input dan penghematan biaya usahatani sehingga berdampak positif terhadap penurunan biaya riil petani. Namun dalam pelaksanaannya, teknologi tersebut tidak diaplikasikan oleh petani sehingga produksi padi tidak optimal. Hal ini mengakibatkan pendapatan riil petani lebih rendah dibandingkan petani menggunakan benih nonsertifikat. Penurunan efisiensi teknis petani program benih bersertifikat rata-rata sebesar 6.935%.

Penggunaan Benih terhadap Pendapatan Usahatani

(19)

Penelitian yang dilakukan oleh Laila et al. (2012) menunjukkan penerimaan rata-rata yang diterima petani yang menggunakan benih bersertifikat sebesar Rp10 889 900.00/ha per satu kali musim tanam sedangkan petani yang mengusahakan tanaman padi yang menggunakan benih padi nonsertifikat memperoleh penerimaan

rata-rata sebesar Rp7 691 200.00/ha per satu kali musim tanam. Setelah jumlah

penerimaan rata-rata petani yang menggunakan benih bersertifikat dikurangi biaya total rata-rata sebesar Rp6 796 307.00 akan diperoleh keuntungan rata-rata sebesar Rp4 092 593.00/ha per satu kali musim tanam. Nilai pendapatan yang diterima oleh petani yang menggunakan benih nonsertifikat sebesar Rp1 174 252.00/ha per satu kali musim tanam.

Hasil penelitian Andini (2012) menunjukkan penerimaan usahatani padi yang menggunakan benih bersertifikat sebesar Rp17 587 500/ha/musim tanam sedangkan penerimaan usahatani padi yang menggunakan benih nonsertifikat sebesar Rp29 974 000.00/ha/musim tanam. Biaya total yang dikeluarkan petani benih sertifikat sebesar Rp7 006 047.00 dan biaya total yang dikeluarkan oleh petani padi yang menggunakan benih nonsertifikat sebesar Rp6 792 876.00. Perbandingan total penerimaan dengan total biaya untuk usahatani padi yang menggunakan benih padi sertifikat diperoleh rasio R/C sebesar 2.51. Hasil rasio R/C untuk usahatani yang menggunakan benih nonsertifikat sebesar 4.41. Rendahnya produktivitas benih padi berpengaruh terhadap hasil produksi. Selanjutnya hasil produksi berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima petani. Penelitian yang dilakukan oleh Podesta (2009) yang berjudul Pengaruh Penggunaan Benih Sertifikat terhadap Efisiensi dan Pendapatan Usahatani Padi Pandan Wangi menunjukkan usahatani padi Pandan Wangi benih bersertifikat lebih efisien secara teknis dibandingkan benih nonsertifikat (0.967 dan 0.713). Akan tetapi, usahatani padi Pandan Wangi benih sertifikat belum mampu mencapai efisiensi secara alokatif dan ekonomis. Salah satu penyebab inefisiensi alokatif adalah karena tidak ada perbedaan harga jual antara padi Pandan Wangi yang menggunakan benih sertifikat maupun padi Pandan Wangi yang menggunakan benih nonsertifikat yakni sekitar Rp2 800.00-Rp2 900.00. Sementara harga benih padi Pandan Wangi sertifikat lebih mahal jika dibandingkan harga benih padi Pandan Wangi nonsertifikat yakni sebesar Rp7 000.00-Rp8 000.00. Oleh karena itu, meskipun usahatani padi Pandan Wangi benih bersertifikat telah mampu mencapai efisiensi teknis yang tinggi, namun memiliki tingkat efisiensi alokatif dan ekonomis yang rendah.

Nilai R/C rasio atas biaya tunai usahatani padi Pandan Wangi benih bersertifikat musim tanam I sebesar 4.71 dan usahatani padi Pandan Wangi benih nonsertifikat sebesar 4.63. Hal ini menunjukkan setiap seribu rupiah biaya tunai yang dikeluarkan petani usahatani padi Pandan Wangi bersertifikat maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp4 710.00 dan Rp4 630.00 bagi petani yang menggunakan benih nonsertifikat. Begitu pula nilai R/C rasio biaya tunai usahatani padi Pandan Wangi benih bersertifikat musim tanam II sebesar 4.85 dan usahatani padi Pandan Wangi benih nonsertifikat sebesar 7.54. Nilai R/C rasio atas biaya total usahatani padi Pandan Wangi benih bersertifikat dan nonsertifikat musim tanam I masing-masing sebesar 2.58 dan 1.95.

(20)

dibandingkan pada saat musim tanam I. Pendapatan atas biaya tunai dan biaya total MT II lebih besar daripada pendapatan atas biaya tunai dan biaya total MT I. Bahkan nilai R/C rasio atas biaya tunai usahatani padi Pandan Wangi benih nonsertifikat musim tanam II lebih besar dibandingkan dengan R/C rasio yang lain yakni sebesar 7.54. Hal ini disebabkan komponen biaya tunai terbesar berasal dari biaya benih dan benih yang digunakan merupakan benih nonsertifikat sehingga harganya lebih murah dibandingkan dengan benih bersertifikat. Kondisi inilah yang mengakibatkan petani lebih memilih benih nonsertifikat dibandingkan dengan benih bersertifikat.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Usahatani

Menurut Rifai 1960 dalam Tjakrawiralaksa (1983), usahatani adalah setiap kombinasi yang tersusun (organisasi) dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Kata istilah usahatani ditulis dengan satu kata, untuk lebih menekankan makna kepada arti kesatuan organis unsur-unsur yang dikombinasikan. Kata ini dapat dipakai sebagai pengganti kata asing farm

(bahasa Inggris) atau landbouw-bedrijf (bahasa Belanda). Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani mengombinasikan dan mengoperasikan berbagai faktor produksi seperti lahan, tenaga, dan modal sebagai dasar bagaimana petani memilih jenis dan besarnya cabang usahatani berupa tanaman atau ternak sehingga memberikan hasil maksimal dan kontinyu (Daniel, diacu dalam Suratiyah 2006).

Menurut Hernanto (1996), terdapat empat unsur pokok usahatani, yaitu: 1. Tanah

Tanah merupakan faktor produksi yang relatif langka dibandingkan dengan faktor produksi lainnya karena distribusi penguasaannya di masyarakat tidak merata. Tanah mempunyai beberapa sifat, antara lain: luas relatif tetap atau dianggap tetap, tidak dapat dipindah-pindahkan, dan dapat diperjualbelikan. Tanah dianggap sebagai salah satu produksi usahatani, meskipun dapat juga berfungsi sebagai faktor atau unsur pokok modal usahatani.

2. Tenaga Kerja

Ada tiga jenis tenaga kerja yang dikenal dalam usahatani yaitu tenaga kerja manusia, ternak, dan mekanik. Tenaga kerja manusia dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja dapat diperoleh dari dalam keluarga dan dari luar keluarga. Tenaga kerja ternak digunakan untuk pengolahan tanah dan angkutan. Tenaga kerja mekanik digunakan untuk pengolahan tanah, pemupukan, pengobatan, penanaman, serta panen.

3. Modal

(21)

yaitu produk pertanian. Modal dalam usahatani adalah tanah, bangunan, alat-alat pertanian, tanaman, ternak, ikan di kolam, piutang di bank, serta uang tunai. Menurut sifatnya, modal dibedakan menjadi dua yakni modal tetap yang meliputi tanah bangunan dan modal tidak tetap yang meliputi alat-alat, bahan, uang tunai, piutang di bank, tanaman, ternak, dan ikan di kolam.

4. Pengelolaan (manajemen)

Manajemen usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sesuai dengan apa yang diharapkan.

Suratiyah (2006) mengklasifikasi usahatani menurut corak dan sifat, organisasi, pola, serta tipe usahataninya.

1. Corak dan sifat

Menurut corak dan sifat dibagi menjadi dua, yakni komersial dan subsistence. Usahatani komersial telah memperhatikan kualitas serta kuantitas produk sedangkan usahatani subsistence hanya memenuhi kebutuhan sendiri.

2. Organisasi

Menurut organisasinya, usahatani dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) Usaha individual ialah usahatani yang seluruh proses dikerjakan oleh petani sendiri beserta keluarganya mulai dari perencanaan, mengolah tanah, hingga pemasaran ditentukan sendiri. (2) Usaha kolektif ialah usahatani yang seluruh proses produksinya dikerjakan bersama oleh suatu kelompok kemudian hasilnya dibagi dalam bentuk natura maupun keuntungan. (3) Usaha kooperatif ialah usahatani yang tiap prosesnya dikerjakan secara individual, hanya pada beberapa kegiatan yang dianggap penting dikerjakan oleh kelompok, misalnya pembelian saprodi, pemberantasan hama, pemasaran hasil, dan pembuatan saluran.

3. Pola

Menurut polanya, usahatani dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) Usahatani khusus ialah usahatani yang hanya mengusahakan satu cabang usahatani saja, misalnya usahatani tanaman pangan. (2) Usaha tidak khusus ialah usahatani yang mengusahakan beberapa cabang usaha bersama-sama, tetapi dengan batas yang tegas. (3) Usahatani campuran ialah usahatani yang mengusahakan beberapa cabang secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa batas yang tegas, contohnya tumpang sari dan mina padi.

4. Tipe

Menurut tipenya, usahatani dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan komoditas yang diusahakan, misalnya usahatani ayam, usahatani kambing, dan usahatani jagung. Tiap jenis ternak dan tanaman dapat merupakan tipe usahatani.

Fungsi Produksi

(22)

dengan menggunakan sejumlah variabel input yang berbeda (Hernanto, 1996). Fungsi produksi mempunyai notasi sebagi berikut:

dimana:

Y = Output (produksi)

F = Bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor-faktor produksi dengan hasil produksi

X1, X2, X3,…,Xn = Input-input yang digunakan pada proses produksi

Gambar 1 Kurva fungsi produksi (Doll dan Orazem 1978)

Gambar 1 menunjukkan hubungan input dan produksi mengikuti kaidah kenaikan hasil yang berkurang (law of diminishing returns), yaitu setiap tambahan unit input akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil dibandingkan dengan unit tambahan input tersebut. Kemudian suatu ketika sejumlah unit tambahan input akan menghasilkan produksi yang terus berkurang (Soekartawi et al. 1986).

Y (output)

X (input)

MPP APP

X (input) Y (output)

(23)

Dampak Teknologi terhadap Fungsi Produksi

Penggunaan benih bersertifikat merupakan salah satu bentuk teknologi dalam bidang pertanian. Benih bersertifikat merupakan teknologi yang mempengaruhi kualitas input produksi yang digunakan dalam kegiatan usahatani. Dampak perbaikan teknologi dapat meningkatkan produktivitas, sekalipun dalam fungsi produksi terdapat kaidah law of diminishing returns. Namun penerapan teknologi maju diharapkan mampu menghambat penurunan produktivitas (Soeharno 2006).

Dampak teknologi terhadap fungsi produksi adalah sebagai berikut:

1. Penggunaan input dengan jumlah yang sama dapat menghasilkan output lebih besar. Sebelum menggunakan teknologi, jumlah benih yang digunakan sebesar X1 dan menghasilkan produksi sebesar Y1. Setelah menggunakan teknologi, yaitu benih bersertifikat, benih dengan jumlah yang sama (X1) dapat menghasilkan panen yang lebih tinggi (Y2). Pengaruh teknologi menggeser kurva produksi ke atas (TP1 → TP2).

2. Penggunaan input dengan jumlah lebih sedikit dapat menghasilkan jumlah output yang sama. Untuk menghasilkan produksi sebesar Y1 diperlukan benih sebesar X1. Setelah menggunakan teknologi, untuk mempertahankan jumlah produksi sebesar Y1 dapat menggunakan benih sebesar X2. Sehingga terjadi penghematan penggunaan input produksi.

3. Penambahan input yang digunakan akan memberikan penambahan jumlah output yang lebih tinggi (∆Y < ∆X). Selengkapnya disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Pergeseran kurva produksi sebagai dampak teknologi pada input produksi

TP1

TP2

X (input) X2 X1

∆X Y (output)

Y1

Y2

(24)

Struktur Biaya Usahatani

Biaya usahatani adalah biaya yang digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani kalau modal dan nilai kerja keluarga diperhitungkan. Biaya total usahatani adalah nilai semua input yang habis terpakai atau dikeluarkan didalam produksi (Soekartawi 1995). Menurut Hernanto (1996) ada empat kategori biaya, yaitu:

1. Biaya tetap (fixed costs) adalah biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi, misalnya: pajak tanah, sewa tanah, penyusutan bangunan pertanian, dan bunga pinjaman.

2. Biaya variabel (variabel costs) adalah biaya yang besar kecilnya sangat bergantung pada skala produksi, misalnya: pengeluaran untuk benih, pupuk, obat-obatan, dan biaya tenaga kerja. Secara matematis dinotasikan sebagai berikut:

TC = TFC + TVC

yaitu: TC = total biaya TFC = total fixed cost

TVC = total variabel cost

3. Biaya tunai adalah biaya tetap dan biaya variabel yang dibayar tunai. Biaya tetap misalnya: pajak tanah dan bunga pinjaman, sedangkan biaya variabel misalnya pengeluaran untuk benih, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja luar keluarga. Biaya tunai ini berguna untuk melihat pengalokasian modal yang dimiliki petani.

4. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) adalah biaya penyusutan alat-alat pertanian, sewa lahan milik sendiri (biaya tetap), dan tenaga kerja dalam keluarga (biaya variabel). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

TC = Bt + Bd

yaitu: TC = total biaya Bt = biaya tunai

Bd = biaya diperhitungkan

Struktur Penerimaan Usahatani

Penerimaan tunai usahatani dapat didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani (Soekartawi et al. 1986). Besarnya proporsi penerimaan tunai dari total penerimaan termasuk natura dapat digunakan untuk perbandingan keberhasilan petani satu terhadap petani lainnya (Hernanto 1996). Menurut Soekartawi (1995), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat ditulis sebagai berikut:

(25)

yaitu: TR = total penerimaan

Y = produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py = harga Y

Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dengan semua biaya (Soekartawi 1995). Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui keberhasilan usahatani dilihat dari pendapatan yang diterima petani. Pendapatan secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

yaitu: = pendapatan usahatani TR = total penerimaan TC = total biaya

Soekartawi et al. (1986) menjelaskan bahwa terdapat beberapa istilah yang dipergunakan dalam menganalisis pendapatan usahatani, yaitu:

1. Penerimaan tunai usahatani merupakan nilai yang diterima dari penjualan produk usahatani.

2. Pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani.

3. Pendapatan tunai usahatani adalah produk usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.

4. Pengeluaran total usahatani merupakan nilai semua yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam kegiatan produksi termasuk biaya yang diperhitungkan. 5. Pendapatan total usahatani adalah selisih antara penerimaan kotor usahatani

dengan pengeluaran total usahatani.

Menurut Tjakrawiralaksa (1983), pendapatan adalah jumlah yang tersisa setelah biaya, yaitu semua nilai input untuk produksi, baik yang benar-benar dibayar maupun yang hanya diperhitungkan, setelah dikurangkan dari penerimaan. Pendapatan pengelola terdiri dari 2 unsur, yaitu: (1) imbalan jasa manajemen, upah petani sebagai pengelola, (2) laba (net profit) merupakan imbalan bagi risiko usaha. Inilah yang sebenarnya merupakan keuntungan atau laba, dalam artian ekonomi perusahaan.

Kerangka Pemikiran Operasional

(26)

Program benih bersertifikat merupakan salah satu upaya pengawasan mutu benih sehingga dapat meningkatkan produksi dan berdampak positif terhadap pendapatan petani. Keuntungan penggunaan benih bersertifikat antara lain: (1) menghemat penggunaan benih per satuan luas, (2) respons terhadap pemupukan dan pengaruh perlakuan agronomis lainnya, (3) produksi per ha tinggi karena potensi hasil yang tinggi, (4) kualitas/mutu produksi akan terjamin baik apabila diikuti pelaksanaan pasca panen yang baik pula, (5) daya ketahanan terhadap hama penyakit, umur, dan sifat-sifat lainnya jelas, (6) waktu panen lebih mudah ditentukan karena masaknya serentak. Akan tetapi, inovasi ini tidak membuat petani di Kecamatan Warungkondang sebagai daerah sentra produksi padi di Kabupaten Cianjur, seluruhnya menggunakan benih bersertifikat. Masih banyak petani yang lebih memilih untuk menggunakan benih nonsertifikat dalam kegiatan usahataninya. Oleh karena itu, penelitian ini mengidentifikasi alasan petani memilih benih padi VUB bersertifikat dan bagaimana keragaan usahatani padi VUB bersertifikat.

(27)

Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional pengaruh penggunaan benih bersertifikat terhadap produksi dan pendapatan usahatani padi di Kabupaten Cianjur

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Bunisari, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive atau sengaja dengan pertimbangan Kecamatan Warungkondang merupakan daerah sentra produksi padi di Kabupaten Cianjur, dan Desa Bunisari merupakan salah satu desa sentra produksi padi VUB. Adapun waktu yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah bulan Maret-April 2013.

Masih adanya penggunaan benih padi nonsertifikat di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur

Keragaan Usahatani Padi VUB

Input : 1. Lahan 2. Benih 3. Pupuk 4. Obat-obatan 5. Tenaga Kerja

Output

Harga Jumlah Harga Jumlah

Penerimaan Biaya

Pendapatan

(28)

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung dengan responden menggunakan kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya. Data sekunder diperoleh dari data monografi Kecamatan Warungkondang, data monografi Desa Bunisari, Dinas Pertanian Cianjur, Badan Pusat Statistik, instansi pemerintahan terkait, dan literatur pendukung yang relevan dengan topik penelitian dari berbagai sumber buku, jurnal, dan internet.

Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel

Metode pengumpulan data dilakukan melalui survei, hasil pengamatan dan wawancara langsung kepada petani-petani yang menggunakan benih padi bersertifikat dan nonsertifikat. Wawancara yang dilakukan menggunakan teknik wawancara individual, diskusi kelompok dan penyebaran kuesioner.

Responden dalam penelitian ini adalah petani yang menanam padi VUB di Desa Bunisari, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Pemilihan sampel dilakukan menggunakan teknik simple random sampling. Setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk terilih menjadi sampel. Populasi petani di Desa Bunisari terdapat 209 orang. Petani yang menanam padi VUB dalam kegiatam usahataninya terdapat 129 orang, baik yang menggunakan benih bersertifikat maupun nonsertifikat. Selanjutnya dari total populasi sejumlah 129 orang dipilih 45 orang sampel secara acak. Sampel tersebut setelah diidentifikasi terdiri atas 21 orang petani yang menggunakan benih bersertifikat, 21 orang petani yang menggunakan benih nonsertifikat, dan 3 orang petani yang datanya tidak valid sehingga tidak digunakan dalam pembahasan selanjutnya. Jadi total sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 42 responden.

Metode Analisis Data

(29)

Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis pendapatan digunakan untuk menganalisis besar keuntungan yang diterima oleh petani padi VUB di Desa Bunisari. Selanjutnya pendapatan yang diterima oleh petani yang menggunakan benih bersertifikat dibandingkan dengan pendapatan yang diterima oleh petani yang menggunakan benih nonsertifikat. Secara umum pendapatan usahatani dihitung dengan mengurangi nilai total penerimaan dengan nilai total biaya. Analisis pendapatan usahatani meliputi dua hal, yaitu pendapatan biaya tunai dan pendapatan biaya total. Pendapatan usahatani secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

dimana : tunai = pendapatan tunai atau keuntungan tunai usahatani total = pendapatan total atas keuntungan total usahatani TR = penerimaan total usahatani

Bt = biaya tunai

TC = total cost (biaya tunai dan biaya diperhitungkan)

Penerimaan dalam usahatani dibagi dua, yaitu penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai usahatani didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Penerimaan diperhitungkan adalah hasil produksi yang memiliki nilai jual namun tidak atau belum dilakukan penjualan yang menghasilkan uang tunai. Penerimaan total usahatani merupakan penjumlahan antara penerimaan tunai dengan penerimaan diperhitungkan.

Komponen biaya dalam usahatani dibagi dua, yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai meliputi jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Biaya diperhitungkan meliputi pengeluaran tidak tunai yang dikeluarkan petani. Biaya total usahatani didefinisikan sebagai semua nilai masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, gabungan antara biaya tunai dengan biaya diperhitungkan.

Evaluasi besar penerimaan usahatani yang diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dilakukan analisis R/C rasio. Kegiatan usahatani dikatakan layak apabila nilai R/C rasio lebih besar daripada 1. Semakin tinggi nilai R/C maka semakin menguntungkan usahatani tersebut. Apabila nilai R/C rasio lebih besar dari 1, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya. Apabila nilai rasio R/C lebih kecil dari 1, maka setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya. Apabila nilai R/C rasio sama dengan 1, maka setiap tambahan biaya yang dikeluarkan sama dengan tambahan penerimaan yang diperoleh sehingga memperoleh keuntungan normal. Perhitungan R/C rasio dapat dirumuskan sebagai berikut:

(30)

Keberhasilan usahatani dapat juga dilihat dengan cara menghitung Return to Family Labor (imbalan terhadap tenaga kerja keluarga) dan Return to Capital

(imbalan terhadap total modal). Return to Family Labor dihitung dari penerimaan bersih usahatani dengan mengurangkan bunga modal petani yang diperhitungkan dibagi jumlah HOK. Return to Capital yaitu penerimaan bersih dikurangi nilai kerja keluarga dan dibagi modal dikali 100%. Secara matematis dapat dinotasikan sebagai berikut:

x 100%

dimana : i = bunga modal petani L = jumlah HOK TKDK = nilai kerja keluarga C = total modal petani

Hasil perhitungan Return to Family Labor dinyatakan dalam rupiah per HOK dan dibandingkan dengan upah tenaga kerja yang berlaku. Usahatani tersebut berhasil apabila nilai imbalan terhadap tenaga kerja keluarga lebih besar daripada nilai upah yang berlaku di lokasi tersebut. Hasil perhitungan Return to Capital dinyatakan dalam persen. Usahatani tersebut berhasil apabila imbalan terhadap total modal lebih besar daripada suku bunga pinjaman di bank.

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Keadaan Geografis

Kabupaten Cianjur terletak di antara 6˚21’ - 7˚25’ Lintang Selatan dan 106˚42’ - 107˚25’ Bujur Timur dengan ketinggian 2.300 mdpl dan titik terendah berada pada 7 mdpl. Jarak pemerintahan Kabupaten Cianjur ± 65 km dari Kota Bandung dan ± 120 km dari ibukota Jakarta. Secara administratif, batas wilayah Kabupaten Cianjur adalah sebagai berikut:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia 3. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi

(31)

kecamatan, 6 kelurahan, dan 324 desa. Luas lahan sawah mencapai 65.993 ha atau sekitar 18.85% dari total penggunaan lahan. Oleh karena itu Kabupaten Cianjur menjadi salah satu sentra produksi beras di Jawa Barat. Lokasi sentra produksi padi di Kabupaten Cianjur adalah Kecamatan Warungkondang, Gekbrong, Cilaku dan Mande.

Kecamatan Warungkondang memiliki wilayah seluas 4 893.96 ha, terletak di arah barat daya ibu kota Kabupaten Cianjur, dengan ketinggian berkisar antara 450 s.d. 1 000 meter di atas permukaan laut, dan kemiringan antara 1˚-15˚, dengan batas-batas wilayah:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Cugenang 2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Gekbrong 3. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi 4. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Cilaku.

Jarak pemerintahan Kecamatan Warungkondang dengan pusat pemerintahan Kabupaten Cianjur adalah 9 km, dengan pusat pemerintahan Provinsi Jawa Barat sejauh + 90 km, dan dengan ibukota negara sejauh + 120 km.

Menurut data potensi Kecamatan Warungkondang (2012), dari luas lahan yang ada tersebut, pemanfaatan lahan untuk sawah seluas 1 664 ha, lahan pemukiman 788 ha, perkebunan 555 ha, hutan lindung 1 120 ha, ladang 270 ha, kolam 121 ha, dan lain-lain seluas 376 ha. Warungkondang merupakan sentra produksi beras sehingga lahan sawah menempati posisi paling luas dalam pemanfaatan wilayah. Dukungan potensi pertanian dan keadaan topografi sangat menunjang untuk pengembangan komoditas padi. Setiap tahunnya, produksi beras dari Kecamatan Warungkondang rata-rata mencapai 25 800 ton, yaitu padi Varietas Unggul Baru 15 525 ton, padi Pandan Wangi 7 100 ton, dan padi lokal varietas lainnya sebesar 3 175 ton.

Desa Bunisari secara administratif terletak di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Luas wilayah Desa Bunisari adalah 268.95 ha, yang terdiri dari 230 ha lahan sawah dan 37 ha pemukiman, dan 1.95 ha lain-lain. Desa ini memiliki potensi petanian, khususnya padi sebesar 447.2 ha dengan hasil rata-rata hasil 6.2 ton/ha. Desa Bunisari memiliki 9 kelompok tani dewasa, 1 kelompok tani, 1 kelompok P3A Mitra Cai dan 1 gapoktan yang terdiri atas 345 anggota kelompok. Batas wilayah Desa Bunisari adalah sebagai berikut: 1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Ciwalen dan Desa Bunikasih

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Jambudipa dan Desa Mekarwangi 3. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Tegalega dan Desa Bunikasih

4. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Cieundeur dan Jalan Provinsi Sukabumi-Cianjur.

Keadaan Sosial Ekonomi

(32)

sebanyak 20.25%. Jumlah penduduk Desa Bunisari berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Jumlah penduduk menurut usia di Desa Bunisaria

Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

0-14 681 10.09

15-19 1 033 15.31

20-26 771 11.43

27-40 1 366 20.25

41-56 1 254 18.59

≥ 57 1 642 24.33

Jumlah 6 747 100.00

a

Sumber : Data Isian Potensi Desa Bunisari Keadaan Bulan Januari (2013) (data diolah)

Tingkat pendidikan di Desa Bunisari masih tergolong rendah. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat pendidikan sebagian besar penduduk Desa Bunisari adalah tamatan SD atau sederajat, yaitu sebanyak 2 189 orang atau 32.44%. Persentase terbesar kedua sebanyak 29.50% penduduk yang tidak menamatkan pendidikan sekolah dasarnya, yaitu sebanyak 1 990 orang. Tingkat pendidikan tertinggi yang ditempuh penduduk Desa Bunisari adalah sarjana, namun hanya sebagian kecil saja penduduk yang mengenyam pendidikan hingga ke tingkat ini yaitu sebanyak 52 orang atau 0.77%. Jumlah penduduk Desa Bunisari berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah penduduk menurut pendidikan di Desa Bunisaria Tingkat pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

Belum sekolah 571 8.46

Tidak sekolah 34 0.50

Tidak samat SD 1 990 29.50

Tamat SD/sederajat 2 189 32.44

Tidak samat SMP 159 2.36

Tamat SMP/sederajat 1 055 15.64

Tidak samat SMA 139 2.06

SMA/sederajat 476 7.05

Akademi/ Diploma 82 1.22

Sarjana 52 0.77

Jumlah 6 747 100.00

a

Sumber : Data Isian Potensi Desa Bunisari Keadaan Bulan Januari (2013) (data diolah)

(33)

Sebagian besar penduduk Desa Bunisari bermata pencaharian di sektor pertanian. namun ada pula penduduk yang bermata pencaharian di luar sektor pertanian. Mata pencaharian lainnya adalah pedagang keliling, buruh migran, karyawan swasta, pembantu rumah tangga, PNS, guru honorer, pengrajin, peternak, montir, POLRI, pengusaha UKM, dan TNI. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Desa Bunisari dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Desa Bunisaria Mata pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%)

Petani 209 12.65

Buruh tani 949 57.45

Buruh migran 106 6.42

PNS 36 2.18

Pengrajin 6 0.36

Pedagang keliling 129 7.81

Peternak 5 0.30

Montir 4 0.24

Pembantu rumah tangga 75 4.54

TNI 1 0.06

POLRI 3 0.18

Pengusaha UKM 3 0.18

Keryawan swasta 93 5.63

Guru honorer 33 2.00

Jumlah 1 652 100.00

a

Sumber : Data Isian Potensi Desa Bunisari Keadaan Bulan Januari (2013) (data diolah)

Karakteristik Responden

Petani yang menjadi responden dalam penelitian ini merupakan petani yang menanam padi VUB, baik yang menggunakan benih bersertifikat maupun yang menggunakan benih nonsertifikat. Karakteristik responden diklasifikasikan menurut usia, tingkat pendidikan, status usahatani, pengalaman usahatani, luas lahan, dan status kepemilikan lahan. Keragaman karakteristik tersebut akan mempengaruhi keputusan petani responden dalam melakukan kegiatan usahataninya, termasuk pemilihan benih.

Usia

(34)

semakin tua cenderung sulit untuk menerima perubahan cara bertani. Umumnya cara bertani mereka merupakan kegiatan yang diperoleh secara turun temurun.

Petani yang menjadi responden berusia antara 32-80 tahun. Responden dikelompokkan menjadi responden usia 32-40 tahun, 41-48 tahun, 49-56 tahun, 57-64, 65-72, dan 73-80 tahun. Petani yang menggunakan benih bersertifikat didominasi usia 32-40 tahun, yaitu sebanyak 8 orang atau 38.10%, yang masih berusia produktif. Petani yang menggunakan benih nonsertifikat didominasi oleh usia tua, yaitu 57-64 tahun sebanyak 10 orang atau 47.62%. Sebaran responden menurut usia selengkapnya disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran responden menurut usia petani padi VUB musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari

Responden umumnya sudah mengetahui bahwa penggunaan benih bersertifikat dapat meningkatkan hasil produksi. Akan tetapi petani yang menggunakan benih nonsertifikat merasa benih bersertifikat yang telah dibeli sebelumnya kemudian dijadikan benih lagi untuk musim tanam berikutnya adalah benih yang memiliki kualitas yang sama. Penggunaan benih berulang-ulang untuk beberapa kali musim tanam adalah kebiasaan dan salah satu bentuk penghematan responden mengingat harga benih padi VUB bersertifikat lebih mahal dibandingkan dengan benih nonsertifikat.

Benih bersertifikat merupakan teknologi dalam input produksi yang digunakan dalam kegiatan usahatani. Usahatani padi yang menggunakan benih bersertifikat sebagai input produksinya diharapkan memberikan hasil produksi yang lebih tinggi. Penggunaan benih bersertifikat diperlukan pemahaman mengenai teknologi penyimpanan, penggunaan bibit per lubang, pemupukan, pemeliharaan terhadap hama penyakit, dan perlakuan panen yang tepat agar hasilnya optimal. Penggunaan benih bersertifikat disosialisasikan dengan adanya pelatihan/penyuluhan/pembinaan baik dari dari kelompok tani, penyuluh pertanian (PPL) setempat ataupun program pemerintah lainnya.

(35)

Tenaga yang sudah menurun menjadi salah satu faktor berkurangnya ketertarikan menggunakan benih bersertifikat karena meskipun telah menggunakan benih bersertifikat namun aktivitas usahatani lain tidak dilakukan dengan baik maka tidak akan menghasilkan produksi yang optimal. Petani benih nonsertifikat tidak mau mengambil resiko mengeluarkan uang untuk benih yang lebih mahal karena hasil produksinya tidak pasti. Petani yang menggunakan benih non sertifikat cenderung sulit berubah dari kebiasaan yang sering mereka lakukan. Petani yang menggunakan benih bersertifikat didominasi usia produktif. Petani muda memiliki tenaga yang lebih tinggi dalam melakukan kegiatan usahatani sehingga kegiatan usahatani yang dilakukannya akan mendapat perhatian lebih intensif. Selain itu karakteristik petani tersebut cenderung suka mencoba hal baru dan berani mengambil risiko. Teknologi benih bersertifikat diterima lebih mudah dan diterapkan sesuai dengan penyuluhan yang telah mereka terima. Selain penggunaan benihnya dilakukan pula aktivitas lain yang mendukung sehingga hasilnya cukup signifikan antara benih bersertifikat dan nonsertifikat.

Petani yang menggunakan benih bersertifikat mendapatkan hasil produksi lebih tinggi kemudian petani lain ikut termotivasi untuk mengganti benihnya dengan benih bersertifikat. Petani tersebut optimis dengan benih yang lebih baik akan menghasilkan produksi yang lebih baik. Berbeda dengan petani nonsertifikat yang berada pada usia tua, petani tersebut sudah berada pada zona nyaman. Petani yang menggunakan benih nonsertifikat merasa tidak perlu mengubah kegiatan usahatani yang telah mereka lakukan puluhan tahun karena usahatani yang dilakukan sekarang saja sudah menguntungkan.

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan berkaitan dengan keputusan petani untuk menerima transfer ilmu dan adaptasi terhadap teknologi baru. Semakin tinggi tingkat pendidikan akan relatif lebih mudah menerima dan menerapkan teknologi baru, dalam hal ini teknologi baru adalah penggunaan benih bersertifikat sebagai input produksi. Kondisi pendidikan yang masih rendah mengakibatkan masih banyak petani yang melakukan kegiatan usahatani secara tradisional atau turun temurun.

Sebagian besar responden mengenyam pendidikan di tingkat sekolah dasar (SD), yaitu sebanyak 15 orang atau 71.43% untuk petani yang menggunakan benih bersertifikat dan 47.62% untuk petani yang menggunakan benih nonsertifikat. Pendidikan SMP ditempuh oleh 2 orang petani yang menggunakan benih bersertifikat dan 7 orang untuk petani yang menggunakan benih nonsertifikat. Responden yang mengenyam pendidikan hingga SMA/sederajat sebanyak 4 orang atau 19.05% untuk petani yang menggunakan benih bersertifikat dan 2 orang 9.52% untuk petani yang menggunakan benih nonsertifikat. Rendahnya tingkat pendidikan di Desa Bunisari disebabkan keterbatasan biaya dan rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Tabel 7 menunjukkan tingkat pendidikan petani padi VUB di Desa Bunisari.

(36)

penyuluh pertanian (PPL) setempat. Hasil produksi menunjukkan bahwa benih bersertifikat memberikan produksi yang lebih tinggi. Akan tetapi setelah benihnya tidak diberikan secara gratis, tidak seluruh petani di Desa Bunisari menerapkan kembali teknologi benih bersertifikat dalam menjalankan kegiatan usahataninya.

Tabel 7 Sebaran responden menurut tingkat pendidikan petani padi VUB musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari

Tingkat

Petani yang menggunakan benih nonsertifikat menggunakan benih bantuan pemerintah untuk musim tanam berikutnya. Petani tersebut merasa benih yang digunakannya merupakan benih bersertifikat. Benih yang digunakan berulang-ulang dapat menurunkan kualitas dan kemurnian benih sehingga hasil produksinya tidak akan optimal. Pemahaman ini terjadi disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan di Desa Bunisari.

Petani yang tetap menggunakan benih bersertifikat merupakan petani yang mengikuti anjuran yang telah diberikan saat pelatihan dan penyuluhan. Petani tersebut lebih intensif dalam menggunakan input produksi yang digunakan dalam menjalankan kegiatan usahataninya. Hal ini dilakukan agar hasil yang diperolehnya maksimal.

Terdapat pemahaman yang berbeda antara petani yang menggunakan benih bersertifikat sekali pakai dan petani yang yang menggunakan benih bersertifikat berulang-ulang. Hal ini selain dipengaruhi oleh tingkat pendidikan juga diperngaruhi oleh usia petani. Petani yang menggunakan benih bersertifikat sekali pakai adalah petani yang berada pada usia lebih muda sehingga petani tersebut cenderung lebih mudah menerapkan teknologi baru. Petani yang menggunakan benih bersertifikat berulang-ulang adalah petani yang berada pada usia tua sehingga petani tersebut cenderung lebih sulit menerapkan teknologi baru. Petani tersebut meskipun telah mendapat pelatihan akan kembali pada cara usahatani yang biasa mereka lakukan secara turun temurun dan sesuai pengalaman mereka selama puluhan tahun.

Status Usahatani

(37)

tidak memiliki pekerjaan lain selain bertani, sedangkan petani yang menjadikan usahatani padi sebagai mata pencaharian sampingan adalah petani yang memiliki pekerjaan lain. Adapun pekerjaan utama petani yang menjadikan kegiatan bertani sebagai mata pencaharian sampingan adalah berdagang, berternak dan pensiunan PNS.

Kegiatan usahatani padi merupakan hal yang umum dilakukan penduduk di Desa Bunisari. Bertani merupakan kegiatan yang diperoleh secara turun temurun sehingga kegiatan ini tidak lagi aktivitas yang asing bagi penduduk di Desa Bunisari. Akan tetapi, petani yang menjadikan kegiatan usahatani padi sebagai mata pencaharian utama akan melakukan upaya lebih maksimal dibandingkan dengan petani yang melakukan kegiatan bertani sebagai mata pencaharian sampingan. Petani yang menjadikan kegiatan usahatani sebagai mata pencaharian utama sebanyak 18 orang atau 86%, sedangkan 3 orang lainnya menjadikan usahatani padi sebagai mata pencaharian sampingan, baik petani padi VUB yang menggunakan benih bersertifikat maupun nonsertifikat. Tabel 8 menunjukkan status usahatani petani padi VUB di Desa Bunisari.

Tabel 8 Sebaran responden menurut status usahatani petani padi VUB musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari

Status

Tabel 8 menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara petani yang menggunakan benih bersertifikat dan nonsertifikat dalam status usahatani yang mereka lakukan. Hal ini dibuktikan dengan persentase yang sama untuk kedua kategori status usahatani pada masing-masing petani. Akan tetapi petani yang menjadikan bertani sebagai mata pencaharian utama akan lebih bersungguh-sungguh dibandingkan dengan petani yang melakukan kegiatan bertani sebagai mata pencaharian sampingan.

Petani yang melakukan kegiatan usahatani sebagai mata pencaharian utama tidak memiliki pekerjaan lain selain bertani. Petani tersebut tidak memiliki sumber keuangan lain selain penerimaan dari hasil bertani sehingga petani tersebut akan bersungguh-sungguh dalam melakukan kegiatan usahatani. Petani tersebut akan lebih intensif merawat lahannya karena seluruh waktunya tercurahkan untuk kegiatan usahatani. Petani ini menggantungkan hidupnya pada hasil produksi yang didapatnya setelah panen.

(38)

keuangan utama. Petani tersebut memiliki pekerjaan lain yang lebih utama sehingga waktunya tidak dicurahkan sepenuhnya untuk bertani.

Pengalaman Usahatani

Pengalaman usahatani berpengaruh terhadap keterampilan dalam melakukan kegiatan usahatani. Semakin tinggi tingkat keterampilan dalam bertani, maka akan semakin baik pula kegiatan usahatani yang dijalankan petani tersebut. Petani yang telah berpengalaman akan lebih efisien dalam penggunaan faktor produksi sesuai dengan keadaan lahan tempat melakukan kegiatan usahataninya, lebih tanggap terhadap serangan hama dan penyakit yang menyerang, dan lebih paham tentang solusi yang harus dilakukan apabila terjadi masalah pada kegiatan budidaya padi sehingga risiko produksi dapat diminimalisir.

Pengalaman bertani responden di lokasi penelitian bervariasi antara 5-60 tahun. Persentase tertinggi pengalaman usahatani petani yang menggunakan benih bersertifikat yaitu ≤ 13 tahun, yaitu sebanyak 11 orang atau 52.38%. Pengalaman bertani untuk petani yang menggunakan benih nonsertifikat didominasi 32-40 tahun, yaitu sebanyak 9 orang atau 42.86%. Tabel 9 menunjukkan pengalaman usahatani petani padi VUB di Desa Bunisari.

Tabel 9 Sebaran responden menurut pengalaman usahatani petani padi VUB musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari

Pengalaman

Tabel 9 menunjukkan petani yang menggunakan benih nonsertifikat memiliki pengalaman usahatani yang lebih lama dibandingkan dengan petani yang menggunakan benih nonsertifikat. Hal ini terkait dengan semakin lama pengalaman usahatani seseorang semakin sulit untuk mengenalkan teknologi baru yang berbeda dengan kebiasaannya. Sebagian besar petani yang menggunakan benih nonsertifikat pengalaman usahataninya sudah diatas 30 tahun. Petani tersebut umumnya sudah memiliki cara tersendiri dalam melakukan kegiatan usahataninya. Hal tersebut cenderung sulit diubah atau dipengaruhi walaupun terdapat teknologi baru yang lebih unggul.

(39)

pada usia tua. Semakin tua usia petani maka akan semakin sulit menerima dan beradaptasi terhadap perubahan perkembangan teknologi baru dan lebih sulit berubah dari kebiasaan yang telah dilakukan secara turun temurun.

Petani yang menggunakan benih bersertifikat pengalaman usahataninya dibawah 13 tahun sehingga ketika terdapat teknologi baru petani tersebut mau untuk mencobanya. Apabila penggunaan teknologi baru tersebut hasilnya baik maka cara bertani petani dapat berubah. Hal ini didukung dengan usia yang produktif, tenaga yang dapat merawat lahannya lebih intensif, dan motivasi untuk mendapatkan hasil produksinya yang lebih tinggi.

Luas Lahan

Luas lahan adalah luas lahan sawah yang diusahakan petani responden untuk usahatani padi VUB, baik lahan milik sendiri, bagi hasil, maupun sewa. Lahan yang digunakan oleh petani responden beragam, yaitu dari luas 0.06 hektar hingga 2 hektar. Rata-rata luas lahan petani responden adalah 0.6448 hektar. Petani responden dikelompokkan menjadi dua, yaitu petani lahan luas dan petani lahan sempit. Petani lahan luas adalah petani yang mengusahakan kegiatan usahatani padi VUBnya pada luas lahan diatas rata-rata. Petani lahan sempit adalah petani yang mengusahakan kegiatan usahatani padi VUBnya pada luas lahan dibawah rata-rata. Sebaran responden menurut luas lahan yang diusahakan disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran responden menurut luas lahan petani padi VUB musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari

Luas lahan menggunakan benih bersertifikat mengusahakan kegiatan usahataninya pada lahan sempit, namun selisihnya tidak terlalu jauh berbeda dengan petani yang mengusahakan kegiatan usahataninya pada lahan luas (47.62%). Berbeda dengan petani yang menggunakan benih nonsertifikat, sebagian besar petani mengusahakan kegiatan usahataninya pada lahan sempit, yaitu sebanyak 15 orang atau 71.43%. Petani yang menggunakan benih nonsertifikat pada lahan luas hanya terdapat 6 orang.

Gambar

Tabel 2  Produksi, konsumsi, dan impor beras di Indonesia tahun 1971-2010a
Gambar 1  Kurva fungsi produksi (Doll dan Orazem 1978)
Gambar 2  Pergeseran kurva produksi sebagai dampak teknologi pada input
Gambar 3  Kerangka pemikiran operasional pengaruh penggunaan benih
+7

Referensi

Dokumen terkait

Reliabilitas merupakann sesuatu yang dibutuhkan tetapi bukan persyaratan mutlak untuk validitas suatu instrument (Rasyid dan Mansur,2007).. Masalah dalam penelitian ini

Masail al-Ushul yaitu masail zhahir al-Riwayah, adalah masalah-masalah hukum Islam yang terdapat pada zahir riwayah yaitu suatu permasalahan yang diriwayatkan oleh Abu

Berdasarkan hasil pengujian dengan metode black box testing maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembangunan aplikasi The Lost Insect tidak terdapat kesalahan proses dan

Scene ini menampilkan pesan non verbal bentuk birrul walidain mengikuti dan mentaati saran orang tua yang di tampilkan Shila dengan mengikuti saran kedua orang

Pemilihan prinsip tersebut untuk dijadikan metode adalah karena prinsip koneksi visual dengan alam memiliki hasil penelitian yang paling kuat untuk merespon stress,

Aceh

Manakala persepsi murid-murid Cina menunjukkan mereka juga mempunyai masalah dalam pembelajaran bahasa Melayu iaitu sikap dan minat mereka sendiri terhadap