• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Karakteristik Permukiman Kumuh (Studi Kasus Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Karakteristik Permukiman Kumuh (Studi Kasus Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur)"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PERMUKIMAN KUMUH

(Studi Kasus Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur)

Oleh :

Gusmaini

A14051081

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PERMUKIMAN KUMUH

(Studi Kasus Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur)

Oleh :

GUSMAINI

A14051081

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

SUMMARY

GUSMAINI, Slum Area Characterization (Case of Jatinegara, East Jakarta).

Supervised by DYAH RETNO PANUJU, BAMBANG H. TRISASONGKO, and ASDAR ISWATI

Housing expansion in urban areas has a direct link to increasing population. In many regions, boosting inhabitants are determined by rising birth rate and urbanization. Since the land is generally limited, soaring inhabitants coupled with ineffective planning result to increasing the number of slum areas. In Jakarta, slum area is manifested as small, low maintenance cost housing. Frequently, the housing is subject to be sold or lent to the squatters.

Jakarta’s slum areas were studied previously. Nonetheless, very limited reports, if any, construct a better understanding on their spatial distribution and inhabitant’s activities (movement). This research fills the gaps through offering a method of slum mapping. The other goals include slum area characterization and factors affecting slum development and to assess mobility of the squatters.

Using the high-resolution QuickBird data, it shown that primary identifier for slum area was its pattern. Jakarta’s slum can be recognized straightforwardly through its disorder pattern with less (or even no) passages between houses. Asbestos or zincalume roofs were another identification key suitable to detect the area from space. These types of roof were generally observed in the study area, in addition to clay (genteng). Both roofs are shown in white using natural colour scheme. In order to assess factors determining slum areas, the Hayashi Quantification II was employed. The analysis used to identifies factors affecting dwellers mobility of people in the slums was the Hayashi Quantification I.

It is shown that slum area was mainly developed along rivers and local road. Field surveys were conducted to determine housing characteristics such as floor and roof types, and ventilation. Brick houses were commonly observed, however about 28% of the houses were built semi-permanently (half-bricks with particle board or triplek). Some of the houses were found detrimental, i.e. without sufficient ventilation. The survey discovered that average alley was about 1 meter. Most of the dwellers took low-level jobs such as daily-based workers or informal traders. These were due to insufficient education where about 42% of them were primary school (SD) graduates.

It was revealed that factors determining slum areas included origins, location of the house, its size and alley width. Using Hayashi Quantification I, the research successfully identifies factors affecting dwellers mobility; those were number and location of activities, primary and secondary jobs and dweller’s origin.

(4)

RINGKASAN

GUSMAINI. Identifikasi Karakteristik Permukiman Kumuh (Studi Kasus Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur). Di bawah bimbingan DYAH RETNO

PANUJU, BAMBANG H. TRISASONGKO, dan ASDAR ISWATI

Perkembangan lingkungan permukiman di daerah perkotaan tidak terlepas dari pesatnya laju pertumbuhan penduduk baik karena faktor pertumbuhan penduduk secara alami serta proses urbanisasi. Pertumbuhan penduduk dan terbatasnya lahan di daerah perkotaan menyebabkan semakin berkembangnya rumah petak kecil yang diperjualbelikan dan disewakan kepada para pendatang.

Rumah-rumahpetak kecil tersebut kemudian berkembang menjadi kawasan padat dan kumuh yang disebut dengan kawasan kumuh (slum area). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kawasan permukiman kumuh, mempelajari karakteristik permukiman kumuh, mengetahui faktor penciri yang menentukan kawasan kumuh, dan mempelajari mobilitas masyarakat di permukiman kumuh.

Analisis yang digunakan pertama dalam penelitian ini adalah analisis citra. Kunci interpretasi untuk identifikasi permukiman pada citra Quickbird adalah pola dari bentuk permukiman. Ciri-ciri permukiman kumuh yang tampak pada citra adalah mempunyai pola tidak teratur, rapat tidak ada jarak antar rumah, sebagian besar rumah beratapkan asbes atau seng dan sebagian kecil beratapkan genteng. Pada citra tersebut, atap asbes terlihat sebagai warna putih, sedangkan rumah yang beratapkan genteng terlihat berwarna oranye. Untuk mengetahui faktor penciri permukiman kumuh digunakan metode Kuantifikasi Hayashi II. Analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi mobilitas masyarakat di permukiman kumuh adalah metode Kuantifikasi Hayashi I.

Dari hasil penelitian, permukiman kumuh di Jakarta Timur banyak dijumpai di sekitar sungai dan berada di jalan lokal. Kondisi rumah pemukiman kumuh umumnya berlantai keramik dan sebagian berlantaikan tanah. Kondisi atap rumah permukiman kumuh umumnya menggunakan asbes atau seng. Jenis dinding rumah umumnya tembok namun terdapat kurang lebih 28 % dinding rumah semi permanen yaitu ½ tembok, ½ triplek. Sebagian rumah (21%) di permukiman kumuh tidak memiliki ventilasi. Berdasarkan survei lapang, lebar rata-rata jalan terdekat dengan rumah adalah sekitar 1 m. Masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh umumnya bekerja sebagai buruh harian dan pedagang informal. Sekitar 42% masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh hanya berpendidikan SD.

Pada penelitian ini dijumpai bahwa faktor penciri permukiman kumuh adalah asal daerah, lokasi rumah, luas rumah, dan lebar jalan. Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas masyarakat di permukiman kumuh menghasilkan beberapa faktor penting antara lain: jumlah kegiatan, pendidikan, alat transportasi, tujuan kegiatan, lokasi kegiatan, pekerjaan, pekerjaan lain, dan asal daerah.

(5)

JUDUL : Identifikasi Karakteristik Permukiman Kumuh (Studi Kasus Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur)

PENULIS : GUSMAINI

NRP : A14051081

Menyetujui :

Dosen Pembimbing I

Ir. Dyah Retno Panuju, M.Si NIP. 19710412 199702 2001

Dosen Pembimbing II

Ir. Bambang H. Trisasongko, M.Sc NIP. 19700903 200812 1001

Dosen Pembimbing III

Dr. Ir. Asdar Iswati, M.S NIP. 19600410 198503 2001

Mengetahui : Ketua Departemen Tanah

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 16 Agustus 1986 sebagai anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan Sudirman Tanjung dan Murni Chaniago.

Penulis memulai pendidikan formal di SD Kartika X-6 pada tahun 1992 di Jakarta lulus pada tahun 1999. Kemudian pada tahun yang sama

penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 164 hingga lulus tahun 2002, dan pada tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 29 Jakarta. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT serta Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW atas rahmat, karunia serta ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesai skripsi yang bertajuk ”Identifikasi Karakteristik Permukiman Kumuh (Studi Kasus Kecamatan Jatinegara) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian pada program studi Manajemen Sumber Daya Lahan, IPB.

Melalui lembaran ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Ibu Ir. Dyah Retno Panuju, M.Si, selaku dosen pembimbing yang selama ini telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi kepada penulis terutama dalam hal penulisan dan pengerjaan analisis statistik hingga terselesaikannya skripsi ini, kepada Bapak Bambang H. Trisasongko, M.Sc, selaku dosen pembimbing atas kesabaran, bimbingan, masukan serta nasehat yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan tugas akhir ini, serta kepada Ibu Dr. Asdar Iswati selaku dosen pembimbing yang telah senantiasa memberikan nasehat, perhatian, serta motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Kemudian kepada Bapak Dr. Boedi Tjahjono selaku dosen penguji, penulis ucapakan terima kasih atas segala saran dan masukannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

They are the best lecturers in my life.

Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada:

1. Amak, Apa, Ita, Cani, Inet, Ajo Napis serta seluruh keluarga besar Enyta Jaya atas segala doa tulus yang dipanjatkan, kasih sayang, perhatian serta perjuangan yang tiada henti hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan sampai pada jenjang S1.

2. Keponakan-keponakan tercinta Nadya, Nada, Sera, Vina, Roihan, dan Rima atas segala gelak tawa kalian yang telah memberikan motivasi untuk menjadi tauladan yang baik bagi kalian semua.

3. Adik Bagus Sriana dan keluarga yang telah memberikan motivasi, perhatian serta kasih sayangnya.

(8)

5. Rekan-rekan seperjuangan di laboratorium Perencanaan Pengembangan Wilayah atas segala bantuannya Nana, Suwi, Puput, Novem, Eka, Fifi, Topan, especially Ava dan Widya Together to be Better.

6. Staf Laboratorium Perencanaan Pengembangan wilayah especially mba Dian dan mba Emma, terima kasih atas bantuannya selama ini.

7. Rekan-rekan Soiler’ 42 atas kebersamaannya, especially Ayu dan Ican, Viva Soil

8. Para Responden yang berada di permukiman kumuh, terima kasih atas waktu yang telah diberikan.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari sempurna. Walaupun demikian semoga segala sesuatu yang dituangkan dalam skripsi ini dapat bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang... 1

1.2. Tujuan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Permukiman Kumuh ... 4

2.2. Urbanisasi ... 7

2.3. Aplikasi Geospasial dalam Pemukiman Kumuh ... 9

III. METODE PENELITIAN ... 11

3.1. Lokasi Penelitian... 11

3.2. Bahan dan Alat... 11

3.3. Tahap Kegiatan Penelitian ... 11

3.3.1. Penetapan Lokasi Contoh ... 11

3.3.2. Inventarisasi Karakteristik Tempat Tinggal dan Aktifitas Masyarakat Permukiman Kumuh ... 12

3.3.3. Identifikasi Mobilitas Masyarakat Permukiman Kumuh ... 13

3.3.4. Teknik Analisis Data ... 13

3.3.4.1.Analisis Identifikasi Permukiman Kumuh Secara Spasial 13 3.3.4.2.Analisis Penentuan Faktor Penciri Pemukiman Kumuh .. 14

3.3.4.3.Analisis Penentuan Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas ... 15

IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI ... 17

4.1. Geografi dan Lingkungan ... 17

4.2. Administrasi dan Luas Lahan ... 17

4.3. Kependudukan ... 19

4.5. Perekonomian ... 20

(10)

5.1.1. Distribusi Spasial Permukiman Kumuh ... 24

5.2. Karakterisasi Permukiman Kumuh di Wilayah Jakarta Timur ... 26

5.2.1. Karakteristik Lokasi ... 26

5.2.2. Deskripsi Rumah Masyarakat di Permukiman Kumuh ... 30

5.2.3. Karakteristik Pendidikan dan Jenis Pekerjaan ... 36

5.3. Faktor Penciri Kekumuhan ... 37

5.4. Mobilitas Masyarakat di Permukiman Kumuh ... 38

5.4.1. Faktor Yang Mempengaruhi Mobilitas ... 39

5.4.1.1.Keterkaitan Karakteristik Pelaku Dengan MobilitasMasyarakat Permukiman Kumuh... 40

5.4.1.2.Aktivitas Masyarakat Permukiman Kumuh dan Moda Transportasi ... 42

5.4. Rencana Tata Ruang Wilayah dan Sebaran Permukiman Kumuh ... 44

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 49

6.1. Kesimpulan ... 49

6.2. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

(11)

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PERMUKIMAN KUMUH

(Studi Kasus Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur)

Oleh :

Gusmaini

A14051081

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PERMUKIMAN KUMUH

(Studi Kasus Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur)

Oleh :

GUSMAINI

A14051081

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

SUMMARY

GUSMAINI, Slum Area Characterization (Case of Jatinegara, East Jakarta).

Supervised by DYAH RETNO PANUJU, BAMBANG H. TRISASONGKO, and ASDAR ISWATI

Housing expansion in urban areas has a direct link to increasing population. In many regions, boosting inhabitants are determined by rising birth rate and urbanization. Since the land is generally limited, soaring inhabitants coupled with ineffective planning result to increasing the number of slum areas. In Jakarta, slum area is manifested as small, low maintenance cost housing. Frequently, the housing is subject to be sold or lent to the squatters.

Jakarta’s slum areas were studied previously. Nonetheless, very limited reports, if any, construct a better understanding on their spatial distribution and inhabitant’s activities (movement). This research fills the gaps through offering a method of slum mapping. The other goals include slum area characterization and factors affecting slum development and to assess mobility of the squatters.

Using the high-resolution QuickBird data, it shown that primary identifier for slum area was its pattern. Jakarta’s slum can be recognized straightforwardly through its disorder pattern with less (or even no) passages between houses. Asbestos or zincalume roofs were another identification key suitable to detect the area from space. These types of roof were generally observed in the study area, in addition to clay (genteng). Both roofs are shown in white using natural colour scheme. In order to assess factors determining slum areas, the Hayashi Quantification II was employed. The analysis used to identifies factors affecting dwellers mobility of people in the slums was the Hayashi Quantification I.

It is shown that slum area was mainly developed along rivers and local road. Field surveys were conducted to determine housing characteristics such as floor and roof types, and ventilation. Brick houses were commonly observed, however about 28% of the houses were built semi-permanently (half-bricks with particle board or triplek). Some of the houses were found detrimental, i.e. without sufficient ventilation. The survey discovered that average alley was about 1 meter. Most of the dwellers took low-level jobs such as daily-based workers or informal traders. These were due to insufficient education where about 42% of them were primary school (SD) graduates.

It was revealed that factors determining slum areas included origins, location of the house, its size and alley width. Using Hayashi Quantification I, the research successfully identifies factors affecting dwellers mobility; those were number and location of activities, primary and secondary jobs and dweller’s origin.

(14)

RINGKASAN

GUSMAINI. Identifikasi Karakteristik Permukiman Kumuh (Studi Kasus Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur). Di bawah bimbingan DYAH RETNO

PANUJU, BAMBANG H. TRISASONGKO, dan ASDAR ISWATI

Perkembangan lingkungan permukiman di daerah perkotaan tidak terlepas dari pesatnya laju pertumbuhan penduduk baik karena faktor pertumbuhan penduduk secara alami serta proses urbanisasi. Pertumbuhan penduduk dan terbatasnya lahan di daerah perkotaan menyebabkan semakin berkembangnya rumah petak kecil yang diperjualbelikan dan disewakan kepada para pendatang.

Rumah-rumahpetak kecil tersebut kemudian berkembang menjadi kawasan padat dan kumuh yang disebut dengan kawasan kumuh (slum area). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kawasan permukiman kumuh, mempelajari karakteristik permukiman kumuh, mengetahui faktor penciri yang menentukan kawasan kumuh, dan mempelajari mobilitas masyarakat di permukiman kumuh.

Analisis yang digunakan pertama dalam penelitian ini adalah analisis citra. Kunci interpretasi untuk identifikasi permukiman pada citra Quickbird adalah pola dari bentuk permukiman. Ciri-ciri permukiman kumuh yang tampak pada citra adalah mempunyai pola tidak teratur, rapat tidak ada jarak antar rumah, sebagian besar rumah beratapkan asbes atau seng dan sebagian kecil beratapkan genteng. Pada citra tersebut, atap asbes terlihat sebagai warna putih, sedangkan rumah yang beratapkan genteng terlihat berwarna oranye. Untuk mengetahui faktor penciri permukiman kumuh digunakan metode Kuantifikasi Hayashi II. Analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi mobilitas masyarakat di permukiman kumuh adalah metode Kuantifikasi Hayashi I.

Dari hasil penelitian, permukiman kumuh di Jakarta Timur banyak dijumpai di sekitar sungai dan berada di jalan lokal. Kondisi rumah pemukiman kumuh umumnya berlantai keramik dan sebagian berlantaikan tanah. Kondisi atap rumah permukiman kumuh umumnya menggunakan asbes atau seng. Jenis dinding rumah umumnya tembok namun terdapat kurang lebih 28 % dinding rumah semi permanen yaitu ½ tembok, ½ triplek. Sebagian rumah (21%) di permukiman kumuh tidak memiliki ventilasi. Berdasarkan survei lapang, lebar rata-rata jalan terdekat dengan rumah adalah sekitar 1 m. Masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh umumnya bekerja sebagai buruh harian dan pedagang informal. Sekitar 42% masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh hanya berpendidikan SD.

Pada penelitian ini dijumpai bahwa faktor penciri permukiman kumuh adalah asal daerah, lokasi rumah, luas rumah, dan lebar jalan. Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas masyarakat di permukiman kumuh menghasilkan beberapa faktor penting antara lain: jumlah kegiatan, pendidikan, alat transportasi, tujuan kegiatan, lokasi kegiatan, pekerjaan, pekerjaan lain, dan asal daerah.

(15)

JUDUL : Identifikasi Karakteristik Permukiman Kumuh (Studi Kasus Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur)

PENULIS : GUSMAINI

NRP : A14051081

Menyetujui :

Dosen Pembimbing I

Ir. Dyah Retno Panuju, M.Si NIP. 19710412 199702 2001

Dosen Pembimbing II

Ir. Bambang H. Trisasongko, M.Sc NIP. 19700903 200812 1001

Dosen Pembimbing III

Dr. Ir. Asdar Iswati, M.S NIP. 19600410 198503 2001

Mengetahui : Ketua Departemen Tanah

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 16 Agustus 1986 sebagai anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan Sudirman Tanjung dan Murni Chaniago.

Penulis memulai pendidikan formal di SD Kartika X-6 pada tahun 1992 di Jakarta lulus pada tahun 1999. Kemudian pada tahun yang sama

penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 164 hingga lulus tahun 2002, dan pada tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 29 Jakarta. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

(17)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT serta Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW atas rahmat, karunia serta ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesai skripsi yang bertajuk ”Identifikasi Karakteristik Permukiman Kumuh (Studi Kasus Kecamatan Jatinegara) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian pada program studi Manajemen Sumber Daya Lahan, IPB.

Melalui lembaran ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Ibu Ir. Dyah Retno Panuju, M.Si, selaku dosen pembimbing yang selama ini telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi kepada penulis terutama dalam hal penulisan dan pengerjaan analisis statistik hingga terselesaikannya skripsi ini, kepada Bapak Bambang H. Trisasongko, M.Sc, selaku dosen pembimbing atas kesabaran, bimbingan, masukan serta nasehat yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan tugas akhir ini, serta kepada Ibu Dr. Asdar Iswati selaku dosen pembimbing yang telah senantiasa memberikan nasehat, perhatian, serta motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Kemudian kepada Bapak Dr. Boedi Tjahjono selaku dosen penguji, penulis ucapakan terima kasih atas segala saran dan masukannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

They are the best lecturers in my life.

Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada:

1. Amak, Apa, Ita, Cani, Inet, Ajo Napis serta seluruh keluarga besar Enyta Jaya atas segala doa tulus yang dipanjatkan, kasih sayang, perhatian serta perjuangan yang tiada henti hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan sampai pada jenjang S1.

2. Keponakan-keponakan tercinta Nadya, Nada, Sera, Vina, Roihan, dan Rima atas segala gelak tawa kalian yang telah memberikan motivasi untuk menjadi tauladan yang baik bagi kalian semua.

3. Adik Bagus Sriana dan keluarga yang telah memberikan motivasi, perhatian serta kasih sayangnya.

(18)

5. Rekan-rekan seperjuangan di laboratorium Perencanaan Pengembangan Wilayah atas segala bantuannya Nana, Suwi, Puput, Novem, Eka, Fifi, Topan, especially Ava dan Widya Together to be Better.

6. Staf Laboratorium Perencanaan Pengembangan wilayah especially mba Dian dan mba Emma, terima kasih atas bantuannya selama ini.

7. Rekan-rekan Soiler’ 42 atas kebersamaannya, especially Ayu dan Ican, Viva Soil

8. Para Responden yang berada di permukiman kumuh, terima kasih atas waktu yang telah diberikan.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari sempurna. Walaupun demikian semoga segala sesuatu yang dituangkan dalam skripsi ini dapat bermanfaat.

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang... 1

1.2. Tujuan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Permukiman Kumuh ... 4

2.2. Urbanisasi ... 7

2.3. Aplikasi Geospasial dalam Pemukiman Kumuh ... 9

III. METODE PENELITIAN ... 11

3.1. Lokasi Penelitian... 11

3.2. Bahan dan Alat... 11

3.3. Tahap Kegiatan Penelitian ... 11

3.3.1. Penetapan Lokasi Contoh ... 11

3.3.2. Inventarisasi Karakteristik Tempat Tinggal dan Aktifitas Masyarakat Permukiman Kumuh ... 12

3.3.3. Identifikasi Mobilitas Masyarakat Permukiman Kumuh ... 13

3.3.4. Teknik Analisis Data ... 13

3.3.4.1.Analisis Identifikasi Permukiman Kumuh Secara Spasial 13 3.3.4.2.Analisis Penentuan Faktor Penciri Pemukiman Kumuh .. 14

3.3.4.3.Analisis Penentuan Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas ... 15

IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI ... 17

4.1. Geografi dan Lingkungan ... 17

4.2. Administrasi dan Luas Lahan ... 17

4.3. Kependudukan ... 19

4.5. Perekonomian ... 20

(20)

5.1.1. Distribusi Spasial Permukiman Kumuh ... 24

5.2. Karakterisasi Permukiman Kumuh di Wilayah Jakarta Timur ... 26

5.2.1. Karakteristik Lokasi ... 26

5.2.2. Deskripsi Rumah Masyarakat di Permukiman Kumuh ... 30

5.2.3. Karakteristik Pendidikan dan Jenis Pekerjaan ... 36

5.3. Faktor Penciri Kekumuhan ... 37

5.4. Mobilitas Masyarakat di Permukiman Kumuh ... 38

5.4.1. Faktor Yang Mempengaruhi Mobilitas ... 39

5.4.1.1.Keterkaitan Karakteristik Pelaku Dengan MobilitasMasyarakat Permukiman Kumuh... 40

5.4.1.2.Aktivitas Masyarakat Permukiman Kumuh dan Moda Transportasi ... 42

5.4. Rencana Tata Ruang Wilayah dan Sebaran Permukiman Kumuh ... 44

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 49

6.1. Kesimpulan ... 49

6.2. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

(21)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Poligon Merah Menunjukkan (A) Kelurahan Bukit Duri, (B) Kelurahan Kampung Melayu Yang Letaknya Pada Citra Quickbird

Terlihat Berdekatan ... 13

2. Diagram Alir Penelitian ... 15

3. Peta Administrasi Kotamadya Jakarta Timur ... 18

4. Pertumbuhan Penduduk ... 20

5. Grafik PDRB Berdasarkan Harga Konstan ... 21

6. Sebaran Lokasi Kumuh di Jakarta Timur ... 22

7. Sebaran Lokasi Kumuh di Kecamatan Jatinegara Berdasaran Data Evaluasi RW Kumuh DKI 2008 ... 24

8. Pola Pemukiman Tidak Teratur Yang Merupakan Daerah Kumuh: Atap Seng(A), Atap Genteng (B), dan Atap Asbes(C): Kenampakan Citra Quickbird Pada Daerah Kumuh Yang Terletak di Kelurahan Cipinang Besar Utara ... 25

9. Pola Permukiman Teratur di Kelurahan Cipinang Besar Selatan Pada Citra Quickbird: Pola Teratur dan Tampak Rapi Antara Rumah dan Jalan Dapat di Bedakan ... 25

10. (a) Permukiman Kumuh Yang Terletak di Dekat Sungai Ciliwung, Dekat Pasar Mester Atau Pasar Jatinegara, (B) Pemukiman Kumuh Yang Terletak di Dekat Sungai Ciliwung ... 26

11. Frekuensi Jumlah Permukiman Kumuh Terhadap Lokasi Permukiman di Jakarta Timur ... 26

12. Peta Sebaran Permukiman Kumuh di Jakarta Timur ... 28

13. (a) Penampakan Obyek Permukiman Kumuh Yang Terlihat Dari Citra Berada di Sekitar Jalan Tol,(b) Penampakan Obyek Foto Lokasi Permukiman Kumuh di Sekitar Jalan Tol ... 29

14. (a) Penampakkan Obyek Permukiman Kumuh Yang Terlihat Dari Citra Berada di Sekitar Jalan Arteri, (b) Penampakan Obyek Foto Lokasi Permukiman Kumuh di Sekitar Jalan Arteri ... 29

15. (a) Penampakkan Obyek Permukiman Kumuh Yang Terlihat Dari Citra Berada di Sekitar Jalur Kereta Api, (b) Penampakan Obyek Foto Lokasi Permukiman Kumuh di Sekitar Jalur Kereta Api ... 29

16. Lokasi Permukiman Kumuh Reponden di Kecamatan Jatinegara ... 30

(22)

18. Jenis Atap di Pemukiman Kumuh ... 32 19. Foto Jenis Atap di Permukiman Kumuh (a) Atap Genteng di

Kelurahan Rawa Bunga, dan (b) Atap Seng di Kelurahan Cipinang Besar Utara ... 32 20. Jenis Lantai di Pemukiman Kumuh ... 33 21. (a) Jenis Rumah Kumuh Berlantai 2 Yang Rata-Rata Terletak di Dekat

Sungai, (b) Jenis Rumah Kumuh Yang Berlantai Tanah, Lokasi Terletak di Kelurahan Cipinang Besar Utara ... 33 22. Jenis Dinding di Pemukiman Kumuh ... 34 23. Lokasi Rumah Yang Dimanfaatkan Sebagai Warung di Kelurahan

Cipinang Besar Utara ... 34 24. MCK Umum (a) Terletak di Kelurahan Kampung Melayu, (b)

Terletak di Kelurahan Rawa Bunga ... 35 25. Jenis Ventilasi Yang Terletak di Lokasi Kelurahan Cipinang Besar

Utara ... 36 26. Tingkat Pendidikan Responden di Permukiman Kumuh di Daerah

Penelitian ... 36 27. (a) Jenis Pekerjaan Dan (B) Total Pendapatan di Permukiman Kumuh 28. di Daerah Penelitian ... 37 29. Peta Mobilitas Masyarakat di Permukiman Kumuh Kecamatan

Jatinegara ... 39 30. Hubungan Antara Kategori (A) Tingkat Pendidikan, (B) Jenis

Pekerjaan, (C) Pekerjaan Lain, (D) Asal Daerah Dengan Rataan Frekuensi Kegiatan ... 41 31. Hubungan Antara (a) Jumlah Kegiatan, (b) Tujuan Kegiatan, (c)

Lokasi Kegiatan, (d) Alat Transportasi Dengan Rataan Frekuensi Kegiatan ... 43 32. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta Timur 2010 Dan Lokasi

(23)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Jumlah Sebaran Responden Pada Setiap Kelurahan Berdasarkan Kedekatannya Terhadap Obyek Penting ... 12 2. Peubah Untuk Mengidentifikasi Faktor-Faktor Penciri Tingkat

Kekumuhan ... 14 3. Data, Sumber Data, Variabel Serta Teknik Analisis Yang Digunakan

Dalam Penelitian Ini Adalah ... 16 4. Jumlah RW, RW kumuh, Jumlah RT dan RT Kumuh Kecamatan

Jakarta Timur 2008 ... 19 5. Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk Menurut Kecamatan,

2006-2007 ... 19 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Golongan Umur ... 20 7. Jumlah KK Kumuh di Kecamatan Jatinegara ... 23 8. Luas Sebaran Permukiman Kumuh Hasil Klasifikasi Citra Quickbird .. 27 9. Rata-Rata Luas Rumah dan Lebar Jalan di Setiap Kategori Kumuh... 34 10. Ringkasan Hasil Analisis Kuantifikasi Hayasi II ... 38 11. Ringkasan Hasil Analisis Kuantifikasi Hayasi I ... 40 12. Luas Permukiman Kumuh Pada Berbagai Peruntukan Lahan Rencana

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1. Tabel Peubah Yang Digunakan pada Analisis Hayashi I ... 54 2. Tabel Jumlah Perjalanan Masyarakat Permukiman Kumuh Kecamatan

Jatinegara berdasarkan Kegiatan serta Lokasi Tujuan ... 56 3. Tabel Hasil Analisis Faktor Penciri Tingkat Kekumuhan... 57 4. Tabel Hasil Analisis Identifikasi Faktor Yang Mempengaruhi Mobilitas

(25)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang pesat di kota menyebabkan permintaan kebutuhan lahan semakin meningkat dibandingkan ketersediaan lahan yang strategis. Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta yang relatif tinggi menyebabkan besarnya peluang lapangan usaha dibandingkan dengan di daerah lain. DKI Jakarta sebagai pusat aktifitas pemerintahan dan perekonomian menjadi kota metropolitan terbesar di Indonesia dan memiliki daya tarik kuat bagi penduduk Indonesia untuk bermigrasi. Menurut data Dinas Kependudukan, hingga Juni 2007 jumlah penduduk DKI Jakarta mencapai 7.552.444 jiwa dengan tingkat persebaran 20,8% di Jakarta Barat, 15,7% di Jakarta Utara, 11,6% di Jakarta Pusat, 0,3% di Kepulauan Seribu, 28,6% di Jakarta Timur, dan 23,0% di Jakarta Selatan. Berdasarkan data bulan Februari 2008 jumlah penduduk yang datang ke Jakarta Barat sebesar 220 jiwa, ke Jakarta Utara sebesar 216 jiwa, ke Jakarta Pusat sebesar 212 jiwa, ke Jakarta Timur 1726 jiwa, dan ke Jakarta Selatan sebesar 757 jiwa (Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya, 2008).

Pertumbuhan perekonomian menyebabkan Jakarta menjadi daya tarik yang sangat kuat bagi sebagian penduduk di wilayah lain, pada akhirnya menjadi salah satu penyebab utama fenomena urbanisasi di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Urbanisasi yang terjadi di daerah perkotaan disebabkan oleh tidak seimbangnya peluang untuk mencari nafkah di daerah pedesaan dan perkotaan sehingga memperkuat daya tarik kota karena dianggap mampu memberikan masa depan lebih baik bagi masyarakat perdesaan. Pada tahun 2007, untuk pertama kalinya dalam sejarah dunia penduduk perkotaan akan melebihi penduduk pedesaan (UN-Habitat, 2007).

(26)

kumuh (Slum Area). Permukiman kumuh dapat dikatakan sebagai pengejawantahan dari kemiskinan, karena pada umumnya di pemukiman kumuh tersebut masyarakat miskin tinggal di wilayah perkotaan.

Permukiman kumuh dapat ditemui di berbagai belahan dunia. Di negara maju seperti Amerika Serikat, berbagai wilayah permukiman kumuh telah ada lebih dari satu abad yang lalu, seperti yang terjadi pada kawasan ghetto di Los Angeles (de Graaf, 1970). Negara berkembang seperti Kenya juga menghadapi masalah lingkungan dari pemukiman kumuh ini, terutama pada aspek kesehatan (Kimani-Murage and Ngindu 2007). Di negara miskin seperti Uganda, masalah permukiman kaum miskin diketahui berasosiasi dengan penyakit HIV/AIDS (Nyanzi, 2009).

Di Indonesia, kawasan permukiman kumuh telah teridentifikasi di berbagai tingkat perkotaan, baik pada perkotaan dengan penduduk tinggi maupun sedang. Pada daerah Bandung kondisi masyarakat di permukiman kumuh ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan kepala keluarga, yaitu antara berkisar SD dan SMP. Kondisi ini menyebabkan mereka sulit untuk memiliki pekerjaan tetap, sehingga umumnya bekerja pada sektor informal (Lestari, 2006). Kota Surakarta yang merupakan salah satu di antara sepuluh kota besar di Indonesia yang sedang dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, juga mempunyai masalah permukiman kumuh karena arus urbanisasi ke daerah ini semakin besar, sehingga terbentuk lingkungan perumahan yang berpendapatan rendah (Prasetyo, 2009). Kondisi seperti ini juga terjadi di kota Medan (Zulkarnain, 2004).

(27)

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Permukiman Kumuh

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 4 tahun 1992, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan, misalnya pendidikan, pasar, transportasi, pelayanan kesehatan, pelayanan keuangan, dan administrasi. Sedangkan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

Sementara itu, Undang - undang No 4 tahun 1999 mendefinisikan bahwa satuan lingkungan permukiman merupakan kawasan perumahan dengan luas wilayah dan jumlah penduduk tertentu, yang dilengkapi dengan sistem prasarana, sarana lingkungan, dan tempat kerja terbatas dengan penataan ruang yang terencana dan teratur sehingga memungkinkan pelayanan dan pengelolaan yang optimal. UU tersebut menyatakan bahwa perumahan dan permukiman merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Perumahan, lingkungan permukiman serta prasarana dan sarana pendukungnya diperlukan dalam kawasan permukiman untuk memenuhi fungsinya sebagai kebutuhan dasar manusia, pengembangan keluarga dan mendorong kegiatan ekonomi.

Dinas Tata kota DKI Jakarta (1997) mendefinisikan permukiman kumuh sebagai permukiman yang berpenghuni padat, kondisi sosial ekonomi umumnya rendah, jumlah rumah sangat padat, dan ukurannya di bawah standar, prasarana lingkungan hampir tidak ada, atau tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan, umumnya dibangun di atas tanah Negara atau milik orang lain, tumbuh tidak terencana dan umumnya berada di lokasi yang strategis di pusat-pusat kota.

(29)

Pendapat lain tentang definisi permukiman kumuh dinyatakan oleh Sadyohutomo (2008), yaitu tempat tinggal penduduk miskin di pusat kota dan permukiman padat tidak teratur di pinggiran kota yang penghuninya umumnya berasal dari para migran luar daerah. Sebagian dari permukiman ini merupakan permukiman yang ilegal pada tanah yang bukan miliknya, tanpa seijin pemegang hak tanah sehingga disebut sebagai permukiman liar (wild occupation atau squatter

settlement). Tanah-tanah yang diduduki secara liar ini adalah tanah-tanah pemerintah

atau negara, misalnya sempadan sungai, sempadan pantai, dan tanah instansi yang tidak terawat.

Penyebab munculnya permukiman kumuh adalah sebagai berikut (Sadyohutomo, 2008):

1. Pertumbuhan kota yang tinggi, yang tidak diimbangi oleh tingkat pendapatan yang cukup

2. Keterlambatan pemerintah kota dalam merencanakan dan membangun prasarana (terutama jalan) pada daerah perkembangan permukiman baru. Seiring dengan kebutuhan perumahan yang meningkat maka masyarakat secara swadaya memecah bidang tanah dan membangun permukiman tanpa didasari perencanaan tapak (site plan) yang memadai. Akibatnya bentuk dan tata letak kaveling tanah menjadi tidak teratur dan tidak dilengkapi prasarana dasar permukiman.

Menurut Ooi dan Phua (2007) penghuni liar dan tempat tinggal kumuh terbentuk karena ketidakmampuan pemerintah kota dalam merencanakan dan penyediaan perumahan yang terjangkau bagi kalangan yang berpendapatan rendah di suatu populasi perkotaan. Oleh karena itu bangunan liar dan pemukiman kumuh adalah solusi dari perumahan bagi populasi perkotaan yang berpendapatan rendah. Pada daerah mega urban atau area metropolitan, sebagian dari masalah terkait dengan koordinasi antara kekuasaan yang berbeda dalam pengelolaan pembangunan ekonomi, perencanaan kota, dan alokasi lahan.

(30)

Menurut hasil penelitian Suparlan (2000), ciri-ciri dari pemukiman kumuh adalah:

1. Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai.

2. Kondisi hunian rumah dan permukiman serta penggunaan ruang-ruangnya mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin.

3. Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam pengunaan ruang-ruang yang ada di permukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya.

4. Permukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu terwujud sebagai:

a. Sebuah komunitas tunggal, berada di tanah milik negara, dan karena itu dapat digolongkan sebagai hunian liar.

b. Satuan komunitas tunggal yang merupakan bagian dari sebuah RT atau sebuah RW.

c. Sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah RT atau RW atau bahkan terwujud sebagai sebuah kelurahan, dan bukan hunian liar.

5. Penghuni pemukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen. Warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat pendapatan yang beranekaragam, begitu juga asal muasalnya. Dalam masyarakat permukiman kumuh juga dikenal adanya pelapisan sosial berdasarkan atas kemampuan ekonomi mereka yang berbeda-beda tersebut.

6. Sebagian besar penghuni permukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di sektor informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor informal.

Menurut Sueca (2004) rumah kumuh memberikan jawaban hidup bagi orang yang tinggal di dalamnya. Tanpa bantuan sedikitpun dari pemerintah, penduduk mampu membangun perekonomian secara mandiri, serta tidak memerlukan kredit perbankan. Penduduk mampu memanfaatkan sumber daya yang amat terbatas agar dapat bertahan hidup dan umumnya mampu mendaur ulang bahan-bahan yang tidak terpakai menjadi sesuatu yang berguna. Dengan demikian secara swadaya, kebutuhan dasar perumahan dapat dipenuhi. Secara ekonomi, permukiman ini juga memasok barang dan tenaga kerja yang murah, terutama dalam sektor informal.

(31)

Upaya telah dilakukan untuk mengurangi persoalan permukiman kumuh yaitu dengan perbaikan kondisi lingkungan dan membuat rumah susun yang telah melibatkan partisipasi masyarakat (Bandiyono, 2004).

Menurut Dinas Tata Kota DKI Jakarta, kawasan kumuh dikelompokkan berdasarkan beberapa kriteria yaitu kepadatan penduduk eksisting, tata letak bangunan, keadaan konstruksi, ventilasi, kepadatan bangunan, keadaan jalan, drainase, pemakaian air bersih, pembuangan limbah manusia, dan pembuangan sampah. Stratifikasi kumuh berat, sedang, ringan dan sangat ringan ditentukan berdasarkan nilai indeks komposit dari 10 peubah tersebut.

2.2. Urbanisasi

Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa atau daerah ke kota. Urbanisasi terjadi karena adanya anggapan bahwa kota adalah tempat untuk mengubah nasib, tempat untuk mencari penghidupan yang lebih baik dan tempat untuk mencari kesenangan. Urbanisasi merupakan salah satu indikator dari tingkat kemajuan ekonomi suatu negara atau wilayah. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan.

Berbeda dengan perspektif ilmu kependudukan, definisi urbanisasi berarti

persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Perpindahan manusia dari desa ke kota hanya salah satu penyebab urbanisasi. perpindahan itu sendiri dikategorikan 2 macam, yakni: Migrasi Penduduk dan Mobilitas Penduduk. Beda dari keduanya adalah migrasi penduduk lebih bermakna perpindahan penduduk dari desa ke kota yang bertujuan untuk tinggal menetap di kota. Sedangkan Mobilitas Penduduk berarti perpindahan penduduk yang hanya bersifat sementara atau tidak menetap. Untuk mendapatkan suatu niat untuk hijrah atau pergi ke kota dari desa, seseorang biasanya harus mendapatkan pengaruh yang kuat dalam bentuk ajakan, informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya. Pengaruh-pengaruh tersebut bisa dalam bentuk sesuatu yang mendorong, memaksa atau faktor pendorong seseorang untuk urbanisasi, maupun dalam bentuk yang menarik perhatian atau faktor penarik (Wikipedia, 2009).

Faktor penyebab terjadinya urbanisasi adalah : 1. Kehidupan kota yang lebih modern dan mewah 2. Sarana dan prasarana kota yang lebih lengkap 3. Banyak lapangan pekerjaan di kota

(32)

5. Pengaruh buruk sinetron Indonesia

6. Pendidikan sekolah dan perguruan tinggi jauh lebih baik dan berkualitas Sedangkan faktor pendorong terjadinya urbanisasi adalah sebagai berikut : 1. Lahan pertanian yang semakin sempit

2. Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya

3. Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa 4. Terbatasnya sarana dan prasarana di desa

5. Diusir dari desa asal

6. Memiliki impian kuat menjadi orang kaya

Dalam rangka menemukan sebuah definisi atau konsepsi urbanisasi diperlukan beberapa pertimbangan, dimana pertimbangan ini didasarkan atas sifat yang dimiliki arti dan istilah urbanisasi, yaitu multi-sektoral dan kompleks, misalnya saja (Ningsih, 2002) :

1. Dari segi demografi, urbanisasi ini dilihat sebagai suatu proses yang ditunjukkan melalui perubahan penyebaran penduduk dalam suatu wilayah. Masalah-masalah mengenai kepadatan penduduk berakibat lanjut terhadap masalah perumahan dan masalah kelebihan tenaga kerja menjadi masalah yang sangat merisaukan karena dapat menghambat pembangunan. Pemerintah secara khusus menangani masalah perumahan dengan diadakannya Departemen Perumahan.

2. Dari segi ekonomi, urbanisasi adalah perubahan struktural dalam sektor mata pencaharian. Ini dapat dilihat dari banyaknya penduduk desa yang meninggalkan pekerjaannya di bidang pertanian, beralih bekerja menjadi buruh atau pekerja kasar yang sifatnya non agraris di kota. Masalah-masalah yang menyangkut mata pencaharian sektor informasi atau yang lebih dikenal dengan istilah pedagang kaki lima.

(33)

kota-kota besarnya. Kota-kota-kota di Indonesia pada beberapa dekade mendatang cenderung akan terus berkembang baik secara demografis, fisik, maupun spasial. Fenomena menyusutnya penduduk perdesaan dalam dua dekade yang lalu akibat adanya migrasi besar-besaran penduduk perdesaan. Hal ini memberi indikasi bahwa kota-kota di Indonesia akan berkembang pesat baik secara demografis maupun spasial di masa mendatang.

Lipton (1977) menyatakan bahwa urbanisasi merupakan refleksi dari gejala kemandegan ekonomi di desa yang dicirikan oleh sulitnya mendapatkan pekerjaan dan fragmentasi lahan (sebagai faktor pendorong), serta daya tarik kota dengan penghasilan tinggi (sebagai faktor penarik). Faktor pendorong dan faktor penarik sama-sama menjadi determinan penting. Urbanisasi menjadi pilihan yang rasional bagi penduduk di dalam usaha mengejar pendapatan yang lebih baik ketimbang tetap bertahan di desa. Meningkatnya proses urbanisasi tersebut tidak terlepas dari kebijaksanaan pembangunan perkotaan, khususnya pembangunan ekonomi yang dikembangkan oleh pemerintah.

Peningkatan jumlah penduduk akan berkorelasi positif dengan meningkatnya urbanisasi di suatu wilayah. Ada kecenderungan bahwa aktivitas perekonomian akan terpusat pada suatu area yang memilik tingkat konsentrasi penduduk yang cukup tinggi. Hubungan positif antara konsentrasi penduduk dengan aktivitas kegiatan ekonomi ini akan menyebabkan makin membesarnya area konsentrasi penduduk, sehingga menimbulkan apa yang dikenal dengan nama daerah perkotaan. Di sini dapat dilihat adanya keterkaitan timbal balik antara aktivitas ekonomi dengan konsentrasi penduduk. Para pelaku ekonomi cenderung melakukan investasi di daerah yang telah memiliki konsentrasi penduduk yang tinggi serta memiliki sarana dan prasarana yang lengkap. Karena mereka dapat menghemat berbagai biaya, antara lain biaya distribusi barang dan jasa. Sebaliknya, penduduk akan cenderung datang kepada pusat kegiatan ekonomi karena di tempat itulah mereka akan lebih mudah memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan. Dengan demikian, urbanisasi merupakan suatu proses perubahan yang wajar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk atau masyarakat.

2.3. Aplikasi Geospasial dalam Pemukiman Kumuh

(34)

cukup bermanfaat untuk meninjau masalah dalam ruang lingkup tertentu, namun sulit divalidasi melalui proses yang melibatkan informasi spasial seperti luasan atau lokasi geografisnya.

Dengan semakin berkembangnya teknologi geospasial terutama sensor penginderaan jauh, identifikasi atau pemetaan permukiman kumuh secara spasial dimungkinkan. Dengan pendekatan tersebut diharapkan ketimpangan informasi yang belum dapat dicakup oleh pendekatan pertama dapat dikurangi. Namun demikian, hasil studi literatur menunjukkan bahwa aplikasi penginderaan jauh dalam pemantauan permukiman kumuh cukup terbatas. Percobaan pendahuluan dilakukan oleh Raghavswamy et al. (1989) dalam memetakan lingkungan kumuh di Bombai, India menggunakan citra Landsat Thematic Mapper. Satelit generasi baru seperti ASTER juga telah dimanfaatkan untuk tujuan ini (Netzband and Rahman, 2009) pada metropolitan Delhi di India.

(35)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Kota Jakarta Timur, dengan fokus pada Kecamatan Jatinegara. Kecamatan ini memiliki 8 Kelurahan yaitu Cipinang Cempedak, Cipinang Besar Utara, Cipinang Besar Selatan, Kampung Melayu, Rawa Bunga, Balimester, Cipinang Muara, Bidara Cina. Survei lapangan dan kuesioner dilakukan di 4 kelurahan yang berada di Kecamatan Jatinegara yaitu kelurahan Cipinang Besar Utara, Kampung Melayu, Rawa Bunga, dan Balimester dan 1 kelurahan yang berada di Kecamatan Tebet yaitu Kelurahan Bukit Duri yang berbatasan dengan kelurahan Kampung Melayu.

.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa seperangkat kuesioner, data statistik BPS, data Direktori RW Kumuh 2008 serta citra digital QuickBird

tahun 2006. Peralatan yang digunakan adalah GPS (Global Positioning System), seperangkat komputer, dan perangkat lunak yang terdiri dari Microsoft Office, Quick basic QB45, dan ArcView GIS 3.3.

3.3. Tahap Kegiatan Penelitian

3.3.1. Penetapan Lokasi Contoh

Penetapan lokasi permukiman kumuh didasarkan pada data tabular BPS DKI yaitu “Evaluasi RW Kumuh DKI 2008”. Dari data ini diperoleh informasi bahwa jumlah Kepala Keluarga (KK) kumuh paling banyak terdapat di Kecamatan Jatinegara. Sebagai tambahan dan perbandingan, Kelurahan Bukit Duri di Kecamatan Tebet juga ditetapkan sebagai salah lokasi contoh, kelurahan ini berbatasan langsung dengan Kelurahan Kampung Melayu (lihat Gambar 1).

Klasifikasi permukiman kumuh dilakukan berdasarkan data yang terdapat pada “Evaluasi RW Kumuh DKI 2008”. Klasifikasi tersebut berdasarkan kategori permukiman kumuh yang digunakan oleh Dinas Perumahan DKI Jakarta (1997) yaitu:

1. Kawasan permukiman kepadatan rendah (kumuh ringan) apabila jumlah penduduk < 300 jiwa / Ha.

(36)

penduduk 300-800 jiwa / Ha.

3. Kawasan permukiman kepadatan tinggi (kumuh berat) apabila jumlah penduduk >800 jiwa / Ha.

3.3.2. Inventarisasi Karakteristik Tempat Tinggal dan Aktifitas Masyarakat Permukiman Kumuh

Inventarisasi karakteristik tempat tinggal dan aktifitas masyarakat di permukiman kumuh dilakukan dengan cara survei lapangan di beberapa kawasan permukiman kumuh yang berada di Kecamatan Jatinegara dan Kelurahan Bukit Duri.

Cek lapang dilakukan untuk memperoleh data primer dan sekunder tentang keadaan lingkungan kawasan kumuh di daerah yang diteliti. Melalui wawancara, data kondisi lingkungan dan kegiatan penghuni di lingkungan kawasan kumuh tersebut dapat dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara lengkap dan detil tentang daerah yang diteliti. Pada setiap titik pengamatan lapang, koordinat lokasi yang diperoleh dari GPS dicatat dan selanjutnya dibandingkan dengan kenampakan citra Quickbird.

Informasi yang digali melalui kuesioner meliputi keberadaan lokasi dan situasi rumah, jenis penerangan yang digunakan di sekitar rumah, tempat pembuangan sampah yang biasa digunakan oleh masyarakat, tempat MCK yang digunakan setiap hari, sumber air bersih yang biasa digunakan oleh masyarakat, luas rumah yang ditempati, lebar jalan yang terdekat dengan rumah, status kepemilikan lahan, serta kondisi fisik rumah yang berupa jenis lantai, jenis dinding, jenis atap, dan ventilasi. Tabel 1 menyajikan sebaran responden berdasarkan lokasi tempat tinggalnya, sedangkan Gambar 1 menyajikan situasi lokasi penelitian.

Tabel 1. Jumlah Sebaran Responden Pada Setiap Kelurahan Berdasarkan Kedekatannya Terhadap Obyek Penting

Kecamatan Kelurahan Sungai Pasar Sungai,

Pasar

Jalan Raya

Rel Kereta

Jatinegara Balimester 0 5 0 0 0

Jatinegara Cipanang Besar Utara 24 0 0 10 0

Jatinegara Kampung Melayu 0 0 17 0 0

Jatinegara Rawa Bunga 5 1 0 0 0

(37)
[image:37.595.230.416.83.227.2]

Gambar 1. Poligon Merah Menunjukkan (A) Kelurahan Bukit Duri, (B) Kelurahan Kampung Melayu Yang Letaknya Pada Citra Quickbird Terlihat Berdekatan

Jumlah responden tersebut ditetapkan proporsional terhadap jumlah KK kumuh dari data Badan Pusat Statistik 2008. Direktori KK Kumuh terbitan BPS tersebut menyajikan jumlah KK kumuh di setiap RW di wilayah Jakarta Timur. Selain itu juga disesuaikan dengan lokasi dan kedekatannya dengan berbagai penciri lokasi (sungai, pasar, jalan raya dan jalan kereta) ditetapkan sebaran sebagaimana disampaikan pada Tabel 1 tersebut. Total jumlah responden adalah sebanyak 72 KK. Dari setiap responden KK tersebut digali informasi aktifitas seluruh anggota keluarga. Total individu yang menjadi responden aktifitas dengan demikian 312 orang.

3.3.3. Identifikasi Mobilitas Masyarakat Permukiman Kumuh

Mobilitas atau pergerakan masyarakat permukiman kumuh diidentifikasi melalui wawancara kepada penghuni permukiman kumuh. Wawancara ini berkaitan dengan perilaku sehari-hari dari penghuni permukiman kumuh. Selanjutnya informasi hasil wawancara terkait orientasi pemenuhan fasilitas digunakan untuk penentuan titik-titik koordinat lokasi yang sering digunakan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

3.3.4. Teknik Analisis Data

3.3.4.1.Analisis Identifikasi Permukiman Kumuh Secara Spasial

(38)

3.3.4.2.Analisis Penentuan Faktor Penciri Pemukiman Kumuh

[image:38.595.112.504.271.643.2]

Untuk menentukan faktor penciri permukiman kumuh digunakan metode Kuantifikasi Hayashi II. Analisis tersebut ditujukan untuk menduga parameter koefisien keterkaitan antara peubah-peubah penjelas dengan satu peubah tujuan tertentu yang bersifat kategori kelompok (Grouping Variables). Selanjutnya, dari hasil pengujian terhadap nilai penduga parameter koefisien keterkaitan ini diperoleh peubah-peubah penjelas yang nyata kaitannya dengan tingkat kekumuhan suatu kawasan. Peubah yang ditelaah dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Peubah Untuk Mengidentifikasi Faktor-Faktor Penciri Tingkat Kekumuhan

Peubah X Kategori

Asal 1 = Jabodetabek

2 = Banten, Jawa,Yogyakarta 3 = Luar Jawa

Pendidikan 1 = Tidak Sekolah

2 = SD

3 = SMP,SMA,S1

Pekerjaan 1= Pegawai, Wiraswasta

= 2= Buruh, Pedagang Informal, Pemulung,Supir 3= Ibu rumah tangga, Pensiunan, Pengangguran

Lokasi Rumah 1= Dekat Sungai

2= Dekat Pasar 3= Dekat Jalan Raya Buang Sampah 1= Sungai, Selokan

2= Dibakar

3= Dikumpulkan, Gerobak, Tempat Sampah Skor Kualitas Rumah 1= Rendah

2= Sedang

3= Baik

Skor Polusi 1= Rendah

2= Tinggi

Luas Rumah 1= 0-26

2= 26-52 3= >52

Lebar Jalan 1= 0-1

2= >1

Persamaan pengujian korelasi parsial peubah yang berperan nyata terhadap tingkat kekumuhan di suatu lokasi adalah sebagai berikut:

2 2 2    n t t

(39)

Nilai t tabel diidentifikasi dari tabel t-student pada tingkat kepercayaan (1-α) * 100% tertentu dengan derajat bebas (n-2). Dalam hal ini ditetapkan tingkat kepercayaan sebesar 95%. Dari hasil persamaan tersebut diperoleh nilai batas kritis yang digunakan sebagai titik ambang korelasi yang nyata pada tingkat kepercayaan 95% tersebut. Nilai korelasi parsial dinyatakan nyata pada tingkat kepercayaan 95% jika nilai korelasi parsial lebih besar dari nilai r hasil perhitungan.

3.3.4.3.Analisis Penentuan Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas

Untuk mengidentifikasi mobilitas masyarakat di permukiman kumuh, penelitian ini menggunakan pendekatan Kuantifikasi Hayashi I. Pada analisis ini peubah tujuan frekuensi kegiatan di ukur dalam skala kuantitatif dan peubah-peubah penjelas (Lampiran 1) diukur dalam skala kualitatif.

[image:39.595.120.487.401.657.2]

Struktur data dan pendekatan yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 3, sedangkan keterkaitan antar sub komponen penelitian digambarkan pada diagram alir pada Gambar 2.

(40)

Tabel 3. Data, Sumber Data, Variabel Serta Teknik Analisis Yang Digunakan Dalam Penelitian Ini Adalah

No Tujuan Data & alat yang

digunakan

Sumber Data Variabel yang digunakan Teknik Analisis

1 Identifikasi

Permukiman Kumuh

Peta Administrasi Jakarta Timur, Citra

Quickbird,

Data Direktori RW kumuh DKI 2008

Bappenas

Badan Pusat Statistik DKI Jakarta

Kenampakan visual (tekstur, rona,

hue, keteraturan pola/bentuk)

Koreksi Geometri, Digitasi

On Screen, Tumpang tindih

Peta (Overlay)

2 Karakteristik

Permukiman Kumuh

Kamera, kuesioner Badan Pusat Statistik, Pemda Jakarta Timur

Jumlah Penduduk, pencemaran air dan udara, tempat pembuangan sampah, MCK, fasilitas

pendidikan dasar, fasilitas kesehatan, sumber air bersih

Deskriptif

3 Mobilitas Masyarakat

Permukiman Kumuh

Pengisian Kuesioner, GPS

Badan Pusat Statistik, Pemda Jakarta Timur, Responden di kawasan Permukiman Kumuh

Jumlah penduduk, jumlah sarana dan prasarana yang digunakan, jarak, arah perjalanan, moda transportasi

Analisis Sosiogram,

deskriptif, Analisis Hayashi I

4 Faktor Penciri Permukiman kumuh

Pengisian Kuesioner Responden di kawasan Permukiman Kumuh

Asal, pendidikan, pekerjaan, skor kualitas rumuh,skor polusi, lokasi rumah, cara buang sampah,lebar jalan terdekat,luas rumah

(41)

IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

4.1. Geografi dan Lingkungan

Jakarta Timur terletak pada wilayah bagian Timur ibukota Republik Indonesia, dengan letak geografis berada pada 1060 49' 35'' Bujur Timur dan 060 10' 37'' Lintang Selatan. Rata-rata ketinggian tempat daerah penelitian 50 meter di atas permukaan laut, dengan kemiringan lereng yang relatif landai, terdiri 95 % daratan dan selebihnya rawa atau pesawahan. Wilayah Jakarta Timur umumnya didominasi oleh kelas pemanfaatan lahan permukiman yang mencapai 80% pada wilayah administrasinya secara keseluruhan. Kota Jakarta Timur terdiri dari 10 kecamatan yang tersebar dengan batas-batas wilayah administrasi diantaranya:

 Sebelah Utara : Kota Jakarta Pusat dan Jakarta Utara

 Sebelah Timur : Kota Bekasi – Jawa Barat

 Sebelah Selatan : Kabupaten Bogor – Jawa Barat

 Sebelah Barat : Kota Jakarta Selatan

Kondisi iklim wilayah Jakarta Timur relatif panas, dengan suhu rata-rata berkisar antara 27-31 0C, kelembaban rata-rata berkisar antara 40%-60%, curah hujan rata-rata adalah 2.000 mm per tahun dengan curah hujan maksimum pada bulan Januari.

4.2. Administrasi dan Luas Lahan

Secara administratif wilayah Jakarta Timur dibagi menjadi 10 Kecamatan, 65 Kelurahan, 673 Rukun Warga dan 7.513 Rukun Tetangga. Berdasarkan data BPS, luas wilayah Jakarta Timur adalah 188,03 km2 atau sekitar 23,39% dari wilayah provinsi DKI Jakarta.

(42)

Cakung Pulogadung Matraman Jatinegara Duren Sawit Makasar Kramat Jati Pasar Rebo Ciracas Cipayung

6°20' 6°20'

6°15' 6°15'

6°10' 6°10'

106°50' 106°50'

106°55' 106°55'

JAKARTA SELATAN JAKARTA BARAT JAKARTA PUSAT JAKARTA UTARA KODYA BEKASI PETA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR U

2000 0 2000 4000 M

Batas Kelurahan Cakung Cipayung Ciracas Duren Sawit Jatinegara Kramat Jati Makasar Matraman Pasar Rebo Pulogadung LEGENDA

JAKART A BARAT JAKART A UT ARA

JAKART A PUSAT

JAKART A TI MU R JAKART A SELAT AN PETA ADMINISTRASI

[image:42.595.119.491.95.396.2]

DKI JAKARTA

Gambar 3. Peta Administrasi Kotamadya Jakarta Timur

Secara geografis, kesepuluh kecamatan tersebut dibagi menjadi dua wilayah, yaitu wilayah Selatan yang terdiri dari atas lima kecamatan yaitu Kecamatan Kramat Jati, Kecamatan Ciracas, Kecamatan Cipayung, Kecamatan Pasar Rebo, dan Kecamatan Makasar. Sedangkan yang termasuk wilayah utara adalah Kecamatan Matraman, Kecamatan Jatinegara, Kecamatan Pulogadung, Kecamatan Duren Sawit, dan Kecamatan Cakung. Masing-masing kecamatan mempunyai kondisi fisik yang berbeda. Dari sisi fisik kekumuhan jumlah RW yang kumuh masing-masing kecamatan juga berbeda. Secara terinci jumlah RW kumuh yang ada di Kotamadya Jakarta Timur berdasarkan data dari BPS tahun 2008 disajikan pada Tabel 4.

(43)

Tabel 4. Jumlah RW, RW kumuh, Jumlah RT dan RT Kumuh Kecamatan Jakarta Timur 2008

Kecamatan Jumlah

RW Jumlah RW Kumuh Jumlah RT Jumlah RT Kumuh

Ciracas 49 1 593 3

Cipayung 56 1 494 1

Makasar 53 9 569 14

Kramat Jati 65 9 652 50

Jatinegara 90 22 1141 137

Duren Sawit 95 9 1113 23

Cakung 84 7 935 34

Pulogadung 91 11 1021 40

Matraman 62 8 800 37

Sumber Data : Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2008

4.3. Kependudukan

Jumlah penduduk Jakarta Timur pada tahun 2007 tercatat sebanyak 2.168.601 jiwa tediri dari jumlah berjenis kelamin laki-laki sebesar 1.148.397 jiwa dan peduduk berjenis kelamin perempuan sebesar 1.020.204 jiwa, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 601.847. Tabel 5 menyajikan jumlah rumah tangga dan penduduk menurut kecamatan, berdasarkan Tabel 5 jumlah penduduk yang paling banyak terdapat pada kecamatan Duren Sawit. Dinamika jumlah penduduk wilayah kajian disajikan pada Gambar 4.

Tabel 5. Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk Menurut Kecamatan, 2006-2007

Kecamatan Rumah tangga Penduduk

Jumlah % Jumlah %

Pasar Rebo 32.030 5,32 162.747 7,5

Ciracas 51.469 8,55 202.815 9,35

Cipayung 32.704 5,43 125.716 5,8

Makasar 41.635 6,92 180.581 8,33

Kramat Jati 54.058 8,98 206.327 9,51

Jatinegara 76.501 12,71 263.949 12,17

Duren Sawit 90.976 15,12 320.925 14,8

Cakung 86.924 14,44 232.140 10,7

Pulo Gadung 74.582 12,39 280.147 12,92

Matraman 60.968 10,13 193.254 8,91

Jumlah 601.847 100 2.168.601 100

(44)

Gambar 4. Pertumbuhan Penduduk

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan penduduk di semua kecamatan di Jakarta Timur bersifat fluktuatif. Jumlah penduduk di Kecamatan Jatinegara dan Kecamatan Cipayung dari tahun 2004 sampai tahun 2006 meningkat, namun pada tahun 2007 mengalami penurunan. Di Kecamatan Pulo Gadung, Kecamatan Matraman, Kecamatan Ciracas, Kecamatan Kramat Jati, Kecamatan Duren Sawit, dan Kecamatan Makasar, jumlah penduduk terlihat relatif konstan.

Jika dilihat dari komposisi penduduk berdasarkan golongan umur dengan asumsi bahwa penduduk usia produktif untuk bekerja yaitu mulai dari usia 15 - 49 yaitu sebesar 1.480.633 orang atau sekitar 61.15%.

Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Golongan Umur

Golongan Umur Laki-laki Perempuan Jumlah

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

0-4 104.181 8,65 90.200 7,41 194.381 8,03

5-9 96.514 8,02 101.926 8,37 198.440 8,2

10-14 97.416 8,09 99.220 8,15 196.636 8,12

15-49 719.796 5.980 760.837 6.248 1.480.633 61,15

50-64 144.771 12,03 121.770 10 266.541 11,01

65+ 41.041 3,14 43.747 3,59 84.788 3,5

Sumber data : Survei Sosial Ekonomi Nasional 2007 dalam Jakarta Timur Dalam Angka

4.5. Perekonomian

(45)

berbagai sektor di Kota Jakarta Timur pada periode tahun 2000 – 2007 disajikan pada gambar berikut.

(46)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh di Wilayah Jakarta Timur

Di wilayah Provinsi DKI Jakarta, Kota Jakarta Timur merupakan salah satu wilayah yang mempunyai berbagai keunikan baik secara geografis, demografis serta hidrologis. Dari sisi geografis, Kota Jakarta Timur merupakan wilayah yang terluas dan terdiri dari beberapa perkampungan. Dari sisi demografisnya, Jakarta Timur memiliki jumlah penduduknya terbanyak dibandingkan dengan wilayah Jakarta lainnya. Sementara itu, dari sisi hidrologis, Jakarta Timur dilewati oleh beberapa sungai dan kanal antara lain: Cakung Drain, Kali Ciliwung, Kali Malang, Kali Sunter, dan Kali Cipinang.

Menurut BPS pada tahun 2000 dalam rangka pembangunan wilayah DKI Jakarta, Kota Jakarta Timur diarahkan menjadi daerah pengembangan untuk permukiman penduduk dan berbagai kegiatan ekonomi terutama industri pengolahan dan pariwisata. Banyaknya lapangan pekerjaan di wilayah ini telah mendorong proses migrasi dan menetap, sehingga kebutuhan perumahan menjadi sangat tinggi. Untuk migran yang tidak terdidik dengan pekerjaan yang terbatas, maka wilayah permukiman kumuh menjadi pilihan. Gambar 6 menyajikan distribusi permukiman kumuh di tingkat kecamatan Jakarta Timur.

Gambar 6. Sebaran Lokasi Kumuh di Jakarta Timur

(47)

lingkungan di Jakarta Timur sangat besar. Hal ini tentu saja membawa dampak yang serius dan membutuhkan mekanisme penataan ruang yang baik.

Berdasarkan informasi di atas, penelitian ini memfokuskan pada kawasan kumuh yang berada di Kecamatan Jatinegara karena kawasan ini mempunyai jumlah KK tertinggi secara relatif dibandingkan dengan kecamatan yang lain. Kecamatan Jatinegara ini mempunyai 8 kelurahan yaitu Kelurahan Cipinang Muara, Cipinang Besar Selatan, Cipinang Besar Utara, Cipinang Cempedak, Rawa Bunga, Bidara Cina, Balimester, Kampung Melayu. Setiap kelurahan mempunyai KK kumuh yang berbeda-beda. Tabel 7 menyajikan data jumlah KK kumuh di Kecamatan Jatinegara. Seperti yang terlihat pada tabel tersebut bahwa jumlah KK kumuh paling banyak terdapat pada Kelurahan Kampung Melayu, sedangkan jumlah KK kumuh Kelurahan Balimester adalah 0. Namun demikian, berdasarkan data evaluasi RW Kumuh DKI 2004 dan data dari Kelurahan Balimester, kelurahan tersebut masih mempunyai KK kumuh.

Tabel 7. Jumlah KK Kumuh di Kecamatan Jatinegara

Kelurahan KK Kumuh

2008

KK Kumuh 2004

Bali Mester 0 869

Bidara Cina 209 1262

Cipinang Besar Selatan 215 2014

Cipinang Besar Utara 3027 4094

Cipinang Cempedak 300 64

Kampung Melayu 3233 1991

Rawa Bunga 1039 1544

Sumber Data : BPS dalam Evaluasi RW Kumuh DKI 2008

(48)

Gambar 7. Sebaran Lokasi Kumuh di Kecamatan Jatinegara Berdasaran Data Evaluasi RW Kumuh DKI 2008

5.1.1. Distribusi Spasial Permukiman Kumuh

Kelemahan mendasar dari data BPS tentang permukiman kumuh adalah ketiadaan batas yang jelas pada masing-masing lokasi yang ditetapkan sebagai permukiman kumuh, sehingga penetapan luas serta analisis spasial lanjutan tidak dapat dilakukan. Hal ini dapat dimengerti mengingat data tersebut diperoleh dari hasil pendataan lapangan oleh dinas. Untuk mengurangi kelemahan tersebut, penelitian ini menggunakan citra resolusi tinggi Quickbird tahun pengamatan 2006.

Kunci interpretasi untuk menentukan kenampakan kawasan kumuh pada citra adalah dengan melihat pola dari permukiman. Pola pemukiman teratur menunjukkan kenampakan lebih rapi dan dapat diidentifikasinya jarak antar rumah serta dapat dibedakan jelas antara jalan dengan rumah. Menurut Kusumawati (2006) pola permukiman tidak teratur menunjukkan 2 kemungkinan yaitu permukiman kumuh atau bukan permukiman kumuh. Ciri-ciri pemukiman kumuh yang nampak pada citra adalah berpola tidak teratur, ukuran rumah kecil-kecil, rapat tidak ada jarak antara rumah yang satu dengan yang lainnya, sebagian besar rumah beratapkan asbes atau seng dan sebagian kecil beratapkan genteng (Gambar 8). Atap seng pada citra

(49)

Gambar 8. Pola Pemukiman Tidak Teratur Yang Merupakan Daerah Kumuh: Atap Seng(a), Atap Genteng (b), dan Atap Asbes(c): Kenampakan Citra Quickbird Pada Daerah Kumuh Yang Terletak di Kelurahan Cipinang Besar Utara

Gambar 9. Pola Permukiman Teratur di Kelurahan Cipinang Besar Selatan Pada Citra Quickbird: Pola Teratur dan Tampak Rapi Antara Rumah dan Jalan Dapat di Bedakan

[image:49.595.160.452.84.285.2]
(50)

a. b. Koordinat (106.86°,-6.22°)

Gambar 10. (a) Permukiman Kumuh Yang Terletak di Dekat Sungai Ciliwung, Dekat Pasar Mester Atau Pasar Jatinegara, (B) Pemukiman Kumuh Yang Terletak di Dekat Sungai Ciliwung

5.2. Karakterisasi Permukiman Kumuh di Wilayah Jakarta Timur

5.2.1. Karakteristik Lokasi

Berdasarkan hasil interpretasi citra Quickbird 2006, terlihat bahwa kenampakan permukiman kumuh secara spasial umumnya berasosiasi dengan kedekatannya terhadap sungai dan jalan lokal. Beberapa permukiman kumuh ditemui berlokasi di sekitar jalur rel kereta api, jalan tol, jalan kolektor serta jalan arteri seperti tersaji pada Gambar 11. Kenampakan permukiman kumuh dari citra Quickbird tersebut, dilengkapi dengan foto lapangan, pada berbagai lokasi disajikan pada Gambar 13 sampai dengan Gambar 15.

Gambar 11. Frekuensi Jumlah Permukiman Kumuh Terhadap Lokasi Permukiman di Jakarta Timur

(51)

pada citra Quicbird dapat dilihat pada Tabel 8. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa setiap Kecamatan di Jakarta Timur mempunyai luas permukiman kumuh yang relatif beragam. Luas permukiman kumuh yang terluas terdapat pada Kecamatan Jatinegara yaitu sekitar 15,97 Ha, sedangkan luas permukiman kumuh yang terkecil berada pada Kecamatan Cipayung yaitu sekitar 0,58 Ha. Total keseluruhan luas permukiman kumuh di Jakarta Timur yaitu sekitar 36,81 Ha.

Tabel 8. Luas Sebaran Permukiman Kumuh Hasil Klasifikasi Citra Quickbird

Kecamatan Kumuh Tidak

Kumuh

Cakung 2.41 4135.96

Cipayung 0.58 2838.35

Ciracas 1.09 1728.30

Duren Sawit 1.74 2129.25

Jatinegara 15.97 1296.96

Kramat Jati 1.62 1217.58

Makasar 1.08 2399.91

Matraman 1.80 473.97

Pasar Rebo 1.60 1397.16

Pulogadung 8.92 1447.51

Total 36.81 19064.95

(52)

Cipayung

Makasar

Ciracas

Duren Sawit

Jatinegara

Pulogadung

Kramat Jati

Matraman

°

°

6

°

18'

°

6

°

15'

°

6

°

12'

°

106

°

51'

106

°

54'

°

PETA SEB

100

LEG

KODYA BEKAS

JAKARTA SELATAN

JAKARTA PUSAT

(53)

a. b. Koordinat ( 106.95°,-6.20°)

Gambar 13. (a) Penampakan Obyek Permukiman Kumuh Yang Terlihat Dari Citra Berada di Sekitar Jalan Tol,(b) Penampakan Obyek Foto Lokasi Permukiman Kumuh di Sekitar Jalan Tol

a. b. Koordinat (106.88°,-6.19°)

Gambar 14. (a) Penampakkan Obyek Permukiman Kumuh Yang Terlihat Dari Citra Berada di Sekitar Jalan Arteri, (b) Penampakan Obyek Foto Lokasi Permukiman Kumuh di Sekitar Jalan Arteri

a. b. Koordinat (106.89°,-6.21°)

Gambar

Gambar 1. Poligon Merah Menunjukkan (A) Kelurahan Bukit Duri, (B) Kelurahan Kampung  Melayu Yang Letaknya Pada Citra Quickbird Terlihat Berdekatan
Tabel 2. Peubah Untuk Mengidentifikasi Faktor-Faktor Penciri Tingkat Kekumuhan
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian
Gambar 3. Peta Administrasi Kotamadya Jakarta Timur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh permukiman kumuh di Kelurahan Tomuan,Kecamatan Siantar Timur sekaligus menjadi sampel dalam penelitian ini,sumber data

Hasil identifikasi dan deliniasi kawasan permukiman kumuh di Kota Gorontalo Tahun 2016 sebanyak 6 lokasi kawasan kumuh dengan luas kawasan kumuh sekitar 62,232

1. Tingkat kekumuhan di wilayah studi adalah kumuh sedang yang penyebab utama kekumuhan yaitu kondisi kualitas drainase yang tidak mampu menampung aliran air

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik permukiman kumuh di bantaran Sungai Krueng Daroy melalui identifikasi terhadap pola perkembangan spasial kawasan

Penerapan metode Fuzzy C-Means untuk penentuan klasifikasi berdasarkan kualittas permukiman terbagi menjadi 4 kluster yaitu kumuh berat, sedang, ringan dan tidak kumuh

Hasil identifikasi dan deliniasi kawasan permukiman kumuh di Kota Gorontalo Tahun 2016 sebanyak 6 lokasi kawasan kumuh dengan luas kawasan kumuh sekitar 62,232

Kelurahan Sawahan Timur merupakan salah satu kawasan kumuh yang ada di Kota Padang. Kawasan ini tertuang dalam SK Walikota No. 163 Tahun 2014 tentang Lokasi Lingkungan

Permukiman kumuh bantaran sungai masalah utama adalah tidak memiliki septictank sebagai pengelolaan air limbah black water dan tidak terdapat drainase.. Permukiman kumuh bantaran rel