• Tidak ada hasil yang ditemukan

Integrated model in developing capture fisheries minapolitan at Palabuhanratu, Sukabumi District, West Java

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Integrated model in developing capture fisheries minapolitan at Palabuhanratu, Sukabumi District, West Java"

Copied!
427
0
0

Teks penuh

(1)

DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI,

JAWA BARAT

ARDANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa informasi Model Integrasi dalam Pengembangan Minapolitan Perikanan Tangkap di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2012

Ardani

(4)
(5)

ARDANI. Integrated model in developing capture fisheries minapolitan at Palabuhanratu, Sukabumi District, West Java. Under the direction of TRI WIJI NURANI and ERNANI LUBIS.

Palabuhanratu Archipelagic Fishing Port has been established as the field project of capture fisheries minapolitan. Minapolitan development will be effective if managed in an integrated model. This research was aimed to: 1) identify the implementation problems, 2) formulate the integrated model based on market integration, supply chain and institutional partnerships, 3) formulate strategies and benchmarks of the integrated model in developing capture fisheries minapolitan at Palabuhanratu. System approach, descriptive analysis, SWOT and balanced scorecard were used for data analysis. The result found that the implementation problems of capture fisheries minapolitan at Palabuhanratu were fishermen poverty, declined in fish stocks, and conflicts in the utilization of coastal and marine areas. Tuna and hairtail market at Palabuhanratu were highly integrated for both local and export markets. The vertical integration process occurred among fishermen, vessel owners, and the company. The integration of minapolitan institutional can be done through participation in a harmonious and mutual need between government, private sector, and intellectual. Strategies for the successfull implementations in the minapolitan model were 1) optimization of tuna and hairtail product, 2) improving facilities and infrastructure of transportation and fishing port, 3) cooperation of minapolitan business partnerships, 4) improving performance of fishing port institutional, 5) the fisheries industrialization, 6) sustainable fisheries development, 7) building win-win partnerships between fisherman, vessel owners and exporter, 8) building a collective consciousness to remain committed and consistent in developing minapolitan. Balanced scorecard analysis produced 16 successfull factors (benchmarks) and 13 programs that should be done to achieve strategic goals.

(6)
(7)

Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan PPN Palabuhanratu sebagai salah satu lokasi implementasi program minapolitan berbasis perikanan tangkap. Kawasan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu adalah suatu kawasan pengembangan ekonomi berbasis usaha penangkapan ikan yang dikembangkan secara terintegrasi oleh pemerintah, swasta dan masyarakat untuk menciptakan iklim usaha yang lebih baik untuk pertumbuhan ekonomi wilayah, penciptaan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat kawasan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Isu pokok yang dihadapi dalam implementasi minapolitan perikanan tangkap adalah menjaga keseimbangan antara kepentingan keberlanjutan sumber daya ikan, kepentingan nelayan setempat, kepentingan industri terkait, dan kepentingan pemerintah. Beberapa permasalahan yang terjadi selama implementasi minapolitan adalah 1) persaingan usaha yang kurang sehat 2) praktek bisnis monopoli dan eksploitatif 3) posisi tawar nelayan masih rendah, 4) sosialisasi program belum optimal, dan 5) anggaran implementasi program minapolitan implementasi terbatas. Tujuan penelitian ini adalah 1) identifikasi permasalahan implementasi konsep minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu, 2) memformulasikan model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap berdasarkan aspek pasar, aspek rantai pasok dan aspek kelembagaan, 3) merumuskan strategi dan tolok ukur keberhasilan model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu.

Pendekatan sistem digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan implementasi konsep minapolitan perikanan tangkap. Model Ravallion digunakan untuk menganalisis integrasi pasar tuna dan layur dan tingkat integrasi pasar dianalisis berdasarkan nilai index of market connection (IMC). Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis integrasi rantai pasok dan integrasi kelembagaan. Analisis SWOT dan balanced scorecard digunakan untuk merumuskan strategi dan faktor-faktor keberhasilan (tolok ukur). Survei dilakukan pada bulan Maret - Mei tahun 2012 di PPN Palabuhanratu.

(8)

iklim usaha, insentif dan driven pada pertumbuhan dan pengembangan minapolitan.

Perumusan strategi pengembangan minapolitan berdasarkan analisis SWOT, adalah 1) optimalisasi produksi tuna dan layur, 2) peningkatan sarana, prasarana dan infrastruktur transportasi serta pelabuhan perikanan, 3) kerja sama kemitraan bisnis minapolitan, 4) peningkatan kinerja pengelola pelabuhan perikanan, 5) industrialisasi perikanan, 6) pengembangan perikanan tangkap berkelanjutan, 7) pengembangan pola kemitraan antara nelayan, juragan dan eksportir yang berimbang, 8) membangun kesadaran kolektif untuk tetap komitmen dan konsisten dalam mengembangkan minapolitan. Analisis balanced scorecard

menghasilkan faktor-faktor keberhasilan (tolok ukur) dari sasaran strategis, seperti 1) status keberlanjutan ekologi, keberlanjutan sosial ekonomi, keberlanjutan kemasyarakatan dan keberlanjutan kelembagaan, 2) jenis, kapasitas dan kualitas fasilitas pelayanan sesuai dengan kebutuhan pelanggan, 3) kenyamanan dan loyalitas pelanggan dalam jangka panjang atas pelayanan yang diberikan, 4) penerapan manajemen mutu mulai dari input, proses, output dan layanan purna jual, 5) kesadaran mutu dipahami oleh anggota rantai pasok, 6) tingkat perolehan kerja sama kemitraan, 7) tingkat kepuasan mitra bisnis, 8) peningkatan nilai produksi, 9) peningkatan pendapatan nelayan, 10) peningkatan tenaga kerja yang terserap, 11) klaster industri perikanan yang berdaya saing, 12) posisi tawar yang seimbang antara nelayan, pedagang pengumpul dan perusahaan, 13) kelompok nelayan yang memiliki kematangan usaha menjadi lembaga formal yang mandiri, 14) efisiensi dan efektivitas kinerja pelabuhan perikanan, 15) para pelaku ekonomi dan stakeholders kunci lainnya memiliki kesadaran kolektif untuk berkolaborasi dan bersinergi mengembangkan klaster industri perikanan yang terintegrasi dalam sistem minapolitan, 16) terumuskannya pola kerja sama pelaksanaan pengembangan klaster industri perikanan yang terintegrasi.

(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1.Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a.Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b.Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI,

JAWA BARAT

ARDANI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sain pada

Program Studi Teknologi Perikanan Laut

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Nama : Ardani

NIM : C452100061

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Perikanan Laut

Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(14)
(15)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga proposal penelitian ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 ini adalah Minapolitan Perikanan Tangkap dengan judul Model Integrasi dalam Pengembangan Minapolitan Perikanan Tangkap di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M. Si, dan Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan saran. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pimpinan dan staf Dinas Kelautan dan Perikanan, Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu dan Bappeda Kabupaten Sukabumi, yang telah membantu selama proses pengumpulan data serta Tanoto Foundation atas bantuan pendanaan penelitian ini. Atas dukungan orang tua, istri dan anak serta berbagai pihak, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Semoga hasil penelitian ini dapat dapat bermanfaat bagi masyarakat nelayan, pemerintah maupun dunia pendidikan.

Bogor, Desember 2012

(16)
(17)

Penulis dilahirkan di Kebumen pada tanggal 27 Agustus 1972 dari ayah Suradi Hadiwiyono dan ibu Haryati. Penulis merupakan putra pertama dari lima bersaudara. Penulis menikah dengan Fauziyah dan dikaruniai seorang putri bernama Arfa Nismara Dhahayu.

Tahun 1991 Penulis lulus dari SMA Negeri I Kebumen dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur UMPTN. Penulis memilih Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan menamatkannya pada tahun 1995. Kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada program studi Teknologi Perikanan Laut, Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap IPB diperoleh pada tahun 2010. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Tanoto Foundation pada tahun 2011.

(18)
(19)

Halaman

DAFTAR ISI ... xvii

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii

DAFTAR ISTILAH ... xxv

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan ... 3

1.4 Manfaat ... 4

1.5 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 4

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Konsep Agropolitan ... 9

2.2 Minapolitan ... 10

2.2.1 Pengertian minapolitan ... 10

2.2.2 Ciri-ciri, batasan dan konsep minapolitan ... 12

2.2.3 Asas, prinsip dan struktur minapolitan ... 13

2.2.4 Tujuan, sasaran dan lokasi minapolitan ... 15

2.2.5 Minapolitan perikanan tangkap... 17

2.3 Minapolitan Perikanan Tangkap Palabuhanratu ... 19

2.4 Perkembangan Teori Klaster ... 20

2.5 Klaster Industri Berbasis Perikanan Tangkap ... 26

2.6 Supply Chain Management ... 28

2.6.1 Definisi supply chain management ... 28

2.6.2 Perkembangan konsep supply chain management ... 29

2.7 Penelitian Terkait ... 30

3 METODOLOGI ... 31

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 31

3.2 Metode Penelitian ... 31

3.3 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 32

3.4 Metode Analisis ... 34

(20)

3.4.2 Analisis model integrasi dalam pengembangan minapolitan ... 36

3.4.3 Strategi pengembangan model minapolitan perikanan tangkap ... 41

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

4.1 Identifikasi Permasalahan Implementasi Program Minapolitan ... 49

4.1.1 Analisis kebutuhan ... 49

4.1.2 Formulasi masalah ... 52

4.1.3 Identifikasi sistem ... 54

4.2 Analisis Model Integrasi Pasar, Rantai Pasok dan Kelembagaan ... 62

4.2.1 Analisis model integrasi pasar ikan tuna dan layur ... 62

4.2.2 Analisis model integrasi supply chain tuna dan layur ... 79

4.2.3 Analisis integrasi kelembagaan minapolitan ... 101

4.3 Analisis Strategi dan Tolok Ukur Keberhasilan Minapolitan di Palabuhanratu ... 112

4.3.1 Analisis SWOT ... 112

4.3.2 Analisis balanced scorecard ... 147

4.4 Pemeliharaan Program ... 158

5 SIMPULAN DAN SARAN ... 161

5.1 Simpulan ... 161

5.2 Saran ... 161

DAFTAR PUSTAKA ... 163

(21)

Halaman

1 Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ... 33

2 Indikator kunci analisis gap dan bobot skor penilaian ... 48

3 Kebutuhan pelaku-pelaku sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu ... 50

4 Jumlah alat tangkap pancing tonda dan longline yang beroperasi di PPN Pabuhanratu tahun 2005-2011... 63

5 Hasil analisis integrasi pasar bigeye tuna segar dan layur ... 72

6 Analisis gap supply chain di PPN Palabuhanratu dengan supply chain ideal ... 100

7 Peran pemerintah dalam pembangunan klaster industri perikanan yang diadopsi dari model Berlian Porter ... 108

8 Peran swasta dalam pembangunan klaster industri perikanan yang diadopsi dari model Berlian Porter ... 109

9 Perusahaan yang menyewa lahan industri perikanan di PPN Palabuhanratu tahun 2012 ... 118

10 Rencana program untuk mendukung minapolitan perikanan tangkap Palabuhanratu ... 119

11 Matrik IFAS minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu ... 126

12 Konflik pengelolaan perikanan di Palabuhanratu ... 133

13 Matrik EFAS minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu ... 135

14 Tujuan strategis pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu berdasarkan perspektif balanced scorecard ... 149

15 Faktor-faktor keberhasilan sasaran strategis pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu ... 152

16 Pengembangan tolok ukur, identifikasi penyebab dan dampak serta membuat keseimbangan ... 154

(22)
(23)

Halaman 1 Kerangka pemikiran penelitian. ... 7 2 Model Berlian dalam peningkatan daya saing industri. ... 26 3 Peta lokasi penelitian... 31 4 Diagram alir tahapan penelitian. ... 34 5 Model integrasi pasar tuna dan layur di Palabuhanratu dengan

pendekatan index of market connection. ... 37 6 Kerangka pikir pengembangan kelembagaan kemitraan dalam sistem

minapolitan perikanan tangkap. ... 41 7 Kerangka perumusan strategi dengan pendekatan SWOT dan balanced

scorecard. ... 42 8 Perubahan konsep balanced scorecard yang digunakan dalam

perumusan strategi minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. ... 44 9 Konsep siklus perbaikan program minapolitan. ... 47 10 Pemeliharaan program secara berjenjang dan berkelanjutan. ... 47 11 Akar permasalah kemiskinan nelayan di Palabuhanratu dengan

pendekatan diagram pohon masalah. ... 52 12 Akar permasalahan penurunan stok sumberdaya ikan di Palabuhanratu

dengan pendekatan diagram pohon masalah. ... 53 13 Akar permasalahan konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan laut

di Palabuhanratu dengan pendekatan diagram pohon masalah. ... 53 14 Diagram sebab akibat (causal loop) sistem minapolitan perikanan

tangkap di Palabuhanratu. ... 55 15 Diagram input-output sistem minapolitan perikanan tangkap di

Palabuhanratu. ... 57 16 Struktur sistem minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu. ... 60 17 Fluktuasi harga bigeye tuna (fresh) per bulan di Tokyo Center Wholesale

Market dan PPN Palabuhanratu pada tahun 2008-2011. ... 64 18 Fluktuasi harga ikan layur di pasar CFR Cina dan PPN Palabuhanratu

tahun 2010-2011. ... 65 19 Fluktuasi harga ikan layur di kawasan minapolitan perikanan tangkap

Palabuhanratu tahun 2011. ... 67 20 Model rantai pasok layur di Palabuhanratu. ... 80 21 Prosentase produksi layur per alat tangkap di PPN Palabuhanratu tahun

(24)

22 Prosentase produksi layur yang masuk lewat darat ke PPN

Palabuhanratu tahun 2011. ... 82 23 Model rantai pasok tuna di Palabuhanratu. ... 84 24 Prosentase produksi tuna per alat tangkap di PPN Palabuhanratu tahun

2011. ... 84 25 Trend produksi layur di PPN Palabuhanratu tahun 2003-2011. ... 89 26 Trend produksi tuna di PPN Palabuhanratu tahun 2003-2011. ... 89 27 Rencana penuntasan jalan lintas selatan Jawa Barat. ... 92 28 Rencana lokasi industri perikanan dan pengembangan pelabuhan di

kawasan PPN Palabuhanratu. ... 93 29 Siklus-siklus proses dalam rantai pasok tuna dan layur. ... 96 30 Struktur kelembagaan Pokja minapolitan perikanan tangkap di

Palabuhanratu. ... 102 31 Klaster industri perikanan tangkap di Palabuhanratu yang terbentuk

secara alamiah sebelum program minapolitan. ... 103 32 Rancangan model pengembangan kelembagaan minapolitan di

Palabuhanratu. ... 110 33 Jumlah kapal tuna dan layur yang menggunakan PPN Palabuhanratu

sebagai fishing base. ... 113 34 Posisi strategis PPN Palabuhanratu dalam wilayah pengembangan Outer

Ring Fishing Port di perairan Indonesia... 120 35 Ploting skor faktor internal dan eksternal sistem minapolitan perikanan

tangkap di Palabuhanratu dalam kuadran SWOT... 137 36 Matrik SWOT strategi pengembangan minapolitan perikanan tangkap di

Palabuhanratu. ... 138 37 Fluktuasi kualitas produk tuna di PPN Palabuhanratu tahun 2011. ... 139 38 Kerangka konseptual kebijakan dan strategi industrialisasi perikanan

sebagai salah satu kegiatan percepatan minapolitan di Palabuhanratu... 143 39 Tujuan dan sasaran strategis pengembangan minapolitan perikanan

tangkap di Palabuhanratu... 150 40 Rumusan tujuan, sasaran strategis, dan indikator pencapaian sasaran

(25)

Halaman 1 Data yang digunakan dalam analisis integrasi pasar bigeye tuna segar

dan layur ... 170 2 Hasil analisis model integrasi pasar bigeye tuna segar antara PPN

Palabuhanratu dan Tokyo Central Wholesale Market ... 174 3 Hasil analisis model integrasi pasar ikan layur antara PPN Palabuhanratu

dan CFR China ... 176 4 Hasil analisis model integrasi pasar ikan layur antara TPI Ciwaru dan

PPN Palabuhanratu ... 178 5 Hasil analisis model integrasi pasar ikan layur antara TPI Cibangban dan

PPN Palabuhanratu ... 180 6 Hasil analisis model integrasi pasar ikan layur antara TPI Cisolok dan

PPN Palabuhanratu ... 182 7 Hasil analisis model integrasi pasar ikan layur antara TPI Minajaya dan

PPN Palabuhanratu ... 184 8 Hasil analisis model integrasi pasar ikan layur antara TPI Ujung

Genteng dan PPN Palabuhanratu ... 186 9 Desain rencana pengembangan jangka pendek PPN Palabuhanratu... 188 10 Desain rencana pengembangan jangka menengah PPN Palabuhanratu ... 189 11 Desain rencana pengembangan jangka panjang PPN Palabuhanratu ... 190 12 Kelengkapan fasilitas pokok, fungsional dan penunjang di PPN

Palabuhanratu ... 191 13 Perhitungan bobot faktor intrnal minapolitan dengan matrik banding

berpasangan ... 194 14 Perhitungan bobot faktor eksternal minapolitan dengan matrik banding

(26)
(27)

Balanced scorecard : kumpulan ukuran kinerja yang mencakup empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, pertumbuhan dan pembelajaran.

Contract farming : kesepakatan antara nelayan dan perusahaan

pengolah dan atau pemasaran untuk menghasilkan dan memasok produk perikanan berdasarkan kesepakatan, waktu dan harga yang telah ditentukan sebelumnya.

Index Market of Connection : indeks yang digunakan untuk mengukur integrasi pasar yaitu indeks yang dibatasi sebagai nisbah koefisien pasar sekunder periode sebelumnya terhadap pasar primer (acuan) periode sebelumnya.

Integrasi horizontal : integrasi sesama anggota rantai pasok yang berada dalam satu level (satu jenis usaha) seperti integrasi antar nelayan, integrasi antar pedagang pengumpul dan integrasi antar perusahaan.

Integrasi vertikal : integrasi mulai dari produsen (nelayan), pedagang pengumpul (pemilik kapal) sampai pihak perusahaan yang akan memasarkan produk ke konsumen.

Manajemen rantai pasok : serangkaian metode, alat atau pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan supplier, pengusaha, gudang, dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien sehingga produk dihasilkan dan didistribusikan dengan kuantitas yang tepat, lokasi tepat, dan waktu tepat untuk memperkecil biaya dan memuaskan kebutuhan pelanggan.

Minapolitan : kota perikanan yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha perikanan serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan ekonomi daerah sekitarnya.

(28)

ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah. Model : abstraksi dari realitas dan memperlihatkan

hubungan-hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab akibat.

Model integrasi : suatu model yang mengambarkan keterpaduan antara elemen dalam suatu sistem yang akan dikaji.

Model Integrasi pasar : suatu model yang dapat dijadikan sebagai suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh perubahan harga yang terjadi di pasar acuan akan menyebabkan terjadinya perubahan pada pasar pengikutnya.

Model integrasi rantai pasok : suatu model keterpaduan berbagai elemen atau unsur dalam suatu sistem dimana basis integrasi dicirikan oleh ko-operasi, kolaborasi, berbagi informasi, kepercayaan, kemitraan, penyebaran teknologi, pergeseran dari proses individual ke proses integrasi rantai pasok.

Rantai pasok : suatu rangkaian proses-proses dan aliran-aliran yang terjadi di dalam dan di antara tahapan rantai pasok yang berbeda dan berkombinasi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan atas suatu produk.

Strategi : pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu.

(29)

1.1 Latar Belakang

Pada tahun 2010, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan Pelabuhan Perikanan Nasional (PPN) Palabuhanratu sebagai lokasi proyek minapolitan perikanan tangkap. Minapolitan merupakan sebuah konsep pembangunan kelautan dan perikanan yang berbasis wilayah dengan pendekatan sistem manajemen kawasan untuk mendorong peningkatan produksi perikanan sekaligus mendorong pusat pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut (Sunoto 2010; Rahman 2011; KKP 2011). Menurut Nasrudin (2010), kawasan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu adalah suatu kawasan pengembangan ekonomi berbasis usaha penangkapan ikan yang dikembangkan secara terintegrasi oleh pemerintah, swasta dan masyarakat untuk menciptakan iklim usaha yang lebih baik untuk pertumbuhan ekonomi wilayah, penciptaan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat kawasan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi.

Keberadaan PPN Palabuhanratu memiliki peranan yang sangat penting dan strategis sebagai kawasan inti minapolitan perikanan tangkap. Keberadaan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) atau Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) lainnya di kawasan Teluk Palabuhanratu merupakan pendukung kawasan minapolitan Palabuhanratu. Sebagai sebuah sistem, minapolitan perikanan tangkap Palabuhanratu seharusnya mencerminkan keterpaduan antar elemen atau industri terkait. Sistem akan berjalan optimal jika daya saing industri-industri terkait berada pada kondisi optimal pula. Daya saing ini akan ditentukan oleh karakteristik dan potensi komoditas unggulan yang dimilikinya. Komoditas unggulan minapolitan yang ditetapkan pemerintah daerah yaitu ikan tuna dan layur.

Program minapolitan masih relatif baru (tahap inisiasi) sehingga kadang muncul permasalahan-permasalahan akibat ketidaksepahaman antar stakeholders

(30)

yang tidak sehat, 2) praktek bisnis monopoli dan eksploitatif, 3) sosialisasi program kurang optimal, dan 4) keterbatasan anggaran implementasi program.

Permasalahan yang ada selama ini masih sangat kompleks sehingga perlu disederhanakan dalam bentuk model. Model yang tersusun berfungsi untuk mempermudah prediksi dan perhitungan, atau tiruan suatu gejala atau proses (Riadi 2012). Menurut Eriyatno (2003), salah satu dasar utama untuk mengembangkan model adalah menemukan peubah-peubah apa yang paling penting dan tepat. Dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan pemecahan masalah minapolitan, pentingnya model adalah 1) mengetahui apakah hubungan dari unsur-unsur (peubah) ada relevansinya terhadap masalah yang akan dipecahkan, dan 2) memperjelas (secara eksplisit) mengenai hubungan signifikan di antara unsur-unsur.

(31)

1.2 Perumusan Masalah

Sebagai program baru yang diinisiasi oleh pemerintah, pengembangan minapolitan membutuhkan strategi yang tepat berdasarkan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman). Strategi tersebut perlu diterjemahkan ke dalam seperangkat ukuran dan target yang jelas dan menyeluruh yang memberi kerangka kerja bagi pelaksana program maupun

stakeholder terkait lainnya agar visi, tujuan dan strategi dapat tercapai secara optimal.

Dalam perspektif pendekatan klaster, terdapat beberapa pertanyaan kunci seperti 1) apakah klaster perikanan tangkap di Palabuhanratu telah terbentuk secara alamiah, ataukah klaster tersebut terbentuk setelah inisiasi program, 2) strategi apa yang telah dan akan dilakukan pemerintah setempat dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap, 3) apakah pembentukan klaster telah menumbuhkan sinergitas, keterpaduan dan kemitraan antar pelaku-pelaku usaha (industri), pemerintah dan kelembagaan pendukung lainnya, serta 4) apakah terjadi permasalahan persaingan usaha yang kurang sehat akibat implementasi regulasi yang kurang kondusif.

Berkenaan dengan hal tersebut, perumusan masalah akan diformulasikan dalam bentuk pertanyaan yang perlu dijawab dalam penelitian ini, yaitu:

1) Bagaimana permasalahan implementasi konsep minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu saat ini?

2) Bagaimana model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu?

3) Bagaimana strategi dan tolok ukur keberhasilan model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap Palabuhanratu yang seharusnya dikembangkan?

1.3 Tujuan

Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

(32)

2) Memformulasikan model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap berdasarkan aspek pasar, aspek rantai pasok dan aspek kelembagaan;

3) Merumuskan strategi dan tolok ukur keberhasilan model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu.

1.4 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1) Bagi pemerintah Kabupaten Sukabumi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi perumusan kebijakan pengembangan program minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu;

2) Bagi peneliti dan akademisi sebagai informasi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan terkait dengan model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap;

3) Bagi nelayan dan pelaku usaha perikanan lainnya sebagai masukan informasi untuk meningkatkan kesadaran kolektif dalam rangka mewujudkan keterpaduan, efisiensi usaha dan peningkatan daya saing sebagai salah satu upaya peningkatan kesejahteraan nelayan.

1.5 Kerangka Pemikiran Penelitian

(33)

seoptimal mungkin. Oleh karena itu, tahap awal yang harus dilakukan adalah menganalisis sistem minapolitan secara menyeluruh.

Dengan analisis sistem, kebutuhan pelaku-pelaku sistem minapolitan baik dari unsur pemerintah (dinas terkait), pelaku bisnis (industri) maupun nelayan dapat dijabarkan secara rinci. Permasalahan spesifik yang menyebabkan sistem minapolitan tidak berjalan optimal dapat teridentifikasi dengan baik. Rantai hubungan antara kebutuhan dan permasalahan tersebut juga dapat diformulasikan dalam bentuk diagram struktur sistem, diagram sebab akibat dan diagram input-output. Dengan demikian, kompleksitas sistem minapolitan lebih mudah dipahami untuk menghasilkan rumusan solusi yang tepat.

Model integrasi dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap dianalisis berdasarkan pada aspek integrasi pasar, integrasi rantai pasokan dan integrasi kelembagaan. Integrasi pasar dimaksudkan untuk menjelaskan keterkaitan atau integrasi perubahan harga ikan di TPI inti (PPN Palabuhanratu) dengan perubahan harga ikan di TPI lainnya di kawasan Teluk Palabuhanratu dan keterkaitan harga ikan di tingkat TPI Palabuhanratu dengan harga ikan di pasar tujuan ekspor. Integrasi pasar tersebut dapat dilihat dari nilai index of market connection (IMC). Integrasi antar rantai pasokan difokuskan untuk menganalisis hubungan antar berbagai pelaku bisnis (nelayan, juragan, distributor, dan perusahaan) di kawasan minapolitan Palabuhanratu. Integrasi kelembagaan dimaksudkan untuk menganalisis peran dan fungsi kelembagaan minapolitan (instansi terkait, kelembagaan rantai pasok, perbankan, industri sarana dan prasarana usaha penangkapan, PPN Palabuhanratu, koperasi nelayan, asosiasi nelayan dan lembaga pendidikan/penelitian). Berdasarkan peran dan fungsi antar kelembagaan kemudian dirumuskan model kemitraan yang sesuai untuk mendukung pengembangan minapolitan perikanan tangkap yang berdaya saing dan berkelanjutan.

(34)
(35)

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.

- Analisis integrasi pasar tuna dan layur

- Analisis manajemen rantai pasok

- Analisis kelembagaan kemitraan

ANALISIS SWOT

- Analisis faktor internal

- Analisis faktor eksternal

- Perumusan tema-tema strategis

ANALISIS BALANCED SCORECARD

- Perumusan strategis dalam perspektif balanced scorecard

- Perumusan sasaran strategis

- Perumusan faktor-faktor keberhasilan

- Pengembangan tolok ukur, identifikasi penyebab dan dampak serta membuat keseimbangan

REKOMENDASI PENGEMBANGAN PROGRAM MINAPOLITAN PERIKANAN TANGKAP MELALUI MODEL INTEGRASI DALAM PENGEMBANGAN

MINAPOLITAN PERIKANAN TANGKAP DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT

PERMASALAHAN

- Persaingan usaha antara nelayan tradisional dengan nelayan modern

- Potensi timbulnya praktek bisnis monopoli dan eksploitatif

- PPN Palabuhanratu ditetapkan sebagai salah satu pusat program minapolitan perikanan tangkap

- Palabuhanratu memiliki posisi strategis sebagai tempat pendaratan bagi nelayan Cilacap dan Jakarta

- Minat investor untuk mengembangkan bisnis komoditas unggulan (tuna dan layur) cukup tinggi

(36)
(37)

2.1 Konsep Agropolitan

Pada dasarnya, konsep agropolitan hampir sama dengan konsep minapolitan yaitu pengembangan sistem pengelolaan sumber daya berbasis wilayah dan pengembangan produk unggulan dalam rangkaian sistem agribisnis. Kedua konsep tersebut juga memandang bahwa kemudahan-kemudahan atau peluang yang biasanya ada di perkotaan perlu dikembangkan di pedesaan. Perbedaaan yang mencolok terdapat pada karakteristik wilayah dan komoditas yang dikembangkan di masing-masing pusat pengembangan program.

Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan agropolitan didefinisikan sebagai kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah pedesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.

Menurut Rustiadi dan Hadi (2006) konsep agropolitan dipandang sebagai konsep yang menjanjikan teratasinya permasalahan ketidakseimbangan antara pedesaan dan perkotaan selama ini. Secara singkat, agropolitan adalah suatu model pembangunan yang mengandalkan desentralisasi, mengandalkan pembangunan infrastruktur setara kota di wilayah pedesaan, sehingga mendorong urbanisasi (pengkotaan dalam arti positif). Pendekatan ini bisa mendorong penduduk pedesaan tetap tinggal di pedesaan melalui investasi di wilayah pedesaan. Agropolitan bisa mengantarkan tercapai tujuan akhir menciptakan daerah yang mandiri dan otonom, dan karenanya mengurangi kekuasaan korporasi transnasional atas wilayah lokal. Kepentingan lokal seperti ini akan dapat menjadi pengontrol kekuasaan pusat ataupun korporasi yang bersifat subordinatif.

(38)

pengaliran nilai tambah yang tidak terkendali ke luar kawasan, dan 4) pengembangan infrastruktur. Penguatan kelembagaan lokal dan sistem kemitraan menjadi persyaratan utama yang harus ditempuh terlebih dahulu dalam pengembangan kawasan agropolitan.

Ciri-ciri kawasan agropolitan yang sudah berkembang adalah 1) peran sektor pertanian (sampai ke tingkat agro processingnya) tetap dominan, 2) pengaturan pemukiman yang tidak memusat, tetapi tersebar pada skala minimal sehingga dapat dilayani oleh pelayanan infrastruktur seperti listrik, air minum, dan telekomunikasi, serta infrastruktur sosial seperti pendidikan, kesehatan, rekreasi dan olah raga, 3) aksesibilitas yang baik dengan pengaturan pembangunan jalan sesuai dengan kelas jalan yang dibutuhkan dari jalan usaha tani sampai ke jalan kolektor dan jalan arteri primer, dan 4) mempunyai produk tata ruang yang telah dilegalkan dengan Peraturan Daerah dan konsistensi para pengelola kawasan, sehingga dapat menahan setiap kemungkinan konversi dan perubahan fungsi lahan yang menyimpang dari peruntukannya (Rustiadi dan Hadi 2006).

2.2 Minapolitan

Program minapolitan telah menjadi salah satu program unggulan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Oleh karena itu, tinjauan pustaka mengenai pengertian, batasan, konsep, tujuan maupun lokasi program sebagian besar mengacu pada pedoman umum program minapolitan.

2.2.1 Pengertian minapolitan

(39)

hinterland atau wilayah sekitarnya melalui pengembangan ekonomi, yang tidak terbatas sebagai pusat pelayanan sektor perikanan, tetapi juga membangun sektor secara luas seperti usaha perikanan (on farm dan off farm), industri kecil, dan jasa pelayanan. Minapolitan berada dalam kawasan pemasok hasil perikanan (sentra produksi perikanan) yang mana kawasan tersebut memberikan kontribusi yang besar terhadap mata pencaharian dan kesejahteraan masyarakatnya. Selanjutnya kawasan tersebut (termasuk kotanya) disebut kawasan minapolitan (KKP 2009).

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP.18/MEN/2011 tentang Pedoman Umum Minapolitan mendefinisikan beberapa pengertian terkait minapolitan sebagai berikut:

1) Minapolitan adalah konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi, berkualitas dan percepatan;

2) Kawasan minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan/atau kegiatan pendukung lainnya; 3) Sentra produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran adalah kumpulan unit

produksi pengolahan, dan/atau pemasaran dengan keanekaragaman kegiatan di suatu lokasi tertentu;

4) Unit produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran adalah satuan usaha yang memproduksi, mengolah dan/atau memasarkan suatu produk atau jasa;

5) Rencana induk adalah rencana pengembangan kawasan minapolitan di daerah kabupaten/kota yang memuat kebijakan dan strategi pengelolaan potensi kelautan dan perikanan yang disusun dalam konsep arah kebijakan pengembangan kawasan jangka menengah dalam kurun waktu 5 (lima) tahunan yang diimplementasikan melalui rencana pengusahaan dan rencana tindak;

6) Rencana pengusahaan adalah rencana pengembangan sektor dan produk unggulan sebagai penggerak perekonomian di kawasan minapolitan dalam kurun waktu lima tahunan sesuai dengan rencana induk;

(40)

mengacu pada tahapan pembangunan lima tahunan sebagaimana yang tercantum dalam rencana induk.

2.2.2 Ciri-ciri, batasan dan konsep minapolitan

Dalam pedoman umum pengembangan kawasan minapolitan (KKP 2009) dijelaskan bahwa suatu kawasan minapolitan yang sudah dikembangkan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut memperoleh pendapatan dari kegiatan perikanan (minabisnis);

2) Sebagian besar kegiatan di kawasan tersebut didominasi oleh kegiatan perikanan, termasuk di dalamnya usaha industri pengolahan hasil perikanan, perdagangan hasil perikanan (termasuk perdagangan untuk tujuan ekspor), perdagangan minabisnis hulu (sarana perikanan dan permodalan, minawisata dan jasa pelayanan);

3) Hubungan antara kota dan daerah-daerah hinterland/daerah-daerah sekitarnya di kawasan minapolitan bersifat interdependensi/timbal balik yang harmonis dan saling membutuhkan;

4) Kehidupan masyarakat di kawasan minapolitan mirip dengan suasana kota karena keadaan sarana yang ada di kawasan minapolitan tidak jauh berbeda dengan di kota.

Batasan suatu kawasan minapolitan tidak ditentukan oleh batasan administratif pemerintah (desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten, dsb) tetapi lebih ditentukan dengan memperhatikan economic of scale dan economic of scope. Karena itu, penetapan minapolitan hendaknya dirancang secara lokal dengan memperhatikan realitas perkembangan minabisnis yang ada di setiap daerah. Dengan demikian bentuk dan luasan kawasan minapolitan dapat meliputi satu Desa/Kelurahan atau Kecamatan atau Kabupaten (KKP 2009).

(41)

berbasis wilayah, dan 2) minapolitan sebagai kawasan ekonomi unggulan dengan komoditas utama produk kelautan dan perikanan.

Selanjutnya, konsep minapolitan akan dilaksanakan melalui pengembangan kawasan minapolitan di daerah-daerah potensial unggulan. Kawasan-kawasan minapolitan akan dikembangkan melalui pembinaan sentra produksi yang berbasis pada sumber daya kelautan dan perikanan. Setiap kawasan minapolitan beroperasi beberapa sentra produksi berskala ekonomi relatif besar, baik tingkat produksinya maupun tenaga kerja yang terlibat dengan jenis komoditas unggulan tertentu. Dengan pendekatan sentra produksi, sumber daya pembangunan, baik sarana produksi, anggaran, permodalan, maupun prasarana dapat dikonsentrasikan di lokasi-lokasi potensial, sehingga peningkatan produksi kelautan dan perikanan dapat dipacu lebih cepat.

Menurut Pedoman Umum Minapolitan tersebut, penggerak utama ekonomi di kawasan minapolitan dapat berupa sentra produksi dan perdagangan perikanan tangkap, perikanan budi daya, pengolahan ikan, atau pun kombinasi ketiga hal tersebut. Sentra produksi dan perdagangan perikanan tangkap yang dapat dijadikan penggerak utama ekonomi di kawasan minapolitan adalah pelabuhan perikanan atau tempat pendaratan ikan (TPI). Sementara itu, penggerak utama minapolitan di bidang perikanan budi daya adalah sentra produksi dan perdagangan perikanan di lahan-lahan budi daya produktif. Sentra produksi pengolahan ikan yang berada di sekitar pelabuhan perikanan juga dapat dijadikan penggerak utama ekonomi di kawasan minapolitan.

2.2.3 Asas, prinsip dan struktur minapolitan

(42)

kesejahteraan rakyat dan menempatkan daerah pada posisi sentral dalam pembangunan.

Dijelaskan pula bahwa dengan konsep minapolitan diharapkan pembangunan sektor kelautan dan perikanan dapat dilaksanakan secara terintegrasi, efisien, berkualitas, dan berakselerasi tinggi.

1) Prinsip integrasi, diharapkan dapat mendorong agar pengalokasian sumber daya pembangunan direncanakan dan dilaksanakan secara menyeluruh atau holistik dengan mempertimbangkan kepentingan dan dukungan stakeholders, baik instansi sektoral, pemerintahan pusat dan daerah, kalangan dunia usaha maupun masyarakat. Kepentingan dan dukungan tersebut dibutuhkan agar program dan kegiatan percepatan peningkatan produksi didukung dengan sarana produksi, permodalan, teknologi, sumber daya manusia, prasarana yang memadai, dan sistem manajemen yang baik;

2) Prinsip efisiensi, pembangunan sektor kelautan dan perikanan harus dilaksanakan secara efisien agar pembangunan dapat dilaksanakan dengan biaya murah namun mempunyai daya guna yang tinggi. Dengan konsep minapolitan pembangunan infrastruktur dapat dilakukan secara efisien dan pemanfaatannya pun diharapkan akan lebih optimal. Selain itu prinsip efisiensi diterapkan untuk mendorong agar sistem produksi dapat berjalan dengan biaya murah, seperti memperpendek mata rantai produksi, efisiensi, dan didukung keberadaan faktor-faktor produksi sesuai kebutuhan, sehingga menghasilkan produk-produk yang secara ekonomi kompetitif;

3) Prinsip berkualitas, pelaksanaan pembangunan sektor kelautan dan perikanan harus berorientasi pada kualitas, baik sistem produksi secara keseluruhan, hasil produksi, teknologi maupun sumber daya manusia. Dengan konsep minapolitan pembinaan kualitas sistem produksi dan produknya dapat dilakukan secara lebih intensif;

4) Prinsip berakselerasi tinggi, percepatan diperlukan untuk mendorong agar target produksi dapat dicapai dalam waktu cepat, melalui inovasi dan kebijakan terobosan. Prinsip percepatan juga diperlukan untuk mengejar ketinggalan dari negara-negara pesaing, melalui peningkatan market share

(43)

Menurut Sutisna (2010a), beberapa persyaratan menjadi minapolitan di antaranya adalah komitmen daerah, komoditas unggulan, memenuhi persyaratan untuk mengembangkan komoditas unggulan, ada kesesuaian renstra dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), kelayakan lingkungan serta terdapat unit produksi, pengolahan dan pemasaran.

Sunoto (2010) menjelaskan bahwa program nasional minapolitan mengangkat konsep pembangunan kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan struktur yang meliputi 1) ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah dimana Indonesia dibagi menjadi sub-sub wilayah pengembangan ekonomi berdasarkan potensi SDA, prasarana dan geografi, 2) kawasan ekonomi unggulan minapolitan dimana setiap propinsi dan kabupaten/kota dibagi menjadi beberapa kawasan ekonomi unggulan bernama minapolitan, 3) sentra produksi dimana setiap kawasan minapolitan terdiri dari sentra-sentra produksi dan perdagangan komoditas kelautan dan perikanan dan kegiatan lainnya yang saling terkait, dan 4) unit produksi/usaha dimana setiap sentra produksi terdiri dari unit-unit produksi atau pelaku-pelaku usaha.

2.2.4 Tujuan, sasaran dan lokasi minapolitan

Dalam Pedoman Umum Minapolitan, tujuan minapolitan mencakup 3 hal pokok yaitu 1) meningkatkan produksi, produktivitas, dan kualitas produk kelautan dan perikanan, 2) meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan yang adil dan merata, dan 3) mengembangkan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di daerah.

(44)

kawasan minapolitan harus dapat diminimalisir. Peran pemerintah sangat penting untuk menciptakan iklim yang kondusif melalui pengembangan kemitraan yang adil (win-win partnerships).

Sasaran pelaksanaan minapolitan, meliputi:

1) Meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat kelautan dan perikanan skala mikro dan kecil, antara lain berupa (1) penghapusan dan/atau pengurangan beban biaya produksi, pengeluaran rumah tangga, dan pungutan liar, (2) pengembangan sistem produksi kelautan dan perikanan yang efisien untuk usaha mikro dan kecil, (3) penyediaan dan distribusi sarana produksi tepat guna dan murah bagi masyarakat, (4) pemberian bantuan teknis dan permodalan, serta, (5) pembangunan prasarana untuk mendukung sistem produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran produk kelautan dan perikanan; 2) Meningkatkan jumlah dan kualitas usaha kelautan dan perikanan skala

menengah ke atas sehingga berdaya saing tinggi, antara lain berupa (1) deregulasi usaha kelautan dan perikanan, (2) pemberian jaminan keamanan dan keberlanjutan usaha dan investasi, (3) penyelesaian hambatan usaha dan perdagangan (tarif dan non-tarif barriers), (4) pengembangan prasarana untuk mendukung sistem produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran, dan (5) pengembangan sistem insentif dan disinsentif ekspor-impor produk kelautan dan perikanan;

3) Meningkatkan sektor kelautan dan perikanan menjadi penggerak ekonomi regional dan nasional, antara lain berupa (1) pengembangan sistem ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah, (2) pengembangan kawasan ekonomi kelautan dan perikanan di daerah sebagai pusat pertumbuhan ekonomi lokal, (3) revitalisasi sentra produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran sebagai penggerak ekonomi masyarakat, dan (4) pemberdayaan kelompok usaha kelautan dan perikanan di sentra produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran.

(45)

Tangkap KKP memprioritaskan pada sembilan lokasi sebagai kawasan percontohan (Medan Bisnis 2010; KKP 2011) yaitu:

1) PPN Palabuhanratu Sukabumi (Jawa Barat) 2) PPS Cilacap (Jawa Tengah)

3) PPN Tamperan Pacitan (Jawa Timur) 4) PPN Muncar Banyuwangi (Jawa Timur) 5) PPN Ternate (Maluku Utara)

6) PPN Sungai Liat Bangka (Bangka Belitung) 7) PPS Bitung (Sulawesi Utara)

8) PPS Belawan Medan (Sumatera Utara) 9) PPN Ambon (Maluku)

Penetapan 9 lokasi minapolitan berbasis perikanan tangkap tersebut cukup realistis sebagai daerah percontohan pada tahap inisiasi program. Di samping itu, daerah-daerah tersebut merupakan pusat produksi perikanan tangkap dan mewakili karakteristik perikanan tangkap di Indonesia.

2.2.5 Minapolitan perikanan tangkap

Minapolitan perikanan tangkap didefinisikan sebagai kawasan pengembangan ekonomi wilayah berbasis usaha penangkapan ikan yang dikembangkan secara bersama oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk menciptakan iklim usaha yang lebih baik untuk pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah (KKP 2010b).

Konsep pengelolaan minapolitan perikanan tangkap didasarkan pada konsep membangun sistem pengelolaan perikanan tangkap yang berbasis pada kemudahan nelayan bekerja dan memotivasi mereka untuk meningkatkan pendapatan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan. Di samping itu, juga memberikan kemudahan nelayan dalam bekerja dengan penyediaan sarana dan prasarana (pelabuhan perikanan, galangan kapal, bengkel, SPDN/SPBN, unit pengolahan ikan, pabrik es dan unit pemasaran) di sentra-sentra nelayan, penyederhanaan perijinan dan penyediaan permodalan (KKP 2010b).

(46)

pembangunan ekonomi daerah. Terkait dengan minapolitan perikanan tangkap (KKP 2011), paket-paket kegiatan perikanan tangkap sekurang-kurangnya memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

1) Komoditas unggulan dan target produksi; 2) Distribusi wilayah penangkapan pro nelayan; 3) Struktur armada nasional;

4) Sistem pengkayaan stok, moratorium, dan peningkatan produksi; 5) Sistem pelayanan perijinan;

6) Sistem pengelolaan pelabuhan perikanan dan TPI efisien pro nelayan; 7) Sistem insentif usaha dan investasi;

8) Teknologi penangkapan dan penanganan ikan di atas kapal;

9) Bantuan teknis, seperti sarana dan permodalan serta pendampingan; dan 10) Pembangunan prasarana.

Selanjutnya dijelaskan pula bahwa langkah-langkah strategis dalam menggerakan produksi di bidang perikanan tangkap sebagai berikut:

1) Sasaran

(1) Pelabuhan perikanan dan TPI menjadi sentra produksi pro nelayan, pendaratan, perdagangan dan distribusi hasil penangkapan ikan mampu menggerakkan ekonomi nelayan; dan

(2) Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) yang potensial dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan dengan produktivitas dan kualitas tinggi pro nelayan.

2) Kegiatan

(1) Menetapkan pelabuhan perikanan dan TPI unggulan sebagai sentra produksi binaan;

(2) Meningkatkan aksesibilitas nelayan terhadap sumber daya alam dengan memperluas hak-hak pemanfaatan dan perlindungannya;

(3) Revitalisasi sarana tempat pendaratan ikan, pelelangan, cold storage, dan pabrik es;

(47)

(5) Bantuan teknis dan permodalan, menghadirkan lembaga keuangan, pusat penjualan sarana produksi, BBM dan logistik murah di pelabuhan dan TPI;

(6) Mengembangkan sistem manajemen pelabuhan efisien, bersih, dan sehat;

(7) Menertibkan pungutan-pungutan dan retribusi yang memberatkan masyarakat;

(8) Restrukturisasi armada, wilayah penangkapan ikan, dan perijinan; (9) Pengkayaan stok ikan (stock enhancement) sebagai penyangga produksi; (10)Pengembangan alat penangkapan ikan yang produktif dan tidak merusak

(seperti set net);

(11)Mengembangkan investasi perikanan tangkap terpadu.

2.3 Minapolitan Perikanan Tangkap Palabuhanratu

Kawasan minapolitan perikanan tangkap Palabuhanratu adalah suatu kawasan pengembangan ekonomi berbasis usaha penangkapan ikan yang dikembangkan secara terintegrasi oleh pemerintah, swasta dan masyarakat untuk menciptakan iklim usaha yang lebih baik untuk pertumbuhan ekonomi wilayah, penciptaan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat kawasan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi (Kabupaten Sukabumi 2011).

(48)

sejumlah unit bisnis perikanan. Sementara usaha plasma, dikerjakan oleh beberapa unit usaha yang dilakukan kelompok masyarakat nelayan dan pesisir.

Sutisna (2011) dalam Seminar Nasional Perikanan Tangkap IV menjelaskan komoditas unggulan minapolitan perikanan tangkap di lokasi percontohan tahun 2011 (9 lokasi) dan di lokasi percontohan tahun 2012 (10 lokasi). Khusus untuk komoditas unggulan Kabupaten Sukabumi (Palabuhanratu) adalah tuna, layur dan cakalang. Menurut Nasrudin (2010) komoditas unggulan di perairan Palabuhanratu adalah tuna dan layur, namun demikian pengembangan budi daya lobster juga dinilai prospektif karena benihnya cukup tersedia di alam.

Beberapa dukungan Pemda Kabupaten Sukabumi terhadap minapolitan perikanan tangkap meliputi 1) penyediaan RUTRW untuk kawasan minapolitan Palabuhanratu (PERDA), 2) membantu proses penyediaan lahan untuk perluasan PPNP menjadi PPS, 3) peningkatan akses jalan di sekitar dan menuju wilayah minapolitan, 4) Kemudahan pelayanan perizinan untuk mendorong investasi, 5) jaminan ketersediaan air bersih, 6) jaminan ketersediaan pasokan listrik (adanya PLTU), dan 7) bantuan penguatan modal, pengetahuan dan keterampilan bagi KUB sektor kelautan dan perikanan. Di samping itu juga ada dukungan dari

stakeholder terkait seperti 1) adanya kegiatan-kegiatan dari investasi swasta untuk pembangunan pasar Palabuhanratu menjadi pasar modern, 2) adanya pengadaan armada kapal > 5 GT secara swadaya, dan 3) adanya penguatan modal usaha penangkapan ikan dari perbankan (Dinas Kelautan dan Perikanan Sukabumi 2011).

Selanjutnya dijelaskan pula bahwa program minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu akan berhasil apabila dapat mengembangkan perikanan tangkap secara berkelanjutan. Oleh karena itu dibutuhkan integrasi dan optimalisasi komponen-komponen utama seperti SDI, armada perikanan tangkap, nelayan, sarana penunjang produksi, pelabuhan perikanan, unit pemasaran hasil tangkapan dan unit pengolahan ikan.

2.4 Perkembangan Teori Klaster

(49)

akademisi hingga pengambil keputusan. Bahkan tidak kurang dari 30 review

dengan publikasi mencapai 50 artikel (Davies dan Ellis 2000).

Porter (1998) mendefinisikan klaster sebagai konsentrasi geografis dari industri-industri dan institusi yang saling berhubungan dalam suatu bidang tertentu. Klaster terdiri dari rangkaian industri-industri terkait dan entitas penting lainnya yang saling berkompetisi. Dalam dunia modern, kompetisi tergantung pada produktivitas dan tidak tergantung pada akses input atau skala perusahaan. Klaster mempengaruhi kompetisi dalam 3 hal yaitu 1) produktivitas, 2) inovasi, dan 3) stimulasi pembentukan bisnis baru.

Industri cenderung beraglomerasi (Malecki 1991, diacu dalam Nuryadin et al. 2007). Selanjutnya, Montgomery (1998) menjelaskan definisi aglomerasi sebagai konsentrasi spasial dari aktivitas ekonomi di kawasan perkotaan karena penghematan akibat lokasi yang berdekatan (economies of proximity) yang diasosiasikan dengan kluster spasialdari perusahaan, para pekerja, dan konsumen. Keuntungan-keuntungan eksternal dari konsentrasi spasial sebagai akibat dari

scale economies disebut agglomeration economies (Bradley dan Gans 1996, diacu dalam Tarigan 2008).

Ekonomi aglomerasi diartikan sebagai penurunan biaya produksi karena kegiatan-kegiatan ekonomi berlokasi pada tempat yang sama. Gagasan ini merupakan sumbangan pemikiran Alfred Marshall yang menggunakan istilah

localized industry sebagai pengganti istilah ekonomi aglomerasi. Ahli Ekonomi Hoover juga membuat aglomerasi menjadi 3 jenis yaitu large scale economies, merupakan keuntungan yang diperoleh perusahaan karena membesarnya skala produksi perusahaan tersebut pada suatu lokasi, localization economies, merupakan keuntungan yang diperoleh bagi semua perusahaan dalam industri yang sama dalam suatu lokasi dan urbanization economies merupakan keuntungan dari semua industri pada suatu lokasi yang sama sebagai konsekuensi membesarnya skala ekonomi (penduduk, pendapatan, output atau kemakmuran)

(50)

perusahaan sebagai akibat dari produksi perusahaan lain meningkat (Tarigan 2008).

Dalam beberapa kasus, aglomerasi lebih merupakan hasil dari “natural

advantages” seperti kesesuaian iklim dan topografi, kedekatan pada bahan baku dan lokasi dengan akses pada jalur transportasi. Weber (1929) juga mengemukakan bahwa aglomerasi akan menghemat biaya transportasi (Bekele dan Jackson 2006; Ellison et al. 2010).

Selanjutnya, Porter (1998) mengembangkan konsep aglomerasi menjadi klaster dengan dua elemen kunci yaitu 1) adanya keterkaitan antara perusahaan, dan 2) kedekatan lokasi. Porter kemudian mengembangkan konsep integrasi klaster vertikal dan horizontal dalam bentuk model berlian (van Hofe dan Chen 2006).

Menurut Porter (1990), dalam persaingan global saat ini, suatu bangsa atau negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing di pasar internasional bila memiliki empat faktor penentu dan dua faktor pendukung (Gambar 2). Empat faktor utama yang menentukan daya saing suatu komoditi adalah kondisi faktor (factor condition), kondisi permintaan (demand condition), industri terkait dan industri pendukung yang kompetitif (related and supporting industry), serta kondisi struktur, persaingan dan strategi industri (firm strategy, structure, and rivalry). Ada dua faktor yang mempengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu faktor kesempatan (chance event) dan faktor pemerintah (government). Secara bersama-sama faktor-faktor ini membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan daya saing yang disebut Porter’s Diamond

Theory (Daryanto 2004; Tarigan 2008). 1) Kondisi Faktor (Factor Condition)

Sumber daya yang dimiliki suatu bangsa merupakan suatu faktor produksi yang sangat penting untuk bersaing. Kondisi faktor atau faktor input dalam analisis Porter ini merupakan variabel-variabel yang sudah ada dan dimiliki oleh suatu klaster industri. Ada lima kelompok dalam faktor sumber daya, yaitu:

(51)

tingkat upah yang berlaku. Dimana semuanya ini sangat mempengaruhi daya saing nasional;

(2) Sumber daya modal yang terdiri dari jumlah dan biaya yang tersedia, jenis pembiayaan atau sumber modal, aksesibilitas terhadap pembiayaan, serta kondisi lembaga pembiayaan dan perbankan. Selain itu juga diperlukan peraturan-peraturan seperti peraturan keuangan, peraturan moneter dan fiskal untuk mengetahui tingkat tabungan masyarakat dan kondisi moneter dan fiskal;

(3) Sumber daya alam atau fisik yang meliputi biaya, aksesibilitas, mutu dan ukuran. Sumber daya alam juga harus meliputi ketersediaan air, mineral, energi serta sumber daya pertanian, perikanan dan kelautan, perkebunan, kehutanan serta sumber daya lainnya baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Begitu juga kondisi cuaca dan iklim, luas wilayah geografis, kondisi topografis, dan lain-lain;

(4) Sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), merupakan sumber daya yang terdiri dari ketersediaan pengetahuan tentang pasar, pengetahuan teknis, pengetahuan ilmiah yang menunjang dalam memproduksi barang dan jasa. Selain itu ketersediaan sumber-sumber pengetahuan dan teknologi dapat pula berasal dari perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga statistik, literatur bisnis dan ilmiah, basis data, laporan penelitian, serta sumber pengetahuan dan teknologi lainnya;

(5) Sumber daya infrastruktur yang terdiri dari ketersediaan jenis, mutu, dan biaya penggunaan infrastruktur yang mempengaruhi daya saing, seperti halnya sistem transportasi, komunikasi, pos dan giro, sistem pembayaran dan transfer dana, air bersih, energi listrik, dan lain-lain.

Adapun kelima kelompok sumber daya tersebut sangat mempengaruhi daya saing nasional.

2) Kondisi Permintaan (Demand Condition)

(52)

mempengaruhi daya saing terutama mutu permintaan. Mutu permintaan merupakan sarana pembelajaran bagi perusahaan-perusahaan untuk bersaing secara global. Mutu permintaan juga memberikan tantangan bagi perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya dengan memberikan tanggapan terhadap persaingan yang terjadi.

Menurut Porter (1998), kondisi permintaan dalam diamond model

dikaitkan dengan sophisticated and demanding local customer. Artinya semakin maju suatu masyarakat dan semakin demanding pelanggan dalam negeri, maka industri akan selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas produk atau melakukan inovasi guna memenuhi permintaan pelanggan lokal yang tinggi. Dalam hal ini kondisi permintaan tidak hanya berasal dari lokal tetapi juga dari luar negeri karena adanya globalisasi.

3) Industri Terkait dan Industri Pendukung (Related and Supporting Industry)

Keberadaan industri terkait dan pendukung (related and supporting industry) akan mempengaruhi daya saing dalam hal industri hulu yang mampu memasok input bagi industri utama dengan harga yang lebih murah, mutu yang lebih baik, pelayanan yang cepat, pengiriman tepat waktu dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan industri. Begitu pula dengan industri hilir yang menggunakan produk industri utama sebagai bahan bakunya. Jika industri hilirnya berdaya saing global, maka dapat menarik industri hulunya menjadi ikut berdaya saing.

Adapun manfaat industri pendukung dan terkait akan meningkatkan efisiensi dan sinergi dalam clusters. Sinergi dan efisiensi dapat tercipta terutama dalam transaction cost, technology sharing, informasi, ataupun

(53)

4) Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan (Firm Strategy, Structure, and Rivalry)

Adanya tingkat persaingan bagi perusahaan akan mendorong kompetisi dan inovasi. Persaingan dalam negeri mendorong perusahaan untuk mengembangkan produk baru, memperbaiki produk yang telah ada, menurunkan harga dan biaya, mengembangkan teknologi baru, dan memperbaiki mutu serta pelayanan. Dalam hal ini, strategi perusahaan dibutuhkan untuk memotivasi perusahaan atau industri untuk selalu meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan dan selalu mencari inovasi baru.

Struktur perusahaan atau industri dapat menentukan daya saing dengan melakukan perbaikan dan inovasi. Dalam situasi persaingan, hal ini juga akan berpengaruh pada strategi yang dijalankan perusahaan atau industri. Pada akhirnya persaingan di dalam negeri yang kuat akan mendorong perusahaan untuk mencari pasar internasional.

5) Peran Pemerintah (Government)

Peran pemerintah akan berpengaruh terhadap faktor-faktor yang menentukan tingkat daya saing. Pemerintah bertindak sebagai fasilitator agar perusahaan dan industri semakin meningkatkan daya saingnya. Pemerintah dapat mempengaruhi daya saing global melalui regulasi-regulasi dan kebijakan yang memperlemah atau memperkuat faktor penentu daya saing tersebut. Pemerintah juga dapat memfasilitasi lingkungan industri yang mampu memperbaiki kondisi faktor daya saing sehingga dapat berdaya guna secara efisien dan efektif.

6) Peran Kesempatan (Chance Factor)

(54)

Sumber: Porter (1990)

Gambar 2 Model Berlian dalam peningkatan daya saing industri.

2.5 Klaster Industri Berbasis Perikanan Tangkap

Akhir-akhir ini muncul gagasan dan perilaku di kalangan pebisnis perikanan untuk mengembangkan industri perikanan, utamanya usaha mikro, kecil dan menengah (UKM) dengan sistem klaster. Di kalangan pemerintah, pendekatan klaster dijalankan untuk membina UKM, terutama untuk komoditas perikanan yang memiliki nilai jual yang tinggi namun dihasilkan dengan teknologi produksi skala kecil sederhana. Setidaknya ada dua prinsip penting pada sistem klaster suatu industri yaitu 1) adanya kohesi kelompok yang sangat kuat di antara perusahaan-perusahaan yang berlokasi di suatu kawasan tertentu dan menghasilkan komoditas yang sama, serta 2) adanya integrasi atau keterpaduan vertikal antara industri inti dengan industri sebagai pemasok faktor produksi dan pembeli komoditas yang dihasilkan (Nikijuluw 2005).

Supomo (2006) mendefinisikan klaster industri sebagai kelompok industri spesifik yang dihubungkan oleh jaringan mata rantai proses penciptaan/ peningkatan nilai tambah, baik melalui hubungan bisnis maupun non bisnis. Para pelaku (stakeholder) klaster industri biasanya dikelompokkan kepada industri inti,

Change STRUCTURE, AND FIRM STRATEGY, RIVALRY

FACTOR CONDITIONS

DEMAND CONDITIONS

RELATED AND SUPPORTING

INDUSTRIES

(55)

industri pemasok, industri pendukung, industri terkait dan pembeli serta institusi pendukung (non industri). Menurut Widodo et al. (2003), diacu dalam Supomo (2006) menjelaskan beberapa pengertian elemen-elemen dalam klaster industri sebagai berikut:

1) Industri inti meliputi (1) industri yang merupakan perhatian atau tematik dan biasanya dijadikan titik masuk kajian, dapat merupakan sentra industri, dan (2) industri yang maju (dicirikan dengan adanya inovasi);

2) Industri pemasok meliputi (1) industri yang memasok dengan produk khusus, dan (2) pemasok khusus (spesialis) yang mendukung kemajuan klaster dimana yang dipasok seperti bahan baku, bahan tambahan dan aksesoris;

3) Pembeli meliputi (1) distributor atau pemakai langsung, dan (2) pembeli

yang sangat “penuntut” yang dapat menjadi pemacu kemajuan klaster.

Pembeli antara lain terdiri dari distributor, pengecer, dan pemakai langsung; 4) Industri pendukung meliputi (1) jasa barang, termasuk layanan pembiayaan

(bank, modal ventura), (2) jasa (angkutan, bisnis distribusi, konsultan bisnis), (3) infratruktur (jalan raya, telekomunikasi, listrik), (4) peralatan (permesinan, alat bantu), (5) jasa pengemasan dan (6) penyedia jasa pengembangan bisnis (business development services provider);

5) Industri terkait meliputi (1) industri yang menggunakan infrastruktur yang sama dengan industri inti, dan (2) industri yang menggunakan sumber daya dari sumber yang sama;

6) Lembaga pendukung meliputi (1) lembaga pemerintah yang berupa penentu kebijakan atau melaksanakan peran publik, (2) asosiasi profesi yang bekerja untuk kepentingan anggota, dan (3) lembaga pengembang swadaya masyarakat yang bekerja pada bidang khusus yang mendukung.

(56)

membantu menyehatkan dan menjamin keberlangsungan hidup klaster industri yang terdiri dari perusahaan UKM yang sejenis. Biasanya perusahaan besar ikut dalam klaster sebagai pembina manajemen dan teknologi produksi, serta menjamin pemasokan bahan baku, menjamin kualitas dan kontrol kualitas produk, serta menjamin pasar.

2.6 Supply Chain Management

2.6.1 Definisi supply chain management

Supply Chain Management (SCM) merupakan pengelolaan kegiatan-kegiatan dalam rangka memperoleh bahan mentah menjadi barang dalam proses atau barang setengah jadi dan barang jadi dan kemudian mengirimkan barang tersebut ke konsumen melalui saluran distribusi. Kegiatan-kegiatan ini mencakup fungsi pembelian tradisional ditambah kegiatan penting lainnya yang berhubungan antara pemasok dan distributor (Heizer dan Render 2001, diacu dalam Septanto 2006). Menurut David et al. (2000) dalam Indrajit dan Djokopramono (2002), diacu dalam Marimin dan Maghfiroh (2011) menyebutkan bahwa SCM merupakan serangkaian pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan pemasok, pengusaha gudang (warehouse), dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien, sehingga produk yang dihasilkan dan didistribusikan kepada konsumen dengan kuantitas dan kualitas yang tepat, lokasi yang tepat, serta waktu yang tepat untuk memperkecil biaya dan memuaskan konsumen. Mengacu pada pendapat tersebut, minapolitan dapat dianalogikan sebagai suatu organisasi yang menghubungkan antara pemasok (supplier) dengan

customer/retailer, berfungsi untuk mengintegrasikan tuntutan kedua lembaga tersebut agar sinergis dan dapat menjamin kecepatan dan ketepatan dalam distribusi produk. Hubungan antara pemasok, minapolitan dan retailer ini akan membentuk suatu rantai pemasok (supply chain).

(57)

konsumen juga harus memiliki keunggulan kompetitif agar produk yang didistibusikan dapat terjaga kualitasnya, tinggi tingkat ketersediaannya, dan singkat waktu penyediaannya. Keunggulan kompetitif tersebut diwujudkan ke dalam kemampuan untuk memasok/menyediakan produk kepada konsumen dengan baik, memadai, cepat, dan tepat. Oleh karena itu, penataan dan penyempurnaan SCM mulai dari produsen hingga ke konsumen menjadi sorotan yang penting. Dijelaskan pula bahwa kajian SCM dapat meliputi kajian deskriptif pada struktur dan anggota rantai, sasaran rantai, manajemen rantai, proses bisnis rantai, performa rantai, hambatan-hambatan, serta rekomendasi. Kemudian dapat dilanjutkan pada kajian strategi peningkatan kinerja SCM. Pada penelitian ini analisis SCM hanya dibatasi pada kajian deskriptif struktur rantai, manajemen rantai, proses bisnis rantai dan sumberdaya rantai.

2.6.2 Perkembangan konsep supply chain management

Pada tahun 1959 dan 1960, kebanyakan perusahaan manufaktur menerapkan produksi masal untuk meminimalkan biaya produksi sebagai strategi utama dalam beroperasi dengan tingkat fleksibilitas yang rendah. Tingkat pengembangan produk baru relatif rendah dan sangat tergantung pada teknologi dan kapasitas yang dimiliki. Operasi yang cenderung menghasilkan kondisi “bottleneck” didukung dengan tingkat inventori yang besar untuk mempertahankan aliran barang yang seimbang yang mengaitkan besarnya tingkat investasi pada work in process inventory (WIP). Berbagai teknologi dan kelebihan dengan pelanggan dan supplier dianggap terlalu beresiko dan tidak dapat diterima. Pada tahun 1970, konsep manufacturing resource planning (MRP) diperkenankan dan para manager kemudian menyadari besarnya pengaruh WIP yang besar terhadap biaya produksi, kualitas, pengembangan produk baru dan waktu pengiriman. Produsen kemudian beralih kepada konsep manajemen baru untuk meningkatkan kinerja perusahaan (Septanto 2006).

(58)

meningkatkan efisiensi produksi dan cycle time. Seiring waktu berjalan, para produsen menyadari bahwa hubungan yang terjalin baik dengan pembeli dan

supplier akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar sehingga muncul konsep supply chain management yang pada awalnya merupakan langkah eksperimental dari para produsen. Evolusi dari SCM berlanjut sampai pada tahun 1990 dimana setiap organisasi berupaya untuk mengembangkan praktek manajemen dengan memasukkan fungsi pemasok dan logistik ke dalam value chain.

2.7 Penelitian Terkait

(59)

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret - Mei 2012 bertempat di PPN Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi (Gambar 3).

Gambar 3 Peta lokasi penelitian.

3.2 Metode Penelitian

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
Gambar 2  Model Berlian dalam peningkatan daya saing industri.
Gambar 3  Peta lokasi penelitian.
Tabel 1 Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nilai kecerahan dan oksigen terlarut yang rendah berbanding terbalik dengan konsentrasi karbon organik total dan fosfat terlarut pada suatu perairan yang berasal

Berdasarkan perbedaan asal antara jiwa dan badan, maka jiwa merupakan unsur yang lebih penting dan lebih berperan dari pada jasad, sehingga al-Farabi, seperti

Kuta Cot Glie Kabupaten Aceh Besar PENGUMUMAN PEMENANG. PEMERI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan penyesuaian diri antara mahasiswa lokal dan perantau, perbedaan penyesuaian diri ditinjau dari konsep diri,

Pengaruh Supervisi Kepala Sekolah dan Motivasi Kerja Guru Terhadap Kepuasan Kerja Guru di SMK ADB Invest Se-Kota Surabaya, Inspirasi Manajemen Pendidikan, Vol. Pengaruh

Laporan Penelitian Proses Pencelupan Zat Warna Alam pada Batik Kapas.. Balai

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia jasa yang teregistrasi pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dan memenuhi persyaratan sesuai dengan yang tercantum

Selaku Pokja Pengadaan Peralatan Hotel Praktik yang diangkat dengan Surat Keputusan Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung Nomor: 1327/SK/Ket/POKJA/STPB/10/2012 tanggal 15