• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penerapan Teknologi Organik SRI (System Rice Intensification) Terhadap Penggunaan Sumber Modal Eksternal (Kasus Petani Padi di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penerapan Teknologi Organik SRI (System Rice Intensification) Terhadap Penggunaan Sumber Modal Eksternal (Kasus Petani Padi di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi)"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Penelitian Unggulan

Departemen Agribisnis

Bogor, 27 - 28 Desember 2012

EDITOR : Rita Nurmalina Netti Tinaprilla

(3)

Penelitian Unggulan Departemen Agribisnis

Bogor, 27 - 28 Desember 2012

Tim Penyusun

Pengarah :

 Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS (Ketua Departemen Agribisnis)

 Dr. Ir. Dwi Rachmina, MS (Sekretaris Departemen Agribisnis)

 Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS (Gugus Kendali Mutu FEM - IPB)

Editor :

 Ketua : Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS

 Anggota : - Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM - Dr. Amzul Rifin, SP., MA - Tintin Sarianti, SP., MM

- Yanti N. Muflikh, SP., M.Agribuss

Tim Teknis :

 Nia Rosiana, SP., M.Si

Desain dan Tata Letak :

 Hamid Jamaludin M., AMd

Diterbitkan Oleh :

Departemen Agribisnis

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

Jl. Kamper Wing 4 Level 5 Kampus IPB Dramaga Bogor 16680 Telp/Fax : 0251-8629654

e-mail : depagribisnis@yahoo.com, dep-agribisnis@ipb.ac.id Website : http://agribisnis.fem.ipb.ac.id

(4)

penelitian. Dalam rangka mendukung kegiatan penelitian bagi para dosen, Departemen Agribisnis telah melakukan kegiatan Penelitian Unggulan Departemen (PUD) yang dimulai sejak tahun 2011. Kegiatan tersebut bertujuan untuk memberikan motivasi bagi dosen Departemen Agribisnis untuk melakukan kegiatan penelitian sehingga dapat meningkatkan kompetensi di bidangnya masing-masing. Kegiatan PUD tersebut dimulai dari penilaian proposal yang akan didanai dan ditutup oleh kegiatan seminar. Selanjutnya untuk memaksimumkan manfaat dari kegiatan penelitian tersebut, hasil penelitian perlu didiseminasi dan digunakan oleh masyarakat luas. Salah satu cara untuk mendiseminasikan hasil-hasil penelitian tersebut adalah dengan menerbtikan prosiding ini.

Prosiding ini berhasil merangkum sebanyak 23 makalah PUD yang telah diseminarkan pada tanggal 27-28 Desember 2012. Secara umum makalah-makalah tersebut dapat dibagi menjadi tiga bidang kajian, yaitu kajian Bisnis (9 makalah), Kewirausahaan (3 makalah), dan Kebijakan (11 makalah). Bidang kajian tersebut sesuai dengan Bagian yang ada di Departemen Agribisnis, yaitu Bagian Bisnis dan Kewirausahaan serta Bagian Kebijakan Agribisnis. Dilihat dari metode analisis yang digunakan, makalah yang terangkum dalam prosiding ini sebagian besar menggunakan analisis kuantitatif. Pesatnya perkembangan teknologi komputasi dan ketersediaan software metode kuantitatif mendorong para peneliti untuk memilih metode analisis tersebut. Ke depan metode analisis kajian bidang Agribisnis perlu diimbangi dengan metode analisis kualitatif.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir Rita Nurmalina, MS sebagai ketua tim PUD dan sekaligus sebagai Editor Prosiding ini beserta tim lainnya. Besar harapan kami prosiding ini dapat digunakan dan bermanfaat bukan saja di lingkungan kampus tapi juga bagi masyarakat luas.

Bogor, 1 Februari 2013

Ketua Departemen Agribisnis FEM IPB

(5)
(6)

K A J I A N B I S N I S

Analisis Sikap Petani Terhadap Atribut Benih Unggul Jagung Hibrida

di Sulawesi Selatan ... 1 Rita Nurmalina, Harmini, Asrul Koes, dan Nia Rosiana

Analisis Usaha Sayuran Indigenous Kemangi di Kabupaten Bogor ... 23 Anna Fariyanti

Analisis Kelayakan Usahaternak Sapi Perah Rakyat dan Pemasaran Susu di Jawa Timur (Studi Kasus Peternakan Sapi Perah di Kecamatan Pujon,

Malang - Jawa Timur) ... 41 Harmini, Ratna Winandi Asmarantaka, Dwi Rachmina, dan Feryanto

Kelayakan Usaha Peternakan Sapi Perah dalam Menunjang Swasembada Susu di Indonesia ... 61 Juniar Atmakusuma

Kajian Sistem Pemasaran Produk Pertanian Organik dalam Rangka Menunjang Ketahanan Pangan dan Menuju Perdagangan Berkesetaraan (Fair Trade) ... 75 Tintin Sarianti, Juniar Atmakusuma, Heny Kuswanti Daryanto, Siti Jahroh, dan Febriantina Dewi

Pendapatan Usahatani dan Sistem Pemasaran Cabai Rawit Merah

(Capsicum frutescens) di Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut ... 97 Rita Nurmalina, Asmayanti, dan Tubagus Fazlurrahman

Kelayakan Usaha Pembibitan Domba Melalui Program Kemitraan dan Inkubasi Bisnis dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten Bogor ... 117 Popong Nurhayati

Analisis Faktor dan Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Beras Organik

Serta Analisis Pendapatan dan Risiko Produksi Padi Organik ... 137 Tintin Sarianti

Supply Chain Management Jambu Kristal pada

Agribusiness Development Center-University Farm (ADC-UF) IPB ... 157 Yanti Nuraeni Muflikh

K A J I A N KE W I R A U S A H A A N

Analisis Faktor-Faktor Determinan Kewirausahaan Pertanian Padi Organik ... 177 Rachmat Pambudy, Burhanuddin, Arif Karyadi Uswandi, Yeka Hendra Fatika,

Nia Rosiana, dan Triana Gita Dewi

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Negosiasi Wirausaha Mahasiswa

(7)

K A J I A N KE B I J A K AN

Analisis Keberlanjutan Lembaga Keuangan Mikro ... 235 Dwi Rachmina

Analisis Pengaruh Penerapan Bea Keluar pada Daya Saing Ekspor

Kakao Indonesia ... 257 Amzul Rifin

Strategi Pengembangan Agribisnis Sapi Perah di Jawa Timur ... 273 Lukman Mohammad Baga

Kajian Stok Pangan Beras di Provinsi Jawa Timur dan Sulawesi Selatan ... 295 Andriyono Kilat Adhi, Netti Tinaprilla, dan Maryono

Advokasi Program Ketahanan Pangan di Kabupaten Bogor ... 313 Yusalina, Anna Fariyanti, Nunung Kusnadi, dan Yanti Nuraeni Muflikh

Peranan dan Analisis Pendapatan Koperasi Susu di Jawa Timur

(Kasus Koperasi Peternak Sapi Perah SAE Pujon) ... 331 Ratna Winandi Asmarantaka

Analisis Pengaruh Pertumbuhan Pengguna Telepon Seluler

Terhadap Pertumbuhan Sektor Pertanian ... 347 Rachmat Pambudy, dan Arif Karyadi Uswandi

Prospek Ekspor Produk Perikanan dan Kelautan ke Uni Eropa ... 357 Andriyono Kilat Adhi

Pengaruh Penerapan Teknologi Organik SRI (System Rice Intensification) Terhadap Penggunaan Sumber Modal Eksternal

(Kasus Petani Padi di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi) ... 377 Netti Tinaprilla

Dayasaing Usahaternak Sapi Perah Rakyat di Kecamatan Pujon

Kabupaten Malang, Jawa Timur ... 403 Harmini dan Feryanto

Pengaruh Realisasi APBD Bidang Pertanian Terhadap Pertumbuhan

(8)

PENGARUH PENERAPAN TEKNOLOGI ORGANIK SRI

(SYSTEM RICE INTENSIFICATION)

TERHADAP

PENGGUNAAN SUMBER MODAL EKSTERNAL

(

Kasus Petani Padi di Kecamatan Kebon Pedes,

Kabupaten Sukabumi

)

Oleh: Netti Tinaprila

Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB tinaprila@yahoo.com

ABSTRACT

Related to consumer preferences whih shift toward healthy food, organic rice is developed in Sukabumi through organic SRI program. However, not all farmers have already implemented this technology due to some limitation such as capital. The aims of this study are: (1) to analyze implementation of organik SRI technology (2) to analyze the effect of technology implementation on external capital using, and (3) to analyze the effect of technology implementation on farmer’s income. This study is conducted to 56 farmers in Kebon Pedes Sukabumi through degree of technology implementation, binary logistic regression, and multiple linear regression. Result shows that degree of technology implementation is around 62,28 percent. With the productivity of 6,2 ton/ha, the average area of healthy rice 0,35 ha,

and rice price is Rp 3.250/kg, thus total revenue is Rp 20,419,734.66/ha. Total cost is Rp 13.245.165,60/ha, farmer income is Rp 7.174.569,06/ha and R/C is 1,55. Variables

significanly affect the usage of external capital using are degree of technology implementation, gender, family size, total cost, and participation in extension. Meanwhile age, formal education, and R/C is not significant. Farmer’s income is influenced by degree of technology implementation and area of healthy rice (α=5%). As suggestions, government has to support external capital, extension, and land expansion.

Keywords :organik SRI, technology implementation, external capital

ABSTRAK

Terkait dengan pergeseran selera konsumen yang mulai mengarah pada pangan sehat, padi organik mulai dikembangkan di Sukabumi melalui SRI organik. Namun dalam penerapan teknologinya tidak semua petani bersedia menerapkan karena berbagai keterbatasan termasuk keterbatasan modal. Tujuan penelitian ini yaitu (1) menganalisis penerapan teknologi padi organik SRI; (2) menganalisis pengaruh penerapan teknologi terhadap pemanfaatan sumber modal eksternal; dan (3) menganalisis pengaruh penerapan teknologi terhadap pendapatan usahatani. Penelitian dilakukan terhadap 56 petani di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi dengan menggunakan derajat penerapan teknologi, regresi logistic biner, dan regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah derajat penerapan teknologi padi organik SRI seluruh responden rata-rata sebesar 62,28 persen. Dengan produktivitas 6,2

ton/ha, luas sawah 0,35 ha, dan harga Rp 3.250 per kg maka total penerimaan Rp 20.419.734,66/ha. Biaya total/ha adalah Rp 13.245.165,60, total pendapatan usahatani per

(9)

dipengaruhi oleh derajat penerapan teknologi dan luas lahan padi semi organik yang signifikan pada taraf α=5%. Sebagai saran yaitu perlunya dukungan pemerintah dalam hal modal, penyuluhan, dan perluasan lahan.

Kata kunci :SRI organik, penerapan technology, sumber modal eksternal

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertanian organik mulai dikembangkan di Indonesia terkait dengan pergeseran selera konsumen yang mulai mengarah pada pangan organik. Kondisi ini selaras dengan taraf hidup masyarakat Indonesia yang semakin meningkat, pendidikan yang semakin tinggi, dan informasi yang semakin terbuka membuat pola konsumsi masyarakat menjadi berubah. Sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya kalangan menengah keatas lebih memilih untuk mengkonsumsi pangan organik.

Badan Standarisasi Nasional (BSN) Indonesia sudah mengeluarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 01-6729-2002 mengenai sistem pangan organik. Standar ini menetapkan prinsip-prinsip produksi organik di lahan pertanian, penyiapan, penyimpanan, pengangkutan, pelabelan, dan pemasaran, serta

menyediakan ketetapan tentang bahan-bahan masukan (input) yang dapat

diperbolehkan untuk penyuburan dan pemeliharaan tanah, pengendalian hama dan penyakit, serta bahan aditif dan bahan pembantu pengolahan pangan. “Organik” adalah istilah pelabelan yang menyatakan bahwa suatu produk telah diproduksi sesuai dengan standar produksi organik dan disertifikasi oleh otoritas atau lembaga sertifikasi resmi.

Pertanian organik banyak dikembangkan pada komoditi sayuran, namun pada saat ini tanaman pangan khususnya padi juga tengah dikembangkan dalam sistem organik. Padi sebagai tanaman pangan bahan makanan pokok lebih dari 90 persen masyarakat Indonesia merupakan komoditi penting bagi hajat hidup orang banyak, sehingga pemenuhan kebutuhan beras sangat diperhatikan oleh pemerintah. Produksi padi selalu diupayakan untuk terus ditingkatkan baik dalam program ekstensifikasi maupun intensifikasi. Salah satu program intensifikasi yang tengah dikembangkan yaitu SRI (System Rice Intensification) yang pada saat ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kuantitas tetapi juga kualitas yaitu pengembangan padi organik.

Peningkatan kuantitas produksi melalui program intensifikasi terus diupayakan karena sulitnya memperluas areal tanaman padi. Produksi padi di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan dari tahun 2002 hingga tahun 2010. Sedangkan pada tahun 2011, produksi padi di Indonesia mengalami penurunan sebesar 1,63 persen. Penurunan produksi padi tahun 2011 diperkirakan terjadi di Jawa sebesar 2,22 juta ton, sedangkan di luar Jawa mengalami peningkatan sebesar 1,14 juta ton1. Penurunan

1 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai.

(10)

produksi padi ini terjadi karena berkurangnya lahan panen padi seluas 29,9 ribu ha atau sebesar 2,21 persen yang mengakibatkan penurunan produktivitas padi sebesar 0,71 kwintal per ha atau sebesar 1,41 persen.

Jawa Barat merupakan provinsi yang mempunyai jumlah produksi padi terbesar di Indonesia tahun 2011 menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada angka ramalan tiga, yang disusul provinsi Jawa Timur dengan perbedaan produksi padi sebesar 933,9 ribu ton (8,14 persen) dan Jawa Tengah dengan perbedaan produksi padi sebesar 203,8 ribu ton (17,77 persen). Tingginya produksi padi di Jawa Barat didukung oleh luas panen tanaman padi yang terluas di Indonesia.

Pada tahun 2009/2010 berdasarkan data BPS Jawa Barat, provinsi ini menghasilkan padi sekitar 11,3 juta ton dengan luas panen sekitar 1,9 juta ha dan hasil padi sebanyak 58,06 kuwntal per ha. Salah satu daerah yang menghasilkan padi di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Sukabumi. Berdasarkan data BPS Jawa Barat, Kabupaten Sukabumi menempati posisi keempat terbesar di Jawa Barat yang memproduksi padi pada tahun 2009/2010 sebanyak 0,8 juta ton. Walaupun Kabupaten Sukabumi menempati posisi keempat terbesar yang memproduksi padi di Jawa Barat, tetapi produktivitas padi di kabupaten ini masih berada di bawah rata-rata.

Kabupaten Sukabumi tidak hanya memproduksi padi konvensional saja, kini mulai dikembangkan padi organik. Sebelum benar-benar menghasilkan padi organik, usahatani dilakukan menuju prosedur SRI organik.Budidaya padi menuju organik (semi organik) adalah cara bercocok tanam padi ramah lingkungan dengan mengurangi atau tanpa menggunakan bahan-bahan kimia buatan seperti pestisida atau herbisida dan diganti dengan pestisida nabati atau agensi hayati. Penggunaan pupuk kimia juga dikurangi sebanyak mungkin dan menggantikannya dengan pupuk kompos. Budidaya padi semi organik ini sama seperti budidaya padi organik, tetapi padi semi organik belum seluruhnya bebas dari bahan kimia karena masih adanya kemungkinan residu kimia pada lahan. Pengurangan bahan kimia dan diganti dengan bahan ramah lingkungan akan menghasilkan padi yang lebih aman untuk lingkungan dan hewan, terutama untuk manusia karena sehat untuk dikonsumsi. Kualitas dan rasa pun lebih enak dan pulen. Padi semi organik merupakan upaya untuk go organik, meningkatkan kualitas lingkungan, meningkatkan produksi padi, dan meningkatkan pendapatan petani.

Budidaya padi semi organik dengan menggunakan teknik budidaya System of

Rice Intensification (SRI) sudah dilakukan di Kabupaten Sukabumi, namun

(11)

konvensional. Bahkan, dua sampai tiga tahun kemudian, kebutuhan pupuk kimia akan menjadi nol. Karena pengembangan padi semi organik ini baru dilakukan di Kabupaten Sukabumi maka diperlukan dukungan dari berbagai pihak. Pengembangan padi semi organik memerlukan langkah-langkah yang strategis untuk mengkomunikasikan penerapan teknologi ini secara luas kepada petani agar lebih lebih banyak yang menggunakannya. Tidak semua petani di Sukabumi bersedia menerapkan teknologi padi semi organik karena berbagai keterbatasan.

1.2. Perumusan Masalah

Penerapan teknologi padi semi organik membutuhkan permodalan yang lebih besar daripada padi konvensional. Teknologi budidaya padi semi organik memerlukan tahapan yang berbeda dengan padi konvensionl mulai dari tahap persiapan lahan dengan pembuatan parit, standar pengadaan benih, pembuatan pupuk organik padat dan cair serta pestisida nabati, standar persemaian, standar penanaman, penyiangan, pemupukan, penyemprotan, sampai panen. Dengan demikian bagi petani yang memiliki modal terbatas, penerapan teknologi padi semi organik tidak hanya menguras dana internal tetapi juga akan membutuhkaan modal eksternal. Modal eksternal dapat diperoleh dari berbagai sumber baik formal (lembaga keuangan bank dan non bank seperti pegadaian, koperasi, dan usaha simpan pinjam) maupun informal (bank keliling, kios sarana produksi, tengkulak, dan sebagainya). Untuk itulah pengembangan padi semi organik dengan teknik budidaya SRI di Sukabumi ini juga didukung oleh swasta pada lahan 100.000 ha yaitu di Kecamatan Kebon Pedes di Kabupaten Sukabumi 2.

Keterbatasan modal sering menjadi penghambat dalam upaya penerapan teknologi atau perluasan skala usaha. Padahal dengan penerapan teknologi baru dapat bermanfasat bagi petani dalam peningkatan pendapatan. Hal ini menunjukkan bahwa keterbatasan modal dapat mengakibatkan hilangnya kesempatan petani untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi. Keberadaan sumber modal eksternal menjadi penting ketika dihubungkan dengan pengadaan modal. Namun kenyataan yang terjadi sangat sedikit petani yang memanfaatkan sumber modal eksternal terutama sumber dana formal sebagai modal usahatani. Jika dilihat dari sumber pembiayaan kredit formal yang melalui perbankan terlihat bahwa alokasi kredit untuk sektor pertanian sangat rendah. Pangsa kredit pertanian secara nasional tidak pernah mencapai 10 persen (Bank Indonesia, 2011). Bahkan di Jawa Barat yang merupakan daerah sentra pertanian, pangsa kredit pertanian pada tahun 2011 (triwulan IV) hanya mencapai 2,1 persen.

Berbagai alasan melatarbelakangi petani untuk tidak memanfaatkan sumber modal eksternal terutama yang formal karena prosedur yang tidak mudah,

(12)

permasalahan jaminan dan bunga serta rasa enggan petani untuk meminjam. Banyak petani khususnya petani padi berpendapat bahwa usahataninya sebagai way of life

sehingga mereka tidak begitu antusias untuk menerapkan teknologi baru yang pada akhirnya mereka tidak merasa membutuhkan modal eksternal. Mereka merasa puas dengan kondisi yang ada walaupun pendapatan usahatani padinya rendah dan tidak dapat meningkatkan kesejahteraan meeka. Demikian pula yang terjadi di Sukabumi, dimana tengah diterapkan SRI untuk padi organik. Tidak seluruh petani yang diminta untuk menerapkan teknologi padi semi organik mau menjalankannya. Salah satu alasannya yaitu keterbatasan modal dan sulitnya teknologi tersebut untuk diterapkan. Dengan demikian kajian penerapan teknologi padi semi organik yang erat kaitannya dengan penggunaan modal eksternal sangat peting untuk dilakukan.

Sama seperti usahatani padi konvensional, usahatani padi semi organik dalam proses produksinya membutuhkan faktor produksi seperti lahan, benih, pupuk, tenaga kerja, peralatan, pestisida, dan lain-lain. Hanya saja terdapat perbedaan dalam tahapan proses produksi dan standar input yang digunakan yang mengarah kepada penggunaan input organik non kimia dan tahapan produksi yang ramah lingkungan. Penerapan teknologi padi semi organik masih jarang dilakukan oleh petani. Hal ini dikarenakan padi semi organik termasuk komoditi baru yang dikembangkan di Indonesia setelah dilaksanakannya revolusi hijau. Pada bulan Juni 2011, Kabupaten Sukabumi telah melakukan panen padi semi organik System of Rice Intensification (SRI) di Kecamatan Kebon Pedes. Benih yang digunakan merupakan benih padi varietas Inpari 13 dan Sintanur. Petani dapat melakukan pembenihan sendiri karena sertifikasi benih yang diterima oleh Gapoktan berwarna ungu.

Penerapan teknologi padi semi organik ini membutuhkan dana yang lebih besar sehingga dibutuhkan penyisihan dana internal yang lebih besar yang berasal dari pendapatan usahatani atau saving periode sebelumnya. Bagi sebagian petani kecil, hal ini tentunya mengganggu alokasi pengeluaran rumahtangga petani untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi dan rutinitas lainnya. Namun bagi sebagian petani lainnya, untuk mempertahankan pemenuhan konsumsi rumahtangga, mereka mengupayakan tambahan modal untuk menerapkan teknologi dari sumber modal eksternal. Namun perlu dipertanyakan apakah penerapan teknologi padi semi organik meningkatkan permintaan terhadap modal eksternal atau petani tetap menggunakan dana internal untuk tambahan kebutuhan modal ini yaitu dengan menyisihkan lebih banyak dari pendapatan sebelumnya dan saving yang ada alaupun akan mengganggu alokasi pengeluaran konsumsi rumahtangga?

(13)

memanfaatkan sumber modal eksternal. Melalui penerapan teknologi padi semi organik diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani. Namun perlu dipertanyakan pula apakah penerapan teknologi padi semi organik dapat meningkatkan pendapatan petani? Dari pemaparan tersebut maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana penerapan teknologi padi semi organik yang dilakukan di Kecamatan Kebon Pedes Kabupaten Sukabumi?

2. Apakah penerapan teknologi padi semi organik berpengaruh terhadap pemanfaatan sumber modal eksternal?

3. Apakah penerapan teknologi padi semi organik dapat meningkatkan pendapatan petani?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Menganalisis penerapan teknologi padi semi organik melalui derajat penerapan teknologi padi semi organik di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi.

2. Menganalisis pengaruh penerapan teknologi padi semi organik terhadap

pemanfaatan sumber modal eksternal

3. Menganalsis pengaruh penerapan teknologi padi semi organik terhadap pendapatan usahatani.

II. KERANGKA PENELITIAN

Dalam planning horizon, untuk jangka pendek dan jangka panjang produksi dapat ditingkatkan melalui perubahan penggunaan input tetap dan variabel kearah yang lebih efisien dalam kondisi giffen teknologi. Dalam jangka sangat panjang, produksi dapat ditingktakan melalui perubahan teknologi. Melalui peningkatan teknologi maka akan menggeser kurva total produk ke atas dan kurva biaya rata-rata jangka panjang ke bawah.

Penerapan teknologi membutuhkan modal yang merupakan salah satu faktor produksi usahatani penting terutama bagi petani kecil, di samping faktor lahan, tenaga kerja dan manajemen. Oleh karena itu permodalan yang lemah akan membatasi ruang gerak dan aktivitas usaha untuk menunjang keberhasilan usahatani terutama petani skala kecil. Untuk meningkatkan kemampuan ruang gerak petani kecil dan aktivitas dalam berusahatani khususnya penerapan teknologi, maka petani memerlukan pinjaman modal eksternal.

(14)

internal tidak mencukupi pembiyaaan usahatani sehingga berdampak pada kebutuhan modal ekstrnal. Perlu ditegaskan bahwa modal eksternal atau kredit tidak merupakan syarat mutlak dalam pembangunan pertanian. Yang mutlak adalah memotivasi petani untuk menerapkan teknologi baru dengan cara menyediakan alat-alat dan bahan-bahan pertanian didekat petani serta menerapkan teknik budidaya yang baru (Mosher, 1968).

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini yaitu di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi. Pengambilan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Kebon Pedes ini sedang mengembangkan padi semi organik dan merupakan kecamatan yang produksi padi semi organik tertinggi di Kabupaten Sukabumi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli – Desember2012.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang dilakukan oleh mahasiswa Departemen Agribisnis FEM IPB. Untuk data sekunder yang lain berupa textbook, jurnal, majalah, surat kabar, internet, dan literatur-literatur ilmiah yang relevan diperoleh dari berbagai sumber yaitu BPS, perpustakaan IPB, LIPI, PSE-KP, IRRI, dan BP2TP. Responden penelitian ini adalah petani yang melakukan usahatani padi semi organik di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi sebanyak 56 orang.

3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data 3.3.1.Derajat Penerapan Teknologi

Derajat penerapan teknologi adalah nilai evaluasi penerapan teknologi padi semi organik yang dilakukan oleh petani dibandingkan dengan standar yang ada. 3.3.2.Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya usahatani per musim tanam. Analisis ini digunakan untuk mengetahui pendapatan petani padi semi organik. Selain pendapatan juga dihitung nilai R/C. 3.3.3.Analisis Regresi Logistik

Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan teknologi padi semi organik terhadap penggunaan sumber modal eksternal digunakan model Logit Biner (regresi logistik Biner).

Y = 1 : untuk petani yang menggunakan sumber modal eksternal Y = 0 : untuk petani yang menggunakan sumber modal internal dengan

X1 = Penerapan teknologi padi semi organik (diukur dengan derajat penerapan

teknologi padi semi organik)

X2 = dummy jenis kelamin kepala keluarga petani (1=laki-laki, 0=perempuan)

X3 = umur kepala keluarga petani (tahun)

(15)

X5 = pendidikan kepala keluarga petani (tahun)

X6 = Biaya usahatani per musim (Rp)

X7 = R/C total (indeks)

X8 = dummy keikutsertaan penyuluhan padi semi organik (1=ikut, 0=tidak pernah

ikut)

3.3.4. Analisis Regresi Linier Berganda

Estimasi model untuk analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani padi semi organik yaitu:

 = β01X12X2+ e Keterangan :

 = Variabel dependent, yaitu pendapatan usahatani padi semi

organik(Rupiah)

β0 = Konstanta atau intercept model garis regresi

X1 = penerapan teknologi padi semi organik (derajat penerapan teknologi)

X2 = luas lahan (ha)

β1dan β2 = Koefisien variabel independent

e = error term

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penerapan Teknologi Padi Organik

Penerapan teknologi padi organik di Kecamatan Kebon Pedes Kabupaten Sukabumi bermula sejak tahun 2007 dengan dilaksanakannya program FEATI

(Farmer Empowerment Through Agricultural Technology and Information). Program

ini didanai oleh Bank Dunia (World Bank) yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani melalui pertanian organik dan terpadu. Program ini dilaksanakan selama lima tahun. Pada tahun 2007 telah dilaksanakan sekolah lapang budidaya padi

SRI (System of Rice Intensification). Sedangkan pada tahun 2008 dan 2009

dilaksanakan sekolah budidaya lele dan pengolahan hasil serta budidaya ternak domba dan pembuatan kompos. Pada tahun 2010 dilaksanakan sekolah lapang budidaya agribisnis padi organik dan pada tahun 2011 dilaksanakan sekolah lapang budidaya padi organik penanganan pasca panen dan pengemasan.

Program FEATI ini baru dilaksanakan ditiga desa, yaitu Desa Bojong Sawah, Desa Kebon Pedes, dan Desa Sasagaran. Sedangkan Desa Jambenenggang telah mengenal terlebih dahulu mengenai padi organik melalui program padi SRI pada tahun 2002. Untuk Desa Cikaret, program padi SRI baru dilaksanakan pada musim tanam bulan Maret 2012. Jika penyuluhan dan pelatihan telah berjalan di Desa Cikaret, berarti semua desa di Kecamatan Kebon Pedes telah mengetahui budidaya padi dengan metode SRI sehingga jumlah petani padi organik akan lebih banyak.

(16)

minggu atau selama budidaya padi organik (4 bulan), mulai dari persiapan benih hingga panen.

Penerapan padi organik yang dianalisis dalam penelitian ini dilihat dari luas sawah padi semi organik dan penggunaan benih, pembuatan pupuk kompos, MOL, dan pestisida nabati, persiapan lahan, pengadaan benih, persemaian, penanaman, penyiangan, pemupukan, dan panen. Semua kegiatan budidaya padi organik tersebut yang dilakukan oleh petani akan dibandingkan dengan standar penerapan teknologi padi semi organik berdasarkan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta serta Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta tahun 2007 dalam seri informasi

PRIMATANI No.1 Tahun 2007 dan Standard Operational Procedure (SOP)

Gapoktan Mekar Tani. Luas sawah yang ditanami padi organik oleh petani responden perlu diketahui untuk melihat persentase penerapan teknologi padi organik berdasarkan total sawah yang mereka kuasai.

Alasan petani responden mengusahakan padi organik ada tujuh alasan, yang disajikan pada Tabel 1. Sebagian besar petani (32.14%) mengusahakan padi organik karena harga jual yang lebih tinggi dari harga padi konvensional.

Tabel 1. Sebaran Petani Berdasarkan Alasan Mengusahakan Padi Organik

Alasan mengusahakan padi organic Jumlah (orang) Persentase

Harga jual yang tinggi 18 32,14

Biaya produksi lebih murah 6 10,71

Produktivitas lebih tinggi 5 8,93

Gabah lebih berkualitas 4 7,14

Baik bagi kesehatan 8 14,29

Percobaan 6 10,71

Ikut Sekolah Lapang (SL) padi organic 9 16,07

Jumlah 56 100,00

(17)

menggulung. Dalam keadaan parah, seluruh daun menggulung, layu, dan mati. Hambatan lainnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Bimbingan teknologi sangat diperlukan oleh petani padi organik, terutama petani yang baru mengusahakan padi organik kurang dari tiga musim (satu tahun) karena pengalaman mereka masih sedikit. Bimbingan teknologi diperlukan agar gabah yang dihasilkan optimal secara kualitas dan kuantitas. Bimbingan teknologi dilihat dari keikutsertaan petani responden dalam penyuluhan dan pelatihan, materi yang disampaikan, dan instansi yang melaksanakan pelatihan dan penyuluhan. Sebanyak 92,85 persen petani responden pernah ikut dalam penyuluhan dan pelatihan mengenai padi organik.

Tabel 2. Sebaran Petani Berdasarkan Hambatan dalam Mengusahakan Padi Organik (persen)

Petani responden yang mengikuti penyuluhan dan pelatihan mengenai padi organik mendapatkan berbagai pengetahuan melalui materi yang disampaikan. Materi yang petani dapatkan ketika mengikuti penyuluhan dan pelatihan bervariasi. Metode yang digunakan dalam penyuluhan dan pelatihan yaitu metode diskusi, tanya jawab, praktek di lapang, dan metode pengenalan dengan mengikuti pameran atau bazar.

Pada saat penyuluhan, petani mendapatkan materi mengenai pengertian dan manfaat padi organik atau organik, teori mengusahakan padi organik, dan teori teknologi organik. Penyuluhan biasanya dilakukan di saung pertemuan (saung

meeting) atau di aula kantor Desa pada hari jumat atau sabtu setiap pekannya selama

sekolah lapang (4 bulan). Materi penyuluhan hanya teori yang disampaikan mengenai budidaya padi organik, mulai dari penyiapan input hingga saat pemanenan. Materi mengenai ekologi tanah, pengendalian hama dan penyakit, serta pertanian terpadu, juga petani dapatkan pada saat penyuluhan.

(18)

organik ini, yaitu dinamika kelompok, teori pengolahan hasil panen, pengemasan, standar proses operasi pasar, analisis usaha, mengenal alat sablon, trik dan tips pemasaran, serta teori promosi.

Pelatihan mengenai padi organik merupakan praktek secara langsung di sawah atau langsung menggunakan bahan-bahan. Saat pelatihan mengenai budidaya padi organik, materi yang disampaikan seperti cara penyemaian yang baik, pembuatan pupuk organik, padat maupun cair (MOL), dan pembuatan pestisida nabati. Petani juga langsung turun ke sawah, melakukan praktek bagaimana caranya menanam padi yang baik, pemupukkan, pengendalian hama dan penyakit dengan secara langsung praktek penggunaan pestisidan nabati, cara penyiangan, serta cara panen. Petani mendapatkan pelatihan mengenai penanganan pasca panen dan pengemasan, dengan langsung mempraktekan cara pengemasan dengan pembuatan sablon kemasan yang menarik dan membuat pembukuan untuk mengetahui analisis usaha.

Penyuluhan dan pelatihan mengenai padi organik yang diikuti petani responden sebesar 58.93 persen dilaksanakan oleh Badan Penyuluh Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) yang dilakukan langsung oleh penyuluh (PPL). Kelompok tani yang melaksankan bimbingan teknologi mengenai padi organik sebenarnya diinisiasi oleh BP3K/PPL karena yang memberikan materi adalah PPL. Dinas pertanian yang pernah melaksanakan bimbingan teknologi mengenai padi organik hanya memberikan materi mengenai pengendalian hama dan penyakit terpadu pada padi, yang juga diinisiasi oleh BP3K/PPL. Asosiasi Padi organik yang baru berdiri belum satu tahun ini, tidak melaksanakan bimbingan teknologi secara langsung, namun ketua dan beberapa anggota asosiasi ini memberikan materi mengenai budidaya padi organik kepada petani, yang kegiatannya bersama dengan PPL. Instansi lainnya yang pernah melaksanakan penyuluhan dan pelatihan mengenai padi organik, dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Instansi yang Melaksanakan Penyuluhan dan Pelatihan Padi organik

Instansi yang Melaksanakan penyuluhan dan pelatihan mengenai padi organic

Jumlah responden

(orang ) Persentase

Kelompok Tani 10 17,86

Asosiasi Petani Padi organic 3 5,36

BP3K/ PPL 33 58,93

Dinas Pertanian 5 8,93

Nagrak Organik Center (NOC) 1 1,79

Tidak Ikut Penyuluhan dan Pelatihan 4 7,14

(19)

4.2. Prosedur Penerapan Teknologi Padi organik

Pembuatan sendiri pupuk organik dan pestisida nabati menjadi salah satu penerapan teknologi padi organik karena dapat mengurangi biaya produksi. Pembuatan pupuk organik dibedakan menjadi dua berdasarkan bentuknya, yaitu padat dan cair. Pupuk organik padat atau biasa disebut kompos, dapat dibuat dari berbagai bahan, jerami atau kotoran ternak. Petani di Kecamatan Kebon Pedes biasanya menggunakan pupuk organik padat dari kotoran ternak, sapi atau domba. Bahan campuran lainnya yaitu bekatul, arang sekam, dekomposer, hijauan, pospat alam (kapur) dan air. Dengan perbandingan kotoran hewan 60 persen, bekatul dua persen, arang sekam 10 persen, dekomposer satu persen, pospat alam tujuh persen dan air secukupnya. Agar pupuk yang dihasilkan bagus, maka setiap tiga hari sekali pupuk diaduk atau dibalik dan ditutup. Setelah 30 hari, pupuk sudah terfermentasi dengan baik dan dapat digunakan. Bila pupuk kompos kurang dari 30 hari, pupuk kompos biasanya kurang busuk (terfermentasi), sehingga zat haranya kurang.

Pembuatan pupuk cair atau biasa disebut MOL (microorganisme lokal) dibuat dengan berbagai bahan, yaitu urin sapi, kelinci, atau domba, rebung (bambu muda), air tebu, batang pisang, buah maja, keong, air nira, air kelapa, dan daun-daunan (

orok-orok, cleresede). Bahan-bahan tersebut kemudian difermentasikan selama 15 hari.

Pestisida nabati bisanya dibuat oleh petani sebagai pencegahan datangnya hama dan penyakit. Pestisida nabati dibuat dari campuran daun sirsak 2 kg, tembakau ½ kg, cabai rawit ½ kg, bawang putih ½ kg, kencur ¼ kg, biji mahoni ¼ kg, brotowali ½ kg, gadung 1 kg, dan air 10 liter. Bahan-bahan tersebut dihaluskan dan dicampur, lalu difermentasi minimal selama 72 jam (3 hari). Jumlah petani responden yang telah membuat pupuk organik dan pestisida nabati dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa hanya sedikit petani yang melakukan pembuatan pupuk organik dan pestisida nabati yang sesuai dengan standar, dan sebagian dari responden tidak membuatnya (>50%).

Tabel 4. Sebaran Petani Berdasarkan Pembuatan Pupuk Organik dan Pestisida Nabati (persen)

 Membuat pupuk organik padat

(kompos) minimal selama 30 hari 9,05 27,60 63,35 100,00

 Membuat pupuk cair (MOL) selama

15 hari 11,25 36,45 52,30 100,00

 Membuat pestisida nabati selama 3

hari 26,45 11,05 62,50 100,00

(20)

petani yang mengolah tanah 3 –15 hari sebelum penanaman lebih banyak. Pengolahan tanah dilakukan dengan cara dibajak (dengan traktor atau kerbau) atau dicangkul sampai benar-benar gembur. Pembuatan parit atau kamalir dibuat sesuai kebutuhan. Pembuatan parit biasanya dibuat diantara tanaman padi agar kebutuhan air tercukupi tanpa membuat tanaman padi terendam air. Hal ini dilakukan untuk menekan perkembangan keong agar tidak memakan tanaman padi.

Pengaturan air sangat diperlukan dalam penanaman padi organik karena padi sangat memerlukan air dalam jumlah yang cukup tetapi tidak untuk digenangi karena padi bukan tanaman air. Sebelum penanaman, sawah digenangi oleh air setinggi dua cm selama satu minggu.

Benih merupakan salah satu input terpenting dalam mengusahakan berbagai tanaman, termasuk padi organik. Pengadaan benih harus diperhatikan dengan baik. Mulai dari varietas yang digunakan, cara dan tempat mendapatkan benih, kualitas benih, warna label, serta jumlah dan perlakuan pada benih. Varietas benih yang paling sering digunakan oleh petani responden adalah varietas ciherang, sintanur, dan inpari 13. Petani mendapatkan benih melalui berbagai cara dan tempat. Petani responden mendapatkan benih paling banyak (58,93%) dengan membeli sendiri. Petani biasanya membeli benih di toko pertanian atau dari tetangga. Cara lain yang digunakan petani responden adalah membuat benih sendiri. Benih dihasilkan dari hasil panen sebelumnya yang dipilih dengan kualitas yang baik.

Petani yang mendapatkan benih dari kelompok tani merupakan benih bantuan dari PPL/Dinas Pertanian. Petani tidak mendapatkan benih secara gratis karena petani membayar uang transportasi bagi pengurus kelompok tani yang mengantarkan benih tersebut ke rumah . Pengurus yang mengantarkan benih biasanya berjalan kaki sambil memanggul benih. Satu kantong benih yang berisi lima kilogram biasanya dibayar seharga Rp 10.000,00.

Tabel 5. Sebaran Petani Berdasarkan Cara dan Tempat Mendapatkan Benih Padi (persen)

Cara dan Tempat mendapatkan benih padi Jumlah Petani

( )

Persentase

Buat sendiri 9 16,07 Beli sendiri 33 58,93

Kelompok Tani 5 8,93 Asosiasi Petani Padi semi organic 1 1,79 Perusahaan Mitra 2 3,57 PPL/Dinas Pertanian 6 10,71

Jumlah 56 100,00

(21)

namun benih tersebut tidak semua merupakan benih organik (hanya 29,70%). Kualitas benih yang digunakan petani responden dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Sebaran Petani yang Menggunakan Benih Berdasarkan Kualitas Benih yang Digunakan (persen)

Kualitas benih Ya Tidak Tidak Tahu Jumlah (%) Bersertifikat Badan Pengawasan

Sertifikat Benih (BPSB) 52,20 22,70 25,10 100,00 Benih Organik 29,70 27,20 43,10 100,00

Kualitas benih yang juga harus diperhatikan adalah warna label benih. Petani responden paling banyak (60,71%) yang menggunakan benih berlabel biru. Warna label lainnya yang digunakan petani responden adalah ungu. Warna label benih yang digunakan oleh petani reponden dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Sebaran Petani Berdasarkan Warna Label Benih yang Digunakan

Warna label benih yang digunakan Petani (orang) Persentase

Ungu 2 3,57 Biru 34 60,71

Tidak Tahu 4 7,14 Tidak Berlabel 16 28,57

Jumlah 56 10,.00

Selain kualitas, kuantitas benih juga harus diperhatikan dalam penerapan teknologi padi semi organik agar pertumbuhan tanaman padi menjadi optimal dengan penggunaan jumlah sesuai standar, yaitu 8 – 15 kg benih per ha. Sebelum disebarkan pada lahan persemaian, benih terlebih dahulu direndam dalam air selama 24 jam dan diperam di dalam karung atau plastik selama 48 jam untuk merangsang perkecambahan secara serempak. Jumlah dan perlakuan pada benih yang dilakukan oleh petani dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Sebaran Petani Berdasarkan Jumlah dan Perlakuan pada Benih

Jumlah dan Perlakuan pada Benih Sesuai (%) Tidak Sesuai

(%)

Tdk

melakukan Jumlah (%)

Jumlah benih yang digunakan sebanyak

8 – 15 kg/ha 15,40 84,60 - 100,00

Benih direndam selama 24 jam 7,35 55,65 37,00 100,00 Benih diperam selama 48 jam 49,15 13,85 37,00 100,00

Penerapan teknologi dalam persemaian diidentifikasi dari luas lahan, penggunaan pupuk organik, dan penggunaan pestisida nabati. Luas lahan persemaian untuk satu kilogram benih minimal seluas 4 m2 agar pertumbuhan bibit menjadi

(22)

lahan persemaian dilakukan untuk pencegahan hama dan penyakit pada bibit, minimal dua kali penyemprotan. Standar persemaian yang dilakukan oleh petani responden dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan Tabel 9 hanya sebagian kecil petani (sekitar 20%) yang melakukan persemaian sesuai dengan standar.

Tabel 9. Sebaran Petani Berdasarkan Standar Persemaian (persen)

Standar Persemaian Sesuai Tidak

Sesuai

Tidak

Melakukan Jumlah

1. Luas lahan persemaian satu kilogram benih minimal seluas 4m2

62,20

37,80 - 100,00 2. Penggunaan pupuk organik pada

lahan persemaian sebanyak 2 kg/m2

minimal sebanyak 2 kali sebagai

pencegahan 20,10 29,25

50,65 100,00

Penanaman merupakan salah satu proses budidaya yang penting dan harus dilakukan sesuai standar agar tanaman padi organik tumbuh dengan baik. Standar penanaman padi semi organik, yaitu menggunakan bibit muda, jumlah daun bibit minimal empat lembar, satu lubang ditanam 1 – 2 bibit, bibit ditanam dengan kedalaman maksimal satu cm, jarak antar rumpun tanam 25 – 30 cm, dan ditanam dengan sistem legowo.

Satu lubang ditanam sebanyak 1 – 2 bibit agar pertumbuhan tanaman padi baik dan setiap tanaman tercukupi unsur haranya. Masih banyaknya petani yang tidak melakukan penanaman sebanyak 1 – 2 bibit setiap lubang karena mereka khawatir tanaman padi yang masih muda akan dimakan oleh keong dan apabila bibit yang ditanam dimakan oleh keong maka masih ada bibit padi yang lainnya dalam lubang tersebut. Untuk mengatasi hal ini, petani dapat menggunakan kamalir atau parit yang mengelilingi tanaman padi sehingga keong tidak akan naik dan memakan tanaman padi, namun hanya berada di parit tersebut. Bibit harus ditanam dengan kedalaman maksimal satu cm, agar bibit cepat tumbuh dengan baik.

(23)

Tabel 10. Sebaran Petani Berdasarkan Penggunaan Standar Penanaman (persen)

Standar Penanaman Sesuai Tidak Sesuai Jumlah

(%)

Penanaman dengan menggunakan sistem legowo juga merupakan penerapan teknologi. Cara tanam padi sistem legowo merupakan rekayasa teknologi yang ditujukan untuk memperbaiki produktivitas usahatani padi. Teknologi ini merupakan perubahan dari teknologi jarak tanam tegel menjadi tanam jajar legowo. Legowo diambil dari bahasa Jawa Banyumas yang berasal dari kata lego dan dowo; lego

artinya luas dan dowo artinya memanjang. Jadi antara kelompok barisan tanaman padi terdapat lorong yang luas dan memanjang setiap barisnya (Supriapermana et al. 1990, diacu dalam Pahruddin et al 2004)3. Penanaman dengan menggunakan sistem ini terkendala juga pada pengetahuan dan pengalaman tenaga kerja. Petani responden telah menggunakan sistem legowo sebesar 60,71 persen. Sistem legowo yang paling banyak digunakan oleh petani responden adalah sitem legowo 3:1 dan 4:1.

Penyiangan dilakukan untuk membersihkan gulma di sawah agar tidak mengganggu tanaman padi dan menjadi kompetitor dalam mendapatkan unsur hara dalam tanah. Penyiangan yang baik dilakukan minimal dua kali pada saat padi berusia 20 – 22 HST (hari setelah tanam) dan berusia 35 – 37 HST. Dalam penyiangan ada juga responden yang tidak melakukan penyiangan, baik penyiangan pertama maupun kedua. Penyiangan tidak dilakukan karena menurut mereka tidak ada gulma di sawah sehingga tidak perlu dilakukan penyiangan. Standar penyiangan yang dilakukan pada petani responden dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Sebaran Petani Berdasarkan Standar Penyiangan (persen)

Standar Penyiangan Sesuai Tidak

Sesuai

Penyiangan dapat dilakukan dengan bantuan alat atau hanya dicabut dengan menggunakan tangan. Alat yang digunakan untuk penyiangan biasa disebut gasrok

oleh petani padi semi organik di Kecamatan Kebon Pedes. Apabila penyiangan

(24)

menggunakan alat ini, tenaga kerja yang digunakan adalah laki-laki karena membutuhkan tenaga yang cukup besar.

Pupuk yang diberikan pada tanaman padi organik dalam bentuk pupuk padat maupun pupuk cair. Pupuk yang paling banyak yang digunakan adalah pupuk organik. Pupuk organik padat digunakan sebelum penanaman (pupuk dasar) sebanyak 2 – 5 ton/ha. Pemupukan setelah penanaman, dapat menggunakan pupuk organik padat maupun cair (MOL). Pemupukan pertama dilakukan pada umur padi 10 HST, pemupukkan kedua dan ketiga berselang 10 hari setelah pemupukan sebelumnya. Pemberian pupuk cair (MOL) minimal sebanyak tiga kali dan juga diberikan berselang setiap 10 hari. Total pupuk organik padat yang diberikan minimal sebanyak tiga ton/ha dan total pupuk kimia yang digunakan maksimal 100 kg/ha. Jumlah petani responden yang melakukan standar pemupukan dapat dilihat pada Tabel 12. Sebagian besar petani responden tidak melakukan pemupukan sesuai standar.

Tabel 12. Sebaran Petani Berdasarkan Standar Pemupukan (persen)

Standar Pemupukan Sesuai Tidak

Sesuai

Tidak

Melakukan Jumlah

Pemupukan dasar sebanyak 2 – 5 ton/ha 38,35 48,10 13,55 100,00 Pemupukan I pada 10 HST 14,90 81,25 3,85 100,00 Pemupukan II pada 20 HST 25,10 69,35 5,55 100,00 Pemupukan III pada 30 HST 1,65 62,10 36,25 100,00 Pemupukan MOL minimal sebanyak 3 kali 48,20 19,60 32,20 100,00 Total pupuk organik padat yang digunakan

minimal 3 ton/ha 39,50 58,85 1,65 100,00 Total pupuk kimia yang digunakan maksimal

100 kg/ha 10,50 34,10 55,40 100,00

Pengendalian hama dan penyakit pada padi organik harus menggunakan bahan organik atau biasa disebut pestisida nabati. Pestisida nabati biasanya digunakan untuk mencegah terjadinya hama dan penyakit. Penyemprotan pestisida nabati dilakukan minimal sebanyak dua kali. Petani responden yang tidak menggunakan pestisida nabati akan menggunakan pestisida kimia untuk pengendalian hama dan penyakit. Petani yang telah menggunakan pestisida nabati juga ada yang menggunakan pestisida kimia untuk mengendalikan hama dan penyakit, karena menurut mereka serangan hama dan penyakit yang sudah serius dapat menyebabkan gagal panen sehingga mereka menggunakan pestisida kimia untuk mengurangi risiko gagal panen.

(25)

tanamnya 103 hari. Petani responden yang panen tepat pada umur tersebut hanya sebesar 5,35 persen. Pada saat panen, sebaiknya batang padi dipotong sepanjang 25 cm dari panggal malai ke tanah agar gabah mudah dirontokan karena panjang batang padi sesuai. Petani responden masih menggunakan alat sederhana untuk merontokan padi, yaitu dengan menggunakan papan perontok yang dialasi terpal untuk menampung bulir gabah. Petani responden yang melakukan panen sesuai standar ini hanya 8,92 persen.

4.3. Derajat Penerapan Teknologi Padi Organik

Derajat penerapan teknologi adalah nilai evaluasi penerapan teknologi padi organik yang dilakukan oleh petani dibandingkan dengan standar yang ada. Nilai evaluasi ini diperoleh dari hasil wawancara yang dibantu kuisioner kepada petani responden yang menerapkan teknologi padi organik di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi. Pertanyaan yang diajukan adalah apakah petani melakukan atau tidak standar teknologi padi organik dan berapa kuantitas yang digunakan lalu dibandingkan dengan standar yang ada, maka didapatlah nilai evaluasi ini dalam bentuk persentase.

Jumlah derajat penerapan teknologi padi organik seluruh responden adalah 3.487,56 dengan rata-rata sebesar 62,28. Derajat penerapan teknologi yang paling tinggi adalah 86,96 sedangkan yang paling rendah adalah 44,83. Nilai median dari seluruh derajat penerapan teknologi adalah 77,00 yang menunjukkan 50 persen derajat penerapan teknologi padi semi organik berada diatas 77,00 dan 50 persen lainnya berada dibawah 77,00.

4.4. Analisis Pendapatan Usahatani

Produktivitas rata-rata gabah padi semi organik petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Rata-rata luas sawah yang ditanam padi semi organik sebesar 0,35 ha. Harga jual rata-rata gabah padi semi organik yang diterima petani sebesar Rp 3.250 per kg. Karena menurut responden harga beras di pasar sekarang mahal dan kualitasnya kurang bagus, mereka lebih memilih menyimpan hasil produksinya untuk memenuhi konsumsi rumah tangga mereka selama satu musim kedepan. Rata-rata hasil produksi yang disimpan untuk konsumsi oleh petani sebesar 31,77%. Total

penerimaan usahatani padi semi organik yang diperoleh yaitu sebesar Rp 20,419,734.66/ha. Rata-rata penerimaan usahatani padi semi organik yang

diterima petani responden per ha dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Rata-rata Penerimaan Usahatani Padi Semi Organik per hektar

Penerimaan (Rp/ha) Persentase

Penerimaan Tunai 14.224.998,16 69,66

Penerimaan Diperhitungkan 0 -

Konsumsi 6.180.461,06 30,27 Benih 14.275,45 0,07

(26)

Biaya usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan, yang dapat dilihat pada Tabel 14. Dari Tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa dari struktur biaya, sebagian besar adalah biaya tunai (86,21%), dan hanya

sebagian kecil biaya diperhitungkan (13,79%). Biaya total/ha adalah Rp 13.245.165,60.

Tabel 14. Biaya Rata-rata Usahatani Padi Semi Organik per Hektar

Keterangan Rp/ha %

Biaya Tunai

Benih 170.060,74 1,28

Pupuk Organik 879.083,30 6,64

Pupuk Kimia 323.626,82 2,44

Pupuk Cair 28.918,70 0,22

Pestisida Nabati 25.058,86 0,19

Pestisida Kimia 143.700,00 1,08

Tenaga Kerja Luar Keluarga -

Non Borongan 2.545.367,44 19,22

Borongan 2.752.104,74 20,78

Sewa Lahan 4.480.479,78 33,83

Pajak Lahan 69.781,21 0,53

Total 11.418.181,56 86,21

Biaya Diperhitungkan -

Benih 52.925,96 0,40

Pupuk Organik 22.777,78 0,17

Pupuk Kimia 41.250,00 0,31

Pestisida Kimia 11.53l,85 0,01

Tenaga Kerja Dalam Keluarga 1.708.876,46 12,90

Total 1.826.984,04 13,79

Total Biaya 13.245.165,60 100,00

(27)

Tabel 15. Perhitungan Pendapatan dan Rasio R/C Usahatani Padi Semi Organik per hektar

No. Keterangan Rp

1 Penerimaan Tunai 14.224.998,16

2 Penerimaan Diperhitungkan 6,.94,.736,50

3 Total Penerimaan ( 1 + 2 ) 20.419.734,66

4 Biaya Tunai 11.418.181,56

5 Biaya Diperhitungkan 1.826.984,04

6 Total Biaya (4 + 5 ) 13.245.165,60 7 Total Pendapatan ( 3 – 6 ) 7.174.569,06

8 Total Pendapatan Tunai (1 – 4) 2.806.816,60

9 Penyusutan Alat 408.636,36

10 Pendapatan Bersih ( 8 – 9) 2.398.180,25

11 R/C atas Biaya Tunai 1,78

12 R/C atas Biaya Total 1,55

4.5. Pengaruh Derajat Penerapan Teknologi Padi Semi Organik Terhadap Penggunaan Sumber Modal Eksternal

Usahatani padi semi organik memerlukan biaya sekitar 13 juta rupiah per hektar per musim. Dana tersebut dialokasikan untuk pembelian sarana produksi, seperti benih atau bibit, pupuk, dan obat-obatan. Selain itu, petani juga memerlukan dana untuk membayar tenaga kerja upahan. Dari 56 responden terdapat 21 petani yang menggunakan sumber modal internal untuk pembiayaan usahataninya. Pada umumnya petani akan mengalokasikan dari keuntungan usahatani sebelumnya untuk biaya usahatani periode berikutnya. Hal ini bukan karena kemampuan internal yang cukup tetapi keengganan mereka untuk mengakses kepada sumber modal eksternal. Dampaknya adalah penerapan teknologi padi semi organik tidak sepenuhnya dilakukan sesuai standar.

Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi penggunaan sumber modal eksternal secara ringkas disajikan pada Tabel 16. Adapun variable-variabel tersebut adalah derajat penerapan teknologi, jenis kelamin, umur petani, jumlah tanggungan, pendidikan formal petani, biaya total, R/C total, dan keikutsertaan penyuluhan padi semi organik. Dari delapan variabel yang diduga, terdapat 5 variabel yang signifikan

berpengaruh nyata terhadap penggunaan modal eksternal pada taraf α=20%,

(28)

Tabel 16. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Sumber Modal Eksternal pada Usahatani Padi Semi Organik di Kecamatan Kebon Pedes Sukabumi Tahun 2012.

Jika dilihat dari variable-variabel yang mempengaruhi penggunaan sumber modal eksternal, maka derajat penerapan teknologi berpengaruh nyata terhadap penggunaan sumber modal eksternal pada taraf α=20% dengan tanda yang positif yang artinya semakin tinggi derajat penerapan teknologi maka peluang untuk menggunakan sumber modal eksternal lebih besar. Hal ini terjadi karena penerapan teknologi padi semi organik membutuhkan biaya yang cukup besar sehingga petani tidak dapat mengandalkan sumber dana internal.

Variable jenis kelamin berpengaruh nyata terhadap penggunaan sumber modal eksternal pada taraf α=20% dengan tanda yang negatif yang artinya peluang wanita lebih besar dalam penggunaan sumber modal eksternal dibanding laki-laki. Hal ini bertentangan dengan hipotesis awal bahwa diduga laki-laki memiliki peluang lebih besar dalam menggunakan sumber modal eksternal. Hal ini mengindikasikan bahwa wanita lebih berani dalam pengambilan keputusan penggunaan sumber modal eksternal.

Variable umur tidak berpengaruh nyata terhadap penggunaan sumber modal eksternal pada taraf α=20%. Namun tanda koefisien variablenya positif yang sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin tua umur responden maka peluang untuk menggunakan sumber modal eksternal adalah lebih besar.

(29)

usahatani untuk menerapkan teknologi padi semi organik tidak dapat dipenuhi dari sumber internal. Dampaknya adalah penggunaan sumber modal eksternal semakin besar.

Variable pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap penggunaan sumber modal eksternal pada taraf α=20%. Namun tanda koefisien variabelnya positif yang sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin tinggi pendidikan formal petani responden maka peluang untuk menggunakan sumber modal eksternal adalah lebih besar. Hal ini terjadi karena dengan pendidikan yang lebih tinggi maka mereka lebih terbuka untuk menerima informasi dan memiliki kesadaran yang tinggi untuk adopsi teknologi baru.

Variabel biaya total berpengaruh nyata terhadap penggunaan sumber modal eksternal pada taraf α=20% dengan tanda yang positif yang artinya semakin tinggi biaya total usahatani padi semi organik, maka peluang untuk menggunakan sumber modal eksternal lebih besar. Hal ini terjadi karena petani responden adalah petani kecil dengan luas lahan garapan yang kurang dari 0,4 ha sehingga pendapatan internal yang diperoleh hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga jika ada kesempatan untuk menerapkan teknologi baru (apalagi jika biayanya mahal), maka peluang untuk menggunakan sumber modal eksternal semakin besar.

Variable R/C total tidak berpengaruh nyata terhadap penggunaan sumber modal eksternal pada taraf α=20%. Namun tanda koefisien variablenya negative yang sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin tinggi nilai R/C maka peluang untuk menggunakan sumber modal eksternal adalah lebih kecil. Hal ini terjadi karena dengan tingginya R/C yang mengindikasikan efisiensi usahatani, maka peluang menggunakan sumber modal eksternal semakin kecil.

Variabel keikutsertaan penyuluhan padi semi organik berpengaruh nyata terhadap penggunaan sumber modal eksternal pada taraf α=20% dengan tanda yang positif yang artinya petani yang ikut serta dalam penyuluhan padi semi organik memiliki peluang yang lebih besar dalam menggunakan sumber modal eksternal dibandingkan petani yang tidak mengikuti penyuluhan padi semi organik. Hal ini terjadi karena mereka yang mengikuti penyuluhan padi semi organik, mendapat informasi yang benar tentang manfaat penerapan teknologi padi semi organik sehingga walaupun terdapat biaya tambahan, namun mereka tidak perlu takut untuk menggunakan sumber modal eksternal karena mereka yakin bahwa penerapan teknologi padi semi organik dapat meningkatkan pendapatan usahatani mereka. Tambahan biaya yang dikeluarkan dapat tertutupi oleh tambahan penerimaan.

(30)

4.6. Pengaruh Derajat Penerapan Teknologi Terhadap Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik

Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi pendapatan usahatani padi semi organik pada penelitian ini secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 17. Adapun variabel-variabel tersebut adalah derajat penerapan teknologi dan luas lahan padi semi organik. Pendugaan dilakukan dengan regresi linear berganda. Dari kedua variabel yang diduga, keduanya yaitu derajat penerapan teknologi dan luas lahan padi semi organik signifikan berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani padi semi organik masing-masing pada taraf α=5%.

Tabel 17. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik di Kecamatan Kebon Pedes Sukabumi Tahun 2012.

Nama Variabel Koefisien

Derajat penerapan teknologi 1,99352 0,73061 2,73 0,0090 1,02242

R-Square 0.6047, Adj R-Sq 0.5871

Jika dilihat dari variabel-variabel yang mempengaruhi pendapatan usahatani padi semi organik, maka derajat penerapan teknologi berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani padi semi organik pada taraf α=5% dengan tanda yang positif (+1,99) yang artinya dengan kenaikan 1 persen derajat penerapan teknologi maka pendapatan usahatani akan meningkat 1,99 persen. Hal ini membuktikan bahwa teknologi padi semi organik dapat meningkatkan pendapatan petani.

Variable luas lahan padi semi organik juga berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani pada taraf α=5% dengan tanda yang positif (+1.1) yang artinya dengan kenaikan 1 persen luas lahan padi semi organik yang digarap maka pendapatan usahatani akan meningkat 1.1 persen. Hal ini membuktikan bahwa perluasan lahan padi semi organik dapat meningkatkan pendapatan usahtani.

Hal ini saling mendukung bahwa upaya peningkatan pendapatan petani tidak hanya dengan program intensifikasi (teknologi padi semi organik) tetapi juga perlu didukung oleh program ekstensifikasi (peningkatan luas lahan).

(31)

variabel independen tidak berkorelasi. Model ini juga telah memenuhi asumsi normalitas, homoskedastisitas, dan tidak ada autokorelasi.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dijabarkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan, antara lain:

1. Teknologi padi semi organik di Kecamatan Kebon Pedes Sukabumi belum

sepenuhnya diterapkan petani. Jumlah derajat penerapan teknologi padi semi organik seluruh responden adalah 3.487,56 dengan rata-rata sebesar 62,28. Derajat penerapan teknologi yang paling tinggi adalah 86,96 sedangkan yang paling rendah adalah 44,83.

2. Dari delapan variabel yang diduga, terdapat 5 variabel yang signifikan

berpengaruh nyata terhadap penggunaan modal eksternal pada taraf α=20% (derajat penerapan teknologi, jenis kelamin, jumlah tanggungan, biaya total dan keikutsertaan penyuluhan padi semi organik) sementara tiga variable lain tidak berpengaruh nyata.

3. Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi pendapatan usahatani padi semi organik pada penelitian ini adalah derajat penerapan teknologi dan luas lahan padi semi organik yang signifikan berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani padi semi organik masing-masing pada taraf α=5%.

5.2. Saran

Oleh karena penerapan teknologi padi semi organik berpengaruh nyata terhadap penggunaan modal eksternal maka sebaiknya pemerintah menyadari bahwa petani kecil di Kebon Pedes Sukabumi yang mengusahakan padi semi organik sangat membutuhkan dukungan modal untuk penerapan teknologi padi semi organik. Penerapan teknologi padi semi organik membutuhkan biaya yang cukup besar yang berpengaruh nyata terhadap penggunaan sumber modal eksternal. Hal ini mengharuskan pemerintah dan lembaga keuangan lainnya untuk perlu mendekatkan diri kepada petani padi agar mereka mau memanfaatkan sumber modal eksternal yang tersedia. Dukungan modal tersebut tentunya haruslah yang tidak membebani petani kecil.

Prosedur pemberian bantuan modal tidak selalu harus kepada kepala keluarga petani yang laki-laki karena istri petani juga memiliki kemampuan pengambilan keputusan yang logis dalam penggunaan sumber permodalan rumahtangga dan dapat membantu dalam perolehan sumber modal eksternal untuk pembiayaan usahatani padi semi organik.

(32)

pendapatan, sehingga dengan demikian petani bersedia memanfaatkan sumber modal eksternal dalam pembiayaan usahatani padi semi organik.

Untuk mendukung peningkatan pendapatan, penerapan teknologi padi semi organik perlu didukung oleh perluasan lahan. Dalam hal ini pemerintah perlu menfasilitasi petani kecil agar dapat akses ke pasar lahan, baik dengan prosedur sewa-menyewa yang ringan atau memperbaiki infrastruktur usahatani padi yang berdampak pada ketersediaan lahan sawah yang dapat diakses petani kecil.

DAFTAR PUSTAKA

Andin H.T., Mintoro, Soentoro, Hermanto. 1992. Perkembangan Perkreditan Pertanian Di Indonesia. Jakarta:Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian Badan Penelitian Pengembangan Pertanian.

Ashari. 2009. Optimalisasi kebijakan kredit program sektor pertanian di Indonesia.

Analisis Kebijakan Pertanian Volume 7 No 1 (Maret) 2009: 21-42.

Bagi FS. 1983. A logit model of farmers' decisions about credit. Southern Journal of

Agricultural Economics (December 1983).

[BI] Bank Indonesia. 2011.Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-2009. Jakarta (ID): BI.

Doll, P.J dan Orazem, F. 1984. Production Economic Theory with Aplications. Edisi kedua. Kanada: Jhon Wiley & Sons.

Halcrow, H.G. 1992. Ekonomi Pertanian. Armand S, penerjemah; Malang:

Universitas Muhammadiyah Malang (UMM Press).

Hayami, Y, and Herdt, R.W. 1977. Market Price Effects of Technological Change on Income Distribution in Semisubsistence Agriculture. American Journal of Agricultural Economics. 59, no. 2 (May, 1977): 245–256.

Hernanto. 1996. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya.

Irawan B. 1989. Pelayanan kredit non formal di Pedesaan Sulawesi Selatan. Jurnal

Agro Ekonomi Volume 8 No 2. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan

Pertanian.

Kasryno, F. 1985. Technological Progress and Its Effects on Income Distribution and Employment in Rural Areas: A Case Study in Villages in West Java and East Java, Indonesia. Agro-Economics Survey. Bogor:Rural Dynamics Study.

Mosher, AT. 1991. Getting Agriculture Moving (Menggerakkan dan Membangun Pertanian). Saduran Khris nadhi, S. Jakarta: CV. Yasaguna.

Mubyarto, Hamid ES. 1990. Kredit Perdesaan di Indonesia. Yogyakarta: BPFE.

(33)

Penry, D.H. 1975. Farm Credit Policy in the Early Stages of Agricultural Development. Australian National University.

Sinaga, R. S., and Sinaga, B.M. 1978. Comments on Shares of Farm Earnings from Rice Production. International Rice Research Institute (IRRI). Economic Consequences of the New Rice Technology. Los Banos, Philippines.

Soejono, I. 1977. Growth and Distributional Change of Income in Paddy Farms in Central Java, 1968–1974. Bulletin of Indonesian Economic Studies. July 1977.12(2): 80–89.

Soekartawi. 2006. Analisis Usatahani. Jakarta: Universitas Indonesia (UI Press).

Sumarna, R. 2012. Pengaruh Kemitraan Terhadap Penerapan Teknologi dan Pendapatan Petani Padi semi organik di Sukabumi. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.

(34)

Gambar

Tabel 1.  Sebaran Petani Berdasarkan Alasan Mengusahakan Padi Organik
Tabel 2. Sebaran Petani Berdasarkan Hambatan dalam Mengusahakan Padi
Tabel 3.  Instansi yang Melaksanakan Penyuluhan dan Pelatihan Padi organik
Tabel 4. Sebaran Petani Berdasarkan Pembuatan Pupuk Organik dan Pestisida Nabati (persen)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagi investor dapat melakukan evaluasi terhadap kinerja manajemen se- hingga diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan ( firm value ) secara positif,

Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah pada anak sekolah dasar di Distrik

[r]

 Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai bidang tugasnya.  Bidang Bina Mutu, Usaha

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat kecemasan orang tua terhadap hospitalisasi anak dengan kejang demam di Ruang Anak Bawah RSUD dr.Soekardjo

116 sumberdaya manusia (masyarakat/petani) dan sumberdaya alam desa Alo (pisang), kecamatan Bone Raya, kabupaten Bone bolango, dengan sistematika sebagai berikut;

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PBHS) dikategorikan baik yaitu sebanyak 22 orang (73,33%), hampir seluruh responden dikategorikan

Hasil menunjukan bahwa perlakuan media berpengaruh nyata terhadap diameter koloni dan kecepatan pertumbuhan miselium jamur merang (Volvariella volvaceae), dan media alternatif