• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Virulensi Isolat Cmv Asal Sumatera Utara Pada Tanaman Cabai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Virulensi Isolat Cmv Asal Sumatera Utara Pada Tanaman Cabai"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Uji Virulensi Isolat Cmv Asal Sumatera Utara

Pada Tanaman Cabai

Edy Batara Mulya Siregar

Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan Universitas Sumatera Utara

UJI VIRULENSI EMPAT ISOLAT VIRUS MOSAIK KETIMUN ASAL SUMATERA UTARA PADA TANAMAN CABAI

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cabai merupakan salah satu jenis sayuran penting yang dibudidayakan secara komersil di daerah tropis. Cabai menduduki areal paling luas di antara sayuran lain di Indonesia. Menurut Pickersgill (1989) terdapat lima spesies cabai yang didomestikasi yaitu Capsicum annuum (cabai merah), C frutescens (cabai rawit), C chinensis, C bacctum, dan C pubescens (cabai gendot). Namun yang memiliki potensi ekonomis adalah jenis cabai C annuum dan C frutescens (Permadi dan Kusandriani, 1999).

Tanaman cabai dapat ditanam di dataran rendah hingga dataran tinggi di berbagai jenis tanah. Namun kiranya sulit untuk varietas unggul ditanam dalam segala lingkungan. Karena itu perlu diusahakan bermacam-macam varietas unggul untuk lingkungan tertentu (Permadi dan Kusandriani, 1999).

Produksi cabai di Indonesia diketahui belum dapat memenuhi kebutuhan cabai nasional sehingga pemerintah harus mengimpor produksi cabai dari luar negeri (Dirjend. Pertanian Tanaman Pangan, 1992). Impor cabai tersebut mencapai lebih dari 2000 ton per tahun. Sebab rataan produksi nasional baru mencapai 3,3 – 3,5 ton /ha (Suwandi et al., 1999). Sementara potensi produksi tanaman cabai dapat mencapai 12 ton/ha (Siswanto, et al., 1999).

Salah satu kendala dalam peningkatan produksi cabai di Indonesia adalah rendahnya hasil panen dari luasan areal tanaman tertentu. Hal ini antara lain disebabkan oleh serangan penyakit tanaman selama proses produksi cabai di lapangan. Kendala biologis yang diakibatkan oleh serangan patogen virus pada cabai masih merupakan penyebab utama kegagalan atau rendahnya panen yang didapat para petani. Maka, usaha untuk mengatasi penyakit cabai akibat virus sangat perlu mendapat perhatian (Dirjend. Pertanian Tanaman Pangan, 1992).

(2)

Cucumber Mosaic Virus (CMV) atau virus mosaik ketimun merupakan salah satu diantara banyak virus yang menginfeksi tanaman cabai di lapangan . CMV juga memiliki banyak kisaran inang baik itu sayuran, tanaman hias dan tanaman lainnya (sebanyak 191 spesies inang dari 40 famili tanaman). Untuk mendapatkan tanaman cabai yang tahan terhadap CMV adalah melalui pemuliaan tanaman, identitas plasma nuftah yang membawa gen ketahanan terhadap virus ini perlu diketahui. Selanjutnya plasma nuftah tersebut dapat dijadikan donor gen ketahanan CMV dalam program pemuliaan tanaman (Watterson, 1993).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui virulensi isolat CMV asal Sumatera Utara dan mengidentifikasikan kultivar cabai yang membawa gen ketahanan terhadap CMV. Adanya gen resisten tersebut dapat diketahui dari respon (pertumbuhan vegetatif dan produksi) kultivar cabai akibat infeksi CMV.

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Karakteristik Tanaman Cabai

Tanaman cabai merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri (self – pollinated crop). Oleh karena itu, persilangan antar varietas secara alami sangat mungkin terjadi di lapangan yang dapat menghasilkan ras-ras cabai baru dengan sendirinya.

Beberapa sifat tanaman cabai yang dapat digunakan untuk membedakan antar varietas di antaranya adalah percabangan tanaman, perbungaan tanaman, ukuran ruas, dan tipe buahnya. Ada tiga tipe percabangan tanaman cabai yaitu :

a. tipe tegak, misalnya pada cabai LC – sedang dan MC-4 b. tipe menyebar, misalnya pada varietas Jatilaba dan Tit-Super

c. tipe kompak, misalnya pada cabai rawit (Permadi, dan Kusandriani, 1999).

Bunga pada tanaman cabai terdapat pada ruas daun. Jumlahnya bervariasi antara 1-8 bunga tiap ruas tergantung pada spesiesnya. C annuum mempunyai satu bunga/ruas. Sedangkan cabai rawit (C frutescens) mempunyai 1-3 bunga /ruas (Permadi, dan Kusandriani, 1999).

Ukuran ruas tanaman cabai bervariasi dari pendek sampai panjang. Makin banyak ruas makin banyak jumlah bunganya, dan diharapkan semakin banyak pula produksi buahnya. Buah cabai bervariasi antara lain dalam bentuk, ukuran, warna, tebal kulit, jumlah rongga, permukaan kulit dan tingkat kepedasannya. Berdasarkan sifat buahnya, terutama bentuk buah, cabai besar dapat digolongkan dalam tiga tipe : cabai merah, cabai keriting dan cabai paprika (Permadi, dan Kusandriani, 1999).

(3)

segi empat panjang atau bel dan biasa dipanen saat matang hijau (Permadi dan Kusandriani, 1999).

Umur cabai sangat bervariasi tergantung jenis cabai. Tanaman cabai besar dan keriting yang ditanam di dataran rendah sudah dapat dipanen pertama kali umur 70 – 75 hari setelah tanam. Sedangkan waktu panen di dataran tinggi lebih lambat yaitu sekitar 4 – 5 bulan setelah tanam. Panen dapat terus-menerus dilakukan sampai tanaman berumur 6 – 7 bulan. Pemanenan dapat dilakukan dalam 3 – 4 hari sekali atau paling lama satu minggu sekali (Hartuti dan Sinaga, 1999).

Cabai rawit juga memiliki banyak varietas. Diantaranya cabai mini, cabai cengek/ceplik (rawit putih), cabai cengis (rawit hijau), lombok japlak, dan lainnya. Tinggi tanaman cabai rawit umumnya dapat mencapai 150 cm. Daunnya lebih pendek dan menyempit. Posisi bunga tegak dengan mahkota bunga berwarna kuning kehijauan. Panjang buahnya dari tangkai hingga ujung buah hanya mencapai 3,7 – 5,3 cm. Bentuk buahnya kecil dengan warna biji umumnya kuning kecoklatan (Setiadi, 1997).

Pemanenan pertama cabai rawit dapat dilakukan setelah tanaman berumur 4 bulan dengan selang waktu satu sampai dua minggu sekali. Tanaman cabai rawit dapat hidup sampai 2 – 3 tahun, berbeda dengan cabai merah yang relative genjah (Hartuti dan Sinaga, 1999).

Tanaman cabai akan tumbuh baik pada lahan dataran rendah yang tanahnya gembur dan kaya bahan organik, tekstur ringan sampai sedang, pH tanah 5,5 – 6,8, drainase baik dan cukup tersedia unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Kisaran suhu optimum yang baik bagi pertumbuhannya adalah 18 – 30oC (Siswanto, dkk., 1999).

Secara geografis tanaman cabai dapat tumbuh pada ketinggian 0 – 1200 m di atas permukaan laut. Pada dataran tinggi yang berkabut dan berkelembaban tinggi, tanaman cabai mudah terserang penyakit. Cabai akan tumbuh baik pada daerah yang curah hujannya rata-rata tahunannya antara 600 – 1250 mm dengan bulan kering 3 – 8,5 dan pada tingkat penyinaran matahari lebih dari 45 % (Siswanto et al., 1999).

2. Infeksi CMV Pada Tanaman Cabai Deskripsi Virus CMV

Virus mosaik ketimun (CMV) adalah virus tanaman yang berbentuk polihedral dengan diameter 28 nm, menginfeksi lebih dari 775 spesies tumbuhan dalam 67 famili dan dapat ditularkan oleh 75 spesies aphid secara non-persistent (Murant and Mayo, 1982).

Berat molekul dari CMV rata-rata adalah 5,8 hingga 6,7 juta dimana 18%nya adalah RNA dan 82 % lainnya adalah protein. CMV mempunyai banyak strain yang dibedakan sesuai dengan masing-masing inangnya, bagaimana gejala yang ditimbulkan, cara mereka ditranslokasikan, sera menurut sifat / karakteristik virus lainnya (Agrios, 1978 ; Francki et.al., 1979).

(4)

pada kedelai, spinach blight virus pada bayam, tomato fern leaf virus pada tomat, serta pea western ringspot virus (Brunt et.al., 1996).

Strain virus dari CMV sangat banyak jumlahnya, yang biasa dikenal adalah A-CMV, E-CMV, L-CMV, N-CMV, P-CMV, Z-CMV dan WAI/WAII, serta ada dua kelompok yang antigenik yaitu ToRS dan DTL. (Brunt et.al., 1996).

CMV terdapat hampir di semua negara dengan strain yang berbeda-beda, sifat biologinya juga telah dilaporkan dari berbagai tempat. Sehingga dengan kisaran inang yang luas maka gejala yang ditimbulkannya pun beragam (Siregar, 1993).

Virus CMV mempunyai tiga genom RNA untai tunggal yang disebut RNA-1, RNA-2, dan RNA-3., serta ada RNA-4 yang merupakan sub-genom dari RNA-3 (Murant and Mayo, 1982).

CMV mempunyai virus satelit yaitu suatu virus kecil atau asam nukleat yang tidak dapat bermultiplikasi dalam sel tanpa bantuan atau sangat bergantung pada virus penolongnya yang khusus (virus inang). Dalam hal ini virus satelit dapat mengurangi kemampuan multiplikasi dan menimbulkan penyakit dari virus penolongnya layaknya sebagai parasit (Agrios, 1988). CARNA (RNA-5 yang berasosiasi dengan CMV) adalah merupakan virus satelit dari CMV yang multiplikasinya sangat bergantung dan tidak esensial untuk replikasi CMV itu sendiri (Murant and Mayo, 1982).

Jumlah RNA-5 pada CMV sangat beragam, bergantung pada strain virus dan spesies tanaman inangnya. Pada kebanyakan isolat CMV jumlah satelitnya sedikit dan sering tidak terdeteksi. Namun, dengan meningkatnya jumlah satelit, maka jumlah virus penolong dan infektifitasnya jadi menurun. Ini karena adanya persaingan RNA satelit dengan RNA CMV saat terjadi replikasi. (Murant and Mayo, 1982).

Inang Virus Mosaik Ketimun

CMV mempunyai kisaran inang yang sangat luas, terdapat pada tanaman sayuran, ornamental dan buah-buahan. Selain menyerang ketimun, CMV juga menyerang tanaman melon, labu, cabai, bayam, tomat, seledri, bit, polong-polongan, pisang, tanaman famili crucifereae, delphinium, gladiol, lili, petunia, tulip, zinia, dan beberapa jenis gulma (Agrios, 1978).

Beberapa virus yang menyerang tanaman cabai adalah Cucumber Mosaic Virus (CMV), Chilli Veinal Mottle Virus (CVMV), Tobacco Mosaic Virus (TMV) dan virus kerupuk Luteo Virus (LT) (Duriat, dan Sastrosiswojo, 1999).

Gejala Serangan Virus CMV Pada Tanaman Cabai

Gejala serangan virus CMV pada cabai adalah daun akan menggulung (mottle), perubahan warna daun (mosaik), deformasi, daun menyempit, mengkerut atau berubah seperti tali sepatu (shoestering), berukuran kecil, mengalami necrosis, dan membentuk cincin-cincin nekrotik. Gejala pada batang adalah batang mengalami stunt (kerdil). Sedangkan pada buah adalah buah akan mengalami distorsi, diskolorasi, deformasi, sunken areas, black spot, bercak dan cincin-cincin nekrotik, serta buah bengkok (Clark and Adams, 1977).

(5)

Virus CMV akan menimbulkan variasi gejala sehingga sulit untuk mengidentifikasi CMV berdasarkan gejalanya saja. Selain itu, juga sulit untuk membedakan isolat CMV dari Cucumovirus lainnya (seperti; alfalfa mosaic virus, tomato aspermy virus, dan peanut stunt virus).

Epidemiologi Virus CMV

CMV melakukan infeksi (penularan) secara sistemik pada banyak tanaman. Organ atau jaringan tanaman lebih tua yang berkembang sebelum terinfeksi virus, biasanya tidak berpengaruh terhadap virus, namun pada jaringan atau sel-sel muda yang berkembang setelah terinfeksi virus maka dapat menyebabkan timbulnya gejala akut. Gejala virus akan meningkat beberapa hari setelah menginokulasi, kemudian menurun sampai pada taraf tertentu atau sampai tanamannya mati (Agrios, 1978). Daya infektifnya hilang dalam beberapa hari dan dalam beberapa jam kemudian. CMV relatif kurang stabil dalam ekstrak tanaman (sap), serta tidak dapat bertahan pada suhu diatas 70oC selama 10 menit (Francki et.al., 1979).

CMV umumnya ditularkan oleh serangga aphid dan dapat juga dari benih, kumbang mentimun, tanaman parasitik, atau manusia dan juga secara mekanis (Francki, et.al., 1979).

CMV di sebarkan oleh lebih dari 60 spesis aphid, khususnya oleh Aphis gossypii dan Myzus persicae secara non-persistent. CMV bisa ditularkan hanya dalam waktu 5-10 detik dan di translokasikan dalam waktu kurang dari satu menit. Kemampuan CMV untuk ditranslokasikan menurun kira-kira setelah 2 menit dan biasanya hilang dalam 2 jam. Selain itu, beberapa isolat dapat kehilangan kemampuannya untuk ditranslokasikan oleh seekor aphid tapi mampu mempertahankan daya penularannya oleh yang lain (Dixon, 1981).

Penularan melalui biji juga bisa terjadi pada 19 species inang, termasuk gulma. Penyebaran dan persistensinya di dalam biji gulma merupakan epidemiologi penting bagi virus CMV. Tumbuhan parasitik dapat menjadi inang dan penyebar virus CMV. Sedikitnya ada 10 spesis Cuscuta yang dapat menyebarluaskan virus CMV tersebut (Francki et.al., 1979).

CMV dapat melewati musim dingin bertahan pada gulma-gulma tahunan, bunga dan buah. Virus tersebut menetap di perakaran selama musim dingin dan akan muncul kembali ke permukaan tanaman di musim semi. Kemudian Aphid menularkannya ke tanaman yang rentan. Bila suatu tanaman telah terinfeksi, serangga vektor maupun manusia (selama masa tanam dan pemeliharaan) dapat tenpa sengaja ikut menyebarkan virus ke tanaman sehat (Agrios, 1978).

Pengendalian Virus CMV

(6)

pada virus tanaman masih belum memberikan hasil yang memuaskan (Mashari, 2003).

Ada beberapa varietas sayuran dan bunga yang tahan terhadap CMV, termasuk ketimun dan bayam (Agrios, 1978). Beberapa kelompok tanaman tidak mempunyai kultivar resisten terhadap CMV, tetapi mampu bertahan, contohnya pada Lactuca Saligna L sejenis Letus liar asal Portugal. Program pemuliaan ketahanan ini pada tanaman Letus sedang diusahakan secara komersil (Provvidenti, et.al., 1980). Tapi ketahanan ini tidak efektif melawan semua isolat CMV, dan walaupun kultivar tahan tengah dikembangkan, praktik terhadap pengelolaan penyakit tetap saja diperlukan (Rist and Lorbeer, 1989).

Sampai saat ini belum ada pestisida yang digunakan efektif untuk mengendalikan penyakit tanaman akibat virus. Jadi tindakan pengendalian yang perlu adalah (1) menanam varietas resisten, (2) mencabut, membuang atau membakar tanaman terserang, (3) mengendalikan vektor penyakitnya dengan pestisida yang sesuai (Mashari, 2003).

II. BAHAN DAN METODE

1. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di areal percobaan rumah kasa, Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Agustus 2004 hingga selesai.

2. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat CMV-2 yaitu isolat virus mosaik ketimun yang diperoleh dari Sub-Balai Penelitian Tanaman Hortikultura Segunung, Bogor; isolat SU1, SU7, SU11 dan CMV-SU15 yang diperoleh dari lapangan di Sumatera Utara, benih cabai merah (3 varietas lokal dan 1 varietas komersil), benih cabai rawit (1 varietas lokal), tanaman indikator Chenopodium amaranticolor; carborundum 600 mesh, larutan NaOCl (0,5%), Furadan 3 G, tanah top soil, pupuk kandang, pupuk NPK, insektisida.

Alat-alat yang dipakai dalam penelitian ini adalah polybag ukuran 30 x 50 cm, polybag kecil ukuran 1 ons, box kecambah, alat inokulasi secara mekanis, hand-sprayer; timbangan, gelas ukur, gembor, dan stationary.

3. Metode Penelitian

(7)

4. Pelaksanaan Penelitian 4.1. Persiapan Media Tanam

Media tanam terdiri atas campuran tanah top soil dan pupuk kandang, (1 : 1, berdasarkan volume). Selanjutnya media tanam dibagi-bagi dalam polybag berisi sebanyak 6 kg media (bobot kering).

4.2. Pembibitan

Benih dari masing-masing varietas cabai yang dipakai direndam dalam larutan NaOCl (0,5%) selama 10 menit untuk menghilangkan berbagai patogen tular benih yang ada di permukaan benih. Selanjutnya disemaikan pada box kecambah, hingga berkecambah. Selanjutnya benih yang berkecambah tersebut ditanam ke polybag kecil yang telah diisi tanah hasil pencampuran. Persemaian dilakukan di dalam rumah kaca. Dijaga kondisi tanah pada kapasitas lapang dengan penyiraman setiap hari. Dipelihara bibit hingga berumur 21 hari.

4.3. Penanaman bibit cabai

Saat bibit terpilih sudah berumur 21 hari, lalu dapat ditanam dalam polybag besar yang telah disiapkan. Penanaman dilakukan secara hati-hati jangan sampai bibit cabai mengalami luka, dilakukan pada sore hari saat intensitas sinar matahari rendah. Pertanaman dipelihara di rumah kaca sampai penelitian berakhir.

4.4. Pemupukan dan Pemeliharaan

Pemupukan dilakukan bersamaan saat penanaman cabai ke polybag. Yaitu pemberian pupuk NPK dengan dosis 15 g/tanaman.. Lalu diulang pemberiannya satu dan dua bulan beriktnya dengan dosis masing-masing 15 g/tanaman.

Setelah tanaman cabai berumur 1 bulan di pertanaman (polybag), maka diberi kayu atau pacak penopang agar batang tanaman cabai tidak rebah sehingga dapat memperkokoh berdiri tegaknya tanaman. Dilakukan penyiraman setiap hari yaitu pagi dan sore hari, mengingat kondisi temperatur di rumah kaca yang relatif panas. Dilakukan monitoring terhadap hadirnya serangga-serangga hama yang tidak diharapkan karena dapat mengganggu jalannya penelitian, sehingga untuk ini perlu adanya upaya antisipasi dengan aplikasi insektisida di pertanaman.

4.5. Inokulasi isolat CMV pada tanaman cabai.

Perlakuan inokulasi virus hanya satu kali yang terdiri dari kontrol (tanpa perlakuan) dan inokulasi dengan CMV-2, CMV-SU1, CMV-SU7, CMV-SU11 dan CMV-SU15 yang dilakukan 15 hari setelah bibit ditanam ke polybag. Inokulasi CMV dilakukan dengan mengoleskan cairan inokulum (sap) pada dua daun muda yang telah ditaburi Carborundum, kemudian daun cabai yang diinokulasikan disiram dengan air untuk menghilangkan senyawa-senyawa penghambat. Penginokulasian dilakukan pada sore hari.

(8)

4.6. Pengujian Hayati

Uji hayati dilakukan untuk memastikan apakah ada atau tidaknya penyebaran virus dalam tanaman, terutama untuk tanaman yang tidak menunjukkan gejala. Uji hayati dilaksanakan dengan cara mengoleskan cairan perasan daun cabai yang telah diuji sebelumnya (untuk masing-masing varietas) ke tanaman Chenopodium amaranticolor . Bukti adanya CMV pada cairan daun cabai, akan menimbulkan gejala lesio lokal atau necrotik pada daun dari tanaman indikatornya. Pada gilirannya, data yang diperoleh dari hasil pengamatan terhadap adanya gejala, pertumbuhan vegetatif dan hasil panen, serta uji hayati, maka dapat dibuat pengelompokan masing-masing kultivar cabai kedalam kategori resisten, toleran, atau rentan terhadap CMV tertentu.

5. Pengamatan Parameter

Pengamatan adanya gejala serangan CMV dilakukan satu hari sebelum inokulasi dan seterusnya setiap hari setelah inokulasi, hingga dua bulan sesudah inokulasi. Parameter pengamatan yang diambil adalah :

5.1. Tinggi tanaman

Parameter ini diambil dengan menggunakan mistar, yaitu tinggi tanaman diukur dari pangkal batang hingga puncak tertinggi tanaman. Pengukuran dilakukan 2 minggu dan 4 minggu setelah inokulasi.

5.3. Produksi buah /tanaman (g)

Pengamatan dilakukan saat pemanenan buah yang pertama hingga selesai ( 4 kali), dihitung jumlah buah (g) yang dipanen per tanaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Reaksi Lima Kultivar Cabai Terhadap Infeksi CMV

Periode Inkubasi dan Gejala

Inokulasi secara mekanis CMV pada dua kultivar lokal (Keriting Tali dan Keriting Tornado), dua kultivar komersil ( Keriting Laris dan Besar Jatilaba), dan satu kultivar cabai rawit (Bara) dilakukan pada penelitian. Masa inkubasi atau gejala infeksi pertama muncul akibat infeksi isolat CMV disajikan pada Tabel 1.

(9)

Tabel 1. Waktu Gejala Pertama Muncul (hari) pada Uji Virulensi Empat Isolat CMV Asal Sumatera Utara

Waktu Gejala Pertama Muncul (Hari Setelah Inokulasi/hari)

Kultivar Cabai

Semua gejala yang muncul akibat infeksi semua isolat CMV pada awalnya adalah mosaik ringan pada daun muda yang terbentuk (bersifat sistemik). Selanjutnya gejala bervariasi, tergantung pada isolat CMV dan kultivar cabai (Tabel 2).

Tabel 2. Bentuk Gejala (Awal-Lanjut) pada Uji Virulensi Empat Isolat CMV Asal Sumatera Utara

Bentuk Gejala Muncul (Awal – Lanjut) CMV-SU1 Mosaik Ringan-

Mosaik Ringan

CMV-2 Mosaik Ringan- Mosaik Berat/

CMV-SU7 Mosaik Ringan- Mosaik Berat

CMV-SU11 Mosaik Ringan- Mosaik Ringan

CMV-SU15 Mosaik Ringan- Mosaik Berat

(10)

Jumlah tanaman sakit akibat infeksi isolat CMV disajikan pada Tabel 3, semua isolat CMV yang diuji mampu menyebabkan infeksi pada semua kultivar cabai yang diuji. Isolat CMV-2 asal Balithor Segunung (isolat ganas) menyebabkan seluruh tanaman yang diuji terinfeksi (100%). Kultivar cabai rawit Bara seluruhnya terinfeksi dari semua isolat CMV yang diinokulasikan.

Hasil pengujian mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan kerentanan kultivar cabai yang diuji terhadap semua isolat CMV. Bila dibandingkan virulensinya, maka isolat CMV-2 (isolat ganas) adalah paling virulen dibandingkan dengan isolat CMV lainnya. Hasil pengujian juga meenunjukkan bahwa kultivar cabai rawit Bara merupakan kultivar cabai yang rentan dibandingkan kultivar cabai lainnya.

Tabel 3. Jumlah Tanaman Sakit (%) pada Uji Virulensi Empat Isolat CMV Asal Sumatera Utara

Jumlah Tanaman Sakit (%)

Kultivar Cabai Isolat CMV

Keriting Tali

Keriting Laris

Keriting Tornado

Besar Jatilaba

Rawit Bara

CMV-SU1 40 80 40 80 100

CMV-2 100 100 100 100 100

CMV-SU7 60 60 60 80 100

CMV-SU11 40 80 60 100 100

CMV-SU15 80 80 40 80 100

Uji Hayati Tanaman Terinfeksi Pada Chenopodium amaranticolor

(11)

Gambar 1. Hasil Uji Hayati pada Tanaman Indikator C. amaranticolor dari Tanaman Cabai Sampel yang Terinfeksi CMV

Penghambatan Pertumbuhan

Hasil pengujian isolat CMV asal Sumatera Utara dan isolat CMV-2 (isolat ganas sebagai pembanding) menunjukkan bahwa rata-rata tinggi tanaman yang diinokulasi oleh semua isolat CMV cenderung lebih kecil dibandingkan kontrol (tidak inokulasi) (Gambar 2 dan 3) .

Hasil pengujian statistik menyatakan bahwa interaksi perlakuan isolat virus dan kultivar cabai tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap rata-rata tinggi tanaman 14 hari stelah inokulasi. Perlakuan isolat virus dan kultivar cabai menujukkan perbedaan yang nyata (Tabel lampiran 1).

(12)

Rata-Rata Tinggi Tanaman (14 Hari Setelah inokulasi)

Keriting Tali Keriting Laris Keriting Tornado

Besar Jatilaba Raw it Bara

Kultivar Cabai

Gambar 2. Rata-Rata Tinggi Tanaman (14 Hari Setelah Inokulasi) pada Uji Virulensi Empat Isolat CMV Asal Sumatera Utara

Rata-Rata Tinggi Tanaman 28 Hari Setelah Inokulasi

0

(13)

Produksi Buah Cabai

Hasil panen tanaman adalah hasil pertumbuhan dan perkembangan tanaman tersebut. Apabila pertumbuhan dan perkembangan tanaman baik, maka diharapkan hasil panennya juga tinggi. Pada Gambar 3 disajikan rata-rata produksi buah cabai selama 4 kali panen (pemetikan 4 kali) dari setiap perlakuan yang diuji. Rata-rata penurunan produksi buah cabai disajikan pada Tabel 4.

Akibat infeksi isolat CMV pada kultivar cabai terjadi penurunan produksi pada setiap kultivar cabai yang diuji. Penurunan tertinggi terdapat pada perlakuan isolat 2, kemudian disusul oleh perlakuan isolat SU7 dan isolat CMV-SU15. Perlakuan isolat CMV-SU1 dan CMV-SU11 menyebabkan penurunan produksi yang terendah (Tabel 4).

Ra ta -Ra ta Produksi Bua h Ca ba i

(14)

Tabel 4. Rata-Rata Kehilangan Hasil (%) Setelah Empat Kali Panen pada Uji Virulensi Empat Isolat CMV Asal Sumatera Utara

Kehilangan Hasil (%) Isolat CMV Kultivar

Cabai Kontrol CMV-2 CMV-SU1 CMV-SU7 CMV-SU11 CMV-SU15

Keriting Tali

0 32.5 6.9 22.9 3.2 21.3

Keriting Laris

0 21.0 3.7 17.7 8.1 12.6

Keriting Tornado

0 17.6 3.8 6.5 2.6 9.7

Besar Jatilaba

0 19.8 2.4 9.5 3.7 13.0

Rawit Bara

0 33.8 10.3 24.9 6.6 21.1

Pengelompokan Tipe Ketahanan

Pengelompokan tipe ketahanan dari kultivar cabai yang diuji dibuat berdasrkan gejala yang muncul, hasil uji hayati, pengurangan pertumbuhan dan pengurangan hasil panen. Berdasarkan pengelompokan seperti yang disajikan pada Tabel 5, maka dapat dikatakan bahwa kultivar cabai rawit Bara rentan terhadap semua isolat CMV yang diuji. Isolat CMV-2 masih merupakan isolat CMV yang virulensinya tinggi dibandingkan dengan empat isolat CMV yang diperoleh dari Sumatera Utara, namun isolat CMV-SU7 dan isolat CMV-SU15 juga mempunyai virulensi yang cukup tinggi.

Sampai saat ini belum dapat dikembangkan ketahanan yang sempurna terhadap infeksi CMV pada tanaman cabai. Menurut Watterson (1993) bahwa pada kultivar cabai yang toleran terhadap infeksi CMV dapat menjadi rentan atau tahan tergantung pada umur tanaman pada saat inokulasi, strain virus, dan kondisi lingkungan.

(15)

Tabel 5. Pengelompokan Lima Kultivar Cabai Terhadap Infeksi Isolat CMV-2 dan Empat Isolat CMV Asal Sumatera Utara

Reaksi Tanaman Tipe

Ketahanan

Kultivar Cabai

Isolat

Virus Repikasi

Virus

Semua isolat CMV yang diuji mampu menginfeksi semua kultivar cabai yang diuji. Isolat CMV-2 asal Balithor Segunung (isolat ganas) menyebabkan seluruh tanaman yang diuji terinfeksi. Kultivar cabai rawit Bara dapat diinfeksi semua isolat CMV yang diuji.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N., 1998. Plant Pathology. Second Edition. Academic Press. New York. pp. 466-470.

Brunt, A.A., Crabtree, K., Dallwitz., M.J., Gibbs, A.J., Watson, L. and Zurcher, E.J., 1996. Plant Viruses Online : Descriptions and Lists from the VIDE Database. Version:20thAugust1996.’URL.

(http://biology.anu.edu.au/Groups/MES/vide/).

Chabbouh, N. and C. Cherif, 1990. Cucumber Mosaic Virus in artichoke. FAO Plant. Prot. Bull. 38:52-53.

Clark, M.F. and Adams, A.N., 1977. Characteristic of The Microplate Method of Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) for The Detection of Plant Viruses. J. Gen. Virol. 34. 475-483.

Dixon, G.R., 1981. Vegetable Crop Diseases. First American Edition. The AVI Publishing Company. Inc. Westport, Connecticut. Hong Kong.

Duriat, A.S. dan S. Sastrosiswojo, 1999. Pengendalian Hama Penyakit Terpadu Pada Agribisnis Cabai. Dalam Santika, A. (Editor). Agribisnis Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta.

Francki, R.I.B., D.W. Mossop and T. Hatta, 1979. Cucumber Mosaic Virus. CM1/AAB Description of Plant Viruses. No. 213.

Kaper, J.M and M.E. Tousignant, 1977. Cucumber Mosaic Virus – Assosiated RNA-5. I. Role of Host Plant and Helper Strain in Determining Amount of Associated RNA-5 with Virions. Virology.. 80: 186-195.

MacNab, A.A., A.F. Sherf and J.K. Springer, 1983. Identifying Diseases of Vegetables. The Pennsylvania State University.

Mashari, M.A., 2003. Virus Si Biang Penyakit Tanaman. Majalah Pertanian Abdi Tani. Wahana Informasi Pertanian. Surabaya. (Vol. 4. No. 3 / Edisi XVI Juli.). Murant, A.F. and A.M. Mayo, 1982. Satellites of Plant Viruses. Ann. Rev.

Phytophatologi. 20 : 47-70.

(17)

Rist, D.L and J.W. Lorbeer, 1989. Occurrence and Overwintering of CMV and Broad Bean Wilt Virus in Weeds Growing Near Commercial Lettuce Field in New York. Phytophatology. 79 : 65-69.

Russels, G.E. 1981. Plant Breeding for Pest and Disease Resistance. Butterworths. Toronto. 427p.

Setiadi, 1997. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta.

Siregar, E.B.M, 1993. Assosiasi Virus Mosaik Ketimun-Satelit RNA-5 Dalam Memproteksi Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) dan Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Terhadap Virus Mosaik Ketimun Patogenik. Laporan Penelitian Program Pascasarjana. IPB.

Gambar

Tabel 2.  Bentuk Gejala (Awal-Lanjut) pada Uji Virulensi Empat Isolat CMV Asal Sumatera Utara
Tabel 3.  Jumlah Tanaman Sakit (%) pada Uji Virulensi Empat Isolat CMV Asal Sumatera Utara
Gambar 1. Hasil Uji Hayati pada Tanaman Indikator C. amaranticolor dari Tanaman Cabai Sampel yang
Gambar 2.  Rata-Rata Tinggi Tanaman (14 Hari Setelah Inokulasi)   pada Uji Virulensi Empat Isolat CMV Asal Sumatera Utara
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dari analisis statistik data aliran minimum sungai Cisadene pada periode musim-musim kemarau (debit air ekstrem kering) dari penelurusan debit air kering di

Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data, yaitu siswa kurang mempunyai perasaan senang, motivasi, ketertarikan, semangat, dan dorongan dari seorang

Este proceso, años más tarde frenado por la Guerra Civil y sus consecuencias, se apoya en avances tan necesarios como puedan ser los relacionados con la alfabetización, pero

Efektifitas tersebut dilihat dari hasil perolehan uji citra untuk nilai persentase nilai training 91% yang menghasilkan nilai akurat untuk alpukat setengah

Latar belakang Mahkamah Konstitusi memperoleh kewenangan menyelesaikan seng- keta Pemilukada adalah berdasarkan Undang- Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Peru- bahan

Dari uraian permasalahan yang ada, salah satu solusi yang dapat membantu menyelesaikan masalah di atas adalah dengan membuat sistem komputerisasi pengadaan barang sehingga

Di sisi yang lain menurut arti pengertian dari Pemilihan Umum (Pemilu) adalah suatu proses di mana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi jabatan- jabatan

Pengujian hipotesis kedua dilakukan untuk mengetahui perbedaan volume perdagangan sa- ham sebelum dan setelah pengumuman Corporate Governance Perception Index 2011 , apakah