• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Manajemen Penyelenggaraan Program Imunisasi Difteri Di Puskesmas Suboh Kabupaten Situbondo (Management of Diphtheria Immunization Program Implementation at Suboh Public Health Center, Situbondo)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Manajemen Penyelenggaraan Program Imunisasi Difteri Di Puskesmas Suboh Kabupaten Situbondo (Management of Diphtheria Immunization Program Implementation at Suboh Public Health Center, Situbondo)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Kajian Manajemen Penyelenggaraan Program Imunisasi Difteri Di Puskesmas

Suboh Kabupaten Situbondo

(Management of Diphtheria Immunization Program Implementation at Suboh

Public Health Center, Situbondo)

Windi Syelvia Merindani, Nuryadi, Eri Witcahyo Bagian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember Jln. Kalimantan 37, Kampus Tegal Boto, Jember 68121

e-mail korespondensi: windi.syelvia90@gmail.com

Abstract

Abstrak

Pendahuluan

Salah satu upaya pemberantasan penyakit menular adalah melalui upaya pengebalan (imunisasi)

[1]. Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit

Situbondo is a Regency with diphtheria cases in East Java that is reaching 129 cases with 7 deaths in 2014. One of the drop in immunization achievements in public health immunization clerk result Suboh who didn’t get the technical training of immunization, surveillance officers reporting of public health to health services so that handling of the case also was too late and the spread of disease. The purpose of this research to examine the management organization of dipthteria immunization. This research is qualitative research, conducted in depth interviews, documentation and triangulation. Informants key informants consist of research is Head of Suboh Public Health Center and immunization programmers, midwives and nurses. The results of this research are planning immunizationwas done among other things determines the number of targets, determine the target coverage and vaccine needs, while planning needs of the syringes, safety box and cold chain has not yet been done. The implementation of the immunization program has already done a service, namely the management of the chain of vaccines, the handling of waste, record keeping and reporting as well as supervision, while the standarts effort and technical training is not done. Monitoring and evaluation os the immunization program was done by Suboh Public Health Center.

Keywords : Immunization, Planning, Implementation, Monitoring and Evaluatiton

Kabupaten Situbondo adalah kabupaten dengan kasus difteri terrbanyak se-Jawa Timur yaitu mencapai 129 kasus dengan 7 kematian pada tahun 2014. Salah satu penurunan pencapaian program imunisasi di Puskesmas Suboh akibat petugas imunisasi yang tidak mendapatkan pelatihan teknis imunisasi, terlambatnya pelaporan petugas surveilans dari puskesmas ke Dinas Kesehatan sehingga penanganan kasus juga terlambat dan penyebaran penyakit semakin luas. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji manajemen penyelenggaraan program imunisasi difteri. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yang dilakukan dengan in depth interview, dokumentasi dan triangulasi. Informan penelitian terdiri dari informan kunci yaitu kepala puskesmas dan informan utama yaitu programmer imunisasi, bidan desa dan perawat. Hasil dari penelitian ini adalah perencanaan program imunisasi di Puskesmas Suboh yang sudah dilakukan antara lain menentukan jumlah sasaran, menentukan target cakupan serta perencanaan kebutuhan vaksin, sedangkan perencanaan kebutuhan alat suntik, safety box dan cold chain belum dilakukan. Pelaksanaan program imunisasi yang sudah dilakukan yaitu pelayanan, pengelolaan rantai vaksin, penanganan limbah, pencatatan dan pelaporan serta supervisi, sedangkan standar tenaga dan pelatihan teknis tidak dilakukan. Monitoring dan evaluasi program imunisasi sudah dilakukan oleh Puskesmas Suboh.

(2)

atau sakit ringan. Sasaran imunisasi adalah bayi (dibawah satu tahun), Wanita Usia Subur (WUS) dan anak usia sekolah [2]. Adapun penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) antara lain difteri, pertusis, tetanus, campak, polio dan hepatitis B [3]. Pelaksanaan program imunisasi secara nyata dilaksanakan di puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan. Pelaksanaan imunisasi di puskesmas merupakan unsur yang sangat penting, karena puskesmas mempunyai tanggung jawab yang besar dalam keberhasilan program imunisasi [4]. Salah satu indikator keberhasilan program imunisasi adalah tercapainya Universal Child Immunization

(UCI) secara merata di tingkat desa [5].

Difteri adalah suatu penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae dengan ditandai pembentukan pseudomembran pada kulit dan mukosa [6]. Kabupaten Situbondo merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang dinyatakan berstatus KLB difteri dikarenakan oleh penemuan pencapaian program imunisasi di Puskesmas Suboh akibat petugas imunisasi yang tidak mendapatkan pelatihan teknis imunisasi, terlambatnya pelaporan petugas surveilans dari puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo sehingga penanganan kasus juga terlambat dan penyebaran penyakit semakin luas.

Penyelenggaraan program imunisasi berdasarkan Kepmenkes RI No. 1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi terdiri dari perencanaan, pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi. Perencanaan program imunisasi meliputi, pertama, menentukan jumlah yaitu sebelum melakukan perencanaan kebutuhan vaksin terlebih dahulu menentukan jumlah sasaran imunisasi dalam satu tahun yang akan dilayani dengan menggunakan sumber data resmi seperti BPS. Kedua, menentukan target cakupan yaitu menetapkan berapa besar cakupan imunisasi yang akan dicapai pada tahun yang direncanakan serta digunakan untuk mengetahui jumlah kebutuhan vaksin yang sebenarnya. Ketiga, perencanaan kebutuhan vaksin, yaitu kebijaksanaan untuk membuka vial atau membuang sisa vaksin, sehingga dosis bersih harus dibagi dengan faktor tahun sebelumnya. Keempat, perencanaan alat suntik,

safety box dan cold chain, yaitu menghitung kebutuhan alat suntik berdasarkan jumlah cakupan

yang akan dicapai tahun ini. Safety box adalah kotak tempat pembuangan limbah medis tajam.

Pelaksanaan program imunisasi meliputi, pertama, pelayanan yaitu dengan melakukan persiapan petugas, persiapan masyarakat, pemberian pelayanan imunisasi dan melakukan koordinasi. Kedua, pengelolaan rantai vaksin yaitu pengadaan vaksin dilakukan melalui kontrak pembelian pada PT. Bio Farma. Penyimpanan vaksin tidak lebih dari stok maksimalnya untuk menghindari terjadinya penumpukan vaksin. Pemakaian vaksin menggunakan VVM dengan melihat perubahan warna. Ketiga, penanganan limbah yaitu semua alat suntik yang sudah digunakan sebaiknya dimasukkan kedalam kotak pengaman. Keempat, standar tenaga dan pelatihan teknis yaitu dilaksanakan oleh petugas imunisasi yang memiliki latar belakang pendidikan medis atau keperawatan. Untuk meningkatkan pengetahuan petugas imunisasi perlu dilakukan pelatihan dan diberikan sertifikat pelatihan. Kelima, pencatatan dan pelaporan yaitu pencatatan yang dilakukan di tingkat desa (sasaran imunisasi dan hasil cakupan imunisasi) maupun tingkat puskesmas (hasil kegiatan di lapangan). Pelaporan dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 5 secara lengkap, tepat waktu dan akurat. Keenam, supervisi yaitu pembinaan dari atas meliputi cakupan dan target imunisasi, data PD3I, ketenagaan, peralatan imunisasi, vaksin dan cold chain, serta masalah yang ditemukan.

Monitoring adalah aktivitas yang dilakukan pimpinan untuk melihat, memantau jalannya organisasi dan menilai ketercapaian tujuan. Alat pemantauan program imunisasi adalah Pemantauan Wilayah Setempat (PWS). Tujuan evaluasi adalah mengetahui hasil ataupun proses kegiatan dibandingkan dengan target yang diharapkan [8].

Keberhasilan suatu program dipengaruhi oleh fungsi manajemen yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan [9]. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji proses perencanaan, mengkaji proses pelaksanaan, serta mengkaji monitoring dan evaluasi program imunisasi difteri di Puskesmas Suboh.

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yang dilakukan dengan in depth interview, dokumentasi dan triangulasi. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang berfokus pada pengalaman, interpretasi, serta makna hidup seseorang yang mengalaminya [10].

(3)

programmer imunisasi, bidan desa serta perawat. Penentuan informan yang digunakan adalah

purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu [11].

Data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder dengan menggunakan metode wawancara mendalam dengan panduan kuesioner dan studi dokumentasi. Data primer pada penelitian ini berupa hasil wawancara mendalam kepada informan kunci dan informan utama. Data sekunder pada penelitian ini adalah hasil laporan cakupan imunisasi dan hasil kegiatan imunisasi di Puskesmas Suboh.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam, dokumentasi dan triangulasi. Wawancara mendalam menggunakan lembar panduan wawancara. Data yang diperoleh dari hasil wawancara selanjutnya akan disajikan dalam bentuk uraian kutipan-kutipan langsung dari informan yang disesuaikan dengan bahasa dan pandangan informan. Tahap selanjutnya adalah konseptualisasi yaitu peneliti memberikan pernyataan singkat tentang apa yang sebenarnya dialami oleh informan kemudian dihubungkan dengan teori yang ada [12]. Dokumentasi pada penelitian ini adalah hasil rekaman suara informan pada saat wawancara dan foto. Tahap terakhir adalah melakukan teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan balik derajat kepercayaan suatu informasi [13].

Hasil Penelitian

Gambaran Perencanaan Program Imunisasi Difteri

a. Menentukan jumlah sasaran

Berdasarkan wawancara dengan informan utama menyebutkan bahwa sebelum melakukan perencanaan kebutuhan vaksin terlebih dahulu dilakukan proses penentuan jumlah sasaran imunisasi dalam satu tahun yang akan dilayani.

Puskesmas Suboh melakukan perencanaan jumlah sasaran di tiap desa yang terdiri dari 8 desa. Sasaran untuk setiap jenis kegiatan pelayanan imunisasi di Puskesmas Suboh dihitung berdasarkan jumlah penduduk dan jumlah balita, dimana datanya didapat dari Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo. b. Menentukan target cakupan

Berdasarkan wawancara dengan informan utama menyebutkan bahwa target cakupan di Puskesmas Suboh ditentukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo yang disesuaikan dengan jumlah balita per desa yang ada di Puskesmas Suboh yang terdiri dari 8 desa. Puskesmas Suboh sudah melakukan penentuan target cakupan berdasarkan

Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) di masing-masing desa.

c. Perencanaan kebutuhan vaksin

Berdasarkan wawancara dengan informan utama menyebutkan bahwa Puskesmas Suboh dalam menghitung kebutuhan vaksin sesuai dengan jumlah bayi di setiap desa yang akan mendapatkan imunisasi dan sesuai dengan jumlah posyandu yang ada di Puskesmas Suboh. Berdasarkan hasil observasi menunjukkan bahwa jumlah kebutuhan vaksin DPT-HB per tanggal 30 Desember 2014 sebanyak 23 vaksin DPT-HB yang tersebar di 8 desa yang ada di wilayah kerja Puskesmas Suboh.

d. Perencanaan alat suntik, safety box dan cold chain

Berdasarkan wawancara dengan informan utama menyebutkan bahwa di Puskesmas Suboh tidak dilakukan perencanaan jumlah kebutuhan alat suntik, safety box dan cold chain. Hal ini dikarenakan untuk perencanaan alat suntik, safety box dan cold chain sudah ditentukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah sasaran yang akan di imunisasi.

Gambaran Pelaksanaan Program Imunisasi Difteri

a. Pelayanan

Berdasarkan wawancara dengan informan utama menyebutkan bahwa sebelum pelayanan imunisasi terlebih dahulu mempersiapkan petugas imunisasi, peralatan alat suntik dan vaksin serta persiapan safety box. Setelah itu diadakan kegiatan penyuluhan kepada orangtua bayi tentang manfaat imunisasi, efek samping setelah diimunisasi dan kerugian jika tidak diimunisasi. Penyuluhan tersebut bertujuan untuk mendapatkan persetujuan dari orangtua agar bayinya diberi imunisasi. Kegiatan ini dilakukan dengan melakukan kerjasama lintas program maupun lintas sektoral. Kerjasama lintas program meliputi bidan desa, promkes, petugas imunisasi dan KIA, sedangkan kerjasama lintas sektoral meliputi Kecamatan Suboh, kepala desa, PKK dan kader.

b. Pengelolaan rantai vaksin

(4)

tidak dapat digunakan lagi untuk diberikan ke sasaran.

c. Penanganan limbah

Berdasarkan wawancara dengan informan utama menyebutkan bahwa setiap akan melakukan pelayanan imunisasi, petugas menyediakan safety box. Alat suntik yang telah digunakan untuk imunisasi disimpan di dalam safety box untuk kemudian langsung dibawa ke gudang puskesmas dan dibakar di dalam incenerator.

d. Standar tenaga dan pelatihan teknis

Berdasarkan wawancara dengan informan utama dan studi dokumentasi menunjukkan bahwa pelaksana kegiatan imunisasi di Puskesmas Suboh telah memiliki kualifikasi sesuai standar yaitu lulusan kebidanan dan keperawatan, namun bukan merupakan petugas imunisasi khusus, melainkan bidan maupun perawat yang merangkap tugas lainnya. Selain itu bidan maupun perawat di Puskesmas Suboh belum pernah mengikuti pelatihan teknis terkait pelatihan petugas imunisasi.

e. Pencatatan dan pelaporan

Berdasarkan wawancara dengan informan utama menyebutkan bahwa pencatatan hasil kegiatan imunisasi dimasukkan ke dalam buku kohort bayi dan setiap bulan dilaporkan ke programmer imunisasi. Setelah dilakukan pencatatan maka langkah selanjutnya adalah pelaporan tiap bulan dari desa dimasukkan ke induk dan melaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo. Namun pada kenyataannya system pelaporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo tidak tepat waktu yaitu satu bulan sekali selambat-lambatnya tanggal 5.

f. Supervisi

Berdasarkan wawancara dengan informan utama dan studi dokumentasi menyebutkan bahwa supervisi telah diberikan oleh kepala puskesmas selaku penanggung jawab kegiatan kepada seluruh karyawan yang dilakukan setiap bulan melalui minilok puskesmas. Pada tanggal 9 Desember 2014 dilakukan minilok puskesmas yang dihadiri oleh

Berdasarkan wawancara dengan informan kunci menyebutkan bahwa Kepala Puskesmas melakukan monitoring terhadap kegiatan imunisasi setiap bulan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apa saja kendala ataupun kekurangan selama pelayanan

imunisasi berlangsung dan untuk mendapatkan tindak lanjut.

b. Evaluasi

Berdasarkan wawancara dengan informan kunci menyebutkan bahwa di Puskesmas Suboh sudah dilakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan imunisasi melalui pertemuan berkala setiap bulan yang dihadiri oleh pihak internal puskesmas.

Pembahasan

Perencanaan dalam penyelenggaraan imunisasi terdiri dari menentukan jumlah sasaran, menentukan target cakupan, perencanaan kebutuhan vaksin serta perencanaan alat suntik, safety box dan cold chain. Indikator pertama adalah menentukan jumlah sasaran. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa Puskesmas Suboh sudah melakukan perencanaan jumlah sasaran di 8 desa yang dihitung berdasarkan jumlah penduduk dan jumlah balita, dimana data jumlah tersebut diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo.

Hal ini sesuai dengan Kepmenkes RI No.1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi yang menyebutkan bahwa sasaran untuk setiap jenis kegiatan pelayanan imunisasi dihitung berdasarkan angka jumlah penduduk, pertambahan penduduk serta angka kelahiran dari hasil sensus penduduk atau Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) yang dilakukan oleh BPS. Kesesuaian tersebut dikarenakan sebelum melakukan perencanaan vaksin terlebih dahulu menentukan jumlah sasaran dalam satu tahun yang akan dilayani.

Indikator kedua adalah menentukan target cakupan. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa Puskesmas Suboh sudah melakukan penentuan target cakupan berdasarkan PWS.

Hal ini sesuai dengan Kepmenkes RI No.1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Imunisasi yang menyebutkan bahwa target cakupan diperoleh dengan menganalisis situasi dengan menyiapkan data wilayah, data kesakitan, data kematian, data jumlah tenaga, data jumlah peralatan imunisasi, data hasil PWS dan data hasil evaluasi tahun sebelumnya. Kesesuaian tersebut dikarenakan dapat membantu mengetahui kekurangan cakupan atau beban yang harus dicapai setiap bulan, dan apabila tidak dilakukan maka beban tersebut akan terus menumpuk dan mungkin UCI sulit tercapai.

(5)

Hal ini sesuai dengan Kepmenkes RI No.1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi yang menyebutkan bahwa puskesmas mengirimkan rencana kebutuhan vaksin ke kabupaten/kota. No.1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi yang menyebutkan bahwa perencanaan alat suntik, safet box dan cold chain tidak dapat dipisahkan dengan perencanaan kebutuhan vaksin. Menghitung kebutuhan alat suntik berdasarkan pada jumlah cakupan yang akan dicapai tahun ini dan jumlah dosis pemberian imunisasi. Ketidaksesuaian tersebut dikarenakan sudah ditentukan dari Dinas Kesehatan sehingga petugas imunisasi tidak merasa berkewajiban menghitung kebutuhan peralatan tersebut.

Pelaksanaan dalam penyelenggaraan program imunisasi terdiri dari pelayanan, pengelolaan rantai vaksin, penanganan limbah, standar tenaga dan pelatihan teknis, pencatatan dan pelaporan serta supervisi. Indikator pertama adalah pelayanan. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa Puskesmas Suboh menyelenggarakan pelayanan imunisasi sesuai dengan rencana yang dibuat seperti persiapan petugas, persiapan masyarakat melalui penyuluhan, pemberian pelayanan dan melakukan koordinasi dengan lintas program maupun sektoral.

Hal ini sesuai dengan Kepmenkes RI No.1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi yang menyebutkan bahwa program imunisasi dituntut untuk melaksanakan ketentuan program secara efektif dan efisien serta dapat menjalankan fungsi koordinasi dengan baik. Kesesuaian tersebut dikarenakan persiapan dan penggerakan masyarakat multak dilakukan untuk mensukseskan pelayanan imunisasi.

Indikator kedua adalah pengelolaan rantai vaksin. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa vaksin diperoleh dari Dinas Kesehatan dan disimpan di dalam vaccine carrier pada suhu 2-8ºC serta Puskesmas Suboh sudah dilengkapi oleh VVM.

Hal ini sesuai dengan Kepmenkes RI No.1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi yang menyebutkan bahwa pengelolaan rantai vaksin terdiri dari pengadaan vaksin, penyimpanan vaksin pada suhu 2-8ºC dan pemakaian vaksin dengan menggunakan vaksin yang poten. Sisa vaksin yang belum dibuka diberi tanda khusus untuk didahulukan penggunaannya pada jadwal pelayanan berikutnya selama VVMnya masih baik, sedangkan vaksin yang

sudah dibuka harus dibuang. Kesesuaian tersebut dilakukan untuk menghindari kekecewaan masyarakat yang menjadi sasaran imunisasi di Puskesmas Suboh.

Indikator ketiga adalah penanganan limbah. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa penanganan limbah di Puskesmas Suboh sudah dilakukan secara aman yaitu dengan tersedianya

safety box di setiap pelayanan imunisasi.

Hal ini sesuai dengan Kepmenkes RI No.1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi yang menyebutkan bahwa semua alat suntik setelah digunakan sebaiknya segera dimasukkan ke dalam kotak pengaman. Kotak ini tahan air dan tusukan sehingga jarum tidak dapat menembusnya. Kesesuaian tersebut dikarenakan limbah hasil pelayanan imunisasi dapat menimbulkan masalah kesehatan, mencemari lingkungan dan membahayakan lingkungan apabila tidak dilakukan secara aman. No.1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi yang menyebutkan bahwa standar tenaga petugas imunisasi adalah Ketidaksesuaian tersebut dikarenakan petugas imunisasi baru setahun memegang program imunisasi dan kurangnya perhatian dari kepala puskesmas kepada petugas imunisasi untuk mengikuti pelatihan.

Indikator kelima adalah pencatatan dan pelaporan. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa pencatatan yang dilakukan meliputi pencatatan imunisasi rutin batita dan pencatatan stok vaksin sedangkan pelaporannya meliputi laporan imunisasi, laporan KIPI dan laporan pemakaian vaksin yang diisi secara lengkap dan tepat waktu.

(6)

Kesesuaian tersebut dikarenakan memegang peranan penting dan sangat menentukan dalam manajemen program imunisasi.Selain menunjang pelayanan imunisasi juuga menjadi dasar untuk membuat perencanaan maupun evaluasi.

Indikator keenam adalah supervisi. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa supervisi sudah dilakukan oleh Kepala Puskesmas Suboh yang dilakukan setiap bulan melalui minilok puskesmas.

Hal ini sesuai dengan Kepmenkes RI No.1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi yang menyebutkan bahwa pembinaan dari atas (supervisi) sangat diperlukan untuk meningkatkan mutu program. Puskesmas mendapatkan supervisi dari Dinas Kesehatan Kabupaten sedangkan petugas imunisasi mendapatkan supervisi dari kepala puskesmas. Hal-hal yang disupervisi adalah cakupan dan target imunisasi, data PD3I, ketenagaan, peralatan imunisasi, vaksin dan cold chain, pencatatan dan pelaporan, hasil kerjasama lintas program/sektoral, serta masalah yang ditemukan. Kesesuaian tersebut dikarenakan Kepala Puskesmas Suboh ingin meningkatkan mutu program imunisasi yang dilakukan serta untuk mencapai tujuan akhir program imunisasi yaitu menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat PD3I.

Kegiatan monitoring dan evaluasi ditujukan pada suatu program yang sedang atau sudah berlangsung. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa Kepala Puskesmas Suboh telah melakukan kegiatan monitoring terhadap pelaksanaan pelayanan imunisasi setiap satu bulan sekali.

Hal ini sesuai dengan Kepmenkes RI No.1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi yang menyebutkan bahwa monitoring merupakan aktivitas yang dilakukan pimpinan untuk melihat, memantau jalannya organisasi selama kegiatan berlangsung dan menilai ketercapaian tujuan, melihat faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan program. Alat pemantauan yang dimiliki program imunisasi adalah Pemantauan Wilayah Setempat (PWS). Kesesuaian tersebut dikarenakan kepala puskesmas ingin mengetahui apa saja kendala yang terjadi selama pelayanan imunisasi berlangsung dan kemudian mendapatkan tindak lanjut.

Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa telah dilakukan kegiatan evaluasi terhadap pelaksanaan imunisasi, yaitu dengan diadakannya pertemuan berkala di Puskesmas Suboh yang meliputi lokakarya bulanan dan lokakrya mini.

Hal ini sesuai dengan Kepmenkes RI No.1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi yang menyebutkan

bahwa tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui hasil dan proses kegiatan bila dibandingkan dengan target. PWS tersebut dipergunakan untuk menginformasikan hasil yang telah dicapai oleh puskesmas, identifikasi masalah, merencanakan perbaikan dan penyusunan rencana operasional. Kesesuaian tersebut dikarenakan untuk mengetahui hasil dari kegiatan imunisasi dengan target cakupan yang diharapkan oleh Puskesmas Suboh.

Simpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang kajian manajemen penyelenggaraan program imunisasi difteri di Puskesmas Suboh, dapat diambil kesimpulan bahwa perencanaan program imunisasi difteri yang sudah dilakukan adalah menentukan jumlah sasaran, menentukan target cakupan dan perencanaan kebutuhan vaksin, sedangkan perencanaan yang tidak dilakukan adalah perencanaan alat suntik, safety box dan peralatan cold chain. Pelaksanaan program imunisasi difteri yang sudah sesuai dengan Kepmenkes RI No.1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Imunisasi adalah pelayanan, pengelolaan rantai vaksin, penanganan limbah, pencatatan dan pelaporan serta supervisi. Permasalahan pada pelaksanaan yang belum berjalan dengan benar yaitu standar tenaga dan pelatihan imunisasi dengan melakukan perencanaan terkait kebutuhan alat suntik, safety box dan cold chain, bagi petugas imunisasi untuk mengikuti pelatihan teknis imunisasi, bidan desa lebih memperhatikan ketepatan waktu dalam proses pelaporan, serta diharapkan Kepala Puskesmas dapat mempertahankan dan meningkatkan kegiatan supervisi yang dilakukan secara rutin.

Daftar Pustaka

[1] Achmadi F. Imunisasi Mengapa Perlu? Jakarta: Buku Kompas; 2006.

[2] Proverawati A. Imunisasi dan Vaksinasi. Yogyakarta: Nuha Offset; 2010.

[3] Hartono. Promosi Kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit. Jakarta: PT. Rineka Cipta; 2010. [4] Jakarta. Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat

(7)

[5] Ariebowo. Analisis Faktor-faktor Organisasi yang Berhubungan Dengan Cakupan Imunisasi Puskesmas di Kabupaten Batang. Skripsi. Semarang: Program Pascasarjana Universitas Dipenogoro; 2005.

[6] Soegijanto. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia Jilid I. Surabaya: Airlangga University Press; 2004.

[7] Situbondo. Data Kasus Difteri Tahun 2013-2014: Puskesmas Suboh; 2014.

[8] Jakarta. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1611/Menkes/SK/XI/2005: Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2005.

[9] Azwar A. Pengantar Administrasi Kesehatan Edisi 2. Jakarta: Binapura Aksara; 1998.

[10] Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya; 2010. [11] Bungin B. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group; 2011.

[12] Hamidi. Metodologi Penelitian Kualitatif. Malang: UMM Pres; 2010.

[13] Sugiyono. Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Alfabeta; 2010.

Referensi

Dokumen terkait

1. Alat ukur seperti jangka sorong. Dial indicator untuk menentukan titik pusat. Pahat yang digunakan adalah pahat HSS untuk baja dengan kecepatan tinggi. Kunci–kunci

Karena majas banyak digunakan dalam lagu Indonesia popular, maka penggunaan majas dapat membuat kalimat-kalimat syair dalam lagu tersebut menjadi lebih menarik dan

vâhidun ehadun alâ mâ kâne aleyhi kable hudûsi’lhudûd lehu fîy kulli ş ey’in âyetun tedullu alâ ennehu vâhidun ehadun mevcûd sirruhu munezzehun seterehu anil

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah dimensi saluran drainase eksisting di jalan Sultan Kaharudin kelurahan Karang Pule, kecamatan Sekarbela,

212 Bonto Bangun Bulukumba Zainab... 341

Berdasarkan kedua data silsilah perkawinan antara kambing gembrong jantan warna putih dengan kambing gembrong betina warna coklat belum bisa memastikan apakah

Kesuksesan jangka panjang suatu organisasi atau perusahaan tergantung pada kemampuannya dalam mengukur kinerja karyawannya dan menggunakan informasi hasil pengukuran tersebut

Yang dimaksud dengan penyesuaian diri pada lanjut usia adalah kemampuan orang yang berusia lanjut untuk menghadapi tekanan akibat perubahan perubahan fisik,