• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dialog sebagai sebuah metodologi pendidikan alternatif (telaah pemikiran Paulo Freire)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dialog sebagai sebuah metodologi pendidikan alternatif (telaah pemikiran Paulo Freire)"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

(Telaah Pernikiran Paulo Freire)

Olch

NURAINI

NIM: 198011014139

Jurusan Pendidikan Agama Islam

Fakultas llmu Tarbiyah dan l(eguruan UIN SyarifHidayatullah

Jakarta

(2)

(Telaah Pemikiran Paulo Freire)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguman

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai

Gelar Sai:jaiia Tarbiyah

Oleh

Nuraini

NIM• 198011014139

Di Bawah Bimbingan

Dr. Dede

R

s

Cla

M.A.

NlP•l5 231356

Jurusan Pendidikan Agama Islam

Fakultas Tarbiyah UIN Syarif IIidayatullah

Jakarta

(3)

PENDIDIKAN ALTERNATIF (TELAAH PEMlKIRAN PAULO FREIRE)

Telah diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas llmu Tarbiyah dan Keguruan UIN

Syarif l-!idayatullah Jakarta pada tanggal 16 September 2003. Skripsi ini telah

diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata I

(S-1) pada jurusan Pendidikan Agama Islam.

Jakarta, 16 September 2003

Sidang Munaqasah :

ekan/

Ko

"Morn

セGBᄚGB@

Penguji I

Bahri. alim M.A Nip 150 289 253

Anggota:

Pudek Ill/

Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. H. Mahsusi MD, MM Nip. 150 233 073

Penguji II

'Tjl#pt:t/fr'Pq>

l

A1ni11uddin Yakuh, M.Ag
(4)

セ@

Alhamdulillah, akhirnya skripsi ini usai juga. Seiring dengan banyaknya

tuntutan yang selau datang, banyaknya beban yang harus dipikul dan semua cobaan

yang harus dihadapi, sehingga saya tidak tahu lagi harus bagaimana menyelesaikan

skripsi ini.

Penulis sadar, bahwa hanya dengan Do 'a dan Harapan kepada sang Maha

Perhatian Yang Menguasai seluruh Jagad Raya inilah akhirnya penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini, walaupun terkadang mtivasi menjauh dari diri

penulis, dan waktu istirahat yang harus ikhlas untuk di curi.

Oleh karena itu saya ingin menyampaikan terimakasih, kendati ucapan

terimakasih ini belum culrnp untuk membalas semua yang telah diberikan kedapa diri

penulis. Han ya do' a yang dapat say a persembahkan, semoga jasa baik an turn

semuanya dibalas oleh Sang Maha Pemberi dan Maha Adil. Amiin. Ucapan

terimakasih ini kepada :

Pertama dan yang paing utama saya panjatkan Puji dan Syukur tiada terhingga

kepada Allah SWT. Yang dengan Kemurahan-Nya masih memberi hamba ruh dan

waktu luang serta kesehatan, untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Tak lupa

pula saya haturkan shalawat dan salam kepada Rasulullah sang junjungan yang

membawa manusia ke zaman terang benderang.

(5)

Fakultas.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam, Bapak Drs. Abdul Fatah Wibisono

M.Ag. dan Sekretaris Jurusan Bapak Akhmad Sadiq M.Ag, yang telah

membimbing dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Dede Rosyada MA, yang dengan tulus clan ikhlas meluangkan

waktunya untuk membaca dan mengoreksi skripsi ini walaupun sebenarnya

beliau sedang sibuk untuk mempersiapkan perjalanan Ice luar negen.

Suhhanallah, semoga Allah memhalas semuajasa baik Bapak, amin

4. Kakek yang terhormat, H. Rohmatullah clan Nenek yang tercinta Hj. Siti Maryam yang selalu melantunkan do' a untuk diri penuli1 ..

5. Ayahanda H. Abu Bakar (Alm) clan Ibunda Siti Marfu'ah yang selalu

memberikan dukungan moril maupun materiil dan selalu memberi yang

terbaik dalam hidup ini.

6. Adik-adik tersayang, Ipul, Wawan, Santo dan Yuli yang selalu memberi

motivasi. Bibi Hayati beserta suami dan Bibi Hamidah beserta suami, yang

juga selalu memotivasi penulis dalam penulisan skripsi ini.

7. Ora. Elia beserta suami yang selalu mengingatkan ketika penulis sedang

down.

8. Kanda Dedy Sa'dallah SHI, yang telah mengenalkan penulis kepada karya

Paulo Freire dan memberikan informasi untuk penulisan skripsi ini.

(6)

Paulo Freire.

I 0. Keluarga Besar Masjid Fathullah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak

Mukhsin, Bapak Sinan, Bang Ai, Cecep, dan lain-lain.

11. Teman-teman IRMAFA (Ana, Sari, Ris, Hani, Rusdi & Ajeng, Dewi, Ervan,

Ris, Salman faris, Hadhir, dan Faisal). Teman-teman HIQMA (Bang Zul,

Dayat, Ade, Karlina, Eria, dan Uung). Teman-teman PMII (Bang Hilal, Irul)

dan teman-teman PAI C '98 (Ayu, Wardah, !mas, Fatah, Soleh, Del vi, dll).

12. Dewan Guru TK Taman Hati dan TPA Al-lttihad yang rela menggantikan

tempat dan tugas penulis ketika penulis sedang menyelesaikan tugas skripsi.

Terakhir, saya berharap semoga skripsi ini-walaupun jauh dari sempurna-dapat

bermanfaat bagi kita semua khususnya diri penulis, amiin.

Jakarta, 31 Agustus 2003

Penulis

(7)

HALAMAN JUDUL ... .

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .. ... . ... 11

LEMBAR PENGESAHAN ... . lll KATA PENGANTAR ... .. IV DAFT AR ISI ... . VIJ BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... .. B. Tujuan Penulisan ... . 5

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 7

D. Metode Pembahasan ... . 7

E. Sistematika Penulisan... 8

BAB II RIVvAYAT HlDUP PAULO FREIRE A. Riwayat Hidup ... . IO B. Kondisi Pendidikan Pada Masa Paulo Freire ... .. 17

C. Karya-karyanya... .. .. .. .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 20

BAB III KONSEP PENDIDIKAN PAULO FREIRE TENTANG DfALOG A. Pengertian Dialog, Menurut Paulo Freire ... .. 26

I B. Dialog Sebagai Metode Pembelajaran ... .. 34

C. Dialog Sebagai Motifasi Belajar ... .. 45

(8)

A. Metode Dialog Antara Realitas dan Target Filosofis ... . 53

B.

Pendidikan Dialog Versus Pendidikan Dogmatif ... 62

C. Dialog Sebagai Sebuah Wacana Masyarnkat Modern... 65

BAB V PENUTUP

A. Kesirnpulan ... .

68

B.

Saran ... . . ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... . 71

(9)

A. Latar Belakang Masalah

Masih ada catatan-catatan yang perlu digarisbawahi jika kita melihat potret

pendidikan di Republik ini. Catatan itu misalnya tawuran pelajar yang kerap kali

terjadi di kalangan sebagian pelajar baik di Jakarta maupun di kota-kota lain di

Indonesia.

Mengapa pelajar masih terus berkelahi? Padahal setengah hari penuh, mulai

maulai dari pukul 07.00 sampai pukul 13.00 mereka berada dalam lingkungan

sekolah, lingkungan yang akan membentuk sikap, perilaku dan otak mereka agar

terhormat. Tapi sebaliknya, bukannya terbentuk sikap yang santun dan pintar, justru

perilaku premanismelah yang muncul.

Secara teoritis, siswa di sekolah diajari sikap menghormati dan menghargai

antar sesama. Akan tetapi, kenyataan yang berlangsung di luar sekolah adalah siswa

berkelahi, saling baku hantam, bahkan mereka bernafsu untuk saling membunuh.

Adakah yang salah dalam kurikulum di sekolah? Mengapa nilai-nilai

kemanusiaan yang diberikan di kelas pupus setelah siswa berada diluar sekolah.?

Hal ini bisa terjadi, karena di sekolah yang terlihat adalah proses pengajaran

dan bukan proses pendidikan. Murid digiring untuk mengha.pal ilmu pengetahuan

secara teoritis agar mendapat nilai bagus. Akan tetapi mereka tidak diajarkan cara

untuk mengamalkan ilmu pengetahuan itu melalui sikap keseharian, kurang

(10)

diperhatikan oleh i,>um, dan mereka tidak diajarkan bagaimana cara agar mendapat

nilai bagus serta mereka tidak pernah dilibatkan -dimintakan pendapat- tentang

pelajaran yang scdang dipelajari, jadi gurulah yang berbicara dari awal mulai belajar

sampai habis waktu belajar dan murid hanya duduk dan mendengarkan.

Melihat dari fenomena di atas, terlihat bahwa proses pembehtjaran yang

dialogis di kelas tidak terjadi, sehingga murid tidak pemab mendapat kesempatan

untuk mengungkapkan gagasan-gagasan yang ada dipikirannya. Akibat dari tidak

adanya kesempatan murid untuk mengungkapkan gagasan-gagasan itu, maka murid

menjadi malas untuk berpikir kreatit: tidak kritis dan merasa tidak tertantang untuk

membahas pelajaran yang sedang dibahas. Mereka hanya dipaksa untuk menerima

penjelasan dari guru lalu di tulis dan kemudian dihafal. Jika diibaratkan maka siswa

itu seperti dipaksa untuk memakan makanan yang sudah matang tanpa dia harus tahu

apa makanan itu dan bagaimana cara rnarnasaknya .

Menurut Paulo Freire ( ahli pendidikan dari Brazil ), proses pendidikan seperti

itu telah rnemperkuat kebudayaan bisu dan mernperluas penindasan kognitif Lalu,

dari mana kita mulai untuk mernbenahi agar di sekolah benar-benar terjadi proses

pendidikan yang dialogis?

Jika rnengajar itu adalah suatu peristiwa yang rnemiliki tujuan, maim agar

dapat mencapai tujuan itu haruslah dibuat perangkatnya dan perangkat itu adalah

kurikulum.

Secara sederhana kurikulum dapat diartikan sebagai suatu rencana pendidikan

(11)

kesempatan terbaik bagi guru dan murid dalam mengembangkan keahlian pribadi dan

ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, agar nilai-nilai humanisme terserap dan terpancar

melalui sikap keseharian anak, maka domain kognitif dalam kurikulum perlu

dikurangi. Proses pembelajaran harus benar-benar ュ・ョァ・、セー。ョォ。ョ@ domain afektif

clan psikomotor. Jika kurikulumnya adalah pendidikan agama, maka aspek

amaliahnya (afektif) harus ditonjolkan.

Dalam

Pedagogy of the Opressed,

Freire banyak mengkritik pendidikan yang

tidak kritis, yakni pendidikan yang diarahkan untuk dornestifikasi, (penjinakkan)

penyesuaian sosial dengan keadaan penindasan inilah pendidikan yang lazim selarna

ini oleh pemerintah-pemerintah negara pendidikan dianggap mempunyai investasi

material untuk rneneruskan tradisi dan kekayaan bangsa kepada generasi penerus.

Maka Freire menyebut modul pendidikan semacam ini sebagai hanking education.

Dalam pola pendidikan ini hubungan guru murid bersifat kontras dan

vertikal. Murid adalah objek yang digarap oleh guru, di mana murid itu terkesan

bodoh, pasif dan tidak berpengetahuan. Sementara guru adalah subjek aktif yang

menjadi panutan. Seluruh kekayaan pengetahuan clan nilai-nilai hanya ada pada guru.

Karena itulah, identitas yang ditanamkan adalah murid harus meniru guru. Padahal,

tidak semestinya begitu, belum tentu guru itu pintar selamanya dan murid itu bodoh

selamanya. Sebagai contoh, Freire bercerita bahwa dia perna.h terlibat dalam diskusi

hangat dengan petani-petani yang buta huruf Diskusi sangat ramai, sampai salah satu

petani menghentikan cerita teman-temannya dengan kritik bahwa mereka seharusnya

(12)

apa-apa, padahal dia sudah profesor". Freire tertawa dan men1,,'Usulkan mereka untuk

bermain bersama. Dia akan bertanya kepada petani dan kalau petani tidak tahu

jawabannya, maka Freire dapat satu poin. Dia bertanya., misalnya, "bagaimana

pengaruh Hegel dalam pemikiran Marx?" Mereka tertawa, tidak tahu. Freire dapat

satu poin. Kemudian mereka bertanya, "Bagaimana memakai pupuk hijau?" tidak

tahu. Mereka dapal salu poin, dan seterusnya sampai skomya 10-10. 1

Dari cerita di atas, menunjukkan bahwa belum tentu orang yang

berpendidikan tinggi (guru) tahu akan segalanya dan belum tentu pula orang yang

berendidikan rendaha atau tidak berpendidikan tidak tahu segalanya, Dalam hal ini

seperti guru dan siswa. Oleh karena itulah, pembelajaran yang dialogis sangat

diperlukan untuk memancing sebatas mana pengetahuan :;iswa dan didiskusikan

bersama oleh guru dan siswa, sehingga dengan adanya pembelajaran yang dialogis,

siswa menjadi termotivasi untuk bersikap kritis terhadap apapun dan secara otomatis

rasa ingin tahupun timbul sehingga mereka merasa harus belajar untuk memenuhi

rasa ingin tahu mereka.Dengan sedirinya rasa ingin tahu itupun akan membentuk

fikiran yang kritis dan kreatif

Sebagai sebuah upaya pembenahan terhadap kurikulum maka tentu saJa

konsep ini perlu mendapat dukungan dari semua pihak agar dapat mencapa1 hasil

yang maksimal maka dari itu dan juga sebagai sebuah upaya agar kita semua dapat

mengenal lebih jauh tentang konsep pendidikan Paulo Freire dan diri pribadinya

(13)

maka penulis sengaja memberi judul skripsi ini dengan

")[)ialog Sebagai Sebuah

Metodologi Pendidikan Altematif: Telaah Pemikiran Paulo Freire".

Adapun alasan penulis menggunakan judul ini karena:

I. Tidak selamanya guru itu tahu akan segaJa ha! dan tidak selamanya pula

murid itu bodoh.

2. Dialog adalah cara untuk merangsang anak murid agar bersikap krilis.

B.

Tujuan

Penulisan

Pendidikan adalah kunci dari kehidupan, pendidikanlah yang membuat

manusia menjadi mampu berfikur kritis dan kreatif da11 mempunyai budaya, dan

pendidikan pulalah yang membuat manusia menjadi bermoraL Tanpa pendidikan,

mungkin bumi ini tidak akan bertahan lama karena tidak adanya keinginan manusia

untuk melestarikannya dengan cara membuat budaya atau berfikir kreatif

Oleh karena itu, penulis sengaja membahas tentang pendidikan Paulo Freire,

terutama dari segi metodologinya adalah agar pendidikan di Indonesia tidak lagi

berada dalarn keterpurukan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak wakil

presiden Hamzah Haz pada pembukaan Book Fair buku-buku Islam di Senayan pada

tanggal 7 Maret 2003 lalu, beliau mengatakan "K walitas pendidikan Indonesia

mendapat ranking I 00 dari seluruh dunia, bahkan Vietnampun masih berada di atas

Indonesia yailu Vietnam lingkal 50 dan Singapura pada tingkal ke-20.2

(14)

Terpuruknya pendidikan di Indonesia ini karena sumber daya manusia yang

kurang dan orang Indonesia dimanjakan oleh sumber daya alam yang ada. Jadi,

dengan adanya ungkapan bahwa "negara Indonesia kaya, negara Indonesia subur

bahkan kayapun bisa jadi tanaman" itu malah membuat orang Indonesia menjadi

terbuai dengan ungkapan itu dan hanya menghabiskan kekayaan yang ada dan

bukannya berfikir apakah yang mesti mereka lakukan agar negara mereka tetap

menjadi kaya dan subur selamanya?

I ni semua terjadi bukan sepenuhnya kesalahan dari penduduk Indonesia itu

sendiri, tapi ini adalah juga warisan dari penjajah yang pada saat mereka berada di

Indonesia, mereka membuat orang Indonesia bodoh, dengan earn tidak mengizinkan

rakyat miskin untuk sekolah dan hanya orang elitlah yang boleh sekolah itupun

peraturannya ditentukan oleh mereka.

Jadi, walaupun penjajah mengizinkan kaum elit bernekolah, didalamnya ada

peraturan bahwa murid tidak boleh kritis (banyak bertanya), dan hanya gurulah yang

boleh berbicara di dalam kelas. Kebiasaan yang tidak boleh kritis inilah yang

membuat murid enggan berfikir kreatif dan murid hanya difungsikan untuk

mendengar ceramah guru dan menghafalnya.

Tujuan penulisan ini adalah untuk membangkitkan kesadaran dari dalam diri

(15)

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Penulis membatasi pembatasan ini pada pengenalan tentang toloh Paulo Freire

dan pembahasan tentang konsepnya mengenai dialog. S·edangkan permasalahan

dalam pembahasan skripsi ini penulis merumuskan sebagai berikut:

I. Siapakah Paulo Freire?

2. Bagaimana Konsep Pendidikan Paulo Freire?

3. Bagaimana Paulo Freire merealisasikan konsep pendiclikannya?

4. Bagaimana konsep Paulo Freire tentang dialog?

D. Metode Pembahasan

Dalam upaya memperoleh data-data clan infomiasi mengenai berbagai ha!

dalam pembahasan skripsi ini, penulis mengadakan penelitian dari berbagai sumber

kepustakaan

(Librwy Research),

yaitu meneliti sumbe:r-sumber aktual yang

merupakan data-data tertulis baik itu berupa buku-buku maupun sumber lain yang

memiliki relevansi dengan masalah yang dibahas.

Adapun mengena1 pembahasannya, penulis menggunakan pendekatan

hermeneutik yaitu dengan berusaha memberi penafsiran pada pemikiran Paulo Freire

tentang dialog.

Terdapat dua jenis sumber yang menjadi rujukan dalam pembahasan skripsi

mt, yang pe11ama yaitu sumber primer (pokok) dengan menggunakan buku-buku

karangan asli dari Paulo Freire, walaupun sudah diterjemahkan ke dalam bahasa

(16)

Hali, Me1!jadi Guru Merdeka. dan juga buku lain yang berhubungan dengan

pernikiran Pulo Freire seperti, Seko/ah Kapita/isme yang Licik. Kedua, yaitu, surnber

sekunder (pelengkap) yaitu penulis menggunakan karya-karya para tokoh lain yang

pembahasannya masih memiliki relevansi dengan isi atau muatan skripsi.

Sedangkan teknik penulisan dalam skripsi ini penulis menggunakan buku, Pedo111a11

pe1111/isa11 Skripsi, Tesis dan Disertasi IAIN Syarif Hidayatu//ah Jakarta sebagai

pedoman dalam penulisan skripsi.3

E. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini disusun secara sistematis, agar pembaca dapat

dengan mudah rnemahami isi permasalahan yang dibahas. Skripsi ini terdiri dari lima

bab, dan setiap bab terdiri dari atas beberapa pembahasan.

Bab I Pendahuluan, dalam bab ini diuraikan secarn singkat tentang latar

belakang masalah, tujuan penulisan, pembatasan dan perumusan masalah, metode

pembahasan, dan sistematika penulisan.

Bab II Memaparkan tentang riwayat hidup Paulo Freire, Kondisi Pendidikan

pada masa Paulo Freire dan karya-karyanya.

Bab III Menjelaskan konsep Pendidikan Paulo Freire yang mencakup

pengertian dialog, dialog sebagai metode pernbelajaran, dan dialog sebagai motivasi

belajar.

3

TlM Pcnyusun IAIN Jakarta, Pedoman penulisan Skripsi. Tesis dan Diserlasi fil!N Syarif

(17)

Bab IV Relevansi metode dialog dalam praksis pendidikan terdiri dari

rRelevansi dialog antara realitas dan target filosofis, pendidikan dialog versus

pendidikan dogmatif, dan dialog sebagai sebuah wacana masyarakat modern.

Bab V Penutup, kesirnpulan dan saran.

(18)

A. Riwayat Hidup

Paulo Freire adalah seorang tokoh pendidikan yang berasal dari Brazil. Ia

lahir pada tanggal 19 September tahun 1921 di kola Recife, daerah timur laul Brazil. 1

Namun menurut Richard Shaull seperti dikutip Hanif bahwa Freire lahir pada tanggal

15 September 1921 di Recife yang merupakan pusat salah satu daerah yang

lerbelakang di dunia keliga.2 Ia dilahirkan dalam keluarga menengah, namun sejak

kecil ia telah hidup dalam situasi kemiskinan sebagai akibat dari krisis ekonomi yang

menimpa Amerika pada tahun 1929, yang akibatnya dirasakan juga oleh masyarakat

Brazil. Keadaan ini menjadikan keluarga Freire bagian dari 'kaum rombeng dari

muka bumi'. Dalam realitas sosial seperti itulah yang memaksa Freire meninggalkan

bangku sekolah dan ikut merasakan sakitnya orang kelaparan. Keadaan yang

demikian itu kemudian mendorong Freire pada usia sebelas tahun menyatakan tekad

untuk mengabdikan hidupnya bagi perjuangan melawan kemiskinan, sehingga ia

ingin anak-anak lain tidak lagi mengenal penderilaan seperti yang ia alami.3

1 Leslie Bentley, DR. Paulo Freire. A Brief Biography, http : // "'ww. Unmnaha. edu·-pto/Paulo 2 Muh. HanifDakhiri, Paulo freire, Islam dan Pe111bebasa11, (Jakarta : Djambatan), 2000, h. 17

.l Richard Shaull, "Kala pcngantar dalarn Paulo Freire". fJendidik.an l{au111 1'ertilulas, (Jakarta:

LP3S, 2000), ccl. kc-3, h. XI

(19)

Ayah Paulo Freire bernama Joquin Temistockies Freire, yakni seorang polisi

militer tidak telalu taat pada agamanya, sehingga jarang sekali pergi ke gereja.

Sedangkan lbunya, Edeltrus Neves Freire, beragama Khatolik. Kedua orang tuanya

ini, seperti diakui Freire sendiri, sangat baik budi pekertinya clan cakap, serta mampu

menumbuhkan rasa cinta terhadap sesama. Tak lupa pula, kedua orang tuanya juga

bersikap adil. "Merekalah yang dengan contoh dan cinta, mengajarkan dialog dan

menghormati orang lain", begitu kata Freire saat menggambarkan watak kedua orang

luanya.4

ltulah sebabnya, menurut John W. Donohue bahwa, Cinta dan komunikasi ini

merupakan tema sentral dari segala gagasan Freire. Kata John, "Freire seperti

Socrates yang berasal dari Brazil". Predikat ini, memang ada benarnya juga. Sebab,

keduanya -yakni, Socrates dan Freire- sama-sama menekankan pentingnya sebuah

dialog, meskipun hams diakui ada aspek perbedaannya juga. Misalnya, Socrates lebih

bersifat intelektualistik, sedangkan Freire lebih mengimplementasikan dalam

kerangka praksisnya. 5

Pada saat Freire masih kuliah di Universitas Recife, ia bertemu dengan

seorang wanita yang juga guru di Sekolah Dasar (SD) Maria Casta de Olievera, dan

dialah yang akhirnya menjadi istri Freire, wanita itu bernama Elza. Mereka menikah

pada tahun 1944 ketika Freire berumur 23 tahun. Dari isterinya inilah Freire

4

Budhy Muna\var - Raclunan, Isla111 /:Jrularis, Wacana Kcsctaraan Kau1n Bcrirnan, (Jakarta :

Parnmadina), eel.I, 200 L h. 366

(20)

memperoleh dorongan-dorongan untuk mendalami pemikiran pendidikan. Bahkan

menumt Leslie Bentley mengutip pendapat Gadotti, bahwa isterinyalah yang

mendorong Freire untuk menemskan studinya dan juga membantunya dalam

mengelahorasi metode pendidikannya dari sejak awaL Dari perkawinannya, Freire

memperoleb lima orang anak, dan liga orang dianlaranya menjadi guru6

Pada tahun 1959 Freire memperoleh gelar Doktor dalam bidang sejarah dan

filsafat pendidikan di Universitas Recife. Inilah soal pertama kalinya ia

mengemukakan pemikirannya tentang filsafat pendidikan melalui disertasi doktornya.

Dan kemudian pemikirannya juga banyak disampaikan melalui karya-karyanya

sebagai maim gum sejarah dan filsafat di Universitas itu pula. Selain itu juga melalui

berbagai percobaannya dalam pengajaran kaum buta humf di kota Recife itu pula.

Pemikiran pendidikan Freire, termasuk disertasi doktomya tidak lepas dari

pengalamannya selama bertahun-tahun dalam melayani masyarakat sehingga

membawanya untuk bersentuhan langsung dengan masyarakat miskin. Dari sinilah

teori pendidikan bermula, dengan tujuan untuk membebaskan masyarakat dari

kepapaan dan kemiskinan, juga dari perampasan hak dan penindasan. Dengan cara

membuat kerangka komunikasi yang dikemas dalam suasana dialogis sebagai metode

dalam pendidikannya terhadap orang dewasa.

Sejak tahun 1961 hingga tahun 1964 Freire kembali bekerja dalam bidang

pendidikan bagi orang dewasa dan juga sebagai pelatih bagi para pekerja, yang

6

(21)

akhirnya mengantarkannya menjadi direktur utama bagian pendidikan dan

kebudayaan di Universitas Recife, setelah sebelurrmya sernpat menjadi pengacara

sebentar dan rnenjadi guru bahasa Portugis (1941-1947). Freire dengan cepat

mendapal pengakuan internasional dikarenakan pengalamannya dalam usaha

pemberantasan buta huruf dengan pelatihan melek hurufoya yang banyak dilakukan

di daerah tirnur laut Brazil terhadap ribuan orang petani. Terutama atas usaha melek

hurufoya yang dilakukan didaerah Anxicos da11 Rio Grande de Norte. Usaha yang

serius mcrnbuat pemcrinlahan Joal Goalarl mcngangkalnya sebagai kctua komisi

Nasional dalam bidang kebudayaan pada lahun 1953.7 Setdah ilu sejak Juni 1963

hingga Maret 1964, tim pemberantasan buta huruf di bawah arahan Freire bekerja

tidak hanya di daerah tirnur laut Brazil melainkan bekerja ke seluruh negeri. Usaha

ini ternyata tidak sia-sia sebab akhirnya mereka meraih kesuksesan dengan membuat

para kaurn buta huruf menjadi bisa rnenulis dan membaca dengan memerlukan waktu

selama 30 jam.

Kampanye pemberantasan huruf yang diprakarsai Freire tidak hanya membuat

masyarakat bisa membaca dan menulis, namun yang paling penting adalah usaha

penyadaran akan realitas dunia yang harus dihadapi dan tidak hanya diterima begitu

saja dengan beradaptasi dengannya.

Pada tahun 1964 Freire ditangkap dan dipenjara selama 70 hari dan ia

dianggap sebagai penghianat negri Brazil dengan metode pendidikannya, yaitu

7

tv1uacir Gadotli, dan Carlos Alberto Torres, !)ratio !•i·eire A /lcnnage, http://nlu.nl.

(22)

pemberanlasan bula huruf8 Kudela 1964 mengakhiri eksperimen pelalihan pemberantasan buta huruf tersebut. Freire meringkuk dipenjara selama 70 hari dan

akhirnya dibuang. Dia harus kembali ke Brazil pada talmn 1980. Freire sudah

mengajar di Universitas-universitas Brazil sebelum tahun 1964. Dalam pengasingan,

meskipun ia mengajar di seluruh dunia, ia hanya bekerja sama secara ma1jinal dengan

Universitas, kadang-kadang mengajar seperti di Harvard selama satu semester, tahun

I 969, atau di Universitas Jenewa secara sporadis dari tahun 1970 sampai I 979.

Sekembalinya ke Brazil tahun I 980, Freire mendapat posisi akademisi di Universitas

Campinas dan Universitas Khatolik, keduanya di Sao Paulo. Selain pengalaman dari

reputasinya, baru dua belas tahun terakhir Freire menjadi senang akademis yang

terlibat penuh dalam pendidikan tinggi, penelitian dan penyuluhan di

Universitas-Universitas Brazil dan menghasilkan waktu singkat sebagai profesor terkemuka di

Universilas-Universitas Amerika Serikat, Kanada dan Eropa.9

Setelah 70 hari di penjara, Freire kemudian diasingkan keluar negeri selama

tujuh belas tahun. Setelah beberapa waktu tinggal di Bolivia, ia kemudian menetap di

Chili. Di negara inilah Freire menghabiskan waktunya selama lima tahun untuk

bekerja pada sebuah organisasi internasional (UNESCO) dan Lembaga Pembaharuan

Pertanian Chili dalam program-program pendidikan masyara.kat. IO Hingga akhirnya

8

Paulo Freire. Penclidikan Yang Me111bebaskan (selanjutn.va disebut ,\,fe111bebaskan), (Jakarta:

Malibas 200 I), cct. kc-1, h. 86

9

Escobar. Seka/ah Kapitalisme Yang Licik, LKiS, hal. 16

10

(23)

Chili menjadi salah satu negara diantara lima negara yang telah berhasil dengan baik

mengatasi buta huru[

Freire meninggalkan Amerika Latin untuk kemudian bekerja di Universitas

Harvard. Di sinilah ia memperoleh gelar profesor. la mengajar dalam bidang

pendidikan, ia juga menjadi anggota dalam Pusat Studi Pengembangan dan

Perubahan Masyarakat pada tahun 1969. 11 la meninggalkan Harvard unluk kemudian

memenuhi undangan ke Jenewa pada tahun 1970. Freire ditunjuk sebagai penasehat

pada Kantor Pendidikan Dewan Gereja sedunia di Swiss. Selama waktu inilah Freire

sering berkunjung ke berbagai negara di dunia dalam usaha menolong negara-negara

tersebut dalam memberantas buta huruf clan merealisasikan program pendidikannya.

Salah satu kunjungannya yang sangat berkesan adalah ketika ia diundang ke Guinea

Bissau di Afrika Baral pada tahun 1975. Surat-surat selama ia menangani

pemberantasan buta huruf disana ia kumpulkan dalam bukunya,

Pedagogy in

Process.12

Setelah selama 15 tahun ia dicekal dan diasingkan keluar negri oleh

pemerintahan militer Brazil, pada tahun 1979 ia diperbolehkan kembali ke negaranya,

walaupun ia kembali ke Brazil baru pada tahun 1980. Menurut Leslie Bentley dalam

biografi Freire dikatakan bahwa Freire setelah kembali ke Brazil bergabung dengan

The Worker's Party

di Sao Paulo, dan sejak tahun 1980 hingga 1986 ia menjadi

11

Denis Collins, Paulo Fi·eire, http://nlu.nl.edu/acc/resourccs/Freirc.htm.l.

12

(24)

pengawas dalam proyek pemberantasan buta huruf pada tahun 1988 partai yang

berikutnya (Worker's Party) memperoleh kemenangan dalam pemilu, sehingga ia

diangkat menjadi menteri pendidikan untuk daerah Sao Paulo. Segala kebijakan dan

bembaharuan dalam pelatihan program melek hurufuya ュゥセューオョケ。ゥ@ dampak yang

besar di kota tersebut dan juga di Brazil hingga saat ini. Dan pada tanggal 12 April

1991 Freire mendirikan Paulo Freire Institute atas inisiatif dari dirinya sendiri.

Berbagai macam penghargaan ia peroleh sebagai pengakuan dunia terhadap

praktek dan konsep pendidikannya. Diantara penghargaan yang ia terima adalah gelar

doktor honoris, penghargaan dari raja Balduin untuk pengembangan internasional,

penghargaan untuk pendidik kristen yang terkenal bersama dengan Elza isterinya

tahun 1985 dan juga penghargaan untuk pendidikan bagi perdamaian dari UNESCO

pada tahun 1986. Namun sayang pada tahun yang sama isterinya meninggal dunia,

yang akhirnya Freire menikah lagi dengan Ana Maria Araujo Freire. u

Freire meninggal dunia pada hari Jum'at tanggal 2 Mei 1997 dalam usia 75

tahun akibat dari serangan jantung yang menimpanya. Walaupun ia telah mati namun

segala kebijaksanaan, konsep, pemikiran dan penemuannya tetap hidup hingga masa

sekarang ..

(25)

B. Kondisi Pendidilrnn Pada Masa Paulo Freire

Pada saat Freire kecil, tahun 1930 an, terjadi krisis ekonomi di Recife. Krisis

itulah yang membuat Freire mende1ita kelaparan. Kejatuhan dalam ceruk kemiskinan

membuat Freire belajar makna sosial.

Krisis ekonomi ini berlanjut sampai Freire dewasa. Freire ingin sekali belajar,

namun karena kondisi ekonomi yang membuat perutnya lapar, sehingga dia mcnjadi

tidak konsentrasi pada saat belajar. Sampai pada saat kakaknya bekerja, Freire baru

bisa makan banyak dan iapun bisa belajar dan semakin bisa memahami apa yang ia

baca.1'1

Pada us1a Freire yang ke-23, Freire diminta untuk mengaJar pada lembaga

industri di Recife yang memberi kesempatan Paulo untuk bertemu peke1ja dewasa.

Namun inilah yang dijadikan Freire untuk memahami kehidupan para pekerja setelah

ia memahami makna sosial pada masa dia kecil dahulu.

Di Universitas, dan juga di pinggiran kota, Freire terus melanjutkan

pekerjaannya diantara para pekerja dewasa, petani, dan menerima mereka sebagai

siswa sekaligus juga sebagai guru. Ini berlangsung selama I 5 tahun.

Pada tahun l 963 Freire diundang oleh Menteri Pendidikan untuk

mengorganisasikan program pemberantasan guna aksara bagi orang dewasa, yang

sekaligus merupakan momen baru yakni manakala dia mulai dikenal luas oleh publik

di Brazil. Namun demikian momen tersebut berlangsung kurang dari setahun karena

1

(26)

te1jadi kudeta, sehingga Freire harus meninggalkan Brazil. Momen Freire selanjutnya

adalah radikalisasi tra11:Jim11asi, yakni keyakinan Freire bahwa seorang pendidik

pada hakikatnya adalah politisi juga. Keyakinan itu muncul ketika Paulo diasingkan

di Chili. Masa pengasingan adalah priode terakhir perkembangan Paulo dalam

pedagogi dan politik, yailu lenlang pemahaman politik pendidikan. 15

Freire berfikir bahwa yang terjadi pada masyarakat adalah akibat dari

pendidikan, terutama bila yang mengajamya kurang profesional dan metode

mengajamya masih tradisional yang pada umumnya menggunakan metode ceramah,

sehingga murid harus patuh dan mendengarkan penjelasan guru, lalu menghafal apa

yang diberikan (diucapkan) guru. Walaupun Freire belum melihat adanya setting

politik dalam pendidikan, tetapi dalam mengajar Freire sudah menggunakan cara

yang dialogis anlara guru ke murid dan murid ke guru.16

Pada saat terjadi kudeta, yaitu tahun 1964 Freire ditangkap dan diasingkan ke

Chili karena ia dituduh akan menentang negeri Brazil melalui metode pendidikannya

ilu. 17 Di lempal pengasingan, Freire memikirkan kembali tenlang realitas di Brazil.

Sebaliknya, ko11fro11/asi dengan politik dan sejarah ditempat-tempat lain di Chili,

Amerika Latin, Amerika Serikat, Afrika, Karibia dan Jenewa telah mendorong Freire

untuk memahami terhadap apa yang terjadi. Dari semua peristiwa itulah, Freire ban.1

mendapat jawaban yaitu tentang batas-batas pendidikan. Ternyata kudeta yang

15 Ibid., h.47

"'!hid., ha!. 42

17

(27)

menyebabkan Freire diasingkan ke Chili malah menimbulkan berbagai pertanyaan

tentang batas-batas peran pendidikan. Melalui pendidikanlah. akhirnya Freire dapat

mengetahui peta kekuasaan masyarakat. Freire dapat menyoroti hubungan kuasa yang

sengaja digelapkan oleh kelas penguasa, dan ini adalah bukti bahwa pendidikan itu

sangal berhubungan dengan politik. 18

Salah satu problem klasik pendidikan adalah kenetralan. Pada tahun 1960-an

sekularisme

di Amerika sudah marak. Ada kecurigaan dikalangan pendidik negeri

(Public Schools) bahwa sekolah-sekolah swasta, utamanya sekolah berbendera

keagamaan akan membina anak-anak didik mereka menjadi orang-orang yang

sektarian

dan kurang loyal pada negara. Dalam menjawab persoalan 1m, seorang

pendidik Katolik menjelaskan bahwa kecurigaan itu tidak berdasar, sebab pada

hakikatnya pendidikan itu netral. Hendaknya dibedakan antara tujuan karya

pendidikan

(Fi11is

oー・イゥNQセ@ dan motivasi orang yang berkarya dalam pendidikan

(Finis

Opera11tis).

Kegagalan memahami perbedaan antara keduanya ini menyebabkan

orang mudah sekali curiga pada setiap kegiatan publik Gereja dan menghadapkan

dengan negara seolah-olah sebagai otoritas lawan yang menantang dan

membahayakan. Pendidikan gereja lantas dipandang seolah-olah sebagai pendidikan

lain dari pendidikan umum.

Dalam

kontroversi

tersebut, kedua pihak sebetulnya mempunyai kesamaan

dalam pendidikan yang melihat pendidikan sebagai lembaga atau otoritas, bukan

(28)

sebagai kegiatan. Sebagai lembaga pendidikan hams bersikap adil terhadap semua.

Pandangan ini memisahkan pendidikan dari para pelakunya. Bagi Paulo Freire,

pendidikan justru merupakan tindak kultural (cultural 。」エゥッイ[セ@ yang tak pernah lepas

dari minat-minat para pelaku. Para pelaku mempunyai molivasi yang berpengaruh

pada negara pendidikan yang dijalankannya. Oleh karena itu pendidikan tidak pernah

bersifat nctral -dcngan kata lain pcndidikan hams mempunyai komitmen- entah itu

pendidikan negeri maupun swasta, demikianpun para pelakunya. Namun, dalam hal

ini, motivasi idcologis ataupun agamis, rnelainkan pragmatis. Artinya, sebagai tindak

kullural, pendidikan akan meleslarikan alau membongkar kenyataan manusia. 19

C. Karya-Karyanya

Ketika berusia sebelas tahun, Freire bertekad untuk mengabdikan hidupnya

bagi pe1juangan melawan kemiskinan. Sehingga anak-anak lain tidak menderita

seperti yang dia alami. Tekad ini terejleksi dalam karya sosialnya, yang pertama kali

dicetuskan dalam program pemberantasan buta huruf, melalui metodologi yang

sangat unik. Metodologi yang dipakai Freire tidak sekedar membantu dalam

mengajarkan bagaimana membaca, tetapi juga mengajarkan bagaimana "membaca

realitas". Kata Freire, mampu membaca berarti menguasai teknik-teknik itu dalam

rangka mengembangkan kesadaran; yakni mengerti apa yang dibaca, dan marnpu

rnenuliskan apa yang dimengerti. Dalam ungkapan lain, mampu membaca berarti

19

(29)

rnarnpu berkornunikasi terlulis. Karena itu, belajar membaca dan menulis, tidaklah

berarti hanya menghafalkan kalimat-kalimat, kata-kata, atau suku kata yang kosong

dan tidak berkaitan dengan lingkungan eksislensial, tetapi juga mengembangkan

kecenderungan untuk menciptakan dan mencipta lagi untuk menangam

lingkungannya, yang akan membuat kreatif dalam berfikir.

Secara metodologis, yang unik dari metode Frire adalah kemampuan dirinya

dalam melihat kenyataan, bahwa di balik praktik pendidikan yang selama ini ada,

terselip ideologi paternalisme, kontrol sosial, dan hubungan satu arah dari guru dan

murid, maka dari itu, metodologi Freire telah mengakibatkan rejleksi ulang terhadap

sistem pendidikan yang selama

ini

berjalan (di Brazil). Sebagaimana diketahui

bahwa, di Brazil, pendidikan pemberantasan buta huruf, mempunyai arti politik yang

penting. Hak seseorang untuk ikut serta dalam pemilihan umum, misalnya

diakibatkan dengan kemampuan seseorang itu dalam rnenuliskan nama atau identitas

dirinya. Karena itu tidak mengherankan bila setidak-tidaknya bagi Freire -pendidikan

pemberantasan buta huruf harus berkaitan dengan peningkatan kesadaran politik bagi

masyarakat, yang selama ini menjadi sekadar pendukung kepentingan minoritas

berkuasa.

Kesempatan Freire dalam mengupayakan suatu rnetodologi yang benar untuk

membebaskan masyarakat dari belenggu-belenggu politis kaum penguasa inilah, yang

akhirnya mengilhami lerbitnya beberapa buah karya utama Freire, yakni :20

20

(30)

Pertama,buku

Pedagogy

qf

The Oppressed,

pada tahun 1972, yaitu

merupakan hasil pengamatan Freire selama enam tahun dalam pengasingan politik.

Buku ini penuh dengan kritik terhadap realitas pendidikan yang berfungsi sebagai

sebuah sistem dari lingkaran penindasan. Pendidikan harnslah berfungsi sebagai

sarana secara kritis dan kreatif dengan realitas untuk berperan serta dalam merubah

dunia.

Kedua,

buku

Education The Practice of Freedom,

pada tahun 1976 adalah

sebuah analisa tentang kegagalan Freire dalam mengubah Brazil yang berisi tentang

ulasan mengenai kategori masyarakat, dari masyarakat tertutup, peralihan, dan

masyarakat terbuka, serta kesadaran-kesadaran apa yang mengikuti dalam

perkembangan masyarakat tersebut. Dalam buku ini pula Freire menggambarkan

dengan jelas lingkaran-lingkaran kebudayaan dan cara-cara yang digunakan dalam

berdialog dan berdiskusi dengan para peserta didik.

Ketiga,

buku

pedagogy in Process : 77ie Le!ters to Guinea Bissau,

pada

tahun l 978. Buku ini meripakan kumpulan surat-surat Freire ke Guinea Bissau untuk

membantu dalam pemberantasan buta huruf yang masih banyak terdapat di negara

Afrika tersebut. Guinea Bissau saat itu baru ditinggalkan oleh Portugal yang

mengalami kekalahan setelah menjajah negeri itu. Portugal banyak mewariskan

persoalan-persoalan dan luka-luka bagi rakyat. Di sanalah Freire mempraktekkan

sistem pendidikannya dengan membuat lingkaran- lingkaran kebudayaan.

Keempat,

buku

The Politics

<if Education: Culture, Power, and Liberation,

(31)

hubungan guru dan murid, kekuasaan, dan juga agama yang dinilainya tidak mampu

mengubah sejarah, dan Tuhan yang hanya membiarkan hamba-hamba-Nya tertindas.

Pendidikan juga seharusnya menjadikan manusia faham dalam bidang politik dan

tidak hanya sekedar talm.

Kelima. buku A Pedagogy for Liberation : Dialogues on Tra11.iforming

Education. pada tahun 1987. Buku ini adalah bagian da.ri refleksi lebuh lanjut

terhadap gagasan Freire. Buku ini berbentuk diskusi dan dialog antara Ira Shor

(seorang pendidik yang telah menguji metode-metode pengajaran yang membebaskan

dan mengkaji "Pedagogi yang Transformatif'') dengan Paulo Freire (Sang penggagas

pendidikan pembebasan). Dengan demikian, untuk kesekian kalinya gagasan Paulo

Freire dikritisi, baik aspek fllos<?fis maupun praksisnya, dan datang dari orang yang

dengan setia dan lama menjalankan dan mengujinya.

Keenam, buku Paulo Freire in Higher Education. p.ada tahun 1994. Buku ini

memuat tentang dialog yang terjadi pada saat "seminar tiga hari" di Universitas

Nasional Meksiko (UNAM, University Nacional Automa <f A1exico). Freire dengan

senang hati bersedia berpartisipai tanpa honorarium, dan Universitas Nasional

Meksiko yang bersedia menyediakan fasilitas untuk penyelenggaraan seminar tiga

hari tersebut. Freire sepakat dengan maksud seminar yang menjadikan dirinya

sebagai perangsang intelektual untuk "debat tiga hari". Dengan asumsi ini, seminar

direncanakan sedemikian rupa sehingga menghasilkan "Buku Perbincangan" bersama

(32)

emansipasi pendidikan (mandiri). Seminar itu direkam, ditranskrip, dan draftnya

kemudian direvisi oleh masing-masing peserta.

Ket1{iuh, buku Pedagogy イセヲ@ Hope : Reliving Pedagogy r!f ?he Oppressed,

pad a tahun 1995. Di buku ini terlihat jelas bahwa Paulo Freire, melalui

keseriusannya yang kritis, obyektivitasnya yang humanistis, dan sujektivitasnya yang

terlibat, yang dalam semua karya Freire senantiasa terpadukan menjadi inovasi yang

berdata cipta. Pedagogy of Hope (Pedagoi,>y pengharapan) adalah sebuah kesaksian

dan penghargaan daya hidup batin sekian generasi manusia yang tidak berutung, dan

tentang kekuatan yang kerap kali diam, namun lapang pad21 diri berjuta-juta orang

yang tidak pernah rela membiarkan pengharannya padam.

Kedelapan, buku Pedagogy of Heart (Pedagogi Ha:ti), pada tahun 1997.

Dalam buku ini, Freire melihat ke dalam hidupnya sendiri untuk merefleksikan

pendidikan dan politik, politik dan pendidikan. la menampilkan dirinya sebagai

seorang demokrat yang tidak kenal kompromi, dan seorang pembaharu radikal yang

gigih. la hidup dalam masa pemerintahan militer, pembuangan, dan bahkan pernah

memegang kekuasaan politik sebagai Menteri Pendidikan Sao Paulo. Dalam jabatan

itu, ia membuat kebijakan untuk pendidikan beratus-ratus ribu siswa. Semua

pengalamannya ini justru semakin memperbesar komitmennya kepada orang-orang

yang tersingkir, yang tak berdaya, yang terpinggirkan, yang lapar, dan yang buta

huruf Buku ini berbicara banyak tentang Brazil dan soal-soal khusus politik Brazil.

Brazil dalam banyak hal unik. Sebagai salah satu negara perekonomian industrial

(33)

distribusi pendapatan Brazil adala!i yang paling tidak seimbang dan tidak merata

dibandingkan dengan negeri besar manapun.

Masih ada karya-karya Freire yang lainnya yaitu : Pedagogy '!f The City,

lahun 1993 dan /,etters to Cristina: Neflektio11 of . . !vfv

.

/,ife and Work, . tahun 1995.

Tetapi pcnulis bclu111 111c11cmuka11 si1w11sis dari buku Lcn;cbut.

Adapun karya-karya Freire yang berkolaborasi dengan penulis lain, yaitu :

1. We A.fake 77ie Road by Walking : Conversation on Education and Sosial

Change, tahun 1990. Paulo Freire dengan Myles Horton.

2. Critical Educalion in The

New

li!formation Age, tahun 1999. dikarang oleh

Paulo Freire dengan Castells, Manuel Ramon Fleecha, Henry A. Giroux, Donaldo Macedo dan Paul Willis.

3. Learning to Question: A Pedagogy of Liberation. Dikarang oleh Paulo Freire

(34)

A. Pengertian Dialog

l. Dialog

Kata 'Dialog' berasal dari bahasa Yunani yaitu dialogos yang berarti

percakapan. 1 Menurul Mairi Robinson Dialog adalah :

a. A Conversation, especially a formal one

b.

A Discussion or exchange <?/'ideas and opinions, e.1pecially between two groups, with a view to resolving coriflict qf ed1ieving egreement. 2

a. Sebuah percakapan, khususnya percakapan formal

b. Sebuah diskusi atau pertukaran ide-ide dan opini-opini, khususnya antara

dua kelompok dengan sebuah pandangan atau pendapat untuk mengatasi

konflik atau pencapaian persetujuan.

Jadi, dialog menurut keterangan di atas adalah bercakap-cakap (chat),

interaksi (interaction), pertukaran fikiran H・ク」ィ。ョァャセ@ dan ungkapan atau

pernyataan (exprenion).

1 Lesley Browwn (editor), The New Shorter Oxji>rd English Dictionmy On Historical Principle,

(Oxford: Clarendon Press, 1993), Vo, 11 (A-M),.

2

Mairi Robinson He、ゥエッイセゥョキcィゥ」ヲIL@ CJu1111hers 21 st Hセ・ョエオイNy@ f)ictionar.v. Rcsivcd edition,

1999, Pencrbit: Edinburgh: Chambers Harp Publishers Ltd. Page: 369.

(35)

Martin Buber, penulis kontemporcr dalam bidang hermeneutik

berpendapat bahwa dialog itu dapat terjadi secara langsung dan bisa pula

secara tidak langsung. Dialog langsung nampak dalam pertemuan antar

pribadi. Dalarn perternuan ini pihak yang satu rnenerima diri yang orang lain

sebagimana adanya. Dialog dalam bentuk ini disebut dialog rnelalui bahasa

lisan yang tidak terlalu banyak menimbulkan salah pengertian dan salah tafsir,

sebab dari masing-masing orang yang melakukan d:<alog itu bisa bcrtanya

langsung dan juga mendengarkan jawabannya secara langsung. Oleh karena

itulah, dialog dengan bahasa lisan ini dianggap yang paling lubur, paling kaya,

paling intensit; paling hidup serta paling mendasar. Sedangkan dialog tidak

langsung menurut Martin adalah dialog melalui tulisan. Bahasa tulisan, tidak

mempunyai keunlungan seperli halnya pada dialog langsung.3

Sedangkan menurut Hans-Georg Gadarner yaitu, dalam dialog,

keterbukaan antara kedua belah fihak amatlah penting yang di dalamnya

terjadi aksi 'memberi dan mengambil'. Aksi memberi berarti fihak-fihak yang

berdialog menyampaikan apa yang ingin diungkapkan, sedangkan aksi

rnengambil berarti masing-masing fihak berusaha menyerap apa yang

dikatakan oleh partner dialognya. Dengan dialog, pemahaman yang baru

menjadi mungkin.

3 Majalah Filsafal DRIY ARKARA, Dialog dan Pemahaman (Diskursus Hermeneulika

(36)

Memang secara eksplisit dialog itu adalah sebuah proses yang di

dalamnya terjadi komunikasi yang berbentuk percakapan atau diskusi untuk

saling bertukar fikiran dan opini-opini dari apa yang ada difikiran individu

Ferdinand de Saussure, ahli linguistik mengatakan bahwa "fikiran tanpa

ungkapan dalam kata-kata hanyalah benda yang tidak jelas dan tidak

mempunyai benluk".4 Dari ungkapan Saussure lersebut jelas bahwa sesualu

yang ada di dalam fikiran seseorang perlu diungkapkan dengan kata-kata dan

kata-kata itu pula yang dipergunakan dalam proses dialog. Dengan kata lain,

dialog adalah manifestasi individu dalam mengutarakan fikirannya dan

opini-opininya, dengan cara itulah masing-masing individu mengadakan perubahan

terhadap diri mereka sendiri, adanya perubahan karena dari dialog itu ada

unsur saling mempengaruhi lawan bicaranya, ini dapat dilihat dari ucapan

masing-masing individu yang melebur menjadi satu sehingga akan muncul

pemahaman-pemahaman baru.

Dalam al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 30, Allah ketika akan

mcnciptakan manusia (Adam) melakukan dialog terlebih dahulu dengan

malaikat. lni berarti bahwa sebenamya dialog itu sangat penting untuk

merumuskan suatu permasalahan dan mencari penyelesaiannya.

(37)

Tidak hanya itu, dalam proses pengadilanpun diadakan suatu dialog

sebelum hakim mengetuk palu untuk menentukan bersalah atau tidaknya

seseorang (terdakwa).

Begitu juga halnya dalam dunia pendidikan. Dialog antara murid dan

guru sangatlah penting dalam menciptakan suasana yang harmonis antara

murid dan guru, sehingga dengan suasana yang harmonis itu murid akan

menikmati proses belajar mengajar dengan rasa senang dan nyaman tanpa ia

harus dipaksa, sehingga murid akan mudah memahami apa yang disampaikan

oleh guru dengan melalui dialog (tanyajawab).

Berbeda halnya dengan suasana kelas yang hubungan antara guru dan

muridnya tidak ada dialog, disitu terlihat suasana yang tegang dan sepi dengan

murid yang terlihat duduk patuh tapi kaku seperti patung, mereka diam dan

nyaris sama sekali tak bergerak seperti patung, sementara guru terns

mengoceh di depan kelas seperti gaya orang berpidato. Pada suasana seperti

inilah murid merasa tidak nyaman dan otomatis pema.haman mereka terhadap

pelajaranpun hanya sedikit sekali, mereka hanya dituntut untuk merekam

perkataan guru dan harus menerimanya tanpa ia harus memikirkan apa dan

mengapa. Maka dengan begitu otak mereka tidak oiarhkan agar berfikir kritis.

Tugas pendidik menjadi terlalu mudah bila hanya menyampaikan isi

pelajaran dari buku yang ia baca tanpa dia memikirkan bagaimana agar murid

(38)

Tujuan pendidikan adalah khas, yakni meningkatkan pengetahuan

seseorang mengenai sesuatu ha! sehingga ia menguasainya. Tujuan pendidikan

itu akan tercapai bila prosesnya komunikatif Jika proses belajar tidak

komunikatif, maka sulit tujuan itu akan tercapai.

Pada umumnya pendidikan berlangsung secara berencana di dalam

kelas secara tatap muka (face-to:face). Karena kelompoknya relatif kecil,

meskipun komunikasi antara pengajar dan pelajar dan ruang kelas itu

termasuk komunikasi kelompok (group communication), sang pengajar

sewaktu-waktu bisa mengubahnya menjadi komunikasi antar person.

Terjadilah komunikasi dua arah atau dialog dimana sipelajar menjadi

komunikan dan komunikator, clemikian pula sang pengajar. Terjadinya

komunikasi atau dialog dua arah ini ialah apabila para pelajar bersikap

respons!f, mengetengahkan pendapat atau mengajukan pertanyaan. Jika si

pelajar pasif saja, yakni hanya mendengarkan tanpa ada gairah untuk

mcngekspresikan suatu pernyataan atau pertanyaan, maka meskipun

komunikasi itu bersifat tatap muka, tatap saja berlangsung satu arah, dan

komuniksi itu ticlak efektif seperti pada contoh yang di atas, yaitu suasana

kelas yang gurunya hanya berpidato saja di dalam kelas tanpa bertanya kepada

muridnya apakah 'faham atau tidak' sehingga mwid hanya duduk diam dan kaku.

Komunikasi atau dialog dalam bentuk diskusi pada proses

belajar-mengajar berlangsung sangatlah efektif, baik antar pengajar dengan pelajar

(39)

pelajar terbiasa mengemukakan pendapat secara

argumenlat!l

dan dapat

mengkaji dirinya, apakah yang telah diketahuinya itu benar atau tidak. Dengan

kata lain, pentingnya dialog dalam bentuk diskusi pada proses

belajar-mengajar itu disebabkan karena materi yang didiskusikan akan meningkatkan

intelektualitas.

2. Pengertian Dialog menurut Paulo Freire

Menurut Freire, yang pertama kali harus difahami adalah dialog yang

membebaskan bukan teknik, dan dialog itulah yang akan membantu untuk

mendapatkan satu hasil. Paulo sendiripun tidak memahami dialog sebagai

taktik/teknik yang menjadikan siswa sebagai mitranya. Apabila belum

memahami dengan cara demikian, maka dialog hanyalah teknik untuk

manipulasi,

bukan untuk mencerahkan dan praktek

dehumanisasi

tetap saja

terjadi.

Sebaliknya, dialog harus dipahami sebagai sesuatu yang terlihat di

dalam sejarah umat manusia. la adalah bagian dari kemajuan historis dalam

menjadi manusia. Oleh sebab itu, dialog adalah postur yang membuat manusia

menjadi makhluk yang sangat komunikatif-kritis. Dialog adalah momen ketika

manusia memerlukannya untuk merefleksi realitas yang dibuatnya.

Kita adalah makhluk komunikatif yang berkomunikasi satu dengan

lainnya manakala kita lebih mampu ュ・QQOイ。QQNセHッイQQQ。ウゥ@ realitas kita, sehingga

(40)

Dalam keadaan tertentu, misalnya burung tahu pepohonan. Mereka

juga berkomunikasi satu dengan lainnya. Mereka rnenggunakan satu jenis

bahasa lisan dan simbolis, namun mereka tidak menggunakan bahasa tulis.

Mereka tidak mengctahui bahwa mereka tahu. Secara ilmiah, kita tidak yakin

apakah mereka tahu bahwa mereka tahu. Sebaliknya, kita tahu bahwa kita

tahu, dan sebagai manusia kita juga tahu bahwa kita tidak tahu. Lewat dialog,

dengan merefleksikan bersama-sama apa yang kita tahu dan tidak tahu, kita

kemudian dapat bertindtlk kritis untuk mentransformasi realitas.

Dalam komunikasi antar kita, di dalam proses mengetahui realitas

yang kita transformasi, kita berkomunikasi dan secara sosial mengetahui,

walau proses komunikasi dan mengetahui, berdimensi individual. Namun

demikian, aspek individual tidak cukup untuk menjelaskan proses.

Mengetahui adalah peristiwa sosial yang berdimensi individual. Lalu,

bagaimanakah dialog di dalam momen komunikasi, mengetahui dan

transpormasi sosial ? Dialog akan merekatkan hubungan antara subjek

kognitit: yaitu subjek yang mengetahui, dan siapa yang mencoba tahu.

Dialog adalah merupakan tantangan atas dominasi yang ada. Dengan

cara pemahaman tersebut atas dialog, objek yang hendak diketahui bukan

milik eksklusif satu dari subjek-subjek yang berupaya tahu, yaitu salah satu

orang yang terlibat di dalam dialog.

Dalam kasus pendidikan, pengetahuan atas objek yang harus diketahui

(41)

sebagai kemurahan. Selain sebagai informasi yang diberikan guru kepada

siswa, objek yang akan diketahui me1tjembatani dua subjek kognitif. Dengan

kata lain, objek yang akan diketahui ada di alas meja yang terletak diantara

dua subjek yang akan mengetahuinya. Mereka bertemu dengan

mengelilinginya dan lewat itu mereka lakukan penyelidikan bersama.

Tenlu saja guru memiliki

gョッセBゥッャッァゥウ

U@ atau pengalaman inlelektual

dalam meletakkan objek untuk dikaji jauh sebelum siswa masuk ke dalam

kelas dan kemudian mempresentasikan atau melukiskannya untuk

didiskusikan. Kontak awal antara guru dengan objek yang akan diketahui tidak

berarti bahwa guru telah menghabiskan waktu, dimensi, dan tenaganya untuk

mengetahui objek.

Guru membuat ulang lewat Kognosibilitas peserta didik. Artinya,

kemampuan pendidik untuk mengetahui akan dibentuk ulang setiap saat

melalui kemapuan siswa untuk mengetahui dalam rangka mengembangkan

pemahaman kritis di dalam diri mereka sendiri.

Dialog adalah membentuk hubungan epistemologis. Objek yang

hendak diketahui di satu tempat menghubungkan dua subjek kognitif, yang

mengarahkan untuk bersama-sama merefleksi objek. Dialog adalah saling

merekat antara guru dan siswa lewat 'tindakan mengc:tahu"' (act <if knowing)

5

Gnosiologis discbul juga daur gnosiologis (gnociological cycle) yang dimaksud daur gnosiologis adalah saat bcrbcda dari cara kita bclajar. Daur 1ncngctahui (knowing cycle) 1nc1npunyai

(42)

dan 'mengetabui ulang' (re-k11owi11g) objek studi secara bersama-sama.

Selanjutnya, selain mengetahui objek studi secara statis, sebagai milik melekat

dari guru, dialog memerlukan pcrkiraan dinamis alas objck6

Inti dialog adalah ungkapan kata. Ungkapan kata harus mengandung

refleksi dan aksi. Tanpa refleksi, dialog hanya akan menjadi aktivisme,

sedangkan tanpa aksi hanya terjadi verbalisme. Maka, hanya melalui praksis,

yang mernpakan perpaduan antara aksi dan refleksi, kata menjadi benar-benar

hidup dan menggerakkan hati. Dialog adalah pertemuan manusia melalui kata

dengan tujuan memberi nama kepada dunia. Dialog tidak mungkin timbul di

antara manusia yang menyangkut hak untuk berbicara. Dan dialog tidak

mungkin Le1jadi di an Lara manusia yang dirampas haknya unluk berkata. 7

B. Dialog Sebagai Metode Pembelajaran

Sejak tahun 1994, pemerintah telah mencanangkan wajib belajar sembilan

tahun. lni berarti bahwa anak-anak Indonesia nantinya d.iharapkan minimal bisa

mengikuti pendidikan selama sembilan tahun, atau lulus SLTP. Sebelumnya, prestasi

Indonesia dalam mewujudkan wajib belajar bagi anak usia 7-12 tahun sangat

membanggakan karena diakui oleh dunia. Kalau negara kita hanya memerlukan

waktu empat pelita (20 tahun), maka negara-negara industri :>eperti Amerika, lnggris,

"[ra Shor & Paulo Freire, ",\Jenjadi Guru Merdeka ", LKIS, ha!. 153.

(43)

Prancis dan Jerman memerlukan waktu 60-100 tahun untuk menerapakan wajib

belajar enam tahun. Atas keberhasilan wajib belajar sembilan tahun inilah malca

UNESCO kemudian menganugerahkan 'Medali Avicena' kepada Presidcn Soeharto

bulan Juni 1993.

Tapi, keberhasilan yang telah dicapai ini dihadapkan pada berbagai kendala,

antara lain, tingginya persentase am1k-anak putus sekolah, anak-anak yang mengulang

karena tidak naik kelas, dan rendahnya kualitas pendidikan sekolah. Ini semua akibat

dari sistem pendidikan yang dianggap belum tepat. Kalau diumpamakan pendidikan

sekolah dasar sebagai fondasi atau akar bagi sumber daya manusia masa depan, maka

apakah fenomena ini lidak mencemaskan kita semua?8 Jawabannya adalah tenlu saja

mencemaskan kita semua. Sebab akan jadi apa bangsa Indonesia ini jika SDM nya

tidak berkualitas, mereka belajar disekolah, tapi setelah (lulus) dari sekolah mcreka

tidak tahu apa yang harus mereka lakukan.

Fenomena tersebut rnembuat kita bertanya-tanya apa yang salah? Sistem

pendidikan bagaimana yang tepat? Apakah kurikulurn ataukah metodenya yang

salah? Ternyata begitu kornpleksnya pe1masalahan yang timbul. Sehingga

mengharuskan kita meneliti ulang dari sernua sistem pendidikan yang telah dilakukan

selarna ini.

Sebagaimana telah diungkapkan pada Bab I, bahwa jika mengajar itu adalah

suatu peristiwa yang rnemiliki tujuan, maka agar dapat mencapai tujuan itu harus

8

(44)

dibual perangkalnya dan perangkal ilu adalah kurikulum. 9 Perlanyaannya adalah,

tujuan apa yang hendak di capai.

Kurikulum yang ideal selalu didasarkan pada tujua.n pendidikan yang mau

dicapai, baik tujuan pendidikan nasional maupun sekolah itu sendiri, sekolah tesebut.

Dalam Undang-undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang :;istem pendidikan adalah

untuk mencerdaskan kchidupan bangsa dan mengembangkan budi luhur, mcmiliki

pengetahuan dan keterampilan, berkepribadian mantap sekolah menengah umum

(SMU) untuk menyiapkan siswa melanjutkan ke perguruan tinggi dan juga

meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggola masyarakat 10

Menurut Crow dan Crow tujuan pendidikan ialah mendorong anak didik

untuk berfikir secara efoktit; jernih dan obyektif di dalam suasana yang

bagaimanapun. Anak didik akan secara bebas tanpa dipaksa, mewujudkan tujuan

hidupnya ke dalam tindakan-tindakan yang nyata dan merasa. bertanggung jawab atas

sikap kelakuannya. 11 Sayangnya dunia pendidikan kila mas;ih Lerlalu mendikte serla

menempalkan murid pada posisi obyek dan guru pada posisi subyek.12

9

Lihat pada Bab I.

10 Paul Suparno, t-:urikulu111 sセGQ{j@ Yang ;\,fenunjang l'endidikan Denzokra.vi, (BASIS) cdisi

khusus Pcndidikan "Pendidikan Menghasilkan Air Mata", 2000. hal. 49.

11 Sutari Imam Barnadib, Penganlar !/mu Pendidikan Sistema/is, (Yogyakarta: FlP lKIP, 1987),

hal. 52.

(45)

Menu rut Brubacher dalam bukunya 'A1odern Philosor>hies

<!/

/\'d11calio11' yaitu

tujuan pendidikan adalah menjadikan pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya

dengan alam, dengan Leman, dan dengan alam semeslau

Sedangkan menurut Paulo Freire sendiri, tujuan pendidikan adalah

pembebasan masyarakal dari kebodohan, kemiskinan clan penderilaan mereka.14 Oleh

karena itu dengan menggunakan dialog sebagai metode dalam mengajar, akan dapat

membangkitkan kesadaran bagi peserta didik untuk belajar dan otomatis itu akan

membebaskan masyarakat dari kebodohan, kemiskinan dan penderitaan.

Pada dasarnya tujuan pendidikan itu adalah memanusiakan manusia dan

membuat mereka bebas dan merdeka, saling mencintai dan hormat serta saling

menghargai satu sama lain, dan juga membentuk manusia-manusia yang kritis,

rasional, sosial, bertaqwa, bermoral dan menghargai nilai kemanusiaan. Tapi,

mengapa pendidikan di Indonesia masih dianggap buruk oleh dunia bahkan mendapat

peringkat ke-100 dan banyak lulusan SMU atau Peri,ruruan Tinggi dianggap kurang

berkompetensi.

Tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan, tidak terlepas dari kegiatan belajar

mengajar yang dilakukan di dalam kelas. Guru dituntut agar mampu mengelola kelas

dalam kegiatan bclajar mengajar tersebut.

13 TIM Doscn FIP-lKIP Malang, JJengantar J)asar-!Jasar ゥセ\ZQゥ・イャャヲゥ」ヲゥォ。QQL@ (Sun1baya: Usaha

Nasional, 1988), hal. 6.

(46)

Dalam buku Strategi Belajar Mengajar karangan Ors. Syaiful Bahri Djamarah

dan Drs. Aswan Zain dikemukakan macam-macam metod•" mengajar yang jumlah

keseluruhannya ada 11 yaitu: Metode proyek, Metode eksperimen, Metode tugas dan

resitasi, Metode diskusi, Metode sosiodrama, Metode demonstrasi, Metode problem

solving, Metode karyawisata, Metode tanya jawab, Metode latihan dan terakhir

Metode ceramah. 15 Tapi sayang, dari kesebelas melode ilu guru hanya menggunakan

melode ceramah untuk KBM di dalam kclas.

Mctodc ceramah adalah mclodc yang bolch dikalakan rnclodc trandisional,

karena sejak dulu metode ini dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru

dengan anak didik pada saat proses belajar mengajar berlangsung dan metode

ceramah merupakan suatu cara mcngajar yang digunakan untuk menyampaikan

keterangan atau informasi serta uraian tentang suatu pokok persoalan serta masalah

secara lisan.

Metode ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan, yaitu :

1 . Kelebihannya

a. Guru mudah menguasai kelas

b. Mudah mcngorganisasikan tempat duduk atau kclas c. Dapat diikuti oleh jumlah siswa yang besar

d. Mudah mempersiapkan dan melaksanakannya e. Guru mudah menerangkan pelajaran dengan baik 2. Kelemahannya

a. Mudah menjadi verbalisme (pengertian kata-kata)

b. Yang visual menjadi rugi, yang auditif (mendengar) lebih besar menenmanya.

(47)

c. Bila selalu digunakan dan terlalu lama, membosankan

d. Guru menyimpulkan bahwa siswa mengerti dan tertarik pada ceramahnya e. Menyebabkan siswa menjadi pasif6

Sampai sekarang kebanyakan guru mengajar s1swa dengan model ceramah

dan mencatat di papan tulis, secara

ekstrim,

kebanyakan guru menggunakan model

banking sistem

seperti diungkap .oleh Paulo Freire dalam

Pedagogy of 7he Opressed,

Boston: Allyn dan Bacon 1990

"Guru mengajar dan siswa diajar; guru mengerti

sernuanya dan s1swa tidak tahu apa-apa; guru berfikir dan siswa difikirkan; guru

berbicara dan s1swa rnendengarkan; guru rnendisiplinkan dan siswa didisplinkan;

guru rnemilih dan rnendesak dan siswa hanya ikut; guru bertindak dan siswa

mernbayangkan bertindak lewat tindakan guru; guru rnemilih isi program dan siswa

mengambil begitu saja; guru adalah subjek dan siswa adalah objek dari proses belajar.

Dalam model banking di atas, gurnlah yang sangat aktif dan siswa menjadi

sangat pasif pada saat proses belajar rnengajar di sekolah. Guru berkuasa untuk

menentukan semuanya sedangkan siswa hanya harus rnenurut saja. Siswa diobjekan

dan tidak punya hak untuk ikut rnenentukan. Aktor utama dalarn proses belajar

mengajar adalah guru dan bukan siswa. hal-hal itu tampak dalam beberapa praktik

guru seperti

indoktrinasi,

dimana siswa hanya harus mene1ima yang diajarkan gum

tan pa boleh mengungkapkan pertanyaan atau alternatif pemikiran.

Guru seringkali mengajarkan bahan dengan menekankan bahwa hanya ada

satu nilai yang benar. Dalam mengerjakan persoalan, guru mengharuskan siswa

16 Ibid,

(48)

menggunakan satu jalan saja, tanpa boleh menggunakan earn lain. Jawaban yang lain,

cara mengerjakan persoalan yang lain, tidak mendapatkan tempat. Bila siswa

mengungkapkan gagasan alternatif, selalu disalahkan.

Hal ini kadang disebabkan karena guru sendiri tidak punya pengetahuan yang

luas schingga tidak mengerti bahwa ada macam-macam altcrnatif untuk

menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Kadang ada guru yang merasa bahwa siswa

yang banyak bertanya dan usu!, dianggap sebagai pengganggu, apalagi kalau

perlanyaan n1ereka sungguh mendalarn sehingga guru lidak dapal menjawab. 17

Prof Dr. S.

C.

Utami Munandar Dip!. Psych mengemukakan bahwa dia merasa prihatin ketika pada suatu hari menyaksikan KBM anak-anak kelas III SD. Ia

melihat betapa anak-anak SD itu duduk dengan patuh tapi kaku. Mereka diam dan

nyaris sama sekali tak bergerak, sementara guru berada cli depan kelas mengajar

seperti orang berpidato. Sifatnya hanya searah saja, karena ia tidak berusaha minta

pendapat atau mengajukan pertanyaan pada murid apakah mereka cukup mengerti

dengan apa yang sudah dia ajarkan. 18

Bahkan Freire juga mengkritik pelajaran-pelajaran verbalistik, dengan bahan

bacaan yang telah ditentukan

Gambar

gambar tentang 'alam realitas' yang ada di sekitar rnurid. Setelah gambar-

Referensi

Dokumen terkait

Pada Aplikasi manajemen proyek ini dimasukkan fitur untuk mengetahui kapan proyek tersebut dimulai, apakah proyek tersebut sudah dibayar atau belum, sudah sampai pada

1) Diketahui kelemahan atau kekurangan dari masing masing unsur dalam penyelenggara pelayanan publik. 2) Diketahui kinerja penyelenggara pelayanan yang telah

Hal tersebut dikarenakan pada pupuk takaran 20 ton/ha merupakan takaran yang paling tinggi, yang berarti bahwa pemberian takaran Azolla, fosfat alam dan abu sekam lebih

Ketidakjelasan dalam ketentuan mengenai PKWT seperti inkonsistensi antara Pasal yang satu dengan Pasal yang lainnya, masih menjadi problematik, karena Pekerja yang bekerja

Sheikh Zainal telah mengadakan peperiksaan akhir pada 18 Ogos 2006 untuk menilai tesis Master Sains beliau yang bertajuk “Pengaruh Pasangan Intim Lelaki ke atas Penggunaan

Perlakuan dosis pupuk NPK terendah (25%) tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman, diduga bahwa dosis pupuk NPK dari persentasi rekomendasi yang digunakan sudah

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persentase tepung ikan teri pada bubur instan, untuk mengetahui pengaruh suhu pengeringan pada bubur instan dan

Rawang Empat Kecamatan Bandar Petalangan Kabupaten Pelalawan dan selain itu juga terdiri dari hasil penelitian lapangan, yaitu data yang diperoleh dari hasil