SKRIPSI
ANALISA DAN DESAIN MODEL KNOWLEDGE
MANAGEMENT PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS (STUDI KASUS: SMAN 1 TANGSEL DAN SMAN 3 TANGSEL)
Disusun Oleh:
REZA FATAHILLAH 107093002904
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISA DAN DESAIN MODEL KNOWLEDGE
MANAGEMENT PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS (STUDI KASUS: SMAN 1 TANGSEL DAN SMAN 3 TANGSEL)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat
Dalam Menyelesaikan Studi Akhir
Program Strata Satu (S1) Program Studi Sistem Informasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun oleh :
REZA FATAHILLAH 107093002904
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul “Analisa dan Desain Model Knowledge Management pada Sekolah
Menengah Atas (Studi Kasus: SMAN 1 Tangsel dan SMAN 3 Tangsel)” telah
diujikan dan dinyatakan lulus dalam sidang munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 14 October
2011. Skripsi ini telah diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata
Satu (S1) program Studi Sistem Informasi.
Menyetujui,
Penguji I Penguji II
Nur Aeni Hidayah, MMSI NIP. 19750818 200501 2 008
Elsy Rahajeng, MTI
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis NIP 19680117 200112 1 001
Suci Ratnawati, MTI
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ketua Program Studi Sistem Informasi
Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis NIP 19680117 200112 1 001
LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAUPUN LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Desember 2011
ABSTRAK
REZA FATAHILLAH, Analisa dan Desain Model Knowledge Management
pada Sekolah Menengah Atas (studi kasus: SMAN 1 Tangsel dan SMAN 3 Tangsel).
Di bawah bimbingan SYOPIANSAH JAYA PUTRA dan SUCI RATNAWATI.
Pendidikan merupakan sebuah aset penting bagi suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya. Kualitas tersebut dapat di lihat dari kemampuan lulusan suatu lembaga pendidikan. Hal ini sejalan dengan hasil yang ingin dicapai dari dinas pendidikan, yaitu mewujudkan pendidikan yang bermutu, relevan dengan kebutuhan masyarakat dan berdaya saing dalam kehidupan global. Untuk menciptakan tujuan tersebut, dinas pendidikan nasional membuat suatu standar pendidikan yang tertuang dalam peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar pendidikan nasional. Sekolah yang telah memenuhi standar tersebut menjadi sekolah dengan status SSN (Sekolah Standar Nasional). Sedangkan untuk bersaing di
dunia global, sekolah harus memiliki nilai “plus” selain terpenuhinya standar-standar pendidikan nasional, sehingga suatu sekolah yang memiliki nilai plus termasuk ke dalam sekolah dengan status RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional). Karena adanya status SSN dan RSBI menyebabkan perbedaan kualitas kemampuan yang dimiliki
sekolah dalam melakukan pengelolaan knowledge. Dikarenakan knowledge merupakan
suatu keunggulan kompetitif yang dapat membantu peningkatan kinerja serta kompetensi tiap individu dalam berbagi, maka salah satu strategi yang bisa digunakan adalah dengan
menggunakan knowledgemanagement (KM). dengan mengelola pengetahuan tidak hanya
meningkatkan pengetahuan seluruh organisasi, namun juga meningkatkan kualitas pengetahuan didalamnya. Dengan dibantu alat analisa SWOT dan analisa K-Gap akan diketahui analisa lingkungan internal dan eksternal serta kesenjangan pengetahuan yang ada antara sekolah SSN dengan RSBI. Tahap desain model KM menggunakan SSM (Soft system methodology) hanya sampai pada tahap keenam, SSM yaitu suatu metode yang digunakan untuk permodelan proses di dalam organisasi dan lingkungannya, SSM sering digunakan untuk permodelan pada manajemen perubahan di mana organisasi pembelajar merupakan manajemen perubahan. Sehingga hasil dari penelitian ini bisa memberikan gambaran dan alur proses pada tenaga pendidik di sekolah menengah atas, khususnya pada daerah Tangerang Selatan dalam melakukan akuisisi serta berbagi pengetahuan, agar
tacit knowledge yang dimiliki tiap individu tenaga pendidik dapat terkelola dengan baik dan sekolah bisa menjadi organiasi pembelajar.
Kata Kunci: Knowledge Management (KM), Soft system methodology (SSM),
K-Gap, SWOT, Tacit, organisasi pembelajar.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim…
Alhamdulillahi rabbil‟aalamiin, segala puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan nikmat kesehatan, rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dapat
menyelesaikan laporan penelitian skripsi ini. Shalawat serta salam juga disampaikan
kepada nabi Muhammad SAW, semoga kita bisa menjadi salah satu umatnya yang
terbaik.
Skripsi merupakan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana komputer dari
program studi Sistem Informasi/Teknik Informasi di Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan judul Skripsi
“ANALISA DAN DESAIN MODEL KNOWLEDGE MANAGEMENT PADA
Teknologi UIN Jakarta dan sebagai dosen pembimbing pertama yang telah
banyak membantu dan memberikan arahan terbaik dalam penelitian.
2. Ibu Nur Aeni Hidayah, MMSI., selaku Ketua Program Studi Sistem Informasi
Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Jakarta. yang telah banyak membantu dalam
proses akademik.
3. Ibu Suci Ratnawati, MTI sebagai dosen pembimbing kedua yang juga telah
banyak membantu dan memberikan semangat dan arahan terbaik dalam
penelitian.
4. Kedua orang tua tercinta, serta adik dan kakak yang telah membantu dalam doa
dan dukungan yang luar biasa sehingga dapat memperoleh gelar sarjana
komputer.
5. Ibu Aan (Wakasek Humas SMAN 3 Tangsel) dan Bapak Rohman (Wakasek
Humas SMAN 1 Tangsel) beserta seluruh guru-guru lainnya yang ikut membantu
dan berpartisipasi dalam penelitian.
6. Keluarga besar Fosma165 UIN Jakarta, Fosma165 Nasional, KAHFI AL-Karim,
dikirimkan hingga hari ini yang telah memberikan dukungan semangat dan
motivasi hebat dalam menjalani setiap waktu yang ada.
7. Seluruh keluarga besar Sistem Informasi 2007, spesial untuk sahabat-sahabat SIC
2007, SIK B 2007, dan temen-teman seperjuangan KKN BISA 2010 (Hafiz,
Dodi, Anis, Siti, Eka, Ratna, Vio, Rara, Yuyun, Kiki, Puput, Mayang, Nurul, K‟
Raudha, K‟DJ, Raja, Hasyim dan Fuad) terima kasih dengan kekeluargaan dan
bantuannya hingga akhir. Kalian memang orang-orang hebat.
8. Sahabat-sahabat spiritual, rogo, zhya, mas fahmi, mas dika, rizka, citra, rizky,
arin, ayie, jaenal, dani, amar, mpo nina, jeung tut, mas satria, bang wildan, abe,
bun meta, nek isty, rianty, nyun, qubil, gitchil, luluth, giri, fiki, ismet, ratna,
angga, iben, dion, teh cin, romi. Monic, ucup, dika, sapto, hani, azka, galuh, kiki,
friska, Susi Maya, Asih, Damar, Ali, Tong Heri, Dini, Evi, Septa, eko, serta
rekan-rekan M2M lainnya dengan bersama kalian lah penelitian ini hidup.
Teruskan perjuangan dan lanjutkan apa yang sudah kita impikan.
Rekan-rekan yang meneliti dan yang mau menjadikan Knowledge Management sebagai
penelitian. Kalian pasti bisa dan mendapatkan pengetahuan yang luar biasa dari ilmu ini.
Semangat.! Saran dan kritik bisa dikirim ke email: [email protected]. Terima kasih.
Jakarta, Desember 2011
Reza Fatahillah
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN UJIAN ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
ABSTRAKS ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Batasan Masalah ... 5
1.4 Tujuan Penelitian ... 6
1.5 Manfaat Penelitian ... 7
1.6 Metode Penelitian ... 7
1.6.1 Metode Pengumpulan Data ... 7
1.6.2 Metode Analisis ... 9
1.6.3 Metode Desain Sistem ... 9
1.6.4 Sistematika Penulisan ... 11
2.1.1 Definisi Data, Informasi, dan Pengetahuan ... 13
2.1.1.1Data ... 13
2.1.1.2Informasi ... 13
2.1.1.3Pengetahuan ... 14
2.1.2 Jenis-jenis Pengetahuan ... 15
2.1.3 Tingkat Pengetahuan ... 16
2.1.4 Konversi Pengetahuan ... 17
2.1.5 Knowledge Management ... 20
2.2 Akuisisi Pengetahuan ... 21
2.3 Organisasi Pembelajar ... 22
2.4 Karakteristik Disiplin Organisasi Pembelajar ... 24
2.5 Analisa SWOT ... 26
2.6 Matriks Threats-Opportunitties-Weaknesses-Strengths ... 27
2.7 Knowledge Gap (Kesenjangan Pengetahuan) ... 29
2.7.1 Analisis Kesenjangan Pengetahuan ... 29
2.7.2 Pengetahuan Wajib dan Pilihan bagi Karyawan .... 31
2.7.3 Kesenjangan Pengetahuan ... 31
2.8 Strategi Pengelolaan Pengetahuan ... 32
2.9 SSM (Soft System Methodology) ... 33
2.10 Pengukuran Data ... 35
2.10.1 Jenis Statistik ... 36
2.10.2 Jenis Data ... 36
2.11 Ruang Lingkup Standar Nasional Pendidikan ... 40
2.12 Definisi dan Sejarah ISO 9001:2008... 42
2.13 Profil Pendidikan Nasional ... 45
2.13.1 Visi dan Misi Pendidikan Nasional ... 46
2.13.1.1Visi Pendidikan Nasional ... 46
2.13.1.2Misi Pendidikan Nasional ... 46
2.13.2 Reformasi Pendidikan ... 47
2.14 Infrastruktur ICT ... 50
2.14.1 Arsitektur Hardware ... 50
2.14.2 Arsitektur Jaringan Komputer ... 54
2.14.2.1 Klasifikasi Jaringan Komputer ... 54
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Pengumpulan Data ... 55
3.1.1 Observasi ... 55
3.1.2 Wawancara ... 55
3.1.3 Kuesioner ... 57
3.1.4 Studi Literatur Sejenis ... 57
3.2 Metode Desain Model Knowledge Management ... 58
3.2.1 Mendefinisikan Situasi Riil ... 59
3.2.2 Mengekpresikan Situasi Permasalahan ... 60
3.2.3 Menganalisa Root Definition (CATWOE) ... 60
3.2.5 Membandingkan Model Konseptual dengan situasi
Riil ... 61
3.2.6
Mengusulkan Model Usulan ... 613.3 Kerangka Berfikir ... 62
BAB IV ANALISA DAN DESAIN MODEL KM 4.1 Mendefinisikan Situasi Riil ... 63
4.1.1 Proses Bisnis ... 63
4.1.2 Analisa Sosial ... 64
4.1.2.1 Analisa Internal ... 65
4.1.2.2 Analisa Eksternal... 67
4.1.3 Identifikasi Knowledge ... 70
4.1.4 Analisa SWOT ... 71
4.1.5 Analisa K-GAP ... 76
4.2 Mengekpresikan Situasi Permasalahan ... 79
a. SMAN 3 Tangsel (RSBI) ... 79
b. SMAN 1 Tangsel (SSN) ... 80
4.3 Menganalisa Root Definition ... 82
4.4 Membangun Model Konseptual ... 83
4.5 Membandingkan Model Konseptual Dengan Situasi Riil ... 90
4.5.1 Disiplin Visi Bersama (Shared Vision) ... 91
4.5.2 Disiplin Model Mental (Mental Model) ... 94
4.5.2.2Strategi Benchmark ... 96
4.5.3 Disiplin Penguasaan Pribadi (Personal Mastery) dan Disiplin Pembelajaran Tim (Team Learning) ... 98
4.5.4 Disiplin Berpikir Sistemik (System Thinking) ... 104
4.6 Mengusulkan Model Usulan Desain Knowledge Management System ... 105
4.6.1 System Definition ... 105
4.6.2 Software ... 106
4.6.3 Database ... 112
4.6.4 Hardware... 115
4.6.5 Networking ... 116
4.6.6 Brainware ... 118
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 121
5.2 Saran ... 121
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Hierarki dari Data ke Pengetahuan ... 15
Gambar 2.2 SECI Model ... 18
Gambar 2.3 Model Organisasi Pembelajar ... 23
Gambar 2.4 Kerangka Kesenjangan Pengetahuan Zack ... 32
Gambar 2.5 Model SSM P. Checkland ... 33
Gambar 2.6 Arsitektur Tersentralisasi ... 51
Gambar 2.7 Arsitektur Desentralisasi ... 52
Gambar 2.8 Arsitektur Client/Server ... 53
Gambar 3.1 Model SSM P. Checkland ... 58
Gambar 3.2 Kerangka Berfikir Penelitian... 62
Gambar 4.1 Alur Akuisisi dan Berbagi Pengetahuan (SMAN 3 Tangsel)... 80
Gambar 4.2 Alur Akuisisi dan Berbagi Pengetahuan (SMAN 1 Tangsel)... 81
Gambar 4.3 Rich Picture Akuisisi dan Berbagi Pengetahuan SMA... 82
Gambar 4.4 Model Konseptual ... 84
Gambar 4.5 Karakteristik Lima Disiplin Pembelajaran ... 91
Gambar 4.6 Rich Picture Usulan SECI Model... 103
Gambar 4.7 Rich Picture Usulan Akuisisi dan Berbagi Pengetahuan SMA ... 104
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Matriks TOWS ... 29
Tabel 2.2 Keuntungan Arsitektur Client/Server ... 53
Tabel 4.1 SWOT SMAN 3 Tangsel ... 72
Tabel 4.2 SWOT SMAN 1 Tangsel ... 74
Tabel 4.3 K-Gap SMAN 3 Tangsel ... 77
Tabel 4.4 K-Gap SMAN 1 Tangsel ... 78
Tabel 4.5 CATWOE ... 83
Tabel 4.6 Knowledge dengan K-Gap Tertinggi ... 95
Tabel 4.7 Knowledge Pilihan ... 95
Tabel 4.8 Kombinasi Sistem Operasi-Peramban Situs untuk Google Docs ... 112
Tabel 4.9 Spesifikasi Hardware ... 112
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 SK Penelitian SMAN 1 Tangsel
Lampiran 2 SK Penelitian SMAN 3 Tangsel
Lampiran 3 Struktur Organisasi SMAN 1 Tangsel
Lampiran 4 Struktur Organisasi SMAN 3 Tangsel
Lampiran 5 Hasil Wawancara (SMAN 1 Tangsel)
Lampiran 6 Hasil Wawancara (SMAN 3 Tangsel)
Lampiran 7 Kuesioner
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pendidikan merupakan sebuah aset penting bagi suatu bangsa dalam upaya
meningkatkan kualitas sumber daya mausia yang dimilikinya. Sumber daya
manusia yang berkualitas tentunya akan mampu mengelola sumber daya alam dan
memberikan layanan terbaik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh
karena itu, Indonesia juga termasuk salah satu bangsa yang berusaha
meningkatkan kualitas pendidikan.
Kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari kemampuan yang dimiliki
oleh lulusan lembaga pendidikan, seperti sekolah. Karena sekolah memiliki tugas
yang salah satunya mengembangkan potensi peserta didik secara optimal.
Berkembangnya kemajuan tehnologi dalam dunia pendidikan juga menjadikan
timbulnya persaingan dalam memajukan setiap sekolah/lembaga pendidikan. Hal
ini sejalan dengan hasil yang ingin di capai dari dinas pendidikan nasional, yaitu
mewujudkan pendidikan yang bermutu, relevan dengan kebutuhan masyarakat
dan berdaya saing dalam kehidupan global.
Untuk menciptakan tujuan tersebut, dinas pendidikan nasional membuat
suatu standar nasional pendidikan yang tertuang dalam peraturan pemerintah
nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan, meliputi: standar isi,
standar proses, standar pengelolaan, standar pembiayaan, standar penilaian
pendidik dan tenaga kependidikan. Apabila kedelapan standar tersebut terpenuhi,
maka suatu sekolah dapat dikategorikan menjadi sekolah standar nasional (SSN).
Selain itu, ada pula kategori sekolah rintisan bertaraf intenasional (RSBI)
apabila sekolah telah memenuhi kedelapan standar dan mampu memiliki nilai
plus, yaitu berupa kurikulum adopsi dan adapsi dari negara maju atau berkembang
serta memiliki kerjasama dengan sekolah yang ada di negara tersebut (sebagai
sisterhood).
Perbedaan pada sekolah dengan status SSN dan RSBI juga berdampak pada
sistem manajemen yang berjalan di dalam organisasi tersebut. Misalkan pada
SMAN 3 Tangsel yang sudah berstatus sebagai RSBI, sistem manajemen atau
pengelolaan dokumen di dalam sekolah sudah lebih baik dibandingkan dengan
SMAN 1 Tangsel yang berstatus SSN.
Hal ini dikarenakan, setiap sekolah yang berstatus RSBI diwajibkan
memiliki sertifikasi manajemen mutu ISO 9001:2008, yang dalam setiap
prosesnya melakukan perencanaan yang matang, implementasi yang terukur
dengan jelas, dilakukan evaluasi dan analisis data yang akurat serta tindakan
perbaikan yang sesuai dengan monitoring pelaksanaannya, agar benar-benar bisa
menuntaskan masalah yang terjadi di sekolah.
Dalam proses penyimpanan dokumen (cetak), sekolah dengan status RSBI
juga lebih unggul dibandingkan dengan sekolah berstatus SSN, hal ini
ditunjukkan dengan dibuatnya sebuah bagian bangdik (pengembangan
pendidikan) pada SMAN 3 Tangsel, yang bertugas untuk mengelola
melakukan pencarian kembali dokumen-dokumen lebih mudah karena sudah
dilakukan penomorisasi terhadap dokumen yang disimpan.
Perbedaan tersebut berakibat juga ketika individu ingin memperoleh
kembali pengetahuan. Karena dalam melakukan akuisisi pengetahuan di tiap
individu, SMAN 1 Tangsel belum memiliki bidang khusus untuk penyimpanan
dokumen. Sehingga antara SMAN 1 Tangsel dengan SMAN 3 Tangsel terdapat
kesenjangan pengetahuan pada tiap individu, terutama pada tenaga pendidik.
Mengelola pengetahuan merupakan salah satu cara dalam meningkatkan
aset dunia pendidikan. Dengan pengelolaan yang baik maka akan tercipta pula
individu yang berkompetensi unggul, sebaliknya ketika pengelolaan pengetahuan
buruk maka akan terjadinya ketidakseimbangan kompetensi yang dimiliki oleh
tiap individu, baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah.
Pengetahuan bisa berbentuk ekplisit (dapat diformulasikan atau
diekspresikan) maupun dalam bentuk tacit (sesuatu yang masih terbatinkan).
Menurut Busch (2006), Tacit knowledge termasuk merupakan penelitian di area
kontemporer yang sedang dieksplorasi karena kemampuannya untuk membantu
dalam mengembangkan modal pengetahuan organisasi. Untuk itu diperlukan
perubahan paradigma dari yang semula mengandalkan resource based menjadi
knowledge based yang di dukung dengan kemajuan pada bidang ilmu
pengetahuan tertentu, misalnya sains, teknologi maupun kemampuan manajemen
yang baik dalam mengelola pengetahuan.
Dalam dunia pendidikan, khususnya pada sekolah menengah atas,
pendidik, hal ini dikarenakan knowledge merupakan suatu keunggulan kompetitif
yang dapat membantu peningkatan kinerja serta kompetensi tiap individu dalam
berbagi knowledge yang dimiliki. Dengan mengelola pengetahuan tidak hanya
meningkatkan pengetahuan seluruh organisasi, namun juga meningkatkan kualitas
pengetahuan di dalamnya (Harsh 2009).
Albers (2009) dalam makalahnya menerangkan bahwa organisasi harus
menerapkan strategi kowledge management (KM) yang memungkinkan mereka
untuk menangkap, berbagi dan mengintegrasikan pengetahuan dalam lingkungan
mereka. Disinilah KM dapat berfungsi untuk membantu sekolah dalam
mengakuisisi pengetahuan serta berbagi pengetahuan yang dimiliki, agar tacit
knowledge yang dimiliki tiap individu tenaga pendidik dapat terkelola dengan
baik dan sekolah bisa menjadi organiasi pembelajar.
Berdasarkan latar belakang sebelumnya, maka “ANALISA DAN DESAIN
MODEL KNOWLEDGE MANAGEMENT PADA SEKOLAH
MENENGAH ATAS (STUDI KASUS: SMAN 1 TANGSEL DAN SMAN 3 TANGSEL)” di angkat sebagai skripsi.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan melihat uraian pada latar belakang sebelumnya dan perbedaan
pengelolaan yang berlangsung antara sekolah SSN dan RSBI, maka beberapa
1. Sulitnya melakukan proses akuisisi kembali terhadap pengetahuan yang
telah dimiliki sebelumnya.
2. Sekolah yang tidak memiliki standarisasi manajemen ISO 9001:2008
membutuhkan waktu yang lama dalam pencarian kembali dokumen
(cetak) yang di simpan.
3. Perbedaan kulaitas kompetensi individu mengakibatkan kualitas
pelayanan SMAN 3 Tangsel dalam melakukan pengelolaan pengetahuan
lebih baik dari SMAN 1 Tangsel.
Berdasarkan permasalahan tersebut, perumusan masalah pada penelitian ini
adalah “Bagaimana cara melakukan strategi pengelolaan, akuisisi dan berbagi
pengetahuan pada tiap individu tenaga pendidik di sekolah?”.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah berdasarkan uraian yang dijabarkan dari perumusan
masalah tersebut, antara lain:
1. Ruang lingkup penelitian terbatas pada studi kasus di sekolah standar
nasional (SSN) yaitu SMAN 1 Tangerang Selatan dan sekolah rintisan
bertaraf internasional (RSBI) yaitu SMAN 3 Tangerang Selatan.
2. Strategi knowledge management yang digunakan adalah dengan cara
personalisasi, dengan mengusulkan strategi knowledge management
untuk pengelolaan, akuisisi dan berbagi pengetahuan pada tenaga
3. Mendesain sebuah model knowledge management (KM) menggunakan
SSM (Soft System Methodologhy) oleh Peter Checkland, hanya sampai
pada tahap keenam yaitu hanya memberikan usulan model yang bisa
diterapkan oleh sekolah, tidak sampai pengujian dan implementasi
sistem di sekolah.
4. Menganalisa kesenjangan pengelolaan pengetahuan antara sekolah SSN
dan RSBI menggunakan analisa K-GAP dan analisa SWOT. Kemudian
membuat tabel matriks TOWS berdasarkan hasil analisa lingkungan
internal dan eksternal sekolah.
5. Tools yang digunakan dalam membuat mindmap/rancangan model KM
adalah Ms. Visio 2003. Serta untuk pengujian validitas dan pengukuran
realibilitas kuesioner menggunakan SPSS 16.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan umum yaitu mengidentifikasi pengelolaan
pengetahuan serta kesenjangan pengetahuan antara SSN dan RSBI. Sedangkan
tujuan khususnya untuk menghasilkan:
1. Model knowledge management yang dapat membantu sekolah dalam
mengetahui cara melakukan proses pengelolaan pengetahuan dengan
knowledge yang dimiliki sumber daya manusia didalamnya.
2. Membantu tenaga pendidik untuk dapat melakukan akuisisi dan berbagi
3. Membantu mengetahui knowledge wajib dan knowledge pilihan yang ada
pada SSN dan RSBI.
1.5 Manfaat Penelitian.
Manfaat yang di dapat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan pemahaman akan pentingnya pengelolaan pengetahuan dalam
dunia pendidikan.
2. Dapat memberikan pemahaman mengenai proses pembuatan model
knowledge management dengan menggunakan SSM untuk peneliti
selanjutnya.
3. Dapat memberikan pemahaman mengenai cara melakukan proses akuisisi
dan berbagi pengetahuan tiap individu di dalam sekolah.
1.6 Metode Penelitian.
Penelitian ini menggunakan beberapa metode yang mendukung dalam
analisa dan desain model knowledge management untuk sekolah menengah atas,
yaitu:
1.6.1 Metode Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data dan mencari informasi yang dibutuhkan
dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1. Observasi
Melalui pengamatan secara langsung. Observasi yang dilakukan pada
Tangsel sebagai studi kasus pada sekolah rintisan bertaraf internasional (RSBI)
untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan dalam menganalisis segala bentuk
pengelolaan pengetahuan yang ada dan aset pengetahuan di dalamnya. Observasi
dilakukan pada Mei-Juni 2011.
2. Wawancara
Wawancara memungkinkan untuk mendapatkan data secara lebih
mendalam karena bertatapan langsung dengan narasumber yaitu kepala sekolah
atau wakasek dan humas pada SMAN 1 Tangsel dan SMAN 3 Tangsel.
3. Kuesioner
Kumpulan pertanyaan dan pernyataan untuk responden dalam rangka
pengumpulan data agar sesuai dengan tujuan penelitian. Koresponden terdiri dari
tenaga pendidik pada SMAN 1 Tangsel dan SMAN 3 Tangsel. Hal ini untuk
mengetahui lebih rinci mengenai aset pengetahuan yang dimiliki oleh sumber
daya manusia yang ada di dalam sekolah, khususnya tenaga pendidik.
4. Studi Literatur Sejenis
Studi Literatur Sejenis dilakukan untuk menambah referensi teori-teori
yang diperlukan dalam penelitian dengan cara membaca dan mempelajari literatur
yang mendukung penelitian ini, pada penelitian ini menggunakan referensi
beberapa jurnal, skripsi dan thesis yang membahas mengenai knowledge
1.6.2 Metode Analisis
Dalam menganalisis data dan informasi yang telah didapatkan, dilakukan
dengan dua jenis analisis, yaitu:
1. Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threatment)
Analisis ini berguna untuk analisis lingkungan dan eksternal sekolah.
Melihat kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang terjadi, kemudian
dibuatkan tabel matriks TOWS dan dicocokkan antara strategi internal dengan
eksternal sehingga menghasilkan strategi SO (Strengths-Opportunities), strategi
WO (Weaknesses-Opportunities), strategi ST (Strengths-Threats), dan strategi
WT (Weaknesses-Threats).
2. Analisa Knowledge Gap
Analisa Knowledge Gap merupakan analisa untuk memperoleh
kesenjangan pengetahuan dari penelitian. Suatu alat bisnis dan metode penilaian
yang berfokus pada kesenjangan antara kinerja organisasi saat ini dan kinerja yang
diinginkan. Analisa kesenjangan juga mengevaluasi kinerja aktual saat ini dan
upaya perbaikan yang diperlukan untuk menutup kesenjangan kinerja masa depan
yang diinginkan.
1.6.3 Metode Desain Sistem
Langkah akhir dalam desain sistem ini, menggunakan SSM (Soft System
di dalam organisasi dan lingkungannya dan sering digunakan untuk permodelan
pada manajemen perubahan di mana organisasi pembelajar merupakan
manajemen perubahan. Tahapan yang akan dilakukan dalam melakukan desain
model knowledge management pada sekolah menengah atas, antara lain:
1.6.3.1Mendefinisiskan Situasi Riil
Mendefinisikan situasi permasalaham yang terjadi pada SMAN 1 Tangsel
dan SMAN 3 Tangsel, dengan melakukan analisa terhadap proses bisnis dalam
melakukan akuisisi dan berbagi pengetahuan, analisa internal dan eksternal yang
dihadapi sekolah, identifikasi knowledge yang dimiliki, analisa SWOT dan K-Gap
untuk mengetahui kesenjangan pengetahuan yang ada di dalam sekolah.
1.6.3.2Mengekpresikan Situasi Permasalahan
Situasi riil kemudian diekspresikan ke dalam rich picture. Karena tujuan
dari Peter mengembangkan SSM adalah untuk pemecahan suatu masalah. maka
rich picture berupa gambaran kondisi terhadap alur proses bisnis yang berjalan
saat ini di dalam sekolah.
1.6.3.3Menganalisa Root Definition
Dari permasalahan yang telah di identifikasi, kemudian mendefinisikan
sumber permasalahan dari setiap permasalahan yang ada dengan dibuatkan
1.6.3.4Membangun Model Konseptual
Model konseptual merupakan usulan strategi yang diadaptasi dari
permasalahan yang ada pada situasi riil. Kemudian diusulkan suatu model strategi
yang bisa diterapkan sekolah dalam membangun sistem knowledge management
kedepannya.
1.6.3.5Membandingkan Model Konseptual Dengan Kondisi Riil
Selanjutnya, model konseptual (tahap keempat) dibandingkan dengan
kondisi riil (tahap pertama) untuk mendapatkan perbedaan sistem yang berjalan
untuk dapat dibuatkan suatu model usulan kedepannya.
1.6.3.6Mengusulkan Model Usulan
Langkah terakhir adalah mengusulkan sebuah model sistem baru yang bisa
digunakan sekolah dalam mengembangkan sistem knowledge management
kedepannya. Namun dalam penelitian ini, hanya sebatas mengusulkan belum
sampai pada pengujian dan implementasi sistem.
1.7 Sistematika Penulisan
Dalam penyususnan skripsi ini sistematika penulisan terdiri dari 5 (lima)
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini membahas latar belakang, perumusan masalah, batasan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian
dan sistemtika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan di bahas mengenai dasar-dasar teori yang
mendukung penulisan skripsi.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Menjelaskan metode yang digunakan, dari pengumpulan data, metode
analisa data, hingga desain model dengan strategi KM, juga
menggambarkan kerangka berfikir.
BAB IV ANALISA DAN DESAIN KNOWLEDGE MANAGEMENT
Menguraikan analisa data dan strategi KM yang digunakan dalam
mendesain model KM pada sekolah mengengah atas.
BAB V PENUTUP
Kesimpulan dan saran yang dapat diambil dari penelitian ini untuk
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Memahami Pengetahuan
Untuk lebih memahami definisi pengetahuan, perlu di pahami terlebih
dahulu mengenai perbedaan data, informasi dan pengetahuan, jenis-jenis
pengetahuan, tingkat pengetahuan serta konversi pengetahuan.
2.1.1.Definisi Data, Informasi dan Pengetahuan 2.1.1.1. Data
Menurut Bergeron dikutip Sangkala (2007), yang dimaksud dengan
data adalah bilangan, terkait dengan angka-angka atau atribut-atribut,
simbol-simbol, fakta-fakta, grafik, peta yang bersifat kuantitas yang berasal
dari hasil observasi, eksperimen atau kalkulasi.
2.1.1.2. Informasi
Informasi menurut Bergeron adalah data di dalam satu konteks
tertentu, kumpulan data dan terkait dengan penjelasan, interpretasi serta
berhubungan dengan materi lainnya mengenai objek, peristiwa-peristiwa
atau proses tertentu, misalnya: Tempratur anton sudah mencapai 34o.
termasuk didalamnya adalah metadata. Metadata merupakan data mengenai
informasi, contohnya: Apabila temperatur anton 34o sudah termasuk
kategori demam. Metadata juga merupakan ringkasan deskripsi yang lebih
tinggi, juga informasi mengenai konteks di mana informasi tersebut
Menurut Russel Ackoff dalam Tobing (2007) menyatakan data
sebagai simbol-simbol dan Informasi sebagai data yang diproses agar dapat
dimanfaatkan, informasi ini menjawab pertanyaan tentang “who”, “what”,
“where” dan “when”.
2.1.1.3. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan informasi yang telah diorganisasi,
disintesiskan, di ringkas untuk meningkatkan pengertian, kesadaran atau
pemahaman. Untuk memahami konsep yang dijelaskan oleh Bergeron,
contoh dari pengetahuan adalah Anton kemungkinan mengalami gejala
demam berdarah.
Sehingga pengetahuan atau knowledge dianggap bukan sebuah data
bukan pula informasi, namun sulit sekali dipisahkan dari keduanya.
Sedangkan menurut wolf dalam Munir (2008) menjelaskan pengetahuan
sebagai informasi yang terorganisir sehingga dapat diterapkan untuk
pemecahan masalah.
Menurut Davidson dan voss dikutip sangkala (2007) menjelaskan
pemahaman mengenai data, informasi dan pengetahuan dengan hierarki
DATA
Simbol-simbol dan fakta-fakta
INFORMASI
Fakta-fakta dimaknai dari data
PENGETAHUAN
Ide-ide, pemikiran, dan keyakinan
+ Memaknai + Tujuan
Gambar 2.1 Hierarki dari Data ke Pengetahuan (Sumber: Sangkala 2007)
2.1.2.Jenis-Jenis Pengetahuan
Pengetahuan terdiri dari dua jenis, yaitu Tacit Knowledge dan Expilicit
Knowledge. Pemahaman antara tacit dan explicit merupakan kunci untuk
memahami knowledge management. Sangkala (2007) menjelaskan kedua jenis
pengetahuan tersebut sebagai berikut:
Tacit Knowledge merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang
dan sangat sulit untuk diformalisasikan, sulit dikomunikasikan atau dibagi dengan
orang lain. Pemahaman yang melekat di dalam pengetahuan individu tersebut
masih bersifat subjektif. Sedangkan pengetahuan yang dimiliki masih dapat
dikategorikan sebagai intuisi atau dugaan. Tacit knowledge ini berada dan berakar
di dalam tindakan maupun pengalaman seseorang, termasuk idealisme, nilai-nilai
maupun emosionalnya. Tacit knowledge merupakan pengetahuan yang sangat
bersifat pribadi dan juga sangat susah dibentuk.
Sedangkan, Explicit knowledge merupakan pengetahuan yang dapat
bentuk data, formula ilmu pengetahuan maupun spesifikasi produk. Pengetahuan
ini bisa di transfer kepada orang lain secara formal dan sistematik, lebih mudah
diproses dan didistribusikan melalui media, seperti kaset/cd, video, audio,
spesifikasi produk atau dokumen-dokumen elektronik dan non-elektronik.
Menurut Nonaka dalam Munir (2008), pengetahuan eksplisit dan tacit
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Pengetahuan = Pengetahuan Explicit + Pengetahuan Tacit.
2.1.3.Tingkat Pengetahuan
Tingkatan pengetahuan digunakan dalam pemetaan dan pengelolaan
knowledge di organisasi. Sesuai tingkatannya, Munir (2008) menjelaskan
kategorisasi pengetahuan sesuai tingkatannya, yaitu:
Pertama, pengetahuan inti (core knowledge) adalah tingkatan dan cakupan
pengetahuan yang dibutuhkan hanya untuk sekedar dapat beroperasi dalam
industri atau lingkungan di mana organisasi berada. Pengetahuan jenis ini tidak
menjamin keunggulan bersaing organisasi, apalagi kelangsungannya dalam jangka
panjang. Namun pada persaingan organisasi sejenis diperlukan sebagai
pengetahuan dasar yang tanpa pengetahuan ini organisasi tidak dapat beroperasi
dengan efektif. Misalkan suatu perusahaan produsen kue kering harus mempunyai
pengetahuan khusus untuk memproduksi kue kering, atau perusahaan pelatihan
harus mempunyai pengetahuan dalam menyusun bahan pelatihan dan memberikan
Kedua, pengetahuan lanjut (advance knowledge) merupakan pengetahuan
yang dimiliki oleh organisasi yang ingin mempunyai kinerja prima. Pengetahuan
ini membuat organisasi bisa melakukan „serangan-serangan‟ dalam persaingan. Organisasi yang berada dalam satu industri mungkin mempunyai knowledge yang
sama tingkat, cakupan dan kualitasnya. Namun ada pengetahuan yang spesifik
yang mungkin dimiliki oleh lebih dari organisasi, mungkin pula setiap organisasi
berbeda-beda. Dengan mengetahui pengetahuan yang berbeda inilah organisasi
dapat melakukan diferensiasi. Misalnya untuk produsen kue kering diperlukan
pula pengetahuan dalam jejaring distribusi pemasaran kue kering.
Ketiga, pengetahuan inovatif (innovative knowledge) merupakan
pengetahuan yang membuat organisasi mampu menjadi pemimpin dalam
persaingan. Bedanya dengan pengetahuan lanjut adalah pengetahuan ini
melakukan diferiansiasi yang sangat berarti dibandingkan para pesaingnya.
Misalnya untuk membuat kue yang lezat, mengandung kolesterol rendah, dengan
penampilan menarik, dan kemasan yang unik bagi perusahaan kue kering.
2.1.4.Konversi Pengetahuan
Kedua jenis pengetahuan explicit knowledge dan tacit knowledge
(pengetahuan terbatinkan) merupakan jenis pengetahuan yang saling melengkapi
serta berperan sangat penting dalam proses kreasi pengetahuan. Kedua jenis
pengetahuan ini berinteraksi satu sama lainnya dan berubah dari satu jenis ke jenis
lainnya secara dinamis. Menurut Nonaka dan takeuchi dalam Munir (2008),
dengan konversi pengetahuan. Oleh Nonaka dan takeuchi pengetahuan tersebut
dapat di konversi dengan empat cara, yang disebut dengan SECI Model, yaitu:
Socialization (S), Externalization (E), Combination (C) dan Internalization (I).
Gambar 2.2 SECI Model
Model pertama, yaitu Socialization atau Sosialisasi, merupakan suatu konversi pengetahuan antara tacit ke Tacit (T T). Munir (2008) mengartikan istilah sosialiasi untuk menekankan pada pentingnya kegiatan bersama antara
sumber pengetahuan dan penerima pengetahuan dalam proses konversi tacit
knowledge. Karena pengetahuan tacit (terbatinkan) sangat dipengaruhi oleh
konteksnya dan sulit sekali diformalkan, maka untuk menularkan pengetahuan
terbatinkan dari satu individu ke individu lain dibutuhkan pengalaman yang
terbentuk melalui kegiatan bersama atau hidup dalam lingkungan yang sama dan
bisa juga tanpa menggunakan bahasa. Misalkan dengan cara meniru, mencontoh,
menggunakan bahasa tubuh maupun pelatihan-pelatihan yang digunakan.
kontekstualisasikan kembali menjadi pengetahuan baru) beragam explicit
knowledge yang dimiliki oleh seseorang. Sehingga seseorang dapat
mempertukarkan dan mengombinasikan pengetahuan melalui semacam satu
kejadian. Dalam proses ini pengetahuan tacit diekpresikan dan diterjemahkan
menjadi metafora, bentuk konsep, hipotesis, diagram, model, atau prototipe
sehingga dapat dengan mudah dimengerti pihak lain.
Model ketiga, Combination atau Kombinasi. Suatu proses konversi antara pengetahuan explicit ke pengetahuan explicit (EE). Proses ini merupakan pertukaran dan pengkombinasian melalui media seperti dokumen-dokumen, rapat,
percakapan telepon maupun komunikasi melalui jaringan komputer dan internet.
Munir (2008) menyebutkan ada tiga proses kombinasi yang terjadi dalam praktik
konversi kombinasi, yaitu:
1. Pengetahuan eksplisit dikumpulkan dari dalam dan luar organisasi,
kemudian dikombinasikan.
2. Pengetahuan eksplisit disunting atau diproses agar dapat lebih
bermanfaat bagi organisasi.
3. Pengetahuan-pengetahuan eksplisit tersebut disebarkan ke seluruh
organisasi melalui berbagai media.
Model keempat, yaitu Internalization atau Internalisasi. Suatu proses konversi antara expilicit knowledge menjadi Tacit knowledge (ET). Pengetahuan ini juga bisa disebut dengan pembelajaran mandiri, learning by
didokumentasikan. Suatu pembelajaran individu terhadap suatu pengetahuan dan
kemudian menjadi pengetahuan tacit individu tersebut.
2.1.5.Knowledge Management
Knowledge Management (KM) atau manajemen pengetahuan pada dasarnya
muncul untuk menjawab pertanyaan bagaimana seharusnya mengelola
pengetahuan dan bagaimana mengelolanya. Kesadaran untuk menerapkan
pendekatan manajemen pengetahuan ke dalam strategi bisnis diperlukan karena
terbukti perusahaan yang menjadikan sumber daya pengetahuan sebagai aset
utamanya senantiasa mampu mendorong perusahaan lebih inovatif yang bermuara
kepada kepemilikan daya saing organisasi terhadap para pesaingnya (Sangkala,
2007).
Menurut Carl Davidson dan Philip Voss dalam Setiarso et.al (2009)
mengartikan knowledge management adalah bagaimana orang-orang dari berbagai
tempat yang berbeda mulai saling bicara. Davidsion dan voss juga mengatakan
bahwa sebenarnya mengelola knowledge merupakan cara organisasi mengelola
karyawan mereka dan berapa lama mereka menghabiskan waktu untuk
menggunakan teknologi informasi.
Sangkala (2007) menjelaskan perbedaan generasi dari manajemen
pengetahuan, yaitu:
Generasi pertama, ditandai dengan meningkatnya masyarakat informasi.
kemampuan pemrosesan informasi melekat di dalam lingkungan sehari-hari dan
kemungkinan akan meluas kepada pendistribusian dan pemrosesan informasi.
Generasi kedua, ditunjukkan dengan komputer konvensional. Saat ini sudah
tidak lagi cukup untuk menangani tacit knowledge dan pengetahuan situsional.
Karena di masa depan, sistem komputer menyediakan informasi yang kontekstual
yang mampu mendukung pengguna bagi proses sense making (memaknai,
memahami, mengenali, mengerti dunia sekelilingnya melalui persentuhan dengan
berbagai institusi, media, pesan, dan situasi). Pandangan para konstruktivis juga
memperjelas bahwa akuisisi pengetahuan merupakan proses pembelajaran.
Sebagai bentuk pembelajaran, fenomena interaksi sosial, sistem informasi akan
mendukung pemobilisasian sumber daya sosial sebagai bagian dari proses
pembelajaran.
Generasi ketiga manajemen pengetahuan, gambaran pengetahuan akan
semakin meningkat penggunaannya di mana pengetahuan dapat di kelola. Bahkan
upaya empiris untuk menyimpan pengetahuan dalam sistem informasi sehingga
pengetahuan akan menjadi sesuatu yang fleksibel. Generasi ketiga juga akan lebih
menekankan kaitan antara pengetahuan dan tindakan.
2.2 Akuisisi Pengetahuan
Akuisisi pengetahuan merupakan kegiatan yang penting bagi organisasi.
Dengan hanya memanfaatkan pengetahuan-pengetahuan yang sudah ada, seberapa
keunggulan-keunggulan yang menjamin kelangsungan hidup organisasi di tengah
lingkungan yang dinamis.
Pengakuisisian (penambahan) pengetahuan dalam perspektif manajemen
pengetahuan pada dasarnya berorientasi pada penambahan pengetahuan. Misalnya
dengan mendapatkan, mencari, melahirkan, menciptakan, menangkap dan
berkolaborasi. Inovasi merupakan aspek lain dari pengakuisisian yang berarti
menciptakan pengetahuan baru dari penerapan pengetahuan yang telah ada.
Perbaikan dalam penggunaan pengetahuan yang sudah ada juga merupakan aspek
kunci pengakuisisian pengetahuan (Sangkala 2007).
Contoh yang paling sering digunakan dalam mengakuisisi pengetahuan
adalah dengan berkolaborasi atau menyewa seseorang yang menguasai
pengetahuan yang dibutuhkan oleh organisasi. Misalnya menyewa jasa sebuah
tempat pelatihan untuk men-training-kan para karyawan, sehingga organisasi
dapat mengakuisisi pengetahuan melalui dokumen atau sudah dalam bentuk
terkomputerisasi dan juga melalui rutinitas maupun proses yang melekat di dalam
perusahaan tempat pengetahuan tersebut di beli/di sewa.
2.3 Organisasi Pembelajar (Learning Organization)
Sangkala (2007) mendefinisikan organisasi pembelajar secara sistematis
sebagai organisasi yang belajar dengan sekuat tenaga, secara kolektif dan terus
menerus mengubah dirinya agar lebih baik dalam mengumpulkan, mengelola, dan
menggunakan pengetahuan bagi kesuksesan organisasi. Peter senge menjelaskan
memperluas kapasitasnya menciptakan hasil yang benar-benar mereka inginkan,
di mana pola-pola berpikir baru maupun perluasan pola berpikir dipelihara,
aspirasi kolektif disusun dengan leluasa, dan orang secara berkelanjutan belajar
mengenai bagaimana belajar secara bersama-sama.
Marquadt menggambarkan sistem model organisasi pembelajar secara
sistematis berupa gambar irisan antara: pembelajaran (learning), organisasi
(organization), anggota organisasi (people), pengetahuan (knowledge), dan
teknologi (technology) dengan pembelajaran berada di pusat irisan.
Organisasi Orang
Pengetahuan Tehnologi Pembelajaran
Gambar 2.3 Model Organisasi Pembelajar (Sumber: Sangkala 2007)
Gambar 2.3 pada hakikatnya menjelaskan bahwa proses pembelajaran juga
merupakan bagian dan harus terjadi baik dalam subsistem manusia, teknologi,
pengetahuan, dan organisasi. Jika proses pembelajaran dalam organisasi
pembelajar terjadi, maka akan terjadi perubahan persepsi, perilaku, kepercayaan,
mentalitas, strategi, kebijakan, dan prosedur baik yang berkaitan dengan manusia
2.4 Karakteristik Disiplin Organisasi Pembelajar
Peter senge dikutip setiarso (2009) menjelaskan diperlukan lima disiplin
yang dapat membentuk suatu tatanan organisasi yang berhasil untuk menjadi
organisasi pembelajar. Organisasi yang tidak memiliki salah satu atau beberapa
dari kelima disiplin ini akan mengalami kesulitan untuk berfungsi secara
maksimal. Kelima disiplin ini menjadi indikator adanya habitat yang kondusif
untuk terjadinya proses transformasi knowledge dari potensi individual menjadi
modal maya bagi organisasi. Dengan kata lain, kelima disiplin ini menjadi
lingkungan belajar bagi para anggota organisasi (karyawan) sehingga potensi
individu bisa menjadi modal yang baik bagi organisasi. Kelima disiplin itu adalah
sebagai berikut:
1. Dispilin Penguasaan Pribadi (Personal Mastery)
Penguasaan pribadi adalah suatu disiplin yang secara konsisten
memperluas dan memperdalam knowledge dan keahlian masing-masing,
memfokuskan seluruh usaha untuk mempertajam visi pribadi dan akan
membangun kemampuan untuk melihat kenyataan apa adanya, secara jujur
dan terbuka.
2. Disiplin Model Mental (Mental Model)
Model mental adalah suatu pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai
yang dimiliki dan dijunjung tinggi oleh seluruh anggota organisasi.
Disiplin ini berfokus pada upaya berbagi model mental di antara anggota
interaksi dan pertukaran atau kombinasi knowledge di antara anggota akan
menghasilkan tranformasi knowledge untuk membangun nilai tambah.
3. Disiplin Visi Bersama (Shared Vision)
Disiplin visi bersama merupakan kemampuan seluruh anggota organisasi
untuk menumbuhkan kesamaan pandangan tentang visi organisasi
kemudian meningkatkan komitmen pada pencapaian visi organisasi.
Fokusnya adalah untuk mengupayakan peningkatan seluruh karyawan agar
mau dan mampu menunjukkan usaha dan semangat untuk berkorban demi
kepentingan bersama agar organisasi dapat berumur panjang.
4. Disiplin Berpikir Sistemik ( System Thinking).
Disiplin berpikir sistemik merupakan kemampuan seluruh anggota
organisasi untuk berpikir dan bertindak secara sistemik dengan
menimbang berbagai permasalahan terkait secara menyeluruh dan
terintegrasi. Berfokus pada peningkatan kapasitas organisasi untuk mampu
melihat/mempelajari hubungan keterkaitan seluruh permasalahan dan
proses perubahan secara menyeluruh dan mampu merealisasikan secara
tuntas.
5. Disiplin Pembelajaran Tim ( Team Learning).
Disiplin pembelajaran tim merupakan disiplin seluruh anggota untuk
mampu dan mau berdialog dan bekerja sama secara sinergis. Belajar dalam
tim penting karena yang menjadi unit belajar fundamental dalam suatu
organisasi modern adalah tim, bukan individu. Apabila tim tidak dapat
Organisasi bisa disebut sebagai organisasi pembelajar (learning organization)
apabila organisasi tersebut melakukan lima kegiatan utama, yaitu: penyelesaian
masalah yang sistemik, bereksperimentasi secara kreatif, belajar dari pengalaman
masa lalu, belajar dari praktik organisasi lain yang telah sukses dan mentrasfer
knowledge secara tepat dan benar ke seluruh sumber daya yang ada di dalam
organisasi.
2.5 Analisa SWOT
Analisa SWOT adalah identifikasi dari berbagai faktor secara sistematis
untuk merumuskan strategi organisasi (Rangkuti, 2006). Analisa ini didasarkan
pada data yang di dapat untuk memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang
(Oppurtunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan yang
strategis selalu berkaitan dengan pengembangan keputusan strategis,
pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan organisasi.
Dengan demikian, untuk membuat suatu perencanaan yang strategis
(strategic planner) organisasi harus dapat menganalisa data-data (kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman) yang berkaitan dengan organisasi. SWOT
merupakan model yang sering digunakan dan salah satu alat analisa yang popular
dalam menganalisa untuk menentukan strategi organisasi.
Pada dasarnya analisa SWOT terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu
kekuatan dan kelemahan serta lingkungan eksternal terdiri dari peluang dan
ancaman.
1. Kekuatan (Strengths), merupakan kekuatan utama organisasi jika
dibandingkan dengan pesaingnya. Misalnya sumber daya, modal,
keterampilan, pengalaman, keunggulan persaingan dan penguasaan
pasar.
2. Kelemahan (Weaknesses), merupakan kelemahan dari organisasi.
Seperti, keterbatasan sumber daya, modal, pengalaman, dan kapabilitas
yang menghambat kinerja perusahaan.
3. Peluang (opportunitties), merupakan kesempatan atau situasi yang
penting yang dapat menguntungkan organisasi di dalam proses
bisnisnya.
4. Ancaman (Threats), merupakan situasi yang tidak menguntungkan
bagi organisasi dan dapat membawa dampak yang merugikan bagi
organisasi.
2.6 Matriks Threats-Opportunities-Weaknesses-Strengths (TOWS)
Menurut David dikutip oleh Suteja (2007), matriks Matriks Threats
-Opportunities-Weaknesses-Strengths (TOWS) merupakan perangkat pencocokan
yang penting yang dapat membantu manajer mengembangkan empat tipe strategi:
strategi SO (Strengths-Opportunities), strategi WO (Weaknesses-Opportunities),
Strategi SO atau strategi kekuatan-peluang, menggunakan kekuatan internal
organisasi untuk memanfaatkan peluang eksternal. Organisasi pada umumnya
akan menjalankan strategi WO, ST, atau WT supaya organisasi dapat masuk ke
dalam situasi di mana organisasi dapat menerapkan strategi SO. Jika organisasi
mempunyai kelemahan besar, maka organisasi akan berusaha keras untuk
mengatasinya dan membuatnya menjadi kekuatan. Jika menghadapi ancaman
besar, sebuah organisasi akan berusaha menghindarinya agar dapat memusatkan
perhatiannya pada peluang.
Strategi WO atau strategi kelemahan-peluang, bertujuan untuk memperbaiki
kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal. Misalkan untuk mencapai
tujuan sebagai sekolah yang bertaraf internasional, maka seluruh sumber daya di
sekolah diharapkan mampu paham dan berkomunikasi dengan bahasa asing, tetapi
mungkin masih ada guru/staf yang belum menguasai dengan baik. Salah satu
kemungkinan strategi WO adalah berkerjasama dengan sebuah lembaga dalam
melatih kemampuan guru/staf tersebut.
Strategi ST atau strategi kekuatan-ancaman, menggunakan kekuatan
organisasi untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal.
Misalkan ada perusahan pesaing yang meniru ide, inovasi, dan produk yang
dipatenkan di perusahaan AS menjadi sebuah ancaman bagi mereka yang ingin
menjual produk di Cina. Sedangkan strategi WT atau strategi kelemahan-ancaman
merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal
Untuk menggunakan table matriks TOWS, perlu di analisa dahulu strategi
Internal organisasi (kekuatan dan kelemahan) dan strategi eksternal organisasi
(peluang dan ancaman). Kemudian mencocokkan strategi internal dengan
eksternal sehingga menghasilkan strategi SO, WO, ST, dan WT.
Tabel 2.1 Matriks TOWS Internal
eksternal
Kekuatan (S) Kelemahan (W)
Peluang (o)
2.7 Knowledge Gap (Kesenjangan Pengetahuan) 2.7.1 Analisis Kesenjangan Pengetahuan
Menurut Thornton (1999) analisis kesenjangan adalah alat bisnis dan
metode penilaian yang berfokus pada kesenjangan antara kinerja perusahaan saat
ini dan kinerja yang diinginkan. Analisis kesenjangan mengevaluasi kinerja aktual
saat ini dan upaya perbaikan yang diperlukan untuk menutup kesenjangan kinerja
Manfaat dari analisis kesenjangan ini adalah membantu perusahaan yang
kinerjanya kurang baik karena tidak efisiennya penggunaan sumber daya atau
kegagalan untuk berinvestasi dengan benar dan meningkatkan produksi serta
kinerja. Selain itu, manfaat lain dari analisis kesenjangan adalah dapat mengukur
waktu, uang, dan sumber daya yang dibutuhkan untuk memenuhi potensi
organisasi dan mencapai keadaan yang diinginkan.
Menurut O‟Farrell (1999) analisis kesenjangan pengetahuan adalah alat
yang berguna untuk membantu perusahaan untuk tetap fokus pada gambaran
besar. Dengan mengidentifikasi dimana perusahaan saat ini berdiri dan dimana dia
ingin berada akan menjadi lebih mudah untuk mengidentifikasi cara untuk
mencapai tingkat pengetahuan yang diinginkan di seluruh perusahaan. Analisis
kesenjangan pengtahuan juga merupakan sebuah cara untuk melihat apa
sumber-sumber pengetahuan perusahaan atau individu yang ada. Pengetahuan ini
dibandingkan dengan tingkat target dan rencana dikembangkan untuk mencapai
tujuan.
Analisis kesenjangan pengetahuan digunakan untuk mengukur pengetahuan
yang dimiliki. Dengan melakukan analisis ini, perusahaan dapat memperoleh
pemahaman yang lebih baik dari basis pengetahuan yang saat ini telah tersedia
dan pengetahuan apa yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Selain itu, analisis
kesenjangan pengetahuan bermanfaat untuk mengeksekusi dan memahami dengan
mendirikan tujuan relatif terhadap tingkat pengetahuan saat ini dalam perusahaan,
2.7.2 Pengetahuan Wajib dan Pengetahuan Pilihan bagi Karyawan
Menurut Setiarso (2009), pengetahuan wajib didefinisikan sebagai
pengetahuan yang perlu dan harus dimiliki oleh karyawan untuk melaksanakan
tugasnya secara efektif dan efisien. Kriteria yang termasuk dalam pengetahuan
wajib adalah pengetahuan yang memiliki nilai kepentingan 3-4 dan/atau memiliki
nilai kesenjangan pengetahuan tertinggi. Sedangkan pengetahuan pilihan
didefinisikan sebagai pengetahuan pelengkap yang dapat membantu dalam
pelaksanaan tugas karyawan. Kriteria yang termasuk dalam pengetahuan pilihan
adalah pengetahuan dengan nilai kepentingan kurang dari tiga dan selain dari
pengetahuan dengan nilai kesenjangan tertinggi.
2.7.3 Kesenjangan Pengetahuan
Seringkali pengetahuan yang dimiliki karyawan tidak sesuai dengan yang
diinginkan oleh organisasi. Kondisi ini memungkinkan menculnya kesenjangan
pengetahuan di organisasi. Dengan dilakukannya suatu proses penilaian
kesenjangan pengetahuan di dalam suatu perusahaan, maka dapat diketahui
keadaan pengetahuan yang dibutuhkan dan pengetahuan yang sekarang tersedia
menurut Setiarso (2008). Sesudah pengetahuan yang dibutuhkan dapat
diidentifikasi maka dilakukan analisis kesenjangan pengetahuan berdasarkan
Gambar 2.4. Kerangka Kesenjangan Pengetahuan Zack (Sumber: Setiarso, 2008)
2.8 Strategi Pengelolaan Pengetahuan
Menurut Hansen et al dikutip oleh Munir (2008) cara organisasi mengelola
pengetahuan yang dimiliki dibagi atas dua ekstrim, yaitu strategi kodifikasi
(Codification Strategy) dan strategi personalisasi (Personalization Strategy). Bila
pengetahuan diterjemahkan dalam bentuk eksplisit secara berhati-hati (Codified)
dan disimpan dalam basis data sehingga pengguna yang membutuhkan dapat
mengakses pengetahuan tersebut, maka cara mengelola seperti itu dikatakan
menganut strategi kodifikasi. Strategi kodifikasi digunakan untuk menyimpan
pengetahuan di dalam empat penyimpanan yang terstruktur dari pengetahuan
sebagai database untuk penggunaan yang berulang-ulang. Davenport dan Prusak
dikutip oleh Tobing (2007) menyatakan bahwa tujuan kodifikasi adalah membuat
pengetahuan organisasi ke dalam suatu bentuk yang membuat pengetahuan
2.9 SSM (Soft System methodology)
Gambar 2.5 Model SSM P. Checkland
SSM (Soft System Methodology) merupakan suatu metode yang digunakan
untuk mendukung dan membuat suatu struktur dari hasil perbandingan antara
model asli dengan model yang diusulkan. Dikembangkan oleh Peter Checkland di
Inggris, Universitas Lancaster. SSM adalah pendekatan untuk pemodelan proses
di dalam organisasi dan lingkungannya dan sering digunakan untuk pemodelan
manajemen perubahan, di mana organsiasi pembelajar itu sendiri merupakan
manajemen perubahan. SSM dikelompokkan dalam “soft” operation research
tools, sebagai alternatif dari “hard” model matematik dan model keputusan
konvensional yang merupakan tools yang ada pada bidang operation research
(OR). SSM adalah sebuah metodologi untuk menganalisis dan pemodelan sistem
Dalam melakukan proses model P. Checkland (1960) menjelaskan ada
tujuh tahapan, yaitu:
Pertama, Identifikasi situasi permasalahan yang belum terstruktur. Pada langkah pertama ini situasi riil atau situasi yang berjalan di dalam organisasi dan
situasi sosial yang berhubungan dengan organisasi di identifikasi.
Kedua, situasi permasalahan diekspresikan. setelah mengidentifikasi situasi permasalahan yang ada di dalam organisasi, Kemudian
diekpresikan/digambarkan ke dalam rich picture sesuai dengan situasi
permasalahan yang ada. Analisa rich picture merupakan suatu cara untuk
mengindikasikan banyak elemen yang terjadi pada organisasi. Tehnik ini berusaha
untuk menggambarkan situasi yang sedang berlangsung, pemangku-pemangku
kepentingan dan isu-isu yang terjadi di dalam aktifitas sehari-hari di dalam
sekolah.
Ketiga, menganalisa root definition. Langkah ini mendefinisikan akar permasalahan dari langkah pertama dan kedua. Setiap permasalahan didefinisikan
ke dalam CATWOE untuk Mendefinisikan elemen-elemen yang berhubungan
dengan model yang akan di usulkan, yaitu:
C ( Customer) = Setiap orang yang merasakan dampak dari sistem.
A (Actors) = Individu yang nantinya melakukan aktifitas di dalam
sistem.
T (Transformation Process) = Proses yang mengubah Input menjadi
Output.
O (Owners) = orang yang dapat memulai/mematikan sistem.
E ( Environment Constrains) = sistem yang lebih besar di mana sistem
berada.
Keempat, membangun model konseptual. Dari permasalahan yang telah didefinisikan di dalam CATWOE kemudian dibangun sebuah model konseptual
untuk memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada.
Kelima, membandingkan model konseptual dengan situasi permasalahan. Pada langkah kelima ini, model konseptual dibandingkan dengan situasi
permasalahan yang telah diekspresikan ke dalam rich picture. Untuk di ambil
suatu usulan model yang relevan dengan organisasi.
Keenam, Mengusulkan model usulan. Setelah usulan model didapatkan, langkah selanjutnya adalah menguji model tersebut, melihat kelayakan, apakah
bisa dilanjutkan atau ada yang harus di ubah dan di sesuaikan kembali dengan
kondisi organisasi.
Ketujuh, implementasi sistem. Di tahap ini model yang sudah berhasil disetujui dan layak untuk di lakukan menjadi suatu role model atau bisa jadi
sebagai siklus baru dalam organisasi dalam menjalankan organisasinya
2.10 Pengukuran Data
Statistik merupakan salah satu alat bantu penelitian dalam menganalisis dan
mengukur data. Secara umum, pengertian statistik meliputi dua hal. Pertama
adalah sebagai kumpulan angka-angka. Dalam hal ini statistik dimaksudkan
pertandingan sepak bola adalah sekumpulan angka-angka yang menjelaskan hasil
pertandingan sepak bola dari beberapa klub. Kedua adalah statistik sebagai cabang
ilmu pengetahuan tentang pengumpulan, pengelompokkan, penyajian, analisis dan
interprestasi data untuk membantu pengambilan keputusan yang lebih efektif.
2.10.1 Jenis Statistik
Berdasarkan kegunaan dan teknik yang digunakan, statistik terbagi
menjadi dua jenis, yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial.
1. Statistik deskriptif
Bidang statistik yang berhubungan dengan metode pengelompokan,
peringkasan, dan penyajian data dalam cara yang lebih informatif. Pada
statistik jenis ini, penyajian data dalam bentuk gambaran angka-angka.
Teknik-teknik umum yang digunakan adalah analisis deskriptif yang
meliputi rata-rata, median, modus dan varians.
2. Statistik Inferensial
Teknik statistik yang berhubungan dengan analisis data untuk penarikan
kesimpulan atas data. Teknik statistik inferensial berhubungan dengan
pengolahan statistik sehingga dengan menggunakan hasil analisis tersebut
dapat ditarik kesimpulan atas karakteristik populasi. Teknik-teknik umum
yang dipakai meliputi uji hipotesis, analisis varians, dan teknik regresi dan
korelasi.
2.10.2 Jenis Data
Dalam penggunaan statistik, pasti akan selalu berhubungan dengan data.
1. Data Kualitatif
Jenis data yang mempunyai sifat non-angka. Pada data jenis ini, informasi
yang dihasilkan oleh data adalah informasi yang bukan angka-angka.
Misalnya data jenis kelamin, data tingkat pendidikan, dan data agama yang
di anut oleh penduduk.
2. Data Kuantitatif
Data yang berupa angka-angka. Pada data jenis ini, sifat informasi yang di
kandung oleh data berupa informasi angka-angka. Misalnya data jumlah
penduduk, jumlah pendapatan nasional, jumlah keluarga di suatu daerah.
Data kuantitatif bisa berupa variabel diskrit, yaitu variabel yang berasal
dari hasil penghitungan. Data diskrit merupakan data kuantitatif yang
mempunyai sifat bulat, tidak dalam bentuk pecahan, misalnya data jumlah
penduduk. Juga bisa berupa variabel kontinyu yang merupakan data yang
berasal dari hasil pengukuran. Hasil pengukuran tergantung pada
keakuratan alat ukur yang digunakan. Data tinggi badan, data suhu, dan
data kelembaban udara adalah beberapa contoh data kontinyu. Data ini
bisa berbentuk pecahan, misalkan tinggi badan seorang balita adalah
35cm. tinggi badan ini bisa 35,2cm atau 35,25 cm tergantung pada
keakuratan alat ukur yang digunakan.
2.10.3 Pengujian Kuesioner
Pada penyusunan kuesioner, salah satu kriteria kuesioner yang baik adalah
validitas dan realibilitas kuesioner dinyatakan valid. tujuan pengujian validitas
susun akan benar-benar baik dalam mengukur gejala dan menghasilkan data yang
valid.
1. Uji validitas
Validitas adalah ukuran yang menunjukkan sejauh mana instrumen
pengukur mampu mengukur apa yang ingin diukur. Jika misalkan alat ukur
nya adalah meteran, maka validitas alat ini adalah sejauh mana alat ini
mampu mengukur jarak suatu titik. Begitu juga misalkan menyusun
kuesioner kepuasan pelanggan, maka validitas kuesioner adalah sejauh
mana kuesioner mampu mengukur kepuasan pelanggan. Terdapat beberapa
jenis validitas:
- Validitas konstruksi, suatu kuesioner yang baik harus dapat mengukur dengan jelas kerangka dari penelitian yang akan dilakukan.
Jadi misalkan akan mengukur konsep tentang kepuasan pelanggan,
maka kuesioner tersebut dikatakan valid jika mampu menjelaskan dan
mengukur kerangka konsep kepuasan pelanggan.
- Validitas Isi, adalah suatu alat yang mengukur sejauh mana kuesioner atau alat ukur tersebut mewakili semua aspek yang dianggap sebagai
kerangka konsep. Misalkan menggunakan beberapa sampel terhadap
pelanggan produk X.
- Validitas Prediktif, adalah kemampuan dari kuesioner dalam memprediksi perilaku dari konsep.
Untuk melakukan uji validitas, metode yang dilakukan adalah dengan
pertanyaan secara keseluruhan. Tahap-tahap yang harus dilakukan dalam
melakukan pengujian validitas adalah:
1. Mendefinisikan secara operasional suatu konsep yang akan diukur.
Jadi untuk menguji validitas suatu konsep, tahap awal yang harus
dilakukan adalah menjabarkan konsep dalam suatu definisi
operasional (berupa tabel angka-angka hasil kuesioner).
2. Melakukan uji coba pada beberapa responden. Tergantung dari sampel
yang digunakan.
3. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban.
4. Menghitung nilai korelasi antara masing-masing skor butir jawaban
dengan skor total dari butir jawaban.
2. Uji realibilitas.
Apabila suatu alat pengukuran telah dinyatakan valid, maka tahap
selanjutnya adalah mengukur realibilitas dari alat tersebut. Realibilitas
adalah ukuran yang menunjukkan konsistensi dari alat ukur dalam
mengukur gejala yang sama di lain kesempatan. Misalkan memiliki
kuesioner yang mengukur kepuasan pelanggan, maka hasil tersebut akan
sama jika digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan pada penelitian
yang lain. Setelah di uji validitas, maka di uji realibilitas. Pengukuran
realibilitas dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Repeated measure atau pengukuran berulang. Pengukuran dilakukan