• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Imeum Mukim Terhadap Perencanaan Partisipatif Masyarakat Kemukiman Blang Siguci Kec. Idi Tunong Kab. Aceh Timur Provinsi Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Imeum Mukim Terhadap Perencanaan Partisipatif Masyarakat Kemukiman Blang Siguci Kec. Idi Tunong Kab. Aceh Timur Provinsi Aceh"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN IMEUM MUKIM TERHADAP PERENCANAAN

PARTISIPATIF MASYARAKAT KEMUKIMAN BLANG SIGUCI KEC. IDI TUNONG KAB. ACEH TIMUR PROVINSI ACEH

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar S-1

Oleh

070921006 SUDIRMANTO

DEPARTEMEN ADMINISTRASI NEGARA PROGRAM EKSTENSI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERANAN IMEUM MUKIM TERHADAP PERENCANAAN

PARTISIPATIF MASYARAKAT KEMUKIMAN BLANG SIGUCI KEC. IDI TUNONG KAB. ACEH TIMUR PROVINSI ACEH

SUDIRMANTO 070921006

Departemen Ilmu Administrasi Negara Ekstensi

ABSTRAK

Perencanaan Partisipatif merupakan adalah suatu proses untuk menghasilkan rencana yang dilakukan oleh semua pihak yang terkait dalam suatu bidang dan berbagai pihak merencanakan secara bersama-sama dan terbuka. Tokoh Utama dalam perencanaan Partisipatif di Kemukiman adalah Imeum Mukim yang berperan dalam memberdayakan masyarakat dan membuat perencanaan untuk Kemukiman. Tulisan ini merupakan kajian tentang peranan Imeum Mukim terhadap perencanaan partisipatif masyarakat.

Penelitian dilakukan di Kemukiman Blang Siguci Kec. Idi Tunong Kab. Aceh Timur Provinsi Aceh yang merupakan suatu kajian Deskriptif Kualitatif yaitu suatu kajian dengan memanfaatkan data – data yang ada, wawancara mendalam dengan informan kunci dan kuesioner terbuka untuk mengumpulkan data dari masyarakat (sebagai informan biasa).

Secara keseluruhan pelaksanaan perencanaan partisipatif masih berjalan kurang baik karena terdapat beberapa hambatan seperti kurangnya sosialisasi tentang perencanaan partisipatif, pedoman perencanaan partisipatif yang belum ada, kantor Imeum Mukim belum ada sehingga susah dalam mengurus masalah administrasi atau yang berkenaan dengan pemerintahan Imeum Mukim.

Jika dilihat dari Penerimaan Pemerintahan Imeum Mukim yang tinggi dari masyarakat menjadi modal tersediri dalam menyukseskan berbagai perencanaan yang melibatkan masyarakat. Karena masyarakat masih mendukung penuh adanya pemerintahan Imeum Mukim yang bisa ditandai dengan tingginya tingkat penerimaan kuputusan Imeum Mukim oleh masyarakat. Kepercayaan penuh tersebut ikut menjamin berperan penuhnya Imeum Mukim dalam berbagai perencaan pembangunan Kemukiman.

Kata Kunci :

(3)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Kerangka Teori ... 6

1.5.1 Perencanaan... 7

1.5.2 Partisipasi ... 9

1.5.3 Perencanaan Partisipatif ... 14

1.5.4 Pemberdayaan Masyarakat ... 16

1.5.5 Imeum Mukiem ... 18

1.6 Definisi Konsep... 26

1.7 Definisi Operasional ... 27

1.8 Sistematika Penulisan ... 28

BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Bentuk Penelitian ... 30

2.2 Lokasi Penelitian ... 30

2.3 Informan Penelitian ... 30

2.4 Teknik Pengumpulan Data ... 31

2.5 Teknik Analisa Data ... 32

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 3.1 Gambaran Lokasi Penelitian ... 33

(4)

3.3 Kedudukan, Tugas Dan Fungsi Mukim ... 37 3.4 Organisasi Dan Kelengkapan Mukim ... 38

BAB IV PENYAJIAN DATA

4.1 Deskripsi Data Identitas Informan/ Partisipan ... 41

4.2 Deskripsi Data Variabel Penelitian ... 46 BAB V ANALISA DATA ... 61

BAB VI PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 67 5.2 Saran ... 68

(5)

PERANAN IMEUM MUKIM TERHADAP PERENCANAAN

PARTISIPATIF MASYARAKAT KEMUKIMAN BLANG SIGUCI KEC. IDI TUNONG KAB. ACEH TIMUR PROVINSI ACEH

SUDIRMANTO 070921006

Departemen Ilmu Administrasi Negara Ekstensi

ABSTRAK

Perencanaan Partisipatif merupakan adalah suatu proses untuk menghasilkan rencana yang dilakukan oleh semua pihak yang terkait dalam suatu bidang dan berbagai pihak merencanakan secara bersama-sama dan terbuka. Tokoh Utama dalam perencanaan Partisipatif di Kemukiman adalah Imeum Mukim yang berperan dalam memberdayakan masyarakat dan membuat perencanaan untuk Kemukiman. Tulisan ini merupakan kajian tentang peranan Imeum Mukim terhadap perencanaan partisipatif masyarakat.

Penelitian dilakukan di Kemukiman Blang Siguci Kec. Idi Tunong Kab. Aceh Timur Provinsi Aceh yang merupakan suatu kajian Deskriptif Kualitatif yaitu suatu kajian dengan memanfaatkan data – data yang ada, wawancara mendalam dengan informan kunci dan kuesioner terbuka untuk mengumpulkan data dari masyarakat (sebagai informan biasa).

Secara keseluruhan pelaksanaan perencanaan partisipatif masih berjalan kurang baik karena terdapat beberapa hambatan seperti kurangnya sosialisasi tentang perencanaan partisipatif, pedoman perencanaan partisipatif yang belum ada, kantor Imeum Mukim belum ada sehingga susah dalam mengurus masalah administrasi atau yang berkenaan dengan pemerintahan Imeum Mukim.

Jika dilihat dari Penerimaan Pemerintahan Imeum Mukim yang tinggi dari masyarakat menjadi modal tersediri dalam menyukseskan berbagai perencanaan yang melibatkan masyarakat. Karena masyarakat masih mendukung penuh adanya pemerintahan Imeum Mukim yang bisa ditandai dengan tingginya tingkat penerimaan kuputusan Imeum Mukim oleh masyarakat. Kepercayaan penuh tersebut ikut menjamin berperan penuhnya Imeum Mukim dalam berbagai perencaan pembangunan Kemukiman.

Kata Kunci :

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pada masa Kerajaan Aceh, struktur pemerintahan dibagi dalam lima tingkatan, yaitu : (1) Sultan yang memimpin kerajeun dan daerah taklukannya, serta mengkoordinir para Ulee Balang, (2) Panglima Sagoe yang membawahi beberapa

daerah Ulee Balang. (3) Ulee Balang mengkoordinir beberapa mukim, (4) Imeum mukim yang membawahi beberapa gampong, dan (5) Geusyiek yang memimpin

gampong sebagai unit pemerintahan terendah. Mukim terbentuk bersamaan dengan masuknya Islam ke Aceh. Keberadaannya memiliki dasar yang kuat baik untuk pengaturan kehidupan sosial (adat) maupun untuk kehidupan beragama (hukom), dan

juga kemudian pemerintahan. (Said, 1981 :403)

Pada masa kolonial Belanda keberadaan Imeum Mukim tetap diakui, bahkan

diatur secara khusus dalam Besluit van den Governeur General van Nederland Indie van 18 November 1937 Nomor 8, dengan nama Imeumschaap. Masa penjajahan

Jepang, pemerintahan oleh Imeum Mukim pun tetap diakui berdasarkan Osamu Seirei

Nomor 7 Tahun 1944. (Syahbandir, 1995: 3)

Setelah Indonesia Merdeka ketentuan-ketentuan tentang pemerintahan mukim

tetap diberlakukan, yaitu berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi “Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut

Undang-Undang Dasar ini”. Untuk mempertahankan kedudukan mukim dalam struktur

pemerintahan desa, Keresidenan Aceh mengeluarkan Peraturan Keresidenan Aceh

(7)

Pemerintahan Mukim diberlakukan untuk seluruh Aceh. Akan tetapi kedudukannya tidak lagi berada di bawah Ulhee Balang, karena lembaga ini sudah dihapus dengan

kedua peraturan tersebut di atas, melainkan berada di bawah camat dan membawahi beberapa gampong. (Amin, 1978: 40)

Pada masa rezim Orde Baru, penyelenggaraan pemerintahan berlangsung secara sentralistik, yang diikuti dengan politik hukum univikasi untuk seluruh wilayah Indonesia. Sehingga, dengan paradigma seperti ini, maka sistem pemerintahan di

daerah diupayakan berlangsung secara seragam se-Indonesia. Diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah, dan Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, keberadaan pemerintahan Mukim ini tidak lagi mendapat pengakuan dari pemerintah. Dengan demikian, mukim tidak lagi berkedudukan sebagai unit pemerintahan dalam struktur pemerintahan di

Aceh. Namun dalam prakteknya ternyata pemberlakuan kedua undang-undang tersebut tidak serta merta dapat menghapuskan keberadaan lembaga adat mukim yang

ada di Aceh.

Pemerintah Daerah lstimewa Aceh mengeluarkan Peraturan Daerah Tentang Pembinaan dan Pengembangan Adat Istiadat, kebiasaan-kebiasaan masyarakat beserta

Lembaga Adat di Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Dalam Pasal 5 Perda Nomor 2 Tahun 1990 ditentukan bahwa "Kedudukan Imeum Mukim diakui dan diberikan

kedudukan sebagai koordinator Kepala Desa dan Kepala Kelurahan dan Lembaga Adat sepanjang yang menyangkut hukum adat, adat istiadat dan kebiasaan masyarakat". Kemudian diperkuat lagi dengan dikeluarkannya Peraturan daerah

(8)

Seiring dengan berjalannya proses reformasi sistem pemerintahan di Indonesia, pemerintah memberlakukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah dan telah diperbaharui dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang ini memberikan

semangat baru untuk menghidupkan kembali sistem adat dan kelembagaan pada tingkat gampong di Aceh. Khusus bagi Aceh, dalam rangka penyelesaian konflik, Pemerintah memberlakukan pula Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang

Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Penyelenggaraan keistimewaan tersebut menurut Pasal 3 ayat (2) meliputi: (1) penyelenggaraan

kehidupan beragama, (2) penyelenggaraan kehidupan adat, (3) penyelenggaraan pendidikan, dan (4) peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah. Berdasarkan ketentuan di atas jelaslah bahwa undang-undang ini kembali memperkuat keberadaan

lembaga adat, termasuk lembaga adat Mukim.

Selanjutnya, melalui Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001

tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Pemerintahan Mukim dimasukkan kembali dalam struktur pemerintahan di Aceh. Pengukuhan keberadaan mukim semakin kuat

dengan diundangkannya Qanun (Perda) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Mukim.

Setelah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tersebut dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), keberadaan mukim sebagai unit pemerintahan kembali mendapat pengakuan,

(9)

Dengan telah dinyatakannya mukim sebagai penyelenggara pemerintahan dalam peraturan perundang-undangan (UU dan Qanun/Perda), maka keberadaan

Imeum Mukim mendapat pengakuan dan pengukuhannya dalam hukum positif Indonesia. Dengan demikian, keberadaannya tidak saja hanya diakui dalam tataran

sosial budaya masyarakat Aceh, tetapi juga telah diadopsi kedalam tataran juridis formal. Sehingga, keberlakuan dan penegakan hukumnya telah mendapat dukungan kuat dari institusi resmi negara dan pemerintahan.

Masyarakat Aceh mempunyai hubungan yang erat dengan lembaga imeum mukim. Karena mereka mengenal imeum mukiem dan lebih terbuka dalam

merencanakan atau mendiskusikan berbagai hal yang menyangkut kepentingannya dengan Imeum Mukim. Dengan demikian diharapkan Imeum Mukim dapat berperan dalam mengajak masyarakat untuk menghasilkan suatu rencana yang dilakukan oleh

semua pihak yang terkait dalam suatu bidang dan berbagai pihak merencanakan secara bersama-sama.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan mengungkapkannya dalam bentuk skripsi dengan judul: “Peranan Imeum Mukim Terhadap Perencanaan Partisipatif Masyarakat

Kemukiman Blang Siguci Kec. Idi Tunong Kab. Aceh Timur Provinsi Aceh”

1.2Perumusan Masalah

Agar penelitian dapat dilaksanakan sebaik-baiknya, maka penulis harus merumuskan masalahnya sehingga menjadi jelas dimana harus memulai, kemana

harus pergi, dan dengan apa ia melakukan penelitian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perumusan masalah penting dilakukan agar jelas arah suatu

(10)

Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang masalah, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Peranan

Imeum Mukim Terhadap Perencanaan Partisipatif Masyarakat Kemukiman Blang Siguci Kec. Idi Tunong Kab. Aceh Timur Provinsi Aceh”

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya sesuatu

yang dapat diperoleh setelah penelitian selesai. Dengan demikian pada dasarnya tujuan penelitian memberikan informasi mengenai apa yang akan diperoleh setelah

selesai melakukan penelitian. (Hasan,2002: 44)

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui sejauh mana peranan Imeum Mukim di Kemukiman Blang

Siguci Kec. Idi Tunong Kab. Aceh Timur Provinsi Aceh.

2. Untuk mengetahui bagaimana perencanaan partisipatif masyarakat di

Kemukiman Blang Siguci Kec. Idi Tunong Kab. Aceh Timur Provinsi Aceh. 3. Untuk mengetahui bagaimana peranan Imeum Mukim terhadap perencanaan

partisipatif masyarakat Kemukiman Blang Siguci Kec. Idi Tunong Kab. Aceh

Timur Provinsi Aceh. 1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Secara Subjektif, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk melatih,

meningkatkan, dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis,

dan metedologis penulis dalam menyusun suatu wacana baru dalam memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan wawasan khususnya mengenai

(11)

2. secara praktis, penelitian ini menjadi sumbangan pemikiran bagi Imeum

Mukim di Kemukiman Blang Siguci Kec. Idi Tunong Kab. Aceh Timur

Provinsi Aceh mengenai peranan dalam membuat perencanaan partisipatif masyarakat.

3. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan

memperkaya ragam penelitian yang telah dibuat oleh para mahasiswa bagi Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara Medan.

1.5Kerangka Teori

Sebagai titik tolak atau landasan berfikir dalam menyoroti atau memecahkan masalah perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu. Landasan teori perlu

ditegakkan agar penelitian mempunyai dasar yang kokoh dan bukan sekedar perbuatan coba-coba (trial and error). (Sugiyono, 2004: 55)

Menurut Hoy dan Miskel (dalam Sugiyono, 2004: 55) teori adalah seperangkat konsep, asumsi dan generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam berbagai organisasi. Sebelum melakukan penelitian yang

lebih lanjut seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang

dipilihnya. Dalam penelitian ini yang menjadi kerangka teorinya adalah sebagai berikut:

1.5.1. Perencanaan

Perencanaan adalah suatu proses atau kegiatan dalam rangka menyusun

(12)

a. Perencanaan Komprehensif

Perencanaan komprehensif atau perencanaan agregatif, meliputi perencanaan

semua aspek secara holistik mengikutsertakan model – model pertumbuhan yang memproyeksikan pertumbuhan variabel-variabel ekonomi seperti pendapatan

nasional, pengeluaran pemerintah, konsumsi, tabungan, investasi, impor, ekspor, kesempatan kerja, jumlah permintaan, jumlah penawaran, tingkat bunga, perpajakan. Sasarannya meliputi sektor pemerintah dan swasta. (Kunarjo, 1996: 11)

b. Perencanaan Parsial

Perencanaan ini dimulai secara bagian per bagian melalui pembangunan

proyek-proyek. Investasi pada proyek kadang – kadang sulit dihubungkan dengan perencanaan komprehensif. Biasanya ditujukan untuk menanggulangi sasaran jangka pendek, misalkan meningkatkan ekspor atau penanggulangan bencana alam.

(Kunarjo, 1996: 12).

c. perencanaan dari atas ke bawah (top down planning)

Yang disebut “atas” disini dapat berarti Pemerintah Pusat atau unit Perencanaan Nasional atau dapat juga berarti perencanaan makro. Sebaliknya yang disebut “bawah” dapat berarti Pemerintah Daerah/ Departemen atau dapat juga berarti

perencanaan mikro. Perencanaan ini adalah sistem perencanaan yang sasarannya ditetapkan dari tingkat nasional secara sentralistik atau dalam tingkat makro kemudian

setelah itu dijabarkan ke dalam sasaran mikro atau dalam perencanaan tingkat daerah. Kelemahannya adalah bahwa model ini menciptakan program atau proyek – proyek yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam menentukan pilihan program

proyek.

(13)

Perencanaan tingkat mikro, baik proyek dan program biasanya dilaksanakan untuk menunjang sasaran perencanaan makro. Dengan demikian rencana pembiayaan

untuk pelaksanaan perencanaan mikro seharusnya konsisten dengan pencapaian sasaran makro. Pada perencanaan ini, proyek – proyek yang diusulkan biasanya terdiri

atas proyek – proyek yang telah dinilai dan dianggap sesuai.

Kelebihan dari sistem ini adalah bahwa karena ada partisipasi dari masyarakat maka rencana akan sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat dan akan didukung

dalam implementasinya. Masyarakat ikut bertanggung jawab dan akan merasa memiliki. Perencanaannya mempunyai potensi untuk dapat meningkatkan

kesejahteraan. (Kunarjo, 1996: 13)

Perencanaan yang baik mempunyai beberapa persyaratan sebagai berikut: 1. Didasari tujuan pembangunan, biasanya mencakup hal-hal pokok seperti:

a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

b. Meningkatkan pemerataan pendapatan masyarakat.

c. Meningkatkan kesempatan kerja.

d. Meningkatkan pemerataan pembangunan antar daerah.

2. Konsisten dan Realistis a. Keadaan sekarang.

b. Keberhasilan dan kegagalan di waktu yang lampau.

c. Potensi yang ada.

d. Kemampuan merealisirkan potensi.

e. Kendala.

3. Pengawasan yang kontinyu

Perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan adalah tiga unsur yang tidak dapat

(14)

penyimpangan-penyimpangan yang justru akan merugikan perencanaan itu sendiri. (Kunarjo, 1996: 14 – 25)

1.5.2 Partisipasi

Partisipasi berasal dari kata participation, yang berarti ‘take a part’, terjemahan bebasnya dapat disampaikan adalah ‘ambil bagian atau melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain’. Partisipasi juga diartikan sebagai peran

serta. Arti partisipasi dihubungkan dengan masalah sosial adalah suatu keadaan dimana seseorang ikut merasakan sesuatu bersama-sama dengan orang lain sebagai

akibat adanya interaksi sosial.

Sementara itu Koentjaraningrat (1972) menyatakan bahwa partisipasi berarti memberikan sumbangan dalam turut menentukan arah atau tujuan pembangunan,

dimana ditekankan bahwa partisipasi adalah hak dan kewajiban masyarakat untuk terlibat dalam suatu tindakan atau kegiatan. Partisipasi dapat dibagi dalam dua tipe

yaitu partisipasi dalam aktivitas/kegiatan bersama dalam proyek pembangunan yang khusus dan partisipasi sebagai individu diluar aktivitas bersama dalam pembangunan.

Tipe partisipasi yang pertama masyarakat diajak, dipersuasi, diperintahkan

ataupun dipaksa oleh pejabat pemerintah yang berwenang untuk berpartisipasi dalam menyumbangkan harta atau tenaganya kepada proyek pembangunan, yang biasanya

bersifat fisik. Sedangkan dalam bentuk partisipasi yang kedua, partisipasi terjadi dan tumbuh berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang sifatnya memerlukan kesadaran. Dalam hal ini persuasi dan penerangan yang intensif sangat penting peranannya dan

baru dapat berhasil kalau ada kerjasama yang baik serta adanya pengertian antara pejabat pemerintah dengan masyarakatnya.

(15)

1. Partisipasi Pasif yaitu orang-orang berpartisipasi setelah diberitahu apa yang

sudah dan akan terjadi. Hal ini merupakan suatu penyampaian yang sifatnya

unilateral oleh sebuah manajemen administrasi atau proyek tanpa mendengar orang lain. Informasi yang disampaikan hanya berasal dari para profesional

dari luar.

2. Partisipasi dalam pemberian informasi yaitu orang-orang berpartisipasi

dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti yang

cermat dengan menggunakan cara penelitian kuesioner atau pendekatan serupa. Orang-orang tidak punya kesempatan untuk mempengaruhi cara

kerja, dimana temuan-temuan dari penelitian tidak diumumkan atau diuji ketepatannya.

3. Partisipasi dengan cara konsultasi yaitu orang-orang berpartisipasi dengan

cara dihubungi/diajak konsultasi dan orang dari luar mendengar pandangan – pandangan orang lain. Para profesional luar mendefinisikan

masalah-masalah dan solusi, dan mungkin melakukan modifikasi dengan mempertimbangkan tanggapan dari orang lain. Proses konsultasi seperti itu tidak mengakui adanya andil dalam pengambilan keputusan, dan para

profesional tidak diwajibkan untuk mempertimbangkan pandangan orang lain.

4. Partisipasi demi intensif material yaitu orang-orang berpartisipasi dengan

menyediakan sumber daya, misalnya tenaga kerja, sebagai pengganti makanan, uang atau insentif barang lainnya. Banyak penelitian di daerah

(16)

Seringkali kita melihat ini disebut sebagai partisipasi, namun orang-orang tidak punya pegangan.

5. Partisipasi fungsional yaitu orang-orang berpartisipasi dengan membentuk

kelompok-kelompok untuk mencapai sasaran yang ditetapkan sebelumnya

sehubungan dengan proyek yang dapat melibatkan pengembangan atau promosi dari organisasi sosial yang berdirinya adalah atas inisiatif orang luar. Keterlibatan semacam itu tidak cenderung terjadi pada fase awal dari

siklus atau perencanaan proyek, tetapi lebih setelah dibuatnya keputusan-keputusan penting. Institusi ini cenderung bergantung pada inisiator atau

fasilitator dari luar, tetapi bisa mandiri.

6. Partisipasi interaktif yaitu orang-orang berpartisipasi dalam analisa secara

bersama, yang menuju pada rencana tindakan dan pembentukan institusi

lokal yang baru atau penguatan dari yang sudah ada. Ada kecenderungan untuk melibatkan metodologi antar disiplin ilmu yang mencari perspektif

ganda/multiple dan menggunakan proses pembelajaran yang sistematis dan terstruktur. Kelompok-kelompok ini memegang kendali atas keputusan-keputusan lokal, dengan demikian orang-orang mempunyai pegangan dalam

mempertahankan struktur dan praktek.

7. Mobilisasi pribadi yaitu orang-orang berpartisipasi dengan mengambil

inisiatif secara independen/ tidak tergantung pada institusi luar untuk merubah sistim-sistim. Mereka membuat kontrak dengan institusi-institusi luar dengan sumberdaya-sumberdaya dan penasehat teknis yang mereka

(17)

seperti itu dan tindakan bersama, boleh atau tidak menentang distribusi kekayaan dan kekuasaan yang sudah ada tetapi tidak adil.

Menurut Sutrisno (1995), manfaat partisipasi masyarakat yaitu :

1. Masyarakat mendapat informasi mengenai rencana pembangunan

didaerahnya.

2. Masyarakat dapat menyampaikan informasi dan pendapatnya.

3. Pemerintah mendapat informasi dari masyarakat sehingga

kebijaksanaan atau keputusan yang akan diambil akan lebih tepat, karena didalam informasi tersebut sering ditemukan masalah-masalah

yang penting bagi masyarakat.

4. Masyarakat akan dapat menyiapkan diri dalam menerima manfaat

tersebut (dampak positif) dan ikut menekan atau menghindari terkena

dampak positif.

Menurut DFID, manfaat pendekatan partisipatif yaitu:

1. Perencanaan dan pelaksanaan program atau proyek akan lebih sesuai dengan

kondisi nyata (sosio-ekonomi, budaya, wacana, latar belakang masyarakat) serta kebutuhan/masalah yang dihadapi semua oleh pihak yang terlibat

didalamnya serta sumberdaya yang tersedia, sehingga pelaksanaan kegiatan lebih bersifat terdesentralisasi dan unik untuk setiap lokasi.

2. Menimbulkan rasa memiliki dan tanggung jawab dari berbagai pihak terkait

yang terlibat baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanan program sehingga hasil kegiatan atau program lebih berkelanjutan dan langgeng.

3. Memberdayakan semua pihak (stakeholder) yang terlibat karena adanya

keterlibatan aktif dalam proses khususnya dalam proses pengambilan

(18)

4. Pelaksanaan kegiatan lebih objektif dan fleksibel sesuai dengan kondisi nyata

yang dihadapi berdasarkan sudut pandang yang berbeda.

5. Timbulnya transparansi karena adanya kebutuhan distribusi informasi dan

kewenangan dalam proses pengambilan keputusan yang tepat dan cepat.

6. Pelaksanaan proyek atau program lebih terfokus dan berorientasi kepada

permasalahan masyarakat.

Kemungkinan muncul masyarakat yang tidak mau mendukung dan tidak mau

berpartisipasi dalam suatu program, hal itu disebabkan oleh beberapa hal: 1. Masyarakat tidak diikutsertakan sejak penyusunan rancangan.

2. Masyarakat kurang diberikan kesempatan, peluang dan penghargaan terhadap

partisipasi yang layak diberikannya.

3. Pemeran atau pelaku partisipasi dicurigai akan mengambil keuntungan pada

proses kegiatan pembangunan.

4. Tingkat kehidupan dan penghidupan masyarakat yang terbatas, sehingga tidak

mampu memberikan hasil yang diharapkan dalam pelaksanaan pembangunan. 5. Tata nilai dan adat budaya masyarakat yang masih perlu dibenahi. (Herbowo,

2001: 79)

1.5.3 Perencanaan Partisipatif

Perencanaan partisipatif adalah suatu proses untuk menghasilkan rencana yang dilakukan oleh semua pihak yang terkait dalam suatu bidang dan pihak-pihak merencanakan secara bersama-sama dan terbuka.

Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan partisipatif, antara lain:

(19)

2. Sebagian besar masyarakat atau kelompok terlibat dalam pengambilan

keputusan dan prosesnya. Termasuk yang terabaikan kalau berminat dan akan

dipengaruhi oleh hasil perencanaan.

3. Tujuan dari perencanaan tersebut harus lebih cenderung kepada kemandirian

masyarakat dan pada ketergantungan pada pihak lain.

4. Manfaat dari hasil perencanaan berkelanjutan dan bukan hanya sesaat.

5. Menggunakan bahan/sumber daya lokal sejauh mungkin.

6. Tidak merugikan orang lain yang tidak terlibat dalam prosesnya.

Perencanaan partisipatif dapat dimulai dari penjajagan

kebutuhan/permasalahan dan potensi sampai dengan penentuan dan perumusan tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu proses perencanaan partisipatif terdiri dari beberapa langkah, yaitu:

1. Identifikasi masalah, potensi dan peluang. 2. Prioritaskan masalah, potensi dan peluang.

3. Menganalisa masalah, potensi dan peluang.

4. Menentukan pemecahan terhadap masalah tersebut.

5. Membuat suatu perencanaan untuk melaksanakan kegiatan pemecahan untuk

menghindari masalahnya.

Adapun ciri-ciri perencanaan partisipatif antara lain, yaitu:

1. Adanya hubungan yang erat antara masyarakat dengan kelembagaan secara

terus-menerus.

2. Masyarakat atau kelompok masyarakat diberi kesempatan untuk menyatakan

permasalahan yang dihadapi dan gagasan-gagasan sebagai masukan berharga. 3. Proses berlangsungnya berdasarkan kemampuan warga masyarakat itu sendiri.

(20)

5. Warga masyarakat mendapat manfaat dari hasil pelaksanaan perencanaan.

(Herbowo, 2001: 78)

1.5.4 Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan merupakan suatu proses yang pada hakikatnya bertujuan untuk terwujudnya perubahan. Oleh karena itu, mulai dari titik mana kita melihat bahwa individu tegerak ingin melakukan suatu sikap dan perilaku kemandirian, termotivasi,

dan memiliki ketrampilan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan dalam rambu-rambu nilai/norma yang memberikannya rasa keadilan dan kedamaian dalam

mencapai tujuan bersama untuk kesejahteraan.

Pemberdayaan pada awalnya digerakkan oleh kebutuhan organisasi atau komunitas yang berbeda. Harapan dari suatu organisasi pada prinsipnya cenderung

diarahkan pada produktivitas, karena pemberdayaan akan meningkatkan produktivitas individu, maka perhatian utama adalah fleksibilitas, daya tanggap pelanggan dan

kualitas yang merupakan tujuan dari kebanyakan organisasi modern yang mengadopsi pemberdayaan sebagai suatu kebijakan.

Dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat yang dinamis, pemberdayaan

lebih merupakan suatu upaya untuk memberikan kemampuan sekaligus kesempatan kepada masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam proses pembangunan.

Untuk melaksanakan proses pemberdayaan, hal-hal yang perlu diperhatikan, adalah:

1. Pemimpin harus memiliki pemahaman yang jelas mengenai konsep

pemberdayaan.

2. Konsep pemberdayaan mengasumsikan adanya perubahan dalam budaya,

(21)

3. Pemimpin, kaum birokrat, manajer, harus memiliki kesadaran dalam dirinya,

bahwa dalam implementasi dari konsep-konsep pemberdayaan, pada akhirnya

akan terjadi perubahan peran, yang berimbas pada peran mereka mungkin berkurang.

4. Individu, kelompok, dan masyarakat luas, harus siap merubah dirinya dan

menghilangkan pengkondisian mental, hambatan mental, dan kenyamanan yang ada dalam diri mereka.

5. Proses pemberdayaan bukan suatu pendekatan yang seketika, namun

membutuhkan waktu dan energi dalam pendekatannya, karena pemberdayaan

bertujuan menangkap pikiran dan hati orang, sehingga hal itu sangat sulit ketika dalam proses pemberdayaan menghadapi kondisi keprihatinan, kecemasan dan adanya perasaan takut dari orang-orang akan kehilangan

pekerjaannya.

Pada era globalisasi dan perkembangan teknologi dan informasi, masalah

persaingan dan kerjasama menjadi isu kompetisi yang penting. Gerakan ini cenderung memperjuangkan ruang gerak yang lebih terbuka untuk menciptakan legitimasi pemerintah terhadap arti pentingnya inisiasi lokal. Perubahan paradigma

pembangunan kearah semakin dominan dan/atau eksisnya peran serta masyarakat yang menuntut adanya kesiapan masyarakat.

Dari kesiapan masyarakat tersebut, memungkinkan terciptanya keterlibatan mereka dalam proses perencanaan dengan mengedepankan pendekatan bottom-up dengan harapan;

a. Data dapat dikumpulkan, dikaji, dan diuji coba-kan secara langsung kepada

(22)

b. Pemecahan masalah sudah langsung dapat diterapkan selama berlangsungnya

proses pemberdayaan,

c. Munculnya penilaian dan/atau penghargaan atas hal-hal yang dirasakan oleh

pihak yang berkepentingan, konteks kebudayaan, serta perubahan kondisi, d. Kelemahan dan kekuatan akan cepat langsung dipahami oleh masyarakat yang

ikut dalam proses pemberdayaan, dan

e. Semakin meningkatnya motivasi masyarakat untuk berpartisipasi, terutama

dalam sikap pengambilan keputusan, hal ini karena mereka memahami masalah yang dirasakannya.

1.5.5 Imeum Mukim

Mukim adalah seorang imeum (Imam) yang mengemban tugas sepenuhnya

atau sebagian bersifat keagamaan dengan mengusahakan agar tegaknya hukom (syariat) dan terlaksananya kewajiban ibadah. Gelar imeum berkaitan erat dengan

meusigit (Mesjid) serta ibadah yang berlangsung di dalamnya. Berdasarkan ulasan di

atas, menunjukkan bahwa kesatuan masyarakat dalam sebuah mukim terbentuk dengan meusigit (Mesjid) sebagai pusat kehidupan sosial dan agama. (Zainuddin,

1961: 315)

Selain itu, perubahan sebutan Imeum menjadi Imeum Mukim dan lahirnya

lembaga imeum chik atau imeum meseujid menunjukkan adanya proses evolusi dalam sistem kelembagaan pada tingkat mukim. Pada mulanya Imeum menjalankan fungsi dan wewenangnya dalam bidang keagamaan, diantaranya mengatur dan mengurus

kemakmuran mesjid serta masalah-masalah keagamaan lainnya, seperti pengaturan waktu khanduri moulud. Dalam perkembangannya kemudian ketika jumlah

(23)

menjadi lebih kompleks, tentu saja diperlukan adanya lembaga atau pemimpin yang dapat mengkoordinir gampong-gampong dalam lingkup sebuah mesjid.

Dari perkembangan dinamika sosial tersebut, Imeum yang sudah mendapatkan legalitas dari masyarakat sebagai pemimpin ummat yang bersifat spiritual dan

ukhrawi, kemudian diangkat menjadi pemimpin adat yang bersifat duniawi. Sedangkan untuk mengurus hal-hal yang bersifat keagamaan (Hukom) yang sebelumnya diurus oleh imeum, dibentuk lembaga baru yang disebut dengan imeum

meusigit atau imeum chik. Pada masa Kesultanan Aceh, jabatan Imeum Chik disebut juga sebagai Kadhi Mukim atau Tengku Kadhi. (Hasjmi, 1977: 134)

Walaupun imeum yang kemudian menjadi Imeum Mukim dan menjadi pemimpin adat, yang dipilih dari kalangan cerdik pandai atau pemuka masyarakat, namun pada jabatan Imeum Mukim masih melekat tanggung jawabnya dalam bidang

keagamaan. Hal itu tercermin pada syarat yang bersifat agama untuk menjadi seorang imeum mukim, disamping syarat yang bersifat adat, seperti yang ditentukan dalam

Qanun Syara’ Kesultanan Aceh. Syarat yang bersifat keagamaan tersebut seperti mengetahui hukum syara’ Allah dan hukum syari’at nabi, takut atas perbuatan salah, dapat mengerjakan fardhu ‘ain dan fardhu kifayah, dapat menjadi imam shalat Jum’at,

dan dapat menjadi Khatib pada hari Jum’at. (Hasjmi, 1977: 92)

Persyaratan yang bersifat keagamaan tersebut, tentu saja agar seorang imeum

mukim dapat berperan untuk menjalankan peran dalam bidang keagamaan. Terutama ketika imeum mesjid tidak berada di tempat, seperti menjadi imam shalat berjamaah, menjadi khatib atau menjalankan fardhu kifayah lainnya. Kebutuhan akan adanya

mukim dan prasyarat yang bersifat keislaman dalam pembentukan mukim dan pemerintahan mukim merupakan salah satu bentuk dari pelembagaan hal yang

(24)

A. Mukim Sebagai Masyarakat Hukum Adat

Secara juridis lembaga pemerintahan mukim baru diakui kembali

keberadaannya sejak tahun 2001 setelah diberlakukannya Undang-Undang tentang Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam atau tepatnya pada tahun 2003 setelah

diundangkannya Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tentang Pemerintahan Mukim. Namun Secara de facto, keberadaan mukim masih cukup eksis dan diakui di seluruh Nanggroe Aceh, sekalipun antara warga masyarakat Aceh terdapat beragam

suku dan kultur yang berbeda. (Djuned, 2003: 38)

Suatu masyarakat agar dapat dikatakan sebagai masyarakat hukum adat

(rechtgemeinschaap), haruslah terpenuhi beberapa syarat sebagaimana sering dikemukakan oleh para ahli dan kemudian ditegaskan pula dalam peraturan perundang-undangan. Syarat dimaksud adalah:

1. Masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban (rechsgemeenschap); 2. Kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya;

3. Wilayah hukum adat yang jelas;

4. Pranata hukum, khususnya peradilan adat yang masih ditaati; dan

5. Masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk

pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Semua persyaratan di atas dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari di

gampong-gampong di Aceh. Sebagian besar warga gampong masih memiliki ikatan

geneologis dengan sesamanya. Sehingga kepedulian dan kebersamaan di gampong

dan juga di dalam suatu kemukiman – terutama yang bermukim bukan di perkotaan –

saling keterikatan bukan hanya dikarenakan solidaritas teritorial, tetapi memang merasa sekaum seketurunan (gemeenschap). Adanya perasaan bersalah atau berdosa

(25)

ada tetangga yang melakukan hajatan (meukereuja), sejak malam hari hingga selesainya khanduri tersebut terus membantu dengan segala upaya agar acara

dimaksud sukses dengan tiada kekurangan sesuatu apapun. Bahkan, seringkali pula pihak yang melakukan hajatan melimpahkan sepenuh penyelenggaraan khanduri

tersebut pada geusyiek, selaku kepala gampong.

Dalam kehidupan kemukiman di Aceh, masih ditemukan adanya lembaga-lembaga adat beserta perangkat penguasa adatnya. Hingga hari ini masih bisa

ditemukan eksistensinya:

1. Lembaga pemerintahan mukim yang diketuai oleh imeum mukim, bertindak

sebagai Kepala Pemerintahan Mukim, yang membawahi beberapa gampong. 2. Lembaga keagamaan yang dipimpin oleh imeum meseujid, atau Imeum Chik

adalah figur yang mengepalai urusan syariat dan peribadatan pada tingkat

wilayah kemukiman.

3. Lembaga musyawarah mukim yang dipimpin oleh tuha lapan/Peut Mukim

adalah figur yang terdiri dari tokoh-tokoh warga kemukiman anggota musyawarah kemukiman, yang bertugas dan berfungsi memberikan nasehat, saran, pertimbangan, atau pendapat kepada Imeum Mukim dalam

menyelenggarakan urusan pemerintahan mukim

4. Lembaga pemerintahan gampong dipimpin oleh geusyiek, adalah Kepala

gampong, yang memimpin dan mengetuai segala urusan tata kelola pemerintahan gampong.

5. Lembaga keagamaan di gampong dipimpin oleh imeum meunasah, adalah

(26)

6. Lembaga musyawarah gampong oleh tuha peut. adalah para ureung tuha

anggota musyawarah gampong yang bertugas dan berfungsi memberikan

nasehat, saran, pertimbangan, atau pendapat kepada Keuchik dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan gampong.

7. Lembaga adat persawahan yang dipimpin oleh kejruen blang, ketua adat

dalam urusan pengaturan irigasi, pengairan untuk persawahan, menentukan mulainya musim tanam, membina para petani, dan menyelesaikan sengketa

persawahan.

8. Lembaga adat laoet yang dipimpin oleh panglima laoet, adalah ketua adat

yang memimpin urusan bidang penangkapan ikan di laut, membina para nelayan, dan menyelesaikan sengketa laot.

9. Lembaga adat perkebunan yang dipimpin oleh peutua sineboek, adalah ketua

adat yang mengatur tentang pembukaan hutan / perladangan/ perkebunan pada wilayah gunung/ lembah-lembah, dan menyelesaikan sengketa perebutan

lahan.

10. Lembaga adat hutan yang dipimpin oleh panglima uteun atau pawang glee,

adalah ketua adat yang memimpin urusan pengelolaan hutan adat, baik kayu

maupun non kayu (madu, getah rambung, sarag burung, rotan, damar, dll), meurusa, memungut wasee glee, memberi nasehat/petunjuk pengelolaan

hutan, dan menyelesaikan perselisihan dalam pelanggaran hukum adat glee. 11. Lembaga adat lalulintas laut yang dipimpin oleh syahbanda, adalah pejabat

adat yang mengatur urusan tambatan kapal/ perahu, lalu lintas angkutan laut,

sungai dan danau.dan

12. Lembaga adat perdagangan yang dipimpin oleh haria peukan. adalah pejabat

(27)

Keberadaan lembaga adat di suatu kemukiman tergantung pada dimana letak geografi kemukiman tersebut. Sehingga, bisa jadi, pada suatu kemukiman ada

lembaga adat yang tidak ada pada kemukiman lainnya. Misalnya, lembaga adat laoet hanya ada pada kemukiman yang wilayahnya di pesisir laut. Begitu pula lembaga adat

hutan hanya ada pada kemukiman yang memiliki wilayah hutan. Namun ada pula kemukiman yang memiliki lembaga adat hutan dan juga lembaga adat laut, jika di kemukiman tersebut terdapat wilayah laut dan gunung.

Suatu kemukiman adalah suatu juridiksi territorial yang jelas dan tegas dalam masyarakat Aceh. Artinya, jelas wilayahnya dan jelas pula batas-batasnya. Hanya

saja, seringkali batas-batas tersebut tidak tersurat didalam suatu naskah tertulis, tetapi hanya berupa batas-batas alam yang mengacu pada penuturan para endatu terdahulu. Batas ini dapat berupa krueng, tereubeng, alue, juroeng, ateung, lueng, dan lain-lain.

Pada masa Kerajaan Aceh hingga awal kemerdekaan, dan juga akhir-akhir – kecuali Era Orde Baru – di gampong-gampong dan juga di kemukiman memiliki

system musyawarah penyelesaian sengketa. Pada masa Sultan Iskandar Muda, “perkara-perkara kecil biasanya diselesaikan oleh keuciek dengan tengku meunasah yang dibantu oleh tuha peut tanpa vonis. Maksud dari Tanpa vonis yaitu tanpa kalah

atau menang karena persengketaan itu diselesaikan secara damai yang disebut dengan hukom peujroh (hukum kebaikan). Sehingga dari aspek historis, sejak dahulu kala

gampong telah memiliki kewenangan untuk menyelesaikan perkara-perkara kecil, pencurian kecil, perkelahian, perkara-perkara sipil yang kecil-kecil yang nilai perkaranya tidak lebih dari 100 ringgit, dan lain-lain. (Taqwaddin, 2009)

Sekarang, dengan berlakunya Undang-Undang Pemerintahan Aceh telah mulai lagi dilakukan penyelesaian perkara secara adat di gampong-gampong dan bahkan

(28)

telah mendapat pengaturannya yang cukup tepat di dalam satu bab tersendiri pada Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Adat.

Masyarakat masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Masih banyak warga

gampong yang menggantungkan hidupnya pada hutan dengan memungut hasil hutan sebagai mata pencahariannya. Meu glee, meu awe, meu rusa, meu uno, dan lain-lain adalah kegiatan pemungutan hasil hutan di Aceh yang dilaksanakan dengan segala

kearifan tradisional. Bahkan pemungutan hasil hutan berupa kayu pun lazim dilakukan oleh warga gampong yang berdomisili di sekitar hutan.

B. Mukim Sebagai Pemerintahan Resmi

Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan ditegaskan bahwa hirarkhi peraturan perundang-undangan Republik Indonesia, adalah :

1. Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 3. Peraturan Pemerintah;

4. Peraturan Presiden, dan 5. Peraturan daerah (atau qanun)

Keberadaan Pemerintahan Mukim sekarang telah diatur secara cukup jelas dan tegas dalam undang-undang dan qanun. Yaitu di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, pada Bab XV dengan judul Mukim dan

Gampong. Dan sebagai penjabaran atau peraturan pelaksanaan dari undang-undang tersebut telah pula diundangkan Qanun Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 4 Tahun

(29)

dinyatakan bahwa Mukim mempunyai tugas menyelenggarakan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan peningkatan pelaksanaan

Syari’at Islam.

Dengan telah dinyatakannya mukim sebagai penyelenggara pemerintahan -

apalagi dengan cara cukup eksplisit – dalam peraturan perundang-undangan (UU dan Qanun), maka keberadaannya telah mendapat pengakuan dan pengukuhannya dalam hukum positif Indonesia. Dengan demikian, keberadaannya tidak saja hanya diakui

dalam tataran sosial budaya masyarakat Aceh, tetapi juga telah diadopsi kedalam tataran juridis formal. Sehingga, keberlakuan dan penegakan hukumnya telah

mendapat dukungan kuat dari institusi resmi negara dan pemerintahan. Namun masalahnya adalah bagaimanakah upaya yang akan dilakukan dalam rangka memberlakukan dan menegakkan Qanun tentang Pemerintahan Gampong tersebut,

sehingga eksistensi mukim bukan lagi hanya sebagai lembaga adat yang tak punya kuasa memerintah.

Upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mengembalikan fitrah mukim sebagai lembaga pemerintahan yang handal di Aceh, yaitu :

1. Sosialisasi yang massif dan mencerdaskan kepada semua pihak terkait

(stakeholders) untuk memberitahukan dan menegaskan bahwa pemerintahan mukim bukan lagi hanya pemerintahan adat yang tak memiliki kuasa memerintah.

Tetapi kini pemerintahan mukim telah menjadi lembaga pemerintahan resmi di dalam Pemerintahan Aceh dan Republik Indonesia.

2. Pihak pemerintahan atasan harus memberikan porsi kekuasaan dan

kewenangannya yang jelas dan tegas tentang organisasi, tugas, fungsi, dan kelengkapan yang dituangkan dalam qanun kabupaten sebagaimana diamanahkan

(30)

3. Pihak Kecamatan dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan sebaiknya

melalui pemerintahan mukim. Tidak langsung ke pemerintahan gampong.

Sebaiknya lagi, Sekretaris mukim diangkat dari atau menjadi pegawai negeri sipil, sebagaimana halnya sekretaris gampong.

4. Masyarakat kemukiman harus kembali mendukung eksisnya pemerintahan mukim

sebagai kekayaan warisan leluhur (indatu), dengan cara membantu, mendukung, dan mematuhi kebijakan yang ditempuh oleh pimpinan kemukiman (imeum

mukim, imeum mesjid dan tuha lapan).

1.6 Definisi Konsep

Konsep menegaskan dan menetapkan apa yang diobservasi. Konsep juga memungkinkan peneliti untuk megomunikasikan hasil-hasil penelitiannya. Setiap

konsep yang dibangun haruslah memenuhi syarat, salah satunya adalah mendefinisikan konsep secara konkret. Karena semakin abstrak rumusan konsep itu

akan semakin sulit pula memahami maknanya dalam realitas. (Suyanto, 2005 : 50) Adapun definisi konsep dalam penelitian ini yaitu:

1. Mukim atau Kemukiman adalah kesatuan masyarakat hukum yang dipimpin

oleh seorang Imeum Mukim yang berkedudukan sebagai unit pemerintahan yang membawahi beberapa Gampong yang berada langsung dibawah dan

bertanggungjawab kepada Camat, yang bertugas menyelenggarakan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan peningkatan pelaksanaan Syariat Islam.

2. Perencanaan partisipatif adalah suatu proses untuk menghasilkan rencana yang

dilakukan oleh semua pihak yang terkait dalam suatu bidang dan berbagai

(31)

1.7Definisi Operasional

Dalam penelitian lapangan, konsep yang relevan dan berkedudukan sentral dalam terlebih dahulu harus dibuat operasional. Jadi, tidak cukup kiranya jika konsep

itu hanya sekedar didefinisikan secara eksplisit. (Suyanto, 2005 : 50)

Adapun yang menjadi definisi operasional dalam penelitian ini yaitu: 1. Variabel bebas

Peranan Imeum Mukim, indikatornya adalah: a. Mukim sebagai lembaga hukum adat

1) menyelesaikan sengketa yang timbul didalam masyarakat secara adat. 2) membuat aturan yang diakui secara adat untuk dilaksanakan oleh

masyarakat agar perencanaan yang di buat berjalan dengan baik.

b. Mukim Sebagai Pemerintahan Resmi

1) Pemerintah Kecamatan dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan

sebaiknya melalui pemerintahan mukim tidak langsung pada Gampong.

2) Melakukan koordinasi dengan Geusyik (kepala Desa) dalam

merencanakan pembangunan dan melibatkan masyarakat dalam setiap perencanaan pembangunan.

3) Membuat keputusan yang mengikat sesuai dengan aturan yang berlaku

dan adat setempat.

2. Variabel terikat

Perencanaan Partisipatif masyarakat, indikatornya adalah:

(32)

3) Manfaat dari hasil perencanaan berkelanjutan dan bukan hanya sesaat.

(33)

1.8Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka teori, definisi konsep, definisi operasional, dan

sistematika penulisan. BAB II METODE PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian,

teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data. BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang gambaran lokasi penelitian, sejarah singkat mukim, kedudukan, tugas, fungsi, dan organisasi dan kelengkapan.

BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini membahas tentang hasil data yang diperoleh dari lapangan selama penelitian berlangsung dan juga dokumen-dokumen lain yang akan dianalisis.

BAB V ANALISI DATA

Bab ini berisikan tentang kajian dan analisis data yang diperoleh saat penelitian dan memberikan interpretasi terhadap masalah yang diajukan.

BAB VI PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dan

(34)

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1 Bentuk Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan analisa kualitatif. Menurut Hasan (2002:22), metode deskriptif digunakan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi atau

bidang tertentu, dalam hal ini bidang secara aktual dan cermat. Metode deskriptif bukan saja menjabarkan (analitis), tetapi juga memadukan. Bukan saja melakukan

klasifikasi, tetapi juga organisasi.

2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kemukiman Blang Siguci Jln. Idi – Keude Gerobak Km.5 Kec. Idi Tunong Kab. Aceh Timur Provinsi Aceh.

2.3 Informan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

deskriptif kualitatif, maka tidak dikenal adanya sampel melainkan informan. Hal ini dibutuhkan untuk dapat memperoleh informasi yang jelas mengenai masalah

penelitian yang sedang dibahas. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan informan kunci (key informan) dan informan biasa. Informan kunci adalah informan yang mengetahui secara mendalam permasalahan yang sedang diteliti, sedangkan informan

biasa adalah informan yang ditentukan dengan dasar pertimbangan mengetahui dan hubungan dengan permasalahan. Dalam hal ini penulis menggunakan metode

(35)

syarat tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan dan masalah penelitian. (Nawawi, 1987: 157)

Berdasarkan penjelasan diatas, maka yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini adalah 1 orang Kepala Mukim (Imeum Mukim) Blang Siguci. Selain itu,

untuk memperkaya data yang akan diolah, maka peneliti juga mengambil informan biasa atau partisipan yang berasal dari Kemukiman Blang Siguci sebanyak 12 orang.

2.4 Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu :

a. Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari lapangan melalui :

1. Wawancara yaitu cara pengumpulan data melalui tanya jawab

langsung dengan informan yang mengetahui objek penelitian.

2. Observasi yaitu cara pengumpulan data melalui pencatatan secara

cermat dan sistematis langsung di lokasi obyek penelitian.

b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh untuk mendukung data primer yang

diperoleh melalui :

1. Studi kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan mempelajari,

mendalami, dan mengutip teori-teori dan konsep-konsep dari sejumlah literatur baik dari buku, jurnal, majalah, koran, atau karya tulis lainnya

yang relevan dengan topik penelitian.

2. Dokumentasi dilakukan dengan memanfaatkan dokumen tertulis,

gambar, foto, atau benda-benda lain yang berkaitan dengan

aspek-aspek yang diteliti.

(36)

Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik analisa data deskriptif kualitatif yaitu berusaha menyimpulkan data yang berhubungan dengan objek

penelitian serta berusaha menjelaskan dan menggambarkan variabel penelitian secara mendalam dan mendetail. Kemudian selanjutnya diberi interpretasi yang sesuai

dengan tujuan yang telah dirumuskan. Data dari penyebaran kuesioner (angket) akan dianalisa melalui tabel distribusi frekuensi, sedangkan data dari hasil wawancara akan diuraikan melalui petikan wawancara dengan masing – masing tokoh yang dijadikan

informan kunci.

(37)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Kabupaten Aceh Timur adalah sebuah kabupaten yang berada di sisi timur Provinsi Aceh. Kabupaten ini juga termasuk kabupaten kaya minyak selain Aceh Utara dan Aceh Tamiang.

Secara geografis kabupaten Aceh Timur terletak pada posisi 04° 09' 21,08" – 05° 06' 02,16" Lintang Utara dan 97° 15' 22,07" – 97° 34' 47,22" Bujur Timur dengan

batas-batas wilayah sebagai berikut :

- Sebelah Utara dengan Kabupaten Aceh Utara dan Selat Malaka - Sebelah Timur dengan Selat Malaka dan Kota Langsa

- Sebelah Selatan dengan Kabupaten Aceh Tenggara - Sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Tengah

Pada umumnya struktur tanah terdiri dari tanah podsolik merah kuning dari batuan yang tanah dasarnya mempunyai bahan granit, dan alluvial serta tanah organosol dan gley humus. Perkebunan dan Perikanan adalah sektor mata pencaharian

terbanyak di kabupaten ini. Tanaman perkebunan yang merupakan tanaman perdagangan yang cukup potensial di daerah ini ialah kelapa sawit.

Kabupaten Aceh Timur mempunyai luas wilayah 6040,60 km2 yang sebagian besar terdiri dari wilayah perbukitan dengan jumlah penduduk 332.915 jiwa (BPS,2008). Kabupaten ini terdiri dari 24 Kecamatan, 46 Mukim dan 512 Gampong

dengan Kota Idi sebagai ibukotanya.

(38)

Nama Kecamatan Ibukota Kecamatan Jumlah

Kemukiman Blang Siguci terletak di Kecamatan Idi Tunong Kabupaten Aceh

Timur Provinsi Aceh. Wilayah yang termasuk dalam Kemukiman Blang Siguci yaitu Gampong-gampong yang berada di dalam Kecamatan Idi Tunong yaitu sebanyak 25

(39)

mengalami pemekaran Kemukiman. Dalam satu kecamatan bisa terdapat 2 atau lebih kemukiman, karena wilayah kemukiman tidak mengikuti wilayah kecamatan. Tata

cara pembentukan kemukiman baru telah diatur dalam Qanun (Perda) Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 4 Tahun 2003 Bab IV tentang Pembentukan Mukim.

Gampong-gampong dan Jumlah Penduduk di Kecamatan/Kemukiman Blang Siguci Kab.Aceh Timur Provinsi Aceh:

Kode Wilayah

Administrasi

Pemerintahan

Nama - Nama Gampong

Kecamatan/Kemukiman

Blang Siguci

(40)

11.03.14.2023 23 Seuneubok Punti 119 122 241

11.03.14.2024 24 Seuneubok Jalan 280 302 582 11.03.14.2025 25 Seunebok Dalam 136 149 285 Sumber : Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Kode Dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan.

3.2 Sejarah Singkat Mukim

Kepemerintahan Aceh tidak terlepas dari kultur dan nilai-nilai ke-Acehan. Hal ini sudah hidup sejak masa kesultanan, terutama pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M). Keberhasilan Sultan Iskandar Muda pada saat menerapkan sistem

kepemerintahan Aceh, baik segi politik, ekonomi, maupun sosial budaya tidak terlepas dari ajaran Islam sebagai pedoman hidup.

Menurut Sani Usman (2005:26) dijelaskan bahwa pada masa kepemerintahan Sultan Iskandar Muda, aturan hukum dan tatanegara dibagi menjadi empat bagian, yaitu;

1. Hukum diserahkan kepada Syaikul Islam dan Qadhi Malikul Adil,

2. Adat-istiadat diserahkan kepada kebijaksanaan Sultan dan penasihat, 3. Reusam urusan Panglima, dan

4. Qanun kebijakan Putroe Phang sebagai Permaisuri Sultan.

Telaah di atas jelas menunjukkan bahwa sistem kepemerintahan di Aceh sangat

lengkap dan kompleks mengacu kepada konteks Islam. Oleh karena itu, pada tingkat mukim dan gampong ada simbol nilai normatif ke-Islaman yang ditandai dengan

meunasah dan atau mesjid. Sistem kepemerintahan di sini termaktub menjadi sistem organisasi kelembagaan adat yang diberi nama imum mukim, geuchik, tuha peut, tuha lapan, panglima uteuen, panglima laôt, keujruen blang, haria peukan, pawang glé,

(41)

3.3 Kedudukan, Tugas Dan Fungsi Mukim

Mukim berkedudukan sebagai unit pemerintahan yang membawahi beberapa Gampong yang berada langsung di bawah dan bertanggung jawab kepada Camat.

Mukim mempunyai tugas menyelenggarakan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan peningkatan pelaksanaan Syari’at Islam.

Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Mukim mempunyai fungsi :

a. Penyelenggaraan pemerintahan baik berdasarkan azas desentralisasi,

dekonsentrasi dan urusan tugas pembantuan serta segala urusan pemerintahan lainnya;

b. Pelaksanaan pembangunan baik pembangunan ekonomi, pembangunan fisik

maupun pembangunan mental spritual;

c. Pembinaan kemasyarakatan di bidang pelaksanaan Syari’at Islam, pendidikan,

peradatan, sosial budaya, ketentraman dan ketertiban masyarakat; d. Peningkatan percepatan pelayanan kepada masyarakat;

e. Penyelesaian dalam rangka memutuskan dan atau menetapkan hukum dalam

hal adanya persengketaanpersengketaan atau perkara-perkara adat dan hukum

adat.

3.4 Organisasi Dan Kelengkapan Mukim

Mukim dipimpin oleh seorang Imeum Mukim atau nama lain. Imeum Mukim

diangkat dan diberhentikan oleh Bupati atau Walikota atas usulan Camat dari hasil pemilihan yang sah. Pemilihan Imeum Mukim dilakukan secara langsung, umum,

(42)

Mukim selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali 1 (satu) kali periode untuk masa jabatan berikutnya.

Syarat-syarat menjadi Imeum Mukim :

a. Beriman dan taqwa kepada Allah Subhanahuwata’ala dan menjalankan

Syari'at Islam;

b. Setia dan taat kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pemerintah

yang sah;

c. Berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau

berpengetahuan yang sederajat;

d. Berumur minimal 30 (tiga puluh) tahun pada saat pencalonan, sudah berumah

tangga/berkeluarga;

e. Berasal dan berdomisili sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun berturut-turut di

Kemukiman dan mengenal serta dikenal oleh masyarakat Kemukiman yang bersangkutan;

f. Sehat jasmani dan rohani;

g. Tidak pernah dihukum penjara karena tindak pidana;

h. Berpengalaman di bidang pemerintahan, kemasyarakatan dan peradatan;

i. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang

telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Imeum Mukim berhenti karena: a. Meninggal dunia;

b. Mengajukan permohonan berhenti atas permintaan sendiri; c. Berakhir masa jabatan dan telah dilantik Imeum Mukim baru;

(43)

e. Mengalami krisis kepercayaan publik yang luas akibat kasus-kasus yang

melibatkan tanggung jawabnya dan keterangannya atas kasus itu ditolak oleh

Tuha Peuet Mukim.

Untuk kelancaran penyelenggaraan Pemerintahan Mukim, maka di bentuk

kelengkapan Mukim yang terdiri atas: 1.Sekretariat Mukim

Sekretariat Mukim dipimpin oleh Sekretaris Mukim yang diangkat dan

diberhentikan oleh Camat atas usul Imeum Mukim. Untuk kelancaran Sekretariat Mukim, dibentuk seksi-seksi yang meliputi Seksi Tata Usaha, Seksi Pemerintahan,

Seksi Perekonomian dan Pembangunan, Seksi Keistimewaan Aceh dan Seksi Pemberdayaan Perempuan.

2. Majelis Musyawarah Mukim

Majelis Musyawarah Mukim dipimpin oleh seorang Ketua dan dibantu oleh seorang Wakil Ketua yang dipilih oleh dan dari Anggota Majelis Musyawarah

Mukim.

3. Majelis Adat Mukim

Majelis Adat Mukim dipimpin oleh Imeum Mukim dan dibantu oleh

Sekretaris Mukim serta dihadiri oleh seluruh anggota Tuha Peut Mukim. Majelis Adat Mukim berfungsi sebagai badan yang memelihara dan mengembangan adat,

meyelenggarakan perdamaian adat, menyelesaikan dan memberikan keputusan-keputusan adat terhadap perselisihan-perselisihan dan pelanggaran adat, memberikan kekuatan hukum terhadap sesuatu hal dan pembuktian lainnya menurut adat.

Segala keputusan dan ketetapan Majelis Adat Mukim menjadi pedoman bagi para Keuchik (Kepala Desa) dalam menjalankan roda pemerintahan Gampong (Desa)

(44)

Imeum Mukim, Majelis Adat Mukim dapat menyelesaikan perkara-perkara yang berhubungan dengan adat dan istiadat.

4. Imeum Chiek (Imam Besar).

Imeum Chiek diangkat dan diberhentikan oleh Camat atas usul Imeum Mukim

berdasarkan hasil kesepakatan Majelis Musyawarah Mukim. Imeum Chiek mempunyai tugas untuk mengurus, menyelenggarakan dan memimpin seluruh kegiatan yang berkenaan dengan kemakmuran Mesjid. Disamping itu, Imeum Chiek

(45)

BAB IV

PENYAJIAN DATA

Dalam bab ini penulis akan menyajikan data yang diperoleh dari hasil

penelitian dilapangan, terutama data yang diperoleh melalui kuesioner atau daftar pertanyaan dan wawancara langsung kepada informan/partisipan penelitian yaitu sebanyak 12 orang informan biasa (kuesioner) dan 1 orang informan kunci

(wawancara).

Data yang diperoleh dari kuesioner direkapitulasi dan disusun ke dalam tabel

distribusi frekuensi. Sedangkan hasil wawancara dengan beberapa informan kunci disajikan dalam bentuk petikan wawancara.

4.1 Deskripsi Data Identitas Informan/ Partisipan

Dalam karakterisitik partisipan ini, akan dijelaskan data mengenai identitas

partisipan yang terdiri dari usia, lamanya bermukim (tinggal), pekerjaan, jenis kelamin,dan tingkat pendidikan.

a. Data tentang usia informan/partisipan.

Usia masyarakat yang menjadi partisipan dalam penelitian ini berkisar antara 18 tahun sampai 48 tahun ke atas. Untuk lebih jelasnya tabel dibawah ini menyajikan data tentang usia partisipan.

Tabel. 1 Data informan berdasarkan usia

No. Usia Frekuensi Persentase (%)

1. 18 – 26 Tahun 2 17

2. 27 – 36 Tahun 4 33

3. 37 – 48 Tahun 6 50

(46)

Total 12 100% Sumber: Hasil Penelitian 2010

Peneliti menetapkan usia partisipan antara 18 sampai 48 tahun keatas karena pada usia 18 tahun ke atas di anggap sebagai masa produktif dan usia yang banyak

mengutarakan ide-ide terbaru. Jika dilihat dalam tabel, persentase yang terbesar yaitu pada usia 37-48 tahun yaitu sebanyak 6 partisipan atau 50% dari 12 partisipan. Kemudian diikuti oleh partisipan yang berusia 27 – 36 tahun sebanyak 4 partisipan

atau 33% dan usia 18 – 26 tahun sebanyak 2 partisipan atau 17%.

b. Data tentang lamanya informan/partisipan bermukim di lokasi penelitian.

Data tentang lamanya partisipan bermukim di daerah penelitian menurut penulis sangat penting karena dapat menunjukkan besarnya sense of belonging (rasa memiliki) terhadap daerah tersebut. Sehingga keinginan untuk membangun daerahnya

semakin besar.

Tabel. 2 Data informan berdasarkan lamanya bermukim

No. Lamanya Bermukim Frekuensi Persentase (%)

1. Dibawah 18 tahun 1 8

2. 18 – 26 Tahun 2 17

3. 27 – 36 Tahun 3 25

4. 37 – 48 Tahun 6 50

5. Lebih dari 48 Tahun 0 0

Total 12 100%

Sumber: Hasil Penelitian 2010

Berdasarkan tabel diatas, partisipan yang lama bermukim yaitu 37 – 48 tahun

(47)

c. Data tentang jenis pekerjaan informan/partisipan

Data informan berdasarkan jenis pekerjaan menunjukkan variasi yang tidak

merata pada jenis pekerjaannya, seperti ditunjukkan dalam tabel berikut: Tabel. 3 Data informan berdasarkan jenis pekerjaan

No. Jenis Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)

1. PNS 4 33

2. Wiraswasta 3 26

3. Petani 0 0

4. Guru 4 33

5. Pedagang 1 8

6. Dan lain-lain 0 0

Total 12 100 %

Sumber: Hasil Penelitian 2010

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat partsipan penelitian memiliki pekerjaan yang bermacam-macam. Dari persentase tersebut terlihat bahwa partisipan terbanyak mempunyai pekerjaan sebagai PNS dan Guru masing - masing 4 partisipan atau 33%,

kemudian dilanjutkan dengan wiraswasta 3 partisipan atau 26%, partisipan yang mempunyai pekerjaan pedagang sebanyak 1 partisipan atau 8%. Sedangkan partisipan

dengan pekerjaan lain-lain dan petani tidak ada. Mereka yang dimaksud dengan pekerjaan dan lain – lain adalah orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap seperti tukang rumah, pencari hasil hutan, pemanjat kelapa, dan lain-lain. Semua

partisipan yang dijumpai mempunyai pekerjaan harian rutin karena daerah Kemukiman Blang Siguci sangat beraneka ragam dari area persawahan, ladang,

(48)

Pada tabel ini menunjukkan bahwa partisipan dengan jenis kelamin laki – laki lebih banyak daripada partisipan dengan jenis kelamin perempuan. Untuk sebaran

partisipan dengan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel. 4 Data informan berdasarkan jenis kelamin

No. Jenis kelamin Frekuensi %

1. Laki – laki 8 67

2. Perempuan 4 33

Total 12 100%

Sumber: Hasil Penelitian 2010

Berdasarkan tabel diatas, dari keseluruhan informan yang berjumlah 12 orang, partisipan terbanyak yaitu yang berjenis kelamin laki – laki sebanyak 8 orang atau 67% dan partisipan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 4 orang atau 33%.

Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin laki – laki. Perbedaan jumlah laki – laki dengan 8 orang dan perempuan 4 orang seperti

yang tercantum di dalam tabel diatas bukan berarti terdapat perbedaan gender antara laki – laki dengan perempuan dalam hal perencanaan partisipatif masyarakat kemukiman tersebut. Perbedaan tersebut hanya satu kebetulan bukan kesengajaan.

Perbandingan jumlah tersebut tidak menjadi kendala dalam perencanaan partisipatif masyarakat, tetapi menjadi pengisi dalam berbagai keperluan yang lebih spesifik

antara laki – laki dengan perempuan.

e. Data tentang tingkat pendidikan informan/partisipan

Tingkat pendidikan informan dalam penelitian ini adalah dimulai dari yang tidak sekolah hingga tamat perguruan tinggi. Untuk lebih jelasnya tabel dibawah ini menyajikan data tentang tingkat pendidikan partisipan.

(49)

No. Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

Sumber: Hasil Penelitian 2010

Dari tabel diatas terlihat bahwa partisipan yang jumlah atau persentase paling besar adalah penduduk yang tamat sekolah SLTA/Sederajat sebesar 5 partisipan atau

42%, kemudian tamat Akademi/ Diploma 4 Partisipan atau 33%, tamat Sarjana/ S-1 2 partisipan atau 17%, dan masing-masing tamat Pasca Sarjan/ S-2 1 partisipan 8%.

Sedangkan partisipan yang tidak tamat SLTP, SD dan tidak tamat sekolah tidak ada.

4.2 Deskripsi Data Variabel Penelitian

Tabel.6 Jawaban informan tentang Pemerintahan Mukim telah menjadi lembaga pemerintahan resmi di dalam Pemerintahan Aceh dan Republik Indonesia

No. Kategori Jawaban Frekuensi Persentase(%)

1. Tahu 12 100%

2. Ragu – ragu 0 0%

3. Tidak tahu 0 0%

Total 12 100%

Sumber: Hasil Penelitian 2010

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa semua partisipan atau 100% menjawab mengetahui bahwa pemerintahan Imeum Mukim sekarang telah resmi menjadi

(50)

Pemerintahan Aceh pada Bab XV dengan judul Mukim dan Gampong dan Qanun Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Mukim.

Tabel. 7 Jawaban informan tentang adanya Pemerintahan Imeum Mukim dalam Kecamatan Idi Tunong Kab. Aceh Timur Provinsi Aceh.

No. Kategori Jawaban Frekuensi Persentase(%)

1. Tahu 11 92%

2. Ragu – ragu 1 8%

3. Tidak tahu 0 0%

Total 12 100%

Sumber: Hasil Penelitian 2010

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa partisipan yang mengetahui adanya Pemerintahan Imeum Mukim dalam Kecamatan Idi Tunong sebanyak 11 partisipan

atau 92 % dan yang menjawab ragu-ragu sebanyak 1 partisipan atau 8%. Sedangkan informan yang menjawab tidak tahu adalah tidak ada. Hal ini disebabkan karena

kebanyakan informan telah lama tinggal dalam Kemukiman dan tahu keadaan daerahnya. Sebagian besar informan juga orang yang punya pendidikan tinggi dan selalu tanggap dengan setiap perubahan yang terjadi di daerah tersebut.

Tabel. 8 jawaban informan tentang Keberadaan Pemerintahan Imeum Mukim dalam Kemukiman Blang Siguci.

No. Kategori Jawaban Frekuensi Persentase(%)

1. Baik 10 83%

2. Kurang Baik 2 17%

3. Tidak Baik 0 0%

Total 12 100%

Sumber: Hasil Penelitian 2010

Dari tabel diatas dapat di lihat bahwa masyarakat kemukiman Blang Siguci dapat merasakan keberadaan Imeum Mukim. Hal ini dapat dilihat pada tingginya frekuensi partisipan yang mengetahui keberadaan Pemerintahan Imeum Mukim

(51)

Tabel. 9 jawaban informan tentang Imeum Mukim membuat perencanaan yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan termasuk masyarakat atau yang dikenal

dengan perencanaan partisipatif.

No. Kategori Jawaban Frekuensi Persentase(%)

1. Pernah 8 67%

2. Ragu – ragu 4 33%

3. Tidak pernah 0 0%

Total 12 100%

Sumber: Hasil Penelitian 2010

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kebanyakan informan pernah dilibatkan dalam perencanaan partisipatif yang diadakan oleh Imeum Mukim yaitu sebanyak 8 partisipan atau 67% dan yang menjawab ragu – ragu adalah sebanyak 4 partisipan

atau 33%. Sedangkan yang informan yang menjawab tidak pernah adalah tidak ada. Apabila dilihat dari Kedudukan Mukim sebagai unit pemerintahan yang

membawahi beberapa Gampong yang berada langsung di bawah dan bertanggung jawab kepada Camat. Maka Imeum Mukim menjadi pengkoordinir dan penyampai aspirasi masyarakat dalam suatu Kemukiman untuk merencanakan pembangunan

daerah. Mukim juga mempunyai tugas menyelenggarakan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan peningkatan pelaksanaan Syari’at

Islam. Yang semuanya memihak pada kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan kebutuhan dan kearifan lokal.

Tabel.10 jawaban informan tentang Peranan Imeum Mukim dalam perencanaan

partisipatif.

No. Kategori Jawaban Frekuensi Persentase(%)

1. Baik 11 92%

2. Kurang Baik 1 8%

3. Tidak Baik 0 0%

Total 12 100%

(52)

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tingginya peranan Imeum mukim dalam perencanaan partisipatif sebanyak 11 partisipan atau 92% dan yang menjawab kurang

baik yaitu sebanyak 1 partisipan atau 8%. Sedangkan yang informan yang menjawab tidak baik adalah tidak ada.

Dari data ini dapat dilihat bahwa Imeum Mukim mempunyai peranan yang tinggi dalam mengadakan atau mencetus adanya perencanaan yang partsispatif. Karena kebanyakan masyarakat merasa bahwa apabila dipimpin oleh seseorang yang

baik maka akan membawa kepada kesuksesan.

Tabel.11 Jawaban informan tentang Imeum Mukim melakukan koordinasi dengan Geusyik dalam merencanakan pembangunan dan melibatkan masyarakat dalam setiap perencanaan.

No. Kategori Jawaban Frekuensi Persentase(%)

1. Ya 11 92%

2. Kadang – kadang 1 8%

3. Tidak pernah 0 0%

Total 12 100%

Sumber: Hasil Penelitian 2010

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa perlunya Imeum Mukim melakukan

koordinasi dengan Geusyik dalam merencanakan pembangunan dan melibatkan masyarakat dalam setiap perencanaan yaitu sebanyak 11 partisipan atau 92% dan yang menjawab kadang - kadang yaitu sebanyak 1 partisipan atau 8%. Sedangkan

yang informan yang menjawab tidak pernah adalah tidak ada.

Tabel.12 jawaban informan Imeum Mukim mampu membuat keputusan yang

mengikat sesuai dengan peraturan yang berlaku dan adat setempat.

No. Kategori Jawaban Frekuensi Persentase(%)

1. Mampu 8 67%

2. Ragu – ragu 4 33%

Gambar

Tabel. 1 Data informan berdasarkan usia
Tabel. 2 Data informan berdasarkan lamanya bermukim
Tabel. 3 Data informan berdasarkan jenis pekerjaan
Tabel. 4 Data informan berdasarkan jenis kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Emisi RAD-GRK Provinsi Maluku berasal dari 3 (tiga) bidang yaitu 1) Berbasis Lahan, 2) Berbasis Energi dan 3) Pengelolaan Limbah, dimana pada tahun 2010 emisi Gas Rumah Kaca

Pembuatan website Alex Fitnes Center ini dengan menggunakan bahasa pemrograman PHP dan MySQL Dalam hal ini penulis menggunakan program macromedia dreamweaver mx untuk

[r]

Mengolah sumber informasi dengan menggunakan sistem atau cara tertentu, sejak dari bahan pustaka tersebut datang ke perpustakaan sampai kepada bahan pustaka

a) Disarankan bahwa layanan diatas dock disediakan melalui service bollard eksklusif yang disediakan oleh produsen terpercaya. Bollards harus menggabungkan service

Memilah sampah Responden memilah sampah yang dihasilkan skor Memanfaatk an sampah Responden memanfaatkan skor.. 14 kembali sampah yang dihasilkan Kesediaan membuang

Dilihat dari hasil pengamatan dilapangan yang dilakukan selama 7 hari dengan menggunakan metode gap dan MKJI 1997 kinerja simpang antara jalan Wolter Monginsidi

Pose to pose adalah pembuatan animasi oleh seorang animator dengan cara menggambar hanya pada keyframe tertentu saja, selanjutnya gerakan diantara keyframe