• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BETTER TEACHING AND LEARNING MATERI GERAK LURUS UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KARAKTER SISWA KELAS VII SMP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BETTER TEACHING AND LEARNING MATERI GERAK LURUS UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KARAKTER SISWA KELAS VII SMP"

Copied!
187
0
0

Teks penuh

(1)

i

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN

KARAKTER SISWA KELAS VII SMP

skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

oleh

Dzafien Faradika Izqi Maharani 4201409038

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

ii skripsi.

Semarang, 1 Agustus 2013

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Dwi Yulianti, M.Si Dr. Sugianto, M.Si

(3)

iii

karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 1 Agustus 2013

(4)

iv

Penerapan Model Pembelajaran Better Teaching and Learning (BTL) Materi Gerak Lurus Untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Karakter Siswa Kelas VII SMP

disusun oleh

Dzafien Faradika Izqi Maharani 4201409038

telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA Unnes pada tanggal 15 Agustus 2013.

Panitia:

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Wiyanto, M.Si. Dr. Khumaedi, M.Si.

NIP. 19631012 198803 1 001 NIP. 19630610 198901 1 002 Ketua Penguji

Prof. Dr. Ani Rusilowati, M.Pd NIP. 196012191985032002

Anggota Penguji/ Anggota Penguji/

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dra. Dwi Yulianti, M.Si Dr. Sugianto, M.Si

(5)

v

barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu”

(At-Talaq, 3) “We're not born to be the best, but we're born to do the best”

(Elianawati) “Miracle is another name of hard work”

(Kang Taejoon)

Karya ini aku persembahkan kepada:

1. Bapak Mohammad Baedi dan Ibu Siti Khanafiah tercinta, terima kasih atas segala cinta, do’a, dan pengorbanan yang tiada henti.

2. Adikku tercinta, Asnan Fidar

3. Untuk Husein yang tanpa hentinya selalu menyemangati dan mendoakan.

4. Teman-teman satu dosen pembimbing; Arum; Lida; Neni; Fikri; Lutfia; Teguh; Rulin; Kiswanto yang selalu membantu dan saling menyemangati satu sama lain.

(6)

vi

karunia serta ridhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Penerapan Model Pembelajaran Better Teaching and Learning (BTL) Materi Gerak Lurus untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Karakter Siswa Kelas VII SMP”.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman M.Hum., rektor Universitas Negeri Semarang. 2. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si., dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam, Universitas Negeri Semarang.

3. Dr. Khumaedi, M.Si., ketua Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang.

4. Prof. Dr. rer. nat. Wahyu Hardyanto, M.Si., dosen wali yang telah memberikan arahan kepada penulis selama menempuh studi.

5. Dra. Dwi Yulianti, M.Si., pembimbing utama skripsi yang telah memberikan ide serta telah membimbing dalam penyusunan skripsi ini.

6. Dr. Sugianto, M.Si., pembimbing pendamping skripsi yang telah membimbing dalam penyusunan skripsi ini.

(7)

vii ijin dalam pelaksanaan penelitian.

10. Catur Rahmawati, S.Pd,. guru IPA SMP Negeri 13 Semarang yang telah membantu dan membimbing pada saat pelaksanaan penelitian.

11. Bapak, Ibu, Adik dan Keluarga besar yang telah memberikan dukungan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

12. Keluarga besar fisika 2009, serta seluruh keluarga Jurusan Fisika.

13. Keluarga Kos Puri Asri yang sudah mendoakan dan membantu dalam penyusunan skripsi.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan para pembaca.

Semarang, 1 Agustus 2013

(8)

viii

Berpikir Kritis dan Karakter Siswa SMP Kelas VII . Skripsi, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dra. Dwi Yulianti, M.Si. dan Pembimbing Pendamping Dr. Sugianto, M.Si.

Kata kunci: better teaching and learning, kemampuan berpikir kritis, karakter. Model pembelajaran Better Teaching and Learning(BTL) dikembangkan oleh USAID bekerjasama dengan Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama untuk mengembangkan model pembelajaran BTL, yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan menengah pertama dan madrasah tsanawiyah. Model BTL dikembangkan untuk melatih kecakapan hidup siswa salah satunya kemampuan berpikir kritis. Berdasarkan tujuan dari pendidikan nasional, selain untuk mengembangkan kemampuan peserta didik perlu dikembangkan nilai karakter agar menjadi manusia yang lebih baik. BTL dikembangkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan karakter sebagai bekal peserta didik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan kemampuan berpikir kritis dan nilai karakter siswa SMP kelas VII setelah diterapkan model BTL pada pokok bahasan gerak.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ekperimen menggunakan desain Pre Experimental Design jenis Pre-test and Post-test One Group Design. Metode pengumpulan data berupa dokumentasi, tes dan observasi. Instrumen penelitian berupa lembar observasi dan tes tertulis jenis uraian. Analisis awal penelitian yaitu analisis uji coba soal tes tertulis menggunakan uji validitas, daya pembeda, tingkat kesukaran dan reliabilitas. Analisis akhir berupa uji gain dan uji-t dua pihak. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII E SMP Negeri 13 Semarang tahun pelajaran 2012/2013.

(9)

ix

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PRAKATA ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Penegasan Istilah... 7

1.6 Sistematika Penulisan Skripsi ... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Model PembelajaranBetter Teaching and Learning (BTL)... 10

2.2 Kemampuan Berpikir Kritis... 16

2.3 Pendidikan Karakter ... 20

2.4 Tinjauan Materi Gerak Lurus... 22

2.5 Kerangka Berpikir ... 23

2.6 Hipotesis Penelitian ... 25

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Subjek Penelitian... 26

(10)

x

3.4 Instrumen Penelitian... 28

3.4.1 Lembar Observasi ... 28

3.4.2 Instrumen Perangkat Pembelajaran... 28

3.4.3 Tes Tertulis ... 28

3.5 Analisis Uji Coba Instrumen... 29

3.5.1 Validitas... 29

3.5.2 Daya Pembeda ... 29

3.5.3 Tingkat Kesukaran ... 30

3.5.4 Reabilitas ... 31

3.5.5 Penentuan Instrumen ... 31

3.6 Metode Analisis Data Penelitian... 32

3.6.1 Uji Normalitas ... 32

3.6.2 Uji Gain... 32

3.6.3 Uji-t Dua Pihak ... 33

3.6.4 Analisis Kemampuan Berpikir Kritis... 34

3.6.5 Analisis Karakter ... 34

3.7 Indikator Keberhasilan ... 35

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 36

4.1.1 Hasil Analisis Kemampuan Berpikir Kritis... …. 36

4.1.2 Hasil Analisis Pengembangan Nilai Karakter ... 39

4.2 Pembahasan ... 43

4.2.1 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa………... 43

4.2.2 Pengembangan Nilai Karakter Siswa... 53

(11)
(12)

xii

Tabel 3.1. Klasifikasi Daya Pembeda... 30

Tabel 3.2. Klasifikasi Tingkat Kesukaran... 30

Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas ... 36

Tabel 4.2 Rekapitulasi Kemampuan Berpikir Kritis ... 37

Tabel 4.3 Hasil Kemampuan Berpikir Kritis ... 37

Tabel 4.4 Hasil UjiGain Kemampuan Berpikir Kritis ... 39

Tabel 4.5 Hasil Analisis Karakter Tiap Pertemuan ... 39

Tabel 4.6 Hasil Analisis Karakter Setiap Indikator ... 40

Tabel 4.7 Hasil Uji-t Karakter ... 41

Tabel 4.8 Hasil Uji GainPraktikum ke-1 dan Praktikum ke-2 ... 42

Tabel 4.9 Hasil Uji GainPraktikum ke-2 dan Praktikum ke-3 ... 42

(13)

xiii

Gambar 2.2 Skema Kerangka Berfikir... 25

Gambar 4.1 Perbandingan Hasil Pretest dan Posttest... 37

Gambar 4.2 Hasil Tiap Aspek Berpikir Kritis Pretestdan Posttest... 37

(14)

xiv

Lampiran 1 Silabus ... 67

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pertemuan 1 ... 68

Lampiran 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pertemuan 2 ... 72

Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pertemuan 3 ... 77

Lampiran 5 Kisi-kisi Instrumen Observasi Karakter ... 82

Lampiran 6 Instrumen Penilaian Karakter Siswa ... 84

Lampiran 7 LKS Panduan Guru Pertemuan 1... 86

Lampiran 8 LKS Siswa Pertemuan 1... 90

Lampiran 9 LKS Panduan Guru Pertemuan 2... 96

Lampiran 10 LKS Siswa Pertemuan 2... 98

Lampiran 11 LKS Panduan Guru Pertemuan 3... 103

Lampiran 12 LKS Siswa Pertemuan 3... 105

Lampiran 13 Kisi-Kisi Soal Uji Coba... 110

Lampiran 14 Kisi-Kisi Soal Uji Coba Kemampuan Berpikir Kritis ... 111

Lampiran 15 Soal Uji Coba Kemampuan Berpikir Kritis... 114

Lampiran 16 Rubrik Penilaian Uji Coba Soal... 117

Lampiran 17 Kisi-Kisi Soal Pretest... 122

Lampiran 18 Kisi-Kisi Soal PretestKemampuan Berpikir Kritis... 123

Lampiran 19 Soal Pretest Kemampuan Berpikir Kritis ... 125

(15)

xv

Lampiran 24 Rubrik Penilaian Soal Posttest... 135

Lampiran 25 Kelompok Praktikum Fisika... 138

Lampiran 26 Analisis Uji Coba Soal.... 139

Lampiran 27 Hasil Pretest Kemampuan Berpikir Kritis ... 142

Lampiran 28 Hasil Posttest Kemampuan Berpikir Kritis ... 144

Lampiran 29 Uji Normalitas Pretest ... 146

Lampiran 30 Uji Normalitas Posttest... 147

Lampiran 31 Hasil Rekap Kemampuan Berpikir Kritis Pretest Posttest... 148

Lampiran 32 Uji Gain Kemampuan Berpikir Kritis... 149

Lampiran 33 Rekap Observasi Karakter Pertemuan 1... 150

Lampiran 34 Rekap Observasi Karakter Pertemuan 2... 151

Lampiran 35 Rekap Observasi Karakter Pertemuan 3... 152

Lampiran 36 Perkembangan Karakter Disiplin Tiap Siswa Pertemuan 1-2 .... 153

Lampiran 37 Perkembangan Karakter Disiplin Tiap Siswa Pertemuan 2-3 .... 154

Lampiran 38 Perkembangan Karakter Disiplin Tiap Siswa Pertemuan 1-3 .... 155

Lampiran 39 Perkembangan Karakter Rasa Ingin Tahu Pertemuan 1-2 ... 156

Lampiran 40 Perkembangan Karakter Rasa Ingin Tahu Pertemuan 2-3 ... 157

Lampiran 41 Perkembangan Karakter Rasa Ingin Tahu Pertemuan 1-3 ... 158

Lampiran 42 Perkembangan Karakter Komunikatif Pertemuan 1-2 ... 159

(16)

xvi

Lampiran 47 Hasil Uji Gain Karakter Komunikatif... 164

Lampiran 48 Hasil Rekapitulasi Karakter dengan Uji Gain... 165

Lampiran 49 Hasil Uji-t Kemampuan Berpikir Kritis ... 166

Lampiran 50 Hasil Uji-t Karakter Disiplin ... 167

Lampiran 51 Hasil Uji-t Karakter Rasa Ingin Tahu ... 168

Lampiran 52 Hasil Uji-t Karakter Komunikatif ... 169

Lampiran 53 Hasil Uji-t Karakter... 170

(17)

1

1.1.

Latar Belakang

United States Agency for International Development (USAID) menjalin kerja sama dengan pemerintah Indonesia di bidang pendidikan dalam rangka mendukung Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama untuk meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan menengah pertama dan madrasah tsanawiyah. Salah satu program yang dilaksanakan dinamakan Decentralized Basic Education 3 (DBE 3), untuk mencapai tujuan ini DBE3 telah mengembangkan model pembelajaran yang dinamakan dengan BTL (Better Teaching and Learning). BTL diartikan sebagai pembelajaran bermakna.

Penerapan model BTL dilaksanakan di SMP/ MTs, hal ini sesuai dengan tujuan kerjasama antara USAID dengan Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama, selain itu model BTL lebih tepat jika diterapkan di pendidikan menengah pertama karena pada usia tersebut siswa diajarkan untuk berpikir tingkat tinggi dan melatih kreatifitas siswa yang berguna sebagai bekal mereka kelak.

(18)

berpikir. Kemampuan berpikir adalah kecakapan atau kemampuan menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, dan sebagainya untuk melakukan sesuatu dengan baik dan cermat (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa 2003: 707). Menurut Galbreath, sebagaimana dikutip oleh Aryana (2006) pada abad pengetahuan, modal intelektual khususnya kecakapan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking) merupakan kebutuhan sebagai tenaga kerja yang handal. Degeng sebagaimana dikutip oleh Aryana (2007) mengemukakan para lulusan sekolah sampai perguruan tinggi, di samping memiliki kemampuan vokasional (vocasional skills), juga harus memiliki kecakapan berpikir (thinking skills). Siswa seharusnya diajarkan kecakapan berpikir. Namun, sampai saat ini, kecakapan berpikir belum ditangani secara sungguh-sunguh oleh para guru di sekolah. Hasil penelitian Rofi’udin (2000) menyatakan bahwa rendahnya kemampuan berpikir yang dimiliki oleh lulusan pendidikan dasar sampai perguruan tinggi karena pendidikan berpikir belum ditangani dengan baik. Oleh karena itu, penanganan kecakapan berpikir sangat perlu diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran.

(19)

masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang, (2) pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis, (3) semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut.

Berdasarkan Pasal 3 UU Sisdiknas tahun 2003 menyebutkan bahwa pendidikan nasional selain bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik perlu juga dikembangkan nilai karakter agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pasal 3 UU Sisdiknas tahun 2003 mengatakan, selain kemampuan berpikir kritis untuk kecakapan hidup perlu juga diintregasikan nilai karakter dalam pembelajaran IPA agar peserta didik dapat diterima di masyarakat dengan baik. Menurut Sewell & College (2003) penanaman karakter dapat diintegrasikan dalam kehidupan sekolah sehingga menjadi kultur dan budaya di sekolah. Pendidikan karakter yang efektif harus disesuaikan dengan karakter siswa yang beragam dan guru harus bisa mengatasi hal tersebut dengan tujuan untuk implementasi karakter dalam kurikulum. Hasil penelitian Benninga et al (2003) menunjukkan bahwa siswa di sekolah yang telah menerapkan pendidikan karakter memiliki skor akademik yang lebih tinggi.

(20)

bukan terbatas pada mata pelajaran agama dan kewarganegaan, tetapi pada semua mata pelajaran di sekolah. Penelitian lain yang dilakukan oleh Suyanto (2011) tentang penerapan Character Development and Leadership dalam pembelajaran matematika untuk mengembangkan karakter siswa SMA menunjukkan bahwa program ini dapat meningkatkan kedisiplinan, kejujuran dan prestasi akademik siswa.

Akhir-akhir ini banyak terjadi kasus kejahatan yang melibatkan siswa sekolah. Beberapa contohnya adalah tawuran yang terjadi dimana-mana, pencurian yang bukan hak miliknya dan lain-lain. Hal ini dapat dikatakan mengkhawatirkan, karena saat masih muda mereka sudah berperilaku tidak baik, bagaimana nanti jika mereka sudah dewasa padahal mereka adalah generasi penerus bangsa, maka dari itu perlu lebih diterapkan pendidikan karakter sejak dini, termasuk di Sekolah Menengah Pertama. Pada usia remaja awal atau sekitar 12-15 tahun pola pikir dan kepribadian dipengaruhi oleh faktor lingkungan, pada masa tersebut anak masih mencari jati diri mereka, oleh karena itu sekolah sebagai tempat untuk berinteraksi dengan sesama diharapkan dapat menerapkan pendidikan karakter secara optimal sehingga diperoleh manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

(21)

di kelas VII SMP N 13 Semarang diperoleh bahwa penerapan model pembelajaran BTL belum dilakukan secara optimal dan belum dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis seharusnya sudah dikembangkan karena termasuk dalam tujuan pembelajaran BTL. Pembelajaran model BTL selain untuk mengembangkan kemampuan berpikir juga diharapkan dapat mengembangkan nilai karakter siswa, namun pada pelaksanaanya belum diterapkan pembelajaran yang dapat mengembangkan nilai karakter di sekolah tersebut. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan pembelajaran model BTL yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan nilai karakter siswa kelas VII SMP N 13 Semarang. Karakter yang dikaji disesuaikan dengan keadaan sekolah dan model pembelajaran BTL.

Gerak merupakan salah satu pokok bahasan mata pelajaran IPA di kelas VII SMP. Pokok bahasan gerak merupakan suatu materi yang sangat dekat dengan kehidupan nyata. Banyak peristiwa yang dijumpai dan dialami sehari-hari menggunakan prinsip gerak. Selain itu dalam penyampaian materi gerak dapat diterapkan dengan menggunakan model pembelajaran BTL yang bertujuan untuk meningkatkan kecakapan hidup siswa dan melibatkan siswa untuk aktif misalnya dengan eksperimen agar mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan nilai karakter peserta didik.

(22)

1.2.

Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana perkembangan kemampuan berpikir kritis siswa setelah diterapkan model BTL pada pokok bahasan gerak?

2. Bagaimana perkembangan karakter siswa setelah diterapkan model BTL pada pokok bahasan gerak?

1.3.

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui perkembangan kemampuan berpikir kritis siswa SMP kelas VII setelah diterapkan model BTL pada pokok bahasan gerak.

2. Mengetahui perkembangan karakter siswa SMP kelas VII setelah diterapkan model BTL pada pokok bahasan gerak.

1.4.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

(23)

Manfaat bagi guru adalah sebagai bahan masukan dalam bidang studi fisika dalam upaya perbaikan kualitas pembelajaran dan mengembangkan variasi dalam penggunaan pendekatan pembelajaran. Bagi sekolah, diharapkan penelitian ini bermanfaat sebagai kontribusi positif dalam peningkatan proses pembelajaran, menghasilkan siswa yang memiliki motivasi dan hasil belajar yang lebih baik, serta sebagai variasi dalam model pembelajaran.

Penelitian ini diharapkan bagi mahasiswa bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan agar peneliti lebih terampil dalam menggunakan metode-metode pembelajaran yang ada, khususnya dalam model pembelajaran BTL. Bagi penelitian selanjutnya, sebagai bahan referensi dan bahan informasi tentang penggunaan model pembelajaran BTL.

1.5.

Penegasan Istilah

1.5.1. Penerapan

Proses, cara atau perbuatan menerapkan. Penerapan juga diartikan pemanfaatan dalam hal mempraktikan (KBBI,2005).

1.5.2. Model Pembelajaran Better Teaching and Learning

(24)

1.5.3. Berpikir Kritis

Berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai dan dilakukan (Hassoubah, 2002: 85). Kategori berpikir kritis yang dikaji adalah : mengasumsi, menghipotesis, menginterpretasi data, membuat kesimpulan, mengevaluasi, menganalisis, mengukur dan mengklasifikasi. (Carin & Sund, 1998: 160)

1.5.4. Karakter

Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak (Kemendiknas, 2010: 3). Karakter yang difokuskan dalam penelitian ini adalah rasa ingin tahu, disipin dan komunikatif. Tiga karakter ini diambil dari 18 butir karakter yang di rumuskan oleh Kemendiknas (2010).

1.6.

Sistematika Penulisan Skripsi

Sistematika skripsi ini terdiri dari 3 bagian yaitu : (1) Bagian Awal

Bagian ini terdiri dari halaman judul, halaman pengesahan, motto, persembahan, abstrak, kata pengantar dan daftar isi.

(2) Bagian Isi

(25)

a. Bab I Pendahuluan, mencakup uraian semua hal yang berhubungan dengan penelitian, meliputi latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian penegasan istilah dan sistematika skripsi. b. Bab II Landasan Teori, mencakup teori-teori yang mendukung

penelitian.

c. Bab III Metode Penelitian, mencakup hal-hal yang berkaitan dengan penelitian, meliputi : desain penelitian, subyek dan lokasi penelitian, variabel penelitian, metode pengumpulan data, instrumen pengumpulan data, dan analisis data penelitian.

d. Bab IV Hasil Penelitian, yaitu hasil penelitian yang berupa uraian hasil-hasil penelitian serta pembahasannya.

e. Bab V Simpulan dan Saran, mencakup simpulan dari hasil penelitian dan saran yang diambil sehubungan dengan penelitian tersebut.

(3) Bagian Akhir

(26)

10

2.1.

Model Pembelajaran

Better Teaching and Learning

(BTL)

2.1.1. Pengertian Better Teaching and Learning (BTL)

United States Agency for International Development (USAID) menjalin kerja sama dengan pemerintah Indonesia di bidang pendidikan dalam rangka mendukung Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama untuk meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan menengah pertama dan madrasah tsanawiyah. Program yang dilaksanakan dinamakan Decentralized Basic Education 3 (DBE 3). Untuk mencapai tujuan ini, DBE3 telah mengembangkan model pembelajaran yang dinamakan dengan BTL (Better Teaching and Learning)yang diartikan sebagai pembelajaran bermakna.

BTL dikembangkan untuk melatih kecakapan hidup, hal ini berdasarkan kenyataan di lapangan bahwa proses belajar mengajar didominasi oleh pengajar. Siswa hanya memiliki peran yang pasif dalam pembelajaran sehingga aktifitas belajar kurang optimal. BTL merupakan salah satu bentuk pembelajaran kooperatif yang berarti peserta didik ditempatkan dalam kelompok yang heterogen, masing-masing kelompok beranggotakan empat sampai lima orang peserta didik.

(27)

pembelajaran yaitu Introduction (kenalkan), Connection (hubungkan), Application (terapkan), Reflection (refleksi) dan Extention (kegiatan lanjutan), penggunaan kerangka ICARE dimaksudkan untuk memastikan bahwa para siswa memiliki kesempatan untuk mengaplikasikan apa yang telah mereka pelajari. ICARE dimulai saat guru mengenalkan siswa dengan latar belakang pembelajaran dan diakhiri dengan analisis hasil kerja dan tindak lanjut pembelajaran. Kelima langkah tersebut adalah:

1) Tahap 1 (Introduction)

Guru menjelaskan latar belakang, tujuan pembelajaran, mengajukan fenomena atau demonstrasi untuk memunculkan masalah, mengajukan pertanyaan tingkat tinggi dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah.

2) Tahap 2 (Connection )

Guru membantu siswa untuk menghubungkan konsep sebelumnya dengan yang akan dipelajari, mendefinisikan, mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah.

3) Tahap 3 (Application )

(28)

4) Tahap 4 (Reflection)

Guru membantu siswa untuk melakukan evaluasi atau refleksi terhadap kegiatan siswa. Guru mengadakan cek terhadap ketercapaian tujuan pembelajaran

5) Tahap 5 (extention)

Tindak lanjut pembelajaran dapat berupa aplikasi konsep dan tugas lanjutan. 2.1.2. Proses Pembelajaran Better Teaching and Learning (BTL)

BTL bertujuan untuk melatih kecakapan hidup siswa. Pada penerapannya diperlukan proses pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan untuk meningkatkan kecakapan hidup siswa termasuk kemampuan berpikir kritis, Menurut Tim Penyusun DBE3 (2009) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menerapkan BTL yang sesuai dengan tujuan, diantaranya sebagai berikut: 1) Pertanyaan tingkat tinggi

Pertanyaan tingkat tinggi adalah pertanyaan yang menuntut siswa untuk berpikir analisis, evaluatif dan kritis sehingga dapat melatih siswa untuk mengembangkan ketrampilan berpikir kritis siswa.

(29)

Pada tahap extention, pertanyaan tingkat tinggi dimaksudkan sebagai tindak lanjut pembelajaran, dapat berupa aplikasi konsep maupun tugas proyek lanjutan agar siswa dapat memahami materi lebih lanjut.

2) Pemecahan masalah

Pemecahan masalah dalam pembelajaran fisika dapat diarahkan pada kemampuan siswa dalam memecahkan masalah yang telah didesain dalam LKS atau dihadapkan pada fakta kejadian fisika dalam kehidupan sehari –hari, yang berkaitan dengan topik bahasan yang dipelajari. Praktikum yang sesuai dengan pemecahan masalah dapat dikembangkan untuk kemampuan berpikir kritis siswa seperti menghipotesis, menginterprestasi data, merancang praktikum dan menyimpulkan, sehingga siswa dilatih untuk mengembangkan sikap kinerja ilmiah. Sebelum siswa melakukan praktikum, terlebih dahulu menghipotesis hasil yang akan dipraktikan. Untuk membuktikan bahwa hipotesisnya benar maka siswa melakukan praktikum dan siswa menyimpulkan hasilnya.

Kemampuan pemecahan masalah bergantung dengan kemampuan sains siswa hal ini berdasarkan hasil penelitian Syaiful (2012), bahwa kemampuaan sains siswa berpengaruh dalam kemampuan pemecahan masalah sains. Siswa yang berkemampuan sains tinggi memiliki kemampuan pemecahan masalah sains yang tinggi. Siswa dengan kemampuan sains sedang memiliki kemampuan pemecahan sains yang cukup baik dan siswa yang kemampuan sains rendah memiliki kemampuan pemecahan sains rendah.

(30)

dipelajari, mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah.

3) Pembelajaran kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk berkerjasama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. (Suyatno, 2009 : 51)

Pembentukan kelompok sangat berperan pada kinerja individu. Pemilihan anggota kelompok yang tepat dapat mengefektifkan kerja, dengan berbagai variasi cara pemilihan anggota agar didapat formasi yang sesuai dengan karakter peserta didik dan materi yang diajarkan. Pembelajaran kooperatif diintegrasikan pada tahap application, pada tahap ini guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan praktikum bersama anggota kelompoknya dan membantu siswa untuk berbagi tugas.

4) Pemanfaatan lingkungan kelas

Pemanfaatan lingkungan kelas dalam optimalisasi pembelajaran dilakukan dengan pengaturan perabotan kelas. Perabotan kelas diatur sedemikian rupa sehingga pembelajaran dapat terlaksana dengan optimal.

(31)

5) Lembar kerja/tugas (LK/tugas)

Penggunaan pertanyaan tingkat tinggi pada LK diupayakan supaya perintahnya jelas dan mudah dipahami oleh siswa. Lembar kerja digunakan sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah. Demonstrasi penggunaan alat dan bahan dapat dilaksanakan di awal praktikum. Hasil praktikum yang bervariasi antar kelompok harus diapresiasi secara positif. Hasil yang beragam dapat dijadikan evaluasi tentang keberhasilan dan kegagalan praktikum, bahkan dapat dijadikan sebagai bahan diskusi tentang pengembangan praktikum lebih lanjut.

Media pembelajaran sebagai alat bantu guru dalam mencapai tujuan pembelajaran sebaiknya tidak hanya dimanfaatkan oleh guru saja, siswa juga dilibatkan dalam pemanfaatan media pembelajaran. Media pembelajaran yang dikembangkan adalah media yang sederhana dan terjangkau, didapatkan dari sekeliling kita.

6) Penilaian

Pada penilaian, dibedakan menjadi penilaian pada saat praktikum dengan menggunakan lembar observasi dan hasil praktikum. Hasil praktikum bisa berupa laporan atau produk. Pada penilaian kinerja praktikum, ada penilaian tentang kinerja individu untuk menyelesaikan tugas kelompok. Pada penilaian hasil praktikum dapat dilakukan dengan menilai laporan praktikum/produk.

7) Jurnal refleksi

(32)

selain itu guru juga mengadakan cek terhadap ketercapaian tujuan pembelajaran. Penulisan jurnal refleksi dilaksanakan saat pembelajaran berakhir. Penulisannya berupa uraian kejadian mulai dari deskripsi, rasa, pikiran, evaluasi, analisis, kesimpulan, dan rencana ke depan. Tindak lanjut jurnal refleksi dapat dijadikan sebagai awal penelitian tindakan kelas.

2.2.

Kemampuan Berpikir Kritis

Berpikir merupakan kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasarkan pada referensi atau pertimbangan yang seksama. Kemampuan berpikir adalah kecakapan atau kemampuan menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, dan sebagainya untuk melakukan sesuatu dengan baik dan cermat (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Indonesia, 2003: 707).

Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat penting untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya. Menurut Ennis, sebagimana dikutip oleh Hassoubah (2002:87), berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan .

(33)

as more than just a set of skill. Most theories of critical thinking emphasize the importance of thingking disposition, or cognitive style, that refer to one’s attitude toward belief, and especially one’s attidute toward forming and changing beliefs” (Kritis dipandang sebagai lebih dari sekedar satu set keterampilan. Kebanyakan teori berpikir kritis menekankan pentingnya disposisi berfikir, atau gaya kognitif, yang mengacu pada sikap seseorang terhadap keyakinan, dan sikap terutama yang menuju untuk membentuk dan mengubah keyakinan).

Berpikir kritis dipengaruhi beberapa faktor, seperti latar belakang kepribadian, kebudayaan, dan juga emosi seseorang. Berpikir kritis berarti melihat secara skeptisal terhadap apa yang telah dilakukan dalam kehidupan. Hasil penelitian Lambertus (2009), menunjukkan bahwa jika berpikir kritis dilatih secara terus menerus, maka akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan ini akan menjadi sikap dasar dan akhirnya terbentuk disposisi berpikir kritis.

(34)

antara masalah yang didiskusikan dengan masalah atau pengalaman lain yang relevan (Hassoubah, 2002: 11).

Berpikir kritis melalui beberapa tahapan untuk sampai kepada sebuah kesimpulan atau penilaian tentang kebenaran. Kategori berpikir kritis menurut Carin dan Sund (1998: 160) adalah : mengasumsi, memprediksi dan hipotesis, menginterpretasi data, mengiferensi atau membuat kesimpulan, mengasumsi, merancang sebuah penyelidikan, mengamati, menginterprestasi data, meminimalkan kesalahan praktikum, mengevaluasi, menganalisis.

Berdasarkan pengembangan siswa SMP dan materi gerak lurus, maka kemampuan berpikir kritis yang digunakan meliputi:

1) Mengklasifikasi

Kegiatan untuk mengelompokkan objek/data atau membuat tabel yang datanya diambil dari pengamatan. Mengklasifikasi dilakukan dengan mengamati hubungan kesinambungan dari data tersebut, persamaan dan perbedaan.

2) Mengasumsi

Asumsi disebut juga perkiraan, pranggapan, atau perandaian. Asumsi adalah perkiraan atau premis yang menyatakan bahwa hal tersebut benar untuk tujuan perkembangan teoritis (Chaplin, 2005 : 41).

3) Menghipotesis

(35)

4) Membuat kesimpulan

Membuat kesimpulan diartikan sebagai kegiatan untuk menjelaskan suatau keadaan atau peristiwa yang didasari dari fakta yang ada. Membuat kesimpulan berawal dari mengumpulan data, kemudian melalui kegiatan pengamatan dibuat kesimpulan sementara berdasarkan hipotesis yang sudah ditetapkan.

5) Menginterpretasi data

Menginterprestasi data adalah kegiatan menjelaskan dan menafsirkan fakta, data, informasi, atau peristiwa dalam bentuk tabel, diagram, grafik. Menginterprestasi data juga diartikan sebagai kegiatan menerangkan sesuatu dengan grafik atau tabel. Sebagai contoh, membuat tabel pengamatan dan menuliskan data hasil praktikum ke dalam tabel tersebut. Bentuk tabel yang dibuat diharuskan dapat mempermudah seseorang dalam menafsirkan data.

6) Mengukur

Mengukur adalah kegiatan membandingkan objek pada satuan perubahan standar tertentu. Dengan mengukur maka dapat diperoleh besar atau nilai suatu besaran yang dibandingkan untuk dimanfaatkan dalam langkah penyelidikan selanjutnya.

7) Mengevaluasi

(36)

tinggi daripada pemahaman dan penerapan, karena memerlukan pemahaman isi dan bentuk materi yang dipelajari.

2.3.

Pendidikan Karakter

Fenomena sosial yang muncul di masyarakat saat ini semakin mengkhawatirkan. Kemerosotan moral telah menjadi fenomena yang makin mengkhawatirkan bagi martabat bangsa. Perilaku kejahatan sangat sering ditemui, bahkan untuk mendapatkan segala sesuatunya tak jarang ditempuh dengan cara curang, jika perlu menggunakan dunia klenik dan mistik. Hal ini bisa saja dikarenakan buruknya karakter bangsa kita. Oleh karena itu sebagai generasi penerus bangsa perlu diberikan pendidikan karakter sebagai bekal untuk masa depan agar kemerosotan moral tidak menjadi semakin buruk.

Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak (Kemendiknas, 2010).

(37)

Ada 3 prinsip dalam pengembangan pendidikan karakter bangsa menurut Kemendiknas (2010), yaitu:

1) Berkelanjutan, dimulai dari awal sampai akhir peserta didik berada di satuan pendidikan,

2) Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah, 3) Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan,

4) Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan. Berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademik, dan prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi 80 butir nilai karakter yang dikelompokkan menjadi lima, yaitu nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan (1) Tuhan Yang Maha Esa, (2) diri sendiri, (3) sesama manusia, dan (4) lingkungan, serta (5) kebangsaan. Namun demikian, penanaman kedelapanpuluh nilai tersebut merupakan hal yang sangat sulit. Oleh karena itu, pada tingkat SMP dipilih 18 nilai karakter utama yang disarikan dari butir-butir SKL SMP dan SK/KD (Permendiknas, 2006). Dalam penelitian ini hanya ada tiga karakter yang dikaji yaitu disiplin, rasa ingin tahu dan komunikatif.

(38)

Character Development and Leadership dalam pembelajaran matematika untuk mengembangkan karakter siswa SMA, menunjukan bahwa program ini dapat meningkatkan kedisiplinan, kejujuran dan prestasi akademik siswa.

2.4.

Tinjauan Materi Gerak Lurus

Gerak lurus merupakan gerak benda pada garis lurus. Dalam pembahasan tentang gerak lurus ada beberapa istilah yang harus dipahami dan berkaitan dengan gerak benda pada garis lurus yaitu:

2.4.1. Perpindahan, Waktu, dan Kecepatan

Pada benda bergerak akan mengalami perubahan kedudukan dari kedudukan awal dalam selang waktu tertentu, perubahan keadaan ini dinamakan perpindahan. Tipler (1998:24) perpindahan dituliskan,

∆ = 2− 1

dengan ∆ = perpindahan

1 = kedudukan awal benda 2 = kedudukan akhir benda

Kecepatan rata-rata didefinisikan sebagai perbandingan antara perpindahan dan selang waktu yang digunakan untuk mengalami perpindahan. Kecepatan rata-rata bergantung pada perpindahan total yang terjadi selama selang waktu. Secara matematis dituliskan sebagai berikut

̅

=

=

(Tipler 1998: 24)
(39)

= perpindahan

∆t = selang waktu (t2– t1) t1 = waktu pada x1

t2 = waktu pada x2 2.4.2. Gerak Lurus Beraturan

Gerak lurus beraturan (GLB) adalah gerak suatu benda yang lintasannya berupa garis lurus dan memiliki kecepatan konstan.

2.4.3. Gerak Lurus Berubah Beraturan

Gerak lurus berubah beraturan (GLBB) adalah gerak benda yang lintasannya berupa garis lurus dan memiliki percepatan konstan. Percepatan adalah perubahan kecepatan dari suatu benda yang bergerak terhadap waktu. Setiap benda yang bergerak lurus berubah beraturan akan memiliki percepatan yang sama tiap detiknya sehingga dapat dituliskan persamaan berikut :

=

(Tipler 1998:31) dengan = percepatan

= kecepatan

∆t = selang waktu (t2– t1)

2.5.

Kerangka Berpikir

(40)

di kehidupan sehari-hari. Salah satu kemampuan berpikir yang diperlukan dalam pembelajaran IPA adalah kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis berguna untuk mengembangkan konsep dan prinsip dalam pembelajaran IPA.

Selain peserta didik memiliki kecakapan hidup, hal yang penting agar peserta didik dapat diterima dimasyarakat adalah nilai karakter yang berdasarkan nilai budaya bangsa untuk membentuk daya saing dan nilai karakter yang baik. Nilai karakter yang dikaji dalam penelitian ini adalah rasa ingin tahu, disiplin dan komunikatif.

Salah satu upaya untuk mewujudkan tujuan pembelajaran tersebut adalah dengan memilih model BTL agar dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan karakter peserta didik.

(41)
[image:41.612.141.515.126.348.2]

Gambar 2.1 Skema kerangka berpikir penelitian

2.6. HIPOTESIS PENELITIAN

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1) Model pembelajaran BTL dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa SMP kelas VII.

2) Model pembelajaran BTL dapat mengembangkan karakter siswa SMP kelas VII.

Pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran kontekstual / ceramah

Siswa Kurang aktif dan kurang mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan nilai karakter peserta didik

berpikir kritis dan karakter berkembang

Menerapkan pembelajaran Better Teaching and Learning pada pembelajaran IPA untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan nilai karakter

peserta didik

Pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran kontekstual / ceramah

(42)

26

3.1.

Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 13 Semarang, yang beralamat di Jalan Raya Lamongan, Kota Semarang. Subjek penelitian adalah siswa kelas VII E SMP Negeri 13 Semarang tahun pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 34 siswa.

3.2.

Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Desain eksperimennya adalah Pre Experimental Design dengan jenis Pretest and Posttest One Group Design. Pada desain eksperimen ini, sebelumnya siswa diberi pretest (O1) kemudian diberi perlakuan yaitu pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran BTL, selanjutnya siswa diberi posttest (O2) untuk mengetahui pengembangan kemampuan berpikir kritis dan karakter siswa. (Sugiyono, 2010:111).

Keterangan

O1 = nilai pretest (sebelum pembelajaran dengan model BTL) X = pembelajaran menggunakan model BTL

(43)

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.

Sampel sebanyak 34 siswa kelas VII E SMP N 13 Semarang. Penelitian dilaksanakan lima kali pertemuan, satu kali pretest, tiga kali perlakuan dan satu kali posttest.

3.3.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 3.3.1. Metode Dokumentasi

Metode ini digunakan untuk mendapatkan daftar nama siswa yang menjadi sampel penelitian dan nilai tengah semester nilai IPA kelas VII E semester gasal tahun pelajaran 2012/2013. Data tersebut digunakan untuk keperluan pembagian anggota kelompok.

3.3.2. Metode Tes

Metode tes bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis. Metode tes berupa soal pretest dan posttest. Soal tes berupa soal uraian. Tes dilakukan sebelum perlakuan (pretest)dan setelah perlakuan (posttest).

3.3.3. Metode Observasi

(44)

3.4.

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tes tertulis dan lembar observasi.

3.4.1. Lembar Observasi

Lembar observasi adalah suatu instrumen evaluasi non-tes yang berisi tiga karakter, yaitu tiga indikator karakter disiplin, dua indikator karakter rasa ingin tahu dan empat indikator karakter komunikatif. Teknik yang digunakan dalam pengambilan skor adalah skala bertingkat.

Validitas lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas logis. Untuk menguji validitas logis dalam lembar observasi, menggunakan teknik judgment expert. Teknik tersebut dilakukan dengan cara konsultasi dengan dosen pembimbing selaku ahli.

3.4.2. Instrumen Perangkat Pembelajaran

Validitas instrumen perangkat pembelajaran dalam penelitian ini adalah validitas logis. Sebelum menggunakan instrumen dalam penelitian, instrumen diuji dengan menggunakakan teknik judgement expert dengan cara dikonsultasikan dengan dosen pembimbing selaku ahli.

3.4.3. Tes Tertulis

(45)

3.5.

Analisis Uji Coba Instrumen

3.5.1 Validitas

Tipe soal yang digunakan dalam penelitian ada soal uraian. Soal digunakan untuk mengetahui pengembangan kemampuan berpikir kritis. Pengujian validitas butir soal digunakan rumus korelasi product moment.

 

 

} ) ( }{

{

) )( (

2 2

2

2 X N Y Y

X N

Y X XY

N rXY

dengan rxy : koefisien korelasi variabel X dan Y X : skor tiap butir soal

Y : skor total yang benar dari tiap subjek N : jumlah subjek

Hasil perhitungan dengan rumus diatas dibandingkan dengan rtabel korelasi product moment dengan taraf signifikansi 5%. Jika rxy> rtabel, butir soal valid. Jumlah soal yang diujikan sebanyak 15 butir soal. Berdasarkan hasil analisis validitas butir soal didapat 12 soal yang valid yaitu soal nomor 1, 2, 3, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15. Soal yang tidak valid sebanyak 3 yaitu soal nomor 4,5, dan 8.

3.5.2 Daya Pembeda

Untuk mengetahui daya pembeda soal bentuk uraian adalah dengan menggunakan rumus berikut ini:

= −

(46)

Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas dapat menggambarkan tingkat kemampuan soal dalam membedakan antar peserta didik yang sudah memahami materi yang diujikan dengan peserta didik yang belum memahami materi. Menurut Arikunto (2002:213)

Tabel 3.1 Klasifikasi Daya Pembeda

Daya Pembeda Klasifikasi

0,00 < D≤ 0,20 Jelek (poor)

0,21 < D≤ 0,40 Cukup (satisfactory)

0,41 < D≤ 0,70 Baik (good)

0,71 < D≤ 1,00 Baik Sekali (excellent)

Berdasarkan hasil analisis daya pembeda butir soal, didapatkan 13 soal yang signifikan yaitu 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 14, dan 15 sedangkan soal yang tidak signifikan sebanyak 2 soal yaitu nomor 4 dan 13.

3.5.3 Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran untuk soal bentuk uraian, dihitung dengan menggunakan rumus:

= ℎ

=

[image:46.612.126.484.615.673.2]

Kriteria tingkat kesukaran dapat dilihat seperti berikut: Tabel. 3.2 Klasifikasi Tingkat Kesukaran

Tingkat Kesukaran Kategori

0,00 < P ≤ 0,30 Soal Sukar

0,31 < P ≤ 0,70 Soal Sedang

0,71 < P ≤ 1,00 Soal Mudah

(47)

3.5.4 Reliabilitas

Reliabilitas soal uraian dapat dihitung dengan rumus:

dengan r11 : reliabilitas instrumen

∑σi2 : jumlah varians skor tiap item k : banyaknya soal

σi2 : varians total

Menurut Arikunto (2002: 196), setelah r11 diketahui, kemudian dibandingkan dengan harga rtabel. Apabila r11 > rtabel maka dikatakan instrumen tersebut reliabel.

Dari hasil perhitungan diperoleh rhitung soal= 0,620 dengan taraf signifikansi 5% didapatkan rtabel soal = 0,349, karena rhitung > rtabel maka soal tersebut dikatakan reliabel.

3.5.5 Penentuan Instrumen

(48)

3.6.

Metode Analisis Data Penelitian

Langkah-langkah analisis data penelitian untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis meliputi uji normalitas, uji gain dan uji hipotesis pada soal posttest dibandingkan dengan pretest. Sedangkan untuk mengetahui peningkatan nilai karakter menggunakan uji gain dengan membandingkan nilai karakter pada pertemuan 1 ke 2, pertemuan 2 ke 3 dan pertemuan 1 ke 3.

3.6.1 Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang dianalisis terdistribusi normal atau tidak. Menurut Sudjana (2005: 273), rumus yang digunakan adalah rumus Chi Kuadrat.

   k

i Ei

Ei Oi x

1

2

2 ( )

dengan x2: Chi kuadrat

Ei : frekuensi yang diharapkan Oi : frekuensi pengamatan

Jika x2hitung < x2tabel dengan derajat kebebasan dk = k-3 maka data terdistribusi normal.

3.6.2 Uji Gain

(49)

pre pre post

S S S

g

  

% 100

dengan g = besarnya faktor g

post

S = skor rata-rata posttest(%)

pre

S = skor rata-rata pretest(%)

Kriteria peningkatannya adalah jika 〈 〉 < 0,3 maka besarnya peningkatannya rendah. Untuk 0,3 ≤ 〈 〉 < 0,7 maka besarnya peningkatannya sedang dan 〈 〉 ≥ 0,7 maka besarnya peningkatannya tinggi.

3.6.3 Uji-t

Untuk mengetahui signifikansi kemampuan berpikir kritis dan karakter siswa setelah diterapkan model pembelajaran BTL digunakan uji-t dengan persamaan sebagai berikut :

t =

+ 2

(Sugiyono, 2010: 122) Keterangan:

1

x : nilai rata-rata pretest

2

x : nilai rata-rata posttest s1 : simpangan bakupretest s2 : simpangan bakuposttest

2 1

(50)

2 2

s : variansi data posttest

Kriteria yang digunakan adalah terdapat perbedaan yang signifikan apabila harga t hitung tidak memenuhi -t tabel < t hitung < t tabel dengan derajat kebebasan untuk tabel distribusi t adalah (n1+ n2- 2) dengan taraf signifikansi () = 5 %.

3.6.4 Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Kemampuan berpikir kritis siswa diperoleh dari nilai pretest dan posttest. Untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa digunakan rumus sebagai berikut:

% 100 x maksimal

skor

siswa diperoleh yang

skor Nilai

Kemampuan berpikir kritis dibedakan menjadi empat kategori, yaitu: 0 % < x ≤ 25 % : kategori sangat kurang kritis

26 % < x ≤50 % : kategori kurang kritis 51 % < x ≤ 75 % : kategori kritis

76 % < x ≤ 100 % : kategori sangat kritis

3.6.5 Analisis Karakter

Hasil observasi pengembangan nilai karakter karakter yang dilakukan dianalisis dengan mencari prosentase skor dengan persamaan sebagai berikut:

% =

00%

(Sudjana, 2005: 131) dengan % = presentase skor

(51)

Kriteria karakter siswa setelah melakukan model pembelajaran BTL: 81 % < x ≤ 100% = membudaya

61 % < x ≤ 80 % = mulai berkembang 41 % < x ≤ 60 % = mulai terlihat 20 % < x ≤ 40% = belum terlihat

(Kemendiknas, 2010)

3.7

Indikator Keberhasilan

(52)

36

4.1.

Hasil Penelitian

4.1.1. Hasil Analisis Kemampuan Berpikir Kritis

Analisis data terdiri dari uji normalitas pretest posttestdan uji gain.

4.1.1.1.Uji Normalitas

[image:52.612.133.501.387.449.2]

Rumus yang digunakan adalah rumus chi square. Hasil uji normalitas dapat dilihat dalam Tabel 4.1:

Tabel 4.1 Uji Normalitas Pretestdan Posttest Data

Keterangan ²hitung ²tabel

pretest 1,26 7.81

Normal

posttest 2,70 7.81

Uji normalitas pretest dan posttest menggunakan taraf signifikansi 5%. Hasil ²hitung pada pretest sebesar 1,26 dan pada posttest sebesar 2,70. Jika nilai ²hitung kurang dari ²tabel, maka data dapat dinyatakan terdistribusi normal. Data analisis hasil uji normalitas pretest dan posttest selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 29 & 30.

4.1.1.2. Hasil Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

(53)
[image:53.612.178.459.288.384.2]

menghipotesis, menarik kesimpulan dan mengklasifikasi. Treatment diberikan sebanyak tiga kali pertemuan, kemudian untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dilakukan tes tertulis. Tes tertulis dilaksanakan pada saat sebelum dan sesudah diberikan treatment. Terdapat perbedaan pencapaian hasil kemampuan berpikir kritis saat pretest dan posttest. Hasil kemampuan berpikir kritis siswapretest dan posttest disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Rekapitulasi Kriteria Kemampuan Berpikir Kritis

Kriteria

Junlah siswa dengan nilai Pretest (%)

Junlah siswa dengan nilai Posttest (%)

Sangat kritis 0 20,4

Kritis 29,4 79,4

Kurang Kritis 67,6 2,9

Sangat Kurang 2,9 0

Perbandingan hasil yang didapatkan saat pretest dan posttest kemampuan berpikir kritis dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.1. Data hasil pretest dan posttest selengkapnya dapat disajikan pada Lampiran 27 dan 28.

Tabel 4.3 Hasil Kemampuan Berpikir Kritis

No Komponen Pretest Posttest

1. Banyaknya Siswa 34 34

2. Rata-rata 46 69

3. Nilai Tertinggi 72 96

[image:53.612.162.466.510.583.2]
(54)
[image:54.612.132.494.114.301.2]

Gambar 4.1 Perbandingan Hasil Pretest dan Posttest

Hasil kemampuan berpikir kritis yang meliputi mengukur, menginterpretasi data, mengevaluasi, mengasumsi, menghipotesis, menarik kesimpulan dan mengklasifikasi disajikan pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Hasil Tiap Aspek Berpikir KritisPretest danPosttest

0 20 40 60 80 100 120

Nilai Terendah Nilai Tertinggi Nilai Rata-Rata

N

il

a

i

Pretest

Posttest

87% 91%

26%

35%

46%

25%

60%

96% 93%

50%

63% 69% 63%

73%

0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%

[image:54.612.141.499.407.640.2]
(55)

4.1.1.3. Hasil Uji t-test Dua Pihak

Hasil uji signifikansi antara nilaipretest denganposttest diperoleh thitung = 10,47 lebih besar dari ttabel = 2,00, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kemampuan berpikir kritis. Rincian selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 49.

4.1.1.4. Hasil Uji Gain

[image:55.612.130.510.366.412.2]

Sesuai dengan kriteria nilai gain, kelas eksperimen memiliki taraf yang sedang. Hasil uji gain disajikan pada Tabel 4.5. Data hasil gain pretest dan posttest selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 32.

Tabel 4.4 Hasil Uji GainKemampuan Berpikir Kritis

Kelas Rata-Rata

Pretest

Rata-Rata

Posttest n-gain Keterangan

Eksperimen 48 69 0.41 Sedang

4.1.2. Hasil Analisis Perkembangan Nilai Karakter

Hasil analisis perkembangan nilai karakter didapat dari observasi saat pemberian treatment. Aspek yang diobservasi adalah perkembangan nilai karakter disiplin, rasa ingin tahu dan komunikatif. Analisis data didapat dari hasil observasi saat kegiatan pertemuan ke-1,2 dan 3. Hasil analisis perkembangan nilai karakter siswa secara keseluruhan disajikan pada Tabel 4.5. Hasil analisis perkembangan karakter siswa tiap aspek disajikan pada Tabel 4.6

Tabel 4.5 Hasil Analisis Karakter pada Setiap Pertemuan Pertemuan Skor Kriteria

Pertama 61,44 Mulai berkembang

Kedua 70,72 Mulai berkembang

[image:55.612.208.431.642.706.2]
(56)
[image:56.612.129.526.157.555.2]

Tabel 4.6 Hasil analisis karakter setiap indikator

No Indikator Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3

Skor Kriteria Skor Kriteria Skor Kriteria Disiplin

1 Menaati

jadwal 97,8 Membudaya 78,8

Mulai

berkembang 98,3 Membudaya 2

Mengguna-kan peralatan sesuai

petunjuk

65,9 Mulai

berkembang 72,9

Mulai

berkembang 82,0 Membudaya 3 Mengumpulk

an laporan tepat waktu 38,8 Belum terlihat 65,9 Mulai berkembang 71,8 Mulai berkembang Rasa Ingin Tahu

4 Mengajukan

pertanyaan 50,0

Mulai

terlihat 53,0 Mulai terlihat 64,7

Mulai berkembang 5 Mencari

reverensi lain 51,9

Mulai

terlihat 52,9 Mulai terlihat 70,6

Mulai berkembang Komunikatif 6 Berdiskusi dalam kelompok 50,6 Mulai terlihat 74,1 Mulai berkembang 78,8 Mulai berkembang 7 Berinteraksi

baik dengan guru

53,5 Mulai

terlihat 71,8

Mulai

berkembang 81,2 Membudaya 8

Mengemuka-kan pendapat saat diskusi

77,6 Mulai

berkembang 82,4 Membudaya 87,1 Membudaya 9 Mempresenta

-sikan hasil percobaan

64,7 Mulai

(57)
[image:57.612.151.489.104.282.2]

Gambar 4.3 Perkembangan Nilai Karakter Siswa dari Pertemuan 1 ke 3

Berdasarkan Gambar 4.3 dapat dilihat hasil dari penilaian karakter. Terdapat perbedaan pada saat pertemuan pertama, kedua dan ketiga. Pada pertemuan ketiga mempunyai hasil yang paling tinggi dibandingkan dengan hasil pertemuan sebelumnya.

Karakter yang diamati meliputi disipin, rasa ingin tahu, dan komunikatif dengan indikator yang berbeda-beda. Pada disiplin ada tiga indikator, karakter rasa ingin tahu ada dua indikator, dan karakter komunikatif empat indikator.

4.1.2.1. Hasil Uji-t Nilai Karakter

Tabel 4.7 Hasil uji-t

Karakter ttabel thitung Disiplin

2,00

6,92

Rasa Ingin Tahu 3,75

Komunikatif 6,56

Rata-rata Karakter 12,28

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Disiplin Rasa Ingin Tahu Komunikatif

N

il

a

i

Nilai Karakter Sisw a

Pertemuan 1

Pertemuan 2

[image:57.612.221.419.550.617.2]
(58)

4.1.2.2. Hasil Uji Gain Perkembangan Nilai Karakter

Untuk mengetahui besarnya perkembangan tiap karakter siswa setelah melaksanakan model BTL digunakan uji gain. Analisis uji gain dilakukan pada data observasi kegiatan pertemuan ke-1,2 dan 3.

4.1.2.2.1 Pertemuan ke-1 dan 2

[image:58.612.124.495.365.468.2]

Berdasarkan hasil analisis uji gain pertemuan ke-1 dan 2 didapatkan perkembangan nilai karakter siswa dalam kategori sedang. Berikut disajikan hasil analisis uji gain pada pertemuan ke-1 dan 2 pada Tabel 4.8. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 45, 46, 47 dan 48.

Tabel 4.8 Hasil Uji gainpertemuan ke-1 dan 2 Nilai Karakter Nilai

Pertemuan ke-1

Nilai Pertemuan

Ke-2

<g> Skala Gain

Keterangan

Disiplin 67,84 72,55 0,15 Rendah

Rasa Ingin Tahu 51,47 52,94 0,03 Rendah

Komunikatif 61,62 78,24 0,43 Sedang

Rata-rata Kelas 61,44 70,72 0,24 Rendah

4.1.2.2.2 Pertemuan ke-2 dan 3

Berikut akan disajikan hasil analisis uji gainpada pertemuan ke-2 dan 3 pada Tabel 4.9. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 45, 46, 47 dan 48.

Tabel 4.9 Hasil Uji gainpertemuan ke-2 dan 3 Nilai Karakter Nilai

Pertemuan ke-2

Nilai Pertemuan

Ke-3

<g> Skala Gain

Keterangan

Disiplin 72,55 84,31 0,43 Sedang

Rasa Ingin Tahu 52,94 67,65 0,31 Sedang

Komunikatif 78,24 82,35 0,19 Rendah

[image:58.612.127.501.581.684.2]
(59)

4.1.2.2.3 Pertemuan ke-1 dan pertemuan ke-3

[image:59.612.128.488.235.337.2]

Perkembangan nilai karakter siswa secara keseluruhan terlihat pada hasil analisis uji gainantara pertemuan ke-1 dan 3 disajikan pada Tabel 4.10. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 45, 46, 47 dan 48.

Tabel 4.10 Hasil Uji gainpertemuan ke-1 dan 3 Nilai Karakter Nilai

Pertemuan ke-1

Nilai Pertemuan

Ke-3

<g> Skala Gain

Keterangan

Disiplin 67,84 84,31 0,51 Sedang

Rasa Ingin Tahu 51,47 67,65 0,33 Sedang

Komunikatif 61,62 82,35 0,54 Sedang

Rata-rata Kelas 61,44 79,44 0,47 Sedang

4.2.

Pembahasan

4.2.1. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Penerapan model pembelajaran BTL dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Perkembangan kemampuan berpikir terjadi karena siswa secara aktif terlibat dalam pembelajaran BTL. Langkah pembelajaran BTL untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis disesesuaikan dengan ICARE yaitu introduction, connection, application, reflection, danextention. Pada setiap tahap, guru bertindak sebagai fasilitator dan siswa secara mandiri mengikuti pembelajaran model BTL.

(60)

berhubungan dengan materi gerak lurus untuk memotivasi sehingga siswa mempunyai rasa ingin tahu dan dapat memecahkan masalah tersebut. Pada tahap ini, pertanyaan tingkat tinggi perlu diberikan kepada siswa. Hal tersebut dikarenakan, agar termotivasi untuk memecahkan masalah. Keahlian memecahankan masalah bergantung dengan kemampuan sains siswa. Syaiful (2012) menyatakan, bahwa kemampuaan sains berpengaruh dalam keahlian memecahankan masalah, siswa yang berkemampuan sains tinggi memiliki keahlian memecahankan masalah yang tinggi. Sebaliknya, siswa yang berkemampuan sains rendah memiliki keahlian memecahankan masalah yang rendah.

Pemecahan masalah sebagai awal pembelajaran diharapkan dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis yang dimunculkan pada tahap ini adalah memprediksi dan menghipotesis, artinya saat awal pembelajaran gerak lurus, siswa dapat menghipotesis kasus sederhana mengenai gerak lurus.

(61)

jawaban dari suatu masalah yang dihadapi. Hasil penelitian Wenning (2005) menunjukan bahwa pembelajaran berbasis inkuiri memberikan pengalaman bekerja secara ilmiah kepada siswa. Pada tahap ini, kemampuan berpikir kritis yang dimunculkan adalah menginterpretasi data, menganalisa, mengukur dan mengklasifikasi.

Pada tahap application, guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dan disesuaikan pada percobaan yang telah dilaksanakan. Guru merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang sesuai seperti produk/laporan. Guru dapat membantu siswa untuk berdiskusi dan berbagi tugas dengan anggota kelompok sehingga percobaan dapat berjalan lancar. Pembelajaran kooperatif berperan saat melaksanakan kegiatan percobaan dan diskusi. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Narso et al (2013) bahwa saat menerapankan pembelajaran kooperatif, aktifitas siswa selama kegiatan mempengaruhi kemampuan memecahankan masalah. Setelah selesai melaksanakan percobaan, guru memfasilitasi siswa untuk menyajikan hasil karya dan mempresentasikan di depan kelas. Hasil yang berbeda tiap kelompok digunakan sebagai sumber belajar yang bervariasi. Pada kegiatan ini aspek berpikir kritis yang dimunculkan yaitu mengasumsi dan menarik kesimpulan.

(62)

ini, guru memberikan reward terhadap kelompok terbaik ketika melakukan percobaan atau saat mempresentasikan hasil percobaan. Hal tersebut dilakukan sebagai penguatan agar siswa berusaha untuk lebih baik pada percobaan mendatang. Hasil penelitian Maslichah & Haryono (2009) bahwa pembelajaran dengan pemberian penguatan dapat meningkatkan ketuntasan belajar serta siswa menjadi lebih giat saat mengerjakan soal/kuis.

Tahap yang terakhir yaitu tahap extention. Guru pada tahap ini memberikan tindak lanjut pembelajaran, berupa aplikasi konsep atau tugas lanjutan. Ini bertujuan agar siswa dapat memahami materi gerak lurus lebih lanjut sehingga hasil belajar menjadi lebih baik. Menurut Widhiantari (2012) bahwa proses pembelajaran yang menggunakan metode pemberian tugas pembelajaran, membuat pembelajaran menjadi lebih baik, terjadi peningkatan aktifitas dan hasil belajar siswa.

(63)

Berdasarkan Gambar 4.1, dapat diketahui bahwa hasil posttestlebih besar dibandingkan dengan pretest. Hal ini menunjukkan, bahwa kemampuan berpikir kritis berkembang secara signifikan. Perkembangan ini dikarenakan pembelajaran model BTL yang diintegrasikan dengan kemampuan berpikir kritis. Pembelajaran model BTL mengajak siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Sesuai dari pendapat Ibrahim dan Syaodih (2003:41) bahwa dalam pembelajaran, siswa tidak hanya bersifat menerima tetapi memberi dan berbuat, tidak menghafal melainkan mengungkapkan arti.

Kemampuan berpikir kritis tiap aspek yang diukur dalam penelitian ini, disajikan pada Gambar 4.2.

4.2.1.1 Menghipotesis

(64)

tersebut dengan sangat baik walaupuan masih ada beberapa siswa yang kurang betul dalam mengemukakan hipotesis. Hasil dari posttest untuk aspek menghipotesis berada dalam kategori sangat kritis, ini artinya siswa sudah memiliki kemampuan mengenai materi gerak lurus dengan baik sehingga dapat menghipotesis sesuai dengan konsep. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yuliati et al (2011) aspek menghipotesis pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dari penelitian sebelumnya. Pada penelitian sebelumnya, hasil yang didapat sebesar 61 % berada dalam katogori kurang kritis. Pada penelitian ini mendapat hasil sebesar 96 % dan berada dalam kategori sangat kritis. Hal tersebut dikarenakan, pada penelitian sebelumnya siswa masih merasa kesulitan dalam menghipotesis suatu keadaan, sedangkan pada penelitian ini siswa sebelum diberi perlakuan sudah terbiasa untuk menghipotesis suatu masalah.

4.2.1.2 Mengukur

(65)

sehari-hari, sehingga siswa dapat menggunakannya dengan baik tanpa bantuan dari oranglain. Selain dilatih menggunakan alat ukur, siswa juga diajarkan untuk menuliskan satuan dengan benar.

4.2.1.3 Menginterpretasi data

Aspek menginterpretasi data yang diukur dalam penelitian ini yaitu menuliskan hasil percobaan dalam bentuk grafik atau tabel. Sebagai contoh, membuat tabel pengamatan dan mengubah data menjadi tabel/grafik. Tujuannya adalah untuk memudahkan dalam menafsirkan data. Hasil rata-rata aspek menginterpretasi data yang disajikan pada Gambar 4.2. Kemampuan menginterpretasi data siswa sebelum diberikan treatment masih sangat rendah, hal tersebut dikarenakan siswa masih belum terbiasa mengubah data menjadi tabel/grafik, seharusnya kemampuan untuk menginterpretasi data diajarkan saat siswa memulai belajar fisika di sekolah menengah pertama. Pada setiap pembelajaran, harus menyediakan fitur-fitur yang mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan, berpikir kritis dan mengembangkan berbagai keterampilan (Muslim, 2005). Mengembangkan keterampilan, diantaranya mengubah hasil percobaan dalam bentuk tabel dan grafik yang termasuk dalam aspek menginterpretasi data.

4.2.1.4 Mengevaluasi

(66)

menjelaskan, mengevaluasi hasil percobaannya dan dipertanggungjawabkan pada saat mempresentasikan percobaan saat diskusi berlangsung. Mengevaluasi dapat digunakan untuk mengungkapkan kompetensi yang sebenarnya yang dimiliki oleh siswa (Sarwi & Liliasari, 2008), sehingga guru mengetahui kemampuan masing-masing. Setelah diberi tiga kali treatment dan posttest, rata-rata aspek mengevaluasi berkembang menjadi sebesar 63% berada dalam kategori kurang kritis. Perkembangan pada aspek mengevaluasi rendah, dikarenakan siswa kurang maksimal mengerjakan soal posttest.

4.2.1.5 Menarik kesimpulan

(67)

4.2.1.6 Mengasumsi

Aspek mengasumsi dimasukan dalam LKS sebagai treatment. Perlakuan yang diberikan adalah siswa diajak untuk memperkirakan hasil percobaan. Siswa dibimbing untuk mencari informasi sebanyak mungkin agar hasil asumsi sesuai yang diperkirakan dalam LKS. Permasalah yang diasumsikan membuat siswa menjadi termotivasi. Dwijanati & Yulianti (2011) mengemukakan bahwa jika sebuah permasalahan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari, membuat siswa menjadi termotivasi dan kemudian berusaha untuk memecahkan masalah yang sudah diasumsikan, dan memperkirakan bahwa suatu itu benar untuk mendukung penyelidikannya.

4.2.1.7 Mengklasifikasi

(68)

dapat dilihat pada Gambar 4.2. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sochibin et al (2009), perkembangan aspek mengklasifikasi pada penelitian ini lebih besar. Hasil penelitian Sochibin memiliki persentase sebesar 8,53 %, sedangkan pada penelitian ini sebesar 24 %. Pada penelitian Sochibin kemampuan berpikir kritis dikembangkan dengan model pembelajaran inquiry terbimbing. Sedangkan pada penelitian ini menggunakan model BTL dan terdapat pembelajaran inquiry yang didesain dalam LKS yang digunakan.

(69)

sebesar 10,47. Harga t yang diperoleh berada pada daerah penolakan Ho, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kritis dari skor pretest dan posttest. Penelitian lain yang dilakukan oleh Setyowati et al (2011) menunjukkan bahwa pendekatan konflik kognifif pada pembelajaran fisika dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis pada siswa. Namun, masih terdapat kelemahan dalam model pembelajaran BTL. Siswa masih merasa kesulitan dalam menyelesaikan laporan tepat waktu. Siswa belum bisa mengorganisasi tugas di LKS dengan teman sekelompoknya sehingga waktu yang sudah dijadwal menjadi tidak tepat. Seiring berjalannya waktu siswa sudah mulai terbiasa untuk mengorganisasi tugas. Mistar dan stopwatchyang dapat digunakan hanya sedikit sehingga membuat kegiatan pembelajaran model BTL sedikit terhambat.

4.2.2. Perkembangan Karakter Siswa

Berdasarkan hasil analisis yang dijabarkan, terlihat perkembangan yang cukup signifikan saat menggunakan model BTL. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.3. Aspek karakter yang dikembangkan ada tiga yaitu, disiplin, rasa ingin tahu dan komunikatif. pemberian perlakuan.

4.2.2.1 Karakter Disiplin

(70)

membudaya, pada pertemuan selanjutnya mengalami perkembangan tetapi hanya sedikit. Ini membuktikan bahwa siswa sudah terbiasa masuk ke dalam kelas tepat waktu karena pelajaran berlangsung pada jam kedua sehingga siswa tidak ada yang keluar kecuali ijin sementara.

Indikator menggunakan peralatan sesuai dengan petunjuk hasilnya disajikan pada Tabel 4.6, memperlihatkan bahwa indikator ini ada dalam kategori mulai berkembang. Pada pemberian treatment, sebagian siswa sudah menggunakan alat percobaan sesuai fungsinya. Pada pertemuan pertama ada beberapa siswa masih menggunakan alat percobaan untuk bercanda sehingga ada beberapa kelompok yang tidak menggunak

Gambar

Gambar 2.1 Skema kerangka berpikir penelitian
Tabel. 3.2 Klasifikasi Tingkat Kesukaran
Tabel 4.1 Uji Normalitas Pretest dan Posttest
Tabel 4.3 Hasil Kemampuan Berpikir Kritis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Investasi dalam kelompok tersedia untuk dijual adalah aset keuangan non-derivatif yang ditetapkan untuk dimiliki untuk periode tertentu dimana akan dijual dalam rangka

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Francis, Lori, Yoona, dan Leann terhadap remaja perempuan di Australia bahwa lama menonton tv merupakan faktor

Sehingga dapat disimpulkan bahwa sumber daya insani diartikan sebagai penataan dan pengelolaan tenaga kerja sebagai sumber daya oragnisasi yang efektif dan efisien

korban sepakat untuk berdamai, pelaku bersedia mengganti kerugian materiil maupun immateriil, maka dibuatkan surat kesepakatan damai secara tertulis di atas

Cerpen adalah salah satu bentuk karya sastra yang berwujud prosa. Terdapat dua sifat cerpen yaitu fiktif dan nonfiktif. Cerita yang ditampilkan dalam sebuah cerpen biasanya

1) Dari 11 galur kacang hijau mutan dan varietas Perkutut yang diuji menunjukkan perbedaan nyata pada variabel pengamatan tinggi tanaman, umur berbunga, umur masak,

[r]

Untuk perancangan sistem Pengaman Motor menggunakan Smartcard ini, hardware yang di gunakan adalah Arduino Uno yang digunakan sebagai otak dari sistem ini dan