• Tidak ada hasil yang ditemukan

The effect of low dose of nicotine on atherosclerosis inhibition mechanism in obese cynomolgous macaque (Macaca fascicularis)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The effect of low dose of nicotine on atherosclerosis inhibition mechanism in obese cynomolgous macaque (Macaca fascicularis)"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK NIKOTIN DOSIS RENDAH

PADA MEKANISME HAMBAT ATEROSKLEROSIS

MONYET EKOR PANJANG (

Macaca fascicularis

) OBES

R PUTRATAMA AGUS LELANA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

xiii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Efek Nikotin Dosis Rendah pada Mekanisme Hambat Aterosklerosis Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Obes adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juli 2012

(3)

iii

ABSTRACT

R PUTRATAMA AGUS LELANA. The Effect of Low Dose of Nicotine on Atherosclerosis Inhibition Mechanism in Obese Cynomolgous Macaque (Macaca fascicularis) Under directions of D. SAJUTHI, E. HANDHARYANI, SULISTIYANI, and A. SAEFUDDIN.

Obesity is the major risk factor of coronary atherosclerosis, which is a high rank killer among citizen in the world. In order to prevent coronary atherosclerosis, we explored the effect of low dose nicotine liquid peroral using 9 adult males cynomolgous macaques (Macaca fascicularis) obes (body mass indect >23.00) based on celluler histophatological study. These obes monkeys are grouped into 2 groups: one group was given nicotine intervention (n=5) while the other was not (n=4). The evaluation includes the formation of coronary atherosclerotic plague, the cellular aspects of coronary athersclerotic lesions and the present of HDL at the liver and aorta. The correlation analysis revealed a tendency that body mass index and ratio of intimal thickening and coronary arterial wall thickening was correlated. It suggested us that there was also correlation between obesity and severity of atherosclerotic lesion. The novelty of this research included the potential effect of nicotine low dose (1) to protect the smoth muscle cells and endothelial intact, (2) to increase intimal layer regeneration through foam’s cells cytolysis and selluler matrix development, (3) to increase and strenghten smooth muscle cells, and (4) to increase the role of HDL in reverse cholesterol transport. It seems that nicotine has a potencial role to transform atherosclerotic plaque to stabilize artery.

(4)

xiii

RINGKASAN

R PUTRATAMA AGUS LELANA. Efek Nikotin Dosis Rendah pada Mekanisme Hambat Aterosklerosis Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Obes. Dibimbing oleh D. SAJUTHI, E. HANDHARYANI, SULISTIYANI, A. SAEFUDDIN.

Aterosklerosis merupakan penyakit pengerasan dan penyempitan arteri akibat timbunan lemak yang progresif disertai peradangan. Dewasa ini aterosklerosis lebih dikenal sebagai penyakit inflamasi kronis dan dikendalikan oleh banyak faktor risiko, termasuk endemik obesitas. Tanpa pengendalian faktor risiko tersebut, aterosklerosis berkembang menjadi penyakit jantung koroner dan menjadi penyebab kematian.

Sebagai salah satu upaya mengendalikan aterosklerosis, dilakukan penelitian biomedis efek nikotin cair dosis rendah pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) jantan dewasa obes. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui efek asupan nikotin alkali cair dosis rendah secara oral 0.50-0.75mg/kg bobot badan/hari terhadap mekanisme hambat aterosklerosis tingkat seluler arteri koroner jantung yang dikaitkan dengan keberadaan HDL pada jaringan hati dan aorta.

Penelitian ini diharapkan dapat (1) memperkuat argumentasi potensi monyet obes sebagai hewan model aterosklerosis, (2) memperkuat argumentasi potensi nikotin sebagai obat masa depan regresi aterosklerosis, serta (3) memberikan informasi baru efek nikotin meningkatkan peran HDL dalam reverse cholesterol transport. Penelitian ini merupakan tahap ke tiga dari dua tahap sebelumnya. Penelitian pertama menghasilkan monyet obes dengan induksi diet obesitogenik selama 12 bulan. Penelitian kedua menguji asupan nikotin selama 3 bulan terhadap obesitas dan risiko aterosklerosis klinis. Pada penelitian ke tiga mengevaluasi aterosklerosis secara patologis. Kegiatan ini dilakukan dua periode, tahun 2009 dan tahun 2011, bertempat di PT IndoAniLab, PT Wanara SatwaLoka, Pusat Studi Satwa Primata LPPM IPB, dan Bagian Patologi FKH IPB.

Materi utama penelitian ini adalah jaringan jantung, aorta, dan hati monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) jantan dewasa umur 6-8 tahun, bobot badan 4.2-6.4kg sebanyak 9 ekor. Monyet dikelompokkan sebagai monyet obes tanpa intervensi nikotin (n=4) dan monyet obes dengan intervensi nikotin (n=5). Semua monyet memiliki indeks massa tubuh (IMT) dengan kategori obes dari 23.04 sampai dengan 34.57.

(5)

v Nekropsi diawali dengan pembiusan menggunakan Ketamin HCl 10mg/kg bobot badan secara intra muskular, kemudian dengan eutanasi menggunakan Pentobarbital 30mg/kg bobot badan intra vena. Perfusi dilakukan dengan menusukkan jarum 18G pada jantung dan drainase pada Vena abdominalis, diawali dengan cairan NaCl fisiologis dan dilanjutkan dengan cairan formaldehida 4%. Setelah itu, jantung secara terpisah dari organ lainnya diperfusi kembali melalui aorta menggunakan cairan formaldehida 4% bertekanan 100mmHg selama 1 jam. Setelah selesai, jaringan dikoleksi dalam cairan paraformaldehida 4% selama 3 (tiga) hari, kemudian disimpan dalam alkohol 70% sebagai stopping point sampai proses selanjutnya. Jaringan hati juga mengalami prosedur yang sama.

Tiga material organ yang menjadi obyek evaluasi dalam penelitian ini adalah (1) potongan melintang aorta yang berdekatan dengan jantung, (2) potongan jaringan hati yang beraneksasi dengan kantung empedu, dan (3) potongan melintang arteri koroner Left Artery Decending (LAD), Left Circumflex

(LCX), dan Right Coronary Artery (RCA) di bagian proksimal, medial, dan distal. Preparat arteri koroner sebanyak 81 slide diwarnai dengan Hematoxilin & Eosin

(HE) dan Verhoeff Van Gieson (VVG) siap untuk dievaluasi terhadap formasi lesi aterosklerosis sesuai ketentuan American Heart Association (Stary et al. 1995). Selain itu juga dievaluasi terhadap kondisi seluler aterosklerosis yang difokuskan pada seluler peradangan, endotelium, dan otot polos. Preparat hati dan aorta, selain diwarnai dengan HE, juga diwarnai dengan teknik imunohistokimia terhadap antibodi High Density Lipoprotein (HDL) human untuk melihat keberadaan HDL.

Pada penelitian ini ditemukan tiga tipe lesi dari enam tipe keparahan lesi aterosklerosis menurut American Heart Association (Stary et al. 1995) pada hewan coba. Analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa rasio ketebalan intima dan ketebalan dinding arteri koroner LAD memiliki hubungan linier yang erat dengan IMT (r=0.91) pada monyet obes dengan intervensi nikotin (monyet perlakuan) dan adanya hubungan linier yang relatif rendah (r=0.25) pada monyet obes tanpa intervensi nikotin (monyet kontrol). Hal ini mengandung arti bahwa terdapat korelasi antara tingkat keparahan lesi aterosklerosis dengan tingkat obesitas.

Hasil evaluasi seluler pada arteri koroner menunjukkan adanya perbedaan pola penyebaran sel peradangan pada tunika intima, media, dan adventisia antara monyet perlakuan dan monyet kontrol. Perbedaan tersebut dikarenakan adanya peningkatan regenerasi tunika intima dan adanya sitolisis sel-sel busa yang digantikan oleh jaringan ikat dan infiltrasi sel-sel otot polos pada monyet perlakuan. Selain itu, mayoritas pada monyet perlakuan ditemukan adanya lapisan endotelium yang lebih tebal dan kokoh, serta sel-sel otot polos yang mengalami proliferasi dan tampak lebih kokoh dan teratur. Hal ini mengandung arti adanya potensi nikotin dalam (a) menjaga keutuhan endotelium dan sel-sel otot polos, (b) mempercepat regenerasi tunika intima melalui proses sitolisis sel-sel busa, dan pembentukan jaringan ikat, serta (c) meningkatkan dan menguatkan sel-sel otot polos.

(6)

xiii

pada monyet dengan intervensi nikotin (perlakuan) dibandingkan monyet tanpa intervensi nikotin (kontrol). Hal ini mengandung arti adanya peningkatan keberadaan HDL pada aorta dan jaringan hati monyet perlakuan. Peningkatan keberadaan HDL pada aorta ini diduga erat kaitannya dengan fungsi HDL sebagai

good cholesterol yang mirip vacum cleaner menarik kolesterol bebas dari jaringan perifer melalui mekanisme reverse cholesterol transport. Peningkatan keberadaan HDL pada jaringan hati ini diduga erat kaitannya dengan fungsi HDL dalam mekanisme reverse cholesterol transport maupun dalam menambatkan kolesterol pada jaringan hati untuk kepentingan homeostasis kolesterol dan pemanfaatan kolesterol untuk kepentingan metabolisme lainnya. Hal ini mengandung arti adanya potensi nikotin dalam meningkatkan reverse cholesterol transport oleh HDL dan mendukung peran HDL sebagai antiaterosklerosis.

Merangkum dari keseluruhan hasil penelitian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa nikotin cair dosis rendah memiliki efek pada mekanisme hambat aterosklerosis dan mengubah aterosklerosis menjadi lebih stabil.

(7)

vii

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang Undang

(8)

xiii

EFEK NIKOTIN DOSIS RENDAH

PADA MEKANISME HAMBAT ATEROSKLEROSIS

MONYET EKOR PANJANG (

Macaca fascicularis

) OBES

R PUTRATAMA AGUS LELANA

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Primatologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

ix Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. dr. Irma H. Suparto, MS.

Dr. drh. Hera Maheswari, MSc.

(10)

xiii

Judul Disertasi : Efek Nikotin Dosis Rendah pada Mekanisme Hambat Aterosklerosis Monyet Ekor Panjang (Macaca

fascicularis) Obes

Nama Mahasiswa : R. Putratama Agus Lelana

NIM : P063070021

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof.drh. Dondin Sajuthi, MST., Ph.D Ketua

drh. Sulistiyani, MSc., Ph.D Anggota

Dr. drh. Ekowati Handharyani, MS Anggota

Dr.Ir. Asep Saefuddin, MSc. Anggota

Mengetahui Ketua Program Studi Primatologi

Prof. drh. Dondin Sajuthi, MST., Ph.D

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr.

(11)

Sujud syukur senantiasa dipanjatkan kepada Allah SWT. Atas kehendak-Nya, alhamdulillah disertasi Efek Nikotin Dosis Rendah pada Mekanisme Hambat Aterosklerosis Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Obes dapat diselesaikan sesuai dengan harapan. Doa senantiasa dipanjatkan, semoga semua pihak yang telah membantu dan mendukung penyusunan disertasi ini diberikan limpahan berkah, rahmat, dan hidayah-Nya sebagaimana dilimpahkan kepada orang-orang yang sholeh.

Sehubungan dengan itu, saya mengucapkan terima kasih kepada Prof.drh. Dondin Sajuthi, MST., PhD., sebagai kakak, Ketua Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKH IPB, Ketua Program Studi Primatologi Pascasarjana IPB, dan sebagai Ketua Komisi Pembimbing, sehingga saya memperoleh kesempatan menempuh pendidikan S3 di IPB dengan topik penelitian yang sesuai dengan tapak karir dan pengembangan keilmuan saya sebagai dosen Ilmu Penyakit Dalam Veteriner maupun sebagai peneliti di bidang comparative medicine. Dalam momentum ini, saya mengucapkan terima kasih kepada para anggota Komisi Pembimbing, yaitu drh. Ekowati Handharyani, MSc., PhD.; drh. Sulistiyani, MSc., PhD.; dan Dr.Ir. Asep Saefuddin; para penguji di luar Komisi Pembimbing, yaitu Prof. Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer, MS., Dr. dr. Dadang Makmur, Sp.PD-KGEH, Dr. dr. Irma H. Soeparto, MS., dan Dr. drh. Hera Maheswari, MSc.; serta para pengasuh dan pengelola Program Studi Primatologi Sekolah Pascasarjana IPB, dan pimpinan Sekolah Pascasarjana IPB.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada semua pihak yang telah menyediakan dan mengolah materi penelitian dalam waktu dan kesempatan yang sangat tepat ketika diperlukan, yaitu kepada Kepala PSSP LPPM-IPB Dr. drh Joko Pamungkas, MSc. beserta para pengelola program penelitian dan unit pelak-sana teknis yang terkait dengan Laboratorium Lipida dan Patologi maupun Unit Penangkaran; Direktur dan karyawan PT Wanara SatwaLoka; Direktur dan karyawan PT IndoAniLab Bogor; Ketua Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi FKH-IPB; serta Kepala Bagian Patologi FKH-IPB. Penghargaan secara khusus disampaikan kepada Prof. Dr. drh. Tongku Siregar; Prof. Dr. Ir. Dewi Apriastuti; Dr. dr. Warongan; Oktarina SPt., MSi.; drh. I Nengah Budiarsa; drh. Diah Pawitri; drh. Adi Winarto, MSc., PhD.; Lis Rosmanah, SSi.,MSi.; drh. Silvia Prabandari; serta Nurjayanti, SPt.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada semua pihak yang telah berbagi pengetahuan dan pengalaman, sehingga meskipun hanya dalam sepetak mozaik, kita berada dalam arus kebersamaan sence of crisis menuju Indonesia yang lebih baik: drh. Wiwiek Bagja; Dr. Ir. Entang Iskandar, MSi; Dr. Ir. Rr. Dyah Perwitasari, M.Sc.; Dr. drh. Erni Sulistyowati; Dr. drh. Diah Iskandriati; Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS; rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana IPB, drh. Chusnul Choliq, MM.,MSi.; drh. Zuraida, MSi.; Achmad Taher, SSi.,MSi.; serta mahasiswa pendukung Yayuk SR; A Pandu Wibisono; Feby Yolanda; Ita Apriyani; dan Eto A. Sutawijaya.

(12)

xiii

anak-anak Uta, Uti, Ute dan Uto; kekhusyukan Ibunda Rr. Dwi Moeljani, serta dorongan semangat mertua H. Soelarso. Terima kasih atas dukungan dan doa para guru dan staf SMK Wikrama Bogor, Pak Yusuf dan Lek-Ti, serta sanak saudara yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Bogor, Juli 2012

(13)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya, 10 Agustus 1959 sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan ayah R. Soedjatmiko bin Soemodisastro dan ibu Rr. Dwi Moeljani binti Hadi Moeljono. Menikah dengan Ir. Itasia Dina Sulvianti, M.Si. (8 Mei 1960) pada tanggal 24 Agustus 1986 di Jember, penulis kemudian dikaruniai empat anak, yaitu R. Pratama Prabawaputra (Uta, 24 September 1987), Mutia Prawitasari (Uti, 16 September 1991), Sutera Pramitaratri (Ute, 28 Oktober 1994), dan Ramadhan Agung Karyuto (Uto, 23 November 2001).

Jejak orang tua sebagai guru diikuti penulis dengan menjadi dosen di Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor sejak tahun 1986. Perjalanan ini dimulai dengan menempuh pendidikan di SDK 1 Jember (lulus 1972), SMP Negeri 2 Jember (lulus 1975), SMA Negeri 1 Jember (lulus 1979), dan pendidikan kedokteran hewan melalui jalur penerimaan mahasiswa Perintis II di Institut Pertanian Bogor (IPB), lulus sebagai Sarjana Kedokteran Hewan tahun 1984 dan Dokter Hewan tahun 1986.

Ketertarikan pada dunia primatologi dan comparative medicine diperkuat dengan mengikuti pelatihan di Bowman Gray School of Medicine, Wake Forest University, NC-USA selama 2 tahun dan mendapat gelar dokter hewan spesialis di bidang Medical Primatology (lulus 1990); menjadi manajer penangkaran satwa primata di Stasiun Lapangan IPB di Pulau Tinjil, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten (1990-1993), serta dengan mengikuti pendidikan S2 di Program Sains Veteriner Sekolah Pascasarjana IPB (lulus 1996) dengan topik riset pengaruh asupan tepung tempe terhadap aterosklerosis pada monyet ekor panjang. Selain sebagai hewan model aterosklerosis, penulis pernah mengembangkan monyet ekor panjang sebagai hewan model aritmia jantung dan hewan model diabetus melitus, serta survei orangutan dalam rangka rehabilitasi dan reintroduksi.

Sejak tahun 2007 atas bantuan biaya BPPS dari Direktorat Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan penulis mengikuti pendidikan S3 di bidang Primatologi di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

(14)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR GAMBAR... xix

DAFTAR SINGKATAN ... xxiii

DAFTAR LAMPIRAN... xxvi

PENDAHULUAN... . 1 Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 5

Tujuan Penelitian ... 6

Novelty ... 6

Hipotesis Penelitian ... 7

Manfaat Penelitian ... 7

Kerangka Penelitian ... 8

TINJAUAN PUSTAKA.... 9

Aterosklerosis ... 9

Batasan ... 9

Faktor Risiko Aterosklerosis ... 15

Remodeling arteri ... 18

Regresi Aterosklerosis... 22

Peran HDL dalam Mencegah Aterosklerosis ... 25

Metabolisme HDL ... 26

Peranan HDL sebagai Vacum Cleaner... 30

Peranan HDL sebagai Antiaterogenik ...,... 35

Nikotin sebagai Obat Masa Depan... 36

Sifat-sifat Nikotin ... 36

Penyerapan Nikotin ... 37

Efek dan Farmakologi Nikotin ... 39

(15)

v

Monyet Ekor Panjang sebagai Hewan Model ... 42

Biologi ... 42

Monyet sebagai Hewan Model ... 43

MATERI DAN METODE ... 46

Status Penelitian ... 46

Tempat dan Waktu ... 46

Materi Penelitian ... 46

Pelaksanaan Penelitian... 47

Pemeliharaan Monyet ... 47

Pembiusan ... 48

Nekropsi dan Perfusi ... 48

Penanganan Jaringan ... 48

Pemrosesan Jaringan ... 49

Pembuatan Slide Histologis ... 49

Teknik Imunohistokimia ... 49

Analisis Penelitian... 50

Evaluasi Formasi Lesi Aterosklerosis ... 50

Evaluasi Seluler Lesi Aterosklerosis Koroner ... 51

Evaluasi Keberadaan HDL pada Jaringan Hati dan Aorta ... 52

Pengolahan Data dan Penyajian Informasi ... 52

Penyusunan Konstruksi Efek Nikotin dalam Mekanisme Aterosklerosis ... 54 HASIL DAN PEMBAHASAN... 55

Evaluasi Formasi Lesi Aterosklerosis ... 56

Tingkat Keparahan dan Penyebaran Lesi Aterosklerosis .... 56

Ketebalan Lesi Aterosklerosis ... 60

Hubungan Aterosklerosis dengan Obesitas ... 63

Evaluasi Seluler Lesi Aterosklerosis... 65

Kondisi Sel-sel Peradangan ... 65

Kondisi Endotelium ... 73

Kondisi Sel-sel Otot Polos ... 75

(16)

xiii

Histopatologi Hati ... 78

Imunohistokimia HDL di Hati ... 78

Evaluasi Keberadaan HDL pada Aorta ... 80

Histopatologi Aorta ... 80

Imunohistokimia HDL di Aorta ... 80

Pembahasan Umum ... 82

Keandalan Hewan Model Aterosklerosis ... 82

Menelusuri Efek Nikotin Pro-HDL ... 82

Mekanisme Hambat Aterosklerosis oleh Nikotin ... 85

SIMPULAN DAN SARAN ... 88

Simpulan ... 88

Saran ... 88

\DAFTAR PUSTAKA ... 89

(17)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Growth factor, cytokines, vasoaktif, prostaglandins, leukotrienes,

dan matriks ekstraseluler yang ikut memengaruhi aktivitas sel-sel otot polos (diadaptasi dari Reines & Ross 1993) ...

11

2 Prasyarat sindrom metabolik menurut WHO dan NIH Amerika Serikat ...

17 3. Perubahan parameter biokimiawi dan morfologis dalam induksi

maupun regresi aterosklerosis (Williams at al. 2008)... .

24

4. Karakter kimiawi partikel lipoprotein pada manusia... 27 5. Ragam Apolipoprotein pada manusia... 28 6. Hasil pengamatan tipe lesi aterosklerosis pada koroner LAD,

LCX, dan RCA pada monyet obes dengan dan tanpa intervensi nikotin berdasarkan American Hearth Association (Stary et al. 1995)...

58

7. Hasil pengukuran ketebalan intima (KI), media (KM), dinding arteri (KI+KM), dan rasio intima/ketebalan dinding arteri (KI/(KI+KM)) berdasarkan pengukuran dari salah satu arteri koroner LAD proksimal, medial, atau distal yang paling tebal pada monyet ekor panjang dewasa obes dengan dan tanpa intervensi nikotin ...

61

8. Hasil evaluasi kondisi sel-sel peradangan aterosklerosis pada arteri koroner LAD, LCX, dan RCA monyet obes dengan dan tanpa intervensi nikotin ...

72

9. Hasil evaluasi terhadap kondisi endotelium arteri koroner LAD, LCX, dan RCA pada monyet obes dengan dan tanpa intervensi nikotin ...

75

10 Hasil evaluasi kondisi sel-sel otot polos arteri koroner LAD, LCX, dan RCA pada monyet ekor panjang dewasa obes dengan dan tanpa intevensi nikotin ...

(18)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Diagram kerangka penelitian kajian regresi aterosklerosis pada

monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) jantan dewasa obes dengan asupan nikotin cair dosis rendah ...

8

2. Diagram melintang arteri normal yang terdiri dari tunika intima, tunika media, dan tunika adventisia (A), dan arteri yang mengalami aterosklerosis yang ditunjukkan dengan penebalan tunika intima berisikan pusat nekrosis dan kapsula fibrosa (B) ..

9

3. Aterogenesis yang menggambarkan segmentasi terbentuknya plak aterosklerosis, mulai dari arteri normal, muncul garit lemak, menjadi plak fibrosa (ateroma), dan berkembang menjadi komplikasi lesi aterosklerosis (adaptasi dari Ross 1999b) ...

10

4. Mekanisme aterosklerosis berdasarkan teori disfungsi / per-lukaan endotel (adaptasi dari Ross 1999a) ...

13

5. Jantung dengan arteri koroner seperti LAD, LCX, dan RCA yang merupakan tempat terjadinya aterosklerosis ...

14

6. Grading formasi 6 (enam) tipe aterosklerosis menurut

American Heart Association (Stary et al. 1995) ...

15

7. Diagram alir perspektif sindrom metabolik dengan pemicu obesitas dan sebagai faktor risiko terjadinya aterosklerosis dan penyakit jantung koroner (modifikasi dari Reaven 2001) ...

18

8. Contoh remodeling arteri koroner LCX pada manusia yang berusaha melakukan kompensasi berupa pembesaran arteri karena dorongan aterosklerosis (Williams et al. 2008) ...

19

9. Spektrum remodeling arteri sebagai kompensasi proses aterosklerosis (adaptasi Paul de Groot & Veldhuizen 2006) ....

20

10. Partikel HDL dengan berbagai ukuran dan bentuk, serta komposisi apolipoprotein dan komposisi lipid (Rye et al. 2009)

27

11. Diagram metabolisme HDL yang berpusat pada produksi dan distribusi ApoA-1 (Eckardstein et al. 2001) ...

29

12. Peran reseptor HDL dalam penambatan kolesterol ester melalui mekanisme pengambilan partikel secara utuh, dan pengambilan kolesterol ester secara selektif (Steinberg 1997) ...

(19)

ix 13. Peran HDL dalam menghambat aterogenesis melalui

mekanisme promosi cholesterol efflux, menghambat oksidasi LDL, dan menghambat perlekatan “molecule expression

(Cockerill et al. 1995) ...

36

14. Struktur kimia Nikotin C10H14N2, atau (

S)-3-(1-methyl-2-pyrrolidinyl) pyridine asal tembakau (Nicotiana tabacum) (IPCS ICHEM 2009) ...

37

15. Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) jantan dewasa di Stasiun Penangkaran Pulau Tinjil IPB yang sangat potensial digunakan dalam penelitian biomedis, termasuk dalam studi obesitas aterosklerosis. Foto diambil oleh Iskandar (2007) selaku penanggungjawab lapangan penangkaran dalam rangka

monitoring perkembangan populasi monyet ...

43

16. Profil Serum Total Kolesterol (mg/dL) dan HDL-C (mg/dL) pada monyet obes yang mengalami intervensi nikotin cair dosis rendah selama tiga bulan ...

45

17 Preparasi koroner Right Coroner Artery (RCA), Left Artery Decending (LAD), dan Left Circumflex (LCX), (17A, panah), pada monyet ekor panjang dewasa obes pada umumnya ditutupi oleh timbunan lemak (17B, panah) ...

55

18. Lesi aterosklerosis tipe-I (A), tipe-II (B), dan tipe-III (C), yang ditemukan pada koroner monyet ekor panjang dewasa obes, kategori menurut American Heart Association (Stary et al. 1995) ...

57

19. Diagram profil indeks massa tubuh (IMT) monyet obes yang dengan tipe keparahan lesi aterosklerosis menurut American Heart Association (Stary et al. 1995) ...

63

20. Tebaran tingkat obesitas (IMT) dan rasio I/(I+M) pada monyet obes dengan intervensi nikotin dan tanpa intervensi nikotin ...

64

21. (A) Profil koroner monyet obes tanpa intervensi nikotin yang tidak memiliki lesi aterosklerosis; di sini tidak terlihat adanya sebaran sel-sel peradangan baik pada tunika intima, tunika media, dan tunika adventisia (HE, obyektif 10x) ...

66

(B) Profil koroner monyet obes tanpa intervensi nikotin dengan lesi aterosklerosis; terlihat adanya sebaran sel-sel peradangan (panah) baik pada tunika intima, tunika media dan tunika adventisia (HE, obyektif 40x) ...

66

(C) Profil perbesaran gambar koroner monyet obes tanpa intervensi nikotin dengan lesi aterosklerosis; terlihat

(20)

xiii

adanya makrofag yang berubah menjadi sel-sel busa (panah) pada tunika intima. (HE, obyektif 100x) ... 22. (A) Lesi aterosklerosis pada koroner monyet obes dengan

intervensi nikotin. (HE, obyektif 10x) ...

69

(B) Segmentasi proses regenerasi tunika intima pada koroner monyet obes dengan intervensi nikotin yang dapat dijadikan indikator sebagai bentuk adanya regresi aterosklerosis. Sekurangnya terdapat empat segmentasi peristiwa yang dijelaskan lebih rinci pada Gambar 22C, 22D, 22E, dan 22F. (HE, obyektif 10x) ...

69

(C) Akumulasi beragam sel-sel busa pada tunika intima ko-roner monyet obes dengan intervensi nikotin. Sel-sel busa tampak bervariasi, di antaranya dengan inti di tengah dan inti di tepi karena didesak oleh timbunan lemak. (HE, obyektif 40x) ...

69

(D) Sel-sel peradangan lesi aterosklerosis pada koroner monyet obes dengan intervensi nikotin yang mengalami sitolisis dan seperti “menghilang” dari tunika intima, sedangkan pada tunika adventisia, relatif tidak ditemukan sel-sel peradangan(HE, obyektif 40x) ...

70

(E) Kerangka bekas sel-sel busa lesi aterosklerosis pada koro-ner monyet obes dengan intervensi nikotin yang tampak kosong, dan diisi oleh jaringan ikat (HE, obyektif 40x) ...

70

(F) Selain jaringan ikat, kerangka bekas sel-sel busa lesi aterosklerosis pada koroner monyet obes dengan intervensi nikotin yang tampak kosong, dan diisi oleh sel-sel otot polos yang mengalami proliferasi (HE, obyektif 40x) ...

70

23. Deretan endotelium monyet obes dengan intervensi nikotin yang tampak menebal (anak panah) (A) dibandingkan dengan endotelium pada monyet tanpa intervensi nikotin (B). Teramati juga respon aterosklerosis lainnya, seperti adanya tunika intima yang menebal oleh sel busa (anak panah) dan infiltrasi minimal sel mononuklear (Pewarnaan HE, obyektif 40x) ...

74

24. (A) Sel otot polos pada koroner monyet obes dengan intervensi nikotin tampak menebal (hipertrofi) dan lebih banyak (hiperplasia); termasuk bentukan sel otot polos pada tunika adventisia yang bermigrasi menuju tunika media. Pewarnaan HE, Bar = 50 µm ...

76

(B) Sel otot polos pada koroner monyet obes tanpa intervensi nikotin, kesan adanya hiperplasia maupun hipertrofi tidak

(21)

xi tampak; aktivitas migrasi bentukan sel otot polos dari

tunika adventisia ke tunika media tidak tampak ... 25. Keberadaan HDL pada jaringan hati menunjukkan

imunoreak-tivitas yang kuat dengan populasi melimpah pada monyet obes dengan intervensi nikotin (A dan C). Populasi sel hati pada monyet obes tanpa intervensi nikotin menunjukkan imunoreaktifitas yang lemah dan dalam jumlah minimal (B dan D). Pewarnaan imunohisto-kimia, metode streptavidin biotin komplek, obyektif 40 x. ...

79

26. (A1 dan A2) Aorta monyet obes dengan intervensi nikotin,

menunjukkan adanya HDL pada sitoplasma sel-sel otot polos yang terlihat lebih tebal (anak panah) dibandingkan dengan keberadaan HDL pada sel-sel otot polos aorta monyet obes tanpa intervensi nikotin(B1 dan B2), Dala hal ini kandungan

HDL pada sel-sel otot polos lebih lemah dan sedikit (anak panah). Warna coklat menunjukkan imunoreaktif positif terhadap HDL. Pewarnaan imu-nohistokimia, metode streptavidin biotin komplek, obyektif 40 x...

81

27. Diagram peran HDL terkait dengan reverse cholesterol transport dalam aterosklerosis dengan efek antioksidan, dan antiinflamasi (Cockerill et al. 1995) ...

85

28. Konstruksi dugaan efek nikotin cair dosis rendah pada mekanisme hambat aterosklerosis ...

(22)

xiii

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Kepanjangan

5-HT Serotonin

(DAB)-H2O2 Diaminobenzidine

ABCA1 Adenosine Triphosphate-B inding Cassette

ABCG1 Adenosine Triphosphate-B inding Cassette

ACTh Acetylcholine

ADHD Attention Deficit Hyperactivity Disorder

Adv Tunika Adventisia

ApoA-1 Apolipoprotein A-1 ApoA-1, AII, C, E,

AIV, J, dan D Apolipoprotein ApoA-1, AII, C, E, AIV, J, dan D ApoB Apolipoprotein B

BB Bobot badan

C10H14N2 nikotin

Ca Calsium

CCR7 Chemokine C-C Motif Reseptor 7

CD36 Cluster Defferentiation 36

CERP Cholesterol Efflux Regulatory Protein

CETP Cholesteryl Ester Transfer Protein

CRP C-reactive protein

CTTM C-Terminal Transmembrane

DA Dopamine

DN Dengan Perlakuan Nikotin EEL Externa Elastin Lamina

eNOS endothelial nitric oxide synthase

FABP2 fatty acid binding protein 2

FDG Fluorodeoxyglucose

FFAs Free Fatty Acids

FKH Fakultas Kedokteran Hewan GABA Gama-Asam Aminobutrik H&E Hematoxilin & Eosin H202 Hidrogen Peroksida

HCl Asam Klorida

HDL High Density Lipoprotein

HDL-C High Density Lipoprotein - Cholesterol

HMGB1 High Mobility Group Box-1

HP Hiperplasia

(23)

xiii

HT Hipertropi

IDL Intermediate Density Lipoprotein

IEL Internaelastin Lamina IL17 Interleukin 17

IL-17A Interleukin-17A IL-17C Interleukin-17B

IMT Indeks Masa Tubuh

Int Tunika Intima

IPB Institut Pertanian Bogor

IPCS International Program On Chemical Savety IRS-1 Insulin Responsive Substrate-1

KBY Koyak Banyak

KGB Koyak Sebagian

KS Koyak Sedikit

KTH Kesan Keutuhan

LAD Left Arterial Decending

LCAT Lecithin Cholesterol Acyltransferase

LCX Left Circumflex

LDL Low Density Lipoprotein

LDL-C Low Density Lipoprotein – Cholesterol

LPL lipoprotein lipase

LPPM Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat

LPS Lipopolisakarida

LXR Liver X Reseptor

LXRE Liver X Reseptor E

MC3R, MC4R,

MC5R Melanocortin Receptors MC4R Melanocortin 4 Receptor

MCP-1 monocyte chemotactic protein 1

M-CSF macrophage colony-stimulating factor

Med tunika media

MI Migrasi

MMP-9 Matrix Metallo Protein-9

MMPs Matrix Metallo Proteinases

MRI Magnetic Resonance Imaging

N Normal

NaCl Natrium Clorida

NC USA North Caroline United States of America

NAChRs Nicotinic Acetycholine Cholinergic Receptor

NAVhRα7 Nicotinic Acetycholine Receptor

NE Norepinefrin

NIH National Institutes of Health

(24)

xiii

NPY Neuropeptide Y

PAFA Paraoxanase, platelet activating factor-acetylhydrolase

PAI-1 plasminogen activator inhibitor–1

PC-1 membrane glycoprotein/plasma cell differentiation factor

PDZK1 CLAMP (carboxy-terminal linking and modulating

protein

PET Positron Emission Tomography

PIIINP Protocolllagen-III n-terminal propeptide

PLTP Phospholipid Transfer Protein

PO4 Fosfat

POMC Proopiomelanocortin

PPARϒ Proliferator Activated Receptor Gamma

PR Poliferasi

PRH kesan perubahan

PSSP Pusat Studi Satwa Primata RCA Right Coronary Ascending

ROS Reactive Oxigen S

SR-BI scavenger receptor class B, type I

SR-BII scavenger receptor class B, type II

TIMP-1 Tissue Inhibitor MMP-1

TIMPs Tissue Inhibitor MMPs

TN Tanpa Perlakuan Nikotin TNFα Tumour necrosis factor α TPC Total Plasma Cholesterol

UCP1, UCP2,

UCP3 Uncoupling Proteins

VCAM-1 Vascular Cells Adhesion Molecule 1

VCAP1 Vascular Cells Adhesion Protein 1

VLDL Very Low Density Lipoprotein

VVG Verhoeff Van Gieson

(25)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Surat persetujuan ACUC ... 102 2. Protokol Tissue Processing: PSSP LPPM IPB... 103 3. Protokol Coronary Artery Intima Area Measurement Bowman Gray

School of Medicine Wake Forest Univesity...

105

4. Protokol Nekropsi: PSSP LPPM IPB... 107 5. Protokol Penggunaan Microtome Jung Mistocut 820: PSSP LPPM

IPB ...

109

6. Protokol Pewarnaan Hematoxylin dan Eosin: PSSP LPPM IPB... 110 7. Protokol Pewarnaan Verhoeef Van Gieson Technic: PSSP LPPM

IPB...

111

8 Protokol pewarnaan Imunohistolimia ... 112 9. Pengolahan data IMT monyet obes dan kaitannya dengan tipe

keparahan lesi aterosklerosis ...

113

(26)

Latar Belakang

Definisi penyakit. Aterosklerosis merupakan penyakit pengerasan dan penyempitan arteri akibat timbunan lemak yang progresif disertai peradangan (Ross 1999b). Berdasarkan studi lesi aterosklerosis pada pasien dan hewan model yang didukung dengan kajian epidemiologi, imunohistokimia, kultur jaringan, serta temuan adanya peradangan sel dan mediatornya, aterosklerosis didefinisikan sebagai penyakit inflamasi (Hansson 2009). Tanpa pengendalian faktor-faktor risiko seperti obesitas, aterosklerosis akan berkembang menjadi penyakit jantung koroner dan menjadi penyebab kematian (Isomaa et al. 2001).

Faktor risiko. Obesitas pada umumnya ditandai dengan peningkatan bobot badan sebanyak 30% lebih dari normal (D’Alessio 2003). Obesitas tidak berdiri sendiri, tetapi memiliki keterkaitan dengan beberapa faktor seperti ekonomi, sosial, lingkungan, genetik, dan faktor yang berhubungan dengan munculnya metabolik sindrom. Pada tahun 2015, diperkirakan 2.3 miliar orang dewasa meng-alami kelebihan bobot badan dan 700 juta di antaranya menderita obes (WHO 2005). Setiap peningkatan bobot badan sebesar 1 kg menyebabkan peningkatan risiko penyakit jantung kardiovaskuler sebesar 3.1%. Oleh karena itu, ancaman obesitas terhadap aterosklerosis dan munculnya komplikasi penyakit jantung koroner perlu diantisipasi secara komprehensif.

(27)

itu, sinyal yang bersifat anti-peradangan juga muncul, sehingga terjadi pengaturan sistem kekebalan. Aktivasi peradangan secara intensif mengakibatkan terjadinya komplikasi berupa proteolisis lokal, kerusakan plak, formasi trombus, iskhemia, dan infark.

Bad cholesterol. Aterosklerosis merupakan penyakit arteri yang berhubungan dengan berbagai organ dan sistem. Proses aterosklerosis bersifat sistemik pada tingkat seluler maupun molekuler, termasuk melibatkan faktor risiko dan dampaknya terhadap metabolisme. Misalnya dikaitkan dengan asupan diet tinggi lemak, kolesterol, dan energi, pembahasan proses aterosklerosis tidak dapat dipisahkan dengan proses-proses yang terjadi pada arteri, hati, adiposa, jaringan perifer, serta partikel lipoprotein (Brousseau 2005). Partikel lipoprotein meliputi chylomicron, Very Low Density Lipoprotein (VLDL), LDL, Intermediate Density Lipoprotein (IDL), dan High Density Lipoprotein (HDL). Dalam hal ini, LDL dikenal sebagai bad cholesterol karena merupakan cikal bakal terbentuknya lesi aterosklerosis dan menjadi pemicu perkembangan progresi aterosklerosis. Disfungsi sel endotelium dapat mendorong LDL mengalami retensi dan oksidasi dalam dinding arteri, sehingga terjadi difagositosis makrofag menjadi sel busa. Proses ini melibatkan lipoprotein lipase (Pentikainen et al. 2002) dan cytokines, seperti Vascular Cells Adhesion Molecule-1 (VCAM-1) (Li et al. 1993), Interleukin-1, monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1) (Gu et al. 1998) dan

growth factors seperti Macrophage Colony Stimulating Factor (M-CSF)(Smith et al. 1995). Butcher et al. (2011) menjelaskan bahwa Interleukin 17-A (IL-17A), keluarga Interleukin-17 (IL-17), dan Interleukin 17-C (IL-17C) bersifat pro-atherogenic baik dalam menginduksi aortic chemokines maupun dalam merekrut leukosit menuju lesi aterosklerosis.

(28)

diolah menjadi hormon, cairan empedu, maupun bahan daur ulang, untuk kepentingan metabolisme lipoprotein lainnya (Rigotti et al. 2003). Menurut Saddar et al. (2010) mekanisme penarikan kolesterol bebas oleh partikel HDL tersebut sekurang-kurangnya ditempuh dengan tiga jalur (pathways), yaitu jalur defusi pasif, jalur Scavenger Receptor Class B, type I (SR-BI), dan jalur

Adenosine Triphosphate-Binding Cassette A1 (ABCA1) transporter. Adapun penambatan kolesterol pada hati atau organ steroidogenik sekurang-kurangnya dilakukan dengan tiga mekanisme, yaitu dengan menelan partikel HDL secara utuh, melepaskan kolesterol bebas dan fosfolipid melalui selaput hidrofilik HDL, dan penarikan kolesterol ester secara selektif. Untuk dapat menempel pada jaringan hati dan organ steroidogenik, HDL memerlukan bantuan Apolipoprotein A-1 (ApoA-1) dan SR-BI. SR-BI sendiri dilengkapi dengan perangkat produksi

Nitric Oxide (NO) yang sifatnya protektif terhadap sistem kardiovaskuler.

Antiaterogenik dan antioksidan. HDL disebut sebagai good cholesterol

karena memiliki sifat antiaterogenik dan antioksidan. Sifat antiaterogenik HDL ini di antaranya ditunjukkan dengan kemampuannya untuk menghambat ekspresi molekul yang dapat membatalkan perlekatan monosit pada endotelium arteri, menghambat terjadinya retensi dan oksidasi LDL, serta mendorong terjadinya pengeluaran kolesterol melalui proses reverse cholesterol transport (Rader 2007). Sifat antioksidan HDL di antaranya ditunjukkan dengan kemampuannya dalam menghambat oksidasi fosfolipid dalam partikel LDL, maupun dengan mengurangi aktivitas pembentukan LDL teroksidasi. Aktivitas ini dilakukan oleh perangkat HDL berupa ApoA-1 dan paraoxanase-1 yang kemampuannya adalah menghambat lipid hydroperxides dan oksidasi fosfolipid (Mackness et al. 1991, Saddar et al. 2010). Cocon et al. (2011) menjelaskan bahwa fosfolipid HDL memiliki efek imunoregulasi, yaitu mengaktifkan respons sel-T dengan memodulasi sel dendritik.

(29)

bentuk intervensi untuk menghambat progresi aterosklerosis. Williams et al.

(2008) menjelaskan bahwa dengan menciptakan lingkungan vaskular yang baik, sel-sel busa dapat didorong untuk melakukan emigrasi ke limfonodus regional dan sistemik atau menghilang dari lesi aterosklerosis. Emigrasi sel busa ini dapat diidentifikasi dari adanya peningkatan Chemokine C-C Reseptor 7 (CCR7). Proses regresi umumnya diikuti dengan peningkatan ABCA1 serta penurunan

Vascular Cells Adhesion Protein 1 (VCAP1), MCP1, dan tisue factor. Peningkatan konsentrasi HDL melalui peningkatan produksi ApoA-1 dapat menghasilkan remodeling atheromata. Kemampuan HDL ini dapat ditingkatkan dengan menekan sirkulasi Apolipoprotein B (ApoB). Dipertegas oleh Vink et al. (2002) bahwa dalam regresi aterosklerosis, tidak sepenuhnya aspek morfologi, seluler, dan komponen biokimiawi kembali normal. Perubahan yang lebih penting adalah berubahnya arteri yang labil menjadi arteri yang stabil (Hamasaki et al.

2000). Williams et al. (2008) menjelaskan bahwa untuk mendorong terjadinya regresi aterosklerosis, diperlukan beberapa persyaratan minimal, di antaranya adalah adanya profil lipid yang kondusif yang ditandai dengan peningkatan High Density Lipoprotein-Cholesterol (HDL-C) maupun penurunan konsentrasi serum lipid pro-aterosklerosis seperti total serum kolesterol, Low Density Lipoprotein-Cholesterol (LDL-C), dan ApoB; berkurangnya deposit lemak dan respon peradangan pada dinding arteri; adanya peningkatan pembersihan lipid pada plak aterosklerosis, seperti reverse lipid transport dari plak aterosklerosis ke hati; serta terjaganya stabilitas komponen arteri dari aterosklerosis, kerapuhan, dan kelabilan.

(30)

nikotin dapat terdorong menjadi lebih produktif (Benowitz 2003). Dalam konteks ini, efek asupan peroral nikotin cair dosis rendah terhadap mekanisme aterosklerosis belum pernah dilaporkan. Heeschen et al. (2003) melaporkan bahwa nikotin memiliki kemampuan mengaktifkan angiogenesis. Warongan (2011) membuktikan bahwa intervensi nikotin cair dosis rendah peroral selama tiga bulan pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) jantan dewasa obes sebagai hasil dari induksi diet obesitogenik selama dua belas bulan menunjukkan adanya penurunan bobot badan dan peningkatan konsentrasi HDL-C. Peningkatan konsentrasi HDL-C secara epidemiologis dan laboratoris telah dibuktikan menurunkan perkembangan aterosklerosis (Brewer Jr et al. 2004).

Prospek penelitian. Mengingat efek nikotin cair dosis rendah terhadap mekanisme hambat aterosklerosis belum pernah dilaporkan, perlu dilakukan evaluasi histologis arteri koroner jantung pada monyet obes. Dalam evaluasi ini, efek nikotin terhadap kinerja HDL juga perlu dilakukan untuk memastikan sinergisme kinerja nikotin dengan HDL terhadap proses aterosklerosis. Selain itu, untuk melengkapi kajian ini, juga perlu dievaluasi keandalan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebagai hewan model obes dalam menginduksi atero-sklerosis.

Rumusan Masalah

(31)

hambat aterosklerosis ini adalah dengan melakukan kajian tingkat seluler pada preparat histologis koroner jantung Left Arterial Decending (LAD), Left Circumflex (LCX), dan Right Coronary Ascending (RCA). Kajian tersebut diperkuat dengan pembuktian adanya peningkatan kinerja HDL menggunakan preparat imunohistokimia pada jaringan hati dan aorta. Penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan efek nikotin baik terhadap mekanisme regresi aterosklerosis koroner maupun terhadap peningkatan kinerja HDL pada jaringan hati dan aorta. Pembuktian kajian asupan nikotin dosis rendah pada monyet jantan dewasa obes ini diharapkan memberikan informasi baru dalam rangka mengantarkan nikotin sebagai obat masa depan kardiovaskuler.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek nikotin cair dosis rendah terhadap mekanisme hambat aterosklerosis koroner jantung yang sinergis dengan ekspresi kinerja HDL pada hati dan aorta pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) jantan dewasa obes.

Novelty

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dilakukan, hingga saat ini, belum ada laporan kajian efek nikotin alkali cair dosis rendah peroral terhadap mekanisme hambat aterosklerosis berdasarkan evaluasi seluler pada arteri koroner jantung. Bukti hasil evaluasi ini akan diperkuat dengan mengamati ekspresi kinerja HDL sebagai good cholesterol pada jaringan hati dan aorta, dikaitkan dengan uji coba nikotin menggunakan hewan model monyet ekor panjang jantan obes.

(32)

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah bahwa asupan nikotin alkali cair dosis rendah secara oral 0.50-0.75 mg/kg bobot badan/hari selama tiga bulan pada monyet obes dengan diet obesitogenik akan menghambat proses aterosklerosis tingkat seluler pada arteri koroner jantung. Mekanisme hambat ini juga dapat dibuktikan dengan mengamati ekspresi kinerja HDL pada jaringan hati dan aorta.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tiga manfaat. Tiga manfaat tersebut adalah:

(1) memperkuat argumentasi potensi monyet ekor panjang obes sebagai hewan model aterosklerosis,

(2) memperkuat argumentasi potensi asupan nikotin alkali cair dosis rendah sebagai obat masa depan, khususnya dalam regresi aterosklerosis, serta

(33)
[image:33.595.60.445.72.662.2]

Kerangka Pikir

Gambar 1 Kerangka penelitian kajian regresi aterosklerosis pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) jantan dewasa obes dengan asupan nikotin cair dosis rendah

Masalah Obesitas Memperparah Aterogenesis

Pemecahan Masalah

Pengendalian faktor-faktor risiko aterosklerosis

Intervensi diet dan/atau obat-obatan

Monyet Ekor Panjang sebagai Hewan Model Obes

Potensi Nikotin sebagai Obat Masa Depan

Nikotin Dosis Rendah: Peroral Potensi Monyet Ekor Panjang sbg

Hewan Model Aterosklerosis

Kajian Asupan Nikotin Dosis Rendah pada Monyet Obes (Monyet obes sebagai Hewan Model Regresi Aterosklerosis)

Regresi Arteri Koroner Imunohistokimia HDL Hati & Aorta

Analisis Deskriptif: Keterkaitan Hasil dan Pustaka

Konstruksi Efek Nikotin terhadap Mekanisme Hambat Aterosklerosis

(34)

Aterosklerosis Batasan

Arteri. Arteriadalah pembuluh yang mengalirkan darah keluar dari jantung untuk diedarkan ke paru-paru atau ke seluruh tubuh. Strukturnya terdiri atas tunika intima, tunika media, dan tunika adventisia yang dibatasi dengan interna elastik lamina dan eksterna elastik lamina (Gambar 2A). Berhadapan dengan lumen arteri, terdapat sel endotelium. Tunika media mayoritas diisi oleh sel-sel otot polos.

[image:34.595.112.512.80.842.2]

Aterosklerosis. Aterosklerosis didefinisikan oleh Ross (1999b) sebagai pengerasan dan penyempitan arteri secara progresif akibat timbunan lemak dengan disertai peradangan. Pengerasan arteri ini disebabkan oleh adanya pusat nekrosis yang berisi sel-sel busa, sisa-sisa seluler, kolesterol kristal, kalsium, dan dikelilingi oleh kapsula fibrosa (fibrous cap) yang berisi sel-sel otot polos, makrofag, sel busa, limfosit, kolagen, elastin, proteoglikan, dan neovaskulerisasi (Gambar 2B).

Gambar 2 Diagram melintang arteri normal yang terdiri dari tunika intima, tunika media, dan tunika adventisia (A), dan arteri yang mengalami aterosklerosis yang ditunjukkan dengan penebalan tunika intima berisikan pusat nekrosis dan kapsula fibrosa (B)

Aterogenesis. Aterogenesis merupakan segmentasi perkembangan plak aterosklerosis, mulai dari arteri normal, kemudian berkembang menjadi garit

(35)

lemak (fatty streak), ateroma atau plak fibrosa (fibrous plaque), dan komplikasi lesi (lesio complication) (Gambar 3).

Gambar 3 Aterogenesis yang menggambarkan segmentasi terbentuknya plak aterosklerosis, mulai dari arteri normal, muncul garit lemak, menjadi plak fibrosa (ateroma), dan berkembang menjadi komplikasi lesi aterosklerosis (adaptasi dari Ross 1999b)

Mekanisme aterosklerosis. Pada intinya, mekanisme aterosklerosis menjelaskan proses terjadinya dan berkembangnya lesi aterosklerosis sampai timbul komplikasi dan kematian. Menurut Hansson (2009), aterosklerosis bermula dari akumulasi LDL, pengaktifan endotelium, serta perekrutan sel-T dan monosit. Monosit mengalami diferensiasi menjadi makrofag agar dapat melakukan fagositosis lipoprotein termodifikasi dan berkembang menjadi sel busa. Sel-T bertugas mengenal adanya antigen lokal, kemudian mengundang respons sel

Helper-1 agar terlibat dalam peradangan lokal dan pertumbuhan lesi aterosklerosis. Sejalan dengan itu sinyal yang bersifat anti-peradangan muncul, sehingga terjadi pengaturan sistem kekebalan. Aktivasi peradangan secara intensif mengakibatkan terjadinya komplikasi berupa proteolisis lokal, kerusakan plak, formasi trombus, iskhemia, dan infark.

(36)

endotel. Teori-teori ini menghasilkan beberapa hipotesis, tentang timbulnya plak aterosklerosis dan komplikasinya. Williams & Tabas (1995) menjelaskan bahwa pengembangan hipotesis ini umumnya berdasarkan pada temuan komponen plak aterosklerosis seperti komponen seluler (sel otot polos, makrofag, lekosit), komponen jaringan matriks (elastin dan kolagen), komponen lipid (kolesterol, intra dan ektraseluler lipid), dan komponen kalsifikasi. Adapun hipotesis yang sering digunakan untuk menjelaskan mekanisme aterosklerosis meliputi hipotesis disfungsi endotelium, hipotesis respon peradangan kronis, hipotesis migrasi sel otot polos (dari media ke intima), hipotesis proliferasi sel otot polos (dalam rangka menghasilkan matriks elastin dan kolagen pada intima), serta hipotesis terjadinya akumulasi lipid. Berdasarkan hipotesis proliferasi sel otot polos,

[image:36.595.101.512.463.755.2]

growth factor, cytokines, vasoaktif, prostaglandins, leukotrienes, dan matriks ekstraseluler yang ikut memengaruhi aktivitas sel-sel otot polos disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Growth factor, cytokines, vasoaktif, prostaglandins, leukotrienes, dan matriks ekstraseluler yang ikut memengaruhi aktivitas sel-sel otot polos (diadaptasi dari Reines & Ross 1993).

Growth factors dan cytokines Agen Vasoaktif, prostaglandins, dan leukotrienes Matriks Extraselular

Epidermal growth factor (EGF)  Basic fibroblast growth factor

(bFGF)

Heparin-binding EGF-like growth factor (HB-EGF)  Insulin growth factor-I (IGF-I)  Interferon- (IFN-)

Interleukin-1 (IL-1)  Interleukin-6 (IL-6)

Platelet-derived growth factor

(PDGF)  Thrombin

Transforming growth factor a

(TGF-a)

Transforming growth factor-fl

(TGF-fl)

Tumour necrosis factor-a (TNF-a)

Angiotensin II (A-II)  Atrial natriuretic

polypeptide (ANP)  Endothelial-derived

relaxing factor-nitric oxide

(EDRF-NO)  Endothelin (ET-1)

Adrenaline/noradrenaline

1

2-hydroxy-eicosatetraenoic acid (1 2-HETE)

Leukotriene B4 (LTB4)  Prostacyclin (PGI)  Prostaglandin E (PGE)  Serotonin Substance VasopressinFibronectin (FN)  Heparin Laminin Osteonectin (SPARC)  Tenascin (TN)  Thrombospondin

(37)
[image:37.595.81.480.43.819.2]

Teori disfungsi endotel. Berdasarkan teori disfungsi endotel (Gambar 4), dijelaskan bahwa hiperlipidemia, toksin, hipertensi, merokok, faktor hemodinamik, reaksi imun, dan virus menyebabkan perlukaan pada sel endotel, sehingga sel endotel melepaskan cytokines seperti Interluekin1 (IL-1), MCP-1, dan M-CSF untuk memicu adesi monosit pada endotel bermigrasi sebagai makrofag pada tunika intima, dan melakukan fagositosis LDL, kemudian teroksidasi menjadi sel busa. Bersamaan dengan proses ini, sel-sel otot polos bermigrasi menembus elatin lamina interna dan berprolifrasi pada tunika intima untuk menyusun matriks elastin, kolagen, dan proteoglikan menggantikan ekstraseluler dan intraseluler lipid yang terdeposit pada tunika intima.

Gambar 4 Mekanisme aterosklerosis berdasarkan teori disfungsi/perlukaan endotel (adaptasi dari Ross 1999a)

(38)

memiliki kemampuan memecah matriks protein selama proses fibrinolisis dan migrasi sel, berperan menjadi perantara antara permukaan makrofag dengan aktivitas katalisis. Secara teknis, plasminogen memengaruhi ekspresi CD36 dengan mematangkan ikatan oksidasi dengan cara mengatur sekresi leukotiene B4 oleh makrofag.

Penamaan lesi aterosklerosis. Menurut Finn et al. (2010), penamaan lesi aterosklerosis dari sejak awal sampai terjadi komplikasi adalah sebagai berikut. Garit lemak (fatty streak) adalah lesi yang pertama kali terlihat dalam perkembangan aterosklerosis. Ateroma (atheroma) adalah akumulasi sel atau runtuhan sel yang berisikan lipid, kalsium, dan jaringan ikat fibrosa yang terlihat di antara deretan endotelium dan dinding arteri yang dipadati sel-sel otot polos. Plak (plague) adalah deposit lemak di dalam dinding pembuluh darah. Ada pula istilah fibroateroma dengan kapsula tipis (thin-cap fibroatheroma, TCFA), yaitu kapsula fibrosa yang mengalami infiltrasi makrofag dan limfosit, dengan sel-sel otot polos yang jarang dan mengalami nekrosis pada inti deposit lipid. Dijelaskan oleh Finn et al. (2010) bahwa TCFA merupakan lesi aterosklerosis yang mudah pecah dan mengalami trombosis.

Kerapuhan lesi aterosklerosis. Menurut Finn et al. (2010) konsep tentang kerapuhan aterosklerosis berkembang dari masa ke masa. Konsep ini pertama kali dicetuskan pada tahun 1844 dengan ditemukannya pecahan plak pada arteri yang mengalami aterosklerosis. Pada tahun 1858 istilah ateroma diperkenalkan sebagai masa lipid yang diseliputi kapsula fibrosa. Pada tahun 1970-an diperkenalkan istilah intramural atheromatous abcess. Pada masa ini diperkenalkan peran

(39)

proses peradangan. Pada masa ini dilaporkan peran sitokin dan proteolisis pada mekanisme pecahnya kapsula fibrosa maupun peran keping darah dan koagulasi pada mekanisme trombosis. Pada masa ini juga dilaporkan definisi lesi yang rapuh berdasarkan ketebalan kapsula fibrosa (<65 µm). Pada tahun 2000 diperkenalkan istilah thin-cap fibroatheroma (TCFA) sebagai konsensus AHA berkenaan dengan lesi yang rapuh dan mekanisme trombosis. Sampai pada tahun 2003 dilaporkan adanya ciri-ciri morfologi, kejadian, dan tepatnya lokasi TCFA. Pada masa ini juga dijelaskan tentang konsep erythrocyte-derived cholesterol and necrotic core expansion sebagai mekanisme kerapuhan lesi aterosklerosis.

Aterosklerosis koroner. Aterosklerosis dapat berkembang pada arteri koroner seperti LAD, LCX, dan RCA (Gambar 5), serta dapat menimbulkan komplikasi penyakit jantung koroner seperti thrombotic coronary occlusion,

myocardial infarctions, keluhan acute coronary syndrome, dan umumnya pasien berakhir dengan kematian (Stone et al. 2011).

Gambar 5 Jantung dengan arteri koroner LAD, LCX, dan RCA yang merupakan tempat terjadinya aterosklerosis

Grading Aterosklerosis Koroner. American Heart Association

[image:39.595.63.488.47.842.2]
(40)

ditandai dengan tanda-tanda seperti pada tipe-I, akumulasi makrofag, dan adanya sel busa. Tipe-III atau tipe preateroma memiliki tanda seperti yang ditemukan pada tipe-II, dan juga ditandai dengan adanya kolam-kolam kecil yang berisi lipid ekstraseluler. Pada tipe-IV atau tipe ateroma, selain adanya tanda-tanda seperti pada tipe-III, terdapat pula pusat lipid ekstraseluler. Pada tipe-V atau tipe fibro-ateroma, selain adanya tanda-tanda seperti pada tipe-IV juga ditandai dengan adanya penebalan fibrosa. Pada tipe-VI atau tipe lesi komplikasi, selain ditemukan tanda-tanda seperti pada tipe-V, ditemukan juga adanya komplikasi lesi berupa trombus, fisura, dan hematoma (Gambar 6).

Gambar 6 Grading formasi enam tipe aterosklerosis menurut American Heart Association (Stary et al. 1995)

Faktor Risiko Aterosklerosis

Umum. Menurut Maas & Boger (2003) faktor risiko aterosklerosis terdiri dari dua kelompok faktor, yaitu yang berpeluang untuk dimodifikasi atau tidak, dan yang tergolong tradisional atau moderen.

(41)

trombosis, infeksi virus herpes dan Chlamydia pneumoniae, kegemukan, serta pola hidup dan stress.

2. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi umur, jenis kelamin, dan sejarah keluarga.

3. Faktor risiko yang masuk kategori tradisional meliputi umur, jenis kelamin, status sosial-ekonomi, sejarah keluarga, merokok, konsentrasi kolesterol dalam LDL dan HDL, hipertensi, obesitas, diabetes melitus, dan inaktivitas fisik.

4. Faktor risiko yang masuk ketagori new and emerging risk factor, yaitu C-

reactive protein, homocysteine, oxidative stress, dan lipoprotein(a).

Obesitas/kegemukan. Obesitas dimengerti sebagai kondisi gemuknya badan akibat asupan kalori yang melebihi keperluan tubuh. Istilah ini juga digunakan untuk seseorang yang bobot badannya lebih berat 30% atau lebih dari bobot badan normal (D’Alessio 2003). Terdapat dua kriteria obesitas, yaitu kelebihan bobot badan dan obes. Disebut obes jika sudah menderita sakit dan memiliki dampak patologis. Sebagaimana disinyalir oleh WHO (2005), pada tahun 2015 diperkirakan 2.3 miliar orang dewasa mengalami kelebihan bobot badan dan 700 juta di antaranya menderita obes.

Faktor pengendali obesitas meliputi faktor genetik, tingkah laku, lingkungan, fisiologi, sosial, dan budaya (Racette et al. 2003). Dalam dua dekade terakhir, obesitas lebih banyak disebabkan oleh faktor tingkah laku dan lingkungan (WHO 2005). Faktor genetik diperkirakan memberikan kontribusi perubahan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebanyak 50%-90% (Racette et al. 2003). Menurut WHO (2005), seseorang disebut kelebihan bobot badan jika IMT-nya lebih dari 25 dan disebut menderita obesitas jika IMT-nya lebih dari 30.

Diperkirakan terdapat lebih dari 200 gen faktor genetik obesitas. Gen-gen faktor genetik obesitas tersebut meliputi Melanocortin 4 Receptor (MC4R),

Proopiomelanocortin (POMC), leptin dan reseptor leptin, Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPARϒ), Uncoupling Proteins (UCP1, UCP2, UCP3), Fatty Acid Binding Protein 2 (FABP2), melanocortin receptors

(42)

lipoprotein lipase (LPL), insulin responsive substrate-1 (IRS-1), membrane glycoprotein/plasma cell differentiation factor (PC-1), dan skeletal muscle glycogen synthase.

Sindrom metabolik. Sindrom metabolik adalah kumpulan gejala atau tanda klinis yang mengarah pada terjadinya aterosklerosis dan penyakit jantung koroner di kemudian hari. Selain terdapat resistensi insulin dan hiperinsulinemia, terdapat tambahan empat sampai lima gejala atau tanda klinis yang menjadi prasyarat untuk disebut adanya sindrom metabolik. Hal yang menarik adalah adanya perbedaan prasyarat gejala klinis antara WHO dan National Institutes of Health

(NIH) sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Prasyarat sindrom metabolik menurut WHO dan NIH Amerika Serikat

World Health Organization

1. Rasio pinggang-pinggul > 0.85 pada wanita dan > 0.9 pada pria atau indeks masa tubuh > 30 kg/m2

2. Trigliserida > 150 mg% dan/atau HDL-cholesterol < 35 mg% (pria) atau < 40 mg% (wanita)

3. Tekanan Darah > 140/90 mm Hg

4. Peningkatan sekresi albumin dalam urin

National Institutes of Health

1. Obesitas abdominal: lingkar pinggang > 35 inci pada wanita atau 40 inci pada pria

2. Trigliserida > 150 mg%

3. HDL-cholesterol < 50 mg% pada wanita atau < 40 mg% pada pria 4. Tekanan darah > 130/85 mm Hg

5. Plasma glukosa puasa > 110 mg%

(43)

hemodinamik, dan hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan C-reactive protein

[image:43.595.96.462.209.440.2]

(CRP), plasminogen activator inhibitor–1 (PAI-1) dan fibrinogen. Secara singkat, dapat dikatakan bahwa untuk setiap peningkatan bobot badan sebesar 1 kg, risiko penyakit jantung kardiovaskuler meningkat sebesar 3.1%. Perspektif sindrom metabolik tersebut digambarkan oleh Reaven (2001) sebagaimana Gambar 7.

Gambar 7 Diagram alir perspektif sindrom metabolik dengan pemicu obesitas dengan faktor risiko terjadinya aterosklerosis dan penyakit jantung koroner (modifikasi dari Reaven 2001)

Untuk mengatasi sindrom metabolik, diperlukan pendekatan yang komprehensif. Membangun gaya hidup yang sehat seperti latihan fisik, perbaikan diet, maupun penggunaan obat seperti penurun lipid, antidiabetik, antiobesitas atau antihipertensi, menjadi kebutuhan yang tidak dapat dihindarkan. Kelebihan asam lemak bebas (FFAs) dan gula darah (hiperglisemia) yang menyebabkan resistensi insulin dan munculnya lipotoksisitas dan glukotoksisitas sedapat mungkin dihindarkan (Grundy 2006).

Remodeling Arteri

(44)

dan menjaga diameter lumen, sehingga sistem vaskuler tetap berfungsi dengan baik. Dengan kata lain, remodeling arteri merupakan kompensasi arteri terhadap perkembangan aterogenesis baik karena adanya mekanisme homeostasis tubuh maupun karena adanya upaya untuk menekan faktor-faktor risiko aterosklerosis.

Gambar 8 menyajikan bentuk remodeling LCX yang mengalami pembesaran (Ectasia) karena aterosklerosis yang bersifat konsentris.

Gambar 8 Contoh remodeling arteri koroner LCX pada manusia yang berusaha melakukan kompensasi berupa pembesaran arteri karena dorongan aterosklerosis (Williams et al. 2008)

Spektrum remodeling arteri. Sebagai proses perkembangan, remodeling

arteri menghasilkan formasi arteri yang beragam, tergantung pada besarnya pengaruh tekanan (pressure), pengaruh aliran (flow), pengaruh perlukaan endotel (injury), dan pengaruh timbunan plak dan komplikasi plak (Groot & Veldhuizen 2006). Formasi arteri tersebut menghasilkan spektrum remodeling arteri sebagaimana disajikan pada Gambar 9. Pengaruh tekanan darah menghasilkan perbesaran arteri yang bersifat radial dan remodeling geometris yang bersifat sentris maupun konsentris. Pengaruh aliran darah menghasilkan remodeling

(45)

Spektrum remodeling arteri

[image:45.595.74.453.82.613.2]

tekanan aliran luka

Gambar 9 Spektrum remodeling arteri sebagai kompensasi proses aterosklerosis (adaptasi Groot & Veldhuizen 2006)

Remodeling arteri koroner. Remodeling arteri koroner dipelajari oleh Clarkson et al. (1994) dengan melakukan studi retrospektif pada 100 jantung pria dan wanita usia lebih dari 25 tahun serta pada 328 jantung monyet ekor panjang dan 88 monyet rhesus jantan. Satwa primata ini secara eksperimental diinduksi diet tinggi kolesterol, sehingga mengalami jantung koroner. Hasilnya menunjukkan bahwa ukuran lumen tidak dipengaruhi oleh ukuran plak semata. Ukuran lumen bervariasi dan tidak dapat diprediksi sebagai faktor risiko (tradisional) untuk menentukan penyakit jantung koroner. Namun, dengan menempatkan ukuran plak dan ukuran lumen bersama-sama sebagai faktor yang menggambarkan tidak adanya kompensasi arteri, ukuran lumen berkorelasi tinggi dengan sejarah terjadinya penyakit jantung koroner. Ketiadaan kompensasi ini menunjukkan adanya komplikasi aterosklerosis. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa manusia dan satwa primata memiliki respon remodeling arteri yang sama.

Pendeteksian remodeling arteri. Pendeteksian remodeling arteri dapat dilakukan dengan beberapa metode yang sifatnya invasif dan non-invasif. Metode invasif umumnya dilakukan pada hewan model atau pospartum dengan pendekatan patologis, histoteknik, maupun imunohistokimia.

(46)

pada manusia, sejarah pendeteksian remodeling arteri dimulai dengan menggunakan hewan model kelinci (New Zealand white rabbit) dalam keadaan puasa dan terbius. Penelitian ini menunjukkan bahwa MRI dapat dijadikan sebagai alat untuk mendata dinding arteri secara seri dan non-invasive, sehingga dapat menjelaskan secara utuh remodeling arteri. MRI juga digunakan untuk meneliti remodeling arteri pada aterosklerosis alami setelah intervensi perkutaneous koroner.

Selain makrofag, biomarker remodeling arteri dapat diperankan oleh enzim yang berfungsi dalam perkembangan matriks ekstraseluler aterosklerosis. Romero

et al. (2008) menemukan dua jenis enzim yang konsentrasinya dapat diukur, yaitu

Matrix Metallo Proteinases (MMPs) dan Tissue Inhibitor MMPs (TIMPs). Berdasarkan pemeriksaan arteri karotid diketahui bahwa Matrix Metallo Protein-9

(MMP-9), Tissue Inhibitor MMP-1 (TIMP-1), dan Protocollagen-III n-Terminal Propeptide (PIIINP) dapat mengekspresikan perbedaan keparahan aterosklerosis. Tingginya biomarker remodeling arteri pada penelitian Farmingham menunjukkan bahwa umur menengah tua ternyata memiliki hubungan dengan kejadian stenosis pada arteri karotid dan kejadian aterosklerosis sub-klinis pada karotid interna.

Pendeteksian remodeling arteri metode invasif pada preparat histologis hewan model maupun pasien post partum dapat dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan grading

aterosklerosis seperti yang telah dijelaskan pada paragraf terdahulu. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan mengukur ketebalan intima maupun dengan mengukur luas lumen, luas plak, dan luas dinding arteri. Pengukuran ketebalan intima secara tidak langsung menggambarkan ketebalan plak dan keparahan aterosklerosis. Perubahan ketebalan tersebut dapat dilakukan dengan melihat lapisan-lapisan jaringan elastin pada tunika intima atau Interna Elastin Lamina

(47)

Model matematika remodeling arteri. Model matematika remodeling

arteri dikembangkan oleh Groot & Veldhuizen (2006) dengan menjelaskan perubahan dimensi dinding melalui komponen pendukung arteri koroner manusia mulai dari awal sampai akhir terjadinya aterosklerosis. Sebelum diwarnai dan diperiksa dengan menggunakan komputer, sebanyak 83 sampel pospartum difiksasi kemudian diproses dengan parafin untuk mendapatkan sudut pemotongan 5 mikron yang proporsional. Analisis dilakukan secara acak terhadap garis radial yang menghubungkan titik pusat lumen ke titik-titik paling jelas pada intima, media, dan penebalan jaringan ikat sepanjang keliling arteri. Analisis tersebut menunjukkan bahwa pada dimensi intima, ditemukan adanya indikasi pra-aterosklerosis berupa proses perluasan radius arteri dalam bentuk tahapan-tahapan waktu pelebaran dan peningkatan luas vaskuler secara utuh.

Pertama-tama intima mengalami peningkatan secara stabil, kemudian terjadi pengurangan proporsi luas arteri karena peningkatan diameter. Media juga menunjukkan perkembangan sebagaimana intima, yang mula-mula mengalami fase stabilisasi, kemudian fase mendatar, lalu meningkat pada fase ketiga. Jaringan ikat arteri mengalami peningkatan pada fase pertama, lebih meningkat pada fase kedua, dan dipercepat pada fase ketiga. Keseluruhan proses remodeling

arteri terjadi secara sistematis yang terdistribusi dengan jelas pada semua pembuluh darah dan secara lokal diikuti dengan perkembangan lesi intima.

Regresi Aterosklerosis

Regresi aterosklerosis digambarkan sebagai hasil dari berbagai intervensi baik diet maupun obat-obatan untuk menghambat progresi aterosklerosis. Ciri yang mudah dijadikan indikator regresi aterosklerosis adalah adanya perubahan stabilitas arteri yang dicerminkan oleh formasi seluler maupun komposisi biokimiawi arteri tersebut. Ternyata untuk mencapai keberhasilan regresi aterosklerosis, dibutuhkan perjalanan riset dan praktik yang panjang.

(48)

menggunakan hewan model kelinci, tikus, anjing, dan ayam. Tidak semua penelitian menunjukkan hasil yang positif. Oleh karena itu, pada tahun 1970-an dan 1980-an, penelitian tersebut dikembangkan dengan menggunakan hewan model kelinci, anjing, burung dara (pigeon), babi, dan satwa primata. Hasilnya cukup menggembirakan dengan ditemukannya ciri morfologis dan ciri biokimiawi sebagai penanda regresi aterosklerosis. Pada tahun 1980-an, konsep regresi aterosklerosis dan remodeling arteri dapat diterima oleh kalangan peneliti dan praktisi dalam rangka meningkatkan upaya-upaya pencegahan dan pengobatan aterosklerosis (Williams et al. 2008).

St Clair et al. (1972) mempelajari efek regresi aterosklerosis pada lesi ateroma dan estrifikasi kolesterol pada aorta burung dara. Small et al. (1982) mempelajari perubahan fisikokimia dan histologis dinding

Gambar

Gambar 1  Kerangka penelitian kajian regresi aterosklerosis pada monyet ekor
Gambar 2  Diagram melintang arteri normal yang terdiri dari tunika intima,
Tabel 1  Growth factor, cytokines, vasoaktif, prostaglandins, leukotrienes, dan
Gambar 4  Mekanisme aterosklerosis berdasarkan teori disfungsi/perlukaan
+7

Referensi

Dokumen terkait