• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Hasil Tangkapan Rajungan Dengan Menggunakan Dua Konstruksi Bubu Lipat Yang Berbeda Di Kabupaten Tangerang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Hasil Tangkapan Rajungan Dengan Menggunakan Dua Konstruksi Bubu Lipat Yang Berbeda Di Kabupaten Tangerang"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN

MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG

BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

Oleh:

DONNA NP BUTARBUTAR

C05400027

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Adapun semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 17 November 2005

(3)

ABSTRAK

Donna NP Butarbutar, C05400027. Perbandingan Hasil Tangkapan Rajungan Dengan Menggunakan Dua Konstruksi Bubu Lipat Yang Berbeda di Kabupaten Tangerang. Di bimbing oleh Mohammad Imron dan Wazir Mawardi.

Bubu merupakan alat tangkap yang dalam pengoperasiannya membiarkan tujuan penangkapan masuk tanpa paksaan. Bubu di Kronjo adalah bubu lipat dua pintu, yang banyak dikenal nelayan di Pulau Jawa, digunakan untuk menangkap rajungan menggunakan umpan ikan asin. Di Kalimantan terdapat bubu lipat tiga pintu untuk menangkap kepiting bakau. Bubu lipat tiga pintu berasal dari Korea Selatan dan menggeser kedudukan Pintur/Rakkan yang menangkap biota yang sama.

Penelitian ini bertujuan mengetahui jenis dan komposisi hasil tangkapan (HT) serta membandingkan penggunaan bubu lipat dua dan tiga pintu terhadap HT rajungan. Metode penelitian yang digunakan adalah experimental fishing. Data yang diperoleh berupa data primer dan sekunder.

Hasil penelitian menunjukkan jenis HT yang diperoleh terdiri dari: rajungan (14%), keong macan (115), keong gondang (75%), dan udang barong (0%). Total HT rajungan bubu dua pintu 53 ekor dan bubu tiga pintu 11 ekor. Berat individu rajungan yang diperoleh bubu dua pintu berkisar antara 20-130 gram (rataan 65,7 gram), kisaran panjang dan lebar karapas individu adalah 3,5-6,5 cm (rataan 4,6 cm) dan 7-12,5 cm (rataan 9,3 cm). Sedangkan berat individu rajungan yang tertangkap oleh bubu tiga pintu berkisar antara 20-60 gram (rataan 45,4 gram), kisaran panjang dan lebar karapas individu yang diperoleh 3-5 cm (rataan 4,3 cm) dan 6,5-10,3 cm (rataan 7,1 cm).

(4)

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN

MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG

BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

DONNA NP BUTARBUTAR C05400027

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(5)

Judul Skripsi : Perbandingan Hasil Tangkapan Rajungan dengan Menggunakan Dua Konstruksi Bubu Lipat yang Berbeda di Kabupaten Tangerang

Nama : Donna NP Butarbutar

NRP : C05400027

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Mohammad Imron, M.Si. Ir.Wazir Mawardi, M.Si. NIP. 131 664 400 NIP. 132 258 291

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr.Ir. Kadarwan Soewardi. NIP. 130 805 031

(6)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi yang berjudul “Perbandingan Hasil Tangkapan Rajungan dengan Menggunakan Dua Konstruksi Bubu Lipat yang Berbeda di Kabupaten Tangerang” disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada bulan Juli – Agustus 2004 dan bulan Juni 2005 di Kabupaten Tangerang.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ir. Mohammad Imron, M.Si. dan Ir. Wazir Mawardi, M.Si. sebagai Komisi Pembimbing, atas arahan dan bimbingan selama penyusunan skripsi ini;

2. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang, Bapak kepala syahbandar PPI Kronjo beserta keluarga dan Bapak kepala BPP Kronjo atas bantuan dan kepercayaan yang diberikan kepada penulis.

3. Keluarga penulis serta semua pihak yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, Oktober 2005

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palangkaraya pada tanggal 30 Desember 1982 dari pasangan K. Butarbutar dan K. Manurung. Penulis merupakan anak ketiga dari 4 bersaudara.

Riwayat pendidikan penulis dimulai dari SD Negeri 9 Palangkaraya tahun 1988 – 1994, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 3 Palangkaraya dari tahun 1994 – 1997 dan menyelesaikan pendidikan menengah pada tahun 2000 dari SMU Negeri 3 Palangkaraya. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama mengikuti perkuliahan di IPB, penulis aktif di beberapa kegiatan kemahasiswaan, antara lain sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) tahun 2000 - 2002, mengikuti seminar-seminar di lingkungan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, anggota komisi Diaspora unit kegiatan Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) tahun 2001 – 2003 dan menjadi sekretaris komisi Diaspora tahun 2003 – 2004.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Rajungan ... 3

2.1.1 Klasifikasi dan Identifikasi ... 3

2.1.2 Habitat dan Penyebarannya... 5

2.1.3 Tingkah Laku Rajungan ... 6

2.2 Alat Tangkap Bubu ... 7

2.2.1 Bubu Lipat Dua Pintu... 8

2.2.2 Bubu Lipat Tiga Pintu... 9

2.3 Kapal ... 10

2.4 Nelayan ... 10

2.5 Daerah Penangkapan Ikan... 11

2.6 Ikan Tujuan Penangkapan ... 11

2.7 Umpan ... 12

3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ... 13

3.2 Alat dan Bahan ... 13

3.3 Metode Penelitian... 13

3.3.1 Alat Tangkap Bubu ... 14

3.3.1.1 Bubu Lipat Dua Pintu... 15

3.3.1.2 Bubu Lipat Tiga Pintu... 16

3.3.2 Pengukuran Hasil Tangkapan ... 18

3.4Metode Analisis Data ... 18

3.4.1 Hubungan Panjang – Berat... 18

(9)

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Keadaan Geografis dan Topografi Kabupaten Tangerang... 21

4.2 Keadaan Umum Perikanan... 21

4.3 Unit Penangkap Ikan ... 22

4.3.1 Alat Penangkap Ikan ... 22

4.3.2 Kapal Penangkap Ikan... 24

4.4 Produksi Ikan ... 25

4.5 Musim Penangkapan Ikan ... 27

4.6 Penanganan dan Pemasaran Rajungan ... 28

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Unit Penangkapan Bubu... 30

5.2 Metode Pengoperasian ... 31

5.3 Komposisi Hasil Tangkapan Bubu Lipat ... 36

5.4 Perbandingan Hasil Tangkapan Rajungan ... 37

5.5 Hubungan Panjang-berat ... 45

5.6 Analisis Uji t – student HT Bubu Lipat ... 46

5.7 Penyebaran Sumberdaya Hasil Tangkapan ... 47

5.8 Pembahasan... 48

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 51

6.2 Saran... 51

DAFTAR PUSTAKA... 52

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Perkembangan Produksi Ikan Menurut Jenis Usaha di Kabupaten Tangerang

Tahun 2002 - 2003 ... 22

2. Perkembangan Alat Tangkap di Tangerang Tahun 1999 – 2003... 23

3. Perkembangan Jumlah Kapal dan Perahu di Tangerang Tahun 1999-2003 ... 24

4. Perkembangan Jumlah Kapal dan Perahu di Kronjo Tahun 2002 – 2004 ... 25

5. Perkembangan Produksi Penangkapan Ikan Laut di Tangerang Tahun 2001 – 2004... 26

6. Perkembangan Produksi Penangkapan Ikan Laut di Kronjo Tahun 2003 – 2004... 27

7. Jumlah Hasil Tangkapan per Jenis Hasil Tangkap Dari 12 kali Setting ... 36

(11)

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN

MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG

BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

Oleh:

DONNA NP BUTARBUTAR

C05400027

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(12)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Adapun semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 17 November 2005

(13)

ABSTRAK

Donna NP Butarbutar, C05400027. Perbandingan Hasil Tangkapan Rajungan Dengan Menggunakan Dua Konstruksi Bubu Lipat Yang Berbeda di Kabupaten Tangerang. Di bimbing oleh Mohammad Imron dan Wazir Mawardi.

Bubu merupakan alat tangkap yang dalam pengoperasiannya membiarkan tujuan penangkapan masuk tanpa paksaan. Bubu di Kronjo adalah bubu lipat dua pintu, yang banyak dikenal nelayan di Pulau Jawa, digunakan untuk menangkap rajungan menggunakan umpan ikan asin. Di Kalimantan terdapat bubu lipat tiga pintu untuk menangkap kepiting bakau. Bubu lipat tiga pintu berasal dari Korea Selatan dan menggeser kedudukan Pintur/Rakkan yang menangkap biota yang sama.

Penelitian ini bertujuan mengetahui jenis dan komposisi hasil tangkapan (HT) serta membandingkan penggunaan bubu lipat dua dan tiga pintu terhadap HT rajungan. Metode penelitian yang digunakan adalah experimental fishing. Data yang diperoleh berupa data primer dan sekunder.

Hasil penelitian menunjukkan jenis HT yang diperoleh terdiri dari: rajungan (14%), keong macan (115), keong gondang (75%), dan udang barong (0%). Total HT rajungan bubu dua pintu 53 ekor dan bubu tiga pintu 11 ekor. Berat individu rajungan yang diperoleh bubu dua pintu berkisar antara 20-130 gram (rataan 65,7 gram), kisaran panjang dan lebar karapas individu adalah 3,5-6,5 cm (rataan 4,6 cm) dan 7-12,5 cm (rataan 9,3 cm). Sedangkan berat individu rajungan yang tertangkap oleh bubu tiga pintu berkisar antara 20-60 gram (rataan 45,4 gram), kisaran panjang dan lebar karapas individu yang diperoleh 3-5 cm (rataan 4,3 cm) dan 6,5-10,3 cm (rataan 7,1 cm).

(14)

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN

MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG

BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

DONNA NP BUTARBUTAR C05400027

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(15)

Judul Skripsi : Perbandingan Hasil Tangkapan Rajungan dengan Menggunakan Dua Konstruksi Bubu Lipat yang Berbeda di Kabupaten Tangerang

Nama : Donna NP Butarbutar

NRP : C05400027

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Mohammad Imron, M.Si. Ir.Wazir Mawardi, M.Si. NIP. 131 664 400 NIP. 132 258 291

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr.Ir. Kadarwan Soewardi. NIP. 130 805 031

(16)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi yang berjudul “Perbandingan Hasil Tangkapan Rajungan dengan Menggunakan Dua Konstruksi Bubu Lipat yang Berbeda di Kabupaten Tangerang” disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada bulan Juli – Agustus 2004 dan bulan Juni 2005 di Kabupaten Tangerang.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ir. Mohammad Imron, M.Si. dan Ir. Wazir Mawardi, M.Si. sebagai Komisi Pembimbing, atas arahan dan bimbingan selama penyusunan skripsi ini;

2. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang, Bapak kepala syahbandar PPI Kronjo beserta keluarga dan Bapak kepala BPP Kronjo atas bantuan dan kepercayaan yang diberikan kepada penulis.

3. Keluarga penulis serta semua pihak yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, Oktober 2005

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palangkaraya pada tanggal 30 Desember 1982 dari pasangan K. Butarbutar dan K. Manurung. Penulis merupakan anak ketiga dari 4 bersaudara.

Riwayat pendidikan penulis dimulai dari SD Negeri 9 Palangkaraya tahun 1988 – 1994, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 3 Palangkaraya dari tahun 1994 – 1997 dan menyelesaikan pendidikan menengah pada tahun 2000 dari SMU Negeri 3 Palangkaraya. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama mengikuti perkuliahan di IPB, penulis aktif di beberapa kegiatan kemahasiswaan, antara lain sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) tahun 2000 - 2002, mengikuti seminar-seminar di lingkungan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, anggota komisi Diaspora unit kegiatan Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) tahun 2001 – 2003 dan menjadi sekretaris komisi Diaspora tahun 2003 – 2004.

(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Rajungan ... 3

2.1.1 Klasifikasi dan Identifikasi ... 3

2.1.2 Habitat dan Penyebarannya... 5

2.1.3 Tingkah Laku Rajungan ... 6

2.2 Alat Tangkap Bubu ... 7

2.2.1 Bubu Lipat Dua Pintu... 8

2.2.2 Bubu Lipat Tiga Pintu... 9

2.3 Kapal ... 10

2.4 Nelayan ... 10

2.5 Daerah Penangkapan Ikan... 11

2.6 Ikan Tujuan Penangkapan ... 11

2.7 Umpan ... 12

3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ... 13

3.2 Alat dan Bahan ... 13

3.3 Metode Penelitian... 13

3.3.1 Alat Tangkap Bubu ... 14

3.3.1.1 Bubu Lipat Dua Pintu... 15

3.3.1.2 Bubu Lipat Tiga Pintu... 16

3.3.2 Pengukuran Hasil Tangkapan ... 18

3.4Metode Analisis Data ... 18

3.4.1 Hubungan Panjang – Berat... 18

(19)

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Keadaan Geografis dan Topografi Kabupaten Tangerang... 21

4.2 Keadaan Umum Perikanan... 21

4.3 Unit Penangkap Ikan ... 22

4.3.1 Alat Penangkap Ikan ... 22

4.3.2 Kapal Penangkap Ikan... 24

4.4 Produksi Ikan ... 25

4.5 Musim Penangkapan Ikan ... 27

4.6 Penanganan dan Pemasaran Rajungan ... 28

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Unit Penangkapan Bubu... 30

5.2 Metode Pengoperasian ... 31

5.3 Komposisi Hasil Tangkapan Bubu Lipat ... 36

5.4 Perbandingan Hasil Tangkapan Rajungan ... 37

5.5 Hubungan Panjang-berat ... 45

5.6 Analisis Uji t – student HT Bubu Lipat ... 46

5.7 Penyebaran Sumberdaya Hasil Tangkapan ... 47

5.8 Pembahasan... 48

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 51

6.2 Saran... 51

DAFTAR PUSTAKA... 52

(20)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Perkembangan Produksi Ikan Menurut Jenis Usaha di Kabupaten Tangerang

Tahun 2002 - 2003 ... 22

2. Perkembangan Alat Tangkap di Tangerang Tahun 1999 – 2003... 23

3. Perkembangan Jumlah Kapal dan Perahu di Tangerang Tahun 1999-2003 ... 24

4. Perkembangan Jumlah Kapal dan Perahu di Kronjo Tahun 2002 – 2004 ... 25

5. Perkembangan Produksi Penangkapan Ikan Laut di Tangerang Tahun 2001 – 2004... 26

6. Perkembangan Produksi Penangkapan Ikan Laut di Kronjo Tahun 2003 – 2004... 27

7. Jumlah Hasil Tangkapan per Jenis Hasil Tangkap Dari 12 kali Setting ... 36

(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Rajungan (Portunus Pelagicus) ... 4

2. Perbedaan Jenis Kelamin Rajungan Betina dan Jantan... 5

3. Konstruksi Bubu Lipat Dua Pintu ... 15

4. Konstruksi Bubu Lipat Tiga Pintu ... 17

5. Keadaan Pangkalan Pendaratan Ikan Kronjo ... 25

6. Rantai Pemasaran Rajungan di Tangerang ... 29

7. Dimensi Kapal Penelitian... 31

8. Setting Alat Tangkap Bubu Lipat Dua Pintu ... 33

9. Setting Alat Tangkap Bubu Lipat Tiga Pintu ... 33

10.Hauling Alat Tangkap Bubu Lipat Dua Pintu... 35

11.Hauling Alat Tangkap Bubu Lipat Tiga Pintu ... 35

12.Proporsi Hasil Tangkapan Bubu Lipat Dua Pintu... 37

13.Proporsi Hasil Tangkapan Bubu Lipat Tiga Pintu ... 37

14.Perbandingan Jumlah Hasil Tangkapan ... 38

15.Kisaran dan Rataan Berat Individu Rajungan Bubu Lipat per Ulangan ... 39

16.Kisaran dan Rataan Panjang Karapas Individu Rajungan Bubu Lipat per Ulangan ... 40

17.Kisaran dan Rataan Lebar Karapas Individu Rajungan Bubu Lipat per Ulangan ... 42

18.Perbandingan Jumlah Rajungan Hasil Tangkapan... 43

19.Perbandingan Berat Rajungan Hasil Tangkapan... 43

20.Perbandingan Panjang Karapas Rajungan Hasil Tangkapan ... 44

21.Perbandingan Lebar Karapas Rajungan Hasil Tangkapan... 44

22.Hubungan Berat dengan Panjang Karapas ... 45

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

(23)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bubu merupakan salah satu alat tangkap yang dapat dipakai untuk menangkap ikan maupun biota laut lainnya. Dalam pengoperasian alat tangkap bubu, ikan yang menjadi tujuan penangkapan dibiarkan masuk tanpa paksaan. Hal tersebut menyebabkan alat tangkap bubu dapat digunakan dalam jangka waktu yang panjang dan hasil tangkapan yang didapatkan juga dalam keadaan baik, dalam arti kerusakan pada tubuh ikan sangat kecil kemungkinannya.

Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yang berada di Kecamatan Kronjo adalah salah satu pusat kegiatan utama perikanan laut di Kabupaten Tangerang, dengan nilai produksi tertinggi dibandingkan dengan PPI lainnya yaitu 3.261 ton.. Dengan kata lain, PPI Kronjo menyumbang sebesar 19 % produksi perikanan bagi Kabupaten Tangerang (Dinas Perikanan dan Kelautan Tangerang, 2004).

Alat tangkap bubu di Kecamatan Kronjo ditujukan untuk menangkap rajungan. Umpan yang digunakan adalah ikan asin. Nelayan di Kecamatan Kronjo yang menggunakan alat tangkap bubu relatif sedikit, berjumlah sekitar 14 unit alat tangkap. Pada umumnya bubu hanya dijadikan sebagai alat tangkap sampingan, dalam menangkap rajungan alat tangkap utama yang digunakan adalah jaring rajungan. Hal ini dikarenakan jaring rajungan mudah dan tidak membutuhkan biaya yang besar dalam pengoperasiannya

Dalam satu unit penangkapan ikan, biasanya nelayan Kronjo mengoperasikan bubu lipat sekitar dua ratus buah. Produksi hasil tangkapan bubu lipat dua pintu tidak terlalu banyak, sedangkan sumberdaya ikan di daerah tersebut memiliki potensi yang besar. Hal tersebut diperkuat oleh data perkembangan produksi penangkapan ikan laut di Kabupaten Tangerang, dimana total produksi cenderung meningkat. Salah satu hasil tangkapan yang mengalami peningkatan adalah rajungan.

(24)

bakau. Bubu lipat tiga pintu yang ada di Kalimantan merupakan alat tangkap yang relatif baru, yang berasal dari Korea Selatan. Bubu tersebut dikenalkan dan dicobakan pada tahun 2000, dan telah menggeser kedudukan penggunaan alat tangkap Pintur/Rakkan (stick dipnet) yang menangkap biota yang sama (Catur, 2004). Bubu lipat tiga pintu tersebut, masih belum dikenal oleh nelayan Pulau Jawa. Berdasarkan hal tersebut, penulis melakukan penelitian untuk membandingkan hasil tangkapan antara bubu lipat dua pintu dengan bubu lipat tiga pintu, yang dilakukan di perairan Kronjo, Kabupaten Tangerang.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui jenis dan komposisi hasil tangkapan bubu lipat dua dan tiga pintu di Kronjo, Kabupaten Tangerang.

2. Membandingkan penggunaan bubu lipat dua dan tiga pintu terhadap hasil tangkapan rajungan di Kronjo, Kabupaten Tangerang.

1.3 Manfaat Penelitian

(25)

2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Rajungan

2.1.1 Klasifikasi dan Identifikasi

Klasifikasi rajungan menurut Stephenson dan Chambel (1959) seperti dikutip oleh Darya (2002) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Sub Kingdom : Eumetazoa Grade : Bilateria Divisi : Eucelomata Section : Protostomia Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea

Sub Kelas : Malacostraca Ordo : Decapoda

Sub Ordo : Reptantia Seksi : Brachyura

Sub Seksi : Branchyrhyncha Famili : Portunidae

Sub Famili : Portuninae Genus : Portunus

Spesies : Portunus pelagicus Portunus sanguinolentus

Charybdis feriatus

Podopthalamus vigil

(26)

ukurannya cukup besar dan disebut capit yang berfungsi untuk memegang. Capit tersebut kokoh dan berduri. Sepasang kaki terakhir mengalami modifikasi menjadi alat renang yang ujungnya menjadi pipih dan membundar seperti dayung. Oleh sebab itu, rajungan dimasukkan ke dalam golongan kepiting renang (swimming crab).

(Sumber: CIESM dalam Darya, 2002)

Gambar 1. Rajungan (Portunus pelagicus)

Rajungan jantan mempunyai ukuran karapas yang lebih besar dan capit yang lebih panjang dibandingkan dengan rajungan betina. Warna karapas pada rajungan jantan adalah kebiru-biruan dengan bercak-bercak putih terang, sedangkan yang betina memiliki warna karapas kehijau-hijauan dengan bercak putih suram. Perbedaan warna terlihat pada individu yang agak besar walaupun belum dewasa. Panjang karapas hewan ini bisa mencapai 18 cm (Nontji, 1993 dalam Darya, 2002).

Karapas merupakan lapisan keras (exoskleton) yang menutupi organ internal yang terdiri dari kepala, thorax dan insang. Pada bagian bawah karapas terdapat mulut dan Panjang

karapas

(27)

abdomen. Insang merupakan struktur lunak yang terdapat didalam karapas. Mata menonjol didepan karapas, membentuk tangkai yang pendek (Museum Victoria, 2000 dalam Darya, 2002).

Menurut Thomson (1974), rajungan dapat berjalan sangat baik sepanjang dasar perairan dan daerah intertidal berlumpur yang lembab. Rajungan sedikitnya mempunyai lima pasang kaki yang rata agar mereka dapat melintasi air dengan efisien. Rajungan betina menjadi dewasa pada saat karapasnya mempunyai panjang sekitar 10 cm.

Perbedaan jenis kelamin pada kepiting atau rajungan sangat mudah ditentukan. Kepiting atau rajungan betina memiliki abdomen yang lebar, sedangkan rajungan yang jantan abdomennya menyempit (Edward, 1988 dalam Tiku, 2004).

(Sumber : CIESM dalam Darya, 2002)

Gambar 2. Perbedaan jenis kelamin rajungan betina dan jantan

2.1.2 Habitat dan Penyebarannya

Kepiting atau rajungan mempunyai habitat yang beraneka ragam. Menurut Moosa et al. (1980), rajungan banyak terdapat di daerah pesisir Indonesia sampai dengan daerah

(28)

pantai pasir berlumpur dan sekitar bakau, namun lebih menyenangi perairan yang mempunyai dasar pasir berlumpur.

Menurut Nontji (1993) dalam Darya (2002), rajungan dapat hidup pada berbagai habitat seperti pantai berpasir, pasir berlumpur dan juga laut terbuka. Selanjutnya dikatakan, bahwa dalam keadaan biasa, rajungan diam di dasar perairan sampai kedalaman 65 m, tetapi sesekali dapat juga terlihat berada dekat permukaan.

Secara geografis penyebaran rajungan meliputi daerah Atlantik, Lautan Teduh, Laut Merah, Pantai Timur Afrika, Jepang, Indonesia dan Selandia Baru. Rajungan yang hidup di perairan Indonesia dapat ditemukan di perairan Paparan Sunda dan perairan Laut Arafuru dengan memiliki kecenderungan padat sediaan dan potensi yang tinggi, terutama pada daerah sekitar pantai (Martosubroto et al., 1991 dalam Darya, 2002).

2.1.3 Tingkah Laku Rajungan

Rajungan sering berenang melewati kapal pada malam hari, sehingga mereka mendapatkan keuntungan untuk ikut bersama. Mereka juga dapat menggali pasir dalam waktu yang singkat atau untuk menghindari musuh-musuh mereka. Seperti binatang laut yang lain, rajungan menemukan daerah estuaria sebagai tempat berkembang biak atau memijah. Kemudian rajungan jarang terlihat membawa telurnya ke daerah estuaria tetapi ke daerah pesisir pantai dekat daerah teluk. Seperti udang-udang lainnya, rajungan juga tumbuh dengan menanggalkan karapasnya secara berkala. Rajungan betina kawin pada saat karapasnya lunak setelah ganti kulit.

(29)

induknya. Rajungan yang baru menetas mengalami beberapa kali pergantian kulit sedikit demi sedikit setiap waktu hingga rajungan tersebut dapat dikenali. Larva rajungan sama seperti udang, bersifat planktonik atau berenang bebas mengikuti arus (Thomson, 1974). Rajungan jantan mencapai dewasa kelamin pada panjang karapas sekitar 3,7 cm. Dengan demikian ada kesempatan rajungan-rajungan tersebut bereproduksi. Adapun yang mempunyai nilai ekonomis, setelah mempunyai karapas antara 9,5-22,8 cm (Rounsefell, 1975).

2.2 Alat Tangkap Bubu

Bubu yaitu alat penangkapan seperti perangkap, yang merupakan jebakan bagi ikan maupun hasil tangkapan lainnya. Alat tangkap bubu dikenal umum dikalangan nelayan, yang dioperasikan secara pasif. Bubu terbuat dari anyaman bambu, anyaman rotan, maupun anyaman kawat dan bahan lainnya, yang memiliki bentuk bervariasai untuk tiap daerah perikanan. Bentuk bubu ada yang seperti jangkar, silinder, segitiga memanjang, bulat setengah lingkaran, dan lain-lain (Subani dan Barus, 1989).

Menurut Martasuganda (2003), bentuk bubu yang bervariasi tersebut disesuaikan dengan ikan yang akan dijadikan target penangkapan. Meskipun yang dijadikan target penangkapan sama, terkadang bentuk bubu yang dipakai bisa juga berbeda, tergantung dari pengetahuan ataupun kebiasaan nelayan yang mengoperasikannya.

Bubu terdiri dari badan, yang berupa rongga tempat dimana ikan-ikan terkurung, mulut bubu (funnel) yang berbentuk seperti corong tempat ikan dapat dengan mudah masuk tapi sulit untuk keluar, dan pintu bubu yang merupakan tempat pengambilan hasil tangkapan (Subani dan Barus, 1989).

(30)

Menurut Rounsefell dan Everhart (1962), bubu sangat efektif menangkap organisme yang bergerak lambat di dasar perairan, baik laut maupun danau. Umumnya bubu berukuran relatif kecil dan ringan. Untuk bubu lipat, konstruksi demikian dapat ditumpuk diatas kapal dalam jumlah besar, dapat diangkat dengan cepat atau dipasang (setting) meskipun pada saat cuaca buruk sekalipun.

Metode penangkapan udang, kepiting maupun ikan-ikan dasar yang mempergunakan bubu adalah dengan cara merendam alat tangkap tersebut (bubu) yang diberi maupun tidak diberi umpan sebagai pemikat, pada fishing ground, yang telah diperkirakan banyak terdapat ikan tujuan penangkapan tersebut (Daniel dan Martasuganda, 1990).

Pemasangan bubu ada yang dipasang satu demi satu (sistem tunggal) dan ada yang dipasang secara beruntai (sistem rawai), dengan waktu pemasangan (setting) dan penangkapan (hauling) dilakukan pada pagi, siang, sore atau sebelum matahari terbenam, tergantung dari nelayan yang mengoperasikan. Waktu perendaman bubu bermacam-macam, ada yang direndam satu hari satu malam, tiga hari tiga malam, bahkan sampai tujuh hari tujuh malam (Martasuganda, 2003).

Pengoperasian alat tangkap bubu ada yang ditanam di dasar (ground fish pots) untuk menangkap ikan dasar, ikan karang, udang dan crustacea lainnya; diapungkan (floating fish pots) untuk menangkap ikan pelagis; atau dihanyutkan (drift fish pots) untuk

menangkap ikan terbang, yang dipasang baik secara temporer, semi permanen maupun permanen (Subani dan Barus, 1989).

2.2.1 Bubu Lipat Dua Pintu

Bubu dua pintu merupakan bubu yang digunakan untuk menangkap kepiting atau rajungan. Rangka bubu untuk bubu dua pintu, keseluruhannya memakai rangka dari besi behel berdiameter 0.8 cm. Badan jaring yang digunakan adalah jaring PE multifilament, dengan mesh size 2.0 inchi. Kantung umpan bubu dua pintu terbuat dari bahan kawat kasa (Martasuganda, 2003).

(31)

kedaerah penangkapan terpilih dan selama dalam perjalanan, dilakukan pengisian umpan kedalam kantung umpan. Penurunan bubu di daerah penangkapan dilakukan satu demi satu. Satu set bubu biasanya terdiri dari 400 – 500 bubu, dengan jarak satu bubu dengan bubu lainnya antara 10 – 15 m. Lama perendaman bubu biasanya antara 3 – 4 hari.

Kapal yang bisa dipergunakan adalah kapal motor, sedangkan jumlah nelayan bisa dilakukan oleh 2 - 3 orang. Umpan yang biasa digunakan adalah ikan rucah, yang dimasukkan kedalam kantung umpan yang terbuat dari kawat kasa. Daerah penangkapan bubu, biasanya dilakukan di laut dalam dengan kedalaman mulai dari 200 – 600 m (Martasuganda, 2003).

2.2.2 Bubu Lipat Tiga Pintu

Bubu lipat tiga pintu merupakan salah satu alat tangkap yang khusus dirancang untuk menangkap kepiting ataupun rajungan. Bubu lipat tiga pintu merupakan salah satu alat tangkap yang relatif baru di Indonesia. Alat tangkap tersebut berasal dari Korea Selatan dan merupakan hasil hibah dari salah seorang pengusaha Korea Selatan kepada Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SPUM), di Pontianak. Hibah tersebut diperoleh melalui Kerjasama Operasi (KSO) antara pengusaha Korea Selatan dengan pihak SUPM dalam pengoperasian Kapal Latih milik SUPM Negeri Pontianak (Tiku, 2004).

(32)

lebarnya tidak dihubungkan, karena pada saat dioperasikan merupakan jalan pintu masuk (Tiku, 2004).

2.3 Kapal

Nelayan dalam mengoperasikan bubu, ada yang menggunakan kapal dan ada yang tidak menggunakan kapal. Menurut Martasuganda (2003), kapal yang biasa digunakan pada penangkapan dengan bubu adalah kapal motor. Kapal yang digunakan berukuran 30 – 90 GT yang dilengkapi dengan alat bantu (instrument), seperti line hauler, kompas atau GPS dan SSB. Selain kapal motor, nelayan juga menggunakan sampan atau perahu motor tempel, tergantung dari jenis bubu yang digunakan dalam pengoperasian.

Panjang dari perahu-perahu yang dipakai bervariasi, dari 25 feet untuk daerah penangkapan di dekat pantai. Untuk daerah penangkapan dilepas pantai digunakan perahu dengan panjang 50 – 100 feet (Sainsbury, 1972).

2.4 Nelayan

Untuk berhasilnya operasi penangkapan, nelayan harus memenuhi syarat antara lain terampil dalam mengoperasikan alat, terampil dalam menggunakan kapal dan perlengkapannya dan terampil dalam segala hal yang menunjang kegiatan operasi penangkapan. Nelayan pada perikanan bubu bervariasi, dari 3 – 4 orang atau 5 – 10 orang (Martasuganda, 2003).

2.5 Daerah Penangkapan Ikan

Pemasangan bubu dasar biasanya dilakukan di perairan atau diantara karang-karang maupun bebatuan. Untuk memudahkan dalam mengetahui tempat pemasangan bubu, biasanya dilengkapi dengan pelampung tanda (Subani dan Barus, 1989)

(33)

penentuan daerah penangkapan adalah diketahuinya keberadaan ikan dasar, kepiting atau udang sebelum operasi penangkapan dilakukan. Keberadaan ikan yang dijadikan tujuan penangkapan bisa dideteksi dengan fish finder, informasi daerah panangkapan dan data hasil penangkapan sebelumnya (Martasuganda, 2003).

2.6 Ikan Tujuan Penangkapan

Metode penangkapan bubu menurut Sainsbury (1972), terutama sekali dapat diterapkan untuk penangkapan udang-udangan (crustacea) seperti lobster, crab (udang barong) dan kepiting, yang pergerakan utamanya adalah dengan kaki di atas dasar perairan.

Biota perairan yang umumnya dijadikan target penangkapan bubu adalah ikan dasar seperti udang, kepiting, keong, lindung, belut laut, cumi-cumi atau gurita baik yang hidup diperairan pantai, lepas pantai maupun yang hidup diperairan laut dalam (Martasuganda, 2003).

Bubu efektif untuk menangkap ikan-ikan dasar, kepiting maupun udang yang hidup pada kedalaman 100 – 700 meter ataupun lebih, dimana alat tangkap lain tidak biasa dioperasikan (Monintja dan Martasuganda, 1990).

Keberhasilan ikan-ikan menemukan perangkap, masuk dan akhirnya tertangkap sangat dipengaruhi oleh adanya interaksi antara tingkah laku hewan tersebut dengan rancangan dari perangkap, seperti: bentuk dan ukuran perangkap, besarnya bilah (celah) kelolosan, ukuran pintu masuk dan perlengkapan lain yang digunakan agar hasil tangkapan tidak lolos (Krouse, 1988 dalam Tiku, 2003).

2.7 Umpan

Menurut Monintja dan Martasuganda (1990), alasan udang, kepiting atau ikan–ikan dasar terperangkap pada bubu adalah karena pengaruh beberapa faktor, antara lain: 1. tertarik oleh bau umpan;

2. dipakai untuk berlindung;

(34)

4. dalam perjalanan perpindahan tempat, kemudian menemukan bubu dan alasan lain. Ikan akan menerima berbagai informasi mengenai keberadaan sekelilingnya, melalui beberapa inderanya seperti penglihatan , pendengaran, penciuman, peraba dan linea lateralis (Gunarso, 1985). Bubu yang dipasang bersifat pasif dan diharapkan dapat

menarik jenis-jenis ikan yang akan tertangkap dengan mempergunakan umpan-umpan, baik berupa ikan-ikan yang sudah terpotong-potong atau hewan laut lainnya, ataupun dalam bungkusan yang telah dipersiapkan (Sainsbury, 1972). Penempatan umpan didalam bubu pada umumnya diletakkan ditengah-tengah bubu baik dibagian bawah, tengah atau di bagian atas dari bubu dengan cara diikat atau digantung dengan pembungkus umpan ataupun tidak menggunakan pembungkus umpan (Martasuganda, 2003).

(35)

3

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Pengumpulan data dilapangan dilaksanakan pada bulan Juli – Agustus 2004 dan bulan Juni 2005, yang bertempat di Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang provinsi Banten. Secara geografis, wilayah Kabupaten Tangerang terletak pada posisi 06000’ – 06020’ LS dan 106020’ – 106043’ BT.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Satu unit perahu motor;

2) Bubu lipat dua pintu sebanyak 10 buah; 3) Bubu lipat tiga pintu sebanyak 10 buah;

4) Alat pengukur panjang berupa penggaris, dengan skala terkecil 1mm; 5) Alat pengukur berat berupa timbangan, dengan skala terkecil 1gram; 6) Kamera/alat dokumentasi;

7) Alat penentu posisi (GPS Garmin); 8) Alat pengukur salinitas (Refraktometer); 9) Alat pengukur suhu (Termometer);

10) Bahan yang digunakan adalah umpan (ikan kurisi/betet) dan es curah.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini menerapkan experimental fishing, yaitu uji coba penangkapan rajungan dengan menggunakan dua macam bubu yang memiliki konstruksi berbeda, yaitu bubu lipat dua pintu dan tiga pintu. Jumlah ulangan (setting) yang dilakukan selama penelitian adalah 6 kali pada bulan Juli – Agustus 2004 dan 6 kali pada bulan Juni 2005.

(36)

a) Pelampung tanda pertama yang diikatkan pada tali utama

b) 10 buah bubu lipat dua pintu yang diikatkan pada tali cabang dan disambungkan ke tali utama,

c) 10 buah bubu lipat tiga pintu yang diikatkan pada tali cabang dan disambungkan ke tali utama, dan

d) pelampung tanda terakhir yang diikatkan pada tali utama.

Selain dari pengamatan langsung, data primer juga didapatkan dari wawancara beberapa nelayan bubu. Pengambilan data primer sebagai data penunjang antara lain data oseanografi dan biologi perairan, yang berupa kondisi dasar perairan, kedalaman perairan, suhu dan salinitas.

Data sekunder yang diperoleh dari instansi dan lembaga terkait, berupa data tentang keadaan umum daerah penelitian dan perikanan tangkap, juga data tentang keadaan umum usaha penangkapan ikan, terutama yang berkaitan dengan perikanan bubu.

3.3.1 Alat Tangkap Bubu

Tali utama (main line) pada kedua jenis alat tangkap bubu terbuat dari bahan Polyethylene (PE) multifilament warna hijau dengan diameter 5 mm dan panjang lebih

dari 300 m.

Tali cabang (branch line) yang digunakan memiliki panjang 20 m, yang terbuat dari bahan Polyethylene (PE) multifilament dengan diameter 3 mm. Jarak antara tali cabang yang satu dengan yang lain adalah 15 m.

Pelampung tanda yang dipakai berjumlah dua buah, yang diletakkan diujung tali utama dan diakhir tali utama. dan terbuat dari plastik berwarna putih. Bahan tali yang digunakan pada pelampung tanda sama dengan bahan tali utama. Pemberat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rangka besi dari bubu itu sendiri.

3.3.1.1 Bubu Lipat Dua Pintu

(37)

terbuat dari kawat galvanis dengan diameter 3 mm dan badan bubu terbuat dari jaring Polyethylene (PE) multifilament berwarna hijau dengan ukuran mesh size 30 mm.

Keterangan

Rangka : Kawat galvanis diameter 3 mm Ukuran : P : L : T = 49 : 35 : 18

[image:37.612.97.510.127.564.2]

Jaring : Polyethylene (PE) multifilament

Gambar 3. Konstruksi bubu lipat dua pintu

Pada bagian atas bubu, badan bubu dibagi menjadi dua dan pada pertengahan tersebut terdapat engsel yang terbuat dari besi yang dapat menyatukan kedua rangka bagian atas. Engsel tersebut berfungsi sebagai penyangga bubu agar dapat berdiri ketika dioperasikan sekaligus dapat membuat bubu menjadi terlipat ketika tidak dioperasikan.

Engsel Kerangka besi

Tempat umpan

Funnel 2 buah Badan

(38)

Mulut bubu merupakan faktor penting dalam keberhasilan penangkapan dimana dapat memudahkan hasil tangkapan masuk sekaligus menyulitkan hasil tangkapan tersebut untuk keluar. Mulut bubu yang digunakan pada bubu lipat dua pintu, berbentuk horizontal pada bagian belakang dan depan bubu. Pintu masuk bubu lipat dua pintu memiliki ukuran panjang 18 cm dengan lebar 34 cm. Tempat umpan pada bubu lipat terdapat dibagian tengah bubu, dengan menggunakan kawat yang berbentuk pengait. Dengan adanya pengait tersebut, umpan tetap dalam posisinya dan tidak terbawa arus (Lampiran 1).

3.3.1.2 Bubu Lipat Tiga Pintu

Bubu lipat tiga pintu yang digunakan dalam penelitian, berbentuk silinder. Dengan diameter kerangka atas 58 cm, dan kerangka bagian bawah berdiameter 59,5 cm. Jarak antara kerangka atas dan bawah 29 cm, dengan badan bubu terbuat dari jaring dengan bahan Polyethylene (PE) multifilament berwarna hijau dan memiliki mesh size 30 mm. Diantara kerangka bagian atas dan bawah, terdapat 2 penyangga bubu yang terbuat dari besi dan berfungsi untuk menegakkan bubu. Pada penyangga bubu, terdapat pengunci atau engsel yang dapat menghubungkan kedua penyangga tersebut, sehingga bubu dapat dilipat jika tidak dioperasikan atau ditegakkan jika hendak dioperasikan.

(39)

Keterangan

Rangka : Kawat besi diameter 3 mm

[image:39.612.106.507.373.601.2]

Ukuran : Tinggi 29 cm, diameter atas 58 cm, diameter bawah 59,5 cm Jaring : Polyethylene (PE) multifilament

Gambar 4. Konstruksi bubu lipat tiga pintu

3.3.2 Pengukuran Hasil Tangkapan

Data pengukuran hasil tangkapan antara lain: ukuran panjang dan lebar, berat dan jumlah hasil tangkapan dari tiap trip operasi penangkapan dan jenis hasil tangkapan.

Kerangka besi 2 buah

Engsel Penyangga

2 buah

Badan bubu

Tempat umpan

(40)

Pengukuran hasil tangkapan untuk panjang dan lebar, menggunakan penggaris dengan skala terkecil 1 mm, sedangkan pengukuran berat, menggunakan timbangan dengan skala terkecil 1 gram.

3.4 Metode Analisis Data

3.4.1 Hubungan panjang – berat

Analisa hubungan panjang dan berat total hasil tangkapan menggunakan persamaan sebagai berikut:

W = aLb

Atau Log W = Log a + b Log L

Keterangan:

W = berat rajungan dalam gram

L = Panjang total rajungan dalam cm

a,b = konstanta

Korelasi parameter dari hubungan panjang dan lebar dapat dilihat dari nilai konstanta b, sebagai penduga tingkat kedekatan hubungan kedua parameter. Bilamana b sama dengan 3, menunjukkan bahwa pertumbuhan rajungan tidak berubah bentuknya atau pertambahan panjang rajungan seimbang dengan pertambahan beratnya. Pertumbuhan yang demikian disebut dengan pertumbuhan isometrik. Sedangkan apabila b > 3 atau b < 3 dinamakan pertumbuhan alometrik. Bila b < 3 menunjukkan keadaan rajungan yang kurus, dimana pertumbuhan panjangnya lebih cepat dari pertumbuhan berat. Jika b > 3 menunjukkan rajungan yang montok, dimana pertumbuhan berat lebih cepat dari panjang (Effendie, 1997).

3.4.2 Rancangan t – student

(41)

a) Biota tujuan penangkapan (rajungan) menyebar merata atau menyebar normal di perairan;

b) Biota tujuan penangkapan (rajungan) mempunyai peluang yang sama untuk tertangkap

Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program Ms. Office Microsoft excel, dengan rumus t hitung :

t hitung =

2 1 2 2 2 1 2 1 2 1       + − n s n s X X Keterangan: 1

X = Nilai rata-rata hasil tangkapan bubu kotak 2

X = Nilai rata-rata hasiltangkapan bubu bulat s = simpangan baku

n = Ulangan

db = derajat bebas (n – 1)

Nilai t tabel terdapat dalam tabel A.3 (Lampiran 3), dengan melihat nilai db dan nilai

á

yang digunakan 0.05/2 atau 0.025 (Steel and Torrie, 1993). Nilai t

hitung dan t tabel kemudian dibandingkan, sehingga menghasilkan suatu keputusan dan kesimpulan yang akan diambil. Keputusan yang diambil dari uji t adalah:

1. Jika t hitung > t

á

/2, n – 1 maka tolak H0

2. Jika t hitung • t

á

/2, n – 1 maka terima H0

Hipotesis atau kesimpulan yang akan diambil:

H0 = nilai tengah kedua populasi dari hasil tangkapan yang diuji adalah sama, yang berarti tidak ada pengaruh penggunaan alat tangkap bubu lipat terhadap hasil tangkapan.

(42)

4

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Keadaan Geografis dan Topografi Kabupaten Tangerang

Secara geografis, Kabupaten Tangerang terletak pada posisi 06000’ – 06020’ LS dan 106021’ – 106043’ BT (Lampiran 9). Luas Kabupaten Tangerang adalah 1.230,3 km2, yang terbagi dalam 19 kecamatan dan 7 dari kecamatan tersebut merupakan kecamatan pantai dengan luas wilayah perairan laut 380,4 km2. Kabupaten ini memiliki panjang garis pantai 51,4 km .

Wilayah Kabupaten Tangerang dibatasi oleh: 1) Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa; 2) Sebelah timur berbatasan dengan DKI Jakarta;

3) Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor;

4) Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak dan Serang.

Kabupaten Tangerang memiliki topografi yang terdiri dari daerah pantai dibagian utara dan daerah dataran tinggi dibagian selatan, dengan ketinggian rata-rata 0–10 m diatas permukaan laut. Sungai yang mengalir di Kabupaten Tangerang, seluruhnya bermuara di Laut Jawa, dengan panjang sungai keseluruhan 314,3 km (Dinas Perikanan dan Kelautan Tangerang, 2004).

4.2 Keadaan Umum Perikanan

Jumlah penduduk pada tahun 2003 yang melakukan usaha dibidang perikanan di Kabupaten Tangerang terdiri dari nelayan RTP (rumah tangga perikanan) atau juragan dan nelayan RTBP (rumah tangga buruh perikanan) atau nelayan pandega. Di Kabupaten Tangerang jumlah nelayan RTP sebanyak 6.200 dan nelayan RTBP sebanyak 12.946. Jumlah nelayan RTP di Kronjo pada tahun 2003 yaitu 402 orang dan 1.969 orang untuk RTBP (Dinas Perikanan dan Kelautan Tangerang, 2004).

(43)
[image:43.612.98.514.109.384.2]

Tabel 1. Perkembangan produksi ikan menurut jenis usaha di Kabupaten Tangerang tahun 2002 - 2003

Jenis usaha Produksi tahun 2002 (kg) Produksi tahun 2003 (kg) I Penangkapan

1. Laut

2. Perairan umum

15.231 148

15.731 142

Subtotal 15.379 15.873

II Budidaya 1. Tambak 2. Kolam 3. Sawah 4. Japung 5. Budidaya laut

7.806 1.897 8 198 2.760 7.286 1.979 8 196 2.860

Subtotal 11.949 12.329

Jumlah Total 27.328 28.202

Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Tangerang (2004)

PPI yang berada di 7 Kecamatan Kabupaten Tangerang adalah: a) TPI Kronjo di Kecamatan Kronjo,

b) TPI Benyawakan di Kecamatan Kemiri, c) TPI Ketapang di Kecamatan Mauk, d) TPI Mauk Barat di Kecamatan Mauk, e) TPI Karang Serang di Kecamatan Sukadiri, f) TPI Citius di Kecamatan Pakuhaji,

g) TPI Tanjung Pasir di Kecamatan Teluknaga, h) TPI Dadap di Kecamatan Kosambi.

4.3 Unit Penangkap Ikan 4.3.1 Alat Penangkap Ikan

(44)
[image:44.612.100.516.228.600.2]

secara signifikan dari tahun 1999 hingga 2003 antara lain: Garok kerang, bubu, pancing, jaring klitik. Sedangkan alat tangkap yang mengalami penurunan sangat drastis adalah sero. Alat tangkap terbanyak pada tahun 2003 yaitu jaring insang hanyut, jaring klitik, dan pancing. Bubu rajungan dan purse seine baru ada dan terdaftar pada tahun 2003. Perkembangan alat tangkap ikan yang berada di Kabupaten Tangerang dari tahun 1999 – 2003 dapat dilihat dalam Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan alat tangkap di Tangerang tahun 1999 - 2003

No. Jenis Alat Tangkap 1999 2000 2001 2002 2003

1 Payang 56 24 84 83 81

2 Dogol 24 24 230 220 119

3 Jaring insang hanyut 239 182 462 492 532

4 Jaring insang tetap - - - - 2

5 Jaring klitik 374 338 500 526 526

6 Jaring lingkar 13 7 2 8 16

7 Bagan tancap 25 39 28 38 38

8 Jaring angkat lainnya 61 57 61 61 61

9 Pancing 209 344 399 401 401

10 Sero 36 37 1 2 2

11 Bubu ikan 12 12 12 25 25

12 Garok kerang 42 57 72 192 192

13 Alat tangkap lain 62 62 62 50 50

14 Bubu rajungan - - - - 14

15 Jaring kolor (Purse seine) - - - - 1

Jumlah total 1153 1183 1913 2098 2060

Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Tangerang (2004)

(45)

4.3.2 Kapal Penangkap Ikan

[image:45.612.100.518.272.428.2]

Kapal atau perahu yang terdapat di Kabupaten Tangerang terdiri dari tiga jenis, yaitu kapal motor (KM) yang disebut juga inboard engine karena mesin kapal terletak didalam badan kapal, perahu motor tempel (PMT) yang disebut juga outboard engine, dimana mesin dari perahu terletak diluar badan perahu dan perahu tanpa motor (PMT) yang tidak menggunakan mesin, tetapi menggunakan tenaga penggerak lain seperti dayung atau layar. Jumlah unit kapal/perahu yang berada di Kabupaten Tangerang dari tahun 1999 – 2003 dapat dilihat dalam Tabel 3.

Tabel 3. Perkembangan jumlah kapal dan perahu di Tangerang tahun 1999 - 2003

Jumlah (unit) Tahun

KM PMT PTM

Jumlah total (unit)

1999 136 847 12 995

2000 197 623 12 832

2001 291 1716 9 2016

2002 291 1716 9 2016

2003 89 1740 74 1903

Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Tangerang (2004)

(46)
[image:46.612.102.515.96.341.2]

Tabel 4. Perkembangan kapal dan perahu di Kronjo tahun 2002 - 2004

Tahun No. Jenis kapal

2002 2003 2004

1 Perahu tanpa motor a. Jukung b. Perahu papan

- - - - - - 2 Perahu motor tempel

a. < 5 GT b. 5 – 10 GT c. 10 – 20 GT d. 20 – 30 GT

- 200 55 - - 246 66 - - 250 70 - 3 Kapal motor

a. < 10 GT b. 10 – 20 GT c. 20 – 30 GT d. > 30 GT

50 12 - - 65 15 - - 65 15 - -

Jumlah total 317 392 400

Sumber: Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Kronjo (2005)

Gambar 5. Keadaan Pangkalan Pendaratan Ikan Kronjo

4.4 Produksi Ikan

[image:46.612.136.474.364.557.2]
(47)
[image:47.612.104.515.188.637.2]

tembang, kembung, kerang bulu dan kerang darah. Produksi rajungan di Tangerang pada tahun 2004 sebanyak 481,3 Ton. Rajungan di Tangerang sebelum tahun 2003 ditangkap menggunakan sero dan jaring insang.

Tabel 5. Perkembangan produksi penangkapan ikan laut di Tangerang tahun 2001 - 2004

Produksi Tahun (Ton) No. Jenis Ikan

2001 2002 2003 2004

1 Peperek 644.3 513.3 530.1 544.8

2 Manyung 718.3 610.8 630.8 652.4

3 Biji nangka 451.1 406.7 420.0 426.3

4 Bambangan 637.1 559.0 577.3 594.9

5 Kerapu 371.5 350.3 361.8 347.8

6 Kakap 373.5 341.2 352.4 355.2

7 Kurisi 446.3 418.9 432.6 432.5

8 Ekor kuning 431.5 394.5 407.7 414.0

9 Tiga waja 443.5 405.1 418.4 426.2

10 Cucut 320.7 380.8 393.3 304.3

11 Pari 603.9 546.8 564.7 582.8

12 Selar 315.5 327.5 338.2 593.5

13 Kuwe 473.5 441.7 456.2 454.5

14 Tetengkek 439.1 403.6 416.8 444.1

15 Belanak 521.5 501.1 517.5 505.6

16 Teri 978.3 883.8 912.4 953.5

17 Japuh 355.9 581.8 600.8 339.8

18 Tembang 1021.5 924.5 954.9 1000.0

19 Kembung 1202.3 1248.9 1250.4 1173.9

20 Tenggiri 567.1 573.3 530.1 544.8

21 Layur 495.9 563.5 582.0 475.8

22 Ikan lainnya 906.7 822.5 849.5 887.7

23 Rajungan 496.3 455.4 470.4 481.3

24 Udang putih 461.5 428.0 482.0 450.4

25 Udang lainnya 615.9 562.2 580.5 599.5

26 Kerang bulu 1154.5 1055.5 1090.2 1145.0

27 Kerang darah 884.9 80.7 83.0 862.3

28 Cumi-cumi 562.9 510.2 527.0 542.0

Total 16895.0 15291.6 15731.0 16535.4

(48)
[image:48.612.97.516.192.499.2]

Produksi perikanan di Kecamatan Kronjo pada tahun 2004 mengalami kenaikan sebesar 48,9 % dari produksi perikanan tahun 2003, dengan jumlah total produksi 628.361 kg menjadi 935.940 kg (Tabel 6).

Tabel 6. Perkembangan produksi ikan laut di Kronjo tahun 2003 – 2004

No Jenis Ikan Produksi Tahun 2003 (kg)

Produksi Tahun 2004 (kg)

Perkembangan (%)

1 Peperek 141193 233110 65.1

2 Samge 74272 87916 18.4

3 Teri 15362 20842 35.7

4 Kekes/keting 55484 Tdk ada data -

5 Rajungan 10616 16800 58.3

6 Kurisi 18025 45749 153.8

7 Pari 35665 48503 36.0

8 Belanak 32469 48102 48.1

9 Utik 41034 95846 133.6

10 Kembung 8890 9029 1.6

11 Rebon 35481 64034 80.5

12 Tembang 53287 80364 50.8

13 Biji nangka 57942 95993 65.7

14 Lajan 5201 7424 42.7

15 Bilis 29069 64335 121.3

13 Corak 6125 6876 12.3

17 Cumi 5263 7853 49.2

18 Udang 2983 3164 6.1

Total 628361 935940 48.9

Sumber: Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Kronjo (2005)

Untuk produksi rajungan yang terdapat di Kronjo mengalami perkembangan dengan nilai produksi 10.626 kg pada tahun 2003 menjadi 16.800 kg pada tahun 2004. Persentase perkembangan produksi rajungan tersebut adalah 58,3 %. Rajungan tersebut ditangkap menggunakan bubu, jaring insang dan sero.

4.5 Musim Penangkapan Ikan

(49)

a) Musim Puncak atau musim Barat, yang berlangsung pada bulan November hingga bulan Maret. Pada musim ini gelombang laut tidak besar dan cuaca mendukung dalam operasi penangkapan.

b) Musim Pancaroba atau musim peralihan, pada bulan April, Mei dan Oktober, dan c) Musim Paceklik atau musim Timur, berlangsung pada bulan Juni hingga bulan

September. Pada musim ini, cuaca tidak mendukung dalam pengoperasian alat tangkap, dimana angin bertiup kencang dan gelombang laut besar.

4.6 Penanganan dan Pemasaran Rajungan

Penanganan yang dilakukan pada hasil tangkapan sangat menentukan mutu dari hasil tangkapan tersebut. Yang dilakukan nelayan untuk menangani hasil tangkapan adalah dengan meletakkan hasil tangkapan tersebut pada sebuah ember yang diisi dengan air laut. Hal tersebut dilakukan agar hasil tangkapan tetap dalam keadaan hidup.

Setelah sampai di fishing base, hasil tangkapan tidak langsung dibawa ke TPI (Tempat Pelelangan Ikan), melainkan ketempat perebusan rajungan. Proses penanganan dan pengolahan rajungan selanjutnya diserahkan kepada nelayan juragan bakul. Umumnya rajungan yang telah sampai ketempat perebusan kemudian langsung direbus, selama kurang lebih 20 menit, kemudian dilakukan pemisahan antara rajungan yang memiliki nilai ekonomis dan yang tidak memiliki nilai ekonomis.

(50)
[image:50.612.126.489.82.315.2]

Gambar 6. Rantai pemasaran rajungan di Tangerang

Nelayan

Juragan bakul

Perusahaan pengolah

Pedagang pengecer

(51)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Unit Penangkapan Bubu

Alat tangkap yang digunakan dalam penelitian adalah bubu lipat yang memiliki bentuk dan jumlah funnel yang berbeda. Bubu yang digunakan dikhususkan untuk menangkap biota perairan yang berada didasar perairan, dengan hasil tangkapan utama adalah rajungan. Bubu lipat yang digunakan adalah berbentuk kotak dan bulat, yang masing-masing mempunyai jumlah dua dan tiga funnel. Tali temali yang digunakan seluruhnya menggunakan bahan PE multifilament, karena bahan tersebut harganya relatif lebih murah dan kuat untuk menarik alat tangkap dari dalam perairan. Dalam pengoperasian bubu, pemberat yang digunakan adalah besi dari bubu itu sendiri, yang bisa mempercepat tenggelamnya alat tersebut.

Kapal yang digunakan saat penelitian adalah kapal yang dipakai untuk mengoperasikan jaring arad. Kapal tersebut terbuat dari kayu dengan ukuran < 5 GT, panjang (L) 7,0 m, lebar (B) 2,8 m dan dalam (D) 1,0 m. Mesin penggerak yang digunakan adalah mesin motor tempel berkekuatan 20 PK (Gambar 7 ). Pada umumnya, kapal yang berukuran < 5 GT yang digunakan nelayan Kronjo dalam pengoperasian adalah minyak tanah. Hal ini dikarenakan harga minyak tanah lebih murah dibandingkan dengan bahan bakar lain, walaupun bahan bakar minyak tanah tersebut lebih cepat membuat mesin rusak.

(52)
[image:52.612.120.492.236.482.2]

Sebagian besar nelayan di Kronjo merupakan nelayan pendatang yang berasal dari daerah Cirebon, dan hanya berpendidikan Sekolah Dasar. Nelayan yang berasal dari Cirebon inilah yang mengenalkan alat tangkap bubu lipat dua pintu, kepada nelayan di Kronjo, sekaligus mengoperasikannya di perairan Kronjo. Umumnya, status nelayan di Kronjo adalah nelayan penuh dan nelayan sambilan utama, dengan umur berkisar antara 15 – 50 tahun.

Gambar 7. Dimensi kapal penelitian

5.2 Metode Pengoperasian

Penelitian yang dilakukan dalam mengikuti operasi penangkapan dimulai dari pagi hari hingga sore hari. Keberangkatan dari fishing base pada pukul 04.00 WIB dan kembali ke fishing base rata-rata pada pukul 15.00 WIB. Setting dilakukan pada perairan yang

(53)

Tahapan pengoperasian bubu lipat terdiri dari: 1) Persiapan

Tahap persiapan ini dilakukan di fishing base, yaitu menyiapkan perbekalan, pemeriksaan mesin kapal dan kelengkapan alat tangkap. Persiapan perbekalan meliputi segala kebutuhan yang diperlukan selama operasi penangkapan berjalan. Perbekalan yang disiapkan antara lain: umpan, es curah, bahan bakar mesin yang berupa minyak tanah, air tawar dan bahan makanan. Tahap persiapan ini biasanya dilakukan sekitar pukul 04.00 WIB.

2) Pencarian daerah penangkapan ikan

Penentuan daerah penangkapan ikan diperoleh dari informasi nelayan bubu dan berdasarkan pengalaman nelayan. Daerah yang menjadi fishing ground saat penelitian yaitu sekitar Pulau Laki dan Pulau Tanara, dengan kedalaman 5 – 10 meter. Perairan tersebut merupakan daerah muara sungai yang bersubstrat lumpur berpasir. Perjalanan dari fishing base menuju fishing ground memakan waktu sekitar 1 – 1,5 jam. Selama dalam perjalanan,

dua orang anak buah kapal menyiapkan dan memasang umpan kedalam bubu.

3) Penurunan alat tangkap (Setting)

(54)
[image:54.612.170.452.98.326.2]

Gambar 8 . Setting alat tangkap bubu lipat dua pintu

Gambar 9 . Setting alat tangkap bubu lipat tiga pintu

4) Perendaman alat tangkap (Soaking)

(55)

menggunakan jaring arad. Selama penelitian, rata – rata waktu perendaman alat tangkap bubu berkisar antara 5 – 6 jam.

5) Pengangkatan alat tangkap (Hauling)

Pada tahap hauling, penarikan bubu dimulai dengan mengangkat pelampung tanda, diikuti dengan penarikan tali utama dan tali cabang, kemudian pengangkatan bubu serta melepaskan hasil tangkapan. Pada saat hauling, semua anak buah kapal memiliki tugas masing-masing. Tugas nakhoda atau orang pertama adalah menarik tali utama dan tali cabang. Orang kedua bertugas membantu orang pertama, dan membersihkan bubu dari lumpur dan kotoran lain yang menempel pada bubu. Orang ketiga bertugas mengeluarkan hasil tangkapan, dan membuang umpan yang sudah tidak bisa terpakai lagi, serta menyusun kembali alat tangkap didalam kapal.

(56)
[image:56.612.178.449.96.350.2]

Gambar 10 . Hauling alat tangkap bubu lipat dua pintu

[image:56.612.175.454.388.611.2]
(57)

5.3 Komposisi Hasil Tangkapan Bubu Lipat

Hasil tangkapan bubu lipat diperoleh sebanyak empat jenis, yaitu rajungan (Portunus sp), keong macan (Babylonia spirata L.), keong gondang (Nassarius sp.) dan udang

barong (Panulirus sp).

[image:57.612.82.530.364.466.2]

Hasil tangkapan sampingan bubu rajungan yang paling banyak adalah keong gondang, yaitu sebesar 344 ekor. Hasil tangkapan sampingan terbesar kedua adalah keong macan, dengan jumlah 53 ekor. Dan di ikuti dengan udang, yang berjumlah 1 ekor. Secara keseluruhan, dari ke empat jenis hasil tangkapan pada bubu lipat dua pintu lebih banyak jika dibandingkan dengan bubu lipat tiga pintu. Bubu lipat dua pintu memperoleh total hasil tangkapan sebesar 360 ekor, sedangkan bubu lipat tiga pintu sebesar 102 ekor. Untuk lebih jelasnya, komposisi hasil tangkapan dapat dilihat dalam Tabel 7 .

Tabel 7 . Jumlah hasil tangkapan per jenis hasil tangkap dari 12 kali setting

Jenis Tangkapan Bubu dua pintu Bubu tiga pintu Total

Rajungan (Portunus sp) 53 11 64

Keong macan (Babylonia spirata L.) 40 13 53

Keong gondang (Nassarius sp.) 266 78 344

Udang barong (Panulirus sp) 1 0 1

Total 360 102 462

(58)

266;74%

1; 0%

53; 15%

[image:58.612.151.461.102.296.2]

40; 11% Rajungan Keong macan Keong gondang Udang Barong

Gambar 12 . Proporsi hasil tangkapan bubu lipat dua pintu

78;76%

0; 0%

13;13% 11;11%

Rajungan

Keong macan

Keong gondang

Udang Barong

Gambar 13. Proporsi hasil tangkapan bubu lipat tiga pintu

5.4 Perbandingan Hasil Tangkapan Rajungan

[image:58.612.150.463.346.539.2]
(59)
[image:59.612.86.527.115.498.2]

Tabel 8 . Rajungan yang tertangkap setiap bubu dalam 12 ulangan

Bubu dua pintu Bubu tiga pintu Ulangan n Berat total (gr) Panjang total (cm) Lebar total (cm) n Berat total (gr) Panjang total (cm) Lebar total (cm)

1 5 260 23.4 46.5 1 40 4 7

2 3 145 13.5 25.8 2 100 9.3 17.5

3 4 125 15.5 30.5 0 0 0 0

4 5 190 20.7 41.2 1 50 4.8 10

5 2 105 9.5 18.8 0 0 0 0

6 3 145 13.2 25.5 2 105 9.5 18.8

7 3 100 12 23.5 0 0 0 0

8 6 460 31.30 65 2 55 7.2 14.8

9 8 760 42.30 81 0 0 0 0

10 4 360 21 39.8 1 50 4.5 9.2

11 6 505 26.80 58.5 2 100 8.8 7.8

12 4 330 15.8 37 0 0 0 0

Total 53 3485 245.00 493.40 11 500 48.1 85.1 Rata-rata 290.42 71.43

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

[image:59.612.96.513.267.654.2]

Ulangan J u m la h H T 2 Pintu 3 Pintu

(60)

Jumlah rajungan terbanyak yang diperoleh bubu lipat dua pintu adalah 8 ekor pada ulangan ke - 9 dan sedikitnya 2 ekor pada ulangan ke – 5. Sedangkan pada bubu lipat tiga pintu, jumlah hasil tangkapan rajungan terbanyak yaitu 2 ekor dan sedikitnya 1 ekor (Gambar 14).

Berat individu rajungan tertinggi, hasil tangkapan bubu lipat dua pintu yaitu 130 gram dan terendah 20 gram yang diperoleh pada ulangan ke – 9 (Gambar 15).

Bubu dua pintu

10 30 50 70 90 110 130

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Ulangan B era t I ndi v idu ( g r ) Rataan

Bubu tiga pintu

10 30 50 70 90 110 130

[image:60.612.120.493.226.675.2]

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Ulangan B era t I ndi v idu ( g r ) Rataan

(61)

Pada ulangan tersebut, rajungan yang didapat sebanyak 8 ekor dengan berat rata-rata 95 gram. Untuk bubu lipat tiga pintu, berat rajungan tertinggi diperoleh pada ulangan ke - 6 dan ke – 11 yaitu 60 gram sedangkan berat individu terendah adalah 20 gram yang diperoleh pada ulangan ke-8. Rata-rata berat hasil tangkapan rajungan per ulangan pada bubu lipat dua pintu dan tiga pintu dapat dilihat dalam Gambar 15.

Bubu dua pintu

2 3 4 5 6 7 8

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Ulangan P a n ja n g I ndi v idu ( c m ) Rataan

Bubu tiga pintu

2 3 4 5 6 7 8

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

[image:61.612.120.491.200.641.2]

Ulangan P a n ja n g I ndi v idu ( c m ) Rataan

(62)

Karapas terpanjang pada hasil tangkapan rajungan bubu lipat dua pintu yaitu 6,5 cm yang diperoleh pada ulangan ke – 9. Pada ulangan tersebut, rajungan yang didapat sebanyak 8 ekor dengan panjang individu rata-rata 5,2 cm. Untuk bubu lipat tiga pintu, panjang karapas rajungan tertinggi diperoleh pada ulangan ke - 6 yaitu 5 cm. Panjang karapas yang tertangkap berkisar antara 3 cm hingga 6,5 cm. Rata-rata panjang karapas rajungan hasil tangkapan per ulangan pada bubu lipat dua pintu dan tiga pintu dapat dilihat dalam Gambar 16.

Lebar karapas rajungan tertinggi pada bubu lipat dua pintu, diperoleh pada ulangan ke-8 yaitu 12,5 cm dengan lebar rataan pada ulangan tersebut 10,8 cm. Sedangkan lebar karapas terendah adalah 7 cm pada ulangan ke – 2,3,4,6,7 dan 9. Untuk bubu lipat tiga pintu, lebar karapas rajungan tertinggi yaitu 10,3 cm yang diperoleh pada ulangan ke-6 dengan lebar rata-rata 9,4 cm dan lebar karapas terendah adalah 6,5 cm pada ulangan ke-8 dengan lebar rata-rata 7,4 cm. Kisaran dan rataan lebar karapas individu rajungan yang tertangkap bubu lipat dua dan tiga pintu terdapat dalam Gambar 17.

Perbandingan hasil tangkapan antara bubu lipat dua pintu dengan tiga pintu sangat berbeda jauh. Jumlah rajungan yang didapatkan oleh bubu lipat dua pintu berkisar antara 2 - 8 ekor dengan rata-rata per setting 3 - 4 ekor. Sedangkan jumlah rajungan yang tertangkap pada bubu lipat tiga pintu berkisar antara 1 – 2 ekor dengan jumlah rata-rata 2 ekor per setting (Gambar 18).

(63)

Bubu dua pintu 4 6 8 10 12 14

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Ulangan L e b a r I ndi v idu ( c m ) Rataan

Bubu tiga pintu

4 6 8 10 12 14

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

[image:63.612.122.491.95.552.2]

Ulangan L e b a r I ndi v idu ( c m ) Rataan

(64)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2 Pintu 3 Pintu

Ju

m

la

h H

T

[image:64.612.163.450.365.561.2]

Rataan

Gambar 18. Perbandingan jumlah rajungan hasil tangkapan

15 35 55 75 95 115 135

2 Pintu 3 Pintu

B

era

t I

ndi

v

idu (

g

r

)

Rataan

Gambar 19. Perbandingan berat rajungan hasil tangkapan

(65)

2 3 4 5 6 7

2 Pintu 3 Pintu

[image:65.612.161.454.101.307.2]

P a n ja n g I n d iv idu ( c m ) Rataan

Gambar 20. Perbandingan panjang karapas rajungan hasil tangkapan

6 7 8 9 10 11 12 13

2 Pintu 3 Pintu

L e b a r I n d iv id u Rataan

Gambar 21. Perbandingan lebar karapas rajungan hasil tangkapan

[image:65.612.151.462.360.577.2]
(66)

Hal yang menyebabkan perbedaan kisaran nilai lebar karapas individu yang tertangkap oleh bubu lipat adalah adanya bentuk pintu masuk (funnel) bubu yang berbeda. Pada bubu lipat tiga pintu, funnel berbentuk bulat dan kendur sehingga menyebabkan rajungan yang memiliki karapas yang lebar akan susah masuk. Hal ini dikarenakan adanya duri pada karapas yang memungkinkan rajungan tersangkut dan akhirnya lepas. Berbeda dengan bubu lipat dua pintu, dimana pintu masuk bubu berbentuk horizontal, yang memudahkan rajungan masuk kedalam badan bubu.

5.5 Hubungan Panjang-Berat

Hubungan pertumbuhan panjang dan berat hasil tangkapan dapat dilihat dari pesamaan W = aLb, dimana korelasi parameter dari hubungan panjang dan lebar dapat dilihat dari nilai konstanta b, sebagai penduga tingkat kedekatan hubungan kedua parameter. Dari hasil perhitungan (Gambar 22), didapatkan nilai b adalah 1,413. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang rajungan tidak seimbang dengan pertumbuhan beratnya atau alometrik negatif, yang berarti pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan berat.

0 2 0 0 4 0 0 6 0 0 8 0 0 1 0 0 0

0 2 0 4 0

P an jang (L)

B

e

ra

t

(W

)

da ta

[image:66.612.144.467.465.646.2]

pre diksi

Gambar 22. Hubungan berat dengan panjang karapas

(67)

Demikian juga dengan hubungan pertumbuhan berat dengan lebar hasil tangkapan (Gambar 23), dimana nilai konstanta b yaitu 1,421 yang berarti pertumbuhan yang terjadi pada rajungan yang tertangkap adalah alometrik negatif atau pertumbuhan lebar lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan berat.

0 2 0 0 4 0 0 6 0 0 8 0 0 1 0 0 0

0 5 0 1 0 0

L e bar (L )

B

e

ra

t

(W

)

[image:67.612.146.468.212.386.2]

da ta

pre diksi

Gambar 23. Hubungan berat dengan lebar karapas

5.6 Analisis Uji t-student Hasil Tangkapan Bubu Lipat

Uji yang dipakai adalah uji t-student atau uji t berpasangan. Dari hasil uji, diperoleh nilai t hitung untuk jumlah hasil tangkapan sebesar 6,61 pada taraf signifikansi (á) sebesar 5 %. Dari tabel distribusi t didapat t0.025, 11

= 2,201. Hal ini menunjukkan bahwa t hitung

> t tabel (6,61 > 2,201), yang berarti ada pengaruh perlakuan terhadap jumlah hasil tangkapan (Lampiran 4)

Nilai t hitung untuk berat hasil tangkapan yaitu 4,14 pada taraf signifikansi (á) 5 %. Nilai tersebut menunjukkan keputusan yang diambil adalah tolak Ho (t hitung > tá/2, n - 1), yang berarti ada pengaruh perlakuan bubu lipat dua pintu dan tiga pintu terhadap berat hasil tangkapan (Lampiran 4).

Nilai t hitung untuk panjang dan lebar karapas berturut-turut adalah 5,63 dan 5,71 (Lampiran 5) pada taraf signifikansi 5 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa keputusan yang diambil adalah tolak Ho, dimana nilai (5,63 > 2,201) dan (5,71 > 2,201) dengan

(68)

kesimpulan bahwa ada pengaruh perlakuan terhadap panjang dan lebar karapas hasil tangkapan.

5.7 Penyebaran Sumberdaya Hasil Tangkapan

Pada umumnya, rajungan yang ditangkap nelayan Kronjo, banyak ditemukan didaerah sekitar Pulau Laki dengan posisi 05055’26” – 05058’39” LS dan 106027’51” – 106032’08” BT dan daerah perairan Tanara dengan posisi 05057’00” – 06000’15” LS dan 106022’14” - 106025’10” BT. Daerah tersebut memiliki kedalaman 5 – 10 meter, d

Gambar

Gambar 1. Rajungan (Portunus pelagicus)
Gambar 2. Perbedaan jenis kelamin rajungan betina dan jantan
Gambar 3. Konstruksi bubu lipat dua pintu
Gambar 4. Konstruksi bubu lipat tiga pintu
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Jumlah  hasil  tangkapan  bubu  lipat  yang  diperoleh  selama  penelitian  sebanyak  261  ekor.  Berdasarkan  hasil  penelitian  maka  jurnlah  total  hasil 

Hasil analisa persebaran daerah operasi penangkapan rajungan ( swimming crab ) dengan menggunakan bubu oleh nelayan Desa Betahwalang di perairan Betahwalang Demak, tersebar

Analisis Efektifitas Hasil Tangkapan Kepiting Bakau (Scylla serrata) dengan Bubu Lipat Modifikasi Pemberian Sudut Kemiringan Mulut Bubu yang Berbeda, di Perairan Kabupaten Pemalang

Penggunaan ikan layang dan usus ayam sebagai umpan bubu kerucut berbeda nyata terhadap hasil tangkapan rajungan, dimana umpan ikan layang memberikan hasil

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas alat tangkap bubu berdasarkan sudut kemiringan mulut bubu dan menghasilkan jenis dan komposisi hasil tangkapan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui jumlah, jenis, dan kelimpahan rajungan yang tertangkap dengan alat tangkap bubu lipat di TPI Tanjung Sari,Rembang,