• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis marjin pemasaran dan keterpaduan pasar daging domba di kabupaten Majalengka, Jawa Barat (kasus pasar ternak regional Pakowon Bojong Cideres, Pasar Kadipaten dan Pasar Cigasong)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis marjin pemasaran dan keterpaduan pasar daging domba di kabupaten Majalengka, Jawa Barat (kasus pasar ternak regional Pakowon Bojong Cideres, Pasar Kadipaten dan Pasar Cigasong)"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS MARJIN PEMASARAN DAN KETERPADUAN PASAR DAGING DOMBA DI KABUPATEN MAJALENGKA, JAWA BARAT (Kasus Pasar Ternak Regional Pakowon Bojong Cideres, Pasar Kadipaten dan

Pasar Cigasong)

Oleh :

WEPPY YUNIAR ARIFIANTO

A14102588

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

(2)

(Kasus Pasar Ternak Regional Pakowon Bojong Cideres, Pasar Kadipaten dan Pasar Cigasong)

Oleh :

WEPPY YUNIAR ARIFIANTO

A14102588

Skripsi

Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Karena sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. Dan sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Qs. Alam Nasyrah ( 94) : 5- 6.

"Ya Allah, jadikanlah aku ridho t erhadap apa-apa yang Engkau t et apkan dan jadikan barokah apa-apa yang t elah Engkau t akdirkan, sehingga t idak ingin aku menyegerakan apa-apa yang engkau t unda dan menunda apa-apa yang Engkau segerakan... YA AL L AH BERI L AH PAHAL A D AL AM M U SI BAHK U D AN

(4)

Weppy Yuniar Arifianto. “Analisis Marjin Pemasaran dan Keterpaduan Pasar Daging Domba di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat (Kasus Pasar Ternak Regional Pakowon Bojong Cideres, Pasar Kadipaten dan Pasar Cigasong)”. Dibawah bimbingan Sutara Hendrakusumaatmaja.

Kabupaten Majalengka merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Barat yang masyarakatnya banyak beternak domba. Budidaya domba di kabupaten Majalengka tiap tahun terus meningkat. Namun peningkatan budidaya domba ini tidak diikuti oleh semakin berkembangnya cara beternak dan perilaku peternak. Saat ini usaha ternak domba masih bersifat tradisional, skala usaha yang relatif kecil dengan lokasi menyebar di pedesaaan dan belum berorientasi pasar.

Pemerintah daerah kabupaten Majalengka mengupayakan mengatasi permasalahan yang dihadapi peternak melalui pengembangan sistem agribisnis berbasis peternakan yang berorientasi pada pasar dengan strategi membangun Pasar Ternak Regional (PTR) Pakowon Bojong Cideres yang merupakan pasar ternak terbesar di Jawa Barat yang peresmiannya dilakukan oleh menteri Pertanian pada tanggal 10 Pebruari 2003.

Dengan berdirinya PTR tataniaga daging domba di kabupaten Majalengka sangat ditentukan oleh pedagang pemasok dari PTR yang mempunyai peran sangat signifikan terhadap pembentukkan harga daging domba. Selain itu, banyaknya perantara pada saluran distribusi daging domba dan kondisi yang dihadapi cukup beragam dapat menimbulkan permasalahan yang cukup rumit. Diantaranya tingginya biaya yang harus ditanggung oleh masing-masing lembaga pemasaran sehingga berpengaruh terhadap harga jual daging domba dan persaingan antara lembaga pemasaran.

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi pola saluran pemasaran, struktur dan perilaku pasar daging domba (2) Menganalisis marjin pemasaran pada saluran pemasaran daging domba dan (3) Menganalisis keterpaduan pasar antara pemasok dan pasar pengecer daging domba di lokasi penelitian.

Penelitian ini dilakukan di tiga pasar berbeda, yang terdiri dari pasar pemasok (PTR) dan dua pasar pengecer, yaitu pasar Kadipaten dan pasar Cigasong. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Pelaksanaan pengumpulan data dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Oktober 2006. Alat analisis yang digunakan dalam menganalisis keterpaduan pasar yaitu metode integrasi pasar autoregresive distribution lag model Ravallion dan Heytens (1986). Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.

(5)

Konsumen Akhir. Analisis struktur pasar menunjukkan struktur pasar yang dialami oleh pedagang pemasok cenderung oligopoli, sedangkan yang dialami oleh pedagang besar ketika berhadapan dengan pedagang pemasok cenderung oligopsoni. Struktur pasar di tingkat pedagang pengecer cenderung bersaing sempurna.

Berdasarkan analisis sebaran marjin tataniaga dapat diketahui bahwa sebaran marjin kurang merata, sehingga pemasaran daging domba kurang efisien. Rasio keuntungan dengan biaya tataniaga tidak merata diperoleh oleh masing-masing lembaga tatniaga. Pedagang pemasok memperoleh rasio keuntungan terhadap biaya sangat besar dengan perbedaan cukup signifikan dengan pedagang besar dan pengecer, meskipun pedagang pemasok paling sedikit mengeluarkan biaya tataniaga dan sedikit melakukan fungsi-fungsi pemasaran. Akan tetapi secara operasional, tataniaga daging domba dari PTR ke pasar Kadipaten lebih efisien daripada ke pasar Cigasong. Hal ini ditunjukkan dengan nilai marjin tataniaga yang lebih kecil.

Hasil analisis keterpaduan pasar menunjukkan terjadinya keterpaduan pasar anatara pedagang pemasok di PTR dengan pedagang pengecer di pasar Kadipaten dalam jangka panjang. Hal ini ditunjukkan dengan nilai b2 = 1,10 dapat diterima secara statistik dari hasil uji hipotesis (t hitung) dengan hipotesis nol (Ho) b2 = 1 pada taraf nyata 0,05. Sedangkan antara pedagang pemasok dengan pengecer di pasar Cigasong diperoleh hasil b2 = 0,444 dan ditolak secara statistik sehingga tidak terjadi keterpaduan pasar dalam jangka panjang. Sedangkan keterpaduan pasar dalam jangka pendek antara pasar pemasok (PTR) dengan kedua pasar pengecer tidak ada yang terpadu dalam jangka pendek. Akan tetapi pasar Kadipaten cenderung lebih mendekati terpadu dalam jangka pendek dibanding pasar Cigasong. Hal ini ditunjukkan dengan nilai IMC pasar Kadipaten yang lebih mendekati nol, yaitu sebesar 0,869 dibanding pasar Cigasong dengan nilai IMC sebesar 2,378. Sehingga dapat disimpulkan informasi perubahan harga daging domba di tingkat pedagang pemasok tidak didistribusikan secara cepat dan tepat kepada pasar pengecer.

(6)

Penulis dilahirkan di Kabupaten Majalengka Jawa Barat, sebagai anak ke dua dari tiga bersaudara dari keluarga H. Moch. Nurachman dan Hj. Tuti Susilawati.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya juga telah memberikan kemudahan atas segala kesulitan, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi dengan judul “Analisis Marjin Pemasaran dan Keterpaduan Pasar Daging Domba di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat (Kasus Pasar Ternak Regional Pakowon Bojong Cideres, Pasar Kadipaten dan Pasar Cigasong)” ini diajukan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun terutama untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan terlibat dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, Juni 2007

(8)

Syukur Alhamdullilah penulis haturkan, bahwa akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat, membantu, memberi dukungan serta do’a yang diberikan selama menyelesaikan studi di IPB. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua Ayah dan Ibu tercinta, atas doa, dukungan dan kasih sayang yang tiada henti-hentinya dicurahkan.

2. Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, MSc. sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan serta waktunya dalam penyelesaian skripsi.

3. Ir. Yayah K. Wagiono, MEc. selaku dosen penguji utama pada ujian sidang skripsi.

4. Bapak Ujang, sebagai mantan kepala pasar ternak regional Pakowon Bojong Cideres Majalengka yang talah banyak membantu memberikan informasi data-data dan memberikan kemudahan selama penelitian.

5. Kepala pasar ternak regional Pakowon Bojong Cideres, pasar Kadipaten dan pasar Cigasong yang telah memberikan ijin penulis melakukan penelitian. 6. Kakak dan Adikku, atas semangat dan do’a yang tulus. Cita-cita menjadi

keluarga alumnus sarjana IPB akhirnya terwujud.

7. Nelli Aulia, atas perhatian, dukungan dan do’a yang tulus selama ini.

(9)

9. Endang, Ronni dan Ika teman ekstensi MAB se-angkatan yang telah membantu dan memberikan dukungan.

10.Semua pihak yang telah turut membantu dalam penulisan skripsi ini dan rekan-rekan lain yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu.

(10)

Pasar Cigasong)

Nama : Weppy Yuniar Arifianto NRP : A14102588

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, MSc. NIP. 130 367 086

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP. 131 124 019

(11)

ANALISIS MARJIN PEMASARAN DAN KETERPADUAN PASAR DAGING DOMBA DI KABUPATEN MAJALENGKA, JAWA BARAT (Kasus Pasar Ternak Regional Pakowon Bojong Cideres, Pasar Kadipaten dan

Pasar Cigasong)

Oleh :

WEPPY YUNIAR ARIFIANTO

A14102588

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

(12)

(Kasus Pasar Ternak Regional Pakowon Bojong Cideres, Pasar Kadipaten dan Pasar Cigasong)

Oleh :

WEPPY YUNIAR ARIFIANTO

A14102588

Skripsi

Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

(13)

Karena sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. Dan sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Qs. Alam Nasyrah ( 94) : 5- 6.

"Ya Allah, jadikanlah aku ridho t erhadap apa-apa yang Engkau t et apkan dan jadikan barokah apa-apa yang t elah Engkau t akdirkan, sehingga t idak ingin aku menyegerakan apa-apa yang engkau t unda dan menunda apa-apa yang Engkau segerakan... YA AL L AH BERI L AH PAHAL A D AL AM M U SI BAHK U D AN

(14)

Weppy Yuniar Arifianto. “Analisis Marjin Pemasaran dan Keterpaduan Pasar Daging Domba di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat (Kasus Pasar Ternak Regional Pakowon Bojong Cideres, Pasar Kadipaten dan Pasar Cigasong)”. Dibawah bimbingan Sutara Hendrakusumaatmaja.

Kabupaten Majalengka merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Barat yang masyarakatnya banyak beternak domba. Budidaya domba di kabupaten Majalengka tiap tahun terus meningkat. Namun peningkatan budidaya domba ini tidak diikuti oleh semakin berkembangnya cara beternak dan perilaku peternak. Saat ini usaha ternak domba masih bersifat tradisional, skala usaha yang relatif kecil dengan lokasi menyebar di pedesaaan dan belum berorientasi pasar.

Pemerintah daerah kabupaten Majalengka mengupayakan mengatasi permasalahan yang dihadapi peternak melalui pengembangan sistem agribisnis berbasis peternakan yang berorientasi pada pasar dengan strategi membangun Pasar Ternak Regional (PTR) Pakowon Bojong Cideres yang merupakan pasar ternak terbesar di Jawa Barat yang peresmiannya dilakukan oleh menteri Pertanian pada tanggal 10 Pebruari 2003.

Dengan berdirinya PTR tataniaga daging domba di kabupaten Majalengka sangat ditentukan oleh pedagang pemasok dari PTR yang mempunyai peran sangat signifikan terhadap pembentukkan harga daging domba. Selain itu, banyaknya perantara pada saluran distribusi daging domba dan kondisi yang dihadapi cukup beragam dapat menimbulkan permasalahan yang cukup rumit. Diantaranya tingginya biaya yang harus ditanggung oleh masing-masing lembaga pemasaran sehingga berpengaruh terhadap harga jual daging domba dan persaingan antara lembaga pemasaran.

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi pola saluran pemasaran, struktur dan perilaku pasar daging domba (2) Menganalisis marjin pemasaran pada saluran pemasaran daging domba dan (3) Menganalisis keterpaduan pasar antara pemasok dan pasar pengecer daging domba di lokasi penelitian.

Penelitian ini dilakukan di tiga pasar berbeda, yang terdiri dari pasar pemasok (PTR) dan dua pasar pengecer, yaitu pasar Kadipaten dan pasar Cigasong. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Pelaksanaan pengumpulan data dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Oktober 2006. Alat analisis yang digunakan dalam menganalisis keterpaduan pasar yaitu metode integrasi pasar autoregresive distribution lag model Ravallion dan Heytens (1986). Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.

(15)

Konsumen Akhir. Analisis struktur pasar menunjukkan struktur pasar yang dialami oleh pedagang pemasok cenderung oligopoli, sedangkan yang dialami oleh pedagang besar ketika berhadapan dengan pedagang pemasok cenderung oligopsoni. Struktur pasar di tingkat pedagang pengecer cenderung bersaing sempurna.

Berdasarkan analisis sebaran marjin tataniaga dapat diketahui bahwa sebaran marjin kurang merata, sehingga pemasaran daging domba kurang efisien. Rasio keuntungan dengan biaya tataniaga tidak merata diperoleh oleh masing-masing lembaga tatniaga. Pedagang pemasok memperoleh rasio keuntungan terhadap biaya sangat besar dengan perbedaan cukup signifikan dengan pedagang besar dan pengecer, meskipun pedagang pemasok paling sedikit mengeluarkan biaya tataniaga dan sedikit melakukan fungsi-fungsi pemasaran. Akan tetapi secara operasional, tataniaga daging domba dari PTR ke pasar Kadipaten lebih efisien daripada ke pasar Cigasong. Hal ini ditunjukkan dengan nilai marjin tataniaga yang lebih kecil.

Hasil analisis keterpaduan pasar menunjukkan terjadinya keterpaduan pasar anatara pedagang pemasok di PTR dengan pedagang pengecer di pasar Kadipaten dalam jangka panjang. Hal ini ditunjukkan dengan nilai b2 = 1,10 dapat diterima secara statistik dari hasil uji hipotesis (t hitung) dengan hipotesis nol (Ho) b2 = 1 pada taraf nyata 0,05. Sedangkan antara pedagang pemasok dengan pengecer di pasar Cigasong diperoleh hasil b2 = 0,444 dan ditolak secara statistik sehingga tidak terjadi keterpaduan pasar dalam jangka panjang. Sedangkan keterpaduan pasar dalam jangka pendek antara pasar pemasok (PTR) dengan kedua pasar pengecer tidak ada yang terpadu dalam jangka pendek. Akan tetapi pasar Kadipaten cenderung lebih mendekati terpadu dalam jangka pendek dibanding pasar Cigasong. Hal ini ditunjukkan dengan nilai IMC pasar Kadipaten yang lebih mendekati nol, yaitu sebesar 0,869 dibanding pasar Cigasong dengan nilai IMC sebesar 2,378. Sehingga dapat disimpulkan informasi perubahan harga daging domba di tingkat pedagang pemasok tidak didistribusikan secara cepat dan tepat kepada pasar pengecer.

(16)

Penulis dilahirkan di Kabupaten Majalengka Jawa Barat, sebagai anak ke dua dari tiga bersaudara dari keluarga H. Moch. Nurachman dan Hj. Tuti Susilawati.

(17)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya juga telah memberikan kemudahan atas segala kesulitan, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi dengan judul “Analisis Marjin Pemasaran dan Keterpaduan Pasar Daging Domba di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat (Kasus Pasar Ternak Regional Pakowon Bojong Cideres, Pasar Kadipaten dan Pasar Cigasong)” ini diajukan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun terutama untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan terlibat dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, Juni 2007

(18)

Syukur Alhamdullilah penulis haturkan, bahwa akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat, membantu, memberi dukungan serta do’a yang diberikan selama menyelesaikan studi di IPB. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua Ayah dan Ibu tercinta, atas doa, dukungan dan kasih sayang yang tiada henti-hentinya dicurahkan.

2. Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, MSc. sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan serta waktunya dalam penyelesaian skripsi.

3. Ir. Yayah K. Wagiono, MEc. selaku dosen penguji utama pada ujian sidang skripsi.

4. Bapak Ujang, sebagai mantan kepala pasar ternak regional Pakowon Bojong Cideres Majalengka yang talah banyak membantu memberikan informasi data-data dan memberikan kemudahan selama penelitian.

5. Kepala pasar ternak regional Pakowon Bojong Cideres, pasar Kadipaten dan pasar Cigasong yang telah memberikan ijin penulis melakukan penelitian. 6. Kakak dan Adikku, atas semangat dan do’a yang tulus. Cita-cita menjadi

keluarga alumnus sarjana IPB akhirnya terwujud.

7. Nelli Aulia, atas perhatian, dukungan dan do’a yang tulus selama ini.

(19)

9. Endang, Ronni dan Ika teman ekstensi MAB se-angkatan yang telah membantu dan memberikan dukungan.

10.Semua pihak yang telah turut membantu dalam penulisan skripsi ini dan rekan-rekan lain yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu.

(20)

Pasar Cigasong)

Nama : Weppy Yuniar Arifianto NRP : A14102588

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, MSc. NIP. 130 367 086

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP. 131 124 019

(21)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS MARJIN PEMASARAN DAN KETERPADUAN PASAR DAGING DOMBA DI KABUPATEN MAJALENGKA, JAWA BARAT (KASUS PASAR TERNAK REGIONAL PAKOWON BOJONG CIDERES, PASAR KADIPATEN DAN PASAR CIGASONG)” BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI HASIL KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU.

Bogor, Juni 2007

(22)

Halaman 1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Domba ... 7 2.1.1. Tipe Domba ... 7 2.1.2. Bangsa Domba ... 8 2.2. Penelitian Terdahulu ... 10

2.2.1. Analisis Saluran Pemasaran dan Marjin Tataniaga . 10 2.2.2. Analisis Keterpaduan Pasar ... 12

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 16

BAB IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30 4.2. Metode Penarikan Contoh ... 30 4.3. Jenis dan Sumber Data ... 31 4.4. Model dan Metode Penelitian ... 31 4.4.1. Analisis Marjin Tataniaga ... 31 4.4.2. Analisis Indeks Keterpaduan Pasar ... 32 4.4.3. Pengujian Hipotesa ... 33

BAB V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

(23)

ii

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Analisis Saluran Pemasaran ... 43 6.2. Analisis Fungsi Tataniaga ... 44 6.3. Analisis Struktur Pasar ... 47

6.3.1. Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pemasok dan

Pedagang Besar ... 48 6.3.1. Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengecer ... 49 6.4. Analisis Perilaku Pasar ... 50 6.4.1. Sistem Penentuan Harga ... 50 6.4.2. Sistem Pembayaran Harga ... 51 6.4.3. Kerjasama Lembaga Tataniaga ... 52 6.5. Analisis Marjin Tataniaga ... 53 6.5.1. Marjin Tataniaga Tingkat Pedagang Pemasok di PTR .. 53 6.5.2. Marjin Tataniaga Tingkat Pedagang Besar di Pasar

Kadipaten dan Pasar Cigasong ... 55 6.5.3. Majin Tataniaga Tingkat Pedagang Pengecer di

Pasar Kadipaten dan Pasar Cigasong ... 59 6.5.4. Analisis Penyebaran Marjin Tataniaga Daging Domba di PTR dengan Pasar Kadipaten dan Pasar Cigasong .. 61 6.6. Analisis Keterpaduan Pasar ... 66

6.6.1. Analisis Keterpaduan Pasar Antara PTR dengan Pasar Kadipaten ... 66 6.6.2. Analisis Keterpaduan Pasar Antara PTR dengan Pasar

Cigasong ... 68

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan ... 72 7.2. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(24)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Jumlah Populasi Domba Menurut Provinsi Tahun 2001 – 2005 ... 1 2 Jumlah Ternak Domba dan Produksi Daging Domba Kab.

Majalengka Tahun 2003 – 2005 ... 3 3 Perbedaan Antara Domba dan Kambing ... 9 4 Karakteristik (Ciri) Struktur Pasar Berdasarkan Sudut Penjual

dan Sudut Pembeli ... 19 5 Fungsi Lembaga Pemasaran daging Domba di Kab. Majalengka ... 47 6 Analisis Marjin Tataniaga Daging Domba di Tingkat Pedagang

Pemasok Pasar Ternak Regional ... 54 7 Analisis Marjin Tataniaga Daging Domba di Tingkat Pedagang

Besar Pasar Kadipaten ... 55 8 Analisis Marjin Tataniaga Daging Domba di Tingkat Pedagang

Besar Pasar Cigasong ... 56 9 Analisis Marjin Tataniaga Daging Domba di Tingkat Pedagang

Pengecer Pasar Kadipaten ... 60 10 Analisis Marjin Tataniaga Daging Domba di Tingkat Pedagang

Pengecer Pasar Cigasong ... 60 11 Analisis Penyebaran Marjin Tataniaga Daging Domba Pasar

Ternak Regional dan Pasar Kadipaten, Sep – Okt 2006 ... 62 12 Analisis Penyebaran Marjin Tataniaga Daging Domba Pasar

Ternak Regional dan Pasar Cigasong, Sep – Okt 2006 ... 64 13 Persentase Penyebaran Marjin Tataniaga Daging Domba Pasar

(25)

iv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Hubungan Antara Marjin Tataniaga dengan Nilai Marjin

Tataniaga ... 21 2 Bagan Kerangka Pemikiran ... 29

(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Perhitungan Rata-rata Biaya Tataniaga Daging Domba Pedagang Pemasok di Pasar Ternak Regional, Sept – Okt 2006 ... 76 2 Perhitungan Rata-rata Biaya Tataniaga Daging Domba Pedagang

Besar di Pasar Kadipaten, Sept – Okt 2006 ... 77

3 Perhitungan Rata-rata Biaya Tataniaga Daging Domba Pedagang Besar di Pasar Cigasong, Sept – Okt 2006 ... 78 4 Perhitungan Rata-rata Biaya Tataniaga Daging Domba Pedagang

Pengecer di Pasar Kadipaten, Sept – Okt 2006 ... 79 5 Perhitungan Rata-rata Biaya Tataniaga Daging Domba Pedagang

(27)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daging domba merupakan salah satu pilihan dalam mengkonsumsi kebutuhan akan protein hewani. Daging domba mempunyai peranan yang penting dan merupakan salah satu jenis protein hewani yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat, terutama oleh masyarakat di provinsi Jawa Barat.

Tabel 1. Jumlah Populasi Domba Menurut Provinsi Tahun 2001–2005

No. Provinsi Tahun Pertumbuhan

2005 thd 2004

Indonesia 7.401.117 7.640.684 7.810.702 8.075.149 8.306.928 2,87

Sumber : Ditjen Bina Produksi Peternakan, 2006 Keterangan : *) Angka sementara

(28)

Apabila dilihat dari jumlah populasinya, penyebaran populasi domba banyak terdapat di Jawa Barat, angka sementara pada tahun 2005 menunjukkan angka hampir 3,7 juta ekor domba terdapat di Jawa Barat dari total kurang lebih sebesar 8,3 juta ekor populasi domba di Indonesia (Ditjen Bina Produksi Peternakan, 2006). Secara rinci jumlah populasi domba dan penyebarannya dapat dilihat pada Tabel 1.

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa ternak domba banyak terdapat di Pulau Jawa, khususnya di provinsi Jawa Barat dimana angka sementara pada tahun 2005 menunjukkan 44,43 persen dari seluruh populasi domba di Indonesia terdapat di Jawa Barat dengan tingkat pertumbuhan 4,59 persen terhadap tahun 2004. Dari tingkat pertumbuhannya, jumlah ternak domba di Jawa Barat selalu bertambah dari tahun ke tahun. Sementara apabila dilihat dari jumlah produksi daging domba, Jawa Barat menyumbang hampir 70 persen dari seluruh produksi daging domba nasional (Ditjen Peternakan, 2006). Hal ini menunjukkan masih rendahnya penyebaran produksi daging domb a dan masih tingginya ketergantungan kebutuhan daging domba terhadap suatu daerah.

(29)

3

Tabel 2. Jumlah Ternak Domba dan Produksi Daging Domba Kabupaten Majalengka Tahun 2003 – 2005

Tahun Jumlah Ternak

Domba (ekor) Sumber : Dinas Pertanian Majalengka, (laporan tahunan 2006)

Saat ini usaha ternak domba di daerah Majalengka masih bersifat tradisional, skala usahanya relatif kecil dan lokasi menyebar di pedesaan. Usaha ternak domba juga banyak yang belum berorientasi pasar, peternak belum fokus mengelola usahanya untuk memenuhi kebutuhan pasar.

Kabupaten Majalengka sebagai salah satu Kabupaten sentra produksi daging domba di Jawa Barat, pemerintahnya mengupayakan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi peternak melalui pengembangan sistem agribisnis berbasis peternakan yang berorientasi pada pasar dengan strategi membangun Pasar Ternak Regional (PTR) “Pakowon Bojong Cideres” yang merupakan pasar ternak terbesar di Jawa Barat yang peresmiannya dilakukan oleh Menteri Pertanian pada tanggal 10 Pebruari 2003. Pembangunan pasar ternak tersebut mempunyai arti yang sangat luas dan strategis bagi pemasaran ternak yang dihasilkan para petani ternak di wilayah Kabupaten Majalengka, Cirebon, Indramayu, Kuningan dan kota-kota lain antar provinsi.

1.2 Perumusan Masalah

(30)

produksi daging domba ke konsumen di wilayah Kabupaten Majalengka melalui lembaga perantara. Lembaga perantara yang ada di Wilayah Kabupaten Majalengka diantaranya sebagian besar tersebar di Pasar Kadipaten dan Pasar Cigasong, sedangkan sebagian lagi dipasarkan ke berbagai daerah (kecamatan) lain. Kedua pasar tersebut diklasifikasikan sebagai pasar lokal terbesar di Kabupaten Majalengka yang ruang lingkup pelayanannya mencakup beberapa Kecamatan di Kabupaten Majalengka.

Sejak berdirinya, PTR sangat berperan menjadi pemasok daging domba untuk dipasarkan di dalam kabupaten maupun keluar daerah. Pendirian PTR itu sendiri mempunyai peran yang signifikan terhadap mekanisme harga ma upun rantai tataniaga daging domba. Hal ini disebabkan PTR menjadi kiblat untuk penjualan hewan ternak, terutama ternak domba dimana tingkat transaksinya tercatat sekitar 150 – 400 ekor per hari.

Keadaan saluran pemasaran tataniaga daging domba di Kabupate n Majalengka dengan berdirinya PTR cukup beragam. Banyaknya perantara pada saluran distribusi daging domba dan dengan kondisi yang dihadapi cukup beragam dapat menimbulkan permasalahan yang cukup rumit, diantaranya tingginya biaya yang harus ditanggung oleh masing-masing lembaga pemasaran sehingga meningkatkan harga jual dan persaingan antar lembaga pemasaran. Walau demikian saluran tataniaga yang pendek belum menjamin sistem pemasaran dalam kondisi efisien.

(31)

5

juga belum pernah dilakukan, sehingga diperlukan suatu penelitian tentang sistem tataniaga daging domba di Kabupaten Majalengka.

Berdasarkan hal tersebut, perumusan masalah yang menarik untuk dikaji adalah :

1. Bagaimana saluran pemasaran, struktur dan perilaku pasar daging domba di lokasi penelitian?

2. Bagaimana penyebaran marjin pemasaran pada saluran pemasaran daging domba di lokasi penelitian?

3. Apakah terdapat keterpaduan pasar antara pemasok dan pasar pengecer daging domba di lokasi penelitian?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi pola saluran pemasaran, struktur dan perilaku pasar daging domba di lokasi penelitian.

2. Menganalisis marjin pemasaran pada saluran pemasaran daging domba di lokasi penelitian.

3. Menganalisis keterpaduan pasar antara pemasok dan pasar pengecer daging domba di lokasi penelitian.

1.4 Kegunaan Penelitian

(32)

kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan pemasaran hasil ternak, terutama yang terjadi di Kabupaten Majalengka yang berkaitan dengan kesejahteraan peternak dan sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Domba

Ternak domba di Indonesia kebanyakan diusahakan oleh peternak di daerah pedasaan. Domba yang diusahakan umumnya dalam jumlah kecil, yaitu sekitar 3 – 10 ekor per peternak yang dipelihara secara tradisional sehingga pendapatan yang diperoleh relatif kecil. Di negara maju, seperti Australia dan di Eropa, ternak domba memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi karena domba-domba menghasilkan wol dan daging. Akan tetapi domba-domba di Indonesia, khususnya di Kabupaten Majalengka diusahakan sebagai penghasil daging semata.

Dikenal beberapa tipe dan bangsa domba dari penjuru dunia, terutama dari daratan Eropa dan sekitarnya. Sebagai peternak yang telah maju pasti akan memilih tipe dan bangsa domba yang sesuai tujuannya, sebab masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Berikut adalah beberapa tipe dan bangsa domba baik lokal maupun yang berasal dari luar negeri (Sudarmono dan Sugeng, 2005) :

2.1.1 Tipe Domba

Secara umum, ternak domba dikelompokkan menjadi domba tipe potong, wol dan dual pupose (penghasil daging dan wol).

a. Domba tipe potong

Kelompok domba tipe potong atau pedaging memiliki cirri-ciri sebagai berikut :

(34)

- Kaki pendek, seluruh tubuh berurat daging yang padat.

Termasuk domba tipe ini antara lain Southdown, Hampshire dan Oxford. b. Domba tipe wol

Kelompok domba tipe wol memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

- Bertubuh ringan, bulu lebat, kaki halus dan ringan, berdaging tipis, berperilaku lincah dan aktif.

- Antara permukaan daging dan kulit agak longgar dan berlipat-lipat.

Domba asli Indonesia belum dapat dikelompokan dalam salah satu tipe yang ideal dari kedua tipe tersebut, namun umumnya mengarah kepada tipe potong/pedaging. Hal ini disebabkan pemasaran wol di Indonesia belum ramai karena iklim yang kurang sesuai untuk pemakaian wol dan dari segi konsumen domba di Indonesia lebih mengarah pada konsumsi daging.

2.1.2 Bangsa Domba

Bangsa domba dibedakan menjadi bangsa domba Indonesia dan domba luar negeri.

a. Bangsa Domba Indonesia - Domba asli Indonesia

(35)

9

- Domba ekor gemuk

Domba jenis ini banyak ditemukan di Jawa Timur, Madura, Lombok dan Sulawesi. Ciri-ciri domba ini antara lain bentuk badan besar, ekor panjang pada bagian pangkal besar dan menimbun lemak yang banyak.

- Domba priangan

Domba ini juga dikenal sebagai domba Garut, yang merupakan persilangan domba Indonesia dengan domba luar negeri. Ciri-ciri domba ini antara lain badan besar, leher kuat sehingga dapat digunakan sebagai domba aduan, tanduk jantan besar dan melengkung ke belakang dan bulu lebih panjang dari domba asli Indonesia.

b. Bangsa Domba Luar Negeri

Domba luar negeri sangat beragam, jenisnya antara lain Merino, Rambouillet, Southdown, Suffolk dan lain-lain. Mengenai bangsa domba luar negeri tidak diulas lebih lanjut dalam pembahasan ini.

Selama ini kebanyakan orang masih menganggap sama antara domba dengan kambing. Meskipun dalam hal harga daging domba dan daging kambing sama, akan tetapi terdapat beberapa perbedaan antara domba dan kambing. Perbedaan antara domba dan kambing dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 3. Perbedaan Antara Domba dan Kambing

Kriteria Domba Kambing

Perilaku Suka berkelompok sehingga mudah pengembalaannya.

Merupakan hewan

pegunungan yang cenderung kurang suka hidup bersama. Bentuk bulu Berbulu tebal Berbulu tipis

Bentuk tanduk Berbentuk segi tiga dan membelit (spiral)

Berbentuk pipih dan tumbuh kurang subur

Ketahanan tubuh

Lebih tahan haus karena bulu tebal, sehingga membantu menahan penguapan air

Kurang tahuan haus dibanding domba karena bulunya tipis.

(36)

2.2 Penelitian Terdahulu

Pada pembahasan ini akan diulas hasil penelitian terdahulu mengenai analisis marjin tataniaga dan analisis keterpaduan pasar untuk berbagai komoditi pertanian. Dengan meninjau penelitian terdahulu diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi peneliti dan dapat menetapkan alat analisis yang tapat guna pembahasan pada penelitian ini.

2.2.1 Analisis Saluran Pemasaran, Struktur Pasar dan Marjin Tataniaga

Hasil penelitian Muslikh (2000), mengenai analisis sistem tataniaga cabai rawit merah di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta (PIKJ) mengungkapkan hasil analisis struktur pasar menunjukkan struktur pasar cabai rawit merah di PIKJ cenderung tidak bersaing sempurna (oligopoly). Hal ini ditunjukkan oleh pedagang grosir PIKJ yang mempunyai kekuatan tawar-menawar yang lebih tinggi dibanding pedagang pengecer, kebutuhan modal yang cukup tinggi karena pembelian dalam partai besar menjadi hambatan bagi pesaing baru dan produk yang bersifat homoge n. Sedangkan struktur pasar pada tingkat pengecer cenderung bersaing sempurna.

Berdasarkan hasil analisis sebaran marjin tataniaga dapat diketahui bahwa sebaran marjin kurang merata. Biaya tataniaga yang dikeluarkan paling besar ditanggung oleh pedagang besar dibanding pengecer karena fungsi tataniaga yang dilakukan lebih banyak dengan sebaran marjin yang kurang merata. Hal ini menunjukkan tataniaga cabai rawit merah di PIKJ belum efisien.

(37)

11

struktur pasar dianalisis dengan melihat jumlah pelaku pasar yang terlibat, diferensiasi produk dan hambatan masuk bagi pesaing baru.

Menurut Herawati (1997), hasil analisis keragaan tataniaga menunjukkan saluran tataniaga talas yang ditemukan di Desa Sukaharja, Kec. Cijeruk, Kab. Bogor dapat dikelompokkan dalam 3 saluran :

- Saluran I : Petani – Tengkulak Kebun – Pabrik Kripik

- Saluran II : Petani – Tengkulak Kebun – Pedagang Pengecer – Konsumen Akhir

- Saluran III : Petani – Tengkulak Kebun – Konsumen Akhir

Struktur tataniaga talas dari petani ke tengkulak kebun bersifat oligopsoni, sebab petani yang jumlahnya banyak berhadapan dengan beberapa tengkulak kebun. Sedangkan struktur pasar tataniaga talas dari tengkulak kebun ke konsumen bersifat bersaing sempurna, hal ini disebabkan tengkulak kebun berhadapan dengan banyak tengkulak kebun dari desa lainnya dalam menjual talas. Struktur pasar tataniaga talas dari pengecer ke konsumen akhir juga bersifat bersaing sempurna, sebab pedagang pengecer berhadapan dengan banyak pedagang pengecer lainnya.

(38)

Nugroho (1991) melakukan penelitian untuk mengetahui tingkat efisiensi tataniaga melalui analisis marjin tataniaga dan keterpaduan pasar untuk komoditas mangga di Kabupaten Indramayu. Pola tataniaga yang diamati terbagi dua, yaitu pola I (Petani - Pedagang Pengumpul Tingkat Desa – Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan (PPK) – Pedagang Besar – Pedagang Borongan – Pedagang Pengecer Jakarta) dan Pola II (Petani – PPK – Pengecer Lokal). Pola II memiliki saluran tataniaga yang lebih efisien dibandingkan dengan Pola I. Hal ini dapat dilihat dari marjin tataniaga Pola II yang lebih rendah dibandingkan dengan marjin tataniaga pada Pola I.

Hasil analisis saluran tataniaga yang dilakukan oleh Mughni (1996) pada analisis tataniaga sapi potong di Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Donggola, Sulawesi Tengah menunjukkan 3 pola saluran tataniaga.

- Saluran I : Peternak – Pengumpul Desa – Pengumpul Kecamatan – Pedagang Besar

- Saluran II : Peternak – Pengumpul Desa – Pengumpul Kecamatan – Pedagang Pemotong – Konsumen

- Saluran III : Peternak – Pengumpul Desa –Pemotong – Konsumen

Struktur pasar sapi potong yang terbentuk pada tingkat kecamatan adalah oligopsoni. Pengumpul kecamatan mempunyai kekuatan untuk mengontrol fungsi dan aktifitas tataniaga sapi potong di Kecamatan Sigi Biromaru.

2.2.2 Analisis Keterpaduan Pasar

(39)

13

Square) dengan menggunakan analisis keterpaduan pasar model Ravallion dan Heytens (1986). Keterbatasan infomasi terhadap perubahan harga akan menyebabkan tidak adanya keterpaduan pasar baik jangka pendek maupun jangka panjang. Dari tiga pola saluran pemasaran, menunjukkan bahwa hanya satu pola saluran pemasaran yang terpadu dalam jangka pendek dan jangka panjang. Sementara itu, dua pola saluran pemasaran lainnya tidak terpadu baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.

Hal serupa juga dilakukan oleh Joenis (1999) dengan menggunakan analisis keterpaduan pasar model Ravallion dan Heytens (1986) menganalisis sistem tataniaga jeruk siam garut di Desa Cinta Rakyat, Garut. Dikemukakan bahwa pasar jangka pendek dan jangka panjang tidak terpadu pada keseimbangan dan jeruk siam garut belum bisa bersaing dengan buah-buahan impor. Analisis digunakan secara statistik dengan menggunakan model IMC melalui pendekatan model Autoregresif Distributed Lag yang diduga dengan metode kuadrat terkecil biasa.

Berdasarkan uji t baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, terlihat bahwa pasar tidak terpadu pada keseimbangan jangka pendek maupun jangka panjang. Uji hipotesis bersamaan, F hitung menunjukkan bahwa sekurang-kurangnya ada satu peubah bebas berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas pada taraf nyata 0,01. Berdasar nilai IMC pada kedua pola saluran pemasaran, nilai IMC lebih besar dari satu dan nyata tidak adanya keterpaduan pasar jangka pendek.

(40)

Ravallion dan Heytens (1986), menunjukkan bahwa pada pasar tradisional maupun pasar modern di DKI Jakarta tidak terpadu dalam jangka pendek maupun jangka panjang dengan pasar induk Cipinang. Hal ini menunjukkan tidak ada informasi tentang perubahan harga yang diterima antar pedagang di pasar induk Cipinang dengan pedagang pasar tradisional dan modern.

Berbeda dengan analisis yang telah diuraikan di atas, penelitian yang dilakukan oleh Firtiadi (2004), mengenai pemasaran jagung muda di Payakumbuh, Sumatera Barat. Hasil penelitian menunjukkan Pasar Bukit Tinggi lebih terintegrasi dengan pasar Payakumbuh (pasar pengecer) baik jangka pendek dan jangka panjang dibandingkan dengan pasar Padang. Nilai elastisitas transmisi harga Bukit Tinggi sebesar 0,765 dan pasar Padang sebesar 0,481. Hal ini berarti perubahan harga jagung muda di pasar Bukit Tinggi ditransmisikan relatif lebih baik dari pada pasar Padang. Analisis keterpaduan pasar dianalisis dengan menggunakan analisis elastisitas transmisi harga (E).

Dari hasil-hasil penelitian terdahulu dapat dilihat bahwa pada umumnya sistem tataniaga hasil-hasil pertanian di Indonesia belum efisien. Hal ini dapat dilihat dari sebaran marjin yang tidak merata diantara lembaga tataniaga yang terlibat. Petani sebagai produsen memperoleh bagian yang lebih kecil dibandingkan dengan pedagang. Selain itu juga, informasi harga pasar dari tingkat pedagang tidak dapat disalurkan dengan baik kepada pasar di tingkat petani. Artinya, diantara kedua tingkat pasar tersebut tidak terdapat keterpaduan pasar.

(41)

15

perubahan harga di tingkat konsumen dengan produsen bergerak pada waktu yang sama. Dengan demikian diharapkan hasil analisis dengan mempertimbangkan perubahan (harga) pada waktu sebelumnya dapat lebih menunjukkan kondisi sebenarnya. Atas pertimbangan tersebut, untuk menganalisis tingkat keterpaduan pasar digunakan alat analisis model Ravallion dan Heytens (1986).

(42)

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Definisi Pemasaran

Pemasaran mempunyai arti yang berbeda di masyarakat. Umumnya pemasaran dikenal sebagai permintaan, penjualan dan harga. Menurut Kotler (1999), pemasaran dapat diartikan sebagai proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain. Definisi ini berdasarkan konsep inti kebutuhan, keinginan dan permintaan, produk, nilai, biaya dan kepuasan, pertukaran, transakasi dan hubungan, pasar dan pemasaran serta pemasar.

Pemasaran sering juga disebut tataniaga atau distribusi. Menurut Dillon (1998), distribusi adalah suatu kegiatan ekonomi yang berperan menghubungkan kepentingan produsen dengan konsumen, baik untuk produksi primer, setengah jadi maupun produk jadi.

3.1.2 Lembaga dan Saluran Pemasaran

(43)

17

Saluran pemasaran adalah seperangkat atau sekelompok organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses yang memungkinkan suatu produk atau jasa tersedia bagi pengguna atau konsumsi oleh konsumen atau pengguna industrial (Kotler, 1992). Anggota saluran pemasaran menjalankan beberapa fungsi pokok :

1. Informasi ; mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk perencanaan dan memudahkan pertukaran.

2. Promosi ; pengembangan dan penyebaran komunikasi yang persuasif mengenai tawaran

3. Hubungan ; pencarian dan komunikasi dengan calon pembeli.

4. Pemadanan ; Pembentukan dan penyesuaian tawaran dengan kebutuhan pembeli, meliputi kegiatan seperti pengolahan, grading, pengumpulan dan pengemasan.

5. Perundingan ; usaha untuk mencapai persetujuan akhir atas harga dan ketentuan lainnya mengenai tawaran agar peralihan pilihan dapat terjadi. 6. Distribusi fisik ; pengangkutan dan penyimpanan barang.

7. Pembiayaan ; perolehan dan penyebaran dana untuk menutup biaya pekerjaan saluran pemasaran

8. Pengambilan resiko ; menerima adanya resiko dalam hubungan dengan pelaksanaan saluran pemasaran.

(44)

3.1.3 Fungsi Pemasaran

Agar proses penyampaian barang dan jasa dari tingkat produsen ke tingkat konsumen dapat dilakukan dengan lancar diperlukan berbagai kegiatan, dimana kegiatan tersebut dinamakan fungsi-fungsi tataniaga. Funsi-fungsi tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 (Limbong, 1985), yaitu :

1. Fungsi Pertukaran, adalah kegiatan yang memperlancar pemindahan hak milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran terdiri dari 2 fungsi, yaitu (1) fungsi pembelian dan (2) fungsi penjualan.

2. Fungsi fisik, adalah semua tindakan yang langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu. Fungsi fisik meliputi : (1) Fungsi penyimpanan (2) fungsi pengolahan dan (3) fungsi pengangkutan.

3. Fungsi Fasilitas, adalah semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar fungsi pertukaran dan fungsi fisik. Fungsi fasilitas terdiri dari : (1) Fungsi standarisasi (2) fungsi penanggungan resiko, (3) fungsi pembiayaan dan (4) fungsi informasi pasar.

3.1.4 Struktur Pasar

(45)

19

penerima harga), barang atau jasa yang dipasarkan bersifat homogen, serta pembeli dan penjual bebas keluar-masuk pasar.

Menurut Dahl dan Hammond (1977), struktur pasar adalah sifat-sifat atau karakteristik pasar, dimana ada empat faktor penentu dari karakteristik struktur pasar (1) jumlah atau ukuran pasaran, (2) kondisi atau keadaaan produk, (3) kondisi keluar atau masuk pasar dan (4) tingkat pengetahuan informasi pasar yang dimiliki oleh partisipan dalam pemasaran misalnya biaya, harga dan kondisi pasar antara partisipan.

Tabel 4. Karakteristik (Ciri) Struktur Pasar Berdasarkan Sudut Penjual dan Sudut Pembeli

No

Karakteristik Struktur Pasar

Jml Penjual-Pembeli

Sifat Produk Sudut Penj Sudut Pemb

1 Banyak Standar/homogen Persaingan Murni Persaingan Murni 2 Banyak Diferensiasi Persaingan

Monopolistik

Persaingan Monopolistik 3 Sedikit Standar Oligopoli murni Oligopsoni

Murni 4 Sedikit Diferensiasi Oligopoli

Diferensiasi

Oligopsoni Diferensiasi

5 Satu Unit Monopoli Monopsoni

Sumber : Dahl & Hammond, 1977.

3.1.5 Perilaku Pasar

Menurut Poespowidjojo dalam Muslikh, 2003 yang dimaksud dengan perilaku pasar adalah pola tindak-tanduk pedagang beradaptasi dan mengantisipasi setiap keadaaan pasar.

(46)

sebagainya. Struktur pasar dan perilaku pasar akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur melalui peubah harga, biaya dan marjin pemasaran serta jumlah komoditas yang diperdagangkan (Dahl & Hammond, 1977).

3.1.6 Keragaan Pasar

Keragaan pasar menunjukkan akibat dari keadaan struktur pasar dan perilaku pasar dalam kenyataan sehari-hari yang ditinjukkan dalam variabel harga, biaya dan volume dari output yang pada akhirnya akan memberikan penilaian baik atau tidaknya suatu sistem tataniaga (Dahl & Hammond, 1977).

Deskripsi keragaan pasar dapat dilihat dari (1) harga dan penyebarannya di tingkat produsen dan tingkat konsumen (2) majin pemasaran dan penyebarannya pada setiap tingkat pasar. Selain itu analisis terhadap keragaan pasar dapat didekati melalui analisis perkembangan harga dan keterpaduan pasar.

3.1.6.1 Marjin Pemasaran

Menurut Limbong dan Sitorus (1985), marjin tata niaga adalah perbedaan harga di tingkat petani dan harga di tingkat pengecer. Marjin tataniaga bisa dinyatakan secara absolut (harga mutlak) dan bisa juga dalam persentase. Sedangkan nilai marjin tataniaga adalah perbedaan harga pada dua tingkat sistem tataniaga dikalikan dengan jumlah produk yang dipasarkan.

(47)

21

nilai marjin tataniaga yaitu sebesar daerah segi empat (Pr – Pf) x Qr,f. Sedangkan nilai (Pr – Pf) menunjukkan nilai marjin tataniaga suatu komoditi per satuan atau per unit. Marjin tataniaga pada dasarnya terdiri dari dua komponen, yaitu biaya dan keuntungan (marjin tataniaga = (Pr – Pf) x Qr,f = biaya ditambah keuntungan).

Harga

Sr

Sf Pr

Nilai Marjin TN (Pr-Pf)xQr,f Pf

Dr

Df

Qr,f Jumlah

Gambar 1. Hubungan Antara Marjin Tataniaga dan Nilai Marjin Tataniaga

Sumber : Dahl & Hammond, 1977. Keterangan :

Pr : Harga tingkat eceran Pf : Harga tingkat pemasok Sr : Penawaran tingkat pengecer Sf : Penawaran tingkat pemasok Dr : Permintaan tingkat pengecer Df : Permintaan tingkat pemasok

Qr,f : Jumlah keseimbangan di tingkat pemasok dan tingkat pengecer.

(48)

dicarikan pemecahan masalah agar distribusi marjin menyebar secara wajar di antara lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat.

3.1.6.2 Keterpaduan Pasar

Menurut Ravallion (1986), model keterpaduan pasar dapat digunakan untuk mengukur bagaimana harga di pasar lokal dipengaruhi oleh harga di pasar referensi (acuan) dengan mempertimbangkan harga pada waktu tertentu (t) dan harga pada waktu sebelumnya (t-1). Aktivitas pasar-pasar tersebut dihubungkan oleh adanya arus komoditas, sehingga harga dan jumlah komoditas yang dipasarkan akan berubah bila terjadi perubahan harga di pasar lain.

Menurut Heytens (1986), dalam suatu sistem pasar yang terintegrasi secara efisien, akan selalu terdapat korelasi positif diantara harga di lokasi pasar berbeda. Dua pasar dikatakan terpadu apabila perubahan harga dari salah satu pasar disalurkan ke pasar lain. Semakin cepat laju penyaluran, semakin terpadu kedua pasar tersebut. Keterpaduan pasar dapat terjadi jika terdapat informasi pasar yang memadai dan informasi ini disalurkan dengan cepat dari satu pasar ke pasar lainnya. Dengan demikian fluktuasi perubahan harga terjadi pada suatu pasar dapat segera tertangkap oleh pasar lain dengan ukuran perubahan yang sama (proporsional). Hal tersebut pada gilirannya merupakan faktor yang dapat digunakan sebagai sinyal dalam pengambilan keputusan bagi produsen.

(49)

23

tepat (baik jenis harga nasional atau harga lokasi pasar sentral atau penentuan lokasi). Secara rinci ;

Rumus :

ai(L)Pit = ßi(L)Pt + ?i (L)Xit + µit, (1)

(i = 1,2,…………,k) (t = 1,2,…………,n) Di mana,

Pit = Harga dalam pasar i pada waktu t; Pt = Harga referensi pada waktu t;

X = Vektor variabel musiman dan relevan lainnya di pasar i pada waktu t (dengan himpunan variabel yang sama yang digunakan dalam semua vektor Xit, untuk semua pasar dan semua periode waktu);

µit = rentang waktu yang keliru (random error)

ai(L), ßi(L) dan yi (L) menggambarkan adanya polinomial dalam kesenjangan operator (Li Pt = Pt-ii)), , yyaangng ddiiddeeffiinniisisikkaan n sseebbaagagaii ;;

ai (L)= 1 - ai1L - - ain Ln, ßi(L) = ßio +ßi1L + + ßimLm, yi (L) = yio + yi1 + … + yinLn.

(50)

waktu (? Pit = Pit - Pit – 1) dan ?i sebagai diferensial harga spasial (?i =Pit- Pt). Untuk n = m, persamaan (I) menjadi ;

n m-1 j j

? Pit = ((

?

aij Lj)- L) ?iPt +

?

(

?

aik +

?

ßik – 1 ) Lj ? Pt + j=1 j=0 k=0 k=0

(2)

n m

(

?

aij + ? ßij – 1) Pt-1 + yi (L) X + µit, j=1 j=0

Dimana aio = 1.

Persamaan (1), selanjutnya dapat diubah untuk mengungkapkan perubahan harga periode saat ini sebagai kesenjangan diferensial harga spasial dan temporal tahun lalu. Variabel harga dapat ditentukan dalam konteks absolut atau logaritmik, yang mana membuat ? mengalami perubahan harga absolut atau persentasi perubahan harga.

Akan tetapi, persamaan (2) sangat tidak intuitif. Intuisi dan mudahnya perhitungan didukung oleh adanya pengurangan pada satu kesenjangan sehubungan dengan perbedaan harga pasar lokal dan referensial (n = m = 1) : ? Pit =(aiL – L) ?iPt + ßio ? Pt + (ai1 +ßio +ßi1 –1)Pt-1 + yiX + µit (3)

Dengan mengeluarkan ? persamaan (3) disederhanakan menjadi :

(51)

25

mengetahui kondisi dalam pasar referensial cukup cepat mempengaruhi harga lokal pada periode waktu yang sama. Formula, ai-1 mengukur seberapa besar deferensial harga spasial periode lalu tercermin dalam perubahan harga pasar lokal pada periode saat ini. Contohnya, margin tersebut diperluas dalam periode lalu (katakanlah timbul tingkat harga nasional atau harga pasar sentral) dan harga transaksi diuji kembali, maka para pedagang akan memperoleh insentif untuk memindahkan komoditas menjauh dari pasar lokal ke tempat lain dalam suatu sistem, sehingga selanjutnya menekan harga pada periode saat ini.

Faktor lainnya mungkin juga mempengaruhi perubahan harga setemp at. Fluktuasi musiman dalam penawaran (contohnya kekurangan secara periodik) atau gangguan komunikasi karena hambatan setempat dapat mempengaruhi perubahan harga setempat dan menentukan hubungan dengan pasar referensial. Akhirnya tingkat harga secara umum dalam pasar referensial dapat memicu perubahan harga dalam pasar lokal. Hal ini kemungkinan terjadi dalam lingkungan yang sangat mengalami inflasi atau pada saat timbul biaya bunga sebagai komponen biaya pemasaran yang besar.

Persamaan (4) dapat juga diubah untuk menghasilkan indikator integrasi pasar secara tak langsung. Dengan demikian, sangatlah membantu menyederhanakan Persamaan (4) dengan memberi nama kembali koefisien dalam Persamaan (4), yaitu ai-1 = b1, = ßio = b2, ai + ßio + ßi1 – 1 = b3 , dan seterusnya. (Pit – Pit-1) = b1(Pit-1 – Pt-1) + b2(Pt – Pt-1) + b3Pt-1 + b4 X + µit. (5) dan selanjutnya menyusun kembali variabel, menjadi :

(52)

Diasumsikan bahwa deret waktu di pasar lokal dan pasar acuan mempunyai pola musiman yang sama, sehingga tidak perlu memasukkan peubah samaran (dummy) untuk musim setempat (X). Untuk memudahkan interpretasi hasil, maka persamaan di atas disederhanakan lagi dengan merubah b1= 1+b1, b2=b2 dan b3=(b3- b1), sehingga menjadi :

Pit = b1 Pit-1 +b2 (Pt – Pt-1) + b3 Pt-1 + et (7) Dengan asumsi bahwa pasar referensial merupakan ekuilibrium jangka panjang (yaitu, Pt-Pt-1 = 0) dan juga bahwa b4=0, maka selanjutnya (1+b1) dan (b3 -b1) tetap, dan menunjukan kontribusi secara relatif terhadap sejarah harga pasar lokal dan referensial. Pasar dimana harga referensial sebelumnya merupakan penentu pokok harga lokal (daripada harga lokal sebelumnya) terkoneksi dengan baik, dengan kata lain kondisi permintaan dan penawaran dalam pasar referensial terkomunikasi secara efektif terhadap pasar lokal dan mempengaruhi harga di pasar lokal tanpa memperhatikan kondisi lokal sebelumnya.

Guna menentukan besarnya serangkaian dua dampak, dapat dilihat denga n indeks gabungan pasar / Index of Market Connection (IMC), yang mana didefinisikan sebagai rasio koefisien kesenjangan pasar setempat terhadap koefisien kesenjangan pasar referensial:

1 + b1 b1

IMC = atau IMC = (8)

b3b1 b3

(53)

27

kecil indeks yaitu mendekati 0, semakin besar tingkat pasar integrasi. Koefisien kurang dari 1 adalah untuk menunjukan tingkat integrasi pasar jangka pendek yang tinggi. Pada dasarnya, ini menunjukan tingkatan seberapa besar pasar lokal terkoneksi dengan pasar referensial dalam jangka pendek (yaitu periode satu waktu).

Indikator akhir integrasi pasar yang dapat ditarik dari model ini berasal dari hasil b2 (ßio) mendekati satu. Dalam hal ini, integrasi jangka pendek tak dapat diterima, tetapi kekuatan ekonomi yang menyebabkan adanya perubahan harga pasar referensial secara umum tercermin dalam tingkat harga lokal. Dalam hal ini, koefisien ß2 dipandang memiliki banyak persamaan dengan koefisien korelasi bivariat sederhana. Bentuk intergrasi dapat terjadi meskipun pasar referensial dan pasar lokal tidak memiliki keterkaitan dalam jangka pendek (yaitu perubahan dalam margin spasial tidak terjadi secara penuh).

3.2 Kerangka Pemikiran Konseptual

Sebagian besar produsen tidak memasarkan produknya secara langsung kepada konsumen, melainkan menggunakan perantara/lembaga perantara unutk memasarkan produknya. Dalam rangkaian kegiatan ini sering kali membentuk fungsi-fungsi pemasaran, yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas.

(54)

Menurut Dillon, 1998 secara konseptual sistem tataniaga dapat dianggap efisien apabila memenuhi 2 syarat sebagai berikut :

1. Mampu menyampaika n hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya.

2. Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar oleh konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan tataniaga barang tersebut.

Dalam suatu sistem pemasaran sering terjadi tidak seimbangnya (adanya gap) antara penawaran dan permintaan, panjangnya alur pemasaran, serta sulitnya arus informasi. Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketidakefisienan marjin tataniaga dan tidak terpadunya antara dua pasar atau lebih. Selain itu, besarnya penyebaran marjin sangat mempengaruhi mekanisme pasar dalam pembentukan harga. Dengan demikian analisis marjin pemasaran dan keterpaduan pasar sangat penting untuk diteliti, sehingga dapat diambil kebijakan yang tepat untuk memperbaiki mekanisme pasar.

(55)

29

Dari hasil kajian tersebut akan menghasilkan informasi mengenai bagaimana saluran pemasaran yang ada, bagaimana struktur pasar, bagaimana perilaku pasar dan seberapa besar biaya, keuntungan serta harga jual pada setiap tingkat pasar. Selanjutnya informasi tersebut akan dipergunakan untuk menganalisis marjin pemasaran dan analisis keterpaduan pasar sebagai peremeter dari keragaan pasar yang ada. Secara ringkas bagan kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini :

Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran

Rantai Tataniaga

- Saluran Pemasaran yang Beragam - Jumlah Marjin Pemasaran yang tinggi - Distribusi marjin yang tidak proporsional

Struktur, Perilaku

Keragaan Pasar Harga Rp/kg

Daging Domba Distribusi Marjin

Efisiensi Tataniaga Analisa Saluran Pasar

Analisa Perilaku Pasar Analisa Struktur Pasar Analisa Keragaan Pasar

Analisa Deskriptif

Mengetahui Keterpaduan

(56)

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di tiga pasar yang berada di Wilayah Kabupaten Majalengka. Pasar yang diteliti dibagi menjadi dua bagian, yaitu pasar regional sebagai pasar acuan dan pasar lokal (pengecer). Pasar regional adalah Pasar Ternak Regional (PTR) Bojong Cideres. Pasar pengecer diambil dua pasar lokal, yaitu pasar Kadipaten dan pasar Cigasong.

Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) sesuai dengan permasalahan yang sedang dihadapi dima na PTR merupakan pasar pemasok utama daging domba, sedang pasar pengecer dipilih pasar Kadipaten dan pasar Cigasong karena kedua pasar tersebut merupakan pasar pengecer daging domba terbesar di Majalengka yang cakupan pelayanannya mencakup beberapa kecamatan disekitarnya. Penelitian dilakukan selama dua bulan, mulai bulan September sampai Oktober 2006.

4.2 Metode Penarikan Contoh

(57)

31

Guna perhitungan analisis keterpaduan pasar, data diperoleh dari data sekunder, yaitu pencatatan perkembangan rata-rata harga mingguan daging domba yang telah tercacat di masing-masing pasar pemasok dan pengecer.

4.3 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data primer diperoleh dari observasi yaitu pengumpulan informasi atau data-data dengan cara mengamati, mencatat dan wawancara langsung terhadap pihak-pihak yang terkait dan pelaku-pelaku tataniaga di pasar. Data primer selanjutnya digunakan untuk menganalisis struktur pasar, perilaku pasar dan marjin tataniaga.

Data sekunder diperoleh dari laporan perkembangan harga komoditi di pasar, hasil penelitian terdahulu dan literatur-literatur yang relevan. Data sekunder yang diperoleh dari perkembangan harga (rata-rata harga mingguan) daging domba di masing-masing pasar selanjutnya digunakan untuk pengolahan analisis keterpaduan pasar.

4.4 Model dan Metode Penelitian

4.4.1 Analisis Marjin Tataniaga

(58)

biaya tataniaga dan keuntungan lembaga tataniaga dapat dinyatakan sebagai berikut :

Keterangan :

Mi = Marjin tataniaga pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg) Hji = Harga penjualan pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg) Hbi = Harga pembelian pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg) Bi = Biaya tataniaga pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg) ?i = Keuntungan tataniaga pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg) i = 1, 2, 3, ……n.

Penyebaran marjin tataniaga hasil ternak dapat pula dilihat berdasarkan persentase keuntungan terhadap biaya tataniaga pada masing-masing lembaga tataniaga. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus :

Bi

Rasio Biaya – Keuntungan (%) = x 100 %

?i

Keterangan :

Bi = Biaya tataniaga pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg) ?i = Keuntungan tataniaga pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg)

4.4.2 Analisis Indeks Keterpaduan Pasar

Penggunaan analisis korelasi harga untuk mengetahui tingkat keterpaduan pasar suatu komoditi terkadang kurang memberikan hasil yang memuaskan. Integrasi pasar dapat disebabkan oleh adanya inflasi maupun aktivitas-aktivitas lembaga tataniaga yang dapat merubah harga. Berdasar hal tersebut, Ravallion mengembangkan metode integrasi pasar yang disebut metode autoregresif distribution lag atau model autoregresi.

Mi = Hji - Hbi

dan Mi = Bi + ?i , sehingga

(59)

33

Model autoregresi dapat mengurangi kelemahan model analisis korelasi harga yang menganggap perubahan harga di tingkat konsumen dengan produsen bergerak pada waktu yang sama. Model autoregresi melihat hubungan harga di tingkat pasar acuan, baik tingkat harga sebelumnya maupun tingkat tingkat harga pada waktu yang sama dan ciri-ciri pasar setempat.

Untuk mengetahui tingkat keterpaduan pasar antar pasar dianalisis secara statistik dengan menggunakan model Index of Market Connection (IMC) dengan pendekatan model Autoregressive Distributed Lag. Secara matematis model tersebut diduga dengan menggunakan model kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square, OLS) sebagai berikut:

Pit = b1 Pit-1 +b2 (Pjt – Pjt-1) + b3 Pjt-1 + et

Keterangan :

Pit = Harga daging domba di pasar pengecer pada minggu ke-t (Rp/kg) Pit-1 = Lag harga daging domba di pasar pengecer pada minggu ke-t (Rp/kg) Pjt = Harga daging domba di pasar acuan j (PTR) pada minggu ke-t (Rp/kg) Pjt-1 = Lag harga daging domba di pasar acuan j (PTR) pada minggu ke-t (Rp/kg)

bi = Parameter estimasi (bi = 1, 2, 3…) et = Random error

Dari persamaan di atas indeks keterpaduan pasar (Index of Market Connection, IMC) dapat dihitung sebagai berikut :

b1

IMC =

b2

4.4.3 Pengujian Hipotesa

(60)

sehingga dapat diketahui apakah peubah bebas berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebasnya. Sedangkan uji f untuk mengetahui koefisien regresi secara serentak apakah peubah-peubah bebas bersama -sama menjelaskan variasi peubah tak bebasnya.

(1) Keterpaduan Pasar Jangka Panjang

Pengujian hipotesa atas masing-masing koefisien regresi dilakukan dengan uji t. Hipotesanya adalah :

Ho : b2 = 1 Ha : b2 ? 1

Pengujian dengan t hitungnya adalah :

b2 – 1

t hitung =

S?(b2)

Jika t hitung < t tabel, maka hipotesa nol diterima secara statistik. Artinya, kedua pasar terpadu sempurna dalam jangka pendek. Sedangkan jika t hitung > t tabel, maka hipotesa nol ditolak dan hipotesa alternatif diterima secara statistik. Artinya kedua pasar tidak terpadu secara sempurna dalam jangka pendek.

(2) Keterpaduan Pasar Jangka Pendek Hipotesanya adalah :

Ho : b1 = 0 Ha : b1 ? 0

Pengujian dengan t hitungnya adalah :

b1 – 0

t hitung =

(61)

35

(62)

5.1 Pasar Ternak Regional (PTR) Pakuwon Bojong Cideres

Pasar Ternak Regional (PTR) Pakowon Bojong Cideres berada di Jl. Raya Kadipaten – Dawuan, Kecamatan Dawuan, Kabupaten Majalengka. Dibangun pada tahun anggaran 2002 dalam rangka mewujudkan visi Kabupaten Majalengka, yaitu “Majalengka Kabupaten agribisnis termaju di Jawa Barat pada tahun 2010 berbasis masyarakat agamis dan partisipatif”. Diresmikan oleh menteri Pertanian pada tanggal 10 Pebruari 2003, pasar ini merupakan pasar ternak terbesar di Jawa Barat dengan luas 3,4 hektar.

Pembangunan PTR tersebut mempunyai arti yang sangat strategis bagi pemasaran ternak yang dihasilkan para petani ternak di wilayah Kabupaten Majalengka, kawasan Jawa Barat dan antar provinsi. Tujuan pendirian PTR ini diharapkan dapat berperan memfasilitasi dan mendorong berkembangnya sub sistem pemasaran ternak, meningkatkan efisiensi pemasaran ternak dan meningkatkan posisi tawar peternak baik ternak besar maupun ternak kecil.

Akan tetapi kondisi di lapangan menunjukkan masih kurangnya minat dan jumlah transaksi untuk ternak besar dan unggas, hanya ternak kecil (domba dan kambing) yang terlihat sangat ramai, dimana untuk transaksi domba setiap hari berkisar antara 150 - 400 ekor.

Fasilitas PTR didukung oleh dana dari Gubernur Jawa Barat tahun anggaran 2003, guna pembangunan tempat pemotongan hewan dan sarana transportasi. Saat ini fasilitas yang terdapat di PTR antara lain sebagai berikut :

(63)

37

- Kantor pasar - Kandang penitipan ternak

- Masjid - 4 los sapi terbuka @ kapasitas 36 ekor - Toilet umum - 4 los sapi tertutup @ kapasitas 25 ekor - Penginapan pedagang - 2 los domba tertutup @ kapasitas 95 ekor - Tempat penurunan ternak - Lapangan adu domba

- Lapangan kontes burung - Dll.

Pembangunan PTR seluas 3,4 hektar dinilai cukup memadai guna memfasilitasi transaksi jual beli ternak untuk cakupan regional. Akan tetapi kondisi di lapangan sehari-hari menunjukkan masih kurangnya minat peternak di daerah Majalengka maup un dari daerah lain dan pembeli untuk melakukan transaksi di PTR. Dari luar lokasi PTR, keadaan PTR terlihat sepi karena tempat los ternak dan tempat transaksi agak masuk ke dalam letaknya beberapa meter dari jalan raya dan tertutup pagar beton sehingga tidak terlihat adanya aktivitas jual beli ternak, sehingga kurang menarik minat untuk singgah.

Kondisi ini diperparah dengan adanya peran calo yang setiap harinya sekitar 35 - 50 orang calo menunggu dan menghampiri setiap penjual dan pembeli yang datang ke PTR di depan pintu gerbang masuk maupun di dalam PTR.

(64)

5.2 Pasar Kadipaten

Pasar Kadipaten bisa dikatakan merupakan pasar kabupaten yang paling ramai. Di pasar ini tidak ada istilah hari pasaran, karena kegiatan setiap hari selalu ramai. Pasar Kadipaten terletak di pintu masuk kota Majalengka dari sebelah barat, tepatnya berada di Jl. Sadewa, Desa Kadipaten, Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Majalengka.

Keberadaan pasar Kadipaten dalam perjalanannya sampai saat ini telah mengalami beberapa kali perbaikan. Pada tahun 1985 pasar sempat dibangun kembali setelah terjadinya kebakaran dengan dana dari Inpres tahun 1985/1986. Kemudian pada tahun 2002 dibangun kembali oleh pemerintah Kabupaten Majalengka bekerja sama dengan pihak ketiga CV. Rizki Cikijing karena kondisi pasar sudah kurang layak huni. Pembangunan ini selesai dan diserahterimakan kepada Bupati Majalengka pada tanggal 16 Pebruari 2004 dan beroperasi pada tanggal 20 Pebruari 2004.

Pasar Kadipaten dibangun di atas tanah seluas 11.115 m2, terdiri dari bangunan toko dengan ukuran berbeda diantaranya 4m x 7m, 3,5m x 7m, 3,35m x 7m, 3m x 7m, dan 2,35m x 11m. Namun diantara ukuran tersebut, luas toko yang paling banyak adalah ukuran 3,5m x 7m, yaitu sebanyak 45 toko. Toko-toko yang berdiri digunakan untuk jenis dagangan alat-alat listrik, pakaian, sepatu dan sandal, onderdil motor, peralatan olah raga dll.

(65)

39

peralatan rumah tangga, pedagang daging, pedagang ikan, dll. Sedangkan los merupakan tempat berjualan paling banyak dengan jumlah 1.080 los dengan ukuran rata-rata 1,5m x 2m yang banyak dipergunakan oleh pedagang sayur-mayur dan buah-buahan.

Di pasar Kadipaten tercatat jumlah pedagang tetap sebanyak 1.004 orang dan jumlah pedagang tidak tetap sebanyak 219 orang. Mereka yang termasuk pedagang tidak tetap banyak yang menggelar barang jualannya di pinggir jalan atau yang lebih dikenal dengan sebutan “emprakan”, selain itu juga termasuk penjual dengan gerobak sampai dengan pedagang asongan.

5.3 Pasar Cigasong

Pasar Cigasong terletak di jalan Pasukan Sindangkasih, Kelurahan Cigasong, Kabupaten Majalengka. Pasar ini merupakan alihan dari pasar sebelumnya yang berada di Kelurahan Tonjong yang dulu dikenal dengan sebutan Pasar Wetan yang telah lama berfungsi sejak jaman kolonial Belanda. Di pasar ini pula dulu dikenal dengan sebutan “istal” (tempat penyimpanan kuda-kuda milik kolonial Belanda). Saat ini tempat tersebut dijadikan sarana olah raga.

Sesuai dengan rencana umum tata ruang kota (RUTK) Kabupaten Majalengka berdasarkan pengembangan pembangunan kota Majalengka, pasar wetan dialihkan ke sebelah timur yang terletak di Kelurahan Cigasong. Pengalihan pasar ini juga dalam rangka mengembangkan kota Majalengka di sebelah timur dan upaya mewujudkan kebersihan, ketertiban dan keindahan kota.

(66)

dibangun oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Majalengka bekerjasama dengan pihak ke tiga, yaitu PT. Bhakti – Bandung pada tahun 1994 sampai dengan tahun 1996 dan beroperasi tepat pada tanggal 27 Pebruari 1997.

Pasar Cigasong dibangun di atas tanah seluas 20.000 m2, terdiri dari 37 bangunan ruko (rumah toko) yang terletak disebelah depan pintu masuk utama pasar dengan ukuran ruang jualan 4m x 6m. Bangunan ini banyak digunakan oleh pedagang pakaian, elektronik, sepatu sandal, peralatan rumah tangga dan lain-lain. Selain ruko juga terdapat kios-kios dengan 4 tipe, yaitu 31 bangunan tipe B dengan ukuran 5 m x 4m, 104 bangunan kios tipe C dengan ukuran 4m x 4m, 44 bangunan kios tipe D dengan ukuran 3m x 4m dan 356 bangunan kios tipe E dengan ukuran 3m x 3m.

Bangunan-bangunan kios tersebut dipergunakan oleh berbagai macam pedagang, diantaranya pakaian, peralatan olah raga, pakan ternak, tukang cukur, warung nasi, sembako dan lain-lain. Bangunan kios tipe B, C dan D tersebar mengelilingi lokasi pasar, sedangkan kios tipe E tersebar di dalam lokasi pasar.

(67)

41

Fasilitas yang tersedia di pasar Cigasong diantarannya penerangan/listrik, air bersih (PAM), tempat parkir, MCK, mushola dan TPS. Di pasar Cigasong kebersihan ditangani oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan baik sarana, personil maupun pemungutan retribusinya. Parkir ditangani oleh Dinas Perhubungan, sedangkan untuk keamanan dan ketertiban pasar telah dibentuk Satgas/ satpam yang bertanggungjawab terhadap jalannya ketertiban dan keamanan lingkungan pasar yang berada di bawah tanggung jawab Sub Seksi Ketertiban dan Penerangan Pasar.

Letak pasar Cigasong juga bersebelahan dengan terminal angkutan kota. Terminal ini dilalui oleh angkutan kota jurusan Majalengka – Kadipaten, Cikijing – Kadipaten, Cikijing – Bandung, Rajagaluh – Majalengka, Rajagaluh – Bekasi dan trayek lainnya. Keberadaan terminal ini membuat pasar Cigasong terlihat ramai, meskipun menurut taksiran pengamatan peneliti besarnya transaksi harian di pasar Cigasong tidak lebih besar dari pasar Kadipaten.

Gambar

Tabel 1. Jumlah Populasi Domba Menurut Provinsi Tahun 2001–2005
Tabel 2.   Jumlah Ternak Domba dan Produksi Daging Domba Kabupaten
Tabel 3.  Perbedaan Antara Domba dan Kambing
Tabel 4.  Karakteristik (Ciri) Struktur Pasar Berdasarkan Sudut Penjual dan
+7

Referensi

Dokumen terkait