STABILITAS LERENG PADA MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm
Oleh :
DIAS KURNIASARI F14103022
2007
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
STABILITAS LERENG PADA MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
DIAS KURNIASARI F14103022
2007
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
STABILITAS LERENG PADA MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
DIAS KURNIASARI F14103022
Dilahirkan di Banjarnegara pada tanggal 4 Juli 1985
Tanggal lulus : September 2007
Bogor, September 2007
Menyetujui :
Dr. Ir. Erizal, M. Agr Dosen Pembimbing
Mengetahui,
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Banjarnegara, tanggal 4 Juli 1985, dan
dibesarkan di Banjarnegara, merupakan anak kedua dari tiga
bersaudara yang lahir dari pasangan H Muklas dan Hj Eko
Windiarti. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 4
Banjarnegara tahun 1997, pendidikan menengah pertama di
SMPN 1 Banjarnegara tahun 2000, dan pendidikan menengah
atas di SMUN 1 Banjarnegara tahun 2003.
Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknik
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian melalui jalur USMI.
Selama kuliah di Departemen Teknik Pertanian penulis aktif dalam Himpunan
Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA). Selain itu, penulis juga aktif dalam
pelaksanaan responsi mata kuliah Statika dan Dinamika sebagai asisten responsi.
Pada tahun 2006, penulis melaksanakan praktek lapang di Dinas
Permukiman dan Prasarana Daerah Kabupaten Banjarnegara, dengan judul
Dias Kurniasari. F14103022. Stabilitas Lereng pada Model Tanggul Menggunakan Ukuran Partikel Tanah Maksimum 1 mm. Dilaksanakan di Laboratorium Hidrolika dan Hidromekanika Tanah, Bogor. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Erizal, M.Agr.
RINGKASAN
Kemantapan lereng sangat penting dalam perencanaan dan konstruksi bendungan tanah. Pada setiap macam lereng, kemungkinan terjadinya longsoran selalu ada, runtuh atau longsornya lereng dapat menimbulkan bencana bagi manusia. Oleh karena itu harus dilakukan pemeriksaan atau penilaian tingkat kestabilan lereng tersebut untuk mengetahui apakah akan longsor atau tidak.
Stabilitas lereng dipengaruhi oleh gaya-gaya yang bekerja pada lereng itu sendiri, yaitu gaya penggerak dan gaya penahan. Perbandingan antara gaya penggerak dan gaya penahan merupakan parameter dalam menentukan faktor keanamanan (Fs) suatu lereng. Jika nilai Fs >1, maka lereng dianggap mantap, jika Fs = 1 lereng dalam keadaan seimbang dan siap untuk longsor, sedangkan jika Fs < 1 lereng dianggap tidak mantap.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel tanah terhadap stabilitas lereng pada model tanggul dengan menggunakan software Geo Slope, sehingga dapat dicari nilai faktor keamanan guna mengetahui tingkat stabilitas atau keamanan lereng.
Tanah yang dipakai dalam penelitian ini adalah tanah yang lolos saringan 1 mm. Dalam analisis distribusi ukuran partikel, tanah termasuk dalam kelas lempung. Penggunaan tanah yang lolos saringan 1 mm ini, didapatkan nilai RC 84.13 % dan permeabilitas sebesar 3.24 x 10 -4 cm/detik.
Pada perhitungan nilai Fs menggunakan Slope/W, parameter yang digunakan adalah nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam (ø) yang didapatkan dari uji kuat geser. Uji kuat geser dilakukan pada tanah yang telah dipadatkan dengan kondisi tidak ada aliran, ada aliran, dan menggunakan drainase horizontal. Uji kuat geser dilakukan dengan metode uji geser langsung menggunakan beban normal 0.5 kgf/cm2, 1 kgf/cm2, dan 1.5 kgf/cm2.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
A. Tanah ... 3
B. Sifat Fisik Tanah ... 4
1. Ukuran Partikel Tanah ... 4
2. Tekstur Tanah ... 5
3. Struktur Tanah ... 6
4. Kadar Air ... 7
5. Porositas (n) ... 8
6. Angka Pori (e) ... 8
7. Permeabilitas Tanah (Daya Rembesan Tanah) ... 9
8. Berat Jenis Tanah ... 10
9. Densitas Tanah (bulk density) ... 11
C. Sifat Mekanika Tanah ... 11
1. Konsistensi Tanah ... 11
2. Potensial Airtanah ... 12
3. Pemadatan Tanah ... 13
4. Kuat Geser Tanah ... 14
D. Model ... 15
E. Tanggul ... 16
F. Sistem Drainase ... 18
H. Program Geo Slope ... 23
III.METODOLOGI PENELITIAN ... 25
A. Tempat dan Waktu ... 25
B. Bahan dan Alat ... 25
C. Metode Penelitian ... 25
1. Pengambilan Contoh Tanah ... 27
2. Pengukuran Kadar Air ... 27
3. Pengujian Konsistensi Tanah ... 28
a. Batas Cair (Liquid Limit) ... 28
b. Batas Plastis (Plastic Limit) ... 29
c. Indeks Plastis ... 29
4. Analisis Ukuran Partikel ... 30
5. Berat Isi (Bulk density) ... 31
6. Porositas (n) ... 32
7. Angka Pori (e) ... 32
8. Pemadatan Tanah ... 32
9. Uji Tumbuk Manual pada Box ... 32
10. Pembuatan Model Tanggul ... 34
11. Drainase ... 35
12. Pengaliran Air ... 36
a. Pengambilan Foto Rembesan ... 36
b. Pengukuran Debit ... 36
13. Pembongkaran Model Tanggul ... 37
a. Uji Permeabilitas ... 37
b. Uji Kuat Geser ... 38
14. Program Geo Slope ... 39
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40
A. Sifat Fisik Tanah ... 40
B. Uji Tekstur Tanah ... 41
C. Uji Konsistensi Tanah ... 41
D. Uji Pemadatan ... 42
F. Pemadatan Model Tanggul ... 45
G. Pengaliran Air ... 47
H. Uji Permeabilitas ... 49
I. Uji Kuat Geser ... 50
J. Stabilitas Lereng ... 52
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 59
A. Kesimpulan ... 59
B. Saran ... 59
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Nilai permeabilitas tanah pada temperatur 200 C ... 10
2. Berat jenis tanah ... 11
3. Nilai indeks plastisitas (PI) dan jenis tanah ... 12
4. Kemiringan lereng tanggul untuk tinggi maksimum 10 m ... 18
5. Spesifikasi pemadatan model tanggul ... 34
6. Sifat-sifat fisik tanah Latosol Dramaga, Bogor dan tanah yang lolos Saringan 1 mm ... 40
7. Hasil uji konsistensi tanah yang lolos saringan 0.42 mm dan 1 mm 42
8. Hasil uji pemadatan tanah yang lolos saringan 1 mm ... 43
9. Hasil uji tumbuk manual ... 44
10. Spesifikasi uji tumbuk manual ... 45
11. Jumlah tumbukan per lapisan ... 45
12. Dimensi tanggul ... 46
13. Hubungan nilai RC dengan permeabilitas ... 49
14. Uji kuat geser model tanggul pada kondisi tidak ada aliran, ada aliran dan dilengkapi dengan drainase horizontal ... 50
STABILITAS LERENG PADA MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm
Oleh :
DIAS KURNIASARI F14103022
2007
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
STABILITAS LERENG PADA MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
DIAS KURNIASARI F14103022
2007
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
STABILITAS LERENG PADA MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
DIAS KURNIASARI F14103022
Dilahirkan di Banjarnegara pada tanggal 4 Juli 1985
Tanggal lulus : September 2007
Bogor, September 2007
Menyetujui :
Dr. Ir. Erizal, M. Agr Dosen Pembimbing
Mengetahui,
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Banjarnegara, tanggal 4 Juli 1985, dan
dibesarkan di Banjarnegara, merupakan anak kedua dari tiga
bersaudara yang lahir dari pasangan H Muklas dan Hj Eko
Windiarti. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 4
Banjarnegara tahun 1997, pendidikan menengah pertama di
SMPN 1 Banjarnegara tahun 2000, dan pendidikan menengah
atas di SMUN 1 Banjarnegara tahun 2003.
Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknik
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian melalui jalur USMI.
Selama kuliah di Departemen Teknik Pertanian penulis aktif dalam Himpunan
Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA). Selain itu, penulis juga aktif dalam
pelaksanaan responsi mata kuliah Statika dan Dinamika sebagai asisten responsi.
Pada tahun 2006, penulis melaksanakan praktek lapang di Dinas
Permukiman dan Prasarana Daerah Kabupaten Banjarnegara, dengan judul
Dias Kurniasari. F14103022. Stabilitas Lereng pada Model Tanggul Menggunakan Ukuran Partikel Tanah Maksimum 1 mm. Dilaksanakan di Laboratorium Hidrolika dan Hidromekanika Tanah, Bogor. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Erizal, M.Agr.
RINGKASAN
Kemantapan lereng sangat penting dalam perencanaan dan konstruksi bendungan tanah. Pada setiap macam lereng, kemungkinan terjadinya longsoran selalu ada, runtuh atau longsornya lereng dapat menimbulkan bencana bagi manusia. Oleh karena itu harus dilakukan pemeriksaan atau penilaian tingkat kestabilan lereng tersebut untuk mengetahui apakah akan longsor atau tidak.
Stabilitas lereng dipengaruhi oleh gaya-gaya yang bekerja pada lereng itu sendiri, yaitu gaya penggerak dan gaya penahan. Perbandingan antara gaya penggerak dan gaya penahan merupakan parameter dalam menentukan faktor keanamanan (Fs) suatu lereng. Jika nilai Fs >1, maka lereng dianggap mantap, jika Fs = 1 lereng dalam keadaan seimbang dan siap untuk longsor, sedangkan jika Fs < 1 lereng dianggap tidak mantap.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel tanah terhadap stabilitas lereng pada model tanggul dengan menggunakan software Geo Slope, sehingga dapat dicari nilai faktor keamanan guna mengetahui tingkat stabilitas atau keamanan lereng.
Tanah yang dipakai dalam penelitian ini adalah tanah yang lolos saringan 1 mm. Dalam analisis distribusi ukuran partikel, tanah termasuk dalam kelas lempung. Penggunaan tanah yang lolos saringan 1 mm ini, didapatkan nilai RC 84.13 % dan permeabilitas sebesar 3.24 x 10 -4 cm/detik.
Pada perhitungan nilai Fs menggunakan Slope/W, parameter yang digunakan adalah nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam (ø) yang didapatkan dari uji kuat geser. Uji kuat geser dilakukan pada tanah yang telah dipadatkan dengan kondisi tidak ada aliran, ada aliran, dan menggunakan drainase horizontal. Uji kuat geser dilakukan dengan metode uji geser langsung menggunakan beban normal 0.5 kgf/cm2, 1 kgf/cm2, dan 1.5 kgf/cm2.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
A. Tanah ... 3
B. Sifat Fisik Tanah ... 4
1. Ukuran Partikel Tanah ... 4
2. Tekstur Tanah ... 5
3. Struktur Tanah ... 6
4. Kadar Air ... 7
5. Porositas (n) ... 8
6. Angka Pori (e) ... 8
7. Permeabilitas Tanah (Daya Rembesan Tanah) ... 9
8. Berat Jenis Tanah ... 10
9. Densitas Tanah (bulk density) ... 11
C. Sifat Mekanika Tanah ... 11
1. Konsistensi Tanah ... 11
2. Potensial Airtanah ... 12
3. Pemadatan Tanah ... 13
4. Kuat Geser Tanah ... 14
D. Model ... 15
E. Tanggul ... 16
F. Sistem Drainase ... 18
H. Program Geo Slope ... 23
III.METODOLOGI PENELITIAN ... 25
A. Tempat dan Waktu ... 25
B. Bahan dan Alat ... 25
C. Metode Penelitian ... 25
1. Pengambilan Contoh Tanah ... 27
2. Pengukuran Kadar Air ... 27
3. Pengujian Konsistensi Tanah ... 28
a. Batas Cair (Liquid Limit) ... 28
b. Batas Plastis (Plastic Limit) ... 29
c. Indeks Plastis ... 29
4. Analisis Ukuran Partikel ... 30
5. Berat Isi (Bulk density) ... 31
6. Porositas (n) ... 32
7. Angka Pori (e) ... 32
8. Pemadatan Tanah ... 32
9. Uji Tumbuk Manual pada Box ... 32
10. Pembuatan Model Tanggul ... 34
11. Drainase ... 35
12. Pengaliran Air ... 36
a. Pengambilan Foto Rembesan ... 36
b. Pengukuran Debit ... 36
13. Pembongkaran Model Tanggul ... 37
a. Uji Permeabilitas ... 37
b. Uji Kuat Geser ... 38
14. Program Geo Slope ... 39
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40
A. Sifat Fisik Tanah ... 40
B. Uji Tekstur Tanah ... 41
C. Uji Konsistensi Tanah ... 41
D. Uji Pemadatan ... 42
F. Pemadatan Model Tanggul ... 45
G. Pengaliran Air ... 47
H. Uji Permeabilitas ... 49
I. Uji Kuat Geser ... 50
J. Stabilitas Lereng ... 52
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 59
A. Kesimpulan ... 59
B. Saran ... 59
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Nilai permeabilitas tanah pada temperatur 200 C ... 10
2. Berat jenis tanah ... 11
3. Nilai indeks plastisitas (PI) dan jenis tanah ... 12
4. Kemiringan lereng tanggul untuk tinggi maksimum 10 m ... 18
5. Spesifikasi pemadatan model tanggul ... 34
6. Sifat-sifat fisik tanah Latosol Dramaga, Bogor dan tanah yang lolos Saringan 1 mm ... 40
7. Hasil uji konsistensi tanah yang lolos saringan 0.42 mm dan 1 mm 42
8. Hasil uji pemadatan tanah yang lolos saringan 1 mm ... 43
9. Hasil uji tumbuk manual ... 44
10. Spesifikasi uji tumbuk manual ... 45
11. Jumlah tumbukan per lapisan ... 45
12. Dimensi tanggul ... 46
13. Hubungan nilai RC dengan permeabilitas ... 49
14. Uji kuat geser model tanggul pada kondisi tidak ada aliran, ada aliran dan dilengkapi dengan drainase horizontal ... 50
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Klasifikasi tekstur tanah menurut ISSS ... 5
2. Diagram segitiga tekstur menurut USDA ... 6
3. Model tanggul dengan drainase horizontal ... 19
4. Skematis menghitung stabilitas lereng ... 20
5. Tahapan Penelitian ... 26
6. Kedalaman pengambilan contoh tanah ... 27
7. Uji batas cair ... 28
8. Uji batas plastis ... 29
9. Analisis ukuran partikel ... 31
10. Uji tumbuk manual ... 33
11. Kotak model tanggul ... 35
12. Pembuatan model tanggul ... 35
13. Alat uji permeabilitas ... 38
14. Alat uji kuat geser langsung (direct shear) ... 39
15. Kurva distribusi ukuran partikel ... 41
16. Grafik uji pemadatan (proctor)... 43
17. Penampang melintang model tanggul ... 46
18. Model tanggul ... 46
19. Perubahan debit outlet ... 47
20. Air yang terkumpul pada pipa outlet ... 47
21. Pergerakan aliran air ... 48
22. Rembesan air dilihat dari bagian hilir tanggul ... 49
23. Uji permeabilitas ... 50
24. Grafik uji kuat geser kondisi tidak ada aliran ... 51
25. Grafik uji kuat geser kondisi ada aliran ... 51
26. Grafik uji kuat geser yang dilengkapi drainase horizontal ... 52
27. Hasil uji kuat geser ... 52
29. Hasil foto aliran tubuh tanggul menggunakan drainase
horizontal ... 55
30. Analisa stabilitas lereng model tanggul pada kondisi tidak ada aliran
menggunakan program Slope/W ... 56 31. Analisa stabilitas lereng model tanggul pada kondisi ada aliran
menggunakan program Slope/W ... 57 32. Analisa stabilitas lereng model tanggul dengan drainase
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Analisis ukuran partikel tanah ... 62
2. Uji konsistensi tanah ... 63
3. Uji permeabilitas ... 66
4. Uji kuat geser ... 68
5. Langkah-langkah proses perhitungan Fs (kondisi tidak ada aliran)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanggul merupakan salah satu bentuk dari bendungan urugan
homogen. Tanggul mempunyai bentuk dan dimensi yang sama dengan
bendungan. Tanggul dibuat dengan bahan tanah yang hampir sejenis dan
gradasinya (susunan ukuran butirannya) hampir seragam. Tubuh tanggul
mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai penyangga aliran air dan menahan
rembesan air sehingga air yang masuk ke saluran dapat dikendalikan.
Pembangunan tanggul harus diperhatikan dengan baik. Syarat-syarat
konstruksi bangunan harus dipenuhi agar tanggul tersebut aman terhadap
kerusakan dan kerugian jiwa manusia dan harta. Pemantauan terhadap tanggul
pada waktu konstruksi maupun pasca konstruksi merupakan hal yang penting
sehubungan dengan keamanan tanggul itu sendiri. Syarat-syarat stabilitas
tanggul yang harus dipenuhi adalah lereng di sebelah hulu dan hilir tanggul
tidak mudah longsor, aman terhadap gaya geser, aman terhadap penurunan
tanggul, dan aman terhadap bahaya rembesan.
Dalam pembangunan tanggul juga harus diperhatikan mengenai bahan
pembentuknya, yaitu tanah. Sifat-sifat tanah diantaranya tergantung pada
ukuran partikelnya. Karena tanggul dibuat dengan susunan ukuran butiran
yang seragam, maka keseragaman ukuran partikel tanah inilah yang
mempengaruhi tanggul itu sendiri, baik dalam pola penyebaran aliran, debit
rembesan, dan kestabilan lereng.
Pada penelitian ini, digunakan ukuran partikel yang berbeda dengan
penelitian sebelumnya dikarenakan berdasarkan penelitian-penelitian yang
telah dilakukan mengenai perbedaan ukuran partikel, bahwa dengan ukuran
partikel yang berbeda, didapatkan hasil yang berbeda pula. Pada penelitian ini
digunakan ukuran partikel tanah maksimum 1 mm dan juga digunakan model
tanggul untuk menganalisis, karena dengan penggunaan model dapat
mempersingkat waktu, meminimalisasi biaya, dan mengurangi resiko. Model
1 mm pada model tanggul, dapat diketahui mengenai tingkat kestabilan dan
kemantapan lereng dengan mengidentifikasi faktor keamanan.
B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kestabilan
lereng pada model tanggul dengan menggunakan tanah berukuran maksimum
1 mm pada kondisi tidak ada aliran air, ada aliran air, dan dilengkapi drainase
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanah
Secara umum menurut Kalsim dan Sapei (2003), tanah adalah
himpunan mineral, bahan organik dan endapan-endapan yang relatif lepas
(loose), yang terletak di atas batuan dasar (bedrock). Ikatan antara butiran relatif lemah yang disebabkan oleh adanya karbonat, zat organik atau
oksida-oksida yang mengendap diantara partikel-partikel. Tanah dapat diartikan
sebagai medium berpori yang terdiri dari padatan (solid), cairan (liquid), dan udara (air). Fase padatan terdiri dari bahan mineral, bahan organik, dan organisme hidup. Craig (1994) menyatakan bahwa tanah merupakan
akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai atau lemah ikatan antar
partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan. Diantara
partikel-partikel tanah terdapat ruang kosong yang disebut pori-pori (void space) yang berisi air dan atau udara.
Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang
tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan
organik, air dan udara, dan merupakan media untuk tumbuhnya tanaman
(Hardjowigeno, 1995). Tanah pada umumnya dapat dibedakan sebagai kerikil
(gravel), pasir (sand), debu (silt) atau liat (clay) tergantung pada ukuran partikel yang paling dominan pada tanah tersebut (Bowles, 1989).
Tanah dalam mekanika tanah dimaksudkan untuk mencakup semua
bahan dari tanah lempung sampai berangkal (batu-batu yang besar), semua
endapan alam yang bersangkutan dengan teknik sipil kecuali batuan tetap
(Wesley, 1973). Tanah dapat terjadi karena adanya proses pelapukan batuan,
yaitu perubahan-perubahan kimia dan penghancuran secara mekanis yang
terjadi pada material batuan karena pengaruh atmosfer, air, dan organisme
(Soetoto dan Aryono, 1980).
Tanah Latosol merupakan salah satu jenis tanah yang terbentuk pada
daerah bercurah hujan antara 2000 mm sampai 4000 mm per tahun, dengan
bulan kering lebih dari tiga bulan dan mempunyai tipe iklim A, B. Tanah
topografi berombak sampai bergunung dengan ketinggian berkisar antara 10
m sampai 100 m dpl dan biasanya ditumbuhi oleh hutan hujan tropis. Tanah
latosol di Indonesia dicirikan dengan warna yang tetap stabil dengan kisaran
warna merah sampai dengan coklat dan mempunyai solum tanah lebih besar
dari 1.5 m, bertekstur liat seragam atau bertambah dengan naiknya kedalaman
tanah. Struktur tanah latosol termasuk remah sampai balok bersudut, dengan
nilai permeabilitas 4.28 x 10-6 cm/det dan tingkat pH antara 4.3-6.5 (Anwar, 1995).
B. Sifat Fisik Tanah
1. Ukuran Partikel Tanah
Sifat-sifat suatu macam tanah tertentu banyak tergantung kepada
ukuran partikelnya. Pengukuran besarnya partikel tanah merupakan suatu
percobaan yang sering dilakukan dalam bidang mekanika tanah. Besarnya
partikel tanah merupakan dasar untuk klasifikasi atau pemberian nama
kepada macam-macam tanah tertentu (Wesley, 1973).
Analisis ukuran partikel tanah adalah penentuan persentase berat
butiran pada satu unit saringan, dengan ukuran diameter lubang tertentu.
Distribusi ukuran partikel tanah dapat dibagi dua, yaitu tanah berbutir
kasar yang dapat ditentukan dengan cara menyaring dan berbutir halus
dengan cara sedimentasi (Hardiyatmo,1992).
Partikel berukuran kecil mempunyai luas permukaan yang lebih
besar per unit volume atau per unit beratnya dibandingkan dengan partikel
yang berukuran besar, karena pengaruh luas permukaan ini, maka partikel
berukuran kecil mempunyai ukuran pori yang kecil. Liat memiliki luas
permukaan yang besar dan pori yang kecil, sedangkan pasir memiliki luas
permukaan yang kecil dan pori yang besar. Ukuran partikel ini secara
nyata berpengaruh pada sifat-sifat tanah itu sendiri, antara lain mengenai
permeabilitas, kapilaritas, dan bulk density (Gardiner dan Miller, 2001). Pada penelitian sebelumnya mengenai stabilitas lereng pada model
tanggul digunakan tanah yang lolos saringan 4.76 mm, sedangkan pada
dilakukan karena berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai
pengaruh perbedaan ukuran partikel yang dilakukan oleh Sakai (1998),
Sakai, et al. (1999), dan Erizal, et al. (1999), bahwa dengan ukuran partikel yang berbeda, maka hasil yang diperoleh juga akan berbeda.
2. Tekstur Tanah
Tekstur tanah menunjukkan derajat kehalusan dan keseragaman
suatu butiran tanah (Terzaghi dan Peck, 1987). Tekstur tanah dapat
didefinisikan sebagai penampilan visual suatu tanah berdasarkan
komposisi kualitatif dari ukuran butiran tanah dalam suatu massa tanah
tertentu. Partikel-partikel tanah yang besar dengan beberapa partikel kecil
akan terlihat kasar atau disebut partikel yang bertekstur kasar. Gabungan
partikel yang lebih kecil akan memberikan bahan yang bertekstur sedang
dan gabungan partikel yang berbutir halus akan menghasilkan tanah yang
bertekstur halus (Bowles, 1989).
Menurut Foth (1988) tekstur tanah menunjukkan kasar atau
halusnya suatu tanah. Tekstur tanah merupakan perbandingan relatif pasir,
debu, dan liat atau kelompok partikel dengan ukuran lebih kecil dari
kerikil (diameter kurang dari dua milimeter).
Gambar 1. Klasifikasi tekstur tanah menurut ISSS
(Kalsim dan Sapei, 2003) 1.0 very
fine fine medi- um coarse
very coars e
2 0.02
20 200 2000 μm
US Department of Agriculture classification
0.05 0.1 0.25 0.5 2.0
clay
clay silt silt
sand sand
fine coarse
Sebaran relatif ukuran partikel tanah mineral disebut sebagai
tekstur tanah. Gambar 1 menunjukkan klasifikasi ukuran partikel menurut
International Soil Science Society (ISSS). Klasifikasi tanah juga dapat dilakukan dengan menggunakan segitiga tekstur seperti pada Gambar 2.
Segitiga tekstur dipakai untuk tanah mineral berdasarkan klasifikasi sistem
USDA.
Tanah dengan fraksi pasir tinggi memiliki daya lolos air dan aerasi
yang tinggi, sebaliknya tanah dengan fraksi liat yang tinggi memiliki
kemampuan menahan air yang tinggi. Tanah bertekstur halus lebih aktif
dalam reaksi kimia daripada tanah bertekstur kasar (Hardjowigeno, 1995).
3. Struktur Tanah
Struktur tanah merupakan penggabungan dari sekelompok
partikel-partikel primer tanah. Struktur tanah dapat dibedakan menjadi
struktur lepas (single grained), massive, dan agregat. Struktur tanah berkaitan dengan stabilitas, ukuran, dan bentuk ped dalam tanah. Struktur
tanah menentukan sifat aerasi, permeabilitas, dan kapasitas menahan air
serta sifat-sifat mekanik dari tanah tersebut (Kalsim dan Sapei, 2003). Persen berat pasir
Hardjowigeno (1995) menyatakan struktur tanah merupakan
gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan struktur tanah ini terjadi
karena butir-butir pasir, debu, dan liat terikat satu sama lain oleh perekat
seperti bahan organik, oksida-oksida besi dan lain-lain. Gumpalan kecil
ini mempunyai bentuk, ukuran, dan kemantapan (ketahanan) yang
berbeda-beda. Ketahanan struktur tanah dibedakan menjadi tingkat
perkembangan lemah (butir-butir struktur tanah mudah hancur), tingkat
perkembangan sedang (butir-butir struktur tanah agak sukar hancur), dan
tingkat perkembangan kuat (butir-butir struktur tanah sukar hancur).
Menurut Hakim, et al. (1986) struktur tanah adalah penyusun partikel-partikel tanah primer seperti pasir, debu, liat yang membentuk
agregat-agregat. Struktur tanah dapat memberikan pengaruh terhadap
kadar air, porositas, dan permeabilitas suatu tanah.
4. Kadar Air
Kadar air tanah merupakan nisbah antara berat air dengan berat
tanah kering (basis kering), atau nisbah antara berat air dengan berat tanah
basah (basis basah), atau nisbah antara volume air dengan volume tanah
utuh (basis volume). Kadar air yang umum digunakan adalah basis kering
dan basis volume (Bowles, 1989).
Menurut Soetoto dan Aryono (1980) kadar air biasanya dinyatakan
dalam bentuk perbandingan antara berat air yang terkandung di dalam
tanah terhadap berat dari bagian padat tanah dan dinyatakan dalam bentuk
persamaan berikut:
w = x 100%...(1)
dimana, w = kandungan air dalam persen berat bagian padat tanah
ww = berat air dalam tanah wp = berat tanah kering
Kadar air yang didapatkan berasal dari air gravitasi, air kapiler, dan air
higroskopis.
p w
Kadar air tanah selalu dinyatakan dalam persen dan nilainya dapat
berkisar dari 0% sampai 200% atau 300%. Pada tanah dalam keadaan
aslinya kadar air biasa adalah dari 15% sampai 100% (Wesley, 1973).
5. Porositas (n)
Porositas (n) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume
rongga (Vv) dengan volume total (V), yang dinyatakan sebagai suatu
desimal atau suatu presentase (Hardiyatmo, 1992).
n = Vv / V………..(2) Secara umum ruang pori tanah dibagi atas pori makro dan pori
mikro. Pori makro berisi udara dan air gravitasi yaitu air yang mudah
hilang oleh gaya gravitasi, sedangkan pori mikro berisi air kapiler atau
udara. Tanah pasir mempunyai pori-pori makro yang lebih banyak
dibandingkan dengan tanah liat. Porositas tanah dipengaruhi oleh:
- kandungan bahan organik
- struktur tanah
- tekstur tanah
Porositas tanah tinggi, jika bahan organik tinggi. Tanah dengan struktur
granuler atau remah mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada
tanah dengan struktur massive (pejal) (Hardjowigeno, 1995).
Menurut Terzaghi dan Peck (1987) lepas atau padatnya suatu
tanah tidak dapat ditunjukkan oleh porositasnya, sebab porositas sangat
dipengaruhi oleh bentuk butiran serta derajat keseragaman.
Nilai porositas tanah umumnya antara 0.3 – 0.6, tetapi untuk tanah
gambut nilai porositas dapat lebih besar dari 0.8. Lebih penting dari
porositas adalah sebaran ukuran pori. Tanah berpasir dan tanah berliat
mungkin mempunyai porositas yang hampir sama, akan tetapi
sifat-sifatnya yang berhubungan dengan simpanan air, ketersediaan air, dan
aliran air tanah sangat berbeda. Hal ini disebabkan karena pada tanah pasir
6. Angka Pori (e)
Menurut Hardiyatmo (1992) angka pori (e) didefinisikan sebagai
perbandingan volume rongga (Vv) dengan volume butiran (Vs). Angka pori dinyatakan dalam desimal.
e = Vv / Vs...(3)
Angka pori dalam mekanika tanah untuk menyatakan berbagai
parameter fisis sebagai fungsi dari kepadatan tanah. Nilai-nilai khas untuk
angka pori pasir alam berkisar dari 0.5 sampai 0.8, sedang untuk tanah
kohesif (lengket apabila basah) berkisar antara 0.7 sampai 1.1.
7. Permeabilitas Tanah (Daya Rembesan Tanah)
Permeabilitas (daya rembesan) merupakan kemampuan tanah
untuk dapat dirembes air. Rembesan air dalam tanah hampir selalu
berjalan secara linear, yaitu jalan atau garis yang ditempuh air merupakan
garis dengan bentuk yang teratur (smooth curve) (Wesley, 1973).
Daya rembesan tanah adalah suatu sifat tanah yang mampu
meluluskan air. Bila rongga–rongga diantara butir-butir tanah
berhubungan satu dengan yang lainnya, maka tanah tersebut mampu
meluluskan air. Walaupun rongga atau pori mempunyai prosentase besar
yaitu porositasnya besar, tetapi bila pori tidak saling berhubungan, maka
tanah adalah kedap air atau tidak dapat meluluskan air (Soetoto dan
Aryono, 1980).
Permeabilitas didefinisikan sebagai sifat bahan berpori yang
memungkinkan aliran rembesan dari cairan yang berupa air atau minyak
mengalir lewat rongga porinya. Pori-pori tanah saling berhubungan antara
satu dengan yang lainnya, sehingga air dapat mengalir dari titik yang
mempunyai energi lebih tinggi ke titik yang mempunyai energi lebih
rendah. Di dalam tanah, sifat aliran dapat laminer ataupun turbulen.
Tahanan terhadap aliran bergantung pada jenis tanah, ukuran butiran,
bentuk butiran, rapat massa, bentuk geometri rongga pori, serta temperatur
Hardiyatmo (1992) menyatakan ada empat macam cara pengujian
untuk menentukan koefisien permeabilitas di laboratorium, yaitu:
a. Pengujian tinggi energi tetap (constant - head). b. Pengujian tinggi energi turun (falling - head).
c. Penentuan secara tidak langsung dari pengujian konsolidasi.
d. Penentuan secara tidak langsung dari pengujian kapiler horisontal.
Tabel 1. Nilai permeabilitas tanah pada temperatur 200 C
Jenis Tanah Permeabilitas (cm/detik)
Kerikil butiran kasar
Kerikil butiran halus, kerikil butiran kasar bercampuran butiran sedang
Pasir butiran halus, debu longgar
Debu padat, debu berliat
Liat berdebu, liat
10 – 103 10-2 – 10
10-4 - 10-2 10-5 - 10-4 10-8 - 10-5
8. Berat Jenis Tanah
Berat jenis (specific gravity) (Gs) tanah didefinisikan sebagai perbandingan berat volume butiran padat (ρs) dengan berat volume air (ρw) pada temperatur 4o C.
Gs = ρs / ρw ...(4)
Berat jenis partikel tanah menunjukkan rata-rata partikel tanah
yang membentuk sebuah matriks tanah. Penentuan berat jenis partikel
tidak hanya penting untuk sifat-sifat tanah yang fundamental seperti
nisbah void dan derajat saturasi (jenuh), tetapi juga mengetahui derajat
kompaksi (pemadatan) atau kandungan bahan organik (Sapei, et al., 1990). Berat jenis dari berbagai jenis tanah berkisar antara 2.65 – 2.75.
[image:33.612.165.503.234.387.2]Nilai-nilai berat jenis tanah dari berbagai jenis tanah dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Berat jenis tanah
Jenis tanah Berat jenis (Gs) Kerikil 2.65 – 2.68
Pasir 2.65 – 2.68
Debu tak organik 2.62 – 2.68
Debu organik 2.58 – 2.65
Liat tak organik 2.68 – 2.75
Humus 1.37
Gambut 1.25 – 1.80
Sumber : Hardiyatmo (1992).
9. Densitas Tanah (bulk density)
Bulk density menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah. Bulk density merupakan penunjuk kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah makin
tinggi bulk density, yang berarti makin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Pada umumnya bulk density berkisar dari 1.1 – 1.6 g/cc. Beberapa jenis tanah mempunyai bulk density kurang dari 0.85 g/cc (Hardjowigeno, 1995).
Densitas tanah basah atau wet bulk density didefinisikan sebagai total massa dibagi dengan total volume tanah. Akan tetapi massa akan
bervariasi dengan jumlah air yang ada di dalam tanah, sehingga densitas
tanah kering (dry bulk density) umumnya digunakan dan didefinisikan sebagai massa tanah kering oven (1050C, selama 24 jam) dibagi dengan total volume tanah. Nilai densitas tanah kering selalu lebih kecil daripada
nilai densitas tanah basah. Nilai densitas tanah kering bervariasi dari 1000
sampai 1800 kg/m3. Semakin halus partikel tanah atau semakin tinggi kandungan bahan organik maka semakin rendah bulk densitynya. Akan tetapi jika kepadatan tanah sangat padat maka tanah bertekstur halus
menunjukkan densitas tanah kering yang lebih besar daripada tanah
C. Sifat Mekanika Tanah 1. Konsistensi Tanah
Konsistensi tanah menunjukkan kekuatan daya kohesi butir-butir
tanah dengan benda lain. Hal ini ditunjukkan oleh daya tahan tanah
terhadap gaya yang akan mengubah bentuk. Tanah yang mempunyai
konsistensi baik umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat
pengolah tanah (Hardjowigeno, 1995).
Konsistensi digambarkan oleh istilah-istilah seperti keras, kaku,
rapuh, lengket, plastis dan lunak. Jika tanah semakin mendekati
karakteristik lempung, maka makin besar variasi keadaan konsistensi yang
mungkin dijumpai (Terzaghi dan Peck, 1987).
Konsistensi tanah biasanya dinyatakan dengan batas cair dan batas
plastis (disebut juga batas Atterberg). Konsistensi tanah tergantung pada
tekstur, sifat, jumlah koloid-koloid anorganik dan organik, struktur dan
terutama kandungan air tanah. Dengan berkurangnya kandungan air,
[image:35.612.168.506.453.557.2]umumnya tanah-tanah akan kehilangan sifat melekatnya (stickness) dan plastisitasnya sehingga dapat menjadi gembur (friabel), lunak (soft), dan akhirnya jika kering menjadi coherent (Hakim, et al., 1986).
Tabel 3. Nilai indeks plastisitas (PI) dan jenis tanah
PI Sifat Jenis tanah Kohesi
0 Nonplastis Pasir Nonkohesif
< 7 Plastisitas rendah Debu Kohesif sebagian
7 – 17 Plastisitas sedang Liat berdebu Kohesif
> 17 Plastisitas tinggi Liat Kohesif
Sumber : Hakim, et al., (1986).
Konsistensi digambarkan untuk tiga tingkat, yaitu kelembaban
basah, lembab, dan kering. Tanah tertentu dapat menjadi lekat bila basah,
teguh bila lembab, dan keras bila kering (Foth, 1988).
2. Potensial Airtanah
Muka airtanah (water table) atau phreatic surface, adalah suatu batas dalam tanah dimana tekanannya sama dengan tekanan atmosfir.
batas tersebut tanah masih dalam keadaan jenuh karena adanya proses
kenaikan kapiler (capillary fringe). Air dalam zone tak jenuh disebut lengas tanah (soil moisture), sedangkan istilah airtanah (ground water) umumnya berkaitan dengan air dalam daerah jenuh di bawah muka
airtanah (Kalsim dan Sapei, 2003).
Tingkat energi airtanah bervariasi sangat besar. Perbedaan tingkat
energi airtanah tersebut memungkinkan air bergerak dari satu zone ke
zone yang lainnya dalam tanah. Airtanah akan bergerak dari tempat
dengan tingkat energi yang tinggi (misalnya muka airtanah) ke tempat
dengan energi yang lebih rendah (misalnya tanah kering). Dengan
mengetahui tingkat energi dari beberapa tempat di dalam profil tanah,
maka dapat diprediksi pergerakan airtanah (Hakim, et al., 1986).
Potensial airtanah menurun dengan meningkatnya kandungan air
(makin banyak airtanah, makin berkurang energi yang diperlukan untuk
memegang air dalam tanah). Liat yang memiliki nilai pF = 2.0,
menggambarkan kenyataan bahwa tanah liat kehilangan air secara lebih
berangsur-angsur dibandingkan pasir, yang tentunya berarti bahwa liat
mengikat lebih banyak air.
Daya ikat tanah (pF) terhadap air setelah pemadatan lebih kecil
dibandingkan daya ikat tanah terhadap air (pF) tanah kapasitas lapang. Hal
ini ditunjukkan dengan kadar air untuk pF yang sama pada kedalaman
yang sama, antara pada kapasitas tanah lapang dengan tanah yang sudah
mengalami pemadatan, maka akan terlihat bahwa kadar air tanah yang
telah dipadatkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan tanah kapasitas
lapang (Herlina, 2003).
3. Pemadatan Tanah
Pemadatan tanah adalah proses keluarnya udara dari pori-pori
tanah dengan cara mekanis. Apabila tanah memadat maka porositas akan
berkurang dan berat isi kering akan naik. Jika kadar air rendah maka tanah
sukar dipadatkan karena tanah kaku. Jika kadar air terlalu tinggi maka
Kadar air yang tepat untuk memperoleh kepadatan maksimum disebut
kadar air optimum (Soetoto dan Aryono, 1980). Maksud dilakukan
pemadatan tanah antara lain (Hardiyatmo, 1992) :
a. Mempertinggi kuat geser tanah.
b. Mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas).
c. Mengurangi permeabilitas.
d. Mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air.
Menurut Terzaghi dan Peck (1987), tingkat pemadatan tertinggi
diperoleh apabila kadar air mempunyai suatu nilai tertentu yang disebut
kadar kelembaban optimum (optimum moisture content) dan prosedur untuk mempertahankan agar kadar air mendekati nilai optimumnya selama
pemadatan timbunan dikenal sebagai kontrol kadar kelembaban (moisture content control).
Bowles (1989) mendefinisikan 4 variabel pemadatan tanah yaitu:
a. Usaha pemadatan (energi pemadatan)
b. Jenis tanah (gradasi, kohesif atau tidak kohesif, ukuran partikel)
c. Kadar air
d. Berat isi kering
4. Kuat Geser Tanah
Parameter kuat geser tanah diperlukan untuk analisis-analisis daya
dukung tanah, stabilitas lereng, dan tegangan dorong untuk dinding
penahan tanah.
Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh
butir-butir tanah terhadap desakan atau tarikan (Hardiyatmo, 1992).
Menurut Coloumb (1776) dalam Hardiyatmo (1992), ada dua proses
mekanis yang bereaksi menentukan puncak kekuatan geser yaitu tekanan
dan kohesinya. Total kekuatan geser adalah penjumlahan dari kedua
komponen tersebut yang dinyatakan sebagai persamaan berikut
(Hardiyatmo, 1992):
dimana : = kekuatan geser (kN/m2) c = kohesi tanah (kN/m2)
= tekanan normal pada permukaan geser (kN/m2) ø = sudut gesek dalam tanah (0)
Beberapa cara untuk menentukan kuat geser tanah, antara lain:
a. Uji geser langsung (direct shear test) b. Uji triaksial (triaksial test)
c. Uji tekan bebas (unconfined compression test) d. Uji geser baling (vane shear test)
D. Model
Model adalah deskripsi struktur suatu fenomena yang dinyatakan
dalam bentuk-bentuk media yang dapat dikomunikasikan (Saswinadi, 2007).
Model adalah penyederhanaan (abstraksi) dari sesuatu yang mewakili
sejumlah objek atau aktivitas. Model bisa diartikan sebagai penggambaran
sesuatu sehingga lebih jelas memahaminya (Devadean, 2007).
Jenis-jenis model yaitu :
1. Model fisik adalah model yang penggambarannya dalam bentuk tiga
dimensi atau bentuk nyata. Model ini biasanya berupa prototipe.
2. Model naratif adalah model yang penggambarannya secara lisan atau
tulisan deskriptif.
3. Model grafik adalah model yang penggambarannya menggunakan
sejumlah garis, simbol, atau bentuk.
4. Model matematik adalah model model yang digambarkan dalam
persamaan matematika. Persamaan ini merupakan pendekatan terhadap
suatu fenomena fisik. Kegunaan dari model ini adalah ketelitiannya dalam
menjelaskan hubungan antara berbagai bagian dari suatu objek dengan
persamaan matematika. Model matematika dapat menangani
hubungan-hubungan yang berdimensi lebih banyak daripada model grafik yang dua
dimensi maupun model fisik yang tiga dimensi, hal ini disebabkan oleh
Kegunaan model adalah dapat mempersingkat waktu, meminimalisasi
biaya dan mengurangi resiko. Model tanggul yang dibuat pada penelitian ini
merupakan jenis model fisik. Model tanggul ini digunakan untuk
mendeskripsikan karakteristik atau keadaan yang sama dengan hal yang
diwakili atau di lapangan. Pembuatan model tanggul ini dibuat berdasarkan
standar dimensi tanggul yang ditetapkan oleh DPU.
E. Tanggul
Tanggul dipakai untuk melindungi daerah irigasi dari banjir yang
disebabkan oleh sungai maupun laut. Biaya pembuatan tanggul banjir bisa
menjadi sangat besar jika tanggul itu panjang dan tinggi. Karena fungsi
lindungnya yang besar terhadap daerah irigasi dan penduduk yang tinggal di
daerah-daerah ini, maka kekuatan dan keamanan tanggul harus benar-benar
diselidiki dan direncanakan sebaik-baiknya (DPU, 1986).
Tanggul merupakan salah satu bentuk dari bendungan urugan
homogen. Dikatakan demikian karena ia mempunyai bentuk dan dimensi yang
sama dengan bendungan. Hampir semua tanggul dibuat dengan bahan tanah
yang hampir sejenis dan gradasinya (susunan ukuran butirannya) hampir
seragam. Tubuh tanggul sebagaimana bendungan secara keseluruhannya
berfungsi ganda, yaitu sebagai penyangga aliran air dan sekaligus menahan
rembesan air (Sosrodarsono dan Takeda, 1976).
DPU (1986) menyatakan bahwa rembesan terjadi apabila tubuh
tanggul harus mengatasi beda tinggi muka air dan jika aliran yang
diakibatkannya meresap masuk ke dalam tanah di sekitar tanggul. Aliran ini
mempunyai pengaruh yang merusakkan stabilitas tanggul karena terangkutnya
bahan-bahan halus dapat menyebabkan erosi bawah tanah. Jika erosi bawah
tanah sudah terjadi, maka terbentuk jalur rembesan antara bagian hulu dan
bagian hilir tanggul. Keadaan ini akan mengakibatkan kerusakan, sebagai
akibat terkikisnya tanah pondasi.
Apabila garis rembesan memotong lereng hilir suatu tanggul, maka
terlihat gejala keruntuhan atau longsoran kecil pada permukaan lereng
hilir (Sosrodarsono dan Takeda, 1976).
Dimensi tanggul menurut DPU (1986) meliputi :
1. Tinggi Tanggul
Tinggi tanggul adalah beda tinggi tegak antara puncak dan bagian
bawah dari pondasi tanggul. Permukaan pondasi adalah dasar dinding
kedap air atau dasar zona kedap air. Apabila pada tanggul tidak terdapat
dinding atau zona kedap air, maka yang dianggap permukaan pondasi
adalah garis perpotongan antara bidang vertikal yang melalui tepi hulu
mercu tanggul dengan permukaan pondasi alas tanggul tersebut.
Sedangkan mercu adalah bidang teratas dari suatu tanggul yang tidak
dilalui oleh luapan air dari saluran.
2. Tinggi Jagaan
Tinggi jagaan adalah perbedaan antara elevasi permukaan
maksimum rencana air dalam saluran dengan elevasi mercu tanggul.
Elevasi permukaan maksimum rencana merupakan elevasi banjir rencana
saluran. Elevasi permukaan air penuh normal atau elevasi permukaan
banjir rencana, dalam keadaan demikian yang disebut elevasi permukaan
air maksimum rencana adalah elevasi yang paling tinggi yang
diperkirakan akan dicapai oleh permukaan air saluran tersebut.
3. Kemiringan Lereng (Talud)
Kemiringan rata-rata lereng tanggul (hulu dan hilir) adalah
perbandingan antara panjang garis vertikal yang melalui puncak dan
panjang garis horizontal yang melalui tumit masing-masing lereng
tersebut. Craig (1994) menyatakan bahwa kemiringan saluran biasanya
ditentukan oleh keadaan topografi. Dalam berbagai hal, kemiringan ini
dapat pula tergantung kegunaan saluran. Misalnya sebagai saluran irigasi,
persediaan air minum, dan proyek pembangkit listrik. Kemiringan dinding
saluran terutama tergantung pada jenis bahan yang digunakan seperti
Tabel 4. Kemiringan lereng tanggul untuk tinggi maksimum 10 m
Material urugan
Kemiringan lereng
Vertikal : horisontal
hulu hilir
Urugan homogen 1 : 3 1 : 2.25
Urugan batu dengan inti liat atau
dinding dipragma 1 : 1.50 1 : 1.25
Kerikil-kerakal dengan inti liat atau
dinding dipragma 1 : 2.50 1 : 1.75
Sumber : DPU (1994)
F. Sistem Drainase
Sistem drainase diperlukan untuk mengatur aliran air di dalam dan di
permukaan tanah. Saluran drainase dapat dibuat dari bahan dengan butiran
yang lebih kasar (pasir). Bila air rembesan mengalir dari lapisan dengan
butiran yang lebih halus menuju lapisan yang kasar, kemungkinan
terangkutnya bahan butiran lebih halus lolos melewati bahan yang lebih kasar
tersebut dapat terjadi. Pada waktu yang lama, proses ini mungkin akan
menyumbat ruang pori di dalam bahan kasarnya atau juga dapat terjadi piping pada bagian butiran halusnya Bila kecepatan aliran air membesar akibat dari
pengurangan tahanan aliran yang berangsur-angsur turun, maka akan terjadi
peningkatan erosi butiran, sehingga membentuk pipa-pipa dalam tanah yang
akhirnya dapat mengakibatkan keruntuhan pada bendungan. Kondisi demikian
dapat dicegah dengan pemakaian filter di antara dua lapisan tersebut
(Hardiyatmo, 1992).
Bangunan air yang terkena pengaruh rembesan, misalnya tanah yang
terpengaruh oleh aliran rembesan air akan mengalami longsor pada bagian
lereng bawah arus (down stream slope) karena gerusan air sehingga terjadi
peristiwa ”piping”. Pelongsoran dapat dicegah dengan memberi filter sebagai penyaluran sehingga rembesannya berubah masuk ke dalam filter. Filter harus
”permeable” (lulus air) dan pori-porinya halus sedemikian rupa sehingga air dapat mengalir tetapi tanah material bendungan tidak boleh ikut mengalir
Gambar 3. Model tanggul dengan drainase horizontal
Drainase harus didesain guna memenuhi dua kriteria dasar, yaitu:
(Dunn, et al.,1992)
- Gradasi dari bahan drainase harus sedemikian sehingga butir halus dari
tanah di sampingnya tidak akan migrasi melalui drainase.
- Kapasitas debit aliran dari drainase harus cukup tinggi untuk menyalurkan
semua air rembesan tanpa menimbulkan tinggi tenaga hidrostatik ekses.
G. Stabilitas Lereng
Stabilitas atau kemantapan lereng merupakan suatu faktor yang
penting dalam pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan pertanian,
penggalian, dan lain-lain, karena menyangkut persoalan keselamatan manusia,
keamanan peralatan dan harta benda serta kelancaran kerja.
Stabilitas lereng dipengaruhi oleh gaya penggerak dan gaya penahan
yang ada pada lereng tersebut. Gaya penggerak adalah gaya-gaya yang
berusaha untuk membuat lereng longsor, sedangkan gaya penahan adalah
gaya-gaya yang mempertahankan kemantapan lereng tersebut.
Metode keseimbangan batas (limit equilibrium method) adalah metode perbandingan besarnya kekuatan geser yang diperlukan untuk
mempertahankan kemantapan lereng dengan kekuatan gesernya. Pada
awalnya diasumsikan akan terjadi kelongsoran pada suatu lahan. Hitung gaya
atau momen yang menyebabkan kelongsoran pada bidang gesernya, akibat
berat tanah diatasnya. Ini disebut gaya penggerak (sliding force) atau momen urugan tanah
penggerak (turning moment). Kemudian hitung gaya atau momen yang melawan kelongsoran, akibat kekuatan geser tanah (resisting moment).
Dari perbandingan kedua momen tersebut maka dapat ditentukan
faktor keamanan (Fs) terhadap kelongsoran pada bidang gesernya. Metode ini
dilakukan berulang-ulang sampai tercapai nilai faktor keamanan yang terkecil.
Seperti pada Gambar 4, untuk melakukan perhitungan biasanya lereng dibagi
dalam beberapa segmen, agar ketidakseragaman tanah dapat diperhitungkan
dan gaya normal pada bidang geser dapat ditentukan (Wesley, 1973).
= c’ + P’tan
Gaya pada segmen S =
[image:43.612.131.486.246.660.2]Sumber : Wesley (1973)
Gambar 4. Skematis menghitung stabilitas lereng Fs l W S P ’ u P E
x xn+1
En+1 φ l S W b θ α R W
xn-xn+1
En-En+1
Momen penggerak segmen = Wx ...(6)
Momen penggerak seluruhnya kita peroleh dengan menjumlahkan
momen dari setiap segmen.
∑ momen penggerak = ∑ Wx = ∑ WR sin α ...(7)
Apabila kekuatan geser = , maka kekuatan geser mempertahankan
kemantapan = ...(8)
Maka S = , sehingga momen melawan segmen =
Total momen melawan = = ...(9)
Dengan mempersamakan momen melawan dengan momen penggerak,
maka :
sehingga Fs = ...(10)
dimana : S = gaya pada dasar segmen (kgf/cm)
Fs = faktor keamanan
= kekuatan geser (kgf/cm2) l = lebar irisan (cm)
W = berat normal (kgf/cm)
α = sudut yang terbentuk antara titik tengah dasar irisan dengan
garis vertikal dari titik pengamatan (0) θ = sudut perhitungan busur lingkaran (0)
ø = sudut gesek dalam (0)
R = jari-jari busur lingkaran (cm)
x = jarak horisontal segmen terhadap titik acuan
Wesley (1973) menyatakan ada dua cara yang paling terkenal dewasa
ini, yaitu cara biasa (cara Fellenius atau USBR) dan cara Bishop. Perbedaan
antara kedua cara ini dapat diketahui dengan meneliti gaya-gaya yang bekerja
pada setiap segmen, seperti pada Gambar 4. Gaya En, En+1, xn, xn+1 adalah Fs S Fs l τ Fs l τ R Fs l τ
Σ l
Fs R τ Σ l Fs R sin W
RΣ α= Στ
gaya-gaya horisontal dan vertikal segmen-segmen. Besarnya gaya ini tidak
dapat diketahui.
Pada cara Fellenius besarnya P (gaya normal) ditentukan dengan
menguraikan gaya-gaya lain dalam arah garis bekerja P, yaitu :
P = (W + xn –xn+1) cos α – (En –En+1) sin α
= W cos α + (xn –xn+1) cos α –(En –En+1) sin α
Nilai (xn –xn+1) cos α –(En –En+1) sin α dianggap sama dengan nol, sehingga P = W cos α
Maka : Fs = ∑ [c’l + (W cos α – ul) tan ø ]……….(11)
Dimana u adalah tekanan air pori yang akan dihitung jika terjadi pembasahan
(air merembes). Pada cara Fellenius dianggap bahwa resultan gaya pada batas
vertikal segmen bekerja dalam arah sejajar dengan dasar segmen.
Pada cara Bishop besarnya P diperoleh dengan menguraikan
gaya-gaya lain pada arah vertikal, yaitu :
(P – ul) sin α + (P – ul) cos α = W + (xn –xn+1) - sin α – ul cos α
Sehingga (P – ul) =
Pada cara Bishop, nilai (xn –xn+1) dianggap sama dengan nol,
sehingga:
P – ul = , maka
dengan mensubtitusikan l = b sec α
Fs = ...(12)
Dengan kata lain, pada cara Bishop dianggap bahwa resultan
gaya-gaya pada batas vertikal segmen bekerja pada arah horisontal. Dengan α sin W 1 Σ Fs tanφ Fs l c' Fs sin ' tan cos ) cos u Fs sin c' ( 1 ) x (x
W n n 1
anggapan ini, karena faktor keamanan pada setiap segmen dijadikan sama,
maka besarnya (En –En+1) menjadi tentu, sehingga P dapat diketahui.
Nilai Fs pada persamaan (12) terdapat baik pada sebelah kiri, maupun
pada sebelah kanan. Karena itu, untuk menghitung besarnya Fs harus dipakai
cara iterasi (ulangan), yaitu diambil nilai Fs sebagai percobaan, nilai Fs yang
diperoleh kemudian dimasukkan pada sebelah kanan dan dilakukan
perhitungan dengan nilai Fs yang didapat dari perhitungan sebelumnya.
Biasanya perhitungan ini hanya dua ulangan saja.
Nilai Fs yang diperoleh dengan cara Fellenius selalu lebih kecil
daripada nilai yang diperoleh dengan cara Bishop. Selisih antara
kedua-duanya ini banyak terpengaruh oleh besarnya tegangan air pori dan besarnya
sudut θ. Makin besar tegangan air pori dan besarnya sudut tersebut, maka
makin besar selisih antara faktor keamanan menurut cara Fellenius dan cara
Bishop.
H. Program Geo Slope
Geo-Slope adalah suatu program dalam bidang geoteknik dan modeling geo-environment yang dibuat oleh Geo-Slope Internasional, Kanada pada tahun 2002. Program geoslope ini sendiri terdiri dari Slope/W, Seep/W, Sigma/W, Quake/W, Temp/W dan Ctran/W yang mana satu sama lainnya saling berhubungan sehingga dapat dianalisa dalam berbagai jenis
permasalahan dengan memilih jenis program yang sesuai untuk tiap-tiap
masalah yang berbeda (Http://www.geoslope.com). Pengertian untuk tiap
program tersebut adalah sebagai berikut:
1. Slope/W adalah suatu software untuk menghitung faktor keamanan dan stabilitas lereng.
2. Seep/W adalah suatu software untuk meneliti rembesan bawah tanah. 3. Sigma/W adalah suatu software untuk menganalisa tekanan geoteknik dan
masalah deformasi
5. Temp/W adalah suatu software untuk menganalisa masalah geothermal 6. Ctran/W adalah suatu software yang dapat digunakan bersama dengan
Seep/W untuk model pengangkutan zat-zat pencemar.
Slope/W adalah produk software yang menggunakan teori keseimbangan batas (limit equilibrium theory) untuk menghitung nilai faktor keamanan tanah dan stabilitas lereng. Perumusan Slope/W yang menyeluruh membuat program ini memungkinkan dengan mudah meneliti permasalahan
stabilitas lereng, baik yang sederhana maupun kompleks dengan
menggunakan berbagai metode untuk mengkalkulasi faktor keamanan
tersebut. Slope/W mempunyai aplikasi dalam analisa dan desain untuk geotechnical, sipil, dan proyek rancang bangun pekerjaan tambang atau pertanian.
Metode analisis stabilitas lereng yang digunakan dalam Slope/W adalah metode Bishop. Slope/W merupakan penggabungan dua persamaan faktor keamanan yaitu gaya keseimbangan dan momen irisan. Dalam
menentukan faktor keamanan tanggul pada kondisi ada aliran dibutuhkan data
hasil perhitungan Seep/W.
Dari hasil akhir program Slope/W dapat diketahui besar nilai faktor keamanan suatu lereng (tanah) dan mengetahui kondisi stabilitas lereng yang
ada, sehingga diharapkan dapat menyelesaikan masalah-masalah geotechnical yang berhubungan dengan kestabilan tanah/lereng, terutama pada bidang
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah
dan Laboratorium Hidrolika dan Hidromekanika, Departemen Teknik
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian
dilaksanakan dari bulan Februari sampai Juli 2007.
B. Bahan dan Alat 1. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :
a. Contoh tanah yang berasal dari lahan percobaan Leuwikoppo,
Darmaga, Bogor.
b. Acrylic, lem, pipa, selang, besi siku dan bambu untuk membuat kotak model.
2. Alat
a. Cangkul
b. Palu tanah
c. Wadah/ember
d. Timbangan
e. Pisau
f. Alat uji batas cair dan batas
plastis
g. Three phase meter
h. Alat uji permeabilitas
i. Oven
j. Penyemprot air
k. Pelantak (rammer) l. Gelas ukur
m. Stopwatch n. Gelas plastik
o. Saringan berukuran 1 mm
p. Cetakan
q. Alat uji kuat geser tanah
r. Desikator
s. s. Sendok pengaduk
t. Mistar
u. Hydrometer
C. Metode Penelitian
Gambar 5. Tahapan penelitian Pengambilan contoh tanah
Pengukuran kadar air
Uji konsistensi tanah (batas cair, batas plastis, indeks plastis)
Analisis ukuran partikel
Berat isi (bulk density)
Pembuatan model tanggul
Penentuan porositas (n) dan angka pori (e)
Uji pemadatan tanah
Uji tumbuk manual pada box
Pengaliran air
Pembongkaran model tanggul
Program Geo Slope
Pengambilan foto rembesan Pengukuran debit
1. Pengambilan Contoh Tanah
Contoh tanah yang digunakan untuk bahan tanggul adalah tanah
yang diambil dari Leuwikoppo, Darmaga, Bogor. Contoh tanah yang
diambil dikategorikan sebagai tanah terganggu yang diambil dengan alat
cangkul pada kedalaman 20-40 cm, kemudian tanah dikeringudarakan
untuk mengurangi kadar airnya sehingga memudahkan dalam pengayakan.
Tanah dihancurkan menjadi butir-butir halus menggunakan palu yang
terbuat dari kayu, kemudian disaring dengan saringan berukuran 1 mm.
Gambar 6. Kedalaman pengambilan contoh tanah
2. Pengukuran Kadar Air
Pengukuran kadar air pada tanah dilakukan dengan menggunakan
metode gravimetrik atau dengan menggunakan metode JIS 1203 – 1978,
dimana kadar air merupakan nisbah antara berat air dengan berat tanah
kering (basis kering). Kadar air tanah dihitung dengan persamaan sebagai
berikut (Kalsim dan Sapei, 2003) :
w = *100%
c b
b a
m m
m m
− −
………...(13)
dimana: w = kadar air tanah (%)
3. Pengujian Konsistensi Tanah a. Batas Cair (Liquid Limit)
Batas cair (LL) merupakan salah satu titik perubahan/transisi
dari keadaan tanah yang digolongkan oleh sifat mekanik dan
tergantung kepada kadar airnya. Alat untuk menentukan batas cair
diciptakan oleh Atterberg (1911) dan dikembangkan oleh
Cassagrande, A (1932) menjadi metode yang berlaku sampai saat ini.
Pengukuran batas cair dilakukan dengan menggunakan metode standar
JIS 1205-1980 (Sapei et al., 1990). Alat untuk menentukan batas cair adalah Alat Cassagrande.
Pengujian konsistensi ini menggunakan tanah yang lolos
saringan 0.42 mm dan 1 mm. Cara pengujiannya adalah tanah disaring
dengan saringan 0.42 mm dan 1 mm ± masing-masing 100 gram.
Letakkan contoh tanah ke permukaan gelas, kemudian tambahkan air
destilasi dan aduk sehingga membentuk pasta. Pasta tanah dimasukkan
ke dalam mangkuk dengan ketebalan ± 1 cm. Selanjutnya dibuat
goresan dengan grooving tool sampai mengenai bagian bawah dari mangkuk. Putar pengungkit dengan kecepatan satu putaran per detik
sampai goresan pada tanah bertemu (Sapei et al., 1990). Percobaan ini dilakukan terhadap beberapa contoh tanah dengan kadar air yang
berbeda, dan banyaknya pukulan dihitung untuk masing-masing kadar
air, kemudian dibuat suatu grafik kadar air terhadap banyaknya
pukulan. Batas cair adalah kadar air tanah dengan 25 pukulan.
b. Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas Plastis (PL) merupakan batas antara tanah dengan
keadaan semi plastis dan tanah dengan keadaan plastis. Metode
penentuan batas plastis dikembangkan oleh Cassagrande, A. (1932).
Pengukuran batas plastis dilakukan dengan menggunakan metode JIS
A 1206 – 1970 (1978).
Batas plastis ditentukan dengan cara menggiling tanah yang
lolos saringan 0.42 mm dan 1 mm pada plat kaca sehingga mencapai
diameter ± 3 mm. Bila batang tanah hasil gilingan dengan tangan telah
mencapai diameter tersebut dan tidak pecah, pekerjaan diulang dengan
penambahan sedikit tanah sejenis yang kering. Jika didapatkan tanah
dengan diameter kurang dari 3 mm dan pecah, pekerjaan dihentikan
dan tanah gilingan tersebut ditentukan kadar airnya. Kadar air yang
didapat adalah batas plastis tanah yang diselidiki.
Gambar 8. Uji batas plastis
c. Indeks Plastis
Selisih antara batas cair dan batas plastis ialah daerah dimana
tanah tersebut adalah dalam keadaan plastis. Ini disebut ”plasticity index” (PI)
PI = LL – PL...(14)
PI menunjukkan sifat keplastisan tanahnya. Jika tanah
mempunyai kadar interval air di daerah plastis yang kecil, maka
interval kadar air daerah batas plastis yang besar disebut tanah gemuk
(Bowles, 1989).
Nilai-nilai batas cair dan plastis yang diperoleh kemudian
diplotkan dalam grafik plastisitas untuk mengetahui klasifikasi tanah
yang diuji. Klasifikasi tanah yang digunakan adalah sistem klasifikasi
tanah USCS (Unified Soil Classification System).
4. Analisis Ukuran Partikel
Analisis ukuran partikel digunakan untuk menentukan distribusi
(sebaran) ukuran setiap butir partikel tanah. Distribusi ukuran partikel
ditentukan oleh variasi diameter partikel dan berdasarkan prosentase berat
setiap fraksi terhadap berat total.
Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah JIS A 1204 –
1980. Tanah yang lolos saringan 1 mm diukur kadar air, berat jenis
partikel, batas cair, dan batas plastisnya, kemudian ukur konstanta
hydrometernya. Dalam pengukuran konstanta hydrometer, tanah yang diperlukan sebanyak ± 70 gram. Tanah tersebut ditambahkan larutan H2O2 6% sebanyak 100 ml dengan maksud untuk menghilangkan bahan
organik. Tanah dimasukkan ke dalam oven ± 1 jam, kemudian tambahkan
air destilasi ± 100 ml. Diamkan ± 18 jam, kemudian masukkan ke dalam
wadah pengaduk dan tambahkan 20 ml larutan sodium silikat serta air
destilasi sampai 5 cm di bawah mulut wadah. Aduk contoh tanah selama 1
menit (menggunakan stirer), setelah contoh terdispersi, tanah dimasukkan
ke dalam silinder (gelas ukur 1 L) dan ditambahkan air destilasi, lalu
menjungkir balikkan silinder. Setelah tidak ada endapan lagi, hydrometer dibaca pada selang waktu 0.5, 1, 2, 5, 15, 30, 60, 240, dan 1440 menit.
Dari pembacaan hydrometer dapat diketehui nilai diameter dan prosentase fraksi tanah dan kemudian diplotkan dalam grafik semilog.
Prosentase tanah yang didapatkan diplotkan dalam segitiga tekstur tanah,
Gambar 9. Analisis Ukuran Partikel
5. Berat Isi (Bulk Density)
Bulk density merupakan penunjuk kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah makin tinggi bulk density, yang berarti makin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Berat isi tanah tergantung
pada kadar airnya. Pengukuran berat isi dilakukan pada contoh tanah utuh
dimana berat isi merupakan berat tanah kering oven yang terdapat dalam
volume tanah utuh. Perhitungan menggunakan persamaan berikut :
V Wtb
w=
ρ ……….(15)
) 100 (
100 w atau
V
W w
d tk
d = = +
ρ ρ
ρ ………..(16)
dimana : ρw = Berat isi basah (g/cm3)
ρd = Berat isi kering (g/cm3) Wtb = Berat tanah basah (g) Wtk = Berat tanah kering (g) V = Volume tanah (cm3) w = Kadar air (%)
Pada uji pemadatan, nilai berat isi kering maksimum dari beberapa
selang kadar air merupakan tingkat kepadatan maksimum dari suatu
pemadatan. Sedangkan kadar air pada berat isi maksimum tersebut
6. Porositas (n)
Porositas (n) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume
rongga (Vv) dengan volume total (V), yang dinyatakan sebagai suatu desimal atau suatu presentase (Hardiyatmo, 1992).
n = Vv / V………(17)
7. Angka Pori (e)
Menurut Hardiyatmo (1992) angka pori (e) didefinisikan sebagai
perbandingan volume rongga (Vv) dengan volume butiran (Vs). Angka pori dinyatakan dalam desimal.
e = Vv / Vs...(18)
8. Pemadatan Tanah
Uji pemadatan dilakukan dengan uji Proctor sebagai uji standar.
Metode ini merupakan standar JIS A 1210- 1980 1.1.1. Tanah yang
digunakan adalah tanah yang lolos saringan 1 mm. Tanah dimasukkan ke
dalam cetakan, lalu dilakukan pemadatan sebanyak 3 lapis dengan
tumbukan tiap lapisan sebanyak 25 kali. Pengukuran dilakukan beberapa
kali dengan kadar air yang berbeda.
Dari data dibuat kurva hubungan antara berat isi kering (ρd) dengan kadar air (w), sehingga diperoleh kadar air optimum (wopt) dan berat isi kering maksimum (ρdmaks).
9. Uji Tumbuk Manual pada Box
Uji tumbuk manual merupakan salah satu metode yang digunakan
sebelum melakukan pemadatan pada tanggul. Uji tumbuk manual ini
dilakukan untuk mendapatkan ratio compaction (RC) > 90 %. Tanah dipadatkan dengan menggunakan alat tumbuk manual yang mempunyai
berat, tinggi jatuh, jumlah tumbukan, jumlah lapisan, dan energi serta
frekuensi penumbukan yang telah diperhitungkan sehingga jumlah
tumbukan (besarnya energi yang diberikan) akan menunjukkan kepadatan
Nilai RC didapatkan dari persamaan berikut : •Berat isi basah (ρt, g/cm3)
ρt = V
m m2− 1
...(19)
•Berat isi kering (ρd, g/cm3)
ρd =
ω 100
ρ 100 t
+ ...(20) •RC (%)
RC =
Proctor Standar max Uji
ρ
dilapangan ρ
d
d ...(21)
dimana :
m1 = berat cetakan uji tumbuk manual (g) V = volume cetakan (cm3) m2 = berat tanah dengan cetakannya (g) ω = kadar air tanah (%)
Jumlah energi yang diberikan saat melakukan pemadatan bahan
tanah dihitung dengan persamaan (Proctor, 1933 dalam Bowles, 1989):
CE =
V WxHxNxLxg
...(22)
dimana :
CE = jumlah energi pemadatan (kJ/m3) W = berat rammer (kg) H = tinggi jatuhan rammer (m) L = jumlah lapisan V = volume cetakan (m3) g = gravitasi (m/detik2) N = jumlah tumbukan pada setiap lapisan
10. Pembuatan Model Tanggul
Berdasarkan uji tumbuk manual, maka spesifikasi pemadatan pada
model tanggul dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Spesifikasi pemadatan model tanggul
No Elemen Nilai
1 Berat rammer 2108.4 gram
2 Tinggi jatuh rammer 20 cm
3 Tinggi per lapisan 2.5 cm
4 Jumlah lapisan 8
Model tanggul dibuat berdasarkan dimensi tanggul yang
direncanakan, mulai dari tinggi tanggul, tinggi jagaan (freeboard), panjang tanggul, volume tanggul, kemiringan lereng, dan sebagainya.
Tanah yang dipakai dalam pembuatan model tanggul adalah tanah
yang lolos saringan 1 mm yang dipadatkan dengan sebuah alat tumbuk
manual dengan jumlah tumbukan, energi pemadatan, jumlah lapisan, dan
tinggi jatuhan berdasarkan uji tumbuk manual. Jumlah