1
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki dua musim yaitu
musim hujan dan musim kemarau. Perubahan tiap musim tersebut sering
menimbulkan dampak yang kurang baik bagi masyarakat. Pada musim hujan
sering terjadi banjir yang menimbulkan berbagai masalah dan kerugian bagi
masyarakat, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan yang
menyebabkan kebutuhan air untuk irigasi tidak terpenuhi.
Pembuatan tanggul merupakan salah satu usaha untuk mengatasi banjir
ataupun kekeringan. Tanggul berfungsi untuk melindungi daerah irigasi dari
banjir yang disebabkan oleh sungai, pembuangan yang besar atau laut. Karena
fungsi lindungnya yang besar terhadap daerah irigasi dan penduduk yang
tinggal di daerah-daerah ini, maka kekuatan dan keamanan tanggul harus
benar-benar diselidiki dan direncanakan sebaik-baiknya (DPU, 1986). Hampir
semua tanggul dibuat dengan bahan tanah yang hampir sejenis dan gradasinya
(susunan ukuran butiran tanahnya) hampir seragam. Tubuh tanggul,
sebagaimana bendungan, secara keseluruhannya berfungsi ganda, yaitu
sebagai penyangga aliran air sekaligus menahan rembesan air (Sosrodarsono
dan Takeda, 1977).
Dalam perencanaan tanggul perlu diperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhi seperti bahan pembuat tanggul, stabilitas lereng, tinggi jagaan,
lindungan lereng, lebar atas tanggul, kemiringan lereng, dan fasilitas
pembuang (DPU, 1986). Tanggul yang dibangun diharapkan tetap kuat dan
kokoh terhadap gaya-gaya yang ditimbulkan akibat tergenangnya air di dalam
waduk sesuai dengan umur ekonomis tanggul. Keluarnya air yang tidak
terencana saat pecahnya tanggul tentu saja sangat tidak diharapkan karena
menyebabkan kerusakan dan kerugian yang besar.
Perencanaan tanggul yang efektif dan aman membutuhkan integrasi dari
beberapa disiplin ilmu seperti fisika tanah, mekanika tanah dan konstruksi
bangunan. Tubuh tanggul yang terbuat dari urugan tanah sangat mudah
2
dipengaruhi oleh alam dan aktivitas makhluk hidup. Kemantapan lereng
sangat penting dalam perencanaan dan konstruksi tanggul.
Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian untuk menganalisis stabilitas
lereng pada tanggul dengan menggunakan sistem perangkat lunak (software)
Geo-Slope dan model tanggul yang dibuat pada skala tertentu.
B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis stabilitas lereng pada
3 II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanah Gleisol
Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefenisikan sebagai
material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak
tersedimentasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan
organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair
dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat
tersebut. Kalsim dan Sapei (2003), tanah dapat diartikan sebagai medium
berpori yang terdiri dari padatan (solid), cairan (liquid), dan gas udara (air). Tanah merupakan tubuh alam (natural body) yang terbentuk dan berkembang sebagai akibat bekerjanya gaya – gaya alam (natural force) terhadap bahan – bahan alam (natural material) di permukaan bumi (Hakim et al., 1986).
Gleisol adalah jenis tanah yang perkembangannya lebih dipengaruhi
oleh faktor lokal, yaitu topografi yang merupakan dataran rendah atau
cekungan dan hampir selalu tergenang air. Ciri-ciri tanah gleisol adalah solum
tanah sedang, warna kelabu hingga kekuningan, tekstur geluh hingga
lempung, struktur berlumpur hingga masif, konsistensi lekat dan bersifat asam
(pH 4.5 – 6.0) (http://www.cerianet-agricultur.blogspot.com, 2009). Karena air tanah yang tinggi, gleisol berada dalam keadaan tereduksi pada bagian
tanah yang yang selalu jenuh air. Tidak ada oksigen bebas atau terlarut karena
itu tanah berwarna biru kelabu. Dalam mintakat ayunan ait tanah ditemukan
bercak kecil kehitaman (segresi mangan), sedang di bagian atas beberapa
gleisol yang tidak terjangkau oleh air tanah berada dalam keadaan teroksidasi
tetap karena itu tidak ada bercak reduksi dan oksidasi (Buringh, 1979).
Tanah gleisol memiliki ciri khas yaitu adanya lapisan glei kontinyu yang
berwarna kelabu pucat pada kedalaman kurang dari 0.5 meter akibat dari
profil tanah yang selalu jenuh air. Penyebaran di daerah beriklim humid
hingga sub humid dengan curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun. Gleisol
cokelat kelabu merupakan suatu istilah yang digunakan di Kanada untuk
4 berdrainase jelek yang mempunyai horison A kelabu gelap. Tanah ini
biasanya mengandung bahan organik tinggi dan mempunyai horison mineral
yang berbercak kelabu atau berbercak kelabu kecoklatan (
http://www.cerianet-agricultur.blogspot.com, 2009).
Kesuburan tanah gleisol tergantung pada macam bahan induk dan jeluk
air tanah yang membatasi sistem perakaran. Gleisol di daerah tropika mungkin
mengandung plintit di dalam jeluk 0-125 cm dan disebut Plinthic Gleysol
yang mempunyai horizon A molik atau A umbrik yang dinamakan Mollic Gleysol dan Humic Gleysol. Jika bahan tanah bersifat gampingan, tanah disebut Calkaric Gleysol, dan yang mempunyai kejenuhan basa kurang dari 50% atau yang lebih dari itu, masing-masing dinamakan Dystric Gleysol dan
Eutric Gleysol (Buringh, 1979).
B. Sifat Fisik Tanah
Secara fisik tanah terdiri dari partikel mineral dan organik dengan
berbagai ukuran. Partikel – partikel tersebut tersusun dalam bentuk matriks yang pori – porinya kurang lebih 50%, sebagian terisi oleh air dan sebagian lagi terisi oleh udara (Suripin, 2002).
Secara umum, tanah memiliki sifat – sifat fisik dan mekanik yang meliputi:
1. Tekstur tanah
Tekstur tanah merupakan perbandingan relatif dari berbagai kelompok
ukuran partikel individual atau butir – butir primer seperti pasir, debu, dan liat (Foth, 1991). Tekstur tanah yang menunjukkan kasar atau halusnya tanah
berdasarkan perbandingan banyaknya butir-butir pasir (sand), debu (silt), dan liat (clay). Menurut Kalsim dan Sapei (2003), tekstur tanah adalah sebaran relatif ukuran partikel tanah. Klasifikasi ukuran partikel tanah menurut
Departemen Pertanian Amerika (USDA) dan International Soil Science
Society (ISSS) secara skematis dapat dilihat pada Gambar 1 (Kalsim dan
Sapei, 2003), sedangkan diagram segitiga tekstur menurut USDA dapat dilihat
5
Gambar 1. Klasifikasi tekstur tanah menurut USDA ( ) dan ISSS ( )
Gambar 2. Diagram segitiga tekstur menurut USDA
Sistem Unified (Unified Soil Classification (USC)) mengklasifikasikan tanah berdasarkan nilai-nilai konsistensi tanah yaitu batas cair dan indeks
plastisitas tanah. Gambar 3 memperlihatkan grafik penentuan klasifikasi tanah
6
Gambar 3. Klasifikasi tanah berdasarkan sistem Unified
2. Struktur Tanah
Struktur tanah merupakan penggabungan dari sekelompok
partikel-partikel primer tanah. Secara garis besar, struktur tanah dapat dibedakan
menjadi struktur lepas (single grained), masif dan agregat. Pada struktur lepas, partikel-partikel primer tanah tidak saling melekat dan tetap dalam
butiran-butiran lepas, sedangkan bila partikel-partikel tanah saling melekat dengan
sangat kuat membentuk blok yang cukup besar maka disebut struktur masif.
Struktur tanah di antara kedua keadaan ekstrim tersebut disebut agregat
(Kalsim dan Sapei, 2003).
Struktur tanah berkaitan dengan stabilitas, ukuran dan bentuk ped dalam tanah. Ped yang stabil tidak akan hancur apabila direndam dalam air. Bentuk, ukuran dan densitas ped pada umumnya berubah menurut kedalaman. Pada Gambar 4 (Kalsim dan Sapei, 2003) terlihat bahwa bentuk ped dapat berupa bola (spherical) dalam lapisan atas (struktur remah), tetapi dalam subsoil
dimana kandungan bahan organiknya lebih rendah bentuk ped akan bersudut (angular) atau struktur blocky atau dapat memanjang prismatik. Struktur tanah menentukan sifat aerasi, permeabilitas dan kapasitas menahan air serta
7 Gambar 4. Bentuk – bentuk agregat atau ped
3. Permeabilitas Tanah
Hardiyatmo (1992) mendefinisikan permeabilitas sebagai sifat dari
bahan berpori yang memungkinkan aliran rembesan dari cairan yang berupa
air atau minyak mengalir lewat rongga porinya. Pori-pori tanah saling
berhubungan antara satu dengan yang lain, sehingga air dapat mengalir dari
titik yang berenergi lebih tinggi ke titik yang berenergi lebih rendah. Tahanan
terhadap aliran bergantung pada jenis tanah, ukuran butiran, bentuk butiran,
rapat massa, serta bentuk geometri rongga pori.
Menurut Bowles (1989), permeabilitas suatu bahan penting untuk:
a. Mengevaluasi jumlah rembesan (seepage) yang melalui bendungan dan tanggul sampai ke sumur air.
b. Mengevaluasi daya angkut atau gaya rembesan di bawah struktur
hidrolik untuk analisis stabilitas.
c. Menyediakan kontrol terhadap kecepatan rembesan sehingga partikel
tanah berbutir halus tidak tererosi melalui massa tanah.
d. Studi mengenai laju penurunan (konsolidasi) dimana perubahan
volume tanah terjadi pada saat air tersingkir dari rongga tanah saat
proses terjadi pada suatu gradien tertentu.
Sumarno (2003) mengatakan bahwa hubungan antara pemadatan dan
8 turun dengan naiknya tingkat pemadatan dan akan mencapai koefisien terkecil
pada kadar air optimum. Pada kondisi kadar air setelah optimum, koefisien
permeabilitas cenderung mengalami sedikit kenaikan dengan menurunnya
tingkat pemadatan.
Koefisien permeabilitas untuk tanah berbutir kasar dapat ditentukan dari
uji constant head permeameter dan untuk tanah berbutir halus digunakan uji
falling head permeameter. Uji tersebut telah distandarisasikan pada suhu air 20°C, karena viskositas air bervariasi dari suhu 4°C sampai 30°C (Craig,
1991). Nilai permeabilitas tanah pada temperatur 20°C dapat dilihat pada
Tabel 1 dan klasifikasi permeabilitas dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Nilai permeabilitas tanah pada temperatur 20°C
Jenis Tanah Permeabilitas
(cm/detik) Kerikil butiran kasar
Kerikil butiran halus, kerikil butiran kasar bercampur butiran sedang
Pasir butiran halus, debu longgar
Debu padat, debu berliat
Liat berdebu, liat
Tabel 2. Klasifikasi permeabilitas Permeabilitas
(cm/jam)
Kelas
< 0.125 Sangat rendah 0.125 – 0.5 Rendah
0.5 – 2.0 Agak rendah 2.0 – 6.35 Sedang 6.35 – 12.7 Agak cepat 12.7 – 25.4 Cepat
>25.4 Sangat cepat Sumber: Sitorus et al. (1980) dalam Ishak (1991)
4. Berat Jenis Partikel Tanah
Hardiyatmo (1992) mendefinisikan berat jenis partikel (spesific gravity
(Gs)) sebagai perbandingan antara berat volume butiran padat (γs) dengan
9 tanah berkisar antara 2.65 – 2.75. Tanah tak berkohesi biasanya nilai berat jenisnya adalah 2.67, sedangkan untuk tanah kohesif tak organik berkisar
antara 2.68 – 2.72. Nilai berat jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Berat jenis partikel tanah
Jenis tanah Berat jenis partikel (g/cm3)
tanah semakin besar dan mengakibatkan tanah semakin sulit untuk
melewatkan air atau ditembus akar tanaman. Hal ini disebabkan oleh ruang
pori yang terdapat di dalam tanah sedikit dan berupa pori mikro.
Berat isi tanah basah (wet bulk density= ρt) merupakan total massa dibagi dengan total volume tanah. Akan tetapi, total massa akan bervariasi
dengan jumlah air yang ada di dalam tanah, sehingga berat isi tanah kering
(dry bulk density = ρd) umumnya digunakan dan didefinisikan sebagai massa tanah kering oven (105°C, selama 24 jam) dibagi dengan total volume tanah.
Nilai berat isi kering selalu lebih kecil daripada nilai berat isi basah. Nilai
berat isi kering bervariasi dari 1000 sampai 1800 kg/m3. Semakin halus partikel tanah atau semakin tinggi kandungan bahan organik maka bulk density akan semakin rendah. Akan tetapi, jika kepadatan tanah sangat padat maka tanah bertekstur halus menunjukkan berat isi kering yang lebih besar
daripada tanah bertekstur kasar (Kalsim dan Sapei, 2003).
6. Porositas (n) dan Angka Pori (e)
Porositas merupakan perbandingan antara volume pori dan volume total
10 Umumnya porositas tanah berkisar antara 0.3 – 0.75, tetapi untuk tanah gambut nilai porositasnya dapat lebih besar dari 0.8 (Terzaghi, 1947 dalam
Hardiyatmo, 1992). Hal yang lebih penting dari porositas adalah sebaran
ukuran pori. Tanah berpasir dan tanah berliat mungkin mempunyai porositas
yang hampir sama, tetapi sifat-sifat yang berhubungan dengan simpanan air,
ketersediaan air, dan aliran air tanah berbeda. Hal ini disebabkan karena tanah
pasir diameter porinya relatif besar daripada tanah liat. Diameter pori menurut
Kalsim dan Sapei (2003) dapat diklasifikasikan sebagai:
a. Pori makro (> 100 µm), dapat dilihat dengan mata telanjang sangat
penting untuk aerasi dan drainase (aliran gravitasi) tanah.
b. Pori meso (30-100 µm), efektif dalam gerakan air baik vertikal ke
atas maupun ke bawah (aliran kapiler).
c. Pori mikro (< 30 µm), dapat menahan air pada periode kering dan
melepaskannya dengan sangat lambat.
Angka pori (void ratio) didefinisikan sebagai rasio perbandingan antara volume pori dengan volume padatan. Angka pori biasanya dinyatakan dalam
bentuk desimal (Kalsim dan Sapei, 2003).
7. Potensial Air Tanah
Muka air tanah (water table) atau phreatic surface adalah suatu batas dalam tanah dimana tekanannya sama dengan tekanan atmosfer. Daerah di
atas tanah disebut zona tak jenuh, meskipun terdapat sedikit batas tanah dalam
keadaan jenuh karena adanya proses kenaikan kapiler. Air dalam zona tak
jenuh disebut lengas tanah (soil moisture), sedangkan istilah air tanah (ground water) umumnya berkaitan dengan air dalam daerah jenuh di bawah muka air tanah (Kalsim dan Sapei, 2003).
Tingkat energi air tanah bervariasi sangat besar. Perbedaan tingkat
energi air tanah memungkinkan air bergerak dari satu zona ke zona lainnya
dalam tanah. Air tanah bergerak dari tempat dengan tingkat energi yang tinggi
(misalnya muka air tanah) ke tempat energi yang rendah (misalnya tanah
kering). Dengan mengetahui tingkat energi dari beberapa tempat di dalam
11 Potensial air tanah menurun dengan meningkatnya kandungan air (makin
banyak air tanah, makin berkurang energi yang diperlukan untuk menahan air
di dalam tanah). Liat yang memiliki nilai pF = 2.0, menggambarkan kenyataan
bahwa tanah liat kehilangan air secara lebih berangsur-angsur dibandingkan
pasir yang berarti bahwa tanah liat mengikat air lebih banyak (Sutisna, 2006).
Daya ikat tanah (pF) terhadap air setelah pemadatan lebih kecil
dibandingkan dengan daya ikat tanah (pF) terhadap air pada kapasitas lapang.
Hal ini ditunjukkan dengan kadar air untuk pF yang sama pada kedalaman
yang sama antara kapasitas lapang dengan tanah yang sudah mengalami
pemadatan, maka akan terlihat bahwa kadar air tanah yang telah dipadatkan
jauh lebih kecil dibandingkan dengan tanah pada kapasitas lapang (Herlina,
2003).
C. Sifat Mekanik Tanah
1. Pemadatan Tanah
Pemadatan tanah adalah suatu proses di mana udara dari pori-pori
dikeluarkan dengan salah satu cara mekanis. Cara mekanis yang dipakai untuk
memadatkan tanah dapat bermacam-macam, yaitu di lapangan biasanya
dipakai cara menggilas, sedangkan di laboratorium dipakai cara memukul.
Untuk setiap daya pemadatan tertentu kepadatan yang tercapai tergantung
pada kadar airnya. Bila kadar air rendah, maka tanah akan keras atau kaku
sehingga sulit dipadatkan. Bila kadar air ditambah maka air itu akan berfungsi
sebagai pelumas sehingga tanah akan semakin mudah dipadatkan (Wesley,
1973).
Pada kadar air tinggi kepadatannya akan menurun karena pori-pori tanah
menjadi penuh terisi oleh air yang tidak dapat dikeluarkan dengan cara
memadatkan. Kepadatan tanah biasanya diukur dengan menentukan berat isi
keringnya, bukan dengan menentukan angka porinya. Lebih tinggi berat isi
kering berarti lebih kecil angka pori dan lebih tinggi derajat kepadatannya.
Jadi, untuk menentukan kadar air optimum biasanya dibuat grafik hubungan
berat kering terhadap kadar air (Wesley, 1973).
Terzaghi dan Peck (1987) menyatakan bahwa tingkat pemadatan
12 disebut kadar kelembaban optimum (optimum moisture content) dan prosedur untuk mempertahankan agar kadar air mendekati nilai optimumnya selama
pemadatan timbunan dikenal sebagai kontrol kadar kelembaban (moisture content control).
Pemadatan tanah terjadi apabila proses mekanis yang menyebabkan
partikel tanah semakin mendekat. Hal-hal yang mempengaruhi pemadatan
tanah adalah kadar air (water content), keragaman ukuran butiran tanah (distribution of soil particles) dan macam usaha pemadatan (compactive effort) (Lambe, 1951 dalam Koga, 1991).
Pengujian pemadatan di laboratorium dapat dilakukan dengan beberapa
metode yang didasarkan pada perbedaan cara pelaksanaan pemadatannya,
seperti (Sosrodarsono dan Takeda, 1976):
a. Pemadatan tumbuk yaitu pemadatan yang dilakukan dengan
menjatuhkan sebuah penumbuk di atas contoh bahan.
b. Pemadatan tekan, yaitu pemadatan yang didasarkan pada prinsip
menekan contoh bahan dengan dongkrak hidrolis.
c. Pemadatan getar, yaitu pemadatan yang menggunakan daya getaran
mesin vibrasi pada contoh tanah.
Dari ketiga metode pengujian tersebut, yang paling luas penggunaannya
adalah metode penumbukan dan dianggap sebagai penumbukan standar. Hal
tersebut disebabkan karena peralatannya yang cukup sederhana demikian juga
pelaksanaan pengujiannya (Sosrodarsono dan Takeda, 1976).
2. Konsistensi Tanah
Istilah konsistensi berhubungan dengan derajat adhesi antara partikel
tanah dan tahanan yang muncul guna melawan gaya yang cenderung berubah
atau meruntuhkan agregat tanah. Konsistensi tanah biasa dinyatakan dengan
batas cair dan batas plastis (disebut juga batas Atterberg).
Konsistensi tanah menunjukkan kekuatan daya kohesi butir-butir tanah
dan daya adhesi butir-butir tanah dengan benda lain (Hardjowigeno, 1987).
Atterberg (1991) dalam Sunggono (1984) memberikan cara untuk
menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan
13 a. Batas cair (liquit limit = LL), menyatakan kadar air minimum di mana tanah masih dapat mengalir di bawah beratnya atau kadar air tanah
pada batas antara keadaan cair ke keadaan plastis. Pengukuran batas
cair dilakukan dengan menggunakan metode standar.
b. Batas plastis (plastic limit = PL), menyatakan kadar air minimum di mana tanah masih dalam keadaan plastis atau kadar air minimum di
mana tanah dapat digulung-gulung sampai diameter 3.1 mm (1/8
inchi).
c. Indeks plastis (plasticity index = PI), menunjukkan kadar air tanah pada saat tanah dalam kondisi plastis.
Konsistensi tanah tergantung pada tekstur, jumlah koloid anorganik dan
organik, struktur serta kandungan air tanah. Dengan berkurangnya kandungan
air, umumnya tanah akan kehilangan sifat melekat (stickness) dan plastisitasnya sehingga dapat menjadi gembur (friable) dan lunak (soft) (Hakim et al., 1986). Nilai indeks plastisitas dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai indeks plastisitas (PI) dan jenis tanah
PI Sifat Jenis tanah Kohesi
0 Nonplastis Pasir Non kohesif
< 7 Plastisitas rendah Lanau Kohesif sebagian 7 – 17 Plastisitas sedang Lempung berlanau Kohesif
> 17 Plastisitas tinggi Lempung Kohesif Sumber: Hakim et al., 1986
3. Kuat Geser Tanah
Kekuatan geser tanah adalah salah satu kekuatan tanah yang diperlukan
untuk berbagai hal dalam perencanaan bangunan. Ada empat tipe keruntuhan
geser tanah yang dapat didefinisikan dalam pengertian tingkah laku
tegangan-regangan yaitu geser, tekanan, tegangan, dan aliran plastis. Bila tegangan
geser suatu tubuh tanah melebihi suatu titik kritis tertentu, maka tanah akan
runtuh (Gill dan Vandenberg, 1968 dalam Sutisna, 2006).
Parameter kuat geser tanah diperlukan untuk menganalisis daya dukung
tanah, stabilitas lereng, dan tegangan dorong untuk dinding penahan air.
Menurut Coulomb (1776) dalam Hardiyatmo (1992), ada dua proses mekanis
14 kohesinya. Total kekuatan geser adalah penjumlahan dari kedua komponen
tersebut yang dinyatakan pada persamaan berikut:
= c + tan θ...(1)
Metode yang sering digunakan untuk menentukan kekuatan geser tanah
antara lain uji geser langsung (direct sshear test), uji triaksial (triaksial test), uji tekan bebas (unconfined compression test), dan uji geser baling (vane shear test) (Sunggono, 1984).
Bowles (1989) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi nilai
kuat geser tanah antara lain:
a. Tekanan efektif atau tekanan antar butir.
b. Saling keterkuncian antar partikel jadi, partikel – partikel yang bersudut akan lebih saling terkunci dan memiliki kuat geser yang
lebih tinggi ( yang lebih besar ) daripada partikel – partikel yang bundar yang dijumpai pada tebing – tebing atau deposit – deposit glasial.
c. Kemampuan partikel atau kerapatan.
d. Sementasi partikel yang terjadi secara alamiah atau buatan.
e. Daya tarik antar partikel atau kohesi.
f. Kadar air tanah untuk tanah kohesif.
g. Kualitas contoh (berhubungan dengan gangguan, retakan, celah, dan
hal-hal yang serupa).
h. Metode pengujian yang dilakukan.
i. Pengaruh – pengaruh lainnya seperti kelembaban, temperatur, keterampilan operator, motivasi pekerja laboratorium, dan kondisi
15
D. Tanggul
Tanggul merupakan salah satu bentuk dari bendungan urugan homogen.
Dikatakan demikian karena tanggul mempunyai bahan pembuat dan bentuk
yang hampir sama dengan bendungan. Pembuatan tanggul merupakan salah
satu usaha dalam konservasi tanah dan air. Tanggul berfungsi untuk
melindungi daerah irigasi dari banjir yang disebabkan oleh sungai,
pembuangan yang besar atau laut (DPU, 1986).
DPU (1986) menyatakan bahwa rembesan terjadi apabila tubuh tanggul
harus mengatasi beda tinggi muka air dan jika aliran yang diakibatkannya
meresap ke dalam tanah di sekitar tanggul. Aliran ini mempunyai pengaruh
yang merusakkan stabilitas tanggul karena terangkutnya bahan – bahan halus dapat menyebabkan erosi bawah tanah. Jika erosi bawah tanah sudah terjadi,
maka terbentuk jalur rembesan antara bagian hulu dan bagian hilir tanggul.
Keadaan ini akan mengakibatkan kerusakan sebagai akibat terkikisnya tanah
pondasi. Apabila garis rembesan memotong lereng hilir suatu tanggul, maka
akan terjadi aliran-aliran filtrasi keluar menuju permukaan lereng tersebut dan
terlihat gejala keruntuhan atau longsoran kecil pada permukaan lereng hilir
(Sosrodarsono dan Takeda, 1977).
Dimensi tanggul menurut DPU (1986) adalah sebagai berikut:
a. Tinggi Tanggul (Hd)
Tinggi tanggul merupakan beda tinggi tegak antara puncak dan bagian
bawah dari pondasi tanggul. Permukaan pondasi adalah dasar dinding kedap
air atau dasar zona kedap air. Apabila pada tanggul tidak terdapat dinding
atau zona kedap air, maka yang dianggap permukaan pondasi adalah garis
perpotongan antara bidang vertikal yang melalui tepi hulu mercu tanggul
dengan permukaan pondasi alas tanggul tersebut. Mercu adalah bidang teratas
dari suatu tanggul yang tidak dilalui oleh luapan air dari saluran.
b. Tinggi Jagaan (Hf)
Tinggi jagaan merupakan perbedaan antara elevasi permukaan
maksimum rencana air dalam saluran dengan elevasi mercu tanggul. Elevasi
16 saluran. Elevasi permukaan air maksimum rencana adalah elevasi yang paling
tinggi yang diperkirakan akan dicapai oleh permukaan air saluran tersebut.
c. Kemiringan Lereng (Talud)
Kemiringan rata-rata lereng tanggul (hulu dan hilir) adalah
perbandingan antara panjang garis vertikal yang melalui puncak dan panjang
garis horizontal yang melalui tumit masing-masing lereng tersebut. Crag
(1991) menyatakan bahwa kemiringan saluran biasanya ditentukan oleh
keadaan topografi. Dalam berbagai hal, kemiringan ini dapat pula tergantung
kegunaan saluran, misalnya saluran irigasi, persediaan air minum, dan proyek
pembangkit. Pada Tabel 5 memuat kemiringan talud yang dapat dipakai pada
berbagai jenis bahan urugan.
Tabel 5. Kemiringan talud untuk tinggi maksimum 10 m
Bahan Urugan
Kemiringan lereng Vertikal : Horizontal
Hulu Hilir
Urugan homogen 1 : 3.00 1 : 2.25
Urugan batu dengan inti liat atau dinding diafragma 1 : 1.50 1 : 1.25
Kerikil-kerikil dengan inti liat atau dinding diafragma 1 : 2.50 1 : 1.75 Sumber: DPU (1994)
Sekelompok garis aliran dan garis ekuipotensial disebut dengan jaring
arus. Suatu garis ekupotensial adalah garis – garis yang mempunyai tinggi tekanan yang sama (h konstan). Kemiringan garis equipotensial adalah tegak
lurus terhadap garis aliran. Pada tanah yang seragam hal ini selalu benar,
sehingga rembesan air di dalam tanah dapat digambarkan sebagai deretan
garis equipotensial dan deretan garis aliran yang saling berpotongan secara
tegak lurus. Gambar 5 merupakan contoh jaringan aliran dalam tubuh tanggul
17 Gambar 5. Jaringan aliran dalam tubuh tanggul
E. Stabilitas Lereng
Stabilitas atau kemantapan lereng dipengaruhi oleh gaya penggerak dan
gaya penahan yang ada pada lereng tersebut. Gaya penggerak adalah gaya
yang mempercepat terjadinya longsor pada lereng, sedangkan gaya penahan
adalah gaya yang mempertahankan kemantapan dari suatu lereng. Jika gaya
penahan lebih besar daripada gaya penggerak, maka lereng tersebut tidak akan
mengalami gangguan atau dapat dikatakan bahwa lereng tersebut mantap
(Das, 1998).
Secara alamiah, tanah atau lereng umumnya berada pada keseimbangan
terhadap gaya-gaya yang bekerja. Apabila ada sesuatu hal yang
mengakibatkan perubahan keseimbangan, maka tanah atau lereng akan
berusaha untuk mencapai keseimbangan baru dengan cara degradasi atau
pengurangan beban, terutama dalam bentuk longsoran atau gerakan lain
sampai tercapai keseimbangan baru. Gaya-gaya gravitasi dan rembesan
(seepage) cenderung menyebabkan ketidakstabilan (instability) pada lereng alami, pada lereng yang dibentuk dengan cara penggalian, dan pada lereng
tanggul serta bendungan tanah (Craig, 1991).
Cara yang digunakan untuk menghitung kemantapan lereng adalah suatu “limit equilibrium method” (cara keseimbangan batas), yaitu kita hitung
18 dan kita bandingkan dengan kekuatan geser yang ada. Dari perbandingan ini
kita mendapatkan fator keamanan.
Pada permulaan kita anggap bahwa akan terjadi kelongsoran pada suatu
bidang gelincir tertentu, dan kita hitung gaya atau momen yang mencoba
menyebabkan kelongsoran pada bidang tersebut akibat berat tanah. Ini disebut
gaya penggerak (sliding force) atau momen penggerak (turning moment). Selanjutnya dihitung gaya atau momen yang melawan kelongsoran akibat
kekuatan geser tanah yang biasa di sebut momen melawan (resisting moment). Dengan menggabungkan kedua kedua momen ini kita dapat menentukan
faktor keamanan terhadap kelongsoran pada bidang geser yang bersangkutan
(Wesley, 1973).
Gambar 6. Metode irisan
Pada Gambar 6 ditinjau lereng dan bidang gelincirnya. Untuk melakukan
perhitungan biasanya lereng perlu di bagi dalam beberapa segmen agar
ketidakseragaman tanah dapat diperhitungkan dan gaya normal pada bidang
19
Momen penggerak segmen (Wesley, 1973) = Wx...(2)
Momen penggerak seluruhnya diperoleh dengan menjumlahkan momen dari setiap segmen. Momen penggerak seluruhnya = Σ Wx...(3)
= Σ W Rsin α...(4)
Faktor keamanan (Fs) adalah perbandingan antara kekuatan geser yang ada dengan kekuatan geser yang diperlukan untuk mempertahankan kemantapan. Jika kekuatan geser = , maka kekuatan geser untuk mempertahankan kemantapan = S/Fs (Wesley, 1973). Jika S adalah gaya pada dasar segmen, maka: S = ( l)/Fs...(5)
Sehingga momen melawan segmen = (( l)/ Fs)/ R...(6)
Momen melawan seluruhnya = Σ ( l/ Fs) R...(7)
= (R/ Fs) Σ l...(8)
Dengan persamaan momen (4) dan (8), maka R Σ W sin α = (R/ Fs) Σ l ...(9) Α = Sudut yang terbentuk antara titik tengah dasar irisan dengan garis vertikal dari titik pengamatan (º) R = Jari – jari busur lingkaran (cm) x = Jarak horisontal segmen terhadap titik acuan Pada cara Fellenius, besarnya P (gaya normal) ditentukan dengan menguraikan gaya – gaya lain dalam arah garis bekerja P, yaitu: P = (W + xn– xn+1) cos α – ( En– En+1) sin α...(11)
20 maka, Fs= Σ (c'l + (W cos α – ul) tan θ))...(13)
Tekanan air pori (u) akan dihitung jika terjadi pembasahan (air merembes).
Pada cara Fellenius dianggap bahwa resultan gaya pada batas vertikal segmen
bekerja dalam arah sejajar dengan dasar segmen.
Pada cara Bishop besarnya P diperoleh dengan menguraikan gaya – gaya lain pada arah vertikal, yaitu:
- – – )sinα–ulcos α....(14)
Maka,
(P – ul) = – …....….………..(15)
Pada cara Bishop, nilai – dianggap sama dengan nol, sehingga:
P – ul = W – l
)
………..(16)maka dengan mensubtitusikan l = b sec α
Fs = –
)
……….(17)Dengan kata lain, pada cara Bishop dianggap bahwa resultan gaya – gaya pada batas vertikal segmen bekerja pada arah horisontal. Dengan
anggapan ini, karena faktor keamanan pada setiap segmen dijadikan sama,
maka besarnya (En– En+1) menjadi tentu, sehingga P dapat diketahui.
Nilai Fs pada persamaan (17) terdapat di kedua sisinya yaitu di kanan
dan di kiri. Oleh karena itu, untuk menghitung besarnya Fs harus dipakai cara
iterasi (ulangan), yaitu di ambil nilai Fs sebagai percobaan. Nilai Fs yang
diperoleh kemudian dimasukkan di bagian sebelah kanan pada persamaan (17)
dan dilakukan perhitungsn dengan nilai Fs yang didapatkan dari perhitungan
sebelumnya. Biasanya perhitungan ini hanya diulang sebanyak dua kali.
Nilai Fs yang diperoleh dengan cara Fellenius selalu lebih kecil daripada
nilai yang diperoleh dengan cara Bishop. Selisih antara keduanya banyak
dipengaruhi oleh faktor besarnya tegangan air pori dan besarnya . Makin
besar tegangan air pori dan , maka makin besar selisih antara faktor
21
F. Program GEO-SLOPE
Geo-slope adalah suatu program dalam bidang geoteknik dan modeling geo-environment yang dibuat oleh Geo-slope Internasional, Kanada pada tahun 2002. Program Geo-slope ini sendiri terdiri dari Slope/W, Seep/W,
Sigma/W, Quake/W, Temp/W dan Ctran/W yang mana satu sama lainnya saling berhubungan sehingga dapat dianalisa dalam berbagai jenis
permasalahan dengan memilih jenis program yang sesuai untuk tiap – tiap masalah yang berbeda (http://www.geoslope.com). Pengertian untuk tiap
program tersebut:
1. Slope/W adalah suatu software untuk menghitung faktor keamanan dan stabilitas lereng.
2. Seep/W adalah suatu software untuk meneliti rembesan bawah tanah. 3. Sigma/W adalah suatu software untuk menganalisa tekanan geoteknik dan
masalah deformasi.
4. Quake/W adalah suatu software untuk menganalisa gempa bumi yang berpengaruh terhadap perilaku tanggul, lahan, kemiringan lereng.
5. Temp/W adalah suatu software untuk menganalisa masalah geotermal. 6. Ctran/W adalah suatu software yang dapat digunakan bersama dengan
Seep/W untuk model pengangkutan zat – zat pencemar.
Slope/W adalah program yang memiliki kualitas ketajaman gambar 32-bit, software gratis yang beroperasi di bawah Microsoft Windows. Dengan lingkungan aplikasi windows yang sangat dikenal banyak orang dengan konsep yang simple dan dinamis, maka dimungkinkan setiap orang dengan mudah belajar dan menggunakan Slope/W baik secara tutorial maupun aplikatif (http://www.geo-slope.com, 2004).
Slope/W merupakan suatu software yang menggunakan teori keseimbangan batas (limit equilibrium theory) yang digunakan dalam menganalisa stabilitaas lereng dan menghitung nilai faktor keamanan tanggul.
Perumusan Slope/W yang menyeluruh membuat program ini memungkinkan dengan mudah meneliti permasalahan stabilitas lereng, baik yang sederhana
maupun yang kompleks dengan menggunakan berbagai metode untuk
22 menganalisis dan mendesain pada bidang geoteknik, sipil, hidrogeologika, dan
proyek pembangunan bendung.
Secara umum, metode analisis stabilitas lereng yang digunakan dalam
Slope/W mengikuti beberapa metode yang ada, diantaranya metode Ordinary (Fellenius), metode Bishop, metode Janbu, metode Spencer, metode
Morgenstern-Price, metode Crops of Engineering, metode Lowe-Karafiath, metode keseimbangan batas, dan metode tekanan terbatas. Slope/W
merupakan perumusan yang menggabungkan dua persamaan faktor keamanan
yaitu gaya keseimbangan dan momen irisan. Berdasarkan pemakaian
persamaan gaya antar irisan, faktor keamanan untuk semua metode dapat
ditentukan dengan menggunakan dua persamaan tersebut. Slope/W terintegrasi dengan Seep/W, Vadose/W, Sigma/W, dan Quake/W. Sebagai contoh, untuk menentukan faktor keamanan suatu lereng yang dipengaruhi oleh adanya
tekanan air pori, analisis stabilitas dapat menggunakan data hasil perhitungan
Seep/W.
Dari hasil akhir program Slope/W dapat diketahui besar nilai faktor keamanan suatu lereng dan mengetahui kondisi stabilitas lereng yang ada,
sehingga diharapkan dapat menyelesaikan masalah-masalah geoteknik yang
berhubungan dengan kestabilan tanah atau lereng, terutama pada bidang
23
III.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisika - Mekanika Tanah
dan Laboratorium Hidrolika Departemen Teknik Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan
pada Mei – Agustus 2009.
B. Bahan dan Alat
1. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini :
a. Contoh tanah Gleisol yang berasal dari daerah Kebon Duren, Depok.
b. Acrylic, lem, pipa, selang, besi siku dan bambu untuk membuat kotak model
c. Air destilasi, larutan H2O2, dan sodium silikat
2. Alat
j. Kotak tumbuk manual
k. Cawan
l. Sendok pengaduk
m. Gelas ukur
n. Stopwatch
o. Alat uji kuat geser tanah
p. Proctor
q. Desikator
r. Komputer
C. Metode Pelaksanaan
1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tahapan yang sama dengan penelitian
terdahulu, tetapi pada penelitian ini tidak menggunakan drainase. Tahapan
24 Gambar 7. Diagram alir penelitian
ya
tidak
tidak
ya
Program Geo-slope
(Slope/W)
Selesai
Pembongkaran model tanggul
Pengeringan tanah Pengambilan foto dan pengukuran debit rembesan
Model tanggul dialiri air Pembuatan model tanggul
Uji Kuat geser dan Permeabilitas
Nilai c dan
Analisis stabilitas lereng Uji tumbuk manual
RC > 90 %
Pengukuran konsistensi tanah
Uji pemadatan standar Mulai
Pengambilan contoh tanah lalu dikeringudarakan
Pengukuran sifat fisik tanah
25
2. Pengambilan contoh tanah
Contoh tanah yang diambil dikategorikan menjadi contoh tanah
terganggu dan tidak terganggu. Untuk bahan timbunan model tanggul
digunakan contoh tanah tidak utuh (terganggu). Contoh tanah tersebut diambil
dengan menggunakan cangkul pada kedalaman 20-40 cm, kemudian tanah
dikeringudarakan agar kadar airnya berkurang sehingga memudahkan dalam
pengayakan. Tanah yang kering selanjutnya disaring dengan menggunakan
saringan 4760 µm yang sesuai dengan uji pemadatan standar JIS A 1210
-1980. Setelah disaring kadar air tanah di ukur. Jika kadar air tanah telah
mencapai kadar air optimum, tanah dimasukkan ke dalam kantong plastik dan
ditutup rapat. Jika kadar air tanah kurang dari kadar air optimum, maka
dilakukan penambahan air dengan menggunakan penyemprot air.
3. Pengukuran Kadar Air
Pengukuran kadar air pada contoh tanah dilakukan dengan metode
gravimetrik atau dengan menggunakan metode JIS A 1203-1978. Kadar air
tanah secara gravimetrik dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Kalsim
dan Sapei, 2003):
4. Analisis ukuran partikel
Analisis ukuran partikel dilakukan untuk menentukan sebaran ukuran
setiap butir partikel tanah. Sebaran ukuran partikel ditentukan oleh variasi
diameter partikel dan persentase berat setiap fraksi terhadap berat total.
Metode yang digunakan untuk analisis ukuran partikel adalah metode
yang merupakan standar JIS A 1204 -1980. Tanah yang lolos saringan 2000
µm (2 mm) diukur kadar air dan konstanta hydrometernya. Dalam pengukuran konstanta hydrometer, tanah ditambahkan larutan H2O2 6% sebanyak 100 ml
26
ditambahkan air destilasi sebanyak 100 ml. Larutan didiamkan selama ±18
jam, kemudian dipindahkan ke wadah pengaduk (stirer), lalu ditambahkan larutan sodium silikat 5% sebanyak 20 ml dan air destilasi sampai ¾ bagian
wadah. Tanah diaduk selama 10 menit, kemudian dipindahkan ke dalam gelas
ukur yang berukuran 1000 ml. Pembacaan hydrometer dilakukan pada selang waktu 0.5, 1, 2, 5, 15, 30, 60, 240, dan 1440 menit.
Dari pembacaan hydrometer diketahui diameter dan persentase fraksi tanah yang digambarkan pada grafik semilog. Dari hasil grafik yang diperoleh
dapat diketahui nilai tekstur tanah tersebut. Peralatan untuk analisis ukuran
partikel dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Alat dan bahan analisis ukuran partikel
5. Kerapatan isi tanah (Bulk Density)
Pengukuran berat isi dilakukan pada contoh tanah utuh di mana berat isi
merupakan berat tanah kering oven yang terdapat dalam volume tanah utuh.
Perhitungan berat isi menggunakan persamaan berikut (Sunggono, 1984):
di mana:
27
Wb = berat tanah basah (g) V = volume tanah (cm3)
w = kadar air (%)
Pada uji pemadatan, nilai berat isi kering maksimum dari beberapa
selang kadar air merupakan tingkat kepadatan maksimum dari suatu
pemadatan. Kadar air pada berat isi maksimum tersebut merupakan kadar air
optimum dari suatu pemadatan.
6. Pengujian Konsistensi Tanah
d. Batas cair (liquit limit = LL)
Pengujian batas cair dilakukan dengan cara meletakkan contoh tanah
yang sudah disaring ke permukaan gelas, kemudian ditambahkan air destilasi
dan diaduk sehingga membentuk pasta. Pasta tanah dimasukkan ke dalam
mangkuk, kemudian dibuat goresan sampai mengenai bagian bawah dari
mangkuk. Alat penentu batas cair diputar dengan kecepatan tertentu sampai
goresan pada tanah bertemu dan dihitung jumlah ketukannya. Pengukuran
kadar air dilakukan secara gravimetrik dengan mengambil sedikit contoh
tanah dari mangkuk. Jika kadar air telah diketahui, maka dibuat suatu grafik
kadar air terhadap banyaknya ketukan. Batas cair yang didapatkan adalah
kadar air dengan jumlah ketukan sebanyak 17.
e. Batas plastis (plastic limit = PL)
Metode pengukuran yang digunakan untuk penentuan batas plastis
adalah metode standar JIS A 1206-1970. Jika tanah yang telah
digulung-gulungkan telah mencapai diameter tersebut dan tidak pecah, pekerjaan
diulang dengan menambahkan sedikit tanah kering. Jika diameter tanah
kurang dari 3 mm dan pecah, maka pekerjaan dihentikan dan tanah diukur
kadar airnya. Nilai kadar air tanah yang didapatkan merupakan batas plastis
tanah yang dicari.
f. Indeks plastis (plasticity index = PI)
Indeks plastis menunjukkan nilai kadar air tanah pada saat tanah dalam
kondisi plastis. Jika tanah mempunyai interval kadar air yang kecil di daerah
plastis, maka tanah itu disebut tanah kurus. Sebaliknya, jika tanah mempunyai
28
diplotkan dalam grafik plastisitas untuk klasifikasi tanah yang diuji. Sistem
klasifikasi yang digunakan adalah Sistem Klasifikasi Tanah Unified (Unified Soil Classification System). Indeks plastisitas dinyatakan dengan rumus:
PL LL
PI ...(22)
7. Uji tumbuk manual
Tanah yang merupakan bahan timbunan tanggul dipadatkan dengan
menggunakan alat tumbuk manual yang mempunyai berat, tinggi jatuh,
jumlah tumbukan, jumlah lapisan, dan energi serta frekuensi penumbukan
yang telah diperhitungkan sehingga jumlah tumbukan (besar energi yang
diberikan) akan menunjukkan kepadatan maksimum dan kadar air optimum
tanah. Jumlah energi yang diberikan pada saat melaksanakan pemadatan
tanah dapat dihitung menggunakan persamaan berikut (Proctor, 1933 dalam
Bowles, 1989):
N = jumlah penumbukan pada setiap lapisan
L = jumlah lapisan
V = volume cetakan ( m3)
Pengujian tumbuk manual dilakukan untuk menentukan nilai ρd dari pemadatan di lapangan, yaitu pada proses pembuatan tanggul. σilai ρd
dihitung dengan persamaan kepadatan relatif (RC) yang didefinisikan sebagai
berikut (Bowles, 1989):
di mana:
RC = Kepadatan relatif (%)
29
Uji pemadatan dilakukan dengan menggunakan alat pemadat (tumbuk)
manual seperti pada Gambar 10. Perhitungan untuk pemadatan tanah meliputi
(Bowles, 1989):
a. Berat isi basah (ρt)
b. Berat isi kering (ρd)
c. Berat isi jenuh (ρdsat)
di mana:
m1 = berat cetakan dan piringan dasar (g)
m2 = berat tanah padat, cetakan dan piringan dasar (g) v = kapasitas cetakan (m3)
Gs = berat jenis tanah (g/cm3)
w = kadar air (%)
30
ρdsat = kerapatan isi kering jenuh tanah (g/m3)
Tabel 6. Spesifikasi uji tumbuk manual
(a) (b)
Gambar 10. Kotak tumbuk manual (a) dan penumbuk (b)
8. Pembuatan model tanggul
Model dalam istilah teknologi adalah representasi suatu masalah dalam
bentuk yang lebih sederhana sehingga lebih jelas dan mudah dikerjakan.
Model yang baik cukup mengandung bagian-bagian yang perlu saja.
Menurut Hutabarat dan Budi, 2009, bentuk model dapat dinyatakan
dalam beberapa jenis, yaitu :
Model Ikonik: Model ikonik memberikan visualisasi atau peragaan dari permasalahan yang ditinjau. Dapat berupa foto udara, maket,
grafik dan pie chart.
Model Analog: Model analog didasarkan pada keserupaan gejala yang ditunjukkan oleh masalah dan dimiliki oleh model. Misalnya modelisasi
Elemen Satuan Nilai
Berat Rammer kg 2.05
Tinggi jatuhan m 0.3
Saringan µm 4760
Tanah yang
dicetak
Panjang m 0.4
Lebar m 0.3
Tinggi m 0.1
31
masalah lalu lintas disuatu kota dengan simulator rangkaian listrik dengan
menganalogikan arus lalu lintas terhadap arus listrik. Contoh lainnya adalah
dengan menganalogikan gelombang suara terhadap gelombang permukaan air,
sehingga karakteristik suara (akustik) dalam suatu ruangan auditorium dapat
dipelajari dengan membuat model ruangannya dan merapatkannya dalam bak
dangkal berisi air yang digetarkan.
Model Matematik/Simbolik: Model matematik/simbolik menyatakan secara kuantitatif persamaan matematik yang mewakili suatu
masalah. Model matematik merupakan bahasa yang eksak, memberikan hasil
kualitatif, dan mempunyai aturan (rumus, cara pengerjaan) yang
memungkinkan pengembangannya lebih lanjut.
Pembuatan model matematik diawali dengan pengamatan dan
pendefinisian masalah yang biasanya dibantu bila dibuat terlebih dahulu
model ikoniknya. Kemudian memilihkan persamaan matematik yang
mewakili masalahnya, baru setelah itu menarik interpretasi dan membahas
lebih lanjut.
dengan jenis tanahnya (Hutabarat dan Budi, 2009).
Pemadatan tanah dilakukan dengan menggunakan penumbuk (rammer) dengan jumlah tumbukan, jumlah lapisan, dan tinggi jatuhan berdasarkan uji
tumbuk manual. Jumlah tumbukan tiap lapisan didapatkan dengan persamaan:
di mana :
Nmodel = Jumlah tumbukan tiap lapisan pada model tanggul
Nt = Jumlah tumbukan tiap lapisan pada uji tumbuk manual Ll = Luas setiap lapisan pada model tanggul (cm2)
32 Model tanggul dibuat dalam kotak model tanggul dengan ukuran seperti
pada Tabel 7. Dimensi model tanggul yang dibuat adalah 1 : 12 dari ukuran
tanggul sebenarnya di lapangan.
Tabel 7. Dimensi tanggul
Dimensi Ukuran
lapangan Model
H (tinggi muka air), cm 150 12.5
Hf (tinggi jagaan), cm 60 5.0
Hd (tinggi tanggul), cm 210 17.5
B (lebar puncak), cm 150 12.5
L (lebar bawah), cm 1680 140.0
Hp (tinggi muka air dari
dasar tanggul), cm
180 15.0
Kemiringan 1/3 1/3
Sumber : DPU, 1986
Gambar 11. Model tanggul 9. Pengaliran Air pada kotak model
Pengaliran air pada model tanggul sesuai debit yang telah ditentukan.
Air dimasukkan ke bak terbuka dengan menggunakan pompa dan dari bak
tersebut air dialirkan ke kotak model secara gravitasi. Kelebihan air pada tubuh
33
a. Pengambilan foto rembesan untuk mengetahui pola rembesan yang
terjadi pada tubuh tanggul. Pengambilan foto dilakukan setiap 3
menit.
b. Pengukuran debit keluar (outlet) dilakukan setelah pengaliran air ke kotak model, sedangkan debit yang masuk (inlet) diukur sebelum air dialirkan ke tubuh tanggul dengan tiga kali ulangan. Pengukuran
debit outlet dimulai ketika air keluar dari outlet. Pengukuran dilakukan sampai debit air konstan.
10.Pembongkaran model tanggul
Setelah pengaliran selesai, model tanggul dibiarkan terlebih dahulu
selama beberapa waktu agar air sisa pengaliran keluar melalui outlet. Setelah itu, sampel tanah diambil untuk selanjutnya dilakukan pengujian permeabilitas
dan kuat geser tanah.
a. Uji permeabilitas
Permeabilitas adalah kemampuan fluida untuk mengalir melalui medium berpori. Pengujian permeabilitas menggunakan metode ”falling head”. Untuk mendapatkan koefisien permeabilitas tanah dengan metode ini digunakan
persamaan sebagai berikut (Kalsim dan Sapei, 2003):
KT = ...(29)
di mana:
KT = koefisien permeabilitas tanah pada suhu standar (cm/detik) a = luas permukaan pipa gelas (cm2)
l = panjang contoh tanah (cm)
A = luas permukaan contoh tanah (cm2)
T = waktu (detik)
h1 = tinggi miniskus atas (cm) h2 = tinggi miniskus bawah (cm)
Permeabilitas pada suhu standar (T = 20ºC) diperoleh dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Kalsim dan Sapei, 2003):
di mana:
34
Gambar 12. Falling head permeameter
b. Uji kuat geser
Pengujian kuat geser tanah dilakukan dengan menggunakan uji kuat
geser langsung dengan peralatan seperti pada Gambar 13. Pengujian yang
dilakukan pada kondisi sebelum pengaliran air (uji tumbuk manual) dan
setelah tubuh model tanggul dialiri. Nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam ( )
didapatkan dari pengulangan dengan menggunakan bahan atau tegangan
normal kuat geser yaitu 0.5 kgf, 1.0 kgf, dan 1.5 kgf.
Gambar 13. Alat uji kuat geser langsung
Tegangan geser maksimum didapatkan dengan persamaan (Wesley,
35 di mana :
maks = Tegangan geser maksimum (kgf/ cm
2
)
k = Konstanta ring (0.2693)
R = Nilai pada dial gauge A = Luas ring contoh (cm2)
Setelah nilai tegangan maksimum didapatkan, kemudian nilai c dan dihitung dengan menggunakan persamaan (1).
11. Analisis Stabilitas Lereng dengan menggunakan program Geo-Slope
Untuk melakukan analisis tingkat kestabilan lereng digunakan software
yang merupakan bagian dari program Geo-Slope yaitu Slope/W. Perhitungan dilakukan pada kondisi model tanggul sebelum dialiri dan setelah dialiri.
Metode yang digunakan untuk analisis stabilitas lereng adalah metode Bishop
atau metode irisan. Contoh tanah yang diambil untuk kondisi tanpa aliran
merupakan contoh tanah dari hasil uji tumbuk manual dengan asumsi bahwa
nilai RC pada uji tumbuk sama dengan model tanggul.
Pada kondisi ada aliran perhitungan dilakukan dengan menggunakan
data Seep/W yang diperoleh dari perhitungan debit rembesan. Perhitungan ini dilakukan karena diasumsikan adanya pengaruh tekanan air pori. Parameter
yang dimasukkan dalam perhitungan adalah nilai kohesi (c) dan sudut geser
46
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sifat Fisik Tanah
1. Sifat fisik tanah gleisol
Sifat fisik tanah berhubungan dengan kondisi asli tanah dan dapat
menentukan jenis tanah. Pada penelitian ini digunakan tanah gleisol, Kebon
Duren, Depok yang terletak pada 106º49'13.7'' BT dan 06º26'55.1' LS dengan
kedalaman 20- 40 cm. Sifat-sifat fisik dan mekanik dari tanah gleisol dapat
dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Sifat-sifat fisik Tanah gleisol, Kebon Duren, Depok
Sifat Fisik Nilai
Kadar air tanah lapang (%) 15.09
Berat isi kering (g/cm3) 1.21
Fraksi Liat (%) 45.00
Debu (%) 30.83
Pasir (%) 24.17
Berat jenis tanah (Gs) 2.69
Permeabilitas (cm/jam) 1.94
Angka pori (e) 1.66
Porositas (n) 0.62
Berdasarkan sistem USDA, tanah gleisol termasuk dalam kelas tanah
liat (clay) dengan komposisi liat sebesar 45 %, debu 30.83%, dan pasir 24.17% (Gambar 14).
37
2. Uji tekstur tanah
Pengujian tekstur tanah dilakukan pada tanah yang lolos saringan 2 mm
dengan menggunakan metode hydrometer. Uji tekstur ini dilakukan untuk membuktikan bahwa komposisi tekstur liat tanah gleisol lebih besar daripada
komposisi liat tanah latosol yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya
di mana liat tanah gleisol sebesar 45 %, sedangkan tanah latosol hanya 27.49
%. Hasil uji tekstur tanah dapat dilihat pada Gambar 15 dan Lampiran 3.
Gambar 15. Kurva distribusi ukuran partikel
3. Permeabilitas tanah
Pada pengujian permeabilitas dengan menggunakan metode falling head
diperoleh nilai permeabilitas model tanggul sebesar 3.62 x 10-5 cm/detik. Berdasarkan klasifikasi permeabilitas tanah menurut Sitorus (1980), maka
permeabilitas untuk jenis tanah gleisol digolongkan ke dalam kelas rendah.
Tanah liat yang memiliki nilai permeabilitas besar akan semakin mudah untuk
menyerap air sehingga air yang terkandung dalam tubuh model tanggul akan
semakin besar karena sifat dari tanah jenis liat tersebut sukar untuk
meloloskan air. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, terdapat
perbedaan nilai yang dihasilkan karena jenis tanah, nilai RC, jumlah
tumbukan, dan spesifikasi alat yang digunakan berbeda. Perbandingan nilai
RC, permeabilitas, dan jumlah tumbukan dapat diihat pada Tabel 9 dan
38 Tabel 9. Perbandingan nilai RC, permeabilitas, dan jumlah tumbukan
Ket: * Suherman (2004) ** Sutisna (2006) *** Kurniasari (2007)
Pada Tabel 9 terdapat perbedaan nilai RC yang pertama dan kedua
dikarenakan adanya perbedaan jumlah tumbukan yang dilakukan pada uji
tumbuk manual, sedangkan spesifikasi alat yang digunakan sama. Untuk yang
ketiga dan keempat, nilai RCnya berbeda karena dipengaruhi oleh jumlah
tumbukan, tinggi jatuhan rammer, dan spesifikasi alat yang digunakan berbeda.
B. Sifat Mekanik Tanah
1. Pemadatan tanah
Pada uji tumbuk manual dilakukan 3 kali ulangan dengan 3 lapisan pada
setiap ulangan. Tabel 10 memperlihatkan hasil uji tumbuk manual dengan
jumlah tumbukan dan tinggi jatuhan yang berbeda.
Berdasarkan uji tumbuk manual, maka spesifikasi yang digunakan untuk
proses pemadatan model tanggul adalah sebagai berikut:
39 Tabel 10. Hasil pengujian tumbuk manual
Tumbukan
Jumlah tumbukan yang diberikan untuk setiap lapisan tanah disesuaikan
dengan luas lapisan yang akan dipadatkan. Semakin luas permukaan lapisan
maka jumlah tumbukan yang akan diberikan semakin besar, seperti yang
terlihat pada Tabel 11. Perhitungan jumlah tumbukan dapat dilihat pada
Lampiran 11.
Tabel 11. Jumlah tumbukan tiap lapisan
Nilai energi pemadatan pada tinggi jatuhan 20 cm dan dengan 300
tumbukan sebesar 301.66 kJ/m3 dan nilai RC 90.11%, sedangkan pada tinggi jatuhan 20 cm dan dengan 350 tumbukan sebesar 351.93 kJ/m3 dan RC 90.97%. Besarnya energi pemadatan pada tinggi jatuhan 30 cm dan dengan
160 tumbukan serta nilai RC 90.60% adalah 241.33 kJ/m3. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai RC maka energi pemadatan
juga akan semakin besar dan meningkatkan nilai berat isi keringnya. Akan
tetapi dengan menambah tinggi jatuhan rammer akan mengurangi nilai energi pemadatan dan jumlah tumbukan.
40 Debit aliran air yang diberikan pada model tanggul adalah 315000
ml/jam. Secara umum, debit aliran masuk (Qin) untuk setiap ulangan dapat
dilihat pada Tabel 12. Selama pengaliran dilakukan pengambilan foto pada
model tanggul setiap 3 menit sekali.Pengambilan foto rembesan dapat dilihat
pada lampiran 7.
Tabel 12. Debit inlet model tanggul tanggul Qin
Pengaliran akan dihentikan jika debit outlet mencapai konstan. Pada setiap model tanggul debit outlet konstan sebesar 2020 ml/jam, 1114.67 ml/jam, dan 1816 ml/jam. Perubahan debit outlet lebih jelas terlihat pada Gambar 16 dan Tabel 13.
Gambar 16. Perubahan debit outlet pada setiap model tanggul
Tabel 13. Debit outlet model tanggul
Ulang t Volume (ml) Qoutput (ml/jam)
an (det) Tanggul1 Tanggul2 Tanggul3 Tanggul1 Tanggul2 Tanggul3
1 300 168 112 170 2016 1344.00 2040.00
41 Dari tabel 13, pengukuran debit dilakukan sebanyak 6 dan 9 kali dengan
volume tampungan yang berbeda-beda. Cara ini sedikit berbeda dengan
penelitian sebelumnya yang nenetapkan nilai volume tampungan sebanyak
150 ml. Debit puncak dari ketiga model tanggul selalu ada pada menit ke-5.
Hal ini terjadi karena pada saat air keluar di bagian hilir, air terlebih dahulu
tertampung di sekitar pipa outlet sehingga air yang dikeluarkan menjadi lebih banyak.
4. Konsistensi tanah
Pengujian konsistensi tanah terdiri dari uji batas cair, uji batas plastis,
dan penentuan indeks plastisitas. Hubungan antara batas cair dan indeks
plastisitas dapat digunakan dalam klasifikasi tanah. Pengujian konsistensi
tanah gleisol dilakukan untuk mengetahui klasifikasi dari tanah tersebut. Pada
Tabel 14 disajikan hasil uji konsistensi tanah gleisol.
Tabel 14. Hasil uji konsistensi tanah gleisol
No
42 Berdasarkan klasifikasi tanah sistem Unified Soil Classification (USC), tanah gleisol dapat digolongkan ke dalam kelas MH yaitu tanah yang
memiliki kandungan lempung dan plastisitas yang tinggi.
5. Kuat geser tanah
Untuk pengujian dengan uji kuat geser langsung (direct shear) tegangan normal yang digunakan adalah 0.5 kgf/cm2, 1.0 kgf/cm2, dan 1.5 kgf/cm2. Nilai kohesi (c) dan sudut gesek ( ) dari pengujian kuat geser langsung
disajikan pada Tabel 15. Grafik kuat geser model tanggul tanpa pengaliran
dan grafik kuat geser untuk model tanggul yang dialiri air dapat dilihat pada
Gambar 18, sedangkan untuk hasil langsung uji kuat geser dapat dilihat pada
Gambar 19.
Tabel 15. Hasil uji kuat geser langsung pada uji tumbuk manual dan model tanggul
Parameter Tanpa aliran Setelah pengaliran
Kohesi (c), kgf/cm2 0.32 0.08
Sudut gesek dalam (Φ), º 32.21 19.29
Kadar air (%) 36.39 46.59
Gambar 18. Grafik kuat geser pada model tanggul sebelum dialiri setelah dialiri 0.00
0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60
43 Gambar 19. Hasil langsung uji kuat geser
Pada model tanggul sebelum dialiri diasumsikan sama dengan uji tumbuk manual. σilai c dan pada uji tumbuk manual sebesar 0.32 kgf/cm2 dan 32.21º dengan kadar air optimum sebesar 36.39 %, sedangkan nilai c dan
pada model tanggul yang dialiri sebesar 0.08 kgf/cm2 dan 19.29º dengan kadar air optimum 46.59 %.
Perbedaan nilai kuat geser pada model tanggul sebelum dialiri dengan
model tanggul setelah dialiri disebabkan karena pada model tanggul sebelum
dialiri memiliki tingkat kepadatan yang tinggi dengan kadar air optimum,
sedangkan pada model tanggul setelah dialiri kadar air tanah mencapai
maksimum yang mengakibatkan terjadi penurunan kepadatan. Perhitungan
kuat geser secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6.
C. Analisis Stabilitas Lereng
Tingkat kestabilan suatu lereng model tanggul didasarkan pada
besarnya nilai faktor keamanan (Fs) lereng model tanggul tersebut. Nilai Fs
yang diambil adalah yang paling rendah dengan tujuan mengurangi resiko
paling buruk yang akan terjadi pada model tanggul. Pada penelitian ini,
perhitungan stabilitas lereng dilakukan dengan menggunakan software Geo-slope landslide Slope/W. Perhitungan dilakukan dengan metode keseimbangan batas dengan menggunakan metode Bishop atau yang lebih
44 kondisi yaitu pada kondisi tanpa aliran (undrained) dan pada kondisi ada aliran (drained).
Pada kondisi tanpa aliran (undrained), model tanggul diasumsikan tidak dialiri air sehingga model tanggul tidak mendapatkan tekanan air pori
(u = 0). Nilai Fs model tanggul pada kondisi tanpa aliran diasumsikan sama
dengan nilai pada kondisi tanah saat uji tumbuk manual. Berdasarkan nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam ( ) yang didapatkan pada uji tumbuk manual, maka nilai Fs yang didapatkan sebesar 3.775.
Pada kondisi ada aliran (drained), model tanggul dialiri air yang berarti model tanggul dipengaruhi oleh tekanan air pori (U≠0) yang didasarkan pada perhitungan Seep/W untuk debit rembesan yang telah dilakukan. Berdasarkan nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam ( ) pada model tanggul, maka hasil Fs yang didapatkan sebesar 1.224. Dari hasil perhitungan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa lereng pada model tanggul dalam keadaan mantap (Fs >
1).
Jika dibandingkan nilai Fs dari kedua kondisi, dapat dilihat bahwa nilai
Fs pada kondisi tanpa aliran (undrained) lebih besar daripada kondisi ada aliran (drained). Oleh Karena itu dapat disimpulkan bahwa nilai ratio compaction (RC) yang besar dapat meningkatkan kestabilan lereng, namun stabilnya suatu lereng dipengaruhi oleh adanya rembesan air dimana semakin
besar rembesan air pada tanggul maka tingkat kestabilan lereng semakin
rendah.
Di lapangan kondisi drained sering kali dijumpai pada kasus-kasus yang berhubungan dengan stabilitas lereng, terutama pada musim hujan.
Gambar 20 menunjukkan hasil foto aliran dalam tubuh model tanggul. Dari
gambar tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa rembesan sangat
berpengaruh terhadap kestabilan lereng, di mana rembesan-rembesan
tersebut akan menyebabkan gejala piping ( proses terangkutnya butir-butir tanah halus yang menyebabkan terbentuknya pipa-pipa dalam tubuh
tanggul).
Jika garis rembesan memotong bagian hilir dari suatu model tanggul
45 lereng tersebut. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya
keruntuhan/kelongsoran pada tanggul. Dengan adanya aliran air atau garis
rembesan pada tubuh model tanggul, maka akan menyebabkan naiknya
tekanan air pori yang mengakibatkan menurunnya kekuatan geser tanah.
Hasil perhitungan Slope/W dapat dilihat pada Gambar 21 dan Gambar 22. Untuk pengamatan pola aliran air secara langsung dapat dilihat pada
Lampiran 7.
46
Kondisi model tanggul sebelum pengaliran Model kontur
Model tanggul urugan homogen
Description: Analisis stabilitas lereng pada kondisi tanpa aliran (undrained) Comments: Penelitian Dian
File Name: undrained2.gsz Last Save Date: 7/28/2009 Last Save Time: 9:54:25 AM AnalysisMethod: Ordinary
Direction of Slip Movement: LeftToRight Slip Surface Option: GridAndRadius PWP Option: PiezometricLine Tension Crack Option: None Seismic Load: horz 0, vert 0
Jarak (m)
47
Description: Analisis stabilitas lereng pada kondisi ada aliran (drained) Comments: Penelitian Dian
File Name: Drained2.gsz Last Saved Date: 7/28/2009 Last Saved Time: 4:09:00 PM Analysis Method: Ordinary
Direction of Slip Movement: LeftToRight Slip Surface Option: GridAndRadius P.W.P. Option: SeepHead
Tension Crack Option: None Seismic Coefficient: horz: 0, vert: 0 Kondisi model tanggul setelah dialiri Model kontur
46
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Adanya rembesan berpengaruh terhadap parameter kekuatan geser tanah.
2. Program Geo-slope dapat menghitung factor keamanan (Fs) dari sebuah
model tanggul baik sebelum dialiri maupun yang sudah dialiri. Hasilnya
adalah nilai faktor keamanan sebesar 3.775 (sebelum pengaliran) dan
1.224 (setelah pengaliran). Berdasarkan hasil tersebut stabilitas lereng
model tanggul dikategorikan dalam keadaan mantap.
3. Rembesan air yang terjadi pada tubuh model tanggul mempengaruhi
tingkat kestabilan lereng model tanggul. Semakin lama kestabilan lereng
akan berkurang akibat rembesan tersebut, di mana rembesan-rembesan
tersebut akan menyebabkan gejala piping ( proses terangkutnya butir-butir tanah halus yang menyebabkan terbentuknya pipa-pipa dalam tubuh
tanggul).
B. Saran
1. Perlu adanya penelitian lanjutan tentang model tanggul berbahan tanah
gleisol yang dilengkapi dengan sistem drainase
2. Penggunaan sensor kadar air yang ditanamkan dalam tubuh model tanggul
iv
ANALISIS STABILITAS LERENG
PADA MODEL TANGGUL BERBAHAN TANAH GLEISOL
Oleh
DIAN OKTAVIA RANTESAPAN F14104095
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
49
DAFTAR PUSTAKA
Baver, L. D. 1969. Soil Physics. John Wiley and Sons, Inc. New York.
Bowles, J. E. 1989. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknik Tanah (Mekanika Tanah). Diterjemahkan oleh J. K. Halnim. Erlangga. Jakarta.
Buringh, P. 1979. Pengantar Pengajian Tanah-Tanah Wilayah Tropika dan Subtropika. Diterjemahkan oleh Tejoyuwono Natohadiprawiro.Fakultas Pertanian. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Craig, R. F.1991. Mekanika Tanah Edisi Keempat. Diterjemahkan oleh S. Soepandji. Erlangga. Jakarta.
Das, B. M. 1998. Mekanika Tanah ( Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis).
Erlangga. Jakarta.
Departemen Pekerjaan Umum (DPU). 1986. Standar Perencanaan Irigasi KP-04. CV.Galang Persada, Bandung.
Departemen Pekerjaan Umum (DPU). 1994. Pedoman Kriteria Desain Embung Kecil untuk Daerah Semi Kering di Indonesia. PT Medisa. Bandung.
GEO-SLOPE International. 2004.http://www.geo-slope.com. OfficeV5. Manuals.. Kanada.
Hakim, N. , M. Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S. G. Nugroho, M. A. Diha, G. B. Hong, dan H. H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung. Lampung.
Hardiyatmo, H. C. 1992. Mekanika Tanah 1. Gramedia Pusaka Utama. Jakarta
Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Edisi Pertama. PT Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Herlina, E. S. 2003. Hubungan Antara Tingkat Kepadatan Tanah dengan pF dan Permeabilitas pada Tanah Latosol Darmaga Bogor. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian. IPB. Bogor.
Hillel, D. 1998. Pengantar Fisika Tanah. Diterjemahkan oleh R. H Susanto dan R. H Purnomo. Mitra Gama Widya. Yogyakarta.
Hutabarat, M. dan Budi R. 2009. Model dan Sistem. http://