• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Stabilitas Lereng pada Model Tanggul Berbahan Tanah Gleisol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Stabilitas Lereng pada Model Tanggul Berbahan Tanah Gleisol"

Copied!
198
0
0

Teks penuh

(1)

1

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki dua musim yaitu

musim hujan dan musim kemarau. Perubahan tiap musim tersebut sering

menimbulkan dampak yang kurang baik bagi masyarakat. Pada musim hujan

sering terjadi banjir yang menimbulkan berbagai masalah dan kerugian bagi

masyarakat, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan yang

menyebabkan kebutuhan air untuk irigasi tidak terpenuhi.

Pembuatan tanggul merupakan salah satu usaha untuk mengatasi banjir

ataupun kekeringan. Tanggul berfungsi untuk melindungi daerah irigasi dari

banjir yang disebabkan oleh sungai, pembuangan yang besar atau laut. Karena

fungsi lindungnya yang besar terhadap daerah irigasi dan penduduk yang

tinggal di daerah-daerah ini, maka kekuatan dan keamanan tanggul harus

benar-benar diselidiki dan direncanakan sebaik-baiknya (DPU, 1986). Hampir

semua tanggul dibuat dengan bahan tanah yang hampir sejenis dan gradasinya

(susunan ukuran butiran tanahnya) hampir seragam. Tubuh tanggul,

sebagaimana bendungan, secara keseluruhannya berfungsi ganda, yaitu

sebagai penyangga aliran air sekaligus menahan rembesan air (Sosrodarsono

dan Takeda, 1977).

Dalam perencanaan tanggul perlu diperhatikan faktor-faktor yang

mempengaruhi seperti bahan pembuat tanggul, stabilitas lereng, tinggi jagaan,

lindungan lereng, lebar atas tanggul, kemiringan lereng, dan fasilitas

pembuang (DPU, 1986). Tanggul yang dibangun diharapkan tetap kuat dan

kokoh terhadap gaya-gaya yang ditimbulkan akibat tergenangnya air di dalam

waduk sesuai dengan umur ekonomis tanggul. Keluarnya air yang tidak

terencana saat pecahnya tanggul tentu saja sangat tidak diharapkan karena

menyebabkan kerusakan dan kerugian yang besar.

Perencanaan tanggul yang efektif dan aman membutuhkan integrasi dari

beberapa disiplin ilmu seperti fisika tanah, mekanika tanah dan konstruksi

bangunan. Tubuh tanggul yang terbuat dari urugan tanah sangat mudah

(2)

2

dipengaruhi oleh alam dan aktivitas makhluk hidup. Kemantapan lereng

sangat penting dalam perencanaan dan konstruksi tanggul.

Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian untuk menganalisis stabilitas

lereng pada tanggul dengan menggunakan sistem perangkat lunak (software)

Geo-Slope dan model tanggul yang dibuat pada skala tertentu.

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis stabilitas lereng pada

(3)

3 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanah Gleisol

Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefenisikan sebagai

material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak

tersedimentasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan

organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair

dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat

tersebut. Kalsim dan Sapei (2003), tanah dapat diartikan sebagai medium

berpori yang terdiri dari padatan (solid), cairan (liquid), dan gas udara (air). Tanah merupakan tubuh alam (natural body) yang terbentuk dan berkembang sebagai akibat bekerjanya gaya – gaya alam (natural force) terhadap bahan – bahan alam (natural material) di permukaan bumi (Hakim et al., 1986).

Gleisol adalah jenis tanah yang perkembangannya lebih dipengaruhi

oleh faktor lokal, yaitu topografi yang merupakan dataran rendah atau

cekungan dan hampir selalu tergenang air. Ciri-ciri tanah gleisol adalah solum

tanah sedang, warna kelabu hingga kekuningan, tekstur geluh hingga

lempung, struktur berlumpur hingga masif, konsistensi lekat dan bersifat asam

(pH 4.5 – 6.0) (http://www.cerianet-agricultur.blogspot.com, 2009). Karena air tanah yang tinggi, gleisol berada dalam keadaan tereduksi pada bagian

tanah yang yang selalu jenuh air. Tidak ada oksigen bebas atau terlarut karena

itu tanah berwarna biru kelabu. Dalam mintakat ayunan ait tanah ditemukan

bercak kecil kehitaman (segresi mangan), sedang di bagian atas beberapa

gleisol yang tidak terjangkau oleh air tanah berada dalam keadaan teroksidasi

tetap karena itu tidak ada bercak reduksi dan oksidasi (Buringh, 1979).

Tanah gleisol memiliki ciri khas yaitu adanya lapisan glei kontinyu yang

berwarna kelabu pucat pada kedalaman kurang dari 0.5 meter akibat dari

profil tanah yang selalu jenuh air. Penyebaran di daerah beriklim humid

hingga sub humid dengan curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun. Gleisol

cokelat kelabu merupakan suatu istilah yang digunakan di Kanada untuk

(4)

4 berdrainase jelek yang mempunyai horison A kelabu gelap. Tanah ini

biasanya mengandung bahan organik tinggi dan mempunyai horison mineral

yang berbercak kelabu atau berbercak kelabu kecoklatan (

http://www.cerianet-agricultur.blogspot.com, 2009).

Kesuburan tanah gleisol tergantung pada macam bahan induk dan jeluk

air tanah yang membatasi sistem perakaran. Gleisol di daerah tropika mungkin

mengandung plintit di dalam jeluk 0-125 cm dan disebut Plinthic Gleysol

yang mempunyai horizon A molik atau A umbrik yang dinamakan Mollic Gleysol dan Humic Gleysol. Jika bahan tanah bersifat gampingan, tanah disebut Calkaric Gleysol, dan yang mempunyai kejenuhan basa kurang dari 50% atau yang lebih dari itu, masing-masing dinamakan Dystric Gleysol dan

Eutric Gleysol (Buringh, 1979).

B. Sifat Fisik Tanah

Secara fisik tanah terdiri dari partikel mineral dan organik dengan

berbagai ukuran. Partikel – partikel tersebut tersusun dalam bentuk matriks yang pori – porinya kurang lebih 50%, sebagian terisi oleh air dan sebagian lagi terisi oleh udara (Suripin, 2002).

Secara umum, tanah memiliki sifat – sifat fisik dan mekanik yang meliputi:

1. Tekstur tanah

Tekstur tanah merupakan perbandingan relatif dari berbagai kelompok

ukuran partikel individual atau butir – butir primer seperti pasir, debu, dan liat (Foth, 1991). Tekstur tanah yang menunjukkan kasar atau halusnya tanah

berdasarkan perbandingan banyaknya butir-butir pasir (sand), debu (silt), dan liat (clay). Menurut Kalsim dan Sapei (2003), tekstur tanah adalah sebaran relatif ukuran partikel tanah. Klasifikasi ukuran partikel tanah menurut

Departemen Pertanian Amerika (USDA) dan International Soil Science

Society (ISSS) secara skematis dapat dilihat pada Gambar 1 (Kalsim dan

Sapei, 2003), sedangkan diagram segitiga tekstur menurut USDA dapat dilihat

(5)

5

Gambar 1. Klasifikasi tekstur tanah menurut USDA ( ) dan ISSS ( )

Gambar 2. Diagram segitiga tekstur menurut USDA

Sistem Unified (Unified Soil Classification (USC)) mengklasifikasikan tanah berdasarkan nilai-nilai konsistensi tanah yaitu batas cair dan indeks

plastisitas tanah. Gambar 3 memperlihatkan grafik penentuan klasifikasi tanah

(6)

6

Gambar 3. Klasifikasi tanah berdasarkan sistem Unified

2. Struktur Tanah

Struktur tanah merupakan penggabungan dari sekelompok

partikel-partikel primer tanah. Secara garis besar, struktur tanah dapat dibedakan

menjadi struktur lepas (single grained), masif dan agregat. Pada struktur lepas, partikel-partikel primer tanah tidak saling melekat dan tetap dalam

butiran-butiran lepas, sedangkan bila partikel-partikel tanah saling melekat dengan

sangat kuat membentuk blok yang cukup besar maka disebut struktur masif.

Struktur tanah di antara kedua keadaan ekstrim tersebut disebut agregat

(Kalsim dan Sapei, 2003).

Struktur tanah berkaitan dengan stabilitas, ukuran dan bentuk ped dalam tanah. Ped yang stabil tidak akan hancur apabila direndam dalam air. Bentuk, ukuran dan densitas ped pada umumnya berubah menurut kedalaman. Pada Gambar 4 (Kalsim dan Sapei, 2003) terlihat bahwa bentuk ped dapat berupa bola (spherical) dalam lapisan atas (struktur remah), tetapi dalam subsoil

dimana kandungan bahan organiknya lebih rendah bentuk ped akan bersudut (angular) atau struktur blocky atau dapat memanjang prismatik. Struktur tanah menentukan sifat aerasi, permeabilitas dan kapasitas menahan air serta

(7)

7 Gambar 4. Bentuk – bentuk agregat atau ped

3. Permeabilitas Tanah

Hardiyatmo (1992) mendefinisikan permeabilitas sebagai sifat dari

bahan berpori yang memungkinkan aliran rembesan dari cairan yang berupa

air atau minyak mengalir lewat rongga porinya. Pori-pori tanah saling

berhubungan antara satu dengan yang lain, sehingga air dapat mengalir dari

titik yang berenergi lebih tinggi ke titik yang berenergi lebih rendah. Tahanan

terhadap aliran bergantung pada jenis tanah, ukuran butiran, bentuk butiran,

rapat massa, serta bentuk geometri rongga pori.

Menurut Bowles (1989), permeabilitas suatu bahan penting untuk:

a. Mengevaluasi jumlah rembesan (seepage) yang melalui bendungan dan tanggul sampai ke sumur air.

b. Mengevaluasi daya angkut atau gaya rembesan di bawah struktur

hidrolik untuk analisis stabilitas.

c. Menyediakan kontrol terhadap kecepatan rembesan sehingga partikel

tanah berbutir halus tidak tererosi melalui massa tanah.

d. Studi mengenai laju penurunan (konsolidasi) dimana perubahan

volume tanah terjadi pada saat air tersingkir dari rongga tanah saat

proses terjadi pada suatu gradien tertentu.

Sumarno (2003) mengatakan bahwa hubungan antara pemadatan dan

(8)

8 turun dengan naiknya tingkat pemadatan dan akan mencapai koefisien terkecil

pada kadar air optimum. Pada kondisi kadar air setelah optimum, koefisien

permeabilitas cenderung mengalami sedikit kenaikan dengan menurunnya

tingkat pemadatan.

Koefisien permeabilitas untuk tanah berbutir kasar dapat ditentukan dari

uji constant head permeameter dan untuk tanah berbutir halus digunakan uji

falling head permeameter. Uji tersebut telah distandarisasikan pada suhu air 20°C, karena viskositas air bervariasi dari suhu 4°C sampai 30°C (Craig,

1991). Nilai permeabilitas tanah pada temperatur 20°C dapat dilihat pada

Tabel 1 dan klasifikasi permeabilitas dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Nilai permeabilitas tanah pada temperatur 20°C

Jenis Tanah Permeabilitas

(cm/detik) Kerikil butiran kasar

Kerikil butiran halus, kerikil butiran kasar bercampur butiran sedang

Pasir butiran halus, debu longgar

Debu padat, debu berliat

Liat berdebu, liat

Tabel 2. Klasifikasi permeabilitas Permeabilitas

(cm/jam)

Kelas

< 0.125 Sangat rendah 0.125 – 0.5 Rendah

0.5 – 2.0 Agak rendah 2.0 – 6.35 Sedang 6.35 – 12.7 Agak cepat 12.7 – 25.4 Cepat

>25.4 Sangat cepat Sumber: Sitorus et al. (1980) dalam Ishak (1991)

4. Berat Jenis Partikel Tanah

Hardiyatmo (1992) mendefinisikan berat jenis partikel (spesific gravity

(Gs)) sebagai perbandingan antara berat volume butiran padat (γs) dengan

(9)

9 tanah berkisar antara 2.65 – 2.75. Tanah tak berkohesi biasanya nilai berat jenisnya adalah 2.67, sedangkan untuk tanah kohesif tak organik berkisar

antara 2.68 – 2.72. Nilai berat jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Berat jenis partikel tanah

Jenis tanah Berat jenis partikel (g/cm3)

tanah semakin besar dan mengakibatkan tanah semakin sulit untuk

melewatkan air atau ditembus akar tanaman. Hal ini disebabkan oleh ruang

pori yang terdapat di dalam tanah sedikit dan berupa pori mikro.

Berat isi tanah basah (wet bulk density= ρt) merupakan total massa dibagi dengan total volume tanah. Akan tetapi, total massa akan bervariasi

dengan jumlah air yang ada di dalam tanah, sehingga berat isi tanah kering

(dry bulk density = ρd) umumnya digunakan dan didefinisikan sebagai massa tanah kering oven (105°C, selama 24 jam) dibagi dengan total volume tanah.

Nilai berat isi kering selalu lebih kecil daripada nilai berat isi basah. Nilai

berat isi kering bervariasi dari 1000 sampai 1800 kg/m3. Semakin halus partikel tanah atau semakin tinggi kandungan bahan organik maka bulk density akan semakin rendah. Akan tetapi, jika kepadatan tanah sangat padat maka tanah bertekstur halus menunjukkan berat isi kering yang lebih besar

daripada tanah bertekstur kasar (Kalsim dan Sapei, 2003).

6. Porositas (n) dan Angka Pori (e)

Porositas merupakan perbandingan antara volume pori dan volume total

(10)

10 Umumnya porositas tanah berkisar antara 0.3 – 0.75, tetapi untuk tanah gambut nilai porositasnya dapat lebih besar dari 0.8 (Terzaghi, 1947 dalam

Hardiyatmo, 1992). Hal yang lebih penting dari porositas adalah sebaran

ukuran pori. Tanah berpasir dan tanah berliat mungkin mempunyai porositas

yang hampir sama, tetapi sifat-sifat yang berhubungan dengan simpanan air,

ketersediaan air, dan aliran air tanah berbeda. Hal ini disebabkan karena tanah

pasir diameter porinya relatif besar daripada tanah liat. Diameter pori menurut

Kalsim dan Sapei (2003) dapat diklasifikasikan sebagai:

a. Pori makro (> 100 µm), dapat dilihat dengan mata telanjang sangat

penting untuk aerasi dan drainase (aliran gravitasi) tanah.

b. Pori meso (30-100 µm), efektif dalam gerakan air baik vertikal ke

atas maupun ke bawah (aliran kapiler).

c. Pori mikro (< 30 µm), dapat menahan air pada periode kering dan

melepaskannya dengan sangat lambat.

Angka pori (void ratio) didefinisikan sebagai rasio perbandingan antara volume pori dengan volume padatan. Angka pori biasanya dinyatakan dalam

bentuk desimal (Kalsim dan Sapei, 2003).

7. Potensial Air Tanah

Muka air tanah (water table) atau phreatic surface adalah suatu batas dalam tanah dimana tekanannya sama dengan tekanan atmosfer. Daerah di

atas tanah disebut zona tak jenuh, meskipun terdapat sedikit batas tanah dalam

keadaan jenuh karena adanya proses kenaikan kapiler. Air dalam zona tak

jenuh disebut lengas tanah (soil moisture), sedangkan istilah air tanah (ground water) umumnya berkaitan dengan air dalam daerah jenuh di bawah muka air tanah (Kalsim dan Sapei, 2003).

Tingkat energi air tanah bervariasi sangat besar. Perbedaan tingkat

energi air tanah memungkinkan air bergerak dari satu zona ke zona lainnya

dalam tanah. Air tanah bergerak dari tempat dengan tingkat energi yang tinggi

(misalnya muka air tanah) ke tempat energi yang rendah (misalnya tanah

kering). Dengan mengetahui tingkat energi dari beberapa tempat di dalam

(11)

11 Potensial air tanah menurun dengan meningkatnya kandungan air (makin

banyak air tanah, makin berkurang energi yang diperlukan untuk menahan air

di dalam tanah). Liat yang memiliki nilai pF = 2.0, menggambarkan kenyataan

bahwa tanah liat kehilangan air secara lebih berangsur-angsur dibandingkan

pasir yang berarti bahwa tanah liat mengikat air lebih banyak (Sutisna, 2006).

Daya ikat tanah (pF) terhadap air setelah pemadatan lebih kecil

dibandingkan dengan daya ikat tanah (pF) terhadap air pada kapasitas lapang.

Hal ini ditunjukkan dengan kadar air untuk pF yang sama pada kedalaman

yang sama antara kapasitas lapang dengan tanah yang sudah mengalami

pemadatan, maka akan terlihat bahwa kadar air tanah yang telah dipadatkan

jauh lebih kecil dibandingkan dengan tanah pada kapasitas lapang (Herlina,

2003).

C. Sifat Mekanik Tanah

1. Pemadatan Tanah

Pemadatan tanah adalah suatu proses di mana udara dari pori-pori

dikeluarkan dengan salah satu cara mekanis. Cara mekanis yang dipakai untuk

memadatkan tanah dapat bermacam-macam, yaitu di lapangan biasanya

dipakai cara menggilas, sedangkan di laboratorium dipakai cara memukul.

Untuk setiap daya pemadatan tertentu kepadatan yang tercapai tergantung

pada kadar airnya. Bila kadar air rendah, maka tanah akan keras atau kaku

sehingga sulit dipadatkan. Bila kadar air ditambah maka air itu akan berfungsi

sebagai pelumas sehingga tanah akan semakin mudah dipadatkan (Wesley,

1973).

Pada kadar air tinggi kepadatannya akan menurun karena pori-pori tanah

menjadi penuh terisi oleh air yang tidak dapat dikeluarkan dengan cara

memadatkan. Kepadatan tanah biasanya diukur dengan menentukan berat isi

keringnya, bukan dengan menentukan angka porinya. Lebih tinggi berat isi

kering berarti lebih kecil angka pori dan lebih tinggi derajat kepadatannya.

Jadi, untuk menentukan kadar air optimum biasanya dibuat grafik hubungan

berat kering terhadap kadar air (Wesley, 1973).

Terzaghi dan Peck (1987) menyatakan bahwa tingkat pemadatan

(12)

12 disebut kadar kelembaban optimum (optimum moisture content) dan prosedur untuk mempertahankan agar kadar air mendekati nilai optimumnya selama

pemadatan timbunan dikenal sebagai kontrol kadar kelembaban (moisture content control).

Pemadatan tanah terjadi apabila proses mekanis yang menyebabkan

partikel tanah semakin mendekat. Hal-hal yang mempengaruhi pemadatan

tanah adalah kadar air (water content), keragaman ukuran butiran tanah (distribution of soil particles) dan macam usaha pemadatan (compactive effort) (Lambe, 1951 dalam Koga, 1991).

Pengujian pemadatan di laboratorium dapat dilakukan dengan beberapa

metode yang didasarkan pada perbedaan cara pelaksanaan pemadatannya,

seperti (Sosrodarsono dan Takeda, 1976):

a. Pemadatan tumbuk yaitu pemadatan yang dilakukan dengan

menjatuhkan sebuah penumbuk di atas contoh bahan.

b. Pemadatan tekan, yaitu pemadatan yang didasarkan pada prinsip

menekan contoh bahan dengan dongkrak hidrolis.

c. Pemadatan getar, yaitu pemadatan yang menggunakan daya getaran

mesin vibrasi pada contoh tanah.

Dari ketiga metode pengujian tersebut, yang paling luas penggunaannya

adalah metode penumbukan dan dianggap sebagai penumbukan standar. Hal

tersebut disebabkan karena peralatannya yang cukup sederhana demikian juga

pelaksanaan pengujiannya (Sosrodarsono dan Takeda, 1976).

2. Konsistensi Tanah

Istilah konsistensi berhubungan dengan derajat adhesi antara partikel

tanah dan tahanan yang muncul guna melawan gaya yang cenderung berubah

atau meruntuhkan agregat tanah. Konsistensi tanah biasa dinyatakan dengan

batas cair dan batas plastis (disebut juga batas Atterberg).

Konsistensi tanah menunjukkan kekuatan daya kohesi butir-butir tanah

dan daya adhesi butir-butir tanah dengan benda lain (Hardjowigeno, 1987).

Atterberg (1991) dalam Sunggono (1984) memberikan cara untuk

menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan

(13)

13 a. Batas cair (liquit limit = LL), menyatakan kadar air minimum di mana tanah masih dapat mengalir di bawah beratnya atau kadar air tanah

pada batas antara keadaan cair ke keadaan plastis. Pengukuran batas

cair dilakukan dengan menggunakan metode standar.

b. Batas plastis (plastic limit = PL), menyatakan kadar air minimum di mana tanah masih dalam keadaan plastis atau kadar air minimum di

mana tanah dapat digulung-gulung sampai diameter 3.1 mm (1/8

inchi).

c. Indeks plastis (plasticity index = PI), menunjukkan kadar air tanah pada saat tanah dalam kondisi plastis.

Konsistensi tanah tergantung pada tekstur, jumlah koloid anorganik dan

organik, struktur serta kandungan air tanah. Dengan berkurangnya kandungan

air, umumnya tanah akan kehilangan sifat melekat (stickness) dan plastisitasnya sehingga dapat menjadi gembur (friable) dan lunak (soft) (Hakim et al., 1986). Nilai indeks plastisitas dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai indeks plastisitas (PI) dan jenis tanah

PI Sifat Jenis tanah Kohesi

0 Nonplastis Pasir Non kohesif

< 7 Plastisitas rendah Lanau Kohesif sebagian 7 – 17 Plastisitas sedang Lempung berlanau Kohesif

> 17 Plastisitas tinggi Lempung Kohesif Sumber: Hakim et al., 1986

3. Kuat Geser Tanah

Kekuatan geser tanah adalah salah satu kekuatan tanah yang diperlukan

untuk berbagai hal dalam perencanaan bangunan. Ada empat tipe keruntuhan

geser tanah yang dapat didefinisikan dalam pengertian tingkah laku

tegangan-regangan yaitu geser, tekanan, tegangan, dan aliran plastis. Bila tegangan

geser suatu tubuh tanah melebihi suatu titik kritis tertentu, maka tanah akan

runtuh (Gill dan Vandenberg, 1968 dalam Sutisna, 2006).

Parameter kuat geser tanah diperlukan untuk menganalisis daya dukung

tanah, stabilitas lereng, dan tegangan dorong untuk dinding penahan air.

Menurut Coulomb (1776) dalam Hardiyatmo (1992), ada dua proses mekanis

(14)

14 kohesinya. Total kekuatan geser adalah penjumlahan dari kedua komponen

tersebut yang dinyatakan pada persamaan berikut:

= c + tan θ...(1)

Metode yang sering digunakan untuk menentukan kekuatan geser tanah

antara lain uji geser langsung (direct sshear test), uji triaksial (triaksial test), uji tekan bebas (unconfined compression test), dan uji geser baling (vane shear test) (Sunggono, 1984).

Bowles (1989) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi nilai

kuat geser tanah antara lain:

a. Tekanan efektif atau tekanan antar butir.

b. Saling keterkuncian antar partikel jadi, partikel – partikel yang bersudut akan lebih saling terkunci dan memiliki kuat geser yang

lebih tinggi ( yang lebih besar ) daripada partikel – partikel yang bundar yang dijumpai pada tebing – tebing atau deposit – deposit glasial.

c. Kemampuan partikel atau kerapatan.

d. Sementasi partikel yang terjadi secara alamiah atau buatan.

e. Daya tarik antar partikel atau kohesi.

f. Kadar air tanah untuk tanah kohesif.

g. Kualitas contoh (berhubungan dengan gangguan, retakan, celah, dan

hal-hal yang serupa).

h. Metode pengujian yang dilakukan.

i. Pengaruh – pengaruh lainnya seperti kelembaban, temperatur, keterampilan operator, motivasi pekerja laboratorium, dan kondisi

(15)

15

D. Tanggul

Tanggul merupakan salah satu bentuk dari bendungan urugan homogen.

Dikatakan demikian karena tanggul mempunyai bahan pembuat dan bentuk

yang hampir sama dengan bendungan. Pembuatan tanggul merupakan salah

satu usaha dalam konservasi tanah dan air. Tanggul berfungsi untuk

melindungi daerah irigasi dari banjir yang disebabkan oleh sungai,

pembuangan yang besar atau laut (DPU, 1986).

DPU (1986) menyatakan bahwa rembesan terjadi apabila tubuh tanggul

harus mengatasi beda tinggi muka air dan jika aliran yang diakibatkannya

meresap ke dalam tanah di sekitar tanggul. Aliran ini mempunyai pengaruh

yang merusakkan stabilitas tanggul karena terangkutnya bahan – bahan halus dapat menyebabkan erosi bawah tanah. Jika erosi bawah tanah sudah terjadi,

maka terbentuk jalur rembesan antara bagian hulu dan bagian hilir tanggul.

Keadaan ini akan mengakibatkan kerusakan sebagai akibat terkikisnya tanah

pondasi. Apabila garis rembesan memotong lereng hilir suatu tanggul, maka

akan terjadi aliran-aliran filtrasi keluar menuju permukaan lereng tersebut dan

terlihat gejala keruntuhan atau longsoran kecil pada permukaan lereng hilir

(Sosrodarsono dan Takeda, 1977).

Dimensi tanggul menurut DPU (1986) adalah sebagai berikut:

a. Tinggi Tanggul (Hd)

Tinggi tanggul merupakan beda tinggi tegak antara puncak dan bagian

bawah dari pondasi tanggul. Permukaan pondasi adalah dasar dinding kedap

air atau dasar zona kedap air. Apabila pada tanggul tidak terdapat dinding

atau zona kedap air, maka yang dianggap permukaan pondasi adalah garis

perpotongan antara bidang vertikal yang melalui tepi hulu mercu tanggul

dengan permukaan pondasi alas tanggul tersebut. Mercu adalah bidang teratas

dari suatu tanggul yang tidak dilalui oleh luapan air dari saluran.

b. Tinggi Jagaan (Hf)

Tinggi jagaan merupakan perbedaan antara elevasi permukaan

maksimum rencana air dalam saluran dengan elevasi mercu tanggul. Elevasi

(16)

16 saluran. Elevasi permukaan air maksimum rencana adalah elevasi yang paling

tinggi yang diperkirakan akan dicapai oleh permukaan air saluran tersebut.

c. Kemiringan Lereng (Talud)

Kemiringan rata-rata lereng tanggul (hulu dan hilir) adalah

perbandingan antara panjang garis vertikal yang melalui puncak dan panjang

garis horizontal yang melalui tumit masing-masing lereng tersebut. Crag

(1991) menyatakan bahwa kemiringan saluran biasanya ditentukan oleh

keadaan topografi. Dalam berbagai hal, kemiringan ini dapat pula tergantung

kegunaan saluran, misalnya saluran irigasi, persediaan air minum, dan proyek

pembangkit. Pada Tabel 5 memuat kemiringan talud yang dapat dipakai pada

berbagai jenis bahan urugan.

Tabel 5. Kemiringan talud untuk tinggi maksimum 10 m

Bahan Urugan

Kemiringan lereng Vertikal : Horizontal

Hulu Hilir

Urugan homogen 1 : 3.00 1 : 2.25

Urugan batu dengan inti liat atau dinding diafragma 1 : 1.50 1 : 1.25

Kerikil-kerikil dengan inti liat atau dinding diafragma 1 : 2.50 1 : 1.75 Sumber: DPU (1994)

Sekelompok garis aliran dan garis ekuipotensial disebut dengan jaring

arus. Suatu garis ekupotensial adalah garis – garis yang mempunyai tinggi tekanan yang sama (h konstan). Kemiringan garis equipotensial adalah tegak

lurus terhadap garis aliran. Pada tanah yang seragam hal ini selalu benar,

sehingga rembesan air di dalam tanah dapat digambarkan sebagai deretan

garis equipotensial dan deretan garis aliran yang saling berpotongan secara

tegak lurus. Gambar 5 merupakan contoh jaringan aliran dalam tubuh tanggul

(17)

17 Gambar 5. Jaringan aliran dalam tubuh tanggul

E. Stabilitas Lereng

Stabilitas atau kemantapan lereng dipengaruhi oleh gaya penggerak dan

gaya penahan yang ada pada lereng tersebut. Gaya penggerak adalah gaya

yang mempercepat terjadinya longsor pada lereng, sedangkan gaya penahan

adalah gaya yang mempertahankan kemantapan dari suatu lereng. Jika gaya

penahan lebih besar daripada gaya penggerak, maka lereng tersebut tidak akan

mengalami gangguan atau dapat dikatakan bahwa lereng tersebut mantap

(Das, 1998).

Secara alamiah, tanah atau lereng umumnya berada pada keseimbangan

terhadap gaya-gaya yang bekerja. Apabila ada sesuatu hal yang

mengakibatkan perubahan keseimbangan, maka tanah atau lereng akan

berusaha untuk mencapai keseimbangan baru dengan cara degradasi atau

pengurangan beban, terutama dalam bentuk longsoran atau gerakan lain

sampai tercapai keseimbangan baru. Gaya-gaya gravitasi dan rembesan

(seepage) cenderung menyebabkan ketidakstabilan (instability) pada lereng alami, pada lereng yang dibentuk dengan cara penggalian, dan pada lereng

tanggul serta bendungan tanah (Craig, 1991).

Cara yang digunakan untuk menghitung kemantapan lereng adalah suatu “limit equilibrium method” (cara keseimbangan batas), yaitu kita hitung

(18)

18 dan kita bandingkan dengan kekuatan geser yang ada. Dari perbandingan ini

kita mendapatkan fator keamanan.

Pada permulaan kita anggap bahwa akan terjadi kelongsoran pada suatu

bidang gelincir tertentu, dan kita hitung gaya atau momen yang mencoba

menyebabkan kelongsoran pada bidang tersebut akibat berat tanah. Ini disebut

gaya penggerak (sliding force) atau momen penggerak (turning moment). Selanjutnya dihitung gaya atau momen yang melawan kelongsoran akibat

kekuatan geser tanah yang biasa di sebut momen melawan (resisting moment). Dengan menggabungkan kedua kedua momen ini kita dapat menentukan

faktor keamanan terhadap kelongsoran pada bidang geser yang bersangkutan

(Wesley, 1973).

Gambar 6. Metode irisan

Pada Gambar 6 ditinjau lereng dan bidang gelincirnya. Untuk melakukan

perhitungan biasanya lereng perlu di bagi dalam beberapa segmen agar

ketidakseragaman tanah dapat diperhitungkan dan gaya normal pada bidang

(19)

19

Momen penggerak segmen (Wesley, 1973) = Wx...(2)

Momen penggerak seluruhnya diperoleh dengan menjumlahkan momen dari setiap segmen. Momen penggerak seluruhnya = Σ Wx...(3)

= Σ W Rsin α...(4)

Faktor keamanan (Fs) adalah perbandingan antara kekuatan geser yang ada dengan kekuatan geser yang diperlukan untuk mempertahankan kemantapan. Jika kekuatan geser = , maka kekuatan geser untuk mempertahankan kemantapan = S/Fs (Wesley, 1973). Jika S adalah gaya pada dasar segmen, maka: S = ( l)/Fs...(5)

Sehingga momen melawan segmen = (( l)/ Fs)/ R...(6)

Momen melawan seluruhnya = Σ ( l/ Fs) R...(7)

= (R/ Fs) Σ l...(8)

Dengan persamaan momen (4) dan (8), maka R Σ W sin α = (R/ Fs) Σ l ...(9) Α = Sudut yang terbentuk antara titik tengah dasar irisan dengan garis vertikal dari titik pengamatan (º) R = Jari – jari busur lingkaran (cm) x = Jarak horisontal segmen terhadap titik acuan Pada cara Fellenius, besarnya P (gaya normal) ditentukan dengan menguraikan gaya – gaya lain dalam arah garis bekerja P, yaitu: P = (W + xn– xn+1) cos α – ( En– En+1) sin α...(11)

(20)

20 maka, Fs= Σ (c'l + (W cos α – ul) tan θ))...(13)

Tekanan air pori (u) akan dihitung jika terjadi pembasahan (air merembes).

Pada cara Fellenius dianggap bahwa resultan gaya pada batas vertikal segmen

bekerja dalam arah sejajar dengan dasar segmen.

Pada cara Bishop besarnya P diperoleh dengan menguraikan gaya – gaya lain pada arah vertikal, yaitu:

-– )sinα–ulcos α....(14)

Maka,

(P – ul) = – …....….………..(15)

Pada cara Bishop, nilai – dianggap sama dengan nol, sehingga:

P – ul = W – l

)

………..(16)

maka dengan mensubtitusikan l = b sec α

Fs =

)

……….(17)

Dengan kata lain, pada cara Bishop dianggap bahwa resultan gaya – gaya pada batas vertikal segmen bekerja pada arah horisontal. Dengan

anggapan ini, karena faktor keamanan pada setiap segmen dijadikan sama,

maka besarnya (En– En+1) menjadi tentu, sehingga P dapat diketahui.

Nilai Fs pada persamaan (17) terdapat di kedua sisinya yaitu di kanan

dan di kiri. Oleh karena itu, untuk menghitung besarnya Fs harus dipakai cara

iterasi (ulangan), yaitu di ambil nilai Fs sebagai percobaan. Nilai Fs yang

diperoleh kemudian dimasukkan di bagian sebelah kanan pada persamaan (17)

dan dilakukan perhitungsn dengan nilai Fs yang didapatkan dari perhitungan

sebelumnya. Biasanya perhitungan ini hanya diulang sebanyak dua kali.

Nilai Fs yang diperoleh dengan cara Fellenius selalu lebih kecil daripada

nilai yang diperoleh dengan cara Bishop. Selisih antara keduanya banyak

dipengaruhi oleh faktor besarnya tegangan air pori dan besarnya . Makin

besar tegangan air pori dan , maka makin besar selisih antara faktor

(21)

21

F. Program GEO-SLOPE

Geo-slope adalah suatu program dalam bidang geoteknik dan modeling geo-environment yang dibuat oleh Geo-slope Internasional, Kanada pada tahun 2002. Program Geo-slope ini sendiri terdiri dari Slope/W, Seep/W,

Sigma/W, Quake/W, Temp/W dan Ctran/W yang mana satu sama lainnya saling berhubungan sehingga dapat dianalisa dalam berbagai jenis

permasalahan dengan memilih jenis program yang sesuai untuk tiap – tiap masalah yang berbeda (http://www.geoslope.com). Pengertian untuk tiap

program tersebut:

1. Slope/W adalah suatu software untuk menghitung faktor keamanan dan stabilitas lereng.

2. Seep/W adalah suatu software untuk meneliti rembesan bawah tanah. 3. Sigma/W adalah suatu software untuk menganalisa tekanan geoteknik dan

masalah deformasi.

4. Quake/W adalah suatu software untuk menganalisa gempa bumi yang berpengaruh terhadap perilaku tanggul, lahan, kemiringan lereng.

5. Temp/W adalah suatu software untuk menganalisa masalah geotermal. 6. Ctran/W adalah suatu software yang dapat digunakan bersama dengan

Seep/W untuk model pengangkutan zat – zat pencemar.

Slope/W adalah program yang memiliki kualitas ketajaman gambar 32-bit, software gratis yang beroperasi di bawah Microsoft Windows. Dengan lingkungan aplikasi windows yang sangat dikenal banyak orang dengan konsep yang simple dan dinamis, maka dimungkinkan setiap orang dengan mudah belajar dan menggunakan Slope/W baik secara tutorial maupun aplikatif (http://www.geo-slope.com, 2004).

Slope/W merupakan suatu software yang menggunakan teori keseimbangan batas (limit equilibrium theory) yang digunakan dalam menganalisa stabilitaas lereng dan menghitung nilai faktor keamanan tanggul.

Perumusan Slope/W yang menyeluruh membuat program ini memungkinkan dengan mudah meneliti permasalahan stabilitas lereng, baik yang sederhana

maupun yang kompleks dengan menggunakan berbagai metode untuk

(22)

22 menganalisis dan mendesain pada bidang geoteknik, sipil, hidrogeologika, dan

proyek pembangunan bendung.

Secara umum, metode analisis stabilitas lereng yang digunakan dalam

Slope/W mengikuti beberapa metode yang ada, diantaranya metode Ordinary (Fellenius), metode Bishop, metode Janbu, metode Spencer, metode

Morgenstern-Price, metode Crops of Engineering, metode Lowe-Karafiath, metode keseimbangan batas, dan metode tekanan terbatas. Slope/W

merupakan perumusan yang menggabungkan dua persamaan faktor keamanan

yaitu gaya keseimbangan dan momen irisan. Berdasarkan pemakaian

persamaan gaya antar irisan, faktor keamanan untuk semua metode dapat

ditentukan dengan menggunakan dua persamaan tersebut. Slope/W terintegrasi dengan Seep/W, Vadose/W, Sigma/W, dan Quake/W. Sebagai contoh, untuk menentukan faktor keamanan suatu lereng yang dipengaruhi oleh adanya

tekanan air pori, analisis stabilitas dapat menggunakan data hasil perhitungan

Seep/W.

Dari hasil akhir program Slope/W dapat diketahui besar nilai faktor keamanan suatu lereng dan mengetahui kondisi stabilitas lereng yang ada,

sehingga diharapkan dapat menyelesaikan masalah-masalah geoteknik yang

berhubungan dengan kestabilan tanah atau lereng, terutama pada bidang

(23)

23

III.

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisika - Mekanika Tanah

dan Laboratorium Hidrolika Departemen Teknik Pertanian, Fakultas

Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan

pada Mei – Agustus 2009.

B. Bahan dan Alat

1. Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini :

a. Contoh tanah Gleisol yang berasal dari daerah Kebon Duren, Depok.

b. Acrylic, lem, pipa, selang, besi siku dan bambu untuk membuat kotak model

c. Air destilasi, larutan H2O2, dan sodium silikat

2. Alat

j. Kotak tumbuk manual

k. Cawan

l. Sendok pengaduk

m. Gelas ukur

n. Stopwatch

o. Alat uji kuat geser tanah

p. Proctor

q. Desikator

r. Komputer

C. Metode Pelaksanaan

1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tahapan yang sama dengan penelitian

terdahulu, tetapi pada penelitian ini tidak menggunakan drainase. Tahapan

(24)

24 Gambar 7. Diagram alir penelitian

ya

tidak

tidak

ya

Program Geo-slope

(Slope/W)

Selesai

Pembongkaran model tanggul

Pengeringan tanah Pengambilan foto dan pengukuran debit rembesan

Model tanggul dialiri air Pembuatan model tanggul

Uji Kuat geser dan Permeabilitas

Nilai c dan

Analisis stabilitas lereng Uji tumbuk manual

RC > 90 %

Pengukuran konsistensi tanah

Uji pemadatan standar Mulai

Pengambilan contoh tanah lalu dikeringudarakan

Pengukuran sifat fisik tanah

(25)

25

2. Pengambilan contoh tanah

Contoh tanah yang diambil dikategorikan menjadi contoh tanah

terganggu dan tidak terganggu. Untuk bahan timbunan model tanggul

digunakan contoh tanah tidak utuh (terganggu). Contoh tanah tersebut diambil

dengan menggunakan cangkul pada kedalaman 20-40 cm, kemudian tanah

dikeringudarakan agar kadar airnya berkurang sehingga memudahkan dalam

pengayakan. Tanah yang kering selanjutnya disaring dengan menggunakan

saringan 4760 µm yang sesuai dengan uji pemadatan standar JIS A 1210

-1980. Setelah disaring kadar air tanah di ukur. Jika kadar air tanah telah

mencapai kadar air optimum, tanah dimasukkan ke dalam kantong plastik dan

ditutup rapat. Jika kadar air tanah kurang dari kadar air optimum, maka

dilakukan penambahan air dengan menggunakan penyemprot air.

3. Pengukuran Kadar Air

Pengukuran kadar air pada contoh tanah dilakukan dengan metode

gravimetrik atau dengan menggunakan metode JIS A 1203-1978. Kadar air

tanah secara gravimetrik dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Kalsim

dan Sapei, 2003):

4. Analisis ukuran partikel

Analisis ukuran partikel dilakukan untuk menentukan sebaran ukuran

setiap butir partikel tanah. Sebaran ukuran partikel ditentukan oleh variasi

diameter partikel dan persentase berat setiap fraksi terhadap berat total.

Metode yang digunakan untuk analisis ukuran partikel adalah metode

yang merupakan standar JIS A 1204 -1980. Tanah yang lolos saringan 2000

µm (2 mm) diukur kadar air dan konstanta hydrometernya. Dalam pengukuran konstanta hydrometer, tanah ditambahkan larutan H2O2 6% sebanyak 100 ml

(26)

26

ditambahkan air destilasi sebanyak 100 ml. Larutan didiamkan selama ±18

jam, kemudian dipindahkan ke wadah pengaduk (stirer), lalu ditambahkan larutan sodium silikat 5% sebanyak 20 ml dan air destilasi sampai ¾ bagian

wadah. Tanah diaduk selama 10 menit, kemudian dipindahkan ke dalam gelas

ukur yang berukuran 1000 ml. Pembacaan hydrometer dilakukan pada selang waktu 0.5, 1, 2, 5, 15, 30, 60, 240, dan 1440 menit.

Dari pembacaan hydrometer diketahui diameter dan persentase fraksi tanah yang digambarkan pada grafik semilog. Dari hasil grafik yang diperoleh

dapat diketahui nilai tekstur tanah tersebut. Peralatan untuk analisis ukuran

partikel dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Alat dan bahan analisis ukuran partikel

5. Kerapatan isi tanah (Bulk Density)

Pengukuran berat isi dilakukan pada contoh tanah utuh di mana berat isi

merupakan berat tanah kering oven yang terdapat dalam volume tanah utuh.

Perhitungan berat isi menggunakan persamaan berikut (Sunggono, 1984):

di mana:

(27)

27

Wb = berat tanah basah (g) V = volume tanah (cm3)

w = kadar air (%)

Pada uji pemadatan, nilai berat isi kering maksimum dari beberapa

selang kadar air merupakan tingkat kepadatan maksimum dari suatu

pemadatan. Kadar air pada berat isi maksimum tersebut merupakan kadar air

optimum dari suatu pemadatan.

6. Pengujian Konsistensi Tanah

d. Batas cair (liquit limit = LL)

Pengujian batas cair dilakukan dengan cara meletakkan contoh tanah

yang sudah disaring ke permukaan gelas, kemudian ditambahkan air destilasi

dan diaduk sehingga membentuk pasta. Pasta tanah dimasukkan ke dalam

mangkuk, kemudian dibuat goresan sampai mengenai bagian bawah dari

mangkuk. Alat penentu batas cair diputar dengan kecepatan tertentu sampai

goresan pada tanah bertemu dan dihitung jumlah ketukannya. Pengukuran

kadar air dilakukan secara gravimetrik dengan mengambil sedikit contoh

tanah dari mangkuk. Jika kadar air telah diketahui, maka dibuat suatu grafik

kadar air terhadap banyaknya ketukan. Batas cair yang didapatkan adalah

kadar air dengan jumlah ketukan sebanyak 17.

e. Batas plastis (plastic limit = PL)

Metode pengukuran yang digunakan untuk penentuan batas plastis

adalah metode standar JIS A 1206-1970. Jika tanah yang telah

digulung-gulungkan telah mencapai diameter tersebut dan tidak pecah, pekerjaan

diulang dengan menambahkan sedikit tanah kering. Jika diameter tanah

kurang dari 3 mm dan pecah, maka pekerjaan dihentikan dan tanah diukur

kadar airnya. Nilai kadar air tanah yang didapatkan merupakan batas plastis

tanah yang dicari.

f. Indeks plastis (plasticity index = PI)

Indeks plastis menunjukkan nilai kadar air tanah pada saat tanah dalam

kondisi plastis. Jika tanah mempunyai interval kadar air yang kecil di daerah

plastis, maka tanah itu disebut tanah kurus. Sebaliknya, jika tanah mempunyai

(28)

28

diplotkan dalam grafik plastisitas untuk klasifikasi tanah yang diuji. Sistem

klasifikasi yang digunakan adalah Sistem Klasifikasi Tanah Unified (Unified Soil Classification System). Indeks plastisitas dinyatakan dengan rumus:

PL LL

PI ...(22)

7. Uji tumbuk manual

Tanah yang merupakan bahan timbunan tanggul dipadatkan dengan

menggunakan alat tumbuk manual yang mempunyai berat, tinggi jatuh,

jumlah tumbukan, jumlah lapisan, dan energi serta frekuensi penumbukan

yang telah diperhitungkan sehingga jumlah tumbukan (besar energi yang

diberikan) akan menunjukkan kepadatan maksimum dan kadar air optimum

tanah. Jumlah energi yang diberikan pada saat melaksanakan pemadatan

tanah dapat dihitung menggunakan persamaan berikut (Proctor, 1933 dalam

Bowles, 1989):

N = jumlah penumbukan pada setiap lapisan

L = jumlah lapisan

V = volume cetakan ( m3)

Pengujian tumbuk manual dilakukan untuk menentukan nilai ρd dari pemadatan di lapangan, yaitu pada proses pembuatan tanggul. σilai ρd

dihitung dengan persamaan kepadatan relatif (RC) yang didefinisikan sebagai

berikut (Bowles, 1989):

di mana:

RC = Kepadatan relatif (%)

(29)

29

Uji pemadatan dilakukan dengan menggunakan alat pemadat (tumbuk)

manual seperti pada Gambar 10. Perhitungan untuk pemadatan tanah meliputi

(Bowles, 1989):

a. Berat isi basah (ρt)

b. Berat isi kering (ρd)

c. Berat isi jenuh (ρdsat)

di mana:

m1 = berat cetakan dan piringan dasar (g)

m2 = berat tanah padat, cetakan dan piringan dasar (g) v = kapasitas cetakan (m3)

Gs = berat jenis tanah (g/cm3)

w = kadar air (%)

(30)

30

ρdsat = kerapatan isi kering jenuh tanah (g/m3)

Tabel 6. Spesifikasi uji tumbuk manual

(a) (b)

Gambar 10. Kotak tumbuk manual (a) dan penumbuk (b)

8. Pembuatan model tanggul

Model dalam istilah teknologi adalah representasi suatu masalah dalam

bentuk yang lebih sederhana sehingga lebih jelas dan mudah dikerjakan.

Model yang baik cukup mengandung bagian-bagian yang perlu saja.

Menurut Hutabarat dan Budi, 2009, bentuk model dapat dinyatakan

dalam beberapa jenis, yaitu :

Model Ikonik: Model ikonik memberikan visualisasi atau peragaan dari permasalahan yang ditinjau. Dapat berupa foto udara, maket,

grafik dan pie chart.

Model Analog: Model analog didasarkan pada keserupaan gejala yang ditunjukkan oleh masalah dan dimiliki oleh model. Misalnya modelisasi

Elemen Satuan Nilai

Berat Rammer kg 2.05

Tinggi jatuhan m 0.3

Saringan µm 4760

Tanah yang

dicetak

Panjang m 0.4

Lebar m 0.3

Tinggi m 0.1

(31)

31

masalah lalu lintas disuatu kota dengan simulator rangkaian listrik dengan

menganalogikan arus lalu lintas terhadap arus listrik. Contoh lainnya adalah

dengan menganalogikan gelombang suara terhadap gelombang permukaan air,

sehingga karakteristik suara (akustik) dalam suatu ruangan auditorium dapat

dipelajari dengan membuat model ruangannya dan merapatkannya dalam bak

dangkal berisi air yang digetarkan.

Model Matematik/Simbolik: Model matematik/simbolik menyatakan secara kuantitatif persamaan matematik yang mewakili suatu

masalah. Model matematik merupakan bahasa yang eksak, memberikan hasil

kualitatif, dan mempunyai aturan (rumus, cara pengerjaan) yang

memungkinkan pengembangannya lebih lanjut.

Pembuatan model matematik diawali dengan pengamatan dan

pendefinisian masalah yang biasanya dibantu bila dibuat terlebih dahulu

model ikoniknya. Kemudian memilihkan persamaan matematik yang

mewakili masalahnya, baru setelah itu menarik interpretasi dan membahas

lebih lanjut.

dengan jenis tanahnya (Hutabarat dan Budi, 2009).

Pemadatan tanah dilakukan dengan menggunakan penumbuk (rammer) dengan jumlah tumbukan, jumlah lapisan, dan tinggi jatuhan berdasarkan uji

tumbuk manual. Jumlah tumbukan tiap lapisan didapatkan dengan persamaan:

di mana :

Nmodel = Jumlah tumbukan tiap lapisan pada model tanggul

Nt = Jumlah tumbukan tiap lapisan pada uji tumbuk manual Ll = Luas setiap lapisan pada model tanggul (cm2)

(32)

32 Model tanggul dibuat dalam kotak model tanggul dengan ukuran seperti

pada Tabel 7. Dimensi model tanggul yang dibuat adalah 1 : 12 dari ukuran

tanggul sebenarnya di lapangan.

Tabel 7. Dimensi tanggul

Dimensi Ukuran

lapangan Model

H (tinggi muka air), cm 150 12.5

Hf (tinggi jagaan), cm 60 5.0

Hd (tinggi tanggul), cm 210 17.5

B (lebar puncak), cm 150 12.5

L (lebar bawah), cm 1680 140.0

Hp (tinggi muka air dari

dasar tanggul), cm

180 15.0

Kemiringan 1/3 1/3

Sumber : DPU, 1986

Gambar 11. Model tanggul 9. Pengaliran Air pada kotak model

Pengaliran air pada model tanggul sesuai debit yang telah ditentukan.

Air dimasukkan ke bak terbuka dengan menggunakan pompa dan dari bak

tersebut air dialirkan ke kotak model secara gravitasi. Kelebihan air pada tubuh

(33)

33

a. Pengambilan foto rembesan untuk mengetahui pola rembesan yang

terjadi pada tubuh tanggul. Pengambilan foto dilakukan setiap 3

menit.

b. Pengukuran debit keluar (outlet) dilakukan setelah pengaliran air ke kotak model, sedangkan debit yang masuk (inlet) diukur sebelum air dialirkan ke tubuh tanggul dengan tiga kali ulangan. Pengukuran

debit outlet dimulai ketika air keluar dari outlet. Pengukuran dilakukan sampai debit air konstan.

10.Pembongkaran model tanggul

Setelah pengaliran selesai, model tanggul dibiarkan terlebih dahulu

selama beberapa waktu agar air sisa pengaliran keluar melalui outlet. Setelah itu, sampel tanah diambil untuk selanjutnya dilakukan pengujian permeabilitas

dan kuat geser tanah.

a. Uji permeabilitas

Permeabilitas adalah kemampuan fluida untuk mengalir melalui medium berpori. Pengujian permeabilitas menggunakan metode ”falling head”. Untuk mendapatkan koefisien permeabilitas tanah dengan metode ini digunakan

persamaan sebagai berikut (Kalsim dan Sapei, 2003):

KT = ...(29)

di mana:

KT = koefisien permeabilitas tanah pada suhu standar (cm/detik) a = luas permukaan pipa gelas (cm2)

l = panjang contoh tanah (cm)

A = luas permukaan contoh tanah (cm2)

T = waktu (detik)

h1 = tinggi miniskus atas (cm) h2 = tinggi miniskus bawah (cm)

Permeabilitas pada suhu standar (T = 20ºC) diperoleh dengan

menggunakan rumus sebagai berikut (Kalsim dan Sapei, 2003):

di mana:

(34)

34

Gambar 12. Falling head permeameter

b. Uji kuat geser

Pengujian kuat geser tanah dilakukan dengan menggunakan uji kuat

geser langsung dengan peralatan seperti pada Gambar 13. Pengujian yang

dilakukan pada kondisi sebelum pengaliran air (uji tumbuk manual) dan

setelah tubuh model tanggul dialiri. Nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam ( )

didapatkan dari pengulangan dengan menggunakan bahan atau tegangan

normal kuat geser yaitu 0.5 kgf, 1.0 kgf, dan 1.5 kgf.

Gambar 13. Alat uji kuat geser langsung

Tegangan geser maksimum didapatkan dengan persamaan (Wesley,

(35)

35 di mana :

maks = Tegangan geser maksimum (kgf/ cm

2

)

k = Konstanta ring (0.2693)

R = Nilai pada dial gauge A = Luas ring contoh (cm2)

Setelah nilai tegangan maksimum didapatkan, kemudian nilai c dan dihitung dengan menggunakan persamaan (1).

11. Analisis Stabilitas Lereng dengan menggunakan program Geo-Slope

Untuk melakukan analisis tingkat kestabilan lereng digunakan software

yang merupakan bagian dari program Geo-Slope yaitu Slope/W. Perhitungan dilakukan pada kondisi model tanggul sebelum dialiri dan setelah dialiri.

Metode yang digunakan untuk analisis stabilitas lereng adalah metode Bishop

atau metode irisan. Contoh tanah yang diambil untuk kondisi tanpa aliran

merupakan contoh tanah dari hasil uji tumbuk manual dengan asumsi bahwa

nilai RC pada uji tumbuk sama dengan model tanggul.

Pada kondisi ada aliran perhitungan dilakukan dengan menggunakan

data Seep/W yang diperoleh dari perhitungan debit rembesan. Perhitungan ini dilakukan karena diasumsikan adanya pengaruh tekanan air pori. Parameter

yang dimasukkan dalam perhitungan adalah nilai kohesi (c) dan sudut geser

(36)

46

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sifat Fisik Tanah

1. Sifat fisik tanah gleisol

Sifat fisik tanah berhubungan dengan kondisi asli tanah dan dapat

menentukan jenis tanah. Pada penelitian ini digunakan tanah gleisol, Kebon

Duren, Depok yang terletak pada 106º49'13.7'' BT dan 06º26'55.1' LS dengan

kedalaman 20- 40 cm. Sifat-sifat fisik dan mekanik dari tanah gleisol dapat

dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Sifat-sifat fisik Tanah gleisol, Kebon Duren, Depok

Sifat Fisik Nilai

Kadar air tanah lapang (%) 15.09

Berat isi kering (g/cm3) 1.21

Fraksi Liat (%) 45.00

Debu (%) 30.83

Pasir (%) 24.17

Berat jenis tanah (Gs) 2.69

Permeabilitas (cm/jam) 1.94

Angka pori (e) 1.66

Porositas (n) 0.62

Berdasarkan sistem USDA, tanah gleisol termasuk dalam kelas tanah

liat (clay) dengan komposisi liat sebesar 45 %, debu 30.83%, dan pasir 24.17% (Gambar 14).

(37)

37

2. Uji tekstur tanah

Pengujian tekstur tanah dilakukan pada tanah yang lolos saringan 2 mm

dengan menggunakan metode hydrometer. Uji tekstur ini dilakukan untuk membuktikan bahwa komposisi tekstur liat tanah gleisol lebih besar daripada

komposisi liat tanah latosol yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya

di mana liat tanah gleisol sebesar 45 %, sedangkan tanah latosol hanya 27.49

%. Hasil uji tekstur tanah dapat dilihat pada Gambar 15 dan Lampiran 3.

Gambar 15. Kurva distribusi ukuran partikel

3. Permeabilitas tanah

Pada pengujian permeabilitas dengan menggunakan metode falling head

diperoleh nilai permeabilitas model tanggul sebesar 3.62 x 10-5 cm/detik. Berdasarkan klasifikasi permeabilitas tanah menurut Sitorus (1980), maka

permeabilitas untuk jenis tanah gleisol digolongkan ke dalam kelas rendah.

Tanah liat yang memiliki nilai permeabilitas besar akan semakin mudah untuk

menyerap air sehingga air yang terkandung dalam tubuh model tanggul akan

semakin besar karena sifat dari tanah jenis liat tersebut sukar untuk

meloloskan air. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, terdapat

perbedaan nilai yang dihasilkan karena jenis tanah, nilai RC, jumlah

tumbukan, dan spesifikasi alat yang digunakan berbeda. Perbandingan nilai

RC, permeabilitas, dan jumlah tumbukan dapat diihat pada Tabel 9 dan

(38)

38 Tabel 9. Perbandingan nilai RC, permeabilitas, dan jumlah tumbukan

Ket: * Suherman (2004) ** Sutisna (2006) *** Kurniasari (2007)

Pada Tabel 9 terdapat perbedaan nilai RC yang pertama dan kedua

dikarenakan adanya perbedaan jumlah tumbukan yang dilakukan pada uji

tumbuk manual, sedangkan spesifikasi alat yang digunakan sama. Untuk yang

ketiga dan keempat, nilai RCnya berbeda karena dipengaruhi oleh jumlah

tumbukan, tinggi jatuhan rammer, dan spesifikasi alat yang digunakan berbeda.

B. Sifat Mekanik Tanah

1. Pemadatan tanah

Pada uji tumbuk manual dilakukan 3 kali ulangan dengan 3 lapisan pada

setiap ulangan. Tabel 10 memperlihatkan hasil uji tumbuk manual dengan

jumlah tumbukan dan tinggi jatuhan yang berbeda.

Berdasarkan uji tumbuk manual, maka spesifikasi yang digunakan untuk

proses pemadatan model tanggul adalah sebagai berikut:

(39)

39 Tabel 10. Hasil pengujian tumbuk manual

Tumbukan

Jumlah tumbukan yang diberikan untuk setiap lapisan tanah disesuaikan

dengan luas lapisan yang akan dipadatkan. Semakin luas permukaan lapisan

maka jumlah tumbukan yang akan diberikan semakin besar, seperti yang

terlihat pada Tabel 11. Perhitungan jumlah tumbukan dapat dilihat pada

Lampiran 11.

Tabel 11. Jumlah tumbukan tiap lapisan

Nilai energi pemadatan pada tinggi jatuhan 20 cm dan dengan 300

tumbukan sebesar 301.66 kJ/m3 dan nilai RC 90.11%, sedangkan pada tinggi jatuhan 20 cm dan dengan 350 tumbukan sebesar 351.93 kJ/m3 dan RC 90.97%. Besarnya energi pemadatan pada tinggi jatuhan 30 cm dan dengan

160 tumbukan serta nilai RC 90.60% adalah 241.33 kJ/m3. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai RC maka energi pemadatan

juga akan semakin besar dan meningkatkan nilai berat isi keringnya. Akan

tetapi dengan menambah tinggi jatuhan rammer akan mengurangi nilai energi pemadatan dan jumlah tumbukan.

(40)

40 Debit aliran air yang diberikan pada model tanggul adalah 315000

ml/jam. Secara umum, debit aliran masuk (Qin) untuk setiap ulangan dapat

dilihat pada Tabel 12. Selama pengaliran dilakukan pengambilan foto pada

model tanggul setiap 3 menit sekali.Pengambilan foto rembesan dapat dilihat

pada lampiran 7.

Tabel 12. Debit inlet model tanggul tanggul Qin

Pengaliran akan dihentikan jika debit outlet mencapai konstan. Pada setiap model tanggul debit outlet konstan sebesar 2020 ml/jam, 1114.67 ml/jam, dan 1816 ml/jam. Perubahan debit outlet lebih jelas terlihat pada Gambar 16 dan Tabel 13.

Gambar 16. Perubahan debit outlet pada setiap model tanggul

Tabel 13. Debit outlet model tanggul

Ulang t Volume (ml) Qoutput (ml/jam)

an (det) Tanggul1 Tanggul2 Tanggul3 Tanggul1 Tanggul2 Tanggul3

1 300 168 112 170 2016 1344.00 2040.00

(41)

41 Dari tabel 13, pengukuran debit dilakukan sebanyak 6 dan 9 kali dengan

volume tampungan yang berbeda-beda. Cara ini sedikit berbeda dengan

penelitian sebelumnya yang nenetapkan nilai volume tampungan sebanyak

150 ml. Debit puncak dari ketiga model tanggul selalu ada pada menit ke-5.

Hal ini terjadi karena pada saat air keluar di bagian hilir, air terlebih dahulu

tertampung di sekitar pipa outlet sehingga air yang dikeluarkan menjadi lebih banyak.

4. Konsistensi tanah

Pengujian konsistensi tanah terdiri dari uji batas cair, uji batas plastis,

dan penentuan indeks plastisitas. Hubungan antara batas cair dan indeks

plastisitas dapat digunakan dalam klasifikasi tanah. Pengujian konsistensi

tanah gleisol dilakukan untuk mengetahui klasifikasi dari tanah tersebut. Pada

Tabel 14 disajikan hasil uji konsistensi tanah gleisol.

Tabel 14. Hasil uji konsistensi tanah gleisol

No

(42)

42 Berdasarkan klasifikasi tanah sistem Unified Soil Classification (USC), tanah gleisol dapat digolongkan ke dalam kelas MH yaitu tanah yang

memiliki kandungan lempung dan plastisitas yang tinggi.

5. Kuat geser tanah

Untuk pengujian dengan uji kuat geser langsung (direct shear) tegangan normal yang digunakan adalah 0.5 kgf/cm2, 1.0 kgf/cm2, dan 1.5 kgf/cm2. Nilai kohesi (c) dan sudut gesek ( ) dari pengujian kuat geser langsung

disajikan pada Tabel 15. Grafik kuat geser model tanggul tanpa pengaliran

dan grafik kuat geser untuk model tanggul yang dialiri air dapat dilihat pada

Gambar 18, sedangkan untuk hasil langsung uji kuat geser dapat dilihat pada

Gambar 19.

Tabel 15. Hasil uji kuat geser langsung pada uji tumbuk manual dan model tanggul

Parameter Tanpa aliran Setelah pengaliran

Kohesi (c), kgf/cm2 0.32 0.08

Sudut gesek dalam (Φ), º 32.21 19.29

Kadar air (%) 36.39 46.59

Gambar 18. Grafik kuat geser pada model tanggul sebelum dialiri setelah dialiri 0.00

0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60

(43)

43 Gambar 19. Hasil langsung uji kuat geser

Pada model tanggul sebelum dialiri diasumsikan sama dengan uji tumbuk manual. σilai c dan pada uji tumbuk manual sebesar 0.32 kgf/cm2 dan 32.21º dengan kadar air optimum sebesar 36.39 %, sedangkan nilai c dan

pada model tanggul yang dialiri sebesar 0.08 kgf/cm2 dan 19.29º dengan kadar air optimum 46.59 %.

Perbedaan nilai kuat geser pada model tanggul sebelum dialiri dengan

model tanggul setelah dialiri disebabkan karena pada model tanggul sebelum

dialiri memiliki tingkat kepadatan yang tinggi dengan kadar air optimum,

sedangkan pada model tanggul setelah dialiri kadar air tanah mencapai

maksimum yang mengakibatkan terjadi penurunan kepadatan. Perhitungan

kuat geser secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6.

C. Analisis Stabilitas Lereng

Tingkat kestabilan suatu lereng model tanggul didasarkan pada

besarnya nilai faktor keamanan (Fs) lereng model tanggul tersebut. Nilai Fs

yang diambil adalah yang paling rendah dengan tujuan mengurangi resiko

paling buruk yang akan terjadi pada model tanggul. Pada penelitian ini,

perhitungan stabilitas lereng dilakukan dengan menggunakan software Geo-slope landslide Slope/W. Perhitungan dilakukan dengan metode keseimbangan batas dengan menggunakan metode Bishop atau yang lebih

(44)

44 kondisi yaitu pada kondisi tanpa aliran (undrained) dan pada kondisi ada aliran (drained).

Pada kondisi tanpa aliran (undrained), model tanggul diasumsikan tidak dialiri air sehingga model tanggul tidak mendapatkan tekanan air pori

(u = 0). Nilai Fs model tanggul pada kondisi tanpa aliran diasumsikan sama

dengan nilai pada kondisi tanah saat uji tumbuk manual. Berdasarkan nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam ( ) yang didapatkan pada uji tumbuk manual, maka nilai Fs yang didapatkan sebesar 3.775.

Pada kondisi ada aliran (drained), model tanggul dialiri air yang berarti model tanggul dipengaruhi oleh tekanan air pori (U≠0) yang didasarkan pada perhitungan Seep/W untuk debit rembesan yang telah dilakukan. Berdasarkan nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam ( ) pada model tanggul, maka hasil Fs yang didapatkan sebesar 1.224. Dari hasil perhitungan di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa lereng pada model tanggul dalam keadaan mantap (Fs >

1).

Jika dibandingkan nilai Fs dari kedua kondisi, dapat dilihat bahwa nilai

Fs pada kondisi tanpa aliran (undrained) lebih besar daripada kondisi ada aliran (drained). Oleh Karena itu dapat disimpulkan bahwa nilai ratio compaction (RC) yang besar dapat meningkatkan kestabilan lereng, namun stabilnya suatu lereng dipengaruhi oleh adanya rembesan air dimana semakin

besar rembesan air pada tanggul maka tingkat kestabilan lereng semakin

rendah.

Di lapangan kondisi drained sering kali dijumpai pada kasus-kasus yang berhubungan dengan stabilitas lereng, terutama pada musim hujan.

Gambar 20 menunjukkan hasil foto aliran dalam tubuh model tanggul. Dari

gambar tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa rembesan sangat

berpengaruh terhadap kestabilan lereng, di mana rembesan-rembesan

tersebut akan menyebabkan gejala piping ( proses terangkutnya butir-butir tanah halus yang menyebabkan terbentuknya pipa-pipa dalam tubuh

tanggul).

Jika garis rembesan memotong bagian hilir dari suatu model tanggul

(45)

45 lereng tersebut. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya

keruntuhan/kelongsoran pada tanggul. Dengan adanya aliran air atau garis

rembesan pada tubuh model tanggul, maka akan menyebabkan naiknya

tekanan air pori yang mengakibatkan menurunnya kekuatan geser tanah.

Hasil perhitungan Slope/W dapat dilihat pada Gambar 21 dan Gambar 22. Untuk pengamatan pola aliran air secara langsung dapat dilihat pada

Lampiran 7.

(46)

46

Kondisi model tanggul sebelum pengaliran Model kontur

Model tanggul urugan homogen

Description: Analisis stabilitas lereng pada kondisi tanpa aliran (undrained) Comments: Penelitian Dian

File Name: undrained2.gsz Last Save Date: 7/28/2009 Last Save Time: 9:54:25 AM AnalysisMethod: Ordinary

Direction of Slip Movement: LeftToRight Slip Surface Option: GridAndRadius PWP Option: PiezometricLine Tension Crack Option: None Seismic Load: horz 0, vert 0

Jarak (m)

(47)

47

Description: Analisis stabilitas lereng pada kondisi ada aliran (drained) Comments: Penelitian Dian

File Name: Drained2.gsz Last Saved Date: 7/28/2009 Last Saved Time: 4:09:00 PM Analysis Method: Ordinary

Direction of Slip Movement: LeftToRight Slip Surface Option: GridAndRadius P.W.P. Option: SeepHead

Tension Crack Option: None Seismic Coefficient: horz: 0, vert: 0 Kondisi model tanggul setelah dialiri Model kontur

(48)

46

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Adanya rembesan berpengaruh terhadap parameter kekuatan geser tanah.

2. Program Geo-slope dapat menghitung factor keamanan (Fs) dari sebuah

model tanggul baik sebelum dialiri maupun yang sudah dialiri. Hasilnya

adalah nilai faktor keamanan sebesar 3.775 (sebelum pengaliran) dan

1.224 (setelah pengaliran). Berdasarkan hasil tersebut stabilitas lereng

model tanggul dikategorikan dalam keadaan mantap.

3. Rembesan air yang terjadi pada tubuh model tanggul mempengaruhi

tingkat kestabilan lereng model tanggul. Semakin lama kestabilan lereng

akan berkurang akibat rembesan tersebut, di mana rembesan-rembesan

tersebut akan menyebabkan gejala piping ( proses terangkutnya butir-butir tanah halus yang menyebabkan terbentuknya pipa-pipa dalam tubuh

tanggul).

B. Saran

1. Perlu adanya penelitian lanjutan tentang model tanggul berbahan tanah

gleisol yang dilengkapi dengan sistem drainase

2. Penggunaan sensor kadar air yang ditanamkan dalam tubuh model tanggul

(49)

iv

ANALISIS STABILITAS LERENG

PADA MODEL TANGGUL BERBAHAN TANAH GLEISOL

Oleh

DIAN OKTAVIA RANTESAPAN F14104095

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(50)

49

DAFTAR PUSTAKA

Baver, L. D. 1969. Soil Physics. John Wiley and Sons, Inc. New York.

Bowles, J. E. 1989. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknik Tanah (Mekanika Tanah). Diterjemahkan oleh J. K. Halnim. Erlangga. Jakarta.

Buringh, P. 1979. Pengantar Pengajian Tanah-Tanah Wilayah Tropika dan Subtropika. Diterjemahkan oleh Tejoyuwono Natohadiprawiro.Fakultas Pertanian. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Craig, R. F.1991. Mekanika Tanah Edisi Keempat. Diterjemahkan oleh S. Soepandji. Erlangga. Jakarta.

Das, B. M. 1998. Mekanika Tanah ( Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis).

Erlangga. Jakarta.

Departemen Pekerjaan Umum (DPU). 1986. Standar Perencanaan Irigasi KP-04. CV.Galang Persada, Bandung.

Departemen Pekerjaan Umum (DPU). 1994. Pedoman Kriteria Desain Embung Kecil untuk Daerah Semi Kering di Indonesia. PT Medisa. Bandung.

GEO-SLOPE International. 2004.http://www.geo-slope.com. OfficeV5. Manuals.. Kanada.

Hakim, N. , M. Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S. G. Nugroho, M. A. Diha, G. B. Hong, dan H. H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung. Lampung.

Hardiyatmo, H. C. 1992. Mekanika Tanah 1. Gramedia Pusaka Utama. Jakarta

Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Edisi Pertama. PT Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Herlina, E. S. 2003. Hubungan Antara Tingkat Kepadatan Tanah dengan pF dan Permeabilitas pada Tanah Latosol Darmaga Bogor. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian. IPB. Bogor.

Hillel, D. 1998. Pengantar Fisika Tanah. Diterjemahkan oleh R. H Susanto dan R. H Purnomo. Mitra Gama Widya. Yogyakarta.

Hutabarat, M. dan Budi R. 2009. Model dan Sistem. http://

Gambar

Tabel 6. Spesifikasi uji tumbuk manual
Tabel 7.  Dimensi tanggul
Gambar 12. Falling head permeameter
Tabel 8. Sifat-sifat fisik Tanah gleisol, Kebon Duren, Depok
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengamatan di laboratorium pada kondisi model tanggul tanpa capiphon terbentuk zona basah pada model tanggul sebesar 10 cm dan garis freatik memotong tubuh tanggul pada waktu

Pelubangan dinding saluran untuk pengukuran garis

Teknik analisis yang digunakan untuk memperoleh perilaku tegangan-regangan, tekanan air pori dan stabilitas dalam disain dam timbunan tanah adalah dengan

Salah satu dampak dari peristiwa likuifaksi adalah penurunan kuat geser tanah (kuat geser sisa) yang berakibat pada nilai angka keamanan stabilitas tanggul yang

Rembesan merupakan salah satu masalah yang sering terjadi pada tanggul. Besarnya rembesan sangat dipengaruhi oleh sifat permeabilitas tanah. Permeabilitas tanah akan

Tanggul merupakan salah satu bentuk dari bendungan urugan homogen. Tanggul berfungsi untuk menahan aliran air dan menyangga permukaan air sehingga air yang masuk ke saluran

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa debit rembesan (seepage) pada model tanggul yang dilengkapi dengan saluran drainase kaki dan filter (capiphon) melalui

Tanggul merupakan salah satu bentuk dari bendungan urugan homogen. Tanggul berfungsi untuk menahan aliran air dan menyangga permukaan air sehingga air yang masuk ke saluran