• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LINGKUNGAN KERJA NON FISIK DAN BURNOUT TERHADAP KINERJA GURU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH LINGKUNGAN KERJA NON FISIK DAN BURNOUT TERHADAP KINERJA GURU"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LINGKUNGAN KERJA NON FISIK DAN BURNOUT TERHADAP KINERJA GURU

(Studi pada Kinerja Guru SLBN 01 Bantul Yogyakarta)

THE INFLUENCE OF THE NON-PHYSICAL WORK ENVIRONMENT AND BURNOUT ON TEACHER PERFORMANCE

(Study on the Performance of Outstanding State School Teachers 01 Bantul, Yogyakarta)

Oleh

NURHAYATI 20130410465

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

(2)

PENGARUH LINGKUNGAN KERJA NON FISIK DAN BURNOUT TERHADAPKINERJA GURU

(Studi pada Kinerja Guru SLBN 01 Bantul Yogyakarta)

THE INFLUENCE OF THE NON-PHYSICAL WORK ENVIRONMENT AND BURNOUT ON TEACHER PERFORMANCE

(Study on the Performance of Outstanding State School Teachers 01 Bantul, Yogyakarta)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Manajemen

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

NURHAYATI 20130410465

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

(3)
(4)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

‘Success is the other name of an effort’

Sukses adalah nama lain dari kerja keras

Persembahan

Skripsi ini kupersembahkan untuk Ayah danIbu tercinta

yangsenantiasamemberikan motivasi dan masukan selama ini

Untuk adik-adik ku Wulan dan Nissa yang aku sayangi

Untuk dosen yang selalu membimbingku tanpa lelah

Ibu Sri Handari Wahyuningsih,SE.,M.Si.

Untuk dosen-dosen yang telah banyak membantu

Sahabatku Utari, Sita dan Yula yang terus berjuang

bersama dalam menyelasaikan pendidikan di UMY

Teman-teman manajemen angkatan tahun 2013

(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

INTISARI

Kinerja karyawan adalah hasil kerja karyawan dalam menjalankan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang dibebankan kepada semua karyawan.Burnout dan lingkungan kerja non fisik diyakini akan mempengaruhi kinerja guru SLB N 01 Bantul Yogyakarta dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Semakin tinggi lingkungan kerja non fisik dan semakin rendah burnout maka semakin tinggi pula kinerja guru SLB N 01 Bantul Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh lingkungan kerja non fisik dan burnout terhadap kinerja guru (studi pada kinerja guru SLBN 01 Bantul Yogyakarta). Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah guru yang bekerja di SLBN Bantul Yogyakarta.Dalam penilitian ini menggunakan semua sampel yaitu 67.Responden yang dipilih yaitu dengan menggunakan metode sampel jenuh. Alat analisis yang digunakan adalah regresilinerberganda.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa lingkungan kinerja non fisik berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja guru SLB N 01 Bantul Yogyakarta, sedangkan untuk burnout berpengaruh negatif dan singnifikan terhadap kinerja guru SLB N 01 Bantul Yogyakarta.

(12)

ABSTRAK

Employee performance is the work of employees in performing their duties in accordance with the responsibilities assigned to all employees. Non physical work environment and burnouton the performance of teachers (study on the performance of outstanding state school teachers 01 Bantul Yogyakarta). achieving the goals that have been set. The higher the non-pshycal work environment and the lower the burnout, the higher the performance of outstanding state school teachers 01 Bantul Yogyakarta.

This study aims to analyze the influence of non-physical work environment and burnout on the performance of teachers (study on the performance of outstanding state school teachers 01 Bantul Yogyakarta). This research is descriptive research with quantitative approach. Subjects in this study were teachers working in outstanding state school 01 Bantul Yogyakarta. In this study using all the samples is 67. Respondents selected by using the method saturated samples. Analysis tool used is multiple linear regression.

Based on analysis that has been done shows that the non-physical work environment significant positive affect on the performance ofoutstanding state school teachers 01 Bantul Yogyakarta, and burnout significant negative affect on the performance ofoutstanding state school teachers 01 Bantul Yogyakarta.

(13)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Sekolah Luar Biasa adalah suatu organisasi berbentuk yayasan yang mengemban misi

pelayanan kepada masyarakat melalui bidang sosial dan pendidikan untuk anak-anak

berkebutuhan khusus. Oleh karena itu sekolah luar biasa dituntut untuk memiliki kinerja

yang baik dari sumber daya manusianya atau guru. Guru merupakan salah satu aset yang

paling berharga yang dimiliki oleh suatu organisasi, karena manusia satu-satunya sumber

daya yang dapat menggerakkan sumber daya lainnya.Dengan demikian, unsur sumber daya

manusia atau guru merupakan faktor kunci yang harus dipertahankan suatu organisasi

sejalan dengan tuntutan yang senantiasa dihadapi organisasi untuk menjawab tantangan yang

ada.

Guru juga merupakan salah satu sarana yang paling penting untuk membangun dan

mengembangkan pendidikan,terlebihlagi untuk keberlangsunganhidup bangsa di

tengah-tengah perlintasan perjalanan jaman dengan teknologi yang kian canggih dengan segala

perubahan dan pergeseran nilai.Oleh karena itu sangat penting untuk mengembangkan

kemampuannya.Sebagai pendidik atau pengajar merupakan salah satu faktor penentu

keberhasilan setiap upaya pendidikan.Faktor yang dapat mempengaruhi kualitas atau kinerja

guru adalah melalui lingkungan kerja non fisik danburnout.

Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan

organisasi yang telah ditetapkanWirawan (2009)dalam Potu (2013) menyatakan kinerja

adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan

(14)

menyatakan kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh

seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan

kepadanya.

Bacal (1999) dalam Wibowo (2011), memandang manajemen kinerja sebagai proses

komunikasi yang dilakukan secara terus-menerus dalam kemitraan atara karyawan dengan

atasan langsungnya.Faktor yang dapat mempengaruhi kinerja salah satunya adalah

lingkungan kerja non fisik dan burnout.Jika kedua faktor ini diperhatikan dengan baik maka dapat meminimalisir kesalahan dalam bekerja dan dapat meningkatkan performa dan

produktivitas dalam bekerja, sehingga dapat meningkatkan kinerja menjadi lebih baik.

Lingkungan kerja adalah tempat dimana karyawan melakukan aktivitas setiap

harinya.Lingkungan kerja dikatakan baik apabila karyawan dapat melaksanakan kegiatan

secara optimal, sehat, aman, dan nyaman.Supardi (2003) dalam Potu (2013), menyatakan

lingkungan kerja merupakan keadaan sekitar tempat kerja baik secara fisik maupun non fisik

yang dapat memberikan kesan yang menyenangkan, mengamankan, menentramkan dan

kesan betah kerja dan lain sebagainya.Menurut Sedarmayanti (2009) dalam Norianggono

dkk.(2014) lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan

dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan, maupun hubungan dengan sesama

rekan kerja ataupun hubungan dengan bawahan.

Lingkungan kerja non fisik mempunyai peranan penting terhadap baik buruknya

kualitas hasil kerja karyawan. Jika karyawan memiliki lingkungan kerja yang nyaman, aman,

kondusif, dan menyenangkan secara psikis karyawan akan merasa betah di dalam

lingkungan kerjanya dan akan mempengaruhi kinerja yang dimilikinya. Pekerjaan-pekerjaan

(15)

Lingkungan kerja yang baik juga akan menghasilkan hubungan positif diantara rekan kerja,

atasan maupun dengan bawahan.

Bila lingkungan kerja nyaman maka bisa dipastikan performa yang akan dihasilkan pun

maksimal. Hal ini di dukung dengan beberapa penelitian dari Trisno dan Suwarti

(2004)dalam Arianto (2013), hasil penelitian menunjukan bahwa lingkungan kerja

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Penelitian dari Dharmawan (2011) yang

membuktikan bahwa lingkungan kerja non fisik berpengaruh positif dan signifikan secara

langsung terhadap kinerja karyawan Hotel Nikki Denpasar dengan nilai standardized direc effec sebesar 0,204. Potu (2013), ada pengaruh positif lingkungan kerja secara parsial terhadap kinerja karyawan.Oktaviana dan Ariefiantoro (2011) dalam Potu (2013), hasil

penelitian menunjukkan bahwa motivasi, kepemimpinan, lingkungan kerja berpengaruh

signifikan terhadap kinerja karyawan.

Selain lingkungan kerja burnout juga berpengaruh dalam produktivitas kinerja seseorang. Maharani dan Triyoga (2012) dalam Mahendra dan Mujiati(2015), menyatakan

burnout merupakan gejala kelelahan emosional yang disebabkan oleh tingginya tuntutan pekerjaan, yang seiring dialami individu yang bekerja pada situasi dimana ia harus melayani

kebutuhan orang banyak. Burnout lebih banyak terjadi pada caregiver dengan pengalaman yang minim karena mereka cenderung memiliki kemampuan pertahanan diri yang kurang

terhadap stres menurut, Won dan Son (2012) dalam Mahendra dan Mujiati (2015).

Sebenarnyaburnout adalah lelah, fisik, mental, dan emosional yang sering dialami oleh pekerja sosial atau tekanan emosi, secara konstan atau berulang-ulang yang diakibatkan oleh

banyak faktor dan dalam jangka waktu yang lama. Seseorang yang bekerja dalam kedaan

(16)

fisik maupun psikologisnya, karena suatu pekerjaan tertentu akan membuat seseorang

menjadi mudah lelah, lemas, tidak semangat, tidak fokus, banyak kesalahan yang dilakukan

saat bekerja.

Seseorang yang terus bekerja dalam keadaan seperti ini akan mempengaruhi performa

kerjanya menjadi buruk dan akan menurunkan kinerja. Beberapa penelitian menyebutkan

bahwa, Mahendra dan Mujiati (2015), Burnout berpengaruh negatif dan signifikan pada kinerja karyawan. Penelitian yang dilakukan Ahmad (2008) dan Karatepe (2013) dalam

Poernomo (2015) menyatakan bahwa ketika kelelahan emosional yang dialami karyawan

tinggi, maka kinerja karyawan rendah.

Menurut Kleiber & Ensman (Uus, 2010) bibliografi terbaru yang memuat 2496

publikasi tentang burnout di Eropa, yang dikutip oleh Prestiana, dkk (2012) menunjukkan 43% burnout dialami pekerja kesehatan dan sosial (perawat) 32% dialami guru (pendidik), 9% dialami pekerja administrasi dan manajemen, 4% pekerja dibidang hukum dan

kepolisian, dan 2% dialami pekerja lainnya. Yanuar dan Hari (2010), dalam Mahendra dan

Mujiati(2015), Variabel burnout memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja dimana perusahaan harus memperhatikan faktor faktor yg dapat menjadi pemicu terjadinya burnout

maka akan semakin menurunkan kinerja karyawan.

Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa guru termasuk salah satu

pekerjaan yang mudah mengalami burnout, karena secara umum para tenaga pengajar merasakan kelelahan emosional yang cukup besar karena harus menangani siswa dan siswi

dengan kebutuhan khusus, sehingga sangat diperlukan perhatian yang cukup besar dan

penanganan yang berbeda-beda dalam mengajar. Keadaan seperti ini perlu mendapatkan

(17)

Berkomunikasi dengan siswa-siswa berkebutuhan khusus, memberikan ilmu atau

mengajar dengan cara dan metode yang berbeda pasti akan merasakan kelelahan tersendiri

bagi seorang guru.Jika tidak di perhatikan dengan baik maka dapat berpengaruh negatif

tehadap pekerjaan, seperti lelah secara fisik maupun psikologis, kurang bersemangat, tidak

fokus, lemas dan akan berdampak pada stamina atau performanya saat bekerja. Hal ini dapat

berpengaruh pada menurunnya kinerja.

Fenomena yang terjadi di SLB N 01 Bantul Yogyakarta adalah hubungan kerja yang

terjadi antar karyawan atau tenaga pengajar dirasa kurang harmonis karena masih ada jarak

atau pembatas antara karyawan yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan tenaga

honorer (wiyata bhakti). Sehingga hal seperti itu dapat menimbulkan kesenjangan sosial di

antara para pengajar atau guru. Seharusnya antara karyawan atau tenaga pengajar dapat

terjalin hubungan kerja yang harmonis dan serasi, sehingga dapat meningkatkan kinerja guru

dalam bekerja. Hal di atas menunjukan bahwa lingkungan kerja non fisik , dan burnout

merupakan faktor kecenderungan kinerja mengajar guru. Berdasarkan latar belakang yang

diuraikan diatas, maka peneliti tertarik untuk memilih judul “PENGARUH LINGKUNGAN

KERJA NON FISIK DAN BURNOUTTERHADAP KINERJA GURU (Studi pada Kinerja Guru SLBN 01 Bantul Yogyakarta)”.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah lingkungan kerja non fisik berpengaruh positif terhadap kinerja guru?

(18)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data empirik,menganalisa data, menemukan

model hasil analisis serta menguji kebermaknaan pengaruh lingkungan kerja non fisik

danburnoutterhadap kinerja mengajar guru. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Untuk menganalisis pengaruh positif antara lingkungan kerja non fisik terhadap kinerja

guru.

2. Untuk menganalisis pengaruh negatifburnoutterhadap kinerja guru.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti, sebagai sarana untuk berlatih berpikir ilmiah terhadap masalah-masalah

yang dihadapi dalam dunia kerja khususnya masalah karyawan diperusahaan atau

organisasi.

2. Bagi instansi, hasil penelitian ini data berguna untuk kegiatan akademik dan berguna

menjadi refrensi penelitian sejenis untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut.

3. Bagi karyawan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Kinerja

a. Definisi Kinerja

Bacal (1999) dalam Wibowo (2011), memandang manajemen kinerja

sebagai proses komunikasi yang dilakukan secara terus-menerus dalam

kemitraan atara karyawan dengan atasan langsungnya. Proses komunikasi ini

meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta pemahaman

mengenai pekerjaan yang akan dilakukan. Proses komunikasi merupakan

suatu sistem, memiliki sejumlah bagian yang semuanya harus diikutsertakan,

apabila manajemen kinerja ini hendak memberikan nilai tambah bagi

organisasi, manajer, dan karyawan.

Berbeda dengan Bacal yang menekankan pada proses komunikasi,

Armstrong (2004) dalam Wibowo (2011), lebih melihat manajemen kinerja

sebagai sarana untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari organisasi, tim,

dan individu dengan cara memahami dan mengelola kinerja dalam suatu

kerangka tujuan, standar, dan persyaratan-persyaratan atribut yang disepakati.

(20)

sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian kinerja (prestasi

kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh

seorang pergawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan

tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Armstrong dan Baron (1998)

dalam Wibowo (2011), sebelumnya berpandangan bahwa manajemen kinerja

adalah pendekatan strategis dan terpadu untuk menyampaikan sukses

berkelanjutan pada oraganisasi dengan memperbaiki kinerja karyawan yang

bekerja di dalamnya dan dengan mengembangkan kapabilitas tim dan

kontributor individu.

Mereka juga mengutip pada Fletcher dalam Wibowo (2011) yang

menyatakan manajemen kinerja sebagai berkaitan dengan pendekatan

menciptakan visi bersama tentang maksud dan tujuan organisasi.Membantu

karyawan memahami, dan mengenal bagiannya dalam memberikan

kontribusi, dan dalam melakukannya, mengelola dan meningkatkan kinerja

baik individu maupun organisasi.

Sementara itu, Schwartz (1999) dalam Wibowo (2011), memandang

manajemen kinerja sebagai gaya manajemen yang dasarnya adalah

komunikasi terbuka antara manajer dan karyawan yang menyangkut

penetapan tujuan, memberikan umpan balik baik manajer kepada karyawan

maupun sebaliknya dari karyawan kepada manajer. Costello (1994) dalam

(21)

dan kekuatan pendorong yang berada di belakang semua keputusan

organisasi, usaha kerja, dan alokasi sumber daya. Dengan memperhatikan

pandangan para pakar di atas dapat dirumuskan bahwa pada dasarnya

manajemen kinerja merupakan gayamanajemen dalam mengelola sumber

daya yang berorientasi pada kinerja yang melakukan proses komunikasi

secara terbuka dan berkelanjutan dengan menciptakan visi bersama dan

pendekatan strategis serta terpadu sebagai kekuatan pendorong untuk

mencapai tujuan organisasi.

b. Tujuan dan Sasaran Kinerja

Dalam menentukan tujuan dan sasaran maka pertama kali yang perlu

dipertimbangkan adalah visi dan misi organisasi.Visi dan misi adalah

merupakan titik awal yang ditetapkan manajemen puncak dan menjadi dasar

bagi setiap orang untuk bekerja memberikan kontribusi untuk

mencapainya.Penetapan tujuan dan sasaran perlu mempertimbangkan

kompetensi yang dimiliki segenap sumber daya manusia dalam organisasi

harus mempunyaicore-competenciesuntuk mencapai tujuan organisasi. Sementara itu, perlu diidentifikasijob-based competencies, suatu prilaku yang melekat pada peran individual. Tujuan dan sasaran juga

menggambarkan bagaimana mendapatkan dan mengembangkan sumber

daya manusia yang memiliki kedua kompetensi tersebut.Penetapan tugas

(22)

descriptionharus membantu menggambarkan key areas atau bidang tugas utama di mana sebagian besar usaha perlu diarahkan, bahkan meskipun

deskripsinya sendiri tidak terlalu baik.

Tujuan dan sasaran bersifat quantifiable atau dapat dikuantitatifkan, sehingga kinerja dapat diukur dalam bentuk angka. Perlu dipastikan bahwa

angka spesifik tentang apa yang diharapkan harus dibuat jelas. Tujuan dan

sasaran pada tingkat organisasi di bawah harus ditarik dari tujuan dan

sasaran diatasnya.Kita juga harus memikirkan tentang keberhasilan kinerja,

successfull performance.Untuk itu perlu ditentukan bagaimana mengukur keberhasilan. Apabila tujuan dan sasaran bersifat kuantitatif, hasilnya akan

jelas. Tetapi akan menjadi lebih sulit menilai apabila tidak bersifat kuatitatif,

seperti pelayanan konsumen.

Tujuan dan sasaran pertimbangan development needs atau pengembangan yang diperlukan sumber daya manusia dalam organisasi.

Pimpinan puncak biasanya memahami kebutuhan tersebut, namun masukan

dari bawahan akan sangat membantu. Pimpinan menentukan usaha

pengembangan diletakkan pada bidang yang tepat untuk mencapai

keberhasilan kinerja. Ken Lawson (2005) dalam Wibowo (2011)

(23)

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Berikut faktor yang mempengaruhi kinerja menurut Mangkunegara

(2013) adalah sebagai berikut:

1. Faktor kemampuan

Secara psikologis kemampuan pegawai terdiri dari kemampuan potensi

(IQ) dan kemampuan reality(skill). Artinya pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk

jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka

akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Jadi, jika seorang

pemimpin atau karyawan tersebut mempunyai potensi atau keahlian

dalam bekerja di suatu organisasi bisa jadi akan meningkatkan kemajuan

dari organisasi tersebut.

2. Faktor motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi

kerja.Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang

terarah untuk mencapai tujuan organisasi.

d. Karakteristik Kinerja Karyawan

Karakteristik orang yang mempunyai kinerja tinggi adalah sebagai

berikut Mangkunegara (2013) :

1 Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi.

(24)

3 Memiliki tujuan yang realistis.

4 Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk

merealisasi tujuannya.

5 Memanfaatkan umpan balik (feed back) yang konkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukannya.

6 Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah

diprogramkan.

e. Indikator Kinerja Karyawan

Menurut Jansen (2001) dalam Mas’ud (2004) seperti dikutip kembali

oleh Narani (2010) terdapat tujuh indikator pengukuran kinerja karyawan

yaitu kuantitas dan kualitas kinerja, efiesiensi karyawan, standar kualitas

karyawan, usaha karyawan, pelaksanaan tugas,pengetahuan karyawan dan

tingkat kreativitas karyawan.

2. Lingkungan Kerja Non Fisik

a. Definisi Lingkungan Kerja Non Fisik

Menurut Sedarmayanti (2009) dalam Norianggonodkk.(2014)

lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan

dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan, maupun hubungan

dengan sesama rekan kerja ataupun hubungan dengan bawahan.Perusahaan

hendaknya dapat mencerminkan kondisi yang mendukung kerja sama antar

(25)

lingkungan kerja non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja

yang tidak bisa diabaikan. Menurut Wursanto (2009) dalam Dharmawan

(2011) lingkungan kerja dibagi menjadi dua yaitu lingkungan kerja fisik dan

lingkungan kerja non fisik/psikis.

b. Kondisi Lingkungan Kerja yang Menyangkut SegiPsikis

Kondisi lingkungan kerja yang menyangkut psikis adalah segala sesuatu

yang menyangkut segi psikis dan lingkungan kerja, antara lain meliputi.

Wursanto (2009):

1. Adanya perasaan aman dari para pegawai dalam menjalankan tugasnya,

yang meliputi:

a. Rasa aman dari bahaya yang mungkin timbul pada saat menjalankan

tugas.

b. Merasa aman dari pemutusah hubungan kerja yang

sewenang-wenang (secara tidak adil).

c. Merasa aman dari segala macam bentuk tuduhan sebagai akibat dari

saling curiga mencurigai di antara pegawai.

2. Adanya loyalitas yang bersifat dua dimensi, yaitu vertikal dan

horizontal.

a. Loyalitas yang bersifat vertikal, yaitu loyalitas antara pimpinan dan

(26)

menunjukkan loyalitas pimpinan terhadap bawahan dapat dilakukan

dengan berbagai cara, antara lain:

1. Mengadakan anjangsana ke rumah-rumah pegawai pada saat-saat

tertentu. Dengan demikian pegawai akan merasa senang dan

bangga. Anjangsana ini sebenarnya dapat dilakukan secara

teratur, misalnya dengan mengadakan arisan karyawan yang

tempatnya berpindah-pindah dan diikuti oleh keluarga karyawan.

2. Ikut memecahkan masalah yang sedang dihadapi oleh pegawai,

sepanjang pegawai yang bersangkutan tidak merasa keberatan.

3. Membela kepentingan bawahan, sepanjang kepentingan itu tidak

bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

4. Membela bawahan dari pihak-pihak lain, meskipun secaraintern

itu mendapat teguran dan bahkan mendapat peringatan keras dari

pimpinan

5. Melindungi karyawan dari segala bentuk ancaman yang

datangnya dari pihak lain, sepanjang bawahan itu pada posisi

atau garis yang benar.

Sedangkan untuk melihat loyalitas bawahan terhadap atasan

dapat dilakukan antara lain dengan melakukan kebijaksanaan

(27)

hari raya agama yang dianut oleh pimpinan (lebaran, natalan dan

sebagainya).

b. Loyalitas yang bersifat horizontal adalah loyalitas antara pimpinan

dengan pimpinan yang setingkat, antara bawahan dengan bawahan,

atau antar pegawai yang setingkat.

3. Adanya perasaan puas dikalangan pegawai. Perasaan puas ini akan

terwujud apabila pegawai merasa bahwa kebutuhannya dapat terpenuhi,

baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan sosial, lebih-lebih kebutuhan

yang bersifat psikologis.Apabila semua kebutuhan akan lingkungan

kerja diatas dapat dipenuhi, para pegawai dapat diharapkan akan

berprilaku sesuai dengan prilaku yang diharapkan organisasi.

c. Manfaat Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman memiliki berbagai

manfaat bagi karyawan dan perusahaan.Rivai (2009) dalam Norianggono

dkk. (2014) mengemukakan manfaat lingkungan kerja yang aman dan sehat

adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan produktivitas karena menurunnya jumlah hari yang

hilang.

2. Meningkatkan efisiensi dan kulitas pekerja yang lebih berkompeten.

(28)

4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih

rendah karena menurunnya pengajuan klaim.

5. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari

meningkatnya partisipasi dan rasa kepemilikan.

6. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena naiknya citra

perusahaan.

Upaya-upaya perlu dilakukan oleh manajemen untuk menciptakan

lingkungan kerja yang kondusif dan membuat para karyawan merasa nyaman

karena lingkungan kerja sangat mempengaruhi baik atau tidaknya kinerja

karyawan. Lingkungan kerja yang baik akan mendukung karyawan untuk

memiliki kinerja yang positifsedangkan lingkungan kerja yang buruk akan

mendukung karyawannya memiliki kinerja yang negatif.

d. Indikator Lingkungan Kerja Non Fisik

Kajian lingkungan kerja non fisik bertujuan untuk membentuk sikap

karyawan yang positif yang dapat mendukung kinerja karyawan. Wursanto

(2009) berpendapat bahwa ada beberapa unsur penting dalam pembentukan

sikap dan prilaku karyawan dalam lingkungan kerja non fisik, yaitu sebagai

berikut:

(29)

2. Suasana kerja yang dapat memberikan dorongan dan semangat kerja

yang tinggi.

3. Sistem pemberian imbalan (baik gaji maupun perangsang lain) yang

menarik.

4. Perlakuan dengan baik, manusiawi, tidak disamakan dengan robot atau

mesin.

5. Kesempatan untuk mengembangkan karir semaksimal mungkin sesuai

dengan bataskemampuan masing-masing.

6. Ada rasa aman dari para anggota, baik dari dinas maupun dari luar dinas.

7. Hubungan yang berlaku secara serasi, lebih bersifat informal, penuh

kekeluargaan.

8. Para anggota mendapatkan perlakuan secara adil dan objektif.

3. Burnout

a. DefinisiBurnout

Menurut Poerwandari (2010) dalam Mizmir (2011) menyatakan bahwa

burnout adalah kondisi seseorang yang terkuras habis dan kehilangan energi psikis maupun fisik. Biasanya burnoutdialami dalam bentuk kelelahan fisik, mental, dan emosional yang terus-menerus. Karena bersifat psikobiologis

(beban psikologis berpindah ke tampilan fisik, misalnya mudah pusing, tidak

dapat konsentrasi, gampang sakit) dan biasanya bersifat kumulatif, maka

(30)

John Izzo dalam Luthans (2011), mantan profesional sumber daya

manusia di daerah pembangunan kerja, menunjukkan bahwa burnout may be the consequence of “losing a sense of the basic purpose and fulfillment of your work”.Yang bermakna burnoutmungkin konsekuensi dari “kehilangan rasa tujuan dasar dan pekerjaan seseorang yang berlebihan”.

Maslach dan Jacson dalam Kristen dkk. (2005) seperti yang dikutip

kembali Hanafi (2012) menyatakan bahwa burnout adalah suatu sindrom kelelahan emosi (emotional exhaustion), kelelahan fisik (physical exhaustion), sikap kurang menghargai atau kurang memiliki pandangan positif terhadap orang lain (depersonalization) dan penurunan pencapaian prestasi diri (reduced personal accomplishment) yang ditandai dengan menurunnya kemampuan dalam menjalankan tugas-tugas rutin sebagai

akibat dari adanya stres berkepanjangan.

Maharani dan Triyoga (2012) dalam Mahendra dan Mujiati (2015),

menyatakanburnoutmerupakan gejala kelelahan emosional yang disebabkan oleh tingginya tuntutan pekerjaan, yang sering dialami individu yang bekerja

pada situasi dimana ia harus melayani kebutuhan orang banyak. Burnout

lebih banyak terjadi pada caregiver dengan pengalaman yang minim karena mereka cenderung memiliki kemampuan pertahanan diri yang kurang

(31)

kembali oleh Maharani (2013) mengatakan bahwa burnout merupakan sindrome psikologis yang terdiri dari tiga dimensi, yaitu:

1. Kelelahan emosional

2. Depersonalisasi

3. Low personal accomplishment

Dijelaskan bahwa pekerjaan yang berorientasi melayani orang lain dapat

membentuk hubungan yang asimetrik antara pemberi dan penerima layanan.

Seseorang yang bekerja pada bidang pelayanan akan memberikan perhatian,

pelayanan, bantuan dan dukungan kepada klien, mahasiswa dan pasien.

b. Faktor Yang MempengaruhiBurnout

Moore (2000) dalam Maharani (2013), menyatakan beberapa penyebab

yang mempengaruhi kelelahan kerja (burnout)antara lain:

1. Pekerjaan yang berlebihan dan kekurangan sumber daya manusia yang

kompeten mengakibatkan pekerjaan menjadi menumpuk, yang

seharusnya dikerjakan dengan jumlah karyawan yang lebih banyak.

2. Kekurangan waktu, batas waktu yang diberikan untuk menyelesaikan

suatu pekerjaan terkadang tidak masuk akal. Pada saat karyawan hendak

mendiskusikan masalah tersebut kepada atasannya, akan tetapi kadang

atasannya tidak memberi solusi namun seringkali memberikan

(32)

3. Konflik peran, hal ini biasanya terjadi antar karyawan dengan jenjang

posisi yang berbeda, yang seringkali disebabkan oleh otoritas yang

dimiliki oleh peranan atau jabatan tersebut.

4. Ambiguitas peran, tidak jelasnya deskripsi tugas karyawan hal ini

seringkali menyebabkan karyawan mengerjakan sesuatu pekerjaan yang

seharusnya tidak dikerjakan oleh karyawan tersebut.

c. Gejala PadaBurnout

Gejala pada burnout adalah gejala yang tidak biasa dan sulit untuk dijelaskan Potter (2005) dalam Mizmir (2011).Burnout adalah hilangnya gairah dalam bekerja sehingga yang terkena burnout menjadi tidak sanggup bekerja. Burnout tidak terjadi dalam waktu singkat. Ini adalah proses kumulatif, dimulai dengan tanda peringatan kecil, yang ketika diabaikan bisa

berkembang menjadi kondisi yang serius. Potter (2005) dalam Mizmir (2011)

menjelaskan gejal-gejalaburnoutmeliputi :

1. Emosi negatif, terkadang perasaan marah, frustasi, depresi,

ketidakpuasan dan kegelisahan merupakan bagian normal dari kehidupan

dan bekerja. Akan tetapi pada orang yang terperangkap dalam siklus

burnout emosi negatif ini lebih sering terjadi sehingga lama-kelamaan menjadi kronis. Dalam tahap-tahap selanjutnya terlihat kecemasan, rasa

bersalah, ketakutan yang kemudian menjadi depresi. Kemurungan dan

(33)

2. Frustasi, perasaan frustasi di dunia kerja dalam sebagian besar waktu

bekerja dan dalam melaksanakan tanggungjawab pekerjaan merupakan

gejala awal burnout. Namun, banyak korban burnout menyalahkan diri sendiri dengan menunjukkan mereka frustasi atas kegagalan mereka

sendiri.

3. Depresi, perasaan depresi mendalam hampir sama dengan kelelahan

emosional dan spiritual dimana individu seperti kehabisan energi.

Depresi terjadi sebagai respon terhadap situasi pekerjaan, hal itu bisa

menjadi masalah dalam diri individu yang menyebabkan gangguan

kesehatan yang memburuk dan penampilan kerja.

4. Masalah kesehatan, cadangan emosional korban burnout terkuras, dan kualitas hubungannya memburuk, ketahanan fisik mereka juga menurun.

Mereka tampaknya dalam keadaan tegang dan stres kronis. Lebih sering

terkena penyakit ringan, seperti pilek, sakit kepala, insomnia, gangguan kardiovaskular, dan gangguan pencernaan, serta masalah kesehatan

serius lainnya.

5. Kinerja menurun, tingkat energi yang tinggi, kesehatan yang baik, dan

kondisi prima yang diperlukan saat bekerja dengan kinerja tinggi

semuanya bisa habis akibat burnout. Efisiensi dan kualitas kerja mengalami penurunan. Kinerja menurun menyebabkan bekerja menjadi

(34)

meningkat, selain itu korban burnout sering mengalami kondisi emosional. Tinggal menunggu waktu saja sampai terjadi penurunan yang

cukup besar dalam kualitas kinerja. Hasinya adalah penurunan

produktivitas.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penderita burnout

mengalami emosi negatif sehingga mudah murung dan marah, frustasi

dengan menyalahkan diri sendiri atas kegagalan. Depresi berupa kelelahan

emosional dan spiritual dimana individu seperti kehabisan energi, masalah

kesehatan seperti flu, insomnia, ganguan kardiovaskular dan gangguan pencernaan. Penurunan kinerja yang ahirnya dapat menurunkan

produktivitas.

d. IndikatorBurnout

Indikator burnout menurut Yanuar dan Hary (2010) dalam Mahendra dan Mujiati (2015):

1. Kelelahan fisikketidak berdayaan menghadapi situasi kerja ditandai

dengan rasa lelah akibat pekerjaan yang dijalani.

2. Kelelahan emosional, ketidak berdayaan mengendalikan emosi

menghadapi situasi kerja yang mempengaruhi emosi seseorang ditandai

(35)

3. Kelelahan mental, ketidakberdayaan menghadapi situasi kerja sebagai

akibat adanya tekanan beban kerja yang mempengaruhi jiwa seseorang

ditandai dengan depresi atau tertekan.

4. Rendahnya penghargaan diri, ditandai dengan individu tidak pernah

merasa puas dengan hasil sendiri.

5. Depersonalisasi, ditandai dengan menjauhnya individu dari lingkungan

sekitarnya.

B. Hipotesis

1. Lingkungan Kinerja Non Fisik

Nitisemito (2005)dalam Roring dkk.(2014) mendefinisikan lingkungan

kinerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat

mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugasnya yang diembankan.

Kondisi lingkungan kerja yang menyangkut psikis adalah segala sesuatu yang

menyangkut segi psikis dan lingkungan kerja,Wursanto (2009). Lingkungan

kerja baik secara fisik maupun psikologis yang mampu memberikan

kenyamanan dan keamanan di lingkungan tempat bekerja tentu akan

membuat seseorang yang bekerja menjadi merasa betah, dan senang dalam

melakukan pekerjaannya, bahkan karyawan akan menganggap lingkungan

tempatnya bekerja seperti rumahnya.

Bila seseorang yang bekerja di lingkungan kerja seperti ini maka akan

(36)

dalam bekerja, semangat, dan fokus dalam bekerja sehingga akan

meningkatkan performanya dalam bekerja yang akan berdampak dalam

kinerjanya menjadi lebih baik. Namun hal yang sebaliknya akan terjadi

apabila faktor lingkungan kerja tidak diperhatikan dengan benar

Hal ini didukung dengan beberapa penelitian dari Trisno dan Suwarti,

2004 yang dikutip oleh Arianto (2013), hasil penelitian menunjukkan bahwa

lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja.

Potu (2013), adapengaruh positif lingkungan kerja secara parsial

terhadap kinerja karyawan.

Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Dharmawan (2011)

yang membuktikan bahwa lingkungan kerja non fisik berpengaruh positif dan

signifikan secara langsung terhadap kinerja karyawan Hotel Nikki Denpasar

dengan nilaistandardized direc effecsebesar 0,204.

H1: Lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kinerja karyawan

2. Burnout

Menurut Maslach et al. (2001) dalam Mahendra dan Mujiati

(2015),burnoutsebagai sindrom psikologis yang melibatkan respon yang berkepanjangan terhadap stressor interpersonalyang kronis dalam pekerjaannya.John Izzo dalam Luthans (2011), mantan profesional sumber

(37)

may be the consequence of “losing a sense of the basic purpose and fulfillment of your work”.

Yang bermakna burnout mungkin konsekuensi dari “kehilangan rasa tujuan dasar dan pekerjaan seseorang yang berlebihan”.Kelelahan kerja baik

secara fisik maupun psikologis yang konstan atau terus-menerus karena suatu

pekerjaan tertentu akan membuat seseorang menjadi mudah lelah, lemas,

tidak semangat, tidak fokus dan banyak melakukan kesalahan saat bekerja.

Seseorang yang terus bekerja dalam keadaan seperti ini akan mempengaruhi

performa kerjanya menjadi buruk dan akan menurunkan kinerjanya.

Hal tersebut didukung dengan penelitian Risambessy (2011) dalam

Mahendra dan Mujiati(2015), membuktikan bahwa burnout berpengaruh sinifikan dan negatif, ini menunjukan bahwa tekanan kerja dan sulitnya suatu

pekerjaan mempengaruhi tingkat kinerja yang dihasilkan.

Hasil ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Ahmad (2008)

dalam Karatepe (2013) yang dikutip kembali oleh Poernomo (2015)

menyatakan bahwa ketika kelelahan emosional yang dialami karyawan tinggi,

maka kinerja karyawan rendah.

Ada pula penelitian yang dilakukan oleh Putra (2010) menyatakan bahwa

(38)

turun sebesar 1,616 satuan pada karyawan bagian produksi PT. Tripilar

Betonmas Salatiga.

H2: Burnout berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja

karyawan C. Model Penelitian

Berdasarkan hipotesis diatas, maka dapat digambarkan suatu bagan model

penelitian mengenai Pengaruh Lingkungan Kerja Non Fisik dan Burnout

Terhadap Kinerja Guru SLBN 1 Bantul Yogyakarta sebagai berikut:

Lingkungan Kerja Non Fisik

(X1)

Burnout

(X2)

Kinerja (Y)

Gambar 2.1 Model Penelitian

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Obyek/ Subyek Penelitian

1. Obyek Penelitian

Obyek dalam penelitian ini adalah SLBN 01 Bantul Yogyakarta, mengukur

adanya pengaruh lingkungan kerja non fisik dan burnout terhadap kinerja guru SLBN 01 Bantul Yogyakarta.

2. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah guru SLBN 01 Bantul Yogyakarta

dengan populasi seluruh guru SLBN 01 Bantul Yogyakarta dengan total

sampel yang berjumlah 67 responden.

B. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang

bersumber pada data primer.Data primer adalah data yang diperoleh langsung

dari sumber aslinya atau data yang didapat dari sumber pertama baik individu

atau perorangan.Data primer pada penelitian ini adalah dari kuesioner dan

dokumen SLBN 01 Bantul Yogyakarta.

C. Teknik Pengambilan Sampel

Penelitian ini merupakan penelitian terhadap populasi.Populasi dalam

(40)

67.Diharapkan data dan hasil yang diperoleh bisa lebih akurat karena

langsung meneliti seluruh guru SLBN 01 Bantul Yogyakrta.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan membagikan angket

langsung kepada guru SLBN 01 Bantul Yogyakarta.Pembagian angket bertujuan

untuk mengetahui pendapat responden mengenai kinerja, lingkungan kerja non

fisik, danburnout.

Metode pengolahan data sebagai berikut:

1. Pengeditan (editing)

Pengeditan adalah proses yang bertujuan data yang dikumpulkan dapat

memberikan kejelasan, mudah dibaca, konsisten dan lengkap.

2. Pemberian kode (coding)

Pemberian kode adalah cara untuk memberikan kode tertentu terhadap

berbagai macam kuesioner untuk dikelompokkan dalam kategori yang sama.

3. Proses pemberian skor (scoring)

Setiap pihan jawaban responden diberikan skor atau bobot yang disusun

secara bertingkat berdasarkan skala likert.

Untuk angket lingkungan kerja, burnout dan kinerja, skor yang diberikan adalah sebagai berikut:

a. Sangat Setuju (SS) = 5 yang artinya sangat baik.

(41)

c. Kurang Setuju (KS) = 3 yang artinya cukup.

d. Tidak Setuju (TS) = 2 yang artinya tidak baik.

e. Sangat Tidak Setuju (STS) = 1 yang artinya sangat tidak baik.

E. Definisi Operasionel Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini, oprasionalisasi menguraikan tentang indikator yang

digunakan untuk mengukur variabel penelitian, baik variabel independen maupun

variabel dependen.

Variabel Dependen (Terikat)

Tabel 3.1

Definisi Operasional Variabel Kinerja

Definisi Variabel Dimensi / Indikator Skala

Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pergawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Mangkunegara (2013)

1. Kuantitas dan kualitas kerja 2. Efisiensi karyawan

3. Standar kualitas karyawan 4. Usaha karyawan

5. Pelaksanaan tugas 6. Pengetahuan karyawan 7. Tingkatkreativitas karyawan

Jansen (2001) dalam Mas’ud (2004) yang dikutip kembali oleh Narani (2010).

(42)

Variabel Independen (Bebas)

Tabel 3.2

Definisi Operasional Variabel Lingkungan Kerja Non Fisik

Definisi Variabel Dimensi / Indikator Skala

Lingkungan kerja non fisik adalah segala sesuatu yang menyangkut segi psikis dari lingkungan kerja. Wursanto (2009)

1. Pengawasan 2. Suasana kerja 3. Pemberian 4. Perlakuan baik

5. Kesempatan untuk mengembangkan karir. 6. Ada rasa aman

7. Hubungan berlangsung secara serasi 8. Para anggota mendapat perlakuan adil Wursanto (2009), seperti dikutip oleh Dharmawan (2011)

Likert

Tabel 3.3

Definisi Operasional VariabelBurnout

Definisi Variabel Dimensi / Indikator Skala

Burnout merupakan sindrom psikologis yang

melibatkan respon yang berkepanjangan terhadap stressor interpersonal yang kronis

dalam pekerjaannya. Maslach et al. (2001), dalam Mahendra dan Mujiati (2015)

1. Kelelahan fisik 2. Kelelahan emosional 3. Kelelahan mental

4. Rendahnya penghargaan diri 5. Depersonalisasi

Maslach dalam Diaz (2007) seperti dikutip kembali oleh Hidayatullah (2016)

(43)

F. Uji Kualitas Instrumen dan Data

1. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner

tersebut.Kriteria yang digunakan untuk mengukur valid tidaknya suatu data adalah jika r-hitung (koefisien korelasi) lebih besar dari r-tabel (nilai kritis)

maka dapat dikatakan valid. Selain itu jika nilai sig < 0,05(α = 5%) maka pernyataan dapat dikatakan valid dan jika nilai sig > 0,05 (α = 5%), maka

penyataan dikatakan tidakvalid. (Ghozali, 2011). 2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas menunjukkan sejauhmana tingkat stabilitas dan

konsistensi dari jawaban seseorang atas kuesioner tersebut, sehingga

memberikan hasil relatif konsisten jika pengukuran tersebut diulangi. Uji

reliabilitas dapat dilakukan dengan dua cara:

a. Pengukuran ulang atau repeated measure, pada hal ini responden diberikan pertanyaan yang sama pada waktu yang berbeda dan

kemudian dilihat apakah jawaban dari responden hasilnya tetap

konsisten atau tidak.

(44)

pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan.

Menurut Nunnally (1994) dalam Ghozali (2011) suatu variabel

dikatakan reliabel apabila nilai cronbach alpha> 0,70. Pengukuran ini menggunakan SPSS dengan uji statistikcronbach alpha(α).

G. Uji Asumsi Klasik

1. Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,

variabel residual memiliki distribusi normal.Dalam mendeteksi apakah

residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji

statistik (Ghozali, 2011).

a. Analisis Grafik

Dalam analisis ini dengan melihat grafik histogram yang

membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati

distribusi normal.Selain melihat grafik histogram maka perlu melihat

normalprobabilityplot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal.

b. Analisis Statistik, uji statistik sederhana dapat dilakukan dengan melihat

nilaikurtosisdanskewnessdari residual.

2. Uji multikolinieritas, bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang

baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika

(45)

orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol, Ghozali (2011).

3. Uji heteroskedastissitas, bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain. Jika varian dari residualsatu pengamatan ke

pengamatan lain tetap maka disebut homoskedastisitas dan sebaliknya

apabila berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah

yang homoskedastisitas, Ghozali (2011).

H. Tehnik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

1. Tehnik Analisis Data, tehnik analisis data yang digunakan yaitu, regresi

linier berganda. Analisis regresi ganda digunakan oleh peneliti, bila peneliti

bermaksud meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel

dependen sebagai faktor prediktor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya).

Jadi analisis regresi ganda akan dilakukan bila jumlah variabel

independennya minimal 2, menurut Sugiono (2015). Pengujian hipotesis

dilakukan dengan persamaan regresi berganda dengan rumus:

Y = a + b1X1+b2X2 Keterangan:

Y = kinerja

a = konstanta

(46)

X2= burnout

a. Uji t (test), dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh

secara parsial terhadap kinerja (variabel dependen) dengan:

1) Menentukan formulasi H0 dan Ha

Ho : b1 = 0, berarti tidak ada pengaruh dari masing-masing

variabel bebas (x) terhadap variabel terikat (y).

Ha : b2 ≠ 0, berarti ada pengaruh ada pengaruh dari

masing-masing variabel bebas (x) terhadap variabel terikat (y).

2) Menentukan drajat kepercayaan 95% (α= 0,05)

3) Menentukan signifikansi

Nilai signifikansi ( Pvalue ) ≤ 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Nilai signifikansi ( Pvalue ) > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak.

b. Uji f

1) Menentukan formulasi hipotesis

Ho : b1= 0, berarti tidak ada pengaruh dari masing-masing variabel

bebas (x) terhadap variabel terikat (y).

Ha : b2≠ 0, berarti ada pengaruh ada pengaruh dari masing-masing

variabel bebas (x) terhadap variabel terikat (y).

(47)

3) Menentukan signifikansi

Nilai signifikansi ( P value ) ≤ 0,05, maka Ho ditolak dan Ha

diterima.

Nilai signifikansi ( P value ) > 0,05, maka Ho diterima dan Ha

ditolak.

2. Pengujian Hipotesis

a. Uji t, untuk menguji signifikansi pengaruh variabel lingkungan kerja

non fisik dan burnout terhadap kinerja karyawan. Cara melakukan uji t menurut Ghozali (2011) adalah sebagai berikut:

1) Quick look: bila jumlah degree of freedom (df) adalah ≥ 20 dan derajat kepercayaan sebesar 5%, maka H0 yang menyatakan bi = 0

dapat ditolak bila nilai t besar dari 2 (dalam nilai absolute). Dengan kata lain menerima hipotesis yang menyatakan bahwa suatu variabel

independen secara individual mempengaruhi variabel dependen.

2) Membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel.

Apabila nilai statistik t hasil perhitungan lebih tinggi dibandingkan

nilai t tabel, maka menerima hipotesis alternatif yang menyatakan

bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi

(48)

b. Uji F, untuk menguji ketepatan model dalam memprediksi pengaruh

variabel independen terhadap variabel dependen. Cara melakukan uji F

menurut Ghozali (2011) adalah sebagai berikut :

1) Quick look :apabila nilai F > 4, maka H0 dapat ditolak pada derajat kepercayaan 5%, dengan kata lain menerima hipotesis yang

menyatakan bahwa suatu variabel independen serentak dan

signifikan dalam mempengaruhi variabel dependen.

2) Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F menurut

tabel. Bila nilai F hitung > dari nilai F tabel, maka h0 ditolak dan

(49)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Oyek Penelitian

1. Identitas Sekolah

a. Nama Sekolah : SLB Negeri 1 Bantul

(Eks. SLB Negeri 3 Yogyakarta)

b. Status Sekolah : Negeri

c. Jenis Pelayanan : Tunanetra (A)

Tunarungu (B)

Tunagrahita Ringan (C)

Tunagrahita Sedang (C1)

Tunadaksa (D)

Tunadaksa Ringan (D1)

Autis

d. Alamat lengkap : Jl. Wates 147, km. 3, Ngestiharjo

Kecamatan : Kasihan

Kabupaten : Bantul (kode pos: 55182)

Provinsi : Daerah Istimewa Yogyakarta

Nomer Telepon : (0274) 374410

(50)

E-mail :slbn1bantul@yahoo.co.id

Website :www.slbn1bantul.sch.id

e. NSS : 92.104.01.03.002

f. NPSN : 20400162

g. NPWP : 00.054.147.3.543.000

h. Izin Operasional :

1) SK. 106/0/1996 tentang pendirian SLB Negeri Bantul, tanggal 23 April

1996

2) SK. Gubernur No.126/2003 tentang perubahan nama dari SLB Negeri

Bantul menjadi SLB Negeri 3 Yogyakarta, tanggal 1 Oktober 2003

3) SK. Gubernur No. 40 tahun 2010 tentang perubahan atas peraturan

gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta no. 36 tahun 2008 tentang

organisasi dan tata kerja UPTD dan UPLTD Prov DIY

i. Tanah dan Bangunan : Status tanah : Hak Pakai No. 00005

Nama Pemegang Hak : Pemerintah Prov DIY

Luas Tanah : 29.562 m2

Luas Bangunan : 11.440 m2

No. Sertifikat Tanah : 13.01.03.02.2.00005

Penerbitan Sertifikat : Bantul, 22-03-2006

(51)

k. SK. Kepala Sekolah : SK. Gubernur DIY. No. 273/Pem.D/UP/D.4,

Tanggal 11 September 2013

l. Kondisi Sekolah : Baik (70%), Rusak ringan (20%), Rusak berat

(10%)

2. Sejarah Singkat Sekolah

Tahun 1971 merupakan tahap rintisan. Alumni sekolah guru pendidikan luar

biasa (SGPLB) merintis SLB A untuk tunetra dan SLB C untuk tunanetra, di

kelas khusus lokal SD Klitren, Kecamatan Gondokusuman, Yogyakarta. Jumlah

siswa tunanetra = 2, Tunagrahita = 13. Tahun 1972, perinntisan SLB untuk SLB

B untuk tunarungu wicara dan SLB C untuk tunagrahita di kompleks SMEA

Sutodirjan, Kecamatan Ngampilan, Yogyakarta (pada waktu itu SGPLB juga

menempati komplek tersebut). Jumlah siswa tunarungu = 9 siswa dan tunagrahita

= 18 siswa.

Tahun 1973, perintisan SLB D untuk tundaksa berjumlah = 9 siswa,

menempati rumah Bapak Hadisudarmo, salah seorang wali siswa, yang beralamat

di Condronegaran MD. 3/ 78 Kecamatan Mantrirejon, Yogyakarta. Tahun 1976,

SLB B dan SLB C Sutodirjan pindah kejalan Bintaran Tengah No. 3, mengikuti

SGPLB yang pada waktu itu juga menempati gedung tersebut. Tahun 1977, SLB

A, B,C dan D pindah ke jalan Wates 147, Desa Ngestiharjo, Kecamatan Kasihan,

Kabupaten Bantul mengukuti kepindahan SGPLB yang telah mempunyai gedung

(52)

Adapun perintis berdirinya SLB tersebut adalah:

1. Sukendra

2. Marsudi hadiwarsito

3. Siti rahayu Ds.

Kepala SLB Latihan dijabat oleh kepala SGPLB Negeri Yogyakarta. Tahun

1990-1996, dengan adanya perkembangan jumlah siswa, maka diatur adanya

pengelola yang defnitip, dengan setatus guru (DPK) yang diberi tugas tambahan

sebagai kepala sekolah, sbb:

SLB A (Tunanetra) Drs. Rustanto

SLB B (Tunarungu Wicara) Dra. Sukartinah

SLB C (Tunagrahita) Dra. Sri Sarwasih

SLB D (Tunadaksa) Drs. Marsudi Hadiwarsito

Setelah SGPLB alih fungsi, maka SLB latihan SGPLB menempati seluruh

bangunan, kecuali asrama yang dikelola langsung oleh Kanwil P dan K Provinsi

DIY. Tahun 1996, SLB A,B,C, dan D menjadi sekolah baru berstatus Negeri

bernama “SLB Negeri Bantul” dengan SK. Mendikbud No. 106/O/1996. SLB

tersebut menempati areal tanah eks. SGPLB di jalan Wates 147, km. 3 desa

Ngestiharjo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Propinsi DIY.

Luas areal tanah 29.562 m2. Layanan pendidikan untuk anak tunanetra (A)

Tunarungu (B), Tunagrahita (C/C1), dan Tunadaksa (D). Tahun 2003, dengan

(53)

Oktober 2003, maka SLB Negeri Bantul berubah nama menjadi “SLB Negeri 3

Yogyakarta” yang secara resmi mulai digunakan pada tanggal 19 April 2004.

Mulai tahun pelajaran 2003/2004 layanan pendampingan dan suporting system di

sekolah penyelenggara pendidikan inklusi (SPPI) dalam rangka uji coba

pendidikan inklusi. Selanjutnya dilaksanakan restrukturisasi dan revitalisasi

dalam rangka optimalisasi fungsi sarana prasarana untuk klinik rehabilitasi dan

Resouce Center Pendukung Inklusi (RC IX Propinsi DIY).

Mulai tahun pelajaran 2005/2006 dibuka layanan klinik rehabilitas,

bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Gigi, RS Sardjito Yogyakarta, Fakulta

Psikologi UGM/UAD, Puskesmas Kecamatas Kasihan Bantul, Akademi

Fisioterapi Yogyakarta dan UNY sebagai peningkatan layanan sosiologis,

psikologis, medis, dan vokasional bagi semua anak berkebutuhan khusus di SLB

Negeri 1 Bantul maupun SLB sekitarnya. Pada tahun ini pula, dirintis layanan

pendidikan/ pelatihan anak autis.

Tahun 2010, dengan adanya perubahan struktur organisasi pemerintahan

baik di pusat maupun di daerah maka berdasarka SK. Gubernur No. 40 Tahun

2010 tentang perubahan atas peraturan Gubernur DIY No. 36 tahun 2008 tentang

organisasi dan tata kerja UPTD dan UPLTD Propinsi DIY maka SLB Negeri 3

Yogyakata berubah nama kembali menjadi “SLB Negeri 1 Bantul”.

Kepala Sekolah Luar Biasa Yang Pernah Menjabat adalah :

(54)

2. Dra. Sri Suwarsih (Tahun 2003-2010)

3. Dwi Hidayat, SIP (Tahun 2010-2012)

4. Martina Tri Wantini, S.Pd. (Tahun 2012-2013)

5. Muh. Basuni, M.Pd (Tahun 2013-Sekarang)

3. Tugas Pokok Fungsi Sekolah Luar Biasa Negeri

1. Fungsi dan Tugas

Fungsi :SLB Negeri mempunyai fungsi penyelenggaraan pendidikan

luar biasa.

Tugas :

a. Menyelenggarakan pelayanan pendidikan luar biasa dari tingkat

Persiapan, Dasar, Lanjutan dan Menengah.

b. Menyelenggarakan rehabilitasi dan pelayanan khusus bagi anak-anak

luar biasa

c. Melakukan publikasi yang menyangkut pendidikan luar biasa.

d. Menyelenggarakan pelatihan kerja bagi anak luar biasa dari berbagai

jenis ketunaan.

e. Melaksanakan kegiatan ketatausahaan

2. Fasilitas Pendukung

Untuk menunjang fungsi Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Bantul, didukung

dengan:

(55)

b. UKS dan klinik rehabilitasi

c. Sanggar kerja terlindung (Shellter Workshop) d. Pusat informasi dan teknologi

e. Perpustakaan

f. Asrama siswa

g. Fasilita olahraga dan tempat bermain

h. Tempat ibadah

4. Visi, Misi, Tujuan dan Struktur Kelembagaan 1. Visi SLB Negeri 1 Bantul

a. Terwujudnya SLB Negeri 1 Bantul sebagai lembaga pendidikan yang

menyelenggarakan pelatihan ketrampilan yang berkualitas sesuai dengan

kondisi, potensi, kemampuan, dan kebutuhan individu siswa.

b. Memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana pembelajaran serta layanan

program khusus sesuai dengan kondisi, potensi, dan kemampuan, dan

kebutuhan individu siswa.

2. Misi SLB Negeri Bantul

Untuk mencapai visi tersebut, SLB Negeri Bantul menetapkan misi sbb:

a. Megembangkan pusat sumber pendukung penyelenggaraan sistem

pendidikan inklusi mulai dari jenjang pendidikan usia dini, pendidikan

(56)

b. Menyelenggarakan habilitasi dan rehabilitasi secara profesional dengan

layanan medis, sosial, psikologi dan vokasional.

c. Meningkatkan profesionalitas tenaga pendidik, kependidikan, dan non

kependidikan.

d. Memiliki sistem manajemen dan keuangan yang transparan, akuntabel,

dan partisipatori.

e. Menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusif, ramah, dan

aksesibel untuk semua warga sekolah.

f. Menggunakan teknologi informasi yang handal.

g. Memperluas jaringan dan peran masyarakat dan dunia usaha dala

layanan pendidikan, pelatihan dan penempatan siswa.

3. Tujuan SLB Negeri 1 Bantul, 4 tahun ke depan:

Untuk mencapai cita-cita lembaga, maka SLB Negeri 1 Bantul merasa

perlu menetapkan tujuan dari rencana induk pengembangan sekolah yang

ditetapkan sebagai program jangka menengah sebagai berikut:

Pada ahir tahun pelajaran 2015/2016 SLB N 1 Bantul telah:

a. Menyelenggarakan pembelajaran yang didasarkan pada kurikulum

tingkat satuan pendidikan yang telah disesuaikan dengan kondisi,

(57)

b. Menyelenggarakan pembelajaran yang menggunakan strategi, metode,

media dan teknik evaluasi yang disesuaikan dengan kondisi, potensi,

kemampuan dan kebutuhan individu siswa.

c. Menyelenggarakan pendekatan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif

efektif dan menyenangkan.

d. Menyelenggarakan sistem pembelajaran secara inklusisf melalui

kerjasama dengan sekolah reguler.

e. Menyelenggarakan pelatihan ketrampilan yang berbasis kondisi, potensi,

kemampuan dan kebutuhan individu siswa serta disesuaikan dengan

kebutuhan masyarakat.

f. Menyelenggarakan habilitasi dan rehabilitasi secara profesional dengan

layanan medis, sosial, psiikologis dan vokasional bagi warga sekolah

(termasuk sekolah inklusi) dan masyarakat di lingkungan sekolah yang

membutuhkan.

g. Menyelenggarakan pemenuhan sarana dan prasarana yang diperlukan

bagi kelancaran proses pembelajaran dan layanan siswa.

h. Menyelenggarakan dan mengikut sertakan para tenaga pendidik dan

kependidikan dalam berbagai pelatihan, lanjutan studi, dan sertifikasi

sehingga tenaga pendidikan dan kependidikan memenuhi standar

(58)

i. Menyelenggarakan sistem manajemen berbasis sekolah (MBS) secara

profesional, transparan, akuntabel dan partisipatorik.

j. Menyelenggarakan sistem keuangan secara profesional, transparan,

akuntabel dan partisipatorik.

k. Menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusisf, ramah, aksesibel

untuk semua warga sekolah.

l. Menggunakan teknologi informasi yang handal pada sistem manajemen,

pembelajaran dan penyebarluasan informasi.

m. Melakukan penyebarluasan informasi keberadaan sekolah kepada

masyarakat luas.

n. Membangun kerjasama dengan pihak terkait dalam mengakses sumber

dana, tenaga ahli, sarna/prasarana, ilmu pengetahuan dan teknologi,

kompetensi/kelanjutan studi tenaga pendidik / kependidikan/ non

kependidikan, kelanjutan studi siswa, pengembangan sistem pendidikan

(59)

Gambar 4.1

Struktur Kelembagaan SLB N 01 Bantul

Sumber: SLBN 01 Bantul

WAKIL KEPALA SEKOLAH URUSAN

PENGAJARAN

URUSAN PEMBINAAN

KESISWAAN URUSAN SARANAPRASARANA URUSANHUMAS

KOORDINATOR JURUSAN

(60)

B. Hasil Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer dengan menyebar kuesioner secara

langsung kepada responden, jumlah guru di SLB N 01 Bantul Yogyakarta

sebanyak 85, 73 orang adalah guru tetap dan 4 orang adalah guru honorer. Data

tersebut di dapat dari staf yang bekerja di SLB N 01 Bantul Yogyakarta bagian

tata usaha (TU) tahun 2016. Dari 85 kuesioner yang di berikan yang di isi atau di

kembalikan hanya 67 kuesioner, sehingga kuesioner yang dianalisis hanya 67

responden, dan di jawab dengan baik oleh responden.

C. Karakteristik responden

Karakteristik responden diperoleh melalui penyebaran kuesioner yang

disebarkan, hanya 67 orang responden yang menjawab kuesioner di SLB N 01

Bantul Yogyakarta. Dalam penelitian ini responden dikelompokkan berdasarkan

jenis kelamin, usia, status, status perkawinan, pendidikan terahir, masa bekerja

(61)

Tabel 4.1

Karakteristik Responden

No Keterangan Frekuensi Persentase (%)

1 Jenis Kelamin

(-)/tidak ada 18 27

5 Status Pernikahan

Belum Menikah 15 22,5

Menikah 49 73

(62)

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 67 orang responden

penelitian, sebanyak 50 rensponden (75%) mayoritas berjenis kelamin

perempuan. Sebanyak 19 responden (28,5%) berusia 20-30 tahun dan >50 tahun.

64 responden (96%) berpendidikan diploma/sarjana, sebanyak 18 responden

(27%) tidak mempunyai pangkat atau tidak memberikan keterangan. 49

responden (73%) berstatus menikah, sebanyak 50 responden (75%) telah bekerja

di SLB N 01 Bantul Yogyakarta lebih dari 2 tahun dan dengan jumlah responden

yang sama yaitu 75% berpenghasilan lebih dari 2 juta.

D. Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif mendeskripsikan suatu data yang dilihat dari nilai

rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range,kurtosis

dan skewness atau kemencengan distribusi (Ghozali, 2011).Cara yang dapat digunakan untuk menentukan besarnya interval kelas (i) adalah :

Range = angka terbesar-angka terkecil

Angka terbesar = 5

Angka terkecil = 1

Range = 5-1 = 4

(63)

1,0 – 1,8 = sangat rendah

1,9 – 2,7 = rendah

2,8 – 3,6 = cukup

3,7 – 4,5 = tinggi

4,6 – 5,0 = sangat tinggi

Variabel dalam penelitian ini adalah kinerja, lingkungan kerja non fisik, dan

burnout. Statistik deskriptif dari vaiabel tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2

Statistik Deskriptif Variabel Kinerja

Pernyataan

N Minimum Maximum Mean DeviationStd.

Kuantitas dan

kualitas 67 3 5 4,13 0,548

Efisiensi

Karyawan 67 3 5 4,19 0,5

Standar kualitas

karyawan 67 3 5 4,15 0,53

Usaha

Karyawan 67 3 5 4,3 0,523

Pelaksanaan

tugas 67 3 5 4,07 0,437

Pengetahuan

karyawan 67 3 5 4,12 0,508

Kreativitas

karyawan 67 3 5 4,03 0,521

Valid N

(listwise) 67 4,14

Sumber: data diolah, 2017. Lampiran 5.

Pada tabel 4.2 dapat diketahui bahwa statistik deskriptif responden dalam

(64)

rata-rata 4,14yang artinya kinerja yang dimiliki tinggi. Skor minimum pada

kreativitas karyawan, sedangkan skor maksimum yaitu dalam bekerja responden

berusaha dengan lebih keras dari pada seharusnya.

Tabel 4.3

Statistik Deskriptif Variabel Lingkungan Kerja Non Fisik

Pernyataan

N Minimum Maximum Mean DeviationStd.

Pengawasan 67 1 5 3,7 0,628

Rasa aman 67 1 5 3,79 0,64

Sumber: data diolah, 2017. Lampiran 5.

Pada tabel 4.3 dapat diketahui bahwa statistik deskriptif responden dalam

memberikan penilaian variabel lingkungan kerja non fisik , variabel lingkungan

kerja non fisik menunjukkan jumlah rata-rata 3,8 yang artinya lingkungan kerja

non fisik saat bekerja masuk dalam katergori tinggi atau baik. Skor minimum

(65)

sedangkan skor maksimum yaitu responden mendapatkan pelakuan baik, tidak

disamakan dengan robot.

Tabel 4.4

Statistik Deskriptif VariabelBurnout

Pernyataan

N Minimum Maximum Mean DeviationStd.

Merasa lelah 67 1 5 3,03 0,904

Sebelum bekerja

merasa kelelahan 67 1 5 2,87 0,886

Sukar berpikir 67 1 4 2,72 0,849

Lelah berbicara 67 1 4 2,7 0,759

Daya pikir

menurun 67 1 4 2,78 0,775

Tidak tenang 67 1 5 2,78 0,902

Merasa cemas 67 1 4 2,69 0,891

Merasa gugup 67 1 4 2,73 0,845

Tidak

berkonsentrasi 67 1 5 2,31 0,783

Bertindak lamban 67 1 3 2,31 0,722

Kurang percaya

diri 67 1 4 2,31 0,783

Tidak tekun 67 1 4 2,16 0,771

Enggan cekatan 67 1 3 2,19 0,743

Tidak perhatian 67 1 5 2,49 0,805

Enggan menatap

orang 67 1 4 2,34 0,827

Cenderung lupa 67 1 4 2,73 0,845

Valid N (listwise) 67 2,57

Sumber: data diolah, 2017. Lampiran 5.

Pada tabel 4.4 dapat diketahui bahwa statistik deskriptif responden dalam

(66)

pengajar adalah cukup tinggi. Skor minimum yaitu responden tidak tekun

sedangkan skor maksimum yaitu responden merasa lelah diseluruh tubuh.

E. Uji Kualitas Instrumen 1. Hasil Uji Validitas

Menurut Ghozali (2011) uji validitas merupakan pengujian yang

menunjukkan valid atau tidaknya suatu kuesioner. Teknik pengukuran validitas dalam penelitian ini menggunakanPearson’s Correlation Product Moment dengan mengkorelasikan skor masing-masing item indikator pertanyaan dengan skor butir pertanyaan tersebut. Kriteria pengambilan

keputusan untuk menyatakanvalidyaitu :

a. Jika nilai signifikasi < 0,05 (α = 5%), maka pernyataan dinyatakanvalid. b. Jika nilai signifikasi > 0,05 (α = 5%), maka pernyataan dinyatakan tidak

valid.

Hasil uji validitas terhadap indikator pertanyaan dari semua variabel

(67)

Tabel 4.5

Hasil Uji Validitas Indikator Kinerja

Variabel Item Hasil UjiValiditas Keterangan

Kinerja

Kuantitas dan kualitas 0 VALID

Efisiensi Karyawan 0 VALID

Standar kualitas karyawan 0 VALID

Usaha Karyawan 0 VALID

Pelaksanaan tugas 0 VALID

Pengetahuan karyawan 0 VALID

Kreativitas karyawan 0 VALID

Sumber: data diolah, 2017. Lampiran 6.

Berdasarkan tabel 4.5 dapat disimpulkan bahwa semua indikator pertanyaan

dalam kuesioner tersebut dinyatakan valid, karena nilai signifikansi seluruh indikator variabel < 0,05 (α = 5%). Hal ini berarti semua pertanyaan dalam

kuesioner tersebut mengungkapkan apa yang akan diukur oleh kuesioner tersebut

dan indikator dalam pertanyaan kinerja tersebut layak digunakan untuk uji

(68)

Tabel 4.6

Hasil Uji Validitas Lingkungan Kerja Non Fisik

Variabel Item Hasil UjiValiditas Keterangan

Lingkungan Kerja Non Fisik

Pengawasan 0 VALID

Rasa aman 0 VALID

Suasana kerja 0 VALID

Pemberian imbalan 0 VALID

Perlakuan baik 0 VALID

Kesempatan pengembangan karier 0 VALID

Perlakuan adil VALID

Hubungan kerja 0 VALID

Sumber: data diolah, 2017. Lampiran 6.

Berdasarkan tabel 4.6 dapat disimpulkan bahwa semua indikator pertanyaan

dalam kuesioner tersebut dinyatakan valid, karena nilai signifikansi seluruh indikator variabel < 0,05 (α = 5%). Hal ini berarti semua pertanyaan dalam

kuesioner tersebut mengungkapkan apa yang akan diukur oleh kuesioner tersebut

dan indikator dalam pertanyaan lingkungan kerja non fisik tersebut layak

(69)

Tabel .

Hasil Uji Validitas I dikatorBurnout

Variabel Item Hasil Uji Validitas Keterangan

Burnout

Merasa lelah 0 VALID

Sebelum bekerja merasa kelelahan 0 VALID

Sukar berpikir 0 VALID

Lelah berbicara 0 VALID

Daya pikir menurun 0 VALID

Tidak tenang 0 VALID

Merasa cemas 0 VALID

Merasa gugup 0 VALID

Tidak berkonsentrasi 0 VALID

Bertindak lamban 0 VALID

Kurang percaya diri 0 VALID

Tidak tekun 0 VALID

Enggan cekatan 0 VALID

Tidak perhatian 0 VALID

Enggan menatap orang 0 VALID

Cenderung lupa 0 VALID

Sumber: data diolah, 2017. Lampiran 6.

Berdasarkan tabel 4.7 dapat disimpulkan bahwa semua indikator pertanyaan

dalam kuesioner tersebut dinyatakan valid, karena nilai signifikansi seluruh indikator variabel < 0,05 (α = 5%). Hal ini berarti semua pertanyaan dalam

kuesioner tersebut mengungkapkan apa yang akan diukur oleh kuesioner tersebut

dan indikator dalam pertanyaan burnout tersebut layak digunakan untuk uji selanjutnya.

2. Hasil Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas menunjukkan sejauhmana tingkat stabilitas dan konsistensi

(70)

relatif konsisten jika pengukuran tersebut diulangi. Menurut Nunnally (1994)

dalam Ghozali (2011) suatu variabel dikatakan reliabel apabila nilai cronbach alpha> 0,70.

Tabel 4.8 Hasil Uji Reliabilitas

Variabel Koefisien Keterangan

Cronbach Alpha

Kinerja 0.857 Reliabel

Lingkungan Kerja Non Fisik 0.909 Reliabel

Burnout 0.904 Reliabel

Sumber: data diolah, lampiran 7.

Berdasarkan tabel 4.8 dapat disimpulkan bahwa hasil uji reliabilitas

menunjukkan semua variabel dalam penelitian memiliki nilai koefisien cronbach alpha> 0,70, maka instrumen dalam setiap variabel penelitian dikatakan reliabel.

F. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

residual memiliki distribusi normal.Dalam mendeteksi apakah residual

berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistic

(Ghozali, 2011).

a. Analisis Grafik

Dalam analisis ini dengan melihat grafik histogram yang

Gambar

Gambar 2.1Model Penelitian
Tabel 3.1
Tabel 3.3
Gambar 4.1Struktur Kelembagaan SLB N 01 Bantul
+7

Referensi

Dokumen terkait

koping  palliative.. Data  yang  diperoleh  melalui  proses .

‘Kamu sedang mengerjakan ujian , lalu tiba-tiba kamu panik karena kamu lupa dan tidak bisa mengerjakan ujianmu’ Ketika hal itu terjadi, akan banyak pikiran - pikiran

Hasil dari penelitian tersebut adalah strategi pembentukan karakter peduli lingkungan yang dilakukan melalui kegiatan rutin, keteladanan kepala sekolah/dewan guru, peraturan

Sebagai tindak lanjut dari permasalahan hasil belajar pada siswa kelas VIII SMP Kristen 2 Salatiga maka akan dilakukan penelitian yang akan menerapkan metode discovery

Dengan merubah orientasi ruang ditambah dengan perletakan ventilasi yang baik diharapkan aliran udara menuju ruang lebih merata, kelembaban ruang terjaga, mendapatkan

ProgramStudi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Soedharto SH, Tembalang Semarang. Letaknya berbatasan langsung dengan Kota Semarang di sisi

Dari gudang setengah jadi, panel akan dibawa ke material tiga untuk dilakukan pembelahan sesuai dengan ukuran yang tercatat dalam surat perintah kerja.. Terdapat beberapa mesin

kepada siswa kelas 2 dan 3 sekolah dasar melalui media origami ini telah dilakukan sebagai kegiatan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui keberhasilan