PENGARUH LINGKUNGAN KERJA NON FISIK DAN BURNOUT TERHADAP KINERJA GURU
(Studi pada Kinerja Guru SLBN 01 Bantul Yogyakarta)
THE INFLUENCE OF THE NON-PHYSICAL WORK ENVIRONMENT AND BURNOUT ON TEACHER PERFORMANCE
(Study on the Performance of Outstanding State School Teachers 01 Bantul, Yogyakarta)
Oleh
NURHAYATI 20130410465
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PENGARUH LINGKUNGAN KERJA NON FISIK DAN BURNOUT TERHADAPKINERJA GURU
(Studi pada Kinerja Guru SLBN 01 Bantul Yogyakarta)
THE INFLUENCE OF THE NON-PHYSICAL WORK ENVIRONMENT AND BURNOUT ON TEACHER PERFORMANCE
(Study on the Performance of Outstanding State School Teachers 01 Bantul, Yogyakarta)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Manajemen
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh
NURHAYATI 20130410465
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
‘Success is the other name of an effort’
Sukses adalah nama lain dari kerja keras
Persembahan
Skripsi ini kupersembahkan untuk Ayah danIbu tercinta
yangsenantiasamemberikan motivasi dan masukan selama ini
Untuk adik-adik ku Wulan dan Nissa yang aku sayangi
Untuk dosen yang selalu membimbingku tanpa lelah
Ibu Sri Handari Wahyuningsih,SE.,M.Si.
Untuk dosen-dosen yang telah banyak membantu
Sahabatku Utari, Sita dan Yula yang terus berjuang
bersama dalam menyelasaikan pendidikan di UMY
Teman-teman manajemen angkatan tahun 2013
INTISARI
Kinerja karyawan adalah hasil kerja karyawan dalam menjalankan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang dibebankan kepada semua karyawan.Burnout dan lingkungan kerja non fisik diyakini akan mempengaruhi kinerja guru SLB N 01 Bantul Yogyakarta dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Semakin tinggi lingkungan kerja non fisik dan semakin rendah burnout maka semakin tinggi pula kinerja guru SLB N 01 Bantul Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh lingkungan kerja non fisik dan burnout terhadap kinerja guru (studi pada kinerja guru SLBN 01 Bantul Yogyakarta). Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah guru yang bekerja di SLBN Bantul Yogyakarta.Dalam penilitian ini menggunakan semua sampel yaitu 67.Responden yang dipilih yaitu dengan menggunakan metode sampel jenuh. Alat analisis yang digunakan adalah regresilinerberganda.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa lingkungan kinerja non fisik berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja guru SLB N 01 Bantul Yogyakarta, sedangkan untuk burnout berpengaruh negatif dan singnifikan terhadap kinerja guru SLB N 01 Bantul Yogyakarta.
ABSTRAK
Employee performance is the work of employees in performing their duties in accordance with the responsibilities assigned to all employees. Non physical work environment and burnouton the performance of teachers (study on the performance of outstanding state school teachers 01 Bantul Yogyakarta). achieving the goals that have been set. The higher the non-pshycal work environment and the lower the burnout, the higher the performance of outstanding state school teachers 01 Bantul Yogyakarta.
This study aims to analyze the influence of non-physical work environment and burnout on the performance of teachers (study on the performance of outstanding state school teachers 01 Bantul Yogyakarta). This research is descriptive research with quantitative approach. Subjects in this study were teachers working in outstanding state school 01 Bantul Yogyakarta. In this study using all the samples is 67. Respondents selected by using the method saturated samples. Analysis tool used is multiple linear regression.
Based on analysis that has been done shows that the non-physical work environment significant positive affect on the performance ofoutstanding state school teachers 01 Bantul Yogyakarta, and burnout significant negative affect on the performance ofoutstanding state school teachers 01 Bantul Yogyakarta.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
Sekolah Luar Biasa adalah suatu organisasi berbentuk yayasan yang mengemban misi
pelayanan kepada masyarakat melalui bidang sosial dan pendidikan untuk anak-anak
berkebutuhan khusus. Oleh karena itu sekolah luar biasa dituntut untuk memiliki kinerja
yang baik dari sumber daya manusianya atau guru. Guru merupakan salah satu aset yang
paling berharga yang dimiliki oleh suatu organisasi, karena manusia satu-satunya sumber
daya yang dapat menggerakkan sumber daya lainnya.Dengan demikian, unsur sumber daya
manusia atau guru merupakan faktor kunci yang harus dipertahankan suatu organisasi
sejalan dengan tuntutan yang senantiasa dihadapi organisasi untuk menjawab tantangan yang
ada.
Guru juga merupakan salah satu sarana yang paling penting untuk membangun dan
mengembangkan pendidikan,terlebihlagi untuk keberlangsunganhidup bangsa di
tengah-tengah perlintasan perjalanan jaman dengan teknologi yang kian canggih dengan segala
perubahan dan pergeseran nilai.Oleh karena itu sangat penting untuk mengembangkan
kemampuannya.Sebagai pendidik atau pengajar merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan setiap upaya pendidikan.Faktor yang dapat mempengaruhi kualitas atau kinerja
guru adalah melalui lingkungan kerja non fisik danburnout.
Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan
organisasi yang telah ditetapkanWirawan (2009)dalam Potu (2013) menyatakan kinerja
adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan
menyatakan kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
Bacal (1999) dalam Wibowo (2011), memandang manajemen kinerja sebagai proses
komunikasi yang dilakukan secara terus-menerus dalam kemitraan atara karyawan dengan
atasan langsungnya.Faktor yang dapat mempengaruhi kinerja salah satunya adalah
lingkungan kerja non fisik dan burnout.Jika kedua faktor ini diperhatikan dengan baik maka dapat meminimalisir kesalahan dalam bekerja dan dapat meningkatkan performa dan
produktivitas dalam bekerja, sehingga dapat meningkatkan kinerja menjadi lebih baik.
Lingkungan kerja adalah tempat dimana karyawan melakukan aktivitas setiap
harinya.Lingkungan kerja dikatakan baik apabila karyawan dapat melaksanakan kegiatan
secara optimal, sehat, aman, dan nyaman.Supardi (2003) dalam Potu (2013), menyatakan
lingkungan kerja merupakan keadaan sekitar tempat kerja baik secara fisik maupun non fisik
yang dapat memberikan kesan yang menyenangkan, mengamankan, menentramkan dan
kesan betah kerja dan lain sebagainya.Menurut Sedarmayanti (2009) dalam Norianggono
dkk.(2014) lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan
dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan, maupun hubungan dengan sesama
rekan kerja ataupun hubungan dengan bawahan.
Lingkungan kerja non fisik mempunyai peranan penting terhadap baik buruknya
kualitas hasil kerja karyawan. Jika karyawan memiliki lingkungan kerja yang nyaman, aman,
kondusif, dan menyenangkan secara psikis karyawan akan merasa betah di dalam
lingkungan kerjanya dan akan mempengaruhi kinerja yang dimilikinya. Pekerjaan-pekerjaan
Lingkungan kerja yang baik juga akan menghasilkan hubungan positif diantara rekan kerja,
atasan maupun dengan bawahan.
Bila lingkungan kerja nyaman maka bisa dipastikan performa yang akan dihasilkan pun
maksimal. Hal ini di dukung dengan beberapa penelitian dari Trisno dan Suwarti
(2004)dalam Arianto (2013), hasil penelitian menunjukan bahwa lingkungan kerja
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Penelitian dari Dharmawan (2011) yang
membuktikan bahwa lingkungan kerja non fisik berpengaruh positif dan signifikan secara
langsung terhadap kinerja karyawan Hotel Nikki Denpasar dengan nilai standardized direc effec sebesar 0,204. Potu (2013), ada pengaruh positif lingkungan kerja secara parsial terhadap kinerja karyawan.Oktaviana dan Ariefiantoro (2011) dalam Potu (2013), hasil
penelitian menunjukkan bahwa motivasi, kepemimpinan, lingkungan kerja berpengaruh
signifikan terhadap kinerja karyawan.
Selain lingkungan kerja burnout juga berpengaruh dalam produktivitas kinerja seseorang. Maharani dan Triyoga (2012) dalam Mahendra dan Mujiati(2015), menyatakan
burnout merupakan gejala kelelahan emosional yang disebabkan oleh tingginya tuntutan pekerjaan, yang seiring dialami individu yang bekerja pada situasi dimana ia harus melayani
kebutuhan orang banyak. Burnout lebih banyak terjadi pada caregiver dengan pengalaman yang minim karena mereka cenderung memiliki kemampuan pertahanan diri yang kurang
terhadap stres menurut, Won dan Son (2012) dalam Mahendra dan Mujiati (2015).
Sebenarnyaburnout adalah lelah, fisik, mental, dan emosional yang sering dialami oleh pekerja sosial atau tekanan emosi, secara konstan atau berulang-ulang yang diakibatkan oleh
banyak faktor dan dalam jangka waktu yang lama. Seseorang yang bekerja dalam kedaan
fisik maupun psikologisnya, karena suatu pekerjaan tertentu akan membuat seseorang
menjadi mudah lelah, lemas, tidak semangat, tidak fokus, banyak kesalahan yang dilakukan
saat bekerja.
Seseorang yang terus bekerja dalam keadaan seperti ini akan mempengaruhi performa
kerjanya menjadi buruk dan akan menurunkan kinerja. Beberapa penelitian menyebutkan
bahwa, Mahendra dan Mujiati (2015), Burnout berpengaruh negatif dan signifikan pada kinerja karyawan. Penelitian yang dilakukan Ahmad (2008) dan Karatepe (2013) dalam
Poernomo (2015) menyatakan bahwa ketika kelelahan emosional yang dialami karyawan
tinggi, maka kinerja karyawan rendah.
Menurut Kleiber & Ensman (Uus, 2010) bibliografi terbaru yang memuat 2496
publikasi tentang burnout di Eropa, yang dikutip oleh Prestiana, dkk (2012) menunjukkan 43% burnout dialami pekerja kesehatan dan sosial (perawat) 32% dialami guru (pendidik), 9% dialami pekerja administrasi dan manajemen, 4% pekerja dibidang hukum dan
kepolisian, dan 2% dialami pekerja lainnya. Yanuar dan Hari (2010), dalam Mahendra dan
Mujiati(2015), Variabel burnout memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja dimana perusahaan harus memperhatikan faktor faktor yg dapat menjadi pemicu terjadinya burnout
maka akan semakin menurunkan kinerja karyawan.
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa guru termasuk salah satu
pekerjaan yang mudah mengalami burnout, karena secara umum para tenaga pengajar merasakan kelelahan emosional yang cukup besar karena harus menangani siswa dan siswi
dengan kebutuhan khusus, sehingga sangat diperlukan perhatian yang cukup besar dan
penanganan yang berbeda-beda dalam mengajar. Keadaan seperti ini perlu mendapatkan
Berkomunikasi dengan siswa-siswa berkebutuhan khusus, memberikan ilmu atau
mengajar dengan cara dan metode yang berbeda pasti akan merasakan kelelahan tersendiri
bagi seorang guru.Jika tidak di perhatikan dengan baik maka dapat berpengaruh negatif
tehadap pekerjaan, seperti lelah secara fisik maupun psikologis, kurang bersemangat, tidak
fokus, lemas dan akan berdampak pada stamina atau performanya saat bekerja. Hal ini dapat
berpengaruh pada menurunnya kinerja.
Fenomena yang terjadi di SLB N 01 Bantul Yogyakarta adalah hubungan kerja yang
terjadi antar karyawan atau tenaga pengajar dirasa kurang harmonis karena masih ada jarak
atau pembatas antara karyawan yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan tenaga
honorer (wiyata bhakti). Sehingga hal seperti itu dapat menimbulkan kesenjangan sosial di
antara para pengajar atau guru. Seharusnya antara karyawan atau tenaga pengajar dapat
terjalin hubungan kerja yang harmonis dan serasi, sehingga dapat meningkatkan kinerja guru
dalam bekerja. Hal di atas menunjukan bahwa lingkungan kerja non fisik , dan burnout
merupakan faktor kecenderungan kinerja mengajar guru. Berdasarkan latar belakang yang
diuraikan diatas, maka peneliti tertarik untuk memilih judul “PENGARUH LINGKUNGAN
KERJA NON FISIK DAN BURNOUTTERHADAP KINERJA GURU (Studi pada Kinerja Guru SLBN 01 Bantul Yogyakarta)”.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah lingkungan kerja non fisik berpengaruh positif terhadap kinerja guru?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data empirik,menganalisa data, menemukan
model hasil analisis serta menguji kebermaknaan pengaruh lingkungan kerja non fisik
danburnoutterhadap kinerja mengajar guru. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Untuk menganalisis pengaruh positif antara lingkungan kerja non fisik terhadap kinerja
guru.
2. Untuk menganalisis pengaruh negatifburnoutterhadap kinerja guru.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti, sebagai sarana untuk berlatih berpikir ilmiah terhadap masalah-masalah
yang dihadapi dalam dunia kerja khususnya masalah karyawan diperusahaan atau
organisasi.
2. Bagi instansi, hasil penelitian ini data berguna untuk kegiatan akademik dan berguna
menjadi refrensi penelitian sejenis untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut.
3. Bagi karyawan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori
1. Kinerja
a. Definisi Kinerja
Bacal (1999) dalam Wibowo (2011), memandang manajemen kinerja
sebagai proses komunikasi yang dilakukan secara terus-menerus dalam
kemitraan atara karyawan dengan atasan langsungnya. Proses komunikasi ini
meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta pemahaman
mengenai pekerjaan yang akan dilakukan. Proses komunikasi merupakan
suatu sistem, memiliki sejumlah bagian yang semuanya harus diikutsertakan,
apabila manajemen kinerja ini hendak memberikan nilai tambah bagi
organisasi, manajer, dan karyawan.
Berbeda dengan Bacal yang menekankan pada proses komunikasi,
Armstrong (2004) dalam Wibowo (2011), lebih melihat manajemen kinerja
sebagai sarana untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari organisasi, tim,
dan individu dengan cara memahami dan mengelola kinerja dalam suatu
kerangka tujuan, standar, dan persyaratan-persyaratan atribut yang disepakati.
sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian kinerja (prestasi
kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang pergawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Armstrong dan Baron (1998)
dalam Wibowo (2011), sebelumnya berpandangan bahwa manajemen kinerja
adalah pendekatan strategis dan terpadu untuk menyampaikan sukses
berkelanjutan pada oraganisasi dengan memperbaiki kinerja karyawan yang
bekerja di dalamnya dan dengan mengembangkan kapabilitas tim dan
kontributor individu.
Mereka juga mengutip pada Fletcher dalam Wibowo (2011) yang
menyatakan manajemen kinerja sebagai berkaitan dengan pendekatan
menciptakan visi bersama tentang maksud dan tujuan organisasi.Membantu
karyawan memahami, dan mengenal bagiannya dalam memberikan
kontribusi, dan dalam melakukannya, mengelola dan meningkatkan kinerja
baik individu maupun organisasi.
Sementara itu, Schwartz (1999) dalam Wibowo (2011), memandang
manajemen kinerja sebagai gaya manajemen yang dasarnya adalah
komunikasi terbuka antara manajer dan karyawan yang menyangkut
penetapan tujuan, memberikan umpan balik baik manajer kepada karyawan
maupun sebaliknya dari karyawan kepada manajer. Costello (1994) dalam
dan kekuatan pendorong yang berada di belakang semua keputusan
organisasi, usaha kerja, dan alokasi sumber daya. Dengan memperhatikan
pandangan para pakar di atas dapat dirumuskan bahwa pada dasarnya
manajemen kinerja merupakan gayamanajemen dalam mengelola sumber
daya yang berorientasi pada kinerja yang melakukan proses komunikasi
secara terbuka dan berkelanjutan dengan menciptakan visi bersama dan
pendekatan strategis serta terpadu sebagai kekuatan pendorong untuk
mencapai tujuan organisasi.
b. Tujuan dan Sasaran Kinerja
Dalam menentukan tujuan dan sasaran maka pertama kali yang perlu
dipertimbangkan adalah visi dan misi organisasi.Visi dan misi adalah
merupakan titik awal yang ditetapkan manajemen puncak dan menjadi dasar
bagi setiap orang untuk bekerja memberikan kontribusi untuk
mencapainya.Penetapan tujuan dan sasaran perlu mempertimbangkan
kompetensi yang dimiliki segenap sumber daya manusia dalam organisasi
harus mempunyaicore-competenciesuntuk mencapai tujuan organisasi. Sementara itu, perlu diidentifikasijob-based competencies, suatu prilaku yang melekat pada peran individual. Tujuan dan sasaran juga
menggambarkan bagaimana mendapatkan dan mengembangkan sumber
daya manusia yang memiliki kedua kompetensi tersebut.Penetapan tugas
descriptionharus membantu menggambarkan key areas atau bidang tugas utama di mana sebagian besar usaha perlu diarahkan, bahkan meskipun
deskripsinya sendiri tidak terlalu baik.
Tujuan dan sasaran bersifat quantifiable atau dapat dikuantitatifkan, sehingga kinerja dapat diukur dalam bentuk angka. Perlu dipastikan bahwa
angka spesifik tentang apa yang diharapkan harus dibuat jelas. Tujuan dan
sasaran pada tingkat organisasi di bawah harus ditarik dari tujuan dan
sasaran diatasnya.Kita juga harus memikirkan tentang keberhasilan kinerja,
successfull performance.Untuk itu perlu ditentukan bagaimana mengukur keberhasilan. Apabila tujuan dan sasaran bersifat kuantitatif, hasilnya akan
jelas. Tetapi akan menjadi lebih sulit menilai apabila tidak bersifat kuatitatif,
seperti pelayanan konsumen.
Tujuan dan sasaran pertimbangan development needs atau pengembangan yang diperlukan sumber daya manusia dalam organisasi.
Pimpinan puncak biasanya memahami kebutuhan tersebut, namun masukan
dari bawahan akan sangat membantu. Pimpinan menentukan usaha
pengembangan diletakkan pada bidang yang tepat untuk mencapai
keberhasilan kinerja. Ken Lawson (2005) dalam Wibowo (2011)
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Berikut faktor yang mempengaruhi kinerja menurut Mangkunegara
(2013) adalah sebagai berikut:
1. Faktor kemampuan
Secara psikologis kemampuan pegawai terdiri dari kemampuan potensi
(IQ) dan kemampuan reality(skill). Artinya pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk
jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka
akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Jadi, jika seorang
pemimpin atau karyawan tersebut mempunyai potensi atau keahlian
dalam bekerja di suatu organisasi bisa jadi akan meningkatkan kemajuan
dari organisasi tersebut.
2. Faktor motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi
kerja.Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang
terarah untuk mencapai tujuan organisasi.
d. Karakteristik Kinerja Karyawan
Karakteristik orang yang mempunyai kinerja tinggi adalah sebagai
berikut Mangkunegara (2013) :
1 Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi.
3 Memiliki tujuan yang realistis.
4 Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk
merealisasi tujuannya.
5 Memanfaatkan umpan balik (feed back) yang konkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukannya.
6 Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah
diprogramkan.
e. Indikator Kinerja Karyawan
Menurut Jansen (2001) dalam Mas’ud (2004) seperti dikutip kembali
oleh Narani (2010) terdapat tujuh indikator pengukuran kinerja karyawan
yaitu kuantitas dan kualitas kinerja, efiesiensi karyawan, standar kualitas
karyawan, usaha karyawan, pelaksanaan tugas,pengetahuan karyawan dan
tingkat kreativitas karyawan.
2. Lingkungan Kerja Non Fisik
a. Definisi Lingkungan Kerja Non Fisik
Menurut Sedarmayanti (2009) dalam Norianggonodkk.(2014)
lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan
dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan, maupun hubungan
dengan sesama rekan kerja ataupun hubungan dengan bawahan.Perusahaan
hendaknya dapat mencerminkan kondisi yang mendukung kerja sama antar
lingkungan kerja non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja
yang tidak bisa diabaikan. Menurut Wursanto (2009) dalam Dharmawan
(2011) lingkungan kerja dibagi menjadi dua yaitu lingkungan kerja fisik dan
lingkungan kerja non fisik/psikis.
b. Kondisi Lingkungan Kerja yang Menyangkut SegiPsikis
Kondisi lingkungan kerja yang menyangkut psikis adalah segala sesuatu
yang menyangkut segi psikis dan lingkungan kerja, antara lain meliputi.
Wursanto (2009):
1. Adanya perasaan aman dari para pegawai dalam menjalankan tugasnya,
yang meliputi:
a. Rasa aman dari bahaya yang mungkin timbul pada saat menjalankan
tugas.
b. Merasa aman dari pemutusah hubungan kerja yang
sewenang-wenang (secara tidak adil).
c. Merasa aman dari segala macam bentuk tuduhan sebagai akibat dari
saling curiga mencurigai di antara pegawai.
2. Adanya loyalitas yang bersifat dua dimensi, yaitu vertikal dan
horizontal.
a. Loyalitas yang bersifat vertikal, yaitu loyalitas antara pimpinan dan
menunjukkan loyalitas pimpinan terhadap bawahan dapat dilakukan
dengan berbagai cara, antara lain:
1. Mengadakan anjangsana ke rumah-rumah pegawai pada saat-saat
tertentu. Dengan demikian pegawai akan merasa senang dan
bangga. Anjangsana ini sebenarnya dapat dilakukan secara
teratur, misalnya dengan mengadakan arisan karyawan yang
tempatnya berpindah-pindah dan diikuti oleh keluarga karyawan.
2. Ikut memecahkan masalah yang sedang dihadapi oleh pegawai,
sepanjang pegawai yang bersangkutan tidak merasa keberatan.
3. Membela kepentingan bawahan, sepanjang kepentingan itu tidak
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
4. Membela bawahan dari pihak-pihak lain, meskipun secaraintern
itu mendapat teguran dan bahkan mendapat peringatan keras dari
pimpinan
5. Melindungi karyawan dari segala bentuk ancaman yang
datangnya dari pihak lain, sepanjang bawahan itu pada posisi
atau garis yang benar.
Sedangkan untuk melihat loyalitas bawahan terhadap atasan
dapat dilakukan antara lain dengan melakukan kebijaksanaan
hari raya agama yang dianut oleh pimpinan (lebaran, natalan dan
sebagainya).
b. Loyalitas yang bersifat horizontal adalah loyalitas antara pimpinan
dengan pimpinan yang setingkat, antara bawahan dengan bawahan,
atau antar pegawai yang setingkat.
3. Adanya perasaan puas dikalangan pegawai. Perasaan puas ini akan
terwujud apabila pegawai merasa bahwa kebutuhannya dapat terpenuhi,
baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan sosial, lebih-lebih kebutuhan
yang bersifat psikologis.Apabila semua kebutuhan akan lingkungan
kerja diatas dapat dipenuhi, para pegawai dapat diharapkan akan
berprilaku sesuai dengan prilaku yang diharapkan organisasi.
c. Manfaat Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman memiliki berbagai
manfaat bagi karyawan dan perusahaan.Rivai (2009) dalam Norianggono
dkk. (2014) mengemukakan manfaat lingkungan kerja yang aman dan sehat
adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan produktivitas karena menurunnya jumlah hari yang
hilang.
2. Meningkatkan efisiensi dan kulitas pekerja yang lebih berkompeten.
4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih
rendah karena menurunnya pengajuan klaim.
5. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari
meningkatnya partisipasi dan rasa kepemilikan.
6. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena naiknya citra
perusahaan.
Upaya-upaya perlu dilakukan oleh manajemen untuk menciptakan
lingkungan kerja yang kondusif dan membuat para karyawan merasa nyaman
karena lingkungan kerja sangat mempengaruhi baik atau tidaknya kinerja
karyawan. Lingkungan kerja yang baik akan mendukung karyawan untuk
memiliki kinerja yang positifsedangkan lingkungan kerja yang buruk akan
mendukung karyawannya memiliki kinerja yang negatif.
d. Indikator Lingkungan Kerja Non Fisik
Kajian lingkungan kerja non fisik bertujuan untuk membentuk sikap
karyawan yang positif yang dapat mendukung kinerja karyawan. Wursanto
(2009) berpendapat bahwa ada beberapa unsur penting dalam pembentukan
sikap dan prilaku karyawan dalam lingkungan kerja non fisik, yaitu sebagai
berikut:
2. Suasana kerja yang dapat memberikan dorongan dan semangat kerja
yang tinggi.
3. Sistem pemberian imbalan (baik gaji maupun perangsang lain) yang
menarik.
4. Perlakuan dengan baik, manusiawi, tidak disamakan dengan robot atau
mesin.
5. Kesempatan untuk mengembangkan karir semaksimal mungkin sesuai
dengan bataskemampuan masing-masing.
6. Ada rasa aman dari para anggota, baik dari dinas maupun dari luar dinas.
7. Hubungan yang berlaku secara serasi, lebih bersifat informal, penuh
kekeluargaan.
8. Para anggota mendapatkan perlakuan secara adil dan objektif.
3. Burnout
a. DefinisiBurnout
Menurut Poerwandari (2010) dalam Mizmir (2011) menyatakan bahwa
burnout adalah kondisi seseorang yang terkuras habis dan kehilangan energi psikis maupun fisik. Biasanya burnoutdialami dalam bentuk kelelahan fisik, mental, dan emosional yang terus-menerus. Karena bersifat psikobiologis
(beban psikologis berpindah ke tampilan fisik, misalnya mudah pusing, tidak
dapat konsentrasi, gampang sakit) dan biasanya bersifat kumulatif, maka
John Izzo dalam Luthans (2011), mantan profesional sumber daya
manusia di daerah pembangunan kerja, menunjukkan bahwa burnout may be the consequence of “losing a sense of the basic purpose and fulfillment of your work”.Yang bermakna burnoutmungkin konsekuensi dari “kehilangan rasa tujuan dasar dan pekerjaan seseorang yang berlebihan”.
Maslach dan Jacson dalam Kristen dkk. (2005) seperti yang dikutip
kembali Hanafi (2012) menyatakan bahwa burnout adalah suatu sindrom kelelahan emosi (emotional exhaustion), kelelahan fisik (physical exhaustion), sikap kurang menghargai atau kurang memiliki pandangan positif terhadap orang lain (depersonalization) dan penurunan pencapaian prestasi diri (reduced personal accomplishment) yang ditandai dengan menurunnya kemampuan dalam menjalankan tugas-tugas rutin sebagai
akibat dari adanya stres berkepanjangan.
Maharani dan Triyoga (2012) dalam Mahendra dan Mujiati (2015),
menyatakanburnoutmerupakan gejala kelelahan emosional yang disebabkan oleh tingginya tuntutan pekerjaan, yang sering dialami individu yang bekerja
pada situasi dimana ia harus melayani kebutuhan orang banyak. Burnout
lebih banyak terjadi pada caregiver dengan pengalaman yang minim karena mereka cenderung memiliki kemampuan pertahanan diri yang kurang
kembali oleh Maharani (2013) mengatakan bahwa burnout merupakan sindrome psikologis yang terdiri dari tiga dimensi, yaitu:
1. Kelelahan emosional
2. Depersonalisasi
3. Low personal accomplishment
Dijelaskan bahwa pekerjaan yang berorientasi melayani orang lain dapat
membentuk hubungan yang asimetrik antara pemberi dan penerima layanan.
Seseorang yang bekerja pada bidang pelayanan akan memberikan perhatian,
pelayanan, bantuan dan dukungan kepada klien, mahasiswa dan pasien.
b. Faktor Yang MempengaruhiBurnout
Moore (2000) dalam Maharani (2013), menyatakan beberapa penyebab
yang mempengaruhi kelelahan kerja (burnout)antara lain:
1. Pekerjaan yang berlebihan dan kekurangan sumber daya manusia yang
kompeten mengakibatkan pekerjaan menjadi menumpuk, yang
seharusnya dikerjakan dengan jumlah karyawan yang lebih banyak.
2. Kekurangan waktu, batas waktu yang diberikan untuk menyelesaikan
suatu pekerjaan terkadang tidak masuk akal. Pada saat karyawan hendak
mendiskusikan masalah tersebut kepada atasannya, akan tetapi kadang
atasannya tidak memberi solusi namun seringkali memberikan
3. Konflik peran, hal ini biasanya terjadi antar karyawan dengan jenjang
posisi yang berbeda, yang seringkali disebabkan oleh otoritas yang
dimiliki oleh peranan atau jabatan tersebut.
4. Ambiguitas peran, tidak jelasnya deskripsi tugas karyawan hal ini
seringkali menyebabkan karyawan mengerjakan sesuatu pekerjaan yang
seharusnya tidak dikerjakan oleh karyawan tersebut.
c. Gejala PadaBurnout
Gejala pada burnout adalah gejala yang tidak biasa dan sulit untuk dijelaskan Potter (2005) dalam Mizmir (2011).Burnout adalah hilangnya gairah dalam bekerja sehingga yang terkena burnout menjadi tidak sanggup bekerja. Burnout tidak terjadi dalam waktu singkat. Ini adalah proses kumulatif, dimulai dengan tanda peringatan kecil, yang ketika diabaikan bisa
berkembang menjadi kondisi yang serius. Potter (2005) dalam Mizmir (2011)
menjelaskan gejal-gejalaburnoutmeliputi :
1. Emosi negatif, terkadang perasaan marah, frustasi, depresi,
ketidakpuasan dan kegelisahan merupakan bagian normal dari kehidupan
dan bekerja. Akan tetapi pada orang yang terperangkap dalam siklus
burnout emosi negatif ini lebih sering terjadi sehingga lama-kelamaan menjadi kronis. Dalam tahap-tahap selanjutnya terlihat kecemasan, rasa
bersalah, ketakutan yang kemudian menjadi depresi. Kemurungan dan
2. Frustasi, perasaan frustasi di dunia kerja dalam sebagian besar waktu
bekerja dan dalam melaksanakan tanggungjawab pekerjaan merupakan
gejala awal burnout. Namun, banyak korban burnout menyalahkan diri sendiri dengan menunjukkan mereka frustasi atas kegagalan mereka
sendiri.
3. Depresi, perasaan depresi mendalam hampir sama dengan kelelahan
emosional dan spiritual dimana individu seperti kehabisan energi.
Depresi terjadi sebagai respon terhadap situasi pekerjaan, hal itu bisa
menjadi masalah dalam diri individu yang menyebabkan gangguan
kesehatan yang memburuk dan penampilan kerja.
4. Masalah kesehatan, cadangan emosional korban burnout terkuras, dan kualitas hubungannya memburuk, ketahanan fisik mereka juga menurun.
Mereka tampaknya dalam keadaan tegang dan stres kronis. Lebih sering
terkena penyakit ringan, seperti pilek, sakit kepala, insomnia, gangguan kardiovaskular, dan gangguan pencernaan, serta masalah kesehatan
serius lainnya.
5. Kinerja menurun, tingkat energi yang tinggi, kesehatan yang baik, dan
kondisi prima yang diperlukan saat bekerja dengan kinerja tinggi
semuanya bisa habis akibat burnout. Efisiensi dan kualitas kerja mengalami penurunan. Kinerja menurun menyebabkan bekerja menjadi
meningkat, selain itu korban burnout sering mengalami kondisi emosional. Tinggal menunggu waktu saja sampai terjadi penurunan yang
cukup besar dalam kualitas kinerja. Hasinya adalah penurunan
produktivitas.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penderita burnout
mengalami emosi negatif sehingga mudah murung dan marah, frustasi
dengan menyalahkan diri sendiri atas kegagalan. Depresi berupa kelelahan
emosional dan spiritual dimana individu seperti kehabisan energi, masalah
kesehatan seperti flu, insomnia, ganguan kardiovaskular dan gangguan pencernaan. Penurunan kinerja yang ahirnya dapat menurunkan
produktivitas.
d. IndikatorBurnout
Indikator burnout menurut Yanuar dan Hary (2010) dalam Mahendra dan Mujiati (2015):
1. Kelelahan fisikketidak berdayaan menghadapi situasi kerja ditandai
dengan rasa lelah akibat pekerjaan yang dijalani.
2. Kelelahan emosional, ketidak berdayaan mengendalikan emosi
menghadapi situasi kerja yang mempengaruhi emosi seseorang ditandai
3. Kelelahan mental, ketidakberdayaan menghadapi situasi kerja sebagai
akibat adanya tekanan beban kerja yang mempengaruhi jiwa seseorang
ditandai dengan depresi atau tertekan.
4. Rendahnya penghargaan diri, ditandai dengan individu tidak pernah
merasa puas dengan hasil sendiri.
5. Depersonalisasi, ditandai dengan menjauhnya individu dari lingkungan
sekitarnya.
B. Hipotesis
1. Lingkungan Kinerja Non Fisik
Nitisemito (2005)dalam Roring dkk.(2014) mendefinisikan lingkungan
kinerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat
mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugasnya yang diembankan.
Kondisi lingkungan kerja yang menyangkut psikis adalah segala sesuatu yang
menyangkut segi psikis dan lingkungan kerja,Wursanto (2009). Lingkungan
kerja baik secara fisik maupun psikologis yang mampu memberikan
kenyamanan dan keamanan di lingkungan tempat bekerja tentu akan
membuat seseorang yang bekerja menjadi merasa betah, dan senang dalam
melakukan pekerjaannya, bahkan karyawan akan menganggap lingkungan
tempatnya bekerja seperti rumahnya.
Bila seseorang yang bekerja di lingkungan kerja seperti ini maka akan
dalam bekerja, semangat, dan fokus dalam bekerja sehingga akan
meningkatkan performanya dalam bekerja yang akan berdampak dalam
kinerjanya menjadi lebih baik. Namun hal yang sebaliknya akan terjadi
apabila faktor lingkungan kerja tidak diperhatikan dengan benar
Hal ini didukung dengan beberapa penelitian dari Trisno dan Suwarti,
2004 yang dikutip oleh Arianto (2013), hasil penelitian menunjukkan bahwa
lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja.
Potu (2013), adapengaruh positif lingkungan kerja secara parsial
terhadap kinerja karyawan.
Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Dharmawan (2011)
yang membuktikan bahwa lingkungan kerja non fisik berpengaruh positif dan
signifikan secara langsung terhadap kinerja karyawan Hotel Nikki Denpasar
dengan nilaistandardized direc effecsebesar 0,204.
H1: Lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja karyawan
2. Burnout
Menurut Maslach et al. (2001) dalam Mahendra dan Mujiati
(2015),burnoutsebagai sindrom psikologis yang melibatkan respon yang berkepanjangan terhadap stressor interpersonalyang kronis dalam pekerjaannya.John Izzo dalam Luthans (2011), mantan profesional sumber
may be the consequence of “losing a sense of the basic purpose and fulfillment of your work”.
Yang bermakna burnout mungkin konsekuensi dari “kehilangan rasa tujuan dasar dan pekerjaan seseorang yang berlebihan”.Kelelahan kerja baik
secara fisik maupun psikologis yang konstan atau terus-menerus karena suatu
pekerjaan tertentu akan membuat seseorang menjadi mudah lelah, lemas,
tidak semangat, tidak fokus dan banyak melakukan kesalahan saat bekerja.
Seseorang yang terus bekerja dalam keadaan seperti ini akan mempengaruhi
performa kerjanya menjadi buruk dan akan menurunkan kinerjanya.
Hal tersebut didukung dengan penelitian Risambessy (2011) dalam
Mahendra dan Mujiati(2015), membuktikan bahwa burnout berpengaruh sinifikan dan negatif, ini menunjukan bahwa tekanan kerja dan sulitnya suatu
pekerjaan mempengaruhi tingkat kinerja yang dihasilkan.
Hasil ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Ahmad (2008)
dalam Karatepe (2013) yang dikutip kembali oleh Poernomo (2015)
menyatakan bahwa ketika kelelahan emosional yang dialami karyawan tinggi,
maka kinerja karyawan rendah.
Ada pula penelitian yang dilakukan oleh Putra (2010) menyatakan bahwa
turun sebesar 1,616 satuan pada karyawan bagian produksi PT. Tripilar
Betonmas Salatiga.
H2: Burnout berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja
karyawan C. Model Penelitian
Berdasarkan hipotesis diatas, maka dapat digambarkan suatu bagan model
penelitian mengenai Pengaruh Lingkungan Kerja Non Fisik dan Burnout
Terhadap Kinerja Guru SLBN 1 Bantul Yogyakarta sebagai berikut:
Lingkungan Kerja Non Fisik
(X1)
Burnout
(X2)
Kinerja (Y)
Gambar 2.1 Model Penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN A. Obyek/ Subyek Penelitian
1. Obyek Penelitian
Obyek dalam penelitian ini adalah SLBN 01 Bantul Yogyakarta, mengukur
adanya pengaruh lingkungan kerja non fisik dan burnout terhadap kinerja guru SLBN 01 Bantul Yogyakarta.
2. Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah guru SLBN 01 Bantul Yogyakarta
dengan populasi seluruh guru SLBN 01 Bantul Yogyakarta dengan total
sampel yang berjumlah 67 responden.
B. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang
bersumber pada data primer.Data primer adalah data yang diperoleh langsung
dari sumber aslinya atau data yang didapat dari sumber pertama baik individu
atau perorangan.Data primer pada penelitian ini adalah dari kuesioner dan
dokumen SLBN 01 Bantul Yogyakarta.
C. Teknik Pengambilan Sampel
Penelitian ini merupakan penelitian terhadap populasi.Populasi dalam
67.Diharapkan data dan hasil yang diperoleh bisa lebih akurat karena
langsung meneliti seluruh guru SLBN 01 Bantul Yogyakrta.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan membagikan angket
langsung kepada guru SLBN 01 Bantul Yogyakarta.Pembagian angket bertujuan
untuk mengetahui pendapat responden mengenai kinerja, lingkungan kerja non
fisik, danburnout.
Metode pengolahan data sebagai berikut:
1. Pengeditan (editing)
Pengeditan adalah proses yang bertujuan data yang dikumpulkan dapat
memberikan kejelasan, mudah dibaca, konsisten dan lengkap.
2. Pemberian kode (coding)
Pemberian kode adalah cara untuk memberikan kode tertentu terhadap
berbagai macam kuesioner untuk dikelompokkan dalam kategori yang sama.
3. Proses pemberian skor (scoring)
Setiap pihan jawaban responden diberikan skor atau bobot yang disusun
secara bertingkat berdasarkan skala likert.
Untuk angket lingkungan kerja, burnout dan kinerja, skor yang diberikan adalah sebagai berikut:
a. Sangat Setuju (SS) = 5 yang artinya sangat baik.
c. Kurang Setuju (KS) = 3 yang artinya cukup.
d. Tidak Setuju (TS) = 2 yang artinya tidak baik.
e. Sangat Tidak Setuju (STS) = 1 yang artinya sangat tidak baik.
E. Definisi Operasionel Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, oprasionalisasi menguraikan tentang indikator yang
digunakan untuk mengukur variabel penelitian, baik variabel independen maupun
variabel dependen.
Variabel Dependen (Terikat)
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel Kinerja
Definisi Variabel Dimensi / Indikator Skala
Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pergawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Mangkunegara (2013)
1. Kuantitas dan kualitas kerja 2. Efisiensi karyawan
3. Standar kualitas karyawan 4. Usaha karyawan
5. Pelaksanaan tugas 6. Pengetahuan karyawan 7. Tingkatkreativitas karyawan
Jansen (2001) dalam Mas’ud (2004) yang dikutip kembali oleh Narani (2010).
Variabel Independen (Bebas)
Tabel 3.2
Definisi Operasional Variabel Lingkungan Kerja Non Fisik
Definisi Variabel Dimensi / Indikator Skala
Lingkungan kerja non fisik adalah segala sesuatu yang menyangkut segi psikis dari lingkungan kerja. Wursanto (2009)
1. Pengawasan 2. Suasana kerja 3. Pemberian 4. Perlakuan baik
5. Kesempatan untuk mengembangkan karir. 6. Ada rasa aman
7. Hubungan berlangsung secara serasi 8. Para anggota mendapat perlakuan adil Wursanto (2009), seperti dikutip oleh Dharmawan (2011)
Likert
Tabel 3.3
Definisi Operasional VariabelBurnout
Definisi Variabel Dimensi / Indikator Skala
Burnout merupakan sindrom psikologis yang
melibatkan respon yang berkepanjangan terhadap stressor interpersonal yang kronis
dalam pekerjaannya. Maslach et al. (2001), dalam Mahendra dan Mujiati (2015)
1. Kelelahan fisik 2. Kelelahan emosional 3. Kelelahan mental
4. Rendahnya penghargaan diri 5. Depersonalisasi
Maslach dalam Diaz (2007) seperti dikutip kembali oleh Hidayatullah (2016)
F. Uji Kualitas Instrumen dan Data
1. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner
tersebut.Kriteria yang digunakan untuk mengukur valid tidaknya suatu data adalah jika r-hitung (koefisien korelasi) lebih besar dari r-tabel (nilai kritis)
maka dapat dikatakan valid. Selain itu jika nilai sig < 0,05(α = 5%) maka pernyataan dapat dikatakan valid dan jika nilai sig > 0,05 (α = 5%), maka
penyataan dikatakan tidakvalid. (Ghozali, 2011). 2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas menunjukkan sejauhmana tingkat stabilitas dan
konsistensi dari jawaban seseorang atas kuesioner tersebut, sehingga
memberikan hasil relatif konsisten jika pengukuran tersebut diulangi. Uji
reliabilitas dapat dilakukan dengan dua cara:
a. Pengukuran ulang atau repeated measure, pada hal ini responden diberikan pertanyaan yang sama pada waktu yang berbeda dan
kemudian dilihat apakah jawaban dari responden hasilnya tetap
konsisten atau tidak.
pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan.
Menurut Nunnally (1994) dalam Ghozali (2011) suatu variabel
dikatakan reliabel apabila nilai cronbach alpha> 0,70. Pengukuran ini menggunakan SPSS dengan uji statistikcronbach alpha(α).
G. Uji Asumsi Klasik
1. Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel residual memiliki distribusi normal.Dalam mendeteksi apakah
residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji
statistik (Ghozali, 2011).
a. Analisis Grafik
Dalam analisis ini dengan melihat grafik histogram yang
membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati
distribusi normal.Selain melihat grafik histogram maka perlu melihat
normalprobabilityplot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal.
b. Analisis Statistik, uji statistik sederhana dapat dilakukan dengan melihat
nilaikurtosisdanskewnessdari residual.
2. Uji multikolinieritas, bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika
orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol, Ghozali (2011).
3. Uji heteroskedastissitas, bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varian dari residualsatu pengamatan ke
pengamatan lain tetap maka disebut homoskedastisitas dan sebaliknya
apabila berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah
yang homoskedastisitas, Ghozali (2011).
H. Tehnik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
1. Tehnik Analisis Data, tehnik analisis data yang digunakan yaitu, regresi
linier berganda. Analisis regresi ganda digunakan oleh peneliti, bila peneliti
bermaksud meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel
dependen sebagai faktor prediktor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya).
Jadi analisis regresi ganda akan dilakukan bila jumlah variabel
independennya minimal 2, menurut Sugiono (2015). Pengujian hipotesis
dilakukan dengan persamaan regresi berganda dengan rumus:
Y = a + b1X1+b2X2 Keterangan:
Y = kinerja
a = konstanta
X2= burnout
a. Uji t (test), dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh
secara parsial terhadap kinerja (variabel dependen) dengan:
1) Menentukan formulasi H0 dan Ha
Ho : b1 = 0, berarti tidak ada pengaruh dari masing-masing
variabel bebas (x) terhadap variabel terikat (y).
Ha : b2 ≠ 0, berarti ada pengaruh ada pengaruh dari
masing-masing variabel bebas (x) terhadap variabel terikat (y).
2) Menentukan drajat kepercayaan 95% (α= 0,05)
3) Menentukan signifikansi
Nilai signifikansi ( Pvalue ) ≤ 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Nilai signifikansi ( Pvalue ) > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak.
b. Uji f
1) Menentukan formulasi hipotesis
Ho : b1= 0, berarti tidak ada pengaruh dari masing-masing variabel
bebas (x) terhadap variabel terikat (y).
Ha : b2≠ 0, berarti ada pengaruh ada pengaruh dari masing-masing
variabel bebas (x) terhadap variabel terikat (y).
3) Menentukan signifikansi
Nilai signifikansi ( P value ) ≤ 0,05, maka Ho ditolak dan Ha
diterima.
Nilai signifikansi ( P value ) > 0,05, maka Ho diterima dan Ha
ditolak.
2. Pengujian Hipotesis
a. Uji t, untuk menguji signifikansi pengaruh variabel lingkungan kerja
non fisik dan burnout terhadap kinerja karyawan. Cara melakukan uji t menurut Ghozali (2011) adalah sebagai berikut:
1) Quick look: bila jumlah degree of freedom (df) adalah ≥ 20 dan derajat kepercayaan sebesar 5%, maka H0 yang menyatakan bi = 0
dapat ditolak bila nilai t besar dari 2 (dalam nilai absolute). Dengan kata lain menerima hipotesis yang menyatakan bahwa suatu variabel
independen secara individual mempengaruhi variabel dependen.
2) Membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel.
Apabila nilai statistik t hasil perhitungan lebih tinggi dibandingkan
nilai t tabel, maka menerima hipotesis alternatif yang menyatakan
bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi
b. Uji F, untuk menguji ketepatan model dalam memprediksi pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen. Cara melakukan uji F
menurut Ghozali (2011) adalah sebagai berikut :
1) Quick look :apabila nilai F > 4, maka H0 dapat ditolak pada derajat kepercayaan 5%, dengan kata lain menerima hipotesis yang
menyatakan bahwa suatu variabel independen serentak dan
signifikan dalam mempengaruhi variabel dependen.
2) Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F menurut
tabel. Bila nilai F hitung > dari nilai F tabel, maka h0 ditolak dan
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Oyek Penelitian
1. Identitas Sekolah
a. Nama Sekolah : SLB Negeri 1 Bantul
(Eks. SLB Negeri 3 Yogyakarta)
b. Status Sekolah : Negeri
c. Jenis Pelayanan : Tunanetra (A)
Tunarungu (B)
Tunagrahita Ringan (C)
Tunagrahita Sedang (C1)
Tunadaksa (D)
Tunadaksa Ringan (D1)
Autis
d. Alamat lengkap : Jl. Wates 147, km. 3, Ngestiharjo
Kecamatan : Kasihan
Kabupaten : Bantul (kode pos: 55182)
Provinsi : Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomer Telepon : (0274) 374410
E-mail :slbn1bantul@yahoo.co.id
Website :www.slbn1bantul.sch.id
e. NSS : 92.104.01.03.002
f. NPSN : 20400162
g. NPWP : 00.054.147.3.543.000
h. Izin Operasional :
1) SK. 106/0/1996 tentang pendirian SLB Negeri Bantul, tanggal 23 April
1996
2) SK. Gubernur No.126/2003 tentang perubahan nama dari SLB Negeri
Bantul menjadi SLB Negeri 3 Yogyakarta, tanggal 1 Oktober 2003
3) SK. Gubernur No. 40 tahun 2010 tentang perubahan atas peraturan
gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta no. 36 tahun 2008 tentang
organisasi dan tata kerja UPTD dan UPLTD Prov DIY
i. Tanah dan Bangunan : Status tanah : Hak Pakai No. 00005
Nama Pemegang Hak : Pemerintah Prov DIY
Luas Tanah : 29.562 m2
Luas Bangunan : 11.440 m2
No. Sertifikat Tanah : 13.01.03.02.2.00005
Penerbitan Sertifikat : Bantul, 22-03-2006
k. SK. Kepala Sekolah : SK. Gubernur DIY. No. 273/Pem.D/UP/D.4,
Tanggal 11 September 2013
l. Kondisi Sekolah : Baik (70%), Rusak ringan (20%), Rusak berat
(10%)
2. Sejarah Singkat Sekolah
Tahun 1971 merupakan tahap rintisan. Alumni sekolah guru pendidikan luar
biasa (SGPLB) merintis SLB A untuk tunetra dan SLB C untuk tunanetra, di
kelas khusus lokal SD Klitren, Kecamatan Gondokusuman, Yogyakarta. Jumlah
siswa tunanetra = 2, Tunagrahita = 13. Tahun 1972, perinntisan SLB untuk SLB
B untuk tunarungu wicara dan SLB C untuk tunagrahita di kompleks SMEA
Sutodirjan, Kecamatan Ngampilan, Yogyakarta (pada waktu itu SGPLB juga
menempati komplek tersebut). Jumlah siswa tunarungu = 9 siswa dan tunagrahita
= 18 siswa.
Tahun 1973, perintisan SLB D untuk tundaksa berjumlah = 9 siswa,
menempati rumah Bapak Hadisudarmo, salah seorang wali siswa, yang beralamat
di Condronegaran MD. 3/ 78 Kecamatan Mantrirejon, Yogyakarta. Tahun 1976,
SLB B dan SLB C Sutodirjan pindah kejalan Bintaran Tengah No. 3, mengikuti
SGPLB yang pada waktu itu juga menempati gedung tersebut. Tahun 1977, SLB
A, B,C dan D pindah ke jalan Wates 147, Desa Ngestiharjo, Kecamatan Kasihan,
Kabupaten Bantul mengukuti kepindahan SGPLB yang telah mempunyai gedung
Adapun perintis berdirinya SLB tersebut adalah:
1. Sukendra
2. Marsudi hadiwarsito
3. Siti rahayu Ds.
Kepala SLB Latihan dijabat oleh kepala SGPLB Negeri Yogyakarta. Tahun
1990-1996, dengan adanya perkembangan jumlah siswa, maka diatur adanya
pengelola yang defnitip, dengan setatus guru (DPK) yang diberi tugas tambahan
sebagai kepala sekolah, sbb:
SLB A (Tunanetra) Drs. Rustanto
SLB B (Tunarungu Wicara) Dra. Sukartinah
SLB C (Tunagrahita) Dra. Sri Sarwasih
SLB D (Tunadaksa) Drs. Marsudi Hadiwarsito
Setelah SGPLB alih fungsi, maka SLB latihan SGPLB menempati seluruh
bangunan, kecuali asrama yang dikelola langsung oleh Kanwil P dan K Provinsi
DIY. Tahun 1996, SLB A,B,C, dan D menjadi sekolah baru berstatus Negeri
bernama “SLB Negeri Bantul” dengan SK. Mendikbud No. 106/O/1996. SLB
tersebut menempati areal tanah eks. SGPLB di jalan Wates 147, km. 3 desa
Ngestiharjo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Propinsi DIY.
Luas areal tanah 29.562 m2. Layanan pendidikan untuk anak tunanetra (A)
Tunarungu (B), Tunagrahita (C/C1), dan Tunadaksa (D). Tahun 2003, dengan
Oktober 2003, maka SLB Negeri Bantul berubah nama menjadi “SLB Negeri 3
Yogyakarta” yang secara resmi mulai digunakan pada tanggal 19 April 2004.
Mulai tahun pelajaran 2003/2004 layanan pendampingan dan suporting system di
sekolah penyelenggara pendidikan inklusi (SPPI) dalam rangka uji coba
pendidikan inklusi. Selanjutnya dilaksanakan restrukturisasi dan revitalisasi
dalam rangka optimalisasi fungsi sarana prasarana untuk klinik rehabilitasi dan
Resouce Center Pendukung Inklusi (RC IX Propinsi DIY).
Mulai tahun pelajaran 2005/2006 dibuka layanan klinik rehabilitas,
bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Gigi, RS Sardjito Yogyakarta, Fakulta
Psikologi UGM/UAD, Puskesmas Kecamatas Kasihan Bantul, Akademi
Fisioterapi Yogyakarta dan UNY sebagai peningkatan layanan sosiologis,
psikologis, medis, dan vokasional bagi semua anak berkebutuhan khusus di SLB
Negeri 1 Bantul maupun SLB sekitarnya. Pada tahun ini pula, dirintis layanan
pendidikan/ pelatihan anak autis.
Tahun 2010, dengan adanya perubahan struktur organisasi pemerintahan
baik di pusat maupun di daerah maka berdasarka SK. Gubernur No. 40 Tahun
2010 tentang perubahan atas peraturan Gubernur DIY No. 36 tahun 2008 tentang
organisasi dan tata kerja UPTD dan UPLTD Propinsi DIY maka SLB Negeri 3
Yogyakata berubah nama kembali menjadi “SLB Negeri 1 Bantul”.
Kepala Sekolah Luar Biasa Yang Pernah Menjabat adalah :
2. Dra. Sri Suwarsih (Tahun 2003-2010)
3. Dwi Hidayat, SIP (Tahun 2010-2012)
4. Martina Tri Wantini, S.Pd. (Tahun 2012-2013)
5. Muh. Basuni, M.Pd (Tahun 2013-Sekarang)
3. Tugas Pokok Fungsi Sekolah Luar Biasa Negeri
1. Fungsi dan Tugas
Fungsi :SLB Negeri mempunyai fungsi penyelenggaraan pendidikan
luar biasa.
Tugas :
a. Menyelenggarakan pelayanan pendidikan luar biasa dari tingkat
Persiapan, Dasar, Lanjutan dan Menengah.
b. Menyelenggarakan rehabilitasi dan pelayanan khusus bagi anak-anak
luar biasa
c. Melakukan publikasi yang menyangkut pendidikan luar biasa.
d. Menyelenggarakan pelatihan kerja bagi anak luar biasa dari berbagai
jenis ketunaan.
e. Melaksanakan kegiatan ketatausahaan
2. Fasilitas Pendukung
Untuk menunjang fungsi Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Bantul, didukung
dengan:
b. UKS dan klinik rehabilitasi
c. Sanggar kerja terlindung (Shellter Workshop) d. Pusat informasi dan teknologi
e. Perpustakaan
f. Asrama siswa
g. Fasilita olahraga dan tempat bermain
h. Tempat ibadah
4. Visi, Misi, Tujuan dan Struktur Kelembagaan 1. Visi SLB Negeri 1 Bantul
a. Terwujudnya SLB Negeri 1 Bantul sebagai lembaga pendidikan yang
menyelenggarakan pelatihan ketrampilan yang berkualitas sesuai dengan
kondisi, potensi, kemampuan, dan kebutuhan individu siswa.
b. Memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana pembelajaran serta layanan
program khusus sesuai dengan kondisi, potensi, dan kemampuan, dan
kebutuhan individu siswa.
2. Misi SLB Negeri Bantul
Untuk mencapai visi tersebut, SLB Negeri Bantul menetapkan misi sbb:
a. Megembangkan pusat sumber pendukung penyelenggaraan sistem
pendidikan inklusi mulai dari jenjang pendidikan usia dini, pendidikan
b. Menyelenggarakan habilitasi dan rehabilitasi secara profesional dengan
layanan medis, sosial, psikologi dan vokasional.
c. Meningkatkan profesionalitas tenaga pendidik, kependidikan, dan non
kependidikan.
d. Memiliki sistem manajemen dan keuangan yang transparan, akuntabel,
dan partisipatori.
e. Menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusif, ramah, dan
aksesibel untuk semua warga sekolah.
f. Menggunakan teknologi informasi yang handal.
g. Memperluas jaringan dan peran masyarakat dan dunia usaha dala
layanan pendidikan, pelatihan dan penempatan siswa.
3. Tujuan SLB Negeri 1 Bantul, 4 tahun ke depan:
Untuk mencapai cita-cita lembaga, maka SLB Negeri 1 Bantul merasa
perlu menetapkan tujuan dari rencana induk pengembangan sekolah yang
ditetapkan sebagai program jangka menengah sebagai berikut:
Pada ahir tahun pelajaran 2015/2016 SLB N 1 Bantul telah:
a. Menyelenggarakan pembelajaran yang didasarkan pada kurikulum
tingkat satuan pendidikan yang telah disesuaikan dengan kondisi,
b. Menyelenggarakan pembelajaran yang menggunakan strategi, metode,
media dan teknik evaluasi yang disesuaikan dengan kondisi, potensi,
kemampuan dan kebutuhan individu siswa.
c. Menyelenggarakan pendekatan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif
efektif dan menyenangkan.
d. Menyelenggarakan sistem pembelajaran secara inklusisf melalui
kerjasama dengan sekolah reguler.
e. Menyelenggarakan pelatihan ketrampilan yang berbasis kondisi, potensi,
kemampuan dan kebutuhan individu siswa serta disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat.
f. Menyelenggarakan habilitasi dan rehabilitasi secara profesional dengan
layanan medis, sosial, psiikologis dan vokasional bagi warga sekolah
(termasuk sekolah inklusi) dan masyarakat di lingkungan sekolah yang
membutuhkan.
g. Menyelenggarakan pemenuhan sarana dan prasarana yang diperlukan
bagi kelancaran proses pembelajaran dan layanan siswa.
h. Menyelenggarakan dan mengikut sertakan para tenaga pendidik dan
kependidikan dalam berbagai pelatihan, lanjutan studi, dan sertifikasi
sehingga tenaga pendidikan dan kependidikan memenuhi standar
i. Menyelenggarakan sistem manajemen berbasis sekolah (MBS) secara
profesional, transparan, akuntabel dan partisipatorik.
j. Menyelenggarakan sistem keuangan secara profesional, transparan,
akuntabel dan partisipatorik.
k. Menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusisf, ramah, aksesibel
untuk semua warga sekolah.
l. Menggunakan teknologi informasi yang handal pada sistem manajemen,
pembelajaran dan penyebarluasan informasi.
m. Melakukan penyebarluasan informasi keberadaan sekolah kepada
masyarakat luas.
n. Membangun kerjasama dengan pihak terkait dalam mengakses sumber
dana, tenaga ahli, sarna/prasarana, ilmu pengetahuan dan teknologi,
kompetensi/kelanjutan studi tenaga pendidik / kependidikan/ non
kependidikan, kelanjutan studi siswa, pengembangan sistem pendidikan
Gambar 4.1
Struktur Kelembagaan SLB N 01 Bantul
Sumber: SLBN 01 Bantul
WAKIL KEPALA SEKOLAH URUSAN
PENGAJARAN
URUSAN PEMBINAAN
KESISWAAN URUSAN SARANAPRASARANA URUSANHUMAS
KOORDINATOR JURUSAN
B. Hasil Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer dengan menyebar kuesioner secara
langsung kepada responden, jumlah guru di SLB N 01 Bantul Yogyakarta
sebanyak 85, 73 orang adalah guru tetap dan 4 orang adalah guru honorer. Data
tersebut di dapat dari staf yang bekerja di SLB N 01 Bantul Yogyakarta bagian
tata usaha (TU) tahun 2016. Dari 85 kuesioner yang di berikan yang di isi atau di
kembalikan hanya 67 kuesioner, sehingga kuesioner yang dianalisis hanya 67
responden, dan di jawab dengan baik oleh responden.
C. Karakteristik responden
Karakteristik responden diperoleh melalui penyebaran kuesioner yang
disebarkan, hanya 67 orang responden yang menjawab kuesioner di SLB N 01
Bantul Yogyakarta. Dalam penelitian ini responden dikelompokkan berdasarkan
jenis kelamin, usia, status, status perkawinan, pendidikan terahir, masa bekerja
Tabel 4.1
Karakteristik Responden
No Keterangan Frekuensi Persentase (%)
1 Jenis Kelamin
(-)/tidak ada 18 27
5 Status Pernikahan
Belum Menikah 15 22,5
Menikah 49 73
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 67 orang responden
penelitian, sebanyak 50 rensponden (75%) mayoritas berjenis kelamin
perempuan. Sebanyak 19 responden (28,5%) berusia 20-30 tahun dan >50 tahun.
64 responden (96%) berpendidikan diploma/sarjana, sebanyak 18 responden
(27%) tidak mempunyai pangkat atau tidak memberikan keterangan. 49
responden (73%) berstatus menikah, sebanyak 50 responden (75%) telah bekerja
di SLB N 01 Bantul Yogyakarta lebih dari 2 tahun dan dengan jumlah responden
yang sama yaitu 75% berpenghasilan lebih dari 2 juta.
D. Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif mendeskripsikan suatu data yang dilihat dari nilai
rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range,kurtosis
dan skewness atau kemencengan distribusi (Ghozali, 2011).Cara yang dapat digunakan untuk menentukan besarnya interval kelas (i) adalah :
Range = angka terbesar-angka terkecil
Angka terbesar = 5
Angka terkecil = 1
Range = 5-1 = 4
1,0 – 1,8 = sangat rendah
1,9 – 2,7 = rendah
2,8 – 3,6 = cukup
3,7 – 4,5 = tinggi
4,6 – 5,0 = sangat tinggi
Variabel dalam penelitian ini adalah kinerja, lingkungan kerja non fisik, dan
burnout. Statistik deskriptif dari vaiabel tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif Variabel Kinerja
Pernyataan
N Minimum Maximum Mean DeviationStd.
Kuantitas dan
kualitas 67 3 5 4,13 0,548
Efisiensi
Karyawan 67 3 5 4,19 0,5
Standar kualitas
karyawan 67 3 5 4,15 0,53
Usaha
Karyawan 67 3 5 4,3 0,523
Pelaksanaan
tugas 67 3 5 4,07 0,437
Pengetahuan
karyawan 67 3 5 4,12 0,508
Kreativitas
karyawan 67 3 5 4,03 0,521
Valid N
(listwise) 67 4,14
Sumber: data diolah, 2017. Lampiran 5.
Pada tabel 4.2 dapat diketahui bahwa statistik deskriptif responden dalam
rata-rata 4,14yang artinya kinerja yang dimiliki tinggi. Skor minimum pada
kreativitas karyawan, sedangkan skor maksimum yaitu dalam bekerja responden
berusaha dengan lebih keras dari pada seharusnya.
Tabel 4.3
Statistik Deskriptif Variabel Lingkungan Kerja Non Fisik
Pernyataan
N Minimum Maximum Mean DeviationStd.
Pengawasan 67 1 5 3,7 0,628
Rasa aman 67 1 5 3,79 0,64
Sumber: data diolah, 2017. Lampiran 5.
Pada tabel 4.3 dapat diketahui bahwa statistik deskriptif responden dalam
memberikan penilaian variabel lingkungan kerja non fisik , variabel lingkungan
kerja non fisik menunjukkan jumlah rata-rata 3,8 yang artinya lingkungan kerja
non fisik saat bekerja masuk dalam katergori tinggi atau baik. Skor minimum
sedangkan skor maksimum yaitu responden mendapatkan pelakuan baik, tidak
disamakan dengan robot.
Tabel 4.4
Statistik Deskriptif VariabelBurnout
Pernyataan
N Minimum Maximum Mean DeviationStd.
Merasa lelah 67 1 5 3,03 0,904
Sebelum bekerja
merasa kelelahan 67 1 5 2,87 0,886
Sukar berpikir 67 1 4 2,72 0,849
Lelah berbicara 67 1 4 2,7 0,759
Daya pikir
menurun 67 1 4 2,78 0,775
Tidak tenang 67 1 5 2,78 0,902
Merasa cemas 67 1 4 2,69 0,891
Merasa gugup 67 1 4 2,73 0,845
Tidak
berkonsentrasi 67 1 5 2,31 0,783
Bertindak lamban 67 1 3 2,31 0,722
Kurang percaya
diri 67 1 4 2,31 0,783
Tidak tekun 67 1 4 2,16 0,771
Enggan cekatan 67 1 3 2,19 0,743
Tidak perhatian 67 1 5 2,49 0,805
Enggan menatap
orang 67 1 4 2,34 0,827
Cenderung lupa 67 1 4 2,73 0,845
Valid N (listwise) 67 2,57
Sumber: data diolah, 2017. Lampiran 5.
Pada tabel 4.4 dapat diketahui bahwa statistik deskriptif responden dalam
pengajar adalah cukup tinggi. Skor minimum yaitu responden tidak tekun
sedangkan skor maksimum yaitu responden merasa lelah diseluruh tubuh.
E. Uji Kualitas Instrumen 1. Hasil Uji Validitas
Menurut Ghozali (2011) uji validitas merupakan pengujian yang
menunjukkan valid atau tidaknya suatu kuesioner. Teknik pengukuran validitas dalam penelitian ini menggunakanPearson’s Correlation Product Moment dengan mengkorelasikan skor masing-masing item indikator pertanyaan dengan skor butir pertanyaan tersebut. Kriteria pengambilan
keputusan untuk menyatakanvalidyaitu :
a. Jika nilai signifikasi < 0,05 (α = 5%), maka pernyataan dinyatakanvalid. b. Jika nilai signifikasi > 0,05 (α = 5%), maka pernyataan dinyatakan tidak
valid.
Hasil uji validitas terhadap indikator pertanyaan dari semua variabel
Tabel 4.5
Hasil Uji Validitas Indikator Kinerja
Variabel Item Hasil UjiValiditas Keterangan
Kinerja
Kuantitas dan kualitas 0 VALID
Efisiensi Karyawan 0 VALID
Standar kualitas karyawan 0 VALID
Usaha Karyawan 0 VALID
Pelaksanaan tugas 0 VALID
Pengetahuan karyawan 0 VALID
Kreativitas karyawan 0 VALID
Sumber: data diolah, 2017. Lampiran 6.
Berdasarkan tabel 4.5 dapat disimpulkan bahwa semua indikator pertanyaan
dalam kuesioner tersebut dinyatakan valid, karena nilai signifikansi seluruh indikator variabel < 0,05 (α = 5%). Hal ini berarti semua pertanyaan dalam
kuesioner tersebut mengungkapkan apa yang akan diukur oleh kuesioner tersebut
dan indikator dalam pertanyaan kinerja tersebut layak digunakan untuk uji
Tabel 4.6
Hasil Uji Validitas Lingkungan Kerja Non Fisik
Variabel Item Hasil UjiValiditas Keterangan
Lingkungan Kerja Non Fisik
Pengawasan 0 VALID
Rasa aman 0 VALID
Suasana kerja 0 VALID
Pemberian imbalan 0 VALID
Perlakuan baik 0 VALID
Kesempatan pengembangan karier 0 VALID
Perlakuan adil VALID
Hubungan kerja 0 VALID
Sumber: data diolah, 2017. Lampiran 6.
Berdasarkan tabel 4.6 dapat disimpulkan bahwa semua indikator pertanyaan
dalam kuesioner tersebut dinyatakan valid, karena nilai signifikansi seluruh indikator variabel < 0,05 (α = 5%). Hal ini berarti semua pertanyaan dalam
kuesioner tersebut mengungkapkan apa yang akan diukur oleh kuesioner tersebut
dan indikator dalam pertanyaan lingkungan kerja non fisik tersebut layak
Tabel .
Hasil Uji Validitas I dikatorBurnout
Variabel Item Hasil Uji Validitas Keterangan
Burnout
Merasa lelah 0 VALID
Sebelum bekerja merasa kelelahan 0 VALID
Sukar berpikir 0 VALID
Lelah berbicara 0 VALID
Daya pikir menurun 0 VALID
Tidak tenang 0 VALID
Merasa cemas 0 VALID
Merasa gugup 0 VALID
Tidak berkonsentrasi 0 VALID
Bertindak lamban 0 VALID
Kurang percaya diri 0 VALID
Tidak tekun 0 VALID
Enggan cekatan 0 VALID
Tidak perhatian 0 VALID
Enggan menatap orang 0 VALID
Cenderung lupa 0 VALID
Sumber: data diolah, 2017. Lampiran 6.
Berdasarkan tabel 4.7 dapat disimpulkan bahwa semua indikator pertanyaan
dalam kuesioner tersebut dinyatakan valid, karena nilai signifikansi seluruh indikator variabel < 0,05 (α = 5%). Hal ini berarti semua pertanyaan dalam
kuesioner tersebut mengungkapkan apa yang akan diukur oleh kuesioner tersebut
dan indikator dalam pertanyaan burnout tersebut layak digunakan untuk uji selanjutnya.
2. Hasil Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas menunjukkan sejauhmana tingkat stabilitas dan konsistensi
relatif konsisten jika pengukuran tersebut diulangi. Menurut Nunnally (1994)
dalam Ghozali (2011) suatu variabel dikatakan reliabel apabila nilai cronbach alpha> 0,70.
Tabel 4.8 Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Koefisien Keterangan
Cronbach Alpha
Kinerja 0.857 Reliabel
Lingkungan Kerja Non Fisik 0.909 Reliabel
Burnout 0.904 Reliabel
Sumber: data diolah, lampiran 7.
Berdasarkan tabel 4.8 dapat disimpulkan bahwa hasil uji reliabilitas
menunjukkan semua variabel dalam penelitian memiliki nilai koefisien cronbach alpha> 0,70, maka instrumen dalam setiap variabel penelitian dikatakan reliabel.
F. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
residual memiliki distribusi normal.Dalam mendeteksi apakah residual
berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistic
(Ghozali, 2011).
a. Analisis Grafik
Dalam analisis ini dengan melihat grafik histogram yang