• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL BUDIDAYA INTENSIF TANAMAN PALA DI KECAMATAN GISTING KABUPATEN TANGGAMUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL BUDIDAYA INTENSIF TANAMAN PALA DI KECAMATAN GISTING KABUPATEN TANGGAMUS"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

FINANCIAL FEASIBILITY ANALYSIS OF NUTMEG INTENSIVE CULTIVATION IN GISTING DISTRICT

TANGGAMUS REGENCY

By

Dwi Apriliansyah Astanu

This study aims to analyze: (1) financial feasibility of nutmegintensive cultivation in Gisting Sub District, Tanggamus Regency. (2) financial sensitivity to

production cost increase, production decrease, and output price decrease in Gisting District Tanggamus Regency. (3) Feasibility aspects of the cultivation, techniques, and marketing of nutmeg intensive cultivation in Gisting District Tanggamus Regency.

The study site was selected purposively on the basis that Tanggamus is a center of nutmeg production district in Lampung Province. Sampling was done by using census method. Data used are primary and secondary data. Analyses used were analyses of quantitative and descriptive qualitative. Quantitative analysis of financial feasibility counsisted of B/C ratio, NPV, IRR, PP, and sensitivity

analysis by using the DF rate of 15%. Descriptive qualitative analysis was used to determine the feasibility of cultivation, techniques, and the marketing aspects. Data collection was conducted in December 2012 - January 2013.

The results showed that: (1) Nutmeg intensive crop cultivation in Gisting Sub District, Tanggamus District was financialy feasible with Gross B/C of 2.09, Net B/C of 2.23, NPV of Rp 125,574,036, IRR of 20,98%, and Payback Period of 10.01, (2) Nutmeg intensive farming was profitable and feasible to be developed even though the possibility of production costs rose by 10%, production decreased by 25%, or output price decreased by 10%. (3) From cultivication aspect, climate and rainfall were suitable for nutmeg cropping. From technical aspect, the majority of farmers still used simple technology and many of technologies had not been applied. Aspect of marketing was still very viable and promising.

(2)

ABSTRAK

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL BUDIDAYA INTENSIF TANAMAN PALA DI KECAMATAN GISTING

KABUPATEN TANGGAMUS

Oleh

Dwi Apriliansyah Astanu

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis : (1) Kelayakan finansial budidaya intensif tanaman pala di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus. (2) Laju kepekaan (sensitivitas) terhadap kenaikan biaya produksi, penurunan produksi, dan penurunan harga output di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus. (3) Kelayakan aspek budidaya, teknis, dan pasar dari budidaya intensif tanaman pala di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus.

Lokasi penelitian di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara sensus yaitu semua populasi dijadikan responden dalam penelitian. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif dan analisis deskriptif kualitatif. Analisis kuantitatif menganalisis kelayakan finansial (B/C Ratio, NPV, IRR, dan PP) dan analisis laju kepekaan dengan menggunakan DF 15%. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk mengetahui kelayakan aspek budidaya, aspek teknis, dan aspek pasar. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Desember 2012 – Januari 2013.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Budidaya intensif tanaman pala di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus layak untuk diusahakan dengan nilai Gross B/C Ratio sebesar 2,09, Net B/C Ratio 2,23, NPV sebesar Rp 125.574.036, IRR sebesar 20,98%, dan Payback Period (PP) 10,01. (2) Kemungkinan biaya produksi naik 10%, penurunan produksi 25%, atau penurunan harga output 10% usahatani pala intensif masih dalam keadaan layak dan menguntungkan. (3) Aspek budidaya dari iklim dan curah hujan sesuai untuk tanaman pala. Aspek teknis mayoritas petani masih menggunakan teknologi yang sederhana, banyak teknologi yang tersedia belum diterapkan. Aspek pasar layak dan masih sangat menjanjikan.

(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peran penting dalam perkembangan perekonomian Indonesia. Sektor ini menyumbangkan peranan tersebut dalam beberapa aspek diantaranya sebagai penyedia bahan pangan, bahan baku untuk industri, meningkatkan ekspor dan devisa negara, membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat, serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat khususnya petani.

(4)
[image:4.595.122.502.138.275.2]

Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha pertanian di Provinsi Lampung tahun 2010 (Juta Rupiah)

No Lapangan Usaha Pertanian

Tahun Persentase

2010 (%)

1 Tanaman bahan makanan 18.053.022 45,51

2 Tanaman perkebunan 6.999.511 17,64

3 Peternakan 4.102.245 10,34

4 Kehutanan 539.393 1,36

5 Perikanan 9.977.111 25,15

Total 39.671.283 100

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2011

Salah satu komoditas perkebunan yang berperan penting dalam sektor industri dan kegiatan ekspor adalah pala. Pala merupakan salah satu komoditas ekspor

potensial andalan pemerintah dan telah menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Produk pala di Indonesia terkenal karena memiliki aroma khas dan rendamen minyak yang tinggi. Biji dan bunga pala (fuli) banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku industri seperti bahan penghasil minyak atsiri, bahan kosmetik, minuman, dan rempah-rempah. Daging buah pala dapat diproses menjadi berbagai makanan ringan antara lain asinan pala, manisan, selai, kristal pala, dan sirup pala sehingga meningkatkan nilai tambah dari produk pala.

Menurut Hatta (1993), umumnya pala mulai berbuah pada usia 7 (tujuh) tahun dan pada usia 10 tahun telah berproduksi secara menguntungkan. Produksi pala akan terus meningkat dan pada usia 25 tahun mencapai produksi tertinggi, dan terus berproduksi sampai usia 60-70 tahun.

(5)

sumber pendapatan petani, hanya saja di tingkat petani perkembangannya lambat dan skala usaha yang relatif kecil. Mayoritas petani masih mengusahakan sebagai tanaman sela/naungan dari tanaman utama, banyak petani belum menerapkan budidaya secara intensif, sehingga hasil dari komoditas yang didapatkan adalah hasil sampingan dan belum menjadi pendapatan utama dari kegiatan usahatani yang mereka lakukan. Luas areal dan produksi pala skala perkebunan rakyat (PR) di Provinsi Lampung tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas areal dan produksi pala perkebunan rakyat (PR) Provinsi Lampung tahun 2010

No

Kabupaten Luas areal (ha)/plant area Produksi Produktifitas TBM TM TT/TR Jumlah (ton) (kg/ha)

1 Kota B. Lampung 1 4 - 5 - -

2 Tanggamus 39 72 5 115 8 111

3 Lampung Timur 568 2 - 570 1 500

4 Pesawaran 25 21 - 46 5 238

Total 633 99 5 736 14 141

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2011

(6)
[image:6.595.122.518.111.254.2]

Tabel 3. Luas areal dan produksi pala di Kabupaten Tanggamus tahun 2010

No

Kecamatan Luas areal (Ha)/plant area Prod. Produktifitas Jumlah

/Distrik TBM TM TT/

TR Tot. (ton) (kg/ha) Pekebun 1 Wonosobo - 2,0 - 2,0 0,8 400,0 45,0 2 Semaka 23,5 20,5 - 44,0 3,08 150,0 45,0 3 Pematang Sawa 5,0 - - 5,0 0,0 0,0 - 4 Kota Agung Timur 10,0 20,0 5,0 35,0 0,6 30,0 47,0 5 Sumberejo - 3,0 - 3,0 1,2 400,0 24,0

6 Gisting - 26,0 - 26,0 3,12 120,0 125,0

Jumlah/total 39,0 72,0 5,0 115,0 8,0 111,0 286,0

Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Tanggamus, 2011

Pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa dari 20 kecamatan yang ada di Kabupaten Tanggamus terdapat 6 (enam) kecamatan yang sudah memiliki areal ditanami komoditas pala. Gisting merupakan kecamatan yang memiliki produksi dan tanaman menghasilkan (TM) terluas dari kecamatan lainnya. Kecamatan Gisting memiliki jumlah areal tanaman menghasilkan (TM) seluas 26 hektar dan produksi pala sebanyak 3,12 ton serta jumlah pekebun pala mencapai 125 pekebun.

(7)

Mayoritas petani masih belum menerapkan teknologi yang telah tersedia dikarenakan petani belum mengetahui peranan dan penerapannya secara jelas. Teknologi yang telah tersedia meliputi teknologi perbanyakan bibit unggul klonal (vegetatif), pengolahan biji pala dan fuli menjadi minyak atsiri, teknologi

pengolahan minyak atsiri menjadi diversifikasi produk ikutan, dan teknologi pengolahan daging buah pala menjadi berbagai macam makanan ringan belum diperoleh di tingkat petani. Sehingga petani khususnya di Kecamatan Gisting belum banyak yang ingin mengusahakan dan mengembangkan usahatani pala secara luas dan intensif.

Pemasaran pala rakyat di seluruh Indonesia baik itu di tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan, maupun desa belum tertata dalam satu sistem pemasaran, karena belum adanya lembaga yang menangani pemasaran pala secara khusus

(Bustaman, 2007). Belum terdapat lembaga/badan yang menangani pemasaran pala menyebabkan pemasaran belum tertata dalam satu sistem yang jelas. Petani di Kecamatan Gisting umumnya menjual hasil pala pada pedagang pengumpul desa atau pengepul kecamatan dan pedagang pengumpul kecamatan menjual ke pedagang besar kabupaten atau provinsi. Pala masih belum dibudidayakan secara luas oleh petani disebabkan seperti komoditas perkebunan lainnya untuk

(8)

Bertitik tolak dari uraian pada latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan yang berhubungan dengan kelayakan usahatani pala intensif. Maka atas dasar itulah penulis memilih judul “Analisis Kelayakan Finansial Budidaya Intensif Tanaman Pala Di Kecamatan Gisting

Kabupaten Tanggamus”

B. Perumusan Masalah

Menurut Soekartawi (1997), pembangunan pertanian harus dipandang dari dua pilar utama (pilar primer dan skunder). Secara terintegrasi pilar pertanian primer (on-farm agriculture /agribusiness) dan pilar pertanian sekunder (down-stream agriculture/ agribusiness) tidak dapat dipisahkan. Pemerintah mengarahkan

perekonomian Indonesia berimbang antara sektor pertanian dan industri, oleh karena itu perkembangan sektor pertanian (primer) dan industri saling mendukung antara satu dengan yang lainnya.

(9)

Perkembangan komoditas pala di Kabupaten Tanggamus khususnya Kecamatan Gisting memiliki peluang untuk berkembang dengan skala ekonomis yang luas dan intensif. Meskipun demikian, usaha tanaman pala intensif membutuhkan investasi yang tidak sedikit dan masa tunggu yang relatif lama, sehingga para petani sekarang masih enggan menanam komoditas tersebut dalam skala luas. Usahatani pala di Kecamatan Gisting masih memiliki kelemahan dibeberapa aspek diantaranya aspek budidaya, teknis, dan aspek pasar, sehingga perlu dianalisa kelayakan dari beberapa aspek tersebut.

Berdasarkan permasalahan tersebut penulis tertarik untuk menganalisis mengenai kelayakan finansial, laju kepekaan (sensitivitas), dan kelayakan aspek budidaya, teknis, dan pasar dari komoditas pala di Kecamatan Gisting Kabupaten

Tanggamus. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah kelayakan finansial budidaya intensif tanaman pala di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus ?

2. Bagaimanakah laju kepekaan (sensitivitas) budidaya intensif tanaman pala terhadap kenaikan biaya produksi, penurunan produksi, dan penurunan harga output di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus ?

(10)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka penelitian ini bertujuan:

1. Menganalisis kelayakan finansial dari budidaya intensif tanaman pala di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus.

2. Menganalisis laju kepekaan (sensitivitas) budidaya intensif tanaman pala terhadap kenaikan biaya produksi, penurunan produksi, dan penurunan harga output di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus.

3. Menganalisis kelayakan aspek budidaya, teknis, dan pasar dari budidaya intensif tanaman pala di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan :

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah agar dapat menentukan arah penetapan kebijakan pertanian yang mengacu pada komoditas pala,

khususnya di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus.

2. Sebagai bahan pertimbangan dan informasi bagi petani serta bahan evaluasi dalam pengembangan komoditas pala dimasa yang akan datang khususnya di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus.

(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Ruang Lingkup Perkebunan

Pengertian perkebunan menurut Undang – Undang (UU) nomor 18 tahun 2004 tentang perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman, dengan bantuan ilmu

pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. Tujuan perkebunan secara khusus adalah meningkatkan pendapatan masyarakat, menaikan

(12)

2. Komoditas Pala a. Sejarah singkat

Pala (Myristica fragans houtt) merupakan tanaman buah berupa pohon tinggi asli Indonesia yang berasal dari Banda dan Maluku. Tanaman pala menyebar ke Pulau Jawa pada saat perjalanan Marcopollo ke Tiongkok yang melewati pulau Jawa pada tahun 1271 sampai 1295, sekarang pembudidayaan tanaman pala terus meluas sampai Sumatera (Hatta,1993).

b. Jenis tanaman

Tanaman pala memiliki beberapa jenis antara lain Myristica fragrans Houtt, Myristica argentea Ware, Myristica fattua Houtt, Myristica specioga Ware,

Myristica Sucedona BL, Myristica malabarica Lam. Jenis pala yang banyak

diusahakan adalah terutama Myristica fragrans, sebab jenis pala ini mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi daripada jenis lainnya. Jenis Myristica specioga, Myristica sucedona, dan Myristica malabarica produksinya rendah sehingga nilai

ekonomisnya rendah pula (Hatta, 1993).

c. Manfaat tanaman

Selain dimanfaatkan sebagai rempah-rempah, pala juga berfungsi sebagai tanaman penghasil minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industri pengalengan, minuman, dan kosmetik.

1) Kulit batang dan daun

(13)

2) Fuli

Fuli merupakan bagian yang menyelimuti biji buah pala berbentuk seperti

anyaman pala, sering disebut juga “fuli/sempra”. Bunga pala dalam bentuk kering banyak dijual di dalam negeri biasa digunakan sebagai penghasil minyak atsiri dan rempah-rempah.

3) Biji pala

Biji pala banyak dimanfaatkan oleh orang-orang pribumi sebagai rempah-rempah. Manfaat lain dari biji pala adalah meringankan rasa sakit dan rasa nyeri yang disebabkan oleh kedinginan akibat masuk angin dalam lambung dan usus. Biji pala sangat baik sebagai obat gangguan pencernaan dan obat muntah-muntah. 4) Daging buah pala

Daging buah pala sangat digemari oleh masyarakat, biasanya diproses menjadi berbagai olahan makanan ringan, seperti: asinan pala, manisan pala, marmelade, selai pala, dan kristal daging buah pala.

d. Syarat tumbuh 1) Iklim

Tanaman pala membutuhkan iklim panas dengan curah hujan yang tinggi dan merata/tidak banyak berubah sepanjang tahun. Suhu udara lingkungan sekitar 20-300 C, sedangkan, curah hujan terbagi teratur sepanjang tahun. Tanaman pala tergolong jenis tanaman tahan terhadap musim kering selama beberapa bulan. 2) Media tanam

(14)

tumbuh baik di tanah yang bertekstur pasir sampai lempung dengan kandungan bahan organik yang tinggi, sedangkan PH tanah yang cocok untuk tanaman pala antara 5,5 – 6,5.

3) Ketinggian tempat

Tanaman pala dapat tumbuh baik di daerah yang mempunyai ketinggian 500-700 meter dpl, sedangkan, pada ketinggian di atas 700 meter dpl produktivitas

tanaman akan rendah (Hatta, 1993).

e. Pedoman budidaya 1) Pembibitan

a) Perbanyakan cara generatif (biji)

Perbanyakan dengan biji dapat dilakukan dengan mengecambahkan biji. Biji yang biasa digunakan berasal dari biji sapuan dan biji terpilih. Biji sapuan yaitu biji yang dikumpulkan begitu saja tanpa diketahui secara jelas mengenai pohon induknya dan biji terpilih yaitu biji yang berasal dari pohon indukan diketahui dengan jelas. Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan Nomor: KB. 010/42/SK/ DJ. BUN/9/1984, telah ditetapkan dan dipilih pohon induk yang dipergunakan sebagai sumber benih tersebar di propinsi Sumatera Barat, Jawa Barat, Sulawesi Utara, dan Maluku.

(15)

kemudian, diberi peneduh dari anyaman daun kelapa/jerami dengan ukuran tinggi sebelah Timur 2 (dua) meter dan sebelah Barat 1 (satu) meter. Tanah bedengan disirami air sedikit demi sedikit sehingga kebasahannya merata dan diusahakan tidak sampai terdapat genangan air pada bedengan.

b) Perbanyakan cara cangkok (Marcoteren)

Perbanyakan tanaman pala dengan cara mencangkok bertujuan untuk mendapatkan tanaman yang memiliki sifat-sifat asli seperti induknya. Cara memilih batang/cabang yang akan dicangkok adalah dari pohon dapat tumbuh sehat dan mampu memproduksi buah cukup banyak. Pohon yang digunakan biasanya yang sudah berumur 12–15 tahun, batang/cabang sudah berkayu, tetapi tidak terlalu tua/terlalu muda.

c) Perbanyakan cara penyambungan (Enten dan Okulasi).

Sistem penyambungan adalah menempatkan bagian tanaman yang dipilih pada bagian tanaman lain sebagai induknya sehingga membentuk satu tanaman

bersama. Sistem penyambungan ini ada 2 (dua) cara, yakni penyambungan pucuk (entern, grafting) dan penyambungan mata (okulasi). Penyambungan pucuk ada 3

(16)

d) Perbanyakan cara penyusuan (Inarching atau Approach grafting). Sistem penyusuan ini ukuran batang bawah dan batang atas harus sama besar (kurang lebih besar jari tangan orang dewasa). Cara melakukannya adalah pilih calon bawah dan batang atas yang mempunyai ukuran sama, lakukan penyayatan pada batang atas dan batang bawah dengan bentuk dan ukuran sampai terkena bagian dari kayu, dan tempelkan batang bawah tersebut pada batang atas tepat pada bekas sayatan tadi dan ikatlah pada batang atas tepat pada bekas sayatan kemudian ikat dengan tali rafia.

e) Perbanyakan cara stek

Tanaman pala dapat diperbanyak dengan stek tua dan muda dengan 0,5% larutan hormon IBA. Penyetekan menggunakan hormon IBA 0,5% biasanya dari umur 4 (empat) bulan setelah dilakukan penyetekan mulai keluar akar-akarnya, kemudian, 3 (tiga) bulan berikutnya sudah tumbuh perakaran cukup banyak.

2). Pengolahan media tanam

Kebun untuk tanaman pala perlu disiapkan sebaik-baiknya, Lahan yang masih terdapat semak belukar harus dibersihkan. Tanah diolah supaya gembur sehingga aerasi (peredaran udara dalam tanah) berjalan dengan baik. Pengolahan tanah

(17)

meter, dapat pula dibuat teras tersusun dengan penanaman sistem kountur dengan membentuk teras guludan (Hatta, 1993).

3). Teknik penanaman

Penanaman bibit dilakukan pada awal musim hujan, hal ini mencegah agar bibit tanaman tidak mati karena kekeringan. Bibit tanaman berasal dari biji yang sudah mempunyai 3–5 batang cabang biasanya sudah mampu beradaptasi dengan

kondisi lingkungan. Lubang tanaman perlu dipersiapkan satu bulan sebelum bibit ditanam, hal ini bertujuan agar tanah dalam lubang menjadi dayung (tidak asam), terutama jika pembuatannya pada musim hujan, lubang tanam dibuat dengan ukuran 60x60x60 cm untuk jenis tanah ringan dan ukuran 80x80x80 cm untuk jenis tanah liat.

Lapisan tanah dalam penggalian lubang tanam bagian atas harus dipisahkan dengan lapisan tanah bagian bawah, sebab kedua lapisan tanah ini mengandung unsur yang berbeda. Penanaman dilakukan dengan cara tanah galian bagian bawah dimasukkan lebih dahulu, kemudian, menyusul tanah galian bagian atas yang telah dicampur dengan pupuk kandang secukupnya. Jarak tanam yang baik untuk tanaman pala pada lahan datar adalah 9x10 meter, sedangkan pada lahan bergelombang adalah 9x9 meter (Anonim, 1986).

4). Pemeliharaan tanaman

Biasanya mencegah kerusakan atau bahkan kematian tanaman diusahakan

(18)

diserap akar. Waktu tanaman masih berusia muda pemupukan dapat dilakukan dengan pupuk organik (pupuk kandang) dan pupuk anorganik (pupuk kimia sama dengan pupuk buatan) yaitu berupa TSP, Urea dan KCl, sebelum pemupukan dilakukan hendaknya dibuat parit sedalam 10 cm dan lebar 20 cm secara melingkar di sekitar batang pokok tanaman selebar kanopi (tajuk pohon), kemudian pupuk TSP, Urea, dan KCl ditabur dalam parit tersebut secara merata dan segera ditimbun tanah dengan rapat.

5). Hama dan penyakit

Hama yang sering menyerang tanaman pala meliputi penggerek batang (Batocera sp), anai-anai/rayap, dan kumbang Aeroceum fariculatus. Penyakit yang sering

diderita tanaman pala diantaranya kanker batang, belah putih, rumah laba-laba, busuk buah kering, busuk buah basah, dan gugur buah muda.

6) Panen

a) Ciri dan umur panen

Umumnya pohon pala mulai berbuah pada umur 7 (tujuh) tahun dan pada umur 10 tahun telah berproduksi secara menguntungkan, produksi pala akan terus

meningkat dan pada umur 25 tahun mencapai produksi tertinggi. Pohon pala terus berproduksi sampai umur 60–70 tahun (Hatta,1993).

(19)

dua) dan bijinya akan jatuh di tanah. Daerah Banda terkenal tiga macam waktu panen disetiap tahunnya, waktu panen tersebut adalah panen raya/besar

(pertengahan musim hujan), panen lebih sedikit (awal musim hujan) dan panen kecil (akhir musim hujan) (Anonim, 2010).

b) Cara pemetikan

Pemetikan buah pala dapat dilakukan dengan galah bambu yang ujungnya diberi/dibentuk keranjang (jawa: sosok), selain itu dapat pula dilakukan dengan memanjat dan memilih serta memetik buah-buah pala yang sudah masak.

7). Pasca panen

a) Pemisahan bagian buah

Setelah hasil panen pala dikumpulkan, buah yang telah masak dibelah, kemudian daging buah, fuli, dan bijinya dipisahkan. Setiap bagian buah pala tersebut ditaruh pada wadah dengan kondisi bersih dan kering. Biji-biji yang terkumpul perlu disortir dan dipilah-pilahkan menjadi 3 (tiga) macam yaitu gemuk dan utuh, kurus atau keriput, dan yang cacat.

b) Pengeringan biji

(20)

Biji-biji pala yang sudah kering kemudian dipukul dengan kayu supaya kulit bijinya pecah dan terpisah dengan isi biji. Isi biji yang telah keluar dari

cangkangnya tersebut disortir berdasarkan ukuran besar kecilnya isi biji. Terdapat 3 (tiga) jenis ukuran biji yaitu ukuran besar biasanya dalam 1 kg terdapat 120 butir isi biji, ukuran sedang biasanya dalam 1 kg terdapat sekitar 150 butir isi biji, dan ukuran kecil biasanya dalam 1 kg terdapat sekitar 200 butir isi biji.

Isi biji yang sudah kering kemudian dilakukan pengapuran. Pengapuran biji pala yang banyak dilakukan adalah pengapuran secara basah yaitu kapur yang sudah disaring sampai lembut dibuat larutan kapur dalam bak besar/bejana (seperti yang digunakan untuk mengapur atau melabur dinding/tembok). Isi biji pala ditaruh dalam keranjang kecil dan dicelupkan dalam larutan kapur 2–3 kali dengan digoyang-goyangkan hingga air kapur menyentuh semua isi biji, selanjutnya isi biji itu diletakkan menjadi tumpukan dalam gudang untuk diangin-anginkan sampai kering.

c) Pengeringan bunga pala (fuli)

(21)

d) Pemecahan tempurung biji

Pemecahan tempurung biji pala dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu dengan tenaga manusia yang dilakukan dengan cara memukulnya dengan kayu sampai tempurung tersebut pecah (cara memecah tempurung biji pala memerlukan keterampilan khusus) dan dengan mesin umumnya mekanisme kerjanya sama dengan menggunakan tenaga manusia (Hatta, 1993).

3. Konsep Penerimaan Usahatani

Pendapatan kotor atau penerimaan adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari usahatani selama satu periode diperhitungkan dari hasil penjualan atau penaksiran kembali. Pendapatan bersih adalah selisih dari pendapatan kotor atau penerimaan dengan biaya mengusahakan (Suratiyah, 2009).

Selisih antara penerimaan usahatani dan pengeluaran total usahatani disebut pendapatan. Biaya produksi adalah nilai dari semua faktor produksi yang digunakan, baik dalam bentuk benda maupun jasa selama proses produksi berlangsung (Soekartawi, 1997). Penerimaan adalah perkalian antara harga produksi dengan jumlah produksi, sedangkan pengeluaran total (biaya total) adalah penjumlahan antara biaya tetap (Fixed Cost) ditambah dengan biaya Variabel (Variabel Cost). Menghitung biaya dan pendapatan dalam usahatani dapat digunakan 3 (tiga) macam pendekatan yaitu pendekatan nominal (nominal approach), pendekatan nilai yang akan datang (future value approach), dan

(22)

Menurut Suratiyah (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya biaya dan pendapatan sangatlah kompleks. Faktor tersebut dapat dibagi kedalam 2 (dua) golongan yaitu faktor internal dan eksternal, dan faktor manajemen. Faktor internal dan eksternal adalah faktor yang sangat berperan dalam keberlangsungan usahatani yang dijalankan, faktor internal (faktor dalam) yang mempengaruhi kegiatan usahatani diantaranya pengalaman petani dalam berusahatani, umur, tingkat pendidikan, dan lain-lain. Faktor Eksternal adalah faktor dari luar yang mempengaruhi berhasil tidaknya suatu kegiatan usahatani diantaranya faktor produksi yang digunakan dapat diartikan ketersediaan sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan. Selain faktor internal dan eksternal faktor manajemen tidak kalah penting, petani merupakan manajer yang mengatur jalannya kegiatan usahatani. Petani sebagai juru tani harus menjalankan usahatani sebaik-baiknya dengan cara menggunakan faktor produksi secara efisien. Pendapatan usahatani adalah selisih penerimaan dengan semua biaya produksi, dapat dirumuskan sebagai berikut:

Pendapatan = Penerimaan – Biaya Total

π = TR - TC TR = Py . Y

TC = TFC + TVC Keterangan:

π = keuntungan (Rp) TR = total penerimaan (Rp) TC = total biaya (Rp) Y = produksi (Kg)

Py = harga satuan produksi (Rp/kg) TFC = biaya tetap (Rp)

(23)

4. Analisis Finansial Kelayakan Usaha

Alat untuk menganalisis alternatif dan pengambilan keputusan manajemen banyak sekali dan tumbuh dengan cepat. Beberapa di antaranya sangat rumit, tetapi yang lainnya sederhana. Proses pengambilan keputusan yang baru saja diuraikan dengan sendirinya juga merupakan alat, akan tetapi alat keputusan yang lebih penting digunakan oleh manager agribisnis, ialah keuntungan absolut, analisis titik impas, dan analisis investasi (Firdaus, 2009).

Menurut Kasmir dan Jakfar (2003), studi kelayakan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan usaha atau bisnis yang akan dijalankan dalam rangka menentukan layak atau tidak usaha tersebut dijalankan. Analisis finansial merupakan perbandingan antara pengeluaran dan penerimaan suatu usaha, apakah usaha itu akan menjamin modalnya akan kembali atau tidak. Analisis finansial juga mencakup perkiraan biaya operasional dan pemeliharaan, kebutuhan modal kerja, sumber pembiayaan, prakiraan pendapatan, perhitungan kriteria investasi secara jangka panjang.

Menurut Kadariah (2001), ada beberapa metode yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam analisis finansial, yaitu Gross B/C Ratio, Net B/C Ratio, Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PP).

a. Gross B/C Ratio

Gross Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan antara jumlah present value

(24)

n t t n t t i Ct i Bt C GrossB 0 0 1 1 / Keterangan :

Bt = penerimaan (benefit) pada tahun ke-i Ct = biaya (cost) pada tahun ke-i

i = suku bunga (%) n = umur proyek (tahun) Kriteria pada pengukuran ini adalah

1) Jika Gross B/C > 1, maka kegiatan usaha layak untuk dilaksanakan. 2) Jika Gross B/C < 1, maka kegiatan usaha tidak layak untuk dilaksanakan. 3) Jika Gross B/C = 1, maka kegiatan usaha dalam keadaan break event point.

b. Net B/C Ratio

Net Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan antara net benefit yang telah

didiscount faktor positif dengan net benefit yang telah didiscount negatif. Secara matematis Net B/C dapat dirumuskan sebagai :

n t t n t t i Bt Ct i Ct Bt C NetB 0 0 1 1 / Keterangan :

t = tahun ke 1,2,3 dst n = umur proyek (tahun)

Kriteria pada pengukuran ini adalah :

(25)

c. Net Present Value (NPV)

Perhitungan Net Present Value merupakan nilai benefit yang telah didiskon dengan Social Opportunity Cost of Capital (SOCC) sebagai discount factor. Secara matematis NPV dapat dirumuskan sebagai :

n t t

t

Ct

Bt

NPV

1

1

Keterangan :

Bt = manfaat dari proyek

C = biaya (cost) pada tahun ke-i n = umur proyek (tahun)

i = discount rate Kriteria penilaian adalah :

1) Jika NPV > 0, maka kegiatan usaha layak untuk dilaksanakan. 2) Jika NPV < 0, maka kegiatan usaha tidak layak untuk dilaksanakan. 3) Jika NPV = 0, maka kegiatan usaha dalam keadaan break event point.

d. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) merupakan suatu tingkat bunga yang menunjukkan

nilai bersih sekarang (NPV) sama dengan jumlah seluruh investasi proyek, dengan kata lain tingkat, suku bunga yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Secara matematis IRR dapat dirumuskan sebagai :

1 2 2 1 1

1 i i

NPV NPV NPV i IRR Keterangan :

NPV1 = present value positif

NPV2 = present value negative

i1 = discount faktor, jika NPV >0

(26)

Kriteria pengukuran adalah :

1) Jika IRR > i, maka kegiatan usaha layak untuk dilaksanakan. 2) Jika IRR < i, maka kegiatan usaha tidak layak untuk dilaksanakan. 3) Jika IRR = i, maka kegiatan usaha dalam keadaan break event point.

e. Payback Period (PP)

Payback Period merupakan penilaian investasi suatu proyek yang didasarkan pada

pelunasan biaya investasi berdasarkan manfaat bersih dari suatu proyek. Secara matematis Payback Period dapat dirumuskan sebagai :

Ab Ko

PP 1 tahun

Keterangan :

Pp = payback period (PP) K0 = investasi awal

Ab = manfaat (benefit) yang diperoleh setiap periode

Kriteria pengukuran kelayakan melalui metode Payback Period (PP) adalah: 1) Jika masa PP lebih pendek dari umur ekonomis usaha, maka proyek

tersebut layak untuk dijalankan.

2) Jika masa PP lebih lama dari umur ekonomis usaha, maka proyek tersebut tidak layak untuk dijalankan.

5. Analisis Sensitivitas

(27)

tersebut berarti harus diadakan analisa kembali untuk meninjau dan mengetahui sejauh mana dapat dilakukan penyesuaian-penyesuaian sehubungan dengan adanya perubahan-perubahan tersebut. Tindakan menganalisa kembali ini dinamakan analisis sensitivitas (sensitivity analysis).

Analisis proyek banyak memerlukan ramalan (forcasting), maka perhitungan-perhitungan biaya konstruksi dapat dipengaruhi keadaan cuaca, umur berguna (useful life) investasi dapat lebih pendek karena adanya penemuan-penemuan.

Permintaan terhadap jasa angkutan dapat berubah karena adanya perubahan-perubahan yang tidak diketahui sebelumnya dalam pola pembangunan ekonomi dan masih banyak faktor-faktor lain yang dapat membuat ramalan kurang tepat (Kadariah, 2001).

Hasil analisa kepekaan menghasilkan perkiraan jumlah permintaan yang sifatnya optimistis, pesimistis, dan realistis. Sebagai contoh apabila survei di lapangan diperoleh gambaran bahwa permintaan dipengaruhi perubahan harga sedangkan harga meningkat rata-rata 2% pertahun maka proyeksi permintaan produk dimasa yang akan datang dapat ditentukan beberapa asumsi penggunaannya, misalkan selama 5 (lima) sampai 10 tahun yang akan datang tidak terjadi kenaikan harga, atau selama 5 (lima) sampai 10 tahun yang akan datang terjadi kenaikan harga rata-rata 2% (Sutojo, 2002).

(28)

rencana proyek sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur ketidakpastian mengenai apa yang terjadi di masa mendatang (Gittinger dan Hans Adler, 1993).

Besarnya penerimaan dan biaya dalam suatu proyek mempengaruhi besarnya Gross B/C, Net B/C, NPV, IRR dan PP. Perubahan kriteria-kriteria tersebut dapat

terjadi karena adanya perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya dan manfaat. Umumnya penelitian analisis sensitivitas dilakukan pada arus penerimaan dan pengeluaran. Adapun perubahan-perubahan yang biasa dikaji adalah sebagai berikut :

a. Kenaikan biaya produksi yang telah terjadi dan batas kelayakan produksi. b. Penurunan penerimaan yang diakibatkan karena gagal produksi atau produk

rusak yang telah terjadi dan batas kelayakan usaha.

Analisis sensitivitas dilakukan dengan memperhitungkan kemungkinan di atas yang mungkin akan terjadi. Tingkat kenaikan biaya suatu produksi, penurunan produksi, dan penurunan harga jual suatu produk akan menyebabkan nilai Gross B/C, Net B/C, NPV, IRR, dan PP tidak meyakinkan, maka itulah batas kelayakan

proyek, analisis laju kepekaan dapat dirumuskan sebagai berikut :

% 100 % 100 0 1 0 1 x Y Y Y x X X X as Sensitivit Keterangan : 1

X = B/C ratio/NPV/IRR/PP setelah terjadi perubahan

0

X = B/C ratio/NPV/IRR/PP sebelum terjadi perubahan

X = rata-rata perubahan B/C ratio/NPV/IRR/PP

1

Y = harga jual/biaya produksi/produksi setelah terjadi perubahan

0

Y = harga jual/biaya produksi/produksi sebelum terjadi perubahan

(29)

6. Kelayakan Pengembangan Komoditas

Menurut Kasmir dan Jakfar (2006) ada beberapa tahap yang perlu diperhatikan sebelum pengembangan suatu proyek. Tahapan-tahapan tersebut antara lain adalah tahapan pengujian, tahapan pengujian digolongkan dalam beberapa aspek, secara umum perioritas aspek-aspek yang perlu dilakukan studi kelayakan adalah sebagai berikut :

a. Aspek hukum

Aspek ini dibahas masalah kelengkapan dan keabsahan dari dokumen perusahaan, mulai dari badan usaha sampai ke izin-izin yang telah dimiliki. Kelengkapan dokumen sangat penting karena hal ini merupakan dasar hukum yang dipegang apabila dikemudian hari timbul masalah.

b. Aspek pasar dan pemasaran

Aspek pasar dan pemasaran melingkupi peluang pasar, perkembangan pasar, penetapan pangsa pasar, dan langkah–langkah yang perlu dilakukan dalam mengambil kebijakan yang diperlukan.

c. Aspek keuangan/finansial

Aspek finansial mencakup perkiraan biaya operasional dan pemeliharaan, kebutuhan modal kerja, sumber pembiayaan, prakiraan pendapatan, perhitungan kriteria investasi secara jangka panjang (Gross B/C, Net B/C, NPV, IRR, Payback Period (PP), dan analisis sensitivitas, dan secara jangka pendek BEP (Break Even

(30)

d. Aspek teknis/operasi

Aspek teknis juga dikenal sebagai aspek produksi. Aspek teknis mencakup lokasi proyek yang diusahakan baik kantor pusat, cabang, pabrik, atau gudang, sumber bahan baku, jenis teknologi yang digunakan, kapasitas produksi, dan jumlah investasi yang diperlukan.

e. Aspek manajemen dan organisasi

Manajemen yang baik merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan. Tujuan perusahaan dapat terlaksana dan tercapai jika ada tempat atau wadah untuk melakukan kegiatan tersebut.

f. Aspek ekonomi sosial

Penelitian dalam aspek ini adalah untuk melihat seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan jika proyek tersebut dijalankan. Pengaruh tersebut terutama terhadap ekonomi secara luas dan dampak sosialnya terhadap masyarakat keseluruhan.

g. Aspek dampak lingkungan

(31)
[image:31.842.117.776.168.505.2]

7. Kajian Penelitian Terdahulu Tabel 4. Kajian penelitian terdahulu

No Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Analisis Hasil Penelitian 1. Sjahrul

Bustaman, 2007

Prospek dan Strategi Pengembangan Pala Di Maluku

Prospek dan strategi pengembangan dilihat dari pengambil kebijakan dengan pendekatan agribisnis

1. Program yang cocok meliputi program komoditas unggul harus didukung semua pihak terutama Dinas Pertanian, mengingat permasalahan ketersediaan lahan, dan nilai jual.

2. Program penanaman pala harus menggunakan bibit unggul klonal.

3. Perlu adanya penyediaan kredit modal usaha dari Bank Pembangunan Daerah Maluku dengan tingkat bunga yang wajar, melalui pembentukan Lembaga Keuangan Mikro (LKM).

4. Mendorong dan memfasilitasi lembaga pendukung yang diperlukan untuk pemberdayaan petani dan agribisnis pala seperti kelembagaan petani, pemasaran dan saprodi.

5. Membangun sistem penjualan dan pembelian

“satu pintu” melalui peraturan daerah yang

menguntungkan semua pihak.

(32)

No Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Analisis Hasil Penelitian 2. Ismatul

Hidayah, 2005

Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Tanaman Perkebunan Rakyat Di Kabupaten Buru

Metode analisis finansial Net B/C ratio, NPV, IRR,

Payback Period (PP), dan analisis sensitivitas

Usahatani dari tanaman perkebunan khususnya tanaman pala dengan umur ekonomis 15 tahun layak diusahakan dan menguntungkan dengan nilai NPV Rp 5.612.558,50, IRR 22.10, Net B/C 1.74, dan PP 8,9 tahun. Usahatani tanaman perkebunan khususnya pala masih tetap layak untuk tetap diusahakan terhadap kenaikan biaya produksi sebesar 10%, penurunan harga jual sebesar 10%.

3. Muhammad Tarhim, 2009

Analisis Kelayakan Usahatani Kakao di Desa Sidorejo Kecamatan Sekampung Udik

Kabupaten Lampung Timur

Metode analisis finansial Gross B/C Ratio, Net B/C ratio, NPV, IRR, Payback Period (PP), dan analisis sensitivitas

Tanaman kakao dengan umur ekonomis 20 tahun layak diusahakan dan menguntungkan dengan nilai Net B/C 2,35, NPV Rp 125.847.803,34, IRR 22.92, dan PP 8 tahun. Usahatani tanaman

perkebunan khususnya kakao masih tetap layak untuk tetap diusahakan meskipun adanya kenaikan harga obat-obatan pertanian sebesar 20% dan penurunan produksi sebesar 15%.

(33)

No Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Analisis Hasil Penelitian 4. Bambang

Sumantri, 2004

Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Lada (Piper ningrum, L) Di Desa Ulu Musi Kabupaten Lahat Sumatera Selatan

Metode analisis finansial dengan umur tanaman yang diteliti adalah 1 tahun sampai 12 tahun dengan analisis deskriptif dan kriteria investasi

Hasil yang didapatkan menunjukan bahwa usahatani lada seluas 1 hektar biaya operasional yang dikeluarkan sebesar Rp. 198.006.700, dengan suku bunga 15 % maka Gross B/C ratio 1,5, NPV Rp 46.311.720, dan IRR 37,50% dan usahatani lada layak.

5. Fathia, 2011 Analisis Kelayakan

Finansial Perkebunan Karet dan Kelapa Sawit Di Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis

Metode analisis rasio likuiditas, solvabilitas, aktivitas, dan rasio profitabilitas

Hasil perhitungan menunjukan dari perhitungan seluruh rasio, perkebunan kelapa sawit memiliki nilai rasio yang lebih baik dibandingkan dengan perkebunan karet. Permasalahan – permasalahan yang dihadapi oleh petani perkebunan karet dan kelapa sawit sangat mempengaruhi perkembangan usahatani perkebunan mereka. Permasalahan modal yang kecil, sarana produksi yang terbatas, serta gangguan pada proses produksi seperti hama penyakit tanaman berpengaruh besar dalam peningkatan produktivitas tanaman yang lebih rendah daripada produktivitas normal tanaman perkebunan.

(34)

No Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Analisis Hasil Penelitian 6. I. Wayan

Budiasa, 2001

Studi Kelayakan Proyek Perkebunan Kelapa Kawit Pt. Henrison Inti Persada Papua

Evaluasi finansial terhadap proyek ini dibatasi pada penggunaan kriteria investasi Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR)

Hasil penelitian bahwa rencana pembangunan proyek perkebunan kelapa sawit di Propinsi Papua yang diprakarsai oleh PT. Henrison Inti Persada merupakan rencana investasi yang layak terutama didasarkan atas analisis finansial, di samping didukung pula oleh aspek pemasaran, teknis, manajemen operasional, dan aspek ekonomis (sosial). Rencana proyek perkebunan kelapa sawit di Propinsi Papua ini menunjukan kepekaan (sensitivity) yang tinggi (terutama pada kebun inti) bila dilihat dari nilai IRR sama dengan 18,07 % yang hanya sedikit lebih besar terhadap social discount rate 18 %. Tetapi, pada kebun plasma proyek ini tidak begitu sensitif, karena IRR yang besarnya 22,37 % jauh lebih besar daripada social discount rate yang disarankan sebesar 14 %.

7. Sadik Ikhsan, 2010

Analisis Kelayakan

Pembangunan Perkebunan Karet Rakyat Di Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan

Metode analisis finansial Gross B/C Ratio, Net B/C ratio, NPV, IRR, Payback Period (PP), dan analisis sensitivitas

Pembangunan kebun karet rakyat secara finansial layak dilaksanakan karena, pada social discount rate 15% per tahun memiliki dan Net B/C > 1, NPV > 0, dan IRR 28,43%. Kelayakan finansial tersebut masih memenuhi kriteria kelayakan pada penurunan harga jual hingga 20% serta pada kenaikan biaya operasional hingga 20%.

(35)

No Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Analisis Hasil Penelitian 8. Idris Loilatu,

2006

Analisis Pengembangan Perkebunan Kakao Rakyat Di Kabupaten Buru Provinsi Maluku

Kriteria penilaian kelayakan investasi perkebunan kakao rakyat dilakukan dengan beberapa metode antara lain Benefit cost ratio (B/C ratio), Net Present Value (NPV), Internal Rate Of Return (IRR).

Kinerja finansial dan ekonomi memperlihatkan usahatani kakao rakyat di Kabupaten Buru layak untuk di kembangkan, hal tersebut ditunjukkan dengan diperoleh nilai B/C ratio yang lebih besar dari satu, NPV yang positif dan nilai IRR yang jauh lebih besar dari suku bunga bank yang berlaku. Walaupun pada kenyataannya dalam analisis finansial cukup sensitif terhadap suku bunga bank.

Integrasi pasar komoditi kakao di tingkat petani dengan pasar referensi dalam jangka pendek terjadi keterpaduan pasar, namun dalam jangka panjang tidak terjadi keterpaduan, sehingga distribusi profit marjin yang diterima petani lebih kecil dibandingkan yang diterima pedagang pengumpul dan pedagang besar.

9. Fitrina, 2007 Analisis Kelayakan Saluran Pemasaran Pala (Myristica fragran houtt) dan

Turunannya (Studi Kasus : Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor)

Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif, kemudian

dilakukan langkah

pengolahan dan analisis data. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran

Hasil penelitian bahwa saluran pemasaran penjualan dalam bentuk buah pala seutuhnya terdiri dari satu pola pemasaran. Saluran pemasaran bentuk biji basah terdiri dari 2 pola saluran pemasaran. Struktur pasar dari pala dan turunannya mengarah pada persaingan tidak sempurna karena pada lembaga pemasaran tingkat

(36)

pemasaran, struktur pasar dan perilaku pasar, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk analisis efisiensi saluran pemasaran.

PPD, penyuling, tengkulak, dan eksportir menghadapi pasar yang oligopoli dan oligopsoni dalam posisinya sebagai penjual dan pembeli. Marjin dan bagian harga yang diterima petani pada saluran pemasaran dalam bentuk buah pala seutuhnya adalah sebesar Rp 3. 362 dan 59,79 %. Peningkatan pendapatan petani akan diperoleh apabila petani menjual hasil produksinya berupa biji basah, karena tingkat harga yang diperoleh akan lebih tinggi.

(37)

Perbedaan dengan penelitian terdahulu yaitu ada beberapa komoditas berbeda, lokasi penelitian, dan arah penelitian. Penelitian ini meneliti komoditas pala yang terdapat di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus yang diusahakan secara intensif pada skala perkebunan rakyat dengan meneliti kelayakan investasi dan beberapa aspek yang berperan dalam perkembangan usahatani pala intensif meliputi aspek budidaya, aspek teknis, dan aspek pasar.

B. Kerangka Pemikiran

Pembangunan di sektor pertanian merupakan pilihan yang tepat untuk dijadikan sektor andalan dalam upaya keluar dari krisis dan meningkatkan pendapatan masyarakat pertanian. Selama ini sektor pertanian diperlakukan sebagai sektor pendukung yang mengemban peran konvensionalnya. Perkebunan merupakan sektor pertanian yang menjadi salah satu sektor unggulan dan terus dapat dikembangkan.

(38)

komoditas tersebut. Selain komoditas ekspor pala juga merupakan komoditas bahan perindustrian (bahan penyegar), dan industri rumah tangga. Tanaman ini memiliki adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan, umumnya produksi tertinggi pala dicapai pada usia 25 tahun.

Tujuan dari setiap usaha adalah untuk mendapatkan keuntungan sehingga perlu diperhitungkan besarnya biaya yang telah dikorbankan dan pendapatan yang diperoleh. Upaya untuk mengetahui apakah usahatani pala intensif ini

menguntungkan atau tidak maka dilakukan suatu analisis. Analisis ini dilakukan perhitungan diukur dari besarnya penerimaan dan biaya bagi petani yang

berusahatani pala intensif di lahan mereka. Kelayakan finansial komoditas pala dapat diketahui dengan menggunakan beberapa analisis yaitu analisis finansial meliputi Gross Benefit-Cost Ratio (Gross B/C Ratio), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C Ratio), Net Present Value (NPV), dan Internal Rate of Return (IRR), dan

Payback Period (PP), serta analisis sensitivitas (Sensitivity Analysis).

Analisis kelayakan usaha dari usahatani pala intensif akan dilihat dari analisis finansial jangka panjang antara lain Net B/C dan Gross B/C yang mempunyai nilai lebih besar daripada satu, NPV yang mempunyai nilai lebih besar daripada nol, dan IRR yang memiliki nilai lebih daripada tingkat suku bunga yang berlaku, Payback Period (PP) dimana masa pengembalian lebih pendek daripada umur ekonomis proyek. Apabila kriteria-kriteria tersebut dapat terpenuhi akan menunjukan bahwa usaha atau proyek tersebut layak untuk dilanjutkan.

(39)
(40)
[image:40.595.120.503.106.632.2]

. Gambar 1. Paradigma pemikiran analisis kelayakan finansial budidaya intensif tanaman pala di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus, 2013

USAHAtANI PALA intensif Input: Bibit Lahan Pupuk Tenaga kerja dan lain-lain

Pemeliharaan

Output Komoditas pala Fuli Biji pala Daging buah Harga input

Biaya produksi

Penerimaan

Analisis kelayakan

1. Analisis Finansial Gross B/C

Net B/C NPV IRR

Payback Period (PP)

2. Analisis Sensitivitas

Tidak layak Harga output Layak Analisis Deskriptif Kualitatif

1. Aspek budidaya 2. Aspek teknis 3. Aspek pasar

(41)

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian. Konsep ini memperjelas dan menghindari kesalahpamaham mengenai pengertian tentang istilah-istilah dalam penelitian ini maka dibuat definisi operasional sebagai berikut :

Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya.

Perkebunan adalah segala kegiatan mengusahakan tanaman tertentu pada tanah atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan

memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan, serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.

(42)

Komoditas pala adalah jenis komoditas tanaman perkebunan yang diusahakan oleh petani biasa dijual dalam tiga lapisan yaitu bagian dalam ada biji buah, ada bagian yang menyelimuti biji yang disebut bunga pala/fuli dan yang paling luar adalah daging buah.

Budidaya intensif tanaman pala adalah usahatani tanaman pala yang dilakukan secara sungguh-sungguh menjadikan komoditas tanaman pala sebagai tanaman utama dalam usahataninya bukan sebatas tanaman naungan, sehingga komoditas ini menjadi pendapatan utama dari usahatani yang dilakukan.

Budidaya nonintensif tanaman pala adalah usahatani tanaman pala yang dilakukan sebatas tanaman penunjang tanaman utama, hanya menjadikan komoditas

tanaman pala sebagai tanaman sampingan dalam usahataninya, sehingga komoditas ini hanya menjadi komoditas sampingan dalam memperoleh pendapatan dari usahatani yang dilakukan.

Produksi pala adalah jumlah hasil dari pertanaman pala selama panen dalam siklusnya (enam bulan satu kali dari berbunga), yang terdiri dari tiga bagian buah (biji, fuli, dan daging buah) dipanen dan di ukur dalam kilogram (Kg).

Harga pala adalah harga yang diterima petani dalam menjual hasil tiga bagian buah (biji, fuli, dan daging buah) yang dipanen dan dikeringkan diperoleh dari pertanaman pala selama panen dalam siklusnya, diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

(43)

Harga pupuk adalah jumlah uang yang dikeluarkan petani untuk membeli pupuk guna keperluan usahatani, diukur dalam rupiah per kilogram (Rp/kg).

Biaya obat-obatan adalah jumlah uang yang dikeluarkan petani untuk membeli obat-obatan, diukur dalam satuan rupiah per liter (Rp/liter).

Tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan dalam proses produksi dan pengolahan sampai pascapanen dalam usahatani, dinyatakan dalam hari orang kerja (HOK).

Upah rata – rata tenaga kerja adalah biaya upah yang dikeluarkan petani untuk tenaga kerja per satu hari orang kerja (HOK), yang diukur dalam satuan rupiah per hari orang kerja (Rp/HOK).

Umur ekonomis alat adalah jumlah tahun alat selama digunakan, terhitung sejak tahun pembelian sampai alat tersebut tidak dapat digunakan lagi, diukur dalam satuan tahun (tahun).

Penerimaan adalah sejumlah uang yang diterima petani dari suatu usahatani, di mana penerimaan tersebut didapatkan dengan mengalikan jumlah produksi (output) dengan harga yang berlaku, diukur dengan satuan rupiah (Rp).

Nilai sisa lahan adalah nilai yang diperoleh dari hasil penjualan tanaman pala berusia 25 tahun pada sebidang lahan yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

(44)

Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan investasi usahatani pala dalam jangka waktu tertentu yang dikeluarkan sebagai asset untuk memulai usahatani pala diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak bergantung pada besar kecilnya produksi, dapat digunakan lebih dari satu kali produksi diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya dapat berubah-ubah sesuai dengan produksi (output) yang dihasilkan, biasanya biaya yang dikeluarkan

mempengaruhi produksi yang dihasilkan, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya total adalah penjumlahan biaya tetap dan biaya variabel diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Analisa kelayakan finansial adalah suatu studi yang bertujuan untuk menilai apakah suatu kegiatan investasi yang dijalankan tersebut layak atau tidak untuk dijalankan.

Discount factor (Df) adalah suatu bilangan yang lebih kecil dari satu yang dapat

dipakai untuk mengalikan atau mengurangi suatu jumlah di waktu yang akan datang sehingga dapat diketahui berapa nilainya saat ini, diukur dalam persen (%).

Layak adalah kemungkinan dari usaha yang akan dilaksanakan memberikan manfaat, baik manfaat finansial ataupun manfaat sosial.

(45)

Analisis sensitivitas adalah suatu perhitungan yang bertujuan melihat kepekaan suatu proyek terhadap sesuatu perubahan atau kesalahan dalam perhitungan manfaat dan biaya. Analisis sensitivitas menganalisis kembali apa yang terjadi pada proyek tersebut apabila ada suatu yang tidak beres atau tidak sesuai dengan rencana. Analisis sensitivitas mencoba melihat realitas analisis suatu proyek didasarkan pada kenyataan bahwa proteksi atau rencana suatu proyek dipengaruhi unsur ketidakpastian mengenai apa yang akan terjadi.

B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus.

Penentuan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu sentra produksi pala di Provinsi Lampung dan Kecamatan Gisting merupakan sentra penghasil komoditas pala yang memiliki jumlah luasan 26 hektar tanaman menghasilkan (TM) lebih luas dibandingkan kecamatan lainnya di Kabupaten Tanggamus.

(46)

C. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan metode pengamatan langsung di lapang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari petani yang membudidayakan tanaman pala secara intensif melalui teknik wawancara dengan menggunakan kuesioner (daftar pertanyaan) yang telah dipersiapkan. Data sekunder diperoleh dari lembaga-lembaga/instansi terkait, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Perkebunan Propinsi Lampung, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tanggamus, Laporan statistik Kecamatan Gisting, dan lain-lain.

D. Metode Analisis Data

Analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif dan analisis deskriptif

kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis kelayakan finansial yang terdiri dari analisis penilaian investasi, yakni B/C Ratio, NPV, IRR, PP, dan analisis dengan memasukkan faktor ketidakpastian (analisis sensitivitas). Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk mengetahui beberapa aspek yang berperan dalam usahatani pala secara intensif, aspek-apek yang dinilai adalah kelayakan aspek budidaya, aspek teknis, dan aspek pasar.

(47)

dijual dalam bentuk kering yaitu daging buah, biji, dan fuli dengan harga masing-masing Rp 3.000/kg, 70.000/kg, dan 160.000/kg harga ini diasumsikan tetap selama umur ekonomis proyek.

Produksi didapatkan dari data petani yang memiliki umur tanaman sesuai dengan hasil produksi diperoleh pada umur tanaman yang diusahakan. Rata-rata yang digunakan perbatang tanaman dengan diasumsikan perbatang pada satuan luas dapat menghasilkan jumlah yang sama. Tenaga kerja dalam keluarga dihitung berdasarkan tenaga kerja luar keluarga dengan sistem upah harian. Analisis finansial memperhitungkan nilai mata uang, dimana adanya penurunan nilai dimasa yang akan datang. Nilai mata uang tersebut dihitung menggunakan nilai df (discount factor). Nilai discount factor yang digunakan adalah tingkat suku bunga Bank BRI sebesar 15%.

1. Analisis Finansial Kelayakan Usaha

Analisa kelayakan finansial merupakan analisis yang bertujuan untuk menilai apakah suatu kegiatan investasi (usaha) yang dijalankan tersebut layak atau tidak untuk dijalankan. Analisis finansial dilakukan secara kuantitatif yang terdiri dari analisis Gross Benefit-Cost Ratio (Gross B/C Ratio), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C Ratio), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback

Period (PP) (Kadariah, 2001).

a. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio)

Gross Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan antara jumlah present

value dari benefit kotor dengan jumlah present value dari biaya kotor.

(48)

n t t n t t

i

Ct

i

Bt

C

GrossB

0 0

1

1

/

Keterangan :

Bt = penerimaan (benefit) pada tahun ke-i Ct = biaya (cost) pada tahun ke-i

i = suku bunga (%) n = umur proyek (tahun)

Kriteria pada pengukuran ini adalah :

1) Jika Gross B/C > 1, maka kegiatan usaha layak untuk dilaksanakan. 2) Jika Gross B/C < 1, maka kegiatan usaha tidak layak untuk Dilaksanakan 3) Jika Gross B/C = 1, maka kegiatan usaha keadaan break event point.

b. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio)

Net Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan antara net benefit yang telah

didiscount faktor positif dengan net benefit yang telah didiscount negatif. Secara matematis Net B/C dapat dirumuskan sebagai :

n t t n t t i Bt Ct i Ct Bt C NetB 0 0 1 1 / Keterangan :

t = Tahun ke 1,2,3 dst n = Umur proyek (tahun)

Kriteria pada pengukuran ini adalah :

(49)

c. Net Present Value (NPV)

Perhitungan Net Present Value merupakan nilai benefit yang telah didiskon dengan Social Opportunity Cost of Capital (SOCC) sebagai discount factor. Secara matematis NPV dapat dirumuskan sebagai:

n

t

t

t

Ct

Bt

NPV

1

1

Keterangan :

Bt = manfaat dari proyek

Ct = biaya (cost) pada tahun ke-i n = umur proyek (tahun)

i = discount rate

Kriteria penilaian adalah :

1) Jika NPV > 0, maka kegiatan usaha layak untuk dilaksanakan 2) Jika NPV < 0, maka kegiatan usaha tidak layak untuk dilaksanakan 3) Jika NPV = 0, maka kegiatan usaha dalam keadaan break event point

d. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) merupakan suatu tingkat bunga yang

menunjukan nilai bersih sekarang (NPV) sama dengan jumlah seluruh

investasi proyek atau dengan kata lain tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Secara matematis IRR dapat dirumuskan sebagai :

)

(

2

1

1

1 2

1

i

i

NPV

NPV

NPV

i

(50)

Keterangan :

NPV1 = present value positif

NPV2 = present value negatif

i1 = discount faktor, jika NPV > 0

i2 = discount faktor, jika NPV < 0

Kriteria penilaian :

1) Jika IRR > i, maka kegiatan usaha layak untuk dilaksanakan 2) Jika IRR < i, maka kegiatan usaha tidak layak untuk dilaksanakan 3) Jika IRR = i, maka kegiatan usaha dalam keadaan break event point

e. Payback Period (PP)

Payback Period merupakan penilaian investasi suatu proyek yang didasarkan

pada pelunasan biaya investasi berdasarkan manfaat bersih dari suatu proyek. Secara matematis Payback Period dapat dirumuskan sebagai :

Ab Ko

PP 1 tahun Keterangan :

Pp = Payback Period (PP) K0 = investasi awal

Ab = manfaat (benefit) yang diperoleh setiap periode

Kriteria kelayakan :

1) Jika Payback Period lebih pendek dari umur ekonomis usaha, maka proyek tersebut layak untuk dijalankan

2) Jika Payback Period lebih lama dari umur ekonomis usaha, maka proyek tersebut tidak layak untuk dijalankan

2. Analisis Sensitivitas

(51)

benefit pada usahatani pala intensif. Analisis kepekaan ini ada beberapa

kemungkinan harus dicoba untuk dilakukannya analisa kembali. Hal ini perlu, karena analisis proyek biasanya didasarkan kepada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian dan perubahan yang akan terjadi pada masa mendatang.

Analisis sensitivitas dilakukan dengan memperhitungkan kemungkinan yang mungkin akan terjadi. Tingkat kenaikan biaya suatu produksi yang akan

menyebabkan nilai Gross B/C, Net B/C, NPV, IRR, dan PP tidak lagi layak/tidak menguntungkan. Analisis sensitivitas ini perlu juga dihitung setiap penurunan produksi dan harga jual suatu produk jadi akan menyebabkan nilai Gross B/C, Net B/C, NPV, dan IRR tidak meyakinkan. Analisis laju kepekaan dirumuskan

sebagai berikut :

% 100 % 100 0 1 0 1 x Y Y Y x X X X as Sensitivit Keterangan : 1

X = B/C ratio/NPV/IRR/PP setelah terjadi perubahan

0

X = B/C ratio/NPV/IRR/PP sebelum terjadi perubahan

X = Rata-rata perubahan B/C ratio/NPV/IRR/PP

1

Y = Harga jual/biaya produksi/produksi setelah terjadi perubahan

0

Y = Harga jual/biaya produksi/produksi sebelum terjadi perubahan

Y = Rata-rata perubahan harga jual/biaya produksi/produksi Kriteria laju kepekaan :

a. Jika laju kepekaan > 1, maka hasil kegiatan usaha peka/sensitif terhadap perubahan.

(52)

Analisis laju kepekaan dihitung memperhatikan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Kemungkinan kenaikan biaya terjadi akibat inflasi, pada 3 tahun terakhir tingkat inflasi berfluktuatif kisaran angka 3-7% (BPS, 2013). Penelitian ini ingin menghitung sensitivitas dari kenaikan biaya sampai 10%, sehingga diasumsikan biaya naik hingga sebesar 10%. Petani pala berpendapat bahwa beberapa daerah di Kecamatan Gisting iklimnya tidak menentu. Angin kencang sering terjadi, jika hal tersebut terjadi di kawasan usahatani pala akan

menyebabkan kerontokan bunga bahkan buah pala yang belum siap dipanen. Keadaan tersebut dapat menurunkan produksi kisaran hingga 20-25%, sehingga diasumsikan dalam penelitian ini adanya kemungkinan penurunan produksi hingga 25%.

Penurunan harga output belum diderita oleh petani pala selama ini. Harga pala sampai saat ini masih meningkat, tetapi kemungkinan penurunan harga output dapat terjadi akibat sisi kelebihan penawaran (supply) pada keadaan panen raya yang menyebabkan harga dapat menurun. Penelitian ini ingin menghitung sensitivitas dari penurunan harga output yang diasumsikan menurun hingga sebesar 10%. Penelitian ini menganalisis perubahan akibat kemungkinan biaya produksi naik sebesar 10% dengan penerimaan tetap, penurunan produksi sebesar 25% dengan biaya tetap, dan penurunan harga output 10% dengan biaya tetap.

3. Analisis Deskriptif Kualitatif

(53)

a. Aspek budidaya

Aspek kelayakan budidaya mencakup budidaya pala meliputi tempat, iklim, media tanam, dan prosedur pemeliharaan.

b. Aspek teknis

Aspek kelayakan teknis meliputi jenis teknologi yang digunakan, kesiapan penerimaan teknologi yang tersedia, jumlah investasi diperlukan dalam membuat rencana produksi selama umur ekonomis proyek, dan teknik dari budidaya yang diterapkan.

c. Aspek pasar

(54)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Usahatani pala intensif untuk rata-rata lahan 1 hektar diperoleh nilai Gross

B/C Ratio yaitu 2,09, Net B/C Ratio 2,23, NPV sebesar Rp 125.574.036, IRR

sebesar 20,98%, dan Payback Period (PP) 10,01, sehingga secara finansial usahatani pala intensif di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus layak dan menguntungkan untuk diusahakan.

2. Analisis laju kepekaan (sensitivitas) usahatani pala intensif dengan asumsi kemungkinan biaya naik 10% tidak ada kriteria investasi yang menunjukan laju kepekaan sensitif terhadap perubahan. Akibat penurunan produksi sebesar 25% kriteria Net B/C dan NPV menunjukan laju kepekaan sensitif terhadap perubahan dengan nilai 1,04 dan 2,12. Penurunan harga output sebesar 10% dengan biaya tetap kriteria Net B/C dan NPV menunjukan laju kepekaan sensitif dengan nilai 1,03 dan 1,94, tetapi usahatani pala intensif ini masih dalam keadaan layak untuk diusahakan dan menguntungkan.

(55)

menggunakan teknologi yang sederhana, untuk pengolahan biji pala dan fuli/sempra menjadi minyak atsiri, teknologi pengolahan minyak atsiri menjadi suatu diversifikasi produk ikutan, dan teknologi pengolahan daging buah pala menjadi berbagai macam makanan ringan belum diperoleh di tingkat petani. Aspek pasar bagi produk pala ini sangat baik dari sisi permintaan lebih banyak dari sisi penawaran sehingga peluang pasar untuk produk pala ini masih sangat menjanjikan.

B. Saran

Budidaya pala yang dilakukan petani secara intensif masih memiliki beberapa kelemahan, diantaranya dalam bidang budidaya maupun pemasaran produknya belum adanya kelompok ataupun lembaga yang dibuat secara khusus. Sosialisasi maupun penyuluhan yang diberikan dari pihak pemerintah daerah maupun swasta belum diterima oleh petani sehingga dapat dikemukakan beberapa saran yaitu :

1. Petani harus menentukan sikap, dengan mengetahuinya kelayakan usahatani pala intensif diharapkan dapat memberikan motivasi usaha, kemudian petani dapat menentukan tindakan dan arahan agar mandiri, membuat organisasi yang kuat dan mantap untuk menciptakan kepentingan bersama sehingga menambah upaya dalam mengembangkan usahatani pala intensif yang diusahakan skala luas untuk jangka panjang.

(56)

pala intensif, dan membantu penyediaan modal usaha bagi petani untuk pengembangan usahatani pala yang mereka usahakan.

(57)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1986. Pala dan Pengolahannya. Departemen Pertanian Bagian Proyek Informasi Pertanian. Irian Jaya 19 hlm.

_______. 2010. Budidaya Pala. Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluh Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. Ambon. 67 hlm.

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanggamus. 2011. Tanggamus Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanggamus. Tanggamus.

Badan Pusat Statistik Indonesia. 2013. Angka inflasi tahun 2010-2012. Jakarta. Diakses tanggal 20 Februari 2013

Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanggamus. 2012. Gisting Dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanggamus. Tanggamus.

Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2011. Lampung Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Budiasa, I, W. 2001. Studi Kelayakan Proyek Perkebunan Kelapa Sawit Pt. Henrison Inti Persada, Papua. Diakses tanggal 12 Januari 2013 http://ojs.unud.ac.id/index.php/soca/article/viewFile/4009/2999

Bustaman, S. 2007. Prospek dan Strategi Pengembangan Pala di Maluku. Jurnal Perspektif. Volume 6 No 2.

Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Tanggamus. 2011a. Luas Areal Tanaman dan Produksi Perkebunan Rakyat (PR) Kabupaten Tanggamus. Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Tanggamus. Tanggamus. ____________________________________________, 2011b. Luas Areal

Tanaman dan Produksi Perkebunan Pala Rakyat Kabupaten Tanggamus. Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Tanggamus. Tanggamus. Fathia. 2011. Analisis Kelayakan Finansial Perkebunan Karet Dan Kelapa Sawit

(58)

http://repository.unri.ac.id/bitstream/123456789/724/1/Jurnal%20Fathia.N. H_0806134829.pdf

Firdaus, M. 2009. Manajemen Agribisnis. Bumi Aksara. Jakarta.

Fitrina. 2007. Analisis Kelayakan Saluran Pemasaran Komoditas Pala (Myristica fragran houtt) Dan Turunannya (Studi Kasus : Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gittinger, J,P dan Hans A. Adler. 1993. Evaluasi Proyek. Diterjemahkan oleh

Soemarsono. Rineka Cipta. Jakarta. 56 hlm.

Harian Analisa. 2013. Permintaan minyak pala di pasar dunia terus meningkat. www. analisadaily.com. Diakses senin 21 Januari 2013 jam 00.16 Wib.

Hatta, S. 1993. Budidaya Pala Komoditas Ekspor. Yogyakarta.

Hidayah, I. 2005. Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Tanaman Perkebunan Rakyat Di Kabupaten Buru. Prosiding. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Maluku.

Ikhsan, S. 2010. Analisis Kelayakan Pembangunan Perkebunan Karet Rakyat Di Tabupaten Tanah Laut. Kalimantan Selatan. Jurnal Chlorophyl. Volume 6 nomor 3, halaman 201-207.

Kadariah. 2001. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta.

Kasmir dan Jakfar. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Prenada Media. Jakarta Loilatu, I. 2006. Analisis Pengembangan Perkebunan Kakao Rakyat Di

Kabupaten Buru Provinsi Maluku. Tesis. Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah Dan Perdesaan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soekartawi. 1997. Agribisnis dan Teori Aplikasinya. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sumantri, B. 2004. Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Lada (Piper ningrum, L) Di Desa Ulu Musi Kabupaten Lahat Sumatera Selatan. Jurnal Ilmu-ilmu Indonesia. Volume 6 No 1.

Suratiyah, K. 2009. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta

Sutojo, S. 2002. Studi Kelayakan Proyek. PT Damar Mulia Pustaka. Jakarta. Tarhim, M. 2009. Analisis Kelayakan Usaha Tani Kakao di Desa Sidorejo

Gambar

Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku
Tabel 3. Luas areal dan produksi pala di Kabupaten Tanggamus tahun 2010
Tabel 4.  Kajian penelitian terdahulu
Gambar 1.  Paradigma pemikiran analisis kelayakan finansial budidaya intensif tanaman  pala di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus, 2013

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul

[r]

Dan yang ketiga tingkat pendidikan karyawan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas sistem pengendalian intern pada Koperasi Serba Usaha (KSU) di Kecamatan

E-Zakat merupakan satu sistem maklumat bagi pembayaran zakat berasaskan web yang berpenman untuk mengira jumlah zakat harta yang wajib dikeluarkan dan bukannya zakat

diklasifikasikan dengan perbandingan pada teks BSu, dan teknik penerjemahan pada karakteristik (3) yaitu pada tataran mikro kata, frasa, klausa dalam dua kategori

Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi dan menjelaskan manfaat utama dari mCRM di sektor perbankan dengan membuktikan bahwa penggunaan mBanking pada mCRM adalah

+iri utama masakan Melayu ialah penggunaan rempah ratus yang banyak serta santan yang penting untuk menghasilkan makanan berlemak dan pekat. $erasa seperti

Proses internalisasi nilai-nilai dakwah multikultural dalam pembelajaran Al-Islam di Universitas Muhammadiyah Mataram terlaksana melalui beberapa tahapan-tahapan