• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tugas Hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tugas Hukum"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

V. Kesimpulan

I. Bahwa gagasan pembaruan pendidikan, yang telah dicetuskan sejak Konperensi Antar Fakultas Hukum pada tahun 1958 di Jakarta, pada tahun 1962 di Yogyakarta dan pada Konperensi Antar Fakultas Pembina pada tahun 1968 di Yogyakarta, telah mulai dirumuskan dengan lebih nyata dan dilakukan percobaan-percobaan pelaksanaannya oleh Sub Konsorsium Ilmu Hukum yang dibentuk oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada Tahun 1969.

II. Bahwa terbitnya surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.198 tertanggal 30 Desember 1972 tentang kurikulum minimum, yang kemudian diikuti dengan pertemuan pengajar dalam mata pelajaran sejenis, tanggal 25-28 maret 1973 dan pertemuan antar Sub Konsorsium Ilmu Hukum dengan para Dekan Fakultas Hukum Negeri seluruh Indonesia di Lembang pada tanggal 12-25 September 1973, dapatlah dinilai sebagai tonggak batas dimulainya periode pembaruan pendidikan hukum di Indonesia.

III. Bahwa pendidikan hukum di Negara kita, ditujukan pada : pertama, untuk orang-orang yang memiliki kemahiran dalam menerapkan hukum positive berguna dalam memelihara ketertiban; kedua, untuk menghasilkan orang-orang yang dibutuhkan oleh suatu masyarakat merdeka yang sedang membangun, yaitu orang-orang yang dapat menciptakan masyarakat yang dikehendaki, melalui tekhnik pembentukan hukum dan perancangan Undang-Undang.

IV. Bahwa untuk meningkatkan keterampilan paea lulusan Fakultas Hukum, maka kepada para mahasiswa perlu diberikan lebih banyak kesempatan untuk mempelajari praktek hukum, melalui pendidikan yang bersifat klinis, baik untuk keterampilan penerapan hukum, penelitian hukum, maupun perencanaan Undang-Undang

(2)

Par.47. PEMBARUAN PENDIDIKAN HUKUM NASIONAL

1. Reorientasi Tujuan Pendidikan Dalam Pembangunan Nasional

Masalah Pembinaan pendidikan tinggi di Indonesia termasuk pendidikan tinggi dibidang hukum sebenarnya dapat dikembalikan pada dua pokok masalah yakni: (1) Masalah mempertahankan dan meningkatkan mutu pendidikan dan (2) masalah

pembaruan pendidikan khususnya dihubungkan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia sebagai Negara baru merdeka yang sedang berkembang.

Dengan demikian pengertian “reorientasi” lebih luas dari pembaruan, karena pembaruan pendidikan hukum nasional hendak kita pakai dalam arti yang luas yakni re-orientasi yang dihubungkan dengan kebutuhan Indonesia sebagai masyarakat baru merdeka yang sedang berkembang (atau Masyarakat dalam pembangunan) baiknya dikemukakan apa saja kebutuhan-kebutuhan masyarakat demikian dibidang

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

BAB XVII

POLITIK HUKUM DI INDONESIA Par. 41. Politik Hukum Pemerintahan Belanda di Indonesia

Suatu politik hukum yang tegas dari pemerintah belanda boleh dikatakan baru

Nampak sejak tahun 1848. Dalam tahun tersebut Pemerintah Belanda itu mulai mengadakan kondifikasi di Indonesia, yaitu mengundangkan Burgerlijk Wetboek dan Wetboek Van

Koophandeel (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) untuk orang-orang Eropa yang ada disini, yang pada hakekatnya berupa suatu penjiplakan belaka dari Burgerlijk Wetboek dan Wetboek Koophandel yang pada seouluh tahun yang lalu (tahun 1838) diundangkan di negeri Belanda.

Maka dari itu kita melihat, bahwa dalam tahun 1855 sebagian dari Burgerlijk Wetboek tadi, yaitu bagian memuat hukum kekayaan ( Hukum Benda dan Hukum Perjanjian), begitu pula Wetboek Van Koophandel, dinyatakan berlaku untuk orang tionghoa, orang-orang Indonesia menurut politik hukum tersebut dibiarkan hidup dibawah hukumnya sendiri, yaitu hukum adat asli. Dalam rencana untuk menciptakan hukum tertulis bagi orang Indonesia ini ada Dua aliran, Yang salah satu hukumnya hendak menundukan orang Indonesia kepada hukum Eropa, seperti yang sudah dilakukannya terhada golongan Tionghoa dalam tahun 1855 itu.

Dalam pada itu berdasarkan pedoman-pedoman yang diberikan dalam pasal 131 indische staatsregeling, di zaman Hindia-Belanda itu sudah ada beberapa peraturan undang-undang Eropa yang telah “dinyatakan berlaku” untuk bangsa Indonesia, seperti pasal 1601-1603 burgerlijk Wetboek, yaitu perihal perjanjian kerja atau perburuhan (Staatsblad 1879 no.256) dan beberapa bagian dari Wetboek Van Koophandel, misalnya sebagian besar dari hukum laut (staatsblad 1933 no. 49).

Ada beberapa peraturan yang secara Khusus dibuat untuk bangsa Indonesia asli, seperti : Ordonansi perkawinan orang Indonesia Kristen (staatsblad 1933 no.74), Ordonansi tentang maskapai Andil Indonesia atau I.M.A. (staatsblad 1939 no.569), Ordonansi tentang perkumpulan orang-orang Indonesia (Staatsblad 1939 no. 570). Akhirnya sudah diadakan pula peraturan-peraturan yang berlaku untuk semua golongan warganegara, seperti Undang-Undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912), Peraturan umum tentang Koperasi (Staatsblad 1933 no. 108) Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 no.98).

Mengenai Hukum Pidana, dimana tadinya diadakan dua macam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu satu untuk golongan Eropa dan satu untuk golongan pribumi dan mereka yang dipersamakan dengan golongan ini, maka sejak tahun 1915 Pemerintah meniadakan diskriminasi itu dengan menghadiahkan sebuah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana untuk semua golongan penduduk.

Hukum Intergential ini dianggap begitu pentingnya hingga, pada waktu di Jakarta didirikan Sekolah Hukum Tinggi dalam tahun 1924 ia dijadikan suatu matapelajaran tersendiri di bawah asuhan seorang guru besar yang ternama, yaitu Prof. Kollewijn.

(10)

Mula-mula Hukum adat itu merupakan suatu factor yang tidak terkenal. Boleh dikatakan bahwa ia sebagai suatu system buat pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Mr. C. Van Vollenhoven, guru besar Universitas Leiden, yang sering juga diberikan gelar “Bapak Hukum Adat”.

Van Vollenhoven dalam bukunya tentang hukumuan adat Indonesia itu menunjukan bahwa hukum adat mempunyai suatu system yang berlainan dari system-sistem hukum barat, misalnya saja bahwa pembedaan dalam hak-hak kebendaan dan hak-hak perorangan (suatu system perbedaan hak-hak yang terkenal dalam hukum adat) tidak dikenal dalam hukum adat, bahwa rakyat Indonesia mempunyai hak-hak menurut burgerlijk Wetboek, bahwa perbuatan-perbuatan hukum seperti jual-beli, gadai, sewa dan sebagainya dalam hukum adat juga mempunyai cirri-ciri yang berlainan dari perbuatan-perbuatan hukum yang sama menurut hukumnya orang barat.

Sejak diperkenalkannya hukum adat oleh Van Vollenhoven, dan berputarnya haluan politik hukum Pemerintah Belanda setelah gagalnya percobaan kondifikasi hukum bagi orang Indonesia yang mencontoh pola hukum barat dalam tahun 1920 (rencana Mr. Cowan), maka mulailah berkembang usaha-usaha penelitian terhadap Hukum Adat Indonesia itu. Salah seorang murid yang terbaik dari Van Vollenhoven adalah Mr. B. ter Haar Bzn, yang menulis disertasi tentang Hukum Acar Adat (“Het Adat procesrecht der Inlanders,” Leiden 1917) dan kemudian menjadi guru besar dalam Hukum Adat di Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta.

Sebagaimana kita ketahui, menurut pasal 131 Indische Staatsregeling semua hukum perdata (jadi juga buat orang Indonesia) harus dikodifikasikan artinya diletakkan dalam kitab undang-undang.

Dimulai dengan dikeluarkannya penugasan kepada Prof. Dr. Soepomo, yang waktu itu menjabat pegawai tinggi diperbantukan pada Direktur Justisi, untuk dalam waktu yang singkat mengadakan penelitian terhadap hukum adat orang Indonesia di Jawa Barat (1928), sebagai suatu usaha untuk mempelopori kofikasi hukum orang Indonesia yang sudah digariskan itu. Penelitian tersebut menghasilkan laporan yang berupa buku tentang Hukum Perdata Adat di Jawa Barat (“Het Adat-privaatrecht van West-Java”), yang sampai sekarang banyak dipakai oleh para Hakim sebagai buku pedoman dalam memutusi perkara-perkara di daerah (“rechtskring”) Jawa Barat.

Sampai kira-kira tahun 1930, maka Selama seratus tahun lebih “Raad Agama” dalam peradilannya yang berdasarkan peraturan-peraturan yng berlaku itu waktu juga meliputi perkara-perkara warisan, dalam perkara-perkara ini selamanya memakai Hukum Fiqh, tetapi kenyataannya adalah bahwa menyimpang sekali dari ketentuan-ketentuan fiqh.

Pada tahun 1937 ditetapkan bahwa Raad Agama sekarang hanya berwenang memutusi perselisihan antara suami istri yang beragama Islam dalam perkara-perkara perjodohan semata-mata sedangkan perkara-perkara perwarisan peradilannya diserhkan kepada Hakim duniawi yaitu Pengadilan Negeri 9”Lndraad”) yang berdasarkan perdilannya atas Hukum Adat.

(11)

Berbagai kelompokan hukum tadi adalahsebagai berikut: Sebagai akibat dari “intercourse” antara orang-orang yang hukumnya berlainan itu, diperlukan suatu rangkaian peraturan-peraturan yang dinamakan ‘Hukum antara golongan: hukum jurisprudensi, yaitu hukum yangtelah dibentuk oleh para Hakimm, dan boleh dikatakan sudah merupakan suatu kelompokan hukum positip pula artinya Hukum yang nyata –nyata berlaku di Indonesia dan harus diperhatikan.

Dengan Undang-Undang tanggal 13 Januari 1951 No. 1 diadakan tindakan-tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan, susunan, kekuasaan dan acara Pengadilan-Pengadilan Sipil, tindakan-tindakan mana diperlukan segera setelah dicapai Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950, oleh karena dalam konstellasi Republik Indonesia Serikat susunan, kekuasaan dan acara Pengadilan-Pengadilan itu beraneka warna di berbagai Negara-negara bagian.

Soal pembinaan Hukum Nasional memang segera setelah proklamasi menarik

perhatian banyak sarjana hukum kita, dimana perhatian ini terutama ditujukan kepada bidang keprdataan, oleh karena memang keadaan di bidang keperdataan itu adalah yang paling sulit di mana kita menghadapi kelompokan-kelompokan hukum yang beraneka ragam itu.

Kemudian har.” Suwandi, SH pada suatu pertemuan ahli-ahli hukumdi Jakarta dalam tahun 1954 berbicara tentang “ sekitar kodifikasi hukum nasional di Indonesia

Untuk menyalurkan segala kegiatan pembinaan hukum nasional itu, dalam tahun 1956 Perhimpunan Sarjana Hukum Indonesia telah memajukan permohonan kepada Perdana Menteri Republik Indonesia agar supaya dibentu suatu panitia Negara pembinaa hukum nasional, Permohonan mana telah menghasilkan keputusan Pesiden No. 107 tahun 1958 mengenai pembentukan Lembaga Pembinaan Hukum Nasional yang berkedudukan di

Jakarata. Menurut keputusan Presiden tersebut di atas tugas dari Lembaga Pembinaan Hukum Nasional itu ialah, “Melaksanakan pembinaan hukum nasional dengan tujuan mencapai tata-hukum nasional:

A. Menyiapkan rancangan-rancangan peraturan perundangan: a. Untuk meletakkan dasar-dasar tatahukum nasional;

b. Untuk menggantikan peraturan-peraturan yang tidak sesuai dengan tatahukum nasional;

c. Untuk masalah-masalah yangbelum diatur dalam suatu peraturan perundangan

(12)

Lembaga telah berhasil merumuskan dasar-dasar dan asas-asas tatahukum nasional itu sebagai berikut:

1. Dasar pokok hkukum nasional Republik Indonesia ialah Pansila. 2. Hukum nasional bersifat:

a. Pengayoman; b. Gotong-royong c. Kekeluargaan; d. Toleransi;

e. Anti “kolonialisme, imperialisme, dan feodalisme; 3. Semua hukum sebanyak mungkin diberi hukum tertulis.

4. Selain hukum tertulis diakui berlaku hukum tidak tertulis sepanjang tidak menghambat terbentuknya masyarakat sosialis Indonesia

5. Hakim membimbing perkembangan hukum tak tertulis melalui jurisprudensi kearah keragaman hukum (homogenita) yang seluas-luasnya dan dalam hukum kekelurgaan kearah system parental.

6. Hukum tertulis mengenai bidang-bidang hukum tertentu sedapat mungkin dihimpun dalam bentuk kodifikasi (Hukum Perdata, Hukum Pidana, Hukum dagang, Hukum acara Perdata, Hukum acara Pidana).

7. Untuk membangun masyarakat sosialis Indonesia diusahakan unifikasi Hukum.

8. Dalam perkara Pidana :

a. Hakim Berwenang sekaligus memutuskan aspek perdatanya baik karena jabatannya maupun atas tuntutan pihak yang berkepetingan; b. Hakim berwenang mengambil tindakan yang dipandang patut dan adil

disamping atau tanpa pidana;

9. Sifat pidana harus memberikan pendidikan kepada terhukum untuk menjadi warga yang bermanfaat bagi masyarakat.

10. Dalam bidang hukum acara perdata diadakan jaminan supaya peradilan berjalan sederhana cepat dan murah.

11. Dalam bidang hukum acara pidana diadakan ketentuan-ketentuan yang merupakan jaminan kuat untuk mencegah:

a. Seseorang tanpa dasar hukum yang cukup kuat ditahan atau ditahan lebih lama dari yang benar-benar diperlukan;

(13)

Suatu peristiwa yang sangat penting dalam pembinaan hukum nasional ini adalah penemuan Lambang Keadilan yang serasi dengan kepribadian bangsa kita oleh almarhum menteri Kehakiman Dr. Saharjo, yang berupa pohon beringin yng memberikan”pengayoman” kepada rakyat yang mencari keadilan. Simbol yang berasal dari Negara Barat yang kita kenal, yaitu berupa dewi keadilan (Thhemis) yang dibalut matanya dan memegang pedang dan traju (timbangan) ditolak oleh beliau karena kurang cocok dengan perasaan rakyat kita.

Pada Tahun 1973 ditetapkan ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang garis-garis besar haluan Negara, yang didalamnya secara resmi digariskan politik hukum nasional Indonesia tersebut.

Dalam ketetapan MPR No. IV/MPR1973 tersebut, Politik Indonesia dirumuskan sebagai berikut :

1. Pembangunan dibidang hukum dalam Negara Hukum Indonesia adalah berdasar atas landasan Sumber Tertib Hukum yaitu cita-cita yang terkandung pada pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita moral yang luhur yang ,eliputi suasana kejiwaan serta watak dari bangsa Indonesia yang didapat dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

2. Pembinaan bidang hukum harus mampu mengarahkan dan menampung kebutuhan-kebutuhan hukum sesuai dengan kesadaran hukum rakyat yang berkembang ke arah modernisasi menurut tingkat-tingkat kemajuan pembangunan di segala bidang sehingga tercapai ketertiban dan kepastianhukum sebagai prasarana yang harus ditujukan kearah peningkatan pembinaan kesatuanbangsa, sekaligus berungsi sebagai sarana menunjang perkembangan modernisasi dan pembangunan yang menyeluruh, dilakukan dengan :

a. Peningkatan dan penyempurnaan pembinaan Hukum Nasional dengan antara lain mengadakan pembaruan, kodifikasi serta unfikasi hukum di bidang-bidang tertentu dengan jalan memperhatikan kesadaran hukum dalam masyarakat; b. Menertibkan fungsi Lembaga-Lembaga Hukum menurut proposinya

masing-masing;

(14)

3. Memupuk kesadaran hukum dalam masyarakat dan membina sikap para penguasa dan para pejabat Pemerintah kea rah penegakan hukum , keadilan serta perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, dan ketertiban serta kepastian hukum sesuai dengan Undang-Undang 1945. Perumusan politik hukum Indonesia tersebut dalam Garis-garis Besar Haluan Negara adalah singkat sekali, namun cukup padat; jika ia dilaksanakan dengan baik dapatlah kita mengejar ketinggalan dalam bidang

pembinaan dan penegakan hukum di Indonesia.

Dalam politik hukum tersebut perlu dicatat hal-hal yang berikut;

1. Kepala pemerintah dan DPR dibebani tugas modernisasi , kodifikasi dan unfikasi dalam bidang-bidang tertentu;

2. Dalam bidang institusional dikehendaki adanya penertiban fungsi Lembaga-Lembaga Hukum; menetapkan dan mengatur wewenang masing-masing aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa dan hakim serta pembela/advokat, agar tak terdapat kesimpangsiuran.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Gembala Sidang dan seluruh jemaat GPdI Pelita Batam mengucapkan “Selamat datang dalam keluarga Tuhan” bagi Bpk/Ibu/Sdr/I yang baru. pertama kali hadir di

Hakim Indonesia dalam menghadapi sengketa penggunaan nama kota oleh pihak lain tanpa ijin sebagai nama domain tetap dapat menerima dan memeriksa sengketa tersebut

Bila dipotong di bagian tengah badan memilki perbandingan antara tinggi badan dan lebar badan 3 : 2 (tergantung varietas). Warna tubuh ikan mas juga tergantung dari varietas,

Aku memuji Allah atas ujian yang tidak lebih besar dari yang menimpa ini. Aku memuji Allah tatkala aku diberikan

Ironi situasional tampak dalam narasi di atas di mana kejadian di depan mata Azra dan Amna merupakan situasi yang tidak diharapkan keduanya, sehingga Amna merasa khawatir

Data adverbia derajat yang ditemukan pada kumpulan cerpen Bedak dalam Pasir karya Sule Subaweh ini memiliki penanda yaitu sangat, paling, hampir, sekali, sangat, cukup, dan

Dari penelitian terhadap tujuh faktor dengan 45 indikator yang diuji, menunjukkan bahwa yang paling signifikan mempengaruhi kesuksesan wirausaha terdapat lima

Soal 1 dan 2 menilai pengetahuan kata/ungkapan dalam bah asa Jepang dari kata/ ungkapan bahasa Indonesia atau sebaliknya, dengan cara memilih jawaban yang tersedia. Sedangkan Soal