• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahasa Indonesia KARAKTERISTIK BAHASA INDONESIA - Universitas Mercu Buana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bahasa Indonesia KARAKTERISTIK BAHASA INDONESIA - Universitas Mercu Buana"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL PERKULIAHAN

Bahasa

Indonesia

KARAKTERISTIK BAHASA

INDONESIA

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Ekonomi dan Bisnis Manajemen S1

02

MK90008 Supriyadi, S.Pd., M.Pd.

Abstract

Kompetensi

Setelah mempelajari bab ini, diharap-kan mahasiswa dapat memahami latar belakang Mata Kuliah Pengembang Kepribadian Bahasa Indonesia, Visi, misi, Kompetensi mata kuliah, subtansi kajian mata kuliah bahasa Indoneia, Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi, dan aspek-aspek keteram-pilan berbahasa.

Mahasiswa mampu memahami:

2.1 Latar belakang mata kuliah bahasa Indonesia.

2.2 Visi, misi, kompetensi mata kuliah bahasa Indonesia, subtansi kajian mata kuliah bahasa Indonesia. 2.3 Bahasa Indonesia sebagai alat

komunikasi.

2.4 Aspek-aspek keterampilan berbahasa.

(2)

Karakteristik Bahasa Indonesia

A. Latar Belakang Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Mata kuliah bahasa Indonesia merupakan salah satu mata kuliah yang wajib diberikan di semua perguruan tinggi. Kuliah Pengembang Kepribadian di Perguruan Tinggi, Dalam Surat Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu Pelaksananaan Kelompok Mata bahasa Indonesia termasuk salah satu Mata Kuliah Pengembang Kepribadian, selain Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.

Di dalam Surat Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu Pelaksananaan Kelompok Mata bahasa Indonesia termasuk salah satu Mata Kuliah Pengembang Kepribadian di Perguruan Tinggi, disampaikan bahwa:

1. Visi Mata Kuliah Pengembang Kepribadian

Visi kelompok Mata Kuliah Pengembang Kepribadian (MPK) diperguruan tinggi merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiaanya semabai manusia Indonesia sutuhnya. Visi kelompok MPK di perguruan tinggi rnerupakan sumber ni!ai dan pedornan dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia Indonesia seutuhnva

2. Misi Mata Kuliah Pengembang Kepribadian

Misi kelompok Mata Kuliah Pengembang Kepribadian (MPK) di perguruan tinggi membantu mahasiswa memantapkan kepribadiaanya agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar keagamaan dan kebudayaan, rasa kebangsaan dan cinta tanah air sepanjang hayat dalam menguasai, menerapkan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan teknologi, dan seni yang dimilikinya dengan rasa tanggung jawab.

3. Kompetensi Mata Kuliah Pengembang Kepribadian

Standar kompetensi kelompok Mata Kuliah Pengembang Kepribadian (MPK) yang wajib dikuasai mahasiswa meliputi pengetahuan nilai-nilai agama, budaya, dan kewearganegaraan dan mampu menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari; memiliki kepribadian yang mantap; berpikir kritis; bersikap rasional, etis, estetis, dan dinamis; berpandangan luas; dan bersikap demokratis yang berkeadaban.

4. Kompetensi Mata Kuliah Bahasa Indonesia

(3)

C. Tujuan Kuliah (Kompetensi Dasar)

Ada dua tujuan (kompetensi Dasar) yang akan dicapai oleh mata kuliah bahasa Indonesia, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

1. Tujuan Umum

Bahasa Indonesia dijadikan mata kuliah pengembang kepribadian (MPK) di setiap perguruan tinggi dengan tujuan agar para mahasiswa menjadi ilmuwan dan professional yang memiliki sikap bahasa yang positif terhadap bahasa Indonesia. Sikap bahasa yang positif diwujudkan dengan (1) kesetiaan bahasa, yang mendorong mahasiswa memelihara bahasa nasional, dan apabila perlu mencegah adanya pengaruh bahasa asing, (2) kebanggaan berbahasa, yang mendorong mahasiswa mengutamakan bahasanya dengan menggunakannya sebagai lambang identitas bangsanya, (3)

kesadaran akan norma bahasa, yang mendorong mahasiswa menggunakan bahasanya sesuai dengan kaidah dan aturan yang berlaku.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus mata kuliah bahasa Indonesia di perguruan tinggi agar para mahasiswa, calon sarjana, terampil menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, secara lisan dan terutama secara tertulis sebagai sarana pengungkapan gagasan ilmiah.

Tujuan jangka pendek dan bersifat mendesak untuk keperluan mahasiswa pada akhir kuliah bahasa Indonesia adalah (a) agar mahasiswa mampu menyusun sebuah karya ilmiah sederhana dalam bentuk dan isi yang baik dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, (b) agar mahasiswa dapat melakukan tugas-tugas (karangan ilmiah sederhana) dari dosen-dosen lain dengan menerapkan dasar-dasar yang diperoleh dari kuliah bahasa Indonesia.

Tujuan jangka panjangnya adalah agar para mahasiswa sanggup menyusun skripsi sebagai persyaratan mengikuti ujian sarjana. Demikian juga, setelah lulus mahasiswa terampil menyusun kertas kerja, laporan penelitian, dan karya ilmiah yang lain.

B. Subtansi Kajian Mata Kuliah Bahasa Indonesia

(4)

mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni sebagai perwujudan kecintaan dan kebanggaan terhadap bahasa Indonesia.

2. Subtansi kajian yang disebut pada butir (c) di bawah ini hendaknya dipadukan ke dalam kegiatan penggunaan bahasa Indonesia melalui keterampilan berbahasa menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dengan keterampilan menulis akademik sebagi fokus.

3. Subtansi kajian mata kuliah bahasa Indonesia difokuskan pada menulis akademik. Secara umum struktur kajian terdiri atas:

a. Kedudukan Bahasa Indonesia:

1) Sejarah Bahasa Indonesia

2) Bahasa Negara

3) Bahasa Persatuan

4) Bahasa Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni

5) Fungsi dan peran Bahasa Indonesia dalam Pembangunan Bangsa

b. Menulis: dengan manusia lain. Media komuniukasi paling efektif yang dipakainya adalah bahasa. Dengan menggunakan bahasa, mereka bisa menyatakan maksud, ide, pikiran, dan gagasannya. Di sisi lain, maksud, ide, pikiran, dan gagasan tersebut agar terpahami dengan tepat makna oleh manusia lain.

Dengan media bahasa kita bisa berkomunikasi dengan seluruh manusia dari berbagai penjuru dunia yang berbeda. Dengan media bahasa kita bisa menyampaikan maksud, pikiran, dan gagasan yang akan bisa dipahami oleh generasi ratusan tahun mendatang.

Di sisi lain kita bisa melihat betapa pentingnya bahasa sebagai alat komunikasi. Dalam kehidupan sehari-hari dua puluh empat jam, manusia tidak pernah terlepas dari penggunaan bahasa. Dari kita bangun tidur, beraktivitas sehari penuh, sampai tidur kembali, kita senantiasa menggunakan bahasa. Bahkan dalam tidur pun kita masih menggunakan bahasa dalam bermimpi.

(5)

perusahaan, para politisi, para menteri, dan presiden pun sangat membutuhkan bahasa sebagai sarana komunikasi yang efektif.

Sebagai pemimpin kita dituntut untuk menggunakan bahasa yang lebih efektif, lebih santun, lebih motivatif, dan lebih kreatif. Bagaimana seorang pemimpin membangun simpati orang lain, memberikan empati pada orang lain, membangkitkan motivasi para bawahannya, semua itu memerlukan keterampilan berbahasa yang tersendiri. Berkomunikasi adalah membangun pesan yang ditunjukan kepada seseorang untuk mendapatkan respon. Agar respon sesuai dengan harapan, bahasa harus disusun secara efektif dan komunikatif.

Di sisi lain berkomunikasi adalah juga berhubungan manusiawi, maka kita harus menjaga perasaan serta memperhatikan lawan bicara. Sebagai komunikator kita harus memilih bahasa yang tepat disampaikan kepada komunikan. Setiap komunikasi yang berbeda perlu pilihan kata dan sikap bahasa yang berbeda pula. Sikap berbahasa kepada teman sebaya tidak boleh dipergunakan juga kepada orang tua, guru, dosen, atau para pejabat, demikian juga sebaliknya. Selain itu kita harus memperhatikan tempat, situasi, dan kondisi, berbahasa. Berkomunikasi dengan bahasa di pasar tentu saja tidak sama dengan di lingkungan formal seperti di sekolah, atau di lembaga pemerintahan.

D. Aspek-aspek Keterampilan Berbahasa

Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu: 1. Keterampilan membaca

2. Keterampilan menulis 3. Keterampilan berbicara 4. Keterampilan menyimak

Tiap-tiap keterampilan erat sekali hubungannya dengan tiga keterampilan lainnya dengan cara beraneka ragam. Dalam memperoleh keterampilan berbahasa, kita biasanya melalui suatu hubungan urutan yang teratur. Mula-mula pada masa kecil kita belajar menyimak bahasa kemudian berbicara, setelah itu kita belajar membaca dan menulis. Menyimak dan berbicara kita pelajari sebelum memasuki sekolah. Keempat keterampilan tersebut pada dasarnya merupakan suatu kesatuan. Selanjutnya, setiap keterampilan itu erat pula berhubungan dengan proses-proses yang mendasari bahasa. Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya. Keterampilan hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktik dan banyak pelatihan. Melatih keterampilan berbahasa pula melatih keterampilan berpikir. Berikut ini adalah hubungan antar keempat aspek keterampilan berbahasa.

1. Hubungan antara Berbicara dan Menyimak

(6)

b. Kata-kata yang akan dipakai serta dipelajari oleh anak biasanya ditentukan oleh perangsang (stimulus) yang mereka temui (misalnya kehidupan desa >< kota) dan kata-kata yang paling banyak memberi bantuan atau pelayanan dalam menyampaikan ide-ide mereka.

c. Ujaran anak mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan dalam masyarakat tempatnya hidup, misalnya: ucapan, intonasi, kosa kata, penggunaan kata-kata, dan pola kalimat.

d. Anak-anak lebih muda lebih dapat memahami kalimat-kalimat yang jauh lebih panjang dan rumit daripada kalimat-kalimat yang dapat diucapkan.

e. Meningkatkan keterampilan menyimak berarti membantu meningkatkan kualitas berbicara seseorang.

f. Bunyi atau suara merupakan suatu faktor penting dalam peningkatan cara pemakaian kata-kata anak. Oleh karena itu, anak akan tertolong kalau mereka mendengarkan/menyimak ujaran-ujaran yang baik dari para guru, rekaman-rekaman yang bermutu, serta cerita-cerita yang bernilai tinggi.

g. Berbicara dengan bantuan alat-alat peraga (visual aids) akan menghasilkan penangkapan informasi yang lebih baik pada pihak penyimak. Umumnya, anak mempergunakan bahasa yang didengarnya.

2. Hubungan antara Menyimak dan Membaca

a. Pengajaran serta petunjuk-petunjuk dalam membaca diberikan oleh guru melalui bahasa lisan, dan kemampuan anak untuk menyimak dangan pemahaman penting sekali.

b. Menyimak merupakan cara atau mode utama bagi pelajaran lisan selama tahun-tahun permulaan di sekolah. Perlu dicatat misalnya bahwa anak yang cacat dalam membaca haruslah meneruskan palajarannya di kelas yang lebih tinggi dengan lebih banyak melalui menyimak daripada melalui membaca.

c. Walapun menyimak pemahaman lebih unggul daripada membaca pemahaman, anak-anak sering gagal untuk memahaminya dan tetap menyimpan/ memakai/ menguasai sejumlah fakta yang mereka dengar.

d. Kosa kata menyimak yang sangat terbatas mempunyai kaitan dengan kesukaran-kesukaran dalam belajar membaca secara baik.

e. Bagi para pelajar yang lebih besar atau lebih tingi kelasnya, korelasi antara kosa kata baca dan kosa kata simak sangat tinggi, mungkin 80% atau lebih.

f. Pembeda-bedaan atau diskriminasi pendengaran yang jelek acapkali dihubungkan dengan membaca yang tidak efektif dan mungkin merupakan suatu faktor pendukung atau faktor tambahan dalam ketidakmampuannnya dalam membaca.

(7)

unggul daripada menyimak sesuatu yang mendadak dan pemahaman informasi lebih terperinci.

3. Hubungan antara Berbicara dan Membaca

a. Penampilan membaca berbeda sekali dengan kecakapan bahasa lisan.

b. Pola-pola pelajaran ujaran orang yang tunaaksara atau buta huruf mungkin mengganggu pelajaran membaca pada anak-anak.

c. Kalau pada tahun-tahun permulaan sekolah ujaran membantu suatu pelajaran menjadi pelajaran membaca, membaca bagi anak-anak kelas yang lebih tinggi turut membantu meningkatkan bahasa lisan mereka.

d. Kosa kata khusus mengenai bahan bacaan haruslah diajarkan secara langsung. Andaikan muncul kata-kata baru dalam buku bacaan/buku pegangan murid, guru hendaknya mendiskusikannya dengan murid sehingga mereka memahami maknanya sebelum mereka mulai membacanya.

4. Hubungan antara Ekspresi Lisan dan Ekspresi Tulis

a. Seorang anak belajar berbicara jauh sebelum dia dapat menulis dan kosa kata, pola-pola kalimat, serta organisasi ide-ide yang memberi ciri kepada ujarannya merupakan dasar bagi ekspresi tulis berikutnya.

b. Seorang anak yang sudah dapat menulis dengan lancar biasanya dapat pula menuliskan pengalaman-pengalaman pertamanya serta tepat tanpa diskusi lisan dahulu, tetapi dia masih perlu membicarakan ide-ide yang rumit yang dia peroleh dari tangan kedua. Bila seorang anak harus menulis suatu uraian, menjelaskan suatu proses ataupun melaporkan suatu kejadian sejarah (yang secara pribadi belum pernah dialaminya), dia mengambil pelajaran dari diskusi kelompok pendahuluan. Dengan demikian, dia dapat mempercerah pikirannya, mengisi kekosongan-kekosongan, memperbaiki inspirasi atau kesan-kesan yang salah, serta mengatur ide-idenya sebelum dia mulai menulis sesuatu.

(8)

pikir mereka. Sebaliknya, komunikasi tulis cenderung lebih unggul, baik dalam isi pikiran maupun struktur kalimat, lebih formal dalam gaya bahasa dan jauh lebih teratur dalam pengertian ide-ide.

d. Membuat catatan serta membuat bagan atau rangka ide-ide yang akan disampaikan pada suatu pembicaraan atau monolog murid untuk mengutarakan ide-ide tersebut kepada para pendengar. Biasanya, bagan atau rangka yang dipakai sebagai pedoman dalam berbicara sudahlah cukup memadai, kecuali dalam kasus laporan formal dan terperinci yang memerlukan penulisan naskah yang lengkap sebelumnya.

Menyimak dan membaca erat hubungannya karena keduanya merupakan alat untuk menerima komunikasi. Berbicara dan menulis erat berhubungan dalam hal bahwa keduanya merupakan cara untuk mengekspresikan makna atau arti. Dalam penggunaanya, keempat keterampilan tersebut sering berhubungan satu sama lain.

5. Macam-macam Aspek Keterampilan Berbahasa a. Keterampilan Membaca

Hakekat membaca adalah pemahaman. Teknik apapun yang dianjurkan oleh pakar linguistik, pada akhirnya kiat sebagai pelaku kegiatan membaca dituntut untuk bisa memahami isi bacaan yang kita baca. Membaca tanpa pemahaman adalah sia-sia. Keterampilan membaca adalah keterampilan memahami lambang-lambang tulisan yang diungkapkan penulis melalui sebuah bacaan. Keterampilan membaca ada dua tingkatan, yaitu:

1) Membaca Tingkat Dasar

Kemampuan menyuarakan lambang-lambang tulisan yang disampaikan penulisnya.

2) Membaca Tingkat Lanjut

Kemampuan memahami lambang-lambang tulisan yang diungkapkan penulisnya melalui sebuah bacaan. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk meperoleh pesan, yang hendak disampaikan penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Dari segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi (econding). Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis (Writen Word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna.

(9)

melibatkan serangkaian keterampilan-keterampilan yang lebih kecil. Dengan perkataan lain, keterampilan membaca mencakup tiga komponen, yaitu:

1) Pengenalan terhadap aksara serta tanda-tanda baca.

2) Korelasi anksara berserta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur linguistik yang formal.

3) Hubungan lebih lanjut dari A dan B dengan makna atau meaning.

b. Keterampilan Menulis

Keterampilan menulis adalah kemampuan mengekpresikan pikiran melalui lambang-lambang tulisan. Keterampilan menulis ini termasuk dalam keterampilan aktif, karena penulis aktif mengolah pesan (informasi) yang ingin disampaikan kepada pembaca. Keterampilan ini relatif sulit karena melibatkan olah pikir, pilihan kata, susunan bahasa, gaya kepenulisan sehingga tidak terjadi kesalahan komunikasi antara penulis dan pembaca.

Menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesatuan-kesatuan ekspresi bahasa.

c. Keterampilan Berbicara

Keterampilan berbicara adalah kemampuan mengekspresikan pikiran/ide melalui lambang-lambang bunyi. Seorang pembicara yang handal dan terlatih mampu memilih kata-kata yang efektif dan gaya yang tepat sehingga mudah dipahami dan bahkan memukau pendengarnya. Seorang ahli pidato (orator) adalah contoh dari pembicara yang handal.

Untuk dapat berbicara di depan umum, diperlukan wawasan, teknik dan perencanaan yang matang. Apabila kita belum cukup berpengalaman berbicara formal di depan umum, apalagi dalam bentuk kelompok, kita perlu belajar mengarahkan kesan dengan menyesuaikan gaya berbicara dan penampilan sehingga tidak canggung. Kita dapat menerapkan proses yang dilakukan dalam komunitas tertulis (laporan) ke dalam komunikasi lisan. Sebelum berbicara, pikirkan dahulu sesuatu yang menjadi tujuan, pokok pikiran yang ingin disampaikan, dan siapa yang menjadi pendengar/hadirin. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi baik buruknya berbicara antara lain:

1) Gaya Berbicara

a) Gaya ekspresif, gaya bicara ekspresif ditandai dengan spontanitas, lugas, gaya ini digunakan saat mengungkapkan perasaan, bergurau, mengeluh, atau bersosialisasi.

(10)

c) Gaya pemecahan masalah, gaya ini bernada rasional, tanpa prasangka,

Kesuksesan yang diperoleh seseorang pembicara, bukan hanya ditentukan oleh materi dan cara berbicara yang menarik, melainkan juga oleh situasi yang memungkinkan pendengar memberikan apresiasi atau tidak berharap pembicara. Untuk itu pembicara harus menciptakan kesan yang positif

Keterampilan menyimak adalah kemampuan memahami pesan-pesan yang diungkapkan pembicara melalui lambang-lambang bunyi. Dalam keterampilan ini indera yang paling berfungsi adalah indera pendengaran dan konsentrasi. Menyimak merupakan salah satu keterampilan berbahasa di antara empat keterampilan berbahasa yang lain seperti menulis, membaca, dan berbicara. Kegiatan menyimak berperan penting dalam pengembangan kemampuan berbahasa seseorang terutama para siswa. Namun, pembelajaran menyimak bukan semata-mata penyajian materi dengan mendengarkan segala sesuatu informasi, melainkan ada proses pemahaman yang harus dikembangkan.

(11)

bahkan melebihi unsur perhatian. Komponen faktor-faktor penting dalam menyimak adalah sebagai berikut:

1) Membedakan antarbunyi fonemis. 2) Mengingat kembali kata-kata.

3) Mengidentifikasi tata bahasa dari kelompok kata.

4) Mengidentifikasi bagian-bagian pragmatik, ekspresi, dan seperangkat penggunaan yang berfungsi sebagai unit sementara mencari arti/makna. 5) Menghubungkan tanda-tanda linguistik ke tanda-tanda para linguistik

(intonasi) dan kelompok nonlinguistik (situasi yang sesuai dengan objek supaya terbangun makna, menggunakan pengetahuan awal (yang kita tahu tentang isi dan bentuk dan konteks yang telah siap dikatakan untuk memperkirakan dan kemudian menjelaskan makna.

6) Mengulang kata-kata penting dan ide-ide penting.

Daftar Pustaka

Alek A dan H. Achmad H.P. 2010. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

(12)

Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor: 43/DIKTI/Kep/2006, Tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Pengembang Kepribadian di Perguruan Tinggi.

Rahayu, Minto. 2009. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi: Mata Kuliah Pengembang Kepribadian. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Satata, Sri, Devi Suswandari dan Dadi Waras Suhardjono. 2012. Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengembang Kepribadian. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Tarigan, Henry Guntur. 2008a. Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Referensi

Dokumen terkait