PXgP.FE I'I\ITVERSITA'S r!trI'EAMIIAITIYAE YOEYAXABTA
Konflik
Pengelolaan
Perikanan
Laut
Antar
Daerah
(Akar
masalah dan
konseptualisasi
pengaturannya)
Oleh : Johan Erwin
Isharyanto
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakafta, Jalan Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul Yogyakarta 55183,
johan_erwin@yahoo.com
ABSTRACT
The conflicts of deep
uaterfi.sherg
resources often happen tnmany regions. Based on that
reality,
thispaper
tries toidenttfu
the root problems and the
approaches
of
the manufacture
arrang ement of
inter
-
region deep u;ater fi.shery resources. The identifi.cationresult
shou.tsthat
theroot problems of
the deepuater f.shery
resources can be analyzed using ttuo approaches.Thefrst
analysis can be done by seeingthefact
that the ocean isa public
property
resource, and the second analysis can be done by seeing the relationshtp between theregion
orgroup
identity
and the place
uhere
its people Iiue . The ideas of themanufacture
arrangement
ofinter
-
region deepuater f.shery
resources con be done bg changing theparadigm
ofproblem
approachfrom
managing
the enuironment tomanoging
the conflict.Key
uords:
Conflictof
DeepWater
Fishery, Manu.facturearr ang ement,
Inter
r e g ionl.
Pendahuluan
Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai
lebih dari
r7,5
ribu
buah pulau,
denganwilayah
pengelolaanperikanan
sekitar
5,8
juta
kmz. Sekitar
z/3
dari
keseluruhan wilayah
Nusantara adalah perairan dengan potensi sumber daya ikan yang
PI(gP-I.II UNIVEN,SITAS MUEAIIIII,i.ADIYAII YOGYAI{AI'TA
melimpah
dan tersebardi
seluruh perairan Indonesia. Sumberdaya
ikan
yanghidup di
wilayah perikanan Indonesia
dinilai
memiliki
tingkat
keragaman hayati yang palingtinggi.
Denganbesarnya potensi tersebut prospek untuk membangun perikanan Indonesia
menjadi
salah satu kegiatan ekonomi yang strategis.(Husni Manggarabani, zoo3: r).
Dalam kaitannya dengan hal tersebut, dalam
rangka
pengelolaan sumber daya ikan secara
optimal
dan bertanggungjawab diperlukan kebijakan penataan pemanfaatan sumber daya
ikan agar sumber daya ikan dapat dimanfaatkan secara
optimal
dan berkelanjutan.
Secaranormatif
Undang-undang
yangmengatur masalah perikanan sudah ada yaitu Undang-Undang No.
9 tahun r985 tentang Perikanan yang kemudian dirubah dengan
Undang-undang No. 3r tahun 2oo4 tentang Perikanan.
Salah satu
produk
reformasi adalah ditetapkannya otonomidaerah
melalui
Undang-Undang No. 22
tahun
1999 tentangPemerintahan Daerah yang kemudian
diganti
denganUndang-undang
No.3e
tahun 2oo4 tentang
Pemerintahan
Daerah.Otonomi daerah dirancang untuk mengoreksi pola pembangunan
yang
sentralistik
sebagaimana dipraktekkan selama Orde Baru.Undang-Undang ini juga dirancangsebagai langkah peningkatan
partisipasi
dan tanggungjawab
daerahdalam
prosespemba-ngunan
di
daerahnya
sendiri
dalam kerangka mewujudkan
pembangunan yang berkeadilan.
Hal menarik
yang
patut dicermati
adalah
adanya pasall.
2.
3.
eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan
keka-yaan laut;
pengatwan administratif;
pengaturan tata ruang;
PI<EP.I'II IINIIIEIISITAS MIJHA]I{IIIIADIYA.E YOGYA.KA.ETA
4.
penegakanhukun
terhadap peraturanyang
dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya olehPemerintah;
5.
ikut
serta dalam pemeliharaan keamanan;6.
ikut
serta daiam pertahanan kedaulatan negara.Dengan demikian jelasbahwa implementasi Otonomi Daerah
membawa
sejumlah
implikasi
terhadap aktivitas
pemanfaa'tatisumber daya perikanan.
Pertama,
sudah
seharusnyadaerah mengetahui
potensiperikanan serta batas-batas wilayahnya sebagai dasar meregulasi pengelolaan sumber daya, seperti penentuanjenis dan tipe kegia-tan perikanan yang sesuai di daerahnya;
Kedua, daerah
dituntut
bertanggung jawab atas kelestariansumberdaya perikanan dan kelautan di daerahnya.
Ketiga semakin terbuka peluang bagi bagi masyarakat
lokal
(nelayanjuntuk terlibat
dalam proses pengelolaan sumberdayaperikanan.
Pernberian kewenangan yang sedemitian luas kepada daerah
sudah
tentu
diharapkan
merupakanberkah bagi
daerah yangbersangkutan,
terutama dalam meningkatkan
PendapatanAsli
Daeratr (PAD).
Namun demikian perlu
disadari, bahwadi balik
kewenangan yang luasitu
terkandung pula potensikonflik
antar daerah yang berbatasan. Konflik ini sangat mudah muncul apabilapada batas wilayah laut itu kaya akan surnberdaya alam/perikanan yang sangat potensiai
untuk
peningkatan PAD, sementara bataswilayah
iaut belum
ditetapkan
danberlaku
secaradefinitif'
(Soejito,
zooz:zo).
Pasal t8 ayat (4) Undang-undang No.3z tahun zoo4 mengatur bahwa kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah
laut
palingjauh
rz (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arahiautlJpas dan atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan
r/g
(sepertiga)dari wilayah kewenanganprovinsi
untukkabupa-ten/kota.
Pasal 18 ayat
(5)
mengatur,
apabilawilayah
laut
antara
2 (dua) provinsi kurang dari z4 (duapuluh empat) mil, kewenanganuntuk
mengelola sumber daya di wilayahlaut
dibagi samajarak
atau
diukuisesuai prinsip
garis tengah dari wilayah antar z (dua)PI(gP.FE I'NTVERSITAS MUEAruMADIYA.E YOGYAI(ARTA
provinsi tersebut,
danuntuk
kabupaten/kota
memperoleht/3
(sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi dimaksud.
Terhadap batas wilayah laut daerah
ini,
setidaknya ada dua persoalan pokokyang perlu mendapat perhatian, Pertomo, sejauhini
undang-undang yang mengatur secara detail mengenaiteknik-teknik
penetapan batas wilayahlaut
belum
ada. Kedua, belumsemua daerah siap dan mampu melaksanakan penetapan batas wilayah laut, baikkarena keterbatasan dana maupun sumberdaya manusia dan peralatannya. (Soejito,
zoo2t
2o).Disamping
itu,
krisis
ekonomi yang melanda Indonesia
telah menimbulkan
pergeseran
sektor
ketenagakerjaan
kesektor perikanan yang mengakib
alkan
ouerkapitallsasi operasiperikanan
laut
dalam
pemanfaatan sumber dayalaut.
Jumlahnelayan yang beroperasi dengan beragam alat tangkap serta
uku-ran kapal terus meningkat, sementara luas operasijustru semakin
menyempit karena
penguasaanteknologi
penangkapan yangtidak berkembang. Hal
ini
menjadibibit
awal problematika baruberupa
sengketa/konflik
nelayan antar daerah berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan laut.Situasi
di
atas
didorong pula
oleh
kesalahpahaman
masyarakat nelayan
dalam
menafsirkan (menginterpretasikan)rumusan Pasal 18 Undang-undang No. 3z Tahun zoo4 mengenai kewenangan mengelola sumberdaya wilayah laut bagi daerah yang
memiliki
wilayah
laut.
Kewenangan pengelolaanwilayah
laut
sering dimaknai sebagai pemberian hakkepemilikan wilayah
laut
sehingga
terjadi
"pengaplingan" laut oleh daerah. Padahaldiatur
pula bahwa nelayankecil tetap
diperbolehkan mencariikan
di
wilayah laut seluruh Indonesia.Kenyataan adanya sengketa antar daerah terkait pemanfaatan
wilayah
laut
daerah yangterjadi
antara
nelayan menegaskanadanya potensi
konflik
terkait
dengan pengelolaan sumberdayaperikanan antar daerah dalam kerangka otonomi daerah.
Berdasarkan latar belakang
di
atas maka permasalahan yang akan dikaji dalam tr:lisan ini adalah sebagai berikut :a.
Mengapaterjadi
konflik
sumberdaya perikanan laut antar daerah dalam kerangka otonomi daerah ?"b.
Bagaimanakahkonsepsi
(ide)
pengaturan pengelolaanPI(gP-FE I'NTVEN,SITAS IIUE.AMItrADIYA.E YO(IYAIIA.N.TA
sumberdaya perikanan
laut
antar daerahjika
dilihat
darimanajemen
konflik
dalam kerangka otonomi daerah ?ll.
Peran
Negaradalam
Pengelolaan Sumbeldaya
alam
dalam kerangka otonomi
daerah
Dalam konsep negara kesejahteraan, seperti yang
tertuang
pada alinea keempat bahwa
tujuan
Negara Republik Indonesiaadalah;
untuk
melindungi
segenap Bangsa
Indonesia
dan
seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan
kesejahteraanumum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta
ikut
serta dalammelaksanakan ketertiban sosial, Hal
ini
kemudian menjadi dasardari adanya ketentuan-ketentuan dalam Batang Tubuh
Undang-Undang Dasar
1945bahwa Indonesia
sebagai Negarahukum
modern. (Azhary,
r99z: 69)
Konsepsi
konstitusional
negara kesejahteraan
tersebut
telah memberikan konsekuensi bagi peran dan tanggung jawab
pemerintah yang semakin besar dan berat dalam memenuhi segala
kebutuhan
warga negaranya.Menurut
Sjachran Basah, dalammenjalankan peran, tugas dan tanggung jawabnya
pemerintah
harus
didasarkan pada
prinsip
batas
atasdan batas
bawah.(Basah,rggz:4-5).
Batas atas merupakanprinsip
ketaat-asasanketentuan perundang-undangan
yaitu
peraturan
yangtingkat
derajatnya rendah
tidak
boleh bertentangan denganperaturan
yang
tingkat
derajatnya
lebih tinggi,
sedangkan batas bawahmerupakan prinsip peraturan yang dibuat atau sikap administrasi
negara tidak boleh melanggar hak dan kewajiban asasi warganya'
(Basah,
r99z:
4-5)Faktor yang utama bagi hukum
untuk
dapat
berperan
PKCP-FII IINIVEIIS|ITAST MI'EAIIMADIYAE Y()GYAXA.R,TA
pasar dan mencegah
birokrasi
yangberlebihan.
(
Rajagukguk,2OO3: 13)
Di sinilah keterkaitan antara hukum dengan ekonomi,
yaitu
saling mempengaruhi dalam
aspek penciptaan pembangunan,menurut Mochtar
Kusumaatmadja bahwahukum
merupakansarana
pembaharuan
masyarakat.
Hal
ini
didasarkan
atasanggapan adanya
ketertiban
atau
keteraturan
dalam
usahamenjadi
suatu alat
yangtidak
dapat diabaikan dalam
prosespembangunan. (Rajagukguk, zoo3:
tg-zo)
Dalam pengertianini
hukum tidak hanya sebagai sarana untuk menciptakan ketertiban
tetapi hukum juga
digunakan sebagai saranauntuk
melakukanperubahan sosial dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Pasal 18
ayat
(z)
UUD
1945versi
amandemen
dengantegas
menyatakan bahwa
pelaksanaanpemerintahan
daerahdilaksanakan
dengan
asasotonomi
dan tugas
pembantuan.penugasan
dari
pemerintah kepada daerahdan/atau
desadari
/kota dan/atau
desakepada
desa,untuk
9
UUNo.
j2/2oo4)
PII9P.FE UNI\IERSITAS MT'EAItrM.A'DIYAS Y()GYAI(A.ETA
adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengafur dan mengurus pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri
berdasarkanaspirasi
masyarakatdan
sistem Negara Kesatuanundang-undang
ini.
Dalam
pelaksanaan
kewenangantersebut
daerah harus
memperhatikan
prinsip-prinsip
penataan kewenangan adalah(Wijaya,
zooz:
r5)
a.
Sesuai dengan dan kemampuan daerah,artinya
terdapat bi-dang pemerintahan yangtidak
sepenuhnya dapatdilaksana-kan berdasarkan asas desentralisasi. Maksudnya ada
bagian-bagian
dari
bidang
pemerintahantidak
dapat dilaksanakanoleh Kabupaten dan Kota, maka akan ditangani oleh Propinsi atau Pemerintah Pusat, atau oleh Kabupaten {Kota tetangga.
b.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.25 tahun 2000 tentangKewenangan Pemerintah Dan Kewenangan Propinsi sebagai
Daerah
Otonom,
Departemen-departemenwajib
menyiap-kan
Pedoman Standar PelayananMinimal
dan
selanjutnyaPropinsi
juga wajib
menentukan Standar PelayananMinimal
(sPM).
perekonomian daerah dalam rangka memperkokoh perekonomian nasional
untuk
rnenghadapi era perdagangan bebas .abaikan
otonom
ini
PI<CP-FE UNIIIEREITTAfI MI'E.6.II'MADIYAE Y()GTAI{ARTA
ratur
berkeahlian, adanya sumber dana yang dapat membiayaiurusan
pemerintah,
pembangunan, dan pelayanan masyarakatsesuai kebutuhan dan
karakteristik
daerah, tersedianya fasilitas pendukung pelaksana Pemerintah Daerah, otonomi daerah yang diterapkan adalah otonomi daerah dalam koridor Negara KesatuanRepublik Indonesia.
(Wijaya,
2c,c2:1,6)lll.
Konflik Sumbeldaya Perikanan:
Pola danAkar
Masalahnya
mengidentifikasi beberapa pola
konflik
kene
92).
misalnya mengidentifikasi empatpola
i)
Pola pertama adalah apa yang disebutnya sebagaiconfict
of
jurisdiction. Konflik-konflik
yang
masuk dalam polaseperti
ini
adalahkonflik
berkenaan dengan pengaturan siapa yangmemiliki'
dan menguasai akses kepadasum-berdaya,
rezim
seperti
apayang
akan mengoptimalkanpengelolaan
dan
peran pemerintah dalam
pengelolaansumberdaya taut.
ii)
Pola atau kategorikonflik
kedua adalah apa yang disebut management me c hanism
(mekanisma manajemen).Ter-masuk dalam
kategori
konflik
ini
adalahkonffik-konflik
terkait
pelaksanaan kebijakan pengelolaan misalnyaten-tang pelanggaran aturan zonasi pengoperasian alat
tang-kap,
konflik terkait
pengambilan sumberdaya yangmele-bihi
kuota danlain-lain.
iii)
Kategori
konflik
ketiga
disebut Charles sebagatinternal
allocation (alokasi internal).
Konflik
dalamkategori ini
meliputi konflik-konflik yang lahir
sebagaiakibat
dariinteraksi
antara berbagai, stakeholderyang
terlibat
da-lam
usaha perikanan.Konflik-konflik
dalam kategoriini
adalah
konflik
antara kelompok nelayaa dengan latar be-lakang geografis dan kultural berbeda, antara nelayan den-gan alat tangkap berbeda dan antara nelayan penangkapdengan pihak-pihak yang terlibat pada proses pasca-panen atau pemasaran.
PII9P-FI I]NIVEBIIITA.A MUEA.LIMAI'IYA.g YOGYAITA.BTA
iv)Kategori
konflik
keempat adalah
external allocation
conlrct
(alokasi eksternal).Konflik-konflik
yang termasuk kategoriini
adalahkonflik-konflik
yang disebabkan oleh interaksi antara stakeholder dalam usaha perikanan tangkap deng an stakeholder lain yang juga memanfaatkan laut tetapi di luar sektor perikanantangkap seperti turisme, tambak, tambang. Charles, memasukkan
konflik
antar nelayanlokal
dengan nelayan asing ke dalamkate-gori
konflik
yang keempatini.
Menyempurnakan
kategori
yangdibuat
Charles,Warner
(zooo)
mengusulkanlima
tipekonflik:
i)
Tipe pertama adalahkonflik
berkenaan denganpermasala-han
"who
controls
thefishery",
misalnya masalah aksesterhadap
wilayah
dan sumberdaya taut. (Tipeini
sama de-ngan tipekonflik
pertama dalam kategori Charles)'ii)
Tipe kedua adalahkonflik
terkait
permasalahan'how
thefishery
is controlled. Tipekonflik ini
melingkupi
konflik-konflik
terkait
penempan aturan-aturan pengelolaansum-berdaya
taut,
alokasikuota
lainlain.
(Sama dengantipe
konflik
kedua dalam kategori Charles).iii)
Tipe
ketiga adalahkonflik
yangterkait
hubungan antarapenggunaan sumberdaya
laut
misalnya
konflik-konflik
antara nelayan
yang
memiliki
latar
belakangetnik,
rasyang
berbeda, ataukonflik
antara nelayan denganjenis
teknologi yang berbeda.
iv)
Tipekonflik
keempat adalahkonflik
yangterkait
hubun-gan antara nelayan dengan pelaku usaha laut
lain
sepertipelaku wisata bahari, konservasi dan
industri.
(Sama de-ngan tipekonflik
terakhir dari Charles).v)
Tipe
konflik
terakhir, kelima.
adalahkonflik
yangtidak
terkait
langsung dengan kegiatan
penangkapan tetapimempengaruhinya. Contoh
konflik-konflik
dalamtipe
ini
adalah
konflik
yang
lahir
karena kasus-kasus kerusakanlingkungan,
perubahanekonomi
(kenaikan bahan bakarminyak). korupsi dan
lainlain.
tuml f,oullllll, I/oL I No. t, s.pkrtu 2008
PI{EP.FE I'NIVERSITAS MIJEA]IIMADIYA.E YOGYAI(A.ATA
Di Indonesia,
ArifSatria
(zoo7) membagi konflik perikanan menjadi 7(tujuh)
tipe, yakni:1)
Konflik
Kelas. yaitukonflik
yang terjadi akibatkesenjan-gan teknologi penangkapan ikan.
2)
Konflik
Kepemilikan
Sumberdaya,yaitu konflik
akibat isu kepemilikan sumberdaya: lautmilik
siapa? ikanmilik
siapa?
3)
Konflik
Pengelolaan Sumberdaya,yaitu konflik
akibat"pelanggaran aturan pengelolaan,' Isu: Siapa berhak
men-gelola SDI atau SD laut?
4)
Konflik
Cara Produksi/alat tangkap.yaitu
konflik
akibatperbedaan alat tangkap.
baik
sesama tradisional maupuntradisional-modem yang merugikan salah satu pihak
5)
Konflik
Lingkungan,konflik
akibat kerusakan lingkunganakibat praktek satu pihak yang merugikan nelayan lain.
6)
Konflik
Usaha.Konflik
yangterjadi
di
darat akibatme-kanisme harga maupun sistem bagi basil yang merugikan sekelompok nelayan.
7)
Konflik
Primordial, yaitu konflik yang terjadi akibat perbe-daan ikatan primordial/identitas (ras, etnik, asal daerah).Selain identifi
kasi
tipe-tipe
konflik,
studi-studi terdahulu
PEIP.FE I'NTVER.SITA.A UI'EA.}TItrADIYAE YOGYA.rA.RTA
ploitasi oleh orang lain.
lngika
seperti inilah yang mendorongnyauntuk tidak berhenti dari
kegiataneksploitasi.
Sementaraitu,
jika
terjadi
kerusakan al<tbaI ouereksploifosi, kerugiannyatidak
hanya
diderita
oleh orang yang bersangkutan tetapi keseluruhankelompok yang terlibat dalam pengeksploitasian, bahkan mungkin orang-orang
lain
yangtidak terlibat
dalam kegiatan eksploitasitetapi
terkait
dengan sumberdaya itu karena orang yangbersang-kutan hidup dalam kesatuan ekologi. Kenyataan bahwa
kerugian/
kerusakandari
kegiatan eksploitasi akanditanggung
bersamasementara keuntungan yang didapat dari hasil eksploitasi hanya
dinikmati
oleh orang yang bersangkutan, mendorong oranguntuk
selalu meningkatkan level eksploitasinya.
Ide Hardin
kemudian
dikembangkan,untuk
menjelaskanbahwa
karena orang
akan cenderungberlomba-lomba
untuk
mengeksploitasi
sumberdaya
yang semakin lama
semakin
berkurang
itu,
makakonflik
antara orang-orang
yangterlibat
dalam pengeksploitasian
itu
akanlahir
dan semakin lama akansemakin
meningkat
intensitasnya karena orangnya bertambahsemakin banyak
sementara sumberdayasemakin berkurang.
Untuk yang terakhir ini, McGoodwin (199o) menunjukkan sebagai gejala yang telah mendunia. Dalam bukunya dia menulis kembali
kepada,
Hardin
dan pengikutnya:AII
around theworld, from
the coldest arctic regions to the warmesttropical
seas, thereis
a crisisin
the
world's
fisheries.Quite simply, there
aretoo
many people chasingtoo
fewfish
...
throughout
the
197o's theworld's per
capitafish production
actually declined. Correspondingly,the
catchper
unit
ofilshing
effort and the catch per dollar invested in the fisheries a/so steadily
declined. (McGoodwin
r99o,r)
Wacana
teoritis
yang berpangkal padateori
Hardin di
atassangat
menarik untuk
menjelaskankonflik
perikanan.
Hal
ini
disebabkan karena pada tataran praktis teori Hardin telah
menga-rahkan
padadukungan
terhadappraktek-praktek
pengelolaansumberdaya
laut
yang sentralistis. Padahal, bersamaan denganberbagai
kritik
teoritis
terhadap
Hardin, praktek
sentraiisa-si
pengelolaanjuga
banyak menimbulkan berbagai
masalah.Beberapa masalah
terkait
dengan ketidaksesuaian kebijakan danimplementasinya dengan prinsip-prinsip dan praktek pengelolaan
PI(2P-FE IINIVER'SITAS MUEAIIIII'ADIYA.E YOGYAI<AR,TA
yang berkembang di masyarakat sendiri. Masalah ini pada
ujung-nya menimbulkan konflik antar pemerintah dengan pihak nelayan
sendiri oleh komunitas lokal lebih menjanjikan untuk
bisamewujudkan praktek
pengelolaan yang
berkelanjutan
danberkeadilan. Sementara teori-teori yang mendukun g coilaboratiue
pemerintah pusat dengan masyarakat, pemerintah daerah dengan masyarakat mungkin
terjadi.
Teori
lain
yangbisa
digunakanuntuk
memahamikonflik
sial dengan tempat dimana mere-diwujudkan dalam bentuk konsep
lV. Konsepsi
(ide) Pengaturan pengelolaan
SumberdavaPerikanan Laut
antar
daerahjiki
dilihat dari
man4-emenkonflik
dalam
kerangka
otonomi
daerahDilihat dari sisi definisi, konflik
dapat
diartikan
sebagaiinteraksi
antarapaling
tidak
duaindividu
atau keiompokyant
memiliki
tujuan
berbeda.(Nicholson
M,
r97z:
rS). perbedaanPI{SP-FE UNIIIERSITAS MI'EAIIMADIYA.E Y()CIYAIIA.RTA
ini
secaraumum merupakan ultima dari
perbedaanpikiran,
perkataan, dan perbuatan (Chang, 2oo2: 34). Konflikjuga banyak dipahami sebagai suatu situasi di mana
terjadi
persainganuntuk
mernenuhitujuan
yangtidak
selarasdari
kelompok-keiompok yang berbeda(Miall,
1999:21).
Melalui
penelusuran definisi
t"tr"bt,t
di
atas dapatdisimpulkan
bahwakonflik
dapatterjadi
kapan saja dan di mana saja ltetika
benturan pikiran,
perkaiaan.dan perbuatan
tidak
menemukan jaian keluar olehindividu
ataulielompok yang tengah
berinteraksi.
Konflilt
padahakikatnya
terdiri
dari
duajenis. Pertatna,
konflik
negatif
(destruktif), yakni
segaiabeniuk iionffik
,r'angbersifat
disfungsionaldi
manaaktor-aktor
yangterlibat
secaramembabibuta berusaha
saling
menghancurkan. Dalamkonflik
norma-norma yang diterima bersama.
Pada dekade 199o-an
tampak
konflik
menciutdari
konflik
antar
nega
suatu wilaYahnegara
yan
on, 1996). BiladGropong
di tingkatlokal
menyangkut beberapa asPek.
Pertama, tekanan yang makin keras terhadap peran negara
sebagai sebuah
kekuatan yang berdaulat
ataswilayah
dan
warganya.
yang
tidak
an pePl(SP-r.E UNIIrEIISITAS MUEAruMADIYAE YOGYA.EA.RTA
(iii)
antisipasi mereka terhadap risiko; dan (iv) adanya kelemahandi pihak
lawan, seperti
misalnya,krisis kepemimpinan, krisis
kepercayaan
diri,
krisis legitimasi, atau bahkan krisis ekonomi.Kehga,
konflik
di tingkat lokal dapatjuga dipicu oleh ambisi-ambisipribadi
para pemimpin kelompokdi
dalam suatu negara dengan cara mengeksploitasi suasana pluralitas demi kepentinganpribadi/kelompoknya
melalui penggalangan dukungan massa.Perubahan, kompleksitas, ketidakpastian dan
konflik
selalu
kita
hadapi dalam banyak aspek kehidupan. Keempatnyamerupakan hal penting dalam pengelolan sumberdaya alam dan
lingkungan.
Keempatnya akandapat
mendatangkan peiuangsekaligus masalah bagi perencana, pengelola, pengambil keputusan sefta anggota masyarakat lainnya. Salah satu peluangnya adalah
mengenali pentingnya keempat elemen terebut dan memahami
bagaimana keempatnya saling berpengaruh- (Mitchel, 2o03: 1) Gagasan
untuk
"mengelola"lingkungan
atau sumberdaya alam selalu dianggap sebagai suatu hal yang tidak tepat, terutamamengingat
cepatnya perubahan
kondisi,
kompleksitas
yangbegitu besar dan tingginya ketidakpastian. Lebih tepat,
yangharus
dicermati
adalah
mengelola hubunganantara
manusiadengan
lingkungan
dan sumberdaya alam.Jika
gagasan keduaini
diterima,
maka "pengelolaan lingkungan dan sumberdaya "menjadi
suatu proses pengelolaankonflik. Hal
ini
dikarenakanmasyarakat selalu
terdiri
dari individu, dan kelompokyang mem-punyainilai-nilai,
kepentingan, keinginan, harapan danprioritas
yangberbeda,
sehinggaselalu
ada ketegangan anar berbagaikarakter yang berbeda, bahkan ketidak cocokan diantara karakter-karakter tersebut. (Mitchel, 2oo3: 2o).
Konflik
bukanlah suatu keadaan yang statis. Konflik bersifat ekspresif,dinamis,
dandialektis. Konflik
adalah suatu ledakandari
sengketa atau persaingan atau perebutan duapihak
ataulebih
mengenai satu atau beberapa hal yang sama (baik bendamaupun kedudukan).
"Berbeda", "Bersengketa", dan "Berkonflik" adalah tiga situasi
yang
harus dipahami
perbedaannya satu samalain.
"Berbeda"adalah
situasi
alamiah yang merupakan
kodrat
manusia.
"Bersengketa" terjadi apabila dua orang atau dua kelompok (bisa
P}{2P-FE UNIVEASI'IAS MUI'AtrIMAI}IYAII YOGYAXA]&TA
lebih bersaing satu sama
lain untuk
mengakui (hak atas) suatu benda atau kedudukan yang sama. Sedangkan "berkonflik" adalah suatu situasi yang terjadi apabila seseorang atau sekelornpok orang (bisa lebih) menunjukkan praktek-praktek untuk menghilangkanpengakuan (hak)orang atau kelompok
lainnya
mengenai bendaatau kedudukan yang diperebutkan.
(Widjardo,
2oo1: 18).Konflik-konflik
sumberdayaalam,
terjadi
karena
adanl'apraktek-praktek penghilangan pengakuan (hak) raLyat setempat
terhadap sumberdaya alamnya yang dilal<ukan oleh
pihak-pihak
lain, baikbadan pemerintah maupun swata. Bagi ral..f/at setempat,
praktek-praktek penghilangan
itu
merupakan sesuatu yang akan mengancamkeberlanjutan
hidup mereka.(Widjardo,
zoor:
r8).V,
Kesimpulan.
a.
Akar darikonflik
sumberdaya perikanan laut antar daerah bisadikaji
dari
dua pendekatan yai1rtpertama,
kenyataan bahwalaut adalah sumberdaya
milik
umum Qtublic property resource) sehinggaperlu
penciptaan pranatakepemilikan.
Dan kedua, dengan melihat keterkaitan antara identitas sebuah kelompok sosial dengan tempat dimana merekahidup.
Keterkaitanini
bisa
diwujudkan
dalam bentuk konsep kepemillkan Qropertyright).
b.
Konsepsi (ide) pengaturan pengelolaan sumberdaya perikananlaut antar daerah bisa dilakukan dengan merubah paradigma pendekatan masalahnya
yaitu
dari konsep"mengelola"
ling-kungan, ke arah mengelola hubungan antara manusia dengan
lingkungan dan sumberdaya perikanan laut antara daerah. Jika gagasan kedua
ini
diterima,
maka "pengelolaan lingkungandan sumberdaya
"
menjadi suatu proses pengelolaankonflik.
PI{SP-FE UNTVER'SITAS II,II''EAIIiIIiIADIYAE YOGYAXAITA
DAFTAR PUSTAKA
A. H. J., Dorcey, 1986,
Bargaining in
the Gouernance ofpacific
Coastal Resoutces: Research and
Reform,yancoufer,
BC,University of
British
Columbia.Akamichi, Tomoya, tggr, Sea Tenure and its
Transformation
in
the North
Malaita,
SolomonIslond
dalam South pasificStudy Vol 12. No. 1, 1991, Japan, Kagoshima University. Arifin, Bustanil, r 999, Kebijokan Ekonomi
Kerokyatan:
InteruenstPemerintah dalam
Pengelolaan
Sumberdaga AIam,
Proseding
dalam
Sarasehan MasyarakatAdat
nusantara,Jakarta, 15-16 Maret 1999.
Azhary,
Tahir,
7992, NegaraHukum,
Jakarta, Buian Bintang. Basah, Sjachran ,tggz, Perlindungan Hukum
TerhadapSikap/
Tindak Admintstrasi Negara, Bandung,
Alumni-Chang,
William,
zooz,Regarding
Ethnicang
Religious Conflict,dalam
Konrad
Adenauer
Stiftung, Jakarta,
Communal
Conflict
in
Contemporary Indonesia.Cheung, Steven, 7986, Penetapan
Kontrak dan
Alokasi
sumberdaya
dalam
PerikananLaut,
dalam Smith,Ian
R dan Firial Marahudin(ed)., Ekono mipeikanan, DariTeori
Ekonoml ke Pengelolaan Perikanan, Jakarta, Gramedia.
Friedman,
W.,
797r, The Stateand
The Rule ofLau
in A Mixed.Economy, London, Stevens and Sons.
G.,
Hardin, ry65,
The Tragedyof
The Common, dalam Science16z No. 3855.
Hugh,
Miall,
et al, 1999, Contemporary ConJlict Resolution: ThePreuention, Management, and
Transformation
of DeadlyConflict, Cambridge, Polity press.
Imron, Masyhuri,
zoo5, Manajemen SumberdayaLaut dalam
Perspektif Otonomi
Daerah,
Jakarta,lJpI
press.Kartodihardjo, Hariadi,
2oo4, Kajian
Harmonisasiperahtan
Perundang
-Undangan
di
Bidang Kehutanan" dalam
diskusi yang diselenggarakan ICEL, Hotel Nikko, Jakarta,
z November zoo4.
M., Nicholson, 1972, C,onflict AnalAsis, Iondon, English University
Press.
PI<2P-FH I'NIVEBSITAS MUIIA]IIIMAI)IYAX YOGYAI<A.R,TA
Manan, Bagir, r9 95, Perf,tmbuhan dan Perkembangan
Konsiitusi
Suatu
Negara,
Bandung, Mandar Maju.tggg, Beberapa Catatan atas RancanEatl
Llndang-undang tentang
Minyok
dan Gas Bumi, Bandung,FH-LN{PAD.
Manggabarani,
Husni, zoo3, Tinjauan
Wilagah Pengelolaan
Perikanan
dan Implikasinya
bagi Pemanfaatan
RuangWilauah
-Lout,Makalah
pada SeminarNasionai
StrategiPemanfaatan Ruang laut Nasional, Jakarta.
Mitchell, Bruce, z oog, Pengelolaan Sumberdaya dan Linglanngan,
Gadjah Mada University
Press,
Yogyakarta,
Cetakan
Kedua.
Nurjaya,
I
Nyoman, 2006,
Pengelolaan Sumber Daga
Alam
dalam Perspektif
Antropologi
Hukum, Malang,
PenerbitUniversitas Negeri Malang.
Rajagukguk,
Erman, zoo3, Peranan Hukum
Di
Indonesia:
M e nj ag
a
P e r satuan
I
3 ang sa,
Memulihkan
Eko n omi,
Dan Memperluas
Kesejahteraan
Sosial,Makalah
padaLokakarya Pembangunan Hukum Nasional
VIII
DepartemenHukum Dan HakAsasi Manusia, Badan Pembinaan
Hukum
Nasional, Denpasar, 14-r8
Juli
zoo3.Sands, Philippe, rgg5, Principles of International
Enuironmental
Iau-t
I.
Soejito,
zooz, Aspek
Yuridis Penetapan
BatasWilayah Laut
dalam Kerangka Otonomi Daerah' Jurnal Mimbar Hukum,
Fakultas
Hukum
UGM,No.4z/X/zooz.
Wantrup,
Ciriacy, S.V. dan BishoP,Sebagai
Suatu
Konsep KebAlam, dalam Smith, Ian
REkonomi
Perikanan,
Dari
Teori Ekonomi ke PengelolaanPerikanan, Jakarta, Gramedia,1986
widjaja,
Haw,
2oo2,
Otonomi Daerah Dan
Daerah
Otonom, Jakarta, PT. Rajawali Pers.Wijar
jo,
Boedhi,et.al,
2oot, Konflik,
Bahagaatau
Peluang?;Panduan
Latihan
Menghadapi
dan
menangani
Konflik
Sumber
DayaAlom,
Bandung,Mitra-mitra
BSP Kemala.fmal l(o[!lllud. I crl / No. t. ttpk,tt:uo8
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 3r Tahun 2oo4 tentang perikanan
Undang-Undang
Nomor 3z
Tahun 2oo4 tentang pemerintah
Daerah