KUESIONER PENELITIAN Identitas Reponden
1. Nama Responden : ………
2. Status Responden : 1. Kasus 2. Kontrol
3. Umur Responden : …………...tahun
4. Jenis Kelamin :... 5. Alamat : ... 6. Pekerjaan : ...
7. Lama Tinggal di Kabupaten Padang Lawas : …………...tahun Pertanyaan
1. Berasal dari mana anda menggunakan sumber air untuk minum dan memasak?
a. Sumur gali/pompa b. Isi ulang
2. Apakah orang tua anda menderita penyakit batu saluran kemih? a. Ya
b. Tidak
3. Apakah anda mempunyai saudara kandung yang menderita penyakit batu saluran kemih?
LAMPIRAN 1 MASTER DATA No Nama Umur Jenis
Kelamin status alamat pekerjaan
Sumber
sibuhuan wiraswasta isi ulang
27
536 ya
4 wardiyah 27 perempuan kontrol lingkungan 2
sibuhan wiraswasta isi ulang
27
483 tidak
5 emma
sarifa
37
perempuan kasus lingkungan 2
sibuhuan wiraswasta isi ulang
37
510 ya
6 harahap jamila 37 perempuan kontrol lingkungan 2
sibuhuan wiraswasta isi ulang
37
456 tidak
7 habibi
alfani
22
laki-laki kasus lingkungan 2
sibuhuan wiraswasta isi ulang
22
450 Tidak
8 ardian
hasibuan 22
laki-laki kontrol lingkungan 2
sibuhuan wiraswasta
13 gusta
arifin
80
laki-laki kasus lingkungan 6
sibuhuan wiraswasta
laki-laki kasus lingkungan 6
sibuhuan wiraswasta
laki-laki kasus tanjung
botung petani
laki-laki kontrol tanjung
botung wiraswasta
perempuan kontrol tanjung
botung petani
laki-laki kasus lingkungan 3
sibuhuan wiraswasta
sibuhuan wiraswasta isi ulang
27 hasbullah
siregar
65
laki-laki kasus binabo julu petani sumur gali/pompa
perempuan kasus lingkungan 5
sibuhua petani
perempuan kontrol lingkungan 5
sibuhuan wiraswasta isi ulang
22
430 tidak
31 annasari
siregar
51
perempuan kasus lingkungan 6
sibuhuan wiraswasta
perempuan kontrol lingkungan 6
sibuhuan wiraswasta
laki-laki kasus hasatan julu petani sumur gali/pompa
laki-laki kasus lingkungan 4
sibuhuan wiraswasta
laki-laki kontrol lingkungan 4
sibuhuan petani isi ulang
38
laki-laki kasus lingkungan 5
sibuhuan wiraswasta
laki-laki kontrol lingkungan 5
nasution
laki-laki kontrol lingkungan 6
sibuhuan wiraswasta
Perempuan kasus lingkungan 3
sibuhuan wiraswasta
laki-laki kontrol sibuhuan
julu petani isi ulang
Perempuan kasus lingkungan 6
sibuhuan wiraswasta
49 erlinda 61 Perempuan kasus paringgonan wiraswasta sumur gali/pompa
Perempuan kontrol paringgonan petani isi ulang 27 408 tidak
51 abdi harapan 49 laki-laki kasus lingkungan 1
laki-laki kontrol lingkungan 1
sibuhuan wiraswasta isi ulang
49
588 ya
53 dahler
harahap 53
laki-laki kasus lingkungan 1
sibuhuan wiraswasta isi ulang
53
491 tidak
55 kusna
warni
52
Perempuan kasus lingkungan 1
sibuhuan wiraswasta isi ulang
52
tanggal petani isi ulang
30
545 ya
58 tarmiji
harahap 53
laki-laki kontrol batang bulu
tanggal petani
Perempuan kasus lingkungan 1
sibuhuan wiraswasta
Perempuan kontrol lingkungan 1
sibuhuan wiraswasta isi ulang
33
62 tiajar hasibuan 42 Perempuan kontrol sioli
p wiraswasta
sumur gali/pompa
42
Lanjutan master data
tahun laki-laki kasus
0-20
tahun laki-laki kontrol
> 20
tahun tidak tidak ya tidak tidak
3 minni
20-40
tahun perempuan kasus
> 20
tahun ya ya ya ya tidak
4 wardiya h
20-40
tahun perempuan kontrol
> 20
tahun tidak tidak tidak tidak ya
5 emma
sarifa
20-40
tahun perempuan kasus
> 20
7 habibi alfani
20-40
tahun laki-laki kasus
> 20
tahun laki-laki kontrol
> 20
tahun tidak tidak ya ya ya
9 zulpan lubis
41-60
tahun laki-laki kasus
> 20
tahun laki-laki kontrol
> 20
tahun laki-laki kasus
> 20
tahun laki-laki kontrol
> 20
tahun tidak tidak ya tidak ya
13 gusta arifin
>60
tahun laki-laki kasus
> 20
14
sukri hasibua n
>60
tahun laki-laki kontrol
0-20
tahun laki-laki kontrol
> 20
tahun laki-laki kasus
> 20
tahun tidak tidak ya tidak ya
18 darwis harahap
41-60
tahun laki-laki kontrol
> 20
tahun perempuan kasus
0-20
tahun
21
m.saiful lah
41-60
tahun laki-laki kasus
0-20
tahun tidak tidak ya tidak tidak
22 aswin daulay
41-60
tahun laki-laki kontrol
> 20
tahun laki-laki kasus
> 20
tahun laki-laki kontrol
0-20
tahun perempuan kasus
> 20
tahun tidak tidak tidak tidak ya
26 patoma lubis
41-60
tahun perempuan kontrol
> 20
27
hasbulla h siregar
>60
tahun laki-laki kasus
> 20
tahun tidak tidak ya tidak ya
28 muktar siregar
>60
tahun laki-laki kontrol
> 20
tahun tidak tidak tidak tidak tidak
29 masra daulay
41-60
tahun perempuan kasus
> 20
tahun perempuan kontrol
> 20
tahun tidak tidak ya tidak ya
31 annasari siregar
41-60
tahun perempuan kasus
> 20
tahun perempuan kontrol
0-20
tahun
34 martua harahap
41-60
tahun laki-laki kontrol
> 20
tahun laki-laki kasus
> 20
tahun ya ya tidak tidak ya
36 saiful siregar
20-40
tahun laki-laki kontrol
> 20
tahun perempuan kasus
> 20
tahun perempuan kontrol
> 20
tahun tidak tidak tidak tidak tidak
39 roski janto
>60
tahun laki-laki kasus
tahun
tahun laki-laki kasus
0-20
tahun laki-laki kontrol
> 20
tahun tidak tidak ya tidak ya
43 halwani zilini
41-60
tahun Perempuan kasus
> 20
tahun Perempuan kontrol
> 20
tahun tidak tidak tidak tidak ya
45 abdi fatah
41-60
tahun laki-laki kasus
> 20
tahun laki-laki kontrol
> 20
47 martha dinata
20-40
tahun Perempuan kasus
0-20
tahun ya ya ya tidak ya
48 risna lubis
20-40
tahun Perempuan kontrol
0-20
tahun tidak tidak tidak tidak ya
49 erlinda
>60
tahun Perempuan kasus
> 20
tahun tidak tidak tidak ya tidak
50 sarbiah lubis
>60
tahun Perempuan kontrol
> 20
tahun tidak tidak tidak tidak tidak
51 abdi harapan
41-60
tahun laki-laki kasus
> 20
tahun laki-laki kontrol
tahun
tahun laki-laki kontrol
> 20
tahun Perempuan kasus
> 20
tahun tidak tidak ya tidak tidak
56 kholijah
41-60
tahun Perempuan kontrol
> 20
tahun laki-laki kasus
> 20
tahun tidak tidak ya tidak ya
58 tarmiji harahap
41-60
tahun laki-laki kontrol
> 20
tahun Perempuan kasus
> 20
tahun
61 asna deli
41-60
tahun Perempuan kasus
> 20
tahun tidak tidak tidak tidak ya
62
tiajar hasibua n
41-60
tahun Perempuan kontrol
> 20
Chi-Square Tests
a 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,00.
b The standardized statistic is ,000.
within lamakat 0,0% 0,0% 00,0%
Correction(a) 000 1,000
Likelihood
a Computed only for a 2x2 table
b 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,50.
c The standardized statistic is ,358.
Jenis kelamin * status
% of Total 21.
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.00. b. Computed only for a 2x2 table
Pekerjaan * status Crosstabulation
N of Valid
Cases 2
a Computed only for a 2x2 table
b 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,50.
c The standardized statistic is ,463.
Chi-Square Tests
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,50.
c The standardized statistic is 2,347.
(sumur gali/pompa / isi ulang)
% of
a Computed only for a 2x2 table
b 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,00.
Likelihood
a Computed only for a 2x2 table
b 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,00.
c The standardized statistic is 3,006.
Kesadahan air * status
0,0% 0,0% 00,0%
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,00.
c The standardized statistic is 4,537.
Risk Estimate
kesadahanair (ya / tidak)
LAMPIRAN 3 DOKUMENTASI
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, M. N., 2000. Kamus Kimia. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan dan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. (2013), Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Bakti Husada.
Basiri, MM Sichani, SR Hosseini, AM Vadjargah, et al. X-Ray Free Percutaneous Nephrolithonomy in Supine Position with Ultrasound Guidance. World Journal of Urology. 2010.
Chang E., 2009. Pathofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Carlos L.J, Carneiro, Jose.,Kelley O.R. 1997. Histologi Dasar, Edisi ke 8, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Cole, G.A. 1998. Textbook of limnology. Third Edition. Waveland Press, Inc., Illinois, USA, pp : 401
Darmono, 2001. Lingkungan Hidup dan Perencanaan Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 416/ Menkes/ Per/ IX/ 1990 tentang Syarat – Syarat Kualitas Air Bersih, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes R.I., 2008. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas Tahun 2007. Depkes RI, Jakarta.
Eaton, A. D et al. 1995. APHA (American Public Health Association) : Standard Method for Examination of Water and Waste water 19th ed., AWWA (American Water Work Association), and WPCF (Water Pollution Control Federation). Washington D.C.
Ekeruo, O, Tan, H, Young, D, Dahm, P, Maloney, E, Mathias, J, Albala, M, Preminger, M. (2004) ‘Metabolic risk factors and the impact of medical therapy on the management of nephrolithia-sis in obese patients’, J Urol, 172, pp. 159
Gibson J., 2002. Fisiologi dan Anatomi Moderen Untuk Perawat. Edisi ke 2 ,Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Ganong W.R., 1992. Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Hardjoeno., Ratu, G dan Badji, A , 2006. Profil Analisis Batu Saluran Kemih di Laboraturium Patologi Klinik. Indonesia journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, vol 12, No 3, Makasar. http://www.journal.unair.ac.id. Di akses pada 13 Juni 2011.
Saluran Kemih Pada Penduduk Yang Tinggal di Kecamatan Songgom
Kabupaten Brebes. Vol 11, No 2, Semarang.
http://www.journal.undip.ac.id. Di akses pada 23 Mei 2016.
Khan, S.R. and Canales, B.K. 2012. Genetic Basis of Renal Cellular Dysfunction, and The Formation of Kidney Stones. Urol Res, 37: 169–180
Kusnaedi, 1995. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor. Puspa Swara, Jakarta. Kristanto, Philip. 2004. Ekologi Industri. Andi, Yogyakarta.
Lameeshow, S., 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
López, M. & Bernd, H. (2008) ‘History, epidemiology and regional diversities of urolithiasis’, Pediatr Nephrol, 25, pp. 49–59.
Muslim R., 2007. Batu Saluran kemih Suatu Problem Gaya Hidup dan Pola Makan Serta Analisis Ekonomi pada Pengobatannya. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Ilmu Bedah Fak. Kedokteran UNDIP. http://eprints.undip.ac.id/340/1/rifki_muslim.pdf. Di akses pada 12 Juni 2011.
Muslumanoglu, Y, Binbay, M, Yuruk, E, Akman, T, Tepeler, A, Esen, T, Tefekli, H. (2011) ‘Updated epidemiologic study of urolithiasis in Turkey. I: Changing characteristics of urolithiasis’, Urol Res, 39, pp. 309–314.
Pearle, S. & Lotan Y. 2011 ‘ Urinary Lithiasis: Etiologi, Epidimiologi, and Pathogenesis’. In Wein A. Etal. Eds. Campbell Walsh urology 10th Edition Amerika Serikat.
Pinduli, I, Spivacow, R, del Valle, E, Vidal, S, Negri, L, Previgliano, H, Farías, R, Andrade, H, Negri, M, Boffi-Boggero, J. (2006) ‘Prevalence of urolithiasis in the autonomous city of Buenos Aires, Argentina’, Urol Res, 34(1), pp. 8-11.
Purnomo, B.B., 2011. Dasar-dasar Urologi. Edisi ke 3, CV. Sagung Seto, Jakarta. Rita Haryanti, M, Hubungan Kesadahan Air Sumur dengan Kejadian Penyakit
Batu Saluran Kemih Di Brebes, FKM Undip. 2006
Safarinejad, K. 2007 ‘Adult urolithiasis in a population-based study in Iran: prevalence, incidence, and associated risk factor’, Urol Res, 35 pp. 73-82. Sastrawijaya, A. T., 2002. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta. Saucier, N. A., Sinha, M. K., Liang, K. V., Krambeck, A. E., Weaver, A. L., Bergstralh, E. J., et al. 2010. Risk Factor for Chronic Kidney Disease in Person with Kidney Stone. Am J Kidney Dis. 55 : 61-68
Sloane E., 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Stoller, L, 2012 ‘ Unnary Stone Disease’. In: Mc Anich, J& Tanagho, E. Eds. Smith’s General Urologi 18th Edition Amerika Serikat: McGraw Hill. Sun, X, Shen, L, Cong, X, Zhu, H, He, L, Lu, J. (2011) ‘Infrared spectroscopic
analysis of 5,248 urinary stones from Chinese patients presenting with the first stone episode’, Urol Res, 39, pp. 339–343.
Sutrisno. C. T, dan Suciastuti E., 2004. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Rineka Cipta, Jakarta.
Taylor,EN; Stamfer MJ; Curhan, GC. Obesity, Weight Gain and The Risk of Kidney Stones. International Braz Urol. Vol 31 No 1. Rio De Janeiro. Jan.2005; 293:455-62.
Yilmaz, S, Pekdemir, M, Aksu, N, Koyuncu, N, Cinar, O. (2012) A Multicenter case-control study of diagnostic tests for urinary tract infection in the presence of urolithiasis, Urol Res, 40, pp. 61-65.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif analitik dengan desain case control, yaitu memilih kasus yang menderita penyakit batu saluran kemih dan kontrol yaitu pasien yang tidak menderita penyakit batu saluran kemih. Peneliti melakukan observasi untuk mengetahui paparan yang dialami subjek pada waktu yang lalu ( retrospektif).
1.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas dari bulan Desember - Maret 2016 dikarenakan di RSUD Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas jumlah kasus penyakit batu saluran kemih di rumah sakit tersebut cukup tinggi.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian
1. Populasi kasus yaitu seluruh penderita batu saluran kemih yang berobat di RSUD Sibuhuan selama periode Januari-Desember 2015 yang berjumlah 50 Pasien.
30
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel kasus yaitu penderita batu saluran kemih yang berobat di RSUD Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas selama periode Januari - Desember tahun 2015. Dengan jumlah 31 pasien yang memenuhi kriteria inklusi ekslusi sebagai berikut :
1. Kriteria Inklusi
1) Pernah berobat di RSUD Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas selama periode Januari - Desember 2015, didiagnosa menderita penyakit batu saluran kemih, bertempat tinggal dan berada di Kabupaten Padang Lawas pada saat penelitian dan bersedia untuk mengikuti penelitian.
2) Sumur yang digunakan penderita batu saluran kemih tidak mengalami perubahan minimal 6 bulan sebelum didiagnosis terkena batu saluran kemih sampai saat dilakukan penelitian.
2. Kriteria Ekslusi
1) Telah pindah rumah atau meninggal. 2) Tidak bersedia untuk mengikuti penelitian.
31
1. Kriteria Inklusi
1) Seluruh penduduk bukan penderita batu saluran kemih yang bertempat tinggal dekat rumah penderita batu saluran kemih.
2) Tidak mempunyai keluhan batu saluran kemih.
3) Bertempat tinggal dan berada di Kabupaten Padang Lawas pada saat penelitian.
4) Tidak satu rumah dengan kasus.
5) Sumur yang digunakan tidak mengalami perubahan minimal 6 bulan sampai saat dilakukan penelitian.
2. Kriteria Eksklusi
1) Telah pindah rumah atau meninggal 2) Tidak bersedia untuk mengikuti penelitian 3.3.3 Besar Sampel Penelitian
Besar sampel diambil dengan rumus studi kasus kontrol untuk pengujian hipotesis terhadap Odds Ratio (Lemeshow, 1990) :
Keterangan :
n = Besar sampel minimum pada kasus dan kontrol
Z1-α = Nilai baku normal berdasarkan α yang ditentukan (α = 0,05) =1,96
Z1-β = Nilai baku normal berdasarkan β yang ditentukan (β = 0,20) = 0,84
32
P2 = Proporsi pajanan pada kelompok kontrol sebesar 0,39 (Hardjoenoet al., 2006)
Q2 = 1 - P2= 1 - 0,39 = 0,61
P1-P2 = Selisih proporsi pajanan minimal yang dianggap bermakna, ditetapkan sebesar 0,35
P1 = P2 + 0,35= 0,39 + 0,35 = 0,74 Q1 = 1 - P1 = 1- 0,74 = 0,26
P = (P1+P2)/2
P = (0,74+0,61)/2= 0,565 Q = 1-0,565= 0,435
Dengan memasukan nilai-nilai diatas pada rumus, diperoleh :
n1= n2 = ( 1,96 2
( 0,76 - 0,39)2
= 30,26 ( dibulatkan menjadi 31)
Dengan demikian besar sampel untuk tiap kelompok adalah 31 kasus ( kelompok kasus sebanyak 31, dan kelompok kontrol sebanyak 31) yang diambil
33
3.4 Metode Pengumpulan data 3.4.1 Data Primer
a. Hasil pemeriksaan sampel air
b. Hasil wawancara langsung menggunakan kuesioner dengan responden pada kelompok kasus dan kelompok kontrol
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari rekam medis pasien di RSUD Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas tahun 2015.
3.5 Teknik Pengumpulan Data a. Pengambilan Sampel Air
Sampel air di ambil dari sumber air yang digunakan oleh semua responden baik kelompok kasus maupun kelompok kontrol. Dalam mengambil sampel dengan menggunakan botol aqua. Sampel diambil dari tengah-tengah sumur dan teknik pengambilan sampel dengan cara membilas botol aqua dengan air yang akan diambil sebagai sampel sambil dikocok beberapa kali kemudian dibuang sebanyak 3 kali. Botol aqua di isi air sampai penuh kemudian langsung ditutup.
b. Kegiatan Laboratorium
Sampel yang telah diambil dari sumber air selanjutnya diperiksa kadar kesadahan total (CaCO3) di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Lingkungan (BTKL).
c. Tenaga
34
Lingkungan Lingkungan (BTKL), sepenuhnya dikerjakan oleh petugas Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Lingkungan (BTKL).
3.6 Defenisi Operasional dan Aspek Pengukuran Variabel
Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Aspek Pengukuran Variabel penelitian
No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1 Umur
35
langsung yang menderita
batu saluran kemih
3.7 Teknik Pengolahan Data
1. Editing
36
2. Coding
Setelah semua data diisi dilakukan pengkodingan untuk memudahkan mengolah data.
3. Entry
Dilakukan entri data dengan menggunakan program SPSS pada komputer untuk memudahkan analisis yang dilakukan.
4. Cleaning
Membersihkan data dengan tujuan mengecek kembali data yang akan diolah apakah ada kesalahan atau tidak
3.8 Teknik Analisis Data 1. Analisis Univariat
Analisis ini dipergunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi atau besarnya proporsi menurut karakteristik yang diteliti dari semua variabel penelitian. Ukuran yang digunakan dalam analisis ini adalah angka absolut dan persentase karena merupakan data kategorik dan disajikan dalam bentuk tabel.
2. Analisis Bivariat
37
a. Uji Chi-Square (X2)
Uji ini dilakukan untuk melihat hubungan proporsi/persentase antara beberapa kelompok data, dalam hal ini adalah variabel independen dengan variabel dependen. Untuk menghitung nilai X2 digunakan rumus:
Keterangan: O : frekuensi teramati E : frekuensi harapan
Dengan derajat kebebasan (degree of freedom) : df = (k-1)(b-1)
Keterangan: k : jumlah kolom dalam tabel b : jumlah baris dalam table
Pada penelitian ini uji dilakukan dengan tingkat kepercayaan 95%. Untuk melihathasil kemaknaan perhitungan statistik digunakan p value <0,05 sebagai hubungan yang bermakna secara statistik dan p value >0,05 sebagai hubungan yang tidak bermakna secara statistik.
b) Odds Ratio
Dengan odds ratio ini dapat diketahui derajat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen atau untuk mengestimasi tingkat risiko antara variabel independen dengan variabel dependen.
Rumus yang digunakan: OR = a x d
38
Keterangan: a : kelompok kasus yang terpajan b : kelompok kontrol yang terpajan c : kelompok kasus yang tidak terpajan d : kelompok kontrol yang tidak terpajan
1. Bila OR > 1 menunjukkan bahwa faktor yang diteliti merupakan faktor risiko (kausatif).
2. Bila OR = 1 menunjukkan bahwa faktor yang diteliti bukan merupakan faktor risiko.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Padang Lawas 4.1.1 Geografi
Padang Lawas merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara. Posisi kabupaten ini berada di bagian Tenggara Provinsi Sumatera Utara. Letak Geografisnya antara 1º26' - 2º11' Lintang Utara dan antara 91º01' - 95º53' Bujur Timur. Batas wilayah Kabupaten Padang Lawas adalah sebagai berikut: 1. Utara : Kabupaten Padang Lawas Utara.
2. Selatan : Kabupaten Pasaman ( Provinsi Sumatera Barat ) dan Kecamatan Siabu ( Kabupaten Mandailing Natal ).
3. Timur : Kabupaten Rokan Hulu ( Provinsi Riau).
4. Barat : Kecamatan Gunung Malintang ( Kabupaten Mandailing Natal ), Kecamatan Sayur Matinggi dan Batang Angkola ( Kabupaten
Tapanuli selatan ).
Kabupaten Padang Lawas terbentuk pada tahun 2007 dan merupakan pecahan dari Kabupaten Padang Lawas yaitu Sibuhuan terletak di Kecamatan Barumun. Dari 304 Desa/Kelurahan di Padang Lawas, seluruhnya merupakan desa bukan pesisir. Sebagian besar wilayah Padang Lawas merupakan perkebunan, sedangkan wilayah pemukiman penduduk terletak menyebar hingga di wilayah perkebunan.
40
ketinggian berkisar antara 0 – 1.915 m diatas permukaan laut. Kemiringan tanah 6,35% tanah datar, 11,52% landai, 16% berbukit-bukit dan 66,13% bergunung. Rata-rata curah hujan tahun 2006 adalah 213,67 mm, dan tahun 2007 adalah 204,42 mm.
4.1.2 Fasilitas Kesehatan
Fasilitas pelayanan kesehatan di RSUD Sibuhuan adalah pelayanan rawat jalan, rawat inap, pelayanan gawat darurat, pelayanan penunjang medik dan non medik, pelayanan administrasi dan pelayanan 24 jam. Berikut uraian fasilitas disetiap sarana pelayanan kesehatan :
a.Rawat Jalan
1. Klinik Penyakit Dalam ( Spesialis Penyakit Dalam ) 2. Klinik Penyakit Anak ( Spesialis Penyakit Anak ) 3. Klinik Bedah ( Spesialis Bedah )
4. Klinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan ( Spesialis Obgyn ) 5. Klinik Gigi dan Mulut
6. Klinik Umum b. Rawat Inap
1. ICU
2. Hemodealisa 3. Bangsal Anak
4. Bangsal Penyakit Dalam 5. Bangsal Bedah
6. Bangsal Kebidanan 7. VIP
41
e. Pelayanan Penunjang Klinik 1.Pelayanan Gizi
2.Pelayanan Farmasi 3.Rekam Medik
4.CSSD ( Sterilisasi Instrumen ) f. Pelayanan Penunjang Non Klinik
1.Laundry/Linen 2.Jasa Boga/Dapur 3.Pengelolaan Limbah 4.Gedung
5.Ambulance 6.Komunikasi 7.Kamar Jenazah
8.Penampungan Air Bersih ( Container Air ) g. Pelayanan Administrasi
1.Pendaftaran Pasien 2.Keuangan
3.Personalia
4.Sistem Informasi Rumah Sakit h. Pelayanan 24 Jam
1.Instalasi Gawat Darurat ( IGD ) 2.Laboratorium
3.Radiologi 4.Apotik 5.Ambulance 6.Rekam Medik 7.Jaga Listrik
42
4.2 Analisis Univariat
4.2.1 Karakteristik Responden
Sampel kasus dalam penelitian ini yaitu pasien yang menderita penyakit batu saluran kemih, sedangkan sampel kontrol yaitu pasien yang tidak menderita penyakit batu saluran kemih. Berikut akan diuraikan karakteristik responden yang meliputi umur, lama tinggal, jenis kelamin, pekerjaan, sumber air minum, riwayat orang tua, riwayat saudara kandung dan kesadahan air sumur responen di RSUD Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas Tahun 2015
4.3 Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Data disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan narasi dengan analisis statistik chi square atau exact fisher. Adanya hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen ditunjukkan dengan nilai p < 0,05.
1. Hubungan Antara Umur Dengan Kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih
43
Tabel 4.1 Analisis Hubungan Antara Umur Dengan Kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih Di RSUD Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas Tahun 2015
Umur
Kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih
Dapat dilihat dari tabel 4.1 bahwa berdasarkan kategori umur yaitu 20-40 tahun, 41-60 tahun, > 20 tahun, memiliki proporsi yang sama terhadap kejadian Batu Saluran Kemih sebanyak (50%). Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai probabilitas (p=1,000) sehingga Ho diterima, artinya terbukti secara signifikan pada tingkat kepercayaan 95% bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian penyakit batu saluran kemih.
2. Hubungan Antara Lama Tinggal Dengan Kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih
44
Tabel 4.2 Analisis Hubungan Antara Lama Tinggal Dengan Kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih Di RSUD Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas Tahun 2015
Lama Tinggal
Kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa responden yang mengalami penyakit batu saluran kemih lebih banyak yang tinggal 0-20 tahun sebanyak (55,6%), sedangkan yang tingggal > 20 tahun mengalami penyakit Batu Saluran Kemih (49,1%). Berdasarkan hasil uji exact fisher karena terdapat lebih dari 25%
expected count yang nilai nya kurang dari 5 maka diperoleh nilai probabilitas (p=1,000) sehingga Ho diterima, artinya terbukti secara signifikan pada tingkat kepercayaan 95% bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama tinggal dengan kejadian penyakit batu saluran kemih.
3. Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih
45
Jenis kelamins
Kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih
Dapat dilihat dari tabel 4.3 bahwa berdasarkan jenis kelamin, perempuan memiliki proporsi yang sama terhadap penyakit batu saluran kemih sebanyak (50%). Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai probabilitas (p=1,000) sehingga Ho diterima, artinya terbukti secara signifikan pada tingkat kepercayaan 95% bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih.
4. Hubungan Antara Pekerjaan Dengan Kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih
Hubungan antara pekerjaan dengan kejadian penyakit batu saluran kemih di RSUD Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas Tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4 Analisis Hubungan Antara Pekerjaan Dengan Kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih di RSUD Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas Tahun 2015
Pekerjaan
46
Dapat dilihat dari tabel 4.4 bahwa responden yang mengalami penyakit batu saluran kemih lebih banyak PNS sebanyak (60%), sedangkan Non PNS (49,1%). Berdasarkan hasil uji exsact fisher karena terdapat lebih dari 25%
expexted count yang nilainya kurang dari 5 maka diperoleh nilai probalitas (p=1,000) sehingga Ho diterima, artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis pekerjaan dengan kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih.
5. Hubungan Antara Sumber Air Minum Dengan Kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih
Hubungan antara sumber air minum dengan kejadian penyakit batu saluran kemih di RSUD Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas Tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5 Analisis Hubungan Antara Sumber Air Minum Dengan Kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih Di RSUD Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas Tahun 2015
Air Minum
47
sehingga Ho ditolak, artinya terbukti secara signifikan pada tingkat kepercayaan 95% bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sumber air minum dengan kejadian penyakit batu saluran kemih. Dengan OR=3,657 CI 95% (1,220-10,962) menunjukkan bahwa responden dengan sumber air minum sumur gali/pompa memiliki peluang menderita penyakit batu saluran kemih lebih besar 3,657 kali dibandingkan responden dengan sumber air minum isi ulang.
5. Hubungan Antara Riwayat Orang Tua Dengan Kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih
Analisis hubungan antara riwayat orang tua dengan Kejadian Penyakit batu saluran kemih di RSUD Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas Tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6 Analisis Hubungan antara riwayat orang tua dengan Kejadian Penyakit batu saluran kemih di RSUD Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas Tahun 2015
Riwayat orang tua
Kejadian Penyakit batu saluran kemih
48
expected count yang nilai nya kurang dari 5 diperoleh nilai probabilitas (p=0,005) sehingga Ho ditolak, artinya terbukti secara signifikan pada tingkat kepercayaan 95% bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat orang tua dengan kejadian penyakit batu saluran kemih.
6. Hubungan Antara Riwayat Saudara Kandung Dengan Kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih
Analisis hubungan antara riwayat saudara kandung dengan kejadian penyakit batu saluran kemih di RSUD Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas Tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut:
Tabel 4.7 Analisis Hubungan Antara Riwayat Saudara Kandung Dengan Kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih di RSUD Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas Tahun 2015
Riwayat saudara kandung
49
Hubungan Antara Kesadahan Air Dengan Kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih
Analisis hubungan antara kesadahan air dengan kejadian penyakit batu saluran kemih di RSUD Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas Tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut:
Tabel 4.8 Analisis Hubungan Antara Kesadahan Air Dengan Kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih di RSUD Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas Tahun 2015
Kesadahan air
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Hubungan Antara Umur Dengan Kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih
Berdasarkan kategori umur 20-40 tahun, 41-60 tahun, > 20 tahun, memiliki proporsi yang sama terhadap kejadian Batu Saluran Kemih yaitu (50%). Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai probabilitas (p=1,000) sehingga Ho diterima, artinya terbukti secara signifikan pada tingkat kepercayaan 95% bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian penyakit batu saluran kemih.
51
5.2 Hubungan Antara Lama Tinggal Dengan Kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih
Berdasarkan hasil penelitian tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama tinggal dengan kejadian penyakit batu saluran kemih (p=1,000). Dari 9 responden dengan kategori lama tinggal 0-20 tahun, sebanyak 5 responden yang menderita batu saluran kemih (55,6%) sedikit lebih banyak dari 53 responden pada kategori lama tinggal >20 tahun sebanyak 27 responden (49,1%) yang tidak menderita batu saluran kemih.
52
5.3 Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih
Berdasarkan jenis kelamin, perempuan memiliki proporsi yang sama terhadap penyakit Batu Saluran Kemih yaitu (50%). Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai probabilitas (p=1,000) sehingga Ho diterima, artinya terbukti secara signifikan pada tingkat kepercayaan 95% bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian penyakit batu saluran kemih. Hasil penelitian ini menunjukkan perbandingan laki-laki dan perempuan menderita penyakit batu saluran kemih adalah 1,07:1.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dialakukan oleh Naufal F, Soebadi A, dan Santoso A pada tahun 2014 tentang Profil Pasien dengan Batu Saluran Kemih pertama dan Batu Saluran Kemih berulang di SMF Urologi RSUD DR. Soetomo Periode Januari 2012- Desember 2013. Hasil analisis statistik menunjukkan nilai p=0,715. Dengan CI 95% Nilai p > 0,05 dapat diinterpretasikan secara statistik bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian batu saluran kemih (Naufal F, Soebadi A, dan Santoso A, 2014).
5.4 Hubungan Antara Pekerjaan Dengan Kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih
53
artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis pekerjaan dengan kejadian penyakit Batu Saluran Kemih.
Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, di Indonesia dengan jumlah sampel sebanyak 722.329 menemukan prevalensi tertinggi pada kelompok wiraswasta 5.779 orang (0,8%), sedangkan prevalensi terendah terdapat pada kelompok tidak bekerja sebanyak 3.612 orang (0.5%).
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Basiri et al pada tahun 2010 yang menyatakan bahwa secara demografi, penderita batu saluran kemih terbanyak berasal dari kelompok yang melakukan aktivitas rendah dalam ruangan yakni 67%. Kemudian diikuti dengan kelompok aktivitas tinggi di luar ruangan (16%), aktivitas rendah di luar ruangan (14%), dan aktivitas tinggi dalam ruangan (3%).
5.5 Hubungan Antara Sumber Air Minum Dengan Kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih
Berdasarkan hasil penelitian terdapat hubungan yang bermakna antara sumber air minum dengan kejadian penyakit batu saluran kemih (p=0,018). Dengan OR=3,657 CI 95% (1,220-10,962) menunjukkan bahwa responden dengan sumber air minum sumur gali/pompa memiliki peluang menderita penyakit batu saluran kemih lebih besar 3,657 kali dibandingkan responden dengan sumber air minum isi ulang.
54
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Joko T, Setiani O, dan Wahap S pada tahun 2012 tentang Hubungan Kandungan Mineral Calcium, Magnesium, Mangan Dalam Sumber Air Dengan Kejadian Batu Saluran Kemih Pada Penduduk Yang Tinggal di Kecamatan Songgom Kabupaten Brebes Tahun 2012. Hasil statistik menunjukkan nilai p = 1 OR = 1 dengan CI 95%=0,187<OR<5,344. Nilai p>0,05 dapat diinterpretasikan secara statistik bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara sumber air dengan kejadian batu saluran kemih, sehingga karakteristik sumber air tidak menjadi faktor resiko kejadian batu saluran kemih (Joko T, Setiani O, dan Wahap S, dkk, 2012).
5.6 Hubungan Antara Riwayat Orang Tua Dengan Kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih
Hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja RSUD Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas, menunjukkan bahwa riwayat orang tua berpengaruh terhadap terjadinya Penyakit Batu Saluran Kemih.
55
terkena Penyakit Batu Saluran Kemih. Bahkan dalam satu keluarga terdapat lebih dari satu orang yang memiliki Penyakit Batu Saluran Kemih. Hal ini disebabkan karena Penyakit Batu Saluran Kemih menurun sampai tiga generasi dalam satu keluarga.
Berdasarkan uji Chi-square diperoleh p=0,005 sehingga Ho ditolak, yang berarti bahwa ada hubungan antara riwayat orang tua deng kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih. Hal ini disebabkan karena hasil penelitian terdapat 8 (100%) ada keturunan memiliki riwayat orang tua terkena Penyakit Batu Saluran Kemih.
Hasil peneliti ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rita Haryanti (2006) yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara riwayat orang tua deng kejadian Penyakit Batu Saluran kemih.
Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa seseorang dengan riwayat orang tua Penyakit Batu Saluran kemih cenderung untuk membentuk Penyakit Batu Saluran kemih. Faktor genetik berperan penting dalam terjadinya Penyakit Batu Saluran kemih mempunyai resiko mengalami Penyakit Batu Saluran kemih sebesar 25 kali dibandingkan dnegan seseorang yang tidak mempunyai garis keturunan Penyakit Batu Saluran kemih (Cahyono, 2009 :27).
5.7 Hubungan Antara Riwayat Saudara Kandung Dengan Kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih
56
Bagi seseorang, Penyakit Batu Saluran Kemih bisa merupakan turunan, jadi jika saudara kandung memiliki Penyakit Batu Saluran Kemih maka kemungkinan besar saudara kandung yang lain akan memiliki Penyakit Batu Saluran Kemih juga. Telah diamati bahwa seseorang dengan riwayat saudara kandung Penyakit Batu Saluran Kemih cenderung untuk membentuk Penyakit Batu Saluran Kemih juga. Hal ini juga yang terjadi pada responden, Kebanyakan dari responden yang memiliki riwayat saudara kandung terkena Penyakit Batu Saluran Kemih lebih banyak akan mengalami Penyakit Batu Saluran Kemih.
Dari hasil wawancara dengan responden, diketahui bahwa responden yang mempunyai Penyakit Batu Saluran Kemih memiliki riwayat saudara kandung pernah terkena Penyakit Batu Saluran Kemih. Bahkan dalam satu keluarga terdapat lebih dari satu orang yang memiliki Penyakit Batu Saluran Kemih. Hal ini disebabkan karena Penyakit Batu Saluran Kemih menurun sampai tiga generasi dalam satu keluarga.
Berdasarkan uji Chi-square diperoleh p=0,005 sehingga Ho ditolak, yang berarti bahwa ada hubungan antara riwayat saudara kandung dengan kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih. Hal ini disebabkan karena hasil penelitian terdapat 8 (100%) ada keturunan memiliki riwayat saudara kandung terkena Penyakit Batu Saluran Kemih.
57
dibandingkan dengan 4,4% sampel yang tidak memiliki riwayat keluarga generasi pertama penderita batu saluran kemih. Riwayat keluarga generasi pertama memiliki risiko 3 kali lipat (3.1, 95% CI 1.8–5.1) terkena batu saluran kemih dan merupakan faktor positif prediktif kuat dalam memprediksi kejadian batu saluran kemih (Safarinejad, 2007).
Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Koyuncu et al. (2010) yang mendapati 437 sampel (27%) dengan riwayat keluarga positif batu saluran kemih dibandingkan dengan 1.158 sampel (63%) dengan riwayat keluarga negatif batu saluran kemih.
5.8 Hubungan Antara Kesadahan Air Sumur Dengan Kejadian Penyakit Batu Saluran Kemih
Berdasarkan hasil penelitian terdapat hubungan yang bermakna antara kesadahan air dengan kejadian penyakit batu saluran kemih (p=0,0001). Dengan OR=14,286 menunjukkan bahwa responden dengan adanya kesadahan air sumur memiliki peluang menderita penyakit batu saluran kemih lebih besar 14,286 kali dibandingkan responden dengan tidak adanya kesadahan air sumur.
Dari 30 responden dengan adanya kesadahan air sumur, sebanyak 24 responden menderita penyakit batu saluran kemih (80,0%), sedangkan dari 32 responden dengan tidak adanya kesadahan air sumur, sebanyak 7 orang menderita penyakit batu saluran kemih (21,9%).
58
kapur. Air sumur tersebut digunakan sebagai bahan air minum untuk keperluan sehari-hari yang telah tercampur dengan endapan-endapan kapur yang berasal dari gunung tersebut. Warga tetap menggunakan air sumur tersebut karena tidak ada lagi sumber air bersih yang bisa digunakan. Dalam pemakaian yang cukup lama, air sadah dapat menimbulkan penyakit batu saluran kemih akibat terakumulasinya endapan CaCO3 dan MgCO3. Secara normal zat-zat penghambat kristalisasi seperti CaCO3, Magnesium, dalam air kemih terdapat dalam konsentrasi yang cukup memadai untuk mencegah terbentuknya batu. Partikel-partikel yang berada di dalam larutan yang terlalu jenuh akan mengendap di dalam nucleus sehingga akhirnya membentuk batu (Cahyono, 2009).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rita Haryanti (2006) yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara kualitas kesadahan total air sumur dengan penyakit batu saluran kemih di kabupaten Brebes.
59
dengan hasil analisis statistik menyatakan nilai p=0,0001 dan OR=6,67 dengan CI 95%=2,35<OR<18,92.
Hal ini sesuai Permenkes RI No. 416/PERIX/1990 tentang persyaratan dan pengawasan air bersih yang dinyatakan bahwa air dengan kualitas kesadahan tinggi di atas 500mg/l dapat menyebabkan batu saluran kemih.
5.9 Keterbatasan dan Kelemahan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan case control, dengan penetapan kasus sebanyak 31 orang sehingga menyebabkan bias informasi karena tidak menggambarkan populasi kasus sebenarnya yang ada di masyarakat. Populasi kontrol dilakukan dengan perbandingan 1 kasus banding 1 kontrol sebanyak 31 orang. Pengambilan kontrol dilakukan secara acak sederhana yang juga merupakan penduduk sibuhuan. Karena kontrol sama dengan kelompok kasus yaitu merupakan penduduk sibuhuan sehingga dikhawatirkan terjadinya paparan yang sama antara kasus dan kontrol. Namun karena sumber air dari masing-masing responden bukan dari sumber yang sama, hal ini tetap dilakukan.
60
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas Tahun 2015, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan karakteristik penduduk yaitu sumber air minum (OR=3,657), riwayat orang tua, dan riwayat saudara dengan kejadian penyakit batu saluran kemih di RSUD Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas tahun 2015.
2. Terdapat hubungan antara kesadahan air (OR=14,286) dengan kejadian penyakit batu saluran kemih di RSUD Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas tahun 2015. Artinya, responden dengan adanya kesadahan air sumur memiliki peluang menderita penyakit batu saluran kemih lebih besar 14,286 kali dibandingkan responden dengan tidak adanya kesadahan air sumur.
6.2 Saran
6.2.1 Bagi Dinas Kesehatan
62
6.2.2 Bagi Masyarakat
Diharapkan bagi masyarakat Kabupaten Padang Lawas agar melakukan tindakan penanganan untuk menurunkan kesadahan air sumur yang efektif dan efisien dengan pemanasan, cara kimia, pengenceran, dan menggunakan media filter yang dikombinasikan dengan pasir silika dan zeolit.
6.2.3 Bagi Peneliti Lainnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air Tanah (Groundwater)
Menurut Slamet (2002) dalam buku Kesehatan Lingkungan air di dalam tubuh manusia, berkisar antara 50-70 % dari seluruh berat badan. Di tulang terdapat air sebanyak 22 % berat tulang, didarah dan ginjal sebanyak 83 %. Pentingnya air bagi kesehatan dapat dilihat dari jumlah air yang ada di dalam organ, 80 % dari ginjal, 70 % dari hati, dan 75 % dari otot adalah air. Kekurangan air menyebabkan banyaknya didapat penyakit batu ginjal dan kandung kemih, karena terjadi kristalisasi unsur-unsur yang ada didalam cairan tubuh. Kehilangan air sebanyak 15 % dari berat badan dapat mengakibatkan kematian. Kebutuhan orang dewasa perlu minum minimum 1,5 – 2 liter air sehari.
Darmono (2001) menyatakan air tanah merupakan sumber air minum yang sangat vital bagi penduduk di Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Apabila dilihat dari keseimbangan jumlah air tawar yang ada, maka air tanah memberikan distribusi yang cukup penting, karena jumlahnya mencapai kurang lebih 30 % dari seluruh air tawar yang ada.
9
2.2 Jenis Air Tanah
Menurut Undang – Undang No.7 Tahun 2004 air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Seperti yang dinyatakan Sutrisno (2004) Air tanah merupakan air yang berada di bawah permukaan tanah. Air tanah terbagi atas : air tanah dangkal, air tanah dalam dan mata air.
1. Air Tanah Dangkal
Terjadi karena adanya proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan tertahan, demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapisan tanah.
2. Air Tanah Dalam
Terdapat setelah lapis rapat air yang pertama. Pengambilan air tanah dalam, tak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini harus digunakan bor dan memasukkan pipa ke dalamnya sehingga dalam suatu kedalaman (biasanya antara 100-300 m) akan didapatkan suatu lapis air.
3. Mata Air
10
2.3 Kesadahan Air Tanah 2.3.1 Pengertian Kesadahan
Menurut Kristanto (2004), air tanah pada umumnya mengandung bahan-bahan metal terlarut, seperti Na, Mg, Ca dan Fe. Air yang mengandung komponen-komponen tersebut dalam jumlah tinggi disebut air sadah.
Kesadahan (hardnes) adalah gambaran kation logam divalen (valen dua). Kation-kation ini dapat bereaksi dengan (soap) membentuk endapan (presipitasi) maupun dengan anion-anion yang terdapat di dalam air membentuk endapan atau karat pada peralatan logam. Pada perairan tawar, kation divalen yang paling berlimpah adalah kalsium dan magnesium, sehingga kesadahan pada dasarnya ditentukan oleh jumlah kalsium dan magnesium. Kalsium dan magnesium berikatan dengan anion penyusun alkalinitas, yaitu bikarbonat dan karbonat.
Effendi (2003) menemukan bahwa keberadaan kation yang lain, misalnya stronitum, besi valensi dua (kation ferro), dan mangan juga memberikan konstribusi bagi nilai kesadahan total, meskipun peranannya relatif kecil. Alumunium dan besi valensi tiga (kation ferri). sebenarnya juga memberikan konstribusi terhadap nilai kesadahan. Namun demikian, mengingat sifat kelarutannya yang relatif rendah pada PH netral maka peran kedua kation ini sering kali diabaikan. Kesadahan dan alkalinitas dinyatakan dengan satuan yang sama, yaitu mg/liter CaCO3.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI
11
banyak mengandung mineral kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap kesehatan maupun gangguan secara ekonomi. Nilai ambang batas kesadahan air yang diperbolehkan sebagai air minum adalah 100 mg/lt dan air yang mempunyai kesadahan di atas harga tersebut dikategorikan sebagai air sadah. Sedangkan kesadahan air yang dianggap baik bila nilai kesadahannya antara 50-80 mg/lt.
2.3.2 Jenis-jenis Kesadahan Air
Pembagian jenis air sadah digolongkan menjadi dua jenis berdasarkan jenis anion yang diikat oleh kation (Ca2+ atau Mg2+), yaitu air sadah sementara dan air sadah tetap. Menurut APHA (1985), berdasarkan sifatnya kesadahan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Air sadah sementara
Air sadah sementara adalah air sadah yang mengandung ion bikarbonat (HCO3-), atau boleh jadi air tersebut mengandung senyawa kalsium bikarbonat (Ca(HCO3)2) dan atau magnesium bikarbonat (Mg(HCO3)2). Air yang mengandung ion atau senyawa-senyawa tersebut disebut air sadah sementara karena kesadahannya dapat dihilangkan dengan pemanasan air, sehingga air tersebut terbebas dari ion Ca2+ dan atau Mg2+.
2. Air sadah tetap
12
senyawa tersebut disebut air sadah tetap, karena kesadahannya tidak bisa dihilangkan hanya dengan cara pemanasan.
2.3.3 Kerugian Kesadahan
1. Kerugian Terhadap Kondisi Ekonomi
Wardhana (2001) menyakatakan bahwa air sadah dapat merusak peralatan yang terbuat dari besi, yaitu melalui proses pengkaratan (korosi) serta mudah menimbulkan endapan atau kerak pada peralatan proses, seperti tangki/bejana air, ketel uap, pipa penyaluran dan lain sebagainya. Sehingga dapat meningkatkan ongkos pemanasan dan merugikan perindustrian.
Sastrawijaya (2000) menyatakan bahwa dalam kegiatan sehari-hari air dengan kesadahan tinggi juga menyebabkan pemakaian sabun menjadi tidak ekonomis, warna porselin menjadi kusam/pudar, menimbulkan bercak-bercak pada pori kulit dan memperkeras serta mengurangi warna dari sayuran.
2. Kerugian Terhadap Kesehatan Masyarakat
Winarno (2002), garam kalsium dan magnesium pada tingkat tertentu kesadahan akan bermanfaat bagi kesehatan namun ketika kesadahan menjadi tinggi dan dikonsumsi manusia dalam jangka waktu yang lama akan dapat mengganggu kesehatan. Secara khusus kelebihan unsur kalsium akan menjadikan
13
cholin dan berkurangnya gerakan karena terdapatnya pelapisan asetil cholin pada otot. Adanya depresi pada vasodilatasi myocardial berperan dalam terjadinya hipotensi.
2.3.4 Cara Menanggulangi Kesadahan
Cara menanggulangi kesadahan menurut APHA (American Public Health Association (1995) adalah sebagai berikut :
1. Pemanasan
Kesadahan Sementara dapat dihilangkan dengan jalan pemanasan. Dengan jalan pemanasan senyawa-senyawa yang mengandung ion bikarbonat (HCO3-) akan mengendap pada dasar ketel. Reaksi yang terjadi adalah :
Ca(HCO3)2 (aq) –> CaCO3 (s) + H2O (l) + CO2 (g) Mg(HCO3)2 (aq) –> MgCO3 (s) + H2O (l) + CO2 (g) 2. Dengan Cara Kimia
Untuk membebaskan air dari kesadahan tetap, tidak dapat dengan jalan pemanasan melainkan harus dilakukan dengan cara kimia, yaitu dengan mereaksikan air tersebut dengan zat-zat kimia tertentu. Pereaksi yang digunakan adalah larutan karbonat, yaitu Na2CO3 (aq) atau K2CO3 (aq). Penambahan larutan karbonat dimaksudkan untuk mengendapkan ion Ca2+ dan atau Mg2+.
CaCl2 (aq) + Na2CO3 (aq) –> CaCO3 (s) + 2NaCl (aq) Mg(NO3)2 (aq) + K2CO3 (aq) –> MgCO3 (s) + 2KNO3 (aq)
14
3. Pengenceran
Pengenceran dengan menggunakan air destilasi (air suling/aquadest) dapat pula dilakukan untuk menurunkan kesadahan. Air yang memiliki tingkat kesadahan yang tinggi, dapat diencerkan dengan air yang bebas sadah.
4. Reverse osmosis (RO) atau deioniser (DI)
Cara yang paling baik untuk menurunkan kesadahan adalah dengan menggunakan reverse osmosis (RO) atau deioniser (DI). Celakanya metode ini termasuk dalam metode yang mahal. Hasil reverse osmosis akan memiliki kesadahan = 0, oleh karena itu air ini perlu dicampur dengan air keran sedemikian rupa sehingga mencapai nilai kesadahan yang diperlukan.
5. Penggunaan asam-asam organic
Penurunan secara alamiah dapat pula dilakukan dengan menggunakan jasa asam-asam organik (humik/fulvik) , asam ini berfungsi persis seperti halnya yang terjadi pada proses deionisasi yaitu dengan menangkap ion-ion dari air pada gugus-gugus karbonil yang terdapat pada asam organik (tanian). Beberapa media yang banyak mengandung asam-asam organik ini diantaranya adalah gambut yang berasal dari Spagnum (peat moss), daun ketapang, kulit pohon Oak, dll.
Proses dengan gambut dan bahan organik lain biasanya akan menghasilkan warna air kecoklatan seperti air teh. Sebelum gambut digunakan dianjurkan untuk direbus terlebih dahulu, agar organisme-organisme yang tidak dikehendaki hilang. 6. Penggunaan resin pelunak air (penukar ion)
15
atau polyakrilat yang berbentuk granular atau bola kecil dimana mempunyai struktur dasar yang bergabung dengan grup fungsional kationik, non ionik/anionik atau asam. Dalam prosoes ini natrium (Na) pada umumnya digunakan sebagai ion penukar, sehingga pada akhirnya natrium akan berakumulasi pada hasil air hasil olahan. Kelebihan natrium (Na) dalam air akuarium merupakan hal yang tidak dikehendaki.
7. Penggunaan Zeolit
Zeolit adalah aluminosilikat berhidrat, alami atau buatan, dengan struktur Kristal berdimensi tiga terbuka, yang di dalam kisinya terdapat molekul air. Air dapat diusih lewat pemanasan dan zeolit kemudian dapat menyerap molekul lain yang ukurannya cocok. Zeolit digunakan untuk memisahkan campuran lewat penyerapan terpilih (selektif).
2.4 Batu Saluran Kemih
2.4.1 Pengertian batu Saluran Kemih
16
atas (ginjal dan ureter) menimbulkan kolik dan jika batu berada di saluran kemih bagian bawah (kandung kemih dan uretra) dapat menghambat buang air kecil. Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis dapat menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang yang menjalar ke perut juga daerah kemaluan dan paha sebelah dalam). Hal ini disebabkan karena adanya respon ureter terhadap batu tersebut, dimana ureter akan berkontraksi yang dapat menimbulkan rasa nyeri kram yang hebat.
2.4.2 Jenis-jenis Batu Pada Saluran Kemih
Menurut Haryanti (2006), komposisi kimia yang terkandung dalam batu ginjal dan saluran kemih dapat diketahui dengan menggunakan kaidah kualitatif analisis kimia khusus untuk mengetahui adanya kalsium, magnesium, ammonium, karbonat, fosfat, asam urat, oksalat, dan sistin untuk semua jenis batu. Jenis-jenis batu tersebut adalah :
1. Batu oksalat/kalsium oksalat.
17
2. Batu struvit.
Batu struvit terdiri dari magnesium ammonium fosfat (struvit) dan kalsium karbonat. Batu tersebut terbentuk di pelvis dan kalik ginjal bila produksi ammonia bertambah dan PH urin tinggi, sehingga kelarutan fosfat berkurang. Hal ini terjadi akibat infeksi bakteri pemecah urea (yang terbanyak dari spesies Proteus dan Providencia, Peudomonas eratia, semua spesies Klebsiella, HemoPHilus, StaPHylococus, dan Coryne bacterium) pada saluran urin. Enzim urease yang dihasilkan bakteri di atas menguraikan urin menjadi amonia dan karbonat. Amonia bergabung dengan air membentuk amonium sehingga PH urine makin tinggi. Karbondioksida yang terbentuk dalam suasana PH basa/tinggi akan menjadi ion karbonat membentuk kalsium karbonat.
3. Batu asam urat.
18
cairan, dan peningkatan konsentrasi urine), serta asidosis (PH urin menjadi asam, sehingga terjadi pengendapan asam urat).
4. Batu sistina.
Sitin merupakan asam amino yang kelarutannya paling kecil. Kelarutannya semakin kecil jika PH urin turun/asam. Bila sistin tak larut akan berpresipitasi (mengendap) dalam bentuk kristal yang tumbuh dalam sel ginjal/saluran kemih membentuk batu.
5. Batu kalium fosfat.
Terjadi pada penderita hiperkalsiurik (kadar kalsium dalam urine tinggi) dan atau berlebih asupan kalsium (misal susu dan keju) ke dalam tubuh.
6. Batu Xantin
Hal ini terjadi sehingga keadaan resesif autosomal dengan defisiensi xantin oksidase dengan akibat peningkatan ekskresinya di urin.
2.5 Sistem Kemih
Menurut Syaifuddin (2006), sistem kemih (urinearia) adalah suatu sistem tempat terjadinya proses penyaringan darah dari zat-zat yang tidak di pergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak di pergunakan oleh tubuh larut dalam air dan di keluarkan berupa urine atau air kemih.
19
Gambar 2.1 Sistem Kemih Pada Manusia 1. Saluran Kemih Atas
a. Ginjal
Sloane (2003), dalam keadaan normal, manusia memiliki 2 ginjal. Ginjal merupakan orang yang berbentuk seperti kacang berwarna merah tua, panjangnya sekitar 12,5 cm dan tebalnya sekitar 2,5 cm (kurang lebih sebesar kepalan tangan. Menurut Syaifuddin (2006) bahwa ginjal adalah organ yang berfungsi sebagai penyaring darah yang terletak di bagian belakang kavum abdominalis di belakang peritoneum melekat langsung pada dinding belakang abdomen.
20
darah, membantu mengatur tekanan darah, pengaturan vitamin D dan Kalsium. Gangguan fungsi ginjal akibat BSK pada dasarnya akibat obstruksi dan infeksi sekunder. Obstruksi menyebabkan perubahan struktur dan fungsi pada traktus urinearius dan dapat berakibat disfungsi atau insufisiensi ginjal akibat kerusakan dari paremkim ginjal
Carlos L. J, dkk (1997) menyatakan bahwa ginjal mengatur komposisi kimia dari lingkungan dalam melalui suatu proses majemuk yang melibatkan filtrasi, absorpsi aktif, absorpsi pasif, dan sekresi. Filtrasi terjadi dalam glomerulus, tempat ultra filtrate dari plasma darah terbentuk. Tubulus nefron, terutama tubulus kontortus proksimal berfungsi mengabsorpsi dari substansi-substansi yang berguna bagi metabolisme tubuh, sehingga dengan demikian memelihara homeostatis lingkungan dalam. Dengan cara ini makhluk hidup terutama manusia mengatur air, cairan intraseluler, dan keseimbangan osmostiknya.
Berikut ini adalah gambar anatomi ginjal normal dan ginjal dengan batu saluran kemih :
21
b. Ureter
Chang (2009), Ureter merupakan saluran kecil yang menghubungkan antara ginjal dengan kandung kemih (vesica urinearia), dengan panjang ± 25-30 cm, dengan penampang ± 0,5 cm. 20 Saluran ini menyempit di tiga tempat yaitu di titik asal ureter pada pelvis ginjal, di titik saat melewati pinggiran pelvis, dan di titik pertemuannya dengan kendung kemih. BSK dapat tersangkut dalam ureter di ketiga tempat tersebut, yang mengakibatkan nyeri (kolik ureter). Setiap ureter akan masuk ke dalam kandung kemih melalui suatu sfingter. Sfingter adalah suatu struktur muskuler (berotot) yang dapat membuka dan menutup sehingga dapat mengatur kapan air kemih bisa lewat menuju ke dalam kandung kemih. Air kemih yang secara teratur tersebut mengalir dari ureter akan di terkumpul di dalam kandung kemih.
Menurut Syaifuddin (2006) bahwa lapisan dinding ureter terdiri dari dinding luar berupa jaringan ikat (jaringan fibrosa), lapisan tengah terdiri dari lapisan otot polos, lapisan sebelah dalam merupakan lapisan mukosa. Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesica urinearia). 2. Saluran Kemih Bawah
1. Kandung Kemih
22
mempunyai kapasitas maksimal yaitu untuk volume orang dewasa lebih kurang adalah 30-450 ml.
Menurut Gibson (2002), kandung kemih bersifat elastis, sehingga dapat mengembang dan mengkerut. Ketika kosong atau setengah terdistensi, kandung kemih terletak pada pelvis dan ketika lebih dari setengah terdistensi maka kandung kemih akan berada pada abdomen di atas pubis.
Chang (2009) menyatakan bahwa ukuran kandung kemih secara bertahap membesar ketika sedang menampung jumlah air kemih yang secara teratur bertambah. Apabila kandung kemih telah penuh, maka akan dikirim sinyal ke otak dan menyampaikan pesan untuk berkemih. Selama berkemih, sfingter lainnya yang terletak diantara kandung kemih dan uretra akan membuka dan akan diteruskan keluar melalui uretra. Pada saat itu, secara bersamaan dinding kandung kemih berkontraksi yang menyebabkan terjadinya tekanan sehingga dapat membantu mendorong air kemih keluar menuju uretra.
2. Uretra
Menurut Syaifuddin (2006), saluran kemih (uretra) merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki-laki uretra berjalan berkelok-kelok melalui tengah-tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis ke bagian penis panjangnya ± 20 cm. Uretra pada laki-laki terdiri dari uretra prostatika, uretra membranosa, dan uretra kavernosa. Uretra prostatika
23
saluran yang paling pendek dan paling dangkal. Uretra kavernosa merupakan saluran terpanjang dari uretra dengan panjang kira-kira 15 cm. Pada wanita, uretra terletak di belakang simfisis pubis berjalan miring sedikit kearah atas, panjangnya ± 3-4 cm. Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan uretra disini hanya sebagai saluran ekskresi. Uretra wanita jauh lebih pendek dari pada uretra laki-laki.
2.6 Fakor-Faktor Batu Saluran Kemih
Berdasarkan penelitian Haryanti (2006) tentang hubungan kesadahan air sumur dengan kejadian penyakit batu saluran kencing menemukan bahwa terbentuknya batu secara garis besar dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam individu sendiri yaitu umur, jenis kelamin, keturunan, atau riwayat keluarga. Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari lingkungan luar individu seperti kebiasaan minum dan makan. Sedangkan menurut Pearle dan Lotan (2011) faktor batu saluran kemih adalah sebagai berikut :
1. Umur
24
2. Jenis Kelamin
Batu saluran kemih biasanya terjadi pada pria dewasa dari pada wanita dewasa dengan perbandingan 3:1. Namun, saat ini terdapat perbedaan yang semakin sempit antara angka kejadian pada pria dengan wanita. Data dari Amerika menunjukkan bahwa meskipun angka kejadian dari tahun 1997-2002 terdapat peningkatan pada wanita sebesar 17%.
Kejadian batu saluran kemih berbeda antara laki-laki dan wanita. Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan. Tingginya kejadian batu saluran kemih pada laki-laki disebabkan oleh anatomis saluran kemih pada laki-laki yang lebih panjang dibandingkan perempuan, secara alamiah didalam air kemih laki-laki kadar kalsium lebih tinggi dibandingkan perempuan, dan pada air kemih perempuan kadar sitrat (inhibitor) lebih tinggi, laki-laki memiliki hormon testosterone yang dapat meningkatkan produksi oksalat endogen di hati adanya hormon estrogen pada perempuan yang mampu mencegah agregasi garam kalsium.
3. Riwayat Keluarga