• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ali audah dan metode penerjemahanya : analisis terjemahan buku abu bakar as-diqqiq karya M.husain haekal pada bab abu bakar pada masa nabi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ali audah dan metode penerjemahanya : analisis terjemahan buku abu bakar as-diqqiq karya M.husain haekal pada bab abu bakar pada masa nabi"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

ALI AUDAH DAN METODE PENERJEMAHANNYA

(Analisis Terjemahan BukuAbu Bakr As-Siddiq Karya M. Husain Haekal

pada BabAbu Bakr pada Masa Nabi)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Sastra

Oleh: VIRGINIA NIM: 103024027567

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

(2)

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 11 Februari 2011

(3)

iii

ALI AUDAH DAN METODE PENERJEMAHANNYA

(Analisis Terjemahan BukuAbu Bakr As-Siddiq Karya M. Husain Haekal

pada BabAbu Bakr pada Masa Nabi)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Sastra

Oleh:

Virginia NIM: 103024027567

Di Bawah Bimbingan

Karlina Helmanita, M.Ag. NIP: 19700121 199803 2002

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(4)

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul Ali Audah dan Metode Penerjemahannya (Analisis Terjemahan Buku Abu Bakr As-Siddiq Karya M. Husain Haekal pada Bab

Abu Bakr pada Masa Nabi) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 28 Februari 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S) pada Program Studi Tarjamah.

Jakarta, 28 Februari 2011

Sidang Munaqosyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Dr. H. Ahmad Saekhuddin, M.Ag. Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum. NIP: 1970050 200003 1003 NIP: 197912292005011004

Anggota,

Penguji Pembimbing

(5)

v

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Penulisan transliterasi huruf Arab-Latin dalam skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang disusun oleh Tim Penulis CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terbitan tahun 2007.

A. Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا

Tidak dilambangkan

ب

b be

ت

t te

ث

ts te dan es

ج

j je

ح

h ha dengan garis di bawah

خ

kh ka dan ha

د

d de

ذ

dz de dan zet

ر

r er

ز

z zet

س

s es

ش

sy es dan ye

ص

s es dengan garis di bawah

ض

d de dengan garis di bawah

ط

t te dengan garis di bawah
(6)

vi

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ع

Koma terbalik di atas hadap kanan

غ

gh ge dan ha

ف

f ef

ق

q ki

ك

k ka

ل

l el

م

m em

ن

n en

و

w we

ـ ﻫ

h ha

ء

´

apostrof

ي

y ye

B. Tanda Vokal

Tanda Vokal Arab (Tunggal) Tanda Vokal Latin Keterangan

ـ

َ

ـ

a fathah

ـ ِـ

i kasrah

ـ ُـ

u dammah

Tanda Vokal Arab (Rangkap) Tanda Vokal Latin Keterangan

ـ َـ

ي

ai a dan i

ـ َـ

(7)

vii

Tanda Vokal Arab (Panjang) Tanda Vokal Latin Keterangan

ﺎ ـ َـ

â a dengan topi di atas

ْﻲ ـ ِـ

î i dengan topi di atas

ْﻮ ـ ُـ

û u dengan topi di atas

C. PenulisanTa Marbûtah

1. Huruf ta marbûtah dialihaksarakan menjadi /h/, jika terdapat pada kata yang berdiri sendiri.

Kata Arab Alih Aksara

tarîqah

2. Huruf ta marbûtah dialihaksarakan menjadi /h/, jika diikuti oleh kata sifat (na’t).

Kata Arab Alih Aksara

al-jâmi’ah al-islâmiyyah

3. Hurufta marbûtah dialihaksarakan menjadi/t/, jika diikuti kata benda (ism).

Kata Arab Alih Aksara

(8)

viii

ABSTRAK

Nama : Virginia NIM : 103024027567

Judul : Ali Audah dan Metode Penerjemahannya (Analisis Terjemahan Buku Abu Bakr As-Siddiq Karya M. Husain Haekal pada BabAbu Bakr pada Masa Nabi)

Ali Audah merupakan penerjemah buku berbahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia. Dia memiliki kemampuan menerjemah yang sangat baik. Penerjemah kelahiran Bondowoso tahun 1924 ini, sejak kecil sangat gemar akan buku. Ia menghabiskan hari-harinya dengan membaca dan menulis. Karena memang ia tak pernah belajar di sebuah lembaga pendidikan, bahkan pesantren pun tidak. Ali Audah belajar secara mandiri-otodidak. Motivasinya hanya untuk mempelajari ilmu pengetahuan. Meskipun Ali Audah mempelajari penerjemahan secara otodidak saja, karya terjemahannya layak dibaca dan dikonsumsi khalayak pembaca. Salah satu karya terjemahan Ali Audah adalah bukuAbu Bakr As-Siddiq karya M. Husain Haekal.

Metode penerjemahan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia memiliki beberapa macam metode. Seperti metode penerjemahan semantik, adaptasi, bebas, kata perkata, komunikatif, harfiah, setia, dan idiomatik. Penelitian skripsi ini berusaha mengupas tentang metode penerjemahan apakah yang diterapkan Ali Audah dalam menerjemahkan buku Arab ke dalam bahasa Indonesia. Objek analisis skripsi ini adalah terjemahan buku Abu Bakr As-Siddiq Karya M. Husain Haekal pada Bab Abu Bakr pada Masa Nabi. Suatu karya terjemahan bisa diketahui metode penerjemahannya melalui karakter-karakter yang terdapat antara naskah asli yang berbahasa Arab dan hasil terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Analisis ini akan mengurai karakter metode penerjemahan yang terdapat pada hasil terjemahan bab Abu Bakr pada Masa Nabi.

(9)

ix

ABSTRACT

Name : Virginia NIM : 103024027567

Title : Ali Audah and Methods of Translation (Translation Analysis of Book Abu Bakr As-Siddiq by M. Husain Haekal in Chapter Abu Bakr in the Period of the Prophet)

Ali Audah is a translator of Arabic books into Indonesian. He has the ability to translate very well. Since his childhood, this translator birth in Bondowoso 1924 was very fond of going to books. He spent his days with reading and writing. For though he never studied at an educational institution, was not even a Islamic boarding school. Ali Audah independent learning and self-taught, his motivation

is only to study science. Ali Audah’s masterpiece of translation worth reading and consumed audience, although he learn self-taught translation only. One of the translations of his works is the bookAbu Bakr As-Siddiq by M. Husain Haekal.

Methods of translation from Arabic into Indonesian have several kinds of methods. Like the semantic translation methods, adaptation, free, word for word, communicative, literal, loyal, and idiomatic. The study tried to explore this thesis about translation methods are adopted for Ali Audah in translating Arabic books into Indonesian. Analyst object of this thesis is the translation of the book Abu Bakr As-Siddiq by M. Husain Haekal in chapter Abu Bakr in the Period of the Prophet. A translation work can be known method of translation through the characters contained between the original manuscript in Arabic and the translation in Indonesian. This analysis will parse the character translation methods contained in the translations chapterAbu Bakr in the Period of the Prophet.

In translating the chapter Abu Bakr in the Period of the Prophet, Ali Audah not just stick to one of the methods of translation only. There is several translation methods are often used by Ali Audah. That method was semantic, communicative, and free. Semantic and communicative translation is the translation which reproduces a common message, reasonable and natural. When the semantic translation is more focused on source language (SL), the emphasis is on communicative translation target language (TL). Translator used only free translation as a medium for presenting important additional information to be

(10)
(11)

xi

.

.

.

ﺎ ﻬ

ﺎ ﺒ ﻟ ﺎ ﻏ

.

ﻠ ﺻ

،

.

.

.

ﺘ ﻟ ﺔ ﻠ ﻴ ﺳ ﻮ ﻛ

ﻂ ﻘ ﻓ

.

؛

ﻞ ﻴ ﺜ ﲤ

ﺴ ﻴ ﻟ

؛

(12)

xii

MOTTO

THE UNLIMITED CLEVERNESS IS THE MOST VALUES OF

HUMAN S PROPERTY.

Kepintaran yang tak terhingga adalah harta manusia yang paling

berharga. )

I dedicated this thesis to

:

Allah SWT for the Opportunity to share the gift of knowledge with the

world, and Muhammad SAW for guiding me to the following people;

Mom and Dad you have been purest example of unconditional love,

wisdom, courage, and immeasurable strength throughout my

life-My older sister Yoselin and my younger brother Yugo Altora, thanks to

support me and always to be the nicest sister and lovely

brother-My best friends; Iera, Wel2, and Vinsky, I know you re will never let

anyone hurt me or take advantage of me. I know you will fight for me and I will

(13)

xiii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul, “Ali Audah dan Metode Penerjemahannya (Analisis Terjemahan Buku Abu Bakr As-Siddiq Karya M. Husain Haekal pada Bab Abu Bakr pada Masa Nabi)”.

Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan atas nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan suri tauladan terbaik bagi umat manusia, kepada keluarga, para sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesulitan yang penulis hadapi dalam menyelesaikan skripsi ini. Tugas akhir ini dapat terselesaikan berkat kontribusi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan penuh rasa hormat perkenankan penulis untuk mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada:

1. Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak. Dr. Abd. Wahid Hasyim M. Ag;

2. Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Adab dan Humaniora,

Bapak. Dr. R. Yani’ah, M.Ag;

(14)

xiv

4. Sekretaris Jurusan Tarjamah, Bapak Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum., yang juga merangkap sebagai dosen penguji pada Sidang Munaqasyah Skripsi; 5. Bapak Dr. H. Ahmad Ismakun Ilyas, MA., selaku dosen penguji pada Sidang

Munaqasyah Skripsi;

6. Ibu Karlina Helmanita, M.Ag., selaku dosen pembimbing dan seminar skripsi yang dengan sabar selalu memberikan arahan dan motivasi selama dalam proses penulisan skripsi ini, serta selalu meluangkan waktunya untuk membimbing penulis di sela-sela kesibukan dan aktivitasnya yang sedang melanjutkan studi S3,thank for your advice, passion and spirit;

7. Para Dosen dan seluruh staf Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan Tarjamah yang telah menghantarkan penulis, hingga dapat mengaplikasikan ilmu yang penulis terima selama ini;

8. Teruntuk Papa dan Mamaku tercinta, yang dengan tulus ikhlas memberikan kasih sayang dan dorongan baik moril maupun materil, serta doa dan perjuangannya yang tak pernah berujung demi keberhasilan dan kebahagiaan anak-anakmu.I’m extremely grateful to my parent;

9. Untuk kakakku Yoselin dan Adikku Yugo Altora, terima kasih atas semangat dan doa yang telah kalian panjatkan untuk penulis. Much love and thanks to both of you;

(15)

xv

11. Kepada Bapak Ali Audah selaku narasumber, terima kasih banyak telah meluangkan waktu untuk wawancara dan memberikan informasi seputar biografi dan dunia penerjemahan yang sangat menginspirasi penulis;

12. The spot of my heart, thanks for your continuing care and incredible support over all the years. To my friends at majoring of translation, Rome and Dje (no news is a good news), Rosyid, Sarqi, Faisal (thanks for the books), Dini, Cper, Nico, Najwa, Amigoz, Joni, Dewi, Setyo, Nanang, Hera, Azmi,

Fikrom…You are Irreplaceable;

13. Thanks to My De; for hearing my thoughts, understanding my hopes, sharing my dreams, and being my best friend. For filling my life with laughter and joy and loving me without end.

14. To my Boss dr. Steve, dr. Sharin and Mr. Yanto thanks for your kindness; yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis di sela-sela tanggung jawabnya untuk menyelesaikan tugas akhir ini. I promise!! I’ll be

focus in my jobs.

Jakarta, 28 Februari 2011

(16)

xvi

DAFTAR ISI

PEDOMAN TRANSLITERASI... i

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... ix

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian... 3

D. Metodologi Penelitian ... 3

E. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II: TERJEMAH DAN METODE PENERJEMAHAN A. Definisi Penerjemahan ... 7

B. Hakikat Penerjemahan ... 10

C. Metode Penerjemahan ... 14

D. Perangkat Penerjemahan ... 21

E. Ragam Penerjemahan ... 25

(17)

xvii

BAB III: ALI AUDAH DAN KARYA-KARYA TERJEMAHANNYA A. Profil Ali Audah ... 38 B. Karya-karya Terjemahan Ali Audah ... 43 C. Tehnik dan Seni Penerjemahan Ali Audah ... 46 D. Langkah-langkah Ali Audah dalam Proses Penerjemahan .... 53

BAB IV: ANALISIS PENERJEMAHAN ALI AUDAH DALAM BUKU

ABU BAKR AS-SIDDIQPADA BABABU BAKR PADA MASA

NABI

A. Metode Penerjemahan BukuAbu Bakr As-Siddiqpada Bab Abu Bakr pada Masa Nabi ... 56 B. Perangkat Penerjemahan Ali Audah ... 66 C. Ragam Penerjemahan Ali Audah ... 68

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ... 72 B. Saran dan Rekomendasi ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(18)

xviii

[image:18.598.114.527.82.472.2]

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penilaian Terjemahan Berdasarkan Kriteria Penerjemahan... 32

Tabel 2.2 Rambu-Rambu Penilaian Penerjemahan... 34

Tabel 3.1 Karya Asli Ali Audah... 44

Tabel 3.2 Karya Terjemahan Ali Audah (Arab-Indonesia)... 44

Tabel 3.3 Karya Terjemahan Ali Audah (Inggris-Indonesia) ... 45

Tabel 4.1 Metode Penerjemahan Semantik... 58

Tabel 4.2 Metode Penerjemahan Komunikatif ... 62

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di antara deretan penerjemah di tanah air, nama Ali Audah tentu bukanlah nama asing. Khususnya bagi mereka yang dekat dengan dunia penerjemahan. Penerjemah kelahiran Bondowoso tahun 1924 ini, sejak kecil sangat gemar akan buku. Ia menghabisknan hari-harinya dengan membaca dan menulis. Karena memang ia tak pernah belajar di sebuah lembaga pendidikan, bahkan pesantren pun tidak. Ali Audah belajar secara mandiri-otodidak, motivasinya hanya untuk mempelajari ilmu pengetahuan.

Ali Audah membaca semua jenis buku. Mulai dari buku pengetahuan agama, sejarah dunia, terutama sastra Indonesia. Dari sinilah ia merasa memiliki kelemahan, yaitu penguasaan bahasa asing. Padahal bahasa asing adalah satu-satunya alat untuk mempelajari karya-karya bermutu sekaliber dunia. Kemudian, Ali Audah menambah bacaan sastra, terutama sastra modern dan sastra Inggris. Ia juga mempelajari ilmu bahasa. Meskipun belajarnya tidak berstruktur, karena tidak memakai metodologi belajar. Justru dengan cara itu, ia menjadi tertantang untuk bisa menguasai hal tersebut.

Tahun 1950, Ali Audah pindah ke Jakarta. Di Jakarta ia semakin leluasa berburu buku-buku sastra karya pengarang pribumi. Ia sangat mengagumi sastrawan Nur Sutan Iskandar dan Sutan Takdir Ali Syahbana. Pada akhirnya,

(20)

ii

ikut mewarnai dunia sastra Indonesia”, kemudian timbul keinginan untuk menulis. Tulisannya baik cerpen maupun esai, mulai diterima di surat kabar dan majalah.

Ia pun mulai menerjemahkan karya sastra asing, meski pada awalnya Ali Audah menerjemahkan buku-buku sastra berbahasa Inggris. Namun kemudian, ia mulai menerjemahkan karya sastra Arab modern. Ini dilakukan karena pada saat itu penerjemahan dari Arab-Indonesia masih sangat sedikit. Ternyata pilihan Ali Audah untuk menerjemahkan teks Arab-Indonesia tidaklah keliru. Terbukti hingga saat ini karya-karya terjemahannya banyak dibaca orang. Bukan hanya itu, ia juga memiliki peran penting dalam perkembangan penerjemahan di Indonesia. Misalnya dalam organisasi, menjadi ketua Himpunan Penerjemah Indonesia (HPI), ketua Dewan Kesenian Jakarta, menjadi delegasi Indonesia dalam Konferensi Pengarang Asia-Afrika di Bagdad dan Konferensi UNESCO di Paris.1

Sebagai tokoh yang mempunyai banyak pengalaman, pengetahuan luas, dan peran yang cukup terhadap dunia penerjemahan. Tentu banyak hal positif yang dapat diambil darinya. Serta penting kiranya mengetahui sejauh mana kontribusi Ali Audah dalam dunia penerjemahan. Karena alasan tersebut, penulis tertarik untuk menuangkan dalam bentuk skripsi dengan judul, “Ali Audah dan Metode Penerjemahannya (Analisis Terjemahan Buku Abu Bakr As-Siddiq Karya M. Husain Haekal pada BabAbu Bakr pada Masa Nabi).”

1

(21)

iii B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, mengenai peran dan kiprah Ali Audah terhadap bidang penerjemahan. Penulis akan menfokuskan pada proses perjalanan karier Ali Audah sebagai penerjemah kontemporer. Serta pembahasan mengenai kontribusinya dalam dunia penerjemahan. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:

1. Bagaimana metode penerjemahan Ali Audah dalam bukuAbu Bakr As-Siddiq karya M. Husain Haekal pada babAbu Bakr pada Masa Nabi?

2. Bagaimana ragam penerjemahan dari terjemahan Ali Audah?

3. Apa perangkat penerjemahan yang digunakan Ali Audah dalam karya-karya terjemahannya?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui metode penerjemahan apa yang diterapkan Ali Audah dalam buku Abu Bakr As-Siddiq karya M. Husain Haekal pada bab Abu Bakr pada Masa Nabi.

2. Mengetahui ragam penerjemahan dari terjemahan Ali Audah.

(22)

iv D. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan terjemahan deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data terkait dengan masalah yang diteliti. Hal ini dilakukan untuk mengungkap fakta yang ada dan menemukan data-data baru. Kemudian, penulis mendeskripsikan masalah tersebut sesuai dengan data yang ada sehingga dapat mencapai maksud dan tujuan penelitian.2

Tentu saja, dalam pencarian data, penulis membaca dan mengkaji buku-buku yang mengupas tuntas mengenai penerjemahan, buku-buku gramatika Arab dan Indonesia, kamus ekabahasa dan dwibahasa, dan internet. Untuk mengetahui kontribusi Ali Audah dalam dunia penerjemahan, serta kelebihan dan kekurangan terjemahannya. Penulis melakukan analisis pada karya terjemahan Ali Audah, yaitu bukuAbu Bakr As-Siddiq karya M. Husain Haekal pada babAbu Bakr pada Masa Nabi. Kemudian melakukan wawancara dengan Ali Audah.

Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dan responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya-jawab dalam hubungan tatap-muka, hingga gerak dan mimik responden merupakan pola media yang melengkapi kata-kata secara verbal. Karena itu, wawancara tidak hanya menangkap pemahaman, tetapi juga dapat menangkap perasaan, emosi, motif, yang dimiliki oleh responden.3

Saat wawancara, penulis mempersiapkan daftar pertanyaan. Wawancara dibuka dengan perkenalan dan diciptakan situasi yang kondusif, kemudian

2

Burhan Bungin,Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta:Raja Grafindo Persada,2007),h.11

3

(23)

v

pertanyaan-pertanyaan diajukan baik terstruktur maupun tidak terstruktur. Ketika proses tanya-jawab, penulis selain bertanya juga menyimpulkan pernyataan-pernyataan dari responden yang kemudian disusunlah catatan lengkap dan terperinci sebagai hasil wawancara.

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan kajian pustaka (library research) untuk mencari informasi mengenai: definisi penerjemahan, ragam atau jenis penerjemahan, hakikat penerjemahan, perangkat penerjemahan, metode serta teori-teori penerjemahan, yang tertulis dalam Bab II dan Bab III. Kemudian peneliti juga melakukan penelitian lapangan (field research), untuk menggali informasi mengenai riwayat hidup Ali Audah, perjalanan karier Ali Audah dalam dunia penerjemahan, karya-karya Ali Audah, dan metode penerjemahannya. Data-data yang diperoleh melalui penelitian lapangan yang dilakukan dalam bentuk wawancara, menjadi acuan dalam penulisan Bab III dan Bab IV. Standar dan teknik penulisan skripsi ini adalah buku, Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang diterbitkan, CeQDA, 2007.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini penulis bagi dalam lima bab, sebagai berikut:

(24)

vi

BAB II: Terjemahan dan Metode Penerjemahan, meliputi definisi penerjemahan, hakikat penerjemahan, metode penerjemahan, perangkat penerjemahan, ragam penerjemahan, dan penilaian terjemahan.

BAB III : Ali Audah dan karya-karya terjemahannya, meliputi biografi Ali Audah, tehnik dan seni penerjemahan Ali audah, langkah-langkah Ali Audah dalam proses penerjemahan, karya-karya terjemahan Ali Audah.

BAB IV: Analisis terhadap terjemahan Ali Audah dalam buku Abu Bakr As-Siddiq karya M. Husain Haekal pada bab Abu Bakr pada Masa Nabi, meliputi metode penejemahan buku Abu Bakr As-Siddiq karya M. Husain Haekal pada bab Abu Bakr pada Masa Nabi, perangkat penerjemahan Ali Audah, dan ragam dari terjemahan Ali Audah.

BAB V: Penutup, meliputi kesimpulan, saran dan rekomendasi. DAFTAR PUSTAKA

(25)

vii

BAB II

TERJEMAH DAN METODE PENERJEMAHAN

A. Definisi Penerjemahan

Penerjemahan menurut bahasa adalah penafsiran. Sedangkan menurut istilah, penerjemahan adalah proses pemindahan atau penyalinan gagasan, ide, pikiran, pesan atau informasi lainnya dalam suatu bahasa ke dalam bahasa lain.

Al-Munjid fî Al-Lughah wa Al-‘Alâm edisi 1986.4

Dalam Al-Mu‘jam Al-‘Arabî al-Asâsî li al-Nâtiqîn bi Al-‘Arabiyah wa

Muta‘âlimîhâ,5 penerjemahan adalah; menerangkan, menjelaskan, dan

menafsirkan, yaitu mengalihkan ide, pesan, makna, dan maksud dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran.

Dalam Kamus Besar Bahas Indonesia, arti terjemah yaitu menyalin (memindahkan) dari satu bahasa ke bahasa lain, atau mengalih-bahasakan. Sedangkan terjemahan berarti salinan bahasa ke bahasa lain.6

Harimurti Kridalaksana mendefinisikan penerjemahan sebagai berikut: menerjemahkan adalah memindahkan suatu amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan, pertama-tama; mengungkapkan maknanya dan, kedua; mengungkapkan gaya bahasanya.7 Sementara Doster mendefinisikan terjemah

sebagai: “memindahkan arti suatu teks dalam suatu bahasa ke dalam bahasa lain.”

4

Louis Ma’luf,al-Munjid fî al-Lughah wa al-A‘lam, (Beirut: Dâr al-Masyriq, 1986), h. 60.

5

Ali al-Qasimi, Al-Mu‘jam Al-‘Arabî al-Asâsî li al-Nâtiqîn bi Al-‘Arabiyah wa Muta‘âlimîhâ, (Larus: al-Munazamah al-‘Arabiyah li al-Tarbiyah al-Tsaqafah wa ‘Ulûm, 1988), h. 196.

6

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

(Jakarta: Gramedia, 2008), h. 1047.

7

(26)

viii

Ia juga mengatakan bahwa terjemah adalah cabang linguistik terapan yang secara khusus berurusan dengan masalah pemindahan makna dari suatu simbol bahasa ke dalam simbol bahasa yang lain. Sedangkan seorang penerjemah kontemporer yang bernama Oetinger mengatakan bahwa terjemah adalah pemindahan simbol, yaitu pemindahan tanda atau representasi (bahasa) ke dalam tanda atau representasi yang lain.8

Catford dan Newmark, seperti dikutip Machali, menggunakan pendekatan kebahasaan dalam melihat kegiatan penerjemahan. Catford mendefinisikan penerjemahan sebagai:“the replacement of textual material in one language (SL)

by equivalent textual material in another language (TL).” Mengganti bahan teks dalam bahasa sumber dengan bahan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran. Newmark juga memberikan definisi serupa, namun lebih jelas lagi“rendering the

meaning of text into another language in the way that the author intended the text” menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan yang dimaksudkan pengarang.9

Sebagaimana yang dikutip oleh Zuchridin Suryawinata dalam buku, Terjemahan: Pengantar Teori dan Praktek, bahwa definisi penerjemahan menurut Eugne A.Nida & Charles R.Taber adalah “Translating consists of reproducing in

the receptor language the closest natural equivalent of the source language

message, first in terms of meaning and secondly in terms of style.” Penerjemahan adalah usaha mereproduksi pesan dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan equivalensi alami yang semirip mungkin, pertama-tama dalam makna dan

8

Ali al-Qasimi, ‘Ilmu al-Lughat wa al-Sina’at al-Mu’jamiyat, (al-Mamlakat al-Arabiyat al-Su’udiyat: Jami’at al-Malik Su’ud, 1991), h. 90.

9

(27)

ix

kemudian dalam gaya bahasanya.10 Dalam definisinya terdapat beberapa unsur penting yang perlu diperhatikan yaitu (1) reproduksi pesan, (2) equivalensi, (3) makna, dan (4) gaya bahasa. Nida & Taber menggunakan istilah reproduksi yang bersifat praktis. Keempat butir penting di dalam definisi Nida & Taber merupakan unsur-unsur pokok dalam konsep penerjemahan yang baru.

Muhammad Najib, secara lebih khusus menegaskan bahwa, “tarjamah adalah tafsir”. Ungkapan ini menyugestikan bahwa seorang penerjemah adalah

seorang penafsir, karena itu penerjemah adalah orang yang bertanggung jawab untuk memahami suatu teks dalam bahasa sumber sekaligus menyuguhkannya kepada pembaca yang menggunakan bahasa sasaran. Jadi tugas penerjemah adalah memahami sekaligus memahamkan.11

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa penerjemahan secara umum, adalah memindahkan gagasan, ide atau pikiran dari satu bahasa (disebut bahasa sumber atau bahasa asli atausource language atauLughah al-Manqûl minhâ atau al-Lughah al-Matn) ke dalam bahasa lain (disebut bahasa sasaran atau bahasa penerima atau target language atau al-Lughah al-Manqûl ilaihâ ataual-Lughah al-Syarh).

10

Zuchridin Suryawinata, Terjemahan: Pengantar Teori dan Praktek, (Malang: IKIP, 1989), h. 2.

11

(28)

x B. Hakikat Penerjemahan

Penerjemahan merupakan hakikat kentalan dikotomi atau kentalan dwibelah yakni, proses dan hasil atau analisis dan sintesis. Penerjemahan sebagai proses kegiatan manusia di bidang bahasa disebut analisis yang hasilnya merupakan teks terjemahan disebut sintesis. Analisis dan sintesis tak terpisahkan satu sama lain, karena kehadiran sintesis dalam proses penerjemahan dipicu oleh adanya analisis.12

Dalam mempersiapkan teks bahasa sumber pada analisis untuk disampaikan ke sintesis, penerjemah akan terbentur pada kesulitan bahasa disebabkan oleh adanya perbedaan-perbedaan sarana leksikal, gramatikal, dan stilistik kedua bahasa. Tetapi hal itu tidak perlu dikhawatirkan, karena teks bahasa pada bahasa sumber yang tidak bisa disampaikan dengan menggunakan sarana gramatikal ke dalam teks bahasa sasaran, bisa disampaikan dengan bantuan sarana leksikal. Begitu pula halnya dengan sarana stilistik, nuansa stilistik dalam teks bahasa sumber tidak harus sama disampaikan ke dalam teks bahasa sasaran, justru yang harus sama adalah efek stilistiknya (efek humoristik, efek hinaan, efek ironis, efek metaforis, dan lain-lain.13

Seperti yang dikatakan G. Jager seorang ilmuwan bahasa dari Jerman, bahwa hakikat penerjemahan adalah transformasi teks dari satu bahasa ke bahasa lain tanpa mengubah isi teks asli. Jadi, penerjemahan adalah jenis transformasi antarbahasa yang disebut pula transformasi penerjemahan. Transformasi penerjemahan merupakan hubungan riil yang ada antarteks dalam berbagai

12

Solihen Moentaha,Bahasa dan Penerjemahan, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2006), h. 9.

13

(29)

xi

bahasa. Bahasa yang sifatnya arbriter menjadikan realitas bahasa adalah kenyataan yang dinamis dan kompleks, sebagaimana kompleksnya realitas manusia dengan segala hal yang dipikirkan dan rasakan. Realitas bahasa tidak dapat dibatasi oleh rumus-rumus dan konsep-konsep. Karena bahasa juga memiliki potensi untuk berkembang dan berubah, sejalan dengan realitas pikiran dan perasaan manusia. Meskipun demikian, setiap satuan bahasa dalam setiap bahasa mengandung dua tingkat (level): (1) tingkat pengungkapan (level of expression), (2) tingkat isi (level of content).14

Pada hakikatnya, esensi terjemahan itu terletak pada makna dalam dua bahasa yang berbeda. Oleh karena itu, Juliana House, seperti dikutip Hanafi menjelaskan bahwa makna yang beraspek semantik erat kaitanya dengan makna denotatif, yaitu makna yang terdapat dalam kamus (makna leksikal) dan makna yang beraspek pragmatik berkaitan dengan makna yang berarti kiasan.15

Sebagian praktisi penerjemahan, ada yang mengatakan hakikat dari penerjemahan adalah ilmu praktis, sedangkan yang lain mengatakan penerjemahan adalah seni. Penerjemahan dikatakan ilmu dan dapat dikatakan seni, karena penerjemahan adalah pekerjaan yang melibatkan sekumpulan teori atau ilmu, tetapi kemampuan menerjemahkan dengan baik adalah seni. Seperti penyataan Paulinus Soge, penerjemahan sangat tergantung pada rasa kebahasaan seseorang. Rasa bahasa ini berbeda pada satu individu dengan individu lainnya.

14

Solihen Moentaha,Bahasa dan Penerjemahan, h. 11.

15

(30)

xii

Menerjemah disebut ilmu ketika dikaji teori-teorinya, dan disebut seni ketika dipraktikan.16

Terjemah adalah seni, karena di dalamnya ada hubungan yang sangat kuat antara bahasa penerjemah dan rasa bahasa penulis teks asli. Rasa adalah wilayah

seni dan juga sastra, bukan wilayah ilmu. “Terjemah itu seni” adalah pendapat

Cary yang merupakan penerjemah berpengalaman dan produktif dalam menerjemahkan karya-karya sastra. Menurutnya, penerjemah adalah seorang seniman. Karena itu, di samping harus mampu memahami teks, ia juga harus memiliki jiwa seni. Karena bahasa bukan sekedar kata-kata tanpa nyawa.17

Namun di samping itu semua, penerjemah tidak mungkin mengabaikan metode dan pedoman atau petunjuk-petunjuk; yang semuanya itu merupakan bagian dari cara kerja ilmu. Selain menggunakan rasa, terjemah adalah pemahaman terhadap suatu teks (bahasa sumber) dan dialihkan dalam bahasa lain (bahasa sasaran). Pemahaman bisa benar bisa salah, ini adalah ciri dan sifat dari ilmu. Jumplet adalah tokoh penerjemah yang banyak menerjemahkan karya-karya ilmiah dan dokumen-dokumen teknik. Ia mengatakan bahwa penerjemahan adalah ilmu.18

Ahmad Muqit mengatakan bahwa penerjemah adalah bagian dari linguistik umum. Karena dalam menerjemah, seorang penerjemah tidak mungkin lepas dari beberapa hal yang menjadi kajian linguistik. Pada tingkat kata (mufradât) penerjemah harus memperhatikan konsep-konsep polisemi (ta’adud

16

Paulinus Soge, Menerjemahkan Teks Bahasa Inggris Ilmiah Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Universitas Atmajaya, 1990), h. 5.

17

M. Rudolf Nababan, Teori Menerjemah Bahasa Inggris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), h. 12.

18

(31)

xiii

al-Ma’na), sinonim (tarâduf), antonim (ad-diddu), intransitif (lâzim), dan transitif (muta’addi). Sementara dalam level kalimat (jumlah), seorang penerjemah harus mampu memahami dan membedakan antara kalimat utama dan kalimat penjelas (baik bahasa sumber dan bahasa sasaran), sehingga ia mampu menerjemahkan dengan tepat.19

Berdasarkan gambaran di atas, dapat dilihat bahwa perbedaan pandangan tentang hakikat menerjemah sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan sudut pandang masing-masing orang yang mendefinisikannya. Tidak ada pendapat yang benar dan salah. Semuanya logis dan beralasan. Namun hal yang penting dari semua segi yang dibahas di sini adalah hasil akhir yang disajikan oleh penerjemah. Oleh karena itu, hasil penerjemahan yang baik adalah terjemahan yang benar-benar mampu memotret target makna dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Seluruh satuan makna di dalam teks sumber seolah-olah teralih secara sempurna ke dalam bahasa sasaran. Terjemahan juga harus proporsional dan wajar.20

19

Ahmad Muqit, ‘Ilm al-Lughah wa al-Tarjamah: Musykilậ t Dilâliyah fî al-Tarjamah min al-‘Arabiyah ila al-Injliziyah, (Alepo: Dâr al-Qalam al-‘Araby, 1997), h. 195.

20

(32)

xiv C. Metode Penerjemahan

Diagram– V

Dalam diagram V, Newmark membagi metode penerjemahanya menjadi dua bagian yang saling berkaitan, yaitu; metode penerjemahan yang berbeda pada tingkat linguistik penulis dan metode penerjemahan yang berada pada tingkat linguistik pembaca. Pada diagram V, metode penerjemahan yang cenderung ke Bsu berada di sebelah kiri. Sedangkan yang di sebelah kanan adalah metode penerjemahan yang lebih menitik-beratkan pada Bsa. Metode penerjemahan Newmark dinamakan diagram V karena, semakin mengerucut jarak yang dihubungkan oleh garis putus-putus baik dari kiri ke kanan atau sebaliknya, maka akan semakin baik terjemahan yang dihasilkan. Berikut pengertian dari delapan metode penerjemahan yang dikemukakan oleh Newmark:21

21

M. Syarif H,Teori dan Permasalahan Penerjemahan, (Jakarta: 2007), h. 18-19.

Bsa Bsu

Adaptasi (5) (1) Kata Perkata

Bebas (6) (2) Harfiah

Idiomatik (7) (3) Setia

(33)

xv

1. Penerjemahan kata demi kata (word-for-word translation)

Penerjemahan kata perkata disebut juga interlinear translation, yaitu susunan kata Bsu dipertahankan dan kata-kata diterjemahkan satu persatu dengan makna yang paling umum, di luar konteks. Tujuan utama metode ini adalah untuk memahami mekanisme Bsu dengan baik maupun untuk menganalisis teks yang sulit sebagai proses penerjemahan.

2. Penerjemahan harfiah (literal translation)

Dengan menggunakan metode harfiah, konstruksi gramatikal Bsu dikonversikan ke padanan Bsa yang paling dekat tetapi kata-kata leksikal masih diterjemahkan kata perkata, di luar konteks. Sebagai proses pra penerjemahan, metode ini dapat membantu penerjemah melihat masalah yang harus diatasi. Untuk menghindari kesalah-pahaman dan membingungkan pembaca Bsa, hendaknya penerjemah memberikan catatan kaki.

3. Penerjemahan setia (faithful translation)

(34)

xvi

4. Penerjemahan semantik (semantic translation)

Perbedaan antara penerjemahan setia dengan penerjemahan semantik adalah bahwa metode penerjemahan setia lebih kaku dan tidak berkompromi dengan kaidah, sedangkan metode penerjemahan semantik lebih luwes. Begitu pula metode ini sangat mempertimbangkan unsur estetika Bsu dengan mengkompromikan makna selama masih dalam batas wajar.

5. Penerjemahan adaptasi (adaptation translation)

Metode ini disebut pula metode penerjemahan saduran. Metode ini

merupakan bentuk penerjemahan “paling bebas”. Pada umumnya jenis ini

dipakai pada penerjemahan drama atau puisi yang di mana tema, karakter, dan plot dipertahankan. Tetapi dalam penerjemahannya terjadi peralihan budaya Bsu ke budaya Bsa, dan teks aslinya ditulis kembali serta diadaptasi ke dalam Bsa.

6. Penerjemahan bebas (free translation)

(35)

xvii

7. Penerjemahan idiomatik (idiomatic translation)

Metode ini bertujuan mereproduksi pesan dalam teks Bsu, tetapi sering dengan menggunakan pesan keakraban dengan ungkapan idiomatik yang tidak didapati pada versi aslinya. Dengan demikian, banyak terjadi distorsi nuansa makna. Beberapa pakar penerjemah sekaliber dunia seperti Seleskovitch, misalnya, menyukai metode penerjemahan ini, yang diangggapnya “hidup” dan “alami (dalam arti akrab)”.

8. Penerjemahan komunikatif (communicative translation)

Berupa penerjemahan yang memberikan makna kontekstual Bsu yang tepat sedemikian rupa, sehingga isi dan bahasanya dapat diterima dan dimengerti oleh pembaca Bsa. Menurut Machali, metode ini sesuai dengan namanya, memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi, yaitu khalayak pembaca dan tujuan penerjemahan. Maka melalui metode ini suatu versi Tsu dapat diterjemahkan dalam beberapa versi Tsa, sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut di atas.

(36)

xviii

bahasanya terasa kaku, alami ataukah tidak. Dengan demikian, penerjemah dapat memilih metode yang sesuai dengan keinginan terjemahannya.

Menurut Newmark, hanya metode semantik dan komunikatiflah yang dapat memenuhi tujuan utama penerjemahan, yaitu keakuratan dan keekonomisan. Pada umumnya, menurut Newmark, penerjemahan semantik digunakan untuk menerjemahkan teks-teks ekspresif, sedangkan penerjemahan komunikatif untuk teks-teks vokatif dan informatif.

Untuk memudahkan pendefinisian metode penerjemahan yang digunakan Ali Audah, penulis menyuguhkan karakteristik-karakteristik metode penerjemahan Newmark yang dikutip dari buku diktat, Teori dan Permasalahan Penerjemahan, yang disusun oleh Moch. Syarif Hidayatullah.22

Terjemahan kata demi kata

1. Kata-kata Tsa langsung diletakan di bawah versi Tsu. 2. Kata-kata dalam Tsu diterjemahkan di luar konteks. 3. Kata-kata yang bersifat cultural diterjemahkan apa adanya.

4. Digunakan untuk penerjemahan (analisis dan tahap pengalihan) untuk Tsu yang sukar dipahami.

Terjemahan harfiah

1. Konstruksi gramatikal Tsu dicarikan padanannya yang terdekat dalam Tsa. 2. Penerjemahan kata-kata Tsu masih dilakukan terpisah dari konteks.

3. Biasanya digunakan pada tahap awal (pengalihan)

22

(37)

xix Terjemahan setia

1. Mereproduksi makna kontekstual, tetapi masih dibatasi oleh struktur gramatikalnya.

2. Kata-kata yang bermuatan budaya dialih bahasakan, tetapi penyimpangan dari segi tata bahasa dan diksi masih tetap dibiarkan.

3. Berpegang teguh pada maksud dan tujuan Tsu, sehingga agak kaku dan terasa asing.

4. Tidak berkompromi dengan kaidah Tsa. 5. Pada tahap awal pengalihan.

Terjemahan semantis

1. Lebih luwes dan lebih fleksibel dari penerjemahan setia.

2. Mempertimbangkan unsur estetika Tsu dengan mengkompromikan makna selama masih dalam batas wajar.

3. Kata yang hanya sedikit bermuatan budaya diterjemahkan dengan kata yang netral atau istilah fungsional.

Terjemahan adaptasi

1. Paling bebas dan paling dekat dengan Bsa

2. Tidak mengorbankan hal-hal penting dalam Tsu, seperti tema, karakter, atau alur.

3. Digunakan untuk penerjemahan drama, puisi, atau film. 4. Terjadi peralihan budaya Tsu ke budaya Tsa.

(38)

xx Terjemahan bebas

1. Mengutamakan isi dan mengorbankan bentuk Bsu.

2. Biasanya berbentuk paraphrase yang dapat lebih panjang atau pendek dari aslinya.

3. Untuk keperluan media massa.

4. Bentuk retorik (seperti alur) atau bentuk kalimatnya sudah berubah sama sekali.

5. Terjadi perubahan drastis.

6. Diragukan sebagai kerja penerjemahan (karena menggunakan bahasa yang bersangkutan).

Terjemahan idiomatis

a. Mereproduksi pesan dalam teks Bsu.

b. Sering menggunakan kesan keakraban dan ungkapan idiomatik yang tidak didapati pada versi aslinya.

c. Banyak terjadi distorsi nuansa makna. d. Lebih hidup dan lebih terasa nyaman dibaca. Terjemahan komunikatif

1. Mereproduksi makna kontekstual yang demikian rupa.

2. Aspek kebahasan dan aspek isi lansung dapat langsung dapat dimengerti oleh pembaca.

3. Memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi (pembaca dan tujuan penerjemahan).

(39)

xxi D. Perangkat Penerjemahan

Ada dua jenis perangkat yang lazim digunakan oleh penerjemah dalam proses penerjemahan. Yaitu perangkat intelektual dan perangkat praktis. Perangkat intelektual mencakup: (a) kemampuan yang baik dalam bahasa sumber; (b) kemampuan yang baik dalam bahasa sasaran; (c) pengetahuan mengenai pokok masalah yang diterjemahkan; (d) penerapan pengetahuan yang dimiliki; (e) keterampilan.23

a. Perangkat intelektual mengenai kemampuan yang baik dalam bahasa adalah penerjemah hendaknya memiliki kemampuan untuk memahami teks sumber, baik secara linguistik maupun material. Secara linguistik maksudnya, bahwa bahasa Arab yang digunakan dalam teks sumber adalah relatif mudah bagi ukuran kemampuan bahasa penerjemah. Sedangkan secara material, tema bahasan dari teks sumber hendaknya bukan hal yang asing bagi penerjemah. Idealnya, penerjemah teks filsafat adalah orang yang berkompeten di bidang filsafat atau setidaknya memiliki minat yang cukup besar terhadapnya.24

b. Kemampuan yang baik dalam bahasa sasaran harus dimiliki oleh penerjemah karena terjemahan yang baik tidak hanya mentransfer pesan, namun juga seluruh teks sebagai totalitas. Meskipun dalam realitas, bahasa Arab tidak dapat diterjemahkan secara sempurna ke dalam bahasa Indonesia. Sekalipun mentransfer totalitas teks adalah mustahil, penerjemah harus tetap semaksimal mungkin berusaha mencari padanan dalam bahasa sasaran, baik dari aspek pesan, bentuk-bentuk linguistik, emosi penulis, suasana teks dan lain-lain. Di

23

Machali,Pedoman Bagi Penerjemah, h. 11.

24

(40)

xxii

sinilah kemampuan diksi penerjemah diuji. Sebab, satuan makna teks sumber tidak secara otomatis dapat ditemukan padanannya secara efektif dalam bahasa sasaran. Oleh karena itu, penerjemah harus pandai dan mampu dalam memilih padanan di dalam bahasa sasaran. Kemampuan ini bisa didapat dengan, membolak-balik susunan kata dalam kalimat bahasa sasaran, memberi tekanan, mengurangi keluasan makna, atau meluaskannya. Kemampuan seperti ini harus dibangun terus seolah-olah menjadi bagian dari dirinya.25

c. Begitu pula dalam hal pengetahuan mengenai pokok masalah yang diterjemahkan. Ini berarti, kerja terjemah terkait erat dan secara langsung dengan dunia ilmiah. Oleh karena itu, penerjemah sebaiknya memiliki wawasan dan pengetahuan yang cukup tentang materi atau pokok masalah dalam buku yang hendak diterjemahkan. Penerjemah yang sama sekali asing dengan materi yang diterjemahkan akan banyak menghadapi kesulitan. Sekalipun ia bukan orang yang berkompeten di bidang itu, penerjemah sangat perlu memperluas dan memperdalam pemahamannya perihal tema-tema dan materi terjemahannya.

d. Keterampilan adalah adanya ketertarikan antara kerja terjemah dengan pengalaman. Orang yang memiliki potensi bahasa Arab dan keterampilan menulis dalam bahasa Indonesia yang sangat baik, tidak dengan sendirinya mampu melakukan penerjemahan teks-teks Arab ke dalam bahasa Indonesia secara optimal. Pengalaman dan jam terbangnya dalam menerjemah juga sangat menentukan kemampuannya melakukan aktivitas yang dapat dilatih dan memang memerlukan latihan-latihan. Semakin banyak berlatih, maka

25

(41)

xxiii

penerjemah akan semakin terampil dan akan semakin mudah menghadapi serta memecahkan persoalan-persoalan dalam menjalankan aktivitas penerjemahan.26

Perangkat praktis mencakup: kemampuan menggunakan sumber-sumber rujukan, baik yang berbentuk kamus umum dua-bahasa, kamus umum satu-bahasa, kamus sinonim-antonim, kamus bahasa slank (a’miyah), kamus idiom, kamus-kamus khusus (seperti kamus filsafat, kamus ekonomi, kamus peribahasa), kamus ensiklopedi, serta buku-buku tentang kaidah kebahasaan. Juga sarana teknis, seperti komputer juga alat-alat pembantu yang lain.

Dalam hal ini, perangkat praktis yang berupa kemampuan mengenali konteks suatu teks dalam penerjemahan adalah persoalan yang paling krusial untuk dijelaskan dan diilustrasikan. Banyak orang berbicara bahwa,

“menerjemahkan itu harus sesuai dengan konteksnya.” Konteks secara sederhana dapat dimengerti sebagai sesuatu yang menyertai sebuah teks. Suku katacon pada

kata context memiliki arti “persekutuan” dantext berarti “rajutan” atau “jaringan”.

Pengertian teks di sini bukan hanya sebagai suatu kesatuan teks utuh, namun juga bagian-bagian teks yang di dalamnya telah mengandung satuan-satuan makna. Atau dengan katagori lain, sesuatu yang menyertai teks (konteks) dapat dibagi menjadi dua: (1) konteks linguistik dan (2) konteks nonlinguistik. Konteks linguistik adalah segala sesuatu yang terkait dengan kebahasaan teks, sedangkan teks nonlinguistik adalah segala sesuatu yang menyertai teks di luar aspek

26

(42)

xxiv

kebahasaan teks yang disebut juga cotext. Antara lain mencakup budaya, historisitas, ideology, dan kondisi sosial-politik.27

Dalam proses penerjemahan selayaknya, kejujuran dan amanah merupakan karakter yang harus dimiliki oleh seorang penerjemah. Penerjemah tidak dibenarkan memasukkan ide atau gagasannya sendiri ke dalam teks terjemahan. Demikian pula sebaliknya, ia tidak boleh membuang atau menghilangkan pikiran pengarang, betapapun sedikitnya. Sedangkan amanah berarti menuntut penerjemah untuk menyalin teks bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, baik ruh, arti, maupun gaya berekspresi. Amanah bukan berarti menuntut penerjemahan harfiah yang ekstra ketat. Karena penerjemahan harfiah hanya sebatas memberikan padanan arti suatu kata dalam bahasa tertentu ke bahasa lain.28

Selain itu, kesabaran merupakan modal yang dibutuhkan oleh penerjemah. Ini karena menerjemah bukanlah pekerjaan yang mudah dan bisa dikerjakan dalam waktu singkat. Untuk menghasilkan karya-karya terjemahan yang bermutu diperlukan banyak latihan. Kesabaran juga dibutuhkan karena penerjemah seringkali dituntut membuka berbagai kamus dan berbagai buku rujukan lainnya. Ini dilakukan untuk menemukan padanan yang pas bagi suatu kata atau istilah tertentu.

27

Burdah,Menjadi Penerjemah., h. 105-106.

28

(43)

xxv E. Ragam Terjemahan

Terjemah berdasarkan bentuknya menjadi tiga macam;29

Pertama, terjemah interbahasa (interlanguage translation). Disebut juga siyâghat bi al-Fâdz ukhra (mengungkapkan kalimat dengan redaksi yang berbeda). Yaitu menjelaskan kata-kata dalam suatu bahasa dengan kata-kata

berbeda dalam bahasa yang sama. Seperti menerjemahkan kata “keras” dengan

padat, kuat atau tak mudah pecah.

Kedua, terjemah antarbahasa. Disebut juga dengan terjemah hakiki. Yaitu menjelaskan kata-kata atau simbol-simbol bahasa dengan simbol lain dari bahasa

yang berbeda. Seperti menerjemah kata “sterilize” dengan

:

:

:

.

Menerjemahkan kata dengan “pro dan kontra”.30

Ketiga, terjemah antarsimbol atau transferensi. Yaitu menerjemahkan simbol bahasa yang berupa kata-kata dengan simbol lain. Seperti menerjemahkan

kata “kepala”, “mata”, “pedang” dengan menyuguhkan gambar-gambar kepala, mata, pedang.31

Menurut Brislin, seperti yang dikutip Sudiati, Terjemahan dapat dikategorikan dalam berbagai ragam: (1) dengan melihat tujuan penerjemahan, (2)

29

Ali al-Qasimi, ‘Ilmu al-Lughah wa al-Sinâ‘ah al-Mu‘jamiyah, (Mamlakah al-Arabiyah al-Su‘ûdiyah: Jậ mi’ah al-Malik Su’ud, 1991), h. 90.

30

Ahmad Izzan,Kamus Politik dan Diplomasi, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2007), h. 297.

31

(44)

xxvi

hasil akhir penerjemahan, (3) materi yang diterjemahkan, dan (4) cara penerjemahan.32

1. Penerjemahan menurut tujuannya: (a) penerjemahan pragmatis, yaitu penerjemahan yang mementingkan ketepatan (accuracy) misalnya; penerjemahan dokumen-dokumen teknik. (b) penerjemahan estetis puitis yang mengutamakan emosi, perasaan, dan dampak afektif. Seperti; penerjemahan puisi. (c) penerjemahan etnografis adalah terjemahan yang menjelaskan secara lengkap konteks kebudayaan bahasa sumber dan bahasa sasaran. Seperti, aspek sosial budaya Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. (d) penerjemahan linguistik yang mengutamakan equivalensi kebahasaan dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran.

2. Terjemahan dilihat dari hasil akhir penerjemahannya:

(a) Tingkat kesetiaan terjemahan terhadap teks aslinya dalam bahasa sumber, seperti; penerjemahan harfiah yaitu penerjemahan yang mengutamakan kesetiaan kata demi kata dalam teks aslinya. Kesetiaan dapat dilihat dari ketaatan penerjemah terhadap aspek tatabahasa teks sumber. Seperti, urutan-urutan bahasa, bentuk frase, bentuk kalimat. Akibat dari penerjemahan harfiah adalah hasil terjemahannya menjadi kaku dan sangat janggal bagi pembaca bahasa sasaran. Padahal, keduanya memiliki perbadaan yang mendasar. Hasilnya menjadi bahasa Indonesia yang bergramatika bahasa Arab dan sangat jangal untuk dibaca penutur bahasa sasaran.33

32

Vero Sudiati dan Aloys Widyamartaya, Panggilan Menjadi Penerjemah, (Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2005), h. 17.

33

(45)

xxvii

(b) Penerjemahan yang tingkat kesetiaannya 60-70% terhadap teks aslinya. Terjemahan ini disebut penerjemahan bebas karena tidak memedulikan aturan tatabahasa dari bahasa sumber. Orientasi dari penerjemahan bebas adalah pemindahan makna. Penerjemahan ini biasa digunakan pada penerjemahan di antara dua bahasa yang memiliki perbedaan tatabahasa yang cukup signikan. Seperti penerjemahan teks-teks novel Arab ke dalam teks Indonesia.34

(c) Penerjemahan saduran merupakan hasil terjemahan bebas yang mementingkan pesan, tetapi mengungkapkannya dengan kata-kata sendiri. Ada dua alasan dilakukannya penerjemahan saduran; (1) karena harus disesuaikan dengan jenis medianya: misalnya musik, puisi, drama, dan film. (2) karena pandangan penerjemah mengenai apa yang dianggapnya paling penting dari pembaca atau pendengar terjemahan. Misalnya; terjemahan karya sastra seperti puisi dan drama dengan menekankan bentuk-bentuk puisi, konotasi emotif, dan gaya bahasa. Contoh penerjemahan saduran adalah; terjemahan faktual (pragmatic translation) yang mengutamakan ketepatan penganalisaan fakta, khususnya dalam bidang niaga dan teknologi. Serta parafrasis (paraphrase) bertujuan untuk mempopulerkan isi bahasa sumber dalam bahasa yang hidup dan mudah dimengerti oleh pembaca terjemahan.35

34

Suryawinata,Terjemahan: Pengantar, h. 4.

35

(46)

xxviii

(d) Penerjemahan dinamis yaitu penerjemahan mencari padanan atau equivalensi yang sedekat mungkin dengan teks aslinya dalam bahasa sumber. Penerjemahan ini menekankan pada aspek padanan yang menuntut adanya penimbangan antara teks sumber dan hasil terjemahan. Baik dari segi proporsi linguistik maupun pesannya. Dengan menekankan aspek padanan dalam penerjemahan, maka penerjemah akan mempertimbangkan aspek-aspek di luar pesan juga ditransfer ke dalam bahasa sasaran.36 Dalam hal ini perlu membangun definisi tentang penerjemahan yang mencakup baik pertimbangan pesan maupun pertimbangan padanan. Yang berarti penerjemah dapat mengkombinasikan antara kebebasan menyampaikan pesan dan ketepatan proporsi terjemahan dengan teks sumbernya tanpa ada keterikatan yang sangat formal dan literal dalam menerjemahkan.

3. Penerjemahan dilihat dari materi yang diterjemahkan. Seperti penerjemahan teks-teks ilmu pengetahuan, seni budaya, buku-buku popular maupun pengetahuan popular.37

4. Penerjemahan dilihat dari media penyampaian pesan, maka penerjemahan dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan.

(a) Untuk penerjemahan lisan dipakai istilah interpretation dan penerjemahnya disebut interpreter (juru bahasa).38 Terjemahan lisan adalah terjemahan yang dihadirkan secara langsung begitu pemakai bahasa

36

Sudiati dan Aloys,Panggilan Menjadi Penerjemah, h. 14.

37

Zudhridin,Terjemahan: Pengantar Teori, h. 4.

38

(47)

xxix

sumber selesai berbicara. Terjemahan lisan merupakan terjemahan yang dilakukan tanpa teks dan bersifat spontanitas.39 Ada dua jenis interpreter: (1) interpreter simultan (jeda), (2) interpreter konsekutif (tanpa jeda). Macam-macam interpreter: interpreter konferensi, interpreter kunjungan, interpreter hukum, interpreter medis, dan interpreter tanda bahasa.

(b) Penerjemahan tulisan (translation) dan penerjemahnya disebut translator. Penerjemahan ini dilakukan secara tidak langsung. Artinya, terjemahan yang dilakukan dengan persiapan terlebih dahulu dan menggunakan teks. Di sini penerjemah menjadi mediator antara penulis teks sumber dan pembaca teks sasaran. Terjemahan tulisan merupakan penerjemahan yang paling banyak dilakukan, biasanya terjedi pada terjemahan naskah-naskah tulisan dan buku.40

Sementara Izzuddin Muhammad Najib menyuguhkan lima model terjemahan;41 Pertama, terjemah harfiah atau terjemah setia, yaitu penerjemahan yang menyalin teks asli (bahasa sumber) secara linier kata demi kata, tanpa perubahan struktur kalimat dan tanpa memperhatikan makna-makna istilah yang ada dalam bahasa sumber. Terjemahan model ini biasanya menghasilkan karya terjemahan yang sulit dipahami. Terjemahan ini hanya baik dilakukan bagi penerjemah pemula, sebagai latihan.

39

Burdah,Menjadi Penerjemah, h. 17.

40

Burdah,Menjadi Penerjemah, h. 18.

41

(48)

xxx

Kedua, terjemah bebas atau kreatif (tarjamah ibdaiyyah), disebut juga dengan menerjemahkan makna tanpa meninggalkan teks harfiah (tarjamah

al-Ma‘na ‘ala hisab al-Nash al-Harfî). Dalam terjemahan model ini, penerjemah lebih mementingkan isi atau makna teks bahasa sumber, kemudian berusaha menyuguhkannya dalam gaya dan suasana bahasa sasaran; baik style, istilah-istilah yang digunakan, estetika, bahkan tak jarang terjadi pembuangan (penyempitan/tasghîr) atau penambahan (expansion/tawassu‘) satu-dua kata atau lebih. Kelemahan terjemahan model ini adalah seorang penerjemah bisa jadi tidak menerjemahkan satu-dua kata yang menjadi kunci seluruh kalimat.

Ketiga, terjemah harfiyat-maknawiyat. Ini adalah kompromi antara terjemah harfiah dan terjemahan bebas. Misalnya, penerjemahan ide (tarjamah al-Fikrah), yang biasanya dilakukan oleh penulis teks yang diterjemahkan itu sendiri, yang sebelumnya menulis dalam bahasa lain.

Empat, terjemah tafsir (al-Tarjamah al-Tafsiriyah), yaitu penerjemahan terhadap pikiran-pikiran atau ide-ide yang “kabur” dalam bahasa sumber.

Terjemahan tafsir tidak hanya digunakan dalam penerjemahan antarbahasa, tetapi sering pula digunakan dalam penerjemahan satu bahasa. Penambahan dilakukan dalam baris teks atau diletakkan dalam footnote. Terjemahan ini banyak dilakukan dalam penerjemahan teks-teks ilmiah yang sering menggunakan istilah-istilah asing, sehingga perlu ada penjelasan.

(49)

xxxi

Kelima, abstraksi (tarjamah talkhisiyah/ precise-translation). Ini adalah kebalikan dari terjemah tafsir, yaitu penerjemahan dengan hanya menyuguhkan pikiran-pikiran pokok dari teks asli, dengan membuang keterangan-keterangan yang tidak substantif.

F. Penilaian Terjemahan

Rachayah Machali dalam bukunya, Pedoman Bagi Penerjemah, menyebutkan bahwa penilaian hasil terjemahan sangat penting dilakukan. Pentingnya penilaian ini berdasarkan pada dua alasan utama: (1) untuk menciptakan hubungan dialektik antara teori dan praktek penerjemahan. Kemudian Machali membagi penilaian terjemahan ini menjadi dua jenis: penilaian umum dan penilaian khusus. Penilaian umum didasarkan pada kedua metode penerjemahan yang diajukan oleh Newmark (metode semantik dan metode komunikatif). Sementara itu, penilaian khusus berkenaan dengan teks-teks yang khusus, baik dalam hal jenisnya (misalnya; puisi, dokumen hukum, seperti akte) maupun dalam fungsinya, (misalnya; ekspresif, vokatif). Karena teks yang berbentuk puisi tentunya akan diterjemahkan dalam bentuk puisi pula. Sedangkan, pada saat melakukan penilaian umum terhadap suatu terjemahan, paling tidak ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan; (1) segi-segi penilaian (2) kriteria penilaian dan (3) cara penilaian.42 untuk kepentingan kriteria dan standar dalam menilai kompetensi penerjemah, terutama apabila kita menilai beberapa versi teks Bsa dari teks Bsu yang sama.

42

(50)

xxxii 1. Kriteria Penilaian

Suatu penilaian harus mengikuti prinsip validitas dan reliabilitas. Akan tetapi, karena penilaian karya terjemahan adalah relatif, maka validitas penilaian dapat dipandang dari aspek contant validity dan face validity. Alasannya adalah karena menilai terjemahan berarti melihat aspek isi (content) dan juga

aspek-aspek yang menyangkut ”keterbacaan” seperti ejaan. Dengan mendasarkan pada

dua jenis validity ini, diharapkan aspek reabilitas akan dapat dicapai melalui kriteria dan cara penilaian berikut.

Sebelum menentukan kriteria penilaian, perlu diketahui bahwa kriteria dasar yang menjadi pembatas antara terjemahan yang salah (tidak berterima) dan terjemahan yang berterima. Kriteria pertama adalah: tidak boleh adanya penyimpangan makna referensial yang menyangkut penulis asli. Kriteria kedua adalah: ketepatan pemadanan (linguistik, semantik dan pragmatik), kriteria ketiga adalah: kewajaran penggunaan dalam Bsa, peristilahan, ejaan. Maka kriteria penilaian yang akan dijelaskan didasarkan pada segi-segi ini, seperti dalam tabel berikut.43

43

(51)
[image:51.598.114.526.81.531.2]

xxxiii Tabel 2.1

Penilaian Terjemahan Berdasarkan Kriteria Penerjemahan44

Segi dan Aspek Kriteria

A. Ketepatan Reproduksi Makna 1. Aspek linguistik

(a) Transposisi (b) Modulasi

(c) Leksikon (kosakata) (d) Idiom

Benar, jelas, wajar

2. Aspek semantis (a) Makna referensial (b) Makna interpersonal

(i) gaya bahasa

(ii) aspek interpersonal lain Misalnya; konotatif-denotatif

Menyimpang? (lokal/total)

Berubah? (lokal/total) 3. Aspek Pragmatis

(a) Pemadanan jenis teks (termasuk maksud/tujuan penulis)

(b) Keruntunan makna pada tataran kalimat dengan tataran teks

Menyimpang? (lokal/total) Tidak runtut? (lokal/total) E. Kewajaran ungkapan (dalam arti

kaku)

Wajar dan/ harfiah

C. Peristilahan Benar, baku, jelas

D. Ejaan benar, baku Benar, baku

Catatan untuk tabel 1:

a) ”lokal” maksudnya menyangkut beberapa kalimat dalam perbandingannya

dengan jumlah kalimat seluruh teks (persentase);

b) ”total” maksudnya menyangkut 75% lebih bila dibanding dengan jumlah kalimat seluruh teks;

c) Runtut maksudnya sesuai atau cocok dalam hal makna;

d) Wajar artinya alami, tidak kaku (suatu terjemahan yang harfiah bisa kaku atau wajar bisa juga tidak);

44

(52)

xxxiv

e) ”penyimpangan” selalu menyiratkan kesalahan, dan tidak demikian halnya untuk ”perubahan” (misalnya perubahan gaya).

2. Cara Penilaian

Cara penilaian hasil terjemahan ini dapat dilakukan dengan dua cara: cara umum dan cara khusus. Cara umum adalah cara yang relatif dapat diterapkan pada segala jenis terjemahan, sedangkan cara khusus terbatas hanya pada terjemahan tertentu. Machali melakukan penilaian terjemahan ini berangkat dari asumsi bahwa (1). Tidak ada hasil terjemahan yang sempurna, yang berarti tidak ada kehilangan informasi, pergeseran makna, transposisi, atau modulasi. Dengan istilah lain, tidak ada keruntutan sempurna dalam penerjemahan. Karenanya, terjemahan yang sangat baik pun hanya dikategorikan sebagai terjemahan hampir sempurna; (2) penerjemahan semantik dan komunikatif adalah penerjemahan yang mereproduksi pesan yang umum, wajar, dan dan alami; (3) penilaian terjemahan di sini adalah umum dan relatif.

Menurut Machali, rambu-rambu di atas hanya sebatas pedoman, bukan

(53)

xxxv

Berdasarkan tabel dua tersebut, kategori terjemahan dapat dikonversikan menjadi rentangan nilai yang didasarkan pada prinsip pira mida. Artinya, semakin baik suatu kategori semakin ke atas arahnya, maka semakin kecil rentangan angka atau nilainya.45

[image:53.598.107.518.186.624.2]

Tabel 2.2

Rambu-Rambu Penilaian Penerjemahan46

Kategori Nilai Indikator

Terjemahan hampir sempurna

86-90 (A)

Penyampaian wajar;hampir tidak tera sa seperti penerjemahan; tidak ada kesala-han ejaan; tidak ada kesalakesala-han atau penyimpangan tata bahasa; tidak ada kekeliruan penggunaan istilah.

Terjemahan sangat bagus 76-85 (B)

Tidak ada distorsi makna; tidak ada terjemahan harfiah yang kaku; tidak ada kekeliruan penggunaan istilah; ada satu-dua kesalahan tata bahasa/ ejaan (untuk bahasa Arab tidak boleh ada kesalahan ejaan).

Terjemahan baik 61- 75

(C)

Tidak ada distorsi makna; Ada ter-jemahan harfiah yang kaku, tetapi relatif tidak lebih dari 15% dari keseluran teks, sehingga tidak terlalu terasa seperti terjemahan; kesalahan tata bahasa dan idiom relatif tidak bisa dari 15% dari keseluruhan teks. Ada satu dua penggu-naan istilah yang tidak baku/umum. Ada satu-dua kesalahan tata ejaan (untuk bahasa Arab tidak boleh ada kesalahan ejaan).

45

Machali,Pedoman Bagi Penerjemah, h. 117-119.

46

(54)

xxxvi

Terjemahan Cukup 46-70

(D)

Terasa sebagai terjemahan; Ada beberapa terjemahan harfiah yang kaku, tetapi relatif tidak lebih dari 25%. Ada beberapa kesalahan idiom data/ tata bahasa, tetapi relatif tidak lebih dari 25% keseluruhan teks. Ada satu-dua penggunaan istilah yang tidak baku/tidak umum dan/ kurang jelas.

Terjemahan Buruk 20-45

(E)

Sangat terasa sebagai terjemahan; terlalu banyak terjemahan harfiah yang kaku (relatif) lebih dari 25% dari keseluruhan teks; distorsi makna dan kekeliruan penggunaan istilah lebih dari 25% keseluruhan teks.

Catatan:

1. Nilai dalam kurung adalah nilai ekuivalen

2. Istilah “wajar” dapat dipahami sebagai “wajar dan komunikasi”

(55)

xxxvii 3. Tujuan Penilaian

Menurut Larson, seperti dikutip Machali, ada tiga alasan menilai terjemahan. Pertama, penerjemah hendak meyakini bahwa terjemahannya akurat. Terjemahannya mengkomunikasikan makna yang sama dengan makna dalam Tsu. Makna yang ditangkap pembaca Tsu sama dengan makna yang ditangkap pembaca Tsa. Tidak terjadi penyimpangan/ distorsi makna. Penerjemah perlu meyakini bahwa dalam terjemahannya tidak terjadi penambahan, penghilangan, atau perubahan informasi. Dalam usahanya menangkap dan mengalihkan makna Tsu ke Tsa, penerjemah bukan tidak mungkin secara tidak sadar menambah, mengurangi/menghilangkan informasi penting.

Kedua, penerjemah hendak mengetahui bahwa terjemahannya jelas. Artinya, pembaca sasaran dapat memahami terjemahan itu dengan baik. Bahasa yang digunakan adalah bahasa yang elegan, sederhana, dan mudah dipahami. Untuk meyakini bahwa terjemahannya dapat dipahami dengan baik, penerjemah perlu meminta penutur bahasa sasaran (Bsa) untuk membaca naskah terjemahannya agar dapat memberikan isi teks/informasi yang disampaikan dalam terjemahan itu.

(56)

xxxviii

BAB III

ALI AUDAH DAN KARYA-KARYA TERJEMAHANNYA

A. Profil Ali Audah

Ia adalah Ali Audah, yang 14 Juli lalu genap berusia 87 tahun. Lahir di Bondowoso Jawa Timur. Seorang Ali Audah yang namanya terkenal sebagai sastrawan, intelektual dan penerjemah andal ini ternyata tidak tamat madrasah ibtidaiyah. Karena menurutnya pada saat ia menjalani pendidikan formal, ada hal yang tidak ia sukai di sekolah, yaitu perlakuan diskriminasi terhadapnya. Akhirnya saat duduk di kelas II madrasah, ia memutuskan untuk tidak melanjutkan studinya di lembaga pendidikan manapun. Ia memilih untuk belajar secara mandiri-otodidak. Sejak kecil ia sangat gemar membaca, kemampuan belajarnya keras, ia belajar sendiri, membaca buku apa saja. Mulai dari kertas koran pembungkus kue, sampai majalah bekas dan buku-buku pelajaran atau bacaan sekolah teman sepermaiannya. Apalagi dekat tempat tinggalnya terdapat perpustakaan nasional. Di sana ia menghabiskan sepanjang waktu untuk membaca. Ia sendiri lupa mengapa tertarik pada sastra, tapi buku sastra pertama kali yang ia baca adalah karya Marajoe Soekma dari Banjarmasin.

(57)

xxxix

apapun ia baca, mulai dari pengetahuan agama, sejarah dunia, hingga satra. Praktis dalam setiap hari, selain membaca, mencatat peristiwa sejarah atau kosakata dan lain-lain.47

Pada tahun 1949, di zaman revolusi ia mulai merintis karirnya dengan menerjemahkan cerita-cerita pendek dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian aktifitas ini beralih, ia pun menerjemahkan dari bahasa Arab-Indonesia. Peralihan ini berawal dari seorang sahabat Asrul Sani (Alm) yang menganjurkan untuk menerjemahkan naskah-naskah berbahasa Arab. Karena pada saat itu penerjemahan Arab-Indonesia terbilang langka. Meski Ali Audah lahir dari keluarga berdarah Arab, tidak serta merta ia tahu bahasa Arab dengan sendirinya. Oleh karena itu ia dengan keras mendidik dirinya agar mampu menguasai bahasa Arab dengan baik. Bukan hanya dalam komunikasi, membaca dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia, tetapi juga menguasai seluk beluk tata bahasanya. Setelah ia merasa yakin baru Ia mulai serius menerjemahkan karya-karya berbahasa Arab. Dalam menerjemahkan Arab-Indonesia ia mulai dengan cerita-cerita pendek karya sastrawan Mesir modern seperti Najib Mahfudz, Taha Husain, Mahmud Tymor. Dan pada tahun 1955, karya terjemahan Ali Audah mulai diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Nusantara di Bukit Tinggi. Untuk selanjutnya hasil karyanya banyak diterbitkan oleh Pustaka Jaya, Pustaka Firdaus dan Lintera Internusa.48

Keberhasilan Ali Audah bukanlah tanpa kerja keras. Ia mempunyai kemampuan membaca yang luar biasa diiringi dengan banyak latihan dan banyak

47

Wawancara Pribadi dengan Ali Audah, Bogor, 20 agustus 2007.

48

(58)

xl

bertanya, sehingga dalam usia relatif muda ia sudah menumpahkan perhatian, pemikiran dan teneganya ke dalam dunia penerjemahan terutama karya-karya satra. Kedekatannya dengan temen-temen sesama penggiat sastra pada dekade 1950-1960, memiliki pengaruh besar pula pada kariernya. Banyak hal yang berkesan selama awal-awal proses kreatif tersebut. Mereka sering berkumpul di Balai Budaya, Jakarta. Sering memberi motivasi meskipun masing-masing dengan karakter dan sifat yang berbeda.

Tahun 1972, Ia berhasil menerjemahkan buku setebal 800 halaman

Sejarah Hidup Muhammad” karya Husain Haekal. Dilanjutkan dengan “Sejarah

Abu Bakar”, “Umar bin Khatab”, “Ustman bin Affan” hingga “Ali bin Abi Thalib” yang semuanya ditulis oleh pengarang yang sama. Menurutnya inilah

buku terbaik yang pernah ia terjemahkan. Ketika itu, yang membuatnya tertarik untuk menerjemahkan karya-karya Muhammad Husain Haekal adalah karena keindahan bahasanya dan latar belakang pengarangnya yang seorang sastrawan terkemuka dunia Arab. DR. Haekal juga seorang biografer yang memiliki wawasan luas dan cermat dalam meneliti sampai hal-hal terkecil. Begitu pula, saat Ali Audah menerjemahkan tafsir karya Abdullah Yusuf Ali, ia dengan konsisten menelusuri ayat demi ayat dari tafsir tersebut. Dan ketika ia kuarang dari separuhnya, Prof. Ismail al-Faruqi ulama Amerika kelahiran Pakistan mengadakan perkumpulan bagi seluruh ulama yang pernah membac

Gambar

Tabel 2.1Penilaian Terjemahan Berdasarkan Kriteria Penerjemahan............. 32
Penilaian Terjemahan Berdasarkan Kriteria PenerjemahanTabel 2.144
Rambu-Rambu Penilaian PenerjemahanTabel 2.246
Tabel 3.1Karya Asli Ali Audah
+5

Referensi

Dokumen terkait