Penerjemahan Kata Tâghût: Studi Terjemahan Ayat-Ayat
al-Qur an atas Buku Tadzkiroh Karya Abu Bakar Ba asyir
Oleh:
MUHAMAD NURKHOLIS AL-HASAN
1110024000008
JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
Tâghût:
A
-A
B
A
B
B
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh:
AAD ! " A-A"A
1110024000008
JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
#ERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah
dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya bukan hasil karya asli atau
jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
UIN Syarif Hidayatullah.
Ciputat, 29 September 2015
Muhamad Nurkholis al-hasan
ABSTRAK
Secara etimologis dan secara leksikal, kata tâghût
(
)
dalam Kamus al-Munjid berasal dari kata-kata: artinya:, (melampaui ukuran dan batas), dan kata tâghût artinya adalah setiap pangkal kesesatan, setan yang mengeluarkan dari jalan kebenaran, dan setiap sesembahan selain Allah. Al-thawaghi dan al-thawaghit adalah rumah-rumah berhala. Sedangkan dalam Kamus al-Munawwir, tâghût berasal dari akar kata:
ﻰ ﻐ ﻃ
, artinya: melampauai batas. Bisa juga dari akar kata:ﻰ ﻐ ﻃ
, artinya: melampaui ukuran dan batas. Sedangkan kata tâghût
(
)
artinya adalah berhala, setan, patung, dukun dan setiap yang disembah selain Allah.Kata tagha dalam berbagai bentuknya ditemukan dalam al-Qur’an sebanyak 39 kali. Kata ini mula nya digunakan dalam arti meluapnya air sehingga mencapai tingkat kritis atau membahayakan.
Kata tagha
(
ﻰ ﻐ ﻃ
)
dalam berbagai bentuknya kemudian digunakan dalam arti yang lebih umum, yakni segala sikap yang melampaui batas, seperti kekufuran kepada Tuhan, pelanggaran kesewenang-wenangan terhadap manusia dan tentunya juga tetap berlaku makna asli yang disebut diatas yakni melimpahnya airMenurut Quraish Shihab Bahwa kata tâghût
(
)
terambil dari akar kata yang berarti melampaui batas biasanya digunakan untuk yang melampaui batas dalam keburukan.K
$% $P
&'G
$' %$() *+,-, ./0 1 23/4/5 .*6 *-17 1 . ,60 ,7 4 ,6 . ,8, 9 -- ,: )WT, yang telah memberi
nikmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Shalawat beserta salam senantiasa tercurah kepada baginda Nabi Muhammad
SAW, keluarganya, sahabat-sahabatnya dan para pengikutnya.
Dalam hal ini peneliti menyadari, skripsi yang peneliti karyakan ini masih
jauh dari sempurna, proses penelitiannya pun tidak terjadi secara instan begitu
saja, butuh proses panjang dalam menyelesaikannya. Skripsi ini merupakan
sebuah karya penulisan guna memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana
Sastra di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tak lupa peneliti juga ingin haturkan terima kasih kepada seluruh sivitas
akademik UIN Syarif Hidayatullah, kepada: Prof. Dr. Sukron Kamil, MA selaku
Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Dr. Moch. Syarif Hidayatullah M.Hum
selaku Ketua Jurusan Tarjamah, Rizqi Handayani, MA selaku Sekretaris Jurusan
Tarjamah. Serta seluruh dosen-dosen Jurusan Tarjamah atas segala ilmu dan
pengetahuan yang diberikan selama ini kepada peneliti. Semoga ilmu yang
diberikan bermanfaat bagi peneliti dan menjadi bekal dimasa depan tentunya.
Secara khusus peneliti ingin mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada
Bapak Prof. Dr. Ahmad Satori Ismail, MA. dan Bapak Abdul Rosyid, MA. selaku
dosen pembimbing skripsi, serta Bapak Drs. Ahmad Syatibi, MA. dan Ibu Karlina
Helmanita, M.Ag selaku dosen penguji sidang skripsi, yang sudah meluangkan
waktu di tengah kesibukannya untuk membaca, mengoreksi, dan memberikan
referensi, serta memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penghormatan serta salam cinta peneliti haturkan kepada sosok yang sangat
berjasa selama ini, kedua orangtua peneliti, H. Agus Miharja, BBA, SE dan Hj.
Nuryanih. Terima kasih Papah dan Mamah tercinta atas do a yang tiada hentinya
selalu dipanjatkan, serta dukungan dan motivasi yang diberikan untuk peneliti.
Abdul Hamid Sutomi dan juga adik peneliti, Yayas, Ami, Anis, dan Ela yang
telah mendukung dan menghibur peneliti sehingga penulisan skripsi ini selesai.
Kepada kerabat peneliti yang berada di wilayah UIN Syarif Hidayatullah,
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Tarjamah
angakatan 2010 dan khususnya sahabat-sahabat peneliti; Arif Azami, Mutz,
Asiah, Humairoh, Farhan, Syafaat, dan Lukman. Terima kasih atas motivasi, doa,
dukungan serta ide-ide kalian yang telah disumbangkan untuk peneliti, dan sudah
meluangkan waktunya untuk membantu peneliti dalam mencari referensi. Terima
kasih juga kepada adik-adik kelas atas dukungannya.
Semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi semuanya. Saran dan
kritik membangun penulis harapkan untuk interpretasi yang lebih baik lagi.
Peneliti
D;<= ; >?S?
H; @ ; A; BCDE D@F FFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFF GG H
LIAJ;>KI>BL; =;;B FFFFFFFF FFFFFFFFFFFFFFFGGG HH
LIAJ;>KI>MI=UJU; BKIAJ?AJ? BNFFFFFFFFFFFFFFFF G HH H
LIAJ;>KIB NIS; O;BK;B ? = ?;DC? ;BFFFFFFFFFFFFFFFF Hv
;JS= >;PGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGG v
P;=;KIBN;B=;> F GGGGGFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFF G vH
D;<=;>?S? GGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGFFFFFFFFGGGGGGGGGGGG GGGGGGGGGGGGG vHH H
KIDQA; B= >;B ML? =I>;M?; >;J-L;=? B GGFFFFFFFFFFFFFF G RH
J;J?SKIBE ; OULU;B
TUVWXWYZ[\W] W^ _`WaW \W b 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah 6
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 6
D. Tinjauan Pustaka 7
D. Metodologi Penelitian 7
E. Sistematika Penulisan 9
J;J? ?SP I>; B NP;=IQ>?
A. Morfologi . 10
1. Morfem 12
2. Akar (cdef) dan Pola (g ch i) 12
3. Kelas Kata 13
4. Nomina 14
5. Verba 15
6. Partikel 16
jklmnmo mpq rs m ptuv 17
1. Pengertian Semantik 17
2. Jenis-Jenis Makna 17
3. Teori Makna . 19
4. Rincian dalam Konteks . 22
5. Pentingnya Makna Kontekstual Dalam Terjemahan . 24
C. Penerjemahan . 26
1. Model Penerjemahan ... . 29
2. Memperhatikan Tujuan Kalimat . 32
3 Memperhatikan Konteks Kalimat . 32
w x w yy y z wy {|}x ~y x wU w x x} w xxSy } Dx |x w x}x UU wUU x y} {H
A. Riwayat Hidup 34
B. Latar Belakang Pendidikan 36
C. Aktifitas Dakwah dan Politik 37
D. Gambaran Umum Buku Tadzkiroh 40
w x w y z xxySyS }xx xx Hx|HU Dxx wUU
x y} {H
A. Temuan ayat-ayat al-Qur an yang terdapat kataThaghut ... 44
B. Analisis terjemahan katathagutdan konsekuensi teologis ... 49
w x wz U
A. Kesimpulan 57
B. Saran 58
Dx ~x}USx x
EDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Dalam skripsi ini, sebagian data ditransliterasikan ke dalam huruf latin.
Transliterasi ini berdasarkan pedoman transliterasi Arab-Latin dalam buku
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padannya dalam aksara latin.
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan
b be
t te
ts te dan es
j je
h h dengan garis bawah
kh ka dan ha
d de
dz de dan zet
r er
z zet
s es
sy es dan ye
d de dengan garis di bawah
t te dengan garis di bawah
z zet dengan garis di bawah
koma terbalik di atas
hadap kanan
gh ge dan ha
f ef
q ki
k ka
l el
m em
n en
w we
h ha
, apostrof
Y ye
2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggul,
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
a fathah
i kasrah
u Dammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
- - - -
ai a dan i- - - -
au a dan uVokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa arab dilambangkan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ﺎ َـ
ـ
â a dengan topi di atasî i dengan topi di atas
3. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu , dilahirkan menjadi huruf /I/, baik diikuti huruf maupun huruf
qomariyah. Contoh:al-rijâl, al-dîwânbukanad-dîwân.
4. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda ( ّ _ ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf , yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata tidak ditulis ad-darûrah melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.
5. Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang
berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat
contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti
oleh kata sifat (na t) (lihat contoh 2 di bawah). Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3)
No Kata Arab Alih Aksara
1
ﺔ ﻘ ﻳ ﺮ ﻃ
Tarîqah3 Wahdat al-wujûd
6. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain
untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama
diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata
sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri
tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. (Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî
bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi).
Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan dalam
alih akasara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring ( ) atau
cetak tebal ( ). Jika menurut EYD, juduk buku itu ditulis dengan cetak miring,
maka demikian halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari
dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya
berasal dari bahasa arab. Misalnya ditulis, Abdussamad al-Palimbani, tidak Abd
7. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi l), kata benda (ism), maupun huruf (harf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-kalimat
dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:
Kata Arab Alih Aksara
dzahaba al-ustâdzu
tsabata al-ajru
al-harakah al- asriyyah
asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh
Maulânâ Malik al-Sâlih
Yu atsirukum Allâh
al-mazâhir al- aqliyyah
al-âyât al-kauniyyah
ENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Alquran adalah kitab yang mengandung firman-firman Allah Swt. Alquran
diturunkan buat manusia melalui Nabi Muhammad saw dengan perantara Jibril,
untuk menjadi petunjuk dan pegangan bagi hidup manusia sekarang maupun di
akhirat kelak.1
Teks Alquran memang tidak berubah, tetapi penafsiran atas teks selalu
berubah sesuai dengan konteks ruang dan waktu. Oleh karena itu, Alquran selalu
membuka diri untuk dianalisis, dipersepsi, dan diinterpretasikan dengan berbagai
alat, metode, dan pendekatan untuk menguak isinya. Aneka metode dan tafsir
yang berkembang merupakan usaha untuk membedah makna yang terdapat dalam
Alquran itu.2
Alquran secara empiris merupakan suatu naskah teks dalam kitab yang
menggunakan sarana komunikasi bahasa. Namun, perlu dipahami bahwa Alquran
berbeda dengan teks sastra maupun teks lainnya. Adanya kekhususan ini karena
sifat hakikat bahasa yang terkandung dalam Alquran memiliki fungsi yang
1
Tim Raden,al-Qur an Kita: Studi Ilmu, Sejarah dan Tafsir Kalamullah(Kediri: Lirboyo Press, 2011), h. 142.
2
berbeda dengan fungsi bahasa lainnya. Perbedaan ini terletak pada hakikat makna,
fungsi bahasa Alquran yang khas, universal dan mengatasi ruang dan waktu.3
Oleh karena itu, dalam menerjemahkan suatu ayat perlu adanya ketelitian
dan memahami asbabun nuzul-nya. Sebab, apabila tidak menggunakan ketelitian
dalam memahami ayat-ayat Alquran dan tidak mengetahui asbabun nuzul-nya
dengan baik maka akan berdampak buruk apabila menjadi konsumsi publik,
terlebih yang membacanya itu adalah orang awam.
Saat ini, ada golongan yang memelintir ayat-ayat Alquran dengan
menggunakan ayat tersebut. Mereka membuat keputusan bahwa Pemerintahan
NKRI dan semua yang ada dalam pemerintahan itu merupakan tâghût. Kemudian belum lama ini sering terdengar golongan yang sangat mudah mengafirkan.
Mereka mengklaim bahwa NKRI itu seperti tâghût, mereka juga menilai bahwa Pancasila, UUD 45, dan undang-undang lainnya adalah hukumtâghûtyang harus diingkari, barangsiapa yang mengikuti hukumtâghûtmaka ia kafir murtad.4
Pemikiran-pemikiran mereka ini dituang dalam buku yang belum lama
telah ditarik peredarannya di tempat umum oleh Kapolri yang didukung oleh
MUI.5 Dalam buku tersebut banyak sekali membahas kata tâghût dengan didampingi dalil-dalil Alquran.
Contoh dalil Alquran Surah al-Baqarah 256, Allah swt berfirman:
3
Sahiron Syamsuddin, dkk.,Hermeneutika Al-Qur an Mazhab Yogya(Yogyakarta: Islamika, 2003), h. 69-70.
4
Abu Bakar Ba asyir,Tadzkiroh Nasehat dan Peringatan Karena Alloh, Kepada Ketua MPR/DPR dan Semua Anggotanya Yang Mengaku Muslim & Aparat Taghut N.K.R.I Bidang Hukum dan Pertahanan Yang Mengaku Muslim (Jakarta: JAT Media Center,2012), Jilid II, cet-I, h. 8-9.
5
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu Barangsiapa yang
ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Dalam ayat 257 Surah al-Baqarah, Allah Swt berfirman:
Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka
dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir,
pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya
kepada kegelapan (kekafiran). mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal
di dalamnya.
katatâghûtberasal dari kata
(
ﻲ ﻐ ﻃ
)
yang berarti melewati batas dalam bermaksiat.6 Penyebutan dan perubahan kata (derivasi)-nya dalam Alquran ada 39 kali; adapun6
dengan bentuknya katatâghût
(
)
ada 8 kali.7Imam al-Raghib menjelaskan bahwa thaghut adalah ungkapan bagi setiap yang melewati batas. Seperti;penyihir, peramal, jin durhaka, dan siapapun yang memalingkan diri dari jalan
kebaikan.8 Penulis Fathul Majid Syarah Kitab Tauhid, memberikan beberapa
definisi tentang maknatâghût. Katatâghût
(
)
diambil daritughyân(
)
yang berarti melampaui batas.Kata tâghût menurut Quraish Shihab adalah melampui batas, maksud melampaui batas disini adalah melampui batas dalam segala macam kebatilan
baik dalam bentuk berhala, ide-ide yang sesat, manusia durhaka, atau siapa pun
yang mengajak kepada perbuatan yang menyesatkan. Ada lagi yang memahami
kata tâghût dalam arti hukum-hukum yang berlaku pada masa jahiliyah, yang telah dibatalkan dengan kehadiran Islam.9
Dalam memahami suatu makna kata, kita harus melihat kamus jika ingin
mengetahui makna tersebut. Namun, dalam kehidupan sehari-hari orang tidak
selamanya membuka kamus jika ada kata yang tidak dimengerti maknanya, dan
juga orang tidak harus membuka kamus kalau akan berkomunikasi.
Sulit memang jika memberikan batasan tentang makna, akan tetapi ilmu
linguistik memberikan batasan makna sesuai dengan bidang ilmu yang merupakan
7
A.D. Muhammad Zaki Muhammad Khidr,Mu jam Kalimat Al-Qur an Al-Karim. (Maktabah Syamilah Versi 3.51), h. 225.
8
Ar-Raghib Al-Ashfahani,Al-Mufrodaat,h. 520. 9
keahliannya. Jadi tidak mengherankan, kata dan kalimat yang mengandung makna
adalah milik pemakai bahasa. Hal ini karena pemakai bahasa bersifat dinamis
yang kadang-kadang memperluas makna sesuatu kata ketika ia berkomunikasi
sehingga makna kata dapat saja berubah.10
Dalam linguistik umum karangan Abdul Chair disebutkan bahwa untuk
melihat makna kata bisa menggunakan berbagai jenis pendekatan makna, di
antaranya: makna leksikal, gramatikal, kontekstual dan referensial.11 Pemaknaan
yang dilakukan oleh Abu Bakar Ba syir tentang tâghûtlebih dekat menggunakan teori makna yang hanya bersandarkan kamus, atau bisa juga berdasaran makna
referensial sesuai dengan pengetahuan-pengetahuannya tentang tâghût. Dari permasalahan ini, penulis mencoba menganalisa makna tâghût yang digunakan oleh Abu Bakar Ba asyir. Sejauh mana pengaruh objek kajian semantik
memandang pemaknaan kata tâghût dalam buku Tadzkiroh (Peringatan dan Nasehat Karena Allah) Karya Abu Bakar Ba asyir.
Jika ayat-ayat yang terdapat pada buku Tadzkiroh dimaknai seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar Ba asyir, pandangan peneliti ke depannya adalah
agama islam akan saling mengafirkan satu sama lain karena tunduk terhadap
tâghûtyang menurut pandangan golongan mereka.
Berdasarkan persoalan-persoalan di atas, peneliti mengambil judul skripsi
Penerjemahan kata tâghût: Studi Terjemahan Ayat-Ayat Alquran dalam buku
TadzkirohKarya Abu Bakar Ba asyir
10
Mansoer Pateda,Semantik Leksikal,(Jakarta: Rineka Cipta 2001), cet 1, h. 84. 11
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pembatasan masalah dalam penulisan skripsi ini sesuai dengan judul yang
akan diajukan yaitu Penerjemahan kata Tâghût: Studi Terjemahan Ayat-Ayat Alquran dalam buku Tadzkiroh Karya Abu Bakar Ba asyir. Adapun pembagian masalahnya sebagai berikut:
1. Apakah pengunaan kata makna tâghût dalam terjemahan ayat-ayat Alquran di bukuTadzkirohsudah sesuai dengan terjemahan Kemenag RI? 2. Apakah dari terjemahan yang sama terjadi pemahaman yang sama atau
tidak?
3. Apakah kata tâghût dalam pemahaman umat Islam memiliki konsekuensi teologis?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Berdasarkan masalah yang peneliti uraikan di atas, tujuan penulisan judul
ini secara umum adalah guna mengetahui makna-makna yang terkandung dalam
kata tâghût dalam terjemahan Alquran yang ditelaah melalui kajian semantik. Adapun tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan ini antara lain:
1. Untuk mengetahui kesesuaian kata makna tâghût dalam terjemahan ayat-ayat Alquran di bukuTadzkirohdengan Alquran terjemahan Kemenag RI. 2. Untuk mengetahui pemahaman yang terjadi pada terjemahan yang sama
3. Untuk mengetahui konsekuensi teologis kata tâghût pada pemahaman umat Islam.
D. Tinjauan Pustaka
Setelah peneliti mencari dan menelaah berbagai karya-karya ilmiah baik
melalui perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora maupun perpustakaan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Adapun kajian tentang kata tâghût, peneliti menemukan pada sebuah skripsi yang berjudul Konsep tâghût dalam Alquran (sebuah analisis makna
tâghûtdalam Alquran serta korelasinya terhadap berbagai penyimpangan akidah dalam realitas sosial) yang ditulis oleh Andriansyah. Pada skripsi tersebut peneliti
menganalisis makna tâghût terfokus menurut kacamata akidah saja, sedangkan pada skripsi ini penulis membandingkan penerjemahan katatâghûtpada ayat-ayat Alquran yang terdapat pada buku Tadzkiroh 1&2 dan Alquran Terjemahan Kemenag RI.
E. Metodologi Peneltian
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
jenis penelitian qualitatif dengan model penulisan deskriptif analitis. Maksudnya, penelitian ini dilakukan berangkat dari studi pustaka, pengamatan, dan telaah
dalam kategori data pokok (primer) seperti kajian buku yang ditulis oleh Abu
Bakar Ba asyir Tentang tâghût yang sudah lama dibicarakan oleh umat Islam. Data seperti ini bisa diambil melalui literatur-literatur terkait, karya ilmiah, media
elektronik, atau internet yang memiliki hubungan erat dengan judul skripsi ini,
guna mengumpulkan sebanyak mungkin data-data yang diperlukan.
Pengolahan data dalam penelitian skripsi ini menggunakan teori semantik
kontekstual, yaitu makna sebuah kata terikat oleh lingkungan kultural atau
ekologis pemakai bahasa tertentu.12 Pengumpulan datanya dengan cara selective
coding, yaitu memilih secara selektif kasus-kasus yang sesuai topik pembahasan terhadap semua data. Kemudian setelah data-data itu dikualifikasikan, langkah
berikutnya menelaah dan menganalisanya lalu, dideskripsikan dengan cara
interpretasi peneliti melalui analisis morfologi, semantik, dan penerjemahan.
Kemudian dalam penyusunan dan tehnik penulisan skripsi, Penulis
berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan
Disertasi) yang diterbitkan oleh Center Of Quality Development and Assurance (CeQDA) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
12
F. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab. Bab I pendahuluan mencakup
latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat masalah
penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II kerangka teori mencakup morfologi yang terdiri atas morfem, akar
(ashl) dan Pola (wazn), kelas kata, nomina, verba, partikel, pembentukan kata.
Wawasan semantik yang mencakup terdiri atas pengertian semantik, jenis-jenis
semantik, teori semantik, rincian dalam konteks dan pentingnya makna
kontekstual dalam terjemahan. Yang terakhir penerjemahan yang mencakup
terdiri atas model penerjemahan, memperhatikan tujuan kalimat dan
memperhatikan konteks kalimat.
Bab III biografi mencakup riwayat hidup, latar belakang pendidikan,
aktifitas dakwah dan politik dan gamabaran umum buku tadzkiroh.
Bab IV analisis mencakup temuan ayat- ayat al-Qur an yang terdapat kata
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Morfologi
Proses morfologi pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari
sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (dalam proses afiksasi),
pengulangan (dalam proses reduplikasi), penggabungan (dalam proses
komposisi), pemendekan (dalam proses akronimisasi), dan pengubahan status
(dalam proses konversi).13
Morfologi atau tata bentuk kata adalah bagian dari tata bahasa yang
mempelajari bentuk betuk kata dan segala hal proses pembentukannya. Morfologi
mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Dalam
bahasa arab, ilmu ini lebih dikenal dengan ilm al-sharf yang merupakan satuan gramatikal yang membahas masalah struktur intern kata. Menurut Verhaar, secara
terminologi morfologi adalah salah satu dari bidang linguistik yang mempelajari
susunan bagian-bagian kata secara gramatikal. Definisi lain dikemukakan oleh
Hijazi yang menyatakan bahwa morfologi adalah penyatuan dari beberapa unsur
bunyi yang ada sehingga menjadi sebuah kata yang mengalami afiksasi.14
Sebagai suatu disiplin ilmu, ia tidak berdiri sendiri tanpa adanya
keterikatan atau ketergantungan pada ilmu yang lain. Oleh karena itu, morfologi
13
Abdul Chaer,Morfologi Bahasa Indonesia (pendidikan proses)(Jakarta :Rineka Cipta, 2008), h. 25.
14
tidak bisa lepas dari tiga unsur subdisiplin linguistik lainnya (fonologi, sintaksis,
dan semantik). Inilah alasan mengapa linguistik sering juga disebut dengan
linguistik umum (general linguitic). Dengan demikian, sangat tampak bangunan
komunal linguistik itu sendiri dan pertanda bahwa terdapat unsur keterkaitan yang
kuat antara beberapa subdisiplin ilmu. Lebih konkret lagi dapat kita kaji bahwa
linguistik itu tidak hanya mengkaji sebuah bahasa saja, seperti bahasa Arab,
Indonesia, Inggris, melainkan mengkaji seluk-beluk bahasa pada umumnya,
bahasa yang menjadi alat interaksi manusia.15
Morfologi merupakan salah satu dari empat unsur pokok (fonologi,
morfologi, sintaksis, dan semantik) dalam ilmu linguistik. Hal ini senada dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Hijazi. Meskipun ada pula pedapat lain yang
menganggap bahwa fonetik dan fonologi adalah dua hal yg berbeda, didasarkan
pada fungsionalitas bunyi yang dikaji. Belakangan selain subdisiplin tersebut,
dimasukkan pula pragmatik dalam unsur pokok lingustik.16
Terlepas dari itu, beberapa karya tentang morfologi dalam bahasa Arab,
diiringi dengan pembahasan sintaksis. Bahkan, Al-Zaji berpendapat bahwa
morfologi dan sintaksis adalah dua ilmu yang sama. Hal ini menunjukan bahwa
morfologi merupakan disiplin ilmu yang keberadaanya sangat diperlukan, karena
morfologi adalah salah satu inti ilmu yang memfasilitasi pemahaman terhadap
makna sebuah teks, terutama bahasa Arab.17
15
Hidayatullah dan Abdullah,Pengantar Linguistik,cet 1, h. 59. 16
Hidayatullah dan Abdullah,Pengantar Linguistik,cet 1, h. 60. 17
1. Morfem
Morfem adalah bentuk bahasa yang dapat dipisah-pisahkan menjadi
bagian yang lebih kecil, kemudian dapat diceritakan lagi menjadi bagian yang
lebih kecil lagi sampai ke bentuk yang jika dipotong lagi tidak mempunyai
makna. Oleh karenanya, al-khuli mendefinisikan morfem sebagai satuan
gramatikal terkecil, otonom, dan mempunyai makna . Dalam bahasa Arab, kita bisa mengambil contoh pada kata al- ilm yang dapat dipisah menjadi al + ilm. Morfem al- merupakan morfem morfem terikat, sedangkan kata ilm merupakan morfem bebas.18
Morfem bebas adalah morfem yang tidak tergantung pada adanya morfem
lain. Ia dapat berdiri sendiri dan dapat membentuk suatu kata. Contohnya kata
fahima. Sementara itu, morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri sendiri. Ia tidak dapat membentuk suatu kata dan tidak mempunyai makna bila
tidak digabungkan dengan kata lain. Contohnya artikelal-.
2. Akar (Ashl) dan Pola (Wazn)
Bahasa Arab memiliki prinsip akar dan pola. Secara struktur dan semantic,
leksikon bahasa arab berkaitan dengan akarnya. Akar-akar tersebut diderivasikan
dengan menggandakan radikal tengah, menambahkan prefiks yang berupa
konsonan, atau kombinasi dari proses-proses tersebut.
18
Maksud dari akar adalah asal sebuah kata . Kata katabamempunyai asal KTB. Dari asal kata ini nantinya akan melahirkan beberapa pola atau bentuk kata,
atau yang disebut juga dengan pola (wazn). Contoh pola pada kata kataba adalah
yaKTubu menulis ,KiTa:B buku , maKTaB meja , maKTaBah/ perpustakaan . muKa:TaBah,dsb. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa akar adalah asal
dari suatu kata, sementara pola adalah bentuk kata yang mengalami
perkembangan sehingga dari satu asal kata menghasilkan kata yang berbeda-beda
dengan makna yang tentunya berbeda pula dan inilah yang diistilahkan dalam
bahasa Arab dengan tashri:f (derivasi), yaitu adanya proses pembentukan kata baru.
Pada saat sebuah kata sebuah kata mengalami suatu proses pembentukan
kata lain, sebenarnya ia telah mengalami dua perubahan, yaitu yang disebut
dengan mofrosintaktik (infleksi) dan morfoseantik (derivasi). Dari sini dapat
disimpulkan bahwa morfositaksis lebih menekankan kepada proses pembentukan
kata baru karena unsur gramatikalnya, sementara morfosemantik menekankan
pada proses pembentukan kata-kata baru karena adanya perubahan pada pola
dasarnya.
3. Kelas Kata (Aqsa:m al-Kalimah)
Ni mah membagi kelas kata dalam bahasa Arab menjadi tiga: nomina,
verba, dan partikel. Nomina (ism) adalah kata yang mengacu pada makna yang
Verba (fi il) adalah kata yang mengacu pada suatu peristiwa yang terjadi pada
waktu tertentu. Partikel (harf) adalah kata yang hanya mempunyai makna bila
berdampingan dengan kata lain.
Berbeda dengan bahasa Indonesia yang memiliki tidak kurang 13 anggota
kelas kata, bahasa Arab hanya memiliki tiga saja anggota kelas kata. Ini tidak
berarti bahasa Arab tidak memiliki anggota kelas kata, selain tiga yang sudah
disebutkan sebelumnya. Dalam bahasa Arab, pronominal (dhami:r), adjektiva
(shifah), numeralia( adad), adverbial (zharaf), demonstrativa(isya:rah), semuanya masuk dalam kategori ism. Semantara itu, interogative (istifha:m), preposisi (jarri),konjungsi (athf), semuanya masuk dalam kategoriharf.
4. Nomina (ism)
Wright membagi nomina menjadi nomina primitf dan nomina derivatif.
Nomina primitif merupakan kata benda, seperti /rajul/ lelaki ,
ﲔ ﻋ
/ ain/mata . Nomina derivatif bisa berupa kata benda atau ajektiva, deverba yang
diderivasikan dari verba,seperti
ﻢ ﻴ ﺴ ﻘ ﺗ
/taqsi:m/ divisi (dariﻢ ﺴ ﻗ
/ qasam-/membagi ), atau denominatif yang diderivasikan dari nomina, seperti /
ma sadah/ tempat yang dipenuhi singa (dari /asad/ singa ). Perkembangan
mutakhirnya, nomina juga dibentuk dari pronomina dan artikel
(departikulatif),seperti /ana:niyyah/ egoisme ,
ﺔ ﻴ ﻔ ﻴ ﻛ
/kayfiyyah/ kualitas .Nomina sendiri mempunyai beberapa ciri berikut: (1) kata yang berharakat
artikel alif lam( ), seperti / al-rajulu/ lelaki itu ; (3) kata yang didahului preposisi jarr ( ) , seperti / min al-rajul/ dari lelaki itu dan partikel sumpah ( , , ), seperti / billa:hi/ demi allah/.
5. Verba
Verba atau kata kerja adalah jenis kata yang mengandung makna dasar
perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas. Berdasarkan
bentuknya, verba dapat dibagi menjadi dua macam. Pertama, verba asal, yang
dapat berdiri sendiri tanpa afiks. Contohnya, katab, qara a, ja a, dan lain sebagainya. Kedua, verba turunan, yaitu verba yang telah mengalami afiksasi,
reduplikasi, atau berupa penggabungan paduan bentuk dasar. Contohnya, yaktub
dan yaqra .19
a) Infleksi adalah kata kata dalam bahasa bahasa berfleksi, seperti bahasa
Arab, untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu
bentuknya dengan kategori kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa
itu. Alat yang digunakan untuk penyesuaian bentuk itu biasanya berupa
modifikasi internal, yakni perubahan yang terjadi di dalam bentuk dasar
itu. Dalam bahasa Arab perubahan perubahan tersebut berupa perubahan
bentuk jumlah dan jenis.20
b) Derivasi adalah proses pembentukan kata kata, atau dapat diartikan
perubahan morfemis yang menghasilkan kata dengan identitas morfemis
19
Hidayatullah dan Abdullah,Pengantar Linguistik,cet 1, h. 68. 20
yang lain. Derivasi juga dikenalkan dengan nama morfosemantik, yaitu
suatu bentuk proses morfologis pada dataran pembentukan kata baru, yang
dalam bahasa Arab disebut dengan al-tashrif al-ishthilahi. Perubahan perubahan yang terjadi di dalam derivasi ini terletak pada pola kata, baik
nantinya pola itu terdiri dari tiga atau lebih.21
6. Partikel (harf)
Menurut Syaibah, harf terbagi menjadi 3 (tiga): (1) harf yang mendampingi ism; (2) harf yang mendampingi fi il; (3) harf yang mendampingi
ism dan fi il. Harf yang mendampingi ism biasanya berfungsi sebagai preposisi (harf al-jarr); harf al-nida : partikel vokatif ; dan partikel akusatif (na:shib), seperti anna bahwa , kaanna sepertinya , lakinna tetapi , laita andai saja . Sementara itu,harf yang mendampingifi ilbiasanya merupakan partikel akusatif, seperti an bahwa , lan tidak pernah , kai agar , idzan jadi ; juga harf yang merupakan partikel jusif, seperti lam belum , la: jangan , in (pada klausa kondisional) andai . Lain lagi, harf yang bisa mendampingi ism dan fi il. Ia biasanya berupa konjungsi (harf al- athf), harf al-istifha:m (partikel tanya), harf
al-jawa:b(partikel jawab, sepertina am iya danla: tidak , dan sebagainya.
21
7. Pembentukan Kata (Bina: al-Kalimah)
Beberapa kata baru terbentuk melalui proses pengabungan dua kata atau
lebih. Perpaduan ini sedikitnya dapat berwujud ke dalam beberapa jenis
perpaduan kata berikut: afiksasi, pemajemukan, akronim, pembentukan susut,
abreviasi, paduan dan pemenggalan.
B. Wawasan Semantik
1. Pengertian Semantik
Kata semantik berasala dari bahasa Yunani sema(kata benda) yang berarti
tanda atau lambang. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti menandai atau melambangkan. Tanda atau lambang itu sendiri dikemukakan Ferdinand De Saussure terdiri dari dua bagian, yaitu komponen yang diartikan atau makna dari
komponen yang pertama itu. Kedua komponen ini merupakan tanda atau lambang;
sedangkan yang ditandai atau dilambanginya adalah sesuatu yang berada di luar
bahasa yang disebutreferenatau hal yang ditunjuk.22
2. Jenis-Jenis Makna
1. Makna Leksikal
Istilah leksikal adalah bentuk ajektifa dari nomina leksikon, yang berasal
dari leksem. Dalam kajian morfologi leksem lazim diartikan sebagai bentuk dasar
yang setelah mengalami proses gramatikalisasi akan menjadi kata. Sedangkan
22
dalam kajian semantik leksem lazim diartikan sebagai satuan bahasa yang
memiliki satu makna atau satu pengertiaan.23
Jadi, makna leksikal adalah makna yang secara inheren dimiliki oleh sebuah
leksem. Makna leksikal ini dapat juga diartikan sebagai makna kata secara lepas,
di luar konteks kalimatnya. Makna leksikal ini terutama yang berupa kata atau
entri yang terdaftar dalam kamus. Misalnya, bagian tubuh dari leher ke atas
adalah makna leksikal dari kata kepala , sedangkan makna ketua atau pemimpin bukanlah makna lesikal. Sebab untuk menyatakan makna ketua atau
pemimpin kata kepala itu harus bergabung dengan unsur lain, seperti dalam frase
kepala sekolahataukepala kantor.24 2. Makna Gramatikal
Makna gramatikal adalah makna yang menyangkut hubungan intra bahasa,
atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata di dalam
kalimat. Di dalam semantik makna gramatikal dibedakan dari makna leksikal.
Sejalan dengan pemahaman makna dibedakan dari arti. Makna merupakan
pertautan yang ada antara satuan bahasa, dapat dihubungkan dengan makna
gramatikal, sedangkan arti adalah pengertiaan satuan kata sebagai unsur yang
dihubungkan.25
23
Abdul Chaer,Psikolinguistik Kajian Teoritik(Jakarta: Pt Rineka Cipta.2003), cet 1, h.269. 24
Abdul Chaer,Psikolinguistik Kajian Teoritik, cet 1, h. 270. 25
T. Fatimah Djajasudarma,Semantik 2 Relasi Makna Paradigmatik-Sintagmatik-Derivasional
Oleh karna itu, pada makna sebuah kata baik kata dasar maupun kata jadian,
sering sangat tergantung pada konteks kalimat atau konteks situasi maka makna
gramatikal ini sering juga disebut makna kontekstual atau makna situasional.26
3. Makna Kontekstual
Makna Kontekstual adalah teori yang berasumsi bahwa sistem bahasa itu
saling berkaitan satu sama lain di antara unit-unitnya, dan selalu mengalami
perubahan dan perkembangan. Karena itu, dalam menentukan makna, diperlukan
adanya penentuan berbagai konteks yang melingkupinya. Teori yang
dikembangkan oleh Wittgenstein ini menegaskan bahwa makna suatu kata
dipengaruhi oleh empat konteks, yaitu : (a) konteks kebahasaan, (b) Konteks
emosional, (c) konteks situasi dan kondisi. Dan (d) konteks sosio-kultural.27
3. Teori Makna
Makna merupakan pertautan yang ada di antara unsur-unsur suatu bahasa
(terutama kata-kata). Menurut Palmer makna hanya menyangkut intrabahasa
sedangkan menurut Lyons mengkaji makna suatu kata ialah memahami kajian
kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan-hubungan makna yang membuat
kata tersebut berbeda dari kata-kata lainnya. Dalam hal isi komunikasi ini
menyangkut makna leksikal dari kata-kata itu sendiri. Makna mempunyai tiga
tingkat keberadaan, yakni :
1. Pertama, makna menjadi isi dari suatu bentuk kebahasaan.
2. Kedua, makna menjadi isi dari suatu kebahasaan.
26
Abdul Chaer, Pengantar Semantik, cet 2, h. 62. 27
3. Ketiga, makna menjadi isi komunikasi yang mampu membuahkan
informasi tertentu.
Sehubungan dengan tiga tingkat keberadaan makna, samsuri
mengungkapkan adanya garis hubungan antara makna, ungkapan dan kembali ke
makna.
Pada hakekatnya mempelajari makna berarti mempelajari bagaimana setiap
pemakai bahasa saling mengerti. Makna sebuah kalimat sering tidak tergantung
pada system gramatikal dan leksikal saja, tetapi tergantung pada kaidah wacana.
Makna sebuah kalimat yang baik pilihan katanya dan susunan gramatikalnya
sering tidak dapat dipahami tanpa memperhatikan hubungannya dengan kalimat
lain dalam sebuah wacana.Selain itu, dalam suatu bahasa faktor ekstralinguistik
(sosial) dapat mempengaruhi dalam penentuan makna kalimat, contohnya dalam
bahasa Sunda dan Jawa. Masalah ini termasuk sosiolinguistik bukan masalah
leksikal. Filosof dan Linguis mencoba menjelaskan tiga hal yang berhubungan
degan makna, yakni :
1. Makna kata secara alamiah
2. Mendeskripsikan makna kalimat secara alamiah
3. Menjelasakan proses komunikasi.
Suatu kata akan mempunyai makna yang beragam bila dihubungkan dengan
kata B akan memiliki jenis hubungan yang berbeda bila A dihubungkan dengan
C.28
Konteks kebahasaan berkaitan dengan struktur kata dalam kalimat yang
dapat menentukan makna yang berbeda, seperti taqdim (posisi didahulukan) dan
ta khir(diakhirkan), seperti:" "berbeda dengan " " . Konteks emosional dapat menentukan makna bentuk kata dan strukturnya
dari segi kuat dan lemahnya muatan emosional, seperti dua kata yang berarti
membunuh , yaitu:
ﻞ ﺘ
danﻞ ﺘ ﻗ
yang pertama digunakan dalam pengertiaanmembunuh orang yang mempunyai kedudukan sosial yang tinggi dan dengan
motif politis, sedangkan yang kedua membunuh secara membabi buta dan
ditujukan kepada orang yang tidak memiliki status sosial yang tinggi. Konteks
situasi adalah situasi eksternal yang membuat suatu kata berubah maknanya
karena adanya perubahan situasi. Sedangkan konteks kultural adalah nilai-nilai
sosial-kultural yang mengitari kata yang menjadikannya mempunyai makna yang
berbeda dari makna leksikalnya.
Menurut J.R. Firth, teori kontekstual sejalan dengan teori relativisme dalam
pendekatan semantik bandingan antar bahasa. Makna sebuah kata terikat oleh
lingkungan kultural dan ekologis pemakai bahasa tertentu. Teori ini juga
mengisyaratkan bahwa sebuah kata atau simbol tidak mempunyai makna jika ia
terlepas dari konteks. Namun demikian, ada yang berpendapat bahwa setiap kata
mempunyai makna dasar atau premier yang terlepas dari konteks situasi. Kata
28
baru mendapatkan makna sekunder sesuai dengan konteks situasi. Singkatnya
hubungan makna bagi firth, baru dapat ditentukan setelah masing-masing kata
berada dalam konteks pemakaian melalui beberapa tataran analisis, seperti
leksikal, gramatikal, dan sosio-kultural.29
Makna sebuah kata bergantung pada penggunaannya dalam bahasa
(kalimat). Misalnya kata baik, jika ia bersanding pada seseorang maka makna terkait dengan budi perkerti yang dimiliki. Namun jika kata baik oleh seorang dokter kepada pasien, maka ia berarti sehat. Begitu juga jika kata baik oleh pedagang buah, maka artinya adalah segar, bersih dan bergizi.30
Katahub(mencintai) dalam kalimatana uhibu ummî(saya mencintai ibuku) yang disampaikan pada saat kesusahan dengan ana uhibu umî dalam suasana lebaran, akan berbeda kadar makna mencintai karena konteks emosinya yang berbeda. Begitu pula penggunaan kata dalam konteks-konteks yang lain31
4. Rincian dalam Konteks32
Unsur-unsur pembicara, pendengar, dan benda atau situasi (keadaan,
peristiwa, dan proses) yang menjadi acuan dalam konteks wacana dapat dirinci.
Setiap orang (pembicara) memiliki cara untuk memperkenalkannya sesuai dengan
konteks. Ciri-ciri orang dapat diperjelas acuannya, misalnya dengan ciri fisik
(luar) atau dengan uraian yang agak emosional, bahkan dapat pula dinyatakan
29
Moh.Matsna,Orientasi Semantik,h. 23. 30
Ahmad Muzakki,Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama,(Malang: UIN Malang Pres, 2007), h. 29-40.
31
Ahmad Muzakki,Kontribusi Semiotika, h. 29-40. 32
dengan perbuatan yang sedang dilakukan orang tersebut. Bila perhatikan antara
lain ada:
a. Rincian ciri luar (fisik);
Rincian ini dapat melibatkan ciri-ciri yang dimiliki oleh manusia, benda,
binatang secara fisik, atau ciri luar yang menyangkut milik atau ciri luar dari
bagian tubuh yang menonjol secara fisik. Contoh: Pandangannya tertuju kepada
laki-laki yangtegap, berkumis tebal, dengan dahi lebar. b. Rincian emosional
Rincian emosional berhubungan erat dengan makna feeling di dalam semantik. Maknafeeling (perasaan) berhubungan dengan sikap pembicara, situasi pembicaraan. Rincian emosinonal di dalam konteks wacana menyangkut masalah
perasaan (emosi). Contoh: Gadiscantik yang mungilitu duduk di atas permadani. c. Rincian perbuatan
Rincian perbuatan menyangkut upaya ragam tindakkan yang dilakukan atau
yang dialami oleh pelaku atau pengalaman di dalam konteks wacana. Rincian
perbuatan menunjukkan atau mengacu pada unsur-unsur sebagai ciri atau pewatas
acuan (orang, binatang, benda tertentu). Contoh: Laki-laki yang sedang berjalan itu, guru saya.
d. Rincian campuran (mis., rincian emosional dan perbuatan)
Rincian campuran ini terjadi antara rincian emosional dan perbuatan, fisik
dan perbuatan, atau fisik dan emosinal, dan sebagainya. Upaya yang digunakan
campuran. Contoh: Mila yang cantik itu mengambil gelas dari dapur, ia berbaju
hijau pada waktu itu, serta rambutnya yang ikal sebatas bahu membuat wajah
bulat itu bertambah menarik. Gelas itu diberikan kepada temannya yang berkumis
tipis berperawakan mungil seperti perempuan, tangannya gemetar menuangkan
wiski ke dalam gelas tadi.
5. Pentingnya Makna Kontekstual Dalam Terjemahan
Makna dan terjemahan memiliki hubungan yang sangat erat. Menurut
Newmark menerjemahkan berarti memindahkan makna dari serangkaian atau satu
unit linguistik dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Yang perlu dicermati adalah
di dalam sebuah wacana terdapat lebih dari satu macam makna. Oleh sebab itu
menurut Suryawinata ada lima macam makna, yaitu makna leksikal, gramatikal,
tekstual, kontekstual atau situasional, dan makna sosiokultural.33
Berkaitan dengan penerjemahan, makna merupakan referensi dasar bahasa
yang selalu diperhatikan.34 Teori makna kontekstual dalam dunia penerjemahan
memiliki peran yang sangat penting karena makna suatu kata seperti makna
konotatif dalam prakteknya sangat bergantung dalam konteks sekaligus relasi
dengan kosa kata lainnya dalam kalimat. Contoh: kata kitâbun dalam
makna dasar bermakna Buku tetapi ketika kata kitab dihubungkan dengan konsep Islam serta kemudian ditempatkan dalam hubungan erat dengan kata-kata
33
Sa adah, Analisis semantik Kontekstual atas penerjemahan Kata Arab serapan, (Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2010), h. 26.
34
penting Alquran seperti Allah, wahy, tanzil dan sebagainya akan mengalami pengembangan dan perluasan maknanya, seperti kitab suci, Alquran, maupun
Bibel Yahudi dan Kristen ketika direlasikan dengan kata ahl dalam perbincangan Alquran.35
Makna kontekstual dalam terjemahan berfungsi satu lafadz berfungsi untuk
menunjukan makna hakiki. Disamping itu, lafadz yang mengandung makna
majazi lebih halus diungkapkan dan mudah ditangkap, karena bersifat indrawi, sehingga lebih mengena dalam hati pendengar.36
Makna kontekstual menjadi sangat penting dalam penerjemahan karena
makna kontekstual menjadi bagian dari teks yang mempengaruhi proses dalam
penerjemahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu teks terjemahan meliputi
faktor kontekstual, tekstual dan penerjemahan. Makna kontekstual sangat
berpengaruh terhadap hasil tulisan karena teks ditulis oleh seorang penulis pada
suatu konteks tertentu. Oleh karena itu, segala hal yang dipahami penulis pada
masa ia hidup akan mempengaruhi apa yang ditulisnya dalam teks tersebut.
Sehubungan dengan itu, dalam menerjemahkan teks, konteks tidak dapat
dilepaskan darinya.
Faktor-faktor yang berkaitan dengan konteks produksi teks meliputi sejarah
bahasa, penulis teks, budaya tempat teks ditulis atau dihasilkan, wilayah tempat
teks dihasilkan, variasi sosial teks, dan topik teks. Dengan faktor-faktor inilah
35
Phil. M. Nur Kholis Setiawan,al-Qur an Kitab Sastra Terbesar(Yogyakarta: Elsaq Press, 2005), h. 167.
36
setiap penerjemah akan menghasilkan terjemahan yang berbeda dari suatu teks
yang sama. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor, seperti kompetensi
penerjemah, wawasannya dan kamus yang digunakannya dalam proses
menerjemahkan.
Teks tidak muncul begitu saja, tetapi teks dihasilkan dari suatu ruang dan
waktu tertentu di suatu masa. Jika sebuah teks ada sekarang, teks tersebut
tentunya diproduksi dari masa yang lebih lampau daripada sekarang. Dengan kata
lain, teks bertalian dengan sejarah.37
C. Penerjemahan
Banyak definisi yang diberikan oleh para ahli terkait penerjemahan. Secara
umum, definisi itu mengerucut pada definisi bahwa penerjemahan adalah proses
memindahkan makna yang telah diungkapkan dalam bahasa yang satu (Bsu)
menjadi ekuivalen yang sedekat-dekatnya dan sewajar wajarnya dalam bahasa lain
(Bsa). Jadi, secara singkat dapat dikatakan bahwa penerjemahan adalah
pemindahan pesan teks Bsu ke Bsa, bukan pemindahan struktur Bsu ke Bsa.38
Menurut Eugene A,Nida dan Charles R.Taber, dalam bukuThe Theory And Pratice of Translation, menerjemahkan adalah memindahkan suatu amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa penerima (sasaran) dengan pertama-tama
mengungkapkan maknanya dan kedua mengungkapkan gaya bahasanya.39
37
Muh. Arif Rokhman,Penerjemahan Teks Inggris ( Teori dan Latihan Dilengkapi Teks-Teks Ilmu Sosial & Humaniora), (Yogyakarta: Pyramid Publisher, 2006) h. 11-12.
38
Hidayatullah dan Abdullah,Pengantar Linguistik,cet 1, h. 165. 39
Dalam bahasa Indonesia, istilah terjemah dipungut dari bahasa Arab, tarjamah. Bahasa Arab sendiri memungut istilah tersebut dari bahasa Armenia, turjuman. Kata Turjuman sebentuk tarjaman dan tarjuman yang berarti orang yang mengalihkan tuturan dari satu bahasa ke bahasa lain.40
al-Zarqani mengemukakan bahwa secara etimologis istilah terjemah
memiliki empat makna:
a. Menyampaikan tuturan kepada orang yang tidak menerima tuturan
itu. Makna ini terdapat dalam puisi berikut,
Usia 80, dan aku telah mencapainya, pendengaranku memerlukan
penerjemah.
b. Menjelaskan tuturan dengan bahasa yang sama, misalnya bahasa
Arab dijelaskan dengan bahasa Arab atau bahasa Indonesia
dijelaskandengan bahasa Indonesia pula. Sekaitan dengan terjemah yang berarti.
c. Menafsirkan tuturan dengan bahasa yang berbeda, misalnya bahasa
Arab dijelaskan dengan bahasa Indonesia atau sebaliknya. Dengan
demikian, penerjemah disebut pula sebagai penjelas atau penafsir
tuturan.
Makna etimologis di atas memperlihatkannya adanya satu karakteristik yang
menyatukan keempat makna tersebut, yaitu bahwa menerjemahkan berarti
40
menjelaskan dan menerangkan tuturan, baik penjelasan itu sama dengan tuturan
yang dijelaskannya maupun berbeda.
Adapun secara terminologis, menerjemah didefinisikan sebagai
mengungkapkan makna tuturan suatu bahasa di dalam bahasa lain dengan
memenuhi seluruh makna dan maksud tuturan itu.
Takrif di atas mengandung beberapa kata kunci yang perlu dijelaskan lebih
lanjut. Kata mengungkapkan merupakan padanan untuk al-ta bîr yang asal katanya adalah abara, yaitu melewati atau melintasi, misalnya abara al-sabîl
berarti melintas jalan. Karena itu, air mata yang melintas di pipi disebut abarah.
Nasihat atau pelajaran yang diperoleh melalui suatu peristiwa atau kejadian
dikenal dengan ibarah.
Konsep yang terkandung dalam kata al-tabîr yang dipadankan dengan
mengungkapkan menunjukan bahwa ujaran atau nas itu merupakan sarana yang
dilalui oleh seorang penerjemah untuk memperoleh makna yang terkandung
dalam nas itu. Oleh karena itu, yang diungkapkan oleh penerjemah adalah makna
nas, sedangkan nas itu sendiri hanya merupakan sarana, bukan tujuan.
Kata kunci lainnya ialah makna. Secara singkat dapat dikatakan bahwa makna berarti segala informasi yang berhubungan dengan suatu ujaran. Makna ini
bersifat objektif. Artinya, informasi itu hanya diperoleh dari ujaran tersebut tanpa
diperoleh menurut pandangan penutur. Dengan demikian, maksud itu bersifat
subjektif.
Menurut takrif di atas seorang penerjemah dituntut memenuhi seluruh
makna dan maksud nas yang diterjemahkan. Namun, karena masalah makna ini
sangat luas cakupannya dan memiliki peran yang sangat penting dalam kegiatan
penerjemahan, maka ihwal makna akan dibahas dalam bab tersendiri.
Kata kunci terakhir ialah bahwa terjemahan itu bersifat otonom. Artinya,
terjemahan dituntut untuk dapat menggantikan nas sumber. Namun, sifat otonom
ini tidak dapat diberlakukan kepada seluruh nas terjemahan, misalnya terhadap
terjemahan Alquran. Masalah ini akan dikaji dalam bab tersendiri tentang hokum
menerjemahkan nas keagamaan.
Demikian, takrif diatas menunjukan bahwa penerjemahan merupakan
kegiatan komunikasi yang kompleks dengan melibatkan (a) penulis yang
menyampaikan gagasannya dalam bahasa sumber, (b) penerjemah yang
mereproduksi gagasan tersebut di dalam bahasa penerima, (c) pembaca yang
memahami gagasan melalui penerjemahan, dan (d) amanat atau gagasan yang
menjadi fokus perhatian pihak ketiga.41
1. Model Penerjemahan Alquran
Alquran biasa didefinisikan sebagai firman-firman Allah yang
disampaikan oleh malaikat jibril sesuai redaksi-Nya kepada nabi Muhammad
s.a.w., dan diterima oleh umat islam secara tawatur.42
41
Syihabuddin,Penerjemahan Arab-Indonesia, cet. Ke-1, h. 8-10. 42
Dibandingkan dengan menerjemahkan teks teks lainnya, menerjemahkan
teks Alquran sangat sulit karena mukjizatnya. Karenanya, banyak sekali terjadi
kesalahan dalam terjemahan-terjemahan Alquran.43
Pada dasarnya, model penerjemahan Alquran menurut Manna Khalil
Qaththan dapat digunakan pada dua arti, yaitu:
a. Terjemahan Harfiyah, yaitu mengalihkan lafadz-lafadz dari satu bahasa
ke dalam lafadz-lafadz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa
sehingga susunan dan tertib bahasa pertama,44 atau memindahkan suatu
kalimat dari satu bahasa ke bahasa lainnya dengan tetap menjaga
kesesuaian makna dan runtutannya serta menjaga makna-makna asli dari
kalimat yang dipindah.45
b. Terjemahan Tafsiriyah / Maknawiyah, yaitu menjelaskan makna
pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata
bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya,46 atau penjelasan
kalimat dengan mengunakan bahasa yang lain tanpa adanya batasan
untuk menjaga runtutan dan makna-makna kalimat asal. Proses dari
terjemahan ini adalah dengan memahami makna dari kalimat asal untuk
kemudian disusun dan diungkapkan dengan runtutan bahasa lain yang isi
dan maksudnya dengan asalnya.47
43
M. Hadi Ma rifat,Sejarah al-Qur an, (Jakarta: al-Huda,2007) h. 268. 44
Syihabuddin,Penerjemahan Arab-Indonesia, cet. Ke-1, h. 69. 45
Tim Raden,al-Qur an Kita,h. 194. 46
Syihabuddin,Penerjemahan Arab-Indonesia, cet. Ke-1, h. 69. 47
Dalam hal ini, model penerjemahan Alquran lebih terarah kepada
terjemahan harfiyah dan terjemahan tafsiriyah / maknawiyah. Bahwa menafsirkan
Alquran dengan memakai bahasa sumber untuk orang yang memahaminya. Model
penerjemahan ini juga sama dengan menguraikan kandungan sebagian makna dan
maksud ayat-ayat Alquran secara utuh, hal ini berarti sama dengan yang dilakukan
oleh mufassir terbatas sesuai dengan kemampuan manusia sendiri. Sedangkan
menurut Ahmad Hasan al-Zayyat (Khaursyid,1985: 10), tokoh penerjemah
modern, menegaskan bahwa metode penerjemahan yang diikutinya ialah yang
memadukan kebaikan metode harfiyah dan tafsiriyah. Langkah-langkah yang di
laluinya sebagai berikut:
Pertama, menerjemahkan nas sumber secara harfiyah dengan mengikuti struktur dan urutan nas sumber.
Kedua, mengalihkan terjemahan harfiyah ke dalam struktur bahasa penerima yang pokok. Di sini terjadilah proses transposisi tanpa menambah atau mengurangi.
Ketiga, mengulangi proses penerjemahan dengan menyelami perasaan dan spirit penulis melalui penggunaan metafora yang relevan.48
Kiranya metode yang diterapkan oleh al-Zayyat ini dapat diistilahkan
dengan metode eklektik, karena metode tersebut mengambil dan mengaplikasikan
kebaikan yang terdapat dalam metode harfiyah dan metode tafsiriyah.49
Dalam hal ini, seorang penerjemah harus lebih berhati-hati dalam
menerjemahkan suatu teks. Karena menerjemahkan bukanlah sekedar mencari
48
Syihabuddin,Penerjemahan Arab-Indonesia, cet. Ke-1, H. 70. 49
padanan kata yang umumnya dilakukan dengan cara membuka kamus, tetapi
harus pula dapat mencerminkan bahan yang diterjemahkan.50
2. Memperhatikan Tujuan Kalimat
Memperhatikan tujuan bahasa Alquran yang beragam sangat membantu
penerjemah untuk menerjemahkan ayat-ayat Alquran, seperti kata
(ijtinâbun)dalam ayat pengharaman khamar. Banyak orang beranggapan kata tersebut tidak mengandung tahrim jazim (keharaman yang pasti), seperti pengharaman bangkai, darah, daging babi yang mengunakan kata
ﺖ
ﻣ ﺮ ﺣ
(hurmatun).
Jika diteliti kata (ijtinâbun) atau kata yang berasal darinya, selalu dibarengi dengan kata syirik, dosa-dosa besar, atau perbuatan-perbuatan
yang menyebabkan dosa besar, seperti terdapat pada surat an-Nahl, 36; al-Hajj,
30; an-Nisa, 31. Dari beberapa ayat disurah-surah itu dan maksud penggunaan
kata tersebut, kata lebih berat daripada
ﱘ ﺮ ﲢ
tahrîmun.513. Memperhatikan Konteks Kalimat
Salah satu aturan untuk menerjemahkan Alquran adalah harus
memperhatikan konteks ayat, konteks kalimat yang berhubungan dengan
maksud ayat. Imam al-Zarkasy dalam al-Burhan, seperti dikutip al-Qordhawy.
Hal ini penting untuk menentukan arti, seperti al-kitâbun dalam
50
Syihabuddin,Penerjemahan Arab-Indonesia, cet. Ke-1, H. 70. 51
Alquran mengandung banyak arti, diantaranya mengandung arti
al-Qur ânuseperti dalam surah al-Baqarah, 2; al-An am, 165; al-Hadid, 25.52
52
BAB III
Biografi Abu Bakar Ba asyir dan Gambaran Umum Buku Tadzkiroh
Karya Abu Bakar Ba asyir
A. Riwayat Hidup
Abu Bakar yang bernama lengkap Abu Bakar bin Abud Baamualim Ba asyir
dilahirkan pada tanggal 12 Dzulhijjah 1356, bertepatan dengan tanggal 17
Agustus 1938 di Mojo Agung, kota kecil yang masuk dalam Kabupaten Jombang,
Jawa Timur. Ayah dan kakeknya asli Hadramaut, Yaman, yang telah menetap dan
menjadi warga negara Indonesia. Ibunda Abu Bakar juga keturunan Arab, sedang
neneknya orang Jawa asli.53
Abu Bakar Ba asyir sepanjang masa kecilnya hidup di lingkungan yang
sangat agamis. Ba asyir sudah ditinggal oleh ayahnya sekitar umur sepuluh tahun.
Sepeninggal ayahnya, Ba asyir diasuh ibundanya dengan menanamkan nilai-nilai
agama.54 Ibunya tidak bersekolah formal tetapi pandai mengaji, dengan berbekal
ilmu agama itulah dia membimbing dan menanamkan nilai-nilai alquran kepada
putra-putrinya dengan kasih sayang. Ibunya meninggal dunia pada tahun 1980
ketika diberi kabar sewaktu Ba asyir berada di penjara pada saat rezim Soeharto
berkuasa.
53
Fauzan al-Anshari,Hari-Hari Abu Bakar Ba asyir di Penjara, Saya difitnah
(Jakarta:Qalammas, 2006), h. 3. 54
Abu Bakar Ba asyir menjalani hidupnya penuh dengan dinamika. Ini
dikarenakan Ba asyir dengan karakternya mempelajari Islam serta
mengaplikasikan melalui gerakan dan pemikiran dalam prespektifnya. Ba asyir
terlihat berani dalam mengahadapi serangan dari pihak-pihak yang tidak sepaham
dengannya, sekalipun itu datangnya dari pihak luar negeri. Seperti contohnya
serangan yang datangnya dari Presiden Amerika, George Walker Bush,
mengatakan bahwa Ba asyir merupakan tokoh teroris internasional. Hal itu tidak
mengendurkan semangat Ba asyir dalam memperjuangkan Islam.
Setiap orang memiliki karakter sendiri yang memang terkadang tidak dapat
orang lain pahami tentang ideologi, prinsip, maupun cita-cita yang melandasi
seseorang memilih jalan hidupnya. Ba asyir sampai pada usia senja menempati
rumah dinas yang dimiliki oleh pesantren Al-Mukmin dikarenakan Ba asyir juga
sebagai pendiri selain mengajar di lembaga pendidikan tersebut.55
Pada tahun 1971, Ba asyir menikah dengan Aisyah Binti Abdurrahman
Baraja, seorang santri Mu allimat Al-Irsyad Solo. Aisyah adalah adik salah satu
sahabat Ba asyir bernama Abdullah Baraja. Aisyah terkesan dengan pribadi
Ba asyir yang sepanjang hidupnya selalu berada pada kekonsistenannya
mendakwahkan Islam. Dari hasil pernikahan ini, Ba asyir memiliki tiga orang
anak bernama Zulfa, Abdul Rasyid dan Abdurrahim.56
Demi dakwah yang dijalankannya, Ba asyir terlihat tidak mengkhawatirkan
akan akibat yang diperjuangkan. Hal ini terlihat dari apa yang dilakukannya dalam
55
Fauzan al-Anshari,Hari-Hari Abu Bakar Ba asyir di Penjara,h. 4. 56
mengkritik pemerintah yang menurutnya telah menghalangi syariat Islam
diterapkan dalam ruang legalitas kenegaraan. Akibat dari apa yang diperjuangkan
tersebut, Ba asyir telah merasakan masuk penjara berulangkali dengan berbagai
tuduhan yang ditujukan kepadanya.57
B. Latar Belakang Pendidikan
Abu Bakar Ba asyir adalah seorang tokoh keturunan Arab yang tinggal di
sebuah desa bernama Mojo Agung. Sebelum memulai pendidikannya di Pondok
Modern Gontor, Ponorogo, Ba asyir membantu keluarganya dengan bekerja
selama setahun di perusahaan tenun.58
Setelah menamatkan sekolah di Pesantren Gontor Modern atas biaya
kakaknya, Ba asyir melanjutkan pendidikannya dengan kuliah di Universitas
Al-Irsyad, Surakarta, dengan mengambil jurusan Dakwah pada tahun 1963. Ba asyir
mulai ikut dalam organisasi kemasyarakatan di Gerakan Pemuda Islam Indonesia
(GPPI) tingkat kecamatan, langsung sebagai ketua organisasi pada tahun 1961.
Ba asyir juga menjadi ketua GPII Cabang Pondok Modern Gontor. Pada tahun
1966 Ba asyir kembali dipercaya sebagai ketua Lembaga Dakwah Mahasiswa
Islam (LDMI) cabang Surakarta pada tahun 1966. Keikutsertaan terakhir Ba asyir
di dalam organisasi kemasyarakatan adalah dengan memegang amanah dalam
organisasi Islam sebagai Sekretaris Umum Pemuda Al-Irsyad cabang Solo.59
57
Fauzan al-Anshari,Hari-Hari Abu Bakar Ba asyir di Penjara,h. 4. 58
Irfan Suryahardy Awwas, ed., Dakwah & Jihad Abu Bakar Baasyir (Jogjakarta: Wihdah Press, 2003), h. 5.
59
Pada usianya yang menginjak umur 31, bersama Abdullah Sungkar dan
Hasan Basri, Ba asyir mendirikan sebuah radio dakwah yang diberi nama Radio
Dakwah Islamiyah ABC (Al-Irsyad Broadcasting Commission) pada tahun 1967.
Saat itu rezim Soeharto yang masih kuat berkuasa menutup radio tersebut. Namun
Ba asyir menempuh usaha selanjutnya dengan mendirikan satu lagi pemancar
radio bernama Radio Dakwah Islamiyah Surakarta (RADIS) pada tahun 1969
masih bersama Abdullah Sungkar.60
C. Aktifitas Dakwah dan Politik
Nama Abu Bakar Ba'asyir tentu tak asing bagi orang-orang yang
berkecimpung di dunia Islam, politik, dan hukum. Besarnya pengaruh dia di
negara ini tidak bisa dipungkiri lagi, walaupun cenderung pada arah yang negatif.
Berbagai badan intelijen serta PBB yang mengklaim bahwa dia adalah pemimpin
Jamaah Islamiyah (JI), suatu aliran agama Islam yang sangat liberal dan memiliki