• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerjemahan kata taghut : studi terjemahan ayat-ayat Al-Qur'an atas buku ' Taszkiroh' karya Abu Bakar Ba'asyir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerjemahan kata taghut : studi terjemahan ayat-ayat Al-Qur'an atas buku ' Taszkiroh' karya Abu Bakar Ba'asyir"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

Penerjemahan Kata Tâghût: Studi Terjemahan Ayat-Ayat

al-Qur an atas Buku Tadzkiroh Karya Abu Bakar Ba asyir

Oleh:

MUHAMAD NURKHOLIS AL-HASAN

1110024000008

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

(2)

Tâghût:

A

-A

B

A

B

B

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

Oleh:

AAD ! " A-A"A

1110024000008

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

#ERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah

dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya bukan hasil karya asli atau

jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di

UIN Syarif Hidayatullah.

Ciputat, 29 September 2015

Muhamad Nurkholis al-hasan

(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Secara etimologis dan secara leksikal, kata tâghût

(

)

dalam Kamus al-Munjid berasal dari kata-kata: artinya:

, (melampaui ukuran dan batas), dan kata tâghût artinya adalah setiap pangkal kesesatan, setan yang mengeluarkan dari jalan kebenaran, dan setiap sesembahan selain Allah. Al-thawaghi dan al-thawaghit adalah rumah-rumah berhala. Sedangkan dalam Kamus al-Munawwir, tâghût berasal dari akar kata:

ﻰ ﻐ ﻃ

, artinya: melampauai batas. Bisa juga dari akar kata:

ﻰ ﻐ ﻃ

, artinya: melampaui ukuran dan batas. Sedangkan kata tâghût

(

)

artinya adalah berhala, setan, patung, dukun dan setiap yang disembah selain Allah.

Kata tagha dalam berbagai bentuknya ditemukan dalam al-Qur’an sebanyak 39 kali. Kata ini mula nya digunakan dalam arti meluapnya air sehingga mencapai tingkat kritis atau membahayakan.

Kata tagha

(

ﻰ ﻐ ﻃ

)

dalam berbagai bentuknya kemudian digunakan dalam arti yang lebih umum, yakni segala sikap yang melampaui batas, seperti kekufuran kepada Tuhan, pelanggaran kesewenang-wenangan terhadap manusia dan tentunya juga tetap berlaku makna asli yang disebut diatas yakni melimpahnya air

Menurut Quraish Shihab Bahwa kata tâghût

(

)

terambil dari akar kata yang berarti melampaui batas biasanya digunakan untuk yang melampaui batas dalam keburukan.
(7)

K

$% $

P

&'

G

$' %$(

) *+,-, ./0 1 23/4/5 .*6 *-17 1 . ,60 ,7 4 ,6 . ,8, 9 -- ,: )WT, yang telah memberi

nikmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini. Shalawat beserta salam senantiasa tercurah kepada baginda Nabi Muhammad

SAW, keluarganya, sahabat-sahabatnya dan para pengikutnya.

Dalam hal ini peneliti menyadari, skripsi yang peneliti karyakan ini masih

jauh dari sempurna, proses penelitiannya pun tidak terjadi secara instan begitu

saja, butuh proses panjang dalam menyelesaikannya. Skripsi ini merupakan

sebuah karya penulisan guna memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana

Sastra di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tak lupa peneliti juga ingin haturkan terima kasih kepada seluruh sivitas

akademik UIN Syarif Hidayatullah, kepada: Prof. Dr. Sukron Kamil, MA selaku

Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Dr. Moch. Syarif Hidayatullah M.Hum

selaku Ketua Jurusan Tarjamah, Rizqi Handayani, MA selaku Sekretaris Jurusan

Tarjamah. Serta seluruh dosen-dosen Jurusan Tarjamah atas segala ilmu dan

pengetahuan yang diberikan selama ini kepada peneliti. Semoga ilmu yang

diberikan bermanfaat bagi peneliti dan menjadi bekal dimasa depan tentunya.

Secara khusus peneliti ingin mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada

Bapak Prof. Dr. Ahmad Satori Ismail, MA. dan Bapak Abdul Rosyid, MA. selaku

dosen pembimbing skripsi, serta Bapak Drs. Ahmad Syatibi, MA. dan Ibu Karlina

Helmanita, M.Ag selaku dosen penguji sidang skripsi, yang sudah meluangkan

waktu di tengah kesibukannya untuk membaca, mengoreksi, dan memberikan

referensi, serta memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penghormatan serta salam cinta peneliti haturkan kepada sosok yang sangat

berjasa selama ini, kedua orangtua peneliti, H. Agus Miharja, BBA, SE dan Hj.

Nuryanih. Terima kasih Papah dan Mamah tercinta atas do a yang tiada hentinya

selalu dipanjatkan, serta dukungan dan motivasi yang diberikan untuk peneliti.

(8)

Abdul Hamid Sutomi dan juga adik peneliti, Yayas, Ami, Anis, dan Ela yang

telah mendukung dan menghibur peneliti sehingga penulisan skripsi ini selesai.

Kepada kerabat peneliti yang berada di wilayah UIN Syarif Hidayatullah,

penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Tarjamah

angakatan 2010 dan khususnya sahabat-sahabat peneliti; Arif Azami, Mutz,

Asiah, Humairoh, Farhan, Syafaat, dan Lukman. Terima kasih atas motivasi, doa,

dukungan serta ide-ide kalian yang telah disumbangkan untuk peneliti, dan sudah

meluangkan waktunya untuk membantu peneliti dalam mencari referensi. Terima

kasih juga kepada adik-adik kelas atas dukungannya.

Semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi semuanya. Saran dan

kritik membangun penulis harapkan untuk interpretasi yang lebih baik lagi.

Peneliti

(9)

D;<= ; >?S?

H; @ ; A; BCDE D@F FFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFF GG H

LIAJ;>KI>BL; =;;B FFFFFFFF FFFFFFFFFFFFFFFGGG HH

LIAJ;>KI>MI=UJU; BKIAJ?AJ? BNFFFFFFFFFFFFFFFF G HH H

LIAJ;>KIB NIS; O;BK;B ? = ?;DC? ;BFFFFFFFFFFFFFFFF Hv

;JS= >;PGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGG v

P;=;KIBN;B=;> F GGGGGFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFF G vH

D;<=;>?S? GGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGFFFFFFFFGGGGGGGGGGGG GGGGGGGGGGGGG vHH H

KIDQA; B= >;B ML? =I>;M?; >;J-L;=? B GGFFFFFFFFFFFFFF G RH

J;J?SKIBE ; OULU;B

TUVWXWYZ[\W] W^ _`WaW \W b 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 6

D. Tinjauan Pustaka 7

D. Metodologi Penelitian 7

E. Sistematika Penulisan 9

J;J? ?SP I>; B NP;=IQ>?

A. Morfologi . 10

1. Morfem 12

2. Akar (cdef) dan Pola (g ch i) 12

3. Kelas Kata 13

4. Nomina 14

5. Verba 15

6. Partikel 16

(10)

jklmnmo mpq rs m ptuv 17

1. Pengertian Semantik 17

2. Jenis-Jenis Makna 17

3. Teori Makna . 19

4. Rincian dalam Konteks . 22

5. Pentingnya Makna Kontekstual Dalam Terjemahan . 24

C. Penerjemahan . 26

1. Model Penerjemahan ... . 29

2. Memperhatikan Tujuan Kalimat . 32

3 Memperhatikan Konteks Kalimat . 32

w x w yy y z wy {|}x ~y x wU w x x} w x€xSy } Dx‚ |xƒ w x}x‚ UƒUƒ wUU „x… †y} {H

A. Riwayat Hidup 34

B. Latar Belakang Pendidikan 36

C. Aktifitas Dakwah dan Politik 37

D. Gambaran Umum Buku Tadzkiroh 40

w x w y‡ z x‚xˆySyS ‰Š‚Š}‹ŠƒxŒx ‚ x„x „Hx|HU„ Dxˆxƒ wUU

„x… †y} {H

A. Temuan ayat-ayat al-Qur an yang terdapat kataThaghut ... 44

B. Analisis terjemahan katathagutdan konsekuensi teologis ... 49

w x w‡z‰Š‚ „U‰

A. Kesimpulan 57

B. Saran 58

Dx ~„x}‰US„x x

(11)

ŽEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Dalam skripsi ini, sebagian data ditransliterasikan ke dalam huruf latin.

Transliterasi ini berdasarkan pedoman transliterasi Arab-Latin dalam buku

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1. Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padannya dalam aksara latin.

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan

b be

t te

ts te dan es

j je

h h dengan garis bawah

kh ka dan ha

d de

dz de dan zet

r er

z zet

s es

sy es dan ye

(12)

d de dengan garis di bawah

t te dengan garis di bawah

z zet dengan garis di bawah

koma terbalik di atas

hadap kanan

gh ge dan ha

f ef

q ki

k ka

l el

m em

n en

w we

h ha

, apostrof

Y ye

2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal

tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggul,

(13)

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

a fathah

i kasrah

u Dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

- - - -

ai a dan i

- - - -

au a dan u

Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa arab dilambangkan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ﺎ َـ

ـ

â a dengan topi di atas

î i dengan topi di atas

(14)

3. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara arab dilambangkan dengan huruf,

yaitu , dilahirkan menjadi huruf /I/, baik diikuti huruf  ‘’ “ ‘ ” maupun huruf

qomariyah. Contoh:al-rijâl, al-dîwânbukanad-dîwân.

4. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda ( ّ _ ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf , yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata tidak ditulis ad-darûrah melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.

5. Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang

berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat

contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti

oleh kata sifat (na t) (lihat contoh 2 di bawah). Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3)

No Kata Arab Alih Aksara

1

ﺔ ﻘ ﻳ ﺮ ﻃ

Tarîqah
(15)

3 Wahdat al-wujûd

6. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih

aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang

berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain

untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama

diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata

sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri

tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. (Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî

bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi).

Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan dalam

alih akasara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (•– —˜•™) atau

cetak tebal (š› ˜œ). Jika menurut EYD, juduk buku itu ditulis dengan cetak miring,

maka demikian halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari

dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya

berasal dari bahasa arab. Misalnya ditulis, Abdussamad al-Palimbani, tidak Abd

(16)

7. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi l), kata benda (ism), maupun huruf (harf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-kalimat

dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:

Kata Arab Alih Aksara

dzahaba al-ustâdzu

tsabata al-ajru

al-harakah al- asriyyah

asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh

Maulânâ Malik al-Sâlih

Yu atsirukum Allâh

al-mazâhir al- aqliyyah

al-âyât al-kauniyyah

(17)

žŸ

 ENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Alquran adalah kitab yang mengandung firman-firman Allah Swt. Alquran

diturunkan buat manusia melalui Nabi Muhammad saw dengan perantara Jibril,

untuk menjadi petunjuk dan pegangan bagi hidup manusia sekarang maupun di

akhirat kelak.1

Teks Alquran memang tidak berubah, tetapi penafsiran atas teks selalu

berubah sesuai dengan konteks ruang dan waktu. Oleh karena itu, Alquran selalu

membuka diri untuk dianalisis, dipersepsi, dan diinterpretasikan dengan berbagai

alat, metode, dan pendekatan untuk menguak isinya. Aneka metode dan tafsir

yang berkembang merupakan usaha untuk membedah makna yang terdapat dalam

Alquran itu.2

Alquran secara empiris merupakan suatu naskah teks dalam kitab yang

menggunakan sarana komunikasi bahasa. Namun, perlu dipahami bahwa Alquran

berbeda dengan teks sastra maupun teks lainnya. Adanya kekhususan ini karena

sifat hakikat bahasa yang terkandung dalam Alquran memiliki fungsi yang

1

Tim Raden,al-Qur an Kita: Studi Ilmu, Sejarah dan Tafsir Kalamullah(Kediri: Lirboyo Press, 2011), h. 142.

2

(18)

berbeda dengan fungsi bahasa lainnya. Perbedaan ini terletak pada hakikat makna,

fungsi bahasa Alquran yang khas, universal dan mengatasi ruang dan waktu.3

Oleh karena itu, dalam menerjemahkan suatu ayat perlu adanya ketelitian

dan memahami asbabun nuzul-nya. Sebab, apabila tidak menggunakan ketelitian

dalam memahami ayat-ayat Alquran dan tidak mengetahui asbabun nuzul-nya

dengan baik maka akan berdampak buruk apabila menjadi konsumsi publik,

terlebih yang membacanya itu adalah orang awam.

Saat ini, ada golongan yang memelintir ayat-ayat Alquran dengan

menggunakan ayat tersebut. Mereka membuat keputusan bahwa Pemerintahan

NKRI dan semua yang ada dalam pemerintahan itu merupakan tâghût. Kemudian belum lama ini sering terdengar golongan yang sangat mudah mengafirkan.

Mereka mengklaim bahwa NKRI itu seperti tâghût, mereka juga menilai bahwa Pancasila, UUD 45, dan undang-undang lainnya adalah hukumtâghûtyang harus diingkari, barangsiapa yang mengikuti hukumtâghûtmaka ia kafir murtad.4

Pemikiran-pemikiran mereka ini dituang dalam buku yang belum lama

telah ditarik peredarannya di tempat umum oleh Kapolri yang didukung oleh

MUI.5 Dalam buku tersebut banyak sekali membahas kata tâghût dengan didampingi dalil-dalil Alquran.

Contoh dalil Alquran Surah al-Baqarah 256, Allah swt berfirman:

3

Sahiron Syamsuddin, dkk.,Hermeneutika Al-Qur an Mazhab Yogya(Yogyakarta: Islamika, 2003), h. 69-70.

4

Abu Bakar Ba asyir,Tadzkiroh Nasehat dan Peringatan Karena Alloh, Kepada Ketua MPR/DPR dan Semua Anggotanya Yang Mengaku Muslim & Aparat Taghut N.K.R.I Bidang Hukum dan Pertahanan Yang Mengaku Muslim (Jakarta: JAT Media Center,2012), Jilid II, cet-I, h. 8-9.

5

(19)













Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah

jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu Barangsiapa yang

ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah

berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah

Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Dalam ayat 257 Surah al-Baqarah, Allah Swt berfirman:

























Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka

dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir,

pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya

kepada kegelapan (kekafiran). mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal

di dalamnya.

katatâghûtberasal dari kata

(

ﻲ ﻐ ﻃ

)

yang berarti melewati batas dalam bermaksiat.6 Penyebutan dan perubahan kata (derivasi)-nya dalam Alquran ada 39 kali; adapun

6

(20)

dengan bentuknya katatâghût

(

)

ada 8 kali.7Imam al-Raghib menjelaskan bahwa thaghut adalah ungkapan bagi setiap yang melewati batas. Seperti;

penyihir, peramal, jin durhaka, dan siapapun yang memalingkan diri dari jalan

kebaikan.8 Penulis Fathul Majid Syarah Kitab Tauhid, memberikan beberapa

definisi tentang maknatâghût. Katatâghût

(

)

diambil daritughyân

(

)

yang berarti melampaui batas.

Kata tâghût menurut Quraish Shihab adalah melampui batas, maksud melampaui batas disini adalah melampui batas dalam segala macam kebatilan

baik dalam bentuk berhala, ide-ide yang sesat, manusia durhaka, atau siapa pun

yang mengajak kepada perbuatan yang menyesatkan. Ada lagi yang memahami

kata tâghût dalam arti hukum-hukum yang berlaku pada masa jahiliyah, yang telah dibatalkan dengan kehadiran Islam.9

Dalam memahami suatu makna kata, kita harus melihat kamus jika ingin

mengetahui makna tersebut. Namun, dalam kehidupan sehari-hari orang tidak

selamanya membuka kamus jika ada kata yang tidak dimengerti maknanya, dan

juga orang tidak harus membuka kamus kalau akan berkomunikasi.

Sulit memang jika memberikan batasan tentang makna, akan tetapi ilmu

linguistik memberikan batasan makna sesuai dengan bidang ilmu yang merupakan

7

A.D. Muhammad Zaki Muhammad Khidr,Mu jam Kalimat Al-Qur an Al-Karim. (Maktabah Syamilah Versi 3.51), h. 225.

8

Ar-Raghib Al-Ashfahani,Al-Mufrodaat,h. 520. 9

(21)

keahliannya. Jadi tidak mengherankan, kata dan kalimat yang mengandung makna

adalah milik pemakai bahasa. Hal ini karena pemakai bahasa bersifat dinamis

yang kadang-kadang memperluas makna sesuatu kata ketika ia berkomunikasi

sehingga makna kata dapat saja berubah.10

Dalam linguistik umum karangan Abdul Chair disebutkan bahwa untuk

melihat makna kata bisa menggunakan berbagai jenis pendekatan makna, di

antaranya: makna leksikal, gramatikal, kontekstual dan referensial.11 Pemaknaan

yang dilakukan oleh Abu Bakar Ba syir tentang tâghûtlebih dekat menggunakan teori makna yang hanya bersandarkan kamus, atau bisa juga berdasaran makna

referensial sesuai dengan pengetahuan-pengetahuannya tentang tâghût. Dari permasalahan ini, penulis mencoba menganalisa makna tâghût yang digunakan oleh Abu Bakar Ba asyir. Sejauh mana pengaruh objek kajian semantik

memandang pemaknaan kata tâghût dalam buku Tadzkiroh (Peringatan dan Nasehat Karena Allah) Karya Abu Bakar Ba asyir.

Jika ayat-ayat yang terdapat pada buku Tadzkiroh dimaknai seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar Ba asyir, pandangan peneliti ke depannya adalah

agama islam akan saling mengafirkan satu sama lain karena tunduk terhadap

tâghûtyang menurut pandangan golongan mereka.

Berdasarkan persoalan-persoalan di atas, peneliti mengambil judul skripsi

Penerjemahan kata tâghût: Studi Terjemahan Ayat-Ayat Alquran dalam buku

TadzkirohKarya Abu Bakar Ba asyir

10

Mansoer Pateda,Semantik Leksikal,(Jakarta: Rineka Cipta 2001), cet 1, h. 84. 11

(22)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Pembatasan masalah dalam penulisan skripsi ini sesuai dengan judul yang

akan diajukan yaitu Penerjemahan kata Tâghût: Studi Terjemahan Ayat-Ayat Alquran dalam buku Tadzkiroh Karya Abu Bakar Ba asyir. Adapun pembagian masalahnya sebagai berikut:

1. Apakah pengunaan kata makna tâghût dalam terjemahan ayat-ayat Alquran di bukuTadzkirohsudah sesuai dengan terjemahan Kemenag RI? 2. Apakah dari terjemahan yang sama terjadi pemahaman yang sama atau

tidak?

3. Apakah kata tâghût dalam pemahaman umat Islam memiliki konsekuensi teologis?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan masalah yang peneliti uraikan di atas, tujuan penulisan judul

ini secara umum adalah guna mengetahui makna-makna yang terkandung dalam

kata tâghût dalam terjemahan Alquran yang ditelaah melalui kajian semantik. Adapun tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan ini antara lain:

1. Untuk mengetahui kesesuaian kata makna tâghût dalam terjemahan ayat-ayat Alquran di bukuTadzkirohdengan Alquran terjemahan Kemenag RI. 2. Untuk mengetahui pemahaman yang terjadi pada terjemahan yang sama

(23)

3. Untuk mengetahui konsekuensi teologis kata tâghût pada pemahaman umat Islam.

D. Tinjauan Pustaka

Setelah peneliti mencari dan menelaah berbagai karya-karya ilmiah baik

melalui perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora maupun perpustakaan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Adapun kajian tentang kata tâghût, peneliti menemukan pada sebuah skripsi yang berjudul Konsep tâghût dalam Alquran (sebuah analisis makna

tâghûtdalam Alquran serta korelasinya terhadap berbagai penyimpangan akidah dalam realitas sosial) yang ditulis oleh Andriansyah. Pada skripsi tersebut peneliti

menganalisis makna tâghût terfokus menurut kacamata akidah saja, sedangkan pada skripsi ini penulis membandingkan penerjemahan katatâghûtpada ayat-ayat Alquran yang terdapat pada buku Tadzkiroh 1&2 dan Alquran Terjemahan Kemenag RI.

E. Metodologi Peneltian

Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

jenis penelitian qualitatif dengan model penulisan deskriptif analitis. Maksudnya, penelitian ini dilakukan berangkat dari studi pustaka, pengamatan, dan telaah

(24)

dalam kategori data pokok (primer) seperti kajian buku yang ditulis oleh Abu

Bakar Ba asyir Tentang tâghût yang sudah lama dibicarakan oleh umat Islam. Data seperti ini bisa diambil melalui literatur-literatur terkait, karya ilmiah, media

elektronik, atau internet yang memiliki hubungan erat dengan judul skripsi ini,

guna mengumpulkan sebanyak mungkin data-data yang diperlukan.

Pengolahan data dalam penelitian skripsi ini menggunakan teori semantik

kontekstual, yaitu makna sebuah kata terikat oleh lingkungan kultural atau

ekologis pemakai bahasa tertentu.12 Pengumpulan datanya dengan cara selective

coding, yaitu memilih secara selektif kasus-kasus yang sesuai topik pembahasan terhadap semua data. Kemudian setelah data-data itu dikualifikasikan, langkah

berikutnya menelaah dan menganalisanya lalu, dideskripsikan dengan cara

interpretasi peneliti melalui analisis morfologi, semantik, dan penerjemahan.

Kemudian dalam penyusunan dan tehnik penulisan skripsi, Penulis

berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan

Disertasi) yang diterbitkan oleh Center Of Quality Development and Assurance (CeQDA) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

12

(25)

F. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab. Bab I pendahuluan mencakup

latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat masalah

penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II kerangka teori mencakup morfologi yang terdiri atas morfem, akar

(ashl) dan Pola (wazn), kelas kata, nomina, verba, partikel, pembentukan kata.

Wawasan semantik yang mencakup terdiri atas pengertian semantik, jenis-jenis

semantik, teori semantik, rincian dalam konteks dan pentingnya makna

kontekstual dalam terjemahan. Yang terakhir penerjemahan yang mencakup

terdiri atas model penerjemahan, memperhatikan tujuan kalimat dan

memperhatikan konteks kalimat.

Bab III biografi mencakup riwayat hidup, latar belakang pendidikan,

aktifitas dakwah dan politik dan gamabaran umum buku tadzkiroh.

Bab IV analisis mencakup temuan ayat- ayat al-Qur an yang terdapat kata

(26)

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Morfologi

Proses morfologi pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari

sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (dalam proses afiksasi),

pengulangan (dalam proses reduplikasi), penggabungan (dalam proses

komposisi), pemendekan (dalam proses akronimisasi), dan pengubahan status

(dalam proses konversi).13

Morfologi atau tata bentuk kata adalah bagian dari tata bahasa yang

mempelajari bentuk betuk kata dan segala hal proses pembentukannya. Morfologi

mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Dalam

bahasa arab, ilmu ini lebih dikenal dengan ilm al-sharf yang merupakan satuan gramatikal yang membahas masalah struktur intern kata. Menurut Verhaar, secara

terminologi morfologi adalah salah satu dari bidang linguistik yang mempelajari

susunan bagian-bagian kata secara gramatikal. Definisi lain dikemukakan oleh

Hijazi yang menyatakan bahwa morfologi adalah penyatuan dari beberapa unsur

bunyi yang ada sehingga menjadi sebuah kata yang mengalami afiksasi.14

Sebagai suatu disiplin ilmu, ia tidak berdiri sendiri tanpa adanya

keterikatan atau ketergantungan pada ilmu yang lain. Oleh karena itu, morfologi

13

Abdul Chaer,Morfologi Bahasa Indonesia (pendidikan proses)(Jakarta :Rineka Cipta, 2008), h. 25.

14

(27)

tidak bisa lepas dari tiga unsur subdisiplin linguistik lainnya (fonologi, sintaksis,

dan semantik). Inilah alasan mengapa linguistik sering juga disebut dengan

linguistik umum (general linguitic). Dengan demikian, sangat tampak bangunan

komunal linguistik itu sendiri dan pertanda bahwa terdapat unsur keterkaitan yang

kuat antara beberapa subdisiplin ilmu. Lebih konkret lagi dapat kita kaji bahwa

linguistik itu tidak hanya mengkaji sebuah bahasa saja, seperti bahasa Arab,

Indonesia, Inggris, melainkan mengkaji seluk-beluk bahasa pada umumnya,

bahasa yang menjadi alat interaksi manusia.15

Morfologi merupakan salah satu dari empat unsur pokok (fonologi,

morfologi, sintaksis, dan semantik) dalam ilmu linguistik. Hal ini senada dengan

pendapat yang dikemukakan oleh Hijazi. Meskipun ada pula pedapat lain yang

menganggap bahwa fonetik dan fonologi adalah dua hal yg berbeda, didasarkan

pada fungsionalitas bunyi yang dikaji. Belakangan selain subdisiplin tersebut,

dimasukkan pula pragmatik dalam unsur pokok lingustik.16

Terlepas dari itu, beberapa karya tentang morfologi dalam bahasa Arab,

diiringi dengan pembahasan sintaksis. Bahkan, Al-Zaji berpendapat bahwa

morfologi dan sintaksis adalah dua ilmu yang sama. Hal ini menunjukan bahwa

morfologi merupakan disiplin ilmu yang keberadaanya sangat diperlukan, karena

morfologi adalah salah satu inti ilmu yang memfasilitasi pemahaman terhadap

makna sebuah teks, terutama bahasa Arab.17

15

Hidayatullah dan Abdullah,Pengantar Linguistik,cet 1, h. 59. 16

Hidayatullah dan Abdullah,Pengantar Linguistik,cet 1, h. 60. 17

(28)

1. Morfem

Morfem adalah bentuk bahasa yang dapat dipisah-pisahkan menjadi

bagian yang lebih kecil, kemudian dapat diceritakan lagi menjadi bagian yang

lebih kecil lagi sampai ke bentuk yang jika dipotong lagi tidak mempunyai

makna. Oleh karenanya, al-khuli mendefinisikan morfem sebagai satuan

gramatikal terkecil, otonom, dan mempunyai makna . Dalam bahasa Arab, kita bisa mengambil contoh pada kata al- ilm yang dapat dipisah menjadi al + ilm. Morfem al- merupakan morfem morfem terikat, sedangkan kata ilm merupakan morfem bebas.18

Morfem bebas adalah morfem yang tidak tergantung pada adanya morfem

lain. Ia dapat berdiri sendiri dan dapat membentuk suatu kata. Contohnya kata

fahima. Sementara itu, morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri sendiri. Ia tidak dapat membentuk suatu kata dan tidak mempunyai makna bila

tidak digabungkan dengan kata lain. Contohnya artikelal-.

2. Akar (Ashl) dan Pola (Wazn)

Bahasa Arab memiliki prinsip akar dan pola. Secara struktur dan semantic,

leksikon bahasa arab berkaitan dengan akarnya. Akar-akar tersebut diderivasikan

dengan menggandakan radikal tengah, menambahkan prefiks yang berupa

konsonan, atau kombinasi dari proses-proses tersebut.

18

(29)

Maksud dari akar adalah asal sebuah kata . Kata katabamempunyai asal KTB. Dari asal kata ini nantinya akan melahirkan beberapa pola atau bentuk kata,

atau yang disebut juga dengan pola (wazn). Contoh pola pada kata kataba adalah

yaKTubu menulis ,KiTa:B buku , maKTaB meja , maKTaBah/ perpustakaan . muKa:TaBah,dsb. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa akar adalah asal

dari suatu kata, sementara pola adalah bentuk kata yang mengalami

perkembangan sehingga dari satu asal kata menghasilkan kata yang berbeda-beda

dengan makna yang tentunya berbeda pula dan inilah yang diistilahkan dalam

bahasa Arab dengan tashri:f (derivasi), yaitu adanya proses pembentukan kata baru.

Pada saat sebuah kata sebuah kata mengalami suatu proses pembentukan

kata lain, sebenarnya ia telah mengalami dua perubahan, yaitu yang disebut

dengan mofrosintaktik (infleksi) dan morfoseantik (derivasi). Dari sini dapat

disimpulkan bahwa morfositaksis lebih menekankan kepada proses pembentukan

kata baru karena unsur gramatikalnya, sementara morfosemantik menekankan

pada proses pembentukan kata-kata baru karena adanya perubahan pada pola

dasarnya.

3. Kelas Kata (Aqsa:m al-Kalimah)

Ni mah membagi kelas kata dalam bahasa Arab menjadi tiga: nomina,

verba, dan partikel. Nomina (ism) adalah kata yang mengacu pada makna yang

(30)

Verba (fi il) adalah kata yang mengacu pada suatu peristiwa yang terjadi pada

waktu tertentu. Partikel (harf) adalah kata yang hanya mempunyai makna bila

berdampingan dengan kata lain.

Berbeda dengan bahasa Indonesia yang memiliki tidak kurang 13 anggota

kelas kata, bahasa Arab hanya memiliki tiga saja anggota kelas kata. Ini tidak

berarti bahasa Arab tidak memiliki anggota kelas kata, selain tiga yang sudah

disebutkan sebelumnya. Dalam bahasa Arab, pronominal (dhami:r), adjektiva

(shifah), numeralia( adad), adverbial (zharaf), demonstrativa(isya:rah), semuanya masuk dalam kategori ism. Semantara itu, interogative (istifha:m), preposisi (jarri),konjungsi (athf), semuanya masuk dalam kategoriharf.

4. Nomina (ism)

Wright membagi nomina menjadi nomina primitf dan nomina derivatif.

Nomina primitif merupakan kata benda, seperti /rajul/ lelaki ,

ﲔ ﻋ

/ ain/

mata . Nomina derivatif bisa berupa kata benda atau ajektiva, deverba yang

diderivasikan dari verba,seperti

ﻢ ﻴ ﺴ ﻘ ﺗ

/taqsi:m/ divisi (dari

ﻢ ﺴ ﻗ

/ qasam-/

membagi ), atau denominatif yang diderivasikan dari nomina, seperti /

ma sadah/ tempat yang dipenuhi singa (dari /asad/ singa ). Perkembangan

mutakhirnya, nomina juga dibentuk dari pronomina dan artikel

(departikulatif),seperti /ana:niyyah/ egoisme ,

ﺔ ﻴ ﻔ ﻴ ﻛ

/kayfiyyah/ kualitas .

Nomina sendiri mempunyai beberapa ciri berikut: (1) kata yang berharakat

(31)

artikel alif lam( ), seperti / al-rajulu/ lelaki itu ; (3) kata yang didahului preposisi jarr ( ) , seperti / min al-rajul/ dari lelaki itu dan partikel sumpah ( , , ), seperti / billa:hi/ demi allah/.

5. Verba

Verba atau kata kerja adalah jenis kata yang mengandung makna dasar

perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas. Berdasarkan

bentuknya, verba dapat dibagi menjadi dua macam. Pertama, verba asal, yang

dapat berdiri sendiri tanpa afiks. Contohnya, katab, qara a, ja a, dan lain sebagainya. Kedua, verba turunan, yaitu verba yang telah mengalami afiksasi,

reduplikasi, atau berupa penggabungan paduan bentuk dasar. Contohnya, yaktub

dan yaqra .19

a) Infleksi adalah kata kata dalam bahasa bahasa berfleksi, seperti bahasa

Arab, untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu

bentuknya dengan kategori kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa

itu. Alat yang digunakan untuk penyesuaian bentuk itu biasanya berupa

modifikasi internal, yakni perubahan yang terjadi di dalam bentuk dasar

itu. Dalam bahasa Arab perubahan perubahan tersebut berupa perubahan

bentuk jumlah dan jenis.20

b) Derivasi adalah proses pembentukan kata kata, atau dapat diartikan

perubahan morfemis yang menghasilkan kata dengan identitas morfemis

19

Hidayatullah dan Abdullah,Pengantar Linguistik,cet 1, h. 68. 20

(32)

yang lain. Derivasi juga dikenalkan dengan nama morfosemantik, yaitu

suatu bentuk proses morfologis pada dataran pembentukan kata baru, yang

dalam bahasa Arab disebut dengan al-tashrif al-ishthilahi. Perubahan perubahan yang terjadi di dalam derivasi ini terletak pada pola kata, baik

nantinya pola itu terdiri dari tiga atau lebih.21

6. Partikel (harf)

Menurut Syaibah, harf terbagi menjadi 3 (tiga): (1) harf yang mendampingi ism; (2) harf yang mendampingi fi il; (3) harf yang mendampingi

ism dan fi il. Harf yang mendampingi ism biasanya berfungsi sebagai preposisi (harf al-jarr); harf al-nida : partikel vokatif ; dan partikel akusatif (na:shib), seperti anna bahwa , kaanna sepertinya , lakinna tetapi , laita andai saja . Sementara itu,harf yang mendampingifi ilbiasanya merupakan partikel akusatif, seperti an bahwa , lan tidak pernah , kai agar , idzan jadi ; juga harf yang merupakan partikel jusif, seperti lam belum , la: jangan , in (pada klausa kondisional) andai . Lain lagi, harf yang bisa mendampingi ism dan fi il. Ia biasanya berupa konjungsi (harf al- athf), harf al-istifha:m (partikel tanya), harf

al-jawa:b(partikel jawab, sepertina am iya danla: tidak , dan sebagainya.

21

(33)

7. Pembentukan Kata (Bina: al-Kalimah)

Beberapa kata baru terbentuk melalui proses pengabungan dua kata atau

lebih. Perpaduan ini sedikitnya dapat berwujud ke dalam beberapa jenis

perpaduan kata berikut: afiksasi, pemajemukan, akronim, pembentukan susut,

abreviasi, paduan dan pemenggalan.

B. Wawasan Semantik

1. Pengertian Semantik

Kata semantik berasala dari bahasa Yunani sema(kata benda) yang berarti

tanda atau lambang. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti menandai atau melambangkan. Tanda atau lambang itu sendiri dikemukakan Ferdinand De Saussure terdiri dari dua bagian, yaitu komponen yang diartikan atau makna dari

komponen yang pertama itu. Kedua komponen ini merupakan tanda atau lambang;

sedangkan yang ditandai atau dilambanginya adalah sesuatu yang berada di luar

bahasa yang disebutreferenatau hal yang ditunjuk.22

2. Jenis-Jenis Makna

1. Makna Leksikal

Istilah leksikal adalah bentuk ajektifa dari nomina leksikon, yang berasal

dari leksem. Dalam kajian morfologi leksem lazim diartikan sebagai bentuk dasar

yang setelah mengalami proses gramatikalisasi akan menjadi kata. Sedangkan

22

(34)

dalam kajian semantik leksem lazim diartikan sebagai satuan bahasa yang

memiliki satu makna atau satu pengertiaan.23

Jadi, makna leksikal adalah makna yang secara inheren dimiliki oleh sebuah

leksem. Makna leksikal ini dapat juga diartikan sebagai makna kata secara lepas,

di luar konteks kalimatnya. Makna leksikal ini terutama yang berupa kata atau

entri yang terdaftar dalam kamus. Misalnya, bagian tubuh dari leher ke atas

adalah makna leksikal dari kata kepala , sedangkan makna ketua atau pemimpin bukanlah makna lesikal. Sebab untuk menyatakan makna ketua atau

pemimpin kata kepala itu harus bergabung dengan unsur lain, seperti dalam frase

kepala sekolahataukepala kantor.24 2. Makna Gramatikal

Makna gramatikal adalah makna yang menyangkut hubungan intra bahasa,

atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata di dalam

kalimat. Di dalam semantik makna gramatikal dibedakan dari makna leksikal.

Sejalan dengan pemahaman makna dibedakan dari arti. Makna merupakan

pertautan yang ada antara satuan bahasa, dapat dihubungkan dengan makna

gramatikal, sedangkan arti adalah pengertiaan satuan kata sebagai unsur yang

dihubungkan.25

23

Abdul Chaer,Psikolinguistik Kajian Teoritik(Jakarta: Pt Rineka Cipta.2003), cet 1, h.269. 24

Abdul Chaer,Psikolinguistik Kajian Teoritik, cet 1, h. 270. 25

T. Fatimah Djajasudarma,Semantik 2 Relasi Makna Paradigmatik-Sintagmatik-Derivasional

(35)

Oleh karna itu, pada makna sebuah kata baik kata dasar maupun kata jadian,

sering sangat tergantung pada konteks kalimat atau konteks situasi maka makna

gramatikal ini sering juga disebut makna kontekstual atau makna situasional.26

3. Makna Kontekstual

Makna Kontekstual adalah teori yang berasumsi bahwa sistem bahasa itu

saling berkaitan satu sama lain di antara unit-unitnya, dan selalu mengalami

perubahan dan perkembangan. Karena itu, dalam menentukan makna, diperlukan

adanya penentuan berbagai konteks yang melingkupinya. Teori yang

dikembangkan oleh Wittgenstein ini menegaskan bahwa makna suatu kata

dipengaruhi oleh empat konteks, yaitu : (a) konteks kebahasaan, (b) Konteks

emosional, (c) konteks situasi dan kondisi. Dan (d) konteks sosio-kultural.27

3. Teori Makna

Makna merupakan pertautan yang ada di antara unsur-unsur suatu bahasa

(terutama kata-kata). Menurut Palmer makna hanya menyangkut intrabahasa

sedangkan menurut Lyons mengkaji makna suatu kata ialah memahami kajian

kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan-hubungan makna yang membuat

kata tersebut berbeda dari kata-kata lainnya. Dalam hal isi komunikasi ini

menyangkut makna leksikal dari kata-kata itu sendiri. Makna mempunyai tiga

tingkat keberadaan, yakni :

1. Pertama, makna menjadi isi dari suatu bentuk kebahasaan.

2. Kedua, makna menjadi isi dari suatu kebahasaan.

26

Abdul Chaer, Pengantar Semantik, cet 2, h. 62. 27

(36)

3. Ketiga, makna menjadi isi komunikasi yang mampu membuahkan

informasi tertentu.

Sehubungan dengan tiga tingkat keberadaan makna, samsuri

mengungkapkan adanya garis hubungan antara makna, ungkapan dan kembali ke

makna.

Pada hakekatnya mempelajari makna berarti mempelajari bagaimana setiap

pemakai bahasa saling mengerti. Makna sebuah kalimat sering tidak tergantung

pada system gramatikal dan leksikal saja, tetapi tergantung pada kaidah wacana.

Makna sebuah kalimat yang baik pilihan katanya dan susunan gramatikalnya

sering tidak dapat dipahami tanpa memperhatikan hubungannya dengan kalimat

lain dalam sebuah wacana.Selain itu, dalam suatu bahasa faktor ekstralinguistik

(sosial) dapat mempengaruhi dalam penentuan makna kalimat, contohnya dalam

bahasa Sunda dan Jawa. Masalah ini termasuk sosiolinguistik bukan masalah

leksikal. Filosof dan Linguis mencoba menjelaskan tiga hal yang berhubungan

degan makna, yakni :

1. Makna kata secara alamiah

2. Mendeskripsikan makna kalimat secara alamiah

3. Menjelasakan proses komunikasi.

Suatu kata akan mempunyai makna yang beragam bila dihubungkan dengan

(37)

kata B akan memiliki jenis hubungan yang berbeda bila A dihubungkan dengan

C.28

Konteks kebahasaan berkaitan dengan struktur kata dalam kalimat yang

dapat menentukan makna yang berbeda, seperti taqdim (posisi didahulukan) dan

ta khir(diakhirkan), seperti:" "berbeda dengan " " . Konteks emosional dapat menentukan makna bentuk kata dan strukturnya

dari segi kuat dan lemahnya muatan emosional, seperti dua kata yang berarti

membunuh , yaitu:

ﻞ ﺘ

dan

ﻞ ﺘ ﻗ

yang pertama digunakan dalam pengertiaan

membunuh orang yang mempunyai kedudukan sosial yang tinggi dan dengan

motif politis, sedangkan yang kedua membunuh secara membabi buta dan

ditujukan kepada orang yang tidak memiliki status sosial yang tinggi. Konteks

situasi adalah situasi eksternal yang membuat suatu kata berubah maknanya

karena adanya perubahan situasi. Sedangkan konteks kultural adalah nilai-nilai

sosial-kultural yang mengitari kata yang menjadikannya mempunyai makna yang

berbeda dari makna leksikalnya.

Menurut J.R. Firth, teori kontekstual sejalan dengan teori relativisme dalam

pendekatan semantik bandingan antar bahasa. Makna sebuah kata terikat oleh

lingkungan kultural dan ekologis pemakai bahasa tertentu. Teori ini juga

mengisyaratkan bahwa sebuah kata atau simbol tidak mempunyai makna jika ia

terlepas dari konteks. Namun demikian, ada yang berpendapat bahwa setiap kata

mempunyai makna dasar atau premier yang terlepas dari konteks situasi. Kata

28

(38)

baru mendapatkan makna sekunder sesuai dengan konteks situasi. Singkatnya

hubungan makna bagi firth, baru dapat ditentukan setelah masing-masing kata

berada dalam konteks pemakaian melalui beberapa tataran analisis, seperti

leksikal, gramatikal, dan sosio-kultural.29

Makna sebuah kata bergantung pada penggunaannya dalam bahasa

(kalimat). Misalnya kata baik, jika ia bersanding pada seseorang maka makna terkait dengan budi perkerti yang dimiliki. Namun jika kata baik oleh seorang dokter kepada pasien, maka ia berarti sehat. Begitu juga jika kata baik oleh pedagang buah, maka artinya adalah segar, bersih dan bergizi.30

Katahub(mencintai) dalam kalimatana uhibu ummî(saya mencintai ibuku) yang disampaikan pada saat kesusahan dengan ana uhibu umî dalam suasana lebaran, akan berbeda kadar makna mencintai karena konteks emosinya yang berbeda. Begitu pula penggunaan kata dalam konteks-konteks yang lain31

4. Rincian dalam Konteks32

Unsur-unsur pembicara, pendengar, dan benda atau situasi (keadaan,

peristiwa, dan proses) yang menjadi acuan dalam konteks wacana dapat dirinci.

Setiap orang (pembicara) memiliki cara untuk memperkenalkannya sesuai dengan

konteks. Ciri-ciri orang dapat diperjelas acuannya, misalnya dengan ciri fisik

(luar) atau dengan uraian yang agak emosional, bahkan dapat pula dinyatakan

29

Moh.Matsna,Orientasi Semantik,h. 23. 30

Ahmad Muzakki,Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama,(Malang: UIN Malang Pres, 2007), h. 29-40.

31

Ahmad Muzakki,Kontribusi Semiotika, h. 29-40. 32

(39)

dengan perbuatan yang sedang dilakukan orang tersebut. Bila perhatikan antara

lain ada:

a. Rincian ciri luar (fisik);

Rincian ini dapat melibatkan ciri-ciri yang dimiliki oleh manusia, benda,

binatang secara fisik, atau ciri luar yang menyangkut milik atau ciri luar dari

bagian tubuh yang menonjol secara fisik. Contoh: Pandangannya tertuju kepada

laki-laki yangtegap, berkumis tebal, dengan dahi lebar. b. Rincian emosional

Rincian emosional berhubungan erat dengan makna feeling di dalam semantik. Maknafeeling (perasaan) berhubungan dengan sikap pembicara, situasi pembicaraan. Rincian emosinonal di dalam konteks wacana menyangkut masalah

perasaan (emosi). Contoh: Gadiscantik yang mungilitu duduk di atas permadani. c. Rincian perbuatan

Rincian perbuatan menyangkut upaya ragam tindakkan yang dilakukan atau

yang dialami oleh pelaku atau pengalaman di dalam konteks wacana. Rincian

perbuatan menunjukkan atau mengacu pada unsur-unsur sebagai ciri atau pewatas

acuan (orang, binatang, benda tertentu). Contoh: Laki-laki yang sedang berjalan itu, guru saya.

d. Rincian campuran (mis., rincian emosional dan perbuatan)

Rincian campuran ini terjadi antara rincian emosional dan perbuatan, fisik

dan perbuatan, atau fisik dan emosinal, dan sebagainya. Upaya yang digunakan

(40)

campuran. Contoh: Mila yang cantik itu mengambil gelas dari dapur, ia berbaju

hijau pada waktu itu, serta rambutnya yang ikal sebatas bahu membuat wajah

bulat itu bertambah menarik. Gelas itu diberikan kepada temannya yang berkumis

tipis berperawakan mungil seperti perempuan, tangannya gemetar menuangkan

wiski ke dalam gelas tadi.

5. Pentingnya Makna Kontekstual Dalam Terjemahan

Makna dan terjemahan memiliki hubungan yang sangat erat. Menurut

Newmark menerjemahkan berarti memindahkan makna dari serangkaian atau satu

unit linguistik dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Yang perlu dicermati adalah

di dalam sebuah wacana terdapat lebih dari satu macam makna. Oleh sebab itu

menurut Suryawinata ada lima macam makna, yaitu makna leksikal, gramatikal,

tekstual, kontekstual atau situasional, dan makna sosiokultural.33

Berkaitan dengan penerjemahan, makna merupakan referensi dasar bahasa

yang selalu diperhatikan.34 Teori makna kontekstual dalam dunia penerjemahan

memiliki peran yang sangat penting karena makna suatu kata seperti makna

konotatif dalam prakteknya sangat bergantung dalam konteks sekaligus relasi

dengan kosa kata lainnya dalam kalimat. Contoh: kata kitâbun dalam

makna dasar bermakna Buku tetapi ketika kata kitab dihubungkan dengan konsep Islam serta kemudian ditempatkan dalam hubungan erat dengan kata-kata

33

Sa adah, Analisis semantik Kontekstual atas penerjemahan Kata Arab serapan, (Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2010), h. 26.

34

(41)

penting Alquran seperti Allah, wahy, tanzil dan sebagainya akan mengalami pengembangan dan perluasan maknanya, seperti kitab suci, Alquran, maupun

Bibel Yahudi dan Kristen ketika direlasikan dengan kata ahl dalam perbincangan Alquran.35

Makna kontekstual dalam terjemahan berfungsi satu lafadz berfungsi untuk

menunjukan makna hakiki. Disamping itu, lafadz yang mengandung makna

majazi lebih halus diungkapkan dan mudah ditangkap, karena bersifat indrawi, sehingga lebih mengena dalam hati pendengar.36

Makna kontekstual menjadi sangat penting dalam penerjemahan karena

makna kontekstual menjadi bagian dari teks yang mempengaruhi proses dalam

penerjemahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu teks terjemahan meliputi

faktor kontekstual, tekstual dan penerjemahan. Makna kontekstual sangat

berpengaruh terhadap hasil tulisan karena teks ditulis oleh seorang penulis pada

suatu konteks tertentu. Oleh karena itu, segala hal yang dipahami penulis pada

masa ia hidup akan mempengaruhi apa yang ditulisnya dalam teks tersebut.

Sehubungan dengan itu, dalam menerjemahkan teks, konteks tidak dapat

dilepaskan darinya.

Faktor-faktor yang berkaitan dengan konteks produksi teks meliputi sejarah

bahasa, penulis teks, budaya tempat teks ditulis atau dihasilkan, wilayah tempat

teks dihasilkan, variasi sosial teks, dan topik teks. Dengan faktor-faktor inilah

35

Phil. M. Nur Kholis Setiawan,al-Qur an Kitab Sastra Terbesar(Yogyakarta: Elsaq Press, 2005), h. 167.

36

(42)

setiap penerjemah akan menghasilkan terjemahan yang berbeda dari suatu teks

yang sama. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor, seperti kompetensi

penerjemah, wawasannya dan kamus yang digunakannya dalam proses

menerjemahkan.

Teks tidak muncul begitu saja, tetapi teks dihasilkan dari suatu ruang dan

waktu tertentu di suatu masa. Jika sebuah teks ada sekarang, teks tersebut

tentunya diproduksi dari masa yang lebih lampau daripada sekarang. Dengan kata

lain, teks bertalian dengan sejarah.37

C. Penerjemahan

Banyak definisi yang diberikan oleh para ahli terkait penerjemahan. Secara

umum, definisi itu mengerucut pada definisi bahwa penerjemahan adalah proses

memindahkan makna yang telah diungkapkan dalam bahasa yang satu (Bsu)

menjadi ekuivalen yang sedekat-dekatnya dan sewajar wajarnya dalam bahasa lain

(Bsa). Jadi, secara singkat dapat dikatakan bahwa penerjemahan adalah

pemindahan pesan teks Bsu ke Bsa, bukan pemindahan struktur Bsu ke Bsa.38

Menurut Eugene A,Nida dan Charles R.Taber, dalam bukuThe Theory And Pratice of Translation, menerjemahkan adalah memindahkan suatu amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa penerima (sasaran) dengan pertama-tama

mengungkapkan maknanya dan kedua mengungkapkan gaya bahasanya.39

37

Muh. Arif Rokhman,Penerjemahan Teks Inggris ( Teori dan Latihan Dilengkapi Teks-Teks Ilmu Sosial & Humaniora), (Yogyakarta: Pyramid Publisher, 2006) h. 11-12.

38

Hidayatullah dan Abdullah,Pengantar Linguistik,cet 1, h. 165. 39

(43)

Dalam bahasa Indonesia, istilah terjemah dipungut dari bahasa Arab, tarjamah. Bahasa Arab sendiri memungut istilah tersebut dari bahasa Armenia, turjuman. Kata Turjuman sebentuk tarjaman dan tarjuman yang berarti orang yang mengalihkan tuturan dari satu bahasa ke bahasa lain.40

al-Zarqani mengemukakan bahwa secara etimologis istilah terjemah

memiliki empat makna:

a. Menyampaikan tuturan kepada orang yang tidak menerima tuturan

itu. Makna ini terdapat dalam puisi berikut,

Usia 80, dan aku telah mencapainya, pendengaranku memerlukan

penerjemah.

b. Menjelaskan tuturan dengan bahasa yang sama, misalnya bahasa

Arab dijelaskan dengan bahasa Arab atau bahasa Indonesia

dijelaskandengan bahasa Indonesia pula. Sekaitan dengan terjemah yang berarti.

c. Menafsirkan tuturan dengan bahasa yang berbeda, misalnya bahasa

Arab dijelaskan dengan bahasa Indonesia atau sebaliknya. Dengan

demikian, penerjemah disebut pula sebagai penjelas atau penafsir

tuturan.

Makna etimologis di atas memperlihatkannya adanya satu karakteristik yang

menyatukan keempat makna tersebut, yaitu bahwa menerjemahkan berarti

40

(44)

menjelaskan dan menerangkan tuturan, baik penjelasan itu sama dengan tuturan

yang dijelaskannya maupun berbeda.

Adapun secara terminologis, menerjemah didefinisikan sebagai

mengungkapkan makna tuturan suatu bahasa di dalam bahasa lain dengan

memenuhi seluruh makna dan maksud tuturan itu.

Takrif di atas mengandung beberapa kata kunci yang perlu dijelaskan lebih

lanjut. Kata mengungkapkan merupakan padanan untuk al-ta bîr yang asal katanya adalah abara, yaitu melewati atau melintasi, misalnya abara al-sabîl

berarti melintas jalan. Karena itu, air mata yang melintas di pipi disebut abarah.

Nasihat atau pelajaran yang diperoleh melalui suatu peristiwa atau kejadian

dikenal dengan ibarah.

Konsep yang terkandung dalam kata al-tabîr yang dipadankan dengan

mengungkapkan menunjukan bahwa ujaran atau nas itu merupakan sarana yang

dilalui oleh seorang penerjemah untuk memperoleh makna yang terkandung

dalam nas itu. Oleh karena itu, yang diungkapkan oleh penerjemah adalah makna

nas, sedangkan nas itu sendiri hanya merupakan sarana, bukan tujuan.

Kata kunci lainnya ialah makna. Secara singkat dapat dikatakan bahwa makna berarti segala informasi yang berhubungan dengan suatu ujaran. Makna ini

bersifat objektif. Artinya, informasi itu hanya diperoleh dari ujaran tersebut tanpa

(45)

diperoleh menurut pandangan penutur. Dengan demikian, maksud itu bersifat

subjektif.

Menurut takrif di atas seorang penerjemah dituntut memenuhi seluruh

makna dan maksud nas yang diterjemahkan. Namun, karena masalah makna ini

sangat luas cakupannya dan memiliki peran yang sangat penting dalam kegiatan

penerjemahan, maka ihwal makna akan dibahas dalam bab tersendiri.

Kata kunci terakhir ialah bahwa terjemahan itu bersifat otonom. Artinya,

terjemahan dituntut untuk dapat menggantikan nas sumber. Namun, sifat otonom

ini tidak dapat diberlakukan kepada seluruh nas terjemahan, misalnya terhadap

terjemahan Alquran. Masalah ini akan dikaji dalam bab tersendiri tentang hokum

menerjemahkan nas keagamaan.

Demikian, takrif diatas menunjukan bahwa penerjemahan merupakan

kegiatan komunikasi yang kompleks dengan melibatkan (a) penulis yang

menyampaikan gagasannya dalam bahasa sumber, (b) penerjemah yang

mereproduksi gagasan tersebut di dalam bahasa penerima, (c) pembaca yang

memahami gagasan melalui penerjemahan, dan (d) amanat atau gagasan yang

menjadi fokus perhatian pihak ketiga.41

1. Model Penerjemahan Alquran

Alquran biasa didefinisikan sebagai firman-firman Allah yang

disampaikan oleh malaikat jibril sesuai redaksi-Nya kepada nabi Muhammad

s.a.w., dan diterima oleh umat islam secara tawatur.42

41

Syihabuddin,Penerjemahan Arab-Indonesia, cet. Ke-1, h. 8-10. 42

(46)

Dibandingkan dengan menerjemahkan teks teks lainnya, menerjemahkan

teks Alquran sangat sulit karena mukjizatnya. Karenanya, banyak sekali terjadi

kesalahan dalam terjemahan-terjemahan Alquran.43

Pada dasarnya, model penerjemahan Alquran menurut Manna Khalil

Qaththan dapat digunakan pada dua arti, yaitu:

a. Terjemahan Harfiyah, yaitu mengalihkan lafadz-lafadz dari satu bahasa

ke dalam lafadz-lafadz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa

sehingga susunan dan tertib bahasa pertama,44 atau memindahkan suatu

kalimat dari satu bahasa ke bahasa lainnya dengan tetap menjaga

kesesuaian makna dan runtutannya serta menjaga makna-makna asli dari

kalimat yang dipindah.45

b. Terjemahan Tafsiriyah / Maknawiyah, yaitu menjelaskan makna

pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata

bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya,46 atau penjelasan

kalimat dengan mengunakan bahasa yang lain tanpa adanya batasan

untuk menjaga runtutan dan makna-makna kalimat asal. Proses dari

terjemahan ini adalah dengan memahami makna dari kalimat asal untuk

kemudian disusun dan diungkapkan dengan runtutan bahasa lain yang isi

dan maksudnya dengan asalnya.47

43

M. Hadi Ma rifat,Sejarah al-Qur an, (Jakarta: al-Huda,2007) h. 268. 44

Syihabuddin,Penerjemahan Arab-Indonesia, cet. Ke-1, h. 69. 45

Tim Raden,al-Qur an Kita,h. 194. 46

Syihabuddin,Penerjemahan Arab-Indonesia, cet. Ke-1, h. 69. 47

(47)

Dalam hal ini, model penerjemahan Alquran lebih terarah kepada

terjemahan harfiyah dan terjemahan tafsiriyah / maknawiyah. Bahwa menafsirkan

Alquran dengan memakai bahasa sumber untuk orang yang memahaminya. Model

penerjemahan ini juga sama dengan menguraikan kandungan sebagian makna dan

maksud ayat-ayat Alquran secara utuh, hal ini berarti sama dengan yang dilakukan

oleh mufassir terbatas sesuai dengan kemampuan manusia sendiri. Sedangkan

menurut Ahmad Hasan al-Zayyat (Khaursyid,1985: 10), tokoh penerjemah

modern, menegaskan bahwa metode penerjemahan yang diikutinya ialah yang

memadukan kebaikan metode harfiyah dan tafsiriyah. Langkah-langkah yang di

laluinya sebagai berikut:

Pertama, menerjemahkan nas sumber secara harfiyah dengan mengikuti struktur dan urutan nas sumber.

Kedua, mengalihkan terjemahan harfiyah ke dalam struktur bahasa penerima yang pokok. Di sini terjadilah proses transposisi tanpa menambah atau mengurangi.

Ketiga, mengulangi proses penerjemahan dengan menyelami perasaan dan spirit penulis melalui penggunaan metafora yang relevan.48

Kiranya metode yang diterapkan oleh al-Zayyat ini dapat diistilahkan

dengan metode eklektik, karena metode tersebut mengambil dan mengaplikasikan

kebaikan yang terdapat dalam metode harfiyah dan metode tafsiriyah.49

Dalam hal ini, seorang penerjemah harus lebih berhati-hati dalam

menerjemahkan suatu teks. Karena menerjemahkan bukanlah sekedar mencari

48

Syihabuddin,Penerjemahan Arab-Indonesia, cet. Ke-1, H. 70. 49

(48)

padanan kata yang umumnya dilakukan dengan cara membuka kamus, tetapi

harus pula dapat mencerminkan bahan yang diterjemahkan.50

2. Memperhatikan Tujuan Kalimat

Memperhatikan tujuan bahasa Alquran yang beragam sangat membantu

penerjemah untuk menerjemahkan ayat-ayat Alquran, seperti kata

(ijtinâbun)dalam ayat pengharaman khamar. Banyak orang beranggapan kata tersebut tidak mengandung tahrim jazim (keharaman yang pasti), seperti pengharaman bangkai, darah, daging babi yang mengunakan kata

ﻣ ﺮ ﺣ

(hurmatun).

Jika diteliti kata (ijtinâbun) atau kata yang berasal darinya, selalu dibarengi dengan kata syirik, dosa-dosa besar, atau perbuatan-perbuatan

yang menyebabkan dosa besar, seperti terdapat pada surat an-Nahl, 36; al-Hajj,

30; an-Nisa, 31. Dari beberapa ayat disurah-surah itu dan maksud penggunaan

kata tersebut, kata lebih berat daripada

ﱘ ﺮ ﲢ

tahrîmun.51

3. Memperhatikan Konteks Kalimat

Salah satu aturan untuk menerjemahkan Alquran adalah harus

memperhatikan konteks ayat, konteks kalimat yang berhubungan dengan

maksud ayat. Imam al-Zarkasy dalam al-Burhan, seperti dikutip al-Qordhawy.

Hal ini penting untuk menentukan arti, seperti al-kitâbun dalam

50

Syihabuddin,Penerjemahan Arab-Indonesia, cet. Ke-1, H. 70. 51

(49)

Alquran mengandung banyak arti, diantaranya mengandung arti

al-Qur ânuseperti dalam surah al-Baqarah, 2; al-An am, 165; al-Hadid, 25.52

52

(50)

BAB III

Biografi Abu Bakar Ba asyir dan Gambaran Umum Buku Tadzkiroh

Karya Abu Bakar Ba asyir

A. Riwayat Hidup

Abu Bakar yang bernama lengkap Abu Bakar bin Abud Baamualim Ba asyir

dilahirkan pada tanggal 12 Dzulhijjah 1356, bertepatan dengan tanggal 17

Agustus 1938 di Mojo Agung, kota kecil yang masuk dalam Kabupaten Jombang,

Jawa Timur. Ayah dan kakeknya asli Hadramaut, Yaman, yang telah menetap dan

menjadi warga negara Indonesia. Ibunda Abu Bakar juga keturunan Arab, sedang

neneknya orang Jawa asli.53

Abu Bakar Ba asyir sepanjang masa kecilnya hidup di lingkungan yang

sangat agamis. Ba asyir sudah ditinggal oleh ayahnya sekitar umur sepuluh tahun.

Sepeninggal ayahnya, Ba asyir diasuh ibundanya dengan menanamkan nilai-nilai

agama.54 Ibunya tidak bersekolah formal tetapi pandai mengaji, dengan berbekal

ilmu agama itulah dia membimbing dan menanamkan nilai-nilai alquran kepada

putra-putrinya dengan kasih sayang. Ibunya meninggal dunia pada tahun 1980

ketika diberi kabar sewaktu Ba asyir berada di penjara pada saat rezim Soeharto

berkuasa.

53

Fauzan al-Anshari,Hari-Hari Abu Bakar Ba asyir di Penjara, Saya difitnah

(Jakarta:Qalammas, 2006), h. 3. 54

(51)

Abu Bakar Ba asyir menjalani hidupnya penuh dengan dinamika. Ini

dikarenakan Ba asyir dengan karakternya mempelajari Islam serta

mengaplikasikan melalui gerakan dan pemikiran dalam prespektifnya. Ba asyir

terlihat berani dalam mengahadapi serangan dari pihak-pihak yang tidak sepaham

dengannya, sekalipun itu datangnya dari pihak luar negeri. Seperti contohnya

serangan yang datangnya dari Presiden Amerika, George Walker Bush,

mengatakan bahwa Ba asyir merupakan tokoh teroris internasional. Hal itu tidak

mengendurkan semangat Ba asyir dalam memperjuangkan Islam.

Setiap orang memiliki karakter sendiri yang memang terkadang tidak dapat

orang lain pahami tentang ideologi, prinsip, maupun cita-cita yang melandasi

seseorang memilih jalan hidupnya. Ba asyir sampai pada usia senja menempati

rumah dinas yang dimiliki oleh pesantren Al-Mukmin dikarenakan Ba asyir juga

sebagai pendiri selain mengajar di lembaga pendidikan tersebut.55

Pada tahun 1971, Ba asyir menikah dengan Aisyah Binti Abdurrahman

Baraja, seorang santri Mu allimat Al-Irsyad Solo. Aisyah adalah adik salah satu

sahabat Ba asyir bernama Abdullah Baraja. Aisyah terkesan dengan pribadi

Ba asyir yang sepanjang hidupnya selalu berada pada kekonsistenannya

mendakwahkan Islam. Dari hasil pernikahan ini, Ba asyir memiliki tiga orang

anak bernama Zulfa, Abdul Rasyid dan Abdurrahim.56

Demi dakwah yang dijalankannya, Ba asyir terlihat tidak mengkhawatirkan

akan akibat yang diperjuangkan. Hal ini terlihat dari apa yang dilakukannya dalam

55

Fauzan al-Anshari,Hari-Hari Abu Bakar Ba asyir di Penjara,h. 4. 56

(52)

mengkritik pemerintah yang menurutnya telah menghalangi syariat Islam

diterapkan dalam ruang legalitas kenegaraan. Akibat dari apa yang diperjuangkan

tersebut, Ba asyir telah merasakan masuk penjara berulangkali dengan berbagai

tuduhan yang ditujukan kepadanya.57

B. Latar Belakang Pendidikan

Abu Bakar Ba asyir adalah seorang tokoh keturunan Arab yang tinggal di

sebuah desa bernama Mojo Agung. Sebelum memulai pendidikannya di Pondok

Modern Gontor, Ponorogo, Ba asyir membantu keluarganya dengan bekerja

selama setahun di perusahaan tenun.58

Setelah menamatkan sekolah di Pesantren Gontor Modern atas biaya

kakaknya, Ba asyir melanjutkan pendidikannya dengan kuliah di Universitas

Al-Irsyad, Surakarta, dengan mengambil jurusan Dakwah pada tahun 1963. Ba asyir

mulai ikut dalam organisasi kemasyarakatan di Gerakan Pemuda Islam Indonesia

(GPPI) tingkat kecamatan, langsung sebagai ketua organisasi pada tahun 1961.

Ba asyir juga menjadi ketua GPII Cabang Pondok Modern Gontor. Pada tahun

1966 Ba asyir kembali dipercaya sebagai ketua Lembaga Dakwah Mahasiswa

Islam (LDMI) cabang Surakarta pada tahun 1966. Keikutsertaan terakhir Ba asyir

di dalam organisasi kemasyarakatan adalah dengan memegang amanah dalam

organisasi Islam sebagai Sekretaris Umum Pemuda Al-Irsyad cabang Solo.59

57

Fauzan al-Anshari,Hari-Hari Abu Bakar Ba asyir di Penjara,h. 4. 58

Irfan Suryahardy Awwas, ed., Dakwah & Jihad Abu Bakar Baasyir (Jogjakarta: Wihdah Press, 2003), h. 5.

59

(53)

Pada usianya yang menginjak umur 31, bersama Abdullah Sungkar dan

Hasan Basri, Ba asyir mendirikan sebuah radio dakwah yang diberi nama Radio

Dakwah Islamiyah ABC (Al-Irsyad Broadcasting Commission) pada tahun 1967.

Saat itu rezim Soeharto yang masih kuat berkuasa menutup radio tersebut. Namun

Ba asyir menempuh usaha selanjutnya dengan mendirikan satu lagi pemancar

radio bernama Radio Dakwah Islamiyah Surakarta (RADIS) pada tahun 1969

masih bersama Abdullah Sungkar.60

C. Aktifitas Dakwah dan Politik

Nama Abu Bakar Ba'asyir tentu tak asing bagi orang-orang yang

berkecimpung di dunia Islam, politik, dan hukum. Besarnya pengaruh dia di

negara ini tidak bisa dipungkiri lagi, walaupun cenderung pada arah yang negatif.

Berbagai badan intelijen serta PBB yang mengklaim bahwa dia adalah pemimpin

Jamaah Islamiyah (JI), suatu aliran agama Islam yang sangat liberal dan memiliki

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahap ini anak sudah mampu mengucapkan dua kata (ucapan dua kata). Tahap ini juga ditandai dengan pembendaharaan kata anak sampai dengan rentang 50-100 kosa

terhadap penilaian kinerja UPTD parkir sendiri dalam pelaksanaan pengawasan parkir di kota Pekanbaru khususnya di Kecamatan Sukajadi, dilihat dari adanya

Hal ini dilihat dari nilai p-value untuk model linier maupun square lebih besar dari α = 5%, ini menunjukkan faktor-faktor (variabel bebas) yaitu lama dan suhu fermentasi

Pengelolaan kebudayaan dan kepariwisataan pada satu kawasan merupakan upaya dalam mensinergiskan berbagai kepentingan sebagaimana makna dari suatu kawasan merupakan

• Uthman telah dibaiah pada bulan Zulhijah 23H dan ditabal menjadi khalifah pada bulan Muharram 24H dan disokong oleh seluruh umat Islam termasuk Ali bin Abi Talib... DASAR

Aplikasi ini nantinya akan memberikan informasi letak – letak ATM dalam bentuk peta dan dapat menentukan lokasi ATM terdekat dari posisi nasabah menggunakan formula

Dengan berkembangnya Teknologi Komputer khususnya di bidang Teknologi Informasi yang mampu mengatasi dan menyelesaikan masalah pengolahan data dan penyajian sistem

KOMUNIKASI ANTAR KELOMPOK MASYARAKAT BERBEDA AGAMA DALAM MENGEMBANGKAN RELASI DAN TOLERANSI SOSIAL (Studi kasus pada masyarakat desa Ngadas suku tengger kecamatan