RESPON MAHASISWA
KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYAH UIN JAKARTA
TERHADAP IDE NEGARA ISLAM DI INDONESIA
OLEH:
RORY ARTHA
103045228198
KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYAH
PROGRAM STUDI JINAYAH DAN SIYASAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVESITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
KATA PENGANTAR
Dengan segenap hati mengucap puji syukur kehadirat Allah Ta’ala, sang
pemilik dan penguasa alam raya, yang memberikan kemudahan dari kesulitan,
kelebihan dari kekurangan, dan kekuatan dari ketidakberdayaan. Dengan petunjuk
dan hidayah-Mu, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan penuh
kesabaran atas rintangan yang dihadapi. Teriring pula shalawat dan salam atas Nabi
Muhammad SAW, penerang dari kegelapan umatnya.
Proses penyelesaian skripsi ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk
itu penulis ucapkan terimakasih kepada:
1. Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum, Bpk. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma,
SH, MA.,MM.
2. Ketua Program Studi Jinayah dan Siyasah, Bapak Asmawi, M.Ag., dan Sekretaris
Program Studi Jinayah dan Siyasah, Ibu Sri Hidayati, M.Ag., beserta staff dan
seluruh dosen yang telah memberi ilmu, membimbing dan mengarahkan penulis
sejak masa perkuliahan hingga berakhirnya skripsi ini.
3. Pembimbing skripsi, Bapak M Arskal Salim GP, M.Ag., Ph.D dan Bapak
Dr.Yayan Sopyan, M.Ag. Terima kasih atas kesabaran dan waktu yang telah
diluangkan untuk memberikan bimbingan dan saran bagi penulis.
4. Kepada semua mahasiswa Konsentrasi Siyasah Syariyah Jurusan Jinayah dan
Siyasah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya
angkatan 2003, 2004, dan 2005, yang menjadi subjek penelitian dalam penelitian
5. Pimpinan Perpustakaan, baik Pimpinan Perpustakaan Fakultas Syariah dan
Hukum maupun Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah yang telah
memberikan fasilitas pada Penulis untuk mengadakan studi kepustakaan.
6. Terimakasih juga kepada Bapak Asril Dt. Paduko Sindo dan Bapak Salman, yang
selalu sibuk bertanya dan menasehati agar skripsi ini segera diselesaikan.
7. My beloved Amak jo Apak, Ibunda Andri Murni dan Ayahanda Nuzwal. Agak
talaik stek, Mak. Tapi ndak baa do kan..., yang penting salasai! Iko untuak Amak
jo Apak. Samantaro ko, baru iko yang bisa Owi pasambahan. Do'a-an jo lah Owi.
My beloved brod 'n sist, Uni Lidya Popy, Goyendra, dan Dara Salsabila. Owi
pasti pulang koq...
8. Fren-fren Siyasah Syariyah angkatan 2003 yang rajin nyuruh cepet-cepet lulus,
katanya dah bosen ngeliatin tampang jelek Aq. Agar tidak terjadi kecemburuan
sosial, nama-namanya ga usah disebutin aja ya.... ga papa khan...?!
9. Special One. Comeback soon..!!
Demikian ucapan terima kasih penulis haturkan kepada seluruh pihak, semoga
Allah SWT membalas dan melipatgandakan jasa dan kebaikan kalian. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak terkait.
Jakarta, Januari 2008
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 9
C. Review ... 10
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11
E. Metode Penelitian ... 11
F. Sistematika Penulisan ... 16
BAB II RESPON DAN NEGARA ISLAM ... 18
A. Pengertian Respon ... 18
B. Negara Islam ... 20
1. Pe ngertian Negara Islam ... 21
3. Sej
arah Pembentukan Negara Islam ... 24
4. Sis tem Pemerintahan Negara Islam ... 25
5. Per debatan Negara Islam di Indonesia ... 27
BAB III KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYAH UIN JAKARTA ... 32
A. Gambaran Umum Konsentrasi Siyasah Syariyah ... 32
1. Visi dan Misi Konsentrasi Siyasah Syariyah ... 32
2. Tujuan Konsentrasi Siyasah Syariyah... 33
B. Sistem Pendidikan ... 35
1. Program Pendidikan ... 35
2. Sistem Pendidikan ... 35
C. Kurikulum ... 36
BAB IV IDE NEGARA ISLAM DALAM PANDANGAN MAHASISWA SIYASAH SYAR’IYAH UIN JAKARTA ... 41
A. Karakteristik Mahasiswa Siyasah Syar’iyah ... 41
1. Jenis Kelamin ... 41
2. Angkatan ... 41
4. Pengalaman Pesantren ... 43
5. Pengalaman Organisasi Mahasiswa ... 43
B. Pengetahuan Mahasiswa Siyasah Syar’iyah tentang Konsep Negara Islam ... 44
C. Respon Mahasiswa Siyasah Syar’iyah terhadap Penerapan Ide Negara Islam di Indonesia ... 52
D. Korelasi Antara Pengetahuan Mahasiswa Siyasah Syar’iyah Dengan Responnya Terhadap Penerapan Ide Negara Islam Di Indonesia ... 62
E. Korelasi Antara Pengetahuan Mahasiswa Siyasah Syar'iyah Dengan Respon Mereka Terhadap Ide Negara Islam Di Indonesia Dibedakan Menurut Jenis Kelamin ... 70
BAB V PENUTUP ... 76
A. Kesimpulan ... 76
B. Saran-saran ... 78
DAFTAR PUSTAKA ... 80
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Daftar Mata Kuliah Umum ………... 38
Tabel 3.2 Daftar Mata Kuliah yang Berkaitan dengan Ilmu Ketatanegaraan
Umum ... 40
Tabel 3.3 Daftar Mata Kuliah yang Berkaitan dengan Ilmu Ketatanegaraan
Islam ... 40
Tabel 4.1 Karakteristik Mahasiswa Siyasah Syariyah Menurut Kelompok
(Jenis Kelamin) ... 41
Tabel 4.2 Karakteristik Mahasiswa Siyasah Syariyah Menurut Kelompok
(Angkatan) ... 42
Tabel 4.3 Karakteristik Mahasiswa Siyasah Syariyah Menurut Kelompok
(Latar Belakang Pendidikan) ... 42
Tabel 4.4 Karakteristik Mahasiswa Siyasah Syariyah Menurut Kelompok
Tabel 4.5 Karakteristik Mahasiswa Siyasah Syariyah Menurut Kelompok
(Pengalaman Organisasi Mahasiswa) ... 44
Tabel 4.6 Intensitas Mahasiswa Siyasah Syariyah Membaca Koran ... 45
Tabel 4.7 Intensitas Mahasiswa Siyasah Syariyah Menonton Berita Televisi .. 46
Tabel 4.8 Intensitas Mahasiswa Siyasah Syaríyah Membaca Literatur-literatur
tentang Ketatanegaraan Islam ... 47
Tabel 4.9 Intensitas Mahasiswa Siyasah Syaríyah Mengikuti Kajian Tentang
Ketatanegaraan Islam ... 48
Tabel 4.10 Intensitas Mahasiswa Siyasah Syaríyah Mengikuti Seminar yang
Bertemakan Ketatanegaraan Islam
... 49
Tabel 4.11 Intensitas Mahasiswa Siyasah Syaríyah Berdiskusi dengan Teman
Perihal Ketatanegaraan Islam ... 50
Tabel 4.12 Intensitas Mahasiswa Siyasah Syaríyah Aktif pada Perkuliahan
yang Berkaitan dengan Ketatanegaraan Islam ... 51
Tabel 4.13 Intensitas Mahasiswa Siyasah Syaríyah Bertanyajawab Dengan
Dosen Sehubungan Dengan Ketatanegaraan Islam ... 51
Tabel 4.14 Respon Mahasiswa Siyasah Syaríyah Terhadap Pernyataan "Dasar
Negara Islam Harus Berlandaskan pada Syari'at" ... 52
Tabel 4.15 Respon Mahasiswa Siyasah Syaríyah Terhadap Pernyataan
"Sumber Hukum Tertinggi dalam Negara Indonesia adalah
Tabel 4.16 Respon Mahasiswa Siyasah Syaríyah Terhadap Pernyataan
"Pemerintah Indonesia Tidak Perlu Merubah Konsep Negara
Seperti Konsep Negara Islam" ... 54
Tabel 4.17 Respon Mahasiswa Siyasah Syaríyah Terhadap Pernyataan
"Warganegara Non-muslim Dapat Menjadi Pemimpin Negara
Indonesia" ... 55
Tabel 4.18 Respon Mahasiswa Siyasah Syaríyah Terhadap Pernyataan "Saya
Selalu Ikut Serta Dalam Kegiatan-kegiatan yang Bertujuan
Menegakkan Syariát Islam" ... 56
Tabel 4.19 Respon Mahasiswa Siyasah Syaríyah Terhadap Pernyataan
"Masyarakat Non-muslim Tidak Mempunyai Hak Menjadi
Pemimpin Negara Indonesia" ... 57
Tabel 4.20 Respon Mahasiswa Siyasah Syaríyah Terhadap Pernyataan "Negara
Islam Harus Ditegakkan di Indonesia" ... 58
Tabel 4.21 Respon Mahasiswa Siyasah Syaríyah Terhadap Pernyataan "Sistem
Pemerintahan Khilafah Tidak Dapat Diwujudkan di Indonesia" ... 59
Tabel 4.22 Respon Mahasiswa Siyasah Syaríyah Terhadap Pernyataan "Negara
Indonesia Harus Dipimpin Oleh Seorang Khalifah" ... 60
Tabel 4.23 Respon Mahasiswa Siyasah Syaríyah Terhadap Pernyataan "Fiqh
Tabel 4.24 Respon Mahasiswa Siyasah Syaríyah Terhadap Pernyataan "Ide
Negara Islam Patut Dipertimbangkan Pemerintah Republik
Indonesia" ... 62
Tabel 4.25 Penggolongan Skor Pengetahuan dan Respon Mahasiswa Siyasah
Syariyah ... 64
Tabel 4. 26 Data Mengenai Pengetahuan dan Respon Mahasiswa Siyasah
Syar'iyah Terhadap Penerapan Ide Negara Islam Di Indonesia ... 67
Tabel 4.27 Tabel Kerja Untuk Mengetahui Harga Kai Kuadrat Dalam Rangka
Mencari Angka Indeks Korelasi Kontingensi ... 68
Tabel 4. 28 Data Mengenai Pengetahuan dan Respon Mahasiswa Laki-laki
Siyasah Syar'iyah ... 70
Tabel 4. 29 Data Mengenai Pengetahuan dan Respon Mahasiswa Perempuan
Siyasah Syar'iyah ... 71
Tabel 4.30 Tabel Kerja Untuk Mengetahui Harga Kai Kuadrat Dalam Rangka
Mencari Angka Indeks Korelasi Kontingensi Untuk Data
Mahasiswa Laki-laki ... 72
Tabel 4.31 Tabel Kerja Untuk Mengetahui Harga Kai Kuadrat Dalam Rangka
Mencari Angka Indeks Korelasi Kontingensi Untuk Data
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia hidup saling berketergantungan sehingga membuatnya cenderung
untuk hidup berkelompok dan bermasyarakat. Kelemahan-kelemahan yang ada
pada diri masing-masing individu membuat mereka hidup saling tolong menolong
untuk memenuhi kebutuhan primer maupun sekunder. Namun syariat membatasi
tolong menolong hanya pada hal-hal yang baik, tidak boleh untuk hal yang
buruk.sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. Al-Maidah (5): 2
ﺮ ْا
ﻰ
اﻮ وﺎ و
ا
اﻮﻘ او
ناوْﺪ ْاو
ْﺛﺈْا
ﻰ
اﻮ وﺎ
ﺎ و
ىﻮْﻘ او
بﺎﻘ ْا
ﺪ ﺪﺷ
ا
نإ
.
"...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya"
Kelompok-kelompok manusia yang telah tebentuk kemudian berkembang
menjadi kelompok yang lebih besar sehingga nantinya terbentuk aturan-aturan
yang mengatur pola ketergantungan antar manusia ataupun antar kelompok
masyarakat tersebut. Kelompok masyarakat yang terikat aturan tersebut dipimpin
oleh penguasa yang mempunyai otoritas atas semua kelompok tersebut sehingga
Ada beberapa pengertian tentang negara yang dikemukakan oleh para ahli.
Diantaranya, Prof.R.Djokosutono, S.H. menyatakan bahwa negara adalah suatu
organisasi manusia atau kumpulan-kumpulan manusia yang berada di bawah
suatu pemerintahan yang sama. Sedangkan G.Pringgodigdo, S.H. menyatakan
bahwa negara adalah suatu organisasi kekuasaan atau organisasi kewibawaan
yang harus memenuhi persyaratan unsur-unsur tertentu, yaitu harus ada
pemerintahan yang berdaulat, wilayah tertentu, dan rakyat yang hidup dengan
teratur sehingga merupakan suatu nation (bangsa).1
Pendapat lain yakni Mirriam Budiarjo juga menyatakan definisi negara
yaitu suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat yang
berhasil menuntut ketaatan dari warga negaranya terhadap peraturan
perundang-undangan melalui penguasaan monopolistik dari kekuasaan yang sah.2
Negara adalah agency atau alat dari masyarakat yang mempunyai
kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat.
Negara adalah organisasi yang dalam suatu wilayah dapat memaksakan
kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang
dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu. Negara juga
menetapkan cara-cara dan batasan-batasan kekuasaan dapat digunakan baik oleh
1
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Jilid I, Jakarta, Balai Pustaka, 2002, h. 173
2
individu dan golongan atau asosiasi, maupun oleh negara itu sendiri, demi
mencapai tujuan bersama yakni tujuan negara.3
Bentuk-bentuk negara jika dilihat dari segi hubungannya dengan agama
maka ada tiga macam bentuk negara, yaitu:4 1. Negara dengan paradigma integralistik
Negara merupakan lembaga politik sekaligus agama di mana
pemerintahannya diselenggarakan atas dasar kedaulatan Tuhan. Dengan kata
lain bisa disebut juga dengan Negara Teokratis atau Negara Agama di mana
kehidupan kenegaraan diatur dengan menggunakan prinsip-prinsip
keagamaan.
2. Negara dengan paradigma simbiotik
Negara dan agama berhubungan secara timbal balik dan saling
memerlukan. Agama membutuhkan negara karena dengan negara agama
dapat berkembang. Sedangkan negara membutuhkan agama agar negara
berkembang dalam bimbingan etika dan moral spiritual.
3. Negara dengan paradigma sekularistik
Negara menurut paradigma ini adalah negara yang berprinsip
memisahkan urusan agama dan negara. Pemisahan ini dilandasi pemikiran
bahwa agama adalah tata nilai yang mengatur hubungan manusia dengan
3
A. Ubaidillah, Pendidikan Kewargaan : Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, Jakarta, IAIN Jakarta Press, 2000, h. 33
4
Tuhannya sehingga tidak bisa dicampuradukkan dengan hukum yang bersifat
duniawi, dalam salah satu bentuknya yakni hukum negara.
Berbeda dengan pendapat di atas, pembagian bentuk negara menurut para
jumhur ulama dibagi atas dua bentuk, yakni:
1. Dār al-Harb, yaitu negara yang tidak memberlakukan hukum Islam dalam
negaranya walaupun sebagian besar penduduknya beragama Islam. Namun
ada juga yang mengartikannya sebagai sebuah negara yang mengingkari
adanya Islam dan cenderung untuk kehancurannya di dalam negaranya dan di
luarnya.5
2. Dār al-Islām, yakni negara yang memberlakukan hukum Islam dalam
negaranya walaupun sebagian besar penduduknya bukan muslim.6 Pendapat lain juga mengartikannya sebagai wilayah yang membentuk negara muslim.7
Namun ada pendapat lain yang menambahkannya menjadi tiga bentuk.
Bentuk ketiga adalah Dār Al-Muwahadah, yaitu negara yang menjadi bagian dari
Dār Al-Harb yang mempunyai perjanjian persahabatan dengan Negara Islam dan
yang memberikan kebebasan adanya dan tumbuhnya komunitas muslim di
negaranya.8
5
M. Ali Kettani, Minoritas Muslim di Dunia Dewasa ini, Jakarta, Rajawali Press, 2001, h. 374
6
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah,Jakarta, Gaya Media Pratama, 2001, h. 223
7
M. Ali Kettani, Minoritas Muslim di Dunia Dewasa ini, h. 373
8
Dalam konsep negara yang ada di Indonesia, konsep Negara Islam telah
lama sekali diperbincangkan. Bukan hanya sekedar perbincangan, upaya
penegakkan syari'at dan membentuk Negara Islam di Indonesia juga telah ada.
Jika dulu Kartosoewirjo sampai memproklamirkan berdirinya Negara Islam
Indonesia, sekarang ada HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) yang ingin menegakkan
sistem pemerintahan Khilafah di Indonesia dan NII (Negara Islam Indonesia)
yang ingin menjadikan Negara Indonesia menjadi Negara Islam.
Adapun landasan hukum kewajiban mendirikan Negara Islam adalah QS.
An-Nisa (4): 59
ْنﺈﻓ
ْ ﻜْ
ﺮْ ﺄْا
وأو
لﻮ ﺮ ا
اﻮ ﻃأو
ا
اﻮ ﻃأ
اﻮ اء
ﺬ ا
ﺎﻬ أﺎ
ﺎ
نﻮ ْﺆ
ْ ْآ
ْنإ
لﻮ ﺮ او
ا
ﻰ إ
ودﺮ ﻓ
ءْ ﺷ
ﻓ
ْ ْ زﺎ
ﺎ وْﺄ
ْﺣأو
ﺮْﺧ
ﻚ ذ
ﺮﺧﺂْا
مْﻮ ْاو
.
"Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."
Keharusan mematuhi ūlil amri dalam ayat di atas diartikan oleh
organisasi-organisasi tersebut sebagai keharusan mempunyai pemimpin atau
kepala negara yang beragama Islam. Untuk mempunyai ulil amri tersebut hanya
Indonesia, tentu kewajiban tersebut baru dapat dipenuhi jika Indonesia menjadi
Negara Islam.
Selain HTI dan NII, masih banyak organisasi-organisasi yang
mengatasnamakan Islam sebagai landasan organisasinya. Selain itu, dalam
perpolitikan Negara Indonesia juga banyak bermunculan partai-partai politik
Islam atau yang berlandaskan Islam yang menarik para simpatisannya dengan
berbagai embel-embel syariat. Tujuan dari organisasi-organisasi dan partai-partai
politik Islam ini tidak lain untuk mewujudkan Negara Indonesia yang berdasarkan
pada ajaran atau syari’at Islam dan mengubah Indonesia dari Negara Pancasila
menjadi Negara Islam.
Jika ditilik dari tata hukum yang ada di Indonesia sebenarnya hal yang
mengindikasikan bahwa hukum di Indonesia sejalan dengan syariat Islam
walaupun Negara Indonesia sendiri bukanlah Negara Islam.9 Sebagai contoh, isi Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang
merupakan landasan hukum negara, pada alinea ketiga dinyatakan “Atas berkat
rahmat Allah Yang Maha Kuasa…”.10 Serta terdapat Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang berisikan aturan-aturan yang berlandaskan
syariat serta adanya Kompilasi Hukum Islam yang berlaku bagi warganegara
9
Juhaya S.Praja, Hukum Islam di Indonesia Perkembangan dan Pembentukan, Bandung, P.T. Remaja Rosdakarya, 1994, h. 81
10
yang beragama Islam namun tidak memaksakan aturan tersebut pada warganegara
lain yang bukan muslim.
Pandangan tentang penerapan hukum Islam di Indonesia atau pemikiran
untuk menjadikan Negara Indonesia menjadi Negara Islam tentu tidak dapat
diterima oleh semua orang. Abdurrahman Wahid misalnya, beliau menyatakan
bahwa kewajiban menjalankan syariat Islam tidak perlu diperintahkan secara
formal berdasarkan undang-undang. Kewajiban ini menuntut kesesuaian dengan
kedudukan dan kemampuannya. Ini berbeda dengan asas hukum negara dimana
setiap orang dianggap mengetahui hukum dan wajib menjalankannya serta
dikenai sanksi jika melanggar atau tidak menjalankannya.11 Pandangan beliau ini berbeda dengan pandangan tokoh lainnya, yakni M.Natsir, yang justru sangat
ingin mewujudkan Indonesia yang berlandaskan syari’at.
Perbedaan pandangan inipun juga mungkin terjadi dalam kalangan
mahasiswa. Bagi sebagian mahasiswa yang pro dengan Negara Islam menyatakan
bahwa Islam harus ditegakkan karena mendirikan Negara Islam adalah wajib
hukumnya. Namun bagi sebagian mahasiswa lainnya yang kontra dengan
penegakan Negara Islam di Indonesia beralasan bahwa Indonesia adalah negara
yang multi ras, budaya, dan agama sehingga tidak mungkin terjadi penyamarataan
hukum bagi semua warganegara.
11
Mahasiswa yang merupakan generasi penerus bangsa yang mempunyai
intelektualitas dalam bernegara hendaknya dapat mewujudkan tujuan dan cita-cita
Negara Indonesia di masa depan. Tugas yang diemban ini akan mereka jalankan
sesuai dengan konsep negara yang baik menurut pemikiran mereka
masing-masing. Bagi mereka yang setuju dengan konsep negara Islam, maka mereka akan
mengupayakan perwujudannya di Indonesia. Namun bagi mereka yang tidak
setuju, maka mungkin mereka akan menghalang-halangi upaya tersebut dan akan
mempertahankan bentuk Negara Indonesia yang sekarang telah terbentuk.
Bagi mahasiswa yang berlatar belakang pendidikan ketatanegaraan Islam
seyogyanya lebih mengerti perihal negara dan pemerintahan Islam. Oleh karena
itu, asumsi yang mendasari penelitian ini adalah semakin tinggi tingkat
penguasaan mahasiswa terhadap pengetahuan ketatanegaraan Islam, semakin
tinggi apresiasi dan keinginan mereka menerapkannya dalam realitas politik.
Inilah tujuan spesifik dari penelitian ini, yaitu untuk menguji asumsi tersebut di
atas.
Penelitian ini Penulis fokuskan pada mahasiswa Konsentrasi Siyasah
Syar’iyah karena Konsentrasi ini banyak mempelajari ilmu tentang
ketatanegaraan Islam dan memang menjuruskan kajian ilmu yang berhubungan
dengan tatanegara Islam. Dalam visi misi jurusan pun juga disebutkan bahwa
lulusan Konsentrasi Siyasah Syar’iyah diharapkan dapat menjadi ahli ataupun
praktisi politik atau negara. Oleh karena itu, mahasiswa Siyasah Syar’iyah penulis
Penelitian yang ingin penulis lakukan berjudul “RESPON
MAHASISWA KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH UIN JAKARTA
TERHADAP IDE NEGARA ISLAM DI INDONESIA”. Hasil penelitian ini
akan memberi gambaran pandangan mahasiswa Siyasah Syar’iyah tentang sikap
mereka atas penerapan ide Negara Islam di Indonesia.
Sebagai pedoman dalam menulis skripsi ini, penulis memakai panduan
pada Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terbitan tahun 2007.
B. PERUMUSAN DAN PEMBATASAN MASALAH
Agar memudahkan penulis dalam mengerjakan penelitian ini maka
permasalahan akan dirumuskan sedemikian rupa agar tidak terlalu meluas
kemana-mana. Dalam penelitian ini penulis memfokuskan penelitian pada
permasalahan seputar pengetahuan mahasiswa Siyasah Syar’iyah UIN Jakarta
tentang Negara Islam dan sikap mereka terhadap penerapan ide negara Islam di
Indonesia. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa aktif Konsentrasi Siyasah
Syariyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah mengambil mata kuliah yang berkaitan dengan ketatanegaraan Islam. Dari
observasi yang dilakukan, saat ini mahasiswa Siyasah Syariyah yang telah
mendapatkan mata kuliah tersebut antara lain mahasiswa angkatan 2003, 2004
Untuk pembahasan ini, Penulis mengajukan pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
a. Bagaimana pengetahuan mahasiswa Siyasah Syar’iyah tentang konsep Negara
Islam?
b. Bagaimana respon mahasiswa Siyasah Syar’iyah jika ide Negara Islam
diterapkan di Indonesia?
c. Adakah hubungan antara pengetahuan mahasiswa Siyasah Syar’iyah dengan
respon mereka terhadap penerapan ide Negara Islam di Indonesia?
C. REVIEW
Beberapa penelitian penulis temukan yang membahas tentang kajian
terkait dengan penelitian ini antara lain:
Pada tahun 2004 terdapat penelitian tentang Persepsi Mahasiswa Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah terhadap Formalisasi Syariah di
Indonesia. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa mayoritas mahasiswa
menyatakan tidak setuju jika syariah dikaitkan dengan konsep Negara Islam.
Namun mayoritas mereka meyakini bahwa syariah mencakup pada hukum privat
dan hukum publik, setuju dengan peraturan perundang-undangan yang memuat
norma syariah, dan setuju dengan pengimplementasian syariah melalui jalur
politik.
Penelitian lain yang terkait yaitu Respon Mahasiswa Terhadap Ide Negara
Indonesia dan memandang agama masih menjadi hal yang penting ada dalam
negara. Mengenai hubungan agama dan negara, mayoritas mahasiswa
menginginkan agama menjadi bagian yang integral dalam sistem hukum nasional.
Penelitian kali ini adalah untuk menguji kembali sejauhmana terdapat
perubahan-perubahan dalam respon-respon mahasiswa tersebut. Dengan
mengetahui respon mahasiswa terhadap formalisasi syariah di Indonesia dapat
memberi sedikit gambaran ke arah penerapan ide Negara Islam di Indonesia.
D. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui bagaimana pengetahuan mahasiswa tentang konsep negara
Islam.
b. Mengungkapkan atau menggambarkan respon mahasiswa terhadap
penerapan ide negara Islam di Indonesia.
c. Mengetahui bagaimana hubungan antara pengetahuan mahasiswa tentang
negara Islam dengan respon mereka terhadap penerapan ide negara Islam
di Indonesia.
2. Manfaat Penelitian
a. Memberikan informasi tentang pendapat mahasiswa tentang penerapan ide
b. Sebagai bahan pertimbangan dalam upaya mewujudkan Negara Indonesia
menjadi negara yang demokratis dan lebih baik di masa depan.
c. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam
menentukan arah kebijakan bagi pemerintah.
E. METODE PENELITIAN
Metode merupakan strategi utama dalam pengumpulan data-data yang
diperlukan untuk menjawab persoalan yang dihadapi.12 Disamping itu metode merupakan cara utama yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan sehingga
hasil penelitiannya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian yang Penulis lakukan adalah penelitian yang menggunakan
pendekatan survey.
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang
berupaya menarik informasi dari data lapangan yang berupa angka-angka
yang akan dideskripsikan atau digambarkan secara sistematis dan faktual13. Sementara metode penulisan yang digunakan adalah deskriptif analisis yaitu
12
Mohammad Nazir, Metode Penelitian, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1998, Bagian Pengantar, Cet. Ke-3
13
penulisan yang menggambarkan permasalahan yang didasari pada data-data
yang ada lalu dianalisa lebih lanjut untuk kemudian diambil kesimpulan.
3. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah mahasiswa aktif Konsentrasi Siyasah
Syariyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah mengambil mata kuliah yang berkaitan dengan ketatanegaraan Islam.
Dari observasi yang dilakukan, saat ini mahasiswa Siyasah Syariyah
yang telah mendapatkan mata kuliah tersebut antara lain mahasiswa angkatan
2003, 2004 dan angkatan 2005 yang total berjumlah 83 orang.
Jumlah ini adalah jumlah mahasiswa Siyasah Syariyah yang
berkewarganegaraan Indonesia. Di luar itu, terdapat mahasiswa asing, yakni
mahasiswa berkewarganegaraan Malaysia, yang berjumlah 18 orang.
Mahasiswa tersebut tidak Penulis jadikan responden terkait penelitian ini
adalah ide Negara Islam di Indonesia menurut pandangan mahasiswa
Indonesia sendiri, bukan oleh mahasiswa asing.
Karena jumlah semua mahasiswa Siyasah Syariyah hanya 83 orang
(kurang dari 100), maka responden yang menjadi subjek penelitian ini adalah
seluruh populasi mahasiswa Siyasah Syariyah.
Pengambilan data dilakukan dengan kuesioner yang merupakan suatu
cara pengumpulan data dalam bentuk daftar pertanyaan. Adapun bentuk
pertanyaannya ada 2, yaitu:
a. Data yang berupa teori Penulis memakai studi dokumentasi naskah (studi
pustaka).
b. Untuk penelitian lapangan, Penulis memakai teknik pengumpulan data
secara survei dengan instrumen angket. Adapun bentuk pertanyaannya ada
2, yaitu:
1. Pertanyaan yang jawabannya adalah Sering dengan skor 3, Jarang
dengan skor 2, dan Tidak Pernah dengan skor 1.
2. Pertanyaan dengan jawabannya adalah Sangat Setuju, Setuju,
Ragu-ragu, Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju, dengan skor 5, 4, 3, 2,
dan 1 untuk pernyataan positif, dan skor 1, 2, 3, 4, dan 5 untuk
pernyataan negatif.
5. Analisa Data
Metode analisa data adalah sebagai berikut:
a. Kuantitatif : metode yang memaparkan gambaran objek penelitian dalam
bentuk angka dan tabel.
b. Kualitatif : metode yang memberikan analisa dari angka dan tabel dalam
c. Metode korelasi : metode yang mengkorelasikan antara variabel tingkat
pengetahuan mahasiswa (x) dengan respon mahasiswa terhadap penerapan
ide Negara Islam di Indonesia (y).
6. Hipotesa
Hipotesa korelasi antara pengetahuan mahasiswa tentang
ketatanegaraan Islam dengan respon mereka terhadap penerapan ide negara
Islam di Indonesia adalah:
a. Ho (hipotesa awal) artinya tidak ada hubungan antara pengetahuan
mahasiswa tentang negara Islam (x) dengan respon mereka terhadap
penerapan ide negara Islam di Indonesia (y).
b. H1 (hipotesa kerja) artinya ada hubungan antara pengetahuan mahasiswa
tentang negara Islam (x) dengan respon mereka terhadap penerapan ide
negara Islam di Indonesia (y).
7. Uji Hipotesa
Untuk menguji hipotesa Penulis menggunakan Teknik Korelasi
Koefisien Kontingensi, yaitu salah satu teknik analisa Korelasional Bivariat di
mana dua buah variabel yang dikorelasikan adalah berbentuk kategori14 yakni
14
tingkat pengetahuan dan respon yang digolongkan menjadi tiga tingkat yaitu
tinggi, sedang, dan rendah.
Rumus untuk mencari Koefisien Korelasi Kontingensi adalah:
N C
+ = 2 2
χ χ
di mana N = jumlah sampel
χ2
dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:
(
)
∑
− = t t o f f f 2 2χ di mana χ2 = nilai Kai Kuadrat
8. Interpretasi Tingkat Hubungan
Pemberian interpretasi terhadap Angka Indeks Korelasi Kontingensi C
adalah dengan jalan mengubah harga C menjadi Phi (φ) dengan
mempergunakan rumus sebagai berikut:
2
1 C
C
− =
φ atau bisa juga dengan rumus
N
2
χ φ =
Harga Phi yang diperoleh kemudian dikonsultasikan dengan Tabel
Nilai "r" Product Moment dengan df sebesar N dikurangi nr (df = N - nr).
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk mempermudah pembahasan, penulisan skripsi ini akan disusun
BAB I : Berisi pendahuluan mengenai latar belakang masalah, pembatasan
dan perumusan masalah, review terhadap studi terdahulu, tujuan
dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II : Kajian pustaka tentang pengertian respon, konsep negara dalam
Islam, dan teori tentang konsep Negara Islam yang kemudian
dijabarkan atas pengertian Negara Islam, kriteria Negara Islam,
sejarah pembentukan Negara Islam, dan perdebatan Negara Islam
di Indonesia.
BAB III : Konsentrasi Siyasah Syariyah, menjabarkan tentang gambaran
umum, organisasi, sistem pendidikan, dan kurikulum.
BAB IV : Respon mahasiswa Konsentrasi Siyasah Syariyah terhadap ide
Negara Islam di Indonesia, yang mencakup identitas, pengetahuan
dan sikap mahasiswa, serta analisis korelasi antara pengetahuan
mahasiswa dengan respon mahasiswa Siyasah Syariyah tentang
penerapan ide Negara Islam di Indonesia.
BAB II
RESPON DAN NEGARA ISLAM
A. PENGERTIAN RESPON
Dalam Kamus Besar Ilmu Pengetahuan disebut bahwa respon adalah
reaksi psikologis metabolik terhadap tibanya suatu rangsangan, ada yang bersifat
otonomis seperti reflek dan reaksi emosional langsung, ada pula yang bersifat
terkendali.15
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa respon adalah
tanggapan; reaksi; jawaban terhadap suatu gejala atau peristiwa yang terjadi.16 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer disebutkan bahwa
respon adalah tanggapan atau reaksi.17 Tanggapan adalah suatu yang timbul akibat adanya suatu gejala atau peristiwa. Reaksi merupakan tanggapan terhadap
suatu aksi.
Dalam Buku Komunikasi Sosial di Indonesia, Astrid S. Susanto
menyebutkan bahwa respon adalah reaksi penolakan atau pengiyaan ataupun
sikap acuh tak acuh yang terjadi dalam diri seseorang setelah menerima pesan.18
15
Save D. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, Jakarta, Lembaga Pengkajian dan Kebudayaan Nusantara, 1007, Cet. Ke-1, h. 964
16
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 2002, Edisi ke-3 Cet. Ke-2, h.952
17
Respon dalam Kamus Lengkap Psikologi mempunyai beberapa arti: (1)
Sebarang proses otot atau kelenjar yang dimunculkan oleh satu perangsang; (2)
Satu jawaban, khususnya satu jawaban bagi pertanyaan tes atau satu kuesioner;
dan (3) Sebarang tingkah laku, baik yang jelas kelihatan atau yang lahiriah
maupun yang tersembunyi atau tersamar.19
Dalam Kamus Ilmiah Populer, respon adalah reaksi; jawaban; reaksi
balik.20
Respon pada umumnya diartikan sebagai tanggapan atau reaksi atas suatu
aksi atau rangsangan. Perbedaan pengertian respon menurut masing-masing
kamus terletak pada bentuk aksi atau rangsangan yang diberikan dan bentuk
reaksi yang ditimbulkan. Aksi atau rangsangan yang diberikan dapat berupa
gejala atau peristiwa. Sedangkan reaksi yang ditimbulkan dapat bersifat reflek,
seperti proses otot atau kelenjar, dapat juga berupa reaksi terkendali, berupa
pengiyaan atau penolakan.
Jadi dapat disimpulkan, pengertian respon adalah suatu tanggapan atau
reaksi manusia atas suatu aksi atau rangsangan yang dapat berupa pengiyaan atau
penolakan. Aksi tersebut dapat berupa gejala atau peristiwa, namun dapat juga
berupa pertanyaan-pertanyaan dalam angket.
18
Astrid S. Susanto, Komunikasi Sosial di Indonesia, Jakarta, Bina Cipta, 1980, h. 125
19
J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta, PT. Raj Grafindo Persada, 2001, h. 431
20
B. NEGARA ISLAM
Dalam al-Qur'an memang tidak terdapat pernyataan tentang negara
(daulah), namun prinsip-prinsip pokok dalam kehidupan bernegara sangat jelas
diterangkan. Beberapa prinsip pokok tersebut antara lain prinsip musyawarah,
keadilan, persamaan, taat pada pemimpin, dan lain-lain.21
Islam dengan sifat-sifat khasnya bertujuan menciptakan kesejahteraan
umum bagi umat manusia seluruhnya, baik muslim ataupun bukan. Ajaran-ajaran
tentang ibadah dan muamalah, tentang pemerintahan politik, sosial, ekonomi,
semuanya ditetapkan sebagai suatu keharusan agama yang harus ditaati.
Ketetapan-ketetapan Tuhan untuk kesejahteraan manusia ini hanya dapat
diwujudkan dalam kumpulan manusia yang terorganisir. Organisasi-organisasi
manusia yang berada di bawah suatu tampuk kepemimpinan dan berjalan
berdasarkan aturan-aturan yang telah ada. Inilah yang bakal atau malah mungkin
sudah merupakan suatu bentuk negara. Inilah bentuk keterkaitan antara negara
dengan ketetapan-ketetapan Tuhan atau bisa disebut juga agama.
Demikian eratnya hubungan agama dengan negara menurut ajaran Islam
sama halnya dengan pertautan tiang dengan gedung karena sesungguhnya agama
adalah tiang negara. Karena itu suatu konsepsi Negara Islam tanpa agama tidak
mungkin, seperti tidak mungkinnya konsepsi agama Islam yang kosong dari cita
kemasyarakatan dan politik negara. Islam menegakkan segala
21
undangannya atas dasar moral. Karena itu negara menurut pandangan Islam
adalah negara moral yang berundang-undang dasar tertulis yaitu Al-Qur’an dan
Hadist.22
1. Pengertian Negara Islam
Negara Islam menurut Yusuf Qardhawy dibagi menjadi enam
kategori.23
a. Negara Islam adalah negara madani yang berlandaskan Islam yang
ditegakkan berdasarkan baiát dan musyawarah, dan pemimpinnya dipilih
dari kalangan orang jujur, kuat dan terpercaya, serta penuh perhatian.
b. Negara Islam adalah negara konstitusional yang berdasarkan syariat yang
terdapat dalam Al-Qurán dan as-Sunnah.
c. Negara Islam adalah negara yang bertujuan menyebarkan dakwah
Islamiyah ke seluruh penjuru bumi
d. Negara Islam adalah negara yang melindungi hak-hak kaum lemah dan
tertindas dari kezaliman kaum kuat.
e. Negara Islam adalah negara yang menegakkan dan menjamin hak-hak
asasi dan kebebasan iman setiap warganegaranya.
f. Negara Islam adalah negara yang selalu berpegang dan tidak menyimpang
dari prinsip dan moral, yakni tidak membolehkan cara batil untuk
22
Yusuf Qardhawy, Fiqh Negara, Jakarta, Robbani Press, 1997, h. 29-58
23
mewujudkan kebenaran dan tidak membolehkan perwujudan kebaikan
yang menggunakan sarana keji.
Berbeda dengan Yusuf Qardhawy, M.Iqbal24 menyatakan beberapa pengertian negara Islam yang dirangkum dari pendapat-pendapat para ulama
yang kemudian disusun dalam enam kategori, yaitu:
a. Negara Islam adalah negara yang di dalamnya berlaku hukum Islam walau
mayoritas penduduknya bukan muslim.
b. Negara Islam adalah negara yang dipimpin oleh seorang muslim.
c. Negara Islam adalah negara yang dapat memberikan rasa aman kepada
penduduknya yang beragama Islam dalam menjalankan aktifitas
keagamaannya.
d. Negara Islam adalah negara yang wilayahnya didiami oleh mayoritas
orang-orang Islam dan di negara tersebut berlaku hukum Islam.
e. Negara Islam adalah negara yang pemerintahannya dipegang oleh umat
Islam, mayoritas penduduknya muslim, dan berundang-undangkan hukum
Islam.
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa negara Islam adalah
negara yang memberlakukan hukum Islam dalam negaranya tanpa melihat
mayoritas penduduknya, pemerintahannya dipegang oleh umat Islam yang
24
menjamin keamanan warganegaranya dalam melaksanakan ibadah, dan
melindungi hak-hak asasi warganegaranya.
2. Kriteria Negara Islam
Terbentuknya suatu negara tidak terlepas dari empat unsur utama
yakni wilayah, penduduk atau warga negara, konstitusi , dan pemerintahan.
Masing-masing unsur saling terkait dan terikat pada ketentuan-ketentuan yang
berlaku. Islam sendiri adalah sebagai contoh suatu aturan yang mencakup
semua hal termasuk di dalamnya aturan-aturan tentang ketatanegaraan.
Negara yang diatur menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Islam ini
yang kemudian disebut Negara Islam atau Dâr al-Islam.25
Sebuah negara dapat disebut Negara Islam apabila di dalam negara
tersebut berlaku syariat Islam. Pemberlakuan syariat Islam ini dapat dilihat
dari beberapa hal berikut26:
a. Sebuah negara dapat disebut Negara Islam jika ia dipimpin oleh pemimpin
muslim di mana ia mendasari kebijakan-kebijakan pemerintahannya
dengan syariat Islam
b. Suatu negara juga bisa disebut Negara Islam jika mayoritas penduduknya
adalah muslim dan menerapkan syariat Islam dalam kehidupannya
25
M. Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, Jakarta, Gema Insani Press, 2000, h. 311.
26
hari baik dalam hal yang berkaitan dengan ekonomi, sosial, maupun dalam
bidang politik
c. Negara Islam akan melindungi seluruh warga negaranya, yaitu semua
umat yang beragama Islam dan orang-orang yang bukan Islam namun
hidup dan menetap dalam wilayah negara Islam
3. Sejarah Pembentukan Negara Islam
Pada periode Makkah umat Islam belum memulai kehidupan
bernegara. Nabi ketika itu hanya menyampaikan dakwahnya kepada
masyarakat Makkah dengan penekanan kepada aspek ibadah dan akidah,
tetapi aspek yang lain tidak diabaikan. Ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan
pada periode Makkah juga banyak berbicara tentang kecaman terhadap
praktek-praktek bisnis yang curang, penindasan oleh kelompok ekonomi dan
politik terhadap kelompok yang lemah dan berbagai ketimpangan sosial
lainnya.27
Setelah hijrah ke Madinah, keberadaan Nabi dan ajaran Islam sudah
mendapat tempat dan simpati dari masyarakatnya. Di kota yang baru ini
Rasulullah baru bisa secara aktif menerapkan dominasi sosial ajaran Islam
untuk menciptakan masyarakat yang berbudaya.
27
Dari masyarakat yang berbudaya inilah Rasulullah mulai menciptakan
suatu kekuatan politik. Hal pertama yang dilakukan beliau dalam
pembentukan sebuah negara adalah membuat Piagam Madinah pada tahun
pertama Hijriyah.28 Piagam yang berisi 47 pasal ini memuat peraturan-peraturan tentang hubungan antara berbagai komunitas dalam masyarakat
Madinah yang majemuk. Di negara yang baru ini Rasulullah sebagai kepala
negara dan Piagam Madinah sebagai konstitusinya.
Terwujudnya Piagam Madinah merupakan bukti sifat kenegaraan
Rasulullah, karena isinya memperhatikan kepentingan orang Yahudi dan
mempersatukan kedua umat di bawah kepemimpinannya. Bagi umat Islam
Rasulullah telah berhasil menciptakan persatuan dan kesatuan serta
persaudaraan di antara kaum Muhajirin dan Anshar dan Rasulullah telah
mendamaikan di antara suku tersebut.
4. Sistem Pemerintahan Negara Islam
Islam tidak menetapkan secara pasti seperti apa dan bagaimana sistem
pemerintahan yang baik dan harus dijalankan oleh negara Islam demi
mencapai tujuan kesejahteraan hidup dunia dan akhirat. Masing-masing
pemikir muslim mempunyai pola pikir sendiri-sendiri dalam merumuskan
konsep sistem pemerintahan yang baik.
28
Menurut Ibnu Abi Rabi', salah seorang pemikir muslim zaman klasik,
bentuk pemerintahan yang baik adalah bentuk monarki atau kerajaan di bawah
pimpinan seorang raja atau penguasa tunggal. Alasan utama pemilihan bentuk
ini karena yakin bahwa banyak kepala yang mempimpin suatu negara hanya
akan membuat situasi lebih kacau dan persatuan tidak akan dapat
diwujudkan.29
Berbeda dengan Ibnu Abi Rabi' yang berasal dari masa klasik, seorang
tokoh kontemporer muslim bernama Fazlur Rahman justru menyatakan bahwa
bentuk pemerintahan yang baik adalah bentuk demokrasi. 30 Menurutnya, organisasi negara dalam Islam memperoleh kekuasaannya dari rakyat yaitu
masyarakat muslim sehingga ia bersifat demokratik. Adapun wujud bentuk
pemerintahannya dikenal adanya dewan perwakilan rakyat yang akan
menyalurkan aspirasi warganegara dalam perpolitikan negara.
Pendapat pemikir kontemporer lainnya bernama Mohammad Husain
Haikal justru berbeda lagi dengan pendapat kedua tokoh di atas. Menurut
Haikal, di dalam Islam tidak terdapat satu sistem pemerintahan yang baku.
Umat Islam bebas menganut sistem pemerintahan yang bagaimana pun
asalkan sistem tersebut menjamin persamaan antar warga negaranya, baik hak
maupun kewajiban, dan juga di muka hukum, dan pengelolaan urusan negara
29 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, Jakarta, UI Press, 1993, h. 46.
30
diselenggarakan atas dasar musyawarah atau syura, dengan berpegang kepada
tata nilai moral dan etika yang diajarkan Islam bagi peradaban manusia.31
5. Perdebatan Negara Islam di Indonesia
Berbicara mengenai hubungan Islam dan negara di Indonesia, ada tiga
hal yang harus diperhatikan karena merupakan dasar pemikiran yang
melandasi perdebatan tentang ideologi negara di Indonesia:32
a. Adanya pendapat yang berbeda tentang konsep Negara Islam dan akar
sejarahnya.
b. Munculnya Islam sebagai suatu ideologi tidak terlepas dari tuntutan
politik dan sosio-kultural dalam kondisi kesejahteraan tertentu.
c. Pancasila sebagai ideologi negara tidak selalu ditampilkan dan
diinterpretasikan secara sama.
Salah satu pelopor konsep negara berdasarkan Islam di Indonesia
adalah Mohammad Natsir. Selain berkomitmen membela Islam sebagai dasar
negara, ia juga seorang pembela demokrasi yang gigih. Dalam pandangannya,
demokrasi merupakan perwujudan modern dari ajaran yang sangat
fundamental dalam Islam yakni syura.33
31
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 188-189.
32
M. Bambang Pranowo, Islam dan Pancasila: Dinamika Politik Islam di Indonesia, dalam Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur’an Volume III, No.1, 1992, h. 5
33
Dalam Sidang Konstituante tahun 1957, penolakan kalangan Islam
terhadap Pancasila didasarkan pada pandangan bahwa Pancasila adalah
ideologi sekuler dan mengandung pengertian yang belum jelas. M. Natsir
misalnya menyatakan bahwa tidak ada orang yang membantah kebaikan yang
ada pada ideologi Pancasila, namun penjelasan yang diberikan oleh para
pendukung ideologi Pancasila sangat kabur.
Sejalan dengan pendapat Natsir, Ahmad Zaini (tokoh NU) menyatakan
bahwa Pancasila mengandung slogan-slogan yang bagus. Tetapi sayangnya
ideologi itu tidak memiliki pedoman dengan pengertian yang jelas yang siap
untuk dipraktekkan. Sutan Takdir Alisjahbana dari Partai Sosialis Indonesia
(PSI) mengakui bahwa sangat berlebihan jika menganggap Pancasila sebagai
falsafah negara. Sebab, bukan hanya karena komponen-komponennya yang
bersifat heterogen tapi juga karena Pancasila tidak terlepas dari kontradiksi.34 Kekaburan Pancasila pada masa Orde Lama ini dihilangkan oleh
pemerintahan Orde Baru yakni Presiden Soeharto dan para menterinya.
Menurut Soeharto, Pancasila adalah suatu keutuhan yang padu. Sila pertama
Ketuhanan Yang Maha Esa menyinari keempat sila lainnya. Namun
Ketuhanan Yang Maha Esa harus pula dilaksanakan dengan semangat
34
keempat sila lainnya. Dalam Negara yang berdasarkan Pancasila ini, takwa
kepada Tuhan adalah sangat mutlak.35
Sejalan dengan pendapat di atas, para intelektual muslim pada masa
pasca-orde baru justru ingin menjembatani jurang ideologi antara Islam
politik dan negara. Pengembangan gagasan reformasi politik ini dibangun dari
pertimbangan-pertimbangan dari aspek teologis maupun politis.
Pertimbangan-pertimbangan tersebut antara lain:36
1. Pandangan bahwa Islam tidak boleh berada pada posisi yang
berhadap-hadapan dengan negara. Pancasila tidak ditempatkan sebagai sesuatu yang
bertentangan dengan Islam, melainkan keduanya harus dipandang sebagai
dua hal yang saling melengkapi. Pandangan ini tumbuh dari pemahaman
bahwa setiap sila dalam Pancasila sejalan dengan ajaran-ajaran Islam.
Karena itu, dalam pandangan mereka sama sekali tidak penting
meragukan keabsahan negara Indonesia yang secara formal didasarkan
kepada sebuah ideologi yang non-religius.
2. Sepanjang sejarah politik Indonesia modern, para aktivis politik Islam
belum mampu mengembangkan tradisi memerintah yang kuat. Untuk
menanggulanginya, para pemimpin dan aktivis politik Islam dirasa
penting untuk menjalin hubungan dengan lembaga-lembaga politik yang
35
M. Bambang Pranowo, Ibid, h.12-13
36
ada agar peran mereka lebih efektif dalam proses-proses pembuatan
kebijakan negara.
3. Seluruh pendekatan dan strategi di atas merupakan langkah-langkah yang
harus diambil untuk memulihkan kembali harga diri dan citra para aktifis
politik Islam. Dan yang lebih penting, strategi tersebut dapat
membangkitkan rasa keterikatan umat Islam terhadap persoalan negara.
Lain halnya dengan keadaan yang ada sekarang. Kelompok-kelompok
Islam radikal yang sekarang banyak bermunculan, merasa menemukan waktu
yang tepat untuk menegaskan bentuk keberagamaan di Indonesia. Beberapa
kelompok-kelompok tersebut antara lain Majelis Mujahidin Indonesia (MMI),
Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI), dan Front Pembela
Islam (FPI).
Perjuangan yang mereka lakukan untuk mencapai misi utama
pemberlakuan syariat Islam dilakukan dalam dua pola, yakni pola perjuangan
kultural (dakwah Islam) dan struktural (politik). Pendekatan struktural yang
mereka lakukan adalah kekuasaan negara diupayakan dipegang oleh seorang
muslim yang jelas komitmennya terhadap Islam dan siap memberlakukan
syariat Islam dalam lingkup sosial kenegaraan sehingga kehidupan bernegara
dapat dikelola sesuai dengan ajaran yang dituntunkan oleh Allah SWT.37
37
Sementara itu, pendekatan kultural dilakukan dalam format gerakan
pembinaan akidah, akhlak, pendidikan, sosial dan ekonomi tanpa terlibat
sedikitpun dalam urusan perjuangan politik. Gerakan ini lebih mengutamakan
pendekatan akhlak individual, keluarga dan masyarakat. Usaha ini dilakukan
melalui lembaga-lembaga pendidikan formal atau nonformal, pengajian, dan
kursus-kursus keagamaan lainnya. Melalui jalan ini mereka mempengaruhi
masyarakat untuk ikut bergabung.38
Mereka sangat giat memperjuangkan aspirasi Islam kepada pemerintah
sekaligus melakukan kegiatan dakwah di masyarakat. Hal ini dapat disimak
dari gerakan mereka yang memperjuangkan aspirasi Islam dengan lobi-lobi
kekuasaan dan pawai demonstrasi menentang kebijakan negara, sekaligus
dibarengi dengan kegiatan dakwah di masyarakat.39
Berbeda dengan kelompok Islam radikal umumnya, Laskar Jihad tidak
menggunakan pola ini secara keseluruhan. Mereka lebih memilih jalur
dakwah langsung kepada masyarakat. Itu sebabnya Laskar Jihad tidak mau
melakukan demonstrasi. Mereka memandang demonstrasi sebagai suatu
bagian dari demokrasi yang dianggapnya sebagai sistem kafir yang harus
ditolak.40
38
Khamami Zada, Ibid, h. 157
39
Ibid., h. 159
40
BAB III
KONSENTRASI SIYASAH SYARIYAH UIN JAKARTA
A. GAMBARAN UMUM
1. Visi dan Misi41
a. Visi
Terwujudnya Konsentrasi Ketatanegaraan Islam (Siyasah
Syariyah) sebagai Konsentrasi yang unggul, handal dan terdepan dalam
Pengkajian, Pengembangan, Pengintegrasian dan Penerapan Ilmu
Ketatanegaraan yang Berorientasi Keislaman, Kemanusiaan dan
Keindonesiaan.
b. Misi
Misi Konsentrasi Siyasah Syar’iyah adalah:
a. Melaksanakan pendidikan dan pengajaran yang integratif dalam ilmu
Syariah, khususnya bidang Ketatanegaraan, baik yang bersifat teoritis
maupun praktis.
b. Mengembangkan dan menerapkan ilmu-ilmu Syariah khususnya
bidang Ketatanegaraan yang berbasis penelitian.
c. Menghasilkan sarjana yang memiliki kompetensi keilmuan Syariah
khususnya bidang Ketatanegaraan.
41
d. Memberikan landasan moral dan akhlak yang terpuji bagi
pengembangan dan praksis ilmu-ilmu Syariah, khususnya bidang
Ketatanegaraan, dalam kehidupan masyarakat.
e. Membina dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang
menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, keadilan, keterbukaan, dan
kesetaraan, dengan tetap kritis, kreatif, inovatif, dan responsif terhadap
perubahan sosial, baik dalam skala lokal, nasional maupun global.
f. Menyelenggarakan manajemen modern Konsentrasi yang berorientasi
pada kualitas, transparansi, akuntabilitas, dan profesionalitas.
g. Menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dengan
lembaga-lembaga pemerintah dan non-pemerintah, baik dalam maupun luar
negeri.
h. Memberikan perhatian serius terhadap upaya implementasi Syariah
Islam, khususnya bidang Ketatanegaraan, dalam kontek keindonesiaan
sekaligus kemodernan.
2. Tujuan
Tujuan Konsentrasi Siyasah Syariyah adalah:
a. Menyiapkan peserta didik mejadi anggota masyarakat yang memiliki
kecerdasan dan kemampuan akademik dan/atau profesional di bidang ilmu
b. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengengatuan di bidang ilmu
ketatanegaraan, serta mampu mengupayakannya untuk meningkatkan taraf
kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
Menyiapkan peserta didik maksudnya membekali mahasiswa dengan
ilmu syariáh dan ilmu ketatanegaraan Islam yang memadai sehingga nantinya
mereka dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Menerapkan ilmu
pun tidak hanya sebatas pengamalan semata, namun juga diharapkan dapat
dikembangkan dan disebarluaskan kepada orang lain di dalam masyarakat.
Penerapan ilmu pun lebih difokuskan pada masyarakat dan bukan pada
tingkat pemerintahan karena masyarakat merupakan pokok yang paling utama
dalam kenegaraan. Pada kenyataannya, pemerintah adalah bagian dari
masyarakat juga.
Realisasi tujuan ini dilakukan dengan membekali mahasiswa dengan
ilmu-ilmu syariah dan ilmu-ilmu ketatanegaraan Islam. Sampai saat ini
perbaikan kurikulum masih terus dilakukan demi mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, sehingga tidak heran jika sampai saat ini perubahan penawaran
mata kuliah pada Konsentrasi Siyasah Syaríyah pada setiap angkatan masih
B. SISTEM PENDIDIKAN
1. Program Pendidikan42
Program pendidikan yang diselenggarakan oleh Konsentrasi Siyasah
Syariyah adalah program pendidikan akademik. Program pendidikan ini
adalah Program Sarjana (S1), yang mewajibkan mahasiswa menempuh beban
studi sebesar 160 SKS.
Kurikulum program sarjana Konsentrasi Siyasah Syar’iyah disusun
berdasarkan kompetensi Konsentrasi. Kompetensi yang dimaksud adalah
seperangkat tingkatan cerdas dan penuh tanggungjawab yang dimiliki
seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam
melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu.
2. Sistem Pendidikan
Sistem pendidikan yang digunakan dalam Konsentrasi Siyasah
Syariyah, sebagaimana kebijakan fakultas dan universitas, adalah Sistem
Kredit dan Semester (SKS). Pelaksanaan SKS di Fakultas Syariah dan Hukum
dilakukan secara penuh sehingga memungkinkan mahasiswa untuk dapat
menyelesaikan studinya lebih tepat dan cepat.
Dalam hal metode perkuliahan di dalam kelas, penyampaian atau
pembahasan materi dapat dilakukan dengan dua cara: monolog dan dialog
antara mahasiswa dengan dosen pendidik. Metode ini tergantung kesepakatan
42
dalam kontrak perkuliahan yang telah disepakati pada pertemuan pertama
perkuliahan.
Kebanyakan kesepakatan yang tercapai adalah sistem perkuliahan
bentuk dialog yang menggunakan sarana pembuatan makalah atas materi yang
akan dibahas oleh mahasiswa yang biasanya telah dibentuk
kelompok-kelompoknya. Makalah yang dibuat kemudian dipresentasikan di depan kelas
dan diadakan sesi tanyajawab perihal materi terkait.
Bentuk pengajaran seperti ini cukup efektif meningkatkan kemampuan
mahasiswa dalam hal berpendapat dan keberanian menyampaikan
pendapatnya. Cara ini dapat membuat mahasiswa menjadi lebih kritis dan
aspiratif terhadap permasalahan aktual yang terjadi.
C. KURIKULUM43
Mulai tahun ajaran 2003-2004 Konsentrasi Siyasah Syar’iyah telah
memberlakukan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Muatan dari KBK ini
meliputi:
c. Kemampuan pengembangan kepribadian
d. Kemampuan penguasaan ilmu dan keterampilan
e. Kemampuan menyikapi dan berperilaku dalam berkarya sehingga dapat
mandiri dan dapat bekerja sama dalam hidup bermasyarakat.
43
Adapun target yang hendak dicapai dengan KBK adalah supaya
mahasiswa/alumni memiliki44: a. Kecerdasan intelektual
b. Kematangan profesional
c. Kedalaman spiritual
d. Keluhuran moral
Untuk memenuhi tuntutan KBK dan target yang hendak dicapai, maka
ditetapkanlah sejumlah mata kuliah yang dikelompokkan menjadi:
a. Mata kuliah untuk memenuhi kompetensi dasar
b. Mata kuliah untuk memenuhi kompetensi utama
c. Mata kuliah untuk memenuhi kompetensi pendukung
d. Mata kuliah yang dapat mendukung kompetensi lainnya
Total sks seluruh mata kuliah yang ditawarkan pada mahasiswa Siyasah
Syar’iyah adalah 158 sks45, namun hanya 68 sks (43,04%) yang merupakan mata kuliah yang mengandung kajian ilmu tatanegara. Dalam seluruh mata kuliah yang
berkaitan dengan ketatanegaraan pun, hanya terdapat 48 sks yang merupakan
kajian ilmu tatanegara Islam. Jumlah ini jika diprosentasikan dengan total sks
semua mata kuliah, hanya 30,38% saja.
44
Fakultas Syariah dan Hukum, Ibid,. h. 75
45
Jumlah ini dirasa sangat tidak memadai dalam membekali mahasiswa
Siyasah Syar’iyah agar memiliki kemampuan akademik dan profesional dalam
bidang tata negara atau politik Islam, apalagi kemampuan tersebut diharapkan
dapat dikembangkan dan disebarluaskan dalam masyarakat. Mata kuliah yang
dianggap tidak berkaitan dengan kompetensi Siyasah Syar’iyah malah lebih
banyak ditawarkan oleh jurusan jika dibandingkan dengan mata kuliah yang
memang berkenaan dengan ketatanegaraan Islam. Disini terlihat seolah-olah
mahasiswa Siyasah Syar’iyah hanya lebih banyak dimatangkan pada ilmu-ilmu
agama dasar sedangkan pembekalan akan ilmu ketatanegaraan Islam justru sangat
kurang.
Berikut daftar mata kuliah yang ditawarkan kepada mahasiswa Siyasah
[image:48.612.164.477.476.703.2]Syar’iyah:
Tabel 3.1
Daftar Mata Kuliah Umum
No Mata Kuliah SKS
1 Ilmu Kalam/Aqidah 2
2 Akhlak/Tasawuf 2
3 Ulumul Qur’an 3
4 Ulumul Hadits 3
5 Sejarah Peradaban Islam 2
6 Pendidikan Kewarganegaraan 2
7 Fiqih dan Praktek Ibadah 3
9 Bahasa Arab 6
10 Bahasa Inggris 6
11 Bahasa Indonesia 2
12 Ilmu Sosial/Budaya Dasar 2
13 Sosiologi Hukum 2
14 Fiqih Munakahat 3
15 Fiqih Mawaris 2
16 Fiqih Muamalat 2
17 Fiqih Jinayah 3
18 Perbandingan Mazhab Fiqih dan Hukum 3
19 Hukum Pidana 3
20 Hukum Perdata 3
21 Hukum Acara Perdata 2
22 Hukum Acara Peradilan Agama 2
23 Hukum Acara Pidana 3
24 Metodologi Penelitian (dan Hukum) 4
25 Ilmu Mantiq 2
26 Ushul Fiqih (1-2) 6
27 Qawaid Fiqiyah 3
28 Filsafat Hukum dan Hikmah Tasyri' 3
29 Kuliah Kerja Sosial 3
30 Skripsi dan Ujian Komprehensif 6
Tabel 3.2
Daftar Mata Kuliah yang Berkaitan dengan Ilmu Ketatanegaraan Umum
No Mata Kuliah SKS
1 Ilmu Negara dan Hukum Tata Negara 3
2 Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia 3
3 Hukum Administrasi Negara 2
4 Hukum Internasional 3
5 Teori dan Hukum Konstitusi 3
6 Ilmu Perundang-undangan 2
7 Legal Drafting 2
8 Praktikum Ketatanegaraan 2
Total 20
Tabel 3.3
Daftar Mata Kuliah yang Berkaitan dengan Ilmu Ketatanegaraan Islam
No Mata Kuliah SKS
1 Fiqih Siyasah 3
2 Sejarah Hukum Islam (Tarikh Tasyri') 3 3 Kapita Selekta Hukum Islam di Indonesia 3
4 Tafsir Ahkam fi Siyasah 3
5 Hadits Ahkam fi Siyasah 3
6 Sistem Ketatanegaraan Islam 3
7 Sejarah Politik Islam (Masa Klasik dan Pertengahan)
3
8 Sejarah Politik Islam (Masa Modern) 2 9 Fiqih Siyasah 2 (Pemikiran Politik Islam) 3
10 Masail Fiqiyah fi Siyasah 3
11 Politik Islam di Indonesia 3
12 Pengantar Ilmu Politik 3
13 Sistem Politik Indonesia 3
14 Hukum Kelembagaan Negara 3
15 Hak dan Kewajiban Asasi Manusia 2
16 Perbandingan Hukum Tata Negara 2
[image:50.612.165.475.405.680.2]BAB IV
IDE NEGARA ISLAM DALAM PANDANGAN
MAHASISWA SIYASAH SYARIYAH UIN JAKARTA
A. KARAKTERISTIK MAHASISWA SIYASAH SYAR’IYAH
1. Jenis Kelamin
Mahasiswa Siyasah Syar'iyah yang menjadi subjek penelitian dapat
[image:51.612.152.493.390.484.2]dipaparkan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 4.1
Karakteristik Mahasiswa Siyasah Syaríyah Menurut Kelompok (Jenis Kelamin)
No Jenis Kelamin Jumlah Presentase
1 Laki-laki 59 71,1%
2 Perempuan 24 28,9%
Total 83 100%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah responden laki-laki
lebih banyak dari pada perempuan. Responden laki-laki terdiri dari 59 orang
(71,1%) dan perempuan 24 orang (28,9%).
2. Angkatan
Tabel berikut memuat karakteristik mahasiswa Siyasah Syar’iyah
Tabel 4.2
Karakteristik Mahasiswa Siyasah Syaríyah Menurut Kelompok (Angkatan)
No Angkatan Jumlah Presentase
1 2003 24 28,9%
2 2004 34 41,0%
3 2005 25 30,1%
Total 83 100%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa mahasiswa Siyasah Syaríyah
jika ditinjau dari segi angkatan, maka yang paling banyak adalah angkatan
2004 dengan jumlah 34 orang (41,0%), kemudian disusul angkatan 2005 yang
berjumlah 25 orang (30,1%), kemudian angkatan 2003 dengan jumlah 24
orang (28,9%).
3. Latar Belakang Pendidikan
Tabel 4.3
Karakteristik Mahasiswa Siyasah Syaríyah Menurut Kelompok (Latar Belakang Pendidikan)
No Latar Belakang Pendidikan Jumlah Presentase
1 SMU 20 24,1%
2 SMK 0 0
3 MA 63 75,9%
[image:52.612.156.490.578.691.2]Jika dilihat dari tabel di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
mahasiswa Siyasah Syaríyah paling banyak adalah berlatarbelakang
pendidikan Madrasah Aliyah (MA), sementara sisanya berasal dari Sekolah
Menengah Umum (SMU).
[image:53.612.147.496.337.430.2]4. Pengalaman Pesantren
Tabel 4.4
Karakteristik Mahasiswa Siyasah Syaríyah Menurut Kelompok (Pengalaman Pesantren)
No Pengalaman Pesantren Jumlah Presentase
1 Pernah Pesantren 66 79,5%
2 Tidak Pernah Pesantren 17 20,5%
Total 83 100%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah mahasiswa Siyasah
Syaríyah yang berasal dari latar belakang pendidikan pesantren adalah yang
terbanyak. Sedangkan sisanya merupakan mahasiswa dengan latar belakang
pendidikan umum.
5. Pengalaman Organisasi Mahasiswa
Berdasarkan latar belakang organisasi yang pernah diikuti oleh
masing-masing responden yakni mahasiswa Siyasah Syari’ah dapat
Tabel 4.5
Karakteristik Mahasiswa Siyasah Syaríyah Menurut Kelompok (Pengalaman Organisasi Mahasiswa)
No Pengalaman Organisasi Mahasiswa Jumlah Presentase
1 Pernah Ikut Organisasi 66 79,5%
2 Tidak Pernah Ikut Organisasi 17 20,5%
Total 83 100%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa
Siyasah Syaríyah mempunyai pengalaman menjadi anggota organisasi
kemahasiswaan. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa mahasiswa Siyasah
Syar'iyah adalah mahasiswa yang cukup mempunyai pengalaman dalam
bidang keorganisasian. Dalam hal kenegaraan pun, termasuk negara Islam, hal
ini penting karena negara sendiri merupakan suatu organisasi.
B. PENGETAHUAN MAHASISWA TENTANG NEGARA ISLAM
Pengetahuan mahasiswa Siyasah Syariyah tentang Negara Islam Penulis
ukur dari intensitas mereka dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat
meningkatkan tingkat pengetahuan mereka. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah
membaca koran, menonton berita televisi, membaca literatur-literatur tentang
ketatanegaraan Islam, mengikuti kajian tentang ketatanegaraan Islam, mengikuti
seminar yang bertemakan ketatanegaraan Islam, berdiskusi dengan teman perihal
ketatanegaraan Islam, dan bertanyajawab dengan dosen sehubungan dengan
ketatanegaraan Islam.
Kegiatan membaca koran dan menonton berita televisi Penulis jadikan
sebagai kegiatan yang dapat menambah pengetahuan tentang Negara Islam karena
kedua media ini juga merupakan sumber informasi penting untuk mendapatkan
pengetahuan tentang ketatanegaraan, baik ketatanegaraan secara umum maupun
ketatanegaraan Islam.
Berikut penjabaran hasil penelitian tentang intensitas Mahasiswa Siyasah
Syar'iyah dalam melakukan kegiatan-kegiatan tersebut :
1. Frekuensi Mahasiswa Siyasah Syaríyah Membaca Koran
Sebagai mahasiswa sudah selayaknya peka terhadap isu-isu yang
sedang bergejolak. Bagi mahasiswa Siyasah Syar'iyah akan sangat berguna
untuk memperluas wawasan tentang keadaan negara termasuk fenomena
Negara Islam yang saat ini sedang merebak.
Tabel 4.6
Intensitas Mahasiswa Siyasah Syaríyah Membaca Koran
No Frekuensi Jumlah Presentase
1 Sering 47 56,6%
2 Jarang 36 43,4%
3 Tidak Pernah 0 0%
Tabel di atas menggambarkan bahwa, Mahasiswa Siyasah Syar’iyah
yang sering membaca koran lebih banyak dibandingkan mahasiswa yang
jarang membaca koran namun tidak ada yang tidak pernah membaca koran
sama sekali. Dari sini dapat dilihat bahwa pengetahuan mahasiswa cukup
mengetahui informasi-informasi terkini.
2. Frekuensi Mahasiswa Siyasah Syaríyah Menonton Berita Televisi
Bagi dunia pengetahuan, media televisi juga merupakan salah satu sarana
penting untuk menambah ilmu pengetahuan. Bagi mahasiswa Siyasah
[image:56.612.198.443.430.561.2]Syariyah, berikut intensitas mereka menonton berita televisi:
Tabel 4.7
Intensitas Mahasiswa Siyasah Syaríyah Menonton Berita Televisi
No Frekuensi Jumlah Presentase
1 Sering 63 75,9%
2 Jarang 20 24,1%
3 Tidak Pernah 0 0%
Total 83 100%
Sebagian besar mahasiswa, yakni 63 orang, menyatakan sering
menonton berita televisi. Sementara sisanya, yakni 20 orang termasuk yang
jarang menonton. Sama halnya dengan intensitas membaca koran, tidak ada
3. Frekuensi Mahasiswa Siyasah Syaríyah Membaca Literatur-literatur Tentang
[image:57.612.174.467.216.332.2]Ketatanegaraan Islam
Tabel 4.8
Intensitas Mahasiswa Siyasah Syaríyah
Membaca Literatur-literatur tentang Ketatanegaraan Islam
No Frekuensi Jumlah Presentase
1 Sering 33 39,8%
2 Jarang 50 60,2%
3 Tidak Pernah 0 0%
Total 83 100%
Dari semua mahasiswa yang ada, sebagian besar mengaku jarang
membaca literatur-literatur tentang ketatanegaraan Islam. Sedangkan yang
sering membaca hanya 33 orang, yakni 39.8% saja. Sebagai mahasiswa yang
kuliah pada konsentrasi ketatanegaraan Islam, angka ini dianggap terlalu
besar untuk intensitas yang jarang dalam membaca litaratur-litaratur tentang
ketatanegaraan Islam.
4. Frekuensi Mahasiswa Siyasah Syaríyah Mengikuti Kajian tentang
Ketatanegaraan Islam
Dalam lingkungan kampus UIN Jakarta, banyak sekali organisasi
kemahasiswaan yang hidup dengan kegiatan-kegiatan diskusi dengan
mingguan berdasarkan isu yang sedang hangat diperbincangkan, isu Negara
[image:58.612.172.468.214.320.2]Islam termasuk salah satunya.
Tabel 4.9
Intensitas Mahasiswa Siyasah Syaríyah Mengikuti Kajian Tentang Ketatanegaraan Islam
No Frekuensi Jumlah Presentase
1 Sering 9 10,8%
2 Jarang 69 83,1%
3 Tidak Pernah 5 6,0%
Total 83 100%
Walaupun kuliah pada Konsentrasi yang berkaitan dengan
ketatanegaraan Islam, namun sebagian besar mahasiswa ternyata sangat jarang
mengikuti kajian-kajian yang membahas tentang ketatanegaraan Islam. Dari
83 orang mahasiswa, hanya 9 orang yang sering mengikuti kajian, dan 5 orang
malah menyatakan tidak pernah sama sekali.
5. Frekuensi Mahasiswa Siyasah Syaríyah Mengikuti Seminar yang Bertemakan
Ketatanegaraan Islam
Selain banyak diselenggarakan oleh organisasi ekstra kampus,
kegiatan seminar yang bertemakan ketatanegaraan Islam juga banyak
diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Konsentrasi Siyasah
Tabel 4.10
Intensitas Mahasiswa Siyasah Syaríyah
Mengikuti Seminar yang Bertemakan Ketatanegaraan Islam
No Frekuensi Jumlah Presentase
1 Sering 14 16,9%
2 Jarang 66 79,5%
3 Tidak Pernah 3 3,6%
Total 83 100%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa, sebagian besar mahasiswa
Siyasah Syaríyah jarang mengikuti seminar yang bertemakan ketatanegaraan
Islam. Dari 83 orang, hanya 14 orang yang sering mengikuti seminar, 66
orang menyatakan jarang, dan 3 orang menyatakan tidak pernah.
Seminar-seminar yang sering diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan
Siyasah Syar'iyah dirasa sia-sia saja karena tidak dapat menarik
mahasiswanya sendiri untuk mengikuti kegiatan yang padahal memang
diperuntukkan bagi Konsentrasi Siyasah Syariyah.
6. Frekuensi Mahasiswa Siyasah Syaríyah Berdiskusi dengan Teman Perihal
Ketatanegaraan Islam
Kegiatan ini mungkin masih dianggap terlalu edukatif untuk dilakukan
di luar perkuliahan. Namun untuk sebagian mahasiswa yang benar-benar ingin
mendalami ilmu keketatanegaraan Islam, kegiatan ini sangat berguna. Berikut
Tabel 4.11
Intensitas Mahasiswa Siyasah Syaríyah
Berdiskusi dengan Teman Perihal Ketatanegaraan Islam
No Frekuensi Jumlah Presentase
1 Sering 27 32,5%
2 Jarang 50 60,2%
3 Tidak Pernah 6 7,2%