• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran qaidah fiqhiyyah terhadap kebijakan pemerintah dalam penetapan 1 (satu) ramadhan dan i (satu) syawal di indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran qaidah fiqhiyyah terhadap kebijakan pemerintah dalam penetapan 1 (satu) ramadhan dan i (satu) syawal di indonesia"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

DAN 1 (SATU) SYA \VAL DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh:

WAl-IYU RIDAS PER.ADA NIM: 203044101797

{ェ[ェセMMLMNNLLLM

. PERP

-UIN

セセセᄋA\aaセ@

UTP.MA

I

"O ,//\KART/!

-

\ '

KONSENTRASI PERADILAN AGAlvIA

-. PRODl AKH\VAL AL SY AKHSHIYAH FAKULTAS SY ARI' AH DAN HUKUM

(

UIN SY ARIF HIDAYATULLAH . J A K A R T A

(2)

PERAN QAIDAH FIQHIYYAH TERHADAP KEBIJAKAN

PEMERINTAH DALAM PENETAPAN 1 (SATU) RAMADHAN

DAN 1 (SATU) SYA WAL DI INDONESIA

Sfripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar s。セェ。ョ。@ Hukum Islam (SHI)

Oleh:

MMMMセM

W AHYU RID AS PERADA NIM: 203044101797

Di Bawah Bimbingan

t

Pembimbing

(

-

'

Ors.

1-1/

A. Basiq Ojai ii, S.H., MA

NIP. 150 169 I 02 NIP. 150 268 590

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA

PROD! AKHWAL AL SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SY ARI' AH DAN HUKUM UIN SY ARIF I-IIDA YA TULLAH

(3)

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENETAPAN 1 (SATU) RAMADHAN DAN I (SATU) SYA WAL DI INDONESIA. Telah di ujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 27 Maret 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S 1) pada jurusan Peradilan Agama.

Jakarta, 27 Maret 2008 Disahkan Oleh

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

Ketua

Sekretaris

· Panitia Ujian Munaqasah

: Drs. Djawahir Hejazziey, SH, MA NIP. 130 789 745

: Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag NIP. 150 269 678

Pembimbing I : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA NIP. 150 169 102

Pembimbing II: Dra. Maskufa, M.Ag NIP. 150 268 590 Penguji I

Penguji II

: Dra. Hj. Halimah Ismail NIP. 150 075 192

: Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag NIP. 150 269 678

-?'

c.

(4)

KA TA PENGANTAR

Puji syukur yang tiada hcntinya penulis sampaikan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat, nikmat, hidayah, clan taufiq-Nya sehingga mcmberikan kemampuan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.

Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya serta seluruh umatnya hingga akhir zaman. Seorang teladan yang mesti kita contoh sebagai seorang teladan yang berorientasi kepada kepentingan unrnt.

Ungkapan terima kasih yang tiada terkira dari penulis kepada pihak-pihak yang turut membantu clan sangat berjasa dalam proses pelaksanaan penulisan skripsi ini. Dengan penuh ikhlas clan hormat, penulis ucapkan terima kasih kepacla:

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM., Selaku Dekan Faku!tas Syariah clan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Ors. H. A. Basiq Djalil, SH, MA, selaku Ketua Jurusan Peraclilan Agama dan juga sebagai pembimbing penulis dalam menyusun skirpsi.

3. !bu Ora. Maskufa, M.Ag, Se!aku Dosen Pembimbing, yang telah banyak memberikan pengarahan clan bimbingan yang berharga dalam penyusunan Skripsi

!!1!.

(5)

\Vulan Ni11gru1n Serta Riri Panca Aulia yang juga turut mcmbantu memberikan clukungan moral. Wahyu rincluuu ...

5. Pakwo, Makwo, beserta keluar keluarga yang acla di Ujung Batu, Om Ar clan Ante sekeluarga di Bengkulu, Pakele clan Bukde di Medan serta Pakle yang berada di Aceh, serta atuk Ruslan di Pasir Rambah serta K.H. Alwi Arifin di Bangkinang. Terimakasih atas bantuan moril clan materilnya. Wahyu Mohon Maafkalau dalam mcnyelesaikan kuliah ini banyak merepotkan. Wahyu hanya bisa memohon kepada Allah, mudah-muclahan itu semua akan mendapatkan imbalan yang setimpal dari Allah.

6. K.H. TG. Drs. Mukhtar Abdul Witri yang merupakan kiyai dari penulis sewaktu menempuh sekolah di PP Deir El Hikmah Pekanbaru, yang telah banyak memberikan saran-saran, masukan-masukan kepada penulis.

7. K.H. Arwani Faisal, MA, selaku wakil ketua LBM PBNU Pusat, Bapak Muhyidin selaku Kasubdit Pemb. Syari'ah dan Hisab Rukyat Departemen Agama, Bapak Amiruddin selaku pengurus Majlis Tarjih Muhammadiyah, yang dalam kesibukannya masih bisa meluangkan waktu untuk perihal wawancara guna melengkapi meteri dari skripsi ini.

8. Rekan-rekan sepe1juangan di Serumpun Mabasiswa Riau (SEMARI) clan IKAPDI-1, Adi clan Hafiz syukron ya prienlernya, Supri !hanks ya komputernya,

(6)

sebutkan satu persatu (kapan kita kumpul Jagi). Dan tak lupa penulis ucapkan terimaksih kepada Intan yang juga turut memberikan motifasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini/ Love You ...

Mudah-mudahan apa yang penulis sajikan ini di Ridhoi Allah SWT agar mendapatkan keberkahan terhadap karya ilmiah ini sehingga karya ini dapat bermanfaat baik bagi diri penulis, keluarga dan seluruh umat manusia di muka bumi ini. Amiinn ..

Jakarta, 27 Maret 2008 Penulis

(7)

BABI PENDAHULUAN .. .. ... ... . .. . . .. .... .. .... .. . .. ... . . ... .. . .... 1 A. Latar Belakang Masalah... ... .. ... .. . ... ... ... ... ... ... ... . ... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... .... .. .. .. 1 S C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... ... 1 S D. Metode Penelitian.... ... .. .... .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. . .. .. .... 16 E. Sistematika Penulisan... .... ... .. ... ... ... .... .... . ... ... ... 18

BAB II QAIDAH FIQHIYYAH DAN KEDUDUKANNY A DALAM

HUKUM SY ARA'... 20

A. Pengertian Qaidah Fiqhiyyah... .... .... .. ... ... .... .. .. .. .. .. 20 B. Qaidah Fiqhiyyah Pada Masa Sahabat... .... 24 C. Qaidah Fiqhiyyah Pada Masa Pembukuan, Kematangan,

Perkembangan dan Penyempurnaan... 29 D. Kedudukan Qaidah Fiqhiyyah Dalam Hukum Syara'... 32

BAB ill PENENTUAN AWAL BULAN HIJRIYYAH

BERDASARKAN HISAB RUKYAT... 37

A. Pengertian Hisab dan Rukyat... 3 7 B. Pandangan Fuqaha Mengenai Penetapan Awai Bulan

(8)

BAB IV PUTUSAN PEMERINTAH DALAM MENETAPKAN 1

(SATU) RAMADHAN DAN 1 (SATU) SYAWAL

BERDASARKAN QAIDAH FIQHIYYAH... 56

A. Upaya Pemerintah Dalam Penyatuan Pendapat Mengenai Penetapan Awa! Bulan Hijriyyah... 56

B. Qaidah-qaidah Fiqhiyyah Yang Berkaitan Dengan Kebijakan Pemerintah... .. . . .. . . .. .. .. .. . . .. . . .. .. . . .. . . .. . .. . .. . . .. . . . .. .. .. . . .. .. . 69

C. Analisa/Kedudukan Putusan Pemerintah Dalam Tinjauan Qaidah Fiqhiyyah.. .. . . . .. . . .. .. . . .. .. . . .. .. .. .. .... .. . . ... . . . .. . . .. ... .. .. .. . . .. . . . 72

BAB V PENUTUP... 76

A. Kesimpulan... .... .... .. .... ... ... ... 76

B. Saran-saran... 77

DAFTAR PUSTAKA... 78

(9)

Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan oleh Allah SWT kepada umat manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul-Nya. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang mencakup berbagai aspek kehidupan umat manusia. Kelengkapan seluruh aspek tersebut dapat dipahami salah satunya dari ayat al-Qur' an yang terakhir disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW saat haji wada' (haji perpisahan) beberapa puluh hari sebelum beliau wafat. Hal tersebut dijelaskan di dalam QS. Al-Maaidah (5): 3

Artinya: " ... Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telab Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu ... "

(10)

2

aspeknya selalu sesuai dengan kondisi zaman dan tempat dimana umat manusia berada.

Fleksibilitas ajaran Islam terletak pada nilai-nilai dasar dan prinsip-prinsip umum yang dikandung dalam sumber ajarannya, yaitu al-Qur'an dan Hadits. Prinsip-prinsip umum tersebut menurut Fathi Osman disediakan untuk cara

hidup

perorangan, keluarga, masyarakat, negara dan dunia demi menjamin perdamaian, stabilitas, keadilan dan hubungan-hubungan yang produktif.1

Menurutnya Islam tidak menguraikan program-program praktis yang terinci, karena hal-hal yang rinci tersebut mesti mengalami perubahan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan dalam keadaan lingkungan manusia dengan waktu dan tempat yang berbeda.2

Islam mengizinkan ruang yang luas bagi kreativitas aka! manusia untuk mencakup perubahan-perubahan yang muncul pada saatnya, karena aka! manusia juga merupakan anugerah dari Tuhan yang harus digunakan dan dikembangkan secara penuh dan hendaknya tidak dibatasi atau dilumpuhkan oleh anugerah Tuhan yang lain yang merupakan pesan-Nya yang mengarahkan.3

Sebagaimana diketahui, bahwa tujuan utama pensyari'atan ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah demi kemaslahatan umat manusia itu sendiri, sebagaimana ditegaskan dalam QS. Al-Anbiyaa' (21 ): I 07

1

• Mohamed Fathi Osman, ls/am, Pluralisme dan Toleransi Keagamaan, (Jakarta: Yayasan

Paramadina, 2006), Cet. Ke. I, h. 80.

2 Ibid

3

(11)

Artinya: "Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam".

Menurut Fathurrahman Djamil dalam Metode Jjtihad Maj/is Tarjih Muhammadiyah, dijelaskan bahwa dalam menghadapi persoalan-persoalan fiqh kontemporer, pengetahuan tentang Maqashid al-Syari'at mutlak diperlukan.4 Karena fungsi dari Maqashid al-Syari'at adalah untuk memelihara kemaslahatan manusia sekaligus untuk menghindari mafsadat, baik di dunia maupun diakhirat kelak.5

Adapun Maqashid al-Syari'at yang diguriakan pada masalah penentuan awal Ramadhan dan awal Syawal ini adalah memelihara agama (Hifzh al-Din). Karena posisi menjaga agama dalam istilah Maqashid al-Syari'at termasuk posisi yang sangat penting atau berada pada tingkat daruriyyat. Peringkat daruriyyat yaitu memelihara dan melaksanakan kewajiban agama. Adapun memelihara kebersamaan dalam ha! ini sangat diperlukan, dan apabila mengabaikannya maka akan terancamlah ukhuwah Islamiyah.6

Dengan demikian jelas bahwa keseluruhan aspek ajaran Islam tennasuk hukum didalamnya tidak lain diperuntukkan bagi kemaslahatan umat manusia itu

4

• Fathurrahman Djamil, Metode ljtihad Maj/is Tarjih Muhammadiyah, (Jakarta: Logos

Publishing House, 1995), h. 5.

'. Ibid., h. 39

6

. Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah ··Menyatukan NU & Muhammadiyah Da/am

(12)

4

sendiri. Termasuk juga didalamnya hukum ataupun keputusan pemerintah yang mengatur mengenai masalah ibadah khususnya, dalam ha! ini ibadah secara keseluruhannya diatur dan ditujukan demi kemaslahatan umat manusia.

Sebagaimana telah kita ketahui, salah satu ibadah rutin tahunan umat Islam ialah melaksanakan ibadah puasa pada bulan Ramadhan dan shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Khususnya di Indonesia, mungkin sudah menjadi ha! yang lumrah bagi sebagian masyarakat Indonesia yang dalam melaksanakan ibadah puasa dan shalat hari raya, dalam beberapa tahun terakhir ini selalu berbeda dalam ha! hari pelaksanaannya, namun dirasakan resah juga bagi sebagian masyarakat Indonesia yang lainnya.7

Adanya perbedaan dalam menentukan awal Ramadhan misalnya, ini dikarenakan perbedaan orang dalam memahami hadits Nabi yang mengatakan:8 d.J'·.11 . J'

<..r.

t •· · -- ' '· ·

WC-

->""' (..); . •.

NNゥゥゥセ@

rn'b. '

..; . .

.iAJI •• '· •

セ@

(..);

セ@

rn'i;..

. ..

ZイエNGNセ@

<..r.

t '· •

HNI[セNjゥ@ Nエセᄋ@

'tnw,

;.r..:,

セ@

+\ii .):..:. +\ii

dセZj@

:fi.j

:JI!

セ@ セi@ セZj@ セZ[[NNN[N@ ;,pl ;:;:.

r;,Jc.

)/! ,j::.

ᄋNᄋNセBQセ@ Qᄋセ@ •.t•.1;...

'f

Gᄋ|NALAGGBエゥセNLLNLN@ lj!' .''' • セᄋGGt@ ljl) ."tt'1 ,:N.11

• U:l:Y'-' J r-:>- セ@ (.), JY! Y":! .) ·-' I' y..:o9 -""':! .) ,

.u....

U-"4-'

\.1 .... olJ.J)

Artinya: Telah diberitakan Abu Bakar ibn Abi Syaibah. Telah diberitakan Muharnmad ibn Bisyrin 'Abdiyyu. Telah diberitakan 'Ubaidullah ibn Umar dari Abi Zinaadi, dari A'raj, Abi Hurairah r.a., ia berkata: Rasulullah SAW menuturkan hilal (bulan awal tanggal) lalu bersabda: Apabila kamu melihat hilal maka berpuasalah, apabila kamu melihat hilal maka berbukalah dan apabila kamu melihat hilal tertutup olehmu maka hitunglah tiga puluh hari. (H.R. Muslim).

7

• Muhammad Iqbal, "Masihkah Kita Berbeda? ", T.B. Sanggam, 11 September 2007, h. 2. 8

• Djamil, Metode ljtihad Maj/is Tarjih Muhammadiyah, h. 39.

(13)

Dan dalam kitab yang sama juga disebutkan

c.s!I (;:.

NセケN@

,:;.

Jfo

U:-

Lセ@

(;:.

y]:oi

セ@ Iセ[@

セ@

illh

NセIjGNセN@

c.s!I

セヲ。NセャゥャゥGNゥN[N@

.

ᄋMセエゥ@

' ... ctra ·t"1.ti

\jj ·1·•

.·n<

4liJ ..

i.· ..

w--'

Lill .-...

セィ@

u.;.·'

.·n<

'};11i

·f!Y" iY""-/ U NオセBャエBB@ , jJ .U'-" セ@ Y •.Y""'"':! • セ@ .U'-" .t.S. .

·1

'-1.i1

Qjf·

u1.\ilij

Ge.

!·1

n·,-;J9

-Jij ·.'.•l'.l !·1 ·' ᄋNセエゥGᄋᄋᄋ@ Jij· 」ZZNNセ@ !·1·' NオセBャエBB@ -..! • •

·Y' .

0! -- . Mセ@ u-!

y.

f!-"" iY""-i J .• 0!

y.

<i.l:.l '

, • <.j

l

.·1ra .

.U .<,.):!-":!' ·.<Vi 0! ! ·1 ·' . Y, ·f!Y" ᄋNセエゥ@ L>""'-0 .

' ...

w

U ctij· J . , オセ@ (.)! ! 'I ·' . Y, ·f!Y" ᄋMセゥゥ@ iY""-/ ' ... U""' GBセG@

·" ,4.:;:•.n sセ@ :&I 'I)

·Jij

.&I

J''.

'I·

Ge

! I

Jra

QセM iセ@

4.tJ

tJli

ysGGセᄋェᄋ@

セ@ NMjセ@

u,

.

.

J-"'_)

u,

·Y'.

0! . J - . Y'-':!.)

1

"(-L-

... J_) • _,....,. ol ) HsGGセGヲᄋ@ _) ;Jjj] • - • Artinya: Telah diberitakan Abu Bakar ibn Abi Syaibah. Telah diberitakan Muhammad ibn Fudhail dari Husain, dari 'Amri ibn Murrah, dari Abu! Bakhtari. Dia berkata: Kami pemah keluar untuk

umrah.

Ketika kami sampai ke Nahklah, kami saling melihat bulan. Sebagian orang mengatakan bulan sudah tiga hari, sebagian yang lain mengatakan, bulan sudah dua hari. Kata Abu! Bakhtari: Kemudian kami menemui Ibnu Abbas dan kami katakan, "kami telah melihat bulan. Lalu sebagian orang mengatakan bahwa bulan telah tiga hari dan sebagian yang lain mengatakan bahwa bulan telah dua hari". Ibnu Abbas bertanya, "menurut kamu, bulan sudah muncul berapa hari?" kami menjawab sekian dan sekian". Maka Ibnu Abbas mengatakan, "Sesungguhnya Rasulullah SAW pemah bersabda: Sesungguhnya Allah membentangkan bulan untuk dilihat, maka mulailah hitungan pada malam kamu melihatnya." (H.R. Muslim).

Namun dalam kitab ringkasan hadist shahih al-Bukhari, diriwayatkan dari Abdullah bin Urnar r.a. dia berkata: saya pemah mendengar Rasulullah SAW bersabda,

'\1, )

.'t•1·• :\: .. ·.(Jc "'"I le . .iiJI ·t•' · セ@ .·tij I·.'.\;:. "'"I· ·• ··' !•\ : .

u,

....

u.J':l r-J .. セN@ UY"'.) • .u セ@ セNNA@ ..>= u-!, UC

' .. Ibid., h. 326.

(14)

6

Artinya; Dari Ibnu Umar r.a., dia berkata ... "maka apabila langit diselimuti oleh awan (sehingga hilal tidak terlihat), maka genapkan Ramadhan (30 hari)". (H.R. Bukhari)

Hadits diatas memiliki redaksi

matan

yang sama dengan riwayat Muslim, hanya berbeda dalam redaksi yang akhir dari

matannya

saja.

Dari beberapa sumber yang ada, hadist dari Rasulullah SAW selalu mengatakan

'ra aitumuuhu'

yang artinya melihat hilal. Dan menurut beberapa pendapat, melihat disini harus dengan mata telanjang tanpa menggunakan sebuah alat. Namun ada juga sebagian pendapat yang mengatakan bolehnya melihat bulan dengan menggunakan alat. Hal ini sering digunakan terutama oleh ahli bintang.

Ibnu Bathol mengatakan - yang diramu dalam kitab subulussalam - bahwa dalam kedua hadist tersebut terkandung makna larangan untuk mengikuti atau memperhatikan pendapat para ahli bintang.12

Untuk mengakhiri perbantahan hendaklah perkara yang diperbantahkan itu dikembalikan kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Sudah tentu dalam mengembalikan setiap sesuatu yang sedang diperbantahkan kepada al-Qur'an dan

12

• Abu Bakar Muhammad, Terjemahan Subulussalam II, (Surabaya, Al-Ikhlas, 1991),

(15)

Sunnah Rasul itu haruslah mempunyai cara yang terkenal dengan qiyas. Sedangkan qiyas adalah ijtihad, ijtihad adalah alat untuk menggali hukum Islam.13 Dalam keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama disebutkan, "masyarakat akhir-akhir ini sering dikacaukan dengan seruan berhari raya !du! Fitri yang berpedoman kepada hari raya !du! Fitri di Saudi Arabia". Baru-baru ini yayasan al-lhtikam merayakan hari raya !du! Fitri juga mengikuti !du! Fitri di Saudi Arabia. Kedua cara tersebut bermaksud melegalisir ru 'yatul hi/al Negara Saudi Arabia sebagai rukyat intemasional.14

Untuk penetapan awal bulan Hijriyyah atau yang dikenal juga dengan nama tahun Qamariyah, khususnya dalam menetapkan tanggal I (satu) Ramadhan dan I (satu) Syawal, ialah ditetapkan dengan sistem perhitungan tarikh Hijriyyah yang didasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi yang lamanya 29 hari 12jam 44 menit 2,8 detik.15 Ketentuan-ketentuan tarikh Hijriyah didasarkan pada hitungan rata-rata (hisab urfi) dan bukan hitungan yang sebenamya (hisab hakiki).

Namun, untuk keperluan pelaksanaan ibadah, ketentuan berdasarkan hisab urfi ini tidak bisa diberlakukan. Oleh karena itu, dalam menentukan awal

13

• ibrahim Hasen, Fiqh Perbandingan (Masalah Perkawinan), (Jakana: Firdaus, 2003),

h.17

14

• Djamaluddin Miri dan Imam Ghazali Said, AHKAMUL FUQAHA, Solusi Problematika

Aktua/ Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-1999),

(Jawa Timur: Lajnah Ta'lif wan Nasyr (LTN) bekerja sama dengan Diantama Surabaya, 2004), Cet.Ke.I, h. 541.

15

. Maskufa, "Memahami Tarikh Mesehi dan Hijri: Suatu Perbandingan", Ahkam, No. I

(16)

8

Ramadhan dan awal Syawal misalnya harus dilakukan dengan cara rukyat atau dilakukan perhitungan berdasarkan hisab hakiki.16

Abdurrahrnan al-Jaziri dalam bukunya disebut, bulan Ramadhan dapat ditetapkan dengan menggunakan salah satu dari dua cara berikut:

Pertama: Dengan melihat Hila! (bulan sabit) Ramadhan (yang dikenal dengan istilah 'ru'yatul hilal'), yaitu bila dilangit tidak ada suatu yang dapat menghalangi ru'yat, seperti awan, asap (kabut), abu atau lainnya.

Kedua: Dengan menyempumakan bulan Sya'ban menjadi tiga puluh hari, yaitu bila dilangit ada penghalang (untuk dilakukan ru'yat).17

Mengenai penetapan awal Ramadhan dan Syawal dikalangan fuqaha' terdapat dua aliran, yaitu pertama aliran yang berpegang kepada matla' (tempat terbitnya fajar dan terbenamnya matahari). Aliran ini ditokohi oleh Imam Syafi'I dan aliran yang kedua aliran yang tidak berpegang kepada matla' (jumhur fuqaha).18

Untuk mewujudkan ukhuwah lslamiyyah, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengambil kesimpulan agar dalam penetapan awal Ramadhan dan awal Syawal berpedoman kepada pendapat jumhur, sehingga rakyat yang terjadi disuatu negara Islam dapat diberlakukan secara intemasional (berlaku bagi

"'.Ibid., h. 80.

11

• Abdurrahman al-Jaziri, Al-Fiqh 'Ala Al-Madzahib Al-Arba'ah. Penerjemah Chatibul

Umam dan Abu Hurairah. (Jakarta: Darul Ulum Press, 2002), Cet.Ke.ll, h. 16.

(17)

negara-negara Islam yang lainnya). Hal ini memerlukan kesempatan untuk dipatuhi oleh seluruh negara-negara Islam. Sebelum itu, berlakulah ketetapan pemerintah masing-masing. Sedangkan untuk masalah penetapan awal dzulhijjah, dalam ha! ini berlaku dengan matla' masing-masing negara.19

Dari keputusan yang dikeluarkan oleh fatwa MUI tersebut, jelas bahwa penetapan tanggal 1 (satu) Ramadhan dan hari raya ldul Fitri di Indonesia harus berdasarkan keputusan pemerintah, yang lebih mengedepankan sifat kebersamaan demi kemaslahatan. Hal ini juga sejalan dengan sebuah qaidah fiqhiyyah yang mengatakan:

y.

. -

<:..D\.;Jl ' •• -- '1'''1 -<G...11

e:

セエZZANN@

JJ.J f' ...)', r- r

-"Keputusan pemerintah bersifat mengikat dan menghilangkan perbedaan" Menurut pendapat kalangan Hanafiyah, Syafi'iyah dan Malikiyah, apabila ada orang yang adil, akil dan baligh yang melihat atau menyaksikan adanya hilal, maka mereka diperintahkan untuk memberitahu kepada hakim (pemerintah) atas kesaksiannya itu, dan apabila hakim (pemerintah) menyatakan bahwa kesaksiannya itu sah, barulah hakim menetapkan bahwa besok hari telah diwajibkan untuk melaksanakan puasa Ramadhan. 21

19 • Ibid

'·. As-Suyuti, Al-Imam Jalaluddin 'Abdur Rahman ibn Abi Bakri. Al-Ashbah wan Nazdahir fl/ Furuu'. (Beirut: Dar al-Fikri, t.th.), h. 277.

21

(18)

10

Atas dasar inilah setidaknya pemerintah memiliki kewenangan atau turut campur dalam penerapan masalah fiqh, khususnya di Indonesia.

Fiqh mempakan produk ijtihad yang bersifat individu, namun fiqh memberikan kesempatan untuk memilih pendapat mana yang paling sesuai dengan kondisi dan kemaslahatannya. Kenyataan seperti ini diakui sendiri serta dipegang secara konsisten oleh para imam mujtahid, sehingga muncullah ungkapan mereka yang sangat popular:

"Pendapat kami benar namun mengandung unsur salah, dan pendapat selain kami salah namun mengandung unsur benar".

Atas dasar demikian, ijtihad yang satu tidak dapat menggugurkan ijtihad yang lainnya, atau dengan kata lain, fiqh yang satu tidak dapat menggugurkan fiqh yang lain. Dalam kaitan ini kaidah mengatakan:

"ljtihad yang satu tidak dapat menggugurkan ijtihad yang lain".

Disinilah perlunya ijtihad diperankan untuk memilih fiqh mana yang paling relevan dengan kemaslahatan. Dengan cara seperti ini pula hukum Islam akan

". Hosen, Fiqh Perbandingan (Masa/ah Perkawinan), h. 8

23

• Al-Imam Jalaluddin 'Abdur Rahman ibn Abi Bakri As-Suyuti, Al-Ashbah wan Nazdahir

(19)

selalu up to date, cocok dan relevan dengan tuntutan situasi dan kondisi, sepanjang masa, sejalan dengan ungkapan: "Islam itu rel waktu dan tempat". 24

Seperti telah dijelaskan diatas, bahwasanya fiqh itu bersifat individu (tidak mengikat), namun khususnya di Indonesia, umat Islam senang ber-taqlid buta kepada hasil ijtihad sebagian mujtahid. Bahkan para u1ama muta'akhkhirin cenderung mewajibkan kaum Muslimin untuk terikat secara ketat dengan salah satu mazhab empat. Mereka tidak membenarkan seseorang berpindah mazhab, bagi yang berpindah mazhab, menurut mereka, harus dijatuhi ta'zir (sanksi).25 Pandangan seperti ini tentunya tidak sejalan dengan Firman Allah yang menyebutkan. Q.S. An-Nahl 16: 43

Artinya: " ... Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui".

Bセ@ セZZゥZNu@ <r-"WI

"orang awam (yang tidak atau belum memenuhi syarat-syarat ijtihad) tidak mempunyai mazhab".

Hanya saja dalam rangka untuk mewujudkan kesamaan atau keseragaman dalam amaliah - terutama yang menyangkut masalah kemasyarakatan (mu'amalah) dan hal-hal yang tidak diwajibkan atau dilarang oleh Allah dan

24

• Hosen, Fiqh Perbandingan (Masa/ah Perkawinan), h. 8.

25

(20)

12

Rasul (al-maskut 'anhu), yaitu hal-hal yang termasuk kategori mubah. Terhadap hal-hal yang bersifat mubah inilah pemerintah (ulil amri) diberi hak oleh ajaran Islam untuk dipatuhi oleh umat Islam. Permasalahan fiqh seperti inilah yang membuat pemerintah setempat sebagai uni.fYingforce langsung turun tangan.9

Jika pemerintah memerintahkan atau melarang sesuatu yang mubah, umat Islam harus (wajib) mematuhinya,10 sepanjang mubah yang dilarang atau diwajibkan itu menyangkut kemaslahatan masyarakat dan merupakan sesuatu yang benar-benar mubah bagi masyarakat.

Allah SWT berfirman dalam Q.S. An-Nisaa': 41:59

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu ... "

Ayat ini sejalan dengan hadits Nabi SAW:

r

セ@

'''I)

.:t:.:

·i""'""-' • •

..:ill:.

:.bl

<.r-1· -

.&I ,,. ' -

. U_,...) U"" .U"' ᄋセ@ NGNエエセ@

,lie.

.

:.bl - · -

<F""'.)

<illt:. ·•

, • セ@ I.)"'

'I·.-(JC

"( l;..JI .1 )

<.i.)

.

J.) .

(tw··

__ .) セNiG@ .) "\.!; .. --

w

c.F*'" .

::UC.

·.t'.t:.. セ@ セi@

-

l.),J ·r d'-!'.Lr セ@ _,

Artinya: Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a., dia berkata, "Rasulullah SAW pemah bersabda, "dengarkan dan patuhi pemimpin kalian, meskipun kalian dipimpin oleh seorang budak dari Habasyah/Ethiopia yang rambutnya seperti kismis". (H.R. Bukhari)

.. Ibid., h.12-13.

10

• As-Sanhuri, Tasyri' al-Usrah, (Mesir: al-Jam'iyyah al-Misriyyah Ii al-Iqtisad as-Siyasi

wa al-Ihsa' wa at-Tasri', t.th), h. 566.

(21)

Sungguhpun demikian, umat Islam tidak wajib patuh manakala pendapat atau ketetapan pemerintah itu membawa pada jalan maksiat atau kekufuran yang nyata. Nabi juga menegaskan dalam sabdanya:

セャGN@ .. '.11·.·.11·1;.. ..

n•.ut:t::

...:J<:.;Jil 1·_• .:11 .- LQᄋNセセ[NN@ ;Ji1· •• • ._., ••

-; - - 9-..)"' <.s"-

.u...

r-' --

<.r"""" <.F"'

u=- .__

セNj@ NNN^]セNキ・M

"

I.I:> セNMl 4 ,._....

-•• "" ·- • - - t • " ·- • - - -''

..l\.ll A'• o o . , ,_. ,·,.,,

,a,,

o o 41 ,_.•._, 'u·

11.1)

•gfi-_,

セ@セN@

· --

t •· ·.-.•· ,

1A111 1:.•• -=Uo.l

•1·_,

セᄋG@

I

.,J ' - ' ,... .. _;;.- ' - ' " - - .. NNfMセ@

Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a., dari Nabi SAW beliau bersabda: " Seorang Muslim wajib mematuhi yang dia senangi ataupun tidak (terpaksa), kecuali jika dia diperintah untuk melakukan maksiat. Apabila diperintah untuk maksiat, tidak ada kewajiban patuh dan taat". (H.R. Muslim).

Khalifah pertama Abu Bakar Siddiq r.a., dalam pidatonya beliau pernah mengatakan: ("Patuhilah saya dalam urusan kalian, selama saya juga patuh kepada Allah. Bila saya durhaka kepada-Nya, jangan kamu patuhi saya. Bila saya

berbuat baik, dukunglah saya, dan bila saya berbuat buruk, luruskanlah saya"). Dalam salah satu hadist shahihjuga dikatakan, bahwasanya Rasulullah pada waktu hendak mengutus Mu'az bin Jabal menjadi qad/i negeri Yaman, beliau bersabda:

Artinya; "Apakah yang engkau perbuat manakala keputusanmu dalam sesuatu perkara? Mu'az menjawab, 'aku putuskan menurut nash yang ada dalam Kitabullah', kata Rasulullah, 'bagaimana jika tidak terdapat didalam Kitabullah'? Mu'az menjawab, 'aku putuskan menurut nash yang ada dalam sunnah Rasul'. Kata Rasul, 'bagaimana jika itu tidak terdapat didalam sunnah Rasul'? Mu'az

r •. Al-Hafizh 'Abdul 'Azhim bin 'Abdul Qawi Zakiyuddin Al-Mundziri, Mukhtashar

(22)

14

menjawab, 'aku berijtihad dengan seksama'. Kemudian berkatalah Mu'az, lalu Rasulullah menepuk dadaku dengan tangannya sambil mengucapkan:

"Segala puji bagi Allah yang telah memberikan petunjuk kepada utusan Rasulullah padajalan yang diridhai oleh Rasulullah".11

Mungkin dari contoh sejarah singkat diatas, dapatlah kita ambil kesimpulan, bahwasanya keputusan qadli (hakim/pemerintah) harus diikuti demi menciptakan persamaan dan agar tidak terjadi perbedaan, dan Rasul telah nyata mengatakan pendapat/tindakan Mu' az diatas benar dan tidak menyalahi ajaran Islam.

Berdasarkan perrnasalahan diatas, maka penulis merasa sangat perlu untuk mencoba meneliti bagaimana peran qaidah fiqhiyyah terhadap kebijakan pemerintah

di

Indonesia dalam penentuan I Ramadhan dan 1 Syawal. Untuk itu penulis mencoba melakukan penelitian dengan judul: "PERAN QAIDAH

FIQHIYYAH TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM

PENETAPAN I (SATU) RAMADHAN DAN 1 (SATU) SYAWAL/IDULFITRI DI INDONESIA".

11

(23)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Pembatasan Masalahnya adalah bagaimana peran qaidah fiqhiyyah dalam kebijakan pemerintah mengenai penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal di Indonesia.

Dari latar belakang dan pembatasan masalah diatas, penulis dapat rumuskan sebagai berikut:

Perbedaan waktu dalam penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal di Indonesia

berjalan tetap, walau masing-masing pihak menggunakan argumentasinya dalam

menentukan kapanjatuhnya tanggal 1 Ramadhan dan 1 Syawal. Walaupun telah

ditempuh langkah oleh pemerintah untuk menyatukannya dengan menggunakan

sistem lmkanu Rukyat (kemungkinan hilal dapat dirukyat), namun tetap tidak

dapat disatukan. Harapan penyatuan secara penuh agaknya mustahil, bila

dihadapkan pada kelompok wujudul hilal, hal ini perlu penelusuran yang lebih

objektif dan komprehensif sehingga tetap dalam koridor kemaslahatan.

Dari rumusan diatas, dapat diajukan beberapa pertanyaan yang akan diteliti, yaitu:

I. Bagaimana kedudukan qaidah fiqhiyyah dalam hukum Islam?

2. Bagaimana upaya pemerintah dalam penetapan awal Ramadhan dan Syawal? 3. Bagaimana peran qaidah fiqhiyyah terhadap kebijakan pemerintah dalam

penetapan I Ramadhan dan I Syawal di Indonesia? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

(24)

16

a. Untuk mengetahui konsep dasar dari qaidah fiqhiyyah, serta fungsinya dalam penerapan hukum di Indonesia.

b. Untuk lebih mengetahui bagaimana eksistensi qaidah fiqhiyyah terhadap putusan pemerintah.

c. Untuk mengetahui apa yang menjadi penyebab sehingga terjadinya ketidak seragaman waktu/hari dalam melaksanakan puasa Ramadhan dan shalat !du! Fitri.

2. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

a. Agar tidak terjadi perbedaan waktu dalam penetapan awal Ramadhan dan !du! Fitri, khususnya di Indonesia.

b. Bagi jurusan Ahwal Al Syakhshiyah, hasil penelitian ini dapat menambah khazanah pemikiran.

c. Bagi dunia pustaka, hasil penelitian ini dapat menambah perbendaharaan koleksi dalam ruang lingkup karya ilmiah.

d. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam masalah

In!.

e. Bagi masyarakat, sekiranya bisa terciptanya ukhuwah Islamiyyah yang adil dan benar sesuai dengan syari'at Islam.

D. Metode Penelitian I. Jenis Penelitian

(25)

dengan norma (kaidah) hukum, dalam hal ini qaidah fiqhiyyah, dan kebijakan yang diambil adalah yang merupakan putusan pemerintah.

2. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu data yang tidak disuguhkan dalam bentuk angka-angka. Dalam ha! ini data tersebut berupa pemikiran, yaitu kaidah-kaidah hukum Islam dan putusan pemerintah serta berbagai pendapat dan fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai konsep penetapan I Ramadhan dan I Syawal serta data-data lain yang ada relevansinya dengan masalah yang dikaji.

3. Teknik Pengumpulan Data dan Sumber Data

Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam skripsi ini adalah studi dokumentasi, dalam ha! ini penelitian kepustakaan (Library Research). Sedangkan sumber data yang digunakan diantaranya adalah:

a. Sumber Data Primer, antara lain ayat-ayat al-Qur'an dan Hadits-hadits Nabi yang ada kaitannya dengan masalah yang dibahas. Termasuk sumber data primer juga adalah keputusan menteri Agama, kitab-kitab ushul fiqh dan qawaid fiqhiyyah serta berbagai buku mengenai kaidah-kaidah hukum Islam.

(26)

18

c. Sumber Data Tersier, yaitu pendapat-pendapat dari kalangan ormas-ormas yang sesuai dengan masalah yang dikaji. Seperti MUI, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dll.

E. Sistematika Penulisan

Adapun mengenai sistematika penulisan, dalam ha! ini peneliti membaginya dalam lima bab yang secara garis besar adalah sebagai berikut:

BABPERTAMA

Berisi tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan

BABK.EDUA

Berisi tentang qaidah fiqhiyyah dan kedudukannya dalam hukum syara' yang meliputi pengertian qaidah fiqhiyyah, qaidah fiqhiyyah pada masa sahabat, qaidah fiqhiyyah pada masa perkembangan, pembukuan, kematangan dan penyempumaan, dan kedudukan qaidah fiqhiyyah dalam hukum Islam.

BAB KETIGA

Berisi tentang penentuan awal bulan hijriyyah berdasarkan hisab rukyat yang meliputi pengertian hisab dan rukyat, pandangan fuqaha mengenai penetapan awal bulan hijriyyah dan aliran-aliran hisab rukyat.

BABKEEMPAT

(27)

pemerintah dalam penyatuan pendapat mengenai penetapan awal bulan hijriyyah, qaidah-qaidah fiqhiyyah yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah dan analisa/kedudukan putusan pemerintah dalam tinjauan qaidah fiqhiyyah.

BAB KELIMA

(28)

BAB II

SEJARAH SINGKA T QAIDAH FJQHIYY AH DAN KEDUDUKANNYA DALAM HUKUM SY ARA'

A. Pengertian dan Sejarah Singkat Qaidah Fiqhiyyah

Qa'idah secara etimologi ialah asas atau dasar. 1 Ada juga sebagian ahli fiqh yang mengartikan qaidah dengan aturan-aturan atau patokan-patokan. Bentuk jamak dari qaidah ialah qawa 'id, yaitu beberapa asas atau beberapa dasar dari segala sesuatu, baik yang bersifat abstrak maupun yang bersifat konkrit. Atau qaidah juga bisa disebut sebagai sesuatu yang bersifat umum yang mencakup bagian-bagiannya. Kata qa'idah juga dapat kita temukan dalam QS Al-Baqarah (2): 127

I•

.?:" NセNQQI@ セ@セMNQZ@ '' '. • .. '.

v -

.11 G.;l :ill1

- - .

u..

セ@

1..t·

..)

セ」ZNZ@

--

. .r

,J - .. ..::.Wll -. U"' -セイMセQQ@ .:F '· 1 ·1 ' .. - :ir セ@ .)!,

C!'

Y- ,.J

('1':\

YV

Artinya: "Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui".

Arti fiqhiyyah yang diambil dari kata fiqh yang diberi tambahan huruf "ya

nisbah" yang berfungsi sebagai penjenisan atau membangsakan. Fiqh sendiri secara bahasa berarti suatu pemahaman yang sangat tajam atau mendalam.

1

• Ahmad Sudirman Abbas. Sejarah Qawa 'id Fiqhiyyah. (Jakarta: Pedoman !\mu Jaya,

(29)

Adapun fiqh secara istilah ialah mengetahui hukum-hukum syara' yang bersifat amaliyah yang diperoleh dari dalil-dalilnya yang terperincL 2

Dari pengertian singkat diatas dapatlah kita ambil beberapa kesimpulan bahwasanya:

I. Menurut Imam Tajjudin as-Subki qaidah fiqhiyyah yaitu suatu perkara yang kulli yang bersesuaian dengan juz'iyyah yang banyak dari padanya diketahui hukum-hukumjuz'iyyah itu.3

2. Qaidah fiqhiyyah ialah sesuatu yang merupakan kumpulan hukum yang serupa, dimana antara satu hukum dengan hukum lainnya dipertemukan oleh satu illat. 4

3. Qaidah fiqhiyyah ialah qaidah yang memuat beberapa hukum syara' dari beberapa bab yang berbeda-beda sehingga bagian-bagiannya memiliki hubungan yang erat kaitannya dengan qaidah itu.5

Sudah tentu masih sangat banyak lagi defenisi-defenisi yang Iain tentang pengertian fiqh maupun qaidah fiqhiyyah. Para ulama berbeda dalam menakrifkannya karena berbeda didalam memahami ruang lingkup fiqh dan dari

'. Nasrun Haroen, Ushul Fiqh I. (Jakarta: Logos Wacana llmu, I 997), h. 2-3.

'. Muchlis Usman, Kaidah-kaidah Ushuliyyah & Fiqhiyyah "Pedoman Dasar Dalam lstimbath Hukum Islam". (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 97-98.

'. Abbas, Sejarah Qawa "id Fiqhiyyah, h. 86.

(30)

22

SIS! mana mereka melihat fiqh.6 Walaupun demikian, tampaknya

。、セ@

kecenderungan bersama bahwa fiqh adalah satu sistem hukum yang sangat erat kaitannya dengan agama Islam.

Bila dicermati dua defenisi tersebut atau bahkan didefenisi-defenisi lain yang dikemukakan oleh para fuqaha, maka makna fiqh dapat kita simpulkan pada beberapa pokok, yaitu:

I. Sumbemya dari al-Qur'an dan as-Sunnah. 2. Fiqh merupakan bagian dari syari'ah. 3. Membahas hukum yang bersifat amali. 4. Obyeknya terhadap orang mukallaf.7

5. Dilakukan dengan jalan istimbath atau ijtihad.

Proses pengambilan atau pembentukan kaidah fiqhiyyah dapat dirumuskan sebagai berikut: Al-Qur'an/Al-Sunnah - Ushul Al-Fiqh - Fiqh - Qaidah Fiqhiyyah.8 Maksudnya ialah al-Qur'an atau Sunnah merupakan produk utama · dalam pembentukan qaidah fiqhiyyah, ushul fiqh yaitu pengetahuan tentang kaidah-kaidah yang dijadikan cara/metode untuk menetapkan fiqh atau bisa juga disebut dengan metodologi hukum Islam,9 fiqh merupakan produk pemahaman

6

• Ahmad Djazuli, I/mu Fiqh (Penggalian, Perkembangan dan Penerapan Hukum Islam),

(Jaka11a: Kencana, 2005), h. 6.

7

• Abbas, Sejarah Qawa 'id Fiqhiyyah, h. 85. 8

• Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh (Sejarah dan Kaidah Asasi), (Jakarta: PT. Raja Gratindo,

2002) Cet. Pertama, h. 160.

(31)

para ulama terhadap al-Qur'an dan Sunnah, dan fiqh yang begitu luas diambil prinsip-prinsip umurnnya oleh ulama yang kemudian disebut qaidah fiqhiyyah.

Contoh:

|G|aセセ@ •• 'Cl!

- - • .JY'

Segala sesuatu tergantung kepada niatnya

Dasar pengambilan dari kaidah ini ialah ayat al-Qur' an surat al-Imran ayat 145:

( ' £ o ·

. u

r

/

·

1

..>""-

Jt)

1: ,._ - - - .'}'

...r-'

r ·

...>?"

tlt '--""' •

• _,.. :i ... .. .)> l..)A _, 1 •• L セ@

.s.:r"i:;;:il1 <:...ir •

. . _}' - • _,.. :i "· --.)> l..)A _,

Artinya: Barang siapa menghendaki dunia niscaya karni berikan kepadanya pahala dunia dan barang siapa menghendaki akhirat niscaya karni berikan kepadanya pahala dunia.

Dan al-Qur'an surat al-Bayyinah ayat S:

('IA·o . I" GTNャオャャIGャャィBᄋᄋALQQセBᄋLL .. <- Ut-"' U- . P Q[GNaゥャャMGᄋセセZQ|NNAャャG@ セN@ ' _j.)1'

It.;

-'

Artinya: Dan mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan kepadanya dalam agama yang lurus.

Adapun hadits Nabi Muhammad SAW adalah

\ \ ;:..it;J

y

t.J

W:.

'11l:.J)

Semua amal perbuatan itu tergantung kepada niat pelakunya

'·. Musbikin, Qawaid al-Fiqhiyyah, h. 39-40

(32)

24

Qaidab fiqbiyyab disebut juga sebagai qaidab syari'iyyah12, bagi seorang mujtabid untuk memudabkan dalam mengistimbatbkan bukum yang sesuai dengan tujuan dari syari'at dan untuk kemas!abatan manusia.

B. Qaidah Fiqhiyyab Pada Masa Sababat

Sebelum kita membabas sejarab singkat qaidab fiqbiyyab pada masa sahabat, maka alangkab baiknya kalau dilihat bagaimana sejarab pembentukan/munculnya qaidab fiqbiyyab yaitu yang dimulai pada masa Rasulullah SAW. Berbicara masalab qaidah fiqbiyyab, berarti juga membabas tentang ilmu fiqh. Karena ilmu fiqh merupakan induk dari tempat lahirnya qaidab fiqbiyyab itu sendiri. 13 Dengan melibat bistori dari pembentukan fiqb ini,

hendaknya dapat memperoleb pandangan sekitar latar belakang dan situasi yang melingkupi serta turut menyertai kelahirannya.

Posisi fiqh lebib berada pada wilayab praktis dari pada teoritis. Para sababat akan menanyakan persoalan baru kepada Nabi setelab persoalan itu terjadi. Tidak ada usaha untuk membuat kerangka teori dalam berfikir untuk kedepan.14 Disamping itu Nabi tidak mewariskan ilmu fiqh dalam bentuk buku, beliau hanya meninggalkan prinsip-prinsip bukum yang universal, qaidab-qaidab umum, dan beberapa hukum-bukum parsial tertentu yang telab ditetapkan dalam al-Qur'an

12

• Usman, Kaidah-kaidah Ushu/iyyah & Fiqhiyyah ... h. 97-98.

13

• Abbas, Sejarah Qawa'id Fiqhiyyah, h. I

"· Mustafa Ahmad Al-Zarqa', A/-Madkha/ al-Fiqh Al-'Ami, (Beirut: Dar al-Fikr, 1967),

(33)

dan al-Hadits. Qaidah-qaidah umum itu dapat dijadikan sebagai kerangka berfikir untuk memecahkan persoalan-persoalan yang bersifat parsial.15

Jadi dengan qaidah itu, fiqh akan tetap dinamis, fleksibel dan tetap akan memiliki cakupan wilayah yang luas.

Sebenamya al-Qur'an dan Hadits banyak mengandung ayat-ayat dan penjelasan yang artinya sangat umum dan menjadi landasan bagi persoalan-persoalan yang bersifat parsial seperti:

a. Al-Qur'an

jN セ@ Li I'' t·_ ,-··

t

I.ill -.·;:,

:•:.<::.

l:'ir 1-.

r.\

11 ,·,Y.tll I セMLL@ '· \ '_t:''

t,

:.ti

'·I

• J-4="-' U U" U:.. r - ,J

"""°

f.S', - .J Y U r" ..>" • U,

Artinya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat".

(1o;1 V /J/.ily.oj)

<.;:_;,,;..)

;>,;'}• セ@

0;/;,:_,,

\3!;

t:.:,

LSY..!

'..J).J

セG⦅jェャj@

'._;ytJ:, ...

Artinya: " ... dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan kami tidak akan meng'azab sebelum kami mengutus seorang Rasul"

H |セ@ ·O\) OMセ[iゥI@

- -

t:.

\.li . -

'UJ. · '.1 '· \'

• ... c.s"-'-" ' <Y-"'' -<..!";!' u .J

Artinya: "Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya".

(34)

26

b. Al-Hadist

'':.il:.»-">tr;;;...u

"Tidak boleh berbuat dlarar kepada diri sendiri dan orang lain"

"Perbuatan itu tergantung kepada niatnya"

"Orang Islam tergantung pada syaratnya"

|aセN@ L" '> -

r_

--•!_\'.'.If

r -

.J->"' l.S"-

u_,...

Menurut ajaran Islam, yang memiliki otoritas tertinggi dalam penetapan hukum adalah Allah SWT. Sedangkan Nabi Muhammad SAW ialah utusan Allah yang bertugas untuk menyampaikan dan melaksanakan perintah-perintah yang diberikan oleh Allah. Dengan demikian, segala sesuatu yang bersumber

dari

Allah, yang disampaikan melalui wahyu-wahyu-Nya, yang berfungsi sebagai peraturan-peraturan yang bersifat mengikat dan harus dilaksanakan. Fungsi dan tugas Nabi Muhammad SAW tersebut ditegaskan Allah dalam firman-Nya QS. Al-Hasyr (59): 7

I .··-

y-w -· -'I) <->I.WI GNャZNセ@ -- :&1 '· 1 :&1

u,

r ""r

fa' .J 1""\l .J4-lJ セ@ ("'""<!"'

·.t:'

t:..-

.J .J

b.

セ@

u.,,...

,,.,

.)'

·.11

r-..

セエBイ@

t:..-

.J

HyZッセ@

". Al-Syaikh Ahmad Ibo Al-Syaikh Muhammad Al-Zarqa, Syarh A/-Qawa'id Al-Fiqhiyyat, (Damaskus: Dar al-Qalam, 1989), h. 36.

1'. Muhammad Fuad 'Abdul Baqi, al-Lu'/u' wa/ Ma1jan, Himpunan Hadits Shahih Yang di Sepakati O/eh Bukhari dan Muslim, Penerjemah Salim Bahreisy, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, I.th.), h. 2.

(35)

A11inya: "Apa yai1g diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya".

Maka dengan posisi beliau sebagai utusan Allah SWT. Nabi Muhammad SAW tidak hanya meninggalkan umatnya begitu saja setelah beliau wafat. Tetapi Nabi juga mengembangkan secara sempuma terhadap dalil-dalil nash yang sharih, global dan universal. Selain mempunyai wewenang menerima wahyu, Nabi Muhammad SAW juga berwenang untuk memperjelas hukum-hukum Allah tersebut.19 Penjelasan Nabi ini tidak hanya sekedar keinginan dari Nabi sendiri, tetapi juga merupakan suatu tugas Nabi sebagai mubayyin (penjelas) yang juga ditegaskan oleh Allah SWT dalam QS. Al-Nahl ( 16): 44

( if·\"\/'-·-•\) -.. • U"'-" Ll-' セL[セMNᄋMGNエNイ@ -セ@ _,

:.-.1\J"'L.

('It:"' y L)-' ャゥャNャMMセMNセQMNエZGNGZj|Z・イj||jヲBiG@ -セ@ j - ' - ' y _,

Artinya: "Dan kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan".

Sebelum wafatnya Nabi Muhammad SAW, segala permasalahan yang sedang dialami oleh masyarakat Muslim dapat dijawab langsung oleh teks-teks primer al-Qur'an dan Sunnah. Namun, sepeninggal Nabi Muhammad SAW umat Islam dihadapkan dengan suatu permasalahan yang besar. Seperti bagaimana cara menentukan hukum apabila suatu perkara tersebut belum pemah terjadi

(36)

28

sebelumnya pada masa Nabi, ada juga para sahabat yang berlainan tentang jawaban dari suatu perkara. 20 Namun hal terse but bukanlah menjadi suatu

penghambat - bagi para sahabat khususnya - dalam menegakkan ajaran Islam. Kedudukan ijtihad pada masa Nabi belum dapat dipandang sebagai alat penggali hukum,21 karena sahabat melakukan ijtihad hanya apabila keadaan yang berjauhan dengan Nabi. Namun kemudian kejadian tersebut disampaikan kepada Nabi dan apabila ijtihad tersebut benar sesuai dengan nash, maka ijtihad tadi mendapat pembenaran langsung dari Nabi, tapi apabila salah maka Nabi yang akan memberikan pembenaran. Sehingga penggunaan rasio tidak begitu digunakan secara maksimal pada masa sahabat. 22

Pada masa sahabat, seluruh pola berfikir tentang hukum Islam telah berubah.23 Ijtihad pada masa sahabat digunakan karena ada persoalan-persoalan baru yang tidak pemah terjadi pada masa Nabi, sehingga memaksa mereka untuk berijtihad. Metode ini digunakan untuk mencari kebenaran terlebih dahulu didalam al-Qur'an, apabila mereka tidak menemukan maka mereka mencari pada Sunnah Nabi. Mereka melakukan musyawarah dengan para sahabat yang pemah mendengar langsung dari Nabi tentang permasalahan yang akan dipecahkan. Jika

h.19.

20

. Ibid., h. 4 21

• Ibrahim Hosen, Fiqh Perbandingan (Masalah Perkawinan), (Jakarta: Firdaus, 2003),

22

• Abbas, Sejarah Qawa 'id Fiqhiyyah. h. I 0.

(37)

mereka tidak menemukan jawabannya, barulah mereka menggunakan ra 'yu atau berijtihad.24

Seperti contoh yaitu pada masa khalifah Abu Bakar dan Umar r.a., ketika menghadapi masalah-masalah baru, keduanya mengumpulkan sahabat untuk dimintai pendapatnya dan apa yang telah disepakati maka itu yang dijalankan.25 C. Qaidah Fiqhiyyah Pada Masa Pembukuan, Kematangan, Perkembangan dan

Penyempurnaan

Awai mula qaidah fiqhiyyah menjadi disiplin ilmu tersendiri dan <libukukan terjadi pada abad ke 4 H dan terus berlanjut hingga masa setelahnya. Hal ini terjadi dikarenakan kecenderungan taqlid mulai tampak dan semangat ijtihad telah melemah karena saat itu fiqh mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini berimbas terhadap terkotak-kotaknya fiqh dalam mazhab.26

Menjawab beberapa persoalan fiqh dengan menggunakan metode qiyas menyebabkan fiqh menjadi semakin berkembang dan menjadi luas sehingga mampu menjawab seluruh persoalannya. Pada saat itulah pada ahli fiqh membuat metode baru.27

24

• Ibid., h. 11

25

• Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, h. 28.

".Abbas, Sejarah Qawa 'id Fiqhiyyah, h. 32

(38)

30

Menurut beberapa kalangan bahwa Abu Thahir al-Dabbas - ulama abad ke 4 H28 - merupakan orang pertama yang mengumpulkan qaidah-qaidah penting dari Imam Abu Hanifah sebanyak 17 qaidah. Diantara qaidah yang dikumpulkan oleh Abu Thahir adalah lima qaidah dasar yaitu:29

"Segala sesuatu tergantung pada tujuannya"

BセエNN@ • JY.

LJ •.- \] '·

'.0:-.t\

U:!!':I'

"Keyakinan tidak dapat dihilangklan dengan keraguan"

n jjjᄋカセᄋB@

: ..

r,1

n-:r.11

"Kesulitan menarik kemudahan"

"Kerusakan haru:; dihilangkan"

''Adat dapat dijadikan hukum"

Diperkirakan bahwa Imam al-Karhi (340 H), (teman abu Thahir), mengambil sebagian qaidah yang telah dikumpulkan oleh Abu Thahir lalu diintegralkan dalam risalahnya sehinggajumlahnya mencapai 30 qaidah.35

211

• Mubarok, Kaidah Fiqh, h. 63-65.

29

• Abbas, Sejarah Qawa 'id Fiqhiyyah, h. 34.

'·.Ibid., 35

".Ibid

".Ibid

". Mubarok, Kaidah Fiqh (Sejarah dan Kaidah Asasi), h. 65.

(39)

Pada abad ke 5 H, Imam Abu Zaid al-Dabbusi menambah jumlah qaidah Imam Karhi. Pada abad ke 6 H muncul satu kitab yang ditulis oleh Ala'uddin Muhammad bin Ahmad al-Samarqandi denganjudul Idhah al-Qaidah. Pada abad ke 7 H, qaidah fiqhiyyah mengalami perkembangan yang sangat signifikan walaupun terlalu dini untuk dikatakan matang. Diantara ulama yang menulis kitab qaidah pada masa ini adalah al-'Allamah Muhammad bin Ibrahim al-Jurjani al-Sahlaki, ia menulis denganjudul Qawa'id al-Ahkamji Mashalih al-Anam yang sempat menjadi kitab yang terkenal.36

Karya-karya para Imam-imam diatas menunjukkan bahwa qaidah fiqhiyyah mulai berkembang dengan pesat pada abad ke 7 H. qaidah fiqhiyyah pada abad ini tampak tertutup namun sedikit demi sedikit mulai meluas.37

Adapun pembukuan tentang kitab qaidah fiqhiyyah ini mencapai puncaknya yaitu pada abad ke I 0 H, yaitu ketika masa al-Suyuthi (w. 910 H) dalam kitabnya Al-Aysbah wa al-Nazair, ia mencoba menyederhanakan qaidah-qaidah penting yang ada dalam kitab milik al-'Alai, a/-Subki yaitu kitab-kitab yang membahas tentang qaidah namun masih tercampur dengan qaidah ushul fiqh.38

Setelah beberapa abad qaidah fiqhiyyah ini berkembang dikalangan para imam mazhab, maka mereka juga berupaya untuk memberikan suatu

35

Abbas, Sejarah Qawa 'id Fiqhiyyah, h. 35

36

• Ibid., h. 36

".Ibid., h. 37

(40)

32

penyempurnaan yang pada masa sebelumnya mengalami sedikit kekurangan seperti berbentuk korpus yang tercecer dan lain-lain. Kematangan qaidah mencapai puncaknya setelah muncul majallah al-Ahkam al-Adliyyah yang dike1jakan oleh tim ahli fiqh pada masa pemerintahan Sultan Al-Ghazi Abdul Aziz Khan Al-Ustmani pada akhir abad ke 13 H.39 pada masa ini qaidah fiqhiyyah juga dijadikan sebagai acuan dalam menetapkan hukum dibeberapa Mahkamah.

D. Kedudukan Qaidah Fiqhiyyah Dalam Hukum Syara'

Kedudukan qaidah fiqhiyah dalam upaya untuk menentukan ukhuwah Islamiyah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: dalil pelengkap dan dalil mandiri.40 Dalil pelengkap yaitu bahwa dalil yang bersumber dari qaidah fiqhiyah dapat digunakan setelah menggunakan dua dalil pokok yaitu al-Quran dan Sunnah. Sedangkan yang dimaksud dengan dalil mandiri adalah bahwa kaidah fiqh digunakan sebagai dalil hukum yang berdiri sendiri, tanpa menggunakan dua dalil pokok.

Qaidah fiqh yang dianggap sebagai dalil pelengkap ini, tidak ada ulama yang memperdebatkannya, dan mereka berpendapat tentang kebolehan

39

• Ibid., h. 49-50

(41)

menjadikan qaidah fiqh sebagai dalil pelengkap. Tetapi dalam pengertian tentang qaidah fiqh sebagai dalil mandiri, sebagai ulama berbeda pendapat.41

Imam al-Haramain al-Juwaini berpendapat bahwa qaidah fiqh boleh dijadikan sebagai dalil mandiri, karena dianggap sebagai upaya untuk mempermudah dalam memahami beberapa ayat al-Quran dan Sunnah.42 Sedangkan ulama yang berbeda pendapat yaitu al-Hamawi. Beliau berpendapat bahwa qaidah fiqh tidak bisa dikatakan sebagai dalil mandiri. Karena setiap qaidah bersifat pada umumnya, aglabiyat atau aktsariyat.43

Oleh karena itu, setiap qaidah memiliki pengecualian-pengecualian. Karena memiliki pengecualian yang kita tidak mengetahui secara pasti pengecualian-pengecualian tersebut, qaidah fiqh tidak dijadikan sebagai dalil yang berdiri sendiri merupakanjalan keluar yang sangat baik.44

Jadi atas dasar inilah al-Hamawi berpendapat untuk menolak menjadikan qaidah fiqh sebagai dalil hukum mandiri, karena bisa saja persoalan-persoalan yang sedang diputuskan hukumnya termasuk pada kelompok pengecualian.45

41

• Mubarok, Kaidah Fiqh, h. 30

42

• Ibid., h. 35.

"'- Ibid., 36

". Ibid

(42)

34

Contoh. Putusan Pengadilan Agama Padang Nomor 459/S/1986 tanggal 9 Februari 1986 tentang gugatan nafkah anak. Dalam keputusan tersebut, hakim mengutip kitab Madzahib al-Arba 'at (j.IV, h. 587-588) sebagai berikut:46

"Nafkah anak-anak gugur disebabkan telah berlalu waktunya (daluarsa)." Bahwasanya Pengadilan tersebut menjadikan qaidah fiqh sebagai salah satu dasar pertimbangan hukum dengan tidak menggunakan al-Qur'an dan Sunnah sebagai dasar pertimbangan.

Adapun kegunaan dari qaidah fiqh ialah, diantaranya:48 1. Mempermudah dalam menguasai materi hukum

2. Qaidah merupakan alat pembantu dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang diperdebatkan

3. Mendidik orang yang berbakat fikih dalam melakukan analogi dalam mengetahui hukum terhadap permasalahan barn

4. Mempermudah orang dalam memahami bagian-bagian hukum

5. Sebagai upaya dalam pengembangan hukum (takhrij) dan mengupayakan pilihan hukum ( tarj ih

)4

9

46

• Ibid., h. 37

'v. Ibid

48

• Ibid., h. 28 49

(43)

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwasanya sumber pembentukan qaidah fiqhiyyah ialah dari AlQur'an/AlSunnah Ushul AlFiqh Fiqh -Qaidah Fiqhiyyah. Namun, dalam pengambilan hukum dalam suatu masalah tentunya harus merujuk terlebih dahulu kepada al-Qur'an dan Sunnah.

Qaidah fiqhiyyah tentunya dapat dijadikan sebagai dalil dalam pengambilan hukum apabila qaidah itu didasarkan kepada Qur'an dan Sunnah. Dalil qaidah:

<;:Y. (),.

.:i.i'.ill セ@

Ailc.

セ@

L.j

menjadikan qaidah: lA,l.;-<> セ@ '.JY,tll sebagai dalil

karena didasarkan pada hadis Nabi:

50 - ' c.S.Y

L. . .

i.SY' I セ@ . w1· ..J. -キセャゥ@ . (JLl.

YI

WI

<

Menurut sebagian ulama tidak semua qaidah fiqhiyyah dapat dijadikan dalil. Seperti ketika meneliti beberapa masalah yang diungkapkan atau didasarkan pada kesimpulan dari ulama fiqh, karena mengeluarkan metode dengan sistem seperti itu tidak dapat dijamin kebenarannya dan qaidah itu hanya dijadikan sebagai penguat saja.51 Sebab para ahli fiqh ketika tidak menemukan dasar yang kuat dari al-Qur'an atau Hadits, maka mereka tidak memutuskan dengan menggunakan qaidah-qaidah fiqhiyyah. Jadi tidak dibenarkan memutuskan hukum hanya dengan menggunakan qaidah fiqhiyyah.

50

. Az-Zabidi, Mukhtshar Shahih Al-Bukhari, h. 31.

51

(44)

36

Seperti Ibnu Farhun misalnya, beliau merupakan salah satu ulama yang tidak membolehkan menggunakan qaidah sebagai dalil apabila permasalahan itu tidak didapati dalam al-Qur'an dan Hadits.52

Akan tetapi, sebagian ulama mengatakan sah untuk dijadikan dalil seperti al-Qarafi. Dia mengatakan, "hukum yang diputuskan oleh seorang qadli dapat dibatalkan apabila bertentangan dengan qaidah yang selamat dari pertentangan". 53

Menurut Abdul Wahab Khallaf, karena al-Qur'an membatasi diri dalam menerangkan dasar-dasar yang menjadi sendi pada tiap-tiap hukum, maka demi memelihara keadilan dan kemaslahatan - khususnya bagi para perancang hukum - nyatalah sesungguhnya qaidah fiqhiyah tersebut sangat digunakan.54

Jadi kedudukan qaidah fiqhiyyah ialah suatu hal yang sangat penting dalam memberikan solusi-solusi ataupun penjelasan-penjelasan tentang ajaran Islam. Karena dasar pengambilan atau pembentukan qaidah fiqhiyyyah bersumber dari dua ajaran Islam yaitu al-Qur'an dan hadits Rasulullah. Dan dalam menghadapi masalah kontemporer saat ini sangat diperlukan peran qaidah fiqhiyyah dalam mengaktualisasikan permasalahan fiqh agar ukhuwah Islamiyah selalu terjaga.

52 • Ibid 53

• Ibid 54

(45)

Hisab berasal dari bahasa Arab yaitu "hasaba" artinya menghitung, mengira menganggap, memandang, dan membilang.1 Jadi hisab adalah kiraan, hasil hitungan dan bilangan. Kata ini banyak disebut dalam al-Quran diantaranya mengandung makna perhitungan perbuatan manusia. Dalam pisiplin ilmu falak (astronomi), kata hisab mengandung arti sebagai ilmu hitung posisi benda-benda Ian git. 2 Posisi benda langit yang dimaksud di sini adalah lebih khusus kepada posisi matahari dan bulan dilihat dari segi pengamat di bumi.

Hitungan posisi ini penting dalam kaitannya dengan syariah khususnya masalah ibadah misalnya; shalat fardu menggunakan posisi matahari sebagai acuan waktunya, penentuan arah kiblat dengan menghitung posisi bayangan matahari, penentuan awal bulan Hijriyah dengan melihat posisi bulan dan mengetahui kapan terjadi gerhana dengan menghitung posisi matahari dan bulan.3

1

• Achmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Arab-Indonesia Ter/engkap, (Surabaya:

Pustaka Progresif, 1997), h. 262.

'. Mutoha - Anggota BHR DIY - koord. Jogja Astra Club (JAC) - Member Islamic Crescent's Observation Project (!COP), http://groups.yahoo.com/group/rukyatulhilal/, I

Muharram 1427 H, h. I.

3

(46)

38

Rukyat berasal dari bahasa Arab "ra'a - yara - rakyan - rukyatan" yang artinya " melihat,4 pendapat, mimpi dan cermin".5 Dalam ha! ini rukyat digunakan pada masalah melihat hilal. Oleh karena itu kata rukyat selalu disandingkan dengan kata 'rukyatul hilal'. Maka yang disebut Rukyatul Hila! adalah kegiatan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan pengamatan secara visual baik menggunakan mata langsung maupun dengan bantuan alat terhadap kemunculan hilal. Penggunaan alat bantu visual seperti teleskop, binokuler, kamera.6

Tetapi makna rukyat itu sendiri lebih mendominasi pengertian dengan menggunakan mata telanjang dalam melihat hilal - yang dikhususkan pada waktu penentuan awal Ramadhan dan awal Syawal - namun ha! ini bukan berarti tidak adanya penafsiran lain dari para ulama, ditambah lagi dengan penafsiran-penafsiran dari para ulama kontemporer saat ini.

Seperti Imam Muththarif guru Imam Bukhari misalnya, beliau merupakan orang pertama yang membolehkan berpuasa dengan menggunakan hisab7• Namun didalam sebagian literatur disebutkan bahwa orang pertama yang

4

. Muna,vwir, Al-Munawlvir, h. 460.

'. Siradjuddin Abbas, Empat Pu/uh Masalah Agama, (Jakarta: Tarbiyah, 2006), Cet. Ke. 37., h. 256.

6

• Ibid., h. 15. 1

. Djamaluddin Miri dan Imam Ghazali Said, AHKAMUl FUQAHA, Soh!si Problematika

Akrua/ Hukum Islam, Kepurusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahd/atul Ulama (1926-1999),

(47)

menemukan ilmu hisab/astronomi ialah Nabi Idris, 8 atau bahkan masalah hisab ini muncul lebih awal dari itu9• Dari sini kita dapat menduga bahwa sejak sebelum Masehi temyata sudah tampak adanya persoalan hisab rukyat, walaupun dalam dimensi yang berbeda dengan sekarang.

Aliran rukyat seperti Imam Ramli dan Al-Khatib Asy-Syaibani yang menyatakan jika rukyat berbeda dengan perhitungan hisab, maka yang diterima adalah kesaksian rukyat, karena hisab diabaikan oleh syari'at (Nihayah al-Muhtaj III: 351). Dan ada juga aliran hisab murni seperti Imam As-Subkhy, Imam Jbbady, dan Imam Qalyuby.10

Dalam Islam, terlihatnya hilal di sebuah negeri dijadikan pertanda pergantian bulan kalender Hijriyah di negeri tersebut. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah (2): 189

u. ·

Njセ@ '.1· •. Lk' ;;,,· - '.'.11 セ@

r

y

'Ll "L"

u .

_r. .11 · ..

L>":!-'-' (;.- -'

-.1· :..:.

ir

c..>"

wi

Uir · ·

-- _,.. セ@ Bセ@ :l.ktl1 · · セᄋ@ t'.· Mセ@

<JO • • UC Y""':l

|aセᄋy@ . /;; セ@ MセᄋGャIGL⦅GNNャセセᄋMセQセQ[FQQ@ ''\' .. ·•\·· l::.,'.'.'.111''\' ·•1 ·· ' .. 11 '·.Cl' (.)_,..,..,,... ... _,..., -' セyN@ Ll"' .:r.-:-' y -' セ@ <.>" f l '

lJ""'-'

Artinya: "Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung".

8

• Zubair Umar Al-Jailany, Al-Khulashah Al-Wafiyah, (Kudus: Menara Kudus, t.th.), h.5. 9

• Ahmad lzzuddin, Fiqh Hisab Rukyat Di Indonesia (Upaya Penyatuan Mazhab Rukyah

dengan Mazhab Hisab), (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2003), eel, Pertama, h. 41.

(48)

40

Pada dasarnya permasalahan hisab rukyat ini merupakan permasalahan yang k/asik. Tetapi terkadang juga merupakan ha! yang sangat aktuai.11 Dikatakan klasik karena ha! ini sudah terjadi pada masa-masa awal Islam, dan ini sudah mendapatkan kaj ian dan pemikiran yang mendalam oleh para ahli hukum Islam. Dikatakan aktual karena pada setiap tahun yaitu bertepatan dengan bulan Ramadhan dan Syawal khususnya, selalu mengandung sebuah polemik yang berkepanjangan yang sampai saat ini kalau dilihat dari sisi positifnya ternyata seluruh umat Islam dimuka bumi ini menginginkan sebuah kebersamaan yang dapat menguatkan persaudaraan.

Adapun polemik tersebut diakibatkan oleh beragamnya pendapat para ahli hisab dan rukyat pada zaman modern ini dalam mengaplikasikan pendapatnya yang sesuai dengan ha! tersebut. Dan perbedaan pendapat ini nyaris sekali mengancam rasa persatuan dan kesatuan dikalangan umat Islam, khususnya di Indonesia.12

B. Pandangan Fuqaha Mengenai Penetapan Awai Bulan Hijriyyah

Penetapan awal bulan Hijriyyah ini juga dikenal dengan istilah tahun Qamariyyah, karena perhitungannya didasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi. Dan menurut sebagian pendapat, sistem penetapan seperti ini sudah digunakan oleh bangsa Arab sejak zaman kuno yang dikenal dengan istilah

11

• Ibid., h. 2 12

(49)

penanggalan bangsa Semit.13 Disebut tarikh Hijriyyah atau tahun Hijriyyah karena permulaan tahun ini dimulai saat Nabi Muhammad SAW melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah.14

Tarikh Hijriyyah ini pertama kali dikenalkan pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab sudah berlangsung selama 2 setengah tahun yaitu bertepatan dengan tahun ke 17 setelah hijrahnya Nabi SAW. Sedangkan untuk nama-nama bulan dan system perhitungannya masih tetap menggunakan system yang dipakai oleh orang-orang Arab pada umumnya, yaiiu diawali dari bulan Muharram dan diakhiri pada bulan Dzulhijjah.15

Hijrah Nabi Muhammad SAW terjadi pada tanggal 2 Rabiul Awwal dan bertepatan dengan tanggal 14 September 622 M. bila dihitung dari mulai ditetapkannya tarikh Hijriyyah ini, maka perhitungannya dilakukan mundur sebanyak 17 tahun. Bila dimulai dari bulan Muharram, maka I Muharram tahun I H ternyata bertepatan dengan tanggal 15 Juli 622 M. basil perhitungan tersebut diperoleh para ulama yang berpedoman kepada hisab.16 Sebab pada hari Rabu petang tanggal 14 Juli 622 M, kedudukan hilal pada saat itu 5°57' diatas ufuk,

13

• Cyrril Glasse, Ensiklopedi Islam Ringkas, terj., (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

1999), Cet.Ke.11, h. 204.

1

•1• Maskufa, "Memahami Tarikh Mesehi dan Hijri: Suatu Perbandingan", Ahkam, no.13,

(Juni 2004): h.76-77.

15

• Depag, Almanak hisab Rukyat, (Jakarta: Proyek Pembinaan Peradilan Agama Islam,

1981 ), h. 44-45.

16

(50)

42

maka malam itu dan keesokan harinya yaitu hari kamis tanggal 15 juli 622 M merupakan tanggal I Muharram tahun I Hijriyyah.

Sementara itu, ulama yang berpegang pada rukyah mendapatkan hasil yang lain. Kerana diketinggian hilal seperti itu tidak dimungkinkan untuk dilihat, maka mereka sepakat untuk melakukan istikmal (penyempurnaan 30 hari) sehingga permulaan tahun Hijriyyah bukan hari kamis tanggal 15 Juli 622 M, tetapi jatuh pada hari Jumat tanggal 16 Juli 622 M.17

Walaupun adanya ungkapan seperti diatas, namun dalam penentuan kapan terjadinya awal Ramdhan dan awal Syawal khususnya, ha! yang biasa diterapkan langsung oleh Rasulullah SAW adalah melakukan pengamatan dengan cara melihat hilal, begitu juga cara yang digunakan oleh Khulafa ar-Rasyidun dan yang dipakai oleh ulama mazhab empat.18 Sedangkan dasar falak/hisab dalam 2 ha! diatas adalah tradisi yang tidak pernah digunakan oleh Rasulullah, Khulafa ar-Rasyidun dan Imam Mazhab.19

Adapun dalam menentukan awal Ramadhan dan awal Syawal, Abdurralunan Al-Jaziri melalui penafsirannya dari hadits Nabi yang berbunyi

セGNjケ@

1:/;Ll(.i

セェケ@ イ[Nセ@ beliau berpendapat bahwa, kalau dilangit kelihatan

cerah, maka perkara puasa bergantung kepada ru'yah al-hi/al (terlihatnya hilal).

17

• Muhammad Wardan, Hisab urji dan Hakiki, (Yogyakarta: Siaran, 1957), h. 12.

18

• Munawir Abdul Fatah, Tradisi Orang-orang NU, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren,

2007), Cet.Ke.111, h. 215.

(51)

Karena tidak boleh berpuasa kecuali apabila hilal Ramadhan telah terlihat.20 Sedangkan apabila posisi hilal tidak bisa dilihat karena tertutup awan, maka perhitungan (hisab) dikembalikan kepada bulan Sya'ban, yaitu bulan Sya'ban harus disempumakan menjadi 30 hari.

Abu Bakar Jabir al-Jaziri juga menyebutkan, bahwa dalam penentuan awal Ramadhan dan Syawal hanya dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu dari dua ha!, yaitu:21

I. Menggenapkan bulan Sya'ban menjadi 30 dan hari yang ke 31 adalah tanggal I Ramadhan.

2. Melihat bulan sabit. Dalam ha! melihat bulan, cukup perwakilan dengan satu orang saksi yang adil atau dua orang yang adil.

Menurut kalangan Hanabilah yang didasarkan pada praktek Ibnu Umar (seorang perawi hadits), mereka berpendapat apabila tanggal 29 Sya'ban datang, maka diutuslah orang untuk melihat hilal, bila ia

Gambar

fighiyyah tetap saja tidak optimal disebabkan masing-masing pihak masih

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi terhadap pendapatan asli daerah

Bagi pelajar yang mengikuti program secara Pendidikan Jarak Jauh (PJJ), tempoh penangguhan yang dibenarkan ialah tidak melebihi enam (6) semester sepanjang pengajian. Pelajar

Pemilihan teknik anestesi pada wanita hamil dengan obesitas yang akan menjalani seksio sesarea dilakukan dengan jenis anestesi regional yaitu anestesi spinal dengan pertimbangan dapat

 Buah terdiri dari kulit luar buah yang berbentuk sisik seperti salak; kulit bagian dalam; daging buah dan biji. Getah rotan jernang yang berwarna merah tersebut

No Pertimbangan Persentase (%) Ya KK Tdk 1 Pertimbangan kebersihan dari penjual makanan 48,05 40,26 11,69 2 Pertimbangan kebersihan dari tempat penjual makanan 57,14 29,87 12,99

Abstrak – - Penelitian ini mengkaji diagnosis kanker serviks berdasarkan karakteristik morfologi sel serviks. Algoritma yang dikembangkan meliputi beberapa langkah:

ront office dan function room. 2) Consession and rentable space , merupakan kelompok ruang yang disewakan untuk melayani keperluan tamu hotel dan juga usaha bisnis lainnya

Menimbang, bahwa oleh karena harga tanah terperkara di atas, tidak sama antara tanah pada objek perkara angka 7.1, dengan angka 7.2 dan 7.3 pada surat gugatan