• Tidak ada hasil yang ditemukan

SCHOOL BULLYING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SCHOOL BULLYING"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

TINDAKAN SCHOOL BULLYING PADA SISWA KELAS IX SMP AL FAJAR CIPUTAT TANGERANG SELATAN

Hasyim Asy;ari & Lia Dahlia,

FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, hasyari34@yahoo.co.id

PENDAHULUAN

Di dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 Sisdiknas Pasal 1 menjelaskan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. 1 Guna mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan kondisi belajar yang kondusif, aman, dan nyaman serta jauh dari berbagai tindakan yang mungkin dapat membahayakan diri siswa.

Sebagai salah satu institusi pendidikan, sekolah seharusnya mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi para peserta didik, seperti telah yang diamanatkan dalam Pasal 54 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, yang menjelaskan bahwa “Anak didalam dan dilingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temanya didalam sekolah yang bersangkutan atau lembaga pendidikan lainnya”. 2

Namun dewasa ini, kita sering dikejutkan dengan berbagai kasus mengenai kekerasan yang sering kali terjadi dalam dunia pendidikan. Secara umum, tindakan kekerasan dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang merugikan orang lain, baik secara fisik maupun psikis. Dan tindakan kekerasan yang terjadi dalam dunia pendidikan lebih dikenal dengan istilah bullying. Sekolah yang harusnya menjadi tempat untuk memperoleh ilmu pengetahuan, pembangan potensi serta membantu membentuk karakter pribadi yang positif untuk siswa ternyata malah menjadi tempat tumbuhnya praktik bullying.

1 Undang –Undang Pendidikan Nomor 20 Tahun 2003

(2)

Kasus ini seakan seperti fenomena gunung es yang hanya terlihat sedikit dipermukaan, namun sebenarnya akan terlihat lebih besar jika kita teliti secara lebih dalam. Tindakan kekerasan mungkin seringkali kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, baik yang terjadi dalam ruang lingkup, keluarga, masyarakat, maupun sekolah. Dalam lingkungan sekolah, tindakan kekerasan ini bisa dilakukan oleh siapa saja, misalnya antara teman sekelas, kaka kelas dengan adik kelas (senior terhadap junior), pemimpin sekolah terhadap staffnya, bahkan guru terhadap muridnya.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan UNICEF (2006) dibeberapa daerah di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 80% tindakan kekerasan yang terjadi pada siswa dilakukan oleh guru. Seperti yang terjadi di Solo pada awal Mei tahun ini, menjelaskan bahwa ada kasus siswa kelas IV SD dipukuli Guru (Radar Solo, 4/05/2013). Pada Tahun 2009, kepolisian mencatat dari seluruh laporan kasus kekerasan, 30% diantaranya dilakukan oleh anak-anak, dan 48% kasus kekerasan tersebut terjadi dilingkungan sekolah dengan motif dan kadar yang bervariasi. 3

Dalam ceramah pendidikan pada upacara hari pendidikan pada tahun 2012 lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga telah menegaskan bahwa tidak boleh ada lagi pendidikan yang disertai kekerasan baik di sekolah maupun perguruan tinggi. Pernyataan itu disampaikan menanggapi kekerasan di beberapa sekolah terkait masa orientasi sekolah baru-baru ini.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2012 juga telah merilis data kasus kekerasan yang terjadi pada anak disekolah. Disebutkan bahwa, 87,6 % anak Indonesia masih mengalami kasus kekerasan disekolah, dengan perincian, 29% dari guru, dan 28% dari teman sekelas (Unsur Kekerasan, 2012). Dan belum lama salah satu kasus yang terjadi disekolah adalah beredarnya video asusila yang dilakukan oleh pelajar SMP di Jakarta. Dalam hal ini ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait menyatakan bahwa, “sekolah gagal membentuk lingkungan pendidikan sebagai zona anti kekerasan psikis, bully, kekerasan seksual dan bentuk

(3)

lainnya”. Hal ini menunjukkan bukti bahwa manajemen sekolah gagal untuk menjalankan fungsinya dalam hal pengawasan. (Kompas, 29/10/2013).

Dari hasil penelitian tersebut terlihat jelas bahwa berbagai kasus kekerasan yang terjadi di Indonesia sampai saat ini kiranya belum mendapatkan perhatian dan penanganan yang serius baik dari pemerintah (Kemendikbud), kepala sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat. Untuk mengatasi permasalahan school bullying ini, sekolah memiliki peranan yang sangat penting sebagai bagian internal pendidikan, dan salah satu upaya yang bisa dilakukan khususnya dari pihak sekolah adalah dengan memperbaiki pelaksanaan fungsi manajemen pengawasan disekolah yang selama ini pelaksanaanya belum berjalan secara optimal.

Landasan Teori Bullying

Bullying berasal dari kata bully, yaitu suatu kata yang mengacu pada pengertian adanya “ancaman” yang dilakukan seseorang kepada orang lain (yang umumnya lebih lemah dari pelaku), sehingga menimbulkan gangguan fisik maupun psikis bagi korbanya.4

Definisi bullying menurut PeKA (Peduli Karakter Anak) adalah penggunaan agresi dengan tujuan untuk menyakiti orang lain secara fisik ataupun mental. Bullying dapat berupa tindakan fisik, verbal, emosional, dan seksual.

Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku kekerasan dimana terjadi pemaksaaan secara psikologis maupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok orang. Pelaku bullying atau yang biasa disebut bully bisa dari seseorang, bisa juga sekelompok orang, dan ia atau mereka mempersepsikan dirinya memiliki power (kekuasaan) untuk melakukan apa saja terhadap korbannya. Korban juga mempersepsikan dirinya sebagai pihak yang lemah tak berdaya, dan selalu merasa terancam oleh bully.5

Komnas Perlindungan Anak memberikan definisi bullying sebagai kekerasan fisik dan psikologis berjangka panjang yang dilakukan seseorang

4 (http://harunnihaya.blogspot.com/2011/12/bullying-dan-solusinya.html diakses pada tanggal 22 september pukul 11.30 WIB)

(4)

atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri dalam situasi dimana ada hasrat untuk melukai atau menakuti atau membuat orang tertekan, trauma, atau depresi dan tidak berdaya.

Dari beberapa pendapat para ahli diatas mengenai bullying, maka dapat penulis simpulkan bahwa bullying adalah salah satu bentuk kekerasan baik secara fisik maupun psikologis yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang merasa memiliki kekuasaan terhadap orang/kelompok yang lebih lemah darinya.

Berbagai definisi mengenai bullying diatas menunjukkan bahwa

bullying bisa terjadi dimana saja, dan salah satunya disekolah, maka dalam hal ini penulis hanya akan membatasi konteksnya dalam school bullying.

Menurut Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2005) mendefinisikan

school bullying sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seseorang/sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/i lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti siwa/i tersebut.6

Dalam konteks bullying disekolah, korban bullying adalah seorang siswa. Dari beberapa penjelasan menurut para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa school bullying merupakan salah satu bentuk agresi fisik maupun psikologis yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan, dan dilakukan secara sengaja dan berulang-ulang dalam periode waktu tertentu terhadap siswa lain yang lebih lemah.

Karakteristik Tindakan Bullying

Sullivan menjelaskan bahwa suatu tindakan dapat dikategorikan ke dalam tindakan bullying, jika memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Ada niatan untuk melukai orang lain.

2) Ada ketidakseimbangan kekuatan, dimana pelaku lebih kuat atau lebih berkuasa dari korban.

3) Seringkali terorganisasi, sistematis, dan sembunyi.

4) Dilakukan secara berulang-ulang dalam suatu periode waktu. 5) Korban bullying tersakiti secara fisik dan/atau psikologis.7

6 Jurnal Psikologi Sosial 12 (01), 2005 : (1 – 13).

(5)

Seperti hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli, salah satunya menurut Rigby dalam Astuti (2008:8), tindakan bullying yang banyak dilakukan disekolah atau beberapa hal yang mencirikan bahwa sekolah yang mudah terkena kasus bullying pada umumnya yaitu:

a. Sekolah yang didalamnya terdapat perilaku diskriminatif baik dikalangan guru maupun siswa.

b. Kurangnya pengawasan dan bimbingan etika dari kepala sekolah, para guru dan petugas sekolah.

c. Terdapat kesenjangan besar antara siswa yang kaya dan miskin. d. Adanya pola kedisiplinan yang terlalu kaku ataupun lemahnya

tingkat kedisiplinan disekolah baik oleh siswa maupun guru. e. Bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang tidak konsisten.8 Selain dari hal diatas, berdasarkan hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa perilaku yang bisa dikategorikan sebagai bullying

adalah sebagai berikut:

1) Perilaku yang berupa kontak fisik langsung seperti memukul, mendorong, menggigit, menjambak, serta berbagai serangan fisik lainnya, termasuk merusak barang-barang yang dimiliki oleh orang lain

2) Perilaku yang berupa kontak verbal langsung seperti mengancam, mempermalukan, merendahkan, memberi panggilan nama, sarkasme, mengintimidasi, dan juga menyebarkan gosip.

3) Perilaku yang berupa perilaku non verbal langsung seperti melihat dengan sinis, menampilkan ekspresi muka merendahkkan, mengejek, dan mengancam.

4) Perilaku yang berupa perilaku non verbal tidak langsung seperti mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga hubunganya menjadi retak, dengan sengaja mengucilkan seseorang. 5) Perilaku yang berbentuk pelecehan seksual (kadang dikategorikan sebagai perilaku agresi fisik atau verbal). Pelecehan seksual biasanya dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan. Pelecehan seksual dilakukan ssecara fisik atau lisan menggunakan ejekan atau kata-kata yang tidak sopan untuk menunjuk pada sekitar hal yang sensitif. Pada tindak kekerasan seksual bisa juga

(6)

terjadi dalam bentuk penghinaan-penghinaan terhadap lawan jenis atau sejanis seperti halnya mengatakan teman laki-laki “banci” bagi laki-laki yang feminim. Terjadinya tindak kekerasan ini bisa terjadi di dalam kelas ataupun di luar kelas, baik dalam situasi yang serius atau saat bersenda gurau. 9

Berdasarkan karakteristik diatas, banyak pelaku bullying memiliki karakteristik psikologi. Tetapi pada umumnya perilaku bullying siswa dipengaruhi oleh toleransi sekolah atas perilaku bullying, sikap guru, dan faktor lingkungan termasuk lingkungan keluarga. Bully biasanya berasal dari keluarga yang memperlakukan mereka dengan kasar. (Craig, Peters & Konarski, 1998, dan Pepler & Sedighdellam, 1998 dalam Sciarra (2004; 353).

Alasan yang paling jelas mengapa seseorang menjadi pelaku

bullying adalah bahwa pelaku bullying merasakan kepuasan apabila ia berkuasa di kalangan teman sebayanya. Selain itu, tawa teman-teman sekelompok saat ia mempermainkan sang korban memberikan penguatan terhadap perilaku bullyingnya. (Tim Yayasan Semai Jiwa Amini, 2008; 14). Selanjutnya Barbara Coloroso (2007; 55-56) memaparkan sifat-sifat yang dimiliki bully, yakni:

a) Suka memanfaatkan orang lain untuk mendapatkan keinginannya

b) Hanya peduli pada keinginan dan kesenangan sendiri, bukan pada kebutuhan, hak-hak, dan perasaan-perasaan orang lain c) Cenderung melukai anak lain ketika tidak ada pengawasan dari

orang tua atau orang dewasa lainnya

d) Memandang anak yang lebih lemah sebagai mangsa

e) Menggunakan kesalahan, kritikan, dan tuduhan-tuduhan yang keliru untuk memproyeksikan ketidakcakapannya pada target f) Tidak mau bertanggung jawab pada tindakannya

(7)

Faktor-faktor yang menyebabkan perilaku Bullying.

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perilaku

bullying. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Faktor Keluarga.

Seseorang yang melakukan bullying seringkali berasal dari keluarga bermasalah, dimana orang tua kerap menghukum anaknya secara berlebihan atau siatuasi rumah yang penuh agresi dan permusuhan. Hal ini terjadi, karena ia pernah menerima perlakuan

bullying pada dirinya, yang mungkin dilakukan oleh seseorang di dalam keluarga.

Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang agresif dan berlaku kasar akan meniru kebiasaan tersebut dalam kesehariannya. Kekerasan fisik dan verbal yang dilakukan orangtua kepada anak akan menjadi contoh perilaku. Hal ini akan diperparah dengan kurangnya kehangatan kasih sayang dan tiadanya dukungan dan pengarahan membuat anak memiliki kesempatan untuk menjadi seorang pelaku

bullying. Sebuah studi membuktikan bahwa perilaku agresif meningkat pada anak yang menyaksikan kekerasan yang dilakukan sang ayah terhadap ibunya.

Pengawasan dan disiplin orang tua yang keras dan berubah-ubah, sikap orang tua yang dingin, atau menolak. Konflik keluarga, perpisahan orang tua, sikap orang tua yang memaklumi perilaku bermasalah, kehilangan hak sosial dan ekonomi. Keluarga berpenghasilan rendah dan perumahan kumuh, serta teman-teman yang terlibat perilaku bermasalah juga menjadi penyebab terjadinya

school bullying.

b. Faktor Kepribadian

Salah satu faktor terbesar penyebab anak melakukan bullying

adalah tempramen. Tempramen adalah karakterisktik atau kebiasaan yang terbentuk dari respon emosional. Hal ini mengarah pada perkembangan tingkah laku personalitas dan sosial anak. Seseorang yang aktif dan impulsif lebih mungkin untuk berlaku bullying

(8)

Beberapa anak pelaku bullying sebagai jalan untuk mendapatkan popularitas, perhatian, atau memperoleh barang-barang yang diinginkannya. Biasanya mereka takut jika tindakan bullying menimpa diri mereka sehingga mereka mendahului berlaku bullying pada orang lain untuk membentuk citra sebagai pemberani. Meskipun beberapa pelaku bullying merasa tidak suka dengan perbuatan mereka, mereka tidak sungguh-sungguh menyadari akibat perbuatan mereka terhadap orang lain.

c. Faktor Sekolah

Tingkat pengawasan di sekolah menentukan seberapa banyak dan seringnya terjadi peristiwa bullying. Sebagaimana rendahnya tingkat pengawasan di rumah, rendahnya pengawasan di sekolah berkaitan erat dengan berkembangnya perlaku bullying di kalangan siswa. Pentingnya pengawasan dilakukan terutama di tempat bermain dan lapangan, karena biasanya di kedua tempat tersebut perilaku bullying

kerap dilakukan. Penanganan yang tepat dari guru atau pengawas terhadap peristiwa bullying adalah hal yang penting karena perilaku

bullying yang tidak ditangani dengan baik akan meyebabkan kemungkinan perilaku itu terulang.

Intelegensi rendah dan kinerja buruk sekolah, kurangnya komitmen bagi sekolah termasuk suka membolos, sikap-sikap yang memaklumi perilaku bermasalah (narkoba, kriminalitas anak muda, kehamilan dimasa sekolah dan kegagalan disekolah juga merupakan faktor penyebab terjadinya masalah bullying, hal ini juga menjadi ancaman besar yang sangat berpengaruh pada perkembangan siswa dan sekolah untuk kedepanya.10

(9)

Selain ketiga faktor tersebut, ada beberapa faktor pendorong atau faktor penyebab timbulnya kekerasan terhadap siswa/remaja antara lain sebagai berikut:

1) Kekerasan muncul akibat adanya pelanggaran yang disertai dengan hukuman terutama dengan hukuman fisik.

2) Kekerasan bisa terjadi karena guru tidak paham akan makna kekerasan dan akibat negatifnya. Guru mengira bahwa peserta didika akan jera dengan hukuman fisik yang diberinya. Padahal sebaliknya, mereka akan benci, dendam, dan tidak respek lagi padanya.

3) Komunitas Sekolah, karena tidak teraturnya organisasi sekolah termasuk daya juang yang rendah dari para staf, manajemen kelas yang buruk, sehingga muridnya dijatuhi hukuman, tiadanya pujian bagi murid, dan lemahnya kepemimpinan dari para guru dan pengurus sekolah, kehadiranya geng, senjata, dan narkoba.

4) Lingkungan atau masyarakat yang lebih luas. Dalam hal ini, ketidaksetaraan ekonomi dan sosial antar kelompok yang berbeda. Susunan politis seperti sampai pada tingkat mana masyarakat mampu menegakkan hukum yang ada terhadap kekerasan dan perlindungan sosial oleh negara.

Dampak Negatif Kekerasan Sekolah (shchool Bullying)

Ali As’ad Wathifah dalam penelitianya yang sangat luas, mengenai segala bentuk tindakan kekerasan yang kerap kali terjadi dalam proses pendidikan, baik itu sekolah ataupun dirumah, akan memiliki dampak buruk yang sangat besar bagi perkembangan akhlak dan tingkah laku anak. Beliau mengatakan “sikap semena-mena dalam mendidik sangat berbahaya dan mengancam proses pendidikan. kemuncullanya melahirkan sikap kebencian, kemarahan, keras hati, susah diatur, malu, takut, merasa bersalah, merasa kurang, hilang rasa percaya diri, suka diremehkan, dan larut dalam perasaan bersalah...”.11

(10)

Perilaku bullying, merupakan tindak kekerasan yang bisa menimbulkan kerugian pada korban, baik dalam hal fisik maupun psikis. Carlise menguraikan efek pengalaman menjadi korban bullying yang terjadi pada siswa yaitu:

a. Psikologis, Perasaan kesepian, malu, timbul perkara untuk balas dendam, cemas, mudah merasa tertekan, tidak percaya diri, kesulitan membaur dengan kelompok, dan sebagainya.12

b. Dampak Psikologis juga meliputi rasa takut, rasa tidak aman, dendam, dan menurunya semangat belajar siswa, daya konsentrasi, kreatifitas, hilang inisiatif, daya tahan (mental), menurunya rasa percaya diri, stress, depresi, dan sebagainya. Dan dalam jangka panjang bisa berakibat pada penurunan prestasi dan perubahan perilaku siswa.

c. Fisik, mengakibatkan organ-organ tubuh siswa mengalami kerusakan, seperti memar, luka-luka, dan sebagainya.

Secara spesifik, Rigby membagi dampak psikologis korban bullying menjadi empat kategori, yaitu:

1) Memiliki kesejahteraan psikologis yang rendah. pada ketegori ini kesadaran mental korban menjadi lemah, namun kodisi ini tidak terlalu berbahaya. Perasaan tidak bahagia muncul pada diri korban, selain juga perasaan mudah marah, sensitif, serta harga dirinya yang rendah.

2) Memiliki pandangan dan kemampuan sosial yang rendah. korban yang berada pada kategori ini seringkali menarik diri dari pergaulan, dan sebaliknya lebih suka mengisolasi diri dari dan cenderung untuk membolos sekolah.

3) Psychological distress, pada kategori ini korban memiliki tingkat kecemasan yang sangat tinggi. Korban merasa depresi dan memiliki dorongan untuk melakukan tindakan bunuh diri.

4) Dampak negatif secara fisik, misalnya luka-luka akibat serangan fisik, serta penyakit lainnya seperti sakit kepala, deman, flu dan batuk.13

12 Hoasel waluyo Erlan, Gambaran Percieved Long tern Effect dari Bullying pada Individu Dewasa yang pernah menjadi korban, h. 114

(11)

Cara Mengatasi tindakan bullying

Kekerasan telah menjadi ciri yang biasa dari kehidupan sekolah, banyak faktor yang menyebabkan munculnya tindakan kekerasan tersebut. World Health Organizaton (WHO) mendefinisikan bahwa kekerasan adalah “digunakanya daya atau kekuatan fisik, baik berupa ancaman maupun sebenarnya, terhadap diri sendiri, orang lain, atau terhadap kelompok yang memiliki kemungkinan cedera, kematian, bahaya fisik, dan perkembangan atau kehilangan”. (2002:5). (hlm 14)

Kekerasan terhadap anak-anak juga dianggap sebagai pelenggaran hak-hak dasar mereka, terutama hak keselamatan fisik, psikologis dan kesejahteraanya. Maka munculah kepedulian untuk memahami akar permasalahan tersebut sekaligus untuk menemukan cara-cara untuk mengurangi bahkan mencegahnya.

Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2002) tentang kekerasan dan kesehatan merekomendasikan empat langkah utama dalam proses mengurangi dan mencegah kekerasan.

a. Mengumpulkan pengetahuan sebanyak mungkin tentang fenomena kekerasan pada tingkat lokal, nasional, maupun internasional.

b. Menyelidiki penyebab terjadinya kekerasan.

c. Mencari cara untuk mencegah kekerasan dengan merancang, mengimplementasikan, memantau, dan mengevaluasi intervensi. d. Mengimplementasikan intervensi dari berbagai pihak, menentukan

evektivitas biaya dari intervensi tersebut serta menyebarluaskan invormasi tentang mereka.

Banyak pendidik dan akademis diseluruh eropa menolak pandangan bahwa prestasi akademis merupakan tujuan tunggal, yang harus ditekuni oleh anak-anak dan kaum muda jika mereka ingin berpendidikan dan suskses. Ada bukti riset yang menyatakan bahwa “Lingkungan sekolah adalah penentu terbesar tingkat kompetensi emosional dan sosial, serta kesejahteraan murid dan guru”. (Weare dan Grey 2003).

(12)

komunitas sebanyak mungkin termasuk guru, manajemen sekolah, anggota staff bukan pengajar, organisasi dan perwakilan luar dari masyarakat yang lebih luas secara keseluruhan. Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk mempromosikan meniadakan tindakan kekerasan, meningkatkan pedoman keyakinan sekolah, meningkatkan hubungan antar staf, anak-anak, remaja, orang tua, guru, dan mendukung kesehatan emosi dan kesejahteraan remaja, sertas seluruh anggota dari komunitas sekolah. 14

Selain dengan cara tersebut, peranan kebijakan sekolah juga berperan penting untuk mencegah terjadinya bullying. Hal ini lebih dikhususkan pada saat proses pembelajaran, maka diperlukan metode pembelajaran yang dapat mempromosikan nilai-nilai kerjasama sekaligus melatih murid dalam berkomunikasi dengan efektif. Guru dapat meneladani cara saling berhubungan dengan mengasuh kelompok kerja kooperatif (pendekatan konpetitif) didalam kelas, agar terjalinya hubungan yang harmonis antara guru dengan siswa maupun antar siswa.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di SMP Islam Al Fajar yang berlokasi di Jl. Aria Putra No. 102 Kedaung, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten. Adapun waktu penelitian ini dilaksanakan selama empat

(13)

bulan yang dimulai dari bulan September sampai dengan bulan Desember 2013.

Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif untuk mendeskripsikan tentang peranan manajemen pengawasan sekolah dalam mengatasi masalah school bullying di SMP Al Fajar. Dimana pelaksanaan fungsi manajemen pengawasan sekolah memegang peranan penting dalam penyelenggaraan pendidikan dan proses pembelajaran disekolah dalam upaya mengatasi atau bahkan mencegah terjadinya berbagai kasus kekerasan (bullying) yang terjadi dalam lembaga pendidikan khususnya dikalangan pelajar.

Responden dari penelitian ini adalah Kepala sekolah SMP Al Fajar, Waka bidang Kesiswaan SMP, dan dua orang siswa/siswi Kelas IX di SMP Islam Al Fajar.

HASIL PENELITIAN

Deskripsi dan Analisa Data Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian terlihat bahwa kasus school bullying ini sebenarnya sudah berlangsung lama, sehingga dapat menjadi tradisi di lingkungan sekolah jika dibiarkan terus-menerus. Kasus ini tentu bukan hanya terjadi di SMP Al Fajar, tetapi juga beberapa sekolah lainya.

Seperti salah satu hasil penelitian yang dilakukan Plan Indonesia dan Yayasan Sejiwa dengan melakukan survei yang melibatkan 1.500 pelajar SMP dan SMK di 3 kota besar yaitu, Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya pada tahun 2008. Hasilnya, 67% pelajar SMP dan SMK menyatakan bahwa tindakan

bullying pernah terjadi disekolah mereka, dan kategori tertinggi tindakan

bullying berupa mengucilkan, peringkat kedua ditempati kekerasan verbal (mengejek) dan terakhir kekerasan fisik (memukul). 15 Namun ternyata, masih ada sebagian kalangan yang beranggapan bahwa tindakan bullying bukan merupakan masalah besar karena dianggap sudah menjadi sesuatu yang biasa terjadi dalam pendidikan, dan ternyata ada juga yang menganggap bullying

(14)

ini sebenarnya dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan pribadi siswa untuk menegakkan disiplin, menguji mental, dan lain-lain.

Perilaku bullying ini sebenarnya sudah mengakar dalam kehidupan remaja di sekolah, dalam masalah ini khusunya yaitu siswa SMP. Jika hal ini terus dibiarkan, masalah bullying akan menjadi semakin besar, dan membahayakan bukan hanya bagi korban dan pelaku bully, tetapi juga bagi perkembangan sekolah untuk kedepanya.

Peran Kepala Sekolah

Selain pentingnya peranan guru dalam hal pengawasan, kepala sekolah juga memiliki peranan yang sangat penting terutama sebagai supervisor sekolah. Dari hasil wawancara dengan wali kelas memang terlihat, kepala sekolah jarang melakukan supervisi kelas atau mengawasi ketika guru sedang melaksanakan proses pembelajaran.

Sebagai supervisor, tugas kepala sekolah adalah mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga pendidik dan kependidikan untuk memberikan layanan yang lebih baik pada orang tua peserta didik dan sekolah, serta berupaya menjadikan sekolah sebagai masyarakat belajar yang lebih efektif.

Kepala sekolah harus mampu melakukan berbagai macam pengawasan dan pengendalian bukan hanya untuk meningkatkan kinerja tenaga pendidik dan kependidikanya sebagai tindakan preventif agar para pendidiknya tidak melakukan penyimpangan, tetapi juga mengawasi sikap dan perilaku siswa disekolah, dengan cara melakukan koordinasi dengan berbagai pihak agar kegiatan pendidikan di sekolah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan.

Dengan menyadari pentingnya peranan kepala sekolah dan guru sebagai pengawas pendidikan disekolah, koordinasi antara kepala sekolah, guru, dan petugas sekolah lainnya dalam hal pengawasan itu sangat penting, dengan harapan berbagai kasus school bullying ini bisa diminimalisir atau bahkan dihilangkan.

(15)

Pada umumnya kualitas sekolah itu dilihat dari segi akademik atau nilai prestasi siswa yang tinggi, fasilitas sarana dan pasarana sekolah yang memadai, tenaga pendidik dan kependidikan yang berkualitas, tetapi yang jauh tidak kalah penting dilihat adalah manajemen sekolah yang baik. Pelaksanaan manajemen sekolah yang baik tentu akan mempengaruhi penyelenggaraan proses pendidikan yang lebih efektif.

Implementasi manajemen sekolah ini tidak hanya berkaitan dengan perencanaan dan pelaksanaan, tetapi juga pengawasan dan evaluasi, dalam hal ini khusunya melakukan pengawasan terhadap perilaku siswa yang melanggar peraturan dan tata tertib sekolah, agar membentuk pribadi mereka yang bukan hanya cerdas secara kognitif, tapi juga afektif (sikap/akhlaknya). Sekolah telah menyadari bahwa kurangnya manajemen pengawasan sekolah menjadi salah satu penyebab munculnya kasus bullying disekolah. Dan berbagai upaya telah dilakukan pihak sekolah untuk mengatasi masalah ketidakdisiplinan dan khususnya untuk mengatasi berbagai kasus bullying yang akhir-akhir ini sering terjadi. Seperti yang di ungkapkan Bapak Hasbih selaku waka kesiswaan bahwa untuk meningkatkan kedisiplinan siswa bukanlah hal mudah, terutama melihat kondisi siswa di SMP Al Fajar ini. Sejak awal pendaftaran siswa baru, sekolah telah menyiapkan form yang berisikan surat perjanjian yang ditandatangani orang tua terhadap siswanya untuk mematuhi dan menaati tata tertib sekolah.

Selain itu, sekolah juga menerapkan sistem point bagi siswa yang melanggar peraturan sekolah, mulai dari jenis pelanggaran yang masih bisa ditolerir sampai pada pelanggaran dengan point. Semua itu telah ada aturanya, tetapi dalam pelaksanaanya tetap saja masih ada siswa yang melanggar bahkan sampai dipanggil orangtuanya untuk menghadap kesekolah atas dasar pelanggaran yang ia lakukan. Kiranya hal ini belum cukup jika hanya dilakukan oleh waka kesiswaaan sendiri, untuk itulah ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi kasus bullying disekolah yaitu:

(16)

2) Meningkatkan dan mengoptimalkan peranan fungsi manajemen pangawasan sekolah, baik secara internal, eksternal, maupun melekat. 3) Harus adanya ketegasan dari kepala sekolah dan guru terhadap

siswa-siswa yang melanggar peraturan sekolah baik dalam masalah ringan dan khususnya yang berat, wali kelas juga harus lebih aktif mencari informasi tentang siswanya dan mengetahui perkembangan setiap siswanya.

4) Meningkatkan jalinan kerjasama dari semua pihak antara kepala sekolah, orang tua, guru, masyarakat, pemerintah dan seluruh stakeholders sekolah. 5) Memperdalam ilmu agama khususnya tentang akhlak, dengan mengadakan

kembali pengajian rutin dan sholat dhuha berjamaah yang selama ini telah vakum untuk mengisi waktu luang siswa ketika jam istirahat sekolah.

PENUTUP

Berbagai pelanggaran, sikap tidak disiplin, dan kasus kekerasan yang terjadi pada siswa sebenarnya bukan sepenuhnya menjadi kesalahan pribadi siswa, tetapi juga bisa disebabkan oleh faktor guru. Hal ini terlihat dari kurangnya tanggung jawab guru sebagai pendidik serta lemahnya pengawasan dari guru juga bisa membuat siswa mudah untuk melakukan tindakan bullying pada teman sekelasnya ketika proses pembelajaran.

Dari hasil observasi memang terlihat pengawasan dari kepala sekolah belum optimal, karena jarang melakukan supervisi kelas atau mengawasi ketika guru sedang melaksanakan proses pembelajaran. Walaupun memang tugas kepala sekolah bukan hanya mengawasi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga pendidik, tetapi juga mengawasi perilaku siswa disekolah dalam upaya memberikan layanan yang lebih baik pada orang tua peserta didik dan sekolah.

(17)

Menjalin komunikasi yang baik dan efektif antara pihak sekolah dengan orang tua siswa, agar dapat mendidik dan mengawasi perkembangan siswa secara bersama guna mencegah terjadinya tindakan bullying agar dapat membentuk pribadi siswa yang berkhlakul karimah sesuai dengan visinya. Kepala sekolah bersama dengan guru harus bekerjasama dan berkoordinasi untuk meningkatkan dan mengoptimalakan kembali fungsi manajemen pengawasan sekolah agar terciptanya masyarakat belajar yang taat pada aturan dan tata tertib sekolah. Pihak sekolah seharusnya menjalin kerjasama dengan masyarakat dan lingkungan sekitar sebagai upaya untuk mencegah terjadinya perilaku bullying yang terjadi di luar lingkungan sekolah.

Daftar Pustaka

Ariesto, Andrian. Pelaksanaan Program Anti Bullying. FISIP UI, 2009.

Muhammad Nabil Khazim, Mendidik Anak Tanpa Kekerasan, (Pustaka Al-Kautsar, 2010), cet ke-1, h. 156

Helen Cowie dan Dawn Jennifer, Penanganan Kekerasan Disekolah Pendekaran Lingkup Sekolah Untuk Mencapai Praktik Terbaik, cet 1, PT Indeks, 2009.

Indera Putra, Irwan, Hubungan Antara Perlikau Bullying dengan Permasalahan Penyesuaian Psikososial pada siswa sisiwi SMA, h. 32

Riauskina, Intan Indira, dkk. “Gencet-gencetan” dimata siswa/siswi Kelas 1 SMA: naskah kognitif tentang arti, skenario, dan dampak “gencet-gencetan (Depok: Fakultas Psikologi UI, 2005). Sali Sulisiana, Perlindungan Anak, Yogyakarta: Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi,

2012.

Undang –Undang Pendidikan Nomor 20 Tahun 2003

UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 54

http://bigloveadagio.files.wordpress.com/2010/03/informasi_perihal_bullying.pdf,

Sumber: edukasi.kompas.com), diakses pada tanggal 2 November 2013 pukul 13.45

http://harunnihaya.blogspot.com/2011/12/bullying-dan-solusinya.html

Jurnal Pengalaman Intervensi dari Beberapa Kasus Bullying, Djuwita, 2005. Jurnal Psikologi Sosial 12 (01), 2005 : (1 – 13).

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

2) Kandungan komposisi pupuk atas pengadaan pupuk pada Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar Rp2.163.787.500 tidak sesuai dengan berita acara

11 (3) 146 Tujuan dari KKP-E adalah a) Menyediakan kredit investasi dan atau modal kerja dengan suku bunga terjangkau, b) Mengoptimalkan pemanfaatan dana kredit yang

Ini adalah penting bagi mengukur nilai met& prestasi pelayan Web seperti penggunaan pelayan Web, purata peket yang dihasilkan bagi setiap pelayan Web, purata

 Bagian pelaporan memuat kesimpulan akhir yang kurang sesuai dengan data, tidak terdapat pengembangan hasil pada masalah lain.  Kerjasama

Implementasi tahun ke-2 proyek PHK-PKPD Fakultas Kedokteran UMI resminya dimulai bulan Januari 2012 tetapi karena masalah revisi TOR yang baru mulai dilakukan pada bulan

Pengembangan penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan pengembangan metode konflik lalu lintas dengan menggunakan Pedestrian Risk Index (PRI) sehingga nilai PRI

Menurut Ward dan Peppard (2002:44), strategi teknologi informasi adalah strategi yang berfokus pada penetapan visi tentang bagaimana teknologi dapat mendukung dalam

Untuk menguji keberartian model regresi untuk masing-masing variabel secara parsial dapat diperoleh dengan menggunakan uji t. Pengujian regresi digunakan pengujian dua