• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akibat yuridis tanah wakaf yang tidak terdaftar : studi kasus tanah wakaf di Masjid Jami' al-Istiqomah Desa Cikalong Kec.Cilamaya Karawang Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Akibat yuridis tanah wakaf yang tidak terdaftar : studi kasus tanah wakaf di Masjid Jami' al-Istiqomah Desa Cikalong Kec.Cilamaya Karawang Jawa Barat"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus Tanah Wakaf di Masjid Jami' al-lstiqomah Desa Cikalong Kee. Cilamaya Karawang Jawa Barat)

Olch:

Virka U ntrisna

202043101181

JURUSAN PERBANDINGAN MADZHAH DAN HUKUM

FAKULTAS SY ARIAH DAN HUKUM

UNIVERSIT AS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

Kee. Cilamaya Karawang Jawa Bara{)

Skripsi diajukan kepada Fakultas Syari'ah dan Hukum untuk memenuhi

syarat-syarat meraih Gelar Sarjana Hukum Islam

Oleh

Virka Untrisna

NIM: 202043101181

Dibawah bimbingan

,>-'--Dr. H. Ahmad Mukri Adji, M.A

NIP: 150.220.544.

JURUSAN PERBANDINGAN MADZHAH DAN HUKUM

FAKULTAS SYARI' AH DAN HUKUM

UNIVERSIT AS ISLAM NEGERI :SY ARIF

HIDA YATULLAH

(3)

Nama

Tempat/ Tanggal Lahir

Jenis Kelamin

Agama

Kewarganegaraan

Nama Orangtua

Alamat

Tlp./HP

Pendidikan Formal

Pendidikan NonFormal

Tahun 1996-2002

: Virka Untrisna

: Batang, 22 September 1984

: Laki-Laki

: Islam

: Indonesia

: Imam Yuwono dan Ade Selawati

: JI. Raya Masjid Limpung No. 81 Kee. Limpung Kab.

Batang Jawa Tengah 51271

: 021 98 688 582 I 085 865 126 888

: l. Tamat SDN 1 Limpung, berijazah tahun 1996

2. Tamat MTs Daruttauhid Malang, berijazah tahun

1999

3. Tamat MA Daruttauhid Malang, berijazah tahun

2002

4. Universitas Islam Negeri Jakarta Syarif

Hida-yatullah Jakarta, Fakultas Syari'ah dan Hukum,

Jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum, Prodi

Perbandingan Madzhab Fikih

(4)

Pengalaman Organisasi

Tahun 2002-2003

Tahun 2003-2004

Tahun 2004-2005

: Staf Departemen Kesejahteraan Mahasiswa clan

Masy-arakat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Ekstensi

Fakultas Syari'ah clan Hukurn

: Menteri Departemen Penelitian clan Pengembangan (

Litbang) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Ekstensi

Fakultas Syari'ah clan Hukum

: Koordinator Lembaga Semi Otonom (LSO) Advokasi

clan Hukum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)

(5)

Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan semesta alam

Allah SWT yang telah memberikan kepada kita nikmat iman, Islam, dan ihsan serta

nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga skripsi ini clapat diselesaikan sebagai

salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam pada jurusan

Perbandingan Madzhab dan Hukum Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi Besar

Muhammad Saw. beserta keluarga dan shahabatnya yang telah mengeluarkan

ummatnya dari jaman jahiliyah menuju jaman ilmiah dan karena beliaulah sehingga

ummatnya dapat membedakan yang hak dan yang bathil. Amma ba 'du.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis menemukan hambatan yang tidaklah

sedikit. Namun berkat bantuan, dorongan serta dukungan dari berbagai pihak maka

hambatan tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang tidak terhingga kepada

berbagai pihak sebagai berikut :

I. Papah dan mamah penulis, kepada beliau berdua secara khusus penulis

persembahkan terima kasih, penghargaan dan penghormatan yang

setinggi-tingginya atas pendidikan dan do'a yang

ゥサ・イ・ォ。LセセZゥォ。ョN@

Jasa kalian tidak akan

l -, '"""""'"· J )f/;p?,._,,_ , ___

(6)

kepada beliau berdua di dunia dan di akhirat nanti. Pe,nulis berharap semoga

mendapatkan ridho dari beliau berdua sehingga penulis juga mendapatkan ridho

dari Allah SWT karena ridho Allah itu di dalam keridhoan orang tua. Dan

sebuah harapan pula yang teramat penting dalam kehidupan penulis adalah

penulis bisa membahagiakan beliau berdua. Amin ya Robbal 'aalamiin.

2. Ayah dan bunda Dina, yang selalu memberi doa dan motivasi di saat penulis

dalam keadaan di mana penulis mengalami suatu titik kejenuhan yang tinggi

sewaktu penulisan skripsi ini . .Jazakumullah khairon katsiro, semoga Allah

membalas kebaikan beliau berdua dengan kebaikan pula yang berlipat ganda.

3. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma,S.H.,M.A. ,M.M. selaku Dekan

Fakultas Syari'ah dan Hukum lJIN SyarifHidayatullah .Jakarta.

4. Bapak Dr. H. Ahmad Mukri Adji, M.A. selaku Ketua Jurusan Perbandingan

Madzhab dan Hukum yang juga merangkap sebagai dosen pembimbing skripsi

yang dengan kesabaran, kearifan, ketulusan hati, serta kecermatan dalam

memberikan bimbingan, dorongan, arahan, serta saran-saran yang sangat berarti

kepada penulis untuk perbaikan skripsi ini menjadi lebih baik.

5. Bapak Ridwan, selaku Ketua Dewan Kesejahteraan Masjid (DKM) Masjid

Jami' al-Istiqomal1 Ds. Cikalong Kee. Cilamaya Kab. Karawang yang telah

memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di lingkungan

(7)

sewaktu nyantri di Pondok Pesantren Daruttauhid Malang, yang telah

memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi yang sangat penulis butuhkan

ketika penulisan skripsi ini.

7. Bapak dan ibu dosen Jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum yang dengan

ketekunan dan kepiawaiannya telah mendidik penulis selama berada di bangku

kuliah serta seluruh staf akademik Fakultas Syari'ah dan Hukum yang sangat

besar peranannya bagi penulis.

8. Secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan terirna kasih dari lubuk hati

yang paling dalam kepada Dina tercinta, yang telah memberikan dorongan,

semangat, do' a, dan pengorbanan.

9. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah melalui hari-hari bersama di bangku kuliah

(bukan Bangku Kosong kayak film horor itu lho .. hh he ... he ... he ... ) selama ini

terutama Nurul al-Betawi, Wiwi al-Padangi, Mbac Yati yang sibuk ngurusin

rumah, Pijol alias Hafiz Ali orok skuter sejati , Bakhruzal alias Ki Mantep

Rijal Banget selaku paranormal/ penasehat spiritual/ psikiater di kawasan

mojang Kampung Syari'ah dan Hukum khususnya dan makhluk bumi pada

umumnya, Fatwa Ginting wong Medan Asli eeiihh.

I 0. Sahabat-sahabat LOK (tebak sendiri aja kepanjangannya) Muammar yang

(8)

sarat makna, dan grombolan yang lain yang tidak bisa disebutkan di sini

11. Rekan-rekan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah banyak

memberikan perhatian, dorongan, dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi

Im.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, maka kritik yang

positif dan membangun sangat penulis harapkan.

Akhirnya semoga Allah SWT. selalu melindungi mereka dan memberikan

balasan terhadap semua pihak yang penulis sebutkan di alas, serta pihak-pihak yang

belurn sernpat disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca

pada umumnya dan mahasiswa Jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta pada khususnya

Jakarta, November 2006

Penulis

(9)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

DAFTAR RIW A YA T HID UP ... .i

KAT A PEN GANT AR ... .iii

DAFT AR ISl ... vii

BABIPENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Kegunaan Penelitian ... 9

E. Metode Penelitian ... l 0 F. Sistematika Pembahasan ... 13

BAB II PERWAKAFAN DALAM PANDANGAN ISLAM A. Pengertian Wakaf ... 15

B. Dasar dan Hukum Wakaf ... 18

C. Rukun dan Syarat Wakaf ... 22

D. Macam-Macam Wakaf. ... .38

E. Nadzir dan Kedudukannya dalam Wakaf ... .43

(10)

B. Dasar Hukum Wakaf ... 66

C. Tujuan, Fungsi, Unsur, dan Syarat Wakaf.. ... 71

D. Pendaftaran dan Pengununan Harta Benda Wakaf ... 80

E. Perubahan Status Harta Benda Wakaf.. ... 82

F. Pengelolaan dan Pengembangan Haiia Benda Wakaf.. ... 83

BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISlS HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Masjid Jami' al-Istiqomah ... 85

B. Faktor Penyebab Waq({Melakukan Wakaf Yang Tidak Terdaftar. ... 91

C. Akibat Yuridis Dan Perlindungan Hukum Bagi Tanah WakafYang Tidak Terdaftar.. ... 96

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 115

B. Saran-Saran ... 117

DAFT AR PUSTAKA ... 119

(11)

A.

Latar Belakang Masalah

Wakaf yang terambil dari kata kerja bahasa Arab waqafa, menurut bahasa

berarti menahan atau berhenti. Dalam istilah hukum Islam wakaf ialah suatu

perbuatan hukum dari seseorangyang dengan sengaja memisahkan atau mengeluarkan

harta bendanya yang digunakan manfaatnya bagi keperluan dijalan Allah atau dalam

jalan kebaikan.1 Sedangkan menurut peraturan perwakafan yang terbaru yaitu:

Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, di dalam pasal 1, wakaf adalah

perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta

benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu

sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum

menurut syari'ah.

Sebagai institusi keagamaan yang erat hubungannya dengan masalah sosial

ekonomi, wakaf telah dilaksanakan oleh umat Islam dari periode awal, di masa

Rasulullah. Adapun pelaksanaan wakaf yang pertama dalam Islam adalah wakaf yang

dilaksanakan oleh sahabat Umar bin Khattab terhadap tanalmya di Khaibar. Menurut

Imam Syafi'i, sesudah pelaksanaan wakaf Umar tersebut, ada sekitar 80 orang

sahabat yang ikut mewakafkan hartanya.2

1

Supannan Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Serang: Dar al-Ulum Pre4ss, 1994), h.26

(12)

2

Dari uraian di atas, terlihat adanya perhatian dan semangat yang begitu besar

dari umat Islam periode awal untuk melestarikan dan mengembangkan wakaf. Hal ini

tidak lain karena al Qur'an dan Hadis secara tegas dan jelas telah mensyari'atkan

wakaf. Lebih lanjut, A.A. Basyir memberikan klasifikasi tentartg dasar hukum wakaf,

yaitu pertama, dasar umum berupa ayat-ayat al Qur'an yang memerintahkan manusia

untuk berbuat baik demi kepentingan masyarakat, misalnya surat al Hajj(22) ayat 77,

surat al Baqarah (2) ayat 261 dan surat Ali Imran (3) ayat 92, kedua, dasar khusus

adalah hadis Nabi riwayat Bukhari-Muslim dari Ibnu Umar r.a. yang menceritakan

tentang pelaksanaan wakaf oleh sahabat Umar dan hadis Nabi riwayat Muslim dari

Abu Hurairah r.a. yang mengemukakan bahwa seorang manusia yang meninggal

dunia akan berhenti semua amal perbuatannya, kecuali pahala tiga anmlan, yaitu I)

shadaqahjariyah, 2) ilmu yang bermanfaat, dan 3)doa anak saleh.3

Dilihat dari penggunaan/tujuan wakaf, ada 2 kategori wakaf, yaitu wakaf

khusus/wakaf keluarga/wakaf ahly/wakaf dzuny/wakaf 'ala al au/ad dan wakaf

umum/wakaf khairy. W akaf khusus adalah wakaf yang diperw1tukkan khusus kepada

orang-orang tertentu, seorang atau lebih, keluarga wakif atau bukan.4 Wakaf untuk

keluarga ini secara hukum dibenarkan berdasarkan hadis Nabi yang diriwayatkan

3 Ahmad Azhar Basyir,

Hukum Islam Tentang Waka/, Ijarah dan Syirkah, (Bandung al-Ma'arif,

1977), h. 5-7.

4 Abdurrahman,

Masa/ah Perwakafan Tanah Mi/ik dan Kedudukan Tanah Waka/ di Negara

(13)

oleh Bukhari-Muslim dari Anas bin Malik tentang adanya wakaf keluarga Abu

Thalhah kepada kaum kerabatnya. 5

Pada perkembangan selanjutnya wakaf dzurry ini dianggap kurang dapat

memberikru1 manfaat bagi kesejahteraan umum karena sering menimbulkan

kekaburan dalrun pengelolaan dan pemanfaatan oleh keluarga yang diserahi harta

wakaf ini. Sekalipun agama lslrun membolehkan wakaf dzurry ini, namun beberapa

negara yang pemah melaksanakannya sepe1ti Mesir, Syiria, Turki, Maroko dan

Aljazair menghapus pranata wakaf dzuny dengan pertimbangan dari berbagai segi,

tanah-tanah wakaf bentuk ini tidak produktif dan kesulitan-kesulitan di kemudian hari

dalam menyelesaikan perkara atau persoalan yang timbul karenanya. Mesir misalnya,

menghapuskan pranata wakaf ini dengan Undang-undang No. I 80 tahun 1952, dimana

Syria telah menghapusnya sebelum itu. Sedangkan di Indonesia, PP No.28 tahun

1977 secara tegas menyatakan bahwa keluarga tidak tcrmasuk dalrun ruang

lingkupnya. 6

Jenis wakaf yang kedua adalah wakaf khairy, artinya wakaf yang

diperuntukkan bagi kepentingan atau kemaslahatan umum (limashalih al ummah).

Dasar hukum dari wakaf khairy ini adalah hadis Nabi yang menceritakan wakaf

sahabat Umar bin Khattab. Beliau memberikan hasil kebunnya kepada fakir miskin,

ibnu sabil, sabilillah, para tamu dan hrunba sahaya yang sedang berusaha menebus

5 Suparman Usman,

op.cit. h.35

(14)

dirinya. Wakaf ini ditujukan kepada umum dengan tidak terbatas penggunaannya,

yang mencakup semua aspek untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia

pada umumnya. Kepentingan tersebut bisa untuk jaminan sosial, pendidikan,

kesehatan, pertahanan, keamanan, dan lain-lain. 7 Dalam kasus wakaf khairy ini,

menurut jumhur ulama, ketika diikrarkan harus ada nadzimya. Dalam hal ini, wakif

dapat menentukan siapa nadzir yang dikehendaki. Apabila wakif tidak menentukan

nadzimya, maka hakimlah yang menentukan.

Hukum perwakafan di Indonesia pada dasamya adalah sebuah pranata hukum

yang unik sekaligus rwnit, karena mungkin tidak ada di Indonesia ini suatu pranata

hukum yang dalam waktu bersamaan secara serentak diatur oleh berbagai ketentuan

hukum yang berasal dari berbagai subsistem hukum sebagaimana halnya dengan

pranata wakaf ini. Akibatnya, keberadaannya perlu untuk dilihat secara sedemikian

rupa dan dapat mengundang perbedaan pendapat yang cukup tajam tergantung dari

sudut mana kita memandangnya.8

W akaf sebagai lembaga yang diatur oleh negara telah dimanifestasikan dalam

peraturan perundang-undangan sejak tahun 1905, walaupun masih terbatas pada

perwakafan tanah yang termasuk di dalarnnya masjid dan rumah-nunah suci.

Peraturan-peraturan tersebut masih berlaku hingga pendudukan Jepang dan di masa

Republik. Pada tanggal 24 September 1960, diundangkan peraturan pertanahan yang

7

Suparman Usman, op. cit., h.36

8

(15)

dikenal dengan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 tahun 1960. UUPA

Bab XI pasal 49 ayat 3 mengenai masalab pertanahan menyatakan babwa:

perwakafan tanab milik diatur dengan peraturan pemerintab. Oleh karena itu, labirlab

Peraturan Pemerintab (PP) Nomor 28 tabun 1977 pada tanggal 17 Mei 1977 tentang

Perwakafan Tanab Milik. Pasal 17 PP No.28 tabun l 977 menyatakan babwa

peraturan yang disusun pada masa Hindia Belanda dihapuskan. Sebagai tindak lanjut

PP No.28 tahun 1977, dikeluarkanlab beberapa peraturan sebagai berikut :

I. Peraturan pelaksanaan PP No.28/1977 yang diatur oleh Peraturan Menteri

Agama No. I tabun 1978.

2. lnstruksi Bersama Menteri Agama dengan Menteri Dalam Negeri No. I

tahun 1978.

3. Keputusan Menteri Agama No.73 tabun 1978 tentang pendelegasian

wewenang kepada Kepala Kanwil Departemen Agama Propinsi/setingkat

di seluruh Indonesia untuk mengangkat/memberhentikan setiap Kepala

KUA sebagai PPAIW.

4. lnstruksi Menteri Agama No.3 tabun 1978 tentang petunjuk pelaksanaan

Keputusan Menteri Agama No.73 tahun 1978.

5. Instruksi Menteri Agama No.3 tahun 1978 tentang bimbingan dan

pembinaan kepada badan hukum keagamaan yang memiliki tanab.

6. lnstruksi Bersama Menteri Agama dan Kepala Badan Pertanahan Nasional

(16)

7. Berbagai Surat Keputusan dan Edaran Dirjen Bimas Islam dan Urusan

Haji yang berkenaan dengan perwakafan.

8. Kompilasi Hukum Islam yang disosialisasikan dengan Inpres No.I Tahun

1991.9

9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Tentang

Wakaf.

Namun demikian, dalam operasional di lapangan masih ditemukan

masalah-masalah yang perlu mendapat perhatian dari pihak-pihak terkait secara terkoordinasi,

seperti permasalahan tentang tanah wakaf yang tidak terdaftar. Dalam pelaksanaan

wakaf, temyata ketentuan-ketentuan administratif dalam PP No.28 Tahun 1977,

Kompilasi Hukum Islam, dan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf belum

sepenuhnya mendapat perhatian masyarakat pada umumnya, dan khususnya pihak

yang berwakaf. Pada diri wakif yang amat menonjol adalah sisi ibadah dari praktek

wakaf. Oleh karena itu, wakiftidak merasa perlu untuk dicatat atau diadministrasikan.

Dengan demikian, perwakafan itu dilakukan atas dasar keikhlasan dan keridloan

semata serta menurut tata cara adat setempat tanpa didukung data otentik dan

surat-surat keterangan, sehingga secara yuridis administratif status wakaf banyak yang

tidak jelas.

Dalam kondisi di mana nilai dan penggunaan tanah semakin besar dan meluas

seperti sekarang ini, maka tanah wakaf yang tidak jelas secarn hukum tersebut, telah

(17)

banyak mengundang kerawanan dan memudahkan terjadinya penyimpangan dari

hakekat hukum dan tujuan perwakafan, sepe1ti adanya tanah wakaf yang tidak lagi

diketahui keadaannya, adanya tanah wakaf yang seolah-olah tdah menjadi milik ahli

waris wakif atau nadzirnya, adanya sengketa dan gugatan terhadap tanah-tanah wakaf

dan berbagai kasus tanah wakaf lainnya. Salah satunya adalah kasus tanah wakaf

yang tidak terdaftar yang terjadi di Masjid Jami al-Istiqomah Desa Cikalong

Karawang Jawa Baral.

Masjid Jami' al-Istiqomah memiliki dua jenis tanah wakaf, yaitu tanah waqaf

produktif dan tidak produktif, adapun tanah tidak produktif adalah di mana ュ。セェゥ、@

dan majlis talim saat ini telah berdiri. Sedangkan tanah produktif adalah berupa tanah

sawah seluas 9,5 bau' atau sebanding dengan 7,6 hektar, yang mana hasil dari tanah

tersebut digunakan untuk kepentingan pengelolaan masjid seperti renovasi, menggaji

para imam shalat, penjaga dan pengurus masjid, bayar listrik, kegiatan hari besar

Islam (peringatan Maulid Nabi, lsra' Mi'raj) dan keperluan lainnya.

Dalam perkembangannya setelah para wakif meninggal dunia, tanah wakaf

produktif tersebut dikelola oleh para ahli warisnya. Hal ini menyebabkan adanya

penyimpangan-penyimpangan penggunaan hasil dari tanah sawah tersebut mengingat

tidak adanya orang dari luar keluarga selain juga bawa ahl:i waris tersebut secara

ekonomi kurang mencukupi.

Masjid al-Istiqomah Desa Cikarang Kee. Cilamaya Karawang. Hal ini berawal

ketika pada tahun 1890 dibangun di atas tanah wakafsebuah mushola kemudian pada

(18)

Pembangunan masjid tersebut mendapat respon positif dan dukungan dari

masyarakat. Salab satu manifestasi dari dukungan tersebut adalab adanya kesadaran

dari masyarakat untuk menyisihkan sebagian tanab sawah milik mereka untuk

diwakafkan guna keperluan masjid. Dengan kata lain, Masjid Jami' al-Istiqomab

didirikan dan dibangun atas swadaya masyarakat setempat. Hal ini terjadi tepatnya

pada tahun 1960-2002, A (para wakij) mewakafkan tanah sawab untuk kepentingan

masjid kepada B (Dewan Kesejabteraan Masjid) dan dipercayakan kepada C (nadzir)

secara lisan tanpa adanya surat-surat atau dokumen resmi sebagai persyaratan wakaf.

Tanab sawab tersebut adalab sebagai penunjang untuk pengelolaan masjid pada masa

berikutnya.

Pada perkembangannya ada di antara abli waris kira-kira tabun 2003 mengambil

sebagian bidang tanab yang seharusnya dipergunakan untuk masjid. Sementara itu

nadzir sebagai orang yang mempunyai tangungjawab untuk menjaga dan memelihara

keutuhan benda wakafhanya mengambil tindakan sebatas peringatan kepada D (salah

satu dari abli waris tersebut) babwa tanab yang ditempati adalab tanab wakaf masjid.

Sedangkan D tetap bersikeras bahwa tanah itu adalah tanah miliknya. Keunikan

dalam kasus ini adalab adanya hubungan kekerabatan antara A, B, C dan D.

Dengan demikian エ・セェ。、ゥ@ penyalabgunaan basil tanah wakaf produktif berupa

tanah sawab. Dana yang diperoleh dari hasil penyewaan sawab tersebut tidak

seluruhnya digunakan untuk keperluan masjid tapi digunakan untuk keperluan

keluarga abli waris tersebut. Hal ini terjadi selain karena semua wakaf itu dikelola

(19)

Berdasarkan urman di atas, maka penelitian tentang Akibat Yuridis Tana/1

Waktif Yang Tidak Terdajtar dengan mengambil Jokasi penelitian di Masjid Jami'

al-Istiqomah Desa Cikalong Kee. Cilamaya Karawang Jawa Barat penting untuk

dilakukan.

B. Rumusan Masalah

Bertitik tolak pada latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

I. Apakah yang menyebabkan wakifmelakukan wakafyang tidak terdaftar?

2. Bagaimana akibat yuridis dan perlindungan hukum bagi tanah wakaf yang

tidak terdaftar?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan dua hal pokok sebagai berikut:

I. Ingin mendiskripsikan hal-hal yang menyebabkan wakif melakukan wakaf

yang tidak terdaftar.

2. Ingin mendiskripsikan akibat yuridis dan perlindw1gan hukum bagi tanah

wakaf yang tidak terdaftar.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki sekurang-kurangnya tiga kegunaan,

sebagai berikut:

I. Bagi pengurus masjid, sebagai masukan dan alternatif solusi dalam

(20)

2. Dapat menjadi bahan perbandingan bagi masyarakat pada umwnnya

dalam memahan1i pentingnya mengadakan praktek wakaf sesuai dengan

ketentuan-ketentuan hukum positif tentang wakaf.

3. Dapat dijadikan salah satu bahan kajian bagi peneliti berikutnya yang

lebih mendalam untuk memperkaya dan membandingkan temuan-temuan

dalam bidang ini.

E. Metode Penelitian

Metode yang digunakan untuk memperoleh data yang valid dalam penelitian ini

meliputi:

I. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif yang memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang

mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan

• JO

manusia.

Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus, yaitu

penelitian yang pada umumnya bertujuan untuk mempelajari secara mendalam

suatu individu, kelompok, institusi atau masyarakat tertentu tentang latar

belakang, keadaan/kondisi, faktor-faktor, atau interaksi··interaksi (sosial) yang

terjadi di dalanmya. 11 Studi kasus merupakan suatu gambaran hasil penelitian

Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, h. 20.

11

(21)

yang mendalam dan lengkap, sehingga dalam infonnasi yang disampaikan

tampak hidup sebagaimana adanya dan pelaku-pelaku mendapat tempat untuk

. k

12

memam an peranannya.

2. Lokasi Penelitian

Masjid Jami' al-Istiqomah Desa Cikalong Kee. Cilamaya Karawang Jawa

Baral.

3. Sumber Data

a. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari

masyarakat.13 Data ini meliputi hasil interview dengan ahli waris

wakif; nadzir, pengurus Masjid Jami' al-lstiqomah dan beberapa

saksi istifadlah.

b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan pustaka.14 Data

ini terdiri dari PP No. 28 Tahun 1977, Kompilasi Hukum Islam,

Undang-Undang No. 41 Tentang Wakaf, pendapat ulama seputar

wakaf, hasil penelitian tentang wakaf, dan lain-lain.

4. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam upaya pengumpulan data yang diperluk1m, digunakan metode

sebagai berikut:

a. Metode Observasi

12

Burhan Ashshofa, op.cit.h.21.

13

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Huku1n, h. 51.

14

(22)

Metode observasi bertujuan untuk mendiskripsikan setting, kegiatan

yang terjadi, orang yang terlibat di dalam kegiatan, waktu kegiatan dan

makna yang diberikan oleh para pelaku yang diamati tentang peristiwa

yang bersangkutan. 15

Metode ini digunakan untuk mengungkapkan data yang berkaitan

dengan pihak-pihak, waktu terjadinya dan hal-hal lain yang berhubungan

dengan wakaf yang tidak terdaftar.

b. Metode Wawancara/lnterview

Metode interview ini digunakan untuk memperoleh informasi

tentang kronologis kejadian wakaf yang tidak terdaftar, hal-hal yang

menyebabkan wakif melakukan wakaf yang tidak terdaftar, akibat yuridis

dan perlindungan hukum bagi benda wakaf yang ticlak terdaftar.

c. Metode Dokumenter

Dalam penelitian ini, metode dokumenter digunakan untuk mencari

dan mengungkapkan data yang belum diperok:h dari observasi dan

interview.

5. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif

kualitatif. Teknik analisis deskriptif kualitatif digw1akan untuk menuturkan,

(23)

menafsirkan serta menguraikan data yang bersifat kualitatif yang diperoleh dari

observasi, wawancara/interview dan dokumenter.

F. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

Babl PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pengantar untuk dapat menjawab pertanyaan apa yang

diteliti, mengapa, bagaimana dan untuk apa penelitian ini dilakukan. Oleh

karen itu, bab ini terdiri dari: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,

Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika

Pembahasan.

Bab II PERWAKAFAN DALAM PANDANGAN ISLAM

Bab ini adalah pisau analisis yang berisi teori-teori mengenai perwakafan.

Dalam bab ini diungkapkan tentang: Pengertian Wakaf Menurut, Dasar

Hukum Wakaf, Dasar Hukum Wakaf, Rukun dan :Syarat Wakaf,

Macam-macam Wakaf, Nadzir dan Kedudukannya dalam Wakaf, Kedudukan atau

Status Kepemilikan Harta Wakaf.

Bab Ill PER W AKAF AN DALAM HUKUM POSITIF

Bab ini berisi mengenai teori-teori perwakafan dalam hukum positif. Dalam

bab ini diungkapkan tentang: Pengertian Wakaf, Dasar Hukum Wakaf,

Tujuan, Fungsi, Unsur, dan Syarat Wakaf, Pendaftaran dan Pengumuman

Harta Benda Wakaf, Perubahan Status Harta Benda Wakaf, Pengelolaan dan

(24)

Bab IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS 1-IASIL PENELliTIAN

Bab ini terdiri dari dua bagian besar, yaitu deskripsi obyek penelitian dan

jawaban dari permasalahan penelitian. Dalam bab ini diuraikan tentang:

Gambaran Umum Masjid Jami' al-Istiqomah, Faktor Penyebab Wakif

Melakukan WakafYang Tidak Terdaftar, Akibat Ywrisdis dan Perlindwngan

1-Iukum Bagi Benda WakafYang Tidak Terdaftar.

Bab V PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir yang memuat dua ha! pokok, yaitu:

[image:24.595.70.482.147.509.2]
(25)

A. Pengertian Wakaf

Perkataan waqf yang dalam bahasa Indonesia menjadi wakaf berasal dari bahasa

Arab waafa-yaqifu-waqfan, berdiam di tempat, atau menahan.1 Pengertian "berhenti"

ini jika dihubungkan dengan ilmu baca al-Quran atau ilmu tajwid mengandung makna

menghentikan bacaan baik seterusnya maupun untuk mengambil nafas sementara,

dari mana harus di mulai dan di mana harus berhenti. Pengertian wakaf dalam arti

"berdiam di tempat" dikaitkan dengan wukuf yaitu berdiam di Arafah pada tanggal 9

Dzulhijjah ketika menunaikan ibadah haji. Adapun pengertian "menahan" (sesuatu)

dihubungkan dengan harta kekayaan, itulah yang dimaksucl dengan wakaf dalam

pembahasan ini. Wakaf adalah menahan sesuatu benda tmtuk cliambil manfaatnya

sesuai clengan ajaran Islam.2

Kata waqafa-yaqifu-waqfan di dalam kepustakaan ba1hasa Arab merupakan

sinonim dari kata habasa-yahbisu-habsan. Term wakaf digunakan di beberapa negara

Islam termasuk Indonesia, seclangakan istilah habs biasanya dipergunakan di Afrika

Utara di kalangan pengikut madzhab Maliki.3

1

Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, (Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, 1996), h.2033.

2

Muhammad Daud Ali, op.cit., h.80.

3

(26)

Adapun pengertian wakaf secara tenninologi sangat beragam di kalangan

fuqaha. Berikut ini beberapa pengertian wakaf yang dikemukakan oleh imam-imam

madzhab.

I. Imam Abu Hanifah mendefinisikan wakaf adalah:

"Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukurn tetap milik

wakif dalam rangka merpergunakan manfaatnya untuk kebaikan".4

Berdasarkan definisi ini maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari

tangan wakifbahkan ia dibenarkan menariknya kembali clan boleh menjualnya.

2. Pengertian wakafmenurut Imam Malik, yaitu:

"Wakaf adalah seorang pemilik yang memperuntukkan manfaat harta

benda miliknya baik berupa sewa maupun hasi.lnya untuk diserahkan

kepada pihak yang berhak dengan bentuk penyerahan berjangka waktu

sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh orang yang berwakaf'.5

Definisi madzhab Maliki ini mengandung arti bahwa pemilik haita

menahan benda itu dari penggunaan secara pemilikan, tetapi membolehkan

pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan, yaitu pernberian manfaat benda

yang diwakafkan itu sedangkan benda yang diwakafkan itu tetap menjadi milik

wakif. Masa berlakunya bukan untuk selama-larnanya melainkan hanya untuk

jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan wakif ketika mengucapkan

4

Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Jslami Wa Adillatuh, (Damsyik: Dar al-Fikr, 1989), juz VIII, h.153.

(27)

sighat wakafuya, dan karenanya tidak disyaratkan sebagai wakaf kekal

(selamanya).

3. Golongan Syafi' iyab mendefinisikan wakaf sebagai berikut:

"Wakaf adalab menahan harta yang dapat diambil manfaatnya dengan

tetap utuhnya barang, dan barang itu lepas dari milik wakif serta

dimanfaatkan untuk sesuatu yang diperbolehkan agmna".6

4. Adapun madzhab Hanbali mendefinisikan wakaf sebagai berikut:

"Wakaf adalah menahan kebebasan pemilik harta benda dalam

membelanjakan hartanya yang bem1anfaat dengan tetap utuhnya harta dan

memutuskan semua hak penguasaan terhadap harta itu, sedangkan

manfaatnya digunakan untuk suatu kebaikan dalarn rangka mendekatkan

diri kepada Allab".7

Menurut madzhab Syafi'i dan Hanbali ini, hak pemilikan atas harta wakaf

itu sudab lepas dari orang yang berwakaf dan telah menjadi milik Allah swt.

Dengan demikian bersifat kekal, selama harta tetap utuh. Suatu wakaf tidak

boleh bersifat sementara dan ditarik kembali.

Demikianlab beberapa pengertian wakaf yang dikemukakan oleh

imam-imam madzhab. Pada dasamya definisi-definisi tersebut mempunyai intisari

yang serupa babwa wakaf adalab menaban harta yang dimanfaatkan untuk

6

Muhammad al-Khatib al-Syarbini, Mug/mi al-Muhtaj, (Mesir: Musthafa al-Babi al-Halabi, 1968), juz II, h.376.

7

(28)

kebaikan. Perbedaanya hanya terletak pada masalah status harta wakaf, apakah

tetap menjadi milik Allah yang tidak boleh lagi dimilki oleh siapapun.

B. Dasar dan Hukum Wakaf

Para ulama sepakat bahwa wakaf merupakan salah satu bentuk amal kebajikan

dalam ajaran Islam. Wakaf bagi seorang muslim merupakan realisasi ibadah kepada

Allah SWT. melalui harta benda miliknya yaitu dengan mele:paskan benda tersebut

guna kepentingan um um atau masyarakat. 8 Sebagai ibadah yaing tel ah disyari 'atkan,

masalh wakaf ini tentu mempunyai dasar hukum baik al-Qur'an, as-Sunnah, maupun

ijma' sahabat. Berikut ini adalah uraian tentang dasar hukun1 wakafyang dimaksud.

L Dasar hukum dari al-Qur'an

Meskipun tidak jelas dan tegas wakaf disebutkan dalam al-Qur'an, namun

beberapa ayat yang memerintahkan menusia berbuat baik untuk kebaikan

masyarakat dipandang oleh para ahli sebagai landasan perwakafan. 9 Dari

beberapa ayat yang dapat dijadikan dasar hukum perwakafan antara lain:

"Kamu sekali-kali be/um sampai kepada kebaktian yang sempurna sebelum kamu menqflwhkan sebagian dari hart a yang kamu cintai ". (QS: 3(Ali Imran):92).

8

Supannan Usman, op.cit.,h. 32.

9

(29)

"Hai orang-orang yang beriman, najkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari usahamu yang baik-baik". (QS.2( Al-Baqarah):267)

Beberapa ayat di atas walaupun secara eksplisit tidak langsung menunjuk

kepada wakaf, tetapi para ulama menjadikannya sebagai sandaran dari

perwakafan berdasarkan pemahaman serta adanya isyarat tentang ha! tersebut.

Setidak-tidaknya mereka berpendapat bahwa wakaf tidak bertentangan dengan

semangat ayat di atas. Bila al-Qur'an menganjurkan agar manusia berbuat baik

melalui sebagian hartanya., maka wakaf adalah salah satu dari realisasi ajaran

al-Qur'an tersebut.

2. Dasar hukum dari al-Sunnah

Di samping beberapa ayat di atas, masalah wakaf ini oleh para ulama juga

didasarkan dari berbagai hadits Nabi. Di antara hadits Nabi yang dijadikan

sandaran wakaf antara lain:

uL.i';ll

-:..iL>

ャセjZ@

Jl9

F-9

.yk.

.&1

セ@

.&1

J_,...,_)

ul

;;Y-Y>

セャ@

UC.

4..1

⦅Ycセ@

e;-IL::.

..ll

3 )

セ@ セ@

rlc

)

セNIiNZ[NN@

Zオセ@

セ@

LY>

'il

4..1...c

セャ@

I 0 (

("L,.,..

o

I

3.))

"Dari Abu Hurairah ra. Bahwa Rasulullah saw. Bersabda: "Apabila manusia meninggal dunia maka putus/ah pahala segala amalnya kecua/i tiga hal yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, a/au anak yang shaleh yang slalu mendoakannya ".(HR. Muslim).

'0 Imam Abu Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyary al-Nisabury, Shahih Muslim, (Beirut: Dar

(30)

Imam Muslim meletakkan hadits ini dalam bah wakaf karena kebanyakan

ahli fikih menahsirkan istilah sedekah jariyah dengan wakaf. 11

Selain hadits di atas terdapat hadits lain yang juga clijadikan landasan yang

kuat dalam masalah wakaf ini, yaitu:

.y.b .&I

セ@

セi@

セ|ェ@

セ@

L....a)

ye yL..:il:

Jjj

ye

LHJ

l.JC

JL.,

y...:.I

イjセ@

L..aj ,-'."cl

セj@

.&I

Jy.o)-:1: Jw

セ@

ッケセ@

rLJ

4L:>I , -, . ,,

t" t.::..U..:;,

ul Ju

セ@ セ@

セ@

yl.:iw,

.u..

i..;

.:llc

ud.il

.JA

.hl

w⦅jセGス@

J

t

セ@

'}

J41-ai

t

セGス@

4..i\

ye

4-!

jセN、ZゥNゥ@

Jjj,

4-!

、セ@

J

セセj@

yU)I

セj@

ts.1Yl1

セj@

LLN|⦅ヲ。ャャセ@

ye

jNセ@

Jjj.

ケQTセGQj@

wJyi-Jl:

セ@

JS\-:i

ul

4,JlJ

セ@

セj@

」セGャN@

セセャャ@

J J:H...JI LHIJ .&I

12

HセINNャAij@

セ@

0

\J-J)

Jy>'..1.4

Y.f:-

セセa@

JI

·'Dari Jbnu Umar ra. berkata: Umar mempunyai sebidang tanah di Khaibar, !au ia datang kepada Nabi saw, untuk meminta nasihat tentang harta itu seraya berkata: 'Ya Rasulul/ah, sesungguhnya aku telah mendapat sebidang tanah di Khaibar yang aku be/um pernah memperoleh tanah sebaik itu. Apa nasehatmu untukku tentang tanah itu ? " Rasul/ah bersabda: "Jika engkau mau tahanlah pokoknya dan sedekahkanlah hasilnya ". Jbnu Umar berkata: "Maka Umar mewakajkan harta itu dengan arti bahwa tanah itu tidak boleh dijual, dihibahkan, dan diwariskan. Umar menyedahkan. Umar menyedekahkan hasil harta untuk orang fakir, kepada kerabat, kepada budak,

fl

sabllillah, dan para tamu. Tidaklah berdosa orang yang mengurusinya memakan sebagian dari harta itu secara wajar dan tidak bermaksud mencari kekayaan (HR. Muslim dan ad-Daruqutny).

11

lbnu Ismail al-Shan'any, Subul Al-Salam, (Mesir: M. Ali. Shahib, t.th), juz Ill, h. 115.

12

(31)

Pada hadits ini secara lebih khusus menceritakan tentang wakaf, dan apa

yang dilakukan Umar tersebut merupakan peristiwa perwakafan yang pertama

dalam sejarah Islam.13

Hadits yang lainnya adalah:

"Dari Anas ra. dia berka/a: "ketika Rasulullah saw. datang di Madinah dan memerinlahkan unluk membangun masjid, beliau berkala : "Wahai Bani Najjar, apakah kamu hendak menjual kebunmu ini?" lvfereka menjawab: "Demi Allah, kami tidak meminta harganya kecuali kepada Allah ta 'ala. Maksudnya agar Rasu/lah megambllnya dan membangun masjid". (HR. Bukhari, Tirmidzi, dan Nasai).

Dikabarkan bahwa Bani Najjar membangun bersama-sama dinding sebuah

masjid dan memberikannya (mewakafkannya) untuk kepcntingan umum.15

3. ljma' sahabat

Selain berdasarkan kepada al-Qur'an dan hadits, perwakafan juga

didasarkan kepada ijma' sahabat. Dalam hal ini Jabir berkata:

13 Wahbah al-Zuhaili, op. cit. h. 157. 14

Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Kairo:Dar Nahr an-Nail, t.th.), jilid I, h.86.

15

(32)

:Uk seorangpun dari sahabat Rasulullah yang mempunyai harta melainkan ia wakajkan hartanya itu ".

Perkataan Jabir ini menunjukan bahwa wakaf merupakan ajaran Islam

yang telah dipraktekkan oleh para sahabat. Demikianlah kiranya dapat

disimpulkan bahwa masalah wakaf mempunyai dasar hukum dari al-Qur'an,

as-Sunnah, serta ijma' sahabat. Itulah yang menjadi landasan utama

disyari'atkannya wakaf dalam agama Islam.

C. Rukun dan Syarat Wakaf

Meskipun para ulama berbeda pendapat mengenai wakaf dan perbedaan itu

tercermin dalam perumusan mereka, namun mereka sependapat bahwa untuk

pembenlukan lembaga wakaf diperlukan rukun17 dan syarat.

Wakaf sebagai suatu lembaga Islam tentu juga mempunyai rukun. Tanpa

adanya rukun yang telah ditetapkan wakaf tidak dapat berdiri. Mengenai jumlah

rukun terdapat perbedaan di kalangan fukaha. Menurut madzhab Hanafi rukun wakaf

hanya satu yaitu shigha/8, sedangkan qabul (pernyataan menerima wakaf) tidak

termasuk rukun wakaf bagi ulama madzhab Hanafi, karena menurut mereka akad

wakaf tidak bersifat mengikat. Artinya apabila seseorang mengatakan "saya

16

Mansur lbnu Yunus al-Bahuti, Kasyaf a/-Qana' 'an Main al-lqna ', Ji lid IV, (Beirut: Dar al-Fikri, 1982), h.240.

17

(33)

wakafkan harta saya kepada anda", maka akad itu sah dengan sendirinya dan orang

yang diberi wakafberhak alas manfaat benda wakafitu.19

Adapun menurul jumhur ulama, yaitu dari kalangan madzhab Syafi'i, Maliki,

dan Hanbali, bahwa rukun wakaf ada empa120, yaitu:

I. Orang yang berwakaf alau wakif yaitu pemilik harta benda yang

melakukan tindakan hukum.

2. Harta yang diwakafkan atau mauqufbih sebagai obyek perbualan hukum.

3. Tujuan wakaf alau yang berhak menerima hasi:I wakaf yang disebul

maiquf 'a/aih, dan

4. Pemyalaan wakaf dari wakifyang disebul shighat ai:au ikrar wakaf.

Masing-masing rukun di alas harus memenuhi syarat-syarat yang disepakati

oleh sebagian besar ulama. Penjelasan masing-masing unsur wakaf di alas adalah

b . b .k 21

se agm en ut :

I. Wakif dan syaral-syaralnya

Orang yang mewakafkan hartm1ya disyaratkan cakap bertindak hukum.

Kecakapan bertindak hukum di sini meliputi empal kriteri.a:

19

Depag RI., lac.cit.

20

Abdul Wahab Khallaf, Ahkam al-Waqf, (Mesir: Ma'tabah a-Mishr, 1951), h. 24. 21

(34)

a. Merdeka. Wakaf yang dilakukan oleh seorang budak atau hamba

sahaya tidak sah. Karena wakaf adalah pelepasan hak milik dengan

cara menyerahkan hak milik itu kepada pihak lain. Sedangakan

budak tidak mempunyai hak milik, dirinya dim apa yang dimilinya

adalah kepunyaan tuannya. Demikian juga tidak sah mewakafkan

milik orang lain atau wakafuya seorang pencuri atas harta curiannya.

b. Berakal sehat/sempurna. Wakafyang dilakukan oleh orang gila tidak

sah hukumnya, sebab ia tidak berakal, tidak mumayyiz, dan tidak

cakap melakukan akad serta tindakan hukwn lainnya. Demikian pula

wakafnya orang dungu (idiot), berubah aka! karena faktor usia, sakit

atau kecelakaan hukwnnya tidak sah. Syarat-syarat ini ditetapkan

karena setiap prilaku ekonomi -termasuk wakaf-, memerlukan

keharusan aka! sehat dan dengan pertimbangan yang sehat pula.

c. Baligh/cukup umur, karena baligh menurnt para ulama merupakan

indikasi sempurnanya aka! seseorang. Untuk kecakapan bertindak

melakukan tabarru' (melepaskan hak tanpa mengharap imbalan)

-termasuk pula wakaf- diperlukan kematangan pertimbangan aka!

seseorang (rasyid) yang dianggap telah ada pada orang yang telah

baligh. Oleh karena itu wakaf tidak sah bila dilakukan oleh anak

kecil/ belum baligh karena ia dipandang belum cakap melakukan

(35)

d. Orang yang berwakaf itu harus berfikir jemih dan tenang, tidak

tertekan karena bodoh, bangkrnt, atau lalai, walaupun wakaf tersebut

dilakaukan melalui seorang wali.22

2. Benda yang diwakafkan dan syarat-syaratnya

Agar harta benda yang diwakafkan sah, maka hams memenuhi

syarat-syarat tertentu. Dalam syarat-syarat-syarat-syarat harta yang diwakafkan terdapat perbedaan

pendapat di kalangan ulama. Menurut madzhab Hanafi, syarat harta yang

diwakafkan adalah sebagai berikut:

a. Barang yang diwakafkan itu harus bemilai harta menurut syara',

oleh sebab itu minumam keras tidak bisa diwakafkan karena

minuman keras dan sejenisnya tidak tergolong harta dalam

pandangan syara'. Mereka juga berpendapat bahwa pada dasarnya

benda yang dapat diwakafkan adalah benda tidak bergerak, karena

obyek wakaf itu harus bersifat tetap 'ain ( dzat)nya yang

memungkinkan dapat dimanfaatkan terns menerus. Menurut

golongan Hanafiyah benda bergerak dapat diwakafkan dalam

beberapa kondisi.

22 Ibid

1) Hendaknya benda itu selalu rnenyertai benda tetap dan ha! ini

(36)

a) Hubungan sangat erat dengan benda tetap, seperti

bangunan dan pohon-pohon. Menurut mereka bangunan

dan pohon-pohonan adalah tennasuk benda bergerak

yang tergantung pada benda tidak bergerak.

b) Sesuatu yang khusus disediakan untuk kepentingan benda

tetap misalnya alat untuk memb:tjak atau lembu yang

digunakan untuk bekerja.

2) Kebolehan benda bergerak itu berdasarkan atsar yang

memperbolehkan wakaf senjata, baju perang, dan

binatang-binatang yang digunakan untuk berperang.

3) Wakaf benda bergerak itu mendatangkan pengetahuan dan

merupakan sesuatu yang sudah biasa dilakukan berdasarkan

'urf misalnya mewakafkan kitab-kitab dim mushaf. 23

b. Barang yang diwakafkan itu harus tertentu ( diketahui) ketika terjadi

akad wakaf. Yang dimaksud di sini adalah bahwa benda tersebut

harus tegas dan jelas, baik kejelasan menyangkut ukuran seperti

mewakafkan I 000 m2 tanah, maupun kejelasan lokasi dan jumlah.

Jadi tidak boleh mewakafkan suatu barang yang tidak jelas, sebab

ketidakjelasan itu dapat mengarah kepada terjadinya pertikaian, yang

harus dihindari terjadinya pada benda wakaf.

23

(37)

c. Barang yang diwakafkan itu betul-betul milik penub bagi orang yang

mewakafkannya, karena wakaf itu menggugurkan hak milik dengan

cara tabarru ', maka haruslah barang yang diwakafkan itu betul-betul

sebagai hak milik orang yang berwakaf. Oleh karenanya jika

seseorang mewakafkan benda yang bukan atau belum menjadi

miliknya walaupun nantinya akan jadi mililmya, hukumnya tidak

sah, sebab pemilikan benda yang diwakafkan terjadi sebelum

te1jadinya akad wakaf.

d. Barang yang diwakafkan harus sudah dibagi, tidak lagi sebagai

barang kongsi dengan orang lain jika barang itu memang dapat

dibagi (sebab penerimaan alas barang yang diwakafkan adalah syarat

bolehnya wakaf, sedangkan harta kongsi itu menghalangi

penerimaan tersebut). Sebab pada barang atau harta kongsi tersebut

masih terkait hak orang lain pada harta itu.24

Ulama madzhab Maliki mensyaratkan agar benda yang diwakafkan harus

milik sendiri secara penuh, tidak terdapat hak orang lain pada harta tersebut. Di

samping itu barang tersebut harus tertentu dan jelas se:perti diberi batas atau

ukuran yang jelas, jumlah yang jelas, dan sebagainya. 01.eh karena itu tidak sah

hukumnya mewakafkan benda yang tidak diketahui atau tidak jelas jumlah dan

ukuran atau batasnya, misalnya mewakafkan sebagian tanah yang dimiliki,

(38)

sejwnlah buku, atau salah satu dari rumahnya, dan sebagainya. Demikian juga

tidak boleh mewakafkan barang yang sedang digadai atau disewakan. Adapun

jika seseorang bermaksud untuk mewakafkan barang itu setalah masa gadainya

atau masa sewanya berlalu, maka wakafnya sah.25

Selain itu madzhab Maliki juga mensyaratkan agar benda yang

diwakafkan itu dapat dimanfaatkan, baik berupa benda tetap maupun benda

bergerak, untuk selamanya ataujangka waktu tertentu.26

Madzhab Maliki juga menyatakan membolehkan mewakafkan manfaat

hewan untuk dipergunakan dan mewakafkan makanan, uang, dan benda tidak

bergerak lainnya, berdasarkan hadits27:

J

(.SW\ o\

3_>)

セ@

yJ

J.t.-,

J

セ|@

セ|@

:

F

J

.!.;)kc

.Ji\

セ@

セ|@

JU

28 (

"4--l..

011

"Nabi bersabda: 'Tahan/ah bendanya dan wakafkanla.h hasi/nya '". (HR. Al-Nasai dan Jbnu Majah)

Ulama madzhab Syafi'i dan Hanbali mensyaratkan benda yang akan

diwakafkan harus berupa benda yang jelas dan hak milik sah. Persyaratan ini

bertujuan untuk menjamin kepastian hukum dan kepastian hak bagi mustahiq

25 Ibid,

h. 187.

26

Ali Fikri, op.cit., h. 307.

27

Wahbah al-Zuhaili, op.cil., h.169.

28

(39)

untuk kemanfaatan benda wakaf tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk

menghindari perselisihan dan permasalahan yang mungkin timbul di kemudian

hari setelah harta tersebut diwakafkan. Syarat ini telah disepakati oleh para

fuqaha, mereka juga mensyaratkan agar benda yang diwakafkan itu dapat

menghasilkan manfaat yang bersifat langgeng serta harus disalurkan kepada ha!

yang diperbolehkan oleh syara' .29

Mengenai wakaf benda bergerak kalangan Syafi'iyah berpendapat bahwa

barang yang diwakafkan haruslah barang yang kekal manfaatnya baik berupa

barang tidak bergerak, barang bergerak, maupun barang kongsi.30 Adapun

menurut Hanabilah barang yang dijual belikan, barang yang bermanfaat secara

mubah sedang dzat barangnya kekal sah pula untuk diwalcafkan.31

Seperti dijelaskan pada pengertian wakaf pada bagian terdahulu, sebagian

fuqal1a menekankan bahwa barang yang diwakatkan harus bersifat "kekal" atau

paling tidak dapat bertahan lama. Pandangan seperti ini merupakan konsekuensi

logis dari konsep bahwa wakaf adalah sedekah jariyah. Sebagai sedekah jariyah

yang pahalanya terus mengalir, sudah barang tentu barang yang diwakatkan

harus berupa barang yang fisiknya bersifat kekal atau bertahan lama. Namun

demikian jumhur ulama justru lebih menekankan pada aspek manfaatnya bukan

sifat fisiknya. Ulama Syafi'iyah misalnya membolehka:n wakaf barang secara

29

M. Khatib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, (Beirut: Dar al-Turats al-Arabi, Uh), h. 277.

30 Ibid,

h. 276.

(40)

umum apakah bersifat kekal atau sementara, oleh karena itu mereka

menetapkan kebolehan dan sahnya mewakafkan binatang, perabotan, dan

sejenisnya walaupun kekekalan fisiknya tidak pasti.

Jadi pada dasarnya semua barang yang bermanfaat boleh diwakafkan,

adapun sifat fisik barang bukanlah sesuatu yang prinsipil. Memang barang yang

sifat fisiknya dapat tahan lama, apalagi bisa kekal akan lebih baik agar

pahalanya tetap kekal pula.

3. Mauquf 'alaih atau tujuan wakaf dan syarat-syaratnya

Mauquf 'alaih atau penerima wakaf ialah orang atau lembaga yang

menerima harta wakaf. Dalam hubungan dengan tujuan wakaf ini perlu

dikemukakan bahwa tujuan wakaf yang sesungguhnya adalah mengharapkan

ridla dari Allah dalam rangka beribadah kepadanya. Mauquf 'a/aih atau tujuan

haruslah untuk kebajikan yang termasuk dalam bidang qurbat kepada Allah.

Yang dimaksud kebajikan di sini adalah kebajikan yang didasarkan taat kepada

Allah, sedangkan syarat qurbat adalah men-tasharruf-kan wakafkepada mauquf

'alaih yang sesuai dengan ketentuan Allah, misalnya wakaf kepada fakir

miskin, ulama, keluarga, atau untuk kepentingan ummn lainnya seperti masjid,

tern pat min um um urn, jembatan, jalan, dan lain-lain.32

(41)

4. Shighat wakaf dan syarat-syaratnya.

Shighat wakaf adalah pernyataan wakif yang mempakan tanda, baik

ucapan, isyarat, atau tulisan dari seorang wakif untuk menyatakan kehendaknya

yaitu mewakatkan hartanya.

Para fuqaha telah menetapkan bahwa shighat, sebagaimana rukun wakaf

yang lain- juga hams memenuhi beberapa syarat. Adapaun syarat-syarat yang

berkaitan dengan shighat adalah33:

a. Shighat wakaf hams mengandung pernyataa11 yang berarti bahwa

wakaf itu bersifat kekal (al-ta 'bid). Menumt jumhur ulama wakaf

tidak sah apabila dibatasi waktunya atau hanya bersifat sementara.

Adapaun madzhab Maliki tidak mensyaratkan selamanya dalam

wakaf, boleh hanya dalam waktu tertentu, sehingga apabila habis

masanya, wakif bisa mewakafkan kembali hartanya kepada orang

lain yang membutuhkannya.

b. Shighat hams mengandung arti yang jelas dan tegas, lafal shighat

tidak boleh terkait dengan syarat tertentu atau masa yang akan

datang, karena akad wakaf mengandung ketentuan pemindahan milik

pada saat akad berlangsung, kecuali madzhab Maliki yang

membolehkan wakaf yang dikaitkan dengan syarat, penangguhan

realisasi wakaf pada masa yang telah ditetapkan oleh wakif.

(42)

c. Shighat wakaf tidak boleh dengan syarat yang membatalkan yaitu

yang bertentangan dengan tabiat wakaf itu sendiri. Namun menurut

madzhab Maliki apabila syarat itu justru memperbaiki harta wakaf,

maka syarat yang demikian dianggap sah, demikian juga wakafnya.

d. Shighat wakaf harus mengandung kepastian artinya bahwa suatu

wakaf tidak boleh diikuti oleh syarat kebebasan memilih seperti

mewakafkan sesuatu dengan syarat ia boleh rnemilikinya atau orang

lain boleh menjualnya kapan saja bila dikehendaki.

e. Ulama Syafi'iyah menambahkan, shighat wakaf harus mengandung

penjelasan tempat atau tujuan wakaf. Artinya seseorang yang

berwakaf harus menjelaskan kemana dan untuk siapa atau untuk apa

wakaf itu diberikan.34

Para ulama fiqih terutama para imam madzhab yang empat tidak

mencantumkan keharusan pencatatan sighat wakaftersebut dalam definisi dan

syarat-syaratnya. Hal ini berarti tidak adanya keharusan pencatatan dalam sighat wakaf

tersebut dalam pandangan mereka. Akan tetapi dalam keadaan sekarang ini yaitu

perselisihan dalam perwakafan, maka kita harus meninjau foman Allah SWT, yaitu:

34

(43)

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu 'amalah yang tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. "

(QS. 2 (al-Baqarah): 282).

Ayat ini menegaskan bahwa ada keharusan mencatat transaksi mu'amalah

seperti jual beli, hutang piutang, sewa menyewa dan lain sebagainya. Hal ini

bertujuan untuk menjaga harta benda dari adanya penyelewengan, persengketam1,

atau kealpaan pada kemudian hari. Adapun wakaf adalah sebagai institusi

keagan1aan yang erat hubungannya dengan masalah sosial ekonomi dan kepentingan

masyarakat banyak, maka harus dicatat pula. Walaupun secara eksplisit ayat ini tidak

menegaskan mengenai keharusan mencatat wakaf, akan tetapi jika melihat pada

kondisi sekarang ini akan kerawanan harta benda wakaf yang tidak memiliki bukti

tulis, maka ayat ini bisa dijadikan sandaran untuk pencatatan harta benda wakaf agar

terhindar dari adanya penyelewengan, persengketaan, ataupun kealpaan pada

kemudian hari.

Kemudian kalau kita mernnJau dalam qowaidul fiqhiyyah maka kita akan

menemukan beberapa kaidah yang secara tersirat mendukung untuk adanya

keharusan pencatatan sighat wakaf ini yaitu :

a.

"Kemudharatan harus dihilangkan ". 35

35

(44)

b.

"Menolak kerusakan dan menarik kemaslahatan ".36

Penyelewengan, persengketaan, ataupun kealpaan yang bisa datang di

kemudian hari yang terjadi dalam perwakafan banyak diakiba1kan oleh tidak adanya

bukti tertulis dari sighat wakaf. Hal ini adalah suatu kemudharatan atau kerusakan

karena wakaf yang seharusnya pemanfaatannya digunakan untuk umat manusia dan

hak kepemilikannya berpindah kepada Allah SWT telah hilang atau berpindah kepada

orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, pencatatan sighat wakaf

adalah untuk menolak kerusakan dan mendatangkan kemashlahatan.

c.

"Ada/ kebiasaan dapat ditetapkan sebagai hukum ". 37

• , ,. ,

)-

', 'I

A o ' a o..Juw

Jumhur ulama mengidentikkan term 'adah dengan 'urufkeduanya mempunyai

arti yang sama. Namun sebagian fuqaha membedakannya. Al-Jurjani misalnya

mendefinisikan 'adah dengan:

"Adah adalah suatu (perbuatan) yang terus menerus dilakukan manusia, karena logis dan dilakukan secara terus menerus ".

36

Ibid, h. 143.

37

(45)

Sedangkan 'uruf adalah:

·

Unrf

adalah suatu (perbuatan) yang jiwa merasa tenang melakukannya, karena sejalan dengan aka/ sehat dan diterima oleh tabiat sejahtera ". 38

Menurut pengertian di atas, maka 'adah dapat diterima jika memenuhi syarat

sebagai berikut:

a. Perbuatan yang dilakukan logis dan relevan dengan aka! sehat. Sya.rat ini

menunjukkan bahwa 'adah tidak mungkin berkenaan dengan perbuatan

maksiat.

b. Perbuatan, perkataan yang dilakukan selalu terulang-ulang, boleh dikata

sudah mendarah daging pada perilaku masyarakat.

c. Tidak bertentangan dengan ketentuan nash, baik al-Quran maupun

as-Sunnah.

d. Tidak mendatangkan kemudharatan serta sejalan dengan jiwa dan aka!

sejahtera. 39

Dengan demikian pencatatan sighat wakaf sesuai dengan 'adah karena telah

memenuhj syarat. Pertarna, pencatatan adalah suatu perbuatan yang logis dan relevan

dengan aka! sehat. Kedua, pencatatan adalah perbuatan yang dilakukan berulang kali

38 Ibid, h. 141

39

(46)

terutama mengenai urusan mu'amalah atau perkara apapun yang kemudian hari bisa

mengakibatkan persengketaan. Ketiga, pencatatan tidak bertentangan dengan

ketentuan nash, bahkan al-Quran menganjurkannya seperti dalam surat al-Baqarah

ayat 282. Keempat, pencatatan tidak mendatangkan kemudharatan serta sejalan

dengan jiwa dan akal yang sejahtera, bahkan pencatatan ini mendatangkan

kemaslahatan.

Kemudian ada satu ayat lagi yang bisa dijadikan landasan mengenai keharusan

pencatatan sighat wakaf yaitu:

セ@

セ|@

セSQ@

:.,

J;uiy1 1#1

3

:ilil

ャGNjセ「ャ@

|セ|@

PNャセャセケ@

(o'l:i/;:.WI)

"Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taati pula Rasul-Nya dan Ulil amri dari kamu ... "(OS. 4(an-Nisa '):59)

Dalam ayat ini Allal1 SWT membahas mengenai perintah-Nya agar orang

beriman mentaati Allah, Rasul-Nya dan Ulil amri. Sebagian 11lama mengemukakan

bahwa hubungan ayat di atas dengan ayat sebelumnya bertumpu pada hubungan

antara pemerintah dengan rakyatnya. Menurut pendapat ini, ayat pertan1a ditujukan

kepada para pejabat agar menunaikan amanat dan memerintah denga adil, sedang

dalam ayat kedua ini terdapat perintah agar rakyat mentaati Allah, Rasul-Nya dan

pemerintah. Pendapat semacam ini dikemukakan antara lain oleh al-Zamakhsyari dan

al-Qurthubi. Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh al-Maraghi. Ia tidak

(47)

rakyat semata, tetapi bersifat umum. Ini berarti ayat itu tidak saja ditujukan kepada

rakyat, tetapi juga kepada pejabat pemerintah.40

Hal ini juga berarti bahwa firman Allah SWT yang dibahas tidak hanya

mengandung kewajiban taat kepada Rasul SAW dan Ulil amri, tetapi juga menjadi

dasar keberadaan kekuasaan politik yang dimiliki pemerintah dan keabsahannya.

Keabsahan ulil amri mengandung makna bahwa hukum-hukum dan

kebijaksanaan politik yang mereka putuskan, sepanjang ha! itu tidak bertentangan

dengan al-Quran dan Sunnah, mempunyai kekuatan yang mengikat seluruh rakyat.

Karena itu seluruh rakyat yang menjadi subyek hukum wajib menaatinya.

Keberadaan hukum ini, di samping hukum Tuhan, sebagai hukum positif

memperlihatkan wajah dari tata-hukum yang menjadi bagian dari sistem politik dan

pemerintahan yang dikenal dalam al-Quran41

Adapun mengenai permasalahan wakaf, pemerintah atau ulil amri sendiri telah

memberikan peraturan yang jelas dan di antara peraturan tersebut dicantumkan

adanya kewajiban untuk pencatatan sigbat wakaf. Oleh karena itu kita wajib

menaatinya karena peraturan mengenai pencatatan sighat wakaf tidaklah bertentangan

dengan al-Quran dan Sunnah. Hal ini berakibat pada tidak sahnya perwakafan jika

tidak disertai dengan catatan yang prosedurnya sesuai dengan peraturan ulil amri atau

pemerintah.

"'Abdul Muin Salim, Fiqh Siyasah Konsepsi Kekuasaan Politik Da/am Al-Quran, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), cet. 3, h. 218

41

(48)

D. Macam-Macam Wakaf

Sayid Sabiq membagi wakaf dilihat dari segi pengguna atau yang menfaatkan

banda wakaf, menjadi dua macam. Ada kalanya untuk anak c1ucu atau kaum kerabat

dan kemudian sesudah mereka itu untuk orang-orang miskin. Wakaf demikian itu

disebut wakaf ahli atau wakaf dzurri (keluarga) dan kadang-!kadang pula wakaf itu

diperuntukkan bagi kebajikan semata-mata. Wakaf yang demikian dinamakan wakaf

khairi (kebajikan).42 Dengan demikian bisa dikatakan bahwa wakaf ahli adalah wakaf

yang diperuntukkan bagi kepentingan lingkungan keluarga ai:au famili dan kerabat

sendiri. Jadi yang menikmati manfaat benda wakaf ini terbatas kepada yang termasuk

golongan kerabat sesuai dengan ikrar yang dikehendaki wakif.

l. Wakaf Ahli

Wakaf secara hukum dibenarkan berdasarkan hadits Nabi tentang wakaf

keluarga yang dilakukan oleh Abu Thalhah kepada kaum kerabatnya.43

Dalam wakaf ahli, wakif boleh menyerahkan wakaf (pemanfaatan wakaf)

kepada keluarga yang menjadi tanggungannya selama mereka masih hidup. Hal

ini dilakukan untuk mencegah mereka dari kekurangan dalan1 memenuhi

hidupnya. Perbuatan demikian adalah perbuatan yang suci, dan menurut

Rasulullah memberikan kepada yang membutuhkan lebih baik dari pada

42

Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Kuwait: Dar al-Bayan, 1971),jilid Ill, h. 378.

43 Suparman Usman,

(49)

memberikan (harta wakat) itu kepada fakir miskin yang bukan keluarga.44

Sebagaimana sabda Rasulullah yang artinya:

"Dan dari Salman bin Amir, dari Nabi saw. Bersabda: 'Sedekah kepada orang msKin berarti satu sedekah. tetapi kepada kerabat mempzmyai nilai ganda yakni sedekah dan silaturrahmi ". (HR. Ahmad, Jbnu Jv.(ajah, dan Tirmidzi). 45

Pada umumnya ulama menganggap sah kepada keluarga wakif, demikian

pula ulama Malikiyah. Adapun yang menjadi dasar hukum oleh para ulama

adalah praktek perwakafan yang dilakukan oleh para sahabat, antara lain46:

a. Umar bin Khaththab ra. Telah memberikan wakafnya kepada

orang-orang fakir, dzu al-qurba, untuk memerdekakan budak, untuk

berjuang di jalan Allah, untuk tamu, dan untuk orang yang kehabisan

bekal di jalan. Yang dimaksud dengan dzu al-qurba adalah keluarga,

baik yang kaya maupun yang miskin, ahli waris maupun bukan,

karena kata dzu al-qurba bersifat umum dan mencakup keluarga

keseluruhan.

b. Zubair bin Awwam telah mewakafkan rumahnya kepada

anak-anaknya.

44

Asaf A.A. Fyzee, Outlines of Mohammadan law, (Delhi: Oxford Unifersity Press, 1974), h.303-304.

45

Al-Syaukani, op.cit., h. 31.

46

(50)

c. Abu Thalhah telah mewakafkan hartanya untuk keluarga dan

anak-anak pamannya.

d. Ustman bin Affan mewakafkan hartanya di Khaibar kepada )fan bin

Usman.

e. Zaid bin Tsabit telah mewakafkan rumahnya kepada anak dan

keturunannya.

Pada perkembangan selanjutnya wakaf ahli dianggap kurang dapat

memberikan manfaat bagi kesejahteraan umum karena sering menimbulkan

kekaburan dalam pengelolaan dan pemanfaatan wakaf oleh keluarga yang

diserahi harta wakaf, lebih-lebih kalau keturunan keluarga tersebtu sudah

berlangsung sampai pada anak cucu.47 Untuk lebih kongkritnya bisa kita lihat

dalam fakta sejarah bahwa di beberapa negara yang mayoritas penduduknya

bergama Islam seperti di negara-negara Timur Tengah, wakaf ahli ini setelah

berlangsung puluhan tahun lamanya banyak menimbulkan masalah, terutama

kalau wakaf keluarga itu berupa tnah pertanian. Maksud semula sama dengan

wakaf umum yaitu umtuk berbuat baik kepada orang lain dalam rangka

pelaksanaan amal kebajikan menurut ajaran Islam untuk mendekatkan diri

kepada Allah. Namun kamudian terjadilah penyalahgunaan misalnya

menjadikan wakaf keluarga itu sebagai alat untuk menghindari pembagian atau

pemecahan harta kekayaan kepada ahli waris yang berhak menerimanya setelah

47

(51)

wakif meninggal dunia. Begitu juga wakaf keluarga ini dijadikan alat untuk

mengelakkan tuntutan kreditor terhadap hutang-hutang yang dibuat oleh

seseorang, sebelum ia mewakalkan hartanya itu. Oleh karena itu di beberapa

negara karena penyalahguanan tersebut wakaf keluarga ini kemudian dibatasi

bahkan dihapuskan. Pada tahun 1952 wakaf ahli ini dihapuskan di Mesir.

Demikian juga di beberapa negara lain seperti Turki, Maroko, Aljazair. Benda

wakaf untuk keluarga telah dihapuskan karena pertimbangan dari berbagai segi,

benda wakaf yang demikian tidak produktif dan praktek-praktek penyimpangan

yang terjadi tidak sesuai dengan ajaran agama lslam.4&

2. Wakaf Khairi

Jenis wakaf yang kedua adalah wakaf khairi atau wakaf umum, yaitu

wakaf yang tidak ditujukan kepada orang-orang tertentu, tetapi kepada obyek

kebajikan yang bersifat umum. Kebajikan pada dasarnya berarti taat kepada

Allah, bila kebajikan itu dijadikan sebagai syarat dalam tujuan wakaf maka

berarti wakaf ini harus ditujukan seperti kepada fakir mi skin, yatim piatu, para

ulama, atau kepada sesuatu bukan manusia seperti masjid, sekolah, panti

asuhan, rumah sakit, jalan, jembatan, dan sebagainya. Semua wakaf yang

demikian adalah semata-mata untuk laqarrub/mendekatkan diri kepada Allah.

Bahkan ulama madzhab Syafi'i mengatakan bahwa wakaf juga sah sekalipun

segi pendekatan diri kepada Allah tidak kelihatan seperti berwakaf kepada

(52)

orang kaya, kaum dzimmi, dan orang fasik.49 Dalam wakaf yang ditujukan

kepada obyek yang bersifat umum ini menurut ulama Syafi'iyah tidak

diharuskan adanya penerimaan ( qabul) secara khusus.

Jumhur ulama termasuk Imam Abu Yusuf mengatakan bahwa apabila

penerimaan wakaf tidak tertentu seperti masjid telah hancur, sekolah telah rusak

maka otomatis harta wakaf itu menjadi milik fakir miskin sekalipun di dalam

akad tidak disebutkan. Ulama madzhab Syafi'i, Maliki, dan Hanbali sepakat

membolehkan apabila penerima wakaf sudah tidak ada lagi maka harta wakaf

dikemba1ikan kepada keluarga terdekat wakif yang miskin dengan pembagian

yang sama antara laki-laki dan perempuan. Dalam hal ini ulama madzhab

Syafi 'i dan Hanbali berpendapat bahwa sekalipllll harta diserahkan kepada

keluarga terdekat wakif yang miskin, namun tidak berarti bahwa fakir miskin

yang bukan kerabat wakif tidak berhak atas harta wakaf エQセイウ・「オエN@ 50

Dalam kenyataannya, wakaf khairi i

Gambar

Gambaran Umum Masjid Jami' al-Istiqomah, Faktor Penyebab Wakif

Referensi

Dokumen terkait

Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 12 mode shapes yang di tampilkan, nilai maximum pada Ux terdapat pada mode shapes ke 11 yang dominan bergerak ke arah X atau

Salah satu proses yang terdapat pada domain DSS adalah DSS05 (Manage Security Services), yang merupakan proses yang berfokus pada upaya melindungi informasi organisasi untuk

Tuturan (11.3) termasuk dalam tuturan direktif bermakna memohon karena tuturan tersebut digunakan untuk menyatakan suatu keadaan dimana penutur memohon kepada lawan tutur

Salah satu upaya pengendalian yang dapat dilakukan untuk memperkecil infeksi nosokomial adalah dengan memelihara kualitas lingkungan meliputi faktor fisik ruangan

Dari fakta yang ada, implementasi pendidikan kesetaraan di PKBM Wahyuri masih termasuk dalam kategori baik, hal ini dapat di lihat dari adanya proses pembelajaran namun

Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui gambaran pengaruh kadar gula darah terhadap derajat keparahan stroke pada penderita stroke iskemik trombotik. Penelitian

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi dengan judul

Adapun dimensi terendah dalam penelitian ini adalah memberikan pelayanan yang didalamnya memiliki empat indikator dengan indikator terendah ialah memberikan gambar