• Tidak ada hasil yang ditemukan

Artis dan Amputansi Parpol Modern

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Artis dan Amputansi Parpol Modern"

Copied!
1
0
0

Teks penuh

(1)

Kepongahan di Depan Hukum

H

ukum bagai tak mampu tegak berdiri saat berhadapan dengan orang-orang berpengaruh atau berstatus sosial di atas orang-orang kebanyakan. Bagai mereka yang memiliki kemampuan finansial yang begitu besar atau mempunyai kedekatan dengan pemegang kekuasaan, hukum seolah lunglai tanpa daya. Begitu ketika seorang pensiunan perwira tinggi polisi ber-hadapan dengan hukum, tiada kekuatan yang bisa memaksa bekas pembesar itu patuh. Pelaksanaan eksekusi terhadap mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Susno Duadji memperkuat pandangan skeptis yang ber-bunyi, hukum hanyalah keras kepada orang-orang kecil, namun lemah terha-dap orang-orang kuat.

Keberlakuan hukum yang secara universal menempatkan setiap orang mempunyai kedudukan yang sama, di negeri ini justru diputarbalikkan karena kekuasaan atau kekuatan finansial dan politik. Kekuatan finansial serta posisi hebat seseorang mampu menumpulkan kekuatan hukum saat berlaku terha-dap diri atau orang-orang dekatnya.

Susno yang puluhan tahun sebagai penegak hukum justru tidak memperli-hatkan keteladanan mematuhi hukum. Perlawanannya terhadap putusan lem-baga peradilan yang menghukum dengan pidana penjara 3,5 tahun, memper-lihatkan kepongahannya yang hendak membuktikan dia adalah orang yang tidak tersentuh oleh hukum. Begitu mirisnya saat mendengar kabar yang me-nyebutkan orang-orang miskin tidak pernah mampu berbuat banyak ketika penegakan hukum yang sewenang-wenang dan tanpa sedikit pun menempat-kan rasa keadilan diterapmenempat-kan secara keras. Sebaliknya, penegamenempat-kan hukum yang tidak boleh membedakan status sosial bagai menutup sebelah mata dan memberi ruang yang amat besar kepada orang-orang kaya dan berpangkat untuk membela diri atau lolos dari jerat hukum.

Perlawanan Susno terhadap pelaksanaan eksekusi yang hendak dijalan-kan oleh jaksa sebagai penuntut umum atas perkara yang sudah diputus oleh Mahkamah Agung, sesungguhnya tidak lebih dari upaya untuk menghindar dari sanksi hukum. Penafsiran sepihak yang menjadi dalil dari pihak terpidana maupun kuasa hukumnya mengenai ketidaklengkapan bunyi putusan kasasi secara yuridis formal bukan menjadi alasan eksepsional sehingga hukum tidak berlaku terhadap pensiunan polisi itu.

Ketidakpatuhannya untuk menjalankan pelaksanaan hukuman membuka mata banyak orang bahwa dia cuma mencari cara agar bisa lolos dari jerat hu-kum. Bahkan, ada juga sementara kalangan yang menduga bahwa masuknya Susno ke sebuah partai politik dan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif menjadi salah satu jurusnya untuk bisa lepas dari jangkauan tangan penegak hu-kum. Sesungguhnya sikap perlawanan yang diperlihatkan Susno Duadji bukan hanya turunnya kredibilitas namanya sebagai seorang mantan petinggi kepolisi-an, tapi juga berdampak buruk terhadap Polri. Apalagi ketika lembaga penegak hukum itu bertindak seolah melindungi terpidana yang hendak dijemput oleh jak-sa untuk menjalankan pemidanaan. Susno dengan sikapnya sudah membentur-kan sesama penegak hukum, kendati polisi selayaknya menyadari bahwa keda-tangan jaksa untuk menjemput terpidana guna menjalani hukumannya.

Hingga kini belum bisa diketahui kapan jaksa akan bisa membawa Susno untuk menjalani hukumannya di lembaga pemasyarakatan meski Menteri Ko-ordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto sudah meme-rintahkan agar Susno Duadji mematuhi hukum.

Sesunggunya tanpa ada perintah atau pernyataan keras dari pembesar di negeri ini, terpidana yang puluhan tahun menyandang predikat sebagai pene-gak hukum dengan kesadaran penuh mematuhi hukum dengan secara suka-rela menjalankan putusan pengadilan. Perlawanan Susno memberikan pela-jaran yang amat buruk kepada publik mengenai kepatuhan terhadap hukum. Jaksa yang mewakili negara dan diberikan kewenangan oleh undang-un-dang untuk menjalankan putusan hakim diremehkan dengan perlawanan itu. Bila jaksa sudah diremehkan, bukankah itu berarti pula meremehkan kewiba-waan negara? Otoritas sebuah negara bisa dilihat dari penegakan hukum. Negara yang memiliki otoritas penuh tidak akan menghadapi kesulitan atau dipermainkan saat aparaturnya hendak menegakkan hukum. Negara yang berwibawa dan berkemauan membuat hukum tegak dan dipatuhi seyogianya tidak boleh memberikan tempat kepada siapa pun untuk berdiri bagai sosok yang tak tersentuh hukum, bahkan mengangkanginya. Hukum yang berwiba-wa dan setiap berwiba-warga negara tunduk dan mematuhinya, menjadi faktor yang amat menentukan bagi maju atau tidaknya negara ini. Dengan predikat Indo-nesia sebagai negara hukum maka tidak ada tempat bagi satu manusia pun yang kebal terhadap hukum, apalagi mengecohnya.

Pemerintah meminta putusan hukum terhadap Susno Duadji dihormati. – Rakyat sedih melihat penegak hukum tidak patuhi hukum.

Hasil survei menunjukkan pemuda tidak suka partai. – Kalau tidak ada pendekatan, golput akan meningkat.

S A S A R A N

K

ehadiran artis dalam du-nia politik Indonesia masih dianggap sebagai magnet yang mampu menyedot perhatian publik. Dalam daftar calon caleg sementara (DCS) yang diajukan parpol kontestan Pemilu 2014, terdapat sejumlah nama dari kalangan artis. Selain nama-nama yang sudah lebih du-lu masuk legislatif, kini muncul nama-nama baru.

Meskipun banyak kritik kepa-da para artis yang telah berkiprah di dunia politik terkait dengan ka-pasitas dan kapabilitas politiknya, namun partai-partai politik agak-nya tetap bergeming untuk terus merekrut artis. Memang terdapat hubungan simbiosis-mutualistis antara parpol dan artis. Parpol je-las akan diuntungkan oleh keha-diran artis, karena dengan modal popularitas dan finansial, artis le-bih berpotensi daripada caleg-ca-leg lainnya untuk meraih suara. Sementara bagi artis sendiri, par-tai memberikannya kendaraan untuk masuk ke dalam dunia poli-tik tanpa harus melewati tahapan-tahapan politik seperti halnya ka-der-kader partai.

Faktor lain yang membuat parpol masih menjadikan para ar-tis sebagai tumpuan harapan ada-lah diterapkannya sistem pemilih-an proporsional terbuka sejak Pe-milu 2009. Dalam sistem seperti ini, suara terbanyak merupakan faktor kunci melenggangnya seo-rang caleg ke lembaga legislatif. Para artis mendapatkan keun-tungan karena tidak terlalu repot melakukan kampanye khususnya beriklan di media massa. Dalam pekerjaannya mereka kerap wara-wiri di layar kaca sehingga publik mudah mengenali.

“Vote Getter”?

Banyak kalangan menilai bahwa perekrutan artis sebagai caleg oleh parpol dilakukan atas

dasar pertimbangan, mereka di-jadikan pendulang suara (vote getter). Tetapi benarkah artis masih layak dianggap sebagai pendulang suara untuk saat ini? Sebenarnya istilah pendulang suara sudah tidak relevan lagi kalau diterapkan dalam konteks politik Indonesia kontemporer.

Istilah pendulang suara pada awalnya disematkan kepada o-rang-orang terkenal ketika sistem pemilihan yang diterapkan adalah sistem proporsional tertutup, di mana masyarakat memilih partai bukan orang, dan partailah yang menentukan siapa yang berhak menjadi anggota legislatif. Biasa-nya partai sudah menentukan no-mor urut caleg dan inilah yang pa-ling menentukan.

Seorang vote getter seperti artis biasanya tidak ditempatkan pada nomor urut jadi, melainkan nomor urut bawah, karena fungsi mereka hanyalah untuk mendu-lang suara bagi partai yang mengusungnya. Dengan demiki-an, istilah vote getterlebih tepat ditujukan pada orang-orang yang dipasang hanya untuk mengum-pulkan suara bagi parpol.

Pemilihan sekarang yang menggunakan sistem proporsio-nal terbuka istilah vote getter se-benarnya tidaklah tepat. Dalam sistem proporsional terbuka yang paling menentukan adalah suara terbanyak. Caleg yang mendapatkan nomor urut terba-wah pun memiliki peluang keter-pilihan yang sama dengan caleg di urutan atas. Para artis yang ikut berkompetisi tidak lagi ber-fungsi sebagai pendulang suara bagi partainya, melainkan bagi dirinya sendiri.

Perekrutan para artis atau pa-ra pesohor lainnya sebagai caleg, meskipun di satu sisi mengun-tungkan bagi partai politik dalam hal perolehan suara, tetapi pada sisi lain, juga bisa menjadi pe-nyakit yang kalau dibiarkan akan terus menggerogoti eksistensi partai. Dalam hal ini adalah ke-harusan partai-partai politik di Indonesia menjadi partai mo-dern. Bagaimanapun masa tran-sisi Indonesia menuju negara de-mokrasi harus disokong oleh partai-partai politik modern. Sa-lah satu variabel dari partai

poli-tik modern yang relevan dalam konteks ini adalah adanya kade-risasi yang berjenjang. Kaderisa-si yang seharusnya dilakukan partai politik modern pada umumnya melalui tiga tahapan penting. Pertama, rekrutmen anggota partai. Tentu saja pere-krutan anggota partai dilakukan melalui proses seleksi yang ketat dan profesional, tidak berdasar-kan kekerabatan, kekuatan mo-dal atau popularitas.

Kedua, tahap pembinaan anggota menjadi kader partai lo-yalis yang memahami betul plat-form dan ideologi partai. Inilah orang-orang yang oleh Dan Nimmo dalam bukunya Komu-nikasi Politik, Komunikator, Pe-san dan Media (1999) disebut se-bagai politisi-politisi ideolog yang di kemudian hari bisa men-jadi penggerak utama parpol. Mereka adalah politisi-politisi yang lahir dari rahim ideologi partai. Oleh karena itu, tahap ke-dua ini merupakan tahap yang paling penting dalam kaderisasi partai politik.

Ketiga, distribusi sumber-sumber daya politik ke dalam pos-pos kekuasaan baik legislatif maupun eksekutif. Setelah para kader dibina menjadi loyalis-lo-yalis partai barulah mereka di-ikutkan dalam kompetisi politik seperti dalam pemilihan legisla-tif yang tidak lama lagi akan ber-langsung di negeri ini. Kader-ka-der semacam inilah yang sebe-narnya paling siap untuk ber-kompetisi secara sehat.

Dengan demikian, perekrut-an para artis oleh partai-partai politik di Indonesia dapat diang-gap sebagai pengamputasian ta-hapan partai untuk menjadi par-tai politik modern. Hal ini karena para artis melompat dari tahap pertama ke tahap ketiga. Mereka tidak melalui tahap kedua yang sebenarnya merupakan tahap yang paling penting. Tidak heran artis yang kemudian berhasil lo-los menjadi anggota legislatif ti-dak mampu menampilkan per-forma politik yang memadai.

PENULIS ADALAHDEPUTIDIREKTUR THEPOLITICALLITERACYINSTITUTE,

DOSENKOMUNIKASIPOLITIK FISIP UIN JAKARTA

Artis dan Amputasi Parpol Modern

I

DING

R H

ASAN

Suara Pembaruan

Jumat, 26 April 2013

10

O

PINI

& E

DITORIAL

Tajuk Rencana

Tulisan opini panjang 1.200 kata disertai riwayat hidup singkat, foto kopi NPWP, foto diri penulis dikirim ke opini@suarapembaruan.com.

Bila setelah dua minggu tidak ada pemberitahuan dari redaksi, penulis berhak mengirim ke media lain.

Memihak Kebenaran

Group Publisher: Peter F Gontha Pemimpin Umum:

Theo L Sambuaga Wakil Pemimpin Umum:

Randolph Latumahina Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab:

Primus Dorimulu Editor at Large: John Riady

Referensi

Dokumen terkait

Perhitungan pembesian Core Wall dilakukan untuk mengetahui jumlah dari besi tulangan yang diperlukan untuk kebutuhan besi tulangan yang terpakai, yang diawal perhitungan

Yang menarik dari model Quinn adalah bahwa ke delapan peran dasar tersebut bersifat ”bersaing”, artinya komponen peran dasar tersebut bersifat paradoks (berlawanan) satu dengan

makhluk yang kompleks (multiseluler) dalam kurun waktu jutaan tahun. Menurut teori evolusi keberadaan manusia di bumi tidak begitu saja.. muncul. Teori ini

Menimbang, bahwa berdasarkan apa yang dipertimbangkan diatas, lagi pula dari sebab tidak ternyata bahwa putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta dalam perkara

Dengan demikian yang dimaksud dengan judul skripsi ini adalah penelitian tentang upaya untuk mengetahui pengaruh kedisiplinan guru terhadap motivasi belajar siswa di Madrasah

Perlakuan daun gambir untuk mendapatkan tanin meliputi pengeringan, penghalusann (blender), pengayakan, pengekstrakan dengan sokletasi sehingga diperoleh rendemen gambir.

1. Visi pembangunan yang kami l~ksanakan didasarkan pada nilai dan filsafat komunitas adat. Visi pembangunan tersebut bertumpu pada filsafat yang merefleksikan setiap

Dilihat dari analisis biaya dan manfaat secara keseluruhan (totalitas), PPJ tetap memperoleh manfaat atau keuntungan yang cukup besar dalam kerja sama produksi dan