IMPLEMENTASI DISABILITY POLICY PADA PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG
CACAT DI KOTA MALANG
SKRIPSI
Oleh :
MONICA FURI DEMIRZA 201210050311056
JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
IMPLEMENTASI DISABILITY POLICY PADA PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG
CACAT DI KOTA MALANG
SKRIPSI
Disusun sebagai salah satu syarat untuk memproleh gelar kesarjanaan Strata Satu (S1) Ilmu Pemerintahan
Oleh :
MONICA FURI DEMIRZA 201210050311056
JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
LEMBAR PENGESAHAN
Telah Dipertahankan Dihadapan Sidang Dewan Penguji Skripsi
Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Malang pada:
Hari : Sabtu
Tanggal : 23 April 2016
Jam : 08.00 – 09.00 WIB
Tempat : Kantor Jurusan Ilmu Pemerintahan
Dewan Penguji
1. Drs. Krishno Hadi, MA : 2. Salahudin, S.IP, M.Si : 3. Hevi Kurnia Hardini S.IP, MA.Gov : 4. Zen Amirudin S.Sos, M.Med.Kom :
Mengesahkan Dekan
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “IMPLEMENTASI DISABILITY POLICY PADA PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DI KOTA MALANG”. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal tersebut karena masih terbatasnya pengetahuan penulis. Proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, nasehat, dan juga dorongan moril dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang mendalam serta rasa hormat kepada:
1. Purnama B.A dan Sri Andriani Amd.Keb, selaku Orang Tua yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan do’a untuk kelancaran dalam masa studyku, sehingga aku mampu menyelesaikan studi S-1
2. Hevi Kurnia Hardini, S.IP, MA.Gov selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan sekaligus Dosen Pembimbing I Skripsi yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, saran dan masukan serta didikan yang amat berarti bagi penulis pribadi dan bagi kelancaran penulisan skripsi ini.
3. Zen Amirudin, S.Sos,M.Med.Kom Pembantu Dekan III, selaku Dosen Pembimbing II Skripsi yang juga telah memberikan bimbingan, pengarahan, saran, serta dorongan moril bagi penulis sebagai motivasi untuk kelanacaran penyusunan skrispi ini.
5. Segenap Dosen Fakultas Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang, yang telah memberikan ilmu pengetahuan sebagai bekal hidup penulis di masa depan.
6. Bapak Imam Hambali selaku Kasi Sarana dan Prasarana Bidang SD (Sekolah Dasar) dan PKLK (Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus) Dinas Pendidikan Kota Malang yang telah memberikan izin bagi penulis untuk melakukan penelitian, dan kerap kali memberikan informasi yang berarti bagi penulis untuk kelancaran penyusunan skrispsi ini.
7. Ibu Laily Qodariyah, A. Ks selaku Kasi Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat Dinas Sosial Kota Malang, yang banyak membantu memberikan informasi dan mengajak penulis melakukan home visit, selama melakukan penelitian untuk melengkapi penyusunan skrispsi ini
8. Nurcholis, selaku Staff Bidang Bina Marga Seksi Jalan Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawan Bangunan, yang telah memberikan informasi terkait pembangunan pedestrian di Kota Malang
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat cacat dan celanya. Oleh karena itu, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala kesalahan dan kekurangan, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Dengan segala keterbatasan ini, penulis tetap berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Malang, 13 April 2016 Penulis
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan Skripsi ……….. i
Lembar Pengesahan ………. ii
Berita Acara Bimbingan ……….. iii
Surat Pernyataan ………. v
Persembahan ……….... vi
Kata Pengantar ……… viii
Daftar Isi ………. xi
Daftar Tabel ……… xiv
Daftar Gambar ……… xv
Abstraksi ………. xvi
Abstract BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……… 1
B. Rumusan Masalah ………... 8
C. Tujuan Penelitian ……… 8
D. Manfaat Penelitian ……….. 8
E. Definisi Konsep dan Operasional ……… 9
1) Definisi Konsep ………. 9
2) Definisi Operasional ………. 14
F. Metodologi Penelitian ………. 14
1) Jenis Penelitian ………. 15
2) Sumber Data ………. 15
3) Teknik Pengumpulan Data ……… 16
4) Teknik Pengambilan Sampel Penelitian ……….. 17
6) Lokasi Penelitian ………. 19
7) Teknik Analisa Data ……… 19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik ……… 23
2.2 Implementasi Kebijakan Publik ………. 26
2.3 Disability Policy ……… 36
2.4 Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Disabilitas ……… 38
BAB III DESKRIPSI WILAYAH 1. Gambaran Umum Kota Malang ……….. 45
a. Sejarah dan Arti Lambang Kota Malang ……….. 45
b. Letak Geografis ………. 46
c. Pembagian Wilayah Administratif ……… 49
d. Jumlah Kelurahan di Kota Malang ………... 50
2. Pendidikan dalam Konsep Tri Bina Cita ………. 51
3. Aspek Demografi ……… 53
4. Aspek Kesejahteraan Masyarakat ……….. 54
5. Perekonomian Masyarakat ………. 56
6. Pemerintah Daerah Kota Malang ……… 57
a. Dinas Pendidikan Kota Malang ……… 59
b. Dinas Sosial Kota Malang ……… 60
c. DPUPPB ……….. 61
BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISA DATA 4.1Implementasi Disability Policy pada Pembangunan Fasilitas Umum sebagai Bentuk Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Cacat di Kota Malang ……….. 65
4.1.2 Pembangunan Fasilitas di Area Sekolah Inklusif …………. 76 4.2Pengaruh Pelaksana Kebijakan ……… 85 4.3Konteks Implementasi dalam Sebuah Kebijakan ……… 89 4.4Hambatan pada Implementasi Disability Policy di Kota Malang… 91
a. Keterbatasan Dukungan Pemerintah dalam
Implementasi Disability Policy ………. 92 b. Keterbatasan Dukungan Masyarakat dalam
Implementasi Disability Policy ……… 96 4.5Upaya Pemerintah dalam Mengatasi Hambatan Implementasi Disability Policy
………. 99 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ……….. 103
B. Saran ……… 105
DAFTAR LAMPIRAN
Perda No 2 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Cacat di Kota Malang
UU No 19 Tahun 2011 tentang Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas
UU No 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Prof.Dr.H.Muladi, SH. (2007). “Hak Asasi Manusia, Hakekat, Konsep, dan Implementasinyadalam Perspektif Hukum dan Masyarakat”, PT.Refika Aditama, Bandung
El Muhtaj, Majda. (2008). Dimensi-Dimensi HAM: Mengurai hak ekonomi, sosial, dan budaya,PT. Raja Grafindo, Jakarta.
Wahab, Solichin Abdul. (2013). “Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Penyusunan Model-Model Implementasi Kebijakn Publik”, Jakarta Satori, Djam’an dan Komariah, Aan. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif,
Bandung:Alfabeta.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta.
Rahayu, I. (2004). Observasi dan Wawancara, Malang, Banyuwangi.
Moleong, Lexy. (2007). metodologi penelitian kualitatif, Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya Offset,
Miles, Matthew B dan Huberman, A Michel. (1992). Analisis Data Kualitatif, Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Budiarjo, Miriam. (2010). “Dasar-Dasar Ilmu Politik”.
Nugroho, Riant. (2006). “Kebijakan Publik untuk Negara-Negara Berkembang”. Jakarta.Gramedia.
Agus Purwanto, Erwan. (2012). Implementasi Kebijakan Publik Konsep dan Aplikasinya di Indonesia.Yogyakarta. Gava Media.
Nugroho, Riant. (2014). Public Policy Ed.5. Jakarta: Gramedia.
Jurnal:
Sihombing, Eka NM. Pemberlakuan Parliamentary Threshold dan Kaitannya Hak
AsasiManusia, Jurnal Mahkamah Konstitusi Universitas Sumatera Utara Vol 1, hlm: 28 Ariani, Sedia Payung Sebelum Hujan. Edisi 24, hlm 11
Sugiono, Ilhamudin, Arief Rahmawan “Klasterisasi Mahasiswa Difabel Indonesia Berdasarkan Background Histories dan Studying Performance”. Hlm. 32
Erwan Agus Purwanto, Ph.D, “Implementasi Kebijakan Publik (Konsep dan Analisisnya di Indonesia). hlm: 21
Alan Roulstone and Simon Prideaux “Understanding disability policy” hlm: 151
Magdalena. (2015). “Model Pendekatan Implementasi Kebijakan”. Hal: 2.
Slamet Thohari. “Jurnal Habis Sakit, Terbitlah Sakit. Berbagai Macam Konsepsi Difabel di Jawa”. Hal: 11.
M. Joni Yulianto. (2014). “Jurnal Konsepsi Difabilitas dan Pendidikan Inklusif”. Hal: 29. Yogyakarta: PSLD UIN Yogyakarta.
Sayuda Patria. (2013). “Pemberdayaan Penyandang Cacat Netra melalui Pendidikan dan Pelatihan di UPT RSCN Malang”. Hal: 4.
Internet:
Adithiya Diar “Konstitusionalitas Kesamaan Hak Bagi Penyandang Cacat untuk
Mendapatkan Pekerjaan dan Penghidupan yang Layak di Indonesia” (http: //download.portalgaruda.org)
Slamet Thohari “Pandangan Disabilitas dan Aksesibilitas Fasilitas Publik bagi
Penyandang Disabilitas di Kota Malang” hlm: 2, diakses tanggal 1 November 2015 pukul 21.30
Jumlah Penyandang Disabilitas Kota Malang, http://dinsoskotamalang.go.id diakses tanggal 1 November 2015 pukul 21. 35
YPAC Apresiasi Positif Layanan SIM D bagi Penyandang Disabilitas, http://m.malang.com diakses tanggal 1 November 2015, pukul 21.47 Rutin Bersihkan Trotoar, Fasilitas Penyandang Disabilitas, http://malang-
post.com/kota malang/81430-rutin-bersihkan-trotoar-fasilitas-penyandang-disabilitas, diakses tanggal 1 November 2015 pukul 22.40
Sri Widiati. “Rehabilitasi”. Hal: 5. (http://file.upi.edu). Diakses tanggal 17 februari 2016. Pukul 19.30
Konsideran:
Undang-Undang No 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Cacat
Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Disabilitas
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia mempunyai hak asasi yang merupakan hak paling dasar. Hak
ini harus dihormati oleh setiap orang dan dilindungi oleh negara. Hal itu berlaku bagi
seluruh manusia, meskipun seseorang itu memiliki kelainan fisik (penyandang
disabilitas). Perlindungan hak asasi manusia tersebut mutlak diberikan tanpa
pengecualian dan tanpa perbedaan menurut bangsa, suku, ras, agama, jenis kelamin,
maupun status sosial dan status hukum seseorang.1 Indonesia secara langsung telah
memberikan perlindungan, penghormatan dan sekaligus memberikan kewajiban
kepada negara untuk melakukan pemenuhan terhadap hak bagi setiap warga
negaranya. Perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia tersebut dilakukan oleh
negara tanpa melihat status sosial yang melekat pada setiap warga negaranya,
termasuk penyandang cacat.
Penyandang cacat atau penyandang disabilitas adalah setiap orang yang
mempunyai kelainan fisik dan/ atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan
hambatan baginya untuk melakukan kegiatan seperti layaknya orang normal.
Penyandang cacat meliputi tuna daksa, tuna netra, tuna wicara/rungu, tuna grahita dll.
2
Manusia penyandang disabilitas adalah tetap sebagai manusia yang mempunyai hak
1Adithiya Diar “Konstitusionalitas Kesamaan Hak Bagi Penyandang Cacat untuk Mendapatkan
Pekerjaan dan Penghidupan yang Layak di Indonesia” (http: //download.portalgaruda.org)
2Prof.Dr.H.Muladi, SH, “Hak Asasi Manusia, Hakekat, Konsep, dan Implementasinya
dalam
2
fundamental selayaknya manusia pada umumnya. Masyarakat internasional
memberikan pengakuan terhadap perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia
penyandang cacat.
Tidak saja dalam bentuk deklarasi, perlindungan hak-hak penyandang
disabilitas juga ditetapkan dalam berbagai konvensi yang mengikat secara hukum.3
Jimly Asshiddiqie menjelaskan bahwa perlakuan khusus yang biasa dikenal dengan
Affirmative Action sebagai pengecualian atas ketentuan hak asasi manusia yang anti
diskriminasi dengan pertimbangan bahwa orang atau kelompok orang yang
bersangkutan berada dalam keadaan yang tertinggal dari perkembangan masyarakat
pada umumnya, sehingga kepadanya dibutuhkan tindakan dan kebijakan yang bersifat
khusus. Salah satu yang harus mendapatkan perlakuan khusus itu adalah penyandang
cacat.4 Mereka memperoleh perlakuan khusus dimaksudkan sebagai upaya
perlindungan dari kerentanan terhadap berbagai pelanggaran hak asasi manusia. Oleh
karena itu, keistimewaan dan perlakuan khusus kepada penyandang disabilitas harus
ditafsirkan sebagai upaya memaksimalisasi penghormatan, pemajuan, perlindungan
dan pemenuhan hak asasi manusia universal.5
John Locke berpendapat bahwa manusia yang berkedudukan sebagai warga
negara hak-hak dasarnya dilindungi oleh negara.6 Sesuai dengan Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia 1945 Pasal 28H Ayat 1 berbunyi “Setiap orang berhak
3
Majda El Muhtaj, Dimensi-Dimensi HAM: Mengurai hak ekonomi, sosial, dan budaya, PT. Raja Grafindo, Jakarta,2008, hlm: 275
4
Jimly Asshidiqie, Komentar atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm: 47
5
Majda El Muhtaj, Op. Cit., hlm: 275 6
3
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat, hak untuk memperoleh kesehatan”. Kemudian Pasal 28I Ayat 2
berbunyi “Setiap orang berhak untuk bebas dari perlakuan diskriminasi atas dasar
apapun dan berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminatif tersebut”.
Oleh karena itu, sudah sangat jelas bahwa setiap orang berhak mendapatkan
perlakuan yang sama tanpa membedakan status sosial bahkan dengan orang-orang
penyandang disabilitas.
Aksesibilitas bagi penyandang disabilitas sudah seharusnya mendapat
perhatian dari pemerintah. Karena masih sangat banyak fasilitas umum yang hanya
diperuntukkan bagi non disabilitas, sedangkan bagi penyandang disabilitas masih
sangat kurang. Walaupun sudah terdapat peraturan daerah yang menjelaskan bahwa
pembangunan fasilitas umum untuk penyandang disabilitas secara bertahap, namun
kenyataannya masih penyandang disabilitas masih kesulitan. Terutama di
tempat-tempat umum yaitu terminal, trotoar, stasiun, dll.
Pada konteks Indonesia, Yogyakarta merupakan daerah yang mempelopori
untuk memberikan pelayanan khusus bagi penyandang disabilitas. Terdapat beberapa
kelompok penyandang disabilitas yang paling bersentuhan dengan aksesibilitas fisik
pelayanan publik ialah tuna daksa, tuna netra, tuna rungu dan tuna grahita. Bagi
penyandang disabilitas tuna daksa, mereka membutuhkan ruang publik yang ada
ramp dengan kemiringan 1:12 antara tinggi dan alas, pintu dengan lebar 90cm, toilet
yang sesuai dengan kursi roda, serta telepon umum yang rendah. Kebutuhan tuna
4
keyboard, titik handphone dan lainnya. Bagi tuna rungu yang dibutuhkan adalah
visualnya, seperti bel peringatan kebakaran, ada lampu yang kedap-kedip, ataupun
bahasa isyarat lainnya. Sedangkan bagi tuna grahita yang diutamakan adalah
keselamatan, maka yang dibutuhkan ialah pembuatan bangunan yang tidak memiliki
sudut lancip, tetapi dibuat dengan sudut tumpul.7
Adapun implementasi Disability Policy di Kota Malang sudah dituangkan
pada Peraturan Daerah Kota Malang nomor 2 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Disabilitas. Kota Malang menargetkan bahwa pada tahun 2015 akan
menjadi Kota Inklusif, atau kota yang ramah akan penyandang disabilitas. Kota
Malang menjadi kota penting yang dipilih pada tahun 2013 oleh Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan sebagai, pertama kota pendidikan inklusif dan ramah terhadap
penyandang disabilitas. Kedua di Kota Malang mempunyai perguruan tinggi yang
merupakan pelopor pendidikan inklusif perguruan tinggi, akan menjadi tidak
singkron bila kota Malang kurang ramah terhadap penyandang disabilitas. Ketiga,
Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya. Di Kota
Malang populasi penyandang disabilitas cukup tinggi dibanding dengan kota-kota
lainnya.8 Menurut data yang diperoleh dari Dinas Sosial Kota Malang terdapat jumlah
penyandang disabilitas untuk kategori anak yaitu berjumlah 228 orang diantaranya;
Cacat tubuh berjumlah 84 orang, tuna netra sebanyak 16orang, tuna rungu wicara 43
orang, cacat mental berjumlah 83 orang, dan cacat ganda sebanyak 2 orang.
Kemudian untuk kategori Dewasa berjumlah 502 orang, diantaranya; cacat tubuh
7
Ariani, Sedia Payung Sebelum Hujan. Edisi 24, hlm 11
8Slamet Thohari “Pandangan Disabilitas dan Aksesibilitas Fasilitas Publik bagi Penyandang
5
berjumlah 179 orang , tuna netra berjumlah 72 orang, rungu wicara 46 orang, cacat
mental berjumlah 200 orang, dan cacat ganda berjumlah 5 orang, sehingga total
keseluruhan berjumlah 730 orang penyandang disabilitas dari 873.716 penduduk di
kota Malang.9
Bentuk realisasi dari implementasi Disability Policy di Kota Malang terdapat
pedestrian yang ramah penyandang cacat. Kemudian dengan membuat sekolah
Inklusif yang mampu menampung sahabat penyandang cacat. Selain itu, kepolisian
Polresta Kota Malang juga telah menanggapi usulan dari Yayasan Pembinaan Anak
Cacat (YPAC) terkait mendapatkan SIM D untuk pengendara sepeda motor roda tiga
bagi penyandang cacat.10 Untuk pendidikan, Kota Malang mempunyai beberapa
sekolah Inklusif bagi penyandang disabilitas mulai dari SD (Sekolah Dasar) hingga
SMA (Sekolah Menengah Atas) baik negeri maupun swasta. Sesuai dengan Perda
Kota Malang nomor 2 Tahun 2014 Pasal 18 “Penyelenggara pendidikan bagi
penyandang disabilitas dilaksanakan melalui sistem pendidikan khusus dan sistem
pendidikan inklusif”. Sekolah inklusif berbeda dengan SLB (Sekolah Luar Biasa),
sekolah inklusif merupakan sekolah regular, sehingga penyandang disabilitas dapat
bersekolah dan berbaur di sekolah regular. Namun, Kota Malang sedang terkendala
dengan tenaga pengajar khusus. Karena seharusnya tiap kelas yang terdapat siswa
penyandang disabilitas, harus terdapat guru pendamping khusus. Namun, tenaga
pengajar tersebut masih sangat kurang. Sekolah inklusif sangat penting karena
9
Jumlah Penyandang Disabilitas Kota Malang, http://dinsoskotamalang.go.id diakses tanggal 1 November 2015 pukul 21. 35
10
6
nantinya penyandang difabel akan bersosialisasi dengan masyarakat biasa. Maka dari
itu, sangat disayangkan apabila penyandang disabilitas yang masih sanggup
bersekolah regular namun hanya bersekolah di SLB. Tidak hanya tenaga pengajar
khusus yang menjadi hal penting, namun fasilitas fisik di sekolah juga merupakan
aksesibilitas penunjang untuk siswa penyandang tuna daksa.
Pedestrian kota Malang juga menjadi prioritas pemerintah kota Malang.
Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan
(DPUPPB) bekerja sama dengan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota
Malang membersihkan trotoar di sejumlah kawasan. Karena tanda jalan bagi
penyandang cacat tuna netra bersifat sangat rentan dengan kotoran, debu dan tapak
kaki, maka DKP rutin membersihkan trotoar atau pedestrian tersebut agar tidak rusak,
sehingga penyandang cacat masih mampu mengenali tanda untuk penunjuk jalan
mereka. Karena penunjuk jalan tersebut dibuat dengan bahan granit yang rentan rusak
jika banyak debu, pasir, bahkan lumpur apabila tidak dibersihkan secara rutin.
Trotoar yang dibersihkan merupakan salah satu hasil nyata pedestrian yang ramah
bagi penyandang disabilitas. Trotoar seperti itu terdapat di Jalan Ijen, Jalan Kahuripan
hingga kawasan balai kota. Trotoar tersebut bisa digunakan oleh penyandang
disabilitas, seperti tuna netra. Design granit di lantai trotoar dibuat agar warga tuna
netra bisa dengan mudah mengenalinya. Penyandang tuna netra bisa mengenali arah
jalan dengan tongkat petunjuk. Granit-granitnya memberikan petunjuk untuk belok
atau lurus. Oleh karena itu, pembersihan menjadi program rutin yang dilakukan oleh
7
menerus, dan dibersihkan setiap sebulan sekali dengan menyemprotkan air ke trotoar,
kemudian menggosok trotoar di sepanjang kawasan tugu. Hal tersebut dimaksudkan
agar lumpur maupun kotoran lainnya tidak menempel pada granit.11 Kemudian, setiap
bangunan yang didirikan oleh pihak swasta maupun pemerintah harus melengkapi
bangunan tersebut untuk penyandang disabilitas, sehingga sangat terjangkau dan
tidak membahayakan bagi penyandang disabilitas.
Aksesibilitas untuk para penyandang disabilitas memang sudah diusahakan
oleh pemerintah kota Malang, sesuai dengan Perda Kota Malang nomor 2 tahun 2014
Pasal 89 “Setiap pengadaan sarana dan prasarana umum yang diselenggarakan oleh
pemerintah daerah dan/atau masyarakat wajib menyediakan aksesibilitas”. Kemudian
diperjelas dengan Pasal 90 Ayat 1 “Penyediaan aksesibilitas yang dimaksudkan untuk
menciptakan keadaan dan lingkungan yang lebih menunjang penyandang disabilitas
agar dapat sepenuhnya hidup bermasyarakat”. Oleh karena itu, Kota Malang ingin
menjadi Kota Inklusif pada tahun 2015 yaitu sebagai kota yang ramah akan para
penyandang disabilitas. Walaupun, pembangunanya tidak signifikan namun Kota
Malang memberikan pelayanan untuk penyandang disabilitas secara bertahap.
Dinas Sosial dalam hal ini berhubungan langsung dengan para penyandang
disabilitas mempunyai beberapa program salah satunya yaitu rehabilitasi sosial untuk
membantu para penyandang disabilitas untuk hidup mandiri. Jadi, peneliti
menekankan pada fasilitas umum pedestrian ramah penyandang disabilitas, sekolah
11
Rutin Bersihkan Trotoar, Fasilitas Penyandang Disabilitas,
8
inklusif, dan perlindungan dan pemberdayaan penyandang disabilitas di Kota
Malang. Menjadi hal yang sangat menarik, karena saat ini beberapa negara sedang
mengembangkan inklusif disabilitas.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian tersebut diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana Implementasi Disability Policy pada pembangunan Fasilitas
Umum sebagai Bentuk Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Cacat di
Kota Malang?
2. Apa hambatan yang terjadi dalam Implementasi Disability Policy di Kota
Malang?
3. Bagaimana pemerintah Kota Malang mengatasi hambatan dalam
Implementasi Disability Policy di Kota Malang?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang diharapkan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan implementasi disability policy pada fasilitas umum di
kota Malang
2. Untuk mengetahui hambatan pada Implementasi Disability Policy di Kota
Malang
3. Untuk mengetahui upaya pemerintah kota Malang dalam mengatasi hambatan
pada implementasi Disability Policy pada fasilitas umum di Kota Malang
9
Sehingga manfaat yang diperoleh yaitu:
- Manfaat Teoritis yaitu mengembangkan konsep Disability Policy dalam
Implementasi Kebijakan Publik. Mengembangkan pengetahuan mengenai
Implementasi Disability Policy dan upaya pemerintah dalam mengatasi
hambatan pada Implementasi Disability Policy.
- Manfaat Praktis yaitu sebagai bahan referensi di Perpustakaan jurusan
Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang, agar dapat
digunakan oleh peneliti selanjutnya.
E. Definisi Konsep dan Operasional
1. Definisi Konsep
Penelitian ini menganalisa pelaksanaan kebijakan terkait perlindungan dan
pemberdayaan bagi penyandang cacat yang ditetapkan dalam Perda Kota Malang
nomor 2 Tahun 2014. Kebijakan ini merupakan regulasi yang terbilang baru di kota
Malang, sehingga pembangunan fasilitas umum yaitu pedestrian yang ramah bagi
penyandang cacat sangat menarik untuk diteliti, sebagai bentuk dari implementasi
kebijakan. Tidak hanya itu, penelitian ini juga akan menganalisa lebih jauh tentang
hambatan dalam proses implementasi sebagai bentuk dari komprehensifitas kebijakan
yang telah dijalankan oleh pemerintah kota Malang.
a. Penyandang Disabilitas
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 4 Tahun 1997 Pasal 9
Tentang Penyandang Cacat, kaum difabel merupakan bagian dari masyarakat
10
Indonesia lainnya di segala aspek kehidupan dan penghidupan. Sedangkan menurut
John C Maxwel difabel adalah seseorang yang mempunyai kelainan fisik dan atau
yang dapat mengganggu aktivitas.12
Menurut Undang-Undang No 19 Tahun 2011 Tentang Konvensi Mengenai
Hak-Hak Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas termasuk mereka yang
memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu
lama dimana ketika berhadapan dengan berbagai hambatan, hal ini dapat
menghalangi partisipasi penuh dan efektif mereka dalam masyarakat berdasarkan
kesetaraan dengan lainnya. Timbulnya disabilitas dapat dilator belakangi masalah
kesehatan yang timbul sejak lahir, mulai dari kemiskinan hingga kesehatan calon ibu,
penyakit kronis maupun akut dan cidera yang dapat diakibatkan oleh kecelakaan,
perang, kerusuhan, bencana dll. Penyandang cacat terdiri dari 2 Kelompok, yaitu:
Penyandang Cacat Fisik, meliputi:
a. Penyandang cacat tubuh (tuna daksa)
b. Penyandang cacat netra (tuna netra)
c. Penyandang cacat tuna wicara/rungu
d. Penyandang cacat bekas penderita penyakit kronis (tuna daksa lara
kronis).
Penyandang cacat mental, meliputi:
a. Penyandang cacat mental (tuna grahita)
b. Penyandang cacat eks psikotik (tuna laras)
c. Penyandang cacar fisik dan mental atau cacat ganda13
12Sugiono, Ilhamudin, Arief Rahmawan “Klasterisasi Mahasiswa Difabel Indonesia Berdasarkan
Background Histories dan Studying Performance” (www.ijds.ub.ac.id)
13
11
b. Implementasi Kebijakan
Implementasi Kebijakan menurut Prof. H. Tachjan adalah proses kegiatan
administratif yang dilakukan setelah kebijakan ditetapkan atau disetujui. Kegiatan ini
terletak di antara perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi
Kebijakan mengandung logika top-down, maksudnya menurunkan atau menafsirkan
alternatif-alternatif yang masih abstrak atau makro menjadi alternatif yang bersfat
konkrit atau mikro.14 Sedangkan menurut Ghani dan Lockhart Implementasi
Kebijakan yaitu mendefinisikan pengalaman kita sehari-hari dan kemungkinan hidup
kita, bahkan jika kita tidak bisa melihatnya.15
Kemudian terdapat penjelasan menurut Knoepfel dan kawan-kawan,
Implementasi Kebijakan yaitu serangkaian keputusan atau tindakan-tindakan sebagai
akibat dari interaksi terstruktur dan berulang diantara berbagai actor, baik
publik/pemerintah maupun privat/swasta yang terlibat berbagai cara dalam
merespons, mengindentifikasikan, dan memecahkan suatu masalah yang secara
politis didefinisikan sebagai masalah publik.16 Menurut Warwick and Brynard,
implementasi kebijakan berarti transaksi untuk melaksanakan program, pelaksana
harus terus berurusan dengan tugas-tugas, lingkungan, klien, dan satu sama lain.
Formalitas organisasi dan mekanisme administrasi yang penting sebagai latar
belakang, tapi kunci keberhasilan tersebut adalah terus-menerus menghadapi konteks,
14Dr. Tjahjan “Implementasi Kebijakan Publik”
15Prof.Dr.Solichin Abdul Wahab,MA, 2013, “Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Penyusunan
Model-Model Implementasi Kebijakn Publik”, Jakarta, hlm.5
16
12
kepribadian, aliansi dan peristiwa, dan kesalahan, sehingga belajar untuk melakukan.
Tidak ada yang lebih penting untuk pelaksanaan selain mengkoreksi kebijakan itu
sendiri.17
c. Disability Policy
Disablity policy merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah
untuk melindungi masyarakat yang berkebutuhan khusus. Kebijakan ini bersifat linier
dan progresif. Karena didalamnya memuat beberapa ketentuan mengenai ketenaga
kerjaan, kesehatan, bahkan pendidikan. Pola kebijakan ini bertujuan untuk
memberikan kesejahteraan yang utuh kepada penyandang disabilitas. Kemudian,
kebijakan yang telah dikeluarkan juga bertujuan untuk menghentikan segala
permasalahan yang rentan dan sangat kompleks. Namun, kebijakan disabilitas ini
tidak serta merta berjalan dengan baik sesuai dengan kebijakan yang telah dibuat,
tentunya terdapat beberapa kebijakan yang tidak terealisasikan.18 Hal tersebut
didukung oleh Borsay menyatakan bahwa disability policy merupakan kebijakan
disabilitas yang telah didasarkan pada campuran berbagai permasalahan penyandang
cacat di beberapa Negara. Sangat lazim jika kebijakan tersebut bertujuan untuk
menghargai penyandang cacat dan untuk meningkatkan ekonomi sosial. Walaupun
terdapat banyak hambatan untuk mewujudkan kebijakan tersebut yang diakibatkan
oleh kontribusi penyandang cacat itu sendiri, padahal kebijakan tersebut bertujuan
17Erwan Agus Purwanto, Ph.D, “Implementasi Kebijakan Publik (Konsep dan Analisisnya di
Indonesia), hlm: 21
18Alan Roulstone and Simon Prideaux “Understanding disability policy” hlm: 151, diakses tanggal 29
13
untuk mengurangi permasalahan sosial.19 mempunyai hak-hak dan kesempatan yang
sama dengan warga masyarakat lainnya untuk mendapatkan taraf kesejahteraan
sosial.
d. Fasilitas Umum Pendukung Disabilitas di Kota Malang
Menurut UU Republik Indonesia tentang Penyandang cacat Pasal 1 Ayat 4
“Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat guna
mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan”
kemudian diperjelas di Pasal 20 “Penyediaan aksesibilitas dimaksudkan untuk
menciptakan keadaan dan lingkungan yang lebih menunjang penyandang cacat dapat
sepenuhnya hidup bermasyarakat”. Terdapat 2 aksesibilitas yaitu fisik dan non fisik.
Aksesibilitas fisik yaitu lingkungan yang oleh penyandang disabilitas dapat
dihampiri, dimasuki atau dilewati, dan penyandang disabilitas itu dapat menggunakan
wilayah dan fasilitas yang terdapat didalamnya tanpa bantuan (Didi Tarsidi, 2008:02).
Fasilitas yang akan diteliti yaitu, fasilitas umum di sekolah, karena kota
Malang mempunyai beberapa sekolah inklusif untuk membantu para penyandang
disabilitas agar mampu bersosialisasi lebih dini dengan masyarakat non difabel. Dan
yang terakhir yaitu pedestrian, karena pedestrian merupakan hak bagi pejalan kaki.
Terlebih dengan para penyandang disabilitas, menjadi sebagai bentuk perlindungan
sehingga penyandang cacat mendapatkan kenyamanan dan kemandirian dalam
melangsungkan hidupnya.
19
14
e. Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Cacat
Menjadi tugas pemerintah untuk memberikan hak-hak penyandang cacat
dengan mengeluarkan kebijakan. Kota Malang mengeluarkan Perda No 2 Tahun 2014
tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Disabilitas. Didalamnya
menjelaskan tentang hak-hak sebagai penyandang cacat. Salah satunya yaitu dengan
memberikan aksesibilitas, pendidikan (inklusif), rehabilitasi sosial. Melihat bahwa
Kota Malang melalui Dinas Pendidikan menerapkan Sekolah inklusif, fasilitas ramah
penyandang cacat menjadi hal yang sangat penting, agar sekolah inklusif lebih siap
untuk menerima siswa ABK.
Sekolah inklusif merupakan suatu inovasi pendidikan bagi penyandang cacat.
Tujuan inklusif yaitu mendidik anak yang berkebutuhan khusus akibat kecacatannya
di kelas reguler bersama-sama dengan anak non ABK, dengan dukungan yang sesuai
dengan kebutuhannya di sekolah. 20Kemudian yang terakhir yaitu rehabilitasi sosial.
Menurut Peraturan Menteri Sosial Nomor 25 Tahun 2012, rehabilitasi sosial
merupakan refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang
mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
Rehabilitasi sosial yang menjadi salah satu program Dinas sosial Kota Malang
menjadi sebuah bentuk perlindungan dan pemberdayaan bagi penyandang disabilitas.
20
15
Karena dengan begitu, penyandang disabilitas mampu untuk hidup mandiri di dalam
kehidupan masyarakat.
2. Definisi Operasional
1. Implementasi Disability Policy pada Pembangunan Fasilitas Umum sebagai
Bentuk Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Cacat di Kota Malang
a. Aksesibilitas fasilitas umum pedestrian ramah penyandang disabilitas
b. Fasilitas sekolah ramah disabilitas dalam sekolah inklusif di Kota Malang
c. Disability Policy sebagai Bentuk Perlindungan dan Pemberdayaan Kelompok
Difabel
2. Hambatan Implementasi Disability Policy di Kota Malang
3. Upayan Pemerintah dalam Mengatasi hambatan dalam Implementasi Disability
Policy di Kota Malang
F. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif. Sebab masalah
yang diteliti merupakan suatu fenomena sosial yang sifatnya deskriptif. Menurut
Djam’an Satori dan Aan Komariah, penelitian kualitatif merupakan penelitian yang
mengungkap situasi sosial tertentu dengan cara mendeskripsikannya secara benar, di
bentuk berdasarkan kata- kata serta berdasarkan teknik pengumpulan data analisis
yang relevan dan di peroleh dari situasi yang alamiah.21
1. Jenis Penelitian
21
16
Jenis penelitian ini adalah peneltian deskriptif. Bogda dan taylor
mendefinisikan penelitian deskriptif sebagai penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata kata tertulis atau lisan dari orang orang dan perilaku yang dapat
diamati.22 Sehingga peneliti dapat memperoleh informasi yang mendalam terkait
permasalahan yang di teliti. Dalam hal ini peneliti berusaha mendapatkan informasi
sedetail-detailnya tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Cacat di
Kota Malang, dan Fasilitas Umum yang telah dibangun bagi Penyandang Cacat.
2. Sumber Data
Data Primer: data yang diperoleh peneliti secara langsung (dari tangan
pertama), yaitu melalui observasi, angket, wawancara dan dokumentasi
Data Sekunder: data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada, yaitu
melalui referensi seperti buku, jurnal, internet serta penelitian terdahulu.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data ini bertujuan untuk mengumpulkan atau memperoleh data
yang ada di lapangan yang akurat dan faktual, guna memecahkan permasalahan yang
ada dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:
a. Observasi
Kegiatan pengamatan secara langsung di lapangan dalam upaya memahami
apa yang diketahui oleh subjek penelitian yang berkaitan dengan tema yang di angkat
dalam penelitian. Istilah observasi di arahkan pada kegiatan memperhatikan secara
22
17
akurat dan mencatat fenomena yang muncul. Observasi bertujuan untuk mendapat
data tentang suatu masalah sehingga memperoleh pemahaman dan juga sebagai alat
rechecking atau pembuktian terhadap informasi yang diperoleh sebelumnya.23
b. Wawancara
Wawancara Tak Terstuktur: Wawancara tak terstruktur adalah sebuah
kegiatan wawancara yang biasanya pertanyaannya tidak disusun terlebih dahulu,
sebab pertanyaan disesuaikan dengan respon dari narasumber. Pelaksanaan
tanya-jawab mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari. Wawancara semacam ini
digunakan untuk menemukan informasi yang bukan tunggal karena masih
memerlukan penafsiran kembali. Narasumber biasanya adalah mereka yang memiliki
pengetahuan dan mendalami situasi yang tengah diteliti. 24
c. Dokumen
Dokumen adalah sebuah kumpulan catatan, karangan, laporan, aturan,
maupun sejenis informasi yang dihasilkan oleh lembaga sosial tertentu. Dokumen
digunakan sebagai sumber data yang dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan,
bahkan untuk meramalkan suatu fenomena sosial yang berkaitan dengan penelitian. 25
23
Rahayu, I., Observasi dan Wawancara, Malang, Banyuwangi, 2004, Hal. 1
24
Prof. DR. Lexy Moleong, M. A metodologi penelitian kualitatif, Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya Offset, 2007, Hal.190
25
18
4. Teknik Pengambilan Sampel Penelitian
Teknik pengambilan sampel penelitian dengan menggunakan purposive
sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.26 Alasan
memilih Bapak Drs.Imam Khambali, M.Pd karena beliau merupakan Kasi Sarana dan
Prasarana Bidang SD (Sekolah Dasar) dan PKLK (Pendidikan Khusus dan Layanan
Khusus). Narasumber sangat cocok sebagai informan untuk penelitian saya tentang
pendidikan dan sekolah inklusif. Kemudian, meneliti tentang pemberdayaan dan
perlindungan penyandnag cacat, narasumber saya adalah Ibu Laily Qodariyah, A. Ks
selaku Kasi Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat. Karena, beliau menangani
masalah pemberdayaan penyandang cacat, yaitu rehabilitasi sosial sebagai bentuk
perlindungan penyandang cacat. Penelitian ke tiga saya yaitu tentang pedestrian
ramah disabilitas di Kota Malang. Sangat cocok dengan narasumber yang sudah saya
tuju yaitu Bapak Nurcholis selaku Staff Bidang Bina Marga Seksi Jalan Dinas
Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawan Bangunan. Sehingga saya dapat
mengetahui sejauh mana pembangunan pedestrian ramah disabilitas.
Untuk membuktikan bahwa pendidikan inklusif sudah berjalan di Kota
Malang, oleh karena itu saya melakukan penelitian ke 2 sekolah. Yaitu SDN
Sumbersari 1 dan SDN Arjosari 1. Karena, selain menjadi pelopor sekolah inklusif
untuk sekolah lainnya, 2 sekolah tersebut sudah menjadi sekolah inklusif sebelum
Perda No 2 Tahun 2014 dikeluarkan. SDN Arjosari 1 dengan Dra. A Dwi Handayani
26
19
M.Si, beliau selaku Kepala Sekolah yang mengetahui perkembangan SDN
Sumbersari 1 sebagai pelopor sekolah inklusif sejak tahun 2006. Kemudian, SDN
Arjosari 1 dengan Bu Yoesmay sebagai Tenaga Pengajar Khusus (TPK) yang
mengetahui dengan jelas tugasnya sebagai guru pendamping Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK).
5. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah:
a. Bapak Drs.Imam Khambali, M.Pd selaku Kasi Sarana dan Prasarana Bidang
SD (Sekolah Dasar) dan PKLK (Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus)
Dinas Pendidikan Kota Malang
b. Ibu Laily Qodariyah, A. Ks selaku Kasi Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat
Dinas Sosial Kota Malang
c. Nurcholis, selaku Staff Bidang Bina Marga Seksi Jalan Dinas Pekerjaan
Umum Perumahan dan Pengawan Bangunan
d. Bu Dra. A Dwi Handayani M.Si, selaku Kepala Sekolah SDN Sumbersari 1
Kota Malang
e. Bu Yoesmay, selaku Tenaga Pengajar Khusus SDN Arjosari 1 Kota Malang
6. Lokasi Penelitian
a. Dinas Pendidikan Kota Malang, Jalan Veteran no 19 Malang, no telf
(0341) 551333
b. Dinas Sosial Kota Malang, Jalan Raya Sulfat No. 12 Kota Malang,
20
c. Dinas Pekerjaan Umum, Jalan Bingkil No. 1 – Sukun – Malang
d. SDN Sumbersari 01 sebagai sekolah Inklusif di Kota Malang
e. SDN Arjosari 01 sebagai sekolah Inklusif di Kota Malang
7. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif
model interaktif Miles dan Huberman dalam Sugiyono27. Melalui pengumpulan data,
penyederhanaan data (data reduction), penyajian data (data display), penarikan
kesimpulan (conclution drawing). Dari data tersebut akan mengungkapkan peristiwa
yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
Sumber: Sugiyono. 2010
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan-
catatan lapangan.28 Langkah- langkah yang digunakan adalah menajamkan analisis,
menggolongkan atau mengkategorisasikan kedalam tiap permasalahan melalui uraian
27
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
28
Miles, Matthew B dan Huberman, A Michel, Analisis Data Kualitatif, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1992, Hal. 16
Pengumpulan data
Penyajian
Data Kesimpulan/
Verifikasi
21
singkat, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan sehingga
dapat ditarik dan di verifikasi. Data yang di reduksi antara lain seluruh data mengenai
permasalahan penelitian.
Data yang direduksi memberikan gambaran yang lebih spesifik dan
mempermudah peneliti melakukan pengumpulan data selanjutnya serta mencari data
tambahan jika di perlukan. Semakin lama peneliti berada di lapangan maka jumlah
data akan semakin banyak, semakin kompleks dan rumit. Oleh karena itu, reduksi
data perlu dilakukan sehingga data tidak bertumpuk agar tidak mempersulit analisis
selanjutnya.
b. Display Data/ Penyajian Data
Setelah data di reduksi, langkah analisis selanjutnya adalah penyajian data.
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersususun yang memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan atau pengambilan tindakan.29
Penyajian data di arahkan agar data hasil reduksi terorganisasikan tersususun
dalam pola hubungan sehingga makin mudah di pahami, penyajian data dapat
dilakukan dalam bentuk uraian naratif, bagan, hubungan antar kategori serta diagram
alur. Penyajian data dalam bentuk tersebut mempermudah peneliti dalam memahami
apa yang terjadi. Pada langkah ini, peneliti berusaha menyusun data yang relevan
sehingga informasi yang didapat dapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu
untuk menjawab masalah penelitian.
29
22
Penyajian data yang baik merupakan satu langkah penting menuju tercapainya
analisis kualitatif yang valid dan handal. Dalam melakukan penyajian data tidak
semata- mata mendeskripsikan secara naratif, tetapi di sertai proses analisis yang
terus menerus sampai proses penarkan kesimpulan. Langkah berikutnya dalam proses
analisis data kualitatif adalah menarik kesimpulan berdasarkan temuan dan
melakukan verifikasi data.
c. Menarik Kesimpulan
Tahap ini merupakan tahap penarika kesimpulan dari semua data yang telah di
peroleh sebagai hasil dari penelitian. Penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah
usaha untuk mencari atau memahami makna/ arti keteraturan, pola-pola, penjelasan,
alur sebab akibat atau proposisi. Sebelum melakukan penerikan kesimpulan lebih
dahulu dilakukan reduksi data, penyajian data serta penarikan kesimpulan atau
verifikasi dari kegiatan- kegiatan sebelumnya.
Sesuai dengan pendapat Miles dan Huberman, proses analistik tidak sekali jadi,
melainkan interaktif, secara bolak-balik di antara kegiatan reduksi, penyajian dan
penarikan kesimpulan atau verifikasi selama waktu penelitian. Setelah melakukan
verifikasi maka dapat di tarik kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang disajikan
dalam bentuk narasi. Penarikan kesimpulan merupakan tahap akhir dari kegiatan