PENGENDALIAN Pseudococcus spp. (Homoptera:Pseudococcidae)
PADA BUAH MANGGIS DENGAN MENGGUNAKAN PESTISIDA
BOTANI DAN ORGANIK DI LABORATORIUM
SKRIPSI
OLEH:
ROMA ARTHA DITA 060302020
HPT
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGENDALIAN Pseudococcus spp. (Homoptera: Pseudococcidae)
PADA BUAH MANGGIS DENGAN MENGGUNAKAN PESTISIDA
BOTANI DAN ORGANIK DI LABORATORIUM
SKRIPSI
OLEH:
ROMA ARTHA DITA 060302020
HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Meraih Gelar Sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Dra. M. Cyccu Tobing, MS) (Ir. Mena Uly Tarigan, MS Ketua Anggota
)
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Roma Artha Dita, “Pengendalian Pseudococcus spp. (Homoptera: Pseudococcidae) Pada Buah Manggis Dengan Menggunakan Pestisida Botani Dan Organik Di Laboratorium” di bawah bimbingan M. Cyccu Tobing dan Mena Uly Tarigan. Pestisida biologi adalah alternatif perlakuan yang akhir-akhir ini banyak digunakan sebagai pengendalian biologi hama tanaman. Pada buah manggis, kutu putih (Pseudococcus spp.) merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi ekspor buah manggis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pestisida biologi sebagai alternatif perlakuan untuk menekan kutu putih pada buah manggis. Penelitian dilakukan pada bulan September- Oktober 2010 di Laboratorium Hama Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan 2 faktor yaitu faktor pertama adalah jenis pestisida biologi (P0, P1, P2, P3, P4, P5, P6, P7, P8,
dan P9) dan faktor kedua adalah metode aplikasi (semprot dan celup) dengan 20 perlakuan dan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase
mortalitas kutu putih tertinggi pada 4 hsa yaitu pada perlakuan P6A2 (mahoni 5% /celup) dan P3A2 (nimba 5% /celup), masing-masing sebesar 100%
dan 99,17% dan terendah pada perlakuan P7A1 (kitosan 1% /semprot), P8A1 (kitosan 2,5% /semprot) dan P0A1 (kontrol/ semprot) sebesar 30,45%,36,86, dan 43,33%. Perlakuan dengan pestisida biologi tidak menyebabkan perubahan warna pada buah dan kelopak manggis.
Kata kunci : manggis, Pseudococcus spp., pestisida biologi, mortalitas
ABSTRACT
Roma Artha Dita, “Control of Pseudococcus spp. (Homoptera:Pseudococcidae) On Mangosteen Using Botanical Pesticides And Organic In Laboratory” under the guidance of M. Cyccu Tobing and Mena Uly Tarigan. Biopesticide is an alternative treatment recently used as biological control for controlling plant pest. Mealybug (Pseudococcus spp.) is one of the factors affecting the productivity of mangosteen (Garcinia mangostana). The objectives of the research were to find out an effectivities of biopesticide as alternative treatment to reduce mealybug on mangosteen. The research was conducted since September to Oktober 2010 in the Plant Pest Laboratory, Department of Plant Protection, North Sumatra University Medan. The research used randomized complete design with two factors, the first factor was kind of biopesticides (P0, P1, P2, P3, P4, P5, P6, P7, P8, and P9). the
second factor was kind of application method (spraying and dipping) with 20 combines of treatment and three replication. The results showed that the
highest mortality percentage of mealybugs on the 4 HSA are in treatment P6A2 (mahoni 1% /dipping) and P3A2 (nimba 5% /dipping), respectively 100% and 99.17% and lowest in the treatment of P7A1 (kitosan 1% /spraying), P8A1 (kitosan 2,5% /spraying) and P0A1 (control/ spraying) respectively 30.45%, 36.86, and 43.33%. Biopesticide was not causes damage of fruit and pericarp.
Keywords : mangosteen, Pseudococcus spp., biopesticide, mortality
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Adapun judul skripsi ini adalah “PENGENDALIAN Pseudococcus spp.
(Homoptera: Pseudococcidae) PADA BUAH MANGGIS DENGAN MENGGUNAKAN PESTISIDA BOTANI DAN ORGANIK DI LABORATORIUM” yang disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Komisi Pembimbing Prof. Dr. Dra. M. Cyccu Tobing, MS selaku Ketua dan
Ir. Mena Uly Tarigan, MS selaku Anggota, dan seluruh staf Balai Karantina
Polonia Medan yang telah mengarahkan dan memberi saran kepada penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan tulisan ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga tulisan ini
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Oktober 2010
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Roma Artha Dita lahir pada tanggal 15 September 1988 di Jakarta,
sebagai anak kedua dari lima bersaudara, puteri dari Ayahanda
Drs. E. Purba, BSc. dan Ibunda A. Damanik, BA.
Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:
- Tahun 2000 lulus dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 027950 Binjai.
- Tahun 2003 lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1
Binjai.
- Tahun 2006 lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Binjai.
- Tahun 2006 lulus dan diterima di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur PMDK.
Penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu menjadi anggota
IMAPTAN (Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman) tahun 2006-2010, menjadi
Asisten Epidemiologi Penyakit Tumbuhan tahun 2008-2009, pernah mengikuti
Seminar Ilmiah dengan tema “Dengan Pertanian Berkelanjutan Kita Wariskan
Kehidupan Berwawasan Lingkungan”. Penulis melakukan Praktek Kerja
Lapangan (PKL) di PTPN III. Kebun Rambutan, Tebing Tinggi. Pada tahun 2010
melaksanakan penelitian skripsi di Laboratorium Hama Tanaman Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan pada September- Oktober 2010.
DAFTAR ISI
Nimba (Azadirachta indica A. Juss)...9Mahoni (Swietenia macrophylla Jacq)...10
Kapur...12
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ...15
Bahan dan Alat ...15
Metode Penelitian ...15
Pelaksanaan Penelitian Penyediaan Serangga Uji ...18
Penyediaan Bahan Tumbuhan dan Bahan Organik...18
Pembuatan Pestisida Nabati ...18
Pembuatan Kapur ...19
Aplikasi Insektisida Botani dan Organik...19
Peubah Amatan ...20
HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Mortalitas Pseudococcus spp. ………...………..21
Perilaku Hama ………...25
Morfologi Buah Manggis ………..27
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan...29
Saran...29
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No. Judul Hal.
1. Rataan pengaruh aplikasi ekstrak nimba, mahoni dan kitosan terhadap
mortalitas (%) Pseudococcus spp. pada pengamatan I-IV HSA ... 21
2. Respon pemberian pestisida biologi sebagai perlakuan alternatif terhadap tampilan buah manggis... 26
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Hal.
1. Kutu Putih Pseudococcus spp. ... 7
2. Gejala serangan Pseudococcus spp. ... 8
3. Rumus bangun Azadirachtin ... 10
4. Rumus bangun Flanovoid ...
10
5. Rumus bangun Kitosan ... 10
6. Histogram pengaruh aplikasi pestisida nimba, mahoni dan kitosan
terhadap mortalitas (%) Pseudococcus spp. pada pengamatan I-IV
HSA ... 25
7. Pseudococcus spp. yang mati ………... 26
8. Pengamatan terhadap morfologi buah manggis ………28
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Hal.
1. Bagan Penelitian ... 32
2. Data Pengamatan Pengaruh Aplikasi Pestisida Ekstrak Nimba, Mahoni, Kitosan Terhadap Mortalitas Pseudococcus spp. pada 1 HSA ... 34
3. Data Pengamatan Pengaruh Aplikasi Pestisida Ekstrak Nimba, Mahoni, Kitosan Terhadap Mortalitas Pseudococcus spp. pada 2 HSA ... 38
4. Data Pengamatan Pengaruh Aplikasi Pestisida Ekstrak Nimba, Mahoni, Kitosan Terhadap Mortalitas Pseudococcus spp. pada 3 HSA ... 42
5. Data Pengamatan Pengaruh Aplikasi Pestisida Ekstrak Nimba, Mahoni, Kitosan Terhadap Mortalitas Pseudococcus spp. pada 4 HSA ... 47
6. Foto Penelitian ... 52
ABSTRAK
Roma Artha Dita, “Pengendalian Pseudococcus spp. (Homoptera: Pseudococcidae) Pada Buah Manggis Dengan Menggunakan Pestisida Botani Dan Organik Di Laboratorium” di bawah bimbingan M. Cyccu Tobing dan Mena Uly Tarigan. Pestisida biologi adalah alternatif perlakuan yang akhir-akhir ini banyak digunakan sebagai pengendalian biologi hama tanaman. Pada buah manggis, kutu putih (Pseudococcus spp.) merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi ekspor buah manggis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pestisida biologi sebagai alternatif perlakuan untuk menekan kutu putih pada buah manggis. Penelitian dilakukan pada bulan September- Oktober 2010 di Laboratorium Hama Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan 2 faktor yaitu faktor pertama adalah jenis pestisida biologi (P0, P1, P2, P3, P4, P5, P6, P7, P8,
dan P9) dan faktor kedua adalah metode aplikasi (semprot dan celup) dengan 20 perlakuan dan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase
mortalitas kutu putih tertinggi pada 4 hsa yaitu pada perlakuan P6A2 (mahoni 5% /celup) dan P3A2 (nimba 5% /celup), masing-masing sebesar 100%
dan 99,17% dan terendah pada perlakuan P7A1 (kitosan 1% /semprot), P8A1 (kitosan 2,5% /semprot) dan P0A1 (kontrol/ semprot) sebesar 30,45%,36,86, dan 43,33%. Perlakuan dengan pestisida biologi tidak menyebabkan perubahan warna pada buah dan kelopak manggis.
Kata kunci : manggis, Pseudococcus spp., pestisida biologi, mortalitas
ABSTRACT
Roma Artha Dita, “Control of Pseudococcus spp. (Homoptera:Pseudococcidae) On Mangosteen Using Botanical Pesticides And Organic In Laboratory” under the guidance of M. Cyccu Tobing and Mena Uly Tarigan. Biopesticide is an alternative treatment recently used as biological control for controlling plant pest. Mealybug (Pseudococcus spp.) is one of the factors affecting the productivity of mangosteen (Garcinia mangostana). The objectives of the research were to find out an effectivities of biopesticide as alternative treatment to reduce mealybug on mangosteen. The research was conducted since September to Oktober 2010 in the Plant Pest Laboratory, Department of Plant Protection, North Sumatra University Medan. The research used randomized complete design with two factors, the first factor was kind of biopesticides (P0, P1, P2, P3, P4, P5, P6, P7, P8, and P9). the
second factor was kind of application method (spraying and dipping) with 20 combines of treatment and three replication. The results showed that the
highest mortality percentage of mealybugs on the 4 HSA are in treatment P6A2 (mahoni 1% /dipping) and P3A2 (nimba 5% /dipping), respectively 100% and 99.17% and lowest in the treatment of P7A1 (kitosan 1% /spraying), P8A1 (kitosan 2,5% /spraying) and P0A1 (control/ spraying) respectively 30.45%, 36.86, and 43.33%. Biopesticide was not causes damage of fruit and pericarp.
Keywords : mangosteen, Pseudococcus spp., biopesticide, mortality
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah
eksotik primadona ekspor yang sangat potensial untuk dikembangkan. Manggis
dijuluki Queen of the Tropical Fruit, karena memiliki cita rasa yang eksotik dan
keindahan kulit buah dan daging buah yang berwarna putih bersih, yang tidak
dimiliki oleh komoditas buah-buahan eksotik lainnya (Poerwanto, 2004).
Sentra produksi manggis terbesar di Indonesia berada di Provinsi Jawa
Barat (Purwakarta, Subang, Bogor dan Tasikmalaya). Pusat penanaman pohon
manggis adalah Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Jawa Barat (Jasinga,
Ciamis, Wanayasa), Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Jawa Timur dan
Sulawesi Utara (BPP, 2003).
Buah manggis merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang memiliki
nilai ekonomis dan kandungan gizi yang tinggi, sehingga berpontensi untuk
pengembangan agribisnis yang mendukung peningkatan ekspor buah-buahan tropika.
Permintaan buah manggis untuk pasar lokal dan pasar internasional terus meningkat
dari tahun ke tahun (Sutrisno et al., 2009).
Potensi, peluang dan pengembangan tanaman manggis cukup cerah, baik
untuk memenuhi konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Peluang ekspor manggis
masih terbuka karena pasar buah-buahan termasuk manggis belum dibatasi oleh
kuota. Bahkan permintaan pasar dunia akan manggis belum terpenuhi. Rata-rata
28,2 kg/pohon atau 2,82 t/ha, padahal di Thailand dapat mencapai 4,5-6 t/ha
(Balai Penelitian Tanaman Buah, 2006).
Berdasarkan data statistik produksi hortikultura tampak bahwa
perkembangan luas panen maupun produksi manggis selama 5 tahun
menunjukkan keadaan berfluktuasi. Luas panen manggis pada tahun 2002 adalah
sebesar 8.051 ha meningkat menjadi 9.354 ha pada tahun 2003, turun kembali
menjadi 8.473 ha pada tahun 2004. Selanjutnya pada tahun 2005 meningkat
kembali menjadi 9.119 ha walaupun pada tahun 2006 turun lagi menjadi
8.275 ha. Demikian juga produksi manggis pada tahun 2002 tercatat sebesar
62.055 ton meningkat menjadi 79.073 ton pada tahun 2003, tetapi pada tahun
2004 mengalami penurunan lagi menjadi 62.117 ton dan meningkat kembali
pada tahun 2005 dan 2006 masing-masing menjadi 64.711 ton dan 72.634 ton
(Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010).
Sebagai komoditas ekspor, maka persyaratan mutu harus dijaga agar buah
yang diekspor dapat diterima oleh konsumen. Selama ini produksi manggis
sebagian besar di Indonesia dan di Pulau Lombok adalah produk dari kebun
campuran dengan rata-rata persentase yang memenuhi ekspor masih cukup
rendah. Persentase buah manggis kualitas ekspor hasil kebun rakyat di NTB
berkisar 25% – 30%. Beberapa kendala yang menyebabkan rendahnya kualitas
ekspor adalah tidak dilakukan pencegahan terhadap organisme pengganggu
tanaman dan penanganan panen dan pasca panen kurang tepat (Rahayu, 2006).
Salah satu kendala dalam budi daya manggis adalah serangan organisme
pengganggu tumbuhan (OPT) seperti kutu putih (Pseudococcus spp.), ulat
thrip (Scirtothrips sp.), Hyposidra talaca (Wlk.) dan tungau (Tetranychus spp.)
(Balai Penelitian Tanaman Buah, 2006).
Serangan hama dan penyakit pada tanaman budidaya merupakan salah
satu faktor penting yang dapat mengurangi hasil pertanian. Selama ini, petani
sangat tergantung kepada pestisida kimia untuk mengendalikan hama dan
penyakit tersebut, padahal penggunaan pestisida yang berlebihan, tidak saja akan
meningkatkan biaya produksi, tetapi juga berdampak buruk bagi kesehatan petani,
konsumen maupun keseimbangan hayati sekitarnya. Pencegahan harus dilakukan
melalui penggunaan pestisida alami yang tidak meninggalkan residu berbahaya
dan ramah lingkungan (Samsudin, 2010).
Aplikasi insektisida kimia sintetik yang kurang bijaksana dan tidak sesuai
dengan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dapat memberikan berbagai dampak
negatif seperti terjadinya resistensi hama, munculnya hama sekunder, terbunuhnya
organisme bukan sasaran, adanya residu insektisida pada bahan makanan,
pencemaran lingkungan, dan bahaya pada pemakai. Sebagai alternatif, sekarang
mulai dikembangkan penggunaan bahan tumbuhan untuk dijadikan insektisida
nabati (Untung, 1996).
Insektisida nabati kembali mendapat perhatian menggantikan insektisida
kimia sintetik karena relatif aman, murah, mudah aplikasinya di tingkat petani,
selektif, tidak mencemari lingkungan, dan residunya relatif pendek
(Herminanto et al., 2001).
Pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya
berasal dari tumbuhan. Pestisida nabati relatif mudah dibuat dengan kemampuan
ini bersifat mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan,
residunya mudah hilang dan tanaman aman untuk dikonsumsi (Kardinan, 2004).
Keberhasilan penggunaan pestisida sangat ditentukan oleh aplikasi yang tepat,
untuk menjamin pestisida tersebut mencapai jasad sasaran yang dimaksud, selain juga
oleh faktor jenis dosis, dan saat aplikasi yang tepat. Dengan kata lain tidak ada
pestisida yang dapat berfungsi dengan baik kecuali bila diaplikasikan dengan tepat.
Aplikasi pestisida yang tepat dapat didefinisikan sebagai aplikasi pestisida yang
semaksimal mungkin terhadap sasaran yang ditentukan pada saat yang tepat, dengan
liputan hasil semprotan yang merata dari jumlah pestisida yang telah ditentukan
sesuai dengan anjuran dosis (Zulkarnain, 2010).
Indonesia yang mempunyai potensi luar biasa dalam mengembangkan
produksi buah manggis seringkali terganjal ekspornya akibat keberadaan kutu
putih pada bagian bawah kelopak buahnya. Kendala ini semata-mata muncul
karena belum tersedianya metode pengendalian kutu putih yang efektif. Metode
pengendalian yang diharapkan tidak menyebabkan kerusakan pada buah dan tidak
meninggalkan residu yang berbahaya. Sehingga dapat digunakan dalam sertifikasi
untuk keperluan ekspor. Sehubungan dengan uraian di atas, peneliti tertarik untuk
mengetahui metode pengendalian berbasis ramah lingkungan yang efektif
terhadap kutu putih (Pseudococcus spp.), maka perlu dilakukan penelitian untuk
Tujuan Penelitian
Menguji efektifitas jenis pestisida dan metode aplikasi terhadap mortalitas
dan perilaku hama kutu putih (Pseudococcus spp.) pada buah manggis di
laboratorium.
Hipotesa Penelitian
Ada perbedaan efektifitas pada jenis pestisida dan metode aplikasi
terhadap hama kutu putih (Pseudococcus spp.) pada buah manggis di
laboratorium.
Kegunaan Penulisan
- Sebagai salah satu syarat untuk dapat mendapatkan gelar sarjana di
Departemen Hama Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan.
TINJAUAN PUSTAKA
Kutu Putih (Pseudococcus spp.)
Menurut Kalshoven (1981), kutu putih (Pseudococcus spp.) dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Homoptera
Famili : Pseudococcidae
Genus : Pseudococcus
Spesies : Pseudococcus spp.
Kutu betina berbentuk oval memanjang, beruas, tidak bersayap dan
mampu bertelur sampai 300-500 butir,. Telurnya berwarna kuning terbungkus
dalam jaringan seperti lilin yang longgar (Borror, 1971).
Telur menetas setelah 6-20 hari. Peletakan telur berlangsung selama 1 atau
2 minggu kemudian kutu betina mati. Nimfa muda menghisap cairan dari daun
atau buah. Kutu putih bergerak lambat (Metcalf dan Flint, 1992).
Nimfa muda gerakannya lamban dan untuk tumbuh sampai dewasa
memerlukan waktu 1-4 bulan. Bentuk kutu elips, berwarna coklat kekuningan,
panjang ±3 mm, tertutup dengan massa putih seperti lilin yang bertepung.
Sepanjang tepi badannya terdapat tonjolan terpanjang pada bagian belakang
Kutu Pseudococcus spp. cepat berkembang di daerah ketinggian 600
mdpl. Hidup secara koloni di bawah tanah dan kadang ditemukan di permukaan
buah. Siklus hidup kutu ini sekitar 20-40 hari. Induk betina menghasilkan telur
sampai 300 butir (Kalshoven, 1981).
Gambar 1 : Kutu putih (Pseudococcus spp.)
Diunduh dar
Gejala Serangan
Penyebaran kutu dapat disebabkan oleh angin, terbawa bibit, terbawa
orang, maupun terbawa serangga lain dan terbawa burung. Keberadaan kutu yang
cukup tinggi dan bersifat polipag mempunyai potensi menyebar yang sangat
cepat. Disamping itu, dari sifat biologisnya yang merusak tanaman dengan cara
menghisap cairan tanaman serta mengeluarkan racun, mengakibatkan terjadinya
khlorosis, kerdil, malformasi daun, daun muda dan buah rontok, banyak
menghasilkan eksudat berupa embun madu sampai menimbulkan kematian
tanaman. Dengan demikian kutu putih ini memiliki potensi dapat merugikan
ekonomis yang cukup tinggi (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010).
Hama ini merusak dengan cara mengisap cairan tanaman. Kuncup bunga
dan buah muda yang diserang menjadi kering karena kehabisan cairan. Buah yang
Kutu putih merusak penampilan buah manggis. Kutu muda hidup dan
menghisap cairan kelopak bunga, tunas atau buah muda. Kutu dewasa
mengeluarkan semacam tepung putih yang menyelimuti seluruh tubuhnya
(Kuntarsih, 2005).
Kutu putih dewasa mengeluarkan cairan seperti gula yang selanjutnya
dapat menarik semut hitam dan menyebabkan timbulnya jelaga pada buah.
Walaupun rasa buah kurang terpengaruh, kulit buah yang kotor menyebabkan
kualitas buah menurun (Balai Penelitian Tanaman Buah, 2006).
Gambar 2 : Gejala serangan kutu putih (Pseudococcus spp.) Diunduh dar
Pengendalian Kutu Putih (Pseudococcus spp.)
Cara kultur teknis
- Mengurangi kepadatan tajuk agar tidak terlalu rapat dan saling menutupi;
- Mengurangi kepadatan buah.
Cara kimiawi
- Mencegah semut dengan memberi kapur anti semut;
- Menyemprot dengan insektisida dan fungisida yang efektif dan terdaftar (bila
Insektisida Nabati
Insektisida botani diperoleh dari tembakau, akar tuba, nimba, pyrethrum
(Chrysanthenum cinerariaefolium) dan lainnya (Hall dan Julius, 1999).
Insektisida botani diambil secara langsung dari tanaman atau hasil
tanaman. Insektisida jenis ini termasuk insektisida yang paling tua dan banyak
digunakan untuk pengendalian hama sebelum insektisida organik sintetik
ditemukan (Untung, 1996).
Nimba (Azadirachta indica A. Juss)
Tanaman nimba mengandung bahan aktif azadiraktin (C35H44O16),
meliantriol dan nimbin. Azadiraktin mengandung sekitar 17 komponen sehingga
sulit untuk menentukan jenis komponen yang paling berperan sebagai pestisida.
Kematian hama akibat dari penggunaan nimba terjadi pada pergantian
instar-instar berikutnya atau pada proses metamorfosis. Nimba tidak membunuh hama
secara cepat, tetapi berpengaruh terhadap hama pada daya makan, pertumbuhan,
daya reproduksi, proses ganti kulit, hambatan pembentukan serangga dewasa,
menghambat perkawinan, menghambat pembentukan kitin dan komunikasi
seksual (Kardinan, 2004).
Biji dan daun nimba mengandung beberapa jenis metabolit sekunder yang
aktif sebagai pestisida, diantaranya azadirachtin, salanin, meliatriol, dan nimbin.
Senyawa kimia tersebut dapat berperan sebagai penghambat pertumbuhan
serangga, penolak makan (antifeedant), dan repelen bagi serangga. Metabolit lain
yang terdapat di dalam mimba adalah mimbandiol, 3-desasetil salanin, salanol,
azadiron, azadiradion, epoksiazadiradion, gedunin, dan alkaloid. Kematian
hidup serangga target. Akan tetapi, apabila termakan dalam jumlah kecil saja
mengakibatkan serangga tidak bergerak dan berhenti makan. Aktivitas residu
insektisida dari azadirachtin ini umumnya terjadi antara 7-10 hari atau lebih lama
lagi, tergantung dari jenis serangga dan aplikasinya (Samsudin, 2010b).
Gambar 3 : Rumus bangun azadiraktin
Diunduh dar
Tanaman nimba (Azadirachta indica) mengandung zat toksik bagi
serangga hama. Serangga yang menjadi hama di lapangan maupun pada bahan
simpan mengalami kelainan tingkah laku akibat bahan efektif yang dikandung
pada nimba (Gruber dan Karganilla, 1989).
Berbagai zat aktif terkandung dalam nimba diantaranya adalah
azadirachtin, salanin, meliantriol, nimbin, dan nimbidin. Semua zat aktif tersebut
bermanfaat bagi kehidupan manusia. Tanaman nimba (Azadirachta indica) ini
aman dikonsumsi oleh manusia dan mampu membunuh bakteri serta mikroba
berbahaya (Rohmayati dan Khotimah, 2010).
Mahoni (Swietenia macrophylla Jacq.)
Mahoni mengandung senyawa limonoid, saponin dan flavonoida yang
bersifat menghambat makan dan perkembangan serangga. Larutan hasil perasan
biji mahoni dengan konsentrasi 3% sangat efektif untuk mengendalikan kutu daun
mencampurkan 3 gram biji mahoni dalam 100 ml air, kemudian dihaluskan
dengan blender. Cairan kemudian disaring dan dapat disemprotkan pada daun
krisan yang terserang. Tingkat mortalitas yang dihasilkan bisa mencapai 90%
lebih pada hari keempat setelah aplikasi (Rimansyah, 2010).
Biji mahoni mengandung senyawa flavonoid, saponin dan swietenin.
Flavonoid dapat menimbulkan kelayuan pada saraf serta kerusakan pada spirakel
yang mengakibatkan serangga tidak bisa bernafas dan akhirnya mati. Saponin
menunjukkan aksi sebagai racun dan antifeedant pada kutu Lepidoptera, kumbang
dan berbagai serangga lain. Sedangkan sweitenin merupakan termasuk senyawa
limonoid yang bersifat sebagai antifeedant dan penghambat pertumbuhan
(Rosyidah, 2007).
Gambar 4: Rumus bangun flavonoid
Diunduh dari www.wikipedia.org (30 Oktober 2010)
Ekstrak biji mahoni dengan konsentrasi 2,5%, mengandung deterjen 0,1%
dan direbus selama 5 menit memiliki aktifitas insektisida terhadap hama pengisap
buah lada, yaitu menyebabkan menurunnya populasi nimfa dan imago
(Rachmawati, 2010).
Penggunaan insektisida golongan piretroid, pestisida nabati cengkeh,
nimba, jarak kepyar pada pertanaman lada di Bangka dapat mengurangi populasi
kutu putih. Penggunaan ekstrak air tembakau (10 g/l), mimba (50 g/l),
Planococcus pada tanaman lada di Bangka menunjukkan bahwa tembakau dan
mimba sama efektifnya dengan penggunaan insektisida sintetik (karbofuran dan
monokrotofos) setelah delapan minggu (Balfas, 2009).
Setiap makhluk hidup mempunyai batas toleransi terhadap racun dimana
makhluk tersebut tidak mati. Lewat batas tersebut akan menimbulkan kematian
pada makhluk hidup yang diuji. Proses kematian akan semakin cepat dengan
pertambahan dosis yang digunakan (Natawigena, 2000).
Kapur (Kitosan)
Perkembangan kesehatan akibat residu pestisida pada buah dan sayur telah
menggeser pola pengendalian hama dan penyakit dari penggunaan pestisida ke
pengendalian secara biologi. Salah satu bahan alami yang telah direkomendasikan
adalah kitosan yang dihasilkan dari proses deasetilasi kitin cangkang kepiting atau
eksoskeleton udang. Kitosan melindungi buah melalui 2 mekanisme : fisik dan
kimiawi. Secara fisik, kitosan membentuk lapisan film yang membungkus
permukaan produk dan mengatur pertukaran gas dan kelembapan. Secara
kimiawi, kitosan bersifat merangsang respon resistensi pasca panen pada jaringan
tanaman (Pamekas, 2007).
Kitin merupakan polimer karbohidrat yang terbentuk melalui ikatan
ß (1- 4) antara monomer-monomer nacetylglucosamine. Kitosan yang merupakan
senyawa turunan kitin mempunyai lebih banyak keunggulan bila ditinjau dari segi
ekonomi maupun aplikasinya. Sumber utama yang dapat digunakan untuk
pengembangan lebih lanjut adalah kitin dari jenis udang-udangan (Crustaceae)
Kitosan merupakan produk hasil turunan kitin dengan rumus Nasetil-
D-Glukosamin, merupakan polimer kationik yang mempunyai jumlah monomer
sekitar 2000-3000 monomer dan tidak toksik Kitosan umumnya dibuat dari
limbah hasil industri perikanan, seperti udang, kepiting dan rajungan, yaitu dari
bagian kepala, kulit ataupun karapas. Larutan kitosan berfungsi sebagai edible
coating. Lapisan edible yang terbentuk pada permukaan dapat memperpanjang
masa simpan dengan cara menahan laju respirasi, transmisi, dan pertumbuhan
mikroba (Suptijah et al., 2008).
Gambar 5: Rumus bangun kitosan
Diunduh dari www.wikipedia.org (30 Oktober 2010)
Kitosan berkerja sebagai racun perut, sehingga dapat mengganggu sistem
pencernaan hama dan secara perlahan akan mematikan hama. Kitosan selain
ramah terhadap lingkungan, bahan baku limbah golongan crustacea khususnya
rajungan juga mudah didapatkan sehingga sumber daya lokal yang selama ini
dimiliki dapat dimanfaatkan sebagai pengganti bahan kimia (Zakiah, et al., 2007)
Kitosan diproduksi dengan proses deasetilasi lapisan kitin yang terdapat di
cangkang hewan crustaceae (udang-udangan) seperti udang, lobster, dan kepiting.
Di bidang pertanian, kitosan bukan hanya mampu membentuk lapisan tipis
permeabel terhadap gas sehingga dilaporkan mampu rnenghambat pemasakan
gandanya ini, dan diklaim 100% aman bagi kesehatan, perannya di bidang
pertanian menjadi semakin popular. Walaupun demikian, informasi ilmiah tentang
penggunaannya sebagai pelapis buah (fruit coating) pada buah-buah tropis sulit
diperoleh (Widodo, 2009).
Dalam industri pangan, kitin dan kitosan bermanfaat sebagai pengawet dan
penstabil warna produk. Secara kimia kitin adalah molekul besar (polimer
Senyawa ini tidak dapat disintesis secara kimia dan tersusun oleh satuan molekul
N-asetil-D-glukosamin. Kalau bagian asetil ini dibuang, maka kita akan
memperoleh kitosa
beberapa contoh aplikasi kitin dan kitosan dalam bidang nutrisi (suplemen dan
sumber serat), pangan (nutraceutical, flavor, pembentuk tekstur, emulsifier,
penjernih minuman), medis (mengobati luka, contact lens, membran untuk dialisis
darah, antitumor), kesehatan kulit dan rambut (krim pelembab, hair care product),
lingkungan dan pertanian (penjernih air, menyimpan benih, fertilizer dan
fungisida) lain-lain (proses finishing kertas dan menyerap warna pada produk cat)
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Departemen Hama
Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Medan
dengan ketinggian tempat ± 32 m di atas permukaan laut. Dilaksanakan mulai
bulan September sampai dengan Oktober 2010.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah manggis, daun
mimba, biji mahoni, kulit kerang, aquadest, dan etanol.
Alat yang dipergunakan adalah keranjang buah, kain kasa, lup,
handsprayer, beaker glass, label nama, alat pengaduk, saringan kawat kasa,
blender, ember, mortal, alu dan alat pendukung.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
2 faktorial terdiri dari :
Faktor 1 : Pestisida (P)
P0 = Kontrol
P1 = Nimba konsentrasi 1%
P2 = Nimba konsentrasi 2,5%
P4 = Mahoni konsentrasi 1%
P5 = Mahoni konsentrasi 2,5%
P6 = Mahoni konsentrasi 5%
P7 = Kitosan konsentrasi 1%
P8 = Kitosan konsentrasi 2,5%
P9 = Kitosan konsentrasi 5%
Faktor 2 : Cara aplikasi (A)
A1 = Penyemprotan (spraying)
A2 = Pencelupan (dipping)
Kombinasi perlakuan terdiri dari :
P0A1 P0A2
P1A1 P1A2
P2A1 P2A2
P3A1 P3A2
P4A1 P4A2
P5A1 P5A2
P6A1 P6A2
P7A1 P7A2
P8A1 P8A2
P9A1 P9A2
Ulangan sebanyak 3 kali, diperoleh dari:
(t-1) (r-1) > 15
(20-1) (r-1) > 15
19r – 19 > 15
19r > 34
r > 3
Jumlah ulangan (r) = 3
Kombinasi perlakuan sebanyak 20 kombinasi dengan tiga ulangan. Setiap
perlakuan diaplikasikan pada 10 buah manggis. Total buah manggis yang
dibutuhkan adalah : 20 x 3 x 10 = 600 buah manggis.
Model linier dari rancangan yang digunakan adalah :
Yij = µ +αi + βj + (αβ)ij + Σij
Dimana :
Yij = hasil pengamatan pada perlakuan jenis ekstrak taraf ke-i, perlakuan ke-j
µ = Rataan atau nilai tengah
αi = efek perlakuan jenis pestisida (P) taraf ke-i
βj = efek perlakuan cara aplikasi (A) taraf ke-j
(αβ)ij = interaksi antara faktor perlakuan P pada taraf ke-i dan perlakuan A pada
taraf ke-j
Σij = efek error
(Bangun, 1990).
Selanjutnya bila hasil sidik ragam menunjukkan berbeda nyata maka
Pelaksanaan Penelitian
Penyediaan Serangga Uji
Kutu putih (Pseudococcus spp.) diperoleh dari buah manggis di lapangan.
Jumlah kutu putih yang diaplikasikan sesuai dengan yang terdapat dari alam.
Sebelum diaplikasikan jumlah kutu putih di setiap perlakuan dihitung terlebih
dahulu. Setiap perlakukan terdiri dari 10 buah manggis segar.
Penyediaan Bahan Tumbuhan dan Bahan Organik
Penyediaan bahan tumbuhan ditujukan untuk tumbuhan nimba dan
mahoni. Pada tumbuhan nimba yang digunakan adalah daun, sedangkan mahoni
yang digunakan adalah biji. Jumlah bahan tumbuhan yang diambil diperkirakan
cukup untuk digunakan dalam pengujian aktivitas insektisida sebanyak 1000 gr.
Penyediaan bahan organik untuk pembuatan kapur dilakukan dengan
mengumpulkan limbah kulit kerang dari tempat penjualan ikan basah di pasar
tradisional. Jumlah kulit kerang yang dikumpulkan diperkirakan cukup untuk
digunakan dalam pengujian aktifitas bahan organik sebanyak 1000 gr.
Pembuatan Pestisida Botani
Disiapkan daun nimba yang masih segar dan biji mahoni yang didapat dari
buah mahoni yang mulai matang atau sudah tua. Masing-masing bahan tumbuhan
dijemur pada panas matahari hingga kering. Selanjutnya dihancurkan dengan
blender sehingga menjadi serbuk. Serbuk bahan disaring dengan saringan kawat
kasa berjalinan 1 mm. Serbuk halus diekstrasi menggunakan pelarut etanol
dengan perbandingan bahan : pelarut 1 : 10. Serbuk dari nimba dan mahoni
dimasukkan ke dalam ember masing-masing sebanyak 1000 gr dan ditambahkan
(maserasi) selama 24 jam. Setelah 24 jam ekstrak bahan tumbuhan disaring
dengan kain saring.
Pembuatan Kapur
Pembuatan kapur sebagai sumber bahan organik dilakukan dengan
menghancurkan kulit kerang secukupnya dengan mortal dan alu hingga menjadi
serbuk. Serbuk bahan organik disaring dengan saringan kawat kasa berjalinan
1 mm. Serbuk halus dicampur dengan aquadest.
Aplikasi Insektisida Botani dan Organik
Untuk membuat larutan dengan konsentrasi 5% ekstrak nimba, ekstrak ini
diambil sebanyak 50 ml dan ditambahkan aquadest sebanyak 1000 ml. Demikian
juga untuk konsentrasi 2,5% dan 1% masing-masing ekstrak diambil 25 ml dan 10
ml serta ditambahkan aquadest 1000 ml. Untuk ekstrak biji mahoni dan kapur
pelaksanaannya sama. Larutan ini siap diaplikasikan sesuai perlakuan.
Pengujian insektisida botani dan organik dilakukan dengan metode
pencelupan (dipping) dan penyemprotan. Ekstrak nimba, biji mahoni dan kerang
diaplikasikan pada buah manggis sesuai dengan perlakuan masing-masing. Alat
semprot yang digunakan adalah handsprayer. Untuk aplikasi celup, buah manggis
dimasukkan ke dalam ember menggunakan kain kasa. Buah manggis yang telah
diuji kemudian dimasukkan ke dalam keranjang, setelah dikeringanginkan 2-3
menit. Pada perlakuan kontrol, buah manggis hanya direndam dan disemprot
Peubah Amatan
Pengamatan dilakukan terhadap :
1. Persentase Mortalitas
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah hama yang mati.
Persentase mortalitas dihitung pada I-IV HSA (hari setelah aplikasi).
Perhitungan dilakukan dengan membuka kelopak buah. Persentase
mortalitas yang diamati, dihitung menggunakan rumus :
a-b P = X 100 %
a
P = Persentase mortalitas ( % )
a = Populasi hama sebelum aplikasi
b = Populasi hama setelah aplikasi
2. Perilaku Hama
Pengamatan perilaku hama dilakukan dengan mengamati perubahan-
perubahan yang terjadi pada hama setelah aplikasi dengan lup. Perilaku
yang diamati meliputi gerak tubuh. Pengamatan dilakukan pada I-IV HSA.
3. Morfologi Buah Manggis
Pengamatan dilakukan dengan mengamati perubahan yang terjadi pada
kulit dan tampilan manggis keseluruhan secara visual serta rasa manggis
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Persentase Mortalitas Pseudococcus spp.
Hasil pengamatan terhadap persentase mortalitas Pseudococcus spp. dapat
dilihat pada Lampiran 3-5. Analisa sidik ragam menunjukkan bahwa jenis
pestisida, konsentrasi dan metode aplikasi yang digunakan berpengaruh sangat
nyata terhadap persentase mortalitas pada pengamatan II-IV HSA dan terdapat
interaksi antara keduanya. Untuk mengetahui antara perlakuan mana yang berbeda
nyata dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan pengaruh aplikasi ekstrak nimba, mahoni dan kitosan terhadap mortalitas (%) Pseudococcus spp. pada pengamatan I-IV HSA
No. Perlakuan Hari Setelah Aplikasi (HSA)
I II III IV
P0A1 = kontrol, semprot
P9A1 =kitosan 5%, semprot
P9A2 = kitosan 5%, celup
Hasil pengamatan pengaruh jenis dan aplikasi pestisida terhadap persentase
mortalitas Pseudococcus spp. disajikan pada Tabel 1. Pada pengamatan hari pertama
setelah aplikasi (I HSA), dimana mortalitas Pseudococcus spp. dari semua perlakuan
tidak terdapat interaksi antara jenis pestisida dengan cara aplikasi. Hal ini menunjukkan
bahwa bahan aktif yang dikandung dalam pestisida belum bekerja.
Pada pengamatan II HSA, semua perlakuan menunjukkan tingkat mortalitas
Pseudococcus spp., dengan persentase mortalitas terendah pada perlakuan P0A2
(kontrol/ celup), P0A1 (kontrol/ semprot) dan P8A1 (kitosan 2,5% /semprot) yaitu
26,06%, 30% dan 30,08%. Persentase mortalitas tertinggi pada perlakuan P3A2 (nimba
5% /celup) yaitu 96,67%. Hal ini disebabkan semakin banyak bahan aktif ekstrak yang
digunakan maka daya racunnya akan semakin besar. Hal ini sesuai dengan Natawigena
(1985) yang menyatakan setiap makhluk hidup mempunyai batas toleransi terhadap
racun dan makhluk tersebut tidak mati. Lewat batas tersebut akan menimbulkan
kematian pada makhluk yang diuji. Proses kematian akan semakin cepat dengan
Tabel 1 menunjukkan bahwa pada pengamatan II HSA, mortalitas dengan
perlakuan kitosan berbeda sangat nyata dari nimba dan mahoni. Persentase mortalitas
pada perlakuan P9A1 (kitosan 5% /semprot) sebesar 34,64% sedangkan pada perlakuan
P3A1 (nimba 5% /semprot) dan P6A1 (mahoni 5% /semprot) masing-masing sebesar
48,24% dan 52,99%. Hal ini disebabkan karena kitosan tidak membunuh hama secara
cepat dan bersifat racun perut. Sesuai dengan Zakiah et al. (2007) yang menyatakan
bahwa kitosan bekerja sebagai racun perut, sehingga dapat mengganggu sistem
pencernaan hama dan secara perlahan akan mematikan hama.
Tabel 1 pada pengamatan III HSA, memperlihatkan bahwa semua perlakuan
berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan pada perlakuan P7A1 (kitosan 1% /semprot)
dan P8A1 (kitosan 2,5% /semprot) tidak berbeda nyata dengan kontrol. Pada perlakuan
dengan ekstrak nimba, persentase mortalitas Pseudococcus spp. tertinggi dijumpai pada
P3A2 (nimba 5% /celup) sebesar 99,17%. Keadaan ini disebabkan kandungan bahan
aktif Azadirachtin pada nimba bersifat racun pada serangga dan dapat menghambat
aktifitas makan serangga sehingga pertumbuhan serangga terhambat dan bahkan
menyebabkan serangga hama mati. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kardinan (2004)
yang menyatakan nimba tidak membunuh hama secara cepat, tetapi berpengaruh
terhadap hama pada daya makan, pertumbuhan, daya reproduksi, proses ganti kulit,
hambatan pembentukan serangga dewasa, menghambat perkawinan, menghambat
pembentukan kitin dan komunikasi seksual.
Dari Tabel 1 pada pengamatan IV HSA, memperlihatkan bahwa semua
perlakuan pestisida dengan cara aplikasi celup (A2) berbeda sangat nyata dengan
tinggi pada pestisida yang diaplikasikan dengan cara pencelupan. Hal ini disebabkan
oleh pestisida yang tersebar merata pada seluruh permukaan buah manggis dan terjadi
kontak langsung dan mampu meracuni kutu putih pada metode perendaman. Pada
metode penyemprotan kemungkinan pestisida tidak merata di permukaan buah sehingga
masih ada kutu yang terbebas dari racun pestisida biologi.
Tabel 1 menunjukkan bahwa pada pengamatan IV HSA, mortalitas
Pseudococcus spp. terendah pada perlakuan P7A1 (kitosan 1% /semprot) yaitu 30,45%
dan tertinggi pada perlakuan P6A2 (mahoni 5% /celup) yaitu 100%. Tingginya
persentase mortalitas pada perlakuan dengan ekstrak mahoni disebabkan senyawa
flavonoida yang terkandung pada ekstrak mahoni bersifat insektisida, mempunyai bau
yang tidak sedap dan rasanya pahit sekali. Bahan aktif yang terkandung pada mahoni ini
berfungsi sebagai antifeedant terhadap serangga. Sesuai dengan Rimansyah (2010) yang
menyatakan mahoni mengandung senyawa limonoid, saponin dan flavonoida yang
bersifat menghambat makan dan perkembangan serangga. Tingkat mortalitas yang
dihasilkan bisa mencapai 90% lebih pada hari keempat setelah aplikasi.
Nimba dan mahoni merupakan pestisida yang dapat mengurangi serangan
Pseudococcus spp. pada buah manggis. Dan cara aplikasi dari pestisida ini sangat
2. Perilaku Hama
Hasil pengamatan terhadap perilaku hama dengan perlakuan ekstrak daun
nimba, biji mahoni dan kitosan memperlihatkan hama tidak bergerak dan mati yang
diperlihatkan pada Gambar 7. Sesuai hasil penelitian Zakiah et al. (2007) bahwa kitosan
berkerja sebagai racun perut, sehingga dapat mengganggu sistem pencernaan hama dan
secara perlahan akan mematikan hama.
Gambar 7. Pseudococcus spp. yang mati Sumber: Foto langsung
Sesuai dengan penelitian Gruber dan Karganilla (1989) bahwa tanaman nimba
(Azadirachta indica) mengandung zat toksik bagi serangga hama. Serangga yang
menjadi hama di lapangan maupun pada bahan simpan mengalami kelainan tingkah laku
akibat bahan efektif yang dikandung pada nimba. Rosyidah (2007) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa mahoni mengandung senyawa flavonoid yang dapat menimbulkan
kelayuan pada saraf serta kerusakan pada spirakel yang mengakibatkan serangga tidak
pestisida nimba termakan dalam jumlah sedikit saja akan mengakibatkan serangga tidak
bergerak.
3. Morfologi Buah
Hasil pengamatan morfologi buah manggis setelah aplikasi pestisida nimba,
mahoni, kitosan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.Respon pemberian pestisida biologi sebagai perlakuan alternatif terhadap tampilan buah manggis
Perlakuan Tampilan Buah Manggis
P0A1 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar
P1A1 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar
P2A1 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar
P3A1 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar
P4A1 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar
P5A1 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar
P6A1 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar
P7A1 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar
P8A1 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar
P9A1 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar
P0A2 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar
P1A2 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar
P2A2 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar
P3A2 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar
P4A2 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar
P5A2 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar
P6A2 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar
P7A2 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar
P8A2 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar
Tabel 2 pada pengamatan IV HSA memperlihatkan bahwa buah manggis di
semua perlakuan tidak berubah warna dan masih tetap segar. Pada semua perlakuan
tidak ada perubahan rasa buah manggis sebagai efek dari pemberian pestisida dan tetap
segar yang diperlihatkan pada Gambar 7. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi pestisida
biologi tidak berpengaruh terhadap buah manggis sehingga dapat digunakan sebagai
perlakuan untuk ekspor buah manggis ke luar negeri dan aman dikonsumsi manusia.
Sesuai dengan pernyataan Rohmayati dan Khotimah (2010) bahwa zat aktif yang
terkandung dalam nimba sangat banyak diantaranya adalah azadirachtin, salanin,
meliantriol, nimbin, dan nimbidin. Semua zat aktif tersebut sangat bermanfaat bagi
kehidupan manusia. Tanaman nimba (Azadirachta indica) ini aman dikonsumsi oleh
manusia dan mampu membunuh bakteri serta mikroba berbahaya.
Gambar 7. Pengamatan terhadap morfologi dan warna daging buah manggis Sumber: Foto langsung
Menurut Suhartono (2006), dalam industri pangan, kitin dan kitosan bermanfaat
sebagai pengawet dan penstabil warna produk. Beberapa contoh aplikasi kitin dan
flavor, pembentuk tekstur, emulsifier, penjernih minuman), lingkungan dan pertanian
(penjernih air, menyimpan benih, fertilizer dan fungisida) lain-lain (proses finishing
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Perlakuan ekstrak nimba, mahoni, dan kitosan memberikan pengaruh nyata terhadap
mortalitas Pseudococcus spp.
2. Mortalitas Pseudococcus spp. pada pengamatan IV HSA, tertinggi pada perlakuan
P6A2 (Mahoni 5% /celup) sebesar 100% dan terendah pada perlakuan P7A1
(kitosan 1% /semprot) sebesar 30,45%.
3. Aplikasi ekstrak nimba mahoni dan kitosan memperlihatkan hama Pseudococcus
spp. menjadi kaku dan mati.
4. Perlakuan ekstrak nimba, mahoni, dan kitosan tidak memberikan pengaruh pada
warna dan rasa buah manggis.
5. Dari kedua cara aplikasi pestisida yang diuji, aplikasi pencelupan merupakan
aplikasi yang terbaik jika dibandingkan dengan cara penyemprotan.
Saran
Perlu dilakukan penelitian tentang pestisida botani yang efektif membunuh
Pseudococcus spp. dalam I HSA, mengingat manggis dari pengumpul langsung
DAFTAR PUSTAKA
Balai Penelitian Tanaman Buah, 2006. Organisme Pengganggu Tanaman Manggis. Warta Penelitian dan Pengembangan. 23(2): 10-12.
Balfas, R., 2009. Status Penelitian Serangga Vektor Penyakit Kerdil Pada Tanaman Lada. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Jurnal Perspektif. 8(1): 42-51.
Bangun, M. K., 1990. Perancangan Percobaan. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Hlm. 24.
Borror, D. J., dan D. M. Delong., 1971. An Introduction To The Study On Insect. 3rd edition. Renehart & Winston, New York. Hlm. 277.
BPP, 2003. Manggis. Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Jakarta. Hlm. 1-15.
Direktorat Jenderal Hortikultura., 2010. Kawasan Percontohan Laboratorium Lapangan
Manggis. Diunduh dar
Gruber, L. C. dan George S. Karganilla, 1989. Neem Production and Use. Philippine-German Biological PlantProtection Project Bureau of Plant Industry Department of Agriculture, Philippiness. Hlm. 1-5.
Hall, F. R. dan Julius, J. M., 1999. Biopesticides: Use and Delivery. Humana Press, New Jersey.
Herminanto, Wiharsi, dan Topo Sumarsono., 2001. Potensi Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosa L.) Untuk Mengendalikan Ulat Krop Kubis (Crocidolomia pavonana F.).Universitas Jenderal Soedirman,Purwokerto. Hlm. 31-35.
Kalshoven, L. G. E., 1981. The Pest Of Crop In Indonesia. Revised And Translated By Vader Laan. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta. Hlm. 184.
Kardinan, A., 2004. Pestisida Nabati: Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Kuntarsih, S., 2005. Standar Prosedur Operasional Manggis Kabupaten Taskmalaya. Direktorat Budi Daya Tanaman Buah, Jakarta. Hlm. 1-101.
Metcalf, C. L. dan W. P. Flint., 1992. Destructive and Useful Insect: Their Habits and Control. Tata Mc Graw- Hill Publishing Company Ltd., New Delhi. Hlm. 871.
Pamekas, T., 2007. Potensi Ekstrak Cangkang Kepiting Untuk Mengendalikan Penyakit Pasca Panen Antraknosa Pada Buah Cabai. Jurnal Akta Agrosia. 10(1): 72-75.
Poerwanto, R., 2004. Standar Prosedur Operasional Komoditas Manggis. Direktorat Budi Daya Tanaman Buah, Jakarta. Hlm. 1-49.
Rachmawati, J., 2010. Insektisida Nabati. Universitas Galuh, Ciamis.
Rahayu, M., 2006. Peningkatan Kualitas Hasil Buah Manggis Melalui Perbaikan Manajemen Pemeliharaan Kebun Pelaburan Bubur Kalifornia) dan Penggunaan Alat Petik di Kec. Lingsar, Kab. Lombok Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, NTB. Hlm. 1-8.
Rimansyah, A. E., 2010. Meracik Pestisida Botani Secara Sederhana. Universitas Lampung, Lampung. Hlm. 1-2.
Rochmawati, C. dan Khusnul Khotimah, 2010. Pemanfaatan Ekstrak Daun Nimba Untuk Pengawetan Makanan. Universitas Diponegoro, Semarang. Hlm. 1-4.
Rosyidah, A., 2007. Pengaruh Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia macrophylla Jacq.) Terhadap Mortalitas Ulat Grayak (Spodoptera litura F.). Universitas Jember, Semarang. Hlm. 1-2.
Rukmana, R., dan Uu S., 2002. Hama Tanaman dan Teknik Pengendalian. Kanisius, Yogyakarta.
Samsudin, H., 2010. Azadirachtin Metabolit Sekunder dari Tanaman Mimba sebagai Bahan Insektisida Botani. Lembaga Pertanian Sehat, Bogor. Hlm. 1-2.
Subadiyasa, N. N. 1997. Teknologi Effective Microorganisms (E M), Potensi Dan Prospeknya di Indonesia. Seminar Nasional Pertanian Organik, Jakarta. Hlm. Hlm. 1-4.
Suhartono, M.T., 2006. Pemanfaatan Kitin, Kitosan dan Kitooligosakarida. Food Review Indonesia.1(6): 30-33.
Suptijah, P., Y. Gushagia, dan D. R. Sukarsa,. 2008. Kajian Efek Daya Hambat Kitosan Terhadap Kemunduran Mutu Fillet Ikan Patin (Pangasius hypothalamus) Pada Penyimpanan Suhu Ruang. Buletin Teknologi Hasil Pertanian. 9(2): 89-101.
Tjahjadi, N., 2002. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius, Yogyakarta.
Untung, K. 1996. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hlm. 272.
Widodo, S. E., 2009. Aplikasi Chitosan Dalam Teknologi Pengemasan Beratmosfir Termodifikasi Buah Duku. Universitas Lampung, Lampung. Hlm. 1-2
Zakiah, S. dan E. Purnomo., 2010. Pemanfaatan Limbah Kulit Rajungan Untuk Pengendalian Rayap Tanah. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hlm. 1-2
Keterangan :
P0A1 = kontrol, semprot P0A2 = kontrol, celup P1A1 = nimba 1%, semprot P1A2 = nimba 1%, celup P2A1 = nimba 2,5%, semprot P2A2 = nimba 2,5%, celup P3A1 = nimba 5%, semprot P3A2 = nimba 5%, celup P4A1 = mahoni 1%, semprot P4A2 = mahoni 1%, celup
P5A1 = mahoni 2,5%, semprot P5A2 = mahoni 2,5%, celup P6A1 = mahoni 5%, semprot P6A2 = mahoni 5%, celup P7A1 = kitosan 1%, semprot P7A2 = kitosan 1%, celup P8A1 = kitosan 2,5%, semprot P8A2 = kitosan 2,5%, celup P9A1 =kitosan 5%, semprot P9A2 = kitosan 5%, celup Jumlah perlakuan = 20 perlakuan
Lampiran 2
Tabel Persentase Mortalitas Pseudococcus spp. 1 HSA
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Tabel Dwikasta
Aplikasi Pestisida Total Rataan
P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9
A1 50.01 97.50 97.36 119.29 102.31 99.22 109.48 80.68 75.02 89.02 919.89 91.99
A2 60.00 187.42 177.40 226.90 162.37 181.26 208.12 139.05 140.90 105.14 1588.56 169.84
Total 110.01 284.92 274.76 346.19 264.68 280.48 317.60 219.73 215.92 194.16 2508.45
Rataan 55.01 142.46 137.38 173.10 132.34 140.24 158.80 109.87 107.96 97.08 130.91
Sumber
Keragaman db JK KT F.Hit F.05 F. 01
Perlakuan 19 15971.93
Pestisida (P) 9 6930.86 770.10 5.48 ** 2.12 2.89
Aplikasi(A) 1 7451.99 7451.99 53.03 ** 4.08 7.31
P x A 9 1589.08 176.56 1.26 tn 2.12 2.89
Error 40 5621.33 140.53
Total 59 21593.26
FK = 104872.02
Ket:
tn : Tidak nyata
* : Nyata
Uji Jarak Duncan Faktor Pestisida (P)
sy 57.37
P 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
SSR 0,05 2.86 3.01 3.10 3.17 3.22 3.27 3.30 3.33 3.35 3.35
LSR 0,05 164.09 172.69 177.85 181.87 184.74 187.61 189.33 191.05 192.20 192.20
Perlakuan P0 P9 P8 P7 P4 P2 P5 P1 P6 P3
Rataan 55.01 97.08 107.96 109.87 132.34 137.38 140.24 142.46 158.80 173.10
.a .b
c .d
.e
f
.g .h
Uji Jarak Duncan Faktor Aplikasi (A)
sy 25.66
P 2 3
SSR 0,05 2.86 3.01
LSR 0,05 73.38 77.23
Perlakuan A1 A2
Rataan 91.99 169.84
Lampiran 3
Tabel Persentase Mortalitas Pseudococcus spp. 2 HSA
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Tabel Dwikasta
Aplikasi Pestisida Total Rataan
P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9
A1 90.00 121.39 133.13 144.73 132.90 146.51 158.96 91.49 90.25 103.91 1213.27 121.33
A2 78.18 248.74 271.84 290.00 268.77 246.01 255.42 245.23 218.84 194.49 2317.52 248.82
Total 168.18 370.13 404.97 434.73 401.67 392.52 414.38 336.72 309.09 298.40 3530.79
Rataan 84.09 185.07 202.49 217.37 200.84 196.26 207.19 168.36 154.55 149.20 185.07
Sumber
Keragaman db JK KT F.Hit F.05 F. 01
Perlakuan 19 33241.33
Pestisida (P) 9 9450.81 1050.09 12.60 ** 2.12 2.89
Aplikasi(A) 1 20322.80 20322.80 243.90 ** 4.08 7.31
P x A 9 3467.72 385.30 4.62 ** 2.12 2.89
Error 40 3333.03 83.33
Total 59 36574.36
FK = 207774.63
Ket:
tn : Tidak nyata
* : Nyata
Uji Jarak Duncan Faktor Pestisida (P)
sy 34.02
P 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
SSR 0,05 2.86 3.01 3.10 3.17 3.22 3.27 3.30 3.33 3.35 3.35
LSR 0,05 97.29 102.39 105.45 107.84 109.54 111.24 112.26 113.28 113.96 113.96
Perlakuan P0 P9 P8 P7 P1 P5 P4 P2 P6 P3
Rataan 84.09 149.20 154.55 168.36 185.07 196.26 200.84 202.49 207.19 217.37
.a
Uji Jarak Duncan Faktor Aplikasi (A)
Uji Jarak Duncan Faktor Pestisida x Aplikasi (PxA)
sy 48.11
P 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
SSR 0,05 2.86 3.01 3.10 3.17 3.22 3.27 3.30 3.33 3.35 3.35 3.39 3.39
LSR 0,05 137.59 144.81 149.14 152.50 154.91 157.31 158.76 160.20 161.16 161.16 163.09 163.09
Perlakuan P0A2 P0A1 P8A1 P7A1 P9A1 P1A1 P4A1 P2A1 P3A1 P5A1 P6A1 P9A2
Rataan 26.06 30.00 30.08 30.50 34.64 40.46 44.30 44.38 48.24 48.84 52.99 64.83
.e
f
g .h
i
14 15 16 17 18 19 20 21
3.42 3.42 3.44 3.44 3.46 3.46 3.47 3.47
164.53 164.53 165.49 165.49 166.45 166.45 80.50 80.50
P8A2 P7A2 P6A2 P1A2 P6A2 P4A2 P2A2 P3A2
72.95 81.74 82.00 82.91 85.14 89.59 90.61 96.67
.a
b
Lampiran 4
Tabel Persentase Mortalitas Pseudococcus sp. 3 HSA
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Tabel Dwikasta
Aplikasi Pestisida Total Rataan
P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9
A1 90.00 192.22 195.13 196.84 180.14 208.53 217.21 80.03 95.47 113.91 1569.48 156.95
A2 144.72 281.19 290.09 297.50 274.48 267.12 286.25 284.75 289.99 274.69 2690.78 282.90
Total 234.72 473.41 485.22 494.34 454.62 475.65 503.46 364.78 385.46 388.60 4260.26
Rataan 117.36 236.71 242.61 247.17 227.31 237.83 251.73 182.39 192.73 194.30 219.92
Sumber
Keragaman db JK KT F.Hit F.05 F. 01
Perlakuan 19 35974.19
Pestisida (P) 9 10514.59 1168.29 7.08 ** 2.12 2.89
Aplikasi(A) 1 20955.23 20955.23 126.94 ** 4.08 7.31
P x A 9 4504.38 500.49 3.03 ** 2.12 2.89
Error 40 6603.35 165.08
Total 59 42577.54
FK = 302496.92
Ket:
tn : Tidak nyata
* : Nyata
Uji Jarak Duncan Faktor Pestisida (P)
sy 67.40
P 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
SSR 0,05 2.86 3.01 3.10 3.17 3.22 3.27 3.30 3.33 3.35 3.35
LSR 0,05 192.75 202.86 208.93 213.64 217.01 220.38 222.40 224.43 225.77 225.77
Perlakuan P0 P9 P8 P7 P1 P5 P4 P2 P6 P3
Rataan 84.09 149.20 154.55 168.36 185.07 196.26 200.84 202.49 207.19 217.37
.a
Uji Jarak Duncan Faktor Aplikasi (A)
Uji Jarak Duncan Faktor Pestisida x Aplikasi (PxA)
sy 95.31
P 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
SSR 0,05 2.86 3.01 3.10 3.17 3.22 3.27 3.30 3.33 3.35 3.35 3.39 3.39
LSR 0,05 272.59 286.89 295.46 302.14 306.90 311.67 314.53 317.39 319.29 319.29 323.10 323.10
Perlakuan P7A2 P0A1 P8A1 P9A1 P0A2 P4A1 P1A1 P2A1 P3A1 P5A1 P6A1 P5A2
Rataan 26.68 30.00 31.82 37.97 48.24 60.05 64.07 65.04 65.61 69.51 72.40 89.04
.c
d
e .f
.g .h
14 15 16 17 18 19 20 21
3.42 3.42 3.44 3.44 3.46 3.46 3.47 3.47
325.96 325.96 327.87 327.87 329.78 329.78 82.64 82.64
P4A2 P9A2 P1A2 P7A2 P6A2 P8A2 P2A2 P3A2
91.49 91.56 93.73 94.92 95.42 96.66 96.70 99.17
a
Lampiran 5
Tabel Persentase Mortalitas Pseudococcus spp. 4 HSA
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Tabel Dwikasta
Aplikasi Pestisida Total Rataan
P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9
A1 129.99 236.66 242.05 254.56 231.88 243.95 256.51 91.36 110.59 181.06 1978.61 197.86
A2 163.71 295.83 296.29 297.50 297.14 286.67 300.00 291.42 294.76 284.09 2807.41 293.74
Total 293.70 532.49 538.34 552.06 529.02 530.62 556.51 382.78 405.35 465.15 4786.02
Rataan 146.85 266.25 269.17 276.03 264.51 265.31 278.26 191.39 202.68 232.58 245.80
Sumber
Keragaman db JK KT F.Hit F.05 F. 01
Perlakuan 19 29010.09
Pestisida (P) 9 12017.26 1335.25 23.43 ** 2.12 2.89
Aplikasi(A) 1 11448.49 11448.49 200.87 ** 4.08 7.31
P x A 9 5544.34 616.04 10.81 ** 2.12 2.89
Error 40 2279.75 56.99
Total 59 31289.84
FK = 381766.46
Ket:
tn : Tidak nyata
* : Nyata
Uji Jarak Duncan Faktor Pestisida (P)
sy 23.27
P 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
SSR 0,05 2.86 3.01 3.10 3.17 3.22 3.27 3.30 3.33 3.35 3.35
LSR 0,05 66.55 70.04 72.13 73.76 74.92 76.09 76.78 77.48 77.95 77.95
Perlakuan P0 P9 P8 P7 P1 P5 P4 P2 P6 P3
Rataan 84.09 149.20 154.55 168.36 185.07 196.26 200.84 202.49 207.19 217.37
.a
b
c .d
.e .f
.g .h
Uji Jarak Duncan Faktor Aplikasi (A)
sy 10.41
P 2 3
SSR 0,05 2.86 3.01
LSR 0,05 29.76 31.32
Perlakuan A1 A2
Rataan 197.86 293.74
.b
Uji Jarak Duncan Faktor Pestisida x Aplikasi (PxA)
sy 32.91
P 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
SSR 0,05 2.86 3.01 3.10 3.17 3.22 3.27 3.30 3.33 3.35 3.35 3.39 3.39
LSR 0,05 94.11 99.05 102.01 104.31 105.96 107.60 108.59 109.58 110.23 110.23 111.55 111.55
Perlakuan P7A1 P8A1 P0A1 P0A2 P9A1 P4A1 P1A1 P2A1 P5A1 P3A1 P6A1 P9A2
Rataan 30.45 36.86 43.33 54.57 60.35 77.29 78.89 80.68 81.32 84.85 85.50 94.70
.b
c
d .e
.f .g
14 15 16 17 18 19 20 21
3.42 3.42 3.44 3.44 3.46 3.46 3.47 3.47
112.54 112.54 113.19 113.19 113.85 113.85 95.75 95.75
P5A2 P7A2 P8A2 P1A2 P2A2 P4A2 P3A2 P6A2
95.56 97.14 98.25 98.61 98.76 99.05 99.17 100.00
Perlakuan Sebelum Aplikasi Setelah Aplikasi P0A1
P1A1
P2A1
Perlakuan Sebelum Aplikasi Setelah Aplikasi P4A1
P5A1
P6A1
P7A1
n P8A1
Perlakuan Sebelum Aplikasi Setelah Aplikasi P0A2
P1A2
P2A2
Perlakuan Sebelum Aplikasi Setelah Aplikasi P4A2
P5A2
P6A2
Perlakua n
Sebelum Aplikasi Setelah Aplikasi
P8A2