• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengendalian Pseudococcus spp. (Homoptera: Pseudococcidae) Pada Buah Manggis Dengan Menggunakan Pestisida Botani Dan Organik Di Laboratorium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengendalian Pseudococcus spp. (Homoptera: Pseudococcidae) Pada Buah Manggis Dengan Menggunakan Pestisida Botani Dan Organik Di Laboratorium"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

PENGENDALIAN Pseudococcus spp. (Homoptera:Pseudococcidae)

PADA BUAH MANGGIS DENGAN MENGGUNAKAN PESTISIDA

BOTANI DAN ORGANIK DI LABORATORIUM

SKRIPSI

OLEH:

ROMA ARTHA DITA 060302020

HPT

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENGENDALIAN Pseudococcus spp. (Homoptera: Pseudococcidae)

PADA BUAH MANGGIS DENGAN MENGGUNAKAN PESTISIDA

BOTANI DAN ORGANIK DI LABORATORIUM

SKRIPSI

OLEH:

ROMA ARTHA DITA 060302020

HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Meraih Gelar Sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Dra. M. Cyccu Tobing, MS) (Ir. Mena Uly Tarigan, MS Ketua Anggota

)

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

Roma Artha Dita, “Pengendalian Pseudococcus spp. (Homoptera: Pseudococcidae) Pada Buah Manggis Dengan Menggunakan Pestisida Botani Dan Organik Di Laboratorium” di bawah bimbingan M. Cyccu Tobing dan Mena Uly Tarigan. Pestisida biologi adalah alternatif perlakuan yang akhir-akhir ini banyak digunakan sebagai pengendalian biologi hama tanaman. Pada buah manggis, kutu putih (Pseudococcus spp.) merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi ekspor buah manggis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pestisida biologi sebagai alternatif perlakuan untuk menekan kutu putih pada buah manggis. Penelitian dilakukan pada bulan September- Oktober 2010 di Laboratorium Hama Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan 2 faktor yaitu faktor pertama adalah jenis pestisida biologi (P0, P1, P2, P3, P4, P5, P6, P7, P8,

dan P9) dan faktor kedua adalah metode aplikasi (semprot dan celup) dengan 20 perlakuan dan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase

mortalitas kutu putih tertinggi pada 4 hsa yaitu pada perlakuan P6A2 (mahoni 5% /celup) dan P3A2 (nimba 5% /celup), masing-masing sebesar 100%

dan 99,17% dan terendah pada perlakuan P7A1 (kitosan 1% /semprot), P8A1 (kitosan 2,5% /semprot) dan P0A1 (kontrol/ semprot) sebesar 30,45%,36,86, dan 43,33%. Perlakuan dengan pestisida biologi tidak menyebabkan perubahan warna pada buah dan kelopak manggis.

Kata kunci : manggis, Pseudococcus spp., pestisida biologi, mortalitas

(4)

ABSTRACT

Roma Artha Dita, “Control of Pseudococcus spp. (Homoptera:Pseudococcidae) On Mangosteen Using Botanical Pesticides And Organic In Laboratory” under the guidance of M. Cyccu Tobing and Mena Uly Tarigan. Biopesticide is an alternative treatment recently used as biological control for controlling plant pest. Mealybug (Pseudococcus spp.) is one of the factors affecting the productivity of mangosteen (Garcinia mangostana). The objectives of the research were to find out an effectivities of biopesticide as alternative treatment to reduce mealybug on mangosteen. The research was conducted since September to Oktober 2010 in the Plant Pest Laboratory, Department of Plant Protection, North Sumatra University Medan. The research used randomized complete design with two factors, the first factor was kind of biopesticides (P0, P1, P2, P3, P4, P5, P6, P7, P8, and P9). the

second factor was kind of application method (spraying and dipping) with 20 combines of treatment and three replication. The results showed that the

highest mortality percentage of mealybugs on the 4 HSA are in treatment P6A2 (mahoni 1% /dipping) and P3A2 (nimba 5% /dipping), respectively 100% and 99.17% and lowest in the treatment of P7A1 (kitosan 1% /spraying), P8A1 (kitosan 2,5% /spraying) and P0A1 (control/ spraying) respectively 30.45%, 36.86, and 43.33%. Biopesticide was not causes damage of fruit and pericarp.

Keywords : mangosteen, Pseudococcus spp., biopesticide, mortality

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul skripsi ini adalah “PENGENDALIAN Pseudococcus spp.

(Homoptera: Pseudococcidae) PADA BUAH MANGGIS DENGAN MENGGUNAKAN PESTISIDA BOTANI DAN ORGANIK DI LABORATORIUM” yang disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

Komisi Pembimbing Prof. Dr. Dra. M. Cyccu Tobing, MS selaku Ketua dan

Ir. Mena Uly Tarigan, MS selaku Anggota, dan seluruh staf Balai Karantina

Polonia Medan yang telah mengarahkan dan memberi saran kepada penulis dalam

menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan tulisan ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga tulisan ini

bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2010

Penulis

(6)

RIWAYAT HIDUP

Roma Artha Dita lahir pada tanggal 15 September 1988 di Jakarta,

sebagai anak kedua dari lima bersaudara, puteri dari Ayahanda

Drs. E. Purba, BSc. dan Ibunda A. Damanik, BA.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

- Tahun 2000 lulus dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 027950 Binjai.

- Tahun 2003 lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1

Binjai.

- Tahun 2006 lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Binjai.

- Tahun 2006 lulus dan diterima di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur PMDK.

Penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu menjadi anggota

IMAPTAN (Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman) tahun 2006-2010, menjadi

Asisten Epidemiologi Penyakit Tumbuhan tahun 2008-2009, pernah mengikuti

Seminar Ilmiah dengan tema “Dengan Pertanian Berkelanjutan Kita Wariskan

Kehidupan Berwawasan Lingkungan”. Penulis melakukan Praktek Kerja

Lapangan (PKL) di PTPN III. Kebun Rambutan, Tebing Tinggi. Pada tahun 2010

melaksanakan penelitian skripsi di Laboratorium Hama Tanaman Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan pada September- Oktober 2010.

(7)

DAFTAR ISI

Nimba (Azadirachta indica A. Juss)...9

Mahoni (Swietenia macrophylla Jacq)...10

Kapur...12

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ...15

Bahan dan Alat ...15

Metode Penelitian ...15

Pelaksanaan Penelitian Penyediaan Serangga Uji ...18

Penyediaan Bahan Tumbuhan dan Bahan Organik...18

(8)

Pembuatan Pestisida Nabati ...18

Pembuatan Kapur ...19

Aplikasi Insektisida Botani dan Organik...19

Peubah Amatan ...20

HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Mortalitas Pseudococcus spp. ………...………..21

Perilaku Hama ………...25

Morfologi Buah Manggis ………..27

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan...29

Saran...29

DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal.

1. Rataan pengaruh aplikasi ekstrak nimba, mahoni dan kitosan terhadap

mortalitas (%) Pseudococcus spp. pada pengamatan I-IV HSA ... 21

2. Respon pemberian pestisida biologi sebagai perlakuan alternatif terhadap tampilan buah manggis... 26

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal.

1. Kutu Putih Pseudococcus spp. ... 7

2. Gejala serangan Pseudococcus spp. ... 8

3. Rumus bangun Azadirachtin ... 10

4. Rumus bangun Flanovoid ...

10

5. Rumus bangun Kitosan ... 10

6. Histogram pengaruh aplikasi pestisida nimba, mahoni dan kitosan

terhadap mortalitas (%) Pseudococcus spp. pada pengamatan I-IV

HSA ... 25

7. Pseudococcus spp. yang mati ………... 26

8. Pengamatan terhadap morfologi buah manggis ………28

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Hal.

1. Bagan Penelitian ... 32

2. Data Pengamatan Pengaruh Aplikasi Pestisida Ekstrak Nimba, Mahoni, Kitosan Terhadap Mortalitas Pseudococcus spp. pada 1 HSA ... 34

3. Data Pengamatan Pengaruh Aplikasi Pestisida Ekstrak Nimba, Mahoni, Kitosan Terhadap Mortalitas Pseudococcus spp. pada 2 HSA ... 38

4. Data Pengamatan Pengaruh Aplikasi Pestisida Ekstrak Nimba, Mahoni, Kitosan Terhadap Mortalitas Pseudococcus spp. pada 3 HSA ... 42

5. Data Pengamatan Pengaruh Aplikasi Pestisida Ekstrak Nimba, Mahoni, Kitosan Terhadap Mortalitas Pseudococcus spp. pada 4 HSA ... 47

6. Foto Penelitian ... 52

(12)

ABSTRAK

Roma Artha Dita, “Pengendalian Pseudococcus spp. (Homoptera: Pseudococcidae) Pada Buah Manggis Dengan Menggunakan Pestisida Botani Dan Organik Di Laboratorium” di bawah bimbingan M. Cyccu Tobing dan Mena Uly Tarigan. Pestisida biologi adalah alternatif perlakuan yang akhir-akhir ini banyak digunakan sebagai pengendalian biologi hama tanaman. Pada buah manggis, kutu putih (Pseudococcus spp.) merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi ekspor buah manggis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pestisida biologi sebagai alternatif perlakuan untuk menekan kutu putih pada buah manggis. Penelitian dilakukan pada bulan September- Oktober 2010 di Laboratorium Hama Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan 2 faktor yaitu faktor pertama adalah jenis pestisida biologi (P0, P1, P2, P3, P4, P5, P6, P7, P8,

dan P9) dan faktor kedua adalah metode aplikasi (semprot dan celup) dengan 20 perlakuan dan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase

mortalitas kutu putih tertinggi pada 4 hsa yaitu pada perlakuan P6A2 (mahoni 5% /celup) dan P3A2 (nimba 5% /celup), masing-masing sebesar 100%

dan 99,17% dan terendah pada perlakuan P7A1 (kitosan 1% /semprot), P8A1 (kitosan 2,5% /semprot) dan P0A1 (kontrol/ semprot) sebesar 30,45%,36,86, dan 43,33%. Perlakuan dengan pestisida biologi tidak menyebabkan perubahan warna pada buah dan kelopak manggis.

Kata kunci : manggis, Pseudococcus spp., pestisida biologi, mortalitas

(13)

ABSTRACT

Roma Artha Dita, “Control of Pseudococcus spp. (Homoptera:Pseudococcidae) On Mangosteen Using Botanical Pesticides And Organic In Laboratory” under the guidance of M. Cyccu Tobing and Mena Uly Tarigan. Biopesticide is an alternative treatment recently used as biological control for controlling plant pest. Mealybug (Pseudococcus spp.) is one of the factors affecting the productivity of mangosteen (Garcinia mangostana). The objectives of the research were to find out an effectivities of biopesticide as alternative treatment to reduce mealybug on mangosteen. The research was conducted since September to Oktober 2010 in the Plant Pest Laboratory, Department of Plant Protection, North Sumatra University Medan. The research used randomized complete design with two factors, the first factor was kind of biopesticides (P0, P1, P2, P3, P4, P5, P6, P7, P8, and P9). the

second factor was kind of application method (spraying and dipping) with 20 combines of treatment and three replication. The results showed that the

highest mortality percentage of mealybugs on the 4 HSA are in treatment P6A2 (mahoni 1% /dipping) and P3A2 (nimba 5% /dipping), respectively 100% and 99.17% and lowest in the treatment of P7A1 (kitosan 1% /spraying), P8A1 (kitosan 2,5% /spraying) and P0A1 (control/ spraying) respectively 30.45%, 36.86, and 43.33%. Biopesticide was not causes damage of fruit and pericarp.

Keywords : mangosteen, Pseudococcus spp., biopesticide, mortality

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah

eksotik primadona ekspor yang sangat potensial untuk dikembangkan. Manggis

dijuluki Queen of the Tropical Fruit, karena memiliki cita rasa yang eksotik dan

keindahan kulit buah dan daging buah yang berwarna putih bersih, yang tidak

dimiliki oleh komoditas buah-buahan eksotik lainnya (Poerwanto, 2004).

Sentra produksi manggis terbesar di Indonesia berada di Provinsi Jawa

Barat (Purwakarta, Subang, Bogor dan Tasikmalaya). Pusat penanaman pohon

manggis adalah Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Jawa Barat (Jasinga,

Ciamis, Wanayasa), Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Jawa Timur dan

Sulawesi Utara (BPP, 2003).

Buah manggis merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang memiliki

nilai ekonomis dan kandungan gizi yang tinggi, sehingga berpontensi untuk

pengembangan agribisnis yang mendukung peningkatan ekspor buah-buahan tropika.

Permintaan buah manggis untuk pasar lokal dan pasar internasional terus meningkat

dari tahun ke tahun (Sutrisno et al., 2009).

Potensi, peluang dan pengembangan tanaman manggis cukup cerah, baik

untuk memenuhi konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Peluang ekspor manggis

masih terbuka karena pasar buah-buahan termasuk manggis belum dibatasi oleh

kuota. Bahkan permintaan pasar dunia akan manggis belum terpenuhi. Rata-rata

(15)

28,2 kg/pohon atau 2,82 t/ha, padahal di Thailand dapat mencapai 4,5-6 t/ha

(Balai Penelitian Tanaman Buah, 2006).

Berdasarkan data statistik produksi hortikultura tampak bahwa

perkembangan luas panen maupun produksi manggis selama 5 tahun

menunjukkan keadaan berfluktuasi. Luas panen manggis pada tahun 2002 adalah

sebesar 8.051 ha meningkat menjadi 9.354 ha pada tahun 2003, turun kembali

menjadi 8.473 ha pada tahun 2004. Selanjutnya pada tahun 2005 meningkat

kembali menjadi 9.119 ha walaupun pada tahun 2006 turun lagi menjadi

8.275 ha. Demikian juga produksi manggis pada tahun 2002 tercatat sebesar

62.055 ton meningkat menjadi 79.073 ton pada tahun 2003, tetapi pada tahun

2004 mengalami penurunan lagi menjadi 62.117 ton dan meningkat kembali

pada tahun 2005 dan 2006 masing-masing menjadi 64.711 ton dan 72.634 ton

(Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010).

Sebagai komoditas ekspor, maka persyaratan mutu harus dijaga agar buah

yang diekspor dapat diterima oleh konsumen. Selama ini produksi manggis

sebagian besar di Indonesia dan di Pulau Lombok adalah produk dari kebun

campuran dengan rata-rata persentase yang memenuhi ekspor masih cukup

rendah. Persentase buah manggis kualitas ekspor hasil kebun rakyat di NTB

berkisar 25% – 30%. Beberapa kendala yang menyebabkan rendahnya kualitas

ekspor adalah tidak dilakukan pencegahan terhadap organisme pengganggu

tanaman dan penanganan panen dan pasca panen kurang tepat (Rahayu, 2006).

Salah satu kendala dalam budi daya manggis adalah serangan organisme

pengganggu tumbuhan (OPT) seperti kutu putih (Pseudococcus spp.), ulat

(16)

thrip (Scirtothrips sp.), Hyposidra talaca (Wlk.) dan tungau (Tetranychus spp.)

(Balai Penelitian Tanaman Buah, 2006).

Serangan hama dan penyakit pada tanaman budidaya merupakan salah

satu faktor penting yang dapat mengurangi hasil pertanian. Selama ini, petani

sangat tergantung kepada pestisida kimia untuk mengendalikan hama dan

penyakit tersebut, padahal penggunaan pestisida yang berlebihan, tidak saja akan

meningkatkan biaya produksi, tetapi juga berdampak buruk bagi kesehatan petani,

konsumen maupun keseimbangan hayati sekitarnya. Pencegahan harus dilakukan

melalui penggunaan pestisida alami yang tidak meninggalkan residu berbahaya

dan ramah lingkungan (Samsudin, 2010).

Aplikasi insektisida kimia sintetik yang kurang bijaksana dan tidak sesuai

dengan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dapat memberikan berbagai dampak

negatif seperti terjadinya resistensi hama, munculnya hama sekunder, terbunuhnya

organisme bukan sasaran, adanya residu insektisida pada bahan makanan,

pencemaran lingkungan, dan bahaya pada pemakai. Sebagai alternatif, sekarang

mulai dikembangkan penggunaan bahan tumbuhan untuk dijadikan insektisida

nabati (Untung, 1996).

Insektisida nabati kembali mendapat perhatian menggantikan insektisida

kimia sintetik karena relatif aman, murah, mudah aplikasinya di tingkat petani,

selektif, tidak mencemari lingkungan, dan residunya relatif pendek

(Herminanto et al., 2001).

Pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya

berasal dari tumbuhan. Pestisida nabati relatif mudah dibuat dengan kemampuan

(17)

ini bersifat mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan,

residunya mudah hilang dan tanaman aman untuk dikonsumsi (Kardinan, 2004).

Keberhasilan penggunaan pestisida sangat ditentukan oleh aplikasi yang tepat,

untuk menjamin pestisida tersebut mencapai jasad sasaran yang dimaksud, selain juga

oleh faktor jenis dosis, dan saat aplikasi yang tepat. Dengan kata lain tidak ada

pestisida yang dapat berfungsi dengan baik kecuali bila diaplikasikan dengan tepat.

Aplikasi pestisida yang tepat dapat didefinisikan sebagai aplikasi pestisida yang

semaksimal mungkin terhadap sasaran yang ditentukan pada saat yang tepat, dengan

liputan hasil semprotan yang merata dari jumlah pestisida yang telah ditentukan

sesuai dengan anjuran dosis (Zulkarnain, 2010).

Indonesia yang mempunyai potensi luar biasa dalam mengembangkan

produksi buah manggis seringkali terganjal ekspornya akibat keberadaan kutu

putih pada bagian bawah kelopak buahnya. Kendala ini semata-mata muncul

karena belum tersedianya metode pengendalian kutu putih yang efektif. Metode

pengendalian yang diharapkan tidak menyebabkan kerusakan pada buah dan tidak

meninggalkan residu yang berbahaya. Sehingga dapat digunakan dalam sertifikasi

untuk keperluan ekspor. Sehubungan dengan uraian di atas, peneliti tertarik untuk

mengetahui metode pengendalian berbasis ramah lingkungan yang efektif

terhadap kutu putih (Pseudococcus spp.), maka perlu dilakukan penelitian untuk

(18)

Tujuan Penelitian

Menguji efektifitas jenis pestisida dan metode aplikasi terhadap mortalitas

dan perilaku hama kutu putih (Pseudococcus spp.) pada buah manggis di

laboratorium.

Hipotesa Penelitian

Ada perbedaan efektifitas pada jenis pestisida dan metode aplikasi

terhadap hama kutu putih (Pseudococcus spp.) pada buah manggis di

laboratorium.

Kegunaan Penulisan

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat mendapatkan gelar sarjana di

Departemen Hama Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara, Medan.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Kutu Putih (Pseudococcus spp.)

Menurut Kalshoven (1981), kutu putih (Pseudococcus spp.) dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Mollusca

Kelas : Gastropoda

Ordo : Homoptera

Famili : Pseudococcidae

Genus : Pseudococcus

Spesies : Pseudococcus spp.

Kutu betina berbentuk oval memanjang, beruas, tidak bersayap dan

mampu bertelur sampai 300-500 butir,. Telurnya berwarna kuning terbungkus

dalam jaringan seperti lilin yang longgar (Borror, 1971).

Telur menetas setelah 6-20 hari. Peletakan telur berlangsung selama 1 atau

2 minggu kemudian kutu betina mati. Nimfa muda menghisap cairan dari daun

atau buah. Kutu putih bergerak lambat (Metcalf dan Flint, 1992).

Nimfa muda gerakannya lamban dan untuk tumbuh sampai dewasa

memerlukan waktu 1-4 bulan. Bentuk kutu elips, berwarna coklat kekuningan,

panjang ±3 mm, tertutup dengan massa putih seperti lilin yang bertepung.

Sepanjang tepi badannya terdapat tonjolan terpanjang pada bagian belakang

(20)

Kutu Pseudococcus spp. cepat berkembang di daerah ketinggian 600

mdpl. Hidup secara koloni di bawah tanah dan kadang ditemukan di permukaan

buah. Siklus hidup kutu ini sekitar 20-40 hari. Induk betina menghasilkan telur

sampai 300 butir (Kalshoven, 1981).

Gambar 1 : Kutu putih (Pseudococcus spp.)

Diunduh dar

Gejala Serangan

Penyebaran kutu dapat disebabkan oleh angin, terbawa bibit, terbawa

orang, maupun terbawa serangga lain dan terbawa burung. Keberadaan kutu yang

cukup tinggi dan bersifat polipag mempunyai potensi menyebar yang sangat

cepat. Disamping itu, dari sifat biologisnya yang merusak tanaman dengan cara

menghisap cairan tanaman serta mengeluarkan racun, mengakibatkan terjadinya

khlorosis, kerdil, malformasi daun, daun muda dan buah rontok, banyak

menghasilkan eksudat berupa embun madu sampai menimbulkan kematian

tanaman. Dengan demikian kutu putih ini memiliki potensi dapat merugikan

ekonomis yang cukup tinggi (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010).

Hama ini merusak dengan cara mengisap cairan tanaman. Kuncup bunga

dan buah muda yang diserang menjadi kering karena kehabisan cairan. Buah yang

(21)

Kutu putih merusak penampilan buah manggis. Kutu muda hidup dan

menghisap cairan kelopak bunga, tunas atau buah muda. Kutu dewasa

mengeluarkan semacam tepung putih yang menyelimuti seluruh tubuhnya

(Kuntarsih, 2005).

Kutu putih dewasa mengeluarkan cairan seperti gula yang selanjutnya

dapat menarik semut hitam dan menyebabkan timbulnya jelaga pada buah.

Walaupun rasa buah kurang terpengaruh, kulit buah yang kotor menyebabkan

kualitas buah menurun (Balai Penelitian Tanaman Buah, 2006).

Gambar 2 : Gejala serangan kutu putih (Pseudococcus spp.) Diunduh dar

Pengendalian Kutu Putih (Pseudococcus spp.)

Cara kultur teknis

- Mengurangi kepadatan tajuk agar tidak terlalu rapat dan saling menutupi;

- Mengurangi kepadatan buah.

Cara kimiawi

- Mencegah semut dengan memberi kapur anti semut;

- Menyemprot dengan insektisida dan fungisida yang efektif dan terdaftar (bila

(22)

Insektisida Nabati

Insektisida botani diperoleh dari tembakau, akar tuba, nimba, pyrethrum

(Chrysanthenum cinerariaefolium) dan lainnya (Hall dan Julius, 1999).

Insektisida botani diambil secara langsung dari tanaman atau hasil

tanaman. Insektisida jenis ini termasuk insektisida yang paling tua dan banyak

digunakan untuk pengendalian hama sebelum insektisida organik sintetik

ditemukan (Untung, 1996).

Nimba (Azadirachta indica A. Juss)

Tanaman nimba mengandung bahan aktif azadiraktin (C35H44O16),

meliantriol dan nimbin. Azadiraktin mengandung sekitar 17 komponen sehingga

sulit untuk menentukan jenis komponen yang paling berperan sebagai pestisida.

Kematian hama akibat dari penggunaan nimba terjadi pada pergantian

instar-instar berikutnya atau pada proses metamorfosis. Nimba tidak membunuh hama

secara cepat, tetapi berpengaruh terhadap hama pada daya makan, pertumbuhan,

daya reproduksi, proses ganti kulit, hambatan pembentukan serangga dewasa,

menghambat perkawinan, menghambat pembentukan kitin dan komunikasi

seksual (Kardinan, 2004).

Biji dan daun nimba mengandung beberapa jenis metabolit sekunder yang

aktif sebagai pestisida, diantaranya azadirachtin, salanin, meliatriol, dan nimbin.

Senyawa kimia tersebut dapat berperan sebagai penghambat pertumbuhan

serangga, penolak makan (antifeedant), dan repelen bagi serangga. Metabolit lain

yang terdapat di dalam mimba adalah mimbandiol, 3-desasetil salanin, salanol,

azadiron, azadiradion, epoksiazadiradion, gedunin, dan alkaloid. Kematian

(23)

hidup serangga target. Akan tetapi, apabila termakan dalam jumlah kecil saja

mengakibatkan serangga tidak bergerak dan berhenti makan. Aktivitas residu

insektisida dari azadirachtin ini umumnya terjadi antara 7-10 hari atau lebih lama

lagi, tergantung dari jenis serangga dan aplikasinya (Samsudin, 2010b).

Gambar 3 : Rumus bangun azadiraktin

Diunduh dar

Tanaman nimba (Azadirachta indica) mengandung zat toksik bagi

serangga hama. Serangga yang menjadi hama di lapangan maupun pada bahan

simpan mengalami kelainan tingkah laku akibat bahan efektif yang dikandung

pada nimba (Gruber dan Karganilla, 1989).

Berbagai zat aktif terkandung dalam nimba diantaranya adalah

azadirachtin, salanin, meliantriol, nimbin, dan nimbidin. Semua zat aktif tersebut

bermanfaat bagi kehidupan manusia. Tanaman nimba (Azadirachta indica) ini

aman dikonsumsi oleh manusia dan mampu membunuh bakteri serta mikroba

berbahaya (Rohmayati dan Khotimah, 2010).

Mahoni (Swietenia macrophylla Jacq.)

Mahoni mengandung senyawa limonoid, saponin dan flavonoida yang

bersifat menghambat makan dan perkembangan serangga. Larutan hasil perasan

biji mahoni dengan konsentrasi 3% sangat efektif untuk mengendalikan kutu daun

(24)

mencampurkan 3 gram biji mahoni dalam 100 ml air, kemudian dihaluskan

dengan blender. Cairan kemudian disaring dan dapat disemprotkan pada daun

krisan yang terserang. Tingkat mortalitas yang dihasilkan bisa mencapai 90%

lebih pada hari keempat setelah aplikasi (Rimansyah, 2010).

Biji mahoni mengandung senyawa flavonoid, saponin dan swietenin.

Flavonoid dapat menimbulkan kelayuan pada saraf serta kerusakan pada spirakel

yang mengakibatkan serangga tidak bisa bernafas dan akhirnya mati. Saponin

menunjukkan aksi sebagai racun dan antifeedant pada kutu Lepidoptera, kumbang

dan berbagai serangga lain. Sedangkan sweitenin merupakan termasuk senyawa

limonoid yang bersifat sebagai antifeedant dan penghambat pertumbuhan

(Rosyidah, 2007).

Gambar 4: Rumus bangun flavonoid

Diunduh dari www.wikipedia.org (30 Oktober 2010)

Ekstrak biji mahoni dengan konsentrasi 2,5%, mengandung deterjen 0,1%

dan direbus selama 5 menit memiliki aktifitas insektisida terhadap hama pengisap

buah lada, yaitu menyebabkan menurunnya populasi nimfa dan imago

(Rachmawati, 2010).

Penggunaan insektisida golongan piretroid, pestisida nabati cengkeh,

nimba, jarak kepyar pada pertanaman lada di Bangka dapat mengurangi populasi

kutu putih. Penggunaan ekstrak air tembakau (10 g/l), mimba (50 g/l),

(25)

Planococcus pada tanaman lada di Bangka menunjukkan bahwa tembakau dan

mimba sama efektifnya dengan penggunaan insektisida sintetik (karbofuran dan

monokrotofos) setelah delapan minggu (Balfas, 2009).

Setiap makhluk hidup mempunyai batas toleransi terhadap racun dimana

makhluk tersebut tidak mati. Lewat batas tersebut akan menimbulkan kematian

pada makhluk hidup yang diuji. Proses kematian akan semakin cepat dengan

pertambahan dosis yang digunakan (Natawigena, 2000).

Kapur (Kitosan)

Perkembangan kesehatan akibat residu pestisida pada buah dan sayur telah

menggeser pola pengendalian hama dan penyakit dari penggunaan pestisida ke

pengendalian secara biologi. Salah satu bahan alami yang telah direkomendasikan

adalah kitosan yang dihasilkan dari proses deasetilasi kitin cangkang kepiting atau

eksoskeleton udang. Kitosan melindungi buah melalui 2 mekanisme : fisik dan

kimiawi. Secara fisik, kitosan membentuk lapisan film yang membungkus

permukaan produk dan mengatur pertukaran gas dan kelembapan. Secara

kimiawi, kitosan bersifat merangsang respon resistensi pasca panen pada jaringan

tanaman (Pamekas, 2007).

Kitin merupakan polimer karbohidrat yang terbentuk melalui ikatan

ß (1- 4) antara monomer-monomer nacetylglucosamine. Kitosan yang merupakan

senyawa turunan kitin mempunyai lebih banyak keunggulan bila ditinjau dari segi

ekonomi maupun aplikasinya. Sumber utama yang dapat digunakan untuk

pengembangan lebih lanjut adalah kitin dari jenis udang-udangan (Crustaceae)

(26)

Kitosan merupakan produk hasil turunan kitin dengan rumus Nasetil-

D-Glukosamin, merupakan polimer kationik yang mempunyai jumlah monomer

sekitar 2000-3000 monomer dan tidak toksik Kitosan umumnya dibuat dari

limbah hasil industri perikanan, seperti udang, kepiting dan rajungan, yaitu dari

bagian kepala, kulit ataupun karapas. Larutan kitosan berfungsi sebagai edible

coating. Lapisan edible yang terbentuk pada permukaan dapat memperpanjang

masa simpan dengan cara menahan laju respirasi, transmisi, dan pertumbuhan

mikroba (Suptijah et al., 2008).

Gambar 5: Rumus bangun kitosan

Diunduh dari www.wikipedia.org (30 Oktober 2010)

Kitosan berkerja sebagai racun perut, sehingga dapat mengganggu sistem

pencernaan hama dan secara perlahan akan mematikan hama. Kitosan selain

ramah terhadap lingkungan, bahan baku limbah golongan crustacea khususnya

rajungan juga mudah didapatkan sehingga sumber daya lokal yang selama ini

dimiliki dapat dimanfaatkan sebagai pengganti bahan kimia (Zakiah, et al., 2007)

Kitosan diproduksi dengan proses deasetilasi lapisan kitin yang terdapat di

cangkang hewan crustaceae (udang-udangan) seperti udang, lobster, dan kepiting.

Di bidang pertanian, kitosan bukan hanya mampu membentuk lapisan tipis

permeabel terhadap gas sehingga dilaporkan mampu rnenghambat pemasakan

(27)

gandanya ini, dan diklaim 100% aman bagi kesehatan, perannya di bidang

pertanian menjadi semakin popular. Walaupun demikian, informasi ilmiah tentang

penggunaannya sebagai pelapis buah (fruit coating) pada buah-buah tropis sulit

diperoleh (Widodo, 2009).

Dalam industri pangan, kitin dan kitosan bermanfaat sebagai pengawet dan

penstabil warna produk. Secara kimia kitin adalah molekul besar (polimer

Senyawa ini tidak dapat disintesis secara kimia dan tersusun oleh satuan molekul

N-asetil-D-glukosamin. Kalau bagian asetil ini dibuang, maka kita akan

memperoleh kitosa

beberapa contoh aplikasi kitin dan kitosan dalam bidang nutrisi (suplemen dan

sumber serat), pangan (nutraceutical, flavor, pembentuk tekstur, emulsifier,

penjernih minuman), medis (mengobati luka, contact lens, membran untuk dialisis

darah, antitumor), kesehatan kulit dan rambut (krim pelembab, hair care product),

lingkungan dan pertanian (penjernih air, menyimpan benih, fertilizer dan

fungisida) lain-lain (proses finishing kertas dan menyerap warna pada produk cat)

(28)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Departemen Hama

Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Medan

dengan ketinggian tempat ± 32 m di atas permukaan laut. Dilaksanakan mulai

bulan September sampai dengan Oktober 2010.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah manggis, daun

mimba, biji mahoni, kulit kerang, aquadest, dan etanol.

Alat yang dipergunakan adalah keranjang buah, kain kasa, lup,

handsprayer, beaker glass, label nama, alat pengaduk, saringan kawat kasa,

blender, ember, mortal, alu dan alat pendukung.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan

2 faktorial terdiri dari :

Faktor 1 : Pestisida (P)

P0 = Kontrol

P1 = Nimba konsentrasi 1%

P2 = Nimba konsentrasi 2,5%

(29)

P4 = Mahoni konsentrasi 1%

P5 = Mahoni konsentrasi 2,5%

P6 = Mahoni konsentrasi 5%

P7 = Kitosan konsentrasi 1%

P8 = Kitosan konsentrasi 2,5%

P9 = Kitosan konsentrasi 5%

Faktor 2 : Cara aplikasi (A)

A1 = Penyemprotan (spraying)

A2 = Pencelupan (dipping)

Kombinasi perlakuan terdiri dari :

P0A1 P0A2

P1A1 P1A2

P2A1 P2A2

P3A1 P3A2

P4A1 P4A2

P5A1 P5A2

P6A1 P6A2

P7A1 P7A2

P8A1 P8A2

P9A1 P9A2

(30)

Ulangan sebanyak 3 kali, diperoleh dari:

(t-1) (r-1) > 15

(20-1) (r-1) > 15

19r – 19 > 15

19r > 34

r > 3

Jumlah ulangan (r) = 3

Kombinasi perlakuan sebanyak 20 kombinasi dengan tiga ulangan. Setiap

perlakuan diaplikasikan pada 10 buah manggis. Total buah manggis yang

dibutuhkan adalah : 20 x 3 x 10 = 600 buah manggis.

Model linier dari rancangan yang digunakan adalah :

Yij = µ +αi + βj + (αβ)ij + Σij

Dimana :

Yij = hasil pengamatan pada perlakuan jenis ekstrak taraf ke-i, perlakuan ke-j

µ = Rataan atau nilai tengah

αi = efek perlakuan jenis pestisida (P) taraf ke-i

βj = efek perlakuan cara aplikasi (A) taraf ke-j

(αβ)ij = interaksi antara faktor perlakuan P pada taraf ke-i dan perlakuan A pada

taraf ke-j

Σij = efek error

(Bangun, 1990).

Selanjutnya bila hasil sidik ragam menunjukkan berbeda nyata maka

(31)

Pelaksanaan Penelitian

Penyediaan Serangga Uji

Kutu putih (Pseudococcus spp.) diperoleh dari buah manggis di lapangan.

Jumlah kutu putih yang diaplikasikan sesuai dengan yang terdapat dari alam.

Sebelum diaplikasikan jumlah kutu putih di setiap perlakuan dihitung terlebih

dahulu. Setiap perlakukan terdiri dari 10 buah manggis segar.

Penyediaan Bahan Tumbuhan dan Bahan Organik

Penyediaan bahan tumbuhan ditujukan untuk tumbuhan nimba dan

mahoni. Pada tumbuhan nimba yang digunakan adalah daun, sedangkan mahoni

yang digunakan adalah biji. Jumlah bahan tumbuhan yang diambil diperkirakan

cukup untuk digunakan dalam pengujian aktivitas insektisida sebanyak 1000 gr.

Penyediaan bahan organik untuk pembuatan kapur dilakukan dengan

mengumpulkan limbah kulit kerang dari tempat penjualan ikan basah di pasar

tradisional. Jumlah kulit kerang yang dikumpulkan diperkirakan cukup untuk

digunakan dalam pengujian aktifitas bahan organik sebanyak 1000 gr.

Pembuatan Pestisida Botani

Disiapkan daun nimba yang masih segar dan biji mahoni yang didapat dari

buah mahoni yang mulai matang atau sudah tua. Masing-masing bahan tumbuhan

dijemur pada panas matahari hingga kering. Selanjutnya dihancurkan dengan

blender sehingga menjadi serbuk. Serbuk bahan disaring dengan saringan kawat

kasa berjalinan 1 mm. Serbuk halus diekstrasi menggunakan pelarut etanol

dengan perbandingan bahan : pelarut 1 : 10. Serbuk dari nimba dan mahoni

dimasukkan ke dalam ember masing-masing sebanyak 1000 gr dan ditambahkan

(32)

(maserasi) selama 24 jam. Setelah 24 jam ekstrak bahan tumbuhan disaring

dengan kain saring.

Pembuatan Kapur

Pembuatan kapur sebagai sumber bahan organik dilakukan dengan

menghancurkan kulit kerang secukupnya dengan mortal dan alu hingga menjadi

serbuk. Serbuk bahan organik disaring dengan saringan kawat kasa berjalinan

1 mm. Serbuk halus dicampur dengan aquadest.

Aplikasi Insektisida Botani dan Organik

Untuk membuat larutan dengan konsentrasi 5% ekstrak nimba, ekstrak ini

diambil sebanyak 50 ml dan ditambahkan aquadest sebanyak 1000 ml. Demikian

juga untuk konsentrasi 2,5% dan 1% masing-masing ekstrak diambil 25 ml dan 10

ml serta ditambahkan aquadest 1000 ml. Untuk ekstrak biji mahoni dan kapur

pelaksanaannya sama. Larutan ini siap diaplikasikan sesuai perlakuan.

Pengujian insektisida botani dan organik dilakukan dengan metode

pencelupan (dipping) dan penyemprotan. Ekstrak nimba, biji mahoni dan kerang

diaplikasikan pada buah manggis sesuai dengan perlakuan masing-masing. Alat

semprot yang digunakan adalah handsprayer. Untuk aplikasi celup, buah manggis

dimasukkan ke dalam ember menggunakan kain kasa. Buah manggis yang telah

diuji kemudian dimasukkan ke dalam keranjang, setelah dikeringanginkan 2-3

menit. Pada perlakuan kontrol, buah manggis hanya direndam dan disemprot

(33)

Peubah Amatan

Pengamatan dilakukan terhadap :

1. Persentase Mortalitas

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah hama yang mati.

Persentase mortalitas dihitung pada I-IV HSA (hari setelah aplikasi).

Perhitungan dilakukan dengan membuka kelopak buah. Persentase

mortalitas yang diamati, dihitung menggunakan rumus :

a-b P = X 100 %

a

P = Persentase mortalitas ( % )

a = Populasi hama sebelum aplikasi

b = Populasi hama setelah aplikasi

2. Perilaku Hama

Pengamatan perilaku hama dilakukan dengan mengamati perubahan-

perubahan yang terjadi pada hama setelah aplikasi dengan lup. Perilaku

yang diamati meliputi gerak tubuh. Pengamatan dilakukan pada I-IV HSA.

3. Morfologi Buah Manggis

Pengamatan dilakukan dengan mengamati perubahan yang terjadi pada

kulit dan tampilan manggis keseluruhan secara visual serta rasa manggis

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Persentase Mortalitas Pseudococcus spp.

Hasil pengamatan terhadap persentase mortalitas Pseudococcus spp. dapat

dilihat pada Lampiran 3-5. Analisa sidik ragam menunjukkan bahwa jenis

pestisida, konsentrasi dan metode aplikasi yang digunakan berpengaruh sangat

nyata terhadap persentase mortalitas pada pengamatan II-IV HSA dan terdapat

interaksi antara keduanya. Untuk mengetahui antara perlakuan mana yang berbeda

nyata dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan pengaruh aplikasi ekstrak nimba, mahoni dan kitosan terhadap mortalitas (%) Pseudococcus spp. pada pengamatan I-IV HSA

No. Perlakuan Hari Setelah Aplikasi (HSA)

I II III IV

(35)

P0A1 = kontrol, semprot

P9A1 =kitosan 5%, semprot

P9A2 = kitosan 5%, celup

Hasil pengamatan pengaruh jenis dan aplikasi pestisida terhadap persentase

mortalitas Pseudococcus spp. disajikan pada Tabel 1. Pada pengamatan hari pertama

setelah aplikasi (I HSA), dimana mortalitas Pseudococcus spp. dari semua perlakuan

tidak terdapat interaksi antara jenis pestisida dengan cara aplikasi. Hal ini menunjukkan

bahwa bahan aktif yang dikandung dalam pestisida belum bekerja.

Pada pengamatan II HSA, semua perlakuan menunjukkan tingkat mortalitas

Pseudococcus spp., dengan persentase mortalitas terendah pada perlakuan P0A2

(kontrol/ celup), P0A1 (kontrol/ semprot) dan P8A1 (kitosan 2,5% /semprot) yaitu

26,06%, 30% dan 30,08%. Persentase mortalitas tertinggi pada perlakuan P3A2 (nimba

5% /celup) yaitu 96,67%. Hal ini disebabkan semakin banyak bahan aktif ekstrak yang

digunakan maka daya racunnya akan semakin besar. Hal ini sesuai dengan Natawigena

(1985) yang menyatakan setiap makhluk hidup mempunyai batas toleransi terhadap

racun dan makhluk tersebut tidak mati. Lewat batas tersebut akan menimbulkan

kematian pada makhluk yang diuji. Proses kematian akan semakin cepat dengan

(36)

Tabel 1 menunjukkan bahwa pada pengamatan II HSA, mortalitas dengan

perlakuan kitosan berbeda sangat nyata dari nimba dan mahoni. Persentase mortalitas

pada perlakuan P9A1 (kitosan 5% /semprot) sebesar 34,64% sedangkan pada perlakuan

P3A1 (nimba 5% /semprot) dan P6A1 (mahoni 5% /semprot) masing-masing sebesar

48,24% dan 52,99%. Hal ini disebabkan karena kitosan tidak membunuh hama secara

cepat dan bersifat racun perut. Sesuai dengan Zakiah et al. (2007) yang menyatakan

bahwa kitosan bekerja sebagai racun perut, sehingga dapat mengganggu sistem

pencernaan hama dan secara perlahan akan mematikan hama.

Tabel 1 pada pengamatan III HSA, memperlihatkan bahwa semua perlakuan

berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan pada perlakuan P7A1 (kitosan 1% /semprot)

dan P8A1 (kitosan 2,5% /semprot) tidak berbeda nyata dengan kontrol. Pada perlakuan

dengan ekstrak nimba, persentase mortalitas Pseudococcus spp. tertinggi dijumpai pada

P3A2 (nimba 5% /celup) sebesar 99,17%. Keadaan ini disebabkan kandungan bahan

aktif Azadirachtin pada nimba bersifat racun pada serangga dan dapat menghambat

aktifitas makan serangga sehingga pertumbuhan serangga terhambat dan bahkan

menyebabkan serangga hama mati. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kardinan (2004)

yang menyatakan nimba tidak membunuh hama secara cepat, tetapi berpengaruh

terhadap hama pada daya makan, pertumbuhan, daya reproduksi, proses ganti kulit,

hambatan pembentukan serangga dewasa, menghambat perkawinan, menghambat

pembentukan kitin dan komunikasi seksual.

Dari Tabel 1 pada pengamatan IV HSA, memperlihatkan bahwa semua

perlakuan pestisida dengan cara aplikasi celup (A2) berbeda sangat nyata dengan

(37)

tinggi pada pestisida yang diaplikasikan dengan cara pencelupan. Hal ini disebabkan

oleh pestisida yang tersebar merata pada seluruh permukaan buah manggis dan terjadi

kontak langsung dan mampu meracuni kutu putih pada metode perendaman. Pada

metode penyemprotan kemungkinan pestisida tidak merata di permukaan buah sehingga

masih ada kutu yang terbebas dari racun pestisida biologi.

Tabel 1 menunjukkan bahwa pada pengamatan IV HSA, mortalitas

Pseudococcus spp. terendah pada perlakuan P7A1 (kitosan 1% /semprot) yaitu 30,45%

dan tertinggi pada perlakuan P6A2 (mahoni 5% /celup) yaitu 100%. Tingginya

persentase mortalitas pada perlakuan dengan ekstrak mahoni disebabkan senyawa

flavonoida yang terkandung pada ekstrak mahoni bersifat insektisida, mempunyai bau

yang tidak sedap dan rasanya pahit sekali. Bahan aktif yang terkandung pada mahoni ini

berfungsi sebagai antifeedant terhadap serangga. Sesuai dengan Rimansyah (2010) yang

menyatakan mahoni mengandung senyawa limonoid, saponin dan flavonoida yang

bersifat menghambat makan dan perkembangan serangga. Tingkat mortalitas yang

dihasilkan bisa mencapai 90% lebih pada hari keempat setelah aplikasi.

Nimba dan mahoni merupakan pestisida yang dapat mengurangi serangan

Pseudococcus spp. pada buah manggis. Dan cara aplikasi dari pestisida ini sangat

(38)

2. Perilaku Hama

Hasil pengamatan terhadap perilaku hama dengan perlakuan ekstrak daun

nimba, biji mahoni dan kitosan memperlihatkan hama tidak bergerak dan mati yang

diperlihatkan pada Gambar 7. Sesuai hasil penelitian Zakiah et al. (2007) bahwa kitosan

berkerja sebagai racun perut, sehingga dapat mengganggu sistem pencernaan hama dan

secara perlahan akan mematikan hama.

Gambar 7. Pseudococcus spp. yang mati Sumber: Foto langsung

Sesuai dengan penelitian Gruber dan Karganilla (1989) bahwa tanaman nimba

(Azadirachta indica) mengandung zat toksik bagi serangga hama. Serangga yang

menjadi hama di lapangan maupun pada bahan simpan mengalami kelainan tingkah laku

akibat bahan efektif yang dikandung pada nimba. Rosyidah (2007) dalam penelitiannya

menyatakan bahwa mahoni mengandung senyawa flavonoid yang dapat menimbulkan

kelayuan pada saraf serta kerusakan pada spirakel yang mengakibatkan serangga tidak

(39)

pestisida nimba termakan dalam jumlah sedikit saja akan mengakibatkan serangga tidak

bergerak.

3. Morfologi Buah

Hasil pengamatan morfologi buah manggis setelah aplikasi pestisida nimba,

mahoni, kitosan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.Respon pemberian pestisida biologi sebagai perlakuan alternatif terhadap tampilan buah manggis

Perlakuan Tampilan Buah Manggis

P0A1 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar

P1A1 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar

P2A1 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar

P3A1 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar

P4A1 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar

P5A1 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar

P6A1 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar

P7A1 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar

P8A1 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar

P9A1 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar

P0A2 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar

P1A2 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar

P2A2 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar

P3A2 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar

P4A2 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar

P5A2 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar

P6A2 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar

P7A2 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar

P8A2 Buah dan kelopak tidak berubah warna dan masih tetap segar

(40)

Tabel 2 pada pengamatan IV HSA memperlihatkan bahwa buah manggis di

semua perlakuan tidak berubah warna dan masih tetap segar. Pada semua perlakuan

tidak ada perubahan rasa buah manggis sebagai efek dari pemberian pestisida dan tetap

segar yang diperlihatkan pada Gambar 7. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi pestisida

biologi tidak berpengaruh terhadap buah manggis sehingga dapat digunakan sebagai

perlakuan untuk ekspor buah manggis ke luar negeri dan aman dikonsumsi manusia.

Sesuai dengan pernyataan Rohmayati dan Khotimah (2010) bahwa zat aktif yang

terkandung dalam nimba sangat banyak diantaranya adalah azadirachtin, salanin,

meliantriol, nimbin, dan nimbidin. Semua zat aktif tersebut sangat bermanfaat bagi

kehidupan manusia. Tanaman nimba (Azadirachta indica) ini aman dikonsumsi oleh

manusia dan mampu membunuh bakteri serta mikroba berbahaya.

Gambar 7. Pengamatan terhadap morfologi dan warna daging buah manggis Sumber: Foto langsung

Menurut Suhartono (2006), dalam industri pangan, kitin dan kitosan bermanfaat

sebagai pengawet dan penstabil warna produk. Beberapa contoh aplikasi kitin dan

(41)

flavor, pembentuk tekstur, emulsifier, penjernih minuman), lingkungan dan pertanian

(penjernih air, menyimpan benih, fertilizer dan fungisida) lain-lain (proses finishing

(42)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Perlakuan ekstrak nimba, mahoni, dan kitosan memberikan pengaruh nyata terhadap

mortalitas Pseudococcus spp.

2. Mortalitas Pseudococcus spp. pada pengamatan IV HSA, tertinggi pada perlakuan

P6A2 (Mahoni 5% /celup) sebesar 100% dan terendah pada perlakuan P7A1

(kitosan 1% /semprot) sebesar 30,45%.

3. Aplikasi ekstrak nimba mahoni dan kitosan memperlihatkan hama Pseudococcus

spp. menjadi kaku dan mati.

4. Perlakuan ekstrak nimba, mahoni, dan kitosan tidak memberikan pengaruh pada

warna dan rasa buah manggis.

5. Dari kedua cara aplikasi pestisida yang diuji, aplikasi pencelupan merupakan

aplikasi yang terbaik jika dibandingkan dengan cara penyemprotan.

Saran

Perlu dilakukan penelitian tentang pestisida botani yang efektif membunuh

Pseudococcus spp. dalam I HSA, mengingat manggis dari pengumpul langsung

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Balai Penelitian Tanaman Buah, 2006. Organisme Pengganggu Tanaman Manggis. Warta Penelitian dan Pengembangan. 23(2): 10-12.

Balfas, R., 2009. Status Penelitian Serangga Vektor Penyakit Kerdil Pada Tanaman Lada. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Jurnal Perspektif. 8(1): 42-51.

Bangun, M. K., 1990. Perancangan Percobaan. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Hlm. 24.

Borror, D. J., dan D. M. Delong., 1971. An Introduction To The Study On Insect. 3rd edition. Renehart & Winston, New York. Hlm. 277.

BPP, 2003. Manggis. Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Jakarta. Hlm. 1-15.

Direktorat Jenderal Hortikultura., 2010. Kawasan Percontohan Laboratorium Lapangan

Manggis. Diunduh dar

Gruber, L. C. dan George S. Karganilla, 1989. Neem Production and Use. Philippine-German Biological PlantProtection Project Bureau of Plant Industry Department of Agriculture, Philippiness. Hlm. 1-5.

Hall, F. R. dan Julius, J. M., 1999. Biopesticides: Use and Delivery. Humana Press, New Jersey.

Herminanto, Wiharsi, dan Topo Sumarsono., 2001. Potensi Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosa L.) Untuk Mengendalikan Ulat Krop Kubis (Crocidolomia pavonana F.).Universitas Jenderal Soedirman,Purwokerto. Hlm. 31-35.

Kalshoven, L. G. E., 1981. The Pest Of Crop In Indonesia. Revised And Translated By Vader Laan. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta. Hlm. 184.

Kardinan, A., 2004. Pestisida Nabati: Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Kuntarsih, S., 2005. Standar Prosedur Operasional Manggis Kabupaten Taskmalaya. Direktorat Budi Daya Tanaman Buah, Jakarta. Hlm. 1-101.

Metcalf, C. L. dan W. P. Flint., 1992. Destructive and Useful Insect: Their Habits and Control. Tata Mc Graw- Hill Publishing Company Ltd., New Delhi. Hlm. 871.

(44)

Pamekas, T., 2007. Potensi Ekstrak Cangkang Kepiting Untuk Mengendalikan Penyakit Pasca Panen Antraknosa Pada Buah Cabai. Jurnal Akta Agrosia. 10(1): 72-75.

Poerwanto, R., 2004. Standar Prosedur Operasional Komoditas Manggis. Direktorat Budi Daya Tanaman Buah, Jakarta. Hlm. 1-49.

Rachmawati, J., 2010. Insektisida Nabati. Universitas Galuh, Ciamis.

Rahayu, M., 2006. Peningkatan Kualitas Hasil Buah Manggis Melalui Perbaikan Manajemen Pemeliharaan Kebun Pelaburan Bubur Kalifornia) dan Penggunaan Alat Petik di Kec. Lingsar, Kab. Lombok Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, NTB. Hlm. 1-8.

Rimansyah, A. E., 2010. Meracik Pestisida Botani Secara Sederhana. Universitas Lampung, Lampung. Hlm. 1-2.

Rochmawati, C. dan Khusnul Khotimah, 2010. Pemanfaatan Ekstrak Daun Nimba Untuk Pengawetan Makanan. Universitas Diponegoro, Semarang. Hlm. 1-4.

Rosyidah, A., 2007. Pengaruh Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia macrophylla Jacq.) Terhadap Mortalitas Ulat Grayak (Spodoptera litura F.). Universitas Jember, Semarang. Hlm. 1-2.

Rukmana, R., dan Uu S., 2002. Hama Tanaman dan Teknik Pengendalian. Kanisius, Yogyakarta.

Samsudin, H., 2010. Azadirachtin Metabolit Sekunder dari Tanaman Mimba sebagai Bahan Insektisida Botani. Lembaga Pertanian Sehat, Bogor. Hlm. 1-2.

Subadiyasa, N. N. 1997. Teknologi Effective Microorganisms (E M), Potensi Dan Prospeknya di Indonesia. Seminar Nasional Pertanian Organik, Jakarta. Hlm. Hlm. 1-4.

Suhartono, M.T., 2006. Pemanfaatan Kitin, Kitosan dan Kitooligosakarida. Food Review Indonesia.1(6): 30-33.

Suptijah, P., Y. Gushagia, dan D. R. Sukarsa,. 2008. Kajian Efek Daya Hambat Kitosan Terhadap Kemunduran Mutu Fillet Ikan Patin (Pangasius hypothalamus) Pada Penyimpanan Suhu Ruang. Buletin Teknologi Hasil Pertanian. 9(2): 89-101.

(45)

Tjahjadi, N., 2002. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius, Yogyakarta.

Untung, K. 1996. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hlm. 272.

Widodo, S. E., 2009. Aplikasi Chitosan Dalam Teknologi Pengemasan Beratmosfir Termodifikasi Buah Duku. Universitas Lampung, Lampung. Hlm. 1-2

Zakiah, S. dan E. Purnomo., 2010. Pemanfaatan Limbah Kulit Rajungan Untuk Pengendalian Rayap Tanah. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hlm. 1-2

(46)
(47)

Keterangan :

P0A1 = kontrol, semprot P0A2 = kontrol, celup P1A1 = nimba 1%, semprot P1A2 = nimba 1%, celup P2A1 = nimba 2,5%, semprot P2A2 = nimba 2,5%, celup P3A1 = nimba 5%, semprot P3A2 = nimba 5%, celup P4A1 = mahoni 1%, semprot P4A2 = mahoni 1%, celup

P5A1 = mahoni 2,5%, semprot P5A2 = mahoni 2,5%, celup P6A1 = mahoni 5%, semprot P6A2 = mahoni 5%, celup P7A1 = kitosan 1%, semprot P7A2 = kitosan 1%, celup P8A1 = kitosan 2,5%, semprot P8A2 = kitosan 2,5%, celup P9A1 =kitosan 5%, semprot P9A2 = kitosan 5%, celup Jumlah perlakuan = 20 perlakuan

(48)

Lampiran 2

Tabel Persentase Mortalitas Pseudococcus spp. 1 HSA

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(49)

Tabel Dwikasta

Aplikasi Pestisida Total Rataan

P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9

A1 50.01 97.50 97.36 119.29 102.31 99.22 109.48 80.68 75.02 89.02 919.89 91.99

A2 60.00 187.42 177.40 226.90 162.37 181.26 208.12 139.05 140.90 105.14 1588.56 169.84

Total 110.01 284.92 274.76 346.19 264.68 280.48 317.60 219.73 215.92 194.16 2508.45

Rataan 55.01 142.46 137.38 173.10 132.34 140.24 158.80 109.87 107.96 97.08 130.91

Sumber

Keragaman db JK KT F.Hit F.05 F. 01

Perlakuan 19 15971.93

Pestisida (P) 9 6930.86 770.10 5.48 ** 2.12 2.89

Aplikasi(A) 1 7451.99 7451.99 53.03 ** 4.08 7.31

P x A 9 1589.08 176.56 1.26 tn 2.12 2.89

Error 40 5621.33 140.53

Total 59 21593.26

FK = 104872.02

Ket:

tn : Tidak nyata

* : Nyata

(50)

Uji Jarak Duncan Faktor Pestisida (P)

sy 57.37

P 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

SSR 0,05 2.86 3.01 3.10 3.17 3.22 3.27 3.30 3.33 3.35 3.35

LSR 0,05 164.09 172.69 177.85 181.87 184.74 187.61 189.33 191.05 192.20 192.20

Perlakuan P0 P9 P8 P7 P4 P2 P5 P1 P6 P3

Rataan 55.01 97.08 107.96 109.87 132.34 137.38 140.24 142.46 158.80 173.10

.a .b

c .d

.e

f

.g .h

Uji Jarak Duncan Faktor Aplikasi (A)

sy 25.66

P 2 3

SSR 0,05 2.86 3.01

LSR 0,05 73.38 77.23

Perlakuan A1 A2

Rataan 91.99 169.84

(51)

Lampiran 3

Tabel Persentase Mortalitas Pseudococcus spp. 2 HSA

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(52)

Tabel Dwikasta

Aplikasi Pestisida Total Rataan

P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9

A1 90.00 121.39 133.13 144.73 132.90 146.51 158.96 91.49 90.25 103.91 1213.27 121.33

A2 78.18 248.74 271.84 290.00 268.77 246.01 255.42 245.23 218.84 194.49 2317.52 248.82

Total 168.18 370.13 404.97 434.73 401.67 392.52 414.38 336.72 309.09 298.40 3530.79

Rataan 84.09 185.07 202.49 217.37 200.84 196.26 207.19 168.36 154.55 149.20 185.07

Sumber

Keragaman db JK KT F.Hit F.05 F. 01

Perlakuan 19 33241.33

Pestisida (P) 9 9450.81 1050.09 12.60 ** 2.12 2.89

Aplikasi(A) 1 20322.80 20322.80 243.90 ** 4.08 7.31

P x A 9 3467.72 385.30 4.62 ** 2.12 2.89

Error 40 3333.03 83.33

Total 59 36574.36

FK = 207774.63

Ket:

tn : Tidak nyata

* : Nyata

(53)

Uji Jarak Duncan Faktor Pestisida (P)

sy 34.02

P 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

SSR 0,05 2.86 3.01 3.10 3.17 3.22 3.27 3.30 3.33 3.35 3.35

LSR 0,05 97.29 102.39 105.45 107.84 109.54 111.24 112.26 113.28 113.96 113.96

Perlakuan P0 P9 P8 P7 P1 P5 P4 P2 P6 P3

Rataan 84.09 149.20 154.55 168.36 185.07 196.26 200.84 202.49 207.19 217.37

.a

Uji Jarak Duncan Faktor Aplikasi (A)

(54)

Uji Jarak Duncan Faktor Pestisida x Aplikasi (PxA)

sy 48.11

P 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

SSR 0,05 2.86 3.01 3.10 3.17 3.22 3.27 3.30 3.33 3.35 3.35 3.39 3.39

LSR 0,05 137.59 144.81 149.14 152.50 154.91 157.31 158.76 160.20 161.16 161.16 163.09 163.09

Perlakuan P0A2 P0A1 P8A1 P7A1 P9A1 P1A1 P4A1 P2A1 P3A1 P5A1 P6A1 P9A2

Rataan 26.06 30.00 30.08 30.50 34.64 40.46 44.30 44.38 48.24 48.84 52.99 64.83

.e

f

g .h

i

(55)

14 15 16 17 18 19 20 21

3.42 3.42 3.44 3.44 3.46 3.46 3.47 3.47

164.53 164.53 165.49 165.49 166.45 166.45 80.50 80.50

P8A2 P7A2 P6A2 P1A2 P6A2 P4A2 P2A2 P3A2

72.95 81.74 82.00 82.91 85.14 89.59 90.61 96.67

.a

b

(56)
(57)

Lampiran 4

Tabel Persentase Mortalitas Pseudococcus sp. 3 HSA

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(58)

Tabel Dwikasta

Aplikasi Pestisida Total Rataan

P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9

A1 90.00 192.22 195.13 196.84 180.14 208.53 217.21 80.03 95.47 113.91 1569.48 156.95

A2 144.72 281.19 290.09 297.50 274.48 267.12 286.25 284.75 289.99 274.69 2690.78 282.90

Total 234.72 473.41 485.22 494.34 454.62 475.65 503.46 364.78 385.46 388.60 4260.26

Rataan 117.36 236.71 242.61 247.17 227.31 237.83 251.73 182.39 192.73 194.30 219.92

Sumber

Keragaman db JK KT F.Hit F.05 F. 01

Perlakuan 19 35974.19

Pestisida (P) 9 10514.59 1168.29 7.08 ** 2.12 2.89

Aplikasi(A) 1 20955.23 20955.23 126.94 ** 4.08 7.31

P x A 9 4504.38 500.49 3.03 ** 2.12 2.89

Error 40 6603.35 165.08

Total 59 42577.54

FK = 302496.92

Ket:

tn : Tidak nyata

* : Nyata

(59)

Uji Jarak Duncan Faktor Pestisida (P)

sy 67.40

P 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

SSR 0,05 2.86 3.01 3.10 3.17 3.22 3.27 3.30 3.33 3.35 3.35

LSR 0,05 192.75 202.86 208.93 213.64 217.01 220.38 222.40 224.43 225.77 225.77

Perlakuan P0 P9 P8 P7 P1 P5 P4 P2 P6 P3

Rataan 84.09 149.20 154.55 168.36 185.07 196.26 200.84 202.49 207.19 217.37

.a

Uji Jarak Duncan Faktor Aplikasi (A)

(60)

Uji Jarak Duncan Faktor Pestisida x Aplikasi (PxA)

sy 95.31

P 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

SSR 0,05 2.86 3.01 3.10 3.17 3.22 3.27 3.30 3.33 3.35 3.35 3.39 3.39

LSR 0,05 272.59 286.89 295.46 302.14 306.90 311.67 314.53 317.39 319.29 319.29 323.10 323.10

Perlakuan P7A2 P0A1 P8A1 P9A1 P0A2 P4A1 P1A1 P2A1 P3A1 P5A1 P6A1 P5A2

Rataan 26.68 30.00 31.82 37.97 48.24 60.05 64.07 65.04 65.61 69.51 72.40 89.04

.c

d

e .f

.g .h

(61)

14 15 16 17 18 19 20 21

3.42 3.42 3.44 3.44 3.46 3.46 3.47 3.47

325.96 325.96 327.87 327.87 329.78 329.78 82.64 82.64

P4A2 P9A2 P1A2 P7A2 P6A2 P8A2 P2A2 P3A2

91.49 91.56 93.73 94.92 95.42 96.66 96.70 99.17

a

(62)

Lampiran 5

Tabel Persentase Mortalitas Pseudococcus spp. 4 HSA

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(63)

Tabel Dwikasta

Aplikasi Pestisida Total Rataan

P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9

A1 129.99 236.66 242.05 254.56 231.88 243.95 256.51 91.36 110.59 181.06 1978.61 197.86

A2 163.71 295.83 296.29 297.50 297.14 286.67 300.00 291.42 294.76 284.09 2807.41 293.74

Total 293.70 532.49 538.34 552.06 529.02 530.62 556.51 382.78 405.35 465.15 4786.02

Rataan 146.85 266.25 269.17 276.03 264.51 265.31 278.26 191.39 202.68 232.58 245.80

Sumber

Keragaman db JK KT F.Hit F.05 F. 01

Perlakuan 19 29010.09

Pestisida (P) 9 12017.26 1335.25 23.43 ** 2.12 2.89

Aplikasi(A) 1 11448.49 11448.49 200.87 ** 4.08 7.31

P x A 9 5544.34 616.04 10.81 ** 2.12 2.89

Error 40 2279.75 56.99

Total 59 31289.84

FK = 381766.46

Ket:

tn : Tidak nyata

* : Nyata

(64)

Uji Jarak Duncan Faktor Pestisida (P)

sy 23.27

P 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

SSR 0,05 2.86 3.01 3.10 3.17 3.22 3.27 3.30 3.33 3.35 3.35

LSR 0,05 66.55 70.04 72.13 73.76 74.92 76.09 76.78 77.48 77.95 77.95

Perlakuan P0 P9 P8 P7 P1 P5 P4 P2 P6 P3

Rataan 84.09 149.20 154.55 168.36 185.07 196.26 200.84 202.49 207.19 217.37

.a

b

c .d

.e .f

.g .h

Uji Jarak Duncan Faktor Aplikasi (A)

sy 10.41

P 2 3

SSR 0,05 2.86 3.01

LSR 0,05 29.76 31.32

Perlakuan A1 A2

Rataan 197.86 293.74

(65)

.b

Uji Jarak Duncan Faktor Pestisida x Aplikasi (PxA)

sy 32.91

P 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

SSR 0,05 2.86 3.01 3.10 3.17 3.22 3.27 3.30 3.33 3.35 3.35 3.39 3.39

LSR 0,05 94.11 99.05 102.01 104.31 105.96 107.60 108.59 109.58 110.23 110.23 111.55 111.55

Perlakuan P7A1 P8A1 P0A1 P0A2 P9A1 P4A1 P1A1 P2A1 P5A1 P3A1 P6A1 P9A2

Rataan 30.45 36.86 43.33 54.57 60.35 77.29 78.89 80.68 81.32 84.85 85.50 94.70

.b

c

d .e

.f .g

(66)

14 15 16 17 18 19 20 21

3.42 3.42 3.44 3.44 3.46 3.46 3.47 3.47

112.54 112.54 113.19 113.19 113.85 113.85 95.75 95.75

P5A2 P7A2 P8A2 P1A2 P2A2 P4A2 P3A2 P6A2

95.56 97.14 98.25 98.61 98.76 99.05 99.17 100.00

(67)
(68)

Perlakuan Sebelum Aplikasi Setelah Aplikasi P0A1

P1A1

P2A1

(69)

Perlakuan Sebelum Aplikasi Setelah Aplikasi P4A1

P5A1

P6A1

P7A1

(70)

n P8A1

(71)

Perlakuan Sebelum Aplikasi Setelah Aplikasi P0A2

P1A2

P2A2

(72)

Perlakuan Sebelum Aplikasi Setelah Aplikasi P4A2

P5A2

P6A2

(73)

Perlakua n

Sebelum Aplikasi Setelah Aplikasi

P8A2

Gambar

Gambar 1 : Kutu putih (Pseudococcus spp.) Diunduh dari www.ditlin.hortikultura.deptan.go.id (22 Februari 2010)
Gambar 2 : Gejala serangan kutu putih (Pseudococcus Diunduh dari www.ditlin.hortikultura.deptan.go.id (22 Februari 2010)  spp.)
Gambar 3 : Rumus bangun azadiraktin Diunduh dari  www.totallysynthetic.com (08 Maret 2010)
Tabel 1. Rataan pengaruh  aplikasi ekstrak nimba, mahoni dan kitosan terhadap mortalitas (%) Pseudococcus spp
+7

Referensi

Dokumen terkait

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik. Universitas Sebelas

Laporan Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Ahli Madya pada Program Studi Diploma III Teknik Informatika Universitas

Disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik. Universitas Sebelas Maret

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Pendidikan. Matematika dan

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Formulasi

Skripsi yang berjudul “Analisis Buah Naga dengan Menggunakan Penyinaran Lampu Di Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi”, penulis susun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar

Skripsi dengan judul “Pemurnian Minyak Jarak (Jatropha curcas L.) Dengan Menggunakan Membran Mikrofiltrasi” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Manajemen pada Program Studi Manajemen dan Bisnis HEPPY SETIAWATI PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR