• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Ekuitas Merek Tupperware Terhadap Keputusan Konsumen Membayar Harga Premium ( Studi Kasus Pada Orangtua Murid Sd St. Yoseph Jl. Pemuda Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Ekuitas Merek Tupperware Terhadap Keputusan Konsumen Membayar Harga Premium ( Studi Kasus Pada Orangtua Murid Sd St. Yoseph Jl. Pemuda Medan)"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STRATA-1 MEDAN

PENGARUH EKUITAS MEREK TUPPERWARE

TERHADAP KEPUTUSAN KONSUMEN

MEMBAYAR HARGA PREMIUM

( Studi Kasus Pada Orangtua

Murid SD St. Yoseph

Jl. Pemuda Medan)

PROPOSAL SKRIPSI

OLEH

WINDA SEMBIRING 070502126

DEPARTEMEN MANAJEMEN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Universitas Sumatera Utara Medan

(2)

ABSTRAK

Winda Sembiring (2011), “PENGARUH EKUITAS MEREK (BRAND

EQUITY) TUPPERWARE TERHADAP KEPUTUSAN KONSUMEN

MEMBAYAR HARGA PREMIUM (Studi Kasus Pada Orangtua Murid SD St. Yoseph Jalan Pemuda Medan)”. Pembimbing Dra. Haida Jasin, SE, MM. Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Ibu Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE, M.Si. Penguji Ibu Dra Friska Sipayung, M.Si dan Ibu Dr. Elisabet Siahaan, SE, M.Ec.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh ekuitas merek (brand equity) Tupperware terhadap keputusan konsumen membayar harga premium pada orangtua murid SD St.Yoseph Jalan Pemuda Medan. Ekuitas merek (brand equity) terdiri dari kesadaran merek (brand awareness), persepsi kualitas (perceived quality), asosiasi merek (brand association) dan loyalitas merek (brand loyalty).

Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara ekuitas merek (brand equity) Tupperware terhadap keputusan konsumen membayar harga premium pada orangtua murid SD St. Yoseph Jalan Pemuda Medan dan variabel yang paling dominan mempengaruhi keputusan konsumen membayar harga premium adalah variabel loyalitas merek (brand loyalty).

Metode penelitian yang digunakan untuk meneliti ekuitas merek (brand equity) Tupperware terhadap keputusan konsumen membayar harga premium pada orangtua murid SD St.Yoseph Jalan Pemuda Medan adalah analisis deskriptif dan metode analisis regresi linear berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup erat antara variabel kesadaran merek (brand awareness), persepsi kualitas (perceived quality), asosiasi merek (brand association) dan loyalitas merek (brand loyalty) sebesar 47,4 %, dengan adjusted R square sebesar 18,8 % dan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Hasil uji F menyatakan variabel kesadaran merek (brand awareness), persepsi kualitas (perceived quality), asosiasi merek (brand association) dan loyalitas merek (brand loyalty) secara serentak berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan konsumen membayar harga premium pada orangtua murid SD St. Yoseph Jalan Pemuda Medan.

Uji t menunjukkan variabel loyalitas merek (brand loyalty) merupakan variabel yang paling dominan mempengaruhi keputusan konsumen membayar harga premium pada orangtua murid SD St.Yoseph Jalan Pemuda Medan.

(3)
(4)

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 37

A. Sejarah Perusahaan... 37

B. Filosofi Tupperware ... 38

C. Tupperware Party... 39

D. Garansi Seumur Hidup ... 40

E Penggantian Produk Rusak ... 41

F. Penggantian dengan Credit Memo ... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

A. Uji Validitas Dan Uji Reliabilitas ... 43

1. Uji Validitas ... 43

2. Uji Reliabilitas ... 48

B. Analisis Deskriptif ... 50

C. Uji Asumsi Klasik ... 56

1. Uji Normalitas ... 56

2. Uji Multikolinieritas ... 57

D. Analisis Regresi Linear Berganda ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 70 DAFTAR PUSTAKA

(5)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 : Operasional Variabel... 10

Tabel 1.2 : Instrumen Skala Likert... ... 11

Tabel 4.1 : Validitas Instrumen... ... 44

Tabel 4.2 : Uji Validitas... ... 47

Tabel 4.3 : Reliability Statistics... ... 48

Tabel 4.4 : Uji Reliabilitas... ... 49

Tabel 4.5 : Karakteristik Responden... ... 50

Tabel 4.6 : Jumlah Frekuensi Pembelian Responden... ... 51

Tabel 4.7 : Distribusi Jawaban Responden tentang Variabel Kesadaran Merek... ... 51

Tabel 4.8 : Distribusi Jawaban Responden tentang Variabel Asosiasi Merek... ... 52

Tabel 4.9 : Distribusi Jawaban Responden tentang Variabel Persepsi Kualitas... ... 53

Tabel 4.10 : Distribusi Jawaban Responden tentang Variabel Loyalitas Merek... ... 54

Tabel 4.11 : Distribusi Jawaban Responden tentang Variabel Keputusan Konsumen ... ... 55

Tabel 4.12 : Uji Kolmogorov-Smirnov... ... 58

Tabel 4.13 : Uji Multikolinieritas... ... 59

Tabel 4.14 : Variables Entered Removed... ... 60

Tabel 4.15 : Hasil Uji F... ... 63

Tabel 4.16 : Hasil Uji t... ... 65

(6)

DAFTAR GAMBAR

(7)

ABSTRAK

Winda Sembiring (2011), “PENGARUH EKUITAS MEREK (BRAND

EQUITY) TUPPERWARE TERHADAP KEPUTUSAN KONSUMEN

MEMBAYAR HARGA PREMIUM (Studi Kasus Pada Orangtua Murid SD St. Yoseph Jalan Pemuda Medan)”. Pembimbing Dra. Haida Jasin, SE, MM. Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Ibu Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE, M.Si. Penguji Ibu Dra Friska Sipayung, M.Si dan Ibu Dr. Elisabet Siahaan, SE, M.Ec.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh ekuitas merek (brand equity) Tupperware terhadap keputusan konsumen membayar harga premium pada orangtua murid SD St.Yoseph Jalan Pemuda Medan. Ekuitas merek (brand equity) terdiri dari kesadaran merek (brand awareness), persepsi kualitas (perceived quality), asosiasi merek (brand association) dan loyalitas merek (brand loyalty).

Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara ekuitas merek (brand equity) Tupperware terhadap keputusan konsumen membayar harga premium pada orangtua murid SD St. Yoseph Jalan Pemuda Medan dan variabel yang paling dominan mempengaruhi keputusan konsumen membayar harga premium adalah variabel loyalitas merek (brand loyalty).

Metode penelitian yang digunakan untuk meneliti ekuitas merek (brand equity) Tupperware terhadap keputusan konsumen membayar harga premium pada orangtua murid SD St.Yoseph Jalan Pemuda Medan adalah analisis deskriptif dan metode analisis regresi linear berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup erat antara variabel kesadaran merek (brand awareness), persepsi kualitas (perceived quality), asosiasi merek (brand association) dan loyalitas merek (brand loyalty) sebesar 47,4 %, dengan adjusted R square sebesar 18,8 % dan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Hasil uji F menyatakan variabel kesadaran merek (brand awareness), persepsi kualitas (perceived quality), asosiasi merek (brand association) dan loyalitas merek (brand loyalty) secara serentak berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan konsumen membayar harga premium pada orangtua murid SD St. Yoseph Jalan Pemuda Medan.

Uji t menunjukkan variabel loyalitas merek (brand loyalty) merupakan variabel yang paling dominan mempengaruhi keputusan konsumen membayar harga premium pada orangtua murid SD St.Yoseph Jalan Pemuda Medan.

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan pemasaran adalah kegiatan penawaran suatu produk atau jasa sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Kegiatan ini tentu saja tidak terlepas dari keputusan konsumen mengenai salah satu atribut yang dimiliki produk tersebut yaitu harga. Harga adalah jumlah yang harus diberikan oleh pelanggan terhadap kepemilikan suatu produk atau jasa.

Dalam penelitian ini, keputusan konsumen membayar harga premium maksudnya adalah keputusan konsumen untuk bersedia membeli suatu produk dengan harga prestise yang merupakan strategi penetapan harga tertinggi yang bisa ditawarkan dimana pembeli mempunyai asumsi bahwa barang-barang mahal mempunyai reputasi yang luar biasa atau mempunyai kualitas yang sangat bagus dan berbeda.

Keputusan konsumen membayar harga premium tentu saja tidak terlepas dari kemampuan para pemasar dalam membentuk identitas produk yang kuat, antara lain merek dari produk tersebut untuk dapat bertahan di tengah maraknya persaingan dan membanjirnya penawaran produk sejenis dengan merek yang berbeda di pasar baik dari dalam maupun dari luar negeri. Merek merupakan suatu tanda atau simbol yang menunjukkan identitas suatu barang atau jasa tertentu yang dapat berupa kata-kata, gambar atau kombinasi keduanya sehingga membedakannya dengan barang atau jasa dari pesaingnya.

(9)

Pada merek ditemukan nilai-nilai yang bersifat tidak berwujud (intangible), emosional, keyakinan, harapan, serta sarat dengan persepsi pelanggan. Merek yang prestisius dapat disebut memiliki ekuitas merek (brand equity) yang kuat. Ekuitas merek merupakan pengaruh diferensial positif maksudnya apabila pelanggan mengenal nama merek, pelanggan akan merespons produk atau jasa tersebut. Suatu produk dengan ekuitas merek yang kuat akan mampu memberikan pertahanan kepada perusahaan dalam persaingan dengan jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, pengetahuan tentang elemen-elemen ekuitas merek yang terdiri dari kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas, dan loyalitas merek serta pengukurannya sangat diperlukan untuk menyusun langkah strategis dalam meningkatkan eksistensi merek yang akhirnya dapat meningkatkan keuntungan perusahaan.

Tupperware telah menjadi salah satu perusahaan terkemuka di dunia di bidang wadah plastik untuk penyimpanan maupun penyajian yang berkualitas tinggi dalam usianya yang lebih dari setengah abad. Saat ini Tupperware telah dipasarkan hampir di seratus negara di dunia dan merupakan perusahaan ketiga terbesar di dunia untuk kategori penjualan langsung (Direct Selling). Di Indonesia sendiri, Tupperware mulai dijual sejak tahun 1991. Saat ini Tupperware Indonesia telah memiliki lebih dari 70 distributor resmi yang tersebar di beberapa kota di Indonesia.

(10)

mengajak mereka yang hanya mempunyai modal yang tersisa untuk ikut bergabung dalam pemasaran Tuppeware yang pada akhirnya menguntungkan bagi mereka. Proses yang dilalui Tupperware seperti ’akar pohon’ dimana seorang dealer mencari beberapa orang untuk dijadikan dealer baru dengan mengadakan

suatu party. Party disini dalam arti mengadakan pertemuan dengan beberapa kenalannya untuk mendemonsrasikan produk-produk dari Tupperware, penjualan dan diselingi dengan beberapa permainan yang akan memberikan hadiah menarik bagi ibu-ibu yang hadir dalam party tersebut. Kegiatan ini akan menarik minat para undangan untuk menjadi dealer-dealer Tupperware yang baru nantinya dan jumlahnya akan terus-menerus berkembang. Hal inilah yang membuat peningkatan penjualan Tupperware pada krisis moneter tahun 1998.

Tupperware mempunyai banyak keunggulan seperti adanya garansi seumur hidup, melakukan inovasi terus-menerus, desainnya yang menarik, ramah lingkungan, serta aman untuk makanan dan minuman membuat Tupperware semakin diminati dan berdampak semakin diingatnya merek Tupperware oleh konsumennya.

Pada Kamis 22 Juli 2010 Tupperware berhasil memperoleh penghargaan ”Indonesia Most Favorite Woman Brand 2010”. Ini menandakan bahwa merek Tupperware sangat diminati wanita-wanita di Indonesia meskipun Tupperware memiliki harga yang cukup tinggi dibandingkan produk penyimpanan dan penyajian lainnya.

(11)

pada arisan tersebut Tupperware diperbincangkan dan diperjualbelikan yang dealer-nya juga merupakan anggota dari kelompok arisan tersebut. Para orangtua

yang mengikuti arisan selalu tertarik untuk mengetahui jenis-jenis produk dan manfaat yang dimiliki Tupperware yang kemudian melakukan pemesanan dan pembelian sehingga hampir seluruh murid SD di sekolah tersebut menggunakan produk Tupperware.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Ekuitas Merek Produk Tupperware Terhadap Keputusan Konsumen Membayar Harga Premium (Studi Kasus Pada Orangtua Murid SD. Santo Yoseph Jalan Pemuda Medan)”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

(12)

2. Variabel ekuitas merek (brand equity) manakah yang paling dominan dalam mempengaruhi keputusan konsumen membayar harga premium pada orangtua murid SD.Santo Yoseph Jalan Pemuda Medan ?

C. Kerangka Konseptual

Aaker (dalam Simamora, 2003:53) menggagas bahwa:

Ekuitas merek (brand equity) bersumber pada lima komponen, yaitu: kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand association), persepsi kualitas (perceived quality), loyalitas merek (brand loyalty), dan aset-aset merek lainnya, seperti hak paten, rahasia teknologi, rahasia bisnis, akses khusus terhadap pemasok ataupun pasar, dan lain-lain. Aaker mengembangkan kelima sumber di atas yang berhubungan dengan konsumen menjadi 10 variabel yang diusulkan sebagai indikator ekuitas merek (brand equity).

Adapun ke-10 variabel yang dikembangkan Aaker (dalam Simamora, 2003:53) berdasarkan gagasan lima aset utama ekuitas merek (brand equity) itu adalah:

Ukuran kesadaran: 1. Kesadaran merek

Ukuran asosiasi/ diferensiasi: 2. Persepsi nilai (perceived value) 3. Kepribadian merek

4. Asosiasi organisasional

Ukuran kepemimpinan/ persepsi kualitas: 5. Persepsi kualitas

(13)

pengukuran ini langsung menangkap konsumen yang loyal dengan cara yang relevan dan menunjukkan penghargaan konsumen yang “lebih” kepada merek tersebut dibandingkan kepada para pesaingnya” (Durianto, et.al, 2004:19 s/d 2004:68).

Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka konseptual penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1.1 Kerangka Konseptual

Sumber: Simamora (2003:53) dan Kuncoro (2009:52) (data diolah, Oktober 2010)

Pada Gambar 1.1 menunjukkan bahwa empat variabel ekuitas merek, yaitu kesadaran merek (X1), asosiasi merek (X2), persepsi kualitas (X3), dan loyalitas merek (X4) mewakili persepsi konsumen tentang suatu merek yang dapat mempengaruhi keputusan konsumen membayar harga premium.

D. Hipotesis

“Hipotesis merupakan suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi” (Kuncoro, 2009 : 59).

(14)

Berdasarkan perumusan masalah, maka hipotesis yang dikemukakan penulis adalah:

1. Ekuitas merek (brand equity) yang terdiri dari variabel kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand association), persepsi kualitas (perceived quality), dan loyalitas merek (brand loyalty) yang dimiliki Tupperware berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan konsumen membayar harga premium pada orangtua murid SD.Santo Yoseph Jalan Pemuda Medan.

2. Variabel loyalitas merek (brand loyalty) merupakan variabel yang paling dominan mempengaruhi keputusan konsumen membayar harga premium pada orangtua murid SD.St.Yoseph Jalan Pemuda Medan.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk :

(15)

b. Mengetahui dan menganalisis variabel ekuitas merek (brand equity) yang paling dominan mempengaruhi keputusan konsumen membayar harga premium pada orangtua murid SD Santo Yoseph Jalan Pemuda Medan.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah: a. Bagi Penulis

Penelitian ini menjadi sarana untuk mengaplikasikan pengetahuan teoritis pemasaran khususnya mengenai merek dan keputusan konsumen membayar harga premium oleh pelanggan dalam praktek.

b. Bagi Perusahaan

Dapat digunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam mengelola dan mempertahankan merek agar tetap menjadi pilihan pelanggan mengingat persaingan antar merek yang semakin meningkat.

c. Bagi Pihak Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pihak-pihak yang membutuhkan sebagai bahan pertimbangan, perbandingan dan penyempurnaan bagi penelitian selanjutnya.

F. Metodologi Penelitian

1. Batasan Operasional Variabel

(16)

penelitian ini hanya melihat pada pengaruh ekuitas merek Tupperware terhadap keputusan konsumen membayar harga premium.

2. Definisi Operasional Variabel

Dalam penelitian ini ada dua variabel penelitian yaitu:

a. ”Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat)” (Sugiyono 2008:59). Adapun yang menjadi variabel independen dari penelitian ini adalah variabel kesadaran merek (X1), asosiasi merek (X2), persepsi kualitas (X3), loyalitas merek (X4).

Aaker (dalam Hermawan Kartajaya, 2010:64) mendefinisikan keempat dimensi untuk menentukan ekuitas merek , yaitu:

1) Kesadaran Merek (Brand Awareness), yaitu kemampuan dari pelanggan potensial untuk mengenali atau mengingat bahwa suatu merek termasuk ke dalam kategori produk tertentu.

2) Asosiasi Merek (Brand Association), yaitu segala sesuatu yang terhubung di memori pelanggan terhadap suatu merek.

3) Persepsi Kualitas (Perceived Quality), yaitu persepsi pelanggan terhadap kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa

sehubungan dengan tujuan yang diinginkannya, dibandingkan dengan alternatif-alternatif lain.

4) Loyalitas Merek (Brand Loyalty), yaitu sebuah ukuran ketertarikan pelanggan terhadap suatu merek.

(17)

Tabel 1.1

aman dan bebas dari zat kimia beracun.

sudah sangat terkenal di kalangan masyarakat umum.

c. Konsumen sudah cukup lama mengenal produk b. Wadah plastik yang anti

tumpah.

c. Produk yang cukup

inovatif.

Skala Likert

(18)

Keputusan

b.Keputusan konsumen membayar bila harga

Sumber: Aaker (2003), Ferrinadewi (2008), Kartajaya (2010), diolah oleh Penulis

3. Skala Pengukuran Variabel

Pengukuran masing-masing variabel dalam penelitian ini menggunakan skala Likert. ”Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial” (Sugiyono, 2008:132). Dalam melakukan penelitian terhadap variabel-variabel yang akan diuji, pada setiap jawaban akan diberi skor. Pembagiannya adalah:

Tabel 1.2

c. Konsumen selalu

merekomendasikan produk merek Tupperware kepada orang lain.

(19)

4. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di SD.Santo Yoseph Jalan Pemuda Medan No.3A Medan Maimun. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

5. Populasi dan Sampel a. Populasi

”Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya” (Sugiyono, 2008:115). Berdasarkan hasil wawancara terhadap salah satu anggota bagian tata usaha sekolah, jumlah semua orangtua perempuan dari murid SD kelas satu sampai dengan kelas enam Santo Yoseph Jalan Pemuda Medan tahun ajaran 2010/2011 yang berjumlah 967 orang.

b. Sampel

”Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut” (Sugiyono, 2008:116). Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu, yaitu dengan kriteria bahwa orangtua yang dijadikan sampel penelitian adalah orangtua yang telah melakukan pembelian berulang terhadap Tupperware minimal dua kali. Teknik pengambilan sampel menggunakan rumus Slovin (Ginting dan Situmorang, 2008: 132), yaitu :

(20)

( )

N = Jumlah Populasi

e = Taraf Kesalahan = 10%

Sehingga jumlah sampel yang diperoleh adalah:

Maka jumlah sampel yang diperoleh digenapkan menjadi 91 orang.

6. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. a. Data primer

Data primer diperoleh dengan memberikan daftar pertanyaan (angket) kepada orangtua murid SD St.Yoseph Jalan Pemuda Medan dan wawancara dengan salah satu anggota tata usaha sekolah dan orangtua murid SD St. Yoseph Jalan Pemuda Medan.

b. Data sekunder

(21)

7. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan, antara lain:

a. Wawancara

Pengumpulan data dengan melakukan wawancara langsung dengan pimpinan Istana Business Centre Tupperware di Jalan Brigjend Katamso No.8, Medan Maimun dan orangtua murid SD St. Yoseph Jalan Pemuda Medan yang terpilih sebagai responden untuk mengetahui apakah mereka menggunakan Tupperware dan berapa kali menggunakan Tupperware.

b. Daftar Pertanyaan (kuesioner)

Kuesioner adalah pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan melalui daftar pertanyaan untuk diisi oleh orangtua murid SD St. Yoseph Jalan Pemuda Medan yang terpilih sebagai responden.

c. Studi Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan cara meninjau, membaca, dan mempelajari berbagai macam buku, jurnal, dan informasi dari internet yang berhubungan dengan pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan konsumen membayar harga premium.

8. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

(22)

Reliabilitas adalah indeks yang munjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau adapat diandalkan” (Ginting dan Situmorang, 2008: 172).

Untuk menguji apakah kuesioner yang digunakan peneliti valid dan reliabel maka peneliti mengambil responden diluar sampel sebanyak 30 orangtua SD St. Antonius di Jalan Sriwijaya No.7, dengan kriteria telah membeli produk Tupperware minimal sebanyak dua kali.Uji validitas dan reliabilitas kuesioner dalam penelitian ini menggunakan bantuan program SPSS 16.0 for Windows.

9. Metode Analisis Data Metode Deskriptif

Metode deskriptif merupakan metode yang digunakan dengan mengumpulkan dan menganalisa data yang diperoleh sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai pengaruh ekuitas merek Tupperware terhadap keputusan konsumen membayar harga premium.

10. Teknik Analisis Data

Teknik Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Pengolahan data dilakukan dengassn menggunakan bantuan software SPSS 16.0 for windows.

Formulasi yang digunakan adalah

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e

(23)

Y = Kesediaan membayar harga premium a = Konstanta

b1-4 = Koefisien regresi berganda

X1 = Kesadaran merek (Brand awareness) X2 = Persepsi kualitas (Perceived quality) X3 = Asosiasi merek (Brand association) X4 = Loyalitas merek (Brand loyalty) e = Standard error

Model regresi linear berganda diatas harus memenuhi syarat asumsi klasik sebagai berikut:

1) Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah residual yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Distribusi data tidak normal, karena terdapat nilai ekstrem data yang diambil. Ada dua cara yang dapat digunakan untuk uji normalitas, yaitu:

a. Analisis Grafik

Normalitas data dapat dilihat melalui penyebaran titik pada sumbu diagonal dari P-Plot atau dengan melihat histogram dari residualnya. Dasar pengambilan keputusannya sebagai berikut:

(24)

2. Apabila data menyebar jauh dari diagonal atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

b. Analisis statistik

Pengujian normalitas yang didasarkan pada uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Menurut Umar (2008:181) bahwa: “apabila pada

hasil uji Kolmogorov-Smirnov, nilai Asymp. Sig (2-tailed) lebih besar dari 0,05

(α = 5%, tingkat signifikan) maka data berdistribusi normal”.

2) Uji Multikolinieritas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah didalam model regresi linier ditemukan adanya korelasi yang tinggi diantara variable bebas. Ada atau tidaknya multikolinieritas antar variable dapat diketahui dengan melihat nilai dari variance inflation factor (VIF) dari masing-masing variable independent

terhadap variable dependent. Pengambilan keputusannya:

VIF > 5 maka diduga mempunyai persoalan multikolinieritas VIF < 5 maka tidak terdapat multikolinieritas

Tolerence < 0,1 maka diduga mempunyai persoalan multikolinieritas Tolerence > 0,1 maka tidak terdapat multikolinieritas

b. Analisis statistik

Gejala heteroskedastisitas juga dapat dideteksi melalui uji Glesjer. Pengujian hipotesis sebagai berikut:

(25)

Uji t dilakukan untuk menguji setiap variabel bebas (X1, X2, X3, X4) apakah mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap variabel terikat (Y) secara parsial. Kriteria pengujiannya sebagai berikut :

H0 : b1, b2, b3, b4 = 0

Artinya secara parsial tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.

H1 : b1, b2, b3, b4≠ 0

Artinya secara parsial terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.

Kriteria Pengambilan Keputusan:

Ho diterima apabila t-hitung< t-tabel pada α = 5 % H1 diterima apabila t-hitung > t-tabel pada α = 5 % 2. Uji F (uji secara serentak)

Uji F dilakukan untuk menguji apakah setiap variabel bebas (X1, X2, X3, X4) mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap variabel terikat (Y) secara serentak. Kriteria pengujiannya sebagai berikut:

H0 : b1, b2, b3, b4 = 0

Artinya tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan secara bersama-sama dari seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat.

H1 : b1, b2, b3, b4 ≠ 0

Artinya terdapat pengaruh yang positif dan signifikan secara bersama-sama dari seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat.

(26)

Ho diterima apabila F-hitung < F-tabel pada α = 5 % H1 diterima apabila F-hitung > F-tabel pada α = 5 % 3. Koefisien Determinasi (R2)

(27)

BAB II

URAIAN TEORITIS`

A. Penelitian Terdahulu

Sari (2007) dengan judul “Pengaruh Brand Equity Pasta Gigi Pepsodent Terhadap Loyalitas Pelanggan (Studi Kasus Pada Asrama Putri USU Medan)”. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa variabel bebas (X1, X2, X4) yaitu kesadaran merek (brand awareness), persepsi kualitas (perceived quality), dan loyalitas merek (brand loyalty) berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan pasta gigi pepsodent di asrama putri USU Medan, sementara X3 yaitu asosiasi merek (brand association) berpengaruh negatif. Berdasarkan koefisien determinasi (R2) maka variabel kesadaran merek (brand awareness), persepsi kualitas (perceived quality), asosiasi merek (brand association), dan loyalitas merek (brand koyalty) mempengaruhi loyalitas pelanggan pasta gigi pepsodent di asrama putri sebesar 63,6 % dan sisanya 36,4 % dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam penelitian tersebut.

Manurung (2007) dengan judul “Pengaruh Brand Equity Teh Botol Sosro Terhadap Keputusan Pembelian Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara (USU) Medan”. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa variabel bebas ekuitas merek (brand equity), yaitu brand awareness (X1) dan brand association (X2) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (keputusan pembelian mahasiswa F-KG USU Medan), sedangkan perceived

(28)

quality (X3) dan brand loyalty (X4) secara parsial berpengaruh secara signifikan

terhadap variabel terikat (keputusan pembelian mahasiswa F-KG USU Medan). Pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel bebas X3 dan X4 adalah pengaruh yang positif. Sementara untuk variabel yang lebih dominan mempengaruhi keputusan pembelian mahasiswa F-KG USU Medan adalah variabel brand loyalty (X4). Berdasarkan uji F hitung, variabel brand awareness (X1), brand association (X2), perceived quality (X3), brand loyalty (X4) secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian mahasiswa F-KG USU Medan.

Saragih (2008) dengan judul ”Pengaruh Ekuitas Merek (Brand Equity) Tas Sophie Martin Terhadap Kesediaan Membayar Harga Premium (Studi Kasus pada BC Rosida Medan)”. Dari penelitian ini diperoleh bahwa Ekuitas Merek (Brand Equity) tas Sophie Martin berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kesediaan membayar harga premium pada BC (Business Centre) Rosida Medan sebesar 34,2 % dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini, seperti: inovasi produk, nilai yang ditawarkan kepada konsumen (value proposition), kepribadian merek (brand personality), serta asosiasi organisasi (organizational associations). Variabel asosiasi merek (brand association) berpengaruh paling dominan terhadap kesediaan membayar harga

(29)

B. Harga

1. Pengertian Harga

”Dalam arti sempit, harga (price) adalah jumlah yang ditagihkan atas suatu produk atau jasa. Lebih luas lagi, harga adalah jumlah semua nilai yang diberikan oleh pelanggan untuk mendapatkan keuntungan dari memiliki atau menggunakan suatu produk atau jasa” (Kotler dan Armstrong, 2008:345).

Suharno dan Sutarso (2010:178) menyatakan bahwa: ”harga adalah sejumlah uang yang dibayarkan untuk memperoleh produk yang diinginkan. Dalam pengertian yang lebih luas harga adalah sejumlah pengorbanan yang diperlukan untuk mendapatkan suatu produk”.

2. Persepsi Harga

(30)

biasa saja dari setiap individu tidaklah harus sama, karena tergantung dari persepsi individu yang dilatarbelakangi oleh lingkungan kehidupan dan kondisi individu. Menurut (Alma 2010:178), adakalanya konsumen tidak peka atau tidak peduli dengan perbedaan harga yang dilancarkan oleh produsen, biar mahal tapi dibeli juga. Hal ini terjadi karena berbagai alasan seperti:

a) Barangnya unik, langka, bergengsi mempunyai nilai seni tertentu yang diminati oleh orang-orang tertentu pula.

b) Produk tersebut tidak ada penggantinya.

c) Konsumennya adalah orang-orang berpenghasilan tinggi atau dalam membeli produk tersebut akan menciptakan suatu prestise.

d) Harga beli barang tersebut, dibayarkan oleh orang lain, jadi tinggal pilih saja, barang-barang yang harganya mahal.

e) Penggunaan produk merupakan pelengkap barang yang sudah dibeli sebelumnya.

f) Persediaan barang semakin menipis dipasar, jadi terpaksa harus dibeli.

3. Persepsi Harga Terhadap Kualitas

Harga mempunyai kontribusi terhadap kualitas sehingga harga dan persepsi kualitas mempunyai hubungan yang positif, yaitu semakin mahal harga suatu produk tersebut maka akan mencerminkan kualitas produk.

(31)

a. Konsumen percaya ada perbedaan kualitas di antara berbagai merek dalam suatu produk kategori.

b. Konsumen percaya kualitas yang rendah dapat membawa resiko yang lebih besar.

c. Konsumen tidak memiliki informasi lain kecuali merek terkenal sebagai referensi dalam mengevaluasi kualitas sebelum melakukan pembelian.

4. Persepsi Harga Terhadap Nilai

“Persepsi nilai adalah evaluasi menyeluruh dari kegunaan suatu produk yang didasari oleh persepsi konsumen terhadap sejumlah manfaat yang akan diterima dibandingkan dengan pengorbanan yang dilakukan atau secara umum di pikiran konsumen value dikenal dengan istilah “value for money”, “best value”, dan “you get what you pay for” (Morris dalam Usahawan No. 10 Th XXXI Oktober 2002).

Menurut Zeithaml dan Bitner (dalam Usahawan No. 10 Th XXXI Oktober 2002), pengertian harga terhadap nilai dari sisi konsumen dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu:

a. Value is low price

(32)

1) Odd Pricing

Odd Pricing adalah menggunakan harga yang tidak biasa

digunakan umum, misal diskon 81 %. 2) Synchro Pricing

Synchro Pricing adalah memberikan harga dengan faktor-faktor

pembeda yang menyebabkan sensitivitas harga meningkat, misal: place, timing, quantity.

3) Penetration Pricing

Penetration Pricing adalah menetapkan harga rendah terutama

pada saat introduction untuk menstimulasi konsumen melakukan trial.

4) Discounting

Discounting adalah memberikan potongan harga untuk

menciptakan sensitivitas terhadap harga sehingga tercipta pembelian.

b. Value is whatever I want in a product or services

Bagi konsumen dalam kelompok ini, value diartikan sebagai manfaat, kualitas yang diterima bukan semata harga saja atau value adalah sesuatu yang dapat memuaskan keinginan. Strategi harga yang dapat dilakukan:

(33)

Prestige Pricing merupakan penetapan harga premium untuk

menjaga image sebagai produk dengan kualitas yang sangat baik dan memberikan image yang berbeda bagi yang memiliki atau menggunakan merek.

2) Skimming Pricing

Skimming Pricing adalah menetapkan harga yang lebih tinggi

dari rata-rata kesediaan untuk membayar, umumnya pada saat produk tersebut dalam tahap perkenalan. Produk tersebut mempunyai nilai lebih dibandingkan produk sebelumnya serta didukung dengan biaya promosi yang tinggi.

c. Value is the quality I get for the price I pay

Konsumen pada kelompok ini mempertimbangkan value adalah sesuatu manfaat/ kualitas yang diterima sesuai dengan besaran harga yang dibayarkan. Adapun pendekatan harga yang dapat dilakukan adalah:

1) Value Pricing

Value Pricing adalah menciptakan value lebih dari aspek manfaat

atau besaran yang dapat dibandingkan dengan harga itu sendiri, biasanya dengan strategi bundling.

2) Market Segmentation Pricing

Market Segmentation Pricing adalah memberikan harga

(34)

d. Value is what I get what I give

Konsumen menilai value berdasarkan besarnya manfaat yang diterima dibandingkan dengan pengorbanan yang dikeluarkan baik dalam bentuk besarnya uang yang dikeluarkan, waktu dan usahanya. Pendekatan harga yang dapat dilakukan:

1) Price Framing

Price Framing adalah memberikan tarif yang berbeda-beda

sesuai dengan pembagian kelompok berdasarkan besarnya manfaat yang diterima.

2) Price Bundling

Price Bundling adalah memberikan harga untuk dua jasa/ produk

yang saling komplemen.

Kotler (dalam Usahawan No. 10 Th XXXI Oktober 2002) menyimpulkan bahwa konsumen dalam menerima suatu value atau nilai dari suatu harga sangat dipengaruhi oleh:

a. Konteks

(35)

b. Ketersediaan Informasi

Konsumen akan mendapatkan value atas produk karena memiliki infomasi yang banyak dan lengkap.

c. Asosiasi

Upaya peningkatan value dari suatu produk dengan cara menaikkan harga, produsen harus memperhatikan asosiasi konsumen terhadap pengalaman yang dimiliki selama ini.

5. Harga Premium

Srinivasan dan Chan Su Park (dalam Simamora, 2003:55) menilai, ”harga premium sebagai perbedaan harga maksimal antara merek yang paling disukai dengan merek yang paling tidak disukai, yang dapat diterima konsumen”.

(36)

”Harga premium dapat menjadi satu-satunya pengukuran ekuitas merek yang tersedia, karena pengukuran ini langsung menangkap konsumen yang loyal dengan cara yang relevan. Jika konsumen loyal, secara logis mereka akan bersedia untuk membayar lebih tinggi (harga premium). Jika mereka tidak bersedia membayar lebih tinggi, tingkat loyalitas mereka rendah” (Durianto, et.al, 2004:19).

C. Merek

1. Pengertian Merek

Merek adalah suatu tanda atau simbol yang memberikan identitas suatu barang atau jasa tertentu yang dapat berupa kata-kata, gambar atau kombinasi keduanya yang diharapkan mampu mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang, penjual atau sekelompok penjual, dan diharapkan akan membedakan barang atau jasa dari produk pesing. (Kotler dan Keller, 2009:332) mendefinisikan bahwa: “merek adalah produk atau jasa penambah dimensi yang dengan cara tertentu mendiferensiasikannya dari produk atau jasa lain yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan yang sama”.

(Ferrinadewi, 2008:138) menyatakan bahwa :

(37)

mentransformasi hal yang sifatnya berwujud (intangible) menjadi sesuatu yang bernilai. Proses transformasi ini sepenuhnya menjadi wewenang konsumen untuk melanjutkan atau menghentikannya.

Kotler (dalam Alma, 2009:157) menyatakan ada enam arti dari merek yaitu : 1. Attributes, ada sesuatu atribut yang melekat pada suatu mereka

misalnya barang mahal, mutu bagus, tahan lama, tidak luntur dan sebagainya.

2. Benefit, kata attribute diartikan sebagai functional dan emotional benefit. Istilah tahan lama dapat dikatakan functional benefit,

sedangkan barang mahal ini, dapat diartikan sebagai emotional benefit, yang penting barang tersebut biar mahal tapi sangat

menguntungkan.

3. Value, barang mahal memiliki nilai tinggi bagi pengguna, karena dapat menaikkan gengsi/prestise, kenyamanan,dan keselamatan. 4. Culture, ini masalah budaya yang terkesan, terkenal, efisien, dan

selalu membeli barang berkualitas tinggi.

5. Personality, memperlihatkan atau member kesan kepribadian tertentu. 6. User, memberi kesan bahwa mayoritas pemakai produk tersebut

(38)

2. Tujuan dan Manfaat Pemberian Merek

Pemberian merek pada suatu produk dimaksudkan untuk beberapa alasan, yaitu:

1) Untuk mengidentifikasi barang atau jasa guna mempermudah dalam penanganan atau mencari jejak produk yang dipasarkan.

2) Melindungi produk yang unik dari kemungkinan ditiru pesaing.

3) Untuk menekankan mutu tertentu yang ditawarkan dan untuk mempermudah konsumen menemukan produk tersebut kembali.

4) Sebagai landasan untuk mengadakan diferensiasi harga. Menurut (Alma 2009:149), ada lima tujuan pemberian merek, yaitu:

1. Pengusaha menjamin konsumen bahwa barang yang dibeli sungguh berasal dari perusahaannya. Ini adalah untuk meyakinkan pihak konsumen membeli suatu barang dari merek dan perusahaan yang dikehendakinya, yang cocok dengan seleranya, keinginannya dan juga kemampuannya.

2. Perusahaan menjamin mutu barang. Dengan adanya merek ini perusahaan menjamin mutu bahwa barang yang dikeluarkannya berkualitas baik, sehingga dalam barang tersebut selain ada merek, juga disebutkan peringatan-peringatan seperti apabila dalam jenis ini tidak ada tanda tangan ini maka itu adalah palsu dan lain-lain.

(39)

4. Meningkatkan ekuitas merek, yang memungkinkan memperoleh margin lebih tinggi, member kemudahan dalam mempertahankan kesetiaan konsumen.

5. Memberi motivasi pada saluran distribusi, karena barang dengan merek terkenal akan cepat laku, dan mudah disalurkan serta mudah penanganannya.

(40)

1) Memberikan identifikasi terhadap suatu produk, sehingga para konsumen mengenal merek dagang yang berbeda dengan produk lain.

2) Untuk menarik calon pembeli. 3. Membangun merek yang kuat

Suharno dan Sutarso (2010:165) menyatakan bahwa membangun merek yang kuat dan sukses di pasar, memerlukan serangkaian aktivitas yang harus dilalui, yaitu:

1. Menentukan penggunaan merek. Hampir semua produk yang dipasarkan saat ini memiliki identitas atau merek. Sekalipun tidak secara sempurna mencerminkan sebuah merek, namun fungsi merek sudah dipergunakan secara meluas. Pemasar perlu menentukan akan menggunakan merek atau tidak adalah keputusan penting yang harus dilakukan oleh pemasar. Faktor penentu keputusan pemilihan ini akan tergantung kepada manfaat yang ingin dicapai dari penggunaan merek dan pengorbanan yang dilakukan. Dengan merek, produk akan mudah diidentifikasi dan ditelusur, memberikan perlindungan hokum bagi produsen, memungkinkan terbentuknya sekelompok pembeli yang loyal, dan merek akan memberikan manfaat bagi masyarakat akan konsisten dan meningkatnya kualitas produk.

(41)

memperhatikan aspek sosial dan budaya konsumen, khususnya dalam kaitan dengan bahasa. Perlu dihindari istilah merek yang berkonotasi negative dan atau sudah ada sebelumnya. Beberapa produk pinggiran memanfaatkan nama besar merek tertentu untuk mendapatkan asosiasi yang kuat. Nasional agar diasosiasikan dengan National, produsen elektronik terkenal.

3. Menentukan sponsor merek. Sponsor merek adalah dengan siapakah merek diasosiasikan terkait dengan pemilik merek. Pemasar memiliki empat pilihan sponsor, yaitu:

a. Merek produsen atau merek nasional, yaitu menjual produk di bawah nama merek produsennya sendiri.

b. Merek pribadi, yaitu merek yang diciptakan dan dimiliki oleh pengecer sebuah produk atau jasa.

c. Merek berlisensi, yaitu menggunakan merek lisensi dari pihak lain.

d. Merek bersama, adalah praktik mengunakan nama merek terkenal dari dua perusahaan berbeda untuk produk yang sama. 4. Mengembangkan merek. Perusahaan mempunyai empat pilihan dalam

mengembangkan merek, yaitu sebagai berikut di bawah ini:

(42)

b. Perluasan merek, memperluas nama merek yang sudah ada menjadi kategori produk baru.

c. Multimerek, yaitu menawarkan merek baru untuk kategori produk yang sama.

d. Merek baru, yaitu membuat merek baru untuk kategori produk baru.

5. Reposisi Merek.

Pemasar pada satu waktu perlu melakukan reposisi merek, dari posisi merek dengan image, citra atau personalitas tertentu, ke dalam posisi yang lain. Perubahan ini, seringkali dikarenakan oleh karena merek kurang berkembang dan perlu ditingkatkan produktivitasnya, oleh karena posisi yang diambil telah banyak, sehingga kurang ada pembeda, atau terjadi pergeseran konsumen yang mengakibatkan penurunan permintaan.

D. Ekuitas Merek (Brand Equity) 1. Pengertian Ekuitas Merek

Aaker (dalam Ferrinadewi, 2008:168), mendefinisikan bahwa: “brand equity atau ekuitas merek sebagai sejumlah asset dan kewajiban yang

(43)

Peter dan Olson (dalam Simamora, 2003: 49) melihat bahwa:

Ekuitas merek memberikan nilai kepada perusahaan dan konsumen. Berdasarkan perspektif perusahaan, ekuitas merek memberikan keuntungan, aliran kas dan pangsa pasar yang lebih tinggi. Sedangkan dari perspektif konsumen, ekuitas merek terkait dengan sikap merek positif dan kuat yang didasarkan pada arti dan keyakinan positif dan jelas tentang merek dalam memori. Sikap merupakan bagian penting ekuitas merek. Merek yang memiliki ekuitas berarti disikapi secara positif oleh konsumen.

Simamora (2003:48) menyatakan bahwa: ”ekuitas merek juga mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam mengambil keputusan pembelian baik itu karena pengalaman masa lalu dalam menggunakannya maupun kedekatan dengan merek dan aneka karakteristiknya”.

Suharno dan Sutarso (2010:164) menyatakan bahwa:

(44)

memiliki pembeli potensial yang tinggi, yang berarti permintaannya tinggi.

2. Manfaat Ekuitas Merek

Manfaat dari ekuitas merek dapat digolongkan menjadi dua yaitu: 1) Memberikan nilai kepada konsumen.

Dimensi ekuitas merek pada umumnya menambahkan atau mengurangi nilai bagi para konsumen.

a) Dimensi-dimensi ini bisa membantu mereka menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi dalam jumlah yang besar mengenai produk dan merek.

b) Ekuitas merek juga bisa mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam mengambil keputusan pembelian (baik itu karena pengalaman masa lalu dalam menggunakan maupun kedekatan dengan merek dan aneka karakteristiknya).

c) Yang lebih penting nantinya adalah kenyataan bahwa kesan kualitas dan asosiasi merek bisa menguatkan kepuasan konsumen dengan pengalaman menggunakannya.

2) Memberikan nilai kepada perusahaan.

(45)

b) Ekuitas merek biasanya akan memungkinkan margin yang lebih tinggi dengan memungkinkan harga optimum (premium pricing) dan mengurangi ketergantungan pada promosi. Jelasnya, sebuah merek yang memiliki kelemahan dalam ekuitas merek harus menginvestasikan lebih banyak untuk aktivitas promosi.

c) Ekuitas merek bisa memberikan landasan untuk pertumbuhan lewat perluasan merek.

d) Ekuitas merek bisa memberikan dorongan dalam saluran distribusi. Produk yang memiliki ekuitas merek yang kuat akan mendapatkan keuntungan dalam urusan penempatan barang di toko-toko swalayan dan kerjasama dalam menerapkan program-program pemasaran.

e) Ekuitas merek memberikan keuntungan kompetitif yang sering menghadirkan rintangan yang nyata bagi kompetitor.

3. Dimensi Ekuitas Merek

Aaker (dalam Rangkuti, 2004:39) mengategorikan ekuitas merek (brand equity) menjadi empat aset utama, yakni:

a. Kesadaran Merek (Brand Awareness)

(46)

Kesadaran merek juga mempengaruhi persepsi dan tingkah laku. Kesadaran merek merupakan key of brand asset atau kunci pembuka untuk masuk ke elemen lainnya. Jadi jika kesadaran itu sangat rendah maka hampir dipastikan bahwa ekuitas mereknya juga rendah.

b. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)

Persepsi kualitas (perceived quality) merupakan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan maksud yang diharapkan. Terdapat lima keuntungan persepsi kualitas, yaitu:

1. Alasan Untuk Membeli

Persepsi kualitas mempengaruhi merek-merek mana yang harus dipertimbangkan dan selanjutnya mempengaruhi merek apa yang akan dipilih.

2. Diferensiasi

Suatu karakteristik penting dari merek adalah posisinya dalam dimensi kesan kualitas.

3. Harga Optimum (Premium Price)

Memberikan pilihan-pilihan di dalam menetapkan harga optimum (premium price).

(47)

5. Perluasan Merek

Persepsi kualitas dapat dieksploitasi dengan cara mengenalkan berbagai perluasan merek, yaitu dengan menggunakan merek tertentu untuk masuk ke dalam kategori produk baru.

c. Asosiasi Merek (Brand Association)

Asosiasi merek (brand association) merupakan segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Asosiasi itu tidak hanya eksis, namun juga memiliki suatu tingkat kekuatan. Keterkaitan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan untuk mengkomunikasikannya. Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga menbentuk citra tentang merek atau brand image didalam benak konsumen.

d. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)

Loyalitas Merek (brand loyalty) merupakan ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Loyalitas merek merupakan inti dari ekuitas merek (brand equity) yang menjadi gagasan sentral dalam pemasaran, karena hal ini merupakan satu ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek.

4. Model Ekuitas Merek

(48)

satu model ekuitas merek (brand equity) yang dinamakan Brand Asset Valuator (BAV). Mereka mengatakan bahwa:

Untuk mengetahui nilai ekuitas merek (brand equity), ada empat hal utama yang diukur, yaitu:

Diferensiasi (Differentiation), yaitu ukuran seberapa berbeda (distinctive) suatu merek dibanding merek lainnya.

Relevansi (Relevance), yaitu relevansi merek dengan konsumen. Apakah merek memiliki arti?. Apakah merek cocok secara personal?.

Kebanggaan (Esteem), yaitu ukuran tentang apakah merek memperoleh penghargaan yang tinggi dan dianggap sebagai yang terbaik di kelasnya.

Pengetahuan (Knowledge), yaitu ukuran tentang pemahaman mengenai merek.

b. Model Aaker.

Aaker (dalam Kotler dan Keller, 2009:339), memandang bahwa: “ekuitas merek sebagai satu perangkat dari lima kategori aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan merek yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau layanan kepada perusahaan dan/atau kepada pelanggan perusahaan”.

(49)

• Merek sebagai produk (lingkup produk, atribut produk, mutu/nilai, manfaat, pengguna, negara asal).

• Merek sebagai organisasi (atribut organisasi, local versus global).

• Merek sebagai pribadi (kepribadian merek, hubungan merek-pelanggan).

• Merek sebagai simbol (citra dan warisan merek).

E. Proses Pengambilan Keputusan

Perusahaan harus mencoba memahami pelanggannya dalam mengambil keputusan pembelian suatu produk. Proses pengambilan keputusan membeli konsumen pada umumnya terdiri dari lima tahap, yaitu:

1. Pengenalan masalah

Proses pembelian dimulai ketika konsumen mengetahui masalah atau kebutuhannya yang diikuti oleh rangsangan internal maupun eksternal, misalnya adanya pemberitahuan dari temannya bahwa suatu produk bagus atau berkualitas. Disini pemasar harus dapat mengidentifikasi keadaan yang dapat memicu kebutuhan dan mengumpulkan informasi mengenai kebutuhan dari beberapa konsumen sehingga dapat menyusun strategi pemasaranuntuk memikat konsumen tersebut.

2. Pencarian informasi

(50)

sehingga dalam hal ini pemasar harus memperhatikan sumber-sumber informasi yang menjadi acuan konsumen, mengidentifikasi, dan mengevaluasi informasi tersebut. Mereka harus mengetahui pendapat konsumen mengenai suatu merek dan mengidentifikasi merek-merek lain dalam perangkat pilihannya. Hal ini akan membantu perusahaan mempersiapkan komunikasi yang efektif dengan pasar sasaran.

3. Evaluasi alternatif

Konsumen akan memberikan pandangan yang berbeda-beda terhadap produk yang memiliki atribut dan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat untuk memenuhi kebutuhannya. Sebagai contoh, konsumen akan mengevaluasi dua produk yang berbeda tingkat harganya dengan memilih apakah produk dengan harga tinggi memiliki atribut atau manfaat yang lebih banyak dan berkualitas daripada produk dengan harga yang rendah.

4. Keputusan Pembelian

Menurut Kotler dan Keller (2009:242), keputuan konsumen untuk memodifikasi, menunda, atau menghindari keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh risiko yang dipikirkan. Ada berbagai macam jenis risiko yang bisa dirasakan konsumen dalam membeli dan mengonsumsi sebuah produk, yaitu

• Risiko fungsional – produk tidak berkinerja sesuai harapan.

• Risiko fisik – produk menimbulkan ancaman terhadap kesejahteraan atau kesehatan fisisk dari pengguna atau orang lain.

(51)

• Risiko sosial – produk menimbulkan rasa malu terhadap orang lain.

• Risiko Psikologis – produk memengaruhi kesejahteraan mental dari pengguna

• Risiko waktu – kegagalan produk mengakibatkan biaya peluang karena menemukan produk lain yang memuaskan.

5. Perilaku Pasca Pembelian

(52)

BAB III

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah Perusahaan

Mr.Earl Tupper, seorang ahli kimia dari Amerika Serikat berusia 31 tahun mendirikan perusahaan Tupper Plastic Company pada tahun 1938 dan dari pabrik pertamanya di Farnumsville, Massachusetts, Amerika inilah produk plastik dengan merk Tupper Plastic mulai dijual tahun 1946 melalui toko dan katalog. Namun penjualan tersebut kurang sukses karena keistimewaan produk Tupperware yaitu “SEAL” atau tutupnnya yang cukup rapat tidak diketahui konsumen karena tidak ada penjelasan tentang itu.

Keadaan berubah ketika seorang wanita bernama Brownie Wise memperkenalkan cara penjualan produk Tupprware melalui “HOME PARTY” atau peragaan dirumah-rumah yang terbukti lebih sukses dan efektif karena disertai penjelasan mengenai keistimewaan bentuk dan kegunaan dari tiap produk.sehingga tahun 1951 Tupperware secara resmi menarik semua produknya dari toko dan hanya dijual melalui sistem Home Party.

(53)

Tupperware mulai dijual di Indonesia sejak tahun 1991 dan dijual di Medan pada tahun 2000. Tupperware di Medan diwakili oleh PT Imawi Benjaya yang telah memiliki lebih dari 91 distributor resmi yang tersebar di beberapa kota di Indonesia. Agensi penjualan ini kemudian diikuti oleh PT Bahana Eriasafa Gempita dalam pemasaran Tupperware yang baru saja dibuka pada bulan September 2010 untuk penjualan produk di kota Medan.

B. Filosofi Tupperware

Tupperware memiliki tiga filosofi yang terdiri dari : 1. PEOPLE

a) Waktu yang fleksibel,bos diri sendiri.

b) Tupperware menawarkan peluang bisnis pada setiap oranng untuk mendapatkan kehdupan yang lebih baik.

c) Mengetahui bsnis dengan baik. 2. PRODUCT

a) Aman untuk makan dan minuman b) Design yang menarik

c) Ramah lingkungan

d) Life Time Guarantee (garansi Seumur Hidup) 3. PARTY

a) Banyak Informasi b) Banyak ide

(54)

d) Menyediakan hadiah-hadiah. e) Acaranya menyenangkan.

C. Tupperware Party

Produk tupperware hanya dijual melalui PARTY oleh dealer, Team captain dan manajer Tupperware. Banyak alasan mengapa cara ini sukses dan terkenal, yaitu:

a) Produk tupperware perlu didemontrasikan kepada pelanggan untuk mendapatkan keuntungan dari penggunaan produk secara maksimal. Demo yang baik akan menambah besarnya nilai barang yang di beli dan pelayanan secara pribadi.

b) Party tupperware sangat menyenangkan karena para tamu senang berkumpul dalam suasa rumah yang nyaman dan akrab serta cara berbelanja yang mudah serta menyenagkan.

c) Semua orang memperoeh keuntungan dalam party tupperware .kegembiraan, hadiah-hadiah, permainan (game), tips dan ide-ide baru. d) Untuk Sales Force, Tupperware menawarkan kesempatan yang tidak ada

batas baik dalam penghasailan maupun jenjang karir, penghargaan, hadiah-hadiah.

D. Garansi Seumur Hidup

(55)

cacat dalam pemakaian normal non komersial (sesuai dengan fungsinya / untuk pemakaian rumah tangga buka industri),maka dapat diklaim untuk mendapatkan penggantiannya secara gratis ke distributor terdekat.

Kerusakan dalam pemakaian normal contohnya seperti retak, mengelupas atau sumbing. Garansi seumur hidup Tupperware tidak berlaku jika kondisinya sebagai berikut :

1) Kerusakan pada bagian produk Tupperware yang terbuat dari non-plastik. Contohnya: tali, tas, cetakan/printing pada produk, kotak, stainless steel, aluminium, keramik dan stiker.

2) Kerusakan yang terjadi akibat kesalahan pemakaian atau pemeliharaan. Contohnya :

a) Pecah karena pukulan b) Bekas gigitan

c) Tersayat pisau

d) Melengkung terkena panas yang kuat dalam waktu lama e) Meleleh karena terkena api atau benda yang sangat panas

f) Noda makanan yang menempel namun tidak mempengaruhi fungsinya g) Produk tergores namun tidak mempengaruhi fungsinya

(56)

E. Penggantian Produk Rusak

Cara penggantian produk yang rusak :

1) Jika item yang diklaim untuk penggantian merupakan item regular yaitu, produk yang terdapat didalam katalog reguler yang sedang berlaku maka akan diganti dengan item yang sama dan diusahakan dengan warna yang sama,

2) Jika item yang diklaim item non reguler yaitu, item yang tidak terdapat pada katalog reguler, termasuk item reguler lama yang sudah tidak ada lagi di dalam katalog yang sedang berlaku maka alternatif penggantian adalah sebagai berikut dengan prioritas sesuai nomor urutannya :

a) Produk dan warna yang sama b) Produk sama dan warna berbeda c) Credit memo

Semua alternatif penggantian diatas sama sahnya dan ditentukan oleh Tupperware Indonesia sesuai ketersediaan produknya.

F. Penggantian dengan Credit Memo

(57)

konsumen adalah seharga retail yang sedang berlaku dari produk yang di klaim utuk penggantiannya yang diterima oleh Tupperware Indonesia.

(58)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas

Pengujian validitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan bantuan software SPSS 16.0 for windows. Adapun syarat sebuah instrumen dapat

dinyatakan valid menurut Sugiyono (2008:115), yaitu: a. Korelasi tiap faktor positif

b. Nilai korelasi tiap faktor melebihi 0.361

(59)

Tabel 4.1 merupakan hasil pengolahan prasurvei yang telah dilakukan kepada 30 responden di luar sampel penelitian, yaitu orangtua SD St. Antonius Jalan Sriwijaya Medan.

Kuesioner yang diberikan terdiri dari 16 butir pertanyaan, yaitu : 1) Pada variabel kesadaran merek :

(60)

P2 = Merek Tupperware sudah terkenal di kalangan masyarakat umum. P3 = Ibu sudah lama mengenal produk wadah plastik Tupperware. 2) Pada variabel asosiasi merek :

P4 = Produk Tupperware cocok untuk segala jenis makanan dan minuman.

P5 = Tupperware memiliki wadah plastik yang anti tumpah. P6 = Produk Tupperware cukup inovatif.

3) Pada variabel persepsi kualitas :

P7 = Tupperware merupakan wadah plastik yang memiliki mutu dan kualitas yang cukup baik.

P8 = Produk Tupperware sangat aman dan bebas dari zat kimia beracun. P9 = Produk Tupperware memberikan garansi yang benar-benar bermanfaat bagi pemakainya.

4) Pada variabel loyalitas merek :

P10 = Ibu selalu menggunakan merek Tupperware sebagai wadah makanan dan minuman.

P11 = Ibu selalu beranggapan bahwa produk merek Tupperware adalah yang terbaik.

P12 = Ibu selalu merekomendasikan produk merek Tupperware kepada orang lain.

5) Pada variabel keputusan konsumen membayar harga premium :

(61)

P14 = Ibu bersedia membayar produk Tupperware meskipun harganya naik.

P15 = Ibu bersedia membayar dengan harga lebih mahal karena produk Tupperware awet.

P16 = Ibu bersedia membayar dengan harga lebih mahal karena Tupperware menawarkan bentuk dan warna yang menarik dibandingkan dengan produk wadah plastik lain.

Tabel 4.2

1. Pada uji validitas ini nilai derajat bebasnya adalah 26. Data minimal yang dibutuhkan adalah n = 30 responden dan variabel independen adalah 4, sehingga diperoleh df = n - variabel independen (30-4 = 26).

(62)

Ketentuan untuk pengambilan keputusan:

1) Jika rhitung positif dan rhitung > rtabel maka butir pertanyaan tersebut valid.

2) Jika rhitung negatif atau rhitung < rtabel maka butir pertanyaan tersebut tidak valid.

2. Uji Reliabilitas

Menurut Ghozali dan Kuncoro (dalam Ginting dan Situmorang, 2008:179), butir pertanyaan yang sudah dinyatakan valid dalam uji validitas akan ditentukan reliabilitasnya dengan kriteria sebagai berikut:

a. Menurut Ghozali nilai Cronbach’s Alpha > 0.60

b. Menurut Kuncoro nilai Cronbach’s Alpha > 0.80

Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan bantuan SPSS 16.0 for windows.

Tabel 4.3 Reliability Statistiscs

Cronbach’s Alpha N of Items

0.865 16

Sumber : Data Primer diolah, (2011)

(63)

Tabel 4.4 Uji Reliabilitas

Pertanyaan Cronbach’s Alpha

if Item Deleted Kuncoro Keputusan

P1 .857 0.80 Reliabel

B. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dalam penelitian ini untuk merumuskan dan menginterpretasikan hasil penelitian berupa identitas responden dan deskriptif variabel.

1. Karakteristik Responden

(64)

Tabel 4.5

Karakteristik Responden berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Jumlah Persentase

Ibu Rumah Tangga 39 orang 42,85%

Wiraswasta 37 orang 40,66%

PNS 15 orang 16,48%

Jumlah 91 orang 100%

Sumber : Data Primer diolah, (2011)

Pada Tabel 4.5 dapat dilihat pelanggan yang memiliki pekerjaan ibu rumah tangga sebesar 42,85 %, wiraswasta sebesar 40,66 %, dan PNS sebesar 16,48 %, jadi responden berdasarkan karakteristik pekerjaan di dominasinoleh ibu rumah tangga sebesar 42,85 %.

2. Kebiasaan Perilaku Pembelian Responden Tabel 4.6

Jumlah Frekuensi Pembelian Tupperware

Jumlah Frekuensi Jumlah Persentase (%)

2 kali 11 orang 12,08%

Lebih dari 2 kali 80 orang 87,91%

Total 91 orang 100%

Sumber : Data Primer diolah, (2011)

(65)

3. Distribusi Jawaban Responden

Tabel 4.7

Distribusi Jawaban Responden tentang Variabel Kesadaran Merek

Indikator SS S KS TS STS TOTAL

%

F % F % F % F % F %

1 9 9,9 63 69,2 18 19,8 1 1,1 0 0 100%

2 24 26,4 67 73,6 0 0 0 0 0 0 100%

3 21 23,1 55 60,4 15 16,5 0 0 0 0 100% Sumber : Data Primer diolah, (2011)

1) Dari 91 responden yang menyatakan Tupperware merupakan merek wadah plastik yang muncul pertama kali di pikiran responden, 9,9 % menyatakan sangat setuju, 69,2 % menyatakan setuju, 19,8 % menyatakan kurang setuju, 1,1 % menyatakan tidak setuju, dan tidak ada menyatakan sangat tidak setuju.

2) Dari 91 responden yang menyatakan merek Tupperware sudah terkenal di kalangan masyarakat umum, 26,4 % menyatakan sangat setuju, 73,6 % menyatakan setuju, dan tidak ada yang menyatakan kurang setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju.

(66)

Tabel 4.8

Distribusi Jawaban Responden tentang Variabel Asosiasi Merek

Indikator SS S KS TS STS TOTAL Sumber : Data Primer diolah, (2011)

1) Dari 91 responden yang menyatakan produk Tupperware cocok untuk segala jenis makanan dan minuman, 33 % menyatakan sangat setuju, 65,9 % menyatakan setuju, 1,1 % menyatakan kurang setuju, dan tidak ada yang menyatakan tidak setuju maupun sangat tidak setuju.

2) Dari 91 responden yang menyatakan Tupperware memiliki wadah plastik yang anti tumpah, 37,4 % menyatakan sangat setuju, 60,4 % menyatakan setuju, 2,2 % menyatakan kurang setuju, dan tidak ada yang menyatakan tidak setuju maupun sangat tidak setuju.

3) Dari 91 responden yang menyatakan produk Tupperware cukup inovatif, 34,1 % menyatakan sangat setuju, 64,8 % menyatakan setuju, 1,1 % menyatakan kurang setuju, dan tidak ada yang menyatakan tidak setuju maupun sangat tidak setuju.

Tabel 4.9

Distribusi Jawaban Responden tentang Variabel Persepsi Kualitas

(67)

1) Dari 91 responden yang menyatakan Tupperware merupakan wadah plastik yang memiliki mutu dan kualitas yang cukup baik, 23,1% menyatakan sangat setuju, 75,8 % menyatakan setuju, 1,1 % menyatakan kurang setuju, dan tidak ada yang menyatakan tidak setuju mupun sangat tidak setuju.

2) Dari 91 responden yang menyatakan produk Tupperware sangat aman dan bebas dari zat kimia beracun, 35,2 % menyatakan sangat setuju, 52,7 % menyatakan setuju, 12,1 % menyatakan kurang setuju, dan tidak ada yang menyatakan tidak setuju maupun sangat tidak setuju.

3) Dari 91 responden yang menyatakan Produk Tupperware memberikan garansi yang benar-benar bermanfaat bagi pemakainya, 30,8 5 menyatakan sangat setuju, 57,1 % menyatakan setuju, 12,1 % menyatakan kurang setuju, dan tidak ada yang menyatakan tidak setuju maupun sangat tidak setuju.

Tabel 4.10

Distribusi Jawaban Responden tentang Loyalitas Merek

Indikator SS S KS TS STS TOTAL

%

F % F % F % F % F %

1 8 8,8 71 78 12 13,2 0 0 0 0 100%

2 20 22 62 68,1 9 9,9 0 0 0 0 100%

3 10 11 66 72,5 15 16,5 0 0 0 0 100% Sumber : Data Primer diolah, (2011)

(68)

2) Dari 91 responden yang menyatakan bahwa produk merek Tupperware adalah yang terbaik, 22 % menyatakan sangat setuju, 68,1 % menyatakan setuju, 9,9 5 menyatakan kurang setuju, dan tidak ada yang menyatakan tidak setuju maupun sangat tidak setuju.

3) Dari 91 responden yang menyatakan selalu merekomendasikan produk merek Tupperware kepada orang lain, 11 % menyatakan sangat setuju, 72,5 % menyatakan setuju, 16,5 % menyatakan kurang setuju, dan tidak ada yang menyatakan tidak setuju maupun sangat tidak setuju.

Tabel 4.11

Distribusi Jawaban Responden tentang Keputusan Konsumen

Indikator SS S KS TS STS TOTAL

%

F 5 F % F % F % F %

1 22 24,2 68 74,7 1 1,1 0 0 0 0 100% 2 12 13,2 70 76,9 5 5,5 4 4,4 0 0 100% 3 4 4,4 68 74,7 7 7,7 12 13,2 0 0 100% 4 1 1,1 56 61,5 17 18,7 6 6,6 11 12,1 100% Sumber : Data Primer diolah, (2011)

1) Dari 91 responden yang menyatakan bersedia membayar produk Tupperware dengan harga lebih mahal dibandingkan dengan produk wadah plastik lain, 24,2 % menyatakan sangat setuju, 74,7 % menyatakan setuju, 1,1 % menyatakan kurang setuju, dan tidak ada yang menyatakan tidak setuju maupun sangat tidak setuju.

(69)

menyatakan tidak setuju, dan tidak ada yang menyatakan sangat tidak setuju.

3) Dari 91 responden yang menyatakan bersedia membayar dengan harga lebih mahal karena produk Tupperware awet, 4,4 % menyatakan sangat setuju, 74,7 % menyatakan setuju, 7,7 % menyatakan kurang setuju, 13,2 % menyatakan tidak setuju, dan tidak ada yang menyatakan sangat tidak setuju.

4) Dari 91 responden yang menyatakan bersedia membayar dengan harga lebih mahal karena Tupperware menawarkan bentuk dan warna yang menarik dibandingkan dengan produk wadah plastik lain, 1,1 % menyatakan sangat setuju, 61,5 % menyatakan setuju, 18,7 % menyatakan kurang setuju, 6,6 % menyatakan tidak setuju, dan 12,1 % menyatakan sangat tidak setuju.

C. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas

(70)

jika nilai Asymp.Sig. (2-tailed) di atas nilai signifikan 5% artinya variabel residual berdistribusi normal.

Gambar 4.1

Gambar 4.1 Histogram

Sumber : Data Primer Diolah, (2011)

Gambar 4.2 : Pengujian Normalitas P-P Plot Sumber : Data primer diolah, (2011)

(71)

garis diagonal, hal ini berarti data berdistribusi normal. Namun untuk lebih memastikan bahwa data di sepanjang garis diagonal berdistribusi normal maka dilakukan uji kolmogorv-sminorv.

Tabel 4.12

Uji Kolmogorov-Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardiz ed Residual

N 91

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation 2.06172829 Most Extreme

Differences

Absolute .142

Positive .076

Negative -.142

Kolmogorov-Smirnov Z 1.351

Asymp. Sig. (2-tailed) .052

a. Test distribution is Normal. Sumber : Data Primer diolah, (2011)

Berdasarkan Tabel 4.12 terlihat bahwa nilai Asymp.Sig. (2-tailed) adalah 0,052 dan di atas nilai signifikan (0,05), hal ini menunjukkan bahwa variable residual berdistribusi normal.

2. Uji Multikolinieritas

Gejala multikolinieritas dapat dilihat dari besarnya nilai Tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel

(72)

dijelaskan variabel independen lainnya. Nilai yang dipakai untuk Tolerance > 0,1, dan VIF < 5, maka tidak terjadi multikolinieritas.

Tabel 4.13 Sumber : Data Primer diolah, (2011)

Berdasarkan Tabel 4.13 dapat terlihat bahwa:

a. Nilai VIF dari X1, X2, X3, X4, lebih kecil atau dibawah 5 (VIF < 5), ini berarti tidak terdapat multikolinieritas antarvariabel independen dalam model regresi.

b. Nilai Tolerance dari X1, X2, X3, X4, lebih besar dari 0,1, ini berarti tidak terdapat multikolinieritas antarvariabel independen dalam model regresi.

D. Analisis Regresi Linear Berganda

Gambar

Tabel 1.1
Tabel 1.2 Instrumen Skala
Tabel 4.1 merupakan hasil pengolahan prasurvei yang telah dilakukan
Tabel 4.2 Uji Validitas
+7

Referensi

Dokumen terkait