• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Yayasan Peduli Anak Sumatera Utara (YAPENSU) Dalam Menangani Anak Putus Sekolah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektivitas Yayasan Peduli Anak Sumatera Utara (YAPENSU) Dalam Menangani Anak Putus Sekolah"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS YAYASAN PEDULI ANAK

SUMATERA UTARA (YAPENSU)

DALAM MENANGANI ANAK PUTUS SEKOLAH

SKRIPSI

Diajukan Guna Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Sosial

OLEH :

LUSIANA EVA R P

040902046

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL AN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 1.3.1. Tujuan Penelitian... 7

1. 3.2. Manfaat Penelitian... 7

1.4. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. EFEKTIVITAS ... 2.1.1. Pengertian Efektivitas ... 9

2.1.2. Efektivitas Program Pendidikan ... 12

2.2. Anak ... 2.2.1. Pengertian Anak ... 13

2.2.2. Anak Putus Sekolah ... 15

(3)

2.4. Defenisi Konsep ... 19

2.5. Defenisi Operasional... 19

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian ... 21

3.2. Lokasi Penelitian ... 21

3.3. Populasi dan Sampel ... 3.3.1. Populasi ... 22

3.3.2. Sampel ... 22

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 22

3.5. Teknik Anlisa Data ... 23

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1. Sejarah YAPENSU ... 24

4.2. Gambaran Umum YAPENSU ... 28

4.3. Susunan Kepengurusan ... 29

4.4. Stuktur Organisasi ... 29

4.5. Pembagian Tugas Secara Umum... 31

4.6. Sarana Dan Prasarana Yayasan ... 32

4.7. Sarana Fasilitas Operasional YAPENSU. ... 33

4.8. Lokasi Pendampingan ... 33

BAB V ANALISA DATA 5.1. Karekteristik Responden ... 35

5.2. Karekteristik Keadaan Keluarga Responden ... 38

(4)

5.3.1. Tujuan ... 47

5.3.2. Waktu ... 54

5.3.3. Manfaat ... 59

5.3.4. Kemampuan ... 65

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 71

6.2. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA

(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Data Kepengurusan ... 29

Tabel 4.2. Prasarana Gedung YAPENSU ... 32

Tabel 4.3. Fasilitas Operasional YAPENSU ... 33

Tabel 5.1. Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamain Responden ... 35

Tabel 5.2. Distribusi Berdasarkan Kelompok Umur Responden ... 36

Tabel 5.3. Distribusi Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 37

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Memiliki Keluarga ... 38

Tabel 5.5. Distribusi Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Responden.... ... 40

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tinggal Tidaknya Responden Dengan Keluarga ... 41

Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Orang Tua Responden ... 42

Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Hubungan Saudara-saudara Responden Terhadap Keluarga ... 43

Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sikap Orang Tua Terhadap Responden ... 44

(6)

Tabel 5.11. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Program Yang Diambil

Oleh Responden ... 47

Tabel 5.12. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sumber Informasi

Tentang YAPENSU ... 48

Tabel 5.13. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kemampuan Responden

Untuk Menulis Dan Membaca ... 49

Tabel 5.14. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan/wawasan

Responden Bertambah... 50

Tabel 5.15. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Responden Mengikuti

Program ... 51

Tabel 5.16. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Ketertarikan Responden

Mengikuti Program ... 51

Tabel 5.17. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pandangan Responden

Terhadap Program Di YAPENSU ... 52

Tabel 5.18. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pemungutan Biaya ... 53

Tabel 5.19. Distribusi Frekuensi Belajar ... 54

Tabel 5.20. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Waktu Yang Dibutuhkan

Responden Untuk Dapat Menulis Dan Membaca Setelah

Dibina Di YAPENSU ... 54

Tabel 5.21. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Program Terjadwal ... 56

Tabel 5.22. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Program Yang Ada

Sesuai Dengan Jadwal ... 56

(7)

Tepat Waktu ... 57

Tabel 5.24. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perlu Tidaknya Penambahan

Jadwal Belajar ... 58

Tabel 5.25. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perubahan Yang Dirasakan

Responden ... 59

Tabel 5.26. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kemanfaatan Program ... 60

Tabel 5.27. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Memiliki Keterampilan/

Pengetahuan Yang Akan Menjadi Bekal Setelah Keluar

Dari YAPENSU ... 61

Tabel 5.28. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pernah Tidaknya Merasakan

Kesulitan Dalam Mengikuti Kegiatan Belajar ... 62

Tabel 5.29. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Memperoleh Prestasi ... 63

Tabel 5.30. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Mengikuti Pelajaran Yang

Diajarkan Oleh Pekerja Sosial ... 64

Tabel 5.31. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pandangan Responden

Terhadap Kegiatan Belajar Di YAPENSU ... 65

Tabel 5.32. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kelengkapan Sarana Dalam

Kegiatan Belajar Dan Keterampilan ... 65

Tabel 5.33. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perlu Tidaknya Penambahan

Fasilitas... 67

Tabel 5.34. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kekurangan Alat Tulis Serta

Perlengkapan Sekolah Lainya... 68

(8)

Menerima Alat-alat Tulis Dan Perlengkapan Sekolah

Dari YAPENSU... 69

Tabel 5.36. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pandangan Responden Mengenai

(9)

DAFTAR GAMBAR

Bagan 2.1. Kerangka Pemikiran ... 18

(10)

ABSTRAK

LUSIANA EVA R.P

040902046

EFEKTIVITAS YAYASAN PEDULI ANAK SUMATERA UTARA (YAPENSU) DALAM MENANGANI ANAK PUTUS SEKOLAH

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Efektivitas YAPENSU dalam menangani anak putus sekolah. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Adapun program yang diberikan YAPENSU untuk anak-anak putus sekolah yang tidak mendapatkan haknya dalam pendidikan adalah Pendidikan Paket A(setara dengan SD,), Pendidikan Paket B (setara dengan SLTP), Pendidikan Paket C (setara dengan SLTA), dan keterampilan/life skill yaitu kerampilan komputer.

Metode analisa yang digunakan untuk mengetahui efektivitas program-program di atas adalah metode analisis deskriptif kualitatif, dimana pengolahan data dilakukan secara manual, data dikumpulkan dari kuesioner dan wawancara, dan kemudian ditabulasikan dalam bentuk distribusi frekuensi dengan tujan untuk memperinci data-data sekaligus menyajikan persentase dari masing-masing jawaban responden, sehingga akan diperoleh jawaban yang palin dominan dan dianalisis melihat kecenderungan data tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program pendidikan di YAPENSU bagi anak putus sekolah secara umum dapat dikatakan sudah efektif, karena dari pencapaian tujuan dan waktu dalam mencapai tujuan telah sesuai dengan perencanaan yang telah ditentukan, program pendidikan juga dapat memberikan manfaat bagi anak-anak putus sekolah serta kemampuan lembaga/pekerja sosial yang dapat memberikan kepuasan dalam pelayanan/ bimbingan kepada anak-anak putus sekolah.

(11)

ABSTRAK

LUSIANA EVA R.P

040902046

EFEKTIVITAS YAYASAN PEDULI ANAK SUMATERA UTARA (YAPENSU) DALAM MENANGANI ANAK PUTUS SEKOLAH

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Efektivitas YAPENSU dalam menangani anak putus sekolah. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Adapun program yang diberikan YAPENSU untuk anak-anak putus sekolah yang tidak mendapatkan haknya dalam pendidikan adalah Pendidikan Paket A(setara dengan SD,), Pendidikan Paket B (setara dengan SLTP), Pendidikan Paket C (setara dengan SLTA), dan keterampilan/life skill yaitu kerampilan komputer.

Metode analisa yang digunakan untuk mengetahui efektivitas program-program di atas adalah metode analisis deskriptif kualitatif, dimana pengolahan data dilakukan secara manual, data dikumpulkan dari kuesioner dan wawancara, dan kemudian ditabulasikan dalam bentuk distribusi frekuensi dengan tujan untuk memperinci data-data sekaligus menyajikan persentase dari masing-masing jawaban responden, sehingga akan diperoleh jawaban yang palin dominan dan dianalisis melihat kecenderungan data tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program pendidikan di YAPENSU bagi anak putus sekolah secara umum dapat dikatakan sudah efektif, karena dari pencapaian tujuan dan waktu dalam mencapai tujuan telah sesuai dengan perencanaan yang telah ditentukan, program pendidikan juga dapat memberikan manfaat bagi anak-anak putus sekolah serta kemampuan lembaga/pekerja sosial yang dapat memberikan kepuasan dalam pelayanan/ bimbingan kepada anak-anak putus sekolah.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Anak adalah pelita dan harapan bagi suatu masyarakat, bangsa, dan negara yang

kelak menjadi motor penggerak bagi kehidupan bermasyarakat, dan bernegara demi

terwujudnya kehidupan yang lebih baik pada masa yang akan datang. Hidup matinya

suatu bangsa dimasa mendatang berada di pundak anak. Agar kelak anak mampu

memikul tanggung jawab tersebut, maka mereka perlu mendapatkan kesempatan yang

seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, sosial,

maupun spritual. Mereka perlu mendapatkan hak-haknya seperti mendapatkan

pendidikan, dilindungi, dan disejahterakan.

Sekarang ini yang terjadi adalah semakin banyaknya kita jumpai anak yang putus

sekolah bahkan ada yang tidak sempat mengecap pendidikan. Hal ini merupakan bukti

nyata dari ketidak mampuan masyarakat dan pemerintah untuk menjamin pendidikan

bagi anak, yang disebabkan oleh kemiskinan. Ketika krisis ekonomi tak kunjung usai

keinginan untuk segera membebaskan anak-anak Indonesia usia sekolah (7-15 tahun) dari

ancaman buta huruf dan kemungkinan putus sekolah tampaknya semakin jauh dari

harapan. Dalam acara rapat koordinasi Nasional Penuntasan Wajib Belajar Sembilan

Tahun di Sawangan Bogor, 2 Maret 2002 lalu, Menko Kesra dan Pengentasan

Kemiskinan secara resmi telah mengemukakan rencana pemerintah untuk menunda

waktu penyelesaian penuntasan Program Wajar Diknas lima tahun kebelakang, yang

(13)

penuntasan program pendidikan dasar tersebut, selain karena situasi ekonomi yang

menyebabkan terjadinya pembengkakan jumlah penduduk miskin, juga karena

keterbatasan situasi keuangan negara (Suyanto, 2002:197). Seperti yang kita ketahui

bahwa masih banyak penduduk Indonesia berada di bawah garis kemiskinan dan

kemiskinan itu yang membuat anggota masyarakat kurang mampu memenuhi kebutuhan

hidupnya termasuk di dalamnya pendidikan.

Sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 lalu,

sebetulnya waktu itu telah diproyeksikan sekitar 35 juta anak usia 7-15 tahun sudah bisa

bersekolah di jenjang SD dan SLTP. Tetapi, akibat inflasi, gelombang PHK, kenaikan

harga barang kebutuhan pokok dan tekanan kemiskinan yang semakin parah, acap kali

terjadi keluarga miskin yang ada terpaksa mengorbankan kelangsungan pendidikan

anak-anaknya, dan lebih memilih mengeluarkan atau tidak meneruskan sekolah anaknya baik

untuk sementara waktu maupun untuk seterusnya. Pada tahun ajaran 1998/1999 jumlah

anak usia sekolah yang tidak bersekolah diperkirakan mencapai 5-6 juta dan diduga akan

terus bertambah jika kemampuan pemerintah untuk memberikan beasiswa bagi

anak-anak dari keluarga tidak mampu menurun. Pada tahun 2006 saja jumlah anak-anak putus

sekolah di Indonesia sudah mencapai 9,7 juta anak; namun setahun kemudian sudah

bertambah sekitar 20% menjadi 11,7 juta jiwa. Menurut Sekjen Komnas Perlindungan

Anak, Arist Merdeka Sirait, kasus putus sekolah yang paling menonjol tahun ini terjadi di

tingkat SLTP/SMP, yaitu 48%. Di tingkat SD tercatat 23% sedangkan presentase jumlah

putus sekolah ditingkat SLTA/SMA adalah 29%. Jika digabungkan kelompok usia

pubertas yaitu anak SMP dan SMA, jumlahnya mencapai 77%. Dengan kata lain, jumlah

(14)

mencari identitas diri terpaksa putus sekolah; terpaksa meninggalkan teman-temannya

yang masih terus bersekolah; dan terpaksa menelan kenyataan pahit sebagai manusia

yang gagal dan tereliminasi.

Sedangkan data/persentase jumlah anak putus sekolah di Sumatera Utara berkisar

8,08% dari 448.893 penduduk Medan yang berada pada usia sekolah 7-18 tahun atau

sekitar 36.288 jiwa. Dari persentase tersebut diketahui jumlah siswa yang putus sekolah

tertinggi/besar di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Menurut data statistik kota

Medan bahwa presentase jumlah anak putus sekolah pada tahun ini yang putus sekolah

memasuki SMA berkisar 23,9% dari 109.898 remaja kelompok usia 16-18 tahun. Jumlah

ini terpaud jauh dari siswa putus sekolah saat memasuki SMP berkisar 6,25% dari

112.636 remaja kelompok usia 13-15 tahun dan berkisar 1,42% anak putus sekolah pada

tingkat SD (kelompok umur 7-12 tahun) 223.356 anak (http://bainfokom sumut.go.id).

Apabila kemiskinan ini tetap dipertahankan tanpa ada usaha yang dilakukan untuk

mengentaskan kemiskinan, maka dapat mengakibatkan terbunuhnya anak-anak Indonesia

sebagai generasi penerus bangsa. Kaum muda yang seharusnya menjadi kaum intelektual

akan “hilang”. Seharusnya hal tersebut tak seharusnya terjadi, apabila kita (pemerintah

maupun masyarakat) bekerja sama dan berusaha dalam menanggulangi masalah ini. Oleh

karena itu sekaranglah saatnya kita harus bertindak cepat untuk mempersiapkan

anak-anak sebagai generasi penerus bangsa agar mereka tumbuh selayaknya anak-anak-anak-anak lainnya

yang dapat bersekolah tanpa harus memikirkan mencari nafkah atau menjadi pekerja

anak untuk menyambung hidupnya. Sebagai alat untuk mempersiapkan anak-anak

(15)

benar-benar sesuai dan kebijakan yang menyangkut pendidikan tersebut juga harus

memperhitungkan berbagai hal yang salah satu diantaranya adalah dari segi

perekonomian masyarakat. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan oleh semua orang

tanpa terkecuali. Pendidikan juga merupakan alat yang sangat strategis digunakan dalam

usaha untuk mengentas kemiskinan. Oleh karena itu, pendidikan mutlak diperuntukkan

bagi rakyat.

Kunci sukses pembangunan dimasa mendatang bagi bangsa Indonesia ialah

pendidikan. Sebab lewat pendidikan diharapkan setiap individu dapat meningkatkan

kualitas keberadaannya dan mampu berpartisipasi dalam gerak pembangunan. Pendidikan

merupakan alat untuk memperbaiki keadaan sekarang, juga untuk mempersiapkan dunia

esok yang lebih baik serta lebih sejahtera. Di samping itu pendidikan merupakan masalah

yang amat kompleks dan teramat penting, karena menyangkut macam sektor kehidupan

bagi pemerintah dan rakyat (Suprayogo, 2004: 23).

Melihat begitu pentingnya pendidikan untuk rakyat, pemerintah telah

menyediakan fasilitas untuk pendidikan seperti Universitas atau Perguruan Tinggi,

sekolah-sekolah baik itu SD, SLTP, SLTA, Pusat Kegiatan Belajar Masyrakat (PKBM),

Balai Latihan Kerja, dan sebagainya. Kesemuanya ini mencakup pendidikan formal dan

non-formal dan ditujukan untuk meningkatkan kemampuan ataupun keterampilan rakyat.

Hal ini merupakan sasaran dari pada tujuan Nasional yang tertuang dalam Pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945, yakni untuk memajukan kesejahteraan umum dan untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu juga mengigat hak-hak Warga Negara yang

tercantum dalam pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa

(16)

untuk menyelenggarakan pendidikan nasional seperti yang tertulis pada pasal 31 ayat 2

yang menyebutkan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu

sistem pengajaran nasional”.

Melihat hal tersebut, maka pemerintah dalam rangka meningkatkan pemerataan

atau perluasan akses terhadap pendidikan dan relevansi pendidikan, serta

mengembangkan manajemen pendidikan yang berbasis sekolah dan masyarakat, maka

saat ini pemerintah telah menggalakan program pendidikan diluar sekolah (PLS)

diberbagai daerah. Ini bertujuan agar anak putus sekolah bisa kembali belajar di lembaga

non formal yang telah disediakan di setiap daerah. Pendidikan luar sekolah berfungsi

untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan

pengetahuan dan keterampilan fungsional serta membangun sikap kepribadian

profesional. Salah satu program pendidikan di luar sekolah (PLS) ialah Pusat Belajar

Masyarakat (PKBM). Untuk mengurangi angka anak putus sekolah yang besar tersebut

maka keberadaan Lembaga Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sangat

diperlukan. PKBM yang mulai hadir pada pertengahan 1998, merupakan sebuah program

pelayanan pendidikan luar sekolah yang dirancang berbasis pada masyarakat. Program ini

hadir diprioritaskan untuk melayani masyarakat yang tidak tertampung dalam sistem

persekolahan formal. Masyarakat optimis dengan keberadan PKBM-PKBM ini untuk

menunjang kebehasilan pendidikan anak-anak yang banyak tertinggal akibat putus

sekolah karena terpaksa membantu orang tua mencari nafkah

Dalam kenyataannya, tidak hanya pemerintah yang berhak atau berkewajiban

(17)

untuk anak miskin ini, tetapi setiap orang wajib merasa terpanggil untuk mengatasi

setidaknya meminimalisasi masalah ini. Di Indonesia sudah banyak lembaga sosial yang

turut melibatkan diri, baik itu dalam bentuk yayasan sosial, LSM maupun panti asuhan

yang didirikan oleh pihak swasta. Keterlibatan dari setiap yayasan maupun lembaga

sosial diharapkan mampu mengurangi masalah sosial anak miskin untuk dapat

mengenyam pendidikan. Bentuk keterlibatan mereka terlihat dari berbagai bantuan yang

berupa bantuan dana untuk menyekolahkan anak, membuat rumah singgah bagi anak

jalanan, memberikan pendidikan di sektor informal agar anak dapat merasakan

pendidikan seperti yang dirasakan oleh anak-anak dari keluarga mampu lainnya (Zuhairi,

2006:38).

Salah satu yayasan sosial yang bergerak untuk menangani masalah pendidikan

dari pada anak-anak miskin ini adalah Yayasan Peduli Anak Sumatera Utara.

Yayasan Peduli Anak Sumatera Utara hadir ditengah-tengah masyarakat untuk

memberikan pendidikan dan keterampilan dalam meningkatkan potensi anak-anak yang

putus sekolah melalui pendidikan non-formal di PKBM Anak Sumatera, yang diharapkan

dapat memberikan kesempatan anak putus sekolah mendapatkan pendidikan agar mereka

mempunyai pengetahuan yang cukup dan memberikan pelatihan keterampilan agar

mempunyai semangat maju dan memperoleh pekerjaan. Yayasan Peduli Anak Sumatera

Utara (YAPENSU) berperan penting bagi perkembangan pendidikan anak putus sekolah

dan meningkatkan sumber daya manusia. Melihat YAPENSU sebagai yayasan yang

berperan aktif memberikan pendidikan kepada anak miskin. Hal ini membuat saya

(18)

dikaji secara mendalam, yang tertuang dalam judul “EFEKTIVITAS YAPENSU

DALAM MENANGANI ANAK PUTUS SEKOLAH”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang ada pada latar belakang maka yang menjadi

permasalahan dalam penelitian ini adalah : “Bagaimanakah efektivitas YAPENSU

dalam menangani anak putus sekolah ?”.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui efektivitas YAPENSU dalam menangani anak

putus sekolah.

2. Untuk mengetahui sejauh mana program belajar mengajar di

YAPENSU dalam memberikan pendidikan bagi anak putus sekolah.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang akan diperoleh dalam penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis sendiri adalah dapat mempertajam kemampuan penulis

dalam penulisan karya ilmiah dan menambah pengetahuan di bidang

pelayanan sosial.

2. Bagi fakultas, untuk memperbanyak refrensi karya ilmiah yang

(19)

3. Memberikan kontribusi pemikiran dan masukan kepada pemerintah

dan lembaga-lembaga masyarakat dalam upaya penanganan anak

putus sekolah.

1.4. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan

dan Manfaat Penelitian serta Sistematika Penulisan

BAB II : TINJAUN PUSTAKA

Dalam bab ini menguraikan secara teoritis variable-variabel yang diteliti,

karangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sample,

teknik pengumpulan data dan teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian

dan analisanya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan Kesimpulan dan Saran dari hasil penelitian

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. EFEKTIVITAS

2.1.1. Pengertian Efektivitas

Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai

tujuan atau sasaran yang telah ditentukan. Dengan kata lain suatu aktivitas disebut efektif,

apabila tercapainya tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini sesuai

dengan pendapat Soewarno yang mengatakan bahwa efektivitas adalah pengukuran

dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pendapat yang sama

juga dikemukakan oleh Chaster I. Bernard, bahwa efektivitas adalah tercapainya sasaran

yang telah disepakati bersama (Bernard, 1992:27).

Menurut Cambel J.P, Pengukuran efektivitas secara umum dan yang paling

menonjol adalah :

1. Keberhasilan program

2. Keberhasilan sasaran

3. Kepuasan terhadap program

4. Tingkat input dan output

5. Pencapaian tujuan menyeluruh (Cambel, 1989:121).

Sehingga efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan operasional

dalam melaksanakan program-program kerja yang sesuai dengan tujuan yang telah

(21)

Secara komprehensif, efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan

suatu lembaga atau organisasi untuk dapat melaksanakan semua tugas-tugas pokoknya

atau untuk dapat mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya (Cambel, 1989:47).

Sementara itu menurut Richard M.Steers, bahwa efektivitas merupakan suatu tingkatan

kemampuan organisasi untuk dapat melaksanakan seluruh tugas-tugas pokoknya atau

pencapaian sasaranya.

Sedangkan menurut Sondang P. Siagian, (2002:171) efektivitas adalah

menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Artinya

bahwa efektivitas berhubungan dengan dimensi waktu atau penyelesaian pekerjaan sesuai

dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Apabila tujuan atau sasaran dapat

dicpai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya maka dikatakan efektif,

akan tetapi apabila tujuan atau sasaran yang dihasilkan tidak tepat waktu yang telah

ditentukan maka dikatakan tidak efektif.

Efektivitas dalam dunia riset ilmu-ilmu sosial dijabarkan dengan penemuan atau

produktivitas, dimana bagi sejumlah sarjana sosial efektivitas sering kali ditinjau dari

sudut kualitas pekerjaan atau program kerja. Dari pendapat beberapa ahli diatas dapat

disimpulkan pengertian efektivitas yaitu keberhasilan suatu aktivitas atau kegiatan dalam

mencapai tujuan (sasaran) yang telah ditentukan sebelumnya. Dan ada 4 hal yang

menonjol dalam unsur efektivitas yaitu:

1. Pencapaian tujuan, yaitu suatu kegiatan dikatakan efektif apabila dapat

(22)

2. Ketepatan waktu, yaitu suatu kegiatan dikatakan efektif apabila

penyelesaian atau pencapaian/tercapainya tujuan sesuai atau bertepatan

dengan waktu yang telah ditentukan.

3. Manfaat, yaitu suatu kegiatan dikatakan efektif apabila tujuan itu

memberikan manfaat bagi masyarakat sesuai dengan kebutuhanya.

4. Kemampuan, yaitu suatu kegiatan dikatakan efektif jika sudah dapat

memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan.

Pengertian yang memadai mengenai tujuan ataupun sasaran organisasi,

merupakan langkah pertama dalam pembahasan efektivitas, dimana seringkali

berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam awal usaha mengukur efektivitas

yang pertama sekali adalah memberikan konsep tentang efektivitas itu sendiri. Efektivitas

merupakan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas suatu lembaga secara

fisik dan non fisik untuk mencapai tujuan serta meraih keberhasilan maksimal.

(23)

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan diatas, peneliti menyimpulkan

bahwa efektivitas sesuatu kegiatan dalam hal ini kegiatan dalam memberikan pelayanan

pendidikan kepada masyarakat dapat dilihat dari :

a. Pencapaian tujuan, program pendidikan dikatakan efektif apabila telah

tercapai hasil yang diinginkan.

b. Ketepatan waktu, kegitan program pendidikan dikatakan efektif jika suatu

penyelesaian atau pencapaian/tercapainya tujuan sesuai atau bertepatan

dengan waktu yang telah ditentukan.

c. Waktu yang ditetapkan untuk melesaikan suatu pekerjaan dapat terpenuhi.

d. Manfaat, kegiatan program pendidikan dikatakan efektif jika pelayanan

tersebut benar-benar dirasakan manfatnya oleh anak-anak yang putus sekolah.

e. Kemampuan lembaga/pekerja sosial, dalam program pendidikan dikatakan

efektif jika sudah dapat memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan kebutuhan

anak putus sekolah.

Berdasarkan hal yang tersebut, maka dapat dirumuskan yang dimaksud dengan

efektivitas lembaga dalam hal ini PKBM di YAPENSU dalam menangani anak putus

sekolah adalah tercapainya tujuan, ketepatan waktu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan

dalam penyelenggaran program pendidikan bagi anak-anak yang putus sekolah dan

memberikan manfaat nyata sesuai dengan kebutuhan masyarakat yaitu meningkatkan

pendidikan masyarakat.

(24)

2.2.1. Pengertian Anak

Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, anak merupakan tunas, potensi

dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peranan suatu

strategi dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksitensi Bangsa dan Negara

dimasa mendatang. Maka dari itu diperlukan suatu konstitusi yang mengatur tentang

bagaimana perlindungan anak.

Pengertian anak menurut Undang-Undang Hak Asasi Manusia No. 39 Tahun

1999 pada pasal 1 ayat 5 menyatakan bahwa “ Anak adalah setiap yang berusia 18 tahun

dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila dalam hal

tersebut adalah demi kepentingannya”. Undang-undang yang mengatur perlindungan

anak, yaitu UU No. 23 tahun 2002, di dalam UU No. 23 tahun 2002 pada pasal 1 : 1

menyatakan bahwa “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak

dalam kandungan”. Kedudukan anak dalam aspek sosiologis menunjukkan anak sebagai

makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa berinteraksi dengan lingkungan

masyarakat. Kedudukan anak dalam pengertian ini memposisikan anak sebagai kelompok

sosial yang berstatus lebih rendah dari masyarakat yang di lingkungan tempat

berinteraksi (Wadong, 2000 :12).

Secara internasional juga diakui tentang adanya hak anak sebagaimana dimaksud

dalam konvensi hak anak PBB yang telah di ratifikasi dengan Kepres No.36 Tahun 1990

dimana dinyatakan anak-anak juga sepertinya orang dewasa memiliki hak dasar sebagai

manusia. Akan tetapi karena kebutuhan-kebutuhan khusus maka hak-hak anak perlu

(25)

manusia. Manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga,

masyarakat, pemerintah, dan negara.

Adapun hak-hak anak, antara lain sebagai berikut:

1. Hak untuk hidup yang layak, di mana setiap anak memiliki hak untuk

kehidupan yang layak dan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar mereka

termasuk makanan, tempat tinggal, dan peralatan kesehatan.

2. Hak untuk berkembang, di mana setiap anak berhak untuk tumbuh kembang

secara wajar tanpa halangan. Mereka berhak mendapatkan pendidikan,

bermain, mengeluarkan pendapat, memilihi agama, mempertahankan

keyakinannya, dan semua hak yang memungkinkan mereka berkembang

secara maksimal sesuai potensinya.

3. Hak untuk dilindungi, di mana setiap anak berhak untuk dilindungi dari segala

tindakan kekuatan ketidak pedulian dan eksploitasi.

4. Hak untuk berperan serta, di mana setiap anak berhak untuk perperan aktif

dalam masyarakat dan di negaranya termasuk kebebasan untuk berinteraksi

dengan orang lain dan menjadi anggota suatu perkumpulan.

5. Hak untuk memperoleh pendidikan, di mana setiap anak berhak menerima

pendidikan tingkat lanjutan harus dianjurkan dan dimotivikasi agar dapat

diikuti oleh sebanyak mungkin anak (Atika, 2004:94).

(26)

Seseorang siswa dikatakan putus sekolah apabila ia tidak dapat

menyelesaikan program suatu secara utuh yang berlaku sebagai suatu sistem. Bagi anak

SD, seseorang dikatakan putus sekolah apabila tidak menyelesaikan programnya sampai

enam tahun, bagi siswa SLTP jika dikatakan putus sekolah apabila tidak dapat

menyelesaikan programnya sampai dengan kelas tiga, begitu juga dengan jenjang

berikutnya (Suyanto, 2002:197). Anak putus sekolah adalah anak yang sebelumnya sudah

pernah mengecap pendidikan di suatu lembaga pendidikan formal (sekolah), akan tetapi

dikarenakan sesuatu hal, anak tersebut keluar/dikeluarkan dari lembaga pendidikan

formal tersebut dan tidak melanjutkan pendidikannya. Menurut hasil kajian Sukmadinata

(1994), faktor utama yang menyebabkan anak putus sekolah adalah kesulitan ekonomi

atau karena orang tua tidak mampu menyediakan biaya bagi sekolah anak-anaknya.

Disamping itu, tidak jarang terjadi orang tua meminta anaknya berhenti sekolah karena

mereka membutuhkan tenaga anaknya untuk membantu pekerjaan orang tua. Menurut

E.M. Sweeting dan Dra. Muchlisoh, M.A, tingginya angka mengulang kelas, putus

sekolah dan rendah angka melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi (transition rates)

disebabkan oleh dua alasan: rendahnya performan atau prestasi anak pada tes akademik

dan rendahnya penghasilan keluarga (Sweeting, 1998:14).

Kemiskinan dan putus sekolah dapat dianggap sebagai dua sisi dari satu mata

uang. Kemiskinan yang mendera sebagian besar keluarga kurang mampu menyebabkan

mereka tidak dapat menyekolahkan anak-anaknya secara optimal. Akibatnya, putus

sekolah menjadi pilihan. Akses untuk memperoleh kesempatan pendidikan menjadi

begitu terhambat. Kemiskinan merupakan hambatan terbesar bagi anak-anak dalam

(27)

Kemiskinan menyebabakan anak-anak berhenti sekolah dan terpaksa membantu

orang tua mencari penghasilan tambahan. Bersekolah boleh jadi dianggap menambah

pengeluaran ekonomi keluaraga kurang mampu. Meskipun sudah ada kemudahan bagi

anak-anak dari keluarga yang tidak mampu misalnya tidak membayar SPP, tetapi urusan

biaya untuk sekolah bukan saja menyangkut hal itu. Masih banyak biaya yang masih

harus dikeluarkan oang tua yang tidak mampu untuk keperluan sekolah seperti membeli

seragam sekolah, buku pelajaran, atau biaya transportasi anak ke sekolah. Belum lagi

biaya lain yang kadang membuat anak dari kalangan tidak mampu menjadi tersisihkan

dari interaksi sosialnya di sekolah. Dampaknya, anak-anak dari keluarga miskin sering

kali malas datang ke sekolah menjadi tak terelakkan (http://www.kompas.com).

Upaya untuk menurunkan angka putus sekolah, apalagi dalam rangka

penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar (wajar dikdas) 9 tahun, kini

memperoleh perhatian yang serius. Dana program kompensasi pengurangan subsidi

(PKPS) BBM untuk pendidikan yang disediakan pemerintah memang lebih di

orientasikan agar anak tetap bersekolah. Oleh karena itu, mencegah anak putus sekolah

serta memasukkan anak yang terhenti untuk dapat bersekolah kembali dengan

memberikan bantuan beasiswa merupakan pilihan kebijakan yang diambil. Disamping

itu, kebijakan untuk membantu sekolah untuk dapat menyelenggarakan pendidikan agar

dapat menyelenggarakan pendidikan agar dapat berkesinambungan juga tengah dilakukan

pemerintah. Namun kenyataan di lapangan upaya-upaya tersebut tidak otomatis

menghilangkan keluhan keluarga miskin yang akses pendidikannya terhambat sehingga

angka putus sekolah tetap merupakan persoalan yang melekat dalam pengelolaan

(28)

Pendidikan yang murah untuk rakyat tetapi memiliki mutu atau kualitas yang

dapat menjamin kesejahteraan rakyat. Rakyat miskin inilah yang selama ini sering

terabaikan dalam pelayanan publik. Birokrasi pemerintah juga jarang berpihak kepada

mereka. Kini adalah saat yang tepat bagi pemerintah, bahwa rakyat miskin adalah bagian

dari bangsa Indonesia yang tidak boleh dilupakan. Anak-anak dari keluarga miskin ini

walaupun tidak sanggup untuk meneruskan pendidikannya, akan tetapi mereka sangat

membutuhkan pendidikan.

2.3. Kerangka Pemikiran

Tiap-tiap warga Negara berhak untuk mendapatkan pendidikan. Begitu juga

halnya dengan anak yang sangat membutuhkan pendidikan. Sama hal dengan

anak-anak putus sekolah, mereka tetap memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang

layak dan bebas mengembangkan bakat dan potensi dirinya sama dengan anak-anak

lainnya yang mendapatkan pendidikan yang layak.

YAPENSU sebagai unit pelaksana teknis yang memberikan pelayanan kepada

anak-anak putus sekolah yang berasal dari keluarga kurang mampu/terlantar guna

menumbuh kembangkan keterampilan-keterampilan sosial dan kerja sehingga mereka

dapat berfungsi sebagai anggota masyarakat yang terampil dan aktif berpartisipasi secara

prokduktif dalam kehidupan bermsyarakat yaitu melalui Pendidikan Luar Sekolah (PLS)

atau Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Di sini anak putus sekolah diarahkan

kembali belajar dan mengembangkan potensi dirinya dalam berkarya.

Bagan 2.1. Kerangka Pemikiran

(29)

2.4. Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak Tujuan

1. Memberikan pendidikan kepada anak-anak yang kurang mampu

2. Memberikan

keterampilan/life skill

Efektivitas

1. Tujuan

2. Ketepatan waktu

3. Manfaat

4. Kemampuan

Sasaran

- Paket A setara dengan SD - Paket B setara dengan SLTP - Paket C setara dengan

(30)

(Singarimbun, 1989: 33). Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang

digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta

menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.

Adapun yang menjadi defenisi konsep dari penelitian ini adalah:

1. Efektivitas adalah keberhasilan suatu aktivitas atau kegiatan dalam mencapai

tujuan (sasaran) yang telah ditentukan sebelumnya.

2. Anak adalah seseorang yang berusia di bawah 18 tahun dan belum menikah.

3. Anak Putus Sekolah adalah anak yang sebelumnya sudah sempat mengecap

pendidikan di suatu lembaga pendidikan formal (sekolah), akan tetapi

dikarenakan sesautu hal, anak tersebut keluar/dikeluarkan dari lembaga

pendidikan formal tersebut dan tidak melanjutkan pendidikannya.

2.5. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana

cara mengukur suatu variable (Singarimbun, 1989:33). Untuk mengukur variable dalam

penelitian ini, yaitu dengan melihat berbagai indikator yang akan diteliti. Yang menjadi

indikator-indikator dalam penelitian ini yaitu:

1. Tujuan

a. Menurunnya masalah putus sekolah

b. Meningkatnya status pendidikan dan prestasi anak putus sekolah

c. Meningkatnya kesejahteraan anak

2. Waktu

(31)

b. Birokrasi pelayanan yang mudah dan cepat

3. Manfaat

a. Terpenuhinya kebutuhan anak akan sekolah

b. Hilangnya rasa malu anak, karena sudah kembali bersekolah

c. Adanya kepuasan yang dirasakan anak binaan

d. Menumbuhkan kesadaran bahwa pentingnya pendidikan

4. Kemampuan lembaga/pekerja sosial

a. Dapat memenuhi kebutuhan anak putus sekolah

b. Adanya kepuasan yang dirasakan anak terhadap pelayanan yang ada

BAB III

(32)

3.1. Tipe Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu suatu

prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek

atau objek penelitian (seseorang, lembaga, masyrakat dan lain-lain) pada saat sekarang

berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 1991:63). Di

dalam penelitian ini, peneliti menggambarkan secara rinci mengenai efektivitas

YAPENSU dalam menangani anak putus sekolah.

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Yayasan Peduli Anak Sumatera Utara

(YAPENSU) yang beralamat di Jl. Tri tura No. 7, Titi Kuning. Kecamatan Medan Johor.

Alasan penulis memilih lokasi ini adalah karena yayasan ini secara aktif menangani anak

putus sekolah yang salah satu programnya adalah memberikan pendidikan bagi

anak-anak putus sekolah. Namun masih perlu diketahui sejauh mana yayasan ini

memperhatikan keefektivitasan program pendidikan yang diberikan kepada anak-anak

putus sekolah.

3.3. Populasi dan Sampel

(33)

Populasi adalah keseluruhan objek yang dapat diteliti dari manusia, benda-benda,

hewan, tumbuh-tumbuhan serta gejala-gejala, nilai-nilai atau peristiwa-peristiwa sebagai

sumber data yang memiliki karakteristik tertentu didalam suatu penelitian (Nawawi,

1994:141). Populasi dalam penelitian ini adalah anak bianaan/siswa di YAPENSU

3.3.2. Sampel

Sampel adalah suatu bagian dalam populasi yang akan diteliti dan yang dianggap

dapat menggambarkan populasinya (Soehartono, 1995:57). Sampel dalam penelitian ini

adalah anak-anak yang menjadi siswa di YAPENSU. Jumlah siswa di YAPENSU yaitu

berjumlah 115 orang. Sesuai dengan pendapat Arikunto, untuk menentukan sample

penelitian yang menyatakan bahwa jika populasi lebih dari 100 orang maka untuk

menentukan jumlah sampel antara 10-15% dan 20-25% dari jumlah populasi dan ini

dianggap representatif. Jadi peneliti mengambil sebesar 20% dari 115 orang yaitu 23

orang. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling yaitu sampel diambil

berdasarkan pertimbangan subjektif peneliti. Adapun yang menjadi pertimbangan peneliti

yaitu: usia anak yang putus sekolah yang berada di YAPENSU yaitu 10-18 tahun dan ini

dianggap telah memahami program yang diberikan YAPENSU

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah:

1. Studi Kepustakaan

Yaitu mengumpulkan data melalui buku-buku, dokumentasi, dan sumber referensi

yang menyangkut masalah yang diteliti.

(34)

Yaitu mengadakan penelitian langsung ke lokasi untuk mendapatkan data yang

lengkap sesuai dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian lapangan ini

digunakan beberapa metode, yakni:

a. Observasi, yaitu mengumpulkan data tentang gejala tertentu yang dilakukan

dengan mengamati, mendengar, dan mencatat kejadian yang menjadi sasaran

penelitian.

b. Wawancara, yaitu mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyan secara

tatap muka dengan responden yang bertujuan untuk melengkapi data yang

diperoleh.

c. Kuesioner, yaitu dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tambahan dan

data yang relevan dari informasi yang telah penulis dapatkan dari wawancara,

hal ini dilakukan melalui daftar pertayaan yang akan diajukan.

3.5. Teknik Analisa Data.

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik

analisa data tabel tunggal (tabel frekuensi). Teknik ini dilakukan dengan mentabulasikan

data yang berhasil diperoleh melalui keterangan-keterangan dari para responden dan

kemudian dicari frekuensinya dan dicari presentasinya dari hasil jawaban yang

terkumpul.

(35)

DESKRIPTIF SETTING PRAKTIKUM

4.1. Sejarah YAPENSU

Terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997, secara langsung maupun tidak

langsung telah mempengaruhi tatanan sistem perekonomian bangsa Indonesia hingga

mengakibatkan gejolak ekonomi yang tidak hanya dirasakan perusahaan/industri tetapi

juga dirasakan oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Dimana pengangguran semakin

meningkat, penduduk miskin bertambah, diperkirakan sebanyak 38,4 juta penduduk

Indonesia tergolong miskin.

Kemudian akibat kewajiban membayar utang luar negri yang semakin

membengkak pemerintah mengurangi subsidi yang membebani anggaran Negara, hal ini

justru mengakibatkan malapeteka bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang

tergolong miskin karena mereka tidak sanggup untuk memenuhi kebutuhan mereka

karena harga-harga kebutuhan melambung.

Kenyataan seperti inilah, yang memaksa masyarakat melakukan pekerjaan apa

saja untuk dapat bertahan hidup dan tidak sedikit para orag tua menyuruh anaknya turun

kejalanan untuk mencari nafkah dengan berbagai aktifitas, seperti: jualan Koran, asongan

rokok, tukang semir sepatu, pemulung, tukang becak, dan lain sebagainya sadar atau

tidak disadari hal ini memiliki resiko karena dapat membahayakan fisik maupun fisikis

mereka.

Menyikapi kenyataan diatas merupakan cikal bakal berdirinya Yayasan Peduli

Anak Sumatera Utara (YAPENSU), yaitu pada tahun 1998. Beberapa dari mahasiswa

(36)

membentuk satu Kelompok Study mahasiswa yang bernama “Margir Grup”. Pada

awalnya kelompok ini merupakan kelompok diskusi pemerhati masalah anak dan

kehidupannya, untuk pertama kali melakukan aksi sosial memberikan memberikan

bantuan kepada tukang becak yang masih tergolong usia anak di wilayah Padang Bulan

Medan.

Kemudian pada tahun 1999 bekerja sama dengan Departemen Sosial propinsi

Sumatera Utara dalam program Pembinaan kesejahteraan anak jalanan di Sumatera Utara

dan pada tahun itu juga secara resmi memiliki badan hokum dengan Akte Notaris : Lolita

Pulungan,SH dengan Nomor : 07 Tahun 1999 dengan nama Yayasan Peduli Remaja.

Namun tidak lama kemudian beberapa orang anggota memisahkan diri dari Yayasan

Peduli Remaja dan membentuk lembaga sendiri.

Selanjutnya pada bulan Mei tahun 2000 oleh Drs. Togar Sirait secara resmi

mendaftarkan Yayasan baru ke Departemen Hukum dan Perundang-undangan dengan

nama Yayasan Peduli Anak Sumatera Utara yang disingkat dengan YAPENSU dengan

Akte Notaris : Suhrawardi,SH Nomor : 08 tahun 2000 untuk pertama kali berkantor di Jl.

Pembangunan No. 25 Medan Kec. Medan Helvetia.

Adapun tujuan berdirinya Yayasan Peduli Anak Sumatera Utara (YAPENSU),

dalam lembaran Akte Notaris adalah :

1. Membantu dan membina anak-anak jalanan, sehingga dapat melepaskan diri dari

lingkungan kehidupan jalanan.

2. Melakukan rehabilitasi anak-anak jalanan.

(37)

4. Memberikan bantuan kepada anak-anak jalanan dalam usaha membantu dan

membina anak jalanan.

Melihat begitu konplitnya permasalahan anak di Indonesia khususnya propinsi

Sumatera Utara, banyak hal yang belum diatur dalam Akte Notaris YAPENSU yang

menyangkut tujuan pendirian Yayasan, sehingga dalam melakukan aktifitasnya sering

mengalami kendala. Untuk itu didalam mengakomodir kebutuhan pelayanan dan

pembinaan serta memperluas ruang gerak yayasan, pada tahun 2005 Yayasan Peduli

Anak Sumatera Utara merubah Akte Notaris yaitu Peris Maha, SH Nomor : 05 Tanggal

04 Maret 2005.

Hal ini dilakukan untuk meningkatkan akses pelayanan dengan memperluas ruang

gerak, adapun tujuan YAPENSU adalah :

1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat berbasis pemberdayaan ekonomi

lemah dan bantuan sosial masyarakat.

2. Berperan untuk memajukan Pendidikan Nasional baik formal maupun

informal.

3. Meningkatkan sumber daya manusia guna meningkatkan skill dan pengetahuan

anak-anak bagsa.

4. Perpartisipasi dalam pembaharuan Hukum Nasional untuk menjamin kepastian

hukum bagi setiap warga negara.

Selanjutnya untuk mencapai tujuan yayasan tersebut diatas, yayasan akan

menjalankan kegiatan usaha sebagai berikut :

1. Memberikan bantuan dalam arti seluas-luasnya dalam peningkatan

(38)

2. Melakukan berbagai pelatihan keterampilan sesuai bakat dan minat anak guna

meningkatkan keterampilan dan pengetahuan anak.

3. Menyelenggarakan Pendidikan Luar Sekolah seperti; Pendidikan kesetaraan,

kursus dan penelitian.

4. Berperan dalam memberikan perlindungan dan rasa aman bagi anak dari

tindakan kekerasan serta resiko kecelakan.

5. Ikut serta dalam pembinaan moral anak dan generasi muda melalui

penyuluhan dan supervise terutama menyangkut masalah-masalah sosial

kemasyarakatan.

6. Berperan serta dalam menegakkan hak azasi manusia demi tercapainya

kemenusiaan yang adil dan beradab sesuai harkat dan martabatnya.

7. Menjalin kerjasama dengan pihak lain baik pemerintah maupun swasta

ataupun badan hokum oganisasi dalam maupun luar negeri demi tercapainya

tujuan yayasan dalam arti seluas-luasnya.

8. Mendirikan sanggar yayasan berupa; Rumah singgah, PKBM, Life Skill

berupa pelatihan komputer.

9. Berperan dalam lingkungan hidup, terutama yang berhubungan dengan

keselamatan dan kesehatan anak.

(39)

4.2. Gambaran Umum YAPENSU

a. Nama organisasi : Yayasan Peduli Sumatera Utara (YAPENSU)

b. Alamat kantor : Jln. Tri Tura No.7 Titi Kuning

Pada bulan Februari 2008, Yayasan ini pindah kejalan Tritura No.7 Titi Kuning

yang sebelumbnya yayasan ini berada di jalan Sei Wampu No. 111. Yayasan ini didirikan

pada tahun 1999 dan diakte notariskan pada tahun 1999 oleh Lolita Pulungan, SH yang

kemudian berubah pada bulan Mei tahun 2000 oleh Drs. Togar Sirait kepada Suhrawardi,

SH. Yayasan ini berada tepat di tepi jalan besar Tritura Titi Kuning, sehingga mudah

untuk di jangkau.

Visi YAPENSU adalah : Meningkatkan kesejaheraan masyarakat khususnya anak

dan generasi muda dan setiap orang harus mendapatkan hak-haknya. Misi YAPENSU

adalah sebagai berikut:

a. Memobilisasi usaha-usaha untuk mempromosikan seluruh hak-hak

masyarakat terutama hak anak untuk memperoleh kesejahteraan sosial

kemasyarakatan.

b. Menjalin dan mengembangkan jaringan kemitraan dalam bidang usaha

kesejahteraan sosial.

(40)

4.3. Susunan Kepengurusan

Berdasarkan data maka pengurus YAPENSU adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1. Data Kepenggurusan di YAPENSU

No. Nama Jabatan Pendidikan Akhir

01. Drs. Togar Sirait Direktur Eksekutif S1

02. Harvina Suanti Sekretaris SMA

03. Megawaty Simamora, STh Bendahara S1

04. Roger Anggota SMA

05. Ferry Sirait,ST Anggota S1

06. Simon Sitpu, S.Sos Anggota S1

07. Drs. Sondang Siahaan Anggota S1

08. Drs. Viktor Manurung Anggota S1

09. Eva Regina, SS Anggota S1

4.4. Stuktur Organisasi YAPENSU

Organisasi adalah alat untuk mencapai tujuan, organisasi dapat dikatakan sebagai

suatu kegiatan orang-orang yang berkerja sama dalam usahanya mencapai tujuan agar

usahanya mencapai tujuan. Agar usaha kerja sama tersebut dapat berhasil atau dapat

tercapai maka didalam organisasi diperlukan struktur organisasi yang tegas dan jelas. Hal

ini dimaksudkan agar ada kejelasan terhadap segala aktivitas individual dalam organisasi

tidak tumpah tindih.

Demikianlah halnya dengan YAPENSU sebagai suatu organisasi formal juga

(41)

Gambar 4.1. Struktur Organisasi YAPENSU

DEWAN PEMBINA DEWAN PENGURUS DEWAN PENGAWAS

PIMPINAN PROGRAM

BENDAHARA SEKRETARIS

KOORDINATOR BIDANG KORDINATOR BIDANG

STAF VOLUNTER STAF VOLUNTER STAF

(42)

4.4.1 Pembagian Tugas Secara Umum

A. Dewan Pembina

1. Berwewenang untuk merubah Anggaran Dasar

2. Mengangkat dan memberhentikan anggota Pengurus dan Pengawas

3. Menetapkan kebijakan umum Yayasan berdasarkan Anggaran Dasar Yayasan.

4. Mengesahkan progaram kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan.

5. Menetapkan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran Yayasan.

B. DEWAN PENGURUS

1. Bertanggun jawab penuh atas kepenggurusan untuk kepentingan dan tujuan

yayasan di luar maupun dalam pengadilan.

2. Mengorganisir kepengurusan untuk melaksanakan kegiatan dan tujuan

yayasan.

3. Menjalin kerja sama dengan pihak luar/mitra dengan persetujuan Pembina.

4. Membuat laporan secara periodik terhadap Pembina dan Lembaga Donor.

5. Dalam menjalankan tugasnya pengurus bertanggung jawab kepada Pembina

yayasan.

C. DEWAN PENGAWAS

1. Melaksanakan pengawasan kepada pengurus dalam menjalankan tugas

yayasan

2. Memberikan nasehat kepada pengurus untuk kepentingan dan tujuan yayasan.

3. Memberikan laporan kepada pembina mengenai pelanggaran oleh pengurus

(43)

4. Pengawas wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab melaksanakan

tugas untuk kepentingan yayasan.

D. PIMPINAN PROGRAM

1. Memimpin dan mengorganisir badan eksekutif dalam melaksanakan program.

2. Melakukan manajemen program.

3. Mengangkat dan memberhentikan badan eksekutif.

4. Melakukan pengawasan dan penilaian terhadap staf/pekerja sosial.

5. Menjalin kerja sama dengan luar/mitra atas persetujuan Dewan Pegurus.

6. Bersama-sama dengan Pengurus bertanggung jawab terhadap Dewan Pembina

dan lembaga donor serta memberikan laporan secara periodik

4.5. Sarana Dan Prasarana Yayasan

Sarana dan prasarana dalam suatu organisasi sangat penting dalam mendukung

berbagai aktivitas yayasan, guna mencapai tujuan organisasi. Bagunan YAPENSU berada

di jalan Tritura No. 7 – Kel Titi Kuning – Kec. Medan Johor. Gedung seluruhnya

permanen 3 lantai, dalam status sewa. Adapun prasarana gedung yayasan adalah sebagai

berikut :

Tabel 4.2. Prasarana Gedung YAPENSU

No. Komponen Jumlah Keterangan

01. Ruang kantor Yayasan 1 Ruang Adm dan ruang kerja di

lantai 3

02. Ruang perpustakaan 1 Lantai 1

03. Ruang belajar 5 Lantai 1 dan lantai 2

04. Ruang pelatihan 2 Lantai 3

05. Ruang tamu 2 Lantai 1 dan lantai 3

(44)

07. Ruang solat 1 Lantai 2

08. Ruang dapur 1 Lantai 2

09. Ruang/kamar tidur 2 Lantai 2 dan lantai 3

10. Kamar mandi 3 Lantai 1, lantai 2, dan lantai 3

4.6. Sarana Fasilitas Operasional YAPENSU

Tabel 4.3. Fasilitas Operasional YAPENSU

No. Jenis Sarana Jumlah Keterangan

01. Kursi balajar 50 Jenis bangku kuliah

02. Kursi plastik 60 Digunakan untuk pertemuan

03. Meja belajar 20 Digunakan dalam kegiatan belajar

04. Televis 1

05. Whiteboard 6

06. Meja komputer 8

07. Komputer 8

08. Printer 2

09. Orderdil komputer 10

10. Kamera 2

11. File kabinet 2

12. telepon 1

13. Lemari buku 4

14. Buku refrensi 500

4.7. Lokasi Pedampingan

Wilayah dampingan YAPENSU berada pada wilayah kota Medan terutama

Kecamatan Medan Johor, namun memiliki wilayah-wilayah kecamatan, antara lain:

1. Perempatan jalan/simpang Titi Kuning

(45)

3. Pasar tradisional simpang Limun

4. Terminal Amplas

5. Pasar Pringgan

6. Perempatan lampu merah kapten Muslim

7. Perempatan jalan Katamso

8. Perempatan jalan Katamso

9. Stasiun Bus di wilayah jalan Sisigamaraja.

(46)

BAB V

ANALISA DATA

Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Peduli Anak Sumatera Utara yang

berlokasi di Jalan Titi Kuning No.7. Data primer yang diperoleh dari hasil penyebaran

angket dan wawancara yang diajukan kepada 23 orang yang mewakili 115 anak putus

sekolah yang dibina di YAPENSU. Teknik pengambilan sampel yang dipakai peneliti

adalah purposive sampling yaitu dengan pertimbangan usia anak putus sekolah antara

10-18 tahun.

Adapun data-data yang dianalisa dalam bab ini adalah:

5.1. Karekteristik Responden

Tabel 5.1.

Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin Responden

No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

1.

Sumber: Kuesioner Penelitian 2008

Dari tabel 5.1. dapat dilihat bahwa seluruh responden berjumlah 23 orang dan

kebanyakan berjenis kelamin laki-laki yaitu 14 orang (60,87%) dari jumlah keseluruhan

responden. Sedangkan responden perempuan hanya 9 orang (39,13%) dari jumlah

keseluruhan responden yang dibina di YAPENSU.

Ini tidak berarti bahwa anak putus sekolah yang dibina di YAPENSU adalah anak

laki-laki dan tidak juga keseluruhan anak yang dibina di YAPENSU semuanya anak

(47)

hadir terutama anak perempuan. Kebanyakan dari mereka melakukan rutinitas mereka

yaitu bekerja membantu orang tuanya dalam mencari nafkah.

Tabel 5.2.

Distribusi Berdasarkan Kelompok Umur Responden

No. Kelompok Umur Frekuensi Persentase (%)

1.

Sumber: Kuesioner Penelitian 2008

Data pada tabel 5.2. menunjukkan bahwa mayoritas responden yaitu 13 orang

(56,52%) usia anak yang putus sekolah yang dibina di YAPENSU adalah 13-15 tahun,

sedangkan pada usia 16-18 tahun berjumlah 6 orang (26,09%), dan pada usia 10-12 tahun

hanya 4 orang (17,39%).

Hal ini menunjukkan bahwa usia anak yang putus sekolah yang berada di

YAPENSU sangatlah beragam. Pada umumnya anak putus sekolah tersebut adalah anak

yang berusia remaja yang masih duduk di bangku sekolah lanjutan tingkat pertama

(13-15 tahun). Usia mereka ini tergolong masih sangat muda dan seharusnya mereka

bersekolah bukanya bekerja untuk membantu orang tuanya dalam mencari nafkah.

Pada usia inilah semestinya anak-anak tersebut mengisi masa kecilnya dengan

bersekolah dan bermain, bukannya memikirkan bagaimana cara mencari uang untuk

memenuhi kebutuhan keluarga. Tetapi karena keadaan ekonomi keluarga yang minim,

mereka dituntut untuk dapat ikut memenuhi kebutuhan keluarga. Hal inilah yang

(48)

Dilihat dari jenis kelamin, baik responden laki-laki maupun responden perempuan

besarnya jumlah anak putus sekolah pada kelompok usia 13-15 tahun menunjukkan

bahwa sebagian besar anak yang putus sekolah adalah mereka yang yang berusia remaja

yang seharusnya mereka bersekolah karena mereka merupakan aset bangsa yang

potensial.

Tabel 5.3.

Distribusi Berdasarkan Pendidikan Terakhir

No. Pendidikan Terakhir Frekuensi Persentase (%)

1.

Sumber: Kuesioner Penelitian 2008

Data pada tabel 5.3. di atas menunjukkan bahwa anak-anak putus sekolah yang

dibina di YAPENSU meninggalkan bangku sekolah pada jenjang SD dan SLTP hampir

seimbang. Hal ini dapat dilihat dari tabel 3 anak putus sekolah pada tingkat SD ada 9

orang (39,13%) dan pada tingkat SLTP ada 11 orang (47,38%). Sedangkan anak yang

putus sekolah dikelas 1-2 SLTA ada 3 orang (13,04%).

Hal ini menunjukkan bahwa cukup banyak anak yang berusia sekolah tidak dapat

melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi lagi (putus sekolah). Hal ini

sangatlah mengkhwatirkan karena akan mengakibatkan anak-anak yang disebut generasi

penerus bangsa akan menjadi semakin malas untuk bersekolah dan mereka akan semakin

terbelakang (bodoh). Penyebab utama putus sekolah adalah keterbatasan biaya untuk

sekolah atau untuk melanjutkan sekolah mereka karena orang tua mereka memiliki

(49)

5.2. Karakteristik Keadaan Keluarga Responden

Tabel 5.4.

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Memiliki Keluarga

No. Memiliki Keluarga Frekuensi Persentase (%)

1.

Sumber: Kuesioner Penelitian 2008

Dari tabel 5.4. di atas dapat diketahui bahwa seluruh responden yaitu 23

responden (100%) memiliki keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa anak putus sekolah

yang di bina di YAPENSU masih memiliki keluarga, hanya saja orang tua mereka tidak

mampu untuk memenuhi kebutuhan keluarganya salah satunya adalah pendidikan

sehingga meyebabkan responden ikut bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan

keluarga.

Keluarga ialah unit terkecil dalam masyarakt yang terdiri dari ayah, ibu dan anak

atau anak-anaknya. Keluarga adalah tempat yang terpenting, dimana anak memperolah

dasar dalam membentuk kemampuanya agar kelak menjadi orang yang berhasil didalam

masyarakat. Maka demikian melalui keluarga maka kebutuhan fisik, intelektual, sosial,

emosional dan kebutuhan moral anak dapat terpenuhi dengan baik oleh keluarganya serta

lingkungannya.

Kelangsungan hidup dan tumbuh berkembang anak sangat dipengaruhi oleh

berfungsinya keluarga. Keluarga, baik itu keluarga batih/inti maupun keluarga besar

(50)

1. Fungsi Reproduksi; mencakup kegiatan melanjutkan keluarga secara terencana

sehingga menunjang terciptanya kesinambungan dan kesejahteraan sosial

keluarga.

2. Fungsi Afeksi; meliputi kegiatan menumbuh kembangkan hubungan sosial dan

kejiwaan yang diwarisi oleh rasa kasih sayang, ketentaram dan kedekatan.

3. Fungsi Perlindungan yaitu; menghindari anggota keluarga dari situasi atau

tindakan yang dapat membahayakan atau menghambat kelangsungan hidup,

pertumbuhan dan perkembangan secara wajar.

4. Fungsi Pendidikan; untuk meningkatkan kemampuan maupun sikap dan prilaku

anggota-anggota keluarga guna mendukung proses penciptaan kehidupan dan

penghidupan keluarga yang sejahtera.

5. Fungsi Keagamaan; untuk meningkatkan hubungan angota keluarga dengan

Tuhan Yang Maha Esa, sehingga keluarga dapat menjadi wahana persemaian

nilai-nilai keeagamaan, guna membangun jiwa anggota keluarga yang beriman

dan bertaqwa.

6. Fungsi Sosialisasi; untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai

sosial/kebersamaan bagi anggota keluarga guna menciptakan suasana harmonis

dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.

7. Fungsi Ekonomi; mencari nafkah, merencanakan, meningkatkan pemeliharaan

dan mendistibusikan penghasilan keluarga guna meningkatkan dan

(51)

8. Fungsi Kontrol Sosial; menghindarkan anggota keluarga dari prilaku menyimpang

serta membantu mengatasinya guna menciptakan suasana kehidupan keluarga dan

masyarakat yang tertib, aman dan tentram (Gunarsa, 1987:39-40).

Tabel 5.5.

Distribusi Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Responden

No. Jumlah Keluarga Frekuensi Persentase (%)

1.

Sumber: Kuesioner Penelitian 2008

Tabel 5.5. menunjukkan bahwa mayoritas responden sebanyak 16 orang

(69,56%) memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak 4-6 orang, dan 5 orang (21,74%)

memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak 1-3 orang dan selebihnya yaitu 2 responden

memiliki jumlah anggota 7-9 orang.

Jumlah keluarga yang besar cenderung membuat keluarga akan lebih sulit untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari. Prinsip “banyak anak, banyak rejeki” tidak selalu

benar. Hal ini terlihat dari gambaran anak putus sekolah yang dibina di YAPENSU.

Jumlah anggota keluarga yang banyak mengakibatkan orang tua tidak mampu untuk

membiayai kebutuhan sehari-hari, apalagi untuk membiayai sekolah anak-anaknya.

Kemiskinan meyebabkan anak-anak berhenti sekolah dan terpaksa membantu orang tua

mencari penghasilan tambahan. Bersekolah boleh jadi mereka anggap mengurangi

pengeluaran ekonomi keluarga yang kurang mampu. Akibatnya putus sekolah menjadi

pilihan.

(52)

Tabel 5.6.

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tinggal Tidaknya Responden

Dengan Keluarga

No. Tinggal Dengan Keluarga Frekuensi Persentase (%)

1.

2. Ya

Tidak

18

5

78,26

21,74

Jumlah 23 100,00

Sumber:Kuesioner Penelitian 2008

Data pada tabel 5.6. di atas menunjukkan bahwa jumlah anak putus sekolah yang

tinggal dengan keluarganya lebih banyak yaitu 18 orang (78, 26%) dari anak putus

sekolah yang tidak tinggal dengan keluarganya yaitu 5 orang (21,74%).

Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas anak-anak yang putus sekolah yang dibina

di YAPENSU tinggal bersama keluarganya, dan biasanya mereka masih dalam

pengawasan orang tua mereka, hanya saja mereka putus sekolah karena orang tua

mereka tidak memiliki biaya untuk menyekolahkan mereka. Sehingga orang tuanya

memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah mereka. Bagi responden yang tidak tinggal

dengan keluarganya, biasanya mereka tinggal dengan sanak saudara mereka dan tinggal

bersama teman mereka. Hal ini disebabkan karena sebagian orang tua mereka sudah

meninggal dan ada juga orang tua mereka yang bercerai yang membuat mereka tidak

nyaman tingal di rumah mereka.

(53)

Tabel 5.7.

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Orang Tua Responden

No. Status Orang Tua Frekuensi Persentase (%)

Ayah & Ibu meninggal

9

Sumber: Kuesioner Penelitian 2008

Dari tabel 5,.7. dapat diketahui bahwa mayoritas responden yaitu 11 orang

(47,83%) yang status orang tuanya tidak bercerai, dan 9 orang (39,13%) yang status

orang tuanya telah bercerai, sedangkan 3 orang responden (13,04%) ayah/ibu telah

meninggal dan tidak ada dari responden yang ayah dan ibunya meninggal.

Dari data tersebut dapat diketahui pula bahwa anak putus sekolah yang dibina di

YAPENSU masih memiliki orang tua atau keluarga yang utuh. Hanya sebagian kecil dari

responden yang memiliki keluarga yang tidak utuh salah satu penyebabnya adalah

perceraian. Tetapi hal ini sangat menggangu perkembangan anak tersebut. Diketahui

bahwa anak yang memiliki orang tua bercerai tidaklah selalu menguntungkan, kehilangan

(54)

Tabel 5.8.

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Hubungan Saudara-Saudara Responden

Terhadap Keluarga

No. Hubungan Keluarga Frekuensi Persentase (%)

1.

Sumber: Kuesioner Penelitian 2008

Dari tabel 5.8. di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden yaitu sebanyak

12 orang (52,17%) berasal dari keluarga yang kurang harmonis/hubungan antar saudara

kurang harmonis, sedangkan dari keluarga yang harmonis ada 9 orang (39,13%), dan dari

keluarga yang tidak harmonis hanya ada 2 orang (8,70%).

Hal ini menunjukkan bahwa responden memiliki hubungan dengan keluarga

kurang harmonis. Kekurang harmonisan keluarga faktor utamanya disebabkan oleh

kemiskinan dimana anggota keluarga merasakan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan

sehari-hari sehingga didalam keluarga tersebut sering terjadi pertengkaran-pertengkaran.

Dalam keadaan yang normal, lingkungan yang pertama yang berhubungan dengan

anak adalah orang tua, saudara-saudaranya serta kerabat dekatnya yang tinggal serumah.

Melalui lingkungan itulah anak mengenal dunia sekitarnya dan pola pergaulan hidup

yang berlaku sehari-hari. Melalui lingkungan itulah anak mengalami proses sosialisasi

(Soerjono, 1990:70).

Meningkatnya masalah keluarga seperti: kemiskinan, pengangguran, perceraian,

kawin muda serta kekerasan dalam rumah tangga menyebabkan hubungan dalam

(55)

dalam keluarga tidak dapat diperoleh lagi. Pertengkaran antara sesama anggota keluarga

menyebabkan kurangnya komunikasi.

Agar anak tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berkualitas, maka

tugas tersebut menjadi tanggung jawab orang tua. Akan tetapi kenyataan menunjukkan

bahwa orang tua belum sepenuhnya memberikan yang menjadi hak-hak anak sebagai

manusia.

Belum terpenuhinya hak-hak anak disebabkan karena kondisi keluarga yang tidak

mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangan. Menurut Ali Bustam (Parhusip &

Sudirman, 2006:70) hal ini dipengaruhi oleh hubungan yang tidak serasi dalam keluarga,

ketegangan dan perceraian orang tua, orang tua terlalu sibuk sehingga kurang

memperhatikan anak, ketidak mampuan orang tua secara sosial dan ekonomi, dan

pengaruh lingkungan yang sifatnya negatif.

Tabel 5.9.

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sikap Orang Tua Terhadap Responden

No. Sikap Orang Tua Frekuensi Persentase (%)

Sumber: Kuesioner Penelitian 2008

Data pada tabel 5.9 menunjukkan bahwa mayoritas responden yaitu 13 orang

(56,52%) berpendapat bahwa sikap orang tua responden terhadap responden adalah

(56)

perhatian, dan hanya 1 orang (4,35%) saja yang berpendapat bahwa orang tuanya tidak

perhatian terhadap responden.

Berdasarkan data tersebut jelas terlihat bahwa mayoritas responden kurang

mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Hal ini disebabkan karena orang tua yang

sibuk di luar serta mencari kesibukan-kesibukan yang lain di luar untuk menghindari

masalah yang ada di rumah sehingga tidak menghiraukan lagi cara belajar anak bahkan

pendidikan bagi anaknya.

Sikap orang tua akan mempengaruhi cara mereka memperlakukan anak dan

sebaliknya perlakuan orang tua terhadap anak mempengaruhi sikap anak terhadap orang

tua. Pada dasarnya hubungan orang tua dengan anak tergantung pada sikap orang tua.

Jika sikap orang tua perhatian, maka hubungan orang tua akan jauh lebih baik dari pada

sikap orang tua yang tidak positif, tidak akan ada masalah. Sikap orang tua tidak hanya

mempunyai pengaruh kuat pada hubungan didalam keluarga, tetapi juga pada sikap dan

(57)

Tabel 5.10.

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Orang tua Responden

No. Pekerjaan Orang Tua Frekuensi Persentase (%)

1.

Sumber: Kuesioner Penelitian 2008

Data pada tabel 5.10. menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab bahwa

orang tua responden bekerja sebagai kuli bangunan yaitu ada 7 responden (30,43%),

selanjutnya bekerja sebagai pedagang ada 6 responden (26,09%), buruh ada 4 responden

(17,39%), supir 3 responden (13,04%), sedang orang tua responden yang menganggur

ada 2 responden (8,70%), yang memberikan jawaban dan lain-lain (bekerja sebagai PNS)

hanya 1 responden (4,35%).

Dapat dilihat dari tabel 5.10 di atas bahwa sebagian besar orang tua dari anak

putus sekolah yang berada di YAPENSU masih bekerja sebagai pekerja kasar.

Pendapatan dari pekerjaan itu pastilah tidak mencukupi semua kebutuhan anak terutama

pendidikan. Apalagi dengan jumlah angggota keluarga yang besar. Maka sangatlah tidak

mungkin untuk terpenuhinya kebutuhan hidup mereka

Salah satu penyebab utama permasalahan anak putus sekolah adalah faktor

kemiskinan, terlebih lagi dengan adanya krisis yang melanda Indonesia yang membuat

mereka semakin terpuruk. Kemiskinan dan putus sekolah dapat dianggap sebagai dua sisi

Gambar

Tabel 4.1. Data Kepenggurusan di YAPENSU
Tabel 4.2. Prasarana Gedung YAPENSU
Tabel 4.3. Fasilitas Operasional YAPENSU
Tabel 5.1.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berendah hati banyak manfaat Dalam bergaul orang kan hormat Saudara suka sahabat mendekat Hidup beramai semakin erat Manfaatnya dapat dunia akhirat Tunjuk Ajar Melayu mengajarkan agar

Dari permasalahan diatas, tercipta ide untuk membuat aplikasi yang dapat membantu dalam mencari informasi dan lokasi kafe yang dapat dilihat melalui handphone yang

Berdasarkan hasil perhitungan yang ditunjukkan Tabel 1 dengan menggunakan analisis regresi linear berganda , menguji pengaruh likuiditas, leverage keuangan, return

b) Kekhawatiran berkaitan dengan relationships. Beberapa karyawan berpendapat bahwa membicarakan permasalahan atau issu dalam perusahaan merupakan sesuatu yang

Salah satu antisipasi yang dapat dilakukan adalah mengetahui jenis-jenis tanaman hutan kota yang mempunyai kemampuan tinggi dalam menyerap gas CO 2 , oleh sebab itu

Darbininkų klasės kultūra šiuolaikinėje visuomenėje išgyvena didesnę krizę nei bet kada, nes dabar šios grupės individai nebėra susiję su kapitalistine ekonomika per

Penilaian dalam akuntansi merupakan proses pemberian jumlah moneter (kuantitatif) yang bermakna pada aktiva. Salah satu tujuan dari penilaian adalah untuk menyajikan

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, kasih karunia, kekuatan, dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul