PEMBUATAN GEL EKSTRAK TERIPANG
(
Holothuroidea Sp.)
DENGAN PENAMBAHAN
KITOSAN UNTUK PENGOBATAN LUKA SAYAT
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
EDRIC LUIS
NIM 091501059
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PEMBUATAN GEL EKSTRAK TERIPANG
(
Holothuroidea Sp.)
DENGAN PENAMBAHAN
KITOSAN UNTUK PENGOBATAN LUKA SAYAT
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
EDRIC LUIS
NIM 091501059
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
PEMBUATAN GEL EKSTRAK TERIPANG (Holothuroidea Sp.)
DENGAN PENAMBAHAN KITOSAN UNTUK PENGOBATAN
LUKA SAYAT
OLEH:
EDRIC LUIS
NIM 091501059
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 22 November 2014
Pembimbing I,
Panitia Penguji,
Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt.Prof. Dr. Hakim Bangun., Apt.
NIP 195504241983031003
NIP 195201171980031002
Pembimbing II,
Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt.
NIP 195504241983031003
Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si.,Apt. Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt.
NIP 195304031983032001NIP 195109081985031002
Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt.
NIP 195404121987012001
Medan, Januari 2015
Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Wakil Dekan I,
Prof. Dr. Julia Reveny,M.Si., Apt.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan berkat, rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan skripsi ini.Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah
satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara, dengan judul Pembuatan Gel Ekstrak Teripang (
Holothuroidea
S
p.) Dengan Penambahan Kitosan Untuk Pengobatan Luka Sayat.
Farmakologi dan Toksikologi USU yang telah memberikan izin dan fasilitas
untuk penulis sehingga dapat mengerjakan dan menyelesaikan penelitian.
Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada
terhingga kepada Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan cinta kasih yang
tidak ternilai dengan apapun, doa yang tulus serta pengorbanan baik materi
maupun non materi, serta seluruh pihak yang telah ikut mebantu penulis yang
tidak dapat di sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran demi
kesempurnaan skripsi ini.Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat
memberi manfaat bagi kita semua.
Medan, 22 November
2014
Penulis,
PEMBUATAN GEL EKSTRAK TERIPANG (
Holothuroidea
Sp.) DENGAN
PENAMBAHAN KITOSAN UNTUK PENGOBATAN
LUKA SAYAT
Abstrak
Teripang (
Holothuroidea Sp.
) adalah salah satu jenis hewan invertebrata
yang cukup sering dikonsumsi oleh manusia. Teripang yang memiliki kadar
nutrisi cukup tinggi kerap disebut sebagai imunomodulator dan diyakini dapat
membantu memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak, sehingga penggunaannya
sebagai salah satu obat tradisional cukup populer. Sementara itu, kitosan yang
juga merupakan hasil olahan dari hewan laut golongan
Crustacea
juga dapat
memberikan efek penyembuhan tanpa efek samping yang berarti.Penelitian ini
bertujuan untuk menguji efektivitas ekstrak etanol teripang tanpa atau dengan
penambahan kitosan terhadap penyembuhan luka.
Teripang yang telah dibersihkan, dikeringkan di dalam lemari pengering
(± 50ºC), kemudian diserbuk dengan menggunakan blender, kemudian dilakukan
pengujian karakterisasi. Serbuk teripang dimaserasi dengan pelarut etanol 80%
selama 5 hari, diambil filtratnya, ampasnya ditambahkan dengan pelarut etanol
80% kembali dan didiamkan selama 2 hari kemudian dienap tuangkan. Maserat
yang diperoleh diuapkan dengan bantuan
rotary evaporator
(±50ºC) dan
dikeringkan dengan
freeze dryer
(±-40ºC). Ekstrak etanol teripang diformulasi
menjadi sediaan gel dengan HPMC, yakni sediaan gel teripang konsentrasi 1, 2,5,
dan 5%. Selanjutnya juga dibuat sediaan gel ekstrak teripang 1, 2,5, dan 5%
dengan penambahan kitosan masing-masing 1,4%. Lalu diuji efektivitasnya
terhadap kelinci yang dibuat luka sayat dengan diameter 2 cm.
Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia teripang diperoleh kadar
air 9,86%, kadar sari yang larut dalam air 16,55%, kadar sari yang larut dalam
etanol 7,86%, kadar abu total sebesar 18,21%, kadar abu yang tidak larut dalam
asam 2,67%. Sediaan gel ekstrak teripang menyembuhkan luka sayat dengan
konsentrasi 1% (20 hari), 2,5% (20 hari), 5% (19,67 hari) dan sediaan yang diberi
kitosan dengan konsentrasi ekstrak teripang 1% (20 hari), 2,5% (19,67 hari), 5%
(19 hari), sedangkan dengan pemberian betadin salep (18 hari), basis gel (23 hari),
dan tanpa pengobatan (25 hari). Secara statistik dapat disimpulkan bahwa gel
ekstrak teripang baik dan tanpa penambahan kitosan efektif dalam mempercepat
penyembuhan luka.
GEL PREPARATION WITH SEA CUCUMBER (
Holothuroidea
Sp.)
EXTRACT WITH ADDITION OF CHITOSAN FOR WOUND HEALING
Abstract
Sea cucumbers (
Holothuroidea s
p.) are one type of invertebrate animals
are quite often consumed by humans. Sea cucumbers have high enough levels of
nutrients that are often referred to as an immunomodulator, which is known to
help repairing the damaged body's cells, therefore its use as a traditional medicine
is quite popular. Meanwhile, chitosan which is also produced from sea animal
Crustacean
group is also known to provide healing effects without significant side
effects. This study aims to test the effectiveness of sea cucumber extract ethanol
with the addition of chitosan on wound healing.
Sea cucumbers that have been cleaned then dried in the drying cabinet (±
50ºC ) for 1 month, then pulverized by using a blender and characterization was
tested. Sea cucumber powder macerated with 80% ethanol for 5 days, took the
filtrate, washed the waste with ethanol, the filtrate was kept for 2 days then poured
carefully. The macerat obtained with the aid of a
rotary evaporator
(± 50ºC) and
dried with
a freeze dryer
(± -40ºC). Extract was formulated into a gel with HPMC.
Further preparations sea cucumber gel concentration of 1, 2.5, and 5 % without
chitosan and 1, 2.5, 5% with the addition of chitosan 1,4% were tested for their
effectiveness on rabbits with diameter 2cm cut wounds.
Characterization test results showed that the simplicia powder of sea
cucumber contained 9.86% water, the levels of water-soluble extract 16.55%,
content of ethanol-soluble extract 7.86%, total ash content 18.21%, ash content of
insoluble in acid 2.67%. Sea cucumber extract gel preparation heal the cuts with a
concentration of 1% (20 days), 2.5% (20 days), 5% (19.67 days) and a dosage of
chitosan with sea cucumber extract concentration of 1% (20 days), 2 , 5% (19.67
days), 5% (19 days), while the administration of betadine ointment (18 days), the
base gel (23 days), and no treatment (25 days). Statistically it can be concluded
that the extract of sea cucumber gel, with and without the addition of chitosan, are
effective in accelerating wound healing.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ...
i
LEMBAR PENGESAHAN ...
iii
KATA PENGANTAR ...
iv
ABSTRAK ...
vi
ABSTRACT ...
vii
DAFTAR ISI ...
viii
DAFTAR TABEL ...
xi
DAFTAR GAMBAR ...
xii
DAFTAR LAMPIRAN ...
xiii
BAB I PENDAHULUAN ...
1
1.1 Latar Belakang ...
1
1.2 Perumusan Masalah ...
3
1.3 Hipotesis ...
3
1.4 Tujuan Penelitian ...
3
1.5 Manfaat Penelitian ...
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...
5
2.1 Uraian Hewan ...
5
2.2 Kitosan ...
10
2.3 Epidermis ...
12
2.4 Gel ...
14
2.5 Ekstraksi ...
16
3.1 Alat ...
18
3.2 Bahan ...
18
3.3 Pembuatan Ekstrak Teripang ...
19
3.4 Karakterisasi Simplisia ...
19
3.4.1 Penetapan kadar air ...
19
3.4.2 Penetapan kadar sari larut air ...
20
3.4.3 Penetapan kadar sari larut etanol ...
21
3.4.4 Penetapan kadar abu total ...
21
3.4.5 Penetapan kadar abu tidak larut asam ...
21
3.5 Pembuatan Formula Sediaan ...
22
3.5.1 Pembuatan basis gel ...
22
3.5.2 Pembuatan sediaan gel ekstrak teripang ...
22
3.6 Evaluasi Formula ...
23
3.6.1 Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan ...
23
3.6.2 Pemeriksaan homogenitas sediaan ...
23
3.6.3 Penentuan pH sediaan ...
23
3.6.4 Penentuan viskositas sediaan ...
24
3.7 Pengujian Sediaan Gel Ekstrak Teripang Pada Hewan Uji ..
24
3.8 Analisis data ...
25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...
26
4.1 Hasil Identifikasi Sampel ...
26
4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia ...
26
4.3 Hasil Evaluasi Sediaan ...
27
4.3.2 Hasil pengamatan homogenitas sediaan ...
28
4.3.3 Hasil penentuan pH sediaan ...
28
4.3.4 Hasil penentuan viskositas sediaan ...
29
4.4 Hasil Uji Penyembuhan Luka Sayat ...
30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...
39
5.1 Kesimpulan ...
39
5.2 Saran ...
39
DAFTAR PUSTAKA ...
40
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1Data pemeriksaan organoleptis sediaan gel ...
27
4.2Data pengamatan homogenitas sediaan ...
28
4.3Data pengukuran pH ...
29
4.4 Data pengukuran viskositas ...
29
4.5 Data perbandingan hasil perubahan diameter luka F1 dan F4 ...
30
4.6 Data perbandingan hasil perubahan diameter luka F2 dan F5 ...
32
DAFTAR GAMBAR
GambarHalaman
2.1 Struktur Hemoiedemosides A ...
8
2.2 Struktur Hemoiedemosides B ...
8
2.3 Struktur Patagonicoside A ...
8
2.4 Struktur Holothurin B ...
8
2.5 Struktur Marmoratoside A ...
9
2.6 Struktur Impatienside A ...
9
2.7 Struktur Bivittoside D ...
9
2.8 Struktur Kitin ...
11
2.9 Struktur Kitosan ...
11
4.1 Grafik perbandingan perubahan diameter luka F1 dan F4 ...
31
4.2Grafik perbandingan perubahan diameter luka F2 dan F5 ...
33
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1Hasil Identifikasi sampel ...
44
2Gambar sampel yang digunakan dan simplisia kering ...
45
3 Sediaan gel dengan variasi konsentrasi ...
46
4 Data penyembuhan luka ...
47
5 Homogenitas sediaan ...
51
6 Perhitungan karakterisasi simplisia teripang ...
52
7 Gambar penyembuhan luka ...
56
8 Hasil variansi (ANOVA) ...
67
PEMBUATAN GEL EKSTRAK TERIPANG (
Holothuroidea
Sp.) DENGAN
PENAMBAHAN KITOSAN UNTUK PENGOBATAN
LUKA SAYAT
Abstrak
Teripang (
Holothuroidea Sp.
) adalah salah satu jenis hewan invertebrata
yang cukup sering dikonsumsi oleh manusia. Teripang yang memiliki kadar
nutrisi cukup tinggi kerap disebut sebagai imunomodulator dan diyakini dapat
membantu memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak, sehingga penggunaannya
sebagai salah satu obat tradisional cukup populer. Sementara itu, kitosan yang
juga merupakan hasil olahan dari hewan laut golongan
Crustacea
juga dapat
memberikan efek penyembuhan tanpa efek samping yang berarti.Penelitian ini
bertujuan untuk menguji efektivitas ekstrak etanol teripang tanpa atau dengan
penambahan kitosan terhadap penyembuhan luka.
Teripang yang telah dibersihkan, dikeringkan di dalam lemari pengering
(± 50ºC), kemudian diserbuk dengan menggunakan blender, kemudian dilakukan
pengujian karakterisasi. Serbuk teripang dimaserasi dengan pelarut etanol 80%
selama 5 hari, diambil filtratnya, ampasnya ditambahkan dengan pelarut etanol
80% kembali dan didiamkan selama 2 hari kemudian dienap tuangkan. Maserat
yang diperoleh diuapkan dengan bantuan
rotary evaporator
(±50ºC) dan
dikeringkan dengan
freeze dryer
(±-40ºC). Ekstrak etanol teripang diformulasi
menjadi sediaan gel dengan HPMC, yakni sediaan gel teripang konsentrasi 1, 2,5,
dan 5%. Selanjutnya juga dibuat sediaan gel ekstrak teripang 1, 2,5, dan 5%
dengan penambahan kitosan masing-masing 1,4%. Lalu diuji efektivitasnya
terhadap kelinci yang dibuat luka sayat dengan diameter 2 cm.
Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia teripang diperoleh kadar
air 9,86%, kadar sari yang larut dalam air 16,55%, kadar sari yang larut dalam
etanol 7,86%, kadar abu total sebesar 18,21%, kadar abu yang tidak larut dalam
asam 2,67%. Sediaan gel ekstrak teripang menyembuhkan luka sayat dengan
konsentrasi 1% (20 hari), 2,5% (20 hari), 5% (19,67 hari) dan sediaan yang diberi
kitosan dengan konsentrasi ekstrak teripang 1% (20 hari), 2,5% (19,67 hari), 5%
(19 hari), sedangkan dengan pemberian betadin salep (18 hari), basis gel (23 hari),
dan tanpa pengobatan (25 hari). Secara statistik dapat disimpulkan bahwa gel
ekstrak teripang baik dan tanpa penambahan kitosan efektif dalam mempercepat
penyembuhan luka.
GEL PREPARATION WITH SEA CUCUMBER (
Holothuroidea
Sp.)
EXTRACT WITH ADDITION OF CHITOSAN FOR WOUND HEALING
Abstract
Sea cucumbers (
Holothuroidea s
p.) are one type of invertebrate animals
are quite often consumed by humans. Sea cucumbers have high enough levels of
nutrients that are often referred to as an immunomodulator, which is known to
help repairing the damaged body's cells, therefore its use as a traditional medicine
is quite popular. Meanwhile, chitosan which is also produced from sea animal
Crustacean
group is also known to provide healing effects without significant side
effects. This study aims to test the effectiveness of sea cucumber extract ethanol
with the addition of chitosan on wound healing.
Sea cucumbers that have been cleaned then dried in the drying cabinet (±
50ºC ) for 1 month, then pulverized by using a blender and characterization was
tested. Sea cucumber powder macerated with 80% ethanol for 5 days, took the
filtrate, washed the waste with ethanol, the filtrate was kept for 2 days then poured
carefully. The macerat obtained with the aid of a
rotary evaporator
(± 50ºC) and
dried with
a freeze dryer
(± -40ºC). Extract was formulated into a gel with HPMC.
Further preparations sea cucumber gel concentration of 1, 2.5, and 5 % without
chitosan and 1, 2.5, 5% with the addition of chitosan 1,4% were tested for their
effectiveness on rabbits with diameter 2cm cut wounds.
Characterization test results showed that the simplicia powder of sea
cucumber contained 9.86% water, the levels of water-soluble extract 16.55%,
content of ethanol-soluble extract 7.86%, total ash content 18.21%, ash content of
insoluble in acid 2.67%. Sea cucumber extract gel preparation heal the cuts with a
concentration of 1% (20 days), 2.5% (20 days), 5% (19.67 days) and a dosage of
chitosan with sea cucumber extract concentration of 1% (20 days), 2 , 5% (19.67
days), 5% (19 days), while the administration of betadine ointment (18 days), the
base gel (23 days), and no treatment (25 days). Statistically it can be concluded
that the extract of sea cucumber gel, with and without the addition of chitosan, are
effective in accelerating wound healing.
BABI
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kulit adalah suatu organ yang membungkus seluruh permukaan luar tubuh.
Keseluruhan kulit beratnya dapat mencapai sekitar 16 % berat tubuh, pada orang
dewasa sekitar 10 – 13,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya
kulit bervariasi, mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis
kelamin. Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh
diantaranya untuk bertahan dari berbagai kondisi lingkungan, sebagai barrier
terhadap infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi dan eskresi.Fungsi
proteksi kulit adalah melindungi kehilangan cairan elektrolit, trauma mekanik,
ultraviolet dan invasi mikroorganisme patogen (Harien, 2010). Kulit yang
mengalami luka akan terganggu fungsi proteksinya dimana salah satunya adalah
akibat dari luka sayat (vulnus scisum) yang dapat disembuhkan dengan pemberian obat
luka (Walton, 1990).
Teripang atau trepang adalah istilah yang diberikan untuk hewan invertebrata
timun laut (Holothuroidea) yang memiliki fungsi sebagai makanan, penambah stamina,
dan regenerasi jaringan.Teripang tersebar luas di lingkungan laut diseluruh dunia, mulai
dari zona pasang surut sampai laut dalam terutama di Samudra Hindia dan Samudra
Pasifik Barat.Untuk wilayah Indonesia, teripang banyak ditemukan di perairan bagian
Tengah Indonesia, seperti di perairan Kalimantan.Produk teripang umumnya berasal dari
jenis-jenis teripang yang hidup di perairan dangkal, sampai kedalaman 50 meter
Teripang mempunyai nilai ekonomi penting karena kandungan atau kadar
nutrisinya yang tinggi. Dari hasil penelitian, kandungan nutrisi teripang dalam
kondisi kering terdiri dari protein sebanyak 82%, lemak 1,7%, kadar air 8,9%,
kadar abu 8,6%, dan karbohidrat 4,8% (Martoyo, dkk., 2006). Teripang kaya akan
grow factor sehingga dapat memperbaiki sel-sel rusak. Asam lemak esensial
mujarab merangsang sel hati untuk mengeluarkan antibodi, karena itu juga
teripang (gamat) kerap disebut imunomodulator.Karena kandungan kolagen yang
tinggi, teripang dapat meregenerasi sel secara singkat (Anonim, 2010). Penelitian
yang dilakukan oleh beberapa ilmuan Malaysia menemukan bahwa ada tiga jenis
zat antimikroba yang ditemukan pada spesies Holothuria atra, yaitu: atratoxin A,
atratoxin B1, dan atratoxin B2 (Ibrahim et al, 1992). Penelitian lain juga
menunjukkan bahwa ekstrak etanol dari Holothuria atra memiliki aktivitas
antifungal yang sangat efektif terutama pada berbagai jenis jamur seperti
Saccharomyces lypolytica dan Candida lypolytica (Choo, 2004).
Kitosan adalah modifikasi dari senyawa kitin yang banyak terdapat dalam
kulit luar hewan golongan Crustaceae seperti udang dan kepiting (Wardaniati dan
setyaningsih, 2009). Berbagai keunggulan biologis dari kitosan, diantaranya adalah
: Biokompatibel, polimer natural, biodegradable didalam tubuh, aman dan tidak
beracun. Selain itu, dapat berikatan dengan kuat terhadap sel mamalia sehingga
berefek regeneratif terhadap jaringan, mempercepat pembetukan osteoblast yang
berperan dalam pembentukan tulang, serta hemostatik (Dutta, et al., 2004). Kitosan
telah disarankan penggunaannya untuk membantu dalam proses penyembuhan
luka serta untuk mempercepat pertumbuhan jaringan sehat dan diferensiasi pada
kultur jaringan (Anand dan Horrocks, 1997).
Berdasarkan hal diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
efek ekstrak teripang terhadap penyembuhan luka sayat serta kemampuan kitosan
1.2 Perumusan Masalah
1. Apakah ekstrak teripang (Holothuroidea Sp.) memberikan efek terhadap
penyembuhan luka sayat?
2. Apakah dengan penambahan kitosan dalam sediaan gel ekstrak teripang akan
memberikan pengaruh terhadap penyembuhan jaringan yang mengalami luka?
1.3 Hipotesis
1. Ekstrak teripang memberikan efek penyembuhan terhadap jaringan yang
mengalami luka sayat.
2. Kitosandalam sediaan gel ekstrak teripang dapat mempercepat penyembuhan
jaringan yang mengalami luka.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Membuat dan menguji sediaan topikal gel yang mengandung ekstrak teripang
pada penyembuhan luka sayat.
2. Mengetahui pengaruh kitosan dalam sediaan gel ekstrak teripang terhadap proses
penyembuhan jaringan yang mengalami luka.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Pengembangan pengetahuan tentang ekstrak teripang yang dibuat sebagai sediaan
topikal gel dengan maupun tanpa penambahan kitosan dapat memberikan efek
regenerasi dan penyembuhan jaringan yang mengalami luka sayat.
2. Aplikasi di lapangan untuk industri farmasi sebagai salah satu jenis formulasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Hewan
Teripang (Holothurioidea, Echinodermata) merupakan salah satu kelompok biota
laut yang spesifik dan mudah dikenal.Bentuk tubuh teripang secara umum adalah
silindris, memanjang dari ujung mulut ke arah anus (orally-aborally). Mulut terletak di
ujung bagian depan (anterior), dan anus di ujung bagian belakang (posterior). Seperti
pada Echinodermata umumnya, tubuh teripang adalah berbentuk simetri lima belahan
menjari (pentamerous radial symmetry) dengan sumbu aksis mendatar (horizontal).
Namun bentuk simetri tersebut termodifikasi oleh lempeng tegak (dorsoventral plane)
sehingga nampak sebagai belahan simetri (bilateral symmetry). Seperti halnya
Echinodermata lain, selain radial simetri tersebut, karakteristik lain adalah adanya bentuk
skeleton dan sistem saluran air (water-vascular system). Skeleton pada teripang
termodifikasi dalam bentuk spikula yang mikroskopis dan tersebar dalam seluruh dinding
tubuh.Bentuk spikula tersebut sangat penting dalam identifikasi jenis teripang (Darsono,
2007).
Famili Holothuroidea yang telah berhasil diidentifikasi lebih kurang 1200
spesies teripang. Meskipun memiliki eksoskeleton, teripang rawan terhadap predator jika
dibandingkan dengan hewan laut lainnya.Hal ini menunjukkan bahwa teripang memiliki
zat kimia sebagai mekanisme pertahanan (Fusetani, 2004). Teripang mengandung
berbagai metabolit sekunder polar maupun non-polar yang dapat digunakan untuk
penemuan obat baru (Paul dan williams, et al, 2008). Zat-zat tersebut umumnya
digunakan untuk meningkatkan daya tahan, konstipasi, dan lain lain (Hamel dan Mercier,
Di pasaran internasional, semua jenis teripang tersebut dikenal dengan namateat
fish. Nama-nama teripang di tiap-tiap negara juga berbeda-beda, di Indonesia nama
lokalnya adalah teripang (timun laut), Malaysia namanya trepang atau gamat, Hongkong
namanya haisom, India namanya attai dan Jerman namanya seegueke (Martoyo, dkk.,
2006). Identifikasi teripang yang diteliti hasil Pusat Penelitian Oseanografi (Puslit
Oseanografi LIPI) adalah sebagai berikut: (Tehranifard dan Rahimibashar, 2012)
Filum : Echinodermata
Sub-filum : Echinozoa
Kelas : Holothuroidea
Sub-kelas : Aspidochoritacea
Bangsa : Aspidochirotida
Suku : Holothuriidae
Marga : Holothuria
Jenis : Holothuria atra
Teripang dapat ditemukan hampir di seluruh perairan pantai, mulai dari daerah
pasang-surut yang dangkal sampai perairan yang lebih dalam.Teripang lebih menyukai
perairan yang jernih dan airnya relatif tenang.Umumnya, masing-masing jenis memiliki
habitat yang spesifik.Dihabitatnya, terdapat jenis teripang yang hidup berkelompok dan
ada pula yang hidup soliter (sendiri). Sumber utama makanan teripang di alam yaitu:
kandungan zat organik dalam lumpur, detritus (sisa pembusukan bahan organik), dan
plankton. Jenis makanan lain adalah organisme-organisme kecil, protozoa, alga, rumput
laut, dan potongan-potongan kecil hewan maupun tumbuhan laut serta partikel-partikel
pasir.Penyebaran teripang di Indonesia sangat luas. Beberapa daerah penyebaran antara
Bengkulu, Bangka, Riau dan sekitarnya, Belitung, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Timor
dan kepulauan seribu (Martoyo, dkk., 2006).
Di China, teripang telah dimanfaatkan sebagai pengobatan sejak zaman dinasti
Ming sebagai obat untuk penyakit ginjal, konstipasi, kurang darah (anemia), kencing gula
(diabetes), dan sebagainya. Organ dalam (viscera) diketahui memiliki fungsi untuk
mengobati penyakit ayan (epilepsi) dan untuk pencegahan luka (tukak) (Anonim,
1991).Kandungan zat aktif yang terdapat pada Holothuria atra adalah Steroidal
sapogenins, (Phosphate-buffered saline [PBS]), Sulfated triterpene glycosides
[Hemoiedemosides A dan B], Triterpene glycoside [patagonicoside A], Triterpene
glycoside [holothurin B (saponin)], Holostan-type triterpene glycosides [marmoratoside
A, impatienside A dan bivittoside D], Bioactive peptides (Sara, et al, 2011). Meskipun
banyak zat-zat berkhasiat obat berasal dari beberapa organisme laut telah diketahui
ratusan tahun, tapi eksplorasi laut sebagai sumber obat-obatan hampir tidak pernah
berlanjut (Darsono, 1993).
Kandungan lemak total yang ada pada Holothuria atra adalah 0,99% dan 57,04%
diantaranya adalah merupakan asam lemak jenuh, 4,31% merupakan asam lemak tak
jenuh rantai tunggal, serta 38,64% merupakan asam lemak tak jenuh rantai panjang.
Dengan kandungan asam lemak yang cukup tinggi, Holothuria atra diyakini dapat
menjadi salah satu bahan kajian untuk penelitian tentang penyembuhan luka pada
jaringan kulit.Asam lemak Omega-3, termasuk eicosapentaenoic acid (EPA) dan
docosahexaenoic acid (DHA) merupakan antiinflamasi dengan efek yang cukup luas.Zat
tersebut menstimulasi sistem imun dengan meningkatkan kerja sel-T dan sel pertahanan
tubuh.Oleh sebab itu, asam lemak Omega-3 memiliki peran yang penting dalam
Dari sekian banyak asam lemak tak jenuh rantai panjang yang berasal dari
teripang, asam arachidonat merupakan zat prekursor dari eicosanoid dan komponen
utama dalam pembentukan sel. Hal tersebut sangat membantu untuk
pembentukan jaringan dan pembekuan darah yang berguna dalam proses penyembuhan
luka. Hal ini mendukung tradisi dari penduduk Asia yang
Gambar 2.1 Hemoiedemosides A Gambar 2.2 Hemoiedemosides B
Gambar 2.3 Patagonicoside A Gambar 2.4 Holothurin B
menggunakannya sebagai obat tradisional untuk luka sayat dan luka bakar. Ditambah lagi
dengan adanya kandungan EPA dan DHA yang cukup tinggi sehingga sangat membantu
mengurangi resiko koroner jantung.(Sara, et al, 2011)
Ekstrak alkohol dari Holothuria atra terbukti menghambat bakteri patogen yang
umumnya menyerang manusia, seperti: K. pneumonia, E. coli, L. monocytogenes and S.
aureus. Hal ini mungkin disebabkan oleh kandungan triterpen glikosida yang terdapat
pada teripang. (Isaac dan Lipton, 2014)
2.2 Kitosan
Kitin adalah polisakarida yang paling melimpah di alam, yang kedua setelah
selulosa. Monomer-monomer N-asetilglukosamin dihubungkan oleh ikatan β-1,4
glikosida. Biopolimer polikationik ini merupakan komponen eksoskleton krustasea dan
serangga, serta pada beberapa fungi. Sumber utama kitin untuk industri adalah limbah
kulit udang, lobster, dan kepiting, yang mana limbah-limbah tersebut mengandung
senyawa kitin sebanyak 70% (Felt, et al., 1998)
Turunan kitin yang diperoleh dengan cara diasetilasi kitin dinamakan kitosan.
Dikarenakan kitosan memiliki sifat biologi yang disukai seperti: tidak toksik,
biokompatibilitas dan biodegradabilitas, sehingga kitosan menarik perhatian yang besar
dalam bidang farmasetikal dan biomedis. Secara biomedis, kitosan dilaporkan memiliki
sifat-sifat farmakologi seperti aksi hipokolesterolemik, antasida dan aktivitas antiulkus.
Sebagai tambahan, karakter polikationik memberikan kitosan kemampuan untuk
mengikat dengan kuat beberapa sel-sel mamalia (Felt, et al., 1998)
Kitosan belakangan ini telah digunakan untuk berbagai keperluan didalam
berbagai bidang seperti bidang pertanian, industri, dan juga pengobatan (Suzuki, et al,
1986).Kitosan ditemukan dapat digunakan untuk meningkatkan aktivitas biologis seperti
meningkatkan kekuatan jahitan pada daerah luka pada tikus dan juga kelinci.(Nakajima,
et al, 1985). Hal ini menunjukkan bahwa kitosan dapat digunakan untuk mempercepat
penyembuhan luka, dan yang lebih penting, secara umum tidak ditemukan adanya efek
samping yang merugikan (Sapelli et al, 1986)
Kitosan adalah polisakarida yang berasal dari turunan kitin yang memiliki aktivitas
antibakteri spektrum luas terhadap bakteri gram negatif. Terdapat tiga teori yang
menjelaskan mekanisme kerja kitosan sebagai antibakteri, diantaranya adalah:
• Interaksi antara molekul muatan positif kitosan dengan sel mikroba yang
bermuatan negatif
• Pengikatan kitosan dengan DNA mikroba
• Pembentukan chelat dan pengikatan terhadap nutrisi esensial bagi pertumbuhan
mikroba
Dari ketiga teori diatas, yang paling diterima secara umum adalah teori interaksi antara
molekul muatan positif kitosan dengan sel mikroba yang bermuatan negatif. Teori ini
menjelaskan bahwa interaksi terjadi karena adanya gaya elektrostatik antara gugus NH+
dengan bagian negatif dari dinding sel mikroba. Hal ini mungkin terjadi dikarenakan oleh
kompetisi yang terjadi dengan Ca2+ untuk berikatan dengan bagian elektronegatif pada
permukaan membran. Interaksi ini menyebabkan dua kemungkinan yang akan terjadi:
• Terjadinya perubahan permeabilitas pada dinding membran sehingga
mengacaukan keseimbangan osmotis didalam sel.
• Terjadinya hidrolisis peptidoglikan pada dinding sel mikroorganisme sehingga
memicu bocornya kandungan elektrolit intraseluler. (Rejane, et al, 2009)
2.3 Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler.Terdiri dari epitel
berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel.Tebal
epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan
dan kaki.Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit.Terjadi
regenerasi setiap 4-6 minggu. Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling
atas sampai yang terdalam) :
1. Stratum Korneum. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
2. Stratum lusidum. Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal
3. Stratum granulosum. Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya
ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan
granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel
langerhans.
4. Stratum spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril,
dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk
mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi.
5. Stratum basale (stratum germinativum). Terdapat aktivitas mitosis yang hebat
dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan
(Harien,2010).
Luka dapat terjadi pada trauma, pembedahan, neuropatik, vaskuler, penekanan dan
keganasan. Luka dapat diklasifikasikan dalam 2 bagian :
1. Luka akut : merupakan luka trauma yang biasanya segera mendapat penanganan
dan biasanya dapat sembuh dengan baik bila tidak terjadi komplikasi. Kriteria
luka akut adalah luka baru, mendadak dan penyembuhannya sesuai dengan waktu
yang diperkirakan. Contoh : Luka sayat, luka bakar, luka tusuk, luka operasi
2. Luka kronik : luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali (rekuren)
dimana terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya disebabkan
oleh masalah multifaktor dari penderita. Pada luka kronik, luka gagal sembuh
pada waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan punya
tendensi untuk timbul kembali. Contoh : ulkus diabetik, Ulkus venous, dll.
Penyembuhan luka adalah suatu bentuk proses usaha untuk memperbaiki
kerusakan yang terjadi. Komponen utama dalam proses penyembuhan luka adalah
kolagen disamping sel epitel. Fibroblas adalah sel yang bertanggung jawab untuk sintesis
kolagen. Fisiologi penyembuhan luka secara alami akan mengalami fase inflamasi, fase
Pada fase inflamasi atau fase satu, fase ini ditandai dengan adanya eritrema,
hangat pada kulit, udema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4
setelah terjadinya luka.terjadi peningkatan aliran darah ke daerah luka. Bersamaan
dengan aliran darah, terjadi juga aliran fibrin untuk menutup pembuluh darah yang luka
dan melindungi adanya infeksi bakteri.Pada fase ini, juga terjadi pengerahan sel darah
putih, monosit, dan makrofag yang berfungsi untuk memakan mikroorganisme dan sisa
sel-sel yang mati.Fase berikutnya adalah fase proliferasi (perlekatan).Fase ini umumnya
berlangsung pada hari ke-5 sampai ke-20.Pada fase ini fibroblas membentuk kolagen dan
jaringan ikat. Di sini juga terjadi pembentukan kapiler baru yang dimulai saat terjadi
peradangan (Dewi, dkk., 2013). Proses ini sangat penting, karena tidak ada jaringan baru
yang dapat dibentuk tanpa suplai oksigen dan nutrient yang dibawa oleh pembuluh darah
yang baru (Boyle, 2009). Proses ini menandakan terjadinya kesembuhan yang dimulai
dari adanya pertumbuhan kapiler dan pertumbuhan jaringan granula yang dimulai dari
dasar luka. Proses granulasi berjalan seiring dengan proses reepitelisasi. Sampai pada
tahap akhir proses ini akan terjadi proses epitelisasi pada permukaan luka. Luka akan
berkembang menjadi keropeng yang terdiri dari plasma yang bercampur dengan sel-sel
mati (Dewi, dkk., 2013).
Fase selanjutnya adalah fase pematangan atau fase diferensiasi atau fase
remodeling
yang dapat berlangsung di atas 21 hari sampai lebih dari 2 bulan
bahkan beberapa tahun setelah luka. Pada fase ini terjadi ikatan kolagen yang
mengawetkan jaringan bekas luka dan proses epitelisasi yang melapisi kulit
(Dewi, dkk., 2013).
2.4 Gel
kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase
terdispersi (Ansel, 1989). Zat-zat pembentuk gel digunakan sebagai pengikat
dalam granulasi, koloid pelindung dalam suspensi, pengental untuk sediaan oral
dan sebagai basis supositoria. Secara luas sediaan gel banyak digunakan pada
produk obat-obatan, kosmetik dan makanan juga pada beberapa proses industri.
Pada kosmetik yaitu sebagai sediaan untuk perawatan kulit, sampo, sediaan
pewangi dan pasta gigi (Herdiana, 2007). Gel satu fase adalah gel yang
makromolekulnya tersebar keseluruh bagian cairan hingga tidak terlihat ada batas
diantaranya. Jika masa gel terdiri dari kelompok-kelompok partikel kecil yang
berbeda, maka gel ini dikelompokkan dalam sistem dua fase (Ansel, 1989).
Polimer-polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik
meliputi gom alam tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat, serta
bahan-bahan sintetis dan semisintetis seperti metil selulosa, hidroksietilselulosa,
karboksimetilselulosa, dan karbopol yang merupakan polimer vinil sintetis dengan
gugus karboksil yang terionisasi. Gel dibuat dengan proses peleburan, atau
diperlukan suatu prosedur khusus berkenaan dengan sifat mengembang dari gel
(Lachman., dkk, 1994).
Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik.
1. Dasar gel hidrofobik
2. Dasar gel hidrofilik
Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organik yang
besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi.
Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih
mudah untuk dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih besar (Ansel, 1989). Gel
hidrofilik umummnya terdiri dariair, bahan pengembang, humektan dan bahan
pengawet (Voigt, 1994).
2.5 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut tertentu. Proses
ekstraksi akan menghasilkan ekstrak. Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh
dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan (Depkes, 2000). Penguapan ekstrak
dilakukan dengan penguapan vakum putar pada suhu tidak lebih dari 40ºC dalam suasana
tekanan dikurangi (Harborne, 1987)
Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu :
A. Cara dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
B. Cara panas
1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu
tertentu dan jumlah pelarut terbatas dengan adanya pendingin balik.
2. Digesti
Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi
dari temperatur ruangan , yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40 -
50ºC.
3. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan
menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
4. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana
infus tercelup dalam penangas air mendidih temperatur terukur 96 - 98ºC) selama
waktu tertentu (15 – 20 menit)
5. Dekok
Dekok adalah infus dalam waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan temperatur
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan penelitian
yaitu,pembuatan ekstrak teripang, karakterisasi simplisia, pembuatan formula sediaan,
evaluasi formula, pengujiaan sediaan gel ekstrak teripang pada hewan uji. Pengamatan
efek penyembuhan luka sayat dilakukan secara visual terhadap diameter luka sayat dan
analisis statistik.
3.1 Alat-alat yang Digunakan
Alat - alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas
laboratorium, pipet tetes, kertas saring, aluminium foil, kaca penutup, vial, botol
bersumbat, seperangkat alat destilasi, seperangkat alat penetapan kadar air, eksikator,
oven listrik, neraca analitik, neraca kasar, penangas air, blender, lemari pengering, rotary
evaporator, dan jangka sorong, pH meter (HANNA instrument),pinset bedah, pisau cukur,
tanur, viskometer Brookfiled
3.2 Bahan-bahan yang Digunakan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teripang (Holothuroidea
atra), aquadest, lidokain HCl injeksi, etanol, HPMC 4000, Propilen glikol, metil paraben,
propil paraben, kitosan, asam asetat, hewan uji kelinci.
3.3 Pembuatan Ekstrak Teripang
Teripang dicuci terlebih dahulu dari kotoran dengan cara mencucinya di bawah
Langkah selanjutnya adalah mengeluarkan isi perut dengan cara memijat-mijat
sehingga isi perut dan air dapat keluar melalui anus sehingga tubuh teripang menjadi
gepeng. ditiriskan, kemudian ditimbang beratnya. Setelah itu dipotong-potong dengan
ukuran ± 1.5x1.5 cm, lalu dikeringkan di lemari pengering dengan suhu ± 50ºC hingga
kering.Teripang yang sudah kering disebut simplisia teripang.Simplisia kemudian
diekstraksi dengan metode maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 80%. Maserasi
dilakukan selama 5 hari sambil diaduk sesering mungkin kemudian diambil filtratnya,
kemudian ditambahkan dengan jumlah pelarut yang sama dan di maserasi selama 2 hari,
lalu diambil filtratnya. Hasil maserasi dipekatkan dengan bantuan alat penguap rotavapor
pada temperatur tidak lebih dari 50ºC sampai diperoleh ekstrak kental, kemudian
dikeringkan dengan menggunakan Freeze Dryer (± - 40ºC).
3.4 Karakterisasi Simplisia
3.4.1 Penetapan kadar air
Penetapan kadar air dilakukan menurut metode Azeotropi (destilasi toluen).
Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, pendingin, tabung penyambung, tabung penerima
5 ml berskala 0,05 ml, alat penampung dan pemanas listrik.
Cara kerja :
Dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling ke dalam labu alas bulat, lalu
didestilasi selama 2 jam. Setelah itu, toluena dibiarkan mendingin selama 30 menit, dan
dibaca volume air pada tabung penerima dengan ketelitian 0,05 ml. Kemudian ke dalam
labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, labu
dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur
lebih kurang 2 tetes tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan
tetesan dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik.Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam
penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah
sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang
dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air
dihitung dalam persen (WHO, 1992; Direktorat Jendral POM, 1995).
3.4.2 Penetapan kadar sari larut air
Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml
air-kloroform (2,5 ml air-kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat
sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu
disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap
yang berdasar rata yang telah ditara dan sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot
tetap.Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan (WHO, 1992; Direktorat Jendral POM, 1995).
3.4.3 Penetapan kadar sari larut etanol
Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol
96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian
dibiarkan selama 18 jam.Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan
etanol.Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang
berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara.Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai
bobot tetap.Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 96% dihitung terhadap bahan
yang telah dikeringkan (WHO, 1992; Direktorat Jendral POM, 1995).
3.4.4 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk simplisia dimasukkan dalam krus porselin yang telah
dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis,
saring bebas abu. Pijarkan sisa dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat
ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang.Kadar abu dihitung terhadap
bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1992; Direktorat Jendral POM, 1995).
3.4.5 Penetapan kadar abu tidak larut asam
Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam
klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring
melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan, kemudian didinginkan
dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung
terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1992; Direktorat Jendral POM, 1995).
3.5 Pembuatan Formula Sediaan
3.5.1 Pembuatan basis gel
Basis gel rmenurut Soeratri (2004), adalah sebagai berikut:
Hidroksipropilmetilselulosa (HPMC) 2,75 g
Propilenglikol 20 g
Metil paraben 0,15 g
Propil paraben 0,05 g
Air suling 77,05 g (ad 100 g)
Cara pembuatan: HPMC didispersikan terlebih dahulu dengan cara menaburkan
secara merata dalam pelarut, lalu didiamkan selama 24 jam. Pada waktu tersebut HPMC
telah terbasahi dengan sempurna, ditandai tidak adanya gelembung udara. Metil paraben
dan propil paraben dilarutkan dalam propilenglikol, lalu ditambahkan sedikit demi sedikit
ke dalam HPMC yang terdispersi dengan baik, lalu ditambahkan dengan air suling hingga
3.5.2 Pembuatan sediaan gel ekstrak teripang
Basis gel yang telah dibuat kemudian ditambahkan ekstrak teripang dan digerus
hingga homogen. Sementara itu, dengan prosedur yang sama dibuat juga sediaan gel
ekstrak teripang + kitosan dengan cara melarutkan kitosan dalam asam asetat hingga
larut. Larutan kitosan tersebut dicampurkan dengan sediaan gel yang sudah mengandung
ekstrak teripang sambil digerus hingga merata.
3.6 Evaluasi Formula
Evaluasi formula meliputi evaluasi fisik dan biologi. Evaluasi fisik meliputi
pemeriksaan stabilitas sediaan, pemeriksaan homogenitas, pemeriksaan pH, organoleptis,
dan viskositas selama 90 hari, yaitu pada hari ke-0, 7, 14, 21, 28 dan 90 hari. Evaluasi
biologi meliputi pemeriksaan efektivitas sediaan gel ekstrak teripang terhadap
penyembuhan luka sayat.
3.6.1 Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan
Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan meliputi bentuk, warna, dan bau yang
diamati secara visual (Suardi, dkk., 2008).Sediaan dinyatakan stabil apabila warna, bau,
dan penampilan tidak berubah secara visual selama penyimpanan.pengamatan di lakukan
pada suhu kamar pada hari ke-0, 7, 14, 21, 28 dan 90.
3.6.2 Pemeriksaan homogenitas sediaan
Cara: sejumlah tertentu sediaan dioleskan pada dua keping kaca atau bahan
transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak
terlihat adanya butiran kasar (Direktorat Jendral POM, 1985). Pengamatan di lakukan
pada suhu kamar pada hari ke-0, 3, 7, 14, 21, 28 dan 90.
Penentuan pH sediaan dilakukan dengan mengunakan pH meter.
Cara: alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar pH
netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH
tersebut, elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan kertas tissue. Sampel
dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 gram sediaan dan dilarutkan dalam 100
ml air suling, kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut, sampai alat
menunjukkan harga pH yang konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan
harga pH sediaan (Rawlins, 2003). Pengamatan dilakukan pada suhu kamar pada hari
ke-0, 7, 14, 21, 28 dan 90.
3.6.4 Penentuan viskositas sediaan
Penentuan viskositas sediaan menggunakan viskometer Brookfield.
Cara: sediaan dimasukkan kedalam gelas sampai mencapai volume 100 ml, lalu spindel
diturunakan hingga spindel tercelup ke dalam formulasi. Selanjutnya alat dihidupkan
dengan menekan tombol ON.Kecepata spindel diatur, kemudian dibaca skalanya (dial
reading) dimana jarum merah yang bergerak telah stabil.Nilai viskositas (ɳ) dalam
sentipoise (cps) diperoleh dari hasil perkalian skala baca (dial reading) dengan faktor
koreksi (f) khusus untuk masing- masing kecepatan spindel. Pengamatan dilakukan pada
suhu kamar pada hari ke-0, 7, 14, 21, 28 dan 90.
3.7 Pengujian Sediaan Gel Ekstrak Teripang Pada Hewan Uji
Pengujian efek penyembuhan luka sayat dilakukan berdasarkan metode oleh
Stefan dan Heiko (2000).Kelinci yang digunakan dicukur bulunya terlebih dahulu bagian
punggungnya, dibersihkan dengan alcohol 70% dan diinjeksi dengan lidokain HCl
dengan dosis 1 ml. Hewan kemudian disayat dengan kedalaman subkutan dengan
seperti : tanpa perlakuan (blanko) , diberikan gel ekstrak teripang 1, 2,5 , 5% dengan
penambahan kitosan, dan diberikan gel ekstrak teripang 1, 2,5, 5% tanpa kitosan, serta
diberikan sediaan povidon iodum yang ada dipasaran sebagai pembanding setiap 24 jam.
Pengujian dilakukan dengan mengukur lama penyembuhan luka dan dinyatakan sembuh
apabila luka yang diukur memiliki kriteria seperti :
1. Diukur dengan jangka sorong menunjukkan 0 cm
2. Tidak mengalami bengkak
3. Tidak timbul adanya kemerahan (rubor)
3.8 Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS (Statistical
Product and Service Solution) versi 18.Pertama data dianalisis menggunakan metode
Kolmogorov Smirnov untuk menentukan homogenitas dan normalitasnya.Kemudian
dilanjutkan analisis dengan menggunakan metode One Way ANOVA untuk menentukan
perbedaan rata-rata diantara kelompok.Jika terdapat perbedaan, dilanjutkan dengan
menggunakan uji Post Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata antar setiap
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Sampel
Hasil identifikasi hewan yang dilakukan di Pusat Penelitian Oseanografi (Puslit
Oseanografi LIPI) menunjukkan bahwa bahan uji termasuk spesies Holothuria atra suku
Holothuriidae.
4.2Hasil Karakterisasi Simplisia
Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia diperoleh kadar air sebesar
9,89% , kadar sari yang larut dalam air sebesar 13,83%, kadar sari yang larut dalam
etanol sebesar 17,63%, kadar abu total sebesar 3,59%, kadar abu yang tidak larut dalam
asam sebesar 0,66%.
Hasil penetapan kadar air simplisia dari Holothuria atra memenuhi persyaratan
yaitu tidak melebihi 10%. Kadar air yang melebihi persyaratan yang telah ditentukan
dapat memicu terjadinya pertumbuhan jamur.
Hasil karakterisasi simplisia lain seperti penetapan kadar sari yang larut dalam
etanol, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar abu total, dan
penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam untuk simplisia Holothuria atra belum
ada literatur yang mencantumkannya sehingga tidak mempunyai standarisasi
4.3 Hasil Evaluasi Sediaan
4.3.1 Hasil pemeriksaan organoleptis
diformulasikan dengan berbagai konsentrasidan dengan penambahan kitosan
[image:39.595.114.510.194.372.2]menghasilkan karakteristik seperti yang tertera pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1Data pemeriksaan organoleptis sediaan gel ekstrak teripang
Formula Penampilan
Warna Bau Konsistensi F0 bening khas HPMC semi padat F1 Jingga kekuningan amis semi padat
F2 Jingga kekuningan amis semi padat F3 Jingga kekuningan amis semi padat F4 Jingga kekuningan amis semi padat F5 Jingga kekuningan amis semi padat F6 Jingga kekuningan amis semi padat
Keterangan: F0: basis gel, F1: gel ekstrak teripang 1%, F2: gel ekstrak teripang 2,5%, F3: gel ekstrak teripang 5%, F4: gel ekstrak teripang 1% + kitosan, F5: Gel ekstrak teripang 2,5% + kitosan, F6: Gel ekstrak teripang 5% + kitosan
Sediaan formula 2 dan 3 memiliki penampilan yang sama yaitu warna jingga
kekuningan sedikit lebih muda dan konsistensi lebih encer dibandingkan formula
4warnanya sedikit lebih tua dengan konsistensi yang lebih padat. Penambahan kitosan
tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata secara organoleptis. Hasil pemeriksaan
organoleptis sediaan gel menunjukkan bahwa semua sediaan gel tidak mengalami
perubahan yang berarti dari segi penampilan sediaan baik warna, bau maupun
konsistensinya setelah penyimpanan selama 90 hari. Hal ini menunjukkan bahwa dari
4.3.2 Hasil pengamatan homogenitas sediaan
Hasil pengamatan homogenitas dari semua sediaan adalah homogen, hasilnya dapat
dilihat pada Tabel 4.2 dan gambarnya pada Lampiran 5.Uji homogenitas bertujuan untuk
[image:40.595.114.514.263.384.2]melihat dan mengetahui bahan-bahan sediaan gel apakah terdistribusi secara merata.
Tabel 4.2 Data pengamatan homogenitas sediaan
Keterangan: F0: basis gel, F1: gel ekstrak teripang 1%, F2: gel ekstrak teripang 2,5%, F3: gel ekstrak teripang 5%, F4: gel ekstrak teripang 1% + kitosan, F5: Gel ekstrak teripang 2,5% + kitosan, F6: Gel ekstrak teripang 5% + kitosan. (-) = homogen, (+) = tidak homogen
4.3.3 Hasil penentuan pH sediaan
Penentuan pH gel ekstrak teripangdilakukan dengan menggunakan pH meter
yang untuk seluruh sediaan. Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali. Hasilnyadapat
dilihat pada Tabel 4.3. Hasil penelitian dari nilai pHgel ekstrak teripang diperoleh
berkisar antara 5,7- 6,0, dimananilai pH dari sediaan tersebut cenderung stabil. Penurunan
nilai pH pada suatu sediaan bisa dipengaruhi oleh lingkungan seperti gas-gas di udara
yang bersifat asam yang masuk dalam sediaan gel.Kenaikan nilai pH dipengaruhi oleh
adanya mikroba di dalam sediaan(Ida dan Noer, 2012).
Sediaan Lama Pengamatan (hari)
0 7 14 21 28 90
F0 - - - - - -
F1 - - - - - -
F2 - - - - - -
F3 - - - - - -
F4 - - - - - -
F5 - - - - - -
Tabel 4.3 Data pengukuran pH
Sediaan Nilai pH Rata-rata Pada Hari Ke
0 7 14 21 28 90 F0 6,3 6,3 6,3 6,3 6,3 6,4 F1 5,9 5,9 5,9 5,9 5,9 6,0 F2 5,9 5,9 5,9 5,9 5,9 6,0 F3 5,8 5,8 5,8 5,8 5,8 5,8 F4 5,7 5,7 5,7 5,7 5,8 5,8 F5 5,7 5,7 5,7 5,7 5,8 5,8 F6 5,7 5,7 5,7 5,7 5,8 5,8
Keterangan: F0: basis gel, F1: gel ekstrak teripang 1%, F2: gel ekstrak teripang 2,5%, F3: gel ekstrak teripang 5%, F4: gel ekstrak teripang 1% + kitosan, F5: Gel ekstrak teripang 2,5% + kitosan, F6: Gel ekstrak teripang 5% + kitosan
4.3.4 Hasil penentuan viskositas sediaan
Hasil penentuan viskositasgel ekstrak teripangdilakukan menggunakan
viskometer Brookfield pada seluruh sediaan. Pengamatan dilakukan dengan tiga kali
pengulangan. Hasil penentuan viskositas sediaan dapat dilihat pada Tabel 3.4
Tabel 4.4 Data pengukuran viskositas
Sediaan Nilai viskositasrata-rata pada hari ke (Poise)
0 7 14 21 28 90 F0
3,7
3,7
3,7
3,7
3,7
3,7
F1
3,62
3,62
3,62
3,62
3,62
3,62
F2
3,22
3,22
3,22
3,22
3,22
3,22
F3
2,92
2,92
2,92
2,92
2,92
2,92
F4
3,32
3,32
3,32
3,32
3,32
3,32
F5
3,15
3,15
3,15
3,15
3,15
3,15
F6
2,80
2,80
2,80
2,80
2,80
2,80
[image:41.595.114.511.494.623.2]4.4 Hasil Uji Penyembuhan Luka Sayat
Uji efektivitas gel ekstrak teripang terhadap kelinci dilakukan 1 kali sehari. Luka
pada hewan uji dinyatakan sembuh ditandai dengan perubahan diameter luka yang
semakin mengecil.Data hasil perubahandiameter luka dapat dilihat pada Tabel 4.5.Pada
tabel tersebut dapat dilihat adanya pengurangan diameter luka sayat oleh masing-masing
perlakuan. Dimana pada Betadine salep, pengurangan diameter luka sayat pada hari ke-1
adalah 0,03 cm dan hari ke-17 adalah 1,76 cm. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
pengurangan diameter luka relatif cepat. Hal ini disebabkan oleh Betadine yang
mengandung bahan aktif povidone iodine yang berfungsi sebagai antibakteri spektrum
[image:42.595.111.517.380.739.2]luas (Jayaraja, et al., 2009)
Tabel 4.5 Data perbandingan rata-rata hasil perubahan diameter luka F1 dan F4
Hari ke- Diameter rata-rata luka (cm)
+ - F0 F1 F4
0 2,00± 0,00 2,00 ± 0,00 2,00 ± 0,00 2,00 ± 0,00 2,00 ± 0,00
1 1,97 ± 0,02 2,00 ± 0,00 1,99 ± 0,01 1,96 ± 0,02 1,97 ± 0,02
2 1,89 ± 0,01 2,00 ± 0,00 1,97 ± 0,02 1,90 ± 0,03 1,94 ± 0,01
3 1,78 ± 0,01 1,99 ± 0,01 1,94 ± 0,01 1,85 ± 0,03 1,89 ± 0,01
4 1,71 ± 0,01 1,98 ± 0,00 1,89 ± 0,01 1,80 ± 0,02 1,81 ± 0,02
5 1,66 ± 0,01 1,94 ± 0,01 1,86 ± 0,06 1,75 ± 0,02 1,75 ± 0,02
6 1,60 ± 0,01 1,87 ± 0,01 1,84 ± 0,06 1,69 ± 0,01 1,66 ± 0,03
7 1,51 ± 0,01 1,83 ± 0,03 1,80 ± 0,05 1,63 ± 0,01 1,52 ± 0,02
8 1,45 ± 0,02 1,81 ± 0,04 1,76 ± 0,07 1,57 ± 0,02 1,41 ± 0,03
9 1,32 ± 0,03 1,78 ± 0,05 1,64 ± 0,04 1,50 ± 0,03 1,28 ± 0,03
10 1,15 ± 0,05 1,76 ± 0,04 1,54 ± 0,01 1,37 ± 0,02 1,22 ± 0,02
12 0,90 ± 0,06 1,66 ± 0,05 1,31 ± 0,03 1,06 ± 0,03 1,08 ± 0,03
13 0,79 ± 0,07 1,55 ± 0,03 1,24 ± 0,01 0,95 ± 0,03 0,94 ± 0,01
14 0,60 ± 0,10 1,40 ± 0,07 0,98 ± 0,08 0,87 ± 0,02 0,80 ± 0,03
15 0,48 ± 0,07 1,19 ± 0,06 0,82 ± 0,02 0,76 ± 0,03 0,68 ± 0,02
16 0,32 ± 0,09 1,05 ± 0,04 0,76 ± 0,03 0,59 ± 0,01 0,54 ± 0,01
17 0,17 ± 0,10 0,85 ± 0,04 0,63 ± 0,03 0,47 ± 0,02 0,46 ± 0,02
18 0 0,75 ± 0,03 0,51 ± 0,02 0,34 ± 0,01 0,34 ± 0,01
19 0 0,65 ± 0,02 0,40 ± 0,03 0,22 ± 0,02 0,22 ± 0,03
20 0 0,52 ± 0,02 0,36 ± 0,02 0 0
21 0 0,44 ±0,03 0,31 ± 0,02 0 0
22 0 0,37 ± 0,01 0,22 ± 0,02 0 0
23 0 0,31 ± 0,02 0 0 0
24 0 0,24 ± 0,01 0 0 0
25 0 0 0 0 0
Gambar 4.1 Grafik perbandingan perubahan diameter luka F1 dan F4
Tabel 4.6 Data perbandingan rata-rata hasil perubahan diameter luka F2 dan F5
Hari ke- Diameter rata-rata luka (cm)
+ - F0 F2 F5
0 2,00± 0,00 2,00 ± 0,00 2,00 ± 0,00 2,00 ± 0,00 2,00 ± 0,00
1 1,97 ± 0,02 2,00 ± 0,00 1,99 ± 0,01 1,95 ± 0,02 1,96 ± 0,01
2 1,89 ± 0,01 2,00 ± 0,00 1,97 ± 0,02 1,89 ± 0,03 1,91 ± 0,02
3 1,78 ± 0,01 1,99 ± 0,01 1,94 ± 0,01 1,83 ± 0,03 1,86 ± 0,02
0 0.5 1 1.5 2 2.5
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Cm
Hari
Kontrol positif Basis gel
Tanpa perlakuan Gel ekstrak teripang 1%
[image:44.595.109.520.585.737.2]4 1,71 ± 0,01 1,98 ± 0,00 1,89 ± 0,01 1,79 ± 0,01 1,78 ± 0,01
5 1,66 ± 0,01 1,94 ± 0,01 1,86 ± 0,06 1,74 ± 0,01 1,70 ± 0,02
6 1,60 ± 0,01 1,87 ± 0,01 1,84 ± 0,06 1,68 ± 0,03 1,62 ± 0,03
7 1,51 ± 0,01 1,83 ± 0,03 1,80 ± 0,05 1,62 ± 0,02 1,49 ± 0,01
8 1,45 ± 0,02 1,81 ± 0,04 1,76 ± 0,07 1,55 ± 0,01 1,34 ± 0,05
9 1,32 ± 0,03 1,78 ± 0,05 1,64 ± 0,04 1,49 ± 0,01 1,23 ± 0,03
10 1,15 ± 0,05 1,76 ± 0,04 1,54 ± 0,01 1,33 ± 0,01 1,13 ± 0,03
11 1,02 ± 0,04 1,74 ± 0,04 1,51 ± 0,04 1,17 ± 0,02 1,04 ± 0,01
12 0,90 ± 0,06 1,66 ± 0,05 1,31 ± 0,03 1,04 ± 0,01 0,94 ± 0,01
13 0,79 ± 0,07 1,55 ± 0,03 1,24 ± 0,01 0,94 ± 0,01 0,84 ± 0,01
14 0,60 ± 0,10 1,40 ± 0,07 0,98 ± 0,08 0,80 ± 0,03 0,77 ± 0,02
15 0,48 ± 0,07 1,19 ± 0,06 0,82 ± 0,02 0,67 ± 0,02 0,67 ± 0,02
16 0,32 ± 0,09 1,05 ± 0,04 0,76 ± 0,03 0,58 ± 0,00 0,54 ± 0,01
17 0,17 ± 0,10 0,85 ± 0,04 0,63 ± 0,03 0,46 ± 0,02 0,44 ± 0,01
18 0 0,75 ± 0,03 0,51 ± 0,02 0,32 ± 0,02 0,33 ± 0,03
19 0 0,65 ± 0,02 0,40 ± 0,03 0,23 ± 0,03 0,15 ± 0,08
20 0 0,52 ± 0,02 0,36 ± 0,02 0 0
21 0 0,44 ±0,03 0,31 ± 0,02 0 0
22 0 0,37 ± 0,01 0,22 ± 0,02 0 0
23 0 0,31 ± 0,02 0 0 0
24 0 0,24 ± 0,01 0 0 0
25 0 0 0 0 0
Basis gel diberikan pada luka memberikan efek pengurangan diameter luka pada
hari ke-1 adalah 0,01 cm dan pada hari ke-22 adalah 1,78 cm. Pengurangan diameter luka
[image:46.595.114.511.188.558.2]relatif lambat karena tidak ada zat aktif dalam basis gel yang digunakan.
Gambar 4.2 Grafik perbandingan perubahan diameter luka F2 dan F5
Pada kelinci yang tanpa diberi pengobatan pengurangan diameter luka baru
terjadi pada hari ke-3 yaitu 0,01 cm dan pada hari ke-24 adalah 1,76 cm. Kelinci yang
diberikan gel ekstrak teripang 1% pengurangan diameter luka pada hari ke-1 adalah 0,04
cm dan pada hari ke-19 adalah 1,78 cm. Pengurangan diameter luka dengan
menggunakan gel ekstrak teripang 2,5% pada hari 1 adalah 0,05 cm dan pada hari
ke-19 adalah 1,77 cm. Gel ekstrak teripang 5% pengurangan diameter luka pada hari ke-1
0 0.5 1 1.5 2 2.5
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Cm
Hari
Kontrol positif Basis gel
Tanpa perlakuan Gel ekstrak teripang 2.5%
adalah 0,06 cm dan pada hari ke-19 adalah 1,84 cm. Gel ekstrak teripang 1% + kitosan
pengurangan diameter luka pada hari ke-1 adalah 0,03 cm dan pada hari ke-19 adalah
1,78 cm. Pada pemberian gel ekstrak teripang 2,5% + kitosan pengurangan diameter luka
pada hari ke-1 adalah 0,04 cm dan pada hari ke-19 adalah 1,85 cm. Gel ekstrak teripang
5% + kitosan pengurangan luka pada hari ke-1 adalah 0,06 cm dan pada hari ke-18 adalah
[image:47.595.108.517.271.759.2]1,85 cm.
Tabel 4.7 Data perbandingan rata-rata hasil perubahan diameter luka F3 dan F6
Hari ke- Diameter rata-rata luka (cm)
+ - F0 F3 F6
0 2,00± 0,00 2,00 ± 0,00 2,00 ± 0,00 2,00 ± 0,00 2,00 ± 0,00
1 1,97 ± 0,02 2,00 ± 0,00 1,99 ± 0,01 1,94 ± 0,01 1,94 ± 0,01
2 1,89 ± 0,01 2,00 ± 0,00 1,97 ± 0,02 1,86 ± 0,02 1,88 ± 0,01
3 1,78 ± 0,01 1,99 ± 0,01 1,94 ± 0,01 1,81 ± 0,02 1,81 ± 0,02
4 1,71 ± 0,01 1,98 ± 0,00 1,89 ± 0,01 1,77 ± 0,01 1,74 ± 0,02
5 1,66 ± 0,01 1,94 ± 0,01 1,86 ± 0,06 1,73 ± 0,01 1,69 ± 0,01
6 1,60 ± 0,01 1,87 ± 0,01 1,84 ± 0,06 1,67 ± 0,05 1,62 ± 0,02
7 1,51 ± 0,01 1,83 ± 0,03 1,80 ± 0,05 1,56 ± 0,08 1,48 ± 0,01
8 1,45 ± 0,02 1,81 ± 0,04 1,76 ± 0,07 1,46 ± 0,07 1,36 ± 0,01
9 1,32 ± 0,03 1,78 ± 0,05 1,64 ± 0,04 1,32 ± 0,04 1,21 ± 0,03
10 1,15 ± 0,05 1,76 ± 0,04 1,54 ± 0,01 1,21 ± 0,03 1,09 ± 0,05
11 1,02 ± 0,04 1,74 ± 0,04 1,51 ± 0,04 1,12 ± 0,03 0,92 ± 0,10
12 0,90 ± 0,06 1,66 ± 0,05 1,31 ± 0,03 1,03 ± 0,05 0,83 ± 0,08
13 0,79 ± 0,07 1,55 ± 0,03 1,24 ± 0,01 0,89 ± 0,06 0,72 ± 0,10
14 0,60 ± 0,10 1,40 ± 0,07 0,98 ± 0,08 0,76 ± 0,02 0,61 ± 0,09
15 0,48 ± 0,07 1,19 ± 0,06 0,82 ± 0,02 0,65 ± 0,03 0,50 ± 0,09
17 0,17 ± 0,10 0,85 ± 0,04 0,63 ± 0,03 0,47 ± 0,02 0,29 ± 0,01
18 0 0,75 ± 0,03 0,51 ± 0,02 0,34 ± 0,01 0,15 ± 0,10
19 0 0,65 ± 0,02 0,40 ± 0,03 0,16 ± 0,09 0
20 0 0,52 ± 0,02 0,36 ± 0,02 0 0
21 0 0,44 ±0,03 0,31 ± 0,02 0 0
22 0 0,37 ± 0,01 0,22 ± 0,02 0 0
23 0 0,31 ± 0,02 0 0 0
24 0 0,24 ± 0,01 0 0 0
25 0 0 0 0 0
Gambar 4.3 Grafik perbandingan perubahan diameter luka F3 dan F6
Tabel diatas menunjukkan bahwa Betadine salep menyembuhkan lebih cepat
dibandingkan dengan basis gel, tanpa pengobatan, gel ekstrak teripang 1%, 2,5%, 5%
maupun dengan penambahan kitosan. Sedangkan gel ekstrak teripang 5% dengan
penambahan kitosan dapat menyembuhkan luka lebih cepat dibandingkan dengan basis
gel, tanpa pengobatan, gel ekstrak teripang 1%, 2,5%, 5% dan gel ekstrak teripang 1%,
2,5% dengan penambahan kitosan.
0 0.5 1 1.5 2 2.5
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Cm
Hari
Kontrol positif Basis gel
Tanpa perlakuan Gel ekstrak teripang 5%
Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat penyembuhan luka pada hari ke-1 hingga
hari ke-25.Perolehan data yang signifikan ditunjukkan pada kelompok perlakuan
Betadine. Luka dinyatakan sembuh pada kelompok Betadine pada hari ke-18, gel ekstrak
teripang 5% + kitosan pada hari ke-19, gel ekstrak teripang 1%, 2,5%, 5%, 1% + kitosan,
2,5% + kitosan pada hari ke-20, basis gel pada hari ke-23 dan tanpa pengobatan sembuh
pada hari ke-25. Sembuh dinyatakan dengan berkurangnya diameter luka hingga
mencapai 0 cm. Penyembuhan luka yang memiliki daya efektifitas paling baik
berturut-turut adalah Betadine salep, gel ekstrak teripang 5% + kitosan, gel ekstrak teripang 2,5%
+ kitosan, gel ekstrak teripang 5%, gel ekstrak teripang 1% + kitosan, gel ekstrak teripang
2,5%, gel ekstrak teripang 1%, basis gel, dan tanpa pengobatan.
Data diameter luka (cm) pada masing-masing hewan uji pada tiap perlakuan
dianalisis secara statistik dengan metode ANOVA lalu dilanjutkan dengan uji Post Hoc
Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata dari setiap perlakuan kelinci. Berdasarkan
hasil statistik terdapat perbedaan secara signifikan (α ≤ 0,05) terhadap penyembuhan luka
sayat pada hari ke-1-25.Hal ini menunjukkan bahwa sediaan gel ekstrak teripang dengan
maupun tanpa penambahan kitosan mempunyai efek penyembuhan luka sayat.Hasil dapat
dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran 9.
Hasil yang didapatkan pada penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan
Betadine salep lebih cepat dalam membantu proses penyembuhan luka jika dibandingkan
dengan pemberian gel ekstrak teripang dengan dan tanpa penambahan kitosan. Hal ini
disebabkan oleh Betadine yang mengandung bahan aktif povidone iodine yang berfungsi
sebagai antibakteri spektrum luas (Jayaraja, et al., 2009), sehingga penggunaannya
sebagai obat penyembuhan luka sayat terbukti sangat efektif.Holothuria atra
mengandung senyawa triterpen glikosida yang juga sudah terbukti efektif dalam
menghambat pertumbuhan bakteri patogen (Isaac dan Lipton, 2014), tetapi memiliki
salep. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kadar ekstrak yang digunakan pada sediaan
gel terlalu rendah sehingga proses penyembuhan luka dengan menggunakan gel ekstrak
teripang masih lebih lambat dibandingkan dengan penggunaan Betadine salep.
Kitosan ditambahkan pada sediaan gel ekstrak teripang dengan tujuan untuk
membantu mempercepat proses penyembuhan luka. Seperti yang telah diketahui, kitosan
adalah polisakarida hidrofil yang berasal dari turunan kitin yang memiliki aktivitas
antibakteri spektrum luas terhadap bakteri (Rejane, et al, 2009). Oleh sebab itu kitosan
telah disarankan penggunaannya untuk membantu dalam proses penyembuhan
luka serta untuk mempercepat pertumbuhan jaringan sehat (Anand dan Horrocks,
1997). Hasil yang didapatkan dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa
penggunaan gel ekstrak teripang dengan penambahan kitosan lebih efektif jika
dibandingkan dengan gel ekstrak teripang tanpa penambahan kitosan. Meskipun
hasil yang didapatkan menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan, kitosan
terbukti mampu membantu proses penyembuhan luka. Faktor yang berpengaruh
dalam hal ini adalah kadar kitosan yang digunakan dalam sediaan gel kemungkinan
masih rendah (1,4%) walaupun (Monica, et al, 2013) menyatakan penambahan
kitosan sebesar 1,4%.
Penggunaan gel ekstrak teripang dengan maupun tanpa penambahan
kitosan juga terbukti lebih efektif dalam membantu proses penyembuhan luka sayat
jika dibandingkan dengan kelompok uji tanpa pengobatan dan yang hanya diberi
basis gel. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini menunjukkan bahwa gel ekstrak
teripang terbukti dapat digunakan sebagai salah satu obat untuk penyembuhan
luka sayat. Hal ini juga didukung oleh teori yang menyatakan bahwa ekstrak alkohol
dari Holothuria atra menghambat bakteri patogen yang umumnya menyerang manusia,
seperti: K. pneumonia, E. coli, L. monocytogenes and S. aureus. Hal ini mungkin
Lipton, 2014). Selain itu, karena kandungan lemak total yang ada pada Holothuria atra
adalah 0,99% dan 57,04% adalah merupakan asam lemak jenuh, 4,31% merupakan asam
lemak tak jenuh rantai tunggal, serta 38,64% merupakan asam