ANALISIS EFISIENSI EKONOMIS PRODUKSI MINYAK
GORENG PADA PERUSAHAAN MINYAK GORENG
(Studi kasus : Perusahaan orientasi ekspor dan orientasi lokal)
SKRIPSI
Oleh :
FAISAL HAKIM
050304047
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
ANALISIS EFISIENSI EKONOMIS PRODUKSI MINYAK GORENG PADA PERUSAHAAN MINYAK GORENG
(Studi kasus : Perusahaan orientasi ekspor dan orientasi lokal)
SKRIPSI
OLEH :
Faisal Hakim
050304047
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,
Medan
Diketahui Oleh, Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
(Ir. Diana Chalil, M.si, Ph.D) (Ir. Yusak Maryunianta, M.si)
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Faisal Hakim (050304047), dengan judul skripsi ”Analisis Efisiensi Ekonomis Minyak Goreng pada Perusahaan Minyak Goreng”, di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dibawah bimbingan bapak Ir. Thomson Sebayang, MT sebagai ketua komisi pembimbing dan ibu Ir. Diana Chalil, M.Si, Ph.D sebagai anggota komisi pembimbing.
Belakangan industri perkebunan banyak melakukan kegiatan integrasi vertikal, hal tersebut bertujuan agar mendapatkan efisiensi pada perusahaan, namun hal tersebut sering diindikasikan adanya monopoli dalam struktur pasar perkebunan, akibatnya hanya perusahaan yang besar saja yang dapat menguasai pasar. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan kegiatan integrasi vertikal pada perusahaan minyak goreng di Sumatera Utara. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive yaitu pada dua sampel perusahaan yang memproduksi minyak goreng. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive yaitu hanya perusahaan minyak goreng yang mendapatkan izin yang akan diteliti dari seluruh populasi yang sudah dikunjungi. oleh karena itu dari seluruh populasi sampel hanya dua perusahaan yang mendapatkan izin untuk dilakukan penelitian. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan menjelaskan dan menguraikan bagaimana kegitan integrasi vertikal pada perusahaan minyak goreng di Sumatera Utara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Proses atau kegiatan integrasi vertikal yang dilakukan oleh perusahaan minyak goreng meliputi kegiatan pembelian dan penjualan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan minyak goreng melakukan integrasi vertikal yaitu mutu produksi, fluktuasi produksi dan fluktuasi harga. Skala usaha dapat mempengaruhi sebuah perusahaan melakukan integrasi vertikal, perusahaan yang memiliki skala usaha yang besar akan lebih mudah memilih pasar atas produk yang dihasilkannya. Dengan skala usaha yang besar perusahaan akan lebih besar mendapat keuntungan dan lebih efisien. Orientasi pasar untuk perusahaan yang mempunyai skala usaha besar cenderung lebih banyak kerah internasional (Eksport) sementara itu perusahaan yang berskala kecil umumnya melakukan penjualan lokal saja
RIWAYAT HIDUP
Faisal Hakim, lahir di Medan pada tanggal 9 April 1986 anak dari Bapak Abdul Hakim Mohar dan Ibu Susilawati.
Tahun 2004 lulus dari Sekolah Menengah Umum dari SMU Negeri 2 Medan, dan pada tahun 2005 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Departemen Agribisnis.
Selama masa perkuliahan penulis aktif mengikuti berbagai organisasi kemahasiswaan, antara lain Badan Kenaziran Mushola (BKM) Al-Mukhlisin FP-USU, Forum Silaturahmi Mahasiswa Muslim Sosial Ekonomi Pertanian (FSMM-SEP), Agriculture Tennis Club (ATC) FP-USU.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul dari skripsi ini adalah “ANALISIS EFISIENSI EKONOMIS PRODUKSI MINYAK GORENG PADA PERUSAHAAN MINYAK GORENG”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
Bapak Ir. Diana Chalil, M.Si, Ph.D selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Ibu Ir. Yusak Maryunianta, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing, memotivasi dan membantu penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.
Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku Ketua Departemen SEP, FP-USU dan Ibu Dr. Salmiah, MS selaku Sekretaris Departemen SEP, FP-USU yang telah memberikan kemudahan dalam hal perkuliahan dan administrasi kegiatan organisasi saya di kampus.
Seluruh Dosen Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis selama ini.
penulis selama menjalani kuliah, tak lupa kepada para abangda Andi Sahputra Siregar, Hendrawan Siregar dan Mulkan Hamonangan Siregar serta kakak tercinta Sri Herawati Siregar yang menjadi inspirasi saya selama ini dan atas semangat yang telah diberikan.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman penulis di Departemen Agribisnis angkatan 2005 khususnya Tim Nasyid CHUVER (Hery, Hafiz, Nuzul, Syukran dan Reza) juga Budi yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Tak lupa pula kepada teman-teman seperjuangan di BKM Al-Mukhlisin dan FSMM SEP, serta sahabat-sahabat yang terus berjuang dijalan dakwah dimanapun berada. Semoga apa yang kita cita-citakan dapat terwujud dan semoga Allah SWT selalu memberikan yang terbaik untuk kita semua.
Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Maret 2010
DAFTAR ISI
Identifikasi Masalah ... 5
Tujuan Penelitian ... 5
Kegunaan Penelitian ... 6
TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka ... 7
Landasan Teori ... 13
Kerangka Pemikiran ... 15
METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 18
Metode Pengambilan Sampel...18
Metode Pengumpulan Data...19
Data Primer ... 19
Data Sekunder ... 19
Metode Analisis Data ... 20
Defenisi dan Batasan Operasional ... 20
Defenisi ... 20
DESKRIPSI PROFIL PERUSAHAAN
Perusahaan RBD Olein A ... 22
Unit Usaha ... 22
Produksi dan Produk ... 24
Integrasi Vertikal ... 28
Perusahaan RBD Olein B ... 31
Unit Usaha ... 31
Produksi dan Produk ... 32
Integrasi Vertikal ... 36
HASIL DAN PEMBAHASAN Proses atau Kegiatan Integrasi Vertikal ... 38
Perusahaan A ... 38
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Integrasi Vertikal ... 48
Perusahaan A ... 48
Kegiatan Pembelian ... 48
Fluktuasi Produksi ... 48
Mutu Produksi ... 49
Kegiatan Penjualan ... 52
Fluktuasi Produksi TBS, CPO, RBD Olein ... 52
Fluktuasi Harga CPO dan RBD Olein ... 53
Perusahaan B ... 55
Kegiatan Pembelian ... 55
Fluktuasi Produksi ... 55
Mutu Produksi ... 56
Kegiatan Penjualan ... 58
Fluktuasi Produksi TBS, CPO RBD Olein ... 58
Fluktuasi Harga RBD Olein ... 59
Pengaruh Skala Usaha Terhadap Keputusan Integrasi Vertikal ... 60
Pengaruh Orientasi Pasar Terhadap Keputusan Integrasi Vertikal ... 62
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Jumlah dan Kapasitas Produksi Pabrik Minyak Goreng Asal Kelapa Sawit
dirinci Menurut Provinsi ... 18
2. Data Perusahaan yang Mengolah Minyak CPO di Sumatera Utara ... 19
3. Nama Lokasi, Produksi Kebun dan PKS milik Perusahaan A...23
4. Kapasitas Produksi TBS dan PKS Perusahaan A....…………...…………..28
5. Kapasitas Produksi TBS dan PKS Perusahaan B ... 36
6. Volume Penjualan RBD Olein Perusahaan B ke Pasar Lokal ... 46
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
1. Skema kerangka Pemikiran ... 17
2. Perkembangan Produksi RBD Olein Perusahaan A... 25
3. Perkembangan Harga CPO Domestik ... 25
4. Perkembangan Produksi RBD Stearin Perusahaan A ... 26
5. Produksi Fatty Acid Perusahaan A ... 27
6. Perkembangan Produksi RBD Olein Perusahaan B ... 33
7. Produksi RBD Stearin Perusahaan B...34
8. Perkembangan Produksi Fatty Acid Perusahaan B...35
9. Persentase Komposisi Pembelian TBS Kebun Sendiri dan Pihak III...38
10. Perbandingan Jumlah CPO diolah dan Jumlah Produksi RBD Olein Perusahaan A………...41
11. Perkembangan Harga CPO Internasional... 41
12. Jumlah Penjualan Ekspor dan Lokal RBD Olein Perusahaan A ... 43
13. Perbandingan Harga Lokal RBD Olein dan Harga Ekspor RBD Olein………...………...43
14. Persentase Komposisi Pembelian TBS Kebun Sendiri dan Pihak III Perusahaan B………....……...…....………..45
15. Persentase Pembelian TBS kepada Pihak III dan Kebun Sendiri ... 48
16. Perbedaan Rendemen TBS menjadi CPO antara Pihak III dan Kebun sendiri Perusahaan A………..……….50
18. Pekembangan Harga CPO Internasional dan Harga
RBD Olein Domestik……….54 19. Persentase Pembelian TBS Kepada Kebun Sendiri dan Pihak III………….55 20. Rendemen TBS menjadi CPO antara Pihak III dan Kebun
sendiri Perusahaan B……….56 21. Fluktuasi Produksi TBS,CPO dan RBD Olein Perusahaan B………...…….58 22. Pekembangan Produksi RBD Olein PT. B dan Harga
RBD Olein Domestik………...………59 23. Perbandingan persentase pembelian TBS
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Produksi RBD Olein, RBD Stearin dan Fatty Acid Perusahaan A…………69
1a. Jumlah Produksi RBD Olein ... 69
1b. Jumlah Produksi RBD Stearin ... 69
1c. Jumlah Produksi Fatty Acid ... 69
2. Produksi RBD Olein, RBD Stearin dan Fatty Acid Perusahaan B…………70
2a. Jumlah Produksi RBD Olein ... 70
7. Harga CPO Internasional dan Harga RBD Olein Domestik ... 75
8. Produksi TBS dan Pembelian TBS Pihak III Perusahaan B ... 76
8a. Produksi TBS Kebun Perusahaan B ... 76
8b. Pembelian TBS dari Pihak III ... 76
9. Produksi TBS, CPO dan RBD Olein Perusahaan B ... 77
10. Rendemen Kebun Sendiri dan Pihak III Perusahaan B ... 78
10a. Rendemen TBS ke CPO Perusahaan B ... 78
10b. Rendemen TBS ke CPO Pihak III ... 78
11. Perbandingan Harga RBD Olein Domestik dan Produksi RBD Olein Perusahaan B ... 79
12. Harga CPO Internasional ... 80
13. Produksi CPO diolah Perusahaan A ... 81
ABSTRAK
Faisal Hakim (050304047), dengan judul skripsi ”Analisis Efisiensi Ekonomis Minyak Goreng pada Perusahaan Minyak Goreng”, di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dibawah bimbingan bapak Ir. Thomson Sebayang, MT sebagai ketua komisi pembimbing dan ibu Ir. Diana Chalil, M.Si, Ph.D sebagai anggota komisi pembimbing.
Belakangan industri perkebunan banyak melakukan kegiatan integrasi vertikal, hal tersebut bertujuan agar mendapatkan efisiensi pada perusahaan, namun hal tersebut sering diindikasikan adanya monopoli dalam struktur pasar perkebunan, akibatnya hanya perusahaan yang besar saja yang dapat menguasai pasar. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan kegiatan integrasi vertikal pada perusahaan minyak goreng di Sumatera Utara. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive yaitu pada dua sampel perusahaan yang memproduksi minyak goreng. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive yaitu hanya perusahaan minyak goreng yang mendapatkan izin yang akan diteliti dari seluruh populasi yang sudah dikunjungi. oleh karena itu dari seluruh populasi sampel hanya dua perusahaan yang mendapatkan izin untuk dilakukan penelitian. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan menjelaskan dan menguraikan bagaimana kegitan integrasi vertikal pada perusahaan minyak goreng di Sumatera Utara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Proses atau kegiatan integrasi vertikal yang dilakukan oleh perusahaan minyak goreng meliputi kegiatan pembelian dan penjualan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan minyak goreng melakukan integrasi vertikal yaitu mutu produksi, fluktuasi produksi dan fluktuasi harga. Skala usaha dapat mempengaruhi sebuah perusahaan melakukan integrasi vertikal, perusahaan yang memiliki skala usaha yang besar akan lebih mudah memilih pasar atas produk yang dihasilkannya. Dengan skala usaha yang besar perusahaan akan lebih besar mendapat keuntungan dan lebih efisien. Orientasi pasar untuk perusahaan yang mempunyai skala usaha besar cenderung lebih banyak kerah internasional (Eksport) sementara itu perusahaan yang berskala kecil umumnya melakukan penjualan lokal saja
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penetuan Daerah Penelitian
Daerah penelitian ditentukan secara purposive. Daerah penelitian yang
ditentukan yaitu Sumatera Utara dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut
merupakan salah satu daerah yamg memiliki banyak pabrik minyak goreng di
Indonesia.
Tabel 1. Jumlah dan Kapasitas produksi pabrik Minyak Goreng asal kelapa sawit dirinci menurut propinsi.
No. Propinsi Jumlah Pabrik (Unit)
3.2. Metode Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahan minyak goreng di
Sumatera Utara yang jumlahnya sebanyak 15 unit.
Adapun metode pengambilan sample yang digunakan yaitu metode kasus
dimana sampel yang diambil berdasarkan izin dari perusahaan yang bersangkutan
dengan membandingkan antara perusahaan yang berorientasi domestik dan
ekspor. Dari 15 unit perusahaan minyak goreng tersebut hanya 2 perusahaan yang
bersedia dijadikan sampel (Syafrizal dan Paham, 2008).
Tabel 2. Data Perusahaan yang mengolah minyak CPO di Sumatera Utara
No. Nama Perusahaan Jenis Industri dan Komoditi Kap. Produksi
(TON)
Keterangan
1. PT. Berlian Eka Sakti Tangguh RBD Olein 123.120 Tdk mendapat Izin
2. PT. Prima Palm Indah Minyak Goreng Sawit 32.400 Tdk Beroperasi
3. PT. Astra Agro Niaga RBD Olein 101.000 Tdk mendapat Izin
4. PT. Jaya Baru Pertama Minyak Goreng Sawit 9.000 Tdk mendapat Izin
5. PT. Multi Mas Nabati Minyak Goreng Sawit 450.000 Tdk mendapat Izin
6. PT. Mitra Sawit Kumala Abadi Minyak Goreng Sawit 35.100 Tdk Beroperasi
7. PT. Sawit Malinda Edible Oil Cooking Oil 14.300 Tdk Beroperasi
8. PT. Singamas Jaya Perdana Minyak Goreng Sawit 70.200 Tdk Beroperasi
9. PT. Bintang Tenera Minyak Goreng dari CPO 10.500 Tdk Beroperasi
10. PT. SATU RBD Olein 44.942 Dapat Izin
11. PT. Musim Mas Minyak Goreng dari CPO 105.000 Tdk mendapat Izin
12. PT. Smart Tbk. Minyak Goreng dari CPO 117.600 Tdk mendapat Izin
13. PT. Pamina Adolina Minyak Goreng dari CPO 14.600 Tdk mendapat Izin
14. PT. DUA Minyak Goreng Sawit 8.000 Dapat Izin
15. PT. Sumatera Oil Minyak Goreng Sawit 32.433 Tdk Beroperasi
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden
dengan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu sesuai dengan
tujuan dan kebutuhan penelitian. Data sekunder diperoleh dari Dinas Perkebunan
Sumatera Utara, Badan Pusat Statistik Sumatera Utara dan instansi atau lembaga
yang terkait lainnya.
Metode Analisis Data
Untuk identifikasi masalah 1, yaitu mengenai Sarana produksi (Input)
yang dibutuhkan dalam memproduksi minyak goreng digunakan analisa deskriptif
kasus.
Untuk hipotesa 2, yaitu mengenai tingkat efisiensi produksi minyak
goreng digunakan analisa efisiensi ekonomis produksi. Secara rumus dapat ditulis
:
П = TR – TC
П = (Y. Py) – (X.Px)
Agar keuntungan mencapai maksimum maka turunan pertamanya harus sama
dengan dengan nol, dengan asumsi Px dan Py adalah konstan.
П = (Y. Py) – (X.Px)
d П = Py.d Y – Px = 0 d X d X
Py. MP = Px
NPM = 1 Px Dimana :
NPM = Nilai Produk Marjinal
Py = harga output
Px = harga input
П = keuntungan/laba
Y = output
X = input
Apabila :
NPM/Px >1, artinya penggunaan faktor produksi x (input x) belum efisien, untuk
mencapai efisien faktor produksi x (input x) perlu ditambah.
NPM/Px <1, artinya penggunaan faktor produksi x (input x) tidak efisien, untuk
mencapai efisien faktor produksi x (input x) perlu dikurangi.
NPM/Px =1, artinya penggunaan faktor produksi x (input x) telah efisien, untuk
mencapai efisien faktor produksi x (input x) perlu ditambah. Dalam praktiknya,
NPM/Px = 1 ini jarang ditemukan secara empiris. Makin dekat nilai NPM/Px ke
angka satu makin tinggi tingkat optimasi penggunaan suatu input dalam proses
produksi (Varian, 1987).
Untuk membentuk MP (Marginal Product) digunakan ∆Y/∆X = ( Y2 –
Y1)/ (X2 – X1).
Dimana :
∆X = Selisih antara output sesudah dengan output sebelum
Untuk identifikasi masalah 3, yaitu perbedaan efisiensi ekonomis antara
perusahaan yang berorientasi pasar lokal dengan perusahaan yang berorientasi
pasar ekspor digunakan metode analisis uji-t dua sampel tidak berhubungan
(independent sample t-test). Uji-t dua sampel tidak berhubungan ini adalah salah
satu metode pengujian hipotesis untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan
rata–rata antara dua kelompok sampel yang tidak berhubungan. Jika ada
perbedaan, rata–rata manakah yang lebih tinggi.
Menurut Djalal, N dan Hardius Usman (2002), rumus Uji beda rata-rata (t-hitung)
adalah :
Kriteria uji :
t_hitung ≤ t_tabel ……….Ho diterima (H1 ditolak)
t_hitung > t_tabel ……….Ho ditolak (H1 diterima)
t_hitung ≥ t_tabel ……….Ho diterima (H1 ditolak)
t_hitung < t_tabel ……….Ho ditolak (H1 diterima)
Keterangan :
Ho = tidak ada perbedaan tingkat efisiensi ekonomis antara PT. SATU dengan PT.
DUA.
H1 = ada perbedaan tingkat efisiensi ekonomis antara PT. SATU dengan PT.
X1 =Nilai rata-rata efisiensi ekonomis untuk bahan baku CPO, Bleaching Earth,
Phosporic Acid dalam memproduksi minyak goreng (RBD Olein) dari PT.
SATU.
X2 = Nilai rata-rata efisiensi ekonomis untuk bahan baku CPO, Bleaching Earth,
Phosporic Acid dalam memproduksi minyak goreng (RBD Olein) dari PT.
DUA
n1 = Jumlah sampel variabel 1.
n2 = Jumlah sampel variabel 2.
S1 = Simpangan baku variabel 1
S2 = Simpangan baku variabel 2
Definisi dan Batasan Opersional
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini maka dibuat
defenisi dan batasan opersional sebagai berikut :
Definisi
1. Minyak goreng kelapa sawit adalah minyak goreng yang berasal dari
minyak sawit (CPO) dengan pengolahan secara kering.
2. Crude Palm Oil (CPO) adalah minyak sawit yang berasal dari pengolahan
daging buah kelapa sawit.
3. Refined, Bleached, Deodorized (RBD) Olein adalah nama industri untuk
minyak goreng.
4. Efisiensi ekonomis adalah Penggunaan input secara optimum untuk
5. Fatty Acid adalah produk sampingan dari pengolahan minyak goreng yang
merupakan bahan baku pembuatan sabun dan besarnya kurang lebih 5 %
dari total output.
6. Refined, Bleached, Deodorized (RBD) Stearin adalah produk sampingan
dari pengolahan minyak goreng yang merupakan bahan baku pembuatan
margarine dan besarnya kurang lebih 35 % dari total output.
7. Sarana produksi (input) adalah semua yang dipakai dalam proses produksi
minyak goreng dan menyebabkan biaya.
8. Harga minyak goreng adalah harga minyak goreng non branded (curah)
yang dijual kepada konsumen minyak goreng.
9. AP (Average Product) adalah hasil rata – rata atau jumlah output dibagi
jumlah input yang dipakai.
10.MP (Marginal Product) adalah kenaikan hasil (output) yang disebabkan
oleh pertmabahan satu unit input.
11.Kurva Law of Deminishing Returns adalah kurva yang menggambarkan
kenaikan hasil berkurang, bila suatu faktor produksi ditambah terus dalam
suatu proses produksi maka mula – mula terjadi kenaikan hasil lalu
kenaikan hasil itu akan menurun sehingga penggunaan faktor produksi
harus optimum agar output yang dihasilkan optimum.
Batasan Operasional
1. Daerah penelitian adalah Provinsi Sumatera Utara.
2. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan minyak goreng yang
3. Waktu penelitian dilaksanakan pada tahun 2009.
IV. PROFIL INDUSTRI RBD OLEIN
4.1. Industri RBD Olein 4.1.1. Perusahaan SATU
Perkebunan PT. SATU yang berkantor pusat di Jl. K.L.Yos Sudarso
No.106 Medan memiliki usaha perkebunan seluas lebih kurang 50.000 Ha yang
berada di dua propinsi yaitu:
1. Wilayah Propinsi Sumatera Utara terdiri dari: Mata Pao, Bangun Bandar,
Pusat Seleksi bangun bandar, Tanjung Maria, Tanah Besih, Lima Puluh,
Tanah Gambus, Aek Loba, Padang Pulo, Aek Pamienke, Negeri Lama dan
Halimbe.
2. Wilayah Propinsi Aceh terdiri dari: Sei Liput/Medang Ara, Seunagan,
Seumanyam dan Lae Butar.
PT. SATU adalah perusahaan Joint Venture yang bergerak di bidang
perkebunan dan sampai saat ini telah mengelola 17 perkebunan yang berlokasi di
Sumatera dan Aceh. Komoditi utama perusahaan ini adalah kelapa sawit dan
karet, produk yang dihasilkan merupakan hasil produksi yang sifatnya tidak bisa
terlalu lama disimpan, produksinya tergantung pada alam. Dengan demikian
perusahaan selalu berusaha menciptakan sistem penjualan yang efektif dan non
spekulatif, agar produksi dapat segera terjual dan diperoleh dana untuk keperluan
Adapun produksi yang dihasilkan PT. SATU dari komoditinya dan lokasi
perkebunannya untuk kelapa sawit salah satunya adalah CPO (Crude Palm Oil)
atau disebut juga minyak kelapa sawit (MKS)
CPO ini bila diproses di FRF (Fractination and Refining Factory) akan
menjadi minyak yang siap pakai. Dari CPO ini dapat dihasilkan produksi turunan
yaitu:
1. RBD Olein (Reffening Bleaching and Deodorized Olein)
RBD Olein adalah minyak kelapa sawit kualitas tinggi yang diolah menjadi
bahan baku RBD Olein. Saat ini produk tersebut dijual 100% secara lokal.
Gambar 3. Produksi RBD Olein PT. SATU
2. RBD Stearin
RBD Stearin yang diolah oleh Perusahaan DUA ini hanya dijual lokal saja,
disamping karena produksinya yang sedikit perusahaan mempunyai pasar sendiri
yang membutuhkan RBD stearin.
3. Fatty Acid
Bahan ini juga diproses di FRF untuk menghasilkan bahan baku untuk
pembuatan sabun mandi, sabun cuci dan kosmetik, seluruh produk ini dijual
secara lokal.
Gambar 5. Produksi Fatty Acid PT. SATU
Perusahaaan PT. SATU yang mempunyai luas lahan kebun kelapa
sawit seluas 34.738,38 Ha. Memiliki 9 Unit kebun yang tersebar di beberapa
Tabel 3. Jumlah Kebun Perusahaan SATU
Dari setiap kebun di Perusahaan SATU memiliki satu unit Pabrik kelapa
sawit. Besar kapasitas setiap pabrik kelapa sawit berbeda dari setiap kebun. Setiap
pabrik kelapa sawit pada Perusahaan DUA memiliki standart mutu yang sudah
berstandart international diantaranya ISO 14001 2004 = PP UU No. 27 1999
tetntang pengolahan lingkungan “AMDAL”. Pada prinsipnya ISO 14001 ini untuk
pengelolahan lingkungan kebun dan pabrik, dengan diperolaehnya ISO 14001 ini
maka pabrik kelapa sawit Perusahaan DUA dinyatakan ramah lingkungan. Selain
itu Perusahaan DUA ini juga memperoleh ISO 9001 (mutu produksi) berarti
perusahaan sudah memiliki mutu produksi yang sudah berstandart internasional,
ini sesuai dengan standart CPO dan RBD Olein berkualitas baik. OHSAS 18000
juga sudah diperoleh perusahaan ini yaitu standart unutk keselamatan kerja
karyawan di lokasi kerja yang beresiko, pengaman untuk pekerja (APAR)
Dalam memenuhi setiap kapasitas pabrik maka perusahan membutuhkan
pasokan Tandan Buah Segar (TBS) ke pabrik kelapa sawit, tentunya pasokan TBS
harus sesuai dengan kapasitas pabrik PKS. Perusahaan tidak bisa apabila
mengharapkan produksi TBS dari kebun sendiri oleh karena itu untuk memenuhi
kapasitas produksi PKS Perusahaan DUA menjalin hubungan kemitraan dengan
memiliki kebun Plasma, kebun yang menjalin hubungan mitra diantaranya adalah
Mata Pao, Bangun Bandar, Tanah Gambus, Aek Loba, Negeri Lama. Lima kebun
ini harus menjalin hubungan mitra dikarenakan PKS dari kelima kebun ini
merupakan pemasok bahan baku Pabrik Fraksinasi RBD Olein, hal tersebut
dikarenakan kelima kebun dan PKS tersebut jaraknya berdekatan dengan pabrik
Fraksinasi. Sementara keempat kebun dan PKS lainnya letaknya berjauhan dari
pabrik fraksinasi, dengan demikian untuk mengurangi biaya transportasi karena
jarak yang jauh maka keempat pabrik tersebut hanya menjual dalam bentuk CPO
saja.
Hubungan kemitraan dilakukan perusahaan dengan sistem kontrak
berdasarkan waktu, Harga pembelian TBS dari petani biasanya sudah disepakati
pada kontrak, dan harga tersebut akan selalu tetap hingga berakhirnya kontrak.
Perusahaan DUAerhubungan dengan kebun plasma hanya dalam hal pembelian
TBS saja, perusahaan tidak membantu petani dalam hal penyediaan sarana
produksi dan hal lainnya. Kerja sama sifatnya kontrak ini juga melihat kualitas
atau mutu atau proses sortasi dari perusahaan apabila mutu TBS rendah maka
pihak perusahaan akan menolak TBS dari petani.
Dalam hal meningkatkan pengembangan perusahaan maka perusahaan
bagian tanaman misalnya penelitian untuk menambah besarnya nilai randemen
minyak sawit, dana anggaran yang digunakan bisanya 10% dari total biaya. riset
and Development di perusahaan ini baru diterapkan pada tahun 2009 dan baru
dilakukan dikebun Mata Pao Serdang Bedagai.
Tandan Buah Segar (TBS) yang diahasilkan oleh Perusahaan DUA diolah
menjadi CPO yang mempunyai standart mutu, Perusahaan DUA sudah
memperoleh sertifikat internasional untuk produksi CPO. Adapun standart mutu
yang ditetapkan oleh PT. SATU adalah:
Tabel 4. Standart Mutu CPO Perusahaan SATU
No. Karakteristik Syarat
1 Free Fatty Acid (FFA) max. 2,50 %
2 Moisture (M) max. 0,20 %
3 Impurities (I) max. 0,05 %
4 Colour (R/Y) max. 21/42
5 Deterioration of Bleachability Index min. 2,00 %
6 Melting Point max 38°C
7 Iodine Value – Wijs(IV) min. 52 maq/L
8 Peroxide Value (PV) max. 5,0 ppm
9 Caroten min. 500ppm
Sumber: Perusahaan SATU
Standart mutu yang ditetapkan oleh Perusahaan DUA merupakan standart mutu
internasional dan standart tersebut juga menjadi standart khusus produksi CPO
Perusahaan DUA. Target perusahaan dalam memproduksi CPO harus sesuai
dengan kapasitas setiap pabrik, Apabila berada dibawah kapasitas maka biaya
umumnya perusahaan tetap mencapai target produksi sesuai dengan kapasitas
produksi setiap PKS yang ada.
Dalam meningkatkan nilai tambah pada produk yang dihasilkan.
Perusahaan DUA juga mengolah CPO menjadi RBD Olein. Perusahaan juga
menerapkan strategi dalam bisnis dimana apabila harga CPO di pasar tinggi maka
Perusahaan DUAkan menjual dalam produk CPO, sebaliknya apabila harga CPO
di pasar rendah maka Perusahaan DUAkan mengolah sebagian dari jumlah CPO
untuk dijadikan RBD Olein.
1 liter CPO yang dihasilkan oleh pabrik fraksinasi Perusahaan SATU akan
menghasilkan 0,78 RBD Olein (RBD Olein). Hal ini tentunya dengan beberapa
ketentuan yaitu:
- Nilai Iodium Value CPO > 53,5
- Kadar Air = 0,10%
- Kotoran = 0,05%
- FFA = 2,3%
- PV (Peroksida Value) = ≥ 2%
- Dobi (Deodorizing of bleach Index) = >2,5%
Dalam hal pengoperasian atau sering disebut Proses Press Filter juga harus
diperhatikan. Proses press Filter adalah salah satu proses pengolahan CPO
menjadi RBD Olein. Nilai RBD Olein yang dihasilkan sangat bergantung pada
alat Press Filter ini, apabila alat pengolah ini rusak atau salah dalam
pengoperasian maka nilai RBD olein yang dihasilkan bia berkurang dan biasanya
Nilai RBD Stearin menjadi bertambah. Namun hingga saat ini Perusahaan DUA
Perusahaan SATU mempunyai satu buah pabrik RBD Olein yang berada
di Tanah Gambus dengan kapasitas produksi 320 Ton CPO/Hari. Kapasitas 320
ton tersebut diperoleh dari 4 PKS yaitu Tanah Gambus, Negeri Lama, Aek Loba,
Bangun Bandar. Hanya 4 PKS inilah yang menyalurkan hasil CPOnya ke pabrik
fraksinasi untuk diolah menjadi RBD Olein, hal tersebut dikarenakan keempat
pabrik ini berdekatan dengan pabrik fraksinasi, sementara itu ke 5 pabrik PKS
lainnya langsung menjual hasil produksi CPO ke pasar karena jarak ke pabrik
fraksinasin
Adapun standart mutu RBD Olein yang ditetapkan oleh PT. SATU adalah:
Tabel 5. Standart Mutu RBD Olein Perusahaan SATU
No. Karakteristik Syarat
1 Free Fatty Acid (FFA) max. 0,08 %
2 Moisture (M) + Impurities (I) max. 0,05 %
3 Colour (R/Y) max. 2,5/25
4 Peroxide Value (PV) max. 1,0 ppm
5 Cloud Point (CP) max 9,9°C
6 Iodine Value – Wijs (IV) min 57 meq/L
Sumber: Perusahaan DUA
Perusahaan SATU dalam penjualan RBD Olein bekerja sama dengan
beberapa Perusahaan ntara lain PT. Musimas dan PT. Multimas Nabati Asahan,
kerja sama dilakukan dengan menggunakan sistem kontrak dalam hal ini kontrak
dilakukan apabila adanya kesepakatan harga serta kualitas produk.
4.1.2. Perusahaan DUA
PT. DUA adalah anak perusahaan dari PT. Jamalin yang bergerak dalam
Maria, Dusun IV, Kecamatan Teluk Dalam, Kabupaten Asahan dan memiliki luas
lahan kelapa sawit sebesar 50 Ha.
Komoditi utama Perusahaan DUA adalah kelapa sawit. Perusahaan ini
tergolong Perusahaan baru yang masih berskala usaha kecil. Perusahaan DUA
memiliki satu unit kebun kelapa sawit, satu pabrik kelapa sawit serta satu pabrik
Fraksinasi RBD Olein.
Adapun produksi yang dihasilkan PT. DUA dari hasil olahan CPO ini bila
diproses di FRF (Fractination and Refining Factory) akan menjadi minyak yang
siap pakai. Dari CPO ini dapat dihasilkan produksi turunan yaitu:
1. RBD Olein (Refining Bleaching and Deodorized Olein)
RBD Olein adalah hasil olahan dari minyak kelapa sawit kualitas tinggi. RBD
olein merupakan hasil inti dari CPO. Pada PT. DUA RBD Olein tersebut dijual
100% secara lokal.
Gambar 6. Produksi RBD Olein PT. DUA
RBD Stearin juga diproses di FRF untuk menghasilkan bahan baku kosmetik
dan lain-lain yang kualitasnya di bawah RBD Olein. RBD Stearin merupakan
bahan baku pembuat sabun oleh karena itu semua hasil produksi RBD Stearin
dijual lokal pada perusahaan sabun sendiri milik PT. DUA.
Gambar 7. Produksi RBD Stearin PT. DUA
3.
Fatty Acid
Bahan ini juga diproses di FRF untuk menghasilkan bahan baku untuk
pembuatan sabun mandi, sabun cuci dan kosmetik, seluruh produk ini dijual
secara lokal.
Produksi Fattyacid PT. DUA diolah kembali oleh perusahaan sendiri untuk diolah
menjadi bahan baku pembuat sabun.
Untuk keselamatan kerja karyawan hanya menggunakan JAMSOSTEK
(Jaminan Sosial Tenaga Kerja). PT. DUA tergolong baru oleh karena itu standart
yang dimiliki belum seperti Perusahaan besar seperti Perusahaan RBD Olein
lainnya oleh karena itu Perusahaan belum mempunyai standart khusus. Produk
yang dihasilkan masih dalam bentuk curah atau tidak bermerek. Perusahaan
menjual hasil produksi RBD Olein kepada pedagang besar, kecil juga kepada
konsumen disekitar perusahaan.
Dalam memenuhi kapasitas PKS Perusahaan DUA melakukan juga
pembelian kepada pihak ketiga (Petani) kerja sama yang dilakukan juga tidak
berbeda dengan perusahaan lainnya. Perusahaan DUA menerima TBS baik dari
Petani maupun dari pedagang pengumpul dengan harga beli sesuai dengan harga
pasar dan mutu TBS. Riset dan Development belum diterapkan oleh Perusahaan
DUA oleh karena itu mutu TBS perusahaanpun masih tergolong rendah.
Perusahaan DUA juga mempunyai standart mutu dalam mengolah TBS
menjadi CPO, adapun standart mutu CPO yang ditetapkan oleh PT. DUA antara
lain:
Tabel 6. Standart Mutu CPO Perusahaan DUA
No. Karakteristik Syarat
1 Asam lemak bebas
(Dihitung sebagai asam palmitat)
2 % berat maksimum 0,25 %
3 Bilangan Iodium minimum 55%
4 Titik lunak maksimum (°C) 24%
5 Warna Natural
Sumber: Perusahaan DUA
Dalam mengolah kelapa sawit hingga mendapatkan produk turunan
perusahaan menerapkan Standart mutu yang ditetapkan oleh PT. DUA masih
berstandart mutu nasional indonesia (SNI), standart nasional indonesia menjadi
pedoman PT. DUA dalam hal menghasilkan produksi perusahaan.
Selain mengolah TBS menjadi CPO, PT. DUA juga mengolah CPO
menjadi RBD Olein. PT. DUA juga memiliki standart mutu dalam pengolahan
RBD Olein antara lain:
Tabel 7. Standart Mutu Pengolahan RBD Olein Perusahaan DUA
No. Karakteristik Syarat
1 Asam lemak bebas
(Dihitung sebagai asam palmitat)
0,15%
2 Kadar air dan kotoran 0,16 %
3 Bilangan Iodium min 55%
4 Titik kabut maksimum (°C) 10%
5 Titik leleh maksimum (°C) 24%
6 Warna : - Red maksimum 3%
-Yellow maksimum 20%
Sumber: Perusahaan DUA
Perusahaan DUA dalam penjualan CPO menggunakan harga pokok
mempunyai PKS sendiri dan menghasilkan CPO yang digunakan hanya untuk
pasokan domestik saja. Dalam penjualan RBD Olein Perusahaan DUA bekerja
sama dengan PT. Musim Mas, kerja sama dilakukan dalam kontrak jumlah dan
sesuai dengan kesepakatan harga antara kedua perusahaan ini. Manajemen PKS
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses Pengolahan Minyak Goreng Sawit
Proses pengolahan minyak goreng sawit dengan menggunakan bahan baku
minyak sawit kasar (CPO) dapat dibagi dalam beberapa proses yaitu :
a. Proses pendahuluan
Penyaringan bahan padatan dan pencucian. Proses ini bertujuan agar
minyak sawit mudah diproses lebih lanjut dan mengurangi beban proses
berikutnya.
Penyaringan dari benda-benda padat dilakukan pada waktu pengaliran
CPO ke tangki penyimpanan CPO. Tangki penyimpanan CPO memiliki beberapa
tingkat saringan sehingga CPO yang masuk ke tangki lewat bagian atas akan
melewati saringan terlebih dahulu sebelum masuk ke dasar tangki. Benda-benda
padat dan kasar yang tersaring jika sudah cukup banyak akan dibuang.
Pencucian dilakukan pada CPO yang ada di tangki penyimpanan sebelum
memasuki proses kristalisasi (fraksinasi). Pencucian CPO dilakukan dengan
menggunakan air panas yang bercampur dengan CPO secara langsung sehingga
kotoran-kotoran yang terdapat di dalam CPO terlarut di dalam air panas lalu
dipisahkan dari CPO untuk dibuang ke sistem penangan limbah.
b. Refinery
Bahan baku berupa CPO diproses dengan system physical refinery yang
1. Degumming
CPO yang akan diproses dipanaskan sampai tempratur 40-50ºC kemudian
ditambahkan H3PO4 dan CaCO3 untuk mengikat atau memisahkan gum (lendir)
yang ada didalam CPO. Hasi dari proses ini disebut DPO (Degummed Palm Oil).
2. Bleacing
Proses bleaching bertujuan untuk memucatkan warna minyak dan
mengikat logam-logam berat yang ada didalam minyak dengan bleaching earth
0.4%-1%. Kemudian dipanaskan sampai tempratur 100 ºC dan disaring untuk
memisahkan minyak dan blotong (spent earth). Hasil dari proses ini disebut DB
PO (Degumming bleached Palm Oil).
3. Deodorizing
Proses deodorizing bertujuan untuk menghilangkan bau yang ada didalam
minyak dengan proses penyulingan/destilasi. DB PO dipompa masuk ke
deodorizer yang bertekanan vacuum dan didalamnya minyak dipanaskan sampai
tempratur 260-270 ºC untuk memisahkan asam lemak bebas. Hasil dari proses ini
adalah RBD PO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) yang selanjutnya
melalui proses fractionation.
c. Fractionation
Proses fractionation ini bertujuan untuk memisahkan fraksi cair dan fraksi
padat dari RBD PO dengan cara proses kristalisasi yang dilakukan dengan cara
pendinginan dan diaduk secara perlahan-lahan didalam tangki crystallizer. Lalu
RBD PO dicampur dengan citric acid untuk menghilangkan jamur yang ada
didalam minyak. Proses kristalisasi berlangsung selama 24-30 jam per crystallizer
padat. Fraksi cair disebut RBD Olein (minyak goreng) dan fraksi padat disebut
RBD stearin.
Dengan proses diatas hasil yang didapat sekitar 75-78% RBD Olein,
16-19% RBD stearin dan 2.4-3% fatty acid dari 1 liter CPO yang diolah.
Sarana Produksi (Input) Dalam Pembuatan Minyak Goreng
Sarana produksi (input) yang digunakan dalam pembuatan minyak goreng
yaitu :
1. Crude Palm Oil (CPO)
Crude Palm Oil (CPO) atau disebut juga minyak sawit kasar merupakan
hasil olahan dari buah kelapa sawit (exocarp). Crude Palm Oil (CPO) merupakan
salah satu input yang penting dalam pembuatan minyak goreng sebab 80% biaya
pembuatan minyak goreng adalah biaya untuk CPO. Dan kualitas dari CPO
menentukan besarnya RBD Olein (minyak goreng) yang dihasilkan. Semakin
tinggi nilai Iodium Value (IV) atau jumlah kandungan asam lemak tidak jenuh
didalam CPO maka semakin besar jumlah RBD Olein (minyak goreng) yang
dihasilkan.
2. Bleaching Earth
Bleaching earth merupakan merek dagang dari bahan kimia CaCO3 yang
berbentuk tanah liat putih. Dalam pembuatan RBD Olein (minyak goreng),
bleaching earth berguna untuk merubah warna CPO menjadi kuning dan merubah
rasa CPO menjadi rasa minyak goreng. Bleaching earth ini dibutuhkan sekitar
3. Phosporic Acid
Phosporic acid merupakan merek dagang dari bahan kimia H3PO4 yang
berbentuk cairan. Dalam pembuatan RBD Olein (minyak goreng), phosporic acid
berguna untuk memisahkan gum (lendir) yang ada di CPO dan setelah dipanaskan
akan membentuk kristal putih yang akan disaring dan dibuang. Phosporic acid ini
dibutuhkan sekitar 0.03%-0.05% dari 1 liter CPO yang diolah, tergantung
banyaknya getah atau lendir dari CPO.
4. Citric Acid
Citric acid merupakan merek dagang dari bahan kimia asam sitrat yang
berbentu cairan. Dalam pembuatan RBD Olein (minyak goreng), citric acid
berguna untuk anti oksidan, mencegah jamur, menjaga agar rasa minyak goreng
tidak berubah (tidak tengik). Citric acid ini dibutuhkan sekitar 0.001%-0.002%
dari 1 liter CPO yang diolah.
Tingkat Efisiensi Ekonomis Dari PT. SATU
Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari CPO pada tahun 2006 adalah
0.45 dengan harga rata-rata CPO sebesar Rp.3,728.50 dan harga jual RBD Olein
sebesar Rp.3,870.59 (lampiran 7) atau rasio perbandingan nilai produk
marjinalnya dengan biaya CPO lebih kecil dari satu (0.45 < 1) artinya penggunaan
CPO tidak efisien secara ekonomis dalam produksi RBD Olein. Hal ini
disebabkan biaya CPO yang begitu tinggi dan harga jual RBD Olein yang rendah.
Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu mengurangi jumlah CPO
dalam memproduksi RBD Olein atau perusahaan harus meningkatkan kualitas
Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari CPO pada tahun 2007 adalah
5.55dengan harga rata-rata CPO sebesar Rp.5,910.64 dan harga jual RBD Olein
sebesar Rp.6,249.03 (lampiran 8) atau rasio perbandingan nilai produk
marjinalnya dengan biaya CPO lebih besar dari satu (5.55 > 1) artinya
penggunaan CPO belum efisien dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan
meningkatnya permintaan RBD olein untuk ekspor dan lokal yang diikuti dengan
meningkatnya harga RBD Olein tetapi produksi Tandan Buah Segar kelapa sawit
tidak meningkat (tetap) baik dari perusahaan sendiri maupun daripihak ketiga.
Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah CPO
dalam memproduksi RBD Olein atau dengan kata lain perusahaan harus
meningkatkan kualitas dari CPO agar menghasilkan RBD Olein dalam jumlah
yang besar.
Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari CPO pada tahun 2008 adalah
1.32 dengan harga rata-rata CPO sebesar Rp.6,863.38 dan harga jual RBD Olein
sebesar Rp.9,730.89 (lampiran 9) atau rasio perbandingan nilai produk
marjinalnya dengan biaya CPO lebih besar dari satu (1.32 > 1) artinya
penggunaan CPO belum efisien dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan
meningkatnya permintaan RBD olein untuk ekspor dan lokal yang diikuti dengan
meningkatnya harga RBD Olein tetapi produksi Tandan Buah Segar kelapa sawit
tidak meningkat (tetap) baik dari perusahaan sendiri maupun dari pihak ketiga.
Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah CPO
dalam memproduksi RBD Olein atau dengan kata lain perusahaan harus
meningkatkan kualitas dari CPO agar menghasilkan RBD Olein dalam jumlah
Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari CPO pada tahun 2006, 2007,
dan 2008 adalah 2.44 dengan harga rata-rata CPO sebesar Rp.5,500.84 dan harga
jual RBD Olein sebesar Rp.6,616.84 (lampiran10) atau rasio perbandingan nilai
produk marjinalnya dengan biaya CPO lebih besar dari satu (2.44 > 1) artinya
penggunaan CPO belum efisien dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu : meningkatnya permintaan RBD olein untuk ekspor
dan lokal yang diikuti dengan meningkatnya harga RBD Olein tetapi produksi
Tandan Buah Segar kelapa sawit tidak meningkat (tetap) baik dari perusahaan
sendiri maupun dari pihak ketiga, adanya masa trek atau masa penurunan produksi
Tandan Buah Segar kelapa sawit sehingga produksi CPO ikut menurun,
rendahnya harga RBD Olein sebab diluar negeri RBD Olein adalah intermediate
product (produk setengah jadi) yang akan diolah menjadi minyak goreng. Untuk
mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah CPO dalam
memproduksi RBD Olein atau dengan kata lain perusahaan harus meningkatkan
kualitas dari CPO agar menghasilkan RBD Olein dalam jumlah yang besar.
Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Bleaching Earth pada tahun
2006 adalah 159.17 dengan harga rata-rata Bleaching Earth sebesar Rp.2,765 dan
harga jual RBD Olein sebesar Rp.3,870.59 (lampiran 7) atau rasio perbandingan
nilai produk marjinalnya dengan biaya Bleaching Earth lebih besar dari satu
(159.17 > 1) artinya penggunaan Bleaching Earth belum efisien secara ekonomis
dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan penggunaan Bleaching Earth
tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar 0.05%-1% dari 1 liter CPO yang
diolah. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah
Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Bleaching Earth pada tahun
2007 adalah 182.14 dengan harga rata-rata Bleaching Earth sebesar Rp.3,350 dan
harga jual RBD Olein sebesar Rp.6,249.03 (lampiran 8) atau rasio perbandingan
nilai produk marjinalnya dengan biaya Bleaching Earth lebih besar dari satu
(159.17 > 1) artinya penggunaan Bleaching Earth belum efisien secara ekonomis
dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan penggunaan Bleaching Earth
tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar 0.05%-1% dari 1 liter CPO yang
diolah. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah
jumlah Bleaching Earth dalam memproduksi RBD Olein atau dengan kata lain
perusahaan harus meningkatkan jumlah CPO yang diolah.
Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Bleaching Earth pada tahun
2008 adalah 452.86 dengan harga rata-rata Bleaching Earth sebesar Rp.4,000 dan
harga jual RBD Olein sebesar Rp.9,730.89 (lampiran 9) atau rasio perbandingan
nilai produk marjinalnya dengan biaya Bleaching Earth lebih besar dari satu
(452.86 > 1) artinya penggunaan Bleaching Earth belum efisien secara ekonomis
dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan penggunaan Bleaching Earth
tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar 0.05%-1% dari 1 liter CPO yang
diolah dan harga dari Bleaching Earth yang cendrung naik setiap tahun. Untuk
mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah Bleaching
Earth dalam memproduksi RBD Olein atau dengan kata lain perusahaan harus
meningkatkan jumlah CPO yang diolah.
Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Bleaching Earth pada tahun
2006, 2007, dan 2008 adalah 264.72 dengan harga rata-rata Bleaching Earth
atau rasio perbandingan nilai produk marjinalnya dengan biaya Bleaching Earth
lebih besar dari satu (264.72 > 1) artinya penggunaan Bleaching Earth belum
efisien secara ekonomis dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan
penggunaan Bleaching Earth tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar
0.05%-1% dari 1 liter CPO yang diolah dan harga dari Bleaching Earth yang
cendrung naik setiap tahun. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan
perlu menambah jumlah Bleaching Earth dalam memproduksi RBD Olein atau
dengan kata lain perusahaan harus meningkatkan jumlah CPO yang diolah.
Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Phosporic Acid pada tahun
2006 adalah 1,112.01dengan harga rata-rata Phosporic Acid sebesar Rp.9,880 dan
harga jual RBD Olein sebesar Rp.3,870.59 (lampiran 7) atau rasio perbandingan
nilai produk marjinalnya dengan biaya Phosporic Acid lebih besar dari satu
(1,112.01 > 1) artinya penggunaan Phosporic Acid belum efisien secara ekonomis
dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan penggunaan Phosporic Acid
tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar 0.05%-1% dari 1 liter CPO yang
diolah. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah
jumlah Phosporic Acid dalam memproduksi RBD Olein atau dengan kata lain
perusahaan harus meningkatkan jumlah CPO yang diolah.
Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Phosporic Acid pada tahun
2007 adalah 974.81 dengan harga rata-rata Phosporic Acid sebesar Rp.10,680 dan
harga jual RBD Olein sebesar Rp.6,249.03 (lampiran 8) atau rasio perbandingan
nilai produk marjinalnya dengan biaya Bleaching Earth lebih besar dari satu
(974.81 > 1) artinya penggunaan Phosporic Acid belum efisien secara ekonomis
tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar 0.05%-1% dari 1 liter CPO yang
diolah dan harga Phosporic Acid yang cendrung meningkat setiap tahun. Untuk
mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah Phosporic
Acid dalam memproduksi RBD Olein atau dengan kata lain perusahaan harus
meningkatkan jumlah CPO yang diolah.
Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Phosporic Acid pada tahun
2008 adalah 2,292.11dengan harga rata-rata Phosporic Acid sebesar Rp.11,500
dan harga jual RBD Olein sebesar Rp.9,730.89 (lampiran 9) atau rasio
perbandingan nilai produk marjinalnya dengan biaya Phosporic Acid lebih besar
dari satu (2,292 > 1) artinya penggunaan Phosporic Acid belum efisien secara
ekonomis dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan penggunaan Phosporic
Acid tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar 0.05%-1% dari 1 liter CPO
yang diolah dan harga dari Phosporic Acid yang cendrung naik setiap tahun.
Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah
Phosporic Acid dalam memproduksi RBD Olein atau dengan kata lain perusahaan
harus meningkatkan jumlah CPO yang diolah.
Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Phosporic Acid pada tahun
2006, 2007, dan 2008 adalah 1,459.64 dengan harga rata-rata Phosporic Acid
sebesar Rp.10,686 dan harga jual RBD Olein sebesar Rp.6,616.84 (lampiran10)
atau rasio perbandingan nilai produk marjinalnya dengan biaya Phosporic Acid
lebih besar dari satu (1,459.64 > 1) artinya penggunaan Phosporic Acid belum
efisien secara ekonomis dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan
penggunaan Phosporic Acid tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar
cendrung naik setiap tahun. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan
perlu menambah jumlah Phosporic Acid dalam memproduksi RBD Olein atau
dengan kata lain perusahaan harus meningkatkan jumlah CPO yang diolah.
Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Citric Acid pada tahun 2006
adalah 16,812.24 dengan harga rata-rata Citric Acid sebesar Rp.11,275 dan harga
jual RBD Olein sebesar Rp.3,870.59 (lampiran 7) atau rasio perbandingan nilai
produk marjinalnya dengan biaya Citric Acid lebih besar dari satu (16,812.24 > 1)
artinya penggunaan Citric Acid belum efisien secara ekonomis dalam produksi
RBD Olein. Hal ini disebabkan penggunaan Citric Acid tergantung dari
penggunaan CPO yaitu sekitar 0.001%-0.002% dari 1 liter CPO yang diolah.
Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah Citric
Acid dalam memproduksi RBD Olein atau dengan kata lain perusahaan harus
meningkatkan jumlah CPO yang diolah.
Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Citric Acid pada tahun 2007
adalah 16,454.81 dengan harga rata-rata Citric Acid sebesar Rp.11,950 dan harga
jual RBD Olein sebesar Rp.6,249.03 (lampiran 8) atau rasio perbandingan nilai
produk marjinalnya dengan biaya Citric Acid lebih besar dari satu (16,454.81 > 1)
artinya penggunaan Citric Acid belum efisien secara ekonomis dalam produksi
RBD Olein. Hal ini disebabkan penggunaan Citric Acid tergantung dari
penggunaan CPO yaitu sekitar 0.05%-1% dari 1 liter CPO yang diolah dan harga
Citric Acid yang cendrung meningkat setiap tahun. Untuk mencapai tingkat
efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah Citric Acid dalam
memproduksi RBD Olein atau dengan kata lain perusahaan harus meningkatkan
Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Citric Acid pada tahun 2008
adalah 17,724.78 dengan harga rata-rata Citric Acid sebesar Rp.12,700 dan harga
jual RBD Olein sebesar Rp.9,730.89 (lampiran 9) atau rasio perbandingan nilai
produk marjinalnya dengan biaya Citric Acid lebih besar dari satu (17,724.78 > 1)
artinya penggunaan Citric Acid belum efisien secara ekonomis dalam produksi
RBD Olein. Hal ini disebabkan penggunaan Citric Acid tergantung dari
penggunaan CPO yaitu sekitar 0.05%-1% dari 1 liter CPO yang diolah dan harga
Citric Acid yang cendrung meningkat setiap tahun. Untuk mencapai tingkat
efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah Citric Acid dalam
memproduksi RBD Olein atau dengan kata lain perusahaan harus meningkatkan
jumlah CPO yang diolah.
Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Citric Acid pada tahun 2006,
2007, dan 2008 adalah 16,997.28 dengan harga rata-rata Citric Acid sebesar
Rp.11,975 dan harga jual RBD Olein sebesar Rp.6,616.84 (lampiran10) atau rasio
perbandingan nilai produk marjinalnya dengan biaya Citric Acid lebih besar dari
satu (16,997.28 > 1) artinya penggunaan Citric Acid belum efisien secara
ekonomis dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan penggunaan Citric Acid
tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar 0.05%-1% dari 1 liter CPO yang
diolah dan harga dari Citric Acid yang cendrung naik setiap tahun. Untuk
mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah Citric Acid
dalam memproduksi RBD Olein atau dengan kata lain perusahaan harus
meningkatkan jumlah CPO yang diolah.
Dengan demikian setelah melihat Nilai Produk Marjinal (NPM) dari CPO,
produksi RBD Olein dari PT. SATU belum efisien secara ekonomis. Hal ini dapat
dilihat dari rata-rata NPM CPO, NPM Bleaching Earth, NPM Phosporic Acid,
NPM Citric Acid yang nilainya tidak sama dan lebih besar dari satu (NPM CPO =
2.44 ; NPM Bleaching Earth = 264.72 ; NPM Phosporic Acid = 1,459.64 ; NPM
Citric Acid = 16,997.28)
Tingkat Efisiensi Ekonomis Dari PT. DUA
Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari CPO pada tahun 2006
adalah 0.75 dengan harga rata-rata CPO sebesar Rp.3,728.50 dan harga jual
RBD Olein sebesar Rp.3,866.05 (lampiran 17) atau rasio perbandingan nilai
produk marjinalnya dengan biaya CPO lebih kecil dari satu (0.75 < 1) artinya
penggunaan CPO tidak efisien secara ekonomis dalam produksi RBD Olein. Hal
ini disebabkan biaya CPO yang begitu tinggi dan harga jual RBD Olein yang
rendah. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu mengurangi
jumlah CPO dalam memproduksi RBD Olein ataumeningkatkan kualitas dari
CPO agar produksi dari RBD Olein meningkat.
Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari CPO pada tahun 2007 adalah
0.39 dengan harga rata-rata CPO sebesar Rp.5,910.64 dan harga jual RBD Olein
sebesar Rp.5,603.35 (lampiran 18) atau rasio perbandingan nilai produk
marjinalnya dengan biaya CPO lebih kecil dari satu (0.39 < 1) artinya penggunaan
CPO tidak efisien secara ekonomis dalam produksi RBD Olein. Hal ini
disebabkan biaya CPO yang begitu tinggi dan harga jual RBD Olein yang rendah.
Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu mengurangi jumlah CPO
dalam memproduksi RBD Olein atau meningkatkan kualitas dari CPO agar
CPO pada tahun 2008 adalah 0.95 dengan harga rata-rata CPO sebesar
Rp.6,863.38 dan harga jual RBD Olein sebesar Rp.7,907.49 (lampiran19) atau
rasio perbandingan nilai produk marjinalnya dengan biaya CPO lebih kecil dari
satu (0.95 < 1) artinya penggunaan CPO tidak efisien secara ekonomis dalam
produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan biaya CPO yang begitu tinggi dan harga
jual RBD Olein yang rendah. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan
perlu mengurangi jumlah CPO dalam memproduksi RBD Olein atau
meningkatkan kualitas dari CPO agar produksi dari RBD Olein meningkat.
Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari CPO pada tahun 2006, 2007,
dan 2008 adalah 0.71 dengan harga rata-rata CPO sebesar Rp.6,863.38 dan harga
jual RBD Olein sebesar Rp.7,907.49 (lampiran 19) atau rasio perbandingan nilai
produk marjinalnya dengan biaya CPO lebih kecil dari satu (0.71 < 1) artinya
penggunaan CPO tidak efisien secara ekonomis dalam produksi RBD Olein. Hal
ini disebabkan biaya CPO yang begitu tinggi dan harga jual RBD Olein yang
rendah sebab RBD Olein adalah minyak goreng curah berkualitas rendah. Untuk
mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu mengurangi jumlah CPO dalam
memproduksi RBD Olein ataumeningkatkan kualitas dari CPO agar produksi dari
RBD Olein meningkat.
Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Bleaching Earth pada tahun
2006 adalah 104.87 dengan harga rata-rata Bleaching Earth sebesar Rp.2,765 dan
harga jual RBD Olein sebesar Rp.3,866.05 (lampiran 17) atau rasio perbandingan
nilai produk marjinalnya dengan biaya Bleaching Earth lebih besar dari satu
(104.87 > 1) artinya penggunaan Bleaching Earth belum efisien secara ekonomis
tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar 0.05%-1% dari 1 liter CPO yang
diolah. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah
jumlah Bleaching Earth dalam memproduksi RBD Olein .
Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Bleaching Earth pada tahun
2007 adalah 68.55 dengan harga rata-rata Bleaching Earth sebesar Rp.3,350 dan
harga jual RBD Olein sebesar Rp.5,603.35 (lampiran 18) atau rasio perbandingan
nilai produk marjinalnya dengan biaya Bleaching Earth lebih besar dari satu
(68.55 > 1) artinya penggunaan Bleaching Earth belum efisien secara ekonomis
dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan penggunaan Bleaching Earth
tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar 0.05%-1% dari 1 liter CPO yang
diolah. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah
jumlah Bleaching Earth dalam memproduksi RBD Olein .
Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Bleaching Earth pada tahun
2008 adalah 148.27 dengan harga rata-rata Bleaching Earth sebesar Rp.4000 dan
harga jual RBD Olein sebesar Rp.7,907.49 (lampiran 19) atau rasio perbandingan
nilai produk marjinalnya dengan biaya Bleaching Earth lebih besar dari satu
(148.27 > 1) artinya penggunaan Bleaching Earth belum efisien secara ekonomis
dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan penggunaan Bleaching Earth
tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar 0.05%-1% dari 1 liter CPO yang
diolah. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah
jumlah Bleaching Earth dalam memproduksi RBD Olein .
Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Bleaching Earth pada tahun
2006, 2007, dan 2008 adalah 107.23 dengan harga rata-rata Bleaching Earth
atau rasio perbandingan nilai produk marjinalnya dengan biaya Bleaching Earth
lebih besar dari satu (107.23 > 1) artinya penggunaan Bleaching Earth belum
efisien secara ekonomis dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan
penggunaan Bleaching Earth tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar
0.05%-1% dari 1 liter CPO yang diolah dan harga dari Bleaching Earth yang
selalu meningkat setiap tahun. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan
perlu menambah jumlah Bleaching Earth dalam memproduksi RBD Olein .
Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Phosporic Acid pada tahun
2006 adalah 733.69 dengan harga rata-rata Phosporic Acid sebesar Rp.9,880 dan
harga jual RBD Olein sebesar Rp.3,866.05 (lampiran 17) atau rasio perbandingan
nilai produk marjinalnya dengan biaya Phosporic Acid lebih besar dari satu
(733.69 > 1) artinya penggunaan Phosporic Acid belum efisien secara ekonomis
dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan penggunaan Phosporic Acid
tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar 0.05%-1% dari 1 liter CPO yang
diolah. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah
jumlah Phosporic Acid dalam memproduksi RBD Olein.
Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Phosporic Acid pada tahun
2007 adalah 943.09 dengan harga rata-rata Phosporic Acid sebesar Rp.10,680 dan
harga jual RBD Olein sebesar Rp.5,603.35 (lampiran 18) atau rasio perbandingan
nilai produk marjinalnya dengan biaya Phosporic Acid lebih besar dari satu
(943.09 > 1) artinya penggunaan Phosporic Acid belum efisien secara ekonomis
dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan penggunaan Phosporic Acid
diolah. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah
jumlah Phosporic Acid dalam memproduksi RBD Olein.
Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Phosporic Acid pada tahun
2008 adalah 1,289.27 dengan harga rata-rata Phosporic Acid sebesar Rp.11,500
dan harga jual RBD Olein sebesar Rp.7,907.49 (lampiran 19) atau rasio
perbandingan nilai produk marjinalnya dengan biaya Phosporic Acid lebih besar
dari satu (1,289.27 > 1) artinya penggunaan Phosporic Acid belum efisien secara
ekonomis dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan penggunaan Phosporic
Acid tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar 0.05%-1% dari 1 liter CPO
yang diolah. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah
jumlah Phosporic Acid dalam memproduksi RBD Olein.
Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Phosporic Acid pada tahun
2006, 2007, dan 2008 adalah 988.68 dengan harga rata-rata Phosporic Acid
sebesar Rp.10,686.67 dan harga jual RBD Olein sebesar Rp.5,792.30 (lampiran
20) atau rasio perbandingan nilai produk marjinalnya dengan biaya Phosporic
Acid lebih besar dari satu (988.68 > 1) artinya penggunaan Phosporic Acid belum
efisien secara ekonomis dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan
penggunaan Phosporic Acid tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar
0.05%-1% dari 1 liter CPO yang diolah. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka
perusahaan perlu menambah jumlah Phosporic Acid dalam memproduksi RBD
Olein.
Dengan demikian setelah melihat Nilai Produk Marjinal (NPM) dari CPO,
Bleaching Earth, dan Phosporic Acid maka dapat disimpulkan bahwa produksi
(NPM Bleaching Earth = 107.23 > 1) dan Phosporic Acid (NPM Phosporic Acid
= 988.68 > 1)sedangkan untuk CPO tidak efisien secara ekonomis (NPM CPO =
0.71 < 1) . Hal ini dapat dilihat dari rata-rata NPM CPO, NPM Bleaching Earth,
NPM Phosporic Acid, NPM Citric Acid yang nilainya tidak sama dan lebih besar
atau lebih kecil dari satu.
Perbedaan Tingkat Efisiensi Ekonomis Produksi Minyak Goreng untuk NPM CPO Antara PT. SATU dan PT. DUA
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat
efisiensi PT. SATU dengan PT. DUA maka dapat dilihat pada tabel 3 dibawah
ini.
Tabel 8. Hasil Uji Beda Dua Sampel Tidak Berhubungan Untuk Nilai Produk Marjinal CPO Antara PT. SATU dan PT. DUA
Independent Samples Test
3.793 .046 .968 70 .336 1.73528 1.79187 -1.83850 5.30905
.968 35.057 .339 1.73528 1.79187 -1.90220 5.37276
Equal variances
Dari tabel Levene’s Test dapat dilihat nilai signifikasi F untuk Nilai
Produk Marjinal CPO sebesar 0.046. Karena nilai signifikasi 0.046 < 0.05 ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara varian antara PT. SATU dan PT.
DUA (diasumsikan kedua varian berbeda).
Dari tabel T-test for quality of means dapat dilihat nilai signifikasi untuk
Nilai Produk Marjinal CPO sebesar 0.336. Karena nilai signifikasi 0.336 > 0.05
Perbedaan Tingkat Efisiensi Ekonomis Produksi Minyak Goreng untuk NPM Bleaching Earth Antara PT. SATU dan PT. DUA
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata antara
tingkat efisiensi PT. SATU dengan PT. DUA maka dapat dilihat pada tabel 3
dibawah ini.
Tabel 9. Hasil Uji Beda Dua Sampel Tidak Berhubungan Untuk Nilai Produk Marjinal Bleaching Earth Antara PT. SATU dan PT. DUA
Independent Samples Test
19.424 .000 1.983 70 .051 157.49611 79.41503 -.89217 315.88439
1.983 35.385 .055 157.49611 79.41503 -3.66233 318.65455
Equal variances
Dari tabel Levene’s Test dapat dilihat nilai signifikasi F untuk Nilai
Produk Marjinal CPO sebesar 0.000. Karena nilai signifikasi 0.000 < 0.05 ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan varian antara PT. SATU dan PT. DUA
(diasumsikan kedua varian berbeda).
Dari tabel T-test for quality of means dapat dilihat nilai signifikasi untuk
Nilai Produk Marjinal CPO sebesar 0.055. Karena nilai signifikasi 0.055 < 0.05
ini menunjukkun bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata tingkat efisiensi
ekonomis untuk CPO antara PT. SATU dengan PT. DUA yaitu sebesar157.49.
Nilai rata-rata efisiensiensi untuk PT. SATU sebesar 264.72 dan nilai rata-rata
untuk PT. DUA sebesar 107.22. Dari sini dapat disimpulkan bahwa PT.DUA
lebih efisien secara ekonomis dalam penggunaan Bleaching Earth daripada
Perbedaan Tingkat Efisiensi Ekonomis Produksi Minyak Goreng untuk NPM Bleaching Earth Antara PT. SATU dan PT. DUA
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata antara
tingkat efisiensi PT. SATU dengan PT. DUA maka dapat dilihat pada tabel 3
dibawah ini.
Tabel 10. Hasil Uji Beda Dua Sampel Tidak Berhubungan Untuk Nilai Produk Marjinal Phosporic Acid Antara PT. SATU dan PT. DUA
Independent Samples Test
25.638 .000 2.202 70 .031 470.95944 213.83961 44.46979 897.44910
2.202 37.898 .034 470.95944 213.83961 38.02534 903.89355 Equal variances
Dari tabel Levene’s Test dapat dilihat nilai signifikasi F untuk Nilai
Produk Marjinal CPO sebesar 0.000. Karena nilai signifikasi 0.000 < 0.05 ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan varian antara PT. SATU dan PT. DUA
(diasumsikan kedua varian berbeda).
Dari tabel T-test for quality of means dapat dilihat nilai signifikasi untuk
Nilai Produk Marjinal CPO sebesar 0.034. Karena nilai signifikasi 0.034 < 0.05
ini menunjukkun bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata tingkat efisiensi
ekonomis untuk CPO antara PT. SATU dengan PT. DUA yaitu sebesar 470.95.
Nilai rata-rata efisiensiensi untuk PT. SATU sebesar 1,459.64 dan nilai rata-rata
untuk PT. DUA sebesar 988.68. Dari sini dapat disimpulkan bahwa PT.DUA
lebih efisien secara ekonomis dalam penggunaan Phosporic Acid daripada
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Sarana produksi yang diperlukan untuk memproduksi RBD Olein (minyak
goreng) adalah Crude Palm Oil (minyak sawit), Bleaching Earth,
Phosporic Acid, dan Citric Acid.
2. PT. SATU dalam memproduksi Olein (minyak goreng) belum efisien
secara ekonomis. Hal ini dapat dilihat dari Nilai Produk Marjinal CPO,
Bleaching Earth, Phosporic Acid, dan Citric Acid yang nilainya tidak
sama dan lebih besar dari satu (NPM CPO = 2.44 ; NPM Bleaching Earth
= 264.72 ; NPM Phosporic Acid = 1,459.64 ; NPM Citric Acid =
16,997.28)
3. PT. DUA dalam memproduksi RBD OLein belum efisien secara ekonomis
untuk Bleaching Earth (NPM Bleaching Earth = 107.23 > 1) dan
Phosporic Acid (NPM Phosporic Acid = 988.68 > 1) sedangkan untuk
CPO tidak efisien secara ekonomis (NPM CPO = 0.71 < 1) . Hal ini dapat
dilihat dari rata-rata NPM CPO, NPM Bleaching Earth, NPM Phosporic
Acid, NPM Citric Acid yang nilainya tidak sama dan lebih besar atau lebih
kecil dari satu.
4. Tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata efisiensi ekonomis untuk
penggunaan CPO antara PT.SATU dan PT.DUA. Tetapi terdapat
perbedaan nilai rata-rata efisiensi ekonomis untuk penggunaan Bleaching
Earth dan Phosporic Acid antara PT.SATU dan PT. DUA. PT. DUA lebih