PENATALAKSANAAN KANKER LIDAH DENGAN
TEKNIK DISEKSI LEHER RADIKAL
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
Syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi
Oleh :
NIM : 070600132 WINDA WIRENTARI
DEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Tahun 2011
Winda Wirentari
Penatalaksanaan Kanker Lidah dengan Teknik Diseksi Leher Radikal.
ix + 38 halaman
Dalam dunia kedokteran gigi khususnya bagian bedah mulut dan
maksilofasial banyak teknik pembedahan yang dapat digunakan untuk melakukan
pengangkatan kanker lidah, salah satunya adalah teknik diseksi leher radikal. Diseksi
leher radikal merupakan suatu tindakan bedah berupa pengangkatan kelenjar limfe
leher dan jaringan sekitarnya untuk menanggulangi metastasis yang terjadi di leher
dalam rangka penatalaksanaan kanker.
Kanker lidah merupakan kanker yang berasal dari suatu neoplasma malignant
yang timbul dari jaringan epitel mukosa lidah dengan selnya yang berbentuk
karsinoma sel skuamosa dan terjadi akibat rangsangan menahun. Insidensi kanker
lidah meningkat sejalan peningkatan usia.
Daftar rujukan 31 (1975-2011)
Teknik ini memiliki keuntungan yaitu mendapatkan akses kerja yang luas
dalam melakukan pengangkatan kanker lidah, namun teknik ini juga memiliki
kerugian yaitu dapat menimbulkan trauma yang besar. Komplikasi merupakan hal
yang lazim dalam suatu tindakan perawatan bedah. Secara umum komplikasi yang
mungkin terjadi adalah perdarahan, hematoma, flep yang nekrosis, drop shoulder,
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 18 Juli 2011
Pembimbing : Tanda tangan
Indra Basar Siregar, drg., M.Kes NIP : 19470206 197603 1 003
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji
pada tanggal 18 Juli 2011
TIM PENGUJI SKRIPSI
KETUA : Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM
ANGGOTA : 1. Indra Basar Siregar, drg., M.Kes
2. Hendry Rusdy, drg., Sp.BM., M.Kes
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap rasa syukur kepada Allah SWT, Sang Mahahati dan Sang
Maha segalanya, sehingga skripsi ini dapat selesai disusun sebagai salah satu syarat
untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati
penulis menyampaikan rasa terimakasih sebesar-besarnya kepada yang terhormat.
1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D, Sp.Ort., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM., selaku kepala Departemen Bedah Mulut
dan Maksilofasial FKG USU yang telah memberikan bimbingan dan
pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Indra Basar Siregar, drg., M.Kes, selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah memberikan bimbingan, petunjuk dan pengarahan dalam menyelesaikan
skripsi ini.
4. Yati Roesnawi, drg., selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan pengarahan kepada penulis sejak awal semester kuliah di FKG
USU.
5. Seluruh staf pengajar FKG USU khususnya di Departemen Bedah Mulut dan
Maksilofasial yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya.
tiada henti, doa yang selalu terucap disetiap ucapannya, tatapan penuh rasa
bangga setiap melihatnya, inspirasi terbaik dalam hidup penulis dan semua
pengorbanan yang telah dilakukan dan hanya Allah saja yang dapat
membalasnya.
7. Adik-adik penulis, Astri Amaliasari dan Muhammad Reza Rayhan yang
selalu memberikan dukungan tiada hentinya kepada penulis.
8. Sebuah senyuman penuh kasih sayang dan rasa bangga yang tidak terucapkan
dengan kata-kata dan rasa terima kasih kepada Rony Afrizal, SKG atas
setiap waktu yang diluangkan untuk membantu penulis agar dapat
menyelesaikan skripsi ini, selalu setia mendoakan dan memberikan motivasi
dengan caranya sendiri kepada penulis.
9. Sahabat penulis, Tasha Citra, Dessy Nandasari, Hanifah Maryani Ahmad,
Rheni Nazlita, Andrew Armand, Frida Maya R, Ali Akbar, Herryadi Ashari,
dan teman-teman lainnya angkatan 2007 yang ikut membantu penulis.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat
memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu
5.3 Perawatan Pasca Bedah ... 28
5.4 Komplikasi ... 30
BAB 6 KESIMPULAN ... 33
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Dorsum lidah ... 3
2 Gambaran klinis kanker lidah ... 8
3 Adanya masa yang besar di sisi kiri pangkal lidah ... 10
4 Gambaran radiografis kanker lidah ... 11
5 Karsinoma sel skuamosa ... 11
6 Diseksi leher radikal ... 13
7 Hemiglosektomi ... 18
8 Desain flep apron ... 19
9 Diseksi bilateral ... 20
10 Pengangkatan flep subplatismal ... 21
11 Kelenjar submandibular subplatismal ... 21
12 Pembedahan otot sternomastoideus, aksesori saraf transeksi anterior ke otot trapezius dan seluruh isi segitiga posterior yang ditarik ke medial ... 22
13 Pemotongan otot omohioid di dekat klavikula... 23
15 Penjepitan dan insisi vena jugularis internal ... 25
16 Diseksi selesai pada posterior segitiga, segitiga inferior, dan sudut
rahang bawah ... 29
17 Diseksi submandibular dilakukan dengan mencabut otot milohioid
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Tahun 2011
Winda Wirentari
Penatalaksanaan Kanker Lidah dengan Teknik Diseksi Leher Radikal.
ix + 38 halaman
Dalam dunia kedokteran gigi khususnya bagian bedah mulut dan
maksilofasial banyak teknik pembedahan yang dapat digunakan untuk melakukan
pengangkatan kanker lidah, salah satunya adalah teknik diseksi leher radikal. Diseksi
leher radikal merupakan suatu tindakan bedah berupa pengangkatan kelenjar limfe
leher dan jaringan sekitarnya untuk menanggulangi metastasis yang terjadi di leher
dalam rangka penatalaksanaan kanker.
Kanker lidah merupakan kanker yang berasal dari suatu neoplasma malignant
yang timbul dari jaringan epitel mukosa lidah dengan selnya yang berbentuk
karsinoma sel skuamosa dan terjadi akibat rangsangan menahun. Insidensi kanker
lidah meningkat sejalan peningkatan usia.
Teknik ini memiliki keuntungan yaitu mendapatkan akses kerja yang luas
dalam melakukan pengangkatan kanker lidah, namun teknik ini juga memiliki
kerugian yaitu dapat menimbulkan trauma yang besar. Komplikasi merupakan hal
yang lazim dalam suatu tindakan perawatan bedah. Secara umum komplikasi yang
mungkin terjadi adalah perdarahan, hematoma, flep yang nekrosis, drop shoulder,
BAB 1 PENDAHULUAN
Kanker adalah salah satu penyakit yang paling ditakuti banyak orang karena
persentase kematiannya sangat tinggi. Salah satu contoh adalah kanker lidah, yang
merupakan kanker yang berasal dari suatu neoplasma maligna yang timbul dari
jaringan epitel mukosa lidah dengan selnya berbentuk karsinoma sel skuamosa (sel
epitel gepeng berlapis) dan terjadi akibat rangsangan menahun.
Selain kemoterapi, radioterapi, pembedahan juga merupakan jenis perawatan
bagi pasien yang terkena kanker lidah. Salah satu teknik pembedahannya adalah
diseksi leher radikal, yang merupakan pengangkatan kelenjar limfe leher dan jaringan
sekitarnya dalam rangka penatalaksanaan kanker yang memiliki tujuan untuk
menghilangkan sel kanker yang berada pada kelenjar limfe serta untuk melakukan
diagnostik pemeriksaan kelenjar limfe yang diambil.
1
Untuk melakukan diseksi leher yang benar, mutlak dibutuhkan pemahaman
anatomi leher, insidensi dan pola metastase kanker lidah, faktor prognostik pada
metastase kelenjar limfe leher, serta kombinasi terapi yang dibutuhkan antara bedah,
radiasi dan kemoterapi.
2
Indikasi tindakan diseksi leher radikal dan tipe diseksi yang akan
dilaksanakan harus dipersiapkan dengan baik dan memerlukan pertimbangan dari
berbagai aspek, tidak hanya pertimbangan dari oncology safety namun morbiditas serta prognosis pasien setelah tindakan harus benar-benar dipikirkan, untuk
mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan dan terhindar dari berbagai
komplikasi yang mungkin terjadi.
Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan hal-hal yang perlu diketahui
oleh seorang dokter gigi berkenaan dengan penatalaksanaan kanker lidah dengan
teknik diseksi leher radikal, dimana teknik ini merupakan operasi standar dalam
penatalaksanaan kanker rongga mulut.
2
Manfaat penulisan ini adalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan
dokter gigi dan mahasiswa kedokteran gigi tentang cara penatalaksanaan kanker lidah
dengan teknik diseksi leher radikal, sehingga nantinya dapat memberikan perawatan
BAB 2 LIDAH
2.1 Anatomi Lidah
Lidah adalah suatu organ muskular yang berhubungan dengan pengunyahan,
pengecapan dan pengucapan yang terletak pada sebagian di rongga mulut dan faring.
Lidah berfungsi untuk merasakan rangsangan rasa dari benda-benda yang masuk ke
dalam mulut kita.
Lidah dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu radiks, korpus, dan apeks.
Radiks lidah melekat pada tulang hioid dan mandibula, di bagian bawah kedua tulang
terdapat otot geniohioid dan otot milohioid. Korpus lidah bentuknya cembung dan
bersama apeks membentuk duapertiga anterior lidah. Radiks dan korpus dipisahkan
oleh alur yang berbentuk ”V” yang disebut sulkus terminalis (gambar 1).
1
1
2.1.1 Persarafan Lidah
1.
Persarafan pada lidah dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: 4,5
a.
Saraf sensoris, utuk mempersarafi :
b.
Duapertiga anterior oleh nervus lingualis.
2.
Sepertiga posterior oleh nervus lingualis, glosofaring dan vagus.
a.
Saraf pengecap, untuk mempersarafi :
b.
Duapertiga anterior oleh serabut-serabut nervus fasialis.
3.
Satupertiga posterior oleh nervus glosofaring.
Saraf motorik
Mempersarafi otot-otot lidah yaitu otot stiloglosus, hioglosus dan genioglosus.
2.1.2 Vaskularisasi Lidah 2.1.2.1 Arteri Lingualis
1.
Arteri lingualis merupakan cabang dari arteri karotis eksterna. Arteri ini terus
berjalan melewati otot-otot pengunyahan bagian posterior menuju ke tulang hioid,
kemudian bersama-sama dengan nervus hipoglosus dan vena lingualis menuju otot
hioglosus.3,4 Setelah melewati otot hioglosus arteri lingualis ini bercabang, yaitu
rami dorsalis lingual dan di ujung anterior terbagi lagi menjadi dua cabang terminalis
:
Arteri sublingualis berjalan diantara otot genioglosus dan glandula
2. sublingual.
2.1.2.2 Vena-vena pada Lidah
Vena lingualis profunda terletak pada membran mukosa bagian lateral bawah
lidah. Vena lingualis profunda dan vena sublingualis bergabung dengan dorsal
lingualis di daerah posterior dari otot hioglossus, lalu berjalan menuju vena
jugularis.4,6
2.1.3 Pembuluh Limfe
1.
Pembuluh limfe berjalan di belakang papila sirkumvalata menuju posterior
menembus dinding faring dan memasuki nodus limfatikus di daerah servikal yang
terletak di sebelah lateral vena jugularis interna:
Pembuluh marginal
2.
Pembuluh marginal terdapat pada satupertiga luar dari permukaan atas lidah.
Pembuluh marginal terbagi menjadi dua bagian, bagian anterior berjalan dari ujung
lidah dan berakhir di nodus limfatikus submaksilaris, bagian posterior berjalan di
belakang otot milohioid dan berakhir di nodus jugulo omohioiedeus.6
Pembuluh sentral
Pembuluh ini berjalan dari ujung lidah ke bawah melalui otot miloihioid dan
BAB 3 KANKER LIDAH
3.1 Definisi
Kanker lidah merupakan penyakit kanker pada rongga mulut yang paling
sering terjadi dan termasuk dalam sepuluh jenis kanker yang berbahaya dan paling
banyak diderita.
Kanker lidah merupakan kanker yang berasal dari suatu neoplasma maligna
yang timbul dari jaringan epitel mukosa lidah dengan selnya yang berbentuk
karsinoma sel skuamosa (sel epitel gepeng berlapis) dan terjadi akibat rangsangan
menahun. Kanker lidah yang sering terjadi adalah tipe karsinoma sel skuamosa,
sedangkan untuk jenis lainnya jarang terjadi. Karsinoma sel skuamosa pada lidah
seringkali tampak seperti luka terbuka dan cenderung tumbuh ke dalam jaringan di
bawahnya.
Insidensi kanker lidah meningkat sejalan peningkatan usia.
Umumnya terjadi pada usia sekitar 60 tahun, tetapi saat ini telah terjadi pergeseran
usia, sehingga banyak ditemukan pada usia lebih muda.7,9
Kanker lidah hampir 80% terletak pada duapertiga anterior lidah, umumnya
berada pada tepi lateral dan bawah lidah. Dan sangat jarang terjadi pada bagian
posterior lidah, kecuali pada penderita yang pernah menderita sifilis yang tidak
3.2 Etiologi
Penyebab terjadinya kanker lidah yang paling utama adalah alkohol, merokok
dan cara penggunannya, terutama yang lebih dari dua pack perharinya. Asap rokok
yang mengepul lama di dalam rongga mulut dan yang mengenai lidah bisa mengering
akibat paparan asap rokok tersebut. Dan jika lidah sering terpapar asap rokok maka
mekanisme bekerjanya akan menjadi berlebihan, sehingga sel-selnya dapat berubah
menjadi ganas yang perlahan-lahan dapat memicu terjadinya kanker lidah.10
Bercak perokok terlihat bintik-bintik berwarna kecoklatan yang mendatar,
bercak ini bisa timbul di sisi dimana sebuah sigaret atau pipa rokok diletakkan di
bibir. Resiko tersebut akan meningkat jika mengonsumsi alkohol secara
terus-menerus. Merokok didominasi oleh kaum pria sehingga pria lebih banyak menderita
kanker lidah dibandingkan wanita, dimana perbandingannya sebesar 3:2 atau 2:1.7,10
Selain faktor-faktor diatas, kanker lidah juga dapat dipicu oleh pemakaian gigi
palsu yang tidak sesuai, iritasi kronis dari restorasi, gigi yang mengalami karies,
kebersihan gigi dan mulut yang buruk, radang kronis dan genetik pun dapat menjadi
penyebab timbulnya kanker lidah. Faktor-faktor etiologi tersebut tidak bekerja secara
terpisah, tetapi kombinasi dari berbagai faktor juga sering dijumpai
bersama-sama.7,10
3.3 Gambaran Klinis
Pada umumnya penderita kanker lidah dan kanker rongga mulut lainnya
leukoplakia, eritroplakia, submukus fibrosis dan lain-lainnya. Untuk itu para dokter
gigi seharusnya mengetahui dan mengenali gejala-gejalanya dan gambaran klinis
lesi-lesi tersebut.7
Gejala pada penderita kanker lidah tergantung pada lokasi kanker itu sendiri.
Bila kanker terletak pada bagian duapertiga anterior lidah mempunyai keluhan yaitu
dimana timbulnya suatu masa atau benda yang seringkali tidak terasa sakit, dan pada
bagian ini kanker lidah lebih mudah untuk dideteksi dini daripada kanker yang
terletak pada sepertiga posterior lidah. Hal ini disebabkan karena metastase kelenjar
limfe regional merupakan indikasi pertama dari kanker kecil pada lidah. Sedangkan
bila kanker terletak pada bagian sepertiga posterior, kanker tersebut selalu tidak
diketahui oleh penderita dan rasa sakit yang dialami biasanya dihubungkan dengan
rasa sakit pada tenggorokan (gambar 2) .7,8
Gambar 2. Gambaran klinis kanker lidah (Moffit, HL. Cancer control. Cancer Center
and Research Institute Inc. 2002) (
Pada stadium dini, secara klinis kanker lidah dapat bermanifestasi dalam
karsinoma berbentuk ulkus tersebut yang sering disebut sebagai pertumbuhan
endofitik. Sedangkan karsinoma mulut juga terlihat sebagai pertumbuhan eksofitik
atau lesi superficial yang dapat berbentuk seperti bunga kol dan mudah berdarah.
perkembangan eksofitik atau endofitik berbentuk ulkus. Lesi eksofitik ini lebih
mudah diketahui keberadaannya dan memiliki prognosa yang jauh lebih baik.8
Sebagian besar gejala yang sering terjadi berupa bentuk ulkus, yang
perlahan-lahan ulkus ini akan mengalami infiltrasi lebih dalam dan pada tepi jaringan akan
mengalami indurasi atau lebih keras. Pada stadium ini kanker lidah tidak
menimbulkan gejala, mempunyai diameter kurang dari 2 cm, berwarna merah dengan
atau tanpa disertai komponen putih, permukaannya licin dan memperlihatkan elevasi
yang minimal.
Pada umumnya kanker lidah tahap dini tidak menimbulkan rasa sakit kecuali
apabila terdapat infeksi sekunder. Seringkali awal dari keganasan kanker lidah
ditandai dengan adanya ulkus atau luka seperti sariawan yang tidak kunjung sembuh
dalam waktu lebih dari satu minggu sampai dengan satu bulan dengan pengobatan
yang adekuat, ulkus yang tidak sakit, tepinya yang bergulung, lokasinya yang lebih
tinggi dari sekitarnya, menjadi indurasi, dasarnya dapat berbintil-bintil dan
mengelupas.8,9
Luka yang awalnya seperti sariawan biasa ini, perlahan-lahan akan
menggerogoti seluruh jaringan di dalam mulut, lidah dan gigi yang mengakibatkan
rongga mulut menjadi kebal dan tidak mampu merasakan apapun. Terdapat juga
menjalar sampai ke telinga, nyeri saat menelan, sulit untuk menelan dan pergerakan
lidah menjadi sangat terbatas.9,10
3.4
Cara lain untuk menentukan adanya atau luasnya kanker lidah adalah dengan
radiografis disebut juga dengan nama x-ray yang dapat membantu dalam menentukan
potensi pertumbuhan tumor ke tulang. Sementara kanker lidah tidak seperti
keganasan lainnya biasanya dapat dilihat dengan mata telanjang, beberapa kanker
terletak internal dalam tubuh, membuat deteksi mereka sulit (gambar 3).
Gambaran radiografis
Gambar 3. Adanya masa yang besar di sisi kiri pangkal lidah (Neurosurg F. Emerging application of radiotherapy in head and
neck cancer. 2009)
Gambaran radiografis menunjukkan tidak hanya visualisasi yang baik dari
karsinoma primer di dasar lidah, tetapi penyebaran yang tidak biasa ke jaringan lunak
bersebelahan dinding faring dan metastasis kelenjar getah bening (gambar 4).
Gambar 4. Gambaran radiografis kanker lidah. (Neurosurg F.Emerging application of
radiotherapy in head and neck cancer.2009)
3.5 Gambaran Histopatologis
Sebagian besar kanker lidah berasal dari karsinoma sel skuamosa dengan
diferensiasi baik, tetapi dapat pula berdiferensiasinya sedang atau jelek. Metastasis
pada lesi ditandai dengan adanya keratinisasi (gambar 5). Bila gambaran
histopatologis menunjukkan suatu tumor ganas jaringan lunak lainnya, perlu
diperiksa dengan teliti apakah tumor itu benar suatu tumor ganas atau suatu tumor
ganas jaringan lunak pipi, kulit atau tulang yang mengadakan invasi ke rongga mulut.
Gambar 5. Karsinoma sel skuamosa
radiotherapy in head and neck cancer.2009) (20 April 2011)
Tingkatan Kanker Rongga Mulut Secara Klinis
Sistem yang dipakai adalah dari American Join Commite For Cancer Staging and End Result Reporting (AJCCS) sistem yang dipakai adalah T.N.M yaitu, T :
Primary Tumor, N : Regional lymph Nodes, M : Distant metatase dan dipakai untuk karsinoma pada rongga mulut.
N – regional Lymph Nodes
N.O. : Secara klinis pada palpasi kelenjar limfe tidak teraba atau kelenjar
limfe teraba tetapi tidak terjadi metastasis.
N.1. : Secara klinis pada palpasi teraba homolateral servikal kelenjar limfe
dan tidak melekat, suspek terjadi metastasis.
N.2. : Kontra lateral atau bilateral servikal kelenjar limfe dapat diraba dan
tidak melekat, suspek terjadi metastasis.
N.3. : Kelenjar limfe teraba dan melekat, suspek terjadi metastasis.
M – Distant metastasis
M.O. : Tidak ada metastasis yang jauh.
BAB 4
DISEKSI LEHER RADIKAL
1.1 Definisi
Diseksi leher radikal merupakan suatu tindakan bedah berupa pengangkatan
kelenjar limfe leher dan jaringan sekitarnya untuk menanggulangi metastasis yang
terjadi di leher dalam rangka penatalaksanaan kanker. Diseksi leher radikal adalah
sebuah operasi standar yang diciptakan untuk memecahkan masalah penyakit leher
metastasis yang dirancang dengan baik dan relatif mudah untuk dilakukan oleh para
ahli bedah selama 75 tahun terakhir ini (gambar 6).11
Gambar 6. Diseksi leher radikal (Maret AR. Radical neck dissection. 2009)
Tujuan diseksi leher radikal adalah untuk menghilangkan sel-sel kanker yang
berada pada kelenjar limfe serta untuk melakukan diagnostik pada pemeriksaan
kelenjar limfe yang diangkat. Jaringan-jaringan yang akan diangkat akan
dipertimbangkan sesuai kondisi klinis pasien.
Sejarah perkembangan tindakan bedah untuk penanggulangan metastasis pada
kelenjar limfe leher telah dimulai sejak awal abad ke-20 oleh George W Crile di
Amerika pada tahun 1906. George W Crile adalah orang pertama yang
menggambarkan diseksi leher radikal, yang meliputi operasi pengangkatan metastasis
leher terkandung antara lapisan fasia superfisialis dan profunda leher.
11,12
George W Crile melakukan teknik diseksi leher dengan membuang kelenjar
saliva, vena jugularis interna, nervus spinalis aksesori, muskulus digastrikus,
muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus stiloideus, tindakan bedah ini
merupakan diseksi leher yang biasa dilakukan pada pasien dengan benjolan leher
karena metastasis.
11
Teknik ini mulai dipopulerkan oleh Hayes Martin pada tahun 1950, yang
mulai dikenal dengan istilah diseksi leher radikal. Hayes Martin mempunyai teori
bahwa pembesaran kelenjar limfe leher yang asimetri baik tunggal maupun multipel
pada usia dewasa kemungkinan besar adalah penyebaran kanker dari lesi primer pada
mulut atau faring.
11,12
Beberapa ahli bedah melakukan tindakan diseksi leher ini sebagai profilaksis,
tetapi hal ini tidak disetujui oleh Hayes Martin. Beliau menyatakan bahwa prosedur
diseksi leher profilaksis dianggap tidak logis dan tidak dapat diterima terutama bila
diseksi leher radikal merupakan suatu teknik yang terlalu radikal, hal ini disebabkan
ternyata morbiditas akibat diseksi leher radikal ini cukup berat karena tidak
mempertimbangkan sisi fungsional dan sisi kosmetik, tetapi hanya
mempertimbangkan sisi oncology safety.
Pada 20 tahun terakhir ini seiring dengan berkembangnya Ilmu Biologi
Tumor, terjadi perubahan mendasar dalam penanganan metastasis kelenjar limfe
leher, sehingga diseksi leher radikal bukanlah satu-satunya tindakan bedah yang
diperlukan. Untuk melakukan diseksi leher yang benar dibutuhkan pemahaman
anatomi leher, insidensi dan pola metastase kanker rongga mulut, faktor prognostik
pada metastase kelenjar limfe leher, serta kombinasi terapi yang dibutuhkan antara
bedah, radiasi dan kemoterapi.
11
11
1.2Indikasi
Indikasi untuk pembedahan diseksi leher radikal telah berevolusi selama dua
dekade terakhir ini. Ada beberapa indikasi yang dapat dipertimbangkan untuk
dilakukannya teknik ini, antara lain: 13,14
1. Diseksi leher radikal efektif dilakukan dalam membersihkan metastasis
kanker lidah pada leher untuk kasus karsinoma nasofaring.
2. Secara klinis, kelenjar getah bening dapat diraba.
3. Kelenjar getah bening residu paska radiasi.
4. Kelenjar getah bening muncul kembali setelah mendapatkan radiasi.
5. Tumor primer dapat diangkat secara radikal.
1.3Kontraindikasi
Karena pengembangan prosedur bedah yang lebih baru meminimalkan
morbiditas bedah, sehingga kontraindikasi diseksi leher telah menjadi kontroversial.
Namun, pasien yang mempunyai resiko bedah yang terlalu besar karena penyakit
cardiopulmonary dan yang kondisinya tidak bisa dioptimalkan sebelum dilakukannya operasi tidak boleh dipertimbangkan untuk menjalani operasi ini.
Kontraindikasi secara umum adalah resiko yang harus dipertimbangkan,
misalnya pada penyakit-penyakit yang dapat mengganggu jalannya operasi. Bila
dipastikan para ahli bedah tidak mampu mengontrol tumor primernya atau
metastasisnya jauh dari kanker sebaiknya tidak dilakukan teknik diseksi leher.
Adapun kontraindikasi dari teknik ini, antara lain:
14,15
13,14
1. Apabila tumor primer tidak dapat dikendalikan.
2. Terdapatnya kanker lidah yang bermetastasis sampai fasia leher bagian dalam.
3. Terdapatnya metastasis kelenjar getah bening dibawah klavikula.
4. Terdapatnya infiltrasi ke dasar otak.
5. Terdapatnya masa tumor yang luas yang terfiksir di bawah angulus
mandibula.
6. Ketidakmampuan ahli bedah untuk membersihkan tumor yang sudah
menyebar di seluruh leher atau mencapai basis kranii, fasia vertebra servikalis, arteri
BAB 5
PERAWATAN KANKER LIDAH DENGAN TEKNIK DISEKSI LEHER RADIKAL
5.1 Persiapan Prabedah
Sebelum dilakukan pembedahan, terlebih dahulu melakukan anamnesa dan
memberitahukan kepada pasien mengenai maksud dan tujuan perawatan yang akan
dilakukan sesuai dengan yang diinginkan pasien dan harapan apa yang diinginkan
sebagai hasil perawatan. Hal ini penting untuk mempersamakan persepsi dalam
menunjang keberhasilan perawatan selanjutnya. Agar pemeriksaannya akurat, maka
perlu data-data pasien dikumpulkan dengan cara melakukan pemeriksaan klinis,
pemeriksaan laboratorium dan konsultasi dengan ahli yang terkait. Biopsi juga
penting dilakukan, teknik biopsy yang sering digunakan didalam bedah mulut, antara
lain:
a. Biopsi insisional : Apabila lesi permukaan melebihi 1 cm dalam segala
16,19
arah dan eksisi total sulit dilakukan. Untuk lesi-lesi yang besar sebaiknya
mengirimkan spesimen yang benar-benar mewakili dan menyertakan tepi jaringan
normal. Tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa daerah tertentu dari suatu lesi
yang besar dapat dipergunakan semuanya sebagai sampel dengan menggunakan
b. Biopsi eksisional : Yaitu insisi lesi secara in toto adalah pendekatan yang umum untuk lesi yang kecil. Eksisi diddesain dengan melibatkan jaringan normal dan
memungkinkan dilakukan penutupan kembali. Lesi mulut yang paling sering adalah
fibroma dan ukuran serta lokasinya memungkinkan lesi diambil secara total atau
eksisi.
c. Aspirasi : Teknik ini dilakukan apabila diduga terdapat cairan, dan cairan
ini tidak sesuai untuk diagnosis lesi oral yang solid. Aspirasi yang didapatkan,
diantarkan ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan sitologi dan bakteriologi.
5.2 Teknik Pembedahan 5.2.1 Hemiglosektomi
Sebelum dilakukannya teknik diseksi leher radikal, terlebih dahulu dilakukan
hemiglosektomi untuk mengangkat kanker lidah dan jaringan disekitarnya dengan
batas yang adekuat yaitu 1-2 cm dari tepi jaringan yang sehat. Sebelum operasi
dilakukan, pasien diberikan anastesi umum. Prosedur dimulai dengan membuat
sayatan di bawah mandibula pada sisi yang terkena dan dapat juga sayatan
diperpanjang ke dagu atau bibir bawah.
Mulut pasien dibuka dengan menggunakan spreder dan lidah ditarik keluar
oleh asisten dengan bantuan kasa agar tidak licin. Mandibula dapat dipotong untuk
memungkinkan akses kerja yang baik dan luas. Kemudian tumor difiksir oleh dokter,
lalu lakukan insisi secara adekuat pada 1-2 cm dari batas indurasi kanker (gambar 7).
Gambar 7. (a) Hemiglosektomi (b) 1 tahun setelah dilakukannya hemiglosektomi (Anand VK. Gastro-omental free flap reconstruction of the head and neck. 2008) (www. Archievesoffacialplasticsurgery.com) (24 Juni 2011)
Setelah tumor diangkat, luka operasi ditutup dengan menggunakan benang
yang bisa diserap. Dalam membuat simpul harus cukup kuat karena lidah adalah
struktur yang banyak bergerak, bila simpul kurang kuat akan mudah lepas. Jika
terjadi pendarahan, lakukan tindakan hemostasis yang baik pada saat sebelum
menutup luka.23,26
5.2.2 Diseksi Leher Radikal
a.
Berbagai macam insisi yang berbeda-beda telah dipopulerkan selama abad
terakhir ini. Pada dasarnya insisi terbagi menjadi tiga bagian, yaitu :
b.
Semilunar
c.
Trapesium
Insisi yang sering digunakan pada diseksi leher radikal ini adalah desain flep
apron yang dimulai dari ujung prosesus mastoideus, dua jari di bawah sudut rahang
bawah dan memanjang ke ujung tulang hioid dan medial ke garis tengah area dagu.
Garis biru menunjukkan sayatan yang akan direncanakan(gambar 8).19,21
Gambar 8. Desain Flep Apron (Shaha AR, Werning J. Radical neck dissection. 2004)
(18 Mei 2011)
Sayatan ini dapat diperpanjang melalui garis tengah dagu dan bibir untuk
mengangkat tumor rongga mulut atau untuk pembukaan flep pada daerah pipi. Pasien
yang memiliki karsinoma sel skuamosa hingga orofaring, maka pembedahan leher
bilateral dengan insisi memanjang dari satu ujung mastoid ke ujung yang lain
Gambar 9. Diseksi bilateral. (Werning J. Modified radical neck dissection.
2010) (18 Mei 2011)
Awalnya sayatan dibuat di daerah posterior dan meluas hampir ke arteri
karotis dengan teknik sayatan vertikal. Insisi submandibular awalnya tidak dibuat
untuk menghindari perdarahan yang berlebihan pada kulit. Insisi vertikal dimulai dari
aspek posterior, insisi dilanjutkan ke belakang arteri karotis dan diperluas ke daerah
inferior ke klavikula dalam bentuk huruf S.
Insisi vertikal umumnya dilakukan dengan sudut 90° dan angulasi akut pada
insisi ini harus dihindari untuk mencegah terjadinya nekrosis kulit lokal dan paparan
dari struktur yang lebih dalam. Ini sangat penting untuk pasien yang telah menjalani
terapi radiasi sebelumnya karena terapi radiasi kemungkinan menghambat
penyembuhan luka karena kurangnya pasokan darah ke kulit dan jaringan
subkutan.18,23
Subplatismal superior diangkat ke perbatasan rahang bawah dengan
subplatismal inferior diangkat ke daerah supraklavikula. Saraf mandibula marginal
dapat dilestarikan dengan meninggikan flep(gambar 10).18,23
Gambar 10. Pengangkatan flep subplatismal (Werning J. Modified radical neck
dissection. 2010) (
(18 Mei 2011)
Setelah itu diberikan lidokain 1% dan epinefrin untuk menghindari
perdarahan yang berlebihan. Daerah submental diangkat dari perbatasan mandibula
pada daerah inferior. Retraksi dari otot milohioid anterior memungkinkan untuk
identifikasi saluran submandibular yang diinsisi, dan saraf lingual yang memasok
Pembedahan dapat dilakukan antara platisma dan struktur yang lebih dalam.
Bagian posterior diangkat dengan pengait kulit di bawah platisma, lalu lakukan
pembedahan sampai ke belakang otot trapezius, dengan eksposur yang baik dari otot
sternokleidomastoid. Dalam standar diseksi leher radikal, tidak ada upaya dilakukan
untuk mengidentifikasi saraf aksesori.18,23
Pembedahan dimulai di dekat daerah mastoid yang berasal dari otot
sternomastoideus dan paparan dari otot kapitis splenius. Pembedahan ini dilakukan
pada permukaan otot splenius untuk menghindari cedera pada bagian occipitalis
(gambar 12).18,23
Gambar 12. Pembedahan otot sternomastoideus, aksesori saraf transeksi anterior ke otot trapezius dan seluruh bagian posterior yang ditarik ke medial. (Shaha AR. Radical neck
dissection. 2004) (18 Mei 2011)
Pembedahan diperpanjang dari perbatasan anterior otot trapezius sampai
klavikula. Hal ini penting untuk menghindari pembedahan mendalam di belakang
perdarahan yang berlebihan. Bagian inferior dari otot omohioid tersebut dipotong di
dekat klavikula (gambar 13).18,23
Gambar 13. Pemotongan otot omohioid di dekat klavikula (Shaha AR. Radical neck
dissection. 2004) ( (18 Mei 2011)
Pembedahan ini berguna untuk menghindari cedera pada pleksus brakialis,
yang terletak di daerah inferior dari otot omohioid. Pembedahan ini dilakukan di
daerah
Pembedahan dilakukan ke arah medial sampai ke saraf frenikus pada
permukaan otot skaleni. Vena jugularis harus diidentifikasi di bagian inferior. Sangat
penting untuk mengidentifikasi urat nadi dan melakukan insisi dengan sangat
hati-hati. Sebuah insisi ganda mungkin diperlukan jika urat nadi eksternal besar (gambar
14).
inferior dari otot omohioid dan meluas ke bagian anterior otot
sternomastoideus. Seperti pembedahan lanjutan pada bagian sebelumnya, setiap
usaha dilakukan untuk menghindari cedera baik untuk pleksus brakialis dan saraf
frenikus.
Gambar 14. Pembedahan di belakang perbatasan inferior otot sternomastoideus otot, insisi vena jugularis internal dan bedah antara karotis arteri dan vena jugularis internal. (Shaha AR.
Radical neck dissection. 2004) ( (18 Mei 2011)
Sebuah manset minimal 1 cm dari otot sternomastoideus harus dibiarkan
melekat pada klavikula untuk menghindari perdarahan yang berlebihan dari otot
sternomastoideus dan menghindari cedera pada periosteum klavikula. Setelah
transeksi seluruh otot sternomastoideus inferior, vena jugularis internal yang sudah
terkena metastasis juga dibedah dari selubung karotis. Sementara pembedahan pada
bagian bawah dari vena jugularis internal, sangat penting untuk mengidentifikasi
saraf vagus terlebih dahulu dan hati-hati dalam melakukan pembedahannya untuk
menghindari cedera pada pembuluh darah. Setiap cedera pada vena ini dapat
mengakibatkan perdarahan yang berlebihan.
Vena jugularis internal dijepit dan dilakukan insisi. Pada bagian inferior,
sebuah jahitan umumnya digunakan untuk menghindari tergelincirnya dari ligatur
tersebut. Jika vena jugularis internal secara tidak sengaja transeksi selama
pembedahan, mungkin menyebabkan perdarahan yang berlebihan pada leher,
terputusnya pembuluh darah internal dari leher ke dada atau bahkan emboli udara
(gambar 15).23
Gambar 15. Penjepitan dan insisi vena jugularis internal. (Werning J. Modified radical
neck dissection. 2010) ( (18 Mei 2011)
Pembedahan dilanjutkan pada daerah superior vena jugularis internal dan
daerah medial dari otot sternomastoideus, vena tiroid diidentifikasi terlebih dahulu,
dijepit dan dilakukan insisi. Pembedahan harus dilakukan dengan teliti terutama di
bagian kiri sisi leher dimana mungkin ada beberapa saluran limfatik atau bahkan
duktus toraks. Saluran limfatik di daerah ini dilakukan insisi untuk melihat apakah
ada perdarahan yang berlebihan di daerah ini atau kebocoran saluran limfatik. Jika
tidak dapat diidentifikasikan kebocoran limfatik pada daerah ini, penusukan sebuah
jahitan di jaringan lunak leher mungkin dilakukan untuk mengontrol kebocoran
Pembedahan dilanjutkan ke bagian superior yang dilakukan di dekat karotis.
Seluruh otot sternomastoideus adalah transeksi superior, dan pembedahan yang
dilakukan ke arah medial dari otot sternomastoideus (gambar 16).23
Gambar 16. Diseksi selesai pada posterior segitiga, segitiga inferior, dan sudut rahang bawah.
(Shaha AR.Radical neck dissection. 2004) ((18 Mei 2011)
Pembedahan diperpanjang sepanjang perbatasan bebas dari mandibula, untuk
melihat lebih dalam kelenjar ludah submandibular. Ada banyak cabang kecil arteri
wajah di daerah ini yang perlu diligasi. Jika tidak, akan tertarik kembali rahang
bawah yang menyebabkan perdarahan yang berlebihan (gambar 17).23
Gambar 17. Diseksi submandibular dilakukan dengan mencabut otot milohyoid. (Shaha
Jika kanker melekat di bagian posterior dari otot digastrik, sebagian atau
seluruh otot digastrik harus diangkat bersama dengan otot lain seperti stilohioid dan
stiloglosus. Dalam standar teknik diseksi leher radikal, seluruh spesimen leher
dimobilisasi dan terpisah dari bagian sisa otot skapulae levator (gambar 18).23,30
Gambar 18. Perbatasan dari pembedahan leher telah terlihat jelas. (Werning J. Modified
radical neck dissection. 2010)
Dokter bedah dapat mempertimbangkan membawa spesimen ke departemen
patologi dan mengidentifikasi berbagai tingkatan kelenjar linfe leher. Setelah
pengangkatan seluruh spesimen leher, luka diirigasi dan setiap tempat perdarahan
pada permukaan otot dilakukan insisi. Setiap luka diirigasi dengan deras, dan daerah
supraklavikula divisualisasikan untuk melihat setiap kebocoran limfatik. Bagian
tengah trifurcation harus dijahit dengan nilon. Hal ini penting, untuk memastikan bahwa saluran tersebut melekat pada dinding suction ketika pasien dalam
pemulihan.23,24,29
menyebabkan cairan di leher yang menumpuk yang mengarah ke hematoma subkutan
dan membutuhkan re-eksplorasi. Sangat sering terjadi pasien extubated dalam ruang operasi.23,24
Jika ada perpanjangan operasi ke dalam rongga mulut dengan ekstensif
reseksi tumor di rongga mulut, trakeostomi mungkin diperlukan. Jika tidak ada
kontaminasi, umumnya tidak ada kebutuhan akan antibiotik. Namun jika ada
kemungkinan kontaminasi oral atau operasi faring, preoperative antibiotik dan 24 jam
antibiotik perioperatif umumnya dipertimbangkan. Luas spektrum antibiotika seperti
sefalosporin perlu digunakan. Namun, jika pasien alergi terhadap penisilin,
klindamisin dapat dipertimbangkan.24
5.3 Perawatan Pasca Bedah
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa kanker lidah merupakan
penyakit yang paling sering dijumpai. Kanker lidah juga perlu mendapatkan
perawatan dan perhatian lebih karena dapat menyebabkan komplikasi yang lebih
serius apabila tidak dilakukan perawatan yang tepat.
Selain pembedahan, perawatan lainnya yang dapat di gunakan seperti
radioterapi dan kemoterapi. Radioterapi tambahan diberikan pada kasus yang terapi
utamanya operasi. Sedangkan kemoterapi diberikan pada kasus yang terjadi
kontaminasi lapangan operasi oleh sel kanker, kanker stadium III atau IV atau timbul
residif setelah operasi atau radioterapi.
24,26,27
22,27
Indikasi perlu tidaknya diberikan radioterapi atau kemoterapi biasanya pada
lokasinya masih di pangkal lidah. Jadi perlu atau tidaknya perawatan radioterapi dan
kemoterapi tergantung dari keadaan kanker itu sendiri apakah termasuk di dalam
indikasi perawatan tersebut atau tidak.
Secara umum, perawatan kanker lidah setelah dilakukan diseksi leher radikal
terdiri dari :
1. Pemberian antibiotika
Pembersihan daerah operasi dilakukan dengan menggunakan liquid saline
normal : peroksida hidrogen dengan perbandingan 1:1. Setelah dilakukan
pembedahan , maka dianjurkan untuk memberikan antibiotik selama 3 sampai 7 hari.
Pemberian antibiotik ini dapat juga dikombinasikan dengan analgesik agar diperoleh
hasil yang maksimal.
2. Terapi Suportif
Terapi suportif terdiri dari :
a. Menambah stamina dan memperkuat daya tahan tubuh dengan
memberikan makanan yang bergizi tinggi, seperti ikan, telur, susu, vitamin B, C dan
sebagainya.
b. Istirahat yang baik dan cukup.
Terapi suportif ini terus dilakukan sampai pasien merasakan keadaan
staminanya membaik dan tidak merasakan sakit lagi. Selama masa pemulihan pasien
5.4 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat dilakukannya teknik diseksi leher
radikal dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Pada saat operasi, komplikasi yang dapat terjadi berupa :
25,28
a. Pendarahan akibat adanya cedera pembuluh darah atau hemostasis yang
tidak sempurna.
b. Terjadinya emboli udara akibat vena yang mengalami luka yang tidak
diketahui dan udara dapat masuk sampai ke jantung.
c. Cedera pada duktus torasikus akan menyebabkan terjadinya khilous fistel
dan penyembuhan luka yang terhambat.
d. Cedera pada persarafan, diantaranya adalah cedera pada nervus frenikus
dapat menyebabkan kelumpuhan pada diafragma, cedera pada nervus rekuren dapat
menyebabkan kelumpuhan pita suara, nervus fasialis dapat menyebabkan
kelumpuhan otot-otot di sekitar mulut, sedangkan cedera pada nervus spinalis
aksesori dapat menyebabkan drop shoulder.
e. Perangsangan pada carotid body dapat menyebabkan tekanan darah turun secara mendadak. Untuk menghindarinya, sebelum melakukan diseksi pada daerah
tersebut sebaiknya diteteskan prokain 1%.
2. Komplikasi yang dapat terjadi setelah dilakukannya operasi, berupa :
a. Haematoma : terjadi akibat hemostasis yang tidak sempurna dan drainase
yang tidak lancar, sehingga dapat mengakibatkan jalan napas yang tersumbat. Jika hal
Terkadang diperlukan intubasi atau trakheostomi untuk menghilangkan jalan nafas
yang tersumbat.
b. Infeksi : dapat diatasi dengan memberikan antibiotik.
c. Trakheomalecia : dapat terjadi akibat cara kerja yang terlalu kasar hingga
traumatis terhadap trakea atau akibat adanya tumor yang menginvasi ke trakea. Untuk
menghilangkan terjadinya sumbatan jalan nafas, maka perlu dilakukan pemasangan
trakheostomi.
d. Ruptur arteri karotis : Hal ini dapat terjadi pada diseksi leher radikal pasca
radiasi akibat adanya trauma atau kulit penutup yang nekrosis, biasanya terjadi pada
hari ke 12 sampai 24. Untuk pencegahannya yang perlu dilakukan adalah dengan
menutup arteri karotis dengan flep otot skapulae levator.
e. Flep yang nekrosis: Flep kulit memegang peranan yang sangat penting
dalam bedah rekonstruksi. Nekrosis flep, tentu saja akan menyebabkan gagalnya
program rekonstruksi disamping meningkatkan morbiditas penderita, biaya perawatan
dan lama perawatan.
3. Komplikasi yang bersifat lama, yaitu berupa :
a. Drop shoulder : Hal ini dapat terjadi jika dibuang nervus spinalis aksesori
akan mengakibatkan ketidakmampuan mengangkat struktur pundak, yang juga dapat
mengakibatkan kesulitan menggerakkan lengan dari posisi horizontal ke depan.
b. Deformitas secara kosmetik : Pembedahan dengan teknik ini banyak
membuang saraf-saraf yang bisa ikut terluka saat pembedahan, sehingga dapat
menyebabkan perubahan bentuk secara kosmetik.
c. Gangguan sensoris leher: Akibat banyaknya struktur yang berada di leher
yang bisa ikut terluka saat pembedahan, maka tidak jarang leher sering mengalami
gangguan sensoris.
d. Oedema yang menetap di daerah wajah, submandibula, submental:
Pembedahan dengan teknik ini juga dapat menimbulkan oedema yang
BAB 6 KESIMPULAN
Kanker lidah merupakan kanker yang berasal dari suatu neoplasma malignant
yang timbul dari jaringan epitel mukosa lidah dengan selnya yang berbentuk
karsinoma sel skuamosa (sel epitel gepeng berlapis) dan terjadi akibat rangsangan
menahun. Kanker lidah merupakan penyakit kanker pada rongga mulut yang paling
sering terjadi dan termasuk dalam sepuluh jenis kanker yang berbahaya dan paling
banyak diderita. Insidensi kanker lidah meningkat sejalan peningkatan usia.
Umumnya terjadi pada usia sekitar 60 tahun, tetapi saat ini telah terjadi pergeseran
usia, sehingga banyak ditemukan pada usia lebih muda.
Diseksi leher radikal merupakan suatu tindakan bedah berupa pengangkatan
kelenjar limfe leher dan jaringan sekitarnya untuk menanggulangi metastasis yang
terjadi di leher dalam rangka penatalaksanaan kanker. Diseksi leher radikal adalah Penyebab terjadinya kanker lidah yang paling utama adalah alkohol, merokok
dan cara penggunannya. Dan jika lidah sering terpapar asap rokok maka mekanisme
bekerjanya akan menjadi berlebihan, sehingga sel-selnya dapat berubah menjadi
ganas yang perlahan-lahan dapat memicu terjadinya kanker lidah. Kanker lidah juga
dapat dipicu oleh pemakaian gigi palsu yang tidak sesuai, iritasi kronis dari restorasi,
gigi yang mengalami karies, kebersihan gigi dan mulut yang buruk, radang kronis dan
metastasis yang dirancang dengan baik dan relatif mudah untuk dilakukan oleh para
ahli bedah selama 75 tahun terakhir ini.
Komplikasi merupakan hal yang lazim dalam suatu tindakan perawatan
bedah. Komplikasi yang dapat terjadi akibat dilakukannya teknik diseksi leher radikal
dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: pada saat operasi, setelah dilakukannya
operasi dan komplikasi yang bersifat lama. Kriteria keberhasilan dapat dievaluasi
DAFTAR PUSTAKA
1. Johnston TB, Davies DV, Davies F. Gray’s anatomy descriptive and applied. 32nd
2. Dubrul EL. Oral anatomy. 8
ed. London: Longmans Com. 1985. 207-9.
th
3. Sicher H. Oral anatomy 3
ed. America: Ishiyaku Euro America, 1980: 168-72.
th
4. Sabiston DC. Bedah (essential of surgery). 2
ed. St. Louis: The CV. Mosby Company, 1980: 126-7.
nd
5. Scoop IW. Oral medicine a clinical approach with basic science correlation. 2 ed. Philadelphia: WB. Saunders
Company, 1994: 315-6.
nd
6. Hollinshead WH. The head and neck: anatomy for surgeon. 1 ed. St. Louis: The CV. Mosby Company, 1975:126-7.
st
7. Balaram P, Meenattoor G. Immunology of oral cancer a review. Singapore Dental Journal, 1996: Vol 21. No 1. 36.
ed. Minnesota: A
Hoeber-Harper International, 1975: 394.
8. Lynch MA. Burket’s oral medicine. Diagnosis and treatment. 9th
9. Williams JH. Oral cancer and precancer: clinical features. British Dental Journal, 1990; 168: 13-7.
ed. Philadelphia:
10.Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. Oral pathology : clinical pathologic correlations. 5th
11.Myers EN, Gastman BR. Neck dissection: an operation in evolution. American Cancer Society, 2003; 129: 14-25.
ed. St. Louise : Saunders, 2008: 56-60.
12.Werning J, Modified Radical Neck Dissection, cited from
13.Beahrs OH. Surgical anatomy and technique of radical neck dissection. SCONA, 1977; 101-4.
14.Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Pathologic basis of disease. 7th
15.Killey HC, Seward GR, Kay LW. An outline of oral surgery, part 1. Briston: John Wright AND Son, 1976: 6-7.
ed.
Pennsylvania: Elsevier Saunders, 2005: 774-90.
16.Dolowitz DA. Basic otolaryngology. New York: Mc Graw-Hill, 1964: 187.
17.Boyd W. A textbook of pathology structure and function in disease. 7th
18.Waite DE. Textbook of practical oral and maxillofacial surgery. 3 ed.
Philadelphia: Lea and Febiger, 1978: 534-6.
rd
19.Bailey BJ, Biller HF. Surgery of the larynx. Canada: WB Saunders Company, 1985: 322-31.
ed.
20.Ibsen OAC,Phelan JA. Oral pathology for the dental hygienist. 4th
21.Laskin DM. Oral and maxillofacial surgery. St. Louis: The C.V. Mosby Company, 2000: 258-62.
ed. St. Louis:
Elsevier, 2004: 337-40.
22.Fehrenbach MJ, Herring SW, Thomas P. Anatomy of the head and neck. 3rd
23.Lee KJ. Essential otolaryngology: head and neck surgery. 8
ed.
St. Louis: Saunders, 2007: 153-8.
th
24.Lalwani AK. Current diagnosis and treatment in otolaryngology: head and neck surgery. 2
ed. United States of
America: The Mc Graw-Hill, 2003; 605-6.
nd
25.Byers RM. Management of the no neck, head cancer. Vol 2. New York: BC.
Decker Inc. 1990: 13.
ed. United States of America: The Mc Graw-Hill, 2008; 412-5.
26.Somartono SH. Mikrognati dan mikroglosi kongenital. Jurnal Kedokteran Gigi, 1997: 4 (2): 15-9.
27.Narlan Sumawinata, dkk. Kumpulan makalah ilmiah. Jakarta; 1994: 37-42.
28.Jakarta Press. Kanker rongga mulut, awalnya seperti sariawan. 2009.
29.PDGI Online Masyarakat Dental Indonesia. Awal kanker rongga mulut: jangan sepelekan sariawan. ( 22 Februari 2011).
30.Kaban LB. Diagnosis and treatment of fractures of the facial bones in children 1943-1993. Journal of Oral Maxillofacial Surgery. 1993; 51: 722-29.
31.Detik Forum. Waspadai kanker rongga mulut.