• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang mempengaruhi rasa bersalah mahasiswa mengakses pornografi (situs porno)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-faktor yang mempengaruhi rasa bersalah mahasiswa mengakses pornografi (situs porno)"

Copied!
194
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI RASA

BERSALAH MAHASISWA MENGAKSES SITUS PORNO

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Disusun oleh:

Wahyu Syahputra

10507002404

FAKULTAS PSIKOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI RASA

BERSALAH MAHASISWA MENGAKSES SITUS PORNO

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S. Psi)

Oleh :

Wahyu Syahputra

NIM

:

105070002404

Dibawah Bimbingan :

Pembimbing I

Ikhwan Lutfi, M.Psi NIP. 1973710 200501 1 006

Pembimbing II

S. Evangeline Suaidy. I. M, Si, Psi NIP. 150411217

Fakultas Psikologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

MAHASISWA MENGAKSES SITUS PORNO telah diujikan dalam sidang

munaqosyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 5 Desember 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 5 Desember 2011

Sidang Munaqosyah

Dekan/Ketua Pembantu Dekan/ Sekretaris Merangkap anggota merangkap anggota

Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si.

NIP. 130 885 522 NIP. 19561223 198303 2001

Anggota

Ikhwan Lutfi, M. Psi S. Evangeline Suaidy. I. M.Si. Psi

(4)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama: Wahyu Syahputra

NIM : 105070002404

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Faktor-faktor yang

Memengaruhi Rasa Bersalah Mahasiswa Mengakses Situs Porno adalah benar

merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan karya tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam skripsi. Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau ciplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Jakarta, Agustus 2011

(5)

MOTTO

Apa yang berharga pada tanah liat ini

selain separuh ilusi?

Sesuatu yang kelak retak

dan kita membikinnya abadi

1973

(6)

ABSTRAK

(A)Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(B)September 2011

(C)Wahyu Syahputra

(D) Faktor-faktor yang Memengaruhi Rasa Bersalah Mahasiswa

Mengakses Situs Porno

(E) Xiii + 120 Halaman

(F)Mengakses situs porno dapat menimbulkan rasa bersalah karena individu merasa telah melakukan sebuah kesalahan. Seperti yang dipaparkan oleh Young (2000) bahwa rasa bersalah adalah hasil dari tekanan yang didapatkan setelah membuka situs porno, karena berhubungan dengan anggapan individu akan timbulnya berbagai permasalahan seperti isolasi sosial, masalah dalam keluarga, masalah dalam persahabatan, perceraian, kehilangan pekerjaan dan performa kerja yang menurun. Rasa bersalah menurut Coleman (1985) didefenisikan sebagai emosi yang bersifat universal yang dimiliki oleh setiap manusia. Satu hal yang dirasakan seseorang pada saat dia melakukan suatu kesalahan dan diberlakukan terhadap dirinya sendiri penilaian terhadap diri sendiri.

Menurut Cohen, dkk (2010), bahwa rasa bersalah berhubungan secara positif dan signifikan dengan religiusitas, dan moral. Religiusitas menurut Djamaludin Ancok (1994) berarti pengalaman yang menyangkut hubungan antara agama dengan penganutnya atau suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang (penganut agama) yang mendorongnya untuk bertingkah laku yang sesuai dengan agamanya. Moral suatu nilai yang merujuk pada kode etik yang diajukan oleh masyarakat, agama, dan budaya, untuk dijadikan acuan berperilaku seseorang.

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 83 orang mahasiswa aktif yang kuliah di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda yang diperoleh dari hasil perhitungan skala rasa bersalah, moral yang terdiri dari tingkatan moral pra konvensional, konvensional dan pasca konvensional, serta religiusitas yang terdiri dari dimensi keyakinan, praktek agama, pengetahuan agama, pengamalan, dan penghayatan

(7)

Apabila dilihat dari koefisien regresi masing-masing variabel, ditemukan lima variabel yang berpengaruh signifikan terhadap rasa bersalah yaitu: dimensi pengetahuan agama dimensi pengamalan, dimensi penghayatan, moral pra konvensional, dan moral konvensional. Selanjutnya, jika dilihat berdasarkan proporsi varians masing-masing variabel maka terdapat empat variabel yang berpengaruh signifikan terhadap rasa bersalah. Proporsi varians yang diberikan dimensi keyakinan sebesar 26,6%, dimensi pengetahuan agama sebesar 11,0%, dimensi penghayatan sebesar 11,6% dan moral Pra konvensional 8,3%.

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim

Alhamdullilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., karena berkat segala kekuasaan dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, walaupun masi jauh dari kesempurnaan. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW. serta pengikutnya sampai akhir zaman.

Terselesaikannya skripsi ini tentunya tidak luput dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya. Pudek bagian akademik Ibu Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si, Pudek bagian keuangan Bapak Bambang Suryadi, Ph.D, dan Pudek bagian kemahasiswaan Ibu Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si.

(9)

3. Bapak Ikhwan Lutfi M.Psi. Psi, Pembimbing Akademik yang hari-harinya cukup dipadati oleh kami yang selalu membutuhkan bimbingan dan motivasi.

4. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, semoga Allah SWT, memberikan berlipat-lipat pahala atas amal yang telah diberikan.

5. Untuk kedua orang tua penulis, A. Syafii dan Zulfarida. Karena cinta mereka berdua penulis masih bisa berdiri tegak.

6. Saudara-saudaraku Fazar Siddik dan Muhammad Akbar, mari kita menjadi kebanggan orang tua dan akan menemani mereka sampai di surga kelak amin.

7. Muharnia Dewi Adelia, Sebagai pencetus gagasan-gagasan baru dalam hidup penulis serta teman setia yang selalu berada dibelakang penulis untuk mendorong menyelesaikan skripsi ini jika penulis mundur.

8. Untuk seluruh teman-teman psikologi angkatan 2005 khususnya Budi, Idham, Syafii, Rojak, Agung, Ruhyat, Adi, Juju, Rizki, Makki, Ahmad Baydhowi.

9. Untuk sahabat-sahabat PMII cabang Ciputat, dan khususnya sahabat-sahabat PMII komisariat Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

10. Untuk teman-teman MAHACHALA, KOMPAK, dan Komunitas WARUNG KOPI.

(10)

membantu dalam proses birokrasi dan kemudahan bagi penulis dalam pembelajaran di kampus tercinta ini.

12. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, karena dukungan moral, doa, dan pengertian mereka, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini..

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk dapat menyempurnakan skripsi ini.

Akhir kata, sangat besar harapan penulis semoga skripsi ini memberikan manfaat yang besar, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi siapa saja yang membaca dan berkeinginan untuk mengeksplorasinya lebih lanjut.

Jakarta, 5 Juni 2011

(11)

DAFTAR ISI

Cover

Lembar Pengesahan oleh Panitia Ujian... i

Lembar Pengesahan Pembimbing ... ii

Pernyataan Keaslian Skripsi ... iii

Motto ... iv

1.2. Batasan dan Rumusan Masalah ... 5

1.2.1. Pembatasan Masalah ... 5

1.2.1. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

1.5. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

2.1. Rasa Bersalah ... 11

2.1.1. Definisi Rasa Bersalah... 11

2.1.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Rasa Bersalah ... 13

2.1.3. Perbedaan Kategori Dalam Rasa Bersalah... 14

2.1.4. Macam-Macam Rasa Bersalah... 17

2.1.5. Dimensi Rasa Bersalah... 18

2.1.6. Akibat-Akibat Rasa Bersalah... 19

(12)

2.2.1. Definisi Moral... 21

2.2.2. Tingkat Perkembangan Moral... 23

2.3. Religiusitas ... 25

2.3.1. Definisi Relgiusitas... 25

2.3.2. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Religiusitas ... 26

2.3.3. Dimensi Religiusitas ... 27

2.3.4. Fungsi Dimensi Religiusitas...29

2.4. Situs Porno ... 31

2.4.1. Definisi Situs Porno...31

2.4.2. Tipe-Tipe Pengguna Situs Porno...32

2.4.4. Klasifikasi Perilaku Situs Porno...33

2.5. Kerangka Berpikir ... 34

2.6. Hipotesis Penelitian ... 40

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

3.1. Populasi dan Sampel ... 42

3.1.1. Populasi...42

3.1.2. Sampel...42

3.1.3 Teknik Pengambilan Sampel...43

3.2. Variabel Penelitian ... 43

3.2.1. Definisi Variabel Penelitian... 43

3.2.2. Definisi Konseptual Variabel ... 44

3.2.3. Definisi Operasional Variabel ... 45

3.3. Pengumpulan Data...47

3.3.1. Metode Dan Instrumen ... 47

3.3.2. Skala Tingkat Moral ... 49

3.3.3. Skala Dimensi Religiusitas...49

3.3.4. Skala Dimensi Rasa Bersalah...51

3.4. Teknik Uji Instrumen ... 52

3.4.1. Uji Validitas Skala ... 53

(13)

3.6. Teknik Analisis Data ... 59

3.7. Prosedur Penelitian ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA ... 71

4.1. Gambaran Umum Responden ... 71

4.2. Deskripsi Skor Variabel Rasa Bersalah, Religiusitas, dan Moral...72

4.2.1. Skor Variabel Rasa Bersalah, Religiusitas, dan Moral ... 72

4.3. Uji Beda Berdasarkan Jenis Kelamin ... 73

4.3.1.1 Uji Beda Untuk Rasa Bersalah Berdasarkan Jenis Agama, Pengamalan, dan Penghayatan dari Religiusitas Berdasarkan Jenis Kelamin...77

4.3.1.5. Uji Beda Beda Moral Pra Konvensi, Moral Konvensi, dan Moral Pasca Konvensi Berdasarkan Jenis Kelamin...80

4.4. Uji Beda Berdasarkan Durasi Akses Internet... 82

4.4.1.1. Uji Beda Untuk Rasa Bersalah Berdasarkan Durasi Akses Internet... 84

4.4.1.2. Uji Beda Untuk Religiusitas Berdasarkan Durasi Akses Internet... 85

4.4.1.3. Uji Beda Untuk Moral Berdasarkan Durasi Akses Internet ... 86

(14)

4.4.1.5. Uji Beda Untuk Moral Pra Konvensi, Moral Konevnsi, dan Moral Pasca Konvensi Berdasarkan Durasi Akses Internet

...91 Agama, Pengamalan, Penghayatan dari Religiusitas Berdasarkan Asal Sekolah...97

4.5.1.5. Uji Beda Untuk Moral Pra Konvensi, Moral Konvensi, Moral Pasca Konvensi Berdasarkan Asal Sekolah...101

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ...117

5.1. Kesimpulan...117

5.2. Diskusi ...118

5.3. Saran ... 122

(15)

5.3.2. Saran Praktis ... 123

DAFTAR PUSTAKA ... 125

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini, dipaparkan latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada era globalisasi sekarang dimungkinkan adanya transformasi

informasi yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di era globalisasi telah berdampak positif dan negatif bagi kehidupan masyarakat. Positifnya, setiap kegiatan manusia dipermudah dan diperluas penyebarannya tanpa perlu melakukan aktifitas yang menggunakan banyak biaya dan waktu (Lisa, 2010). Sementara menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Gumelar (dalam Antaranews, 2010) salah satu contoh teknologi informasi yang berdampak negatif adalah mudahnya mengakses pornografi melalui jaringan internet oleh anak-anak generasi penerus bangsa.

Seperti yang dilaporkan GoodMagazine, sebanyak 12% situs di dunia mengandung pornografi. Materi pornografi yang dicari melalui search engine

(17)

Survei yang dilakukan oleh Yayasan Kita dan Buah Hati di Jabodetabek tahun 2005 menunjukkan bahwa lebih 80% anak usia 9-12 tahun telah mengakses materi pornografi melalui situs-situs internet. Sebagian besar dari mereka merupakan pelajar yang sedang mencari bahan pelajaran untuk memenuhi tugas sekolah.

Dari hasil penelitian pendahuluan pada tanggal 21 desember 2010 yang dilakukan oleh peneliti pada 30 orang mahasiswa Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, bahwa 77% dari sampel pernah mengakses pornografi dan 66% berusia antara 19 sampai 22 tahun, 50 % pertama kali mengakses pornografi ketika sampel duduk di bangku SMA, 26% pertama kali mendengar dari cerita teman, jika melihat dari intensitasnya sebanyak 83% tidak tentu mengakses pornografi, dan saat ini 63% dari sampel menggunakan internet untuk mengakses pornografi.

(18)

dan lebih menyimpang dari yang sebelumnya dikonsumsi (tahap eskalasi). Sampai akhirnya materi seks yang tadinya tabu, tidak bermoral, dan merendahkan martabat, secara perlahan dianggap menjadi sesuatu hal yang biasa dan tidak sensitif lagi (tahap desensitisasi). Setelah itu terjadi kecenderungan untuk membawa materi seksual yang ditontonnya ke dalam kehidupan nyata (tahap act-out) (Sandra Fikawati, 2009).

Aliansi Selamatkan Anak (ASA) Indonesia (2006) menyatakan bahwa Indonesia selain menjadi negara tanpa aturan yang jelas tentang pornografi, juga mencatat rekor sebagai negara kedua setelah Rusia yang paling rentan penetrasi pornografi terhadap anak-anak (BKKBN, 2004). Saat ini remaja merupakan populasi terbesar yang menjadi sasaran pornografi. Menurut Attorney General’s

Final Report on Pornography (dalam ASA Indonesia 2005) konsumen utama pornografi (baik dari majalah, internet, tabloid, dan lain-lain) adalah remaja laki-laki berusia 12 sampai 17 tahun.

Remaja yang sedang menjalani masa pubertas didukung oleh sarana internet yang menyediakan banyak akses menuju pornografi dan menimbulkan kerugian pada remaja dalam kejiwaannya seperti munculnya rasa bersalah.

Lee (2011) memaparkan remaja mengambil resiko yang besar ketika beranggapan bahwa keterlibatannya dengan aktifitas seksual secara online

(19)

serta tanpa menyadari bahwa mereka sudah masuk dalam lingkup adiksi. Mereka akan menghadapi konsekuensi negatif dari rusaknya hubungan mereka yang menyebabkan rasa bersalah yang tinggi muncul dengan ketidakmampuan mereka menghadapinya.

Sementara menurut Bryant (2009), terdapat kerugian dari pornografi secara fisik, sosial, dan kejiwaan (menyebabkan rasa bersalah, malu, cemas, bingung, ikatan sosial yang lemah dan adiksi).

Mental Illness of Victoria (2008), menjelaskan bahwa rasa bersalah adalah sebuah pengalaman dalam diri seseorang, dan ini berhubungan dengan respon emosi, termasuk marah, kesedihan, keadaan memalukan, dan keputus-asaan

Menurut coleman (1985) yang menyebabkan rasa salah adalah kritik-diri dan rasa tidak mampu. Kritik diri dan rasa tidak mampu itu sendiri timbul karena kita tidak mampu memenuhi harapan yang kita buat sendiri atau yang dibuat oleh orang lain. Ini berhubungan dengan mengakses situs porno yang tidak disetujui atau dianggap tidak pantas oleh norma yang berlaku.

(20)

Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan di awal, bahwa religiusitas dan moral sebagai IV menjadimemiliki hubungan dengan rasa bersalah sebagai DV. Selain itu, Penulis juga menjadikan jenis kelamin, durasi mengakses internet, dan asal sekolah sebagai variabel tambahan dalam penelitian ini.

Penelitian ini akan dilakukan pada mahasiswa, karena mahasiswa merupakan individu yang menuju tahap dewasa dalam perkembangannya dan mahasiswa Fakultas Psikologi untuk memudahkan peneliti untuk melakukan penelitian ini.

Sebagai sebuah fakta di Indonesia, Penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi rasa bersalah perilaku mengakses situs porno akan memberikan manfaat bagi masyarakat umum dan ilmu pengetahuan. Dengan berpegangan pada berbagai alasan di atas maka peneliti akan melakukan penelitian dengan judul “Faktor-faktor yang memengaruhi rasa bersalah mahasiswa mengakses situs porno”.

1.2. Batasan dan Rumusan Masalah

1.2.1. Batasan Masalah

(21)

1. Penelitian ini meneliti “Rasa bersalah mahasiswa mengakses situs porno”.  Rasa bersalah: Berdasarkan jurnal Mental Illness of Australia (2008),

dijelaskan bahwa rasa bersalah adalah sebuah pengalaman dalam diri seseorang yang berhubungan dengan respon emosi, termasuk marah, kesedihan, keadaan memalukan, dan keputus-asaan.

2. Faktor-faktor yang akan diuji memengaruhi rasa bersalah dibedakan menjadi faktor psikologis dan faktor demografi, yaitu:

 Faktor Psikologis:

o Religiusitas yang dimaksud di sini adalah pengalaman atau fenomena yang menyangkut hubungan antara agama dengan penganutnya atau suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang (penganut agama) yang mendorong untuk bertingkah laku yang sesuai dengan agamanya. Dalam penelitian ini, religiusitas berkaitan dengan dimensi akidah, dimensi praktek agama, dimensi pengetahuan agama, dimensi pengamalan, dan dimensi penghayatan.

(22)

Kohlberg, yaitu: pra konvensional, konvensional, dan pasca konvensional.

 Faktor demografi yang diteliti adalah jenis kelamin, durasi mengakses

situs porno, dan asal sekolah.

3. Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang pernah mengakses pornografi.

1.2.2. Rumusan Masalah

Perumusan masalah yang akan diteliti adalah:

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari religiusitas dan tingkat perkembangan moral terhadap rasa bersalah mahasiswa mengakses situs porno?

2. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari dimensi religiusitas keyakinan, pengetahuan agama, praktek agama, pengamalan, dan penghayatan dari religiusitas terhadap rasa bersalah mahasiswa mengakses situs porno? 3. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari tingkat perkembangan moral

(23)

1.3. Tujuan dan manfaat penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

1. Menemukan faktor mana yang memiliki pengaruh terhadap rasa bersalah mahasiswa mengakses situs porno.

2. Melihat proporsi varian dari tiap variabel terhadap rasa bersalah.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh penulis diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak khususnya pembaca, antara lain:

1. Secara teoritis

a. Menambah khazanah penelitian di bidang psikologi terutama yang berkaitan dengan kajian psikologi klinis.

b. Memberikan wawasan mengenai pengakses pornografi (situs porno) dan rasa bersalahnya.

c. Memberikan sebuah penjelasan bahwa pornografi (situs porno) dan rasa bersalah merupakan hal yang patut diperhatikan.

d. Memberikan wawasan kepada mahasiswa baik secara klinis, psikis, maupun sosial.

2. Secara Praktis

(24)

1.4. Sistematika Penulisan

BAB I : Pada bab satu pendahuluan, penulis membagi kedalam beberapa

bagian latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat, serta sistematika penulisan.

BAB II : Pada bab dua penulis membahas kajian teori pengertian. Pengertian

rasa bersalah, faktor-faktor yang mempengaruhi atau berkorelasi dengan rasa bersalah diantarnya moral dan religiusitas, penggambaran rasa bersalah, perbedaan kategori dalam rasa bersalah, macam-macam rasa bersalah, akibat-akibat rasa bersalah, cara mencegah rasa bersalah, cara mengatasi rasa bersalah, pengertian moral, moral, perkembangan moral, faktor-faktor yang memengaruhi perilaku moral, perubahan dasar dalam moral, pengertian religiusitas, dimensi religiusitas, faktor-faktor yang memengaruhi religiusitas, fungsi dimensi religiusitas, pengertian pornografi (situs porno), ciri-ciri pornografi, tipe-tipe pengguna situs porno, resiko situs porno bagi pengguna, klasifikasi perilaku pengguna situs porno, kerangka berpikir dan hipotesi.

BAB III : Bab ini membahas tentang jenis penelitian, metode peneltian,

(25)

BAB IV : Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai gambaran subjek penelitian, deskripsi hasil penelitian dan hasil analisis penelitian

BAB V : Pada bab ini, peneliti akan merangkum keseluruhan isi penelitian

(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini dipaparkan landasan teori penelitian, diantaranya mengenai teori rasa bersalah, teori religiusitas, teori moral serta kerangka berpikir dan hipotesis.

2.1. Rasa Bersalah

2.1.1. Definisi Rasa Bersalah

Menurut Chaplin (2006) rasa bersalah adalah perasaan emosional yang berasosiasi dengan realisasi bahwa seseorang melanggar peraturan sosial, moral, atau etis/susila. Sedangkan menurut psikoanalis, perasaan bersalah tidak disadari, dan beberapa perasaan bersalah sifatnya justru imajiner atau khayalan. Pada pendapat terakhir, diduga bahwa perasaan bersalah yag diimajinasikan itu adalah simbol dari perasaan bersalah yang benar-benar salah dan ditekan-tekan dalam ketidaksadaran.

Mental Illness of Victoria (2008), menjelaskan bahwa rasa bersalah adalah sebuah pengalaman dalam diri seseorang yang berhubungan dengan respon emosi, termasuk marah, kesedihan, keadaan memalukan, dan keputus-asaan.

(27)

pada saat dia melakukan suatu kesalahan dan diberlakukan terhadap dirinya sendiri, seperti cinta yang dapat merusak seperti rasa benci.

Sedangkan Lewis dan Havilan (1993) menyatakan bahwa rasa bersalah adalah emosi penyesalan yang dihasilkan ketika seseorang menilai prilaku mereka sendiri sebagai kegagalan. Jadi rasa bersalah diasosiasikan (hubungan) sebagai rasa malu untuk dapat memperbaiki tindakan yang dapat individu ambil (tidak diambil dalam kebutuhan) untuk memperbaiki kegagalan.

Sementara menurut Tracy dan Robins (dalam Cohen, dkk, 2010), rasa bersalah adalah kesadaran emosi diri ditimbulkan oleh refleksi diri dan evaluasi diri, dan itu dibantu dengan regulasi diri (peraturan-diri).

Cohen, dkk (2010) juga berpendapat bahwa rasa bersalah berhubungan dengan perasaan pribadi yang menyangkut melakukan perilaku yang salah atau di sebuah keadaan yang menyakiti orang lain.

(28)

2.1.2. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Rasa Bersalah

Cohen dan George (2010) berpendapat, bahwa rasa bersalah berhubungan secara positif dan signifikan dengan religiusitas dan moral. Moral mencangkup perasaan bersalah dan perasaan menyesal yang digambarkan sebagai ketidaknyamanan setelah melakukan pelanggaran

Sementara Olson (1996) memaparkan bahwa rasa bersalah berkaitan erat dengan moral. Rasa bersalah muncul ketika seseorang melakukan kesalahan dalam berperilaku yang berhubungan dengan keyakinan untuk berperilaku sesuai dengan norma masyarakat.

Mosher, dkk (1967) menjelaskan bahwa moral secara signifikan berhubungan dengan rasa bersalah yang dinilai dengan menggunakan standarisasi tahap perkembangan moral Kohlberg.

(29)

Menurut Gilbert (2003) rasa bersalah lebih lanjut terkait dengan moral yang berfungsi sebagai pemusatan dan penegasan tanggung jawab dan perhatian terhadap orang lain.

Menurut Maltby (2010), Rasa bersalah ditemukan terkait dengan religiusitas yang sifatnya pribadi sementara religiusitas yang bersifat sosial ditemukan terkait rasa bersalah dalam standar moral.

Marlene (2006) Rasa bersalah yang kuat dapat dipengaruhi oleh religiusitas, ketika melakukan hal yang dilarang tuhan rasa bersalah muncul dengan ketakukan akan sebuah hukuman. Orang dengan pendidikan agama yang kuat dikondisikan untuk cepat merasa bersalah karena takut bahwa mereka mungkin telah berdosa.

Dari berbagai penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa rasa bersalah terkait erat dengan religiusitas dan moral.

2.1.3. Perbedaan Kategori Dalam Rasa Bersalah

(30)

a) Rasa Bersalah yang Obyektif

Adalah rasa bersalah yang menjadi masalah oleh karena ada peristiwa pelanggaran hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Meskipun demikian, orang yang melakukan pelanggaran itu sendiri mungkin tidak merasa bersalah. Rasa bersalah yang objektif ada empat yaitu:

1. Legal-guilt, yaitu rasa bersalah yang menjadi masalah karena pelanggaran terhadap hukum yang berlaku dalam masyarakat. Pembunuhan, pencurian, dll. Sehinga menimbulkan masalah meskipun tidak semua orang yang melakukan rasa salah.

2. Social-guilt, yaitu rasa bersalah yang menjadi masalah karena pelanggaran terhadap hukum yang tidak tertulis yang berlaku dalam masyarakat. Misalnya: penghinaan, ancaman terhadap sesama manusia, yang mungkin tidak ada bukti-bukti konkrit sehingga bisa dibawa ke pengadilan, bahkan mungkin tidak ada hukum tertulis yang menggariskan tentang hal-hal itu, tetapi muncul masalah.

(31)

4. Theological-guilt, yaitu rasa bersalah yang menjadi masalah di karena pelanggaran terhadap hukum-hukum. Dalam memberikan standar-standar tingkah laku manusia, jika itu dilanggar, baik dengan pikiran maupun perbuatan, maka muncul masalah walaupun orang yang bersangkutan tidak bersalah. Kebanyakan orang merasa gelisah kemungkinan karena merasa bersalah, jika melakukan pelanggaran-pelanggaran di atas.

Meskipun demikian, banyak pula yang begitu keras hati sehingga mematikan perasaan bersalahnya. Banyak juga orang yang melakukan pelanggaran terhadap hukum namun tidak merasa bersalah, hal ini mungkin disebabkan karena keberhasilannya dalam mematikan rasa bersalahnya atau mungkin juga disebabkan karena kurangnya pengenalan terhadap kebenaran agama (spiritual) atau nilai-moral dalam masyarakat, jadi hanya pelanggaran-pelanggaran tertentu yang menimbulkan guilty feeling.

b) Rasa Bersalah yang Subyektif

(32)

yang sesungguhnya berlaku di masyarakat, namun mereka merasa bersalah. Dalam hal ini Narramore (1974) membagi subjective-guilty ini dalam tiga bagian, yaitu:

1. A fear of punishment (takut akan hukuman)

2. A loss in self-esteem (perasaan kehilangan harga diri).

3. A feeling of loneliness, rejection or isolation (perasaan kesepian, penolakan, atau pengasingan).

Rasa bersalah yang semacam ini tidak selamanya buruk, karena merupakan dorongan untuk memperbaiki tingkah laku dan menimbulkan dorongan serta kebutuhan untuk mendapatkan pengampunan. Meskipun tidak jarang guilty feeling yang semacam ini juga bisa menjadi hal yang merusak. Subjective-guilty, bisa begitu kuat dan juga lemah, bisa "appropriate" memang sesuai atau beralasan, dan juga "inappropriate" dimana untuk pelanggaran yang besar seorang tidak merasa bersalah, untuk pelanggaran kecil (bahkan mungkin tidak sama sekali) seseorang merasakan amat bersalah.

2.1.4. Macam-macam Rasa Bersalah

Yusuf (2007) menyatakan bahwa rasa bersalah dapat dibagi dalam empat jenis emosi yaitu:

(33)

b. Rasa bersalah yang membangun adalah sangat alami dalam jumlah yang sangat kecil dan penting untuk mengembangkan keperibadian dan hati nurani seseorang.

c. Rasa bersalah yang menghancurkan adalah tak diinginkan dan adalah akibat dari menjadi bagian dari dunia yang melanggar.

d. Rasa bersalah yang timbul adanya rasa malu adalah diman untuk menjelaskan jika seseorang menghadang perilaku kita, kita perlu berhenti dan menetapkan jika kita bersalah karena melakukan pelanggaran.

2.1.5. Dimensi rasa bersalah

Menurut jurnal Mental Illness of Victoria (2008) dengan judul “Understanding Guilt”, rasa bersalah dapat digambarkan:

1. Merasa bertanggung jawab terhadap keadaan negatif yang telah terjadi pada dirinya dan orang lain.

2. Merasa menyesal untuk kenyataan ataupun membayangkan tentang kelakuan buruk atau tidak senonoh.

3. Perasaan menyesal yang sangat dalam dari pemikiran, perasaan, atau sikap yang bersifat mencela tidak diterima oleh diri sendiri dan orang lain. 4. Merasakan sebuah kewajiban yang dijalani tidak memuaskan, tidak

menolong, atau tidak menentramkan seseorang.

5. Merasa bingung dan tidak mampu merenspon sebuah situasi yang dihadapi 6. Merasa kehilangan dan malu karena tidak mampu melakukan atau berkata

(34)

7. Menerima tanggung jawab dari kemalangan atau masalah setiap orang dikarenakan ketidakmampuan melihat orang yang sedang menderita

8. Memiliki perasaan moral yang kuat akan kesalahan dan kebenaran, yang mana menghalangi \pemilihan sebuah bagian kesalahan dari tindakan 9. Berperilaku dengan terpaksa atau bersembunyi yang mana kepercayaan

yang tidak logis muncul

2.1.6. Akibat – akibat dari Rasa Bersalah

Menurut Coleman (1985), ada beberapa akibat yang ditimbulkan dari rasa bersalah:

1. Merasa rendah diri. Banyak kemungkinan rasa salah yang mempengaruhi kita dapat disejajarkan dengan jumlah sumber rasa salah yang berpotenial. Rasa salah tidak hanya melahirkan rasa rendah diri, rasa tidak aman, dan rasa malu, merasa kacau, rasa takut, rasa salah bisa jadi sumber berkembangnya persoalan emosional seperti kasihan diri. Rasa salah yang asl dapat dengan mudah tertutup oleh keseluruhan rangkain trauma mental. Oleh karena itu, sering sekali kitak mempercayai ungkapan ’kompleks rasa salah’ yang mudah dimengerti.

(35)

membuahkan stres dan ketegangan yang menimbulkan penyakit tersebut. Daftar penyakit fisik yang amat panjang sekarang ini diakui yang disebabkan oleh stres dan ketegangan. Nyeri dada, salah cerna, sakit jantung, tukak lambung, debaran jantung, sakit punggung, diare, penyakit kulit, sesak nafas, kelelahan, tidak enak badan dan sebagainya hanyalah kelainan khusus yang ditemukan mempunyai kuat dengan pikiran. Stres berhubungan dengan penyakit fisik maka rasa salah harus selalu dianggap sebagai sumber utama stres mental. Dapat ditambahkan bahwa perasaan bersalah seperti kelelahan dan tidak enak badan pun biasanya dihubungkan dengan gangguan pikiran.

(36)

2.2. Tingkat Perkembangan Moral

2.2.1. Definisi Moral

Moral berasal dari kata Latin "mos" (Moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/niali-nilai atau tata cara kehidupan. Kata mors ini mempunyai sinonim mos, moris, manner more atau manners, morals , sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral.

Moral dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998) ada dua pengertian yang pertama yaitu ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, dan kewajiban, dan yang kedua adalah kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah dan berdisiplin.

Menurut Bernard Gert (2008) moral adalah pembentukan suatu nilai yang merujuk pada kode etik yang diajukan oleh masyarakat, agama, dan budaya, untuk dijadikan acuan berperilaku seseorang.

(37)

Khalid (2008) memaparkan bahwa moral adalah standarisasi nilai yang dijadikan acuan bagi seseorang tentang baik dan buruk, yang menggiring seseorang mengendalikan keinginan yang tidak disetujui Tuhan.

Sementara menurut Sumaryo (2003) Moral dan etika pada hakekatnya merupakan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang menurut keyakinan seseorang atau masyarakat dapat diterima dan dilaksanakan secara benar dan layak. Dengan demikian prinsip dan nilai-nilai tersebut berkaitan dengan sikap yang benar dan yang salah yang mereka yakini.

Dalam http://id.wikipedia.org moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk. moral juga dapat diartikan sebagai sikap,perilaku,tindakan,kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara hati, serta nasihat, dll.

Menurut Amril (2006) pada dasarnya moral merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam pengembangan eksistensialitas manusia, bahkan tidak berlebihan untuk dikatakan bahwa eksistensialitas manusia itu pada prinsipnya adalah moralitas.

(38)

2.2.2. Tingkat Perkembangan Moral

Menurut Kohlberg (2007) tahapan moral adalah:

1. Tingkat Prakonvensional

Pada level ini subjek ingin mendengarkan hukum masyarakat yang mana baik atau buruk, salah atau benar. Tingkat ini terbagi dua:

a) Orientasi ketaatan dan hukuman. Akibat psikis dari sebuah perilaku ditentukan oleh baik dan buruk, tanpa memperhatikan arti kemanusiaan atau nilai dalam akibat ini

b) Orientasi relativis-instrumental. Perilaku yang benar terdiri dari pemenuhan kebutuhannya, adakalanya kebutuhan orang lain.

2. Tingkat konvensional

Pada tingkat ini anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa. Anak memandang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya sendiri, tanpa mengindahkan akibat yang segera dan nyata, Tingkatan ini memiliki dua tahap:

a) Orientasi antara kesepakatan pribadi atau orientasi anak manis.

(39)

b) Orientasi hukuman dan ketertiban. Terdapat orientasi terhadap otoritas, aturan yang tetap dan penjagaan tata tertib/norma-norma sosial. Perilaku yang baik adalah semata-mata melakukan kewajiban sendiri, menghormati otoritas dan menjaga tata tertib sosial yang ada, sebagai yang bernilai dalam dirinya sendiri

3. Tingkat setelah konvensi

Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu dua tahap pada tingkat ini:

a) Orientasi kontrak sosial Legalitas. Pada umumnya tahap ini amat bernada semangat utilitarian. Perbuatan yang baik cenderung dirumuskan dalam kerangka hak dan ukuran individual umum yang telah diuji secara kritis dan telah disepakati oleh seluruh masyarakat. Terdapat kesadaran yang jelas mengenai relativitas nilai dan pendapat pribadi sesuai dengannya.

(40)

2.3. Religiusitas

2.3.1. Definisi Religiusitas

Menurut Kasdi (2003) Religiusitas berasal dari kata religion yang berarti agama, menurut bahasa sangsekerta agama artinya peraturan atau ajaran, ada pula yang berpendapat agama berasal dari kata “a” artinya tidak dan “gama” artinya

rusak, maksudnya adalah agama mengatur kehidupan manusia agar tidak rusak atau tidak terjerumus ke jalan yang tidak sesuai dengan ajaran agama.

Sementara Fuad Nashori & Mucharam, (2002) memaparkan bahwa agama adalah sesuatu yang alamiah dalam kehidupan manusia. Ketika manusia belum dilahirkan ke dunia ini, ruh manusia mengadakan perjanjian primordial dengan Tuhan. Isi perjanjian itu adalah pengakuan manusia akan keberadaan Allah Azza wa jalla sebagai Tuhannya. Pengakuan ini menunjukkan manusia memiliki bibit-bibit religiusitas dalam alam ruhaninya. Ulama-ulama Islam berpendapat bahwa dalam diri manusia terdapat fitrah., dalam fitrah terkandung pengertian bahwa pengetahuan tentang Allah, rasa cinta kepada Allah, dan komitmen untuk melaksanakan perintah Allah. Hal ini menunjukkan bahwa dalam diri manusia telah terdapat potensi keyakinan dan komitmen keberagamaan semenjak penciptaannya.

(41)

Sementara menurut Regan (2004) religiusitas adalah kehidupan dunia yang memiliki perhatian pada tujuan akhir dan arti hidup, dan menganggap tuhan adalah kekuatan utama, dan tercipta di dalam perilaku di kehidupan sehari-hari.

Sedangkan religiusitas menurut Djamaludin Ancok (1994) berarti pembicaraan mengenai pengalaman atau fenomena yang menyangkut hubungan antara agama dengan penganutnya atau suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang (penganut agama) yang mendorongnya untuk bertingkah laku yang sesuai dengan agamanya.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Religiusitas merupakan pemahaman, pengalaman atas apa yang terkandung dan tertera dalam arti agama

2.3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Religiusitas

Dalam hal ini, ada beberapa yang mempengaruhi tingkat religiusitas seseorang yaitu : faktor intelektual, faktor emosional, faktor sosial dan faktor hidayah.

1. Faktor Intelektual

(42)

2. Faktor Emosional

Dorongan untuk taat kepada ajaran agama yang dipeluknya dan berperilaku yang baik dengan sesama manusia, dan nilai emosi keagamaan itu harus dinilai dari keberhasilannya dalam membantu tercapainya tujuan-tujuan itu (Thouless, 1995).

3. Faktor Sosial

Faktor sosial berpengaruh terhadap keyakinan dan perilaku keagamaan, mulai dari pendidikan yang kita terima pada masa kanak-kanak, berbagai pendapat dan sikap orang-orang di sekitar kita dari apa yang mereka katakan berpengaruh terhadap sikap-sikap keagamaan kita, dan berbagai tradisi yang kita terima dari masa lampau. (Thouless, 1995).

4. Faktor Hidayah

Ada orang-orang yang memperoleh hidayah dari Allah dengan mudah. Tetapi ada pula yang sukar mendapatannya, bahkan tidak berhasil sama sekali mendapatkannya. Hal itu semua tergantug kepada kehendak Illahi samata-mata (Soetarjo, 2009).

2.3.3. Dimensi-Dimensi Religiusitas

(43)

Menurut Glock & Stark (1974) ada lima macam dimensi religiusitas yaitu: 1. Dimensi Akidah (Keyakinan). Seorang muslim yang religius akan memiliki ciri utama berupa akidah yang kuat. Dimensi akidah ini mengungkap maslalah keyakinan manusia terhadapa rukun iman (iman kepada Allah, Malaikat, kitab-kitab, Nabi, hari pembalasan, serta qadha dan qadar). Inti dimensi akidah dalam ajaran Islam adalah Tauhid.

2. Dimensi Ibadah (Ritual). Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Dimensi ini dapat diketahui dari sejauh mana tingkat kepatuhan seseorang dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ibadah. Seperti shalat lima waktu, dzikir, berdoa, rajin berpuasa dan berzakat. Mereka tidak mau menyia-nyiakan waktu yang dimilikinya kecuali dengan memperbanyak perilaku ritual.

(44)

4. Dimensi Pengetahuan Agama. Dimensi ini mengacu kepada pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi. Dimensi ini jelas berkaitan dengan satu sama lain, karena pengetahuan mengenai suatu keyakinan adalah syarat bagi penerimanya.

5. Dimensi Amal (pengamalan). Dimensi amal ini berkaitan dengan kegiatan pemeluk agama untuk merealisasikan ajaran-ajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari yang berlandaskan pada etika dan spiritualitas agama. Manifestasi dimensi ini meliputi ramah dan baik terhadap orang lain, memperjuangkan kebenaran dan keadilan, menolong sesama, disiplin dan menghargai waktu, bersungguh-sungguh dalam belajar dan bekerja, bertanggung jawab, dapat dipercaya, berkata benar dan tidak meminum minuman haram.

Menurut penjelasan dari Glock & Stark (1988) dapat kita simpulkan bahwa setiap orang tidak hanya dilihat dari satu sudut saja untuk mengetahui tingkat religiusitas seseorang melainkan dari berbagai dimensi yang sudah di jelaskan di atas, dan semuanya itu saling berkaitan antara dimensi yang satu dengan dimensi yang lainnya.

2.3.4. Fungsi Religiusitas

(45)

1. Untuk Mengatasi Frustasi

Manusia membutuhkan barmacam-macam hal. Maka ia terdorong untuk memuaskan kebutuhan dan keinginannya itu. Apabila kebutuhan tersebut tidak dapat terpenuhi maka akan timbul rasa kecewa yang pada akhirnya dapat menyebabkan frustasi. Cara mengatasi frustasi tersebut dengan jalan membelokkan arah kebutuhannya dari hal-hal yang bersifat keduniawian kepada Tuhan dan mengharapkan pemenuhan keinginan tersebut.

2. Untuk Mengatasi Ketakutan

ketakutan yang ada objeknya seperti takut kepada seseorang atau benda-benda tertentu dan ketakutan yang tidak ada objeknya seperti cemas hati. Ketakutan tanpa objek inilah yang sering menimbulkan kebingungan pada manusia dan dapat menimbulkan frustasi, maka secara tidak langsung ketakutan tersebut mempengaruhi timbulnya perilaku religiusitas.

3. Untuk Menjaga Kesulitan Serta Tata Tertib Masyarakat

Seseorang perlu menginternalisasikan nilai-nilai agama agar dapat menciptakan dan mengamalkan nilai-nilai moral yang otonomi dan religiusitas yang berfungsi sebagai pengendali suara hati.

4. Untuk Memuaskan Intelektual yang Ingin Tahu

(46)

mendalam agar hidup manusia bermakna, sehingga manusia sekurang-kurangnya ikut menentukan hidup yang dijalani.

2.4. Situs Porno (Cybersex)

2.4.1. Definisi Situs Porno (Cybersex)

Pengertian pornografi yang dikemukakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Adalah penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan yang dapat membangkitkan nafsu birahi (Depdikbud RI,1988).

Sedangkan menurut Soemartono (2003), pornografi berasal dari bahasa Yunani. Kata pornografi tersusun dari dua suku kata, yaitu Porne dan Graphein.

Porne berarti pelacur dan Graphein artinya ungkapan. Sehingga pornografi bisa diartikan sebagai setiap ungkapan yang berhubungan dengan ekspresi mesum wanita pelacur.

Menurut Levo (2000), Situs Porno adalah tipe ekspresi seksual yang bersifat online yang mana disusun dari keingintahuan yang akan melibatkan keobsesifan, dari foto, chating, atau pertemuan, ketika mereka melihat pasangan seksualnya secara nyata. Dari pencarian informasi yang normal, dan keingintahuan untuk mendownload hal yang bersifat porno.

(47)

lawan seksual yang membicarakan tentang aktivitas seksual, serta permainan yang di dalamnya ada unsur pornografi.

Dalam pengertian di atas situs porno adalah situs yang meliputi gambar atau lukisan yang mempertontonkan kecabulan. Sedangkan tulisan yang termasuk ke dalam situs porno adalah tulisan yang bersifat cabul sehingga orang yang membacanya merasa terangsang karena nafsu birahinya bangkit.

2.4.2 Tipe-tipe Pengguna Situs Porno

Menurut Harney (2010), ada pembagian lima kelompok dari pengguna Situs Porno, di antaranya:

1. Recreational Users – Appropriate. Pengguna hanya menggunakan internet seks hanya sebagai penambah pengetahuan saja.

2. Recreational Users – Inappropriate. Pengguna ini juga menggunakan internet seks pada sesuatu yang tidak pantas, sebagai contoh memperlihatkan foto seksual kepada orang lain untuk hiburan (canda), mencari sesuatu yang mengagetkan, yang bisa menjadi keadaan memalukan yang tidak disengaja.

3. Problematic Users -- Discovery Group. Tipe ini menjelajahi situs porno yang mana dalam kehidupan normal tidak pernah mengetahuinya.

(48)

kehidupan nyata, tapi tidak pernah melakukannya sampai membuka situs porno.

5. Problematic Users Lifelong Sexually Compulsive Group. Tipe pengguna ini berada dalam tahap ekstrem pada masalah seksual secara berlanjut, pemindahan adegan seksual pada dunia nyata dilakukan sekalipun tanpa melihat situs porno.

2.4.3 Klasifikasi Perilaku Situs Porno

Menurut Ferree (2003) klasifikasi perilaku Situs Porno dibagi menjadi dua, di antaranya:

1. Aktifitas Soliter, yang mana mencangkup dua bagian, diantaranya:

 Melihat dan membagikan macam-macam hal yang berhubungan dengan pornografi: gambar, suara, video, atau multimedi yang termasuk materi CD-ROOM dan permainan seks on-line (dengan atau tanpa masturbasi).

 Menulis atau membaca hal yang berhubungan dengan pornografi (erotis, atau yang menyebabkan fantasi tentang seks)

2. Aktifitas Interaktif, yang mencangkup empat bagian, di antaranya:  Bertukar E-mail

 Berpartisipasi dalam seksual chat room

(49)

 Mengikutsertakan/menggunakan Situs Porno (berkomunikasi online sambil masturbasi)

2.5. Kerangka Berpikir

Menurut Bryant (2009), terdapat kerugian dari pornografi secara fisik, sosial, dan kejiwaan (menyebabkan rasa bersalah, malu, cemas, bingung, ikatan sosial yang lemah dan adiksi).

Mental Illness of Victoria (2008), menjelaskan bahwa rasa bersalah adalah sebuah pengalaman dalam diri seseorang yang berhubungan dengan respon emosi, termasuk marah, kesedihan, keadaan memalukan, dan keputus-asaan.

Selain itu rasa bersalah juga terkait dengan moral, seperti yang dikatakan Lazarus (1991), rasa bersalah dapat muncul walaupun seseorang belum melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan moral. Rasa bersalah dapat muncul bahkan hanya dengan membayangkan akan melakukan sesuatu yang menyimpang secara moral.

(50)

Hoffman (1970) menyatakan bahwa moral seseorang bersinggungan dengan rasa bersalah. Tetapi rasa bersalah bukanlah sebuah hal yang diinginkan dalam kehidupan seseorang. Rasa bersalah adalah hal yang normal sebagai tanggapan atas kesalahan berperilaku, dan rasa bersalah tidak dapat dilepaskan dari tahapan moral seseorang.

Pra konvensi (subjek ingin mendengarkan hukum masyarakat yang mana baik dan buruk) yang berhubungan dengan Menerima tanggung jawab dari kemalangan atau sebuah masalah setiap orang. Merasa bingung dan tidak punya keseimbangan ketika merespon sebuah hal yang sudah diketahui. Berperilaku dengan terpaksa atau bersembunyi kepada kepercayaan yang tidak logis.

(51)

Pasca konvensi (terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahandan dapat diterapkan) yang berhubungan dengan Merasa menyesal untuk kenyataan ataupun membayangkan tentang kelakuan buruk atau tidak senonoh.. Memiliki perasaan moral yang kuat akan kesalahan dan kebenaran.

Rasa bersalah juga terkait dengan religiusitas, seperti yang di ungkapkan Maltby (2010), Rasa bersalah ditemukan terkait dengan religiusitas yang sifatnya pribadi sementara religiusitas yang bersifat sosial ditemukan terkait rasa bersalah dalam standar moral.

Setelah moral dijabarkan sebelumnya terkait dengan rasa bersalah, religiusitas dijelaskan oleh Djamaludin Ancok (1994) yang berarti pengalaman atau fenomena yang menyangkut hubungan antara agama dengan penganutnya atau suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang (penganut agama) yang mendorongnya untuk bertingkah laku yang sesuai dengan agamanya.

(52)

Dimensi akidah (keyakinan) mengungkap masalah keyakinan yang kuat, dan masalah keyakinan manusia terhadap rukun iman, dan ini berarti sebuah tuntutan untuk meyakini dan menjalani perintah dan menjauhi larangan dalam hal ini berhubungan dengan Merasa menyesal untuk kenyataan kita ataupun membayangkan tentang kelakuan buruk atau tidak senonoh. Memiliki perasaan moral yang kuat akan kesalahan dan kebenaran, yang mana menghalangi dari pemilihan sebuah bagian kesalahan dari tindakan

Dimensi ibadah, dimensi ini dapat diketahui dari sejauh mana tingkat kepatuhan dalam mengerjakan kegiatan yang berhubungan dengan ibadah dalam hal ini berhubungan dengan, Perasaan menyesal yang sangat dalam dari pemikiran, perasaan atau sikap yang mana sebuah hal yang negatif, yang bersifat mencela yang tidak diterima oleh diri sendiri dan orang lain

Dimensi penghayatan, berisikan pengalaman keagamaan, perasaan, persepsi, yang dialami seseorang atau diidentifikasi oleh sebuah kelompok keagamaan (atau suatu masyarakat) dalam hal ini berhubungan dengan Merasa bingung dan tidak punya keseimbangan ketika merespon sebuah hal yang sudah diketahui. Merasa menyesal untuk kenyataan kita ataupun membayangkan tentang kelakuan buruk atau tidak senonoh

(53)

berhubungan dengan Merasakan tanggung jawab terhadap keadaan negatif yang telah terjadi pada dirinya dan orang lain. Memiliki perasaan moral yang kuat akan kesalahan dan kebenaran, yang mana menghalangi dari pemilihan sebuah bagian kesalahan dari tindakan

Dimensi amal, kegiatan pemeluk agama dalam merealisasikan ajaran-ajaran agamanya dalam hal ini berhubungan dengan Menerima tanggung jawab dari kemalangan dari kemalangan atau sebuah masalah setiap orang dikarenakan kesusahan melihat orang yang sedang menderita. Perasaan menyesal yang sangat dalam dari pemikiran, perasaan atau sikap yang mana sebuah hal yang negatif, yang bersifat mencela yang tidak diterima oleh diri sendiri dan orang lain. Merasa menyesal untuk kenyataan ataupun membayangkan tentang kelakuan buruk atau tidak senonoh.

(54)

Faktor-faktor di atas tergambar pada bagan kerangka berpikir berikut:

Bagan Kerangka Berpikir

Rasa Bersalah

Religiusitas:

Dimensi ideologi

Dimensi praktek agama

Dimensi pengalaman

Dimensi pengetahuan agama

Dimensi penghayatan Moral:

Tingkat moral pra konvensional Tingkat moral

konvensional Tingkat moral Pasca

konvensional

Demografi

Jenis kelamin

(55)

2.6. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian teori, dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ialah:

H 0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan religiusitas, moral, dimensi

keyakinan, dimensi praktek agama, dimensi pengetahuan agama, dimensi pengamalan, dimensi penghayatan, moral pra konvensional, moral konvensional, moral pasca konvensional, jenis kelamin, durasi akses situs porno, dan asal sekolah terhadap rasa bersalah mahasiswa mengakses situs porno

H1 : Moral memiliki pengaruh yang signifikan terhadap rasa bersalah

mahassiswa mengakses situs porno

H 2 : Religiusitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap rasa bersalah

mahasiswa mengakses situs porno.

H3 : Dimensi keyakinan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap rasa

bersalah mahasiswa mengakses situs porno.

H4 : Dimensi praktek agama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap rasa

bersalah mahasiswa mengakses situs porno.

H5 : Dimensi pengetahuan agama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

rasa bersalah mahasiswa mengakses situs porno

H6 : Dimensi pengamalan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap rasa

(56)

H7 : Dimensi penghayatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap rasa

bersalah mahasiswa mengakses situs porno.

H8 : Tingkat moral pra konvensional memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap rasa bersalah mahasiswa mengakses situs porno.

H9 : Tingkat moral konvensional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

rasa bersalah mahasiswa mengakses situs porno.

H10 : Tingkat moral pasca konvensional memiliki pengaruh yang signifikan

(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini dipaparkan metodologi penelitian, diantaranya jenis penelitian (pendekatan penelitian dan metode penelitian) dan variabel penelitian (definisi variabel, definisi operasional variabel), populasi dan sampel, pengambilan sampel, teknik dan instrumen pengumpulan data (kuesioner dan analisa data), teknik penyusunan angket, uji instrumen penelitian, teknik analisa data, serta prosedur penelitian.

3.1 Populasi dan Sampel

3.1.1 Populasi

Dalam penelitian ini, populasi adalah mahasiswa Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta yang masih aktif mengikuti perkuliahan yaitu berjumlah 596 mahasiswa laki-laki dan perempuan.

3.1.2 Sampel

Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 83 mahasiswa psikologi semester III, V dan VII Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang mengacu pada rumus Slovin (1960) dengan batas kesalahan 10% dari populasi yang berjumlah 596 mahasiswa maka ukuran sampel yang diperoleh adalah 83.

(58)

Sampel dalam penelitian diambil dengan menggunakan teknik non-probability sampling dengan cara purposive sampling.

Alasan peneliti menggunakan purposive sampling, karena sesuai dengan tujuan penelitian. Responden yang diteliti adalah yang memiliki karakteristik pernah mengakses situs porno.

Adapun pelaksanaan purposive sampling dalam penelitian ini dengan cara menanyakan kepada calon responden apakah sudah pernah mengakses situs porno atau tidak, yang mengacu pada semester yang telah ditentukan. Jika telah memenuhi kriteria, maka responden dapat mengisi skala tersebut.

3.2 Variabel Penelitian

3.2.1 Definisi Variabel Penelitian

Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:

 Variabel bebas (independent variable) adalahtingkat perkembangan moral dan religiusitas

 variabel terikat (dependent variable) adalah rasa bersalah mahasiswa saat mengakses pornografi.

(59)

Definisi konseptual variabel penelitian ini adalah:

1. Rasa Bersalah adalah sebuah pengalaman dalam diri seseorang, yang berhubungan dengan respon emosi, termasuk marah, kesedihan, keadaan memalukan, dan keputus-asaan (Mental Illness of Australia, 2008).

2. Religiusitas adalah pengalaman atau fenomena yang menyangkut hubungan antara agama dengan penganutnya atau suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang (penganut agama) yang mendorongnya untuk bertingkah laku yang sesuai dengan agamanya, (Ancok, 1994)

3. Tingkat perkembangan moral adalah pembentukan suatu nilai yang merujuk pada kode etik yang diajukan oleh masyarakat, agama, dan budaya, untuk dijadikan acuan berperilaku seseorang (Gert, 2008).

4. Jenis kelamin adalah pembedaan responden yang dikategorikan atas: 1). Laki-laki 2). Perempuan.

(60)

6. Asal sekolah adalah menurut asal sekolah mahasiswa sebelum masuk UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penelitian ini asal sekolah dibedakan menjadi 1). MAN 2). SMA 3). Pesantren

3.2.3. Definisi Operasional Variabel

Rasa Bersalah

Rasa bersalah adalah skor yang diperoleh dari skala rasa bersalah berdasarkan teori Mental Illness of Australia (2008). Terdiri dari 65 aitem, yaitu:

1. Merasa bertanggung jawab terhadap keadaan negatif yang telah terjadi pada dirinya dan orang lain.

2. Merasa menyesal untuk kenyataan ataupun membayangkan tentang kelakuan buruk atau tidak senonoh.

3. Perasaan menyesal yang sangat dalam dari pemikiran, perasaan, atau sikap yang bersifat mencela tidak diterima oleh diri sendiri dan orang lain.

4. Merasakan sebuah kewajiban yang dijalani tidak memuaskan, tidak menolong, atau tidak menentramkan seseorang.

5. Merasa bingung dan tidak mampu merenspon sebuah situasi yang dihadapi

(61)

3. Menerima tanggung jawab dari kemalangan atau masalah setiap orang dikarenakan ketidakmampuan melihat orang yang sedang menderita

4. Memiliki perasaan moral yang kuat akan kesalahan dan kebenaran, yang mana menghalangi pemilihan sebuah bagian kesalahan dari tindakan

5. Berperilaku dengan terpaksa atau bersembunyi yang mana kepercayaan yang tidak logis muncul

Tingkat perkembangan moral

Tingkat perkembangan moral adalah skor yang diperoleh dari skala tingkat perkembangan moral berdasarkan teori Kohlberg (2007). Terdiri dari 40 item, yaitu:

1. Tingkat Prakonvensional

a) Orientasi ketaatan dan hukuman.

b) Orientasi relativis-instrumental. 2. Tingkat konvensional

a) Orientasi antara kesepakatan pribadi atau orientasi anak manis.

b) Orientasi hukuman dan ketertiban. 3. Tingkat setelah (Pasca) konvensi

a) Orientasi kontrak sosial Legalitas

(62)

Religiusitas

Religiusitas adalah skor yang diperoleh dari skala religiusitas berdasarkan dimensi religiusitas dari teori Glock & Stark, (1974). Terdiri dari 50 aitem, yaitu :

1. Dimensi ideologi (Keyakinan) 2. Dimensi Praktek Agama 3. Dimensi Pengamalann

4. Dimensi Pengetahuan Agama 5. Dimensi Penghayatan

 Jenis kelamin adalah pembedaan responden yang dikategorikan atas 0. Laki laki 1. Perempuan

 Durasi mengakses situs porno adalah pembedaan responden yang dikategorikan atas 0. 0-30 menit/hari 1. 30-60 menit/hari 2. 1-2 jam/hari 3. 2 jam lebih/hari

 Asal sekolah adalah pembedaan responden yang dikategorikan atas 0. MAN 1. SMA 2. Pesantren

3.3 Pengumpulan Data

3.3.1 Metode dan Instrumen

(63)

metode skala, yaitu metode pengumpulan data yang berisi pernyataan yang disusun dan disebarkan secara tertulis kepada subjek.

Melalui pertimbangan dalam kesesuaian antara tujuan dan metode maka dalam pengumpulan data, peneliti memilih untuk menggunkan skala model Likert. Skala (Sevilla, dkk, 1993) model Likert ini memuat pernyataan pendapat yang diberikan kepada responden yag selanjutnya akan memberikan indikasi pernyataan setuju atau tidak setuju. Cara penilaiam model skala Likert ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1. Penyekoran Skala Jawaban

Pilihan Jawaban Favorebel Unfavorebel SS pilihan ragu-ragu. Namun ternyata ada kecenderungan responden untuk mengamankan jawaban mereka daitempat netral. Sehingga beberapa penelitian sama sekali menghilangkan angka netral dan mengurangi skala menjadi empat angka. Hal ini akan mendorong responden untuk memilih dengan hanya empat pilihan jawaban.

(64)

3.3.2 Skala Tingkat Perkembangan Moral

Skala ini disusun mengacu pada teori Kohlberg (2007) yang mengambil tingkat perkembangan moral, yang terdiri dari 3 tahapan, dan tiap tahapan dipecah menjadi 2 bagian, jumlah aitem yang terdapat dalam skala ini sebanyak 40 aitem:

Tabel 3.2 Blue Print Skala Tingkat Perkembangan Moral

Tahapan Aspek yang

diungkap

Favorable Unfavorable Jumlah

aitem

(65)

Tabel 3.3 Blue Print Skala Religiusitas

Dimensi Indikator Aitem

(66)

Tidak minum-minuman keras

38 47

Penghayatan Perasaan dekat dengan Allah

18 7

Perasaan dosa-dosanya didengar oleh Allah

19 36

Tersentuh atau tergetar hatinya ketika mendengar Adzan

49 48

3.3.4 Skala Rasa Bersalah

Alat ukur ini berdasarkan dari teori yang diajukan Mental Illness of Australia (2008), dengan judul “Understanding Guilt”, jumlah aitem pada skala ini berjumlah 65 aitem, yaitu:

Tabel 3.4 Blue Print Skala Rasa Bersalah

Indikator Aitem Total

Fav Unfav

1. Merasa bertanggung jawab terhadap keadaan negatif yang telah terjadi pada dirinya dan orang lain

9, 43, 61

33, 64 5

2. Merasa menyesal terhadap kenyataan ataupun membayangkan tentang kelakuan buruk atau tidak senonoh diterima oleh diri sendiri dan orang lain

10, 15,

4. Merasakan sebuah kewajiban yang dijalani tidak memuaskan, tidak menolong, atau tidak menentramkan seseorang

28, 13 38, 35, 44

5

5. Merasa bingung karena tidak mampu merenspon sebuah situasi yang telah diketahui

(67)

6. Merasa kehilangan dan malu karena tidak mampu melakukan atau berkata sesuatu kepada seseorang yang tidak akan lama bersama

16, 5, sebuah masalah setiap orang dikarenakan kesusahanmu melihat orang yang sedang menderita menghalangi dari pemilihan sebuah bagian kesalahan dari tindakan

9. Berperilaku dengan terpaksa atau bersembunyi kepada kepercayaan yang tidak logis

4, 23,

3.4.1 Teknik Uji Instrumen Penelitian

(68)

3.4.2 Uji Validitas

Untuk menilai kevalidan masing-masing butir pernyataan dapat dilihat dari nilai corrected aitem-total correlation masing-masing butir pernyataan dan perhitungan menggunakan program SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) versi 19.00

Dari data try out indeks validitas aitem skala rasa bersalah yang di uji cobakan kepada 50 responden dan diperorel hasil yaitu : dari 64 yang di uji cobakan terdapat 23 yang gugur atau tidak valid, di antaranya nomor: 2, 6, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 22, 23, 24, 26, 37, 38, 40, 43, 47, 49, 52, 53, 55, 57, 61. Sedangkan 41 aitem yang valid atau yang dapat digunnakan untuk penelitian selanjutnya adalah terdiri dari nomor: 1, 3, 4, 5, 7, 8, 18, 19, 20, 21, 25, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 39, 41, 42, 44, 45, 46, 48, 50, 51, 54, 56, 58, 59, 60, 62, 63, 64.

(69)

Dari data try out indeks validitas aitem moral pada 41 aitem yang di uji cobakan terdapat 16 aitem yang gugur atau tidak valid, di antaranya: 2, 3, 4, 7, 10, 11, 14, 15, 18, 20, 21, 22, 23, 24, 29, 36. Sedangkan 25 aitem yang valid atau dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya, di antaranya: 1, 5, 6, 8, 9, 12, 13, 16, 17, 19, 25, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 37, 38, 39, 40, 41.

3.4.3 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas alat tes atau skala dengan rumus alpha Cronbach dan perhitungan menggunakan SPSS 19.00

Rumus ini digunakan intuk mencari reliabilitas instrument yang bukan skornya 1-0 skor yang digunakan program SPSS 19.00 dengan rumus sebagai berikut (Azwar 2009).

α = 2 [ 1- S1² + S2² ] Sx²

Keterangan :

α = Reliabilitas instrumen

S1² dan S2² = Varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2 Sx2 = Varians skor skala

Tabel. 3.5 Reliabilitas Guilford

(70)

< 0,2 Tidak Reliabel 0,2 - 0,4 Kurang Reliabel 0,4 - 0,7 Cukup Reliabel

0,7 - 0,9 Reliabel

> 0,9 Sangat Reliabel

Guilford (Azwar, 2009) menentukan bahwa semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati 1,00 berarti semakin baik, begitu pula sebaliknya.

3.4.4 Hasil Reliabilitas Uji Coba Skala Valid (*)

Pada uji istrumen yang pertama skala rasa bersalah dengan menggunakan 64 aitem terdapat 41 aitem yang valid, diantaranya adalah :

Tabel 3.6

Hasil Reliabilitas Uji Coba Skala Valid (*)Rasa Bersalah

Indikator Aitem Jumlah Aaitem

yang valid

Fav Unfav

Merasa bertanggung jawab terhadap keadaan negatif yang telah terjadi pada dirinya dan orang lain

9, 43, 61 33*, 64*

5 2

(71)

Perasaan menyesal yang sangat dalam dari pemikiran, perasaan, atau sikap dari sebuah hal yang negatif,

Merasakan sebuah kewajiban yang dijalani tidak memuaskan, tidak menolong, atau tidak menentramkan keseimbangan ketika tidak mampu merenspon sebuah situasi yang telah diketahui

12, 30* 46*, 55

4 2

Merasa kehilangan dan malu karena tidak mampu melakukan atau berkata sesuatu kepada seseorang yang tidak akan lama bersamamu

5*, 7*, 16,

Menerima tanggung jawab dari kemalangan atau sebuah masalah setiap orang dikarenakan kesusahanmu melihat orang yang sedang menderita akan kesalahan dan kebenaran, yang mana menghalangi dari pemilihan sebuah bagian kesalahan dari tindakan

Berperilaku dengan terpaksa atau bersembunyi di belakang kepercayaan yang tidak logis bersembunyi

Pada skala religiusitas, setelah dilakukan uji coba instrumen dengan menggunakan 50 aitem, dan terdapat 37 aitem yang valid. adapun aitem yang valid sebagai berikut:

(72)

Hasil Reliabilitas Uji Coba Skala Valid (*)Religiusitas

Dimensi Indikator Aitem Jumlah Aitem yang

(73)

Bertanggung

Hasil Reliabilitas Uji Coba Skala Valid (*)Moral

Tahapan Aspek yang

diungkap

Favorable Unfavorable Jumlah Aitem

(74)

40*

3.5 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, untuk menjawab hipotesis yang telah diajukan pada bab sebelumnya, penulis menggunakan teknik analisis regresi berganda. Jika ditemukan ada IV yang signifikan pengaruhnya terhadap DV, maka penulis juga akan mencari tahu apakah ada interaksi antar sesama IV dalam mempengaruhi DV secara bersama-sama.

Adapun persamaan multipel regresi yang akan peneliti uji di dalam penelitian ini adalah:

y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + e

Dimana:

y = Rasa bersalah a = konstan, intercept b = koefisien regresi

X1 = dimensi keyakinan, X2 = dimensi praktek agama, X3 = dimensi

pengetahuan agama, X4 = dimensi pengalaman, X5 = dimensi penghayatan,

(75)

e = residu (segala hal yang mempengaruhi rasa bersalah di luar dari IV yang ada di persamaan)

Dalam penelitian ini, penghitungan statistik dilakukan dengan menggunakan sistem komputerisasi program SPSS versi 19.0. Yang pertama dilakukan adalah menjelaskan gambaran umum dari responden. Yang kedua, melakukan kategorisasi skor pada masing-masing variabel dalam penelitian. Dimana, penentuan kategorisasi skor untuk melihat seberapa tinggi, sedang atau rendah pada masing-masing variabel penelitian.

Kemudian melakukan pengujian hipotesis penelitian dengan melihat koefisian regresi pada keseluruhan variabel penelitian terhadap rasa bersalah. Jika hasil koefisien regresi pada masing-masing variabel penelitian lebih besar dari nilai signifikan yaitu 0,05, maka tidak signifikan. Akan tetapi, jika hasil perhitungannya lebih kecil nilai signifikan yaitu 0,05, maka signifikan.

Gambar

Tabel 3.2 Blue Print Skala Tingkat Perkembangan Moral
Tabel 3.3 Blue Print Skala Religiusitas
Tabel 3.4 Blue Print Skala Rasa Bersalah
Tabel. 3.5 Reliabilitas Guilford
+7

Referensi

Dokumen terkait

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa penilaian mahasiswa Farmasi UMY terhadap faktor yang mempengaruhi keterampilan pemecahan masalah dalam tutorial pada metode PBL

Dalam berbagai literature , penilaian mahasiswa dalam bentuk persepsi terhadap perilaku tidak etis auditor serta bagaimana tingkat ketertarikan belajar dan berkarir