• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS UNTUK MENGURANGI KECEMASAN CALON MAHASISWA DALAM MENGHADAPI SELEKSI BERSAMA MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI (SBMPTN) TAHUN PELAJARAN 2014/2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGGUNAAN TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS UNTUK MENGURANGI KECEMASAN CALON MAHASISWA DALAM MENGHADAPI SELEKSI BERSAMA MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI (SBMPTN) TAHUN PELAJARAN 2014/2015"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGGUNAAN TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS UNTUK MENGURANGI KECEMASAN CALON MAHASISWA

DALAM MENGHADAPI SELEKSI BERSAMA MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI (SBMPTN) TAHUN PELAJARAN

2014/2015

Oleh:

DESFI DIAN MUSTIKA

Masalah dalam penelitian ini adalah kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBMPTN). Permasalahanya apakah kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi SBMPTN dapat diturunkan dengan menggunakan teknik desensitisasi sistematis. Tujuan penelitian mengetahui penurunan tingkat kecemasan calon mahasiswa menghadapi SBMPTN menggunakan teknik desensitisasi sistematis.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi eksperimen dengan desain one group pretest-postest. Alat ukur yang digunakan adalah angket kecemasan menghadapi SBMPTN. Subyek penelitian 8 calon mahasiswa yang memiliki tingkat kecemasan tinggi dalam menghadapi SBMPTN.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya penurunan tingkat kecemasan setelah calon mahasiswa diberikan treatment menggunakan teknik desensitisasi sistematis. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis data kecemasan menggunakan uji t, diperoleh thitung=7,136 kemudian dibandingkan dengan t tabel=2,365, karena thitung>ttabel maka dapat disimpulkan teknik desensitisasi sistematis dapat mengurangi kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi SBMPTN.

Saran (1) Lembaga perguruan tinggi hendaknya mengadakan konseling dengan teknik desensitisasi sistematis untuk mengatasi kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi SBMPTN. (2) Kepada peneliti lain, hendaknya dapat melakukan penelitian dalam mengatasi kecemasan dengan teknik lainnya dan menggunakan ruang terapi yang memadai.

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Penulis lahir di desa Sukaraja (Semaka-Tanggamus) tanggal 6 Desember 1992. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Buah hati dari pasangan Bapak Padhelan dan Ibu Dalina Wati.

Penulis menyelesaikan Taman Kanak-kanak di TK Sukaraja kecamatan Semaka tahun 1998, menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Sukaraja tahun 2004. Menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Semaka tahun 2007, kemudian menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Kotaagung tahun 2010. Selanjutnya tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama kuliah penulis pernah aktif dalam Pers Kampus yakni TEKNOKRA, sebagai reporter pada tahun 2010, periklanan dan koordinator iklan pada tahun 2011-2012 dan terakhir menjabat sebagai staf keuangan.

(7)

PERSEMBAHAN

BISMILLAHIRROHMANNIRROHIM

Kupersembahkan Skripsi ini kepada:

Bak, seoarang bapak yang paling kukagumi dalam hidup, beliau tegar dan juga

hebat. Selalu membimbing untukku yang terbaik.

Emak, seorang motivator terbesar dalam hidupku, wanita yang penuh

(8)

Waktu itu bagaikan pedang, jika kamu tidak memanfaatkannya

menggunakannya untuk memotong, ia akan memotongmu.

(H.R Muslim)

Mulailah keberhasilan anda dari mana pun anda berada,buanglah lamunan

yang hanya menjauhkan anda dari kenyataan. Bertindaklah, tidak akan ada

(9)

SANWACANA

Dengan nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Penggunaan Teknik Desensitisasi Sistematis untuk Mengurangi Kecemasan Calon Mahasiswa dalam Menghadapi Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) Tahun Pelajaran 2014/2015 yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaaan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

2. Bapak Drs. Baharudin Risyak, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

3. Bapak Drs. Yusmansyah, M.Si., selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Lampung; sekaligus selaku Pembimbing Akademik selama kuliah dan sebagai Pembimbing I yang telah menyediakan waktunya dalam memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik;

(10)

kepada penulis selama ini;

6. Bapak dan Ibu Dosen Bimbingan dan Konseling FKIP Unila. Terima kasih atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan selama ini;

7. Bak dan Emak yang tak henti berjuang dan berdoa untukku, orang yang paling aku sayang didunia, terima kasih atas segalanya.

8. Adik-adikku yang aku sayangi, Aldi Prawaika, Deri Fernandi, Erik Piranda, dan Delita Maudi Andini terima kasih untuk selalu ada memberi canda dan tawa.

9. Aa’Pendi (someone who will be my shoulmate), terimakasih atas pengertian, bantuan dan bentuk dukungan yang telah diberikan.

10. Sahabat-sahabatku : Dyah, Nisa, Dina, Fatwa, Jelita, Ajeng, Noprita. Trima kasih kalian selalu membantu dan memotivasiku. Perpisahan bukan akhir dari segalanya, dimanapun kalian berada jangan lupakan perjuangan kita bersama;

11. Teman-teman seperjuangan Bimbingan Konseling 2010 Wella, Nces, Agus, Emil, Dewi, Natalia, Lulu, Nita, Dita, Nanang, Boy, Irsan, Adit, Ajeng, Ayu, Aan P, Meilin, Puspita, Efril, Beby, Galuh, Mega, Desti, Lusi, Ivana, Elisabet, Rani, Evi, Eva, Ika, Wiwit, Ara, Erliani, Desi, Amel, Nilul, Putri, dan yang lainnya tidak bisa kusebutkan satu persatu, terimakasih atas kebersamaan selama 4 tahun ini.

(11)

semoga dilain waktu kita bisa bersama lagi. Kanda dan yunda semua terima kasih atas ilmu yang diberikan. Tetap Berpikir Merdeka!

13. Teman-teman komunitas Melia Sehat Sejahtera, terimakasih atas segala pengertian dan dukungannya.

14. Kakak tingkat dan adik tingkat di Bimbingan dan Konseling FKIP Unila; 15. Teman-teman kostku : Nuy, Nurul, Rika, Yuni, Dona, Ana, mb Ria, Mb

Silvi, dan yang lain. Terima kasih atas kekeluargaan yang takkan pernah bisa aku lupakan;

16. Teman KKN dan PPL SMP Negeri 1 Liwa, Febi, Novita, Sukma, Mutiara, Arum, Roro, Rindi, Engla, Mb Yasmin, Martin, Dimas, dan Rizkur.

17. Almamaterku tercinta.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga bermanfaat. Amin.

Bandar Lampung, 2014

Penulis,

(12)

DAFTAR ISI

A. Latar belakang dan Masalah... 1

1. Latar Belakang Masalah... 1

2. Identifikasi Masalah ... 3

3. Batasan Masalah... 4

4. Rumusan masalah... 4

B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 5

C. Kerangka Pikir ... 5

D. Hipotesis... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA... 9

A. Kecemasan dan Bimbingan Pribadi ... 9

1. Kecemasan dalam Bidang Layanan Bimbingan dan Konseling Pribadi... 9

B. Pendekatan Konseling Behavioural ... 19

1. Pengertian Pendekatan Konseling Behavioural ... 19

2. Tujuan Pendekatan Konseling Behavioural ... 20

(13)

viii

C. Desensitisasi Sistematis ... 23

1. Pengertian Desensitisasi Sistematis ... 23

2. Penggunaan Desensitisasi Sistematis ... 24

3. Jenis-Jenis Desensitisasi Sistematis ... 25

4. Tahap-tahap Pelaksanaan Desensitisasi Sistematis... 27

5. Langkah-langkah dalam menganalisis perilaku kecemasan... 33

D. Penggunaan teknik desensitisasi sistematis dalam mengurangi kecemasan menghadapi SBMPTN... 35

III. METODE PENELITIAN... 38

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38

B. Metode Penelitian... 38

C. Subjek Penelitian... 39

D. Variabel Penelitian ... 40

E. Definisi Operasional... 40

F. Teknik Pengumpulan Data... 41

G. Uji validitas dan reabilitas... 42

H. Teknik Analisis Data... 44

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 45

A. Hasil Penelitian ... 45

1. Gambaran umum Pra Layanan Konseling Menggunakan Teknik Desensitisasi Sistematis... 45

2. Analisis Perilaku Berdasarkan Konseling Dengan Teknik Desensitisasi Sistematis ... 47

3. Gambaran Proses Pelaksanaan Teknik Desensitisasi Sistematis ... 63

4. Data Skor Kecemasan yang dialami Subjek sebelum diberi perlakuan dan sesudah diberi perlakuan... 67

5. Grafik Perubahan Kecemasan Menghadapi SBMPTN ... 67

6. Analisis Data ... 79

7. Pengujian Hipotesis... 79

B. Pembahasan... 81

V. Kesimpulan dan Saran... 85

A. Kesimpulan ... 85

B. Saran... 85 Daftar Pustaka

(14)

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 1. Data calon mahasiswa yang diberi perlakuan 47 Tabel 2. Nilai Kecemasan Calon Mahasiswa Menghadapi Seleksi

Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri Sebelum diberi

Perlakuan dan Sesudah diberi Perlakuan 67

(15)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran halaman

1. Blue print ...86

2. Angket kecemasan...88

3. Hasil uji ahli ...90

4. Hasil uji coba...92

5. Laporan proses dan uji coba instrumen ...94

6. Hasil uji reabilitas...97

7. Modul ...98

8. Lembar kesediaan menjadi responden ...106

9. Wawancara Konseling...107

10. NilaiPreetest ...140

11. NilaiPosttest ...141

12. Jadwal pelaksanaan penelitian...142

(16)

DAFTAR GAMBAR

(17)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang dan Masalah

1. Latar Belakang

Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu dengan tingkat yang berbeda - beda. Kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi yang berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu dengan objek ancaman yang tidak begitu jelas. Kecemasan terjadi karena individu tidak mampu mengadakan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitar (Sundari, 2005: 51). Kecemasan timbul akibat adanya respon terhadap kondisi stres atau konflik. Hal ini biasa terjadi dimana seseorang mengalami perubahan situasi dalam hidupnya dan dituntut untuk mampu beradaptasi.

(18)

kejadian atau peristiwa tertentu, maupun dalam menghadapi suatu hal. Misalnya, ketika menghadapi ujian atau tes, dan sebagainya. Seperti yang diungkapkan oleh Daud (2008), ketika standar kelulusan menuntut sama untuk semua orang, tanpa mempertimbangkan objektifitas kualitas belajar atau pengajaran yang dilakukan seseorang, maka jelas para calon mahasiswa akan merasa tertekan, stres, takut, dan bahkan putus asa perihal kelulusan ujian atau tes mereka.

Spilberg &Vagg (Riyanti:2012:3) mengatakan bahwa kecemasan tes mengacu pada bentuk dasar pada situasi yang lebih spesifik, tingkat kekhawatiran yang tinggi, pikiran terganggu, ketegangan dan gairah fisiologis pada saat menghadapi suatu proses penilaian (ujian/tes). Siswa yang memiliki kecemasan tes memiliki tingkat kekhawatiran yang tinggi, melihat ujian/tes sebagai situasi yang sulit, menantang dan menakutkan.

(19)

3

Kecemasan yang dialami oleh calon mahasiswa perlu mendapat penanganan secara khusus supaya kecemasan tersebut dapat menurun. Cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kecemasan tersebut adalah dengan teknik desensitisasi sistematis.

Cormir dan Cormir(Abimanyu dan Manhiru, 1996:334) mengemukakan bahwa desensitisasi sistematis telah digunakan untuk menyembuhkan kecemasan, kasus-kasus phobia ganda pada anak-anak, muntah-muntah yang kronis, takut pada darah, kebiasaan mimpi buruk dimalam hari, takut menyetir mobil dan takut air. Teknik desensitisasi sistematis juga telah digunakan secara luas dengan penderita phobia pada umumnya seperti, takut ketinggian, takut ditempat terbuka dan takut ditempat tertutup. Selain itu teknik desensitisasi sistematis juga digunakan untuk menyembuhkan orang yang takut mati, dan takut kritik atau penolakan.

Dari uraian diatas peneliti bermaksud mengadakan penelitian tentang “Penggunaan Teknik Desensitisasi Sistematis Untuk Mengurangi Kecemasan

Calon Mahasiswa dalam Menghadapi Seleksi Berasama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) Tahun Pelajaran2014/2015”.

2. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

(20)

2. Calon mahasiswa merasa khawatir dengan nilai tes yang diperoleh tidak memenuhi standar

3. Ada calon mahasiswa yang tidak dapat tidur dengan nyenyak ketika keesokan harinya akan tes

4. Beberapa calon mahasiswa yang kurang konsentrasi saat ujian/tes

5. Adacalon mahasiswa yang gemetar saat melihat pengawas ujian keliling. 6. Banyak calon mahasiswa yang merasa cemas apabila posisi tempat duduk

tepat di depan pengawas.

3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka perlu adanya pembatasan masalah. Hal ini disesuaikan dengan judul penelitian yang akan diteliti, agar apa yang hendak dicapai dalam penelitian ini dapat terarah dengan baik. Maka dalam hal ini peneliti membatasi pada “Penggunaan Teknik Desensitisasi Sistematis untuk

Mengurangi Kecemasan Calon Mahasiswa dalam Menghadapi Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) Tahun Pelajaran 2014/2015.

4. Rumusan Masalah

(21)

5

B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengurangan tingkat kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi ujian/tes menggunakan teknik desensitisasi sistematis.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

a. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep bimbingan khususnya kajian bimbingan konseling mengenai penggunaan teknik desensitisasi sistematis untuk mengurangi kecemasan calon mhasiswa dalam menghadapi SBMPTN.

b. Secara praktis

Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi ujin akhir semester dapat dikurangi menggunakan teknik desensitisasi sistematis.

C. Kerangka Pemikiran

Rasa cemas akan datang ketika kita merasakan adanya suatu ancaman disekitar kita. Kecemasan adalah suatu keadaan emosi yang sifatnya tidak menyenangkan. Akibat dari kecemasan itu maka seseorang akan dibayangi rasa khawatir dan takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada dirinya.

(22)

berkeringat, sulit berbicara, jantung berdebar keras atau kencang, panas dingin, wajah memerah bahkan bisa pusing dan pingsan. Hal-hal seperti itu dapat muncul ketika seseorang berada dalam keadaan cemas. Apalagi jika kecemasan lebih mengacu pada hal yang lebih spesifik seperti saat menghadapi ujian/tes. Pada saat menghadapi suatu proses penilaian maka timbul kekhawatiran yang tinggi, pikiran terganggu, ketegangan bahkan gairah fisiologis. Calon mahasiswa yang memiliki kecemasan ujian/tes memiliki tingkat kekhawatiran yang tinggi, melihat ujian/tes sebagai situasi yang sangat sulit, menantang dan menakutkan.

Dalam hal ini adalah calon mahasiswa yang mengalami kecemasan ketika akan melaksanakan ujian/tes. Mereka dapat mengalami beberapa ciri-ciri kecemasan seperti yang dijelaskan diatas, secara tiba-tiba pusing, mual, keluar keringat di telapak tangannya, panas dingin, gemetar bahkan kurang konsentrasi. Dengan ciri-ciri yang ditunjukkan tersebut mengindikasikan bahwa calon mahasiswa tersebut memiliki tingkat kecemasan yang tinggi saat menghadapi ujian/tes.

Kecemasan yang dialami tersebut dapat berawal dari perasaan takut pada diri sendiri dengan adanya standar kelulusan yang ditetapkan, selain itu peminat yang sangat banyak pada setiap jurusan juga menimbulkan persaingan.

(23)

7

Untuk mengatasinya diperlukan respon positif yang berlawanan dengan respon negatif (kecemasan). Salah satu teknik yang akan digunakan untuk mengurangi kecemasan ini adalah teknik desensitisasi sistematis. Desensitisasi sistematis adalah suatu teknik untuk mengurangi respon emosional yang menakutkan, mencemaskan atau tidak menyenangkan melalui aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan respon yang menakutkan itu (Willis, 2004: 96).

Dalam proses menangani kecemasan dengan menggunakan teknik desensitisasi sitematis, kejadian-kejadian yang menjadi penyebab kecemasan disusun dalam sebuah hirarki dari yang terendah sampai yang paling menimbulkan kecemasan. Klien diminta untuk duduk rileks ditempat yang sudah disediakan. Dengan suara lembut, konselor membantu klien melakukan pengenduran semua otot secara progresif. Kemudian klien dipandu untuk menciptakan suatu angan-angan tentang peristiwa santai yang pernah dialami sebelumnya, seperti duduk ditepi danau ataupun berada dipadang yang indah. Untuk beberapa menit klien diminta untuk bersantai, sehingga berada dalam keadaan rileks.

Gambar.1. Kerangka Pikir

Berdasarkan kerangka pikir tersebut dapat terlihat bahwa klien awalnya mengalami kecemasan tinggi. Kemudian peneliti mencoba untuk mengurangi kecemasan tersebut dengan menerapkan teknik desensitisasi sistematis yang terdiri dari relaksasi, karena pada saat seseorang mengalami ketegangan atau

(24)

kecemasan yang bekerja adalah saraf simpatetis, sedangkan pada waktu rileks yang bekerja adalah saraf parasimpatetis. Dengan demikian relaksasi dapat menekan rasa tegang dan rasa cemas dengan reisprok, sehingga timbul counter conditioning.

D.Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2010:64).

Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitan ini adalah:

Ha :Teknik desensitisasi sistematis dapat mengurangi kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri.

(25)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini, peneliti akan menjelaskan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori yang akan dijelaskan adalah teori mengenai kecemasan yang meliputi: kecemasan dalam bidang layanan bimbingan dan konseling pribadi, pengertian kecemasan, kecemasan menghadapi ujian/tes, penyebab kecemasan, gejala kecemasan, dampak kecemasan. b. Pendekatan behavioural c. Teknik desensitisasi sistematis, pengertian desensitisasi sistematis, penggunaan teknik desensitisasi sistematis, jenis-jenis desensitisasi sistematis, tahap-tahap pelaksaan desensitisasi sistematis, langkah-langkah menganalisis perilaku, Penggunaan teknik desensitisasi sistematis dalam mengurangi kecemasan.

A. Kecemasan dan Bimbingan Pribadi

1. Kecemasan dalam Bidang Layanan Bimbingan dan Konseling Pribadi

Secara umum tujuan penyelenggaraan bimbingan dan konseling adalah membantu siswanya menemukan pribadinya dalam hal mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya serta menerima dirinya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut (Sukardi. 2008).

(26)

pribadi, dan kegiatan rekreatif yang bernilai guna, serta berdaya upaya sendiri dalam memecahkan masalah-masalah pribadi, rekreasi dan sosial yang dialaminya.

Menurut Sukardi (2008: 53) dalam bidang bimbingan pribadi, pelayanan bimbingan dan konseling pribadi bertujuan membantu siswa agar mampu mengembangkan kompetensinya sebagai berikut:

a. Memiliki komitmen untuk mengmalkan nilai dan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, maupun masyarakat pada umumnya.

b. Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan antara yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan, dan mampu meresponnya secara positif. c. Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif baik tentang

keunggulan dan kelemahan fisik dan psikis.

d. Memiliki pemahaman tentang potensi diri dan kemampuan untuk mengembangkannya secara produktif dan kreatif.

e. Memiliki kemampuan pengambilan keputusan secara mandiri sesuai dengan nilai agama, etika, dan budaya.

f. Memiliki kemampuan untuk mengelolastres.

g. Memiliki sikap optimis dalam menghadapi kehidupan dan masa depan.

(27)

11

akan menerima kelemahan dan kelebihannya secara positif dan dinamis sebagai modal untuk mengenal lingkungannya dan merencanakan masa depan. Dalam bimbingan dan konseling, kecemasan termasuk dalam bidang pribadi karena kecemasan merupakan masalah yang menyangkut hubungan dengan seseorang dengan pribadinya.

2. Pengertian Kecemasan

Menurut Freud kecemasan yaitu suatu perasaan yang sifatnya umum, dimana seseorang merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tidak jelas asal maupun wujudnya (Wiramihardja, 2007: 67 ). Freud juga menyebutkan bahwa yang dimaksud cemas adalah suatu keadaan perasaan, dimana individu merasa lemah sehingga tidak berani dan tidak mampu untuk bertindak dan bersikap secara rasional sesuai dengan seharusnya. Kecemasan merupakan hasil dari konflik psikis yang tidak disadari.

Kecemasan menjadi tanda terhadap ego untuk mengambil aksi penurunan cemas. Ketika mekanisme pertahanan diri berhasil, kecemasan menurun dan rasa aman datang kembali. Namun, apabila konflik terus berkepanjangan, maka kecemasan ada pada tingkat tinggi. Arkoff menjelaskan kecemasan adalah anxiety as a state of arousal caused by threat to well-being(Sundari, 2005: 50).

(28)

“keprihatinan,” dan “rasa takut,” yang kadang-kadang kita alami dalam tingkat yang berbeda-beda (Daradjat, 1988: 27).

Menurut pendapat Atkinson(1996:214) kecemasan adalah “emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan istilah seperti kekhawatiran, ketakutan, ketegangan, kegelisahan, keprihatinan, sulit berkonsentrasi yang kadang-kadang dialami dalam tingkat yang berbeda-beda”.

Sedangkan menurut Davidoff (1991:61) kecemasan adalah emosi yng ditandai oleh perasaan akan bahaya yang akan diantisipasikan, termasuk juga ketegangan danstressyang menghadang dan oleh bangkitnya system saraf simpatetik”.

Berdasarkan beberapa pengertian kecemasan menurut pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi yang ditandai dengan perasaan kekhawatiran berlebih, ketegangan, hiperaktivitas syaraf, dan kewaspadaan berlebih dalam menghadapi situasi yang dirasakan mengancam tanpa adanya objek yang jelas.

3. Kecemasan Menghadapi Ujian/Tes

(29)

13

Spielberger & Vagg (dalam Riyanti:2012:14) mengatakan bahwa kecemasan tes lebih spesifik, ditandai dengan tingkat kekhawatiran yang tinggi, pikiran terganggu atau sulit berkonsentrasi, ketegangan dan gairah fisiologis pada saat menghadapi suatu proses penilaian (ujian/tes). Pada situasi seperti ini individu dapat mengalami tingkat kekhawatiran yang tinggi, pikirannya terganggu atau kurangnya konsentrasi dan merasakan ketegangan serta gairah fisiologis pada perilaku yang ditunjukannya.

a. Khawatir yaitu mengalami perasaan tidak nyaman serta emosi tidak stabil, membayangkan tentang hal-hal yang akan datang (apprehensive expectation), ditandai rasa takut, dan berpikir berulang (rumination)

b. Ketegangan, yaitu perasaan atau pikiran yang tidak nyaman, ketika melihat pengawas ujian yang begitu ketat mengawasi sehingga menyebabkan jantung berdebar, gemetar, dan nyeri otot.

c. Sulit berkonsentrasi, yaitu sulit dalam memusatkan perhatian dan sulit dalam mengingat mata pelajaran yang telah diberikan sebelumnya.

(30)

Sedangkan menurut Sieber dkk, (dalam Riyanti:2012:15) menyatakan kecemasan adalah respon fenomenologis, fisiologis, dan tingkah laku yang menyertai kekhawatiran atau kegagalan pada ujian atau situasi yang bersifat evaluasi.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan tes adalah suatu luapan emosi yang bercampur aduk, merupakan bentuk perasaan cemas berlebihan dalam menghadapi suatu proses penilaian. Bentuk respon yang ditampilkan berupa respon fisiologis, kognitif, dan tingkah laku individu, yang mendorong perasaan negatif dalam situasi yang dimaksud.

4. Karakteristik Kecemasan

Kecemasan ujian dapat ditemukan pada beberapa orang yang memiliki keinginan untuk mendapatkan nilai yang tinggi. Seseorang yang memiliki kecemasan ujian tinggi akan merasa khawatir akibat tidak mampu mengerjakan ujian dengan baik. Orientasi diri terhadap perasaan khawatir ini juga mempengaruhi konsentrasi selama perjalanan ujian. Menurut Sarason (dalam Riyanti, 2012) mengatakan karakteristik seseorang yang memiliki kecemasan ujian adalah sebagai berikut:

a. Melihat ujian sebagai situasi yang sulit, menantang, dan menakutkan; b. Seseorang merasa dirinya sebagai orang yang tidak berguna atau tidak

cukup bisa mengerjakan soal-soal ujian;

c. Seseorang akan lebih memfokuskan pada konsekuensi yang tidak diinginkan dari ketidak mampuan dirinya;

(31)

15

e. Seseorang sudah mengira dan mengantisipasi kegagalan karena orang lain.

Berdasarkan karakteristik kecemasan dalam menghadapi ujian yang disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa calon mahasiswa yang menghadapi ujian mengalami perasaan-perasaan yang kurang nyaman yang tidak sesuai dengan harapan, sehingga akan menimbulkan anggapan dalam diri calon mahsiswa bahwa ujian adalah hal yang menyulitkan meskipun pada kenyataannya anggapan mereka tidak selalu benar.

5. Penyebab Kecemasan

Gunarsa (1989) dan Durand & Barlow (dalam Riyanti:2012:16) menyatakan kecemasan disebabkan oleh beberapa hal, sebagai berikut:

a. Peningkatan aktivitas otak atau neorotransmitter

b. Munculnya ancaman, tekanan, atau masalah dalam kehidupan

c. Kondisi sosial yang menuntut secara berlebihan yang belum atau tidak dapat dipenuhi oleh individu, seperti tuntutan mendapatkan nilai tinggi d. Rasa rendah diri dan kecenderungan menuntut diri sempurna karena

standar prestasi yang terlalu tinggi dibandingkan dengan kemampuan nyata yang dimiliki individu

(32)

f. Pola berfikir dan persepsi yang negatif terhadap situasi atau diri sendiri. Berdasarkan penyebab kecemasan tes yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa kecemasan tes dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti, meningkatnya aktifitas otak, adanya tekanan atau masalah dalam hidupnya, adanya tuntutan untuk mendapat nilai tinggi atau kurangnya kesiapan dalam menghadapi situasi tersebut dan pola pikir yang negatif terhadap dirinya sendiri.

6. Gejala Kecemasan

Ada beberapa gejala kecemasan baik yang bersifat fisik maupun yang bersifat psikis. Adapun gejala yang bersifat fisik, yaitu jari-jari tangan dingin, detak jantung makin cepat, berkeringat dingin, kepala pusing, nafsu makan berkurang, tidur tidak nyenyak, dan sesak nafas. Sedangkan gejala yang bersifat psikis, yaitu ketakutan, merasa akan ditimpa bahaya, tidak dapat memusatkan perhatian, tidak tentram, ingin lari dari kenyataan (Sundari, 2005: 51).

(33)

17

Menurut Hawari (2006: 68-70) kecemasan yang menyeluruh dan menetap paling sedikit berlangsung selama 1 bulan dengan kategori gejala sebagai berikut:

a. Ketegangan motorik/alat gerak, ditandai dengan gemetar, tegang, nyeri otot, dan gelisah.

b. Hiperaktivitas syaraf autonom (simpatis/parasimpatis), ditandai dengan keringat berlebihan, jantung berdebar kencang, pusing, rasa mual, sering buang air seni, kerongkongan tersumbat, dan muka merah atau pucat.

c. Rasa khawatir berlebihan tentang hal-hal yang akan datang (apprehensive expectation), ditandai rasa takut; berpikir berulang (rumination); dan membayangkan akan datang hal buruk.

d. Kewaspadaan berlebihan, ditandai dengan mengamati lingkungan secara berlebihan, sukar berkonsentrasi, dan merasa ngeri.

Gejala-gejala tersebut di atas baik yang bersifat psikis maupun fisik (somatik) pada setiap orang tidak sama, dalam arti tidak seluruhnya gejala itu harus ada.

7. Dampak Kecemasan

(34)

pikiran dan daya ingat untuk belajar dengan efektif sehingga hal tersebut mengganggu kejernihan mental yang sangat penting untuk dapat mengatasi ujian.

Ada beberapa akibat kecemasan ujian/tes pada calon mahasiswa, antara lain: a. Memiliki ketakutan dan perasaan khawatir terhadap kegagalan yang

mungkin akan dihadapi (Zeidner (1998) dalam

http://tengakarta.wordpress.com)

b. Prestasi akademik rendah (Klingemann, 2008; Durand & Barlow, 2003 dalam Riyanti, 2012)

c. Memiliki gejala fiksasi diri atau pemusatan perhatian pada diri yang berlebihan (Sarason, 1996 dalam http://tengakarta.wordpress.com)

d. Mengurangi kinerja (Educational Testing Service, 2005 dalam Riyanti, 2012)

e. Gangguan psikologis, misalnya pikiran kosong, sulit konsentrasi, atau berlarian kemana-mana, isi pikiran negatifseperti mengingat-ingat hasil ujian yang buruk, atau mengetahui menjawab salah setelah ujian selesai, tapi tidak saat ujian (Educational Testing Service, 2005 dalam Riyanti, 2012)

f. Gangguan fisik, misalnya mual, pingsan, berkeringat, sakit kepala, mulut kering, napas cepat, berdebar-debar, otot tegang, atau sakit kepala (Educational Testing Service, 2005 dalam Riyanti, 2012).

(35)

perasaan-19

perasaan negatif tentang sesuatu yang dicemaskan tersebut. Sehingga reaksi fisik maupun psikologis pun dapat muncul akibat perasaan cemas yang dialaminya tersebut.

B. Pendekatan Konseling Behavioural

1). Pengertian Pendekatan Konseling Behavioural

Dalam konsep behavioural, terapi ini adalah penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar. Corey

(Mulyarto,1998:196) menyatakan :”berdasarkan teori belajar, modifikasi tingkah

laku dan terapi tingkah laku adalah pendekatan terhadap konseling dan psikoterapi yang berurusan dengan perubahan tingkah laku”.

Pendekatan konseling behavioural merupakan terapi tingkah laku yang merupakan penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar. Pendekatan ini telah memberikan penerapan yang sistematis tentang prinsip-prinsip belajar dan pengubahan tingkah laku kearah cara-cara yang lebih adptif. Berlandaskan teori belajar, modifikasi tingkah laku dan terapi tingkah laku adalah pendekatan-pendekatan terhadap konseling dan psikoterapi yang berurusan dengan tingkah laku.

Menurut Corey (Mulyarto,1998:199) terapi tingkah laku berbeda dengan sebagian besar pendekatan terapi lainnya, yang ditandai oleh :

(36)

Terapi tingkah laku tidak berlandaskan sekumpulan konsep yang sistematis, juga tidak berakar pada suatu teori yang dikembangkan dengan baik. Sekalipun memiliki banyak teknik, terapi tingkah laku hanya memiliki sedikit konsep. Ia adalah suatu pendekatan induktif yang berlandaskan eksperimen-eksperimen dan merapkan metode eksperimental pada proses terapeutik.

2). Tujuan Pendekatan Konseling Behavioural

Tujuan dari pendekatan konseling behavioural adalah perubahan tingkah laku agar menjadi lebih adaptif dan maladaptive. Pada dasarnya terapi tingkah laku diarahkan pada tujuan-tujuan memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku yang maladaptive, serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan.

Menurut Corey (Mulyarto,1988:202) tujuan umum dari terapi behavioural adalah :

“menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar”. Dasar alasannya adalah

bahwa tingkah laku yang dipelajari termasuk tingkah laku yang maladaptif”.

Pelaksanaan konseling behavioural yang baik dan tepat membuat calon mahasiswa mengurangi atau bahkan, menghilangkan kecemasan yang dihadapi saat ujian/tes. Sebelum melaksanakan proses konseling antar konselor dan klien harus mempunyai kesepakatan untuk saling bekerjasama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

3). Teknik-teknik Utama Dalam Konseling Behavioural

(37)

21

Menurut Soli & Manrihu (1996:256) mengkategorikan metode konseling menjadi empat teknik yaitu:

1. Teknik modeling 2. Teknik relaksasi

3. Teknik desensitisasi sistematis 4. Teknik meditasi.

Dari keempat teknik tersebut dapat diuraikan lebih jelas dibawah ini :

1. Teknik Modeling

Dalam beberapa hal, teknik modeling digunakan konselor sebagai strategi terapi untuk membantu klien memperoleh respon atau menghilangkan rasa takut. modeling adalah suatu komponen dari suatu strategi konselor untuk menyediakan demonstrasi tentang tingkah laku yang menjadi tujuan. Model disini dapat menggunakan model yang sesungguhnya maupun simbolis.

2. Teknik Relaksasi

(38)

3. Teknik Desensitisasi Sistematis

Desensitisasi sistematis adalah suatu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku. Desensitisasi sistematis digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan menyertakan pemunculan tingkah laku atau respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan. Desensitisasi merupakan pendekatan yang dilakukan konselor untuk mengubah tingkah laku melalui perpaduan beberapa teknik yang terdiri dari memikirkan sesuatu, rileks dan membayangkan sesuatu agar klien dapat mengurangi ketakutan atau ketegangan dalam suasana tertentu.

4. Teknik Meditasi

Meditasi merupakan suatu bentuk teknik yang digunakan konselor untuk menguasai stress, menurunkan darah tinggi yang dialami klien dan menghilangkan kecemasan dengan duduk rileks ditempat duduk yang enak, dan diruangan yang tenang, dengan memerintahkan klien untuk memejamkan mata dan menyuarakan bunyi atau kata yang kurang berarti dan tidak ada pengaruhnya pada perasaan yang dialami klien.

(39)

23

Dari beberapa teknik dalam pendekatan konseling behavioural yang telah diuraikan maka dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah teknik desensitisasi sistematis.

C. Desensitisasi Sistematis

1. Pengertian Desensitisasi Sistematis

Desensitisasi sistematis adalah salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan menyertakan pemunculan tingkah laku atau respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan itu (dalam Corey, 2009:208). Jadi teknik ini penerapannya dengan memunculkan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang dialami oleh klien.

Menurut Willis (2004: 96) desensitisasi sistematis adalah suatu teknik untuk mengurangi respon emosional yang menakutkan, mencemaskan atau tidak menyenangkan melalui aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan respon yang menakutkan itu.

(40)

2. Penggunaan Teknik Desensitisasi Sistematis

Umumnya penggunaan teknik desensitisasi sistematis digunakan jika klien mengalami suatu kecemasan dan dibenarkan jika klien mempunyai kemampuan atau keterampilan menangani situasi. Munro, dkk (Abimanyu & Manrihu,1996:333) menyatakan bahwa desensitisasi sistematis adalah pendekatan yang dimaksudkan untuk menngubah tingkah laku melalui perpaduan beberapa teknik yang terdiri dari memikirkan sesuatu, menenangkan diri dan membayangkan sesuatu.

Desensitisasi sistematis adalah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku. Teknik desensitisasi sistematis digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan pemunculan tingkah laku atau respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan. Desensitisasi diarahkan kepada mengajar klien untuk menampilkan suatu respon yang tidak konsisten dengan kecemasan.

(41)

25

Wolpe (Jayanti,2009:20) mencatat tiga penyebab kegagalan dalam pelaksanaan desensitisasi sistematis:

1. Kesulitan-kesulitan dalam relaksasi yang bisa jadi menunjuk kepada kesulitan-kesulitan dalam berkomunikasi antara terapis dengan klien atau kepada keterhambatan yang ekstrem yang dialami klien.

2. Tingkatan-tingkatan yang menyesatkan klien atau tidak relevan yang ada kemungkinan melibatkan penanganan tingkatan yang keliru.

3. Ketidak memadai dalam membayangkan.

Dari penjelasan diatas kegagalan dalam pelaksanaan desensitisasi sistematis ini disebabkan karena komunikasi yang kurang antara konselor dengan klien, kemudian kesulitan klien dalam membayangkan keadaan yang bisa menghilangkan kecemasan klien, dan hirarki kecemasan yang disusun kurang relevan. Hal ini dapat menhambat teratasinya atau menghilangnya kecemasan yang dialami individu.

Desensitisasi sistematis yang didasarkan pada prinsip kondisioning klasik adalah satu dari prosedur terapi behavioural yang diteliti secara empiris dan digunakan secara luas. Asumsi dasar yang mendasari teknik ini adalah bahawa respon terhadap kecemasan itu dapat dipelajari, dikondisikan, dan dicegah dengan memberi subtitusi berupa suatu aktivitas yang sifatnya memusuhi. Prosedur ini digunakan terutama bagi reaksi kecemasan.

3. Jenis-jenis Desensitisasi Sistematis

a. Desensitisasi sistematis yang dilaksanakan secara kelompok

(42)

desensitisasi sistematis yang dilaksanakan secara individual. Dalam pelaksanaannya biasanya digunakan alat bantu rekaman audio, seperti rekaman untuk instruksi relaksasi dan hirarki standar.

b. Desensitisasi sistematis yang dilaksanakan sendiri oleh klien

Beberapa studi menunjukkan bahwa desensitisasi sistematis yang diselenggarakan oleh terapis tidak efektif. Glasgow dan Barrera menemukan bahwa klien yang melaksanakan desensitisasi sistematis untuk dirinya sendiri terus menunjukkan kemajuan setelah di tes lebih dari klien yang pelaksanaan desensitisasinya dilakukan oleh konselor (Abimanyu dan Manrihu, 1996: 335). Dalam desensitisasi sistematis ini klien melaksanakan prosedur latihan dengan menggunakan bantuan instruksi tertulis, audio tape, atau suatu manual treatment.

c. Desensitisasi ”in vivo

(43)

27

4. Tahap-Tahap Pelaksanaan Desensitisasi Sistematis

Adapun tahap-tahap dalam pelaksanaan teknik desensitisasi sistematis ini dikemukakan oleh Cormier & Cormier (Abimanyu & Manrihu,1996:337) adalah:

“tahap-tahap dalam teknik desensitisasi sistematis :

1. Rasional penggunaantreatmentdesensitisasi sistematis 2. Identifikasi situasi-situasi yang menimbulkan emosi 3. Identifikasi konstruksi hirarki

4. Pemilihan latihan 5. Penilaian imajinasi 6. Penyajian adegan

7. Tindak lanjut”

Tahap yang pertama kali digunakan pada teknik desensitisasi sistematis adalah: a. Rasional penggunaantreatmentdesensitisasi sistematis

Rasional yang berisi tujuan dan prosedur pelaksanaan desensitisasi sistematis disampaikan kepada klien karena akan mendatangkan manfaat. Antara lain : 1. Rasional dan ringkasan prosedur pelaksanaan itu mengemukakan model tertentu atau cara dimana konselor akan melaksanakan treatment ini, 2. Hasil dari desensitisasi mungkin bisa ditingkatkan karena diberikan instruksi dan harapan yang positif.

b. Mengidentifikasi situasi-situasi yang menimbulkan emosi

(44)

hendaknya terus membantu klien menilai situasi-situasi yang diperoleh sampai ditemukan beberapa situasi khusus.

c. Identifikasi konstruksi hirarki

Hirarki adalah daftar situasi rancangan terhadap klien bereaksi dengan sejumlah kecemasan yang bertingkat-tingkat. Untuk memperoleh hirarki itu, dalam tahap ini konselor hendaknya membantu klien :

a. Memilih tipe hirarki

b. Mengidentifikasi jumlah hirarki yang dikembangkan

c. Mengidentifikasi butir-butir hirarki dengan menggunakan metode

d. Mengekplorasi butir-butir hirarki sampai diperoleh butur-butir yang memperoleh kriteria

e. Meminta klien untuk mengindentifikasi beberapa butir control

f. Menjelaskan tujuan meranking butur-butir hirarki menurut meningkatnya level yang menimbulkan kecemasan

g. Meminta klien untuk mengatur butir hirarki menurut makin meningkatnya pengaruh pada kecemasan

h. Menambah atau mengurangi butir hirarki agar diperoleh hirarki yang masuk akal.

(45)

29

latihan, klien diminta untuk menilai level perasaan kecemasan. Kemudian konselor meneruskan latihan sampai klien dapat membedakan level-level yang berbeda dari kecemasan dan dapat menggunakan respon non-kecemasan untuk mencapai sepuluh atau kurang dalam skala penilaian 0-100.

e. Penilaian Imajinasi

Pelaksanaan yang khas dari desensitisasi dititik beratkan pada imajinasi klien. Hal ini berasumsi bahwa imajinasi dari situasi adalah sama dengan situasi nyata dan bahwa belajar yang terjadi dalam situasi imajinasi menggeneralisasi pada situasireal. Karena itu tugas konselor adalah :

1. Menjelaskan penggunaan imajinasi dalam desensitisasi

2. Mengukur kapasitas klien untuk menggeneralisasi imajinasi secara hidup 3. Dengan bantuan klien konselor menentukan apakah imajinasi klien

memenuhi kriteria atau tidak.

f. Penyajian adegan hirarki

Adegan dalam hirarki disajikan setelah klien diberikan latihan dalam counterconditioning atau respon penanggulangan setelah kapasitas imajinasi diukur. Setiap presentasi adegan didampingi dengan respon penanggulangan sehingga kecemasan klien terkondisikan atau berkurang.

g. Tindak lanjut

(46)

1. Konselor memberikan tugas/pekerjaan rumah yang berhubungan dengan usaha memajukan hasil treatment desensitisasi dengan petunjuk sebagai berikut: Latihan setiap hari tentang pelaksanaan relaksasi, visualisasi butir-butir yang diselesaikan secara sukses pada session yang mendahuluinya, penerapan pada situasi yang sebenarnya butir-butir yang telah diselesaikan dengan sukses.

2. Konselor menginstruksikan klien untuk mencatat pekerjaan rumah dalam buku catatan.

3. Konselor merencanakan pertemuan tindak lanjut untuk mengecek hasil pekerjaan rumah.

Pelaksanaan teknik utama dari teknik desensitisasi sistematis diatas akan diuraikan dengan jelas dibawah ini :

(47)

31

Apabila prosedur pelaksanaan teknik desensitisasi sistematis dapat dilaksanakan secara berurutan dan tetap sesuai dengan tahap-tahapnya maka pelaksanaan teknik ini dapat berjalan dengan lancar dan tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Maka secara garis besar teknik ini dapat dibagi dalam tiga bagian usaha yang besar yaitu sebagai berikut :

1. Latihan relaksasi otot dan ketenangan

2. Menyusun urutan hirarki masalah yang mencemaskan

3. Desensitisasi yang sesungguhnya atau pelaksanaan inti dari teknik desensitisasi sistematis

Penyusunan hirarki dimulai dari masalah yang paling ringan dan tidak begitu menimbulkan kecemasan kemudian satu persatu keatas hingga kedaftar hirarki situasi yang paling mencemaskan. Penyusunan ini biasanya selesai dalam beberapasessionwawancara sebagai berikut :

(48)

dilaksanakan. Kemudian konselor meminta klien untuk mengimajinasikan suatu adegan atau situasi yang menimbulkan kecemasan. Teknik desensitisasi ini sangat perlu dipakai untuk mengetahui betapa cepat dan jelasnya klien dapat membayangkan atau mengimajinasikan suatu adegan atau situasi yang dialami dalam hidupnya.

2. Pada session selanjutnya, cara seperti yang dilakukan pada saat wawancara pertama tetap dilakukan lagi dengan cara mengimajinasikan situasi atau adegan yang sudah tidak menimbulkan kecemasan lagi, kemudian imajinasi adegan atau situasi boleh dilanjutkan pada urutan hirarki yang lebih tinggi atau ke situasi yang dapat menimbulkan kecemasan demikian seterusnya hingga beberapa session dalam pelaksanaan teknik ini. situasi atau adegan yang tercamtum paling atas dari daftar hirarki situasi yang seharusnya menimbulkan banyak kecemasan pada session sebelumnya maka pada session ini situasi tersebut sudah tidak lagi menjadi situasi yang mencemaskan dalam diri klien.

(49)

33

untuk segera dihapuskan dan konselor meminta klien untuk rileks, agar klien dapat menghilangkan rasa cemas setelah mengimajnasikan suatu adegan.

Setelah klien tenang kembali maka barulah daftar cemas dari rangsangan hirarki situasi dapat diimajinasikan kembali. Bila kecemasan timbul lagi maka relaksasi dilakukan kembali, demikian selanjutnya. Situasi diulang lagi hingga dirasakan oleh klien cukup nyaman dan santai untuk menyelesaikan terapinya itu sehingga berhasil. Kadang terjadi juga bahwa dari suatu hirarki yang lebih tinggi menyebabkan kecemasan terus-menerus maka perlu dibentuk suatu rangsangan baru.

Dengan demikian maka kegagalan dalam proses desensitisasi sistematis dapat dicegah. Perlu diingat penghentian terapi jangan sekali-kali disaat klien sedang dalam keadaan cemas, sebab suatu suasana akhir pertemuan nampaknya akan lekat dipertahankan sehingga membutuhkan saat yang paling lama untuk menghapuskannya. Oleh sebab itu tiap akhir pertemuan hendaknya diberikan rangsang atau suasana yang cukup lunak dan santai sehingga penghentian dapat dilakukan dengan lebih lancar.

4. Langkah-langkah dalam menganalisis perilaku

(50)

1. Memilih target perilaku yang akan dikurangi

2. Merencanakan dan mewujudkan sebuah strategi untuk mengurangi perilaku 3. Mengevaluasi program yang telah dilaksanakan

Langkah-langkah dalam menganalisis perilaku akan diuraikan lebih jelas dibawah ini:

1. Memilih target perilaku yang akan dikurangi

Merupakan langkah awal yang dilakukan peneliti sebelum melakukan penelitian. Dalam penelitian ini target perilaku yang akan dikurangi adalah kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi SBMPTN. Untuk mengurangi perilaku yang dialami oleh calon mahasiswa tersebut peneliti menggunakan teknik konseling. Adapun konseling yang akan diterapkan oleh peneliti adalah dengan menggunakan pendekatan behavioural teknik desensitisasi sistematis.

2. Merencanakan dan mewujudkan sebuah strategi untuk mengurangi kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi SBMPTN.

(51)

35

3. Mengevaluasi program yang telah dilaksanakan peneliti

Tahap ini merupakan tahap akhir dari proses menganalisa perilaku yang dilaksanakan. Mengevaluasi program yang telah dilaksankan bertujuan untuk mengetahui apakah program yang dilaksankan yaitu dengan cara membandingkan keadaan perilaku subjek sebelum dilakukan konseling dengan perilaku subjek sesudah dilakukan konseling.

D. Penggunaan Teknik Desensitisasi Sistematis dalam Mengurangi Kecemasan

Teknik desensitisasi sistematis yang berasal dari pendekatan konseling behavioural. Menurut pendekatan konseling behavioural, suatu kecemasan diperoleh seseorang dalam kondisi tertentu. Oleh karena itu, untuk mengurangi atau menurunkan kecemasan harus melalui usaha yang dikondisikan pula sehingga kecemasan itu berakhir yaitu dengan menggunakan teknik desensitisasi sitematis (Willis, 2004: 96). Menurut Tresna (2011: 9), desensitisasi sistematis adalah teknik yang cocok digunakan untuk menangani kecemasan individu dalam menghadapi persoalan.

Hasil analisis penelitian terhadap efektifitas konseling behavioural dengan teknik desensitisasi sistematis untuk mereduksi kecemasan menghadapi ujian, membuktikan secara keseluruhan terjadi penurunan kecemasan menghadapi ujian (Tresna, 2011: 15).

Penelitian ini didukung oleh penelitian dari Astutik Riyanti (2012) yang bejudul

“Upaya menurunkan kecemasan siswa menghadapi ujian menggunakan teknik

(52)

Semuli Lampung Utara “.Subjek dalam penelitian ini adalah enam siswa dari kelas VIII, dan penelitian ini tidak menggunakan kelompok kontrol. Dari hasil analisis data dengan menggunakan uji t dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ini diterima atau ada perbedaan skor yang signifikan pada tingkat kecemasan siswa yang diberikan perlakuan dengan desensitisasi sistematis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa teknik desensitisasi sistematis dapat mengurangi kecemasan siswa.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan penelitian lain dapat disimpulkan bahwa teknik desensitisasi sistematis dapat mengurangi kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi ujian/tes. Persamaan terhadap penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan penelitian Astutik Riyanti (2012) yaitu untuk membantu klien mengurangi kecemasan ujian dengan menggunakan teknik desensitisasi sistematis, dan tidak adanya kelompok kontrol pada penilitian. Sedangkan perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan penelitian Astutik Riyanti (2012) yaitu terletak pada subjek penelitian, baik dari segi ujian atau tes yang yang dihadapi maupun dari jumlah subjek yang digunakan dalam penelitian.

(53)

37

Teknik desensitisasi sistematis dipilih karena merupakan teknik memikirkan sesuatu, menenangkan diri dan memanfaatkan ketenangan jasmaniah konseli untuk melawan ketegangan jasmaniah konseli bila konseli berada dalam situasi menakutkan atau menegangkan sehingga sangat tepat untuk mengatasi gangguan kecemasan.

Adapun yang memperkuat dalam menggunakan teknik desensitisasi sistematis dalam mereduksi kecemasan menghadapi SBMPTN adalah karena teknik ini perpaduan dari beberapa teknik salah satunya relaksasi, pada relaksasi calon mahasiswa diminta untuk mengendurkan otot-otat yang tegang serta memikirkan sesuatu, dan membayangkan sesuatu yang dapat membuat rileks. Teknik desensitisasi sistematis juga dapat diterapkan secara efektif pada berbagai situasi penghasil kecemasan, `mencakup situasi interpersonal, ketakutan menghadapi ujian, ketakutan-ketakutan yang digenarilisasi, kecemasan-kecemasan neurotik, serta impotensi, dan frigiditas seksual. (Corey, 2009:210)

(54)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini mengambil tempat di Universitas Lampung. Waktu penelitian ini adalah tahun pelajaran 2014/2015.

B. MetodePenelitian

Metode penelitian adalah cara ilmiah yang digunakan untuk memperoleh hasil sesuai yang diharapkan dari penelitian yang dilakukan. Pengggunaan metode dimaksudkan agar kebenaran yang diungkap benar-benar ada bukti ilmiah yang kuat. Dengan metode yang tepat akan meningkatkan objektivitas hasil penelitian, karena merupakan penemuan kebenaran yang memiliki tingkat ketepatan (validitas) dan tingkat kepercayaan (reabilitas) yang tinggi.

(55)

39

Desain yang digunakan One Group Pretest-Postest. Pelaksanaan eksperimen dengan desain ini dilakukan dengan memberikan perlakuan (X) terhadap satu kelompok, yaitu kelompok eksperimen. Sebelum diberikan perlakuan, kelompok tersebut diberi pretest(O1) dan setelahnya diberikan postest(O2). Hasil kedua tes ini lalu dibandingkan untuk menguji apakah perlakuan memberi pengaruh kepada kelompok tersebut.

Pre-test Treatment Post-test

Bagan 1.1 desain eksperimenOne Group Pre Test-Postest.

Keterangan :

X : Perlakuan dengan menggunakan teknik desensitisasi sistematis O1 : Kondisi awal kecemasansiswasebelum diberikan perlakuan O2 : Kondisiakhirkecemasansiswasetelah diberikan perlakuan

C. Subjek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah calon mahasiswa yang akan melaksanakan SBMPTN tahun pelajaran 2014/2015 yang berasal dari desa Sukaraja, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus dan memiliki tingkat kecemasan tinggi dan akan diberi perlakuan melalui konseling dengan teknik desensitisasi sitematis.

(56)

D. Variabel Penelitian

Berdasarkan pendapat di atas, maka dalam penelitian ini ada dua variable yaitu variabel terikat(dependent) danvariabel bebas(independent), yaitu:

a. Variabel terikat (dependent) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kecemasan calon mahasiswadalam menghadapi SBMPTN.

b. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependent (terikat). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah teknik desensitisasi sistematis.

E. Definisi Operasional

Kecemasan saat menghadapi SBMPTN merupakan emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan: 1) kekhawatiran, 2) ketegangan, 3) sulit berkonsentrasi.

(57)

41

F. Teknik Pengumpulan Data

Dalam suatu penelitian selalu terjadi proses pengumpulan data untuk memperoleh data yang sejelas-jelasnya. Menurut Suharsimi Arikunto (2002:126), metode

pengumpulan data adalah :”cara memperoleh data”. Peneliti akan menggunakan

metode atau cara untuk memperoleh data-data yang diperlukan.

Upaya pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakanangket.Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2012: 142). Metode angket digunakan untuk mendapatkan data variabel terikat (Y) yaitu perasaan cemas calon mahasiswa. Tujuan penyebaran angket adalah mencari informasi yang lengkap mengenai suatu masalah. Angket dapat berupa pertanyaan/pernyataan tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui pos, atau internet (Sugiyono, 2012: 142).

Berikut kisi-kisi mengenai angket kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi SBMPTN:

1. Kekhawatiran a. Mengalami perasaan yang tidak nyaman b. Emosi tidak stabil

(58)

Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup yang menggunakan dua alternatif jawaban, yaitu Ya dan Tidak dengan skor 1 dan 0. Artinya apabila daftar pernyataan positif (favorable), maka dari masing-masing pernyataan akan diberi skor 1 bila menjawab Ya dan diberi skor 0 bila menjawab Tidak. Apabila pernyataan negatif, maka dari masing-masing pernyataan akan diberi skor 0 bila menjawab Ya dan diberi skor 1 bila menjawab Tidak.

G. Uji Validitas dan Uji Reabilitas a. Uji Validitas

Validitas adalah alat ukur yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2002: 168).Validitas merupakan kepercayaan terhadap instrumen penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan validitas isi. Sugiyono (2010:177) berpendapat bahwa untuk menguji validitas isi dapat digunakan pendapat para ahli (judgment experts). Ahli yang dimintai pendapatnya adalah 3 orang dosen Bimbingan dan Konseling yaitu Ari Sofia. S.Psi., M.A., Psi., Drs. Syaifuddin Latif, M.Pd., dan Citra Abriani, M.Pd Kons. Hasil uji ahli menunjukkan pernyataan tepat untuk digunakan namun perlu diadaakan perbaikan dan peneliti sudah memperbaiki angket tersebut sebelum penelitian berlangsung.

b. Uji Reabilitas

(59)

43

mana alat ukur dikatakan konsisten,jika dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama.

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui tingkat reliabilitas angketmenggunakan rumus koefisien alpha dengan bantuan Statistical Product and Service Solution (SPSS). Tingkat reliabilitas skala dapat dilihat dengan menggunakan teknik rumus alpha.

Tolak ukur klasifikasi rentang koefisien reliabilitas dari Riduwan (2005:98) sebagai berikut:

0,80 - 1,00 = Derajat keterandalan sangat tinggi 0,60 - 0,799 = Derajat keterandalan tinggi

0,40–0,599 = Derajat keterandalan cukup 0,20–0,399 = Derajat keterandalan rendah

(60)

2. Teknik Analisis Data

Selanjutnya untuk mengetahui keberhasilan penelitian, dengan adanya penurunan kecemasan calon mahasiswa setelah pemberian treatment dapat dihitung menggunakan rumusuji-T(Arikunto,2010), yaitu:

Md = mean dari deviasi (d) antarapost-testdanpre-test xd = deviasi masing-masing subyek (d–Md)

∑ x2d = jumlah kuadrat deviasi N = subyek pada sampel Df = atau db adalah N–1

Rumus di atas digunakan untuk menghitung keefektivitasan treatment/perlakuan yang diberikan kepada subyek penelitian. Rumus ini digunakan untuk data yang berdistribusi normal. Kemudian dianalisis menggunakan rumus thitung. Dalam pelaksanaan uji T untuk menganalisis kedua data yang berpasangan tersebut, dilakukan dengan menggunakan analisis uji melalui program SPSS (Statistical Package for Social Science)17.

(61)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan uji-t, diperoleh t hitung > t tabel (7,136 > 2,365) maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima, artinya kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri dapat dikurangi menggunakan teknik desensitisasi sistematis.

B. Saran

Setelah penulis menyelesaikan penelitian, membahas dan mengambil kesimpulan dari penelitian ini, maka dengan ini penulis mengajukan saran sebagai berikut:

1. Lembaga perguruan tinggi hendaknya mengadakan konseling dengan teknik desensitisasi sistematis untuk mengatasi kecemasan calon mahasiswa dalam menghadapi SBMPTN.

(62)

Abimanyu, Soli & Manrihu. 1996. Teknik dan Laboratorium Konseling.Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Akademik Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Arikunto, S. 2006. Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Atkinson, R. 1993.Pengantar Psikologi Edisi ke Delapan Jilid 2.Jakarta: Erla-ngga

Azwar.S.2012.Reabilitas dan Validitas.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktik konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama

Daradjat, Zakiah. 1988.Kesehatan Mental.Jakarta: Gunung Agung.

Davidoff,L. 1991. Psikologi Suatu Pengantar Edisi Ke Dua Jilid 2. Jakarta:Erlangga

Duran, V.M. & Barlow, D.H. 2003. Essentials of Abnormal Psychology. 3rd. California: Thomson Learning, Inc

Goleman, D. 1991. Kecerdasan Emosional. Diterjemahkan oleh Hermaya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Grainger, C. 1999.Mengatasi Stres Bagi Para Dokter. Jakarta: Hipokrates

Hawari, Dadang. (2006).Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta: Gaya Baru.

(63)

Mulyarto.Teori dan Praktek dari Konseling Psikoterapi Edisi Keempat. Cole Publishing Company.

Nevid, J, Rathus S. & Greene B. 2003. Psikologi Abnornal Edisi Kelima Jilid Satu. Erlangga: Jakarta

Noor, J. 2011.Metodologi Penelitian : Skripsi, Tesis, Disertasi, & Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana Prenada media Group

Riyanti, Astutik 2007.Upaya Menurunkan Kecemasan Siswa Menghadapi Ujian Menggunakan Teknik Desensitisasi Sistematis Pada Siswa Kelas VIII Unggulan SMP Negeri 1 Abung Semuli Lampung Utara Tahun Pelajaran 2010-2011.Skripsi tidak diterbitkan: Universitas Lampung.

Setiawati, Denok. 2009. Keefektifan Cognitive Restructuring dan Desensitisasi Sistematis untuk Mengatasi Kecemasan Siswa SMP dan SMA. Universitas Negeri Surabaya.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta

Sukardi.D.K.2008.Pengantar Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta

Sundari, Siti. 2005.Kesehatan Mental dalam Kehidupan. Jakarta: Rineka Cipta. Tresna, I. Gede. 2011. Efektivitas Konseling Behavioral Dengan Teknik

Desensitisasi Sistematis Untuk Mereduksi Kecemasan Menghadapi Ujian.Studi Eksperimen pada Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Singaraja. Vol 94

Willis, Sofyan. 2004. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.

Gambar

Gambar.1. Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendapatkan model terbaik yang dapat diterapkan pada kasus jumlah kematian ibu dan jumlah kematian bayi di Jawa Timur dilakukan perbandingan ketiga model Regresi

Apa saja sumberdaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan program eliminasi filariasis di Kabupaten Bengkalis dan bagaimana penggunaannyab. (dana, SDM, logistik,

Tahun 2011 akan dilakukan persiapan intensif untuk uji kompetensi, yaitu dengan fokus untuk penyusunan soal-soal uji yang berstandar nasional. Hal ini akan

Pada penelitian ini, rata-rata usia responden (53 tahun) menunjukkan bahwa mereka berada di fase dewasa tua dengan penyakit sistemik seperti diabetes mellitus

Saudara diharapkan membawa Dokumen Asli Perusahaan dan menyerahkan Fotocopynya antara lain : Dokumen Penawaran, Jaminan Penawaran, Surat Dukungan Keuangan Dari Bank, Ijin

Tujuan studi kasus ini adalah menerapkan asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang komprehensif pada pasien Ny.S yang meliputi pengkajian,

Penggunaan Metode Multi Criteria Evaluation (MCE) untuk analisis kesesuaian lahan dengan kriteria yang lebih dari satu, penentuan nilai bobot dari kriteria ditentukan secara

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan metakognisi menggunakan model InSTAD dipadu dengan Mind Map dengan menggunakan ceramah bervariasi pada