ABSTRAK
PARTISIPASI KELOMPOK MASYARAKAT DALAM PELESTARIAN HUTAN MANGROVE DI DESA MARGASARI KECAMATAN LABUHAN
MARINGGAI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR Oleh
Askasifi Eka Cesario
Kerusakan hutan mangrove sebagai sabuk hijau di pesisir timur Lampung sudah sangat memprihatinkan. Partisipasi kelompok masyarakat Desa Margasari terdiri dari kelompok Margajaya Utama, Margajaya Satu, Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH), Pengolah Terasi, Gabungan Kelompok Tani, Nelayan dan Pengolah Ikan berpengaruh dalam pelestarian hutan mangrove. Tujuan penelitian adalah mengetahui tingkat partisipasi anggota kelompok masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove dan tipe kelembagaan partisipatif. Penelitian dilaksanakan bulan April 2014 di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur. Metode yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan pemberian skor pada setiap kategori jawaban dan deskriptif kualitatif untuk memaparkan tipe kelembagaan partisipatif yang merupakan partisipasi dari seluruh anggota lembaga atau organisasi untuk kemajuan lembaga tersebut (IIRR, 1998). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe kelembagaan partisipatif di lokasi penelitian adalah partisipasi pasif yaitu gabungan kelompok tani, kelompok pengolah ikan, kelompok pengolah terasi dan kelompok nelayan, partisipasi konsultatif yaitu kelompok Pendidikan Lingkungan Hidup, dan partisipasi mobilisasi swakarsa pada kelompok margajaya. Tingkat partisipasi kelompok masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove pada kategori tinggi adalah (73,68%) yang didukung oleh kelompok PLH dan kelompok margajaya, kategori sedang (19,74%) terdiri dari gabungan kelompok tani, pengolah ikan, dan nelayan, kategori rendah (6,58%) yang termasuk di dalamnya adalah gabungan kelompok tani dan kelompok pengolah terasi.
ABSTRACT
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 3
E. Kerangka Pemikiran ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6
A. Hutan Mangrove ... 6
1. Pengertian Hutan Mangrove ... 6
2. Fungsi Hutan Mangrove ... 7
3. Keadan Mangrove di Indonesia ... 9
4. Karakteristik Hutan Mangrove ... 9
B. Sistem Pengelolaan Hutan Mangrove ... 11
ii
D. Pengertian Partisipasi ... 14
E. Tipe-Tipe Kelembagaan Prtisipatif ... 15
III. METODE PENELITIAN ... 19
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 19
B. Alat da Objek ... 19
C. Batasan Penelitian ... 19
D. Definisi Operasional ... 20
E. Metode Pengumpulan Data ... 20
F. Metode Pengambilan Sampel ... 21
G. Analisis Data ... 24
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 26
A. Kondisi Fisik Wilayah ... 26
B. Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk ... 28
1. Jumlah Penduduk ... 28
2. Tingkat Pendidikan ... 28
3. Mata Pencaharian ... 29
4. Suku dan Agama ... 30
5. Prasarana Ekonomi ... 31
C. Profil Kelompok Masyarakat Desa Margasari ... 32
1. Kelompok Mangrove Margajaya ... 31
2. Kelompok Mangrove PLH ... 33
3. Kelompok Pengolah Terasi ... 34
4. Gabungan Kelompok Tani ... 34
iii
6. Kelompok Pengolah Ikan ... 35
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36
A. Tipe Kelembagaan Partisipatif ... 36
1. Partisipasi Pasif ... 36
2. Partisipasi Konsultatif ... 37
3. Partisipasi Mobilisasi Swakarsa ... 37
B. Tingkat Partisipasi Kelompok Masyarakat ... 38
1. Pengetahuan Kelompok Masyarakat tentang Hutan Mangrove . 39 2. Pengetahuan Kelompok Masyarakat tentang Pelestarian Hutan Mangrove ... 40
3. Partisipasi Kelompok Masyarakat terhadap Pelestarian Hutan Mangrove ... 43
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 48
A. Kesimpulan ... 48
B. Saran ... 48
DAFTAR PUSTAKA ... 49
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Definisi operasional variabel dan parameter pengukuran ... 21
2. Jumlah responden ... 23
3. Pembagian luas Desa Margasari menurut tata guna lahannya... 27
4. Presentase tingkat pendidikan penduduk Desa Margasari ………... 29
5. Jumlah guru dan sarana pendidikan di Desa Margasari ... 29
6. Kategori tingkat pengetahuan dan pemahaman kelompok masyarakat terhadap hutan mangrove ... 31
7. Kategori tingkat pengetahuan dan pemahaman kelompok masyarakat pelestarian hutan mangrove... 33
8. Kategori tingkat partisipasi kelompok masyarakat terhadap pelestarian hutan mangrove... 35
9. Tabulasi skoring kelompok pengolah ikan... 57
10.Tabulasi skoring kelompok pengolah terasi...……….. 57
11.Tabulasi skoring kelompok nelayan...………... 57
12.Tabulasi skoring gabungan kelompok tani ... 58
13.Tabulasi skoring kelompok margajaya ... ... 58
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Peta lokasi penelitian ... 51
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya yang sangat luar biasa ini untuk Mama dan Papa tersayang. Terimakasih atas kasih sayang
yang tak terhingga kepadaku, berkat doa dan dukungan kalian aku bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Terimakasih atas ketulusan kalian mendidikku dengan kesabaran yang luar biasa hingga aku bisa menjadi lebih
baik hingga saat ini.
Terimakasih kuucapkan kepada Desmayanti eka saputri atas doa, dukungan, bimbingan dan semangat yang tak ada
habisnya. Terimakasih kuucapkan kepada saudara-saudaraku Ardiansyah (KOMTI), Pimen, Sabrok, Pite, Frans, Willy, Tomi, Mail Masha, Madi Caul, Anggara, Zazuli, Ekindo, Viktor, Ancha, Abdian, Wawan, Broy, 2pm(Nay, Bagus, Adunt, Aplita, Evi J), Anggun, Ema, Rafin, Dea, Fadilla, Insani, Eva, Dewi, Dina, Novia A & E, Ade, Anisa, Kurnia, Leoni, Bella dan
seluruh saudara KHT10 (SYLVATEN) yang selalu
mendukungku. Semoga kebersamaan ini takkan lekang oleh waktu. Salam SYLVATEN TILL THE END.
Terimakasih kuucapkan kepada Abang atas bimbingannya serta sahabat-sahabat KKN desa Margasari(Andre, Alen, Satrio, Ami, Aming, Icha, Anisa, Amel) atas dukungannya
dan kerjasamanya untuk penelitian ini.
Terimakasih juga kuucapkan kepada almamater tercinta Jurusan Kehutanan
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
RIWAYAT HIDUP
melanjutkan jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Utama 3
Bandarlampung dan selesai pada tahun 2007. Pendidikan Sekolah Menengah
Atas penulis selesaikan di SMAN 12 Bandarlampung dan lulus pada tahun 2010.
Pad tahun yang sama, penulis diterima di Jurusan Kehutanan Universitas
Lampung melalui jalur Ujian Mandiri. Selama masa perkuliahan, penulis pernah
mengikuti Praktek Umum pada tahun 2013 di BKPH Gunung Kencana KPH
Banten selama 30 hari. Pada awal 2014 penulis mengikuti Kulih Kerja Nyata
(KKN) di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung
Timur selama 40 hari.
Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 05 Mei
1993 dari pasangan Bapak Aswal Junaidi, SH dan Ibu
Susilaningsih, SH. Penulis memulai pendidikannya dari
Taman Kanak-kanak Pembina I Pahoman pada tahun 1997
dan Sekolah Dasar di SDN 2 Teladan Rawalaut pada tahun
SANWANCANA
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan karya ilmiah yang berjudul “Partisipasi Kelompok
Masyarakat dalam Pelestarian Hutan Mangrove di Desa Margasari Kecamatan
Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur". Skripsi ini sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Jurusan Kehutanan,
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna langkah penulis
berikutnya yang lebih baik. Namun terlepas dari keterbatasan tersebut, penulis
mengharapkan skripsi ini akan bermanfaat bagi pembaca.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan
ke-murahan hati dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
perkenan-kanlah penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang
setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Slamet Budi Yuwono, M.S sebagai pembimbing pertama dan
ibu Rommy Qurniati, S.P, M.Si sebagai pembimbing kedua yang telah
memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk kepada penulis mulai dari
2. Ibu Dr. Ir. Christine Wulandari, M.P selaku dosen penguji atas saran dan kritik
yang telah diberikan hingga selesainya penulisan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si selaku Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
5. Kepala Desa Margasari, Bapak Narto dan sekeluarga yang memberikan arahan
saat penelitian dan membantu dalam pengumpulan data skripsi penulis.
6. Bapak Suyani yang telah mendampingi, memberikan arahan saat penelitian
dan membantu dalam pengumpulan data skripsi penulis.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan mereka semua yang telah
diberikan kepada penulis. Penulis berharap kritik dan saran yang membangun
untuk kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut
atau tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan
dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut (Mulyadi dan Fitriani,
2013). Lebih dari itu, hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem alamiah
yang unik dan memiliki nilai ekologis dan ekonomi yang tinggi. Berdasarkan
data ITTO (2012) Asia Tenggara memiliki luas hutan mangrove mencapai
5.104.900 ha atau 33,5% dari luas hutan mangrove dunia, dan Indonesia
merupakan negara terbesar di Asia Tenggara dengan luasan hutan mangrove
3.189.000 ha. Lampung merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang
memiliki ekosistem hutan mangrove dengan luas 10.533,676 ha (Bakosurtanal,
2009; Saputro, 2009) dalam Ghufran dan Kordi (2012).
Ekosistem mangrove memiliki fungsi penyangga kehidupan manusia yang lebih
tinggi daripada ekosistem manapun karena tingkat produktivitas primer yang
sangat tinggi. Masyarakat awam lebih menganggap hutan mangrove sebagai
tempat sarang nyamuk, banyak ular, tempat yang menyeramkan, angker dan tidak
memiliki nilai ekonomi. Karena anggapan tersebut, hutan mangrove banyak
dikonversi menjadi lahan tambak, real estate, taman hiburan atau rekreasi yang
2
tahun terakhir 3,6 juta ha (sekitar 20%) hutan mangrove telah dikonversi menjadi
peruntukan lain. Vegetasi hutan mangrove memiliki fungsi sebagai penahan
ombak dan mencegah abrasi. Ketebalan mangrove selebar 200 m dari garis pantai
dengan kerapatan 30 pohon/100 m dengan diameter batang 15 cm dapat meredam
sekitar 50% energi gelombang tsunami (Rusdianti, 2012).
Kerusakan hutan mangrove sebagai sabuk hijau (green belt) di pesisir timur
Lampung sudah sangat memprihatinkan. Lebih dari 50% kerusakan telah terjadi
yang disebabkan oleh konversi lahan, pencemaran pantai oleh sampah, kurangnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya hutan mangrove sebagai penyangga
kehidupan darat dan lautan, kurangnya usaha penataan dan penegakan hukum
(Lembaga Penelitian Unila, 2010). Tahun 1994 terjadi abrasi sampai 500 meter
ke arah daratan dan menyebabkan suksesi alami yaitu tanah timbul. Munculnya
tanah timbul tersebut membuat status kepemilikan lahan menjadi milik
Pemerintah Daerah Lampung Timur (Kustanti, 2014). Melihat kondisi tersebut,
masyarakat Desa Margasari berinisiatif untuk menyerahkan pelestarian hutan
mangrove kepada Universitas Lampung sebagai hutan pendidikan.
Permohonan tersebut kemudian telah disetujui oleh Pemerintah Daerah Lampung
Timur dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Lampung Timur yaitu penetapan
lokasi untuk pengelolaan hutan mangrove dalam rangka pendidikan, pelestarian
lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat seluas 700 ha di Desa Margasari
Kecamatan Labuhan Maringgai (Lembaga Penelitian Unila, 2010). Kegiatan
pelestarian hutan mangrove melibatkan kelompok masyarakat. Kelompok
3
pengolah ikan, kelompok nelayan, gabungan kelompok tani, kelompok PLH,
kelompok margajaya utama, dan kelompok margajaya satu. Luas hutan mangrove
di Desa Margasari saat ini menurut Bakosurtanal (2013) adalah 817,59 ha
meningkat 117,59 ha (14,4%) selama 3 tahun. Bersarkan uraian di atas maka
dilakukan penelitian tentang tingkat partisipasi kelompok masyarakat terhadap
pelestarian hutan mangrove dan tipe kelembagaan partisipatif kelompok
masyarakat di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabuputen
Lampung Timur.
B. Rumusan Masalah
Apakah peningkatan luas hutan mangrove di Desa Margasari disebabkan oleh
tingkat pengetahuan dan partisipasi anggota kelompok masyarakat?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui tingkat pengetahuan dan partisipasi anggota kelompok
masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove di Desa Margasari.
2. Mengetahui tipe kelembagaan partisipatif kelompok masyarakat di Desa
Margasari.
D. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan dan bahan pertimbangan bagi masyarakat Desa
Margasari untuk memperbaiki kinerja yang berkaitan dengan pelestarian
4
2. Sebagai bahan informasi untuk penelitian yang sejenis pada masa yang akan
datang.
E. Kerangka Pemikiran
Kawasan Hutan Mangrove memiliki potensi sumber daya alam yang seharusnya
dapat dimanfaatkan secara optimal, bijaksana, dan berkelanjutan. Pelestarin hutan
mangrove dalam upaya mendukung pengembangan wilayah Kabupaten Lampung
Timur harus memperhatikan tiga aspek keberlanjutan, yang meliputi aspek
ekonomi, sosial, dan lingkungan atau ekologi. Ketidakserasian dalam pengelolaan
ketiga aspek keberlanjutan tersebut dapat berdampak negatif terhadap salah satu
aspek. Kondisi hutan mangrove sampai saat ini masih mengalami kerusakan
akibat pemanfaatan dan pelestarian yang kurang memperhatikan aspek kelestarian
(Mawardi, 2010).
Hutan mangrove di Desa Margasari sudah di rehabilitasi sejak tahun 1995 dan
sampai sekarang telah dilakukan pelestarian seluas 700 ha (Lembaga Penelitian
Unila, 2010) yang melibatkan seluruh lapisan kelompok masyarakat yang ada di
Desa Margasari. Kelompok masyarakat yang dimaksud adalah terdiri dari
kelompok pengolah terasi, kelompok pengolah ikan, kelompok nelayan,
kelompok tani, dan kelompok mangrove. Selanjutnya menurut Bakosurtanal
(2013) luas hutan mangrove sekarang adalah 817,59 ha meningkat 117,59ha
selama 3 tahun. Untuk itu, perlu dikaji tipe kelembagaan partisipasipatif dan
5
Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur.
Bagan alur kerangka pemikiran dapat disajikan pada Gambar 1.
Hutan Mangrove
Kerusakan Hutan Mangrove Rehabilitasi Hutan Mangrove
Peran serta Kelompok Masyarakat
Tipe Kelembagaan Partisipasipatif Kelompok
Masyarakat
Gambar 1. Bagan Alur Kerangka Pemikiran Penelitian.
Tingkat Partisipasi Kelompok Masyarakat dalam Pelestarian
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Hutan Mangrove
1. Pengertian Hutan Mangrove
Hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah
pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang
komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap kadar garam. Ekosistem mangrove
merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang
berinteraksi dengan faktor lingkungan dan dengan sesamanya di dalam suatu habitat
mangrove (Kusuma, 2009).
Mangrove merupakan suatu tipe hutan tropik dan subtropik yang khas, tumbuh di
sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran ombak
dan daerah dan daerah yang landai. Mangrove tumbuh optimal di wilayah pesisir
yang memiliki muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung
lumpur. Sedangkan di wilayah pesisir yang tidak bermuara sungai, pertumbuhan
vegetasi mangrove tidak optimal. Mangrove sukar tumbuh di wilayah pesisir yang
7
memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur yang diperlukan sebagai substrat
bagi pertumbuhannya (Dahuri, 2003). Hutan mangrove adalah komunitas
vegetasi pantai tropis, dan merupakan komunitas yang hidup di dalam kawasan
lembap dan berlumpur serta dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove
disebut juga sebagai hutan pantai, hutan payau, atau hutam bakau. Pengertian
mangrove sebagai hutan pantai (pesisir), baik daerah yang dipengaruhi oleh
pasang surut air laut maupun wilayah daratan pantai yang dipengaruhi oleh
ekosistem pesisir. Sedangkan pengertian mangrove sebagai hutan payau atau
hutan bakau adalah pohon-pohonan yang tumbuh di daerah payau pada tanah
aluvial atau pertemuan air laut dan air tawar di sekitar muara sungai. Pada
umumnya formasi tanaman didominasi oleh jenis-jenis tanaman bakau. Oleh
karena itu, istilah bakau hanya untuk jenis-jenis tumbuhan dari genus Rizhopora,
sedangkan istilah mangrove digunakan untuk segala tumbuhan yang hidup di
sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut
(Harahab, 2010).
2. Fungsi Hutan Mangrove
Wilayah mangrove mempunya sifat khas dan unik. Sifat unik mangrove
disebabkan oleh luas vertikal pohon dengan organisme daratan menempati bagian
atas dan organisme lautan menempati bagian bawah. Kondisi pencampuran antara
antara organisme daratan dan lautan ini menggambarkan suatu rangkaian dari
darat ke laut dan sebaliknya. Secara ekologis mangrove memegang peranan kunci
dalam perputaran nutrien atau unsur hara pada perairan pantai di sekitarnya yang
8
dengan lingkungannya mampu menciptakan kondisi iklim yang sesuai untuk
kelangsungan proses biologi beberapa organisme akuatik, yang termasuk
melibatkan sejumlah besar mikroorganisme dan makroorganisme. Dapat
dikatakan apabila terdapat mangrove berarti disitu pula merupakan daerah
perikanan yang subur, karena terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara
hutan mangrove dengan tingkat produksi perikanan (Ghufran dan Kordi, 2012).
Nilai penting mangrove lainnya adalah dalam bentuk fungsi ekologisnya sebagai
penyeimbang tepian sungai dan pesisir, serta memberikan dinamika pertumbuhan
di kawasan pesisir. Dinamika tersebut adalah pengendalian abrasi pantai,
menjaga stabilitas sedimen dan bahkan turut berperan dalam menambah luasan
lahan daratan dan perlindungan garis pantai. Selain itu juga berperan penting
dalam memberikan manfaat untuk ekosistem sekitarnya, termasuk tanah-tanah
basah pesisir terumbu karang, dan lamun. Manfaat mangrove selain ditinjau dari
fungsi ekologisnya, juga diketahui memiliki nilai ekonomis yang mendorong
kegiatan eksploratif, sehingga mangrove rawan terhadap kerusakan (Saputro, dkk,
2009). Maka dari itu, setidaknya ada tiga fungsi utama ekosistem mangrove
yaitu:
1. Fungsi fisik: Pencegah abrasi, perlindungan terhadap angin, peredam
gelombang, penahan dan perangkap sedimen, pencegah intrusi garam, dan
sebagai penghasil energi serta hara.
2. Fungai biologis: Sebagai habitat alami biota dan tempat bersarang jenis aves.
3. Fungsi ekonomi: Sebagai sumber bahan bakar (kayu bakar dan arang), bahan
9
kertas, keperluan rumah tangga, tekstil, serat sintesis penyamakan kulit, dan
obat-obatan (Ghufran dan Kordi, 2012).
3. Keadaan Mangrove di Indonesia
Indonesia memiliki hutan mangrove terluas, akan tetapi laju deforestrasi hutan
mangrove tetap tinggi dan merupakan penyebab utama rusaknya hutan mangrove.
Menurut data, akibat deforestasi hutan mangrove menyebabkan hutan mangrove
dalam kondisi rusak berat mencapai luas 42%, kondisi rusak mencapai luas 29%,
kondisi baik mencapai luas < 23% dan kondisinya sangat baik hanya seluas 6%.
Saat ini keberadaan hutan mangrove semakin terdesak oleh kebutuhan manusia,
sehingga hutan mangrove sering dibabat habis bahkan sampai punah (Wiyono,
2009). Jika hal ini terus menerus dilakukan maka akan mengakibatkan terjadinya
abrasi, hilangnya satwa atau biota laut yang habitatnya sangat memerlukan
dukungan dari hutan mangrove.
4. Karakteristik Hutan Mangrove
Menurut Arief (2003) hutan mangrove umumnya tumbuh pada daerah yang jenis
tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir. Daerahnya tergenang air laut
secara berkala, baik setiap hari maupun yang hanya tergenang pada pasang saat
purnama. Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove,
menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat melalui aliran air sungai, serta
10
a. Struktur Vegetasi dan Daur Hidup Mangrove
Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak, vegetasi hutan Mangrove di
Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, dengan jumlah jenis
tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19
jenis liana, 44 jenis epifit dan 1 jenis sikas. Namun hanya terdapat kurang lebih
47 jenis tumbuhan yang termasuk jenis mangrove.
b. Zonasi Ekosistem Mangrove
Menurut Sukardjo (1993) dalam Ghufran dan Kordi (2012) terdapat lima faktor
utama yang mempengaruhi zonasi mangrove di kawasan pantai tertentu, yaitu
gelombang yang menentukan frekuensi tergenang, salinitas yang berkaitan dengan
hubungan osmosis mangrove, substrat, pengaruh darat seperti aliran air masuk dan
rembesan air tawar, dan keterbukaan terhadap gelombang yang menentukan
jumlah substrat yang dapat dimanfaatkan. Sedangkan MacNae (1968) dalam
Supriharyono (2000) membagi zona mangrove berdasarkan jenis pohon ke dalam
enam zona, yaitu:
1. Zona perbatasan dengan daratan
2. Zona semak-semak tumbuhan Ceriops
3. Zona Hutan Bruguiera
4. Zona hutan Rhizophora
5. Zona Avicennia yang menuju ke laut
6. Zona Sonneratia
Zonasi mangrove juga dilakukan berdasarkan salinitas, sebagaimana
dikembangkan oleh de Haan (1931) dalam Supriharyono (2000) yang terbagi
10-11
30 ppt, dan zona air tawar ke air payau dengan salinitas antara 0-10 ppt pada
waktu air pasang.
B. Pelestarian Hutan Mangrove
Pelestarian merupakan kegiatan/upaya, termasuk didalamnya pemulihan dan
penciptaan habitat dengan mengubah sistem yang rusak menjadi yang lebih stabil.
Pemulihan merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan suatu ekositem atau
memperbaharuinya untuk kembali pada fungsi alamiahnya. Namun demikian,
pelestarian mangrove sering diartikan secara sederhana, yaitu menanam mangrove
atau membenihkan mangrove lalu menanamnya tanpa adanya penilaian yang
memadai dan evaluasi terhadap keberhasilan penanaman dan level ekosistem
(Sunito, 2012).
1. Pola pembangunan hutan mangrove
Pola pembangunan hutan mangrove menurut Departemen Kehutanan dan
Perkebunan (1999) terbagi atas tiga macam pola sebagai berikut:
a. Pola Swadaya
Hutan mangrove pola swadaya adalah hutan mangrove yang dibangun oleh
kelompok atau perorangan dengan modal dan tenaga kelompok atau perorangan
sendiri.
b. Pola subsidi
Hutan mangrove pola subsidi adalah hutan mangrove yang dibangun dengan
subsidi atau bantuan sebagian atau keseluruhan biaya pembangunannya. Subsidi
12
yang lainnya. Hutan mangrove yang secara hidro-orologis kritis dan dan
masyarakatnya mempunyai keterbatasan pengetahuan dan kemampuan.
c. Pola kemitraan
Hutan mangrove pola kemitraan adalah hutan yang dibangun atas kerjasama
perusahaan swasta dengan insentif permodalan berupa kredit kepada rakyat
dengan bunga ringan. Dasar pertimbangan adalah perusahaan memerlukan bahan
baku dan rakyat memerlukan bantuan modal.
Perincian komponen yang terdapat pada setiap subsistem adalah:
1. Subsistem produksi adalah tercapainya keseimbangan produksi dalam jumlah
jenis dan kualitas tertentu serta tercapainya kelestarian usaha dari para pemilik
lahan hutan mangrove. Subsistem ini terbagi menjadi empat bagian yaitu
pembibitan, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan.
2. Subsistem pengelolaan hasil adalah proses sampai menghasilkan bentuk,
produk akhir yang dijual oleh para petani hutan mangrove atau dipakai sendiri.
3. Subsistem pemasaran hasil adalah tercapainya tingkat penjualan yang optimal,
dimana semua produk yang dihasilkan dari hutan mangrove terjual di pasar.
Kerusakan dan kepunahan ekosistem mangrove akan berdampak pada kehidupan
manusia, baik sosial, ekonomi, maupun politik. Karena itu, pengelolaan
ekosistem mangrove tentu diupayakan untuk melestarikan ekosistem mangrove.
Menurut Ghufran dan Kordi (2012) bentuk-bentuk pelestarian ekosistem
mangrove adalah sebagai berikut:
1. Konservasi Ekosistem Mangrove
Pemerintah Republik Indonesia (melalui Departemen Kehutanan) telah
13
adalah perlindungan terhadap kelangsungan proses ekologis beserta sistem-sistem
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman plasma nutfah, pelestarian
dan pemanfaatan jenis ekosistemnya.
2. Pengembangan Ekowisata Mangrove
Untuk menekan kerusakan ekosistem mangrove maka pariwisata mangrove
diarahkan pada pengembangan ekowisata pesisir dan laut. Ekowisata adalah
perpaduan antara pariwisata ke wilayah-wilayah alami, yang melindungi
lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat.
3. Pengembangan Akua-forestri
Akua-forestri atau lebih dikenal sebagai silvofishery merupakan kombinasi
pengelolaan sumberdaya alam secara terpadu, yaitu kehutanan dan perikanan.
Pengembangan sistem ini dapat dilakukan tanpa merusak ekosistem mangrove.
Budidaya kepiting dengan menggunakan hampang atau keramba di bagian-bagian
terbuka secara alami, tanpa perlu menebang vegetasi hutan mangrove.
4. Rehabilitasi Ekosistem Mangrove
Rehabilitasi hutan mangrove melalui penanaman kembali ekosistem mangrove
yaang rusak telah menjadi program nasional, yang didukung oleh dunia
internasional. Bahkan sejak tahun 2005, penanaman mangrove mengalami
peningkatan. Penanaman mangrove mulai melibatkan berbagai kelompok
masyarakat, tidak hanya masyarakat pesisir dan pulau-pulau. Penanaman
mangrove juga dilakukan oleh seluruh kalangandari mulai anak-anak, remaja,
14
C. Kelompok Masyarakat
Menurut Horton (1999) dalam Torang (2012) kelompok adalah sejumlah orang
yang memiliki persamaan ciri-ciri tertentu, sejumlah orang yang memiliki pola
interaksi yang terorganisir dan terjadi secara berulang-ulang, dan setiap kumpulan
orang yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling
berinteraksi. Suatu kelompok dapat didefinisikan sebagai unit sosial yang terdiri
dari sejumlah individu pada suatu waktu tertentu dengan peranan hubungan
tertentu satu sama lain dan secara eksplisit atau implisit memiliki seperangkat
norma atau nilai yang mengatur perilaku para anggotanya, paling tidak dalam hal
konsekuensi terhadap kelompok. Sedangkan Dahama (1980) dalam Torang
(2012) mengungkapkan bahwa dinamika kelompok meliputi banyak kegiatan
untuk menunjukkan bagaimana kelompok dapat berbuat sebaik mungkin agar
setiap anggota kelompok dapat memberikan sumbangan yang maksimal terhadap
kelompoknya.
D. Pengertian Partisipasi
Menurut Wardoyo (1992) partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat baik dalam
bentuk pernyataan maupun kegiatan. Keikutsertaan tersebut terbentuk sebagai
akibat terjadinya interaksi sosial antara individu atau kelompok masyarakat yang
lain dalam pembangunan. Soekanto (2009) juga menyatakan bahwa partisipasi
mencakup tiga hal, yaitu:
1. Partisipasi meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
15
2. Partisipasi adalah suatu konsep perilaku yang dapat dilaksanakan oleh
individu-individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3. Partisipasi juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu, yang penting bagi
sosial masyarakat.
E. Tipe-Tipe Kelembagaan Partisipatif
Tipe kelembagaan partisipatif menurut International Institute of Rural
Reconstruction (IIRR) (1998) dibedakan menjadi:
1. Partisipasi Pasif
Partisipasi masyarakat dengan diberitahu tentang hal-hal yang sudah terjadi. Hal
ini merupakan tindakan sepihak dari ketua kelompok tanpa menghiraukan
tanggapan anggota.
Kriteria:
a. Dalam pelaksanaan kegiatan, tidak melibatkan masyarakat selain anggota
kelompok.
b. Pengambilan keputusan dilakukan oleh ketua kelompok secara sepihak.
2. Partisipasi dalam pemberian informasi
Partisipasi masyarakat dengan menjawab pertayaan-pertanyaan yang diajukan
peneliti dengan menggunakan kuisioner atau pendekatan serupa. Masyarakat
tidak memiliki kesempatan mempengaruhi cara kerja karena temuan-temuan
peneliti tidak dibagikan kepada mereka.
Kriteria:
a. Memberikan banyak informasi tentang kelompok dan hutan mangrove kepada
16
b. Memberi arahan dan data-data yang dibutuhkan oleh peneliti.
3. Partisipasi Konsultatif
Partisipasi dengan melibatkan masyarakat dalam analisis, merumuskan
permasalahan, dan mengumpulkan informasi. Akan tetapi, bentuk konsultasi
tersebut tidak melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, dan
pihak luar tidak berkompeten mewakili pandangan masyarakat.
Kriteria:
a. Masyarakat ikut terlibat dalam memberikan saran, pandangan, dan masukan
kepada kelompok terhadap suatu hal/masalah tertentu.
b. Pengambilan keputusan tetap ditangan kelompok dan tidak ada campur tangan
masyarakat lain.
c. Dalam pelaksanaan kegiatan melibatkan masyarakat.
4. Partisipasi dengan Imbalan Material
Partisipasi masyarakat dengan cara memberikan kontribusi sumberdaya yang
dimiliknya, misalnya sebagai tenaga kerja untuk memperoleh imbalan makanan,
uang tunai maupun imbalan material lainnya. Masyarakat boleh menyediakan
lahan dan tenaga kerjanya, namun tidak terlibat dalam proses eksperimentasi dan
proses pembelajaran. Proses inilah yang selama ini lazim disebut sebagai
partisipasi. Dalam konteks seperti ini, masyarakat tidak memiliki pijakan
melanjutkan kegiatannya tatkala imbalan dihentikan.
Kriteria:
a. Dalam pelaksanaan kegiatan, masyarakat mengharapkan imbalan dalam
17
b. Tidak akan ada kegiatan selanjutnya jika imbalan ditiadakan.
c. Mengedepankan kepentingan material diatas kepentingan kelestarian hutan
mangrove.
d. Tidak merasa memiliki sehingga tidak harus menjaga sumberdaya yang
tersedia.
5. Partisipasi Fungsional
Partisipasi masyarakat membentuk kelompok untuk mencapai tujuan proyek yang
telah ditetapkan sebelumnya. Keterlibatan masyarakat tidak hanya pada tahap
awal proyek atau perencanaan, tetapi juga setelah keputusan pokok dibuat pihak
luar. Kelompok masyarakat cenderung tergantung terhadap pemrakarsa dan
fasilitator luar, tetapi menjadi mandiri.
Kriteria:
a. Suatu instansi/lembaga melibatkan masyarakat dalam kegiatan.
b. Intansi/lembaga sebagai pelindung dan membentuk kelompok masyarakat
untuk keberlajutan kegiatan.
c. Segala bentuk kegiatan dari awal perencanaan sampai pelaksanaan diserahkan
kepada kelompok masyarakat dengan lembaga/intansi terkait memberikan
arahan terlebih dahulu.
6. Partisipasi Interaktif
Partisipasi masyarakat dalam tahap analisis, pengembangan rencana kegiatan
pembentukan dan pemberdayaan institusi lokal. Partisipasi dipandang sebagai
hak, dan bukan sebagai cara mencapai tujuan proyek. Proses tersebut melibatkan
18
membutuhkan proses pembelajaran yang sistematik dan terstruktur. Sebagai
kelompok, masyarakat memegang kendali sepenuhnya atas keputusan lokal,
sehingga masyarakat memiliki kewenangan yang jelas untuk memelihara struktur
kegiatannya.
Kriteria:
a. Anggota kelompok tidak harus terlibat dalam kegiatan kelompok.
b. Adanya transparasi tentang segala bentuk rumah tangga kelompok, baik
kepada anggota maupun pada lokasi sekitar kegiatan.
7. Mobilisasi Swakarsa
Partisipasi masyarakat dengan mengambil inisiatif secara mandiri untuk
melakukan perubahan sistem. Masyarakat membangun hubungan konsultatif
dengan lembaga eksternal mengenai masalah sumberdaya dan masalah teknikal
yang mereka butuhkan, namun memegang kendala pendayagunaan sumberdaya.
Kriteria:
a. Membentuk kelompok secara mandiri.
b. Adanya koordinasi atau kerjasama dengan pihak luar untuk menunjang
19
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai
Kabupaten Lampung Timur pada bulan April 2014.
B. Alat dan Objek
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: alat tulis, kamera, kuisioner,
dan laptop. Sedangkan objek pada penelitian ini adalah kelompok masyarakat di
Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur.
C. Batasan Penelitian
Batasan dalam penelitian ini adalah:
1. Kelompok masyarakat yang dimaksud adalah seluruh kelompok yang terdapat
di Desa Margasari yaitu kelompok pengolah terasi, kelompok pengolah ikan,
kelompok nelayan, kelompok tani, dan kelompok mangrove.
2. Partisipasi kelompok masyarakat yang merupakan bentuk keikutsertaan
masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove yang meliputi pembibitan,
20
D. Definisi Operasional
Untuk lebih memudahkan dalam pengukuran konsep, maka suatu konsep
dijabarkan dalam bentuk definisi operasional. Definisi operasional adalah
penentuan suatu nilai/harga sehingga menjadi variabel atau variabel-variabel yang
dapat diukur (Sugiono, 2009).
Tabel 1. Definisi operasional variabel dan parameter pengukuran faktor-faktor yang mempengaruhi peran kelompok masyarakat dalam pengelolaan dan pelestarian hutan mangrove.
Data primer merupakan data yang belum tersedia dan dapat diperoleh langsung di
lapangan dengan menggunakan metode survei yaitu wawancara langsung kepada
21
masyarakat (umur, jenis kelamin, mata pencaharian, tingkat pendidikan),
pengetahuan kelompok masyarakat tentang pelestarian hutan mangrove,
partisipasi kelompok masyarakat dalam pengelolaan pelestarian hutan mangrove,
dan tipe partisipasi kelompok.
b) Data sekunder
Data sekunder merupakan data penunjang penelitian yang menggunakan metode
studi kepustakaan. Metode ini digunakan untuk mencari, menganalisis,
mengumpulkan, dan mempelajari buku-buku, tulisan-tulisan umum, dan literatur
lainnya yang dipakai sebagai bahan referensi. Selain itu, data sekunder juga
meliputi keadaan umum lokasi penelitian seperti letak geografis, keadaan fisik
lingkungan, sarana dan prasarana di lokasi penelitian.
F. Metode Penentuan Jumlah Sampel
Jumlah kepala keluarga di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai
Kabupaten Lampung Timur sebanyak 1.894 kepala keluarga dan jumlah kepala
keluarga yang tergabung dalam kelompok masyarakat adalah 269 kepala keluarga
yang terdiri dari kelompok pengolah terasi, kelompok pengolah ikan, kelompok
nelayan, kelompok tani, kelompok Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH),
kelompok marga jaya utama, dan marga jaya satu. Untuk kelompok mangrove
yaitu kelompok pendidikan lingkungan hidup (PLH), kelompok Marga Jaya
Utama, dan Marga Jaya Satu sampel diperoleh dengan metode sensus yang
berjumlah 44 responden. Sedangkan yang bukan kelompok mangrove memiliki
populasi berjumlah 110. Sampel diperoleh dengan menggunakan rumus menurut
22
N : jumlah total kelompok masyarakat e : presisi 15%.
Untuk jumlah sampel dari masing-masing kelompok, dihitung dengan
menggunakan rumus menurut (Sugiono, 2009), yaitu:
Keterangan:
n : jumlah sampel yang akan diambil pada setiap kelompok. N : jumlah total populasi pada semua kelompok.
Ni : jumlah populasi pada kelompok ke (i). ni : jumlah sampel pada semua kelompok
23
d. Gabungan Kelompok Tani: n= 80/110x32
= 22
Berdasarkan uraian rumus di atas maka jumlah responden pada setiap kelompok
disajikan pada Tabel 2.
- Kelompok Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH)
Kelompok Pengolah Ikan 5 2 Sampling
Kelompok Nelayan 20 6 Sampling
Gabungan Kelompok Tani 80 22 Sampling
Jumlah 110 32
Total 76
Sumber: Monografi Desa Margasari, 2012.
Pengambilan sampel dalam penelitian dilakukan dengan teknik simple random
sampling, yaitu seluruh anggota populasi memiliki peluang untuk dijadikan
anggota sampel.
Sampel di atas digunakan untuk mencari tingkat pastisipasi anggota kelompok
masyarakat terhadap pelestarian hutan mangrove. Sedangkan untuk memperoleh
tipe kelembagaan partisipatif, dilakukan wawancara secara mendalam dan sampel
diperoleh dengan metode Snowball sampling. Metode snowball sampling
merupakan teknik pengambilan sampel yang akan berhenti prosesnya jika
jawaban yang diterima sudah dapat menjawab semua pertanyaan dan dapat
24
yang merupakan tokoh kunci dalam penelitian, apabila dengan dua orang tersebut
informasi belum lengkap maka peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih
mengetahui dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh dua orang sebelumnya
begitu seterusnya sampai data menjadi lengkap. Penentuan titik sampel dianggap
cukup apabila telah sampai pada titik jenuh atau tidak memperoleh data baru
(Sugiyono, 2009).
G. Analisis Data
Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah
pengolahan data melalui tahapan-tahapan berikut:
1. Pemeriksaan data, dilakukan untuk mengetahui kelengkapan data dan
kepastian data apakah sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti.
2. Klasifikasi data, dilakukan dengan cara mengelompokkan data sesuai dengan
permasalahan yang diteliti yaitu tingkat pengetahuan masyarakat dalam
pelestarian hutan mangrove.
3. Sistemasi data, dilakukan dengan cara menyusun dan menempatkan data pada
tiap kelompok dan bahasan secara sistematis sehingga mempermudah
pembahasan.
Data-data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kuantitatif untuk mengetahui
partisipasi anggota kelompok masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove
dengan memberi skor 2 pada pilihan jawaban a, 1 pada pilihan jawaban b, dan 0
pada pilihan jawaban c. Menurut Yitnosumarto (2000) dalam menentukan nilai
25
pelestarian hutan mangrove digunakan interval yang diformulasikan sebagai
berikut:
Keterangan : I = interval
NT = total nilai tertinggi NR = total nilai terendah K = kategori jawaban
Tingkat partisipasi anggota kelompok masyarakat dalam pelestarian hutan
mangrove dianalisis berdasarkan penjumlahan skor dari aspek pengetahuan
anggota kelompok masyarakat tentang hutan mangrove (4 pertanyaan),
pengetahuan anggota kelompok masyarakat tentang pelestarian hutan mangrove
(6 pertanyaan) serta partisipasi anggota kelompok masyarakat dalam pelestarian
hutan mangrove (10 pertanyaan). Berikut angka intervalnya:
a. Pengetahuan kelompok masyarakat tentang hutan mangrove
Kategori rendah: 0-2,66
Kategori sedang: 2,67-5,33
Kategori tinggi: 5,34-8
b. Pengetahuan kelompok masyarakat tentang pelestarian hutan mangrove
Kategori rendah: 0-4
Kategori sedang: 5-8
Kategori tinggi: 9-12
c. Partisipasi kelompok masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove
Kategori rendah: 0-6,66
Kategori sedang: 6,67-13,33
26
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Kondisi Fisik Wilayah
Kabupaten Lampung Timur dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 12 tahun
1999 dan diresmikan pada tanggal 27 April 1999, pusat pemerintahan berada di
Sukadana. Secara Geografis berada pada 1050 14’ - 1050 55’ BT dan 40 45’- 50 39’ LS. Saat ini terdiri atas 24 kecamatan dan 246 desa dengan luas wilayah
sekitar 5.325,03 km2, atau 15% dari total wilayah Provinsi Lampung. Dua
diantara 24 kecamatan tersebut merupakan daerah pesisir, yaitu Kecamatan
Labuhan Maringgai dan Kecamatan Pasir Sakti.
Desa Margasari terletak di Kecamatan Labuhan Maringgai dengan luas 1.002 ha.
Desa ini memiliki 12 dusun yang berbatasan langsung dengan wilayah-wilayah
sebagai berikut:
a. Sebelah Timur : Laut Jawa
b. Sebelah Selatan : Desa Sriminosari
c. Sebelah Barat : Desa Srigading
d. Sebelah Utara : Desa Suko Rahayu
Desa Margasari berada pada ketinggian 1,5 mdpl ini memiliki suhu rata-rata
harian 28-400C dengan bentang wilayah yang memiliki kemiringan 900. Desa
27
pasiran yang didominasi oleh tanah berwarna hitam (Monografi Desa Margasari,
2012). Rata-rata curah hujan di Desa Margasari berkisar 2.500 mm per tahun
dengan jumlah bulan hujan selama 6 bulan. Bulan-bulan hujan terjadi antara
bulan November sampai dengan bulan April, sedangkan bulan-bulan kering
terjadi antara bulan April sampai dengan bulan Oktober. Kondisi topografi Desa
Margasari adalah dataran rendah dan tepi pantai pesisir, kawasan gambut, aliran
sungai dan bantaran sungai, dengan ketinggian tanah dari permukaan laut adalah
kurang lebih 1,5 meter.
Menurut penggunaannya, lahan di Desa Margasari terdiri dari pemukiman,
persawahan, perkebunan, pemakaman, pekarangan, perkantoran, dan prasarana
umum lainnya. Penggunaan lahan di Desa Margasari disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Penggunaan lahan di desa Margasari (ha).
No Nama Penggunaan Lahan Luas (ha) %
Ket: *) tidak termasuk dalam luas desa
Sumber : Monografi Desa Margasari, 2012.
Lahan di Desa Margasari paling luas yaitu tanah kering (31,24%) dibandingkan
28
hujan, ladang, empang, pemukiman, fasilitas umum dan tanah yang belum
dikelola.
B. Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk
1. Jumlah Penduduk
Berdasarkan Monografi Desa Margasari tahun 2012, jumlah penduduk Desa
Margasari adalah 7.537 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak
1.894 Keluarga. Penduduk Desa Margasari terdiri dari laki-laki sebanyak 3.824
jiwa (50,73%) dan perempuan sebanyak 3.713 jiwa (49,27%).
2. Tingkat Pendidikan
Dapat dijelaskan pada tabel 4 bahwa sebagian besar (63,40%) yaitu 1.784 jiwa
penduduk hanya mengenyam pendidikan Sekolah Dasar (SD). Fenomena ini
sangat berbanding terbalik dengan ketetapan Pemerintah tentang wajib belajar 9
tahun. Jumlah penduduk yang berpendidikan sampai ke jenjang Sarjana pun
sangat minim sekali karena hanya berjumlah 17 jiwa (0,6%).
Tabel 4. Presentase Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Margasari
No. Tingkat Pendidikan (Jiwa) (%) 1. Tamat Sekolah Dasar 1784 63,39 2. Tamat SMP 686 24,37 3. Tamat SMA 309 10,98 4. Tamat Akademi/D1-D3 30 1,06 5. Tamat Perguruan Tinggi/S1-S3 17 0,60 6. Tamat SLB C 5 0,17 Jumlah 2814 100,00%
29
Tabel 5. Jumlah Guru dan Sarana Pendidikan di Desa Margasari
No. Sarana Pendidikan Jumlah (Unit) Guru (Orang)
Sumber: Monografi Desa Margasari Tahun 2012.
Sarana pendidikan yang dimiliki Desa Margasari juga masih kurang lengkap.
Tabel 5 memperlihatkan bahwa Desa Margasari hanya memiliki 4 Sekolah Dasar,
1 Sekolah Menengah Pertama, 3 Taman Kanak-kanak, dan 1 Madrasah. Untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi penduduk harus ke ibukota
provinsi atau ibukota kabupaten/kota.
3. Mata Pencaharian
Penduduk Desa Margasari yang memiliki pekerjaan berjumlah 1.700 jiwa.
Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan (66,12%) yaitu
1.124 jiwa. Hal ini terkait dengan Desa Margasari sebagai Desa Pesisir yaitu
merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat meliputi bagian
daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut
seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut
meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi
di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh
kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Dahuri,
2001). Sehingga mendukung masyarakat untuk memenuhui kebutuhan hidup dari
hasil laut. Selain nelayan, mata pencaharian yang dominan adalah petani
(22,17%) yaitu 377 jiwa. Luas total tanah sawah para petani adalah 328,5 hektar
30
dari hasil sawah. Masyarakat lainnya bermata pencaharian sebagai karyawan
(0,58%) yaitu 10 jiwa, pedagang (0,64%) yaitu 11 jiwa. Masyarakat yang
berdagang membuka warung kecil atau toko sekitar desa guna menyediakan
kebutuhan sehari-hari masyarakat lainnya karena pasar tradisional Desa Margasari
hanya diadakan hari Selasa dan Jumat. Selanjutnya adalah peternak (0,17%) yaitu
3 jiwa, montir (0,34%) yaitu 6 jiwa, bidan (0,17%) yaitu 3 jiwa, pembantu rumah
tangga (3,24%) yaitu 55 jiwa, tukang kayu (1,59%) yaitu 27 jiwa, tukang batu
(1,40%) yaitu 24 jiwa, guru honor (0,82%) yaitu 14 jiwan, dan wiraswasta
(0,88%) yaitu 15 jiwa. Beberapa diantara wiraswasta memanfaatkan hasil hutan
mangrove sebagai bahan dasar usaha kecil yang dikelola masyarakat, seperti
rebon yang dimanfaatkan untuk pembuatan terasi, dan daun jeruju yang
dimanfaatkan untuk membuat keripik daun jeruju.
4. Suku dan Agama
Penduduk Desa Margasari terdiri dari berbagai macam suku diantaranya yaitu
Minang, Sunda, Jawa, Madura, dan Bugis. Mayoritas penduduk Desa Margasari
bersuku Jawa dan Bugis. Bahasa pergaulan sehari-hari yang digunakan adalah
bahasa Jawa, Bugis, dan Bahasa Indonesia. Hampir seluruh penduduk Desa
Margasari beragama Islam, yaitu sebanyak 7.357 jiwa atau 97,61% dari jumlah
seluruh penduduk di desa tersebut. Sedangkan sisanya beragama Kristen
sebanyak 109 jiwa (1,45%), dan Budha sebanyak 71 jiwa (0,94%). Sarana
31
5. Prasarana Ekonomi
Desa Margasari yang terletak di Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten
Lampung Timur dapat dicapai dengan baik oleh kendaraan roda dua maupun roda
empat, Keadaan jalan khususnya jalan kecamatan kurang begitu baik karena
masih terdapat banyak lubang di ruas jalan. Hingga saat ini, belum ada bis dan
angkutan desa. Akan tetapi, hal ini teratasi dengan tersedianya jasa angkutan ojek
yang siap mengantar ke Desa Margasari dengan biaya antara Rp.10.000,00 sampai
Rp.15.000,00 dari depan kantor Kecamatan Labuhan Maringgai dan jasa travel
dengan biaya Rp.25.000,00 sampai Rp.40.000,00 (Bandar Lampung-Margasari,
Sukadana-Margasari). Terdapat beberapa alternatif jalur untuk mencapai lokasi,
antara lain:
1. Bandar Lampung – Metro – Sukadana – Sribhawono – Desa Margasari, dengan jarak 115 km.
2. Bandar Lampung – Tanjung Bintang – Sribhawono – Desa Margasari, dengan jarak 121km.
3. Pelabuhan Bakauheni – Bandar Agung – Labuhan Maringgai – Desa
Margasari, dengan jarak 155 km.
4. Bandar Branti – Metro – Sukadana – Sribhawono – Desa Margasari, dengan
jarak 130 km.
5. Pelabuhan Bakauheni – Bandar Lampung – Tanjung Bintang – Sribhawono – Desa Margasari, dengan jarak 211 km.
Penduduk Desa Margasari melakukan kegiatan jual beli di pasar yang terletak di
desa ataupun yang terletak di ibukota kecamatan. Kegiatan ini tidak dapat
32
Jumat, sedangkan pasar yang terletak di ibukota kecamatan diadakan pada hari
Rabu dan Sabtu. Kecuali pada hari-hari tersebut, masyarakat berbelanja di
warung-warung atau toko yang terdapat di sekitar rumah (Monografi Desa
Margasari, 2012).
C. Profil Kelompok Masyarakat Desa Margasari
Desa Margasari memiliki 6 kelompok masyarakat yang terdiri dari kelompok
mangrove margajaya, kelompok mangrove PLH, kelompok pengolah terasi,
gabungan kelompok tani, kelompok nelayan dan kelompok pengolah ikan.
Masing-masing profil kelompok dijelaskan pada bagian di bawah ini.
1. Kelompok Margajaya
Pada tahun 1994, hutan mangrove masih sangat jarang sekali dan hanya berjarak
150m dari laut. Setelah terkena abrasi, tambak-tambak milik pribadi masyarakat
Desa Margasari habis rata dengan tanah. Sehingga pada masa kepala desa (Alm)
Bapak Sukimin, beliau meminta kepada ketua RT pada masa itu yaitu Pak Subag
untuk bersama-sama menggerakkan masyarakat sebanyak 50 orang untuk
menanam mangrove. Setelah itu, mangrove yang ditanami mulai tumbuh dan
pada tahun 1997 ada kegiatan penanaman yang diadakan oleh Pemerintah
Provinsi. Kegiatan tersebut melibatkan seluruh masyarakat Desa Margasari dan
dibentuklah kelompok mangrove margajaya yang diketuai oleh Pak Subag dengan
jumlah anggota 40 orang yang terbagi menjadi 7 kelompok untuk melestarikan
hutan mangrove agar terhindar dari abrasi. Kondisi kelompok margajaya saat ini
terbagi menjadi dua kelompok yaitu margajaya utama dan margajaya satu.
33
sekretaris adalah Pak Sumaji dan bendahara adalah Pak Kasan. Selanjutnya
margajaya satu memiliki ketua yaitu Pak Karwan, sekretaris Pak Gunawan dan
bendahara Pak Sutio. Masing-masing kelompok beranggotakan 10 orang. Tujuan
dari kelompok ini adalah untuk melestarikan hutan mangrove di Desa Margasari
dan untuk menjadi anggota dari kelompok margajaya tidak ada persyaratan atau
kriteria apapun. Program kerja rutin yang masih berkelanjutan adalah
penyulaman hutan mangrove. Seluruh anggota kelompok margaya sudah sangat
menyadari betapa pentingnya nilai dari keberadaan hutan mngrove. Kelompok
margajaya mempunyai jadwal perkumpulan rutin setiap 2 bulan sekali untuk
membahas kegiatan yang akan dilaksanakan selanjutnya.
2. Kelompok mangrove PLH (Pendidikan Lingkungan Hidup)
Pada tahun 1994-2001 pernah terjadi abrasi besar-besaran dan selanjutnya
dilakukan rehabilitasi hutan mangrove di Desa Margasari. Pada tahun 2004
inisiatif masyarakat oleh Kepala Desa Margasari (Alm. Bapak Sukimin) untuk
menyerahkan hutan mangrove kepada Universitas Lampung sebagai hutan
pendidikan. Pada tahun 2005 telah dilaksanakan penyerahan hutan mangrove
seluas 700 ha dan dibentuk pengajuan berupa persetujan kepada Pemerintah
Kabupaten Lampung Timur. Setelah proses administrasi telah selesai dan berjalan
dengan baik, serah terima ijin lokasi kepada Universitas Lampung dari Bupati
Lampung Timur melalui Surat Keputusan Bupati Lampung Timur No. B.
303/22/SK/2005 pada tanggal 23 Desember 2005 tentang ”Penetapan Lokasi
untuk Pengelolaan Hutan Mangrove dalam Rangka Pendidikan, Pelestarian
Lingkungan, dan Pemberdayaan Masyarakat seluas 700 ha di Desa Margasari
34
Bersamaan dengan acara tersebut, kelompok Pendidikan Lingkungan Hidup
(PLH) dibentuk oleh Universitas Lampung sebagai fasilitator dalam pelestarian
hutan mangrove dengan jumlah anggota 24 orang. Struktur organisasi kelompok
ini adalak Pak Rusyani sebagai ketua, Pak Sukari sebagai wakil ketua, Pak Adi
sebagai sekretaris dan Ibu Muslikah sebagai bendahara. Tujuan kelompok PLH
ini adalah untuk melaksanakan pengamanan dan pelestarian hutan mangrove dan
untuk mengajukan beberapa program yang berkaitan dengan mangrove tersebut.
Anggota dari kelompok PLH banyak rekrutmen dari PNS Guru. Hal ini dilakukan
karena untuk menarik minat anak sejak dini untuk melestarikan hutan mangrove.
Program pelestarian hutan mangrove seperti pembibitan dan penanaman tidak
rutin dilakukan oleh kelompok ini, karena jika ada kontrak kerjasama dengan
pihak luar baru kegiatan-kegiatan tersebut berjalan kembali. Sehingga
keberlanjutan program untuk pelestarian hutan mangrove tidak ada.
3. Kelompok pengolah terasi
Kelompok pengolah terasi terbentuk pada tahun 2008 pada saat Kuliah Kerja
Nyata (KKN) Universitas Lampung masuk di Desa Margasari. Kelompok ini
hanya terdiri dari ketua kelompok yaitu Ibu Sudarlis. Jumlah anggota sebanyak 5
orang yang seluruhnya terdiri dari ibu-ibu yang memiliki tujuan untuk
memperkenalkan terasi khas Margasari dan juga meningkatkan pendapatan
kelompok. Kegiatan rutin kelompok ini adalah membuat terasi dengan
menggunakan rebon segar yang yang hidup di sekitar hutan mangrove. Rebon
tersebut dicari bersama oleh semua anggota kelompok serta proses pengolahan
35
diperoleh dari bantuan Universitas Lampung. Kelompok pengolah terasi tidak
memiliki keberlanjutan program kerja sehingga kegiatan yang ada selalu statis.
4. Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani)
Kelompok tani sudah terbentuk sejak lama, sebelum adanya kelompok-kelompok
masyarakat yang lain. Pada tahun 2008, dibentuklah gapoktan yaitu gabungan
kelompok tani yang memiliki tujuan untuk mengkoordinasikan
kelompok-kelompok tani guna meningkatkan kinerja di bidang pertanian, tidak ada
pembagian hasil keuntungan, karena status lahan sawah adalah milik pribadi.
Struktur organisasi gapoktan hanya terdiri dari ketua yaitu Pak Sunarko. Jumlah
anggota gapoktan sampai saat ini adalah 80 orang dan setiap anggota kelompok
memiliki lahan garapan ataupun sawah. Instansi/lembaga yang menaungi
kelompok ini adalah Dinas Pertanian. Kelompok ini juga mendapat penyuluhan
dari Dinas Pertanian Kabupaten tentang perawatan lahan sawah sebelum dan
pasca panen dengan rentang waktu 2 kali dalam setahun. Sehingga untuk
kemajuan dan keberhasilan kelompok, gapoktan melakukan pertemuan rutin
setiap bulan.
5. Kelompok nelayan
Kelompok nelayan terbentuk karena munculnya isu akan adanya bantuan dari
Dinas Kelautan dan Perikanan pada tahun 2012. Kelompok ini memiliki anggota
sebanyak 10 orang dan struktur organisasi hanya terdiri dari ketua yaitu Bapak
Halimi. Tujuan dari kelompok ini adalah meningkatkan pendapatan kelompok
dengan cara menangkap ikan secara bersama, dan hasil penjualan digunakan
36
adalah menangkap ikan. Perencanaan kegiatan dan pertemuan kelompok tidak
pernah ada, karena setiap harinya kelompok nelayan hanya menangkap ikn secara
terus menerus.
6. Kelompok pengolah ikan
Kelompok pengolah ikan ini terbentuk pada saat pelatihan yang diselenggarakan
oleh PNPM pada tahun 2013. Kelompok pengolah ikan hanya memiliki ketua
yaitu Ibu Wahyu Jaya dan beranggotakan 10 orang yang terdiri dari ibu-ibu warga
Desa Margasari dan PNPM sebagai pendamping kelompok ini. Tujuan kelompok
ini adalah menambah penghasilan anggota kelompok melalui pengolahan ikan.
Kegiatan dalam kelompok ini adalah mengolah ikan menjadi produk yang bernilai
jual kebih seperti pembuatan nugget, bakso ikan, dan ikan asin. Kegiatan ini
merupakan kegiatan rutin yang dilakukan setiap hari oleh kelompok pengolah
ikan begitu seterusnya sampai sekarang. Tidak ada pengembangan dalam inovasi
48
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Tingkat partisipasi kelompok masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove
pada kategori tinggi adalah (73,68%) yang didukung oleh kelompok PLH dan
kelompok margajaya, kategori sedang (19,74%) terdiri dari gabungan
kelompok tani, pengolah ikan, dan nelayan, kategori rendah (6,58%) yang
termasuk di dalamnya adalah gabungan kelompok tani dan kelompok
pengolah terasi.
2. Tipe kelembagaan partisipatif terdiri dari partisipasi pasif yaitu pada gabungan
kelompok tani, kelompok pengolah ikan, kelompok pengolah terasi dan
kelompok nelayan, partisipasi konsultatif yaitu pada kelompok PLH, dan
partisipasi mobilisasi swakarsa pada kelompok margajaya.
B. Saran
1. Perlu adanya penguatan kelembagaan untuk mengaktifkan organisasi
kelompok terutama kelompok pada tipe partisipasi pasif.
2. Pemerintah Daerah perlu memajukan kelompok masyarakat yang berada pada
tipe partisipasi pasif untuk menukung pengembangan pelestarian hutan
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, J. 2012. Kondisi Ekosistem Mangrove di Sub District Liquisa Timor Leste. Jurnal Pascasarjana Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya. 1(3): 136-143.
Arief, A. 2003. Hutan Mangrove, Fungsi dan Manfaatnya. Kanisius. Yogyakarta.
Arikunto, S. 2000. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta.
Badrudin. A. 2003. Sekilas mengenai hutan bakau di Propinsi Riau. Fakultas Perikaan Universitas Riau. Pekanbaru.
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Demanhuri. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Erwianto. 2006. Kajian Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Kawasan Teluk Pangpang-Banyuwangi. Jurnal Sosial Ekonomi Perikanan. 3(1): 44-50.
Ghufran, M. dan Kordi, K.M. 2012. Ekosistem Mangrove: potensi, fungsi, dan pengelolaan. Rineka Cipta. Jakarta.
Harahab, N. 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove dan Aplikasinya dalam Perencanaan Wilayah Pesisir. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Hasan, R. 2004. Pengembangan Kelembagaan Partisipatif untuk Melestarikan Ekosistem Hutan Mangrove. Thesis Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hardhani. 2002. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peran Serta Masyarakatcd alam Pengelolaan Hutan Manggrove di Kecamatan Pulau Laut Utara
Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan. Semarang. Program
Ibori, A. 2012. Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Pembangunan di Desa Tembuni Distrik Tembuni Kabupaten Teluk Bintuni. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 2(1): 161-175.
International Tropical Timber Organization (ITT0). 2012. Tropical Forest Update. Yokohama 220-0012. Japan.
International Institute of Rural Reconstruction [IIRR]. 1998. Participatory Method in Community Based Coastal Resource Management. Volume I: Introductory Papers. Institute of Rural Reconstruction. Silang, Captive, Philippines.
Kustanti, A. 2010. Manajemen Hutan Mangrove. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.
Kusmana, C. 2010. Kolaborasi antara Masyarakat dan Pemerintah Daerah dalam Pelestarian Hutan Mangrove. Jurnal Fakultas Kehutanan IPB. 1(1): 22-30.
Kusuma, C. 2009. Pengelolaan Sistem Mangrove Secara Terpadu. Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institu Pertanian Bogor. Bogor.
Lembaga Penelitian Universitas Lampung. 2010. Pengelolaan Kolaboratif Hutan Mangrove Berbasis Pemerintah, Masyarakat dan Perguruan Tinggi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Mawardi, A. 2010. Peran Pendampingan Masyarakat oleh Lembaga Swadaya Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Mangrove di Desa Pulau Pahwang Kecamatan Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran. Skripsi Fakultas
Pertanian Jurusan Kehutanan Universitas Lampung. Tidak
Dipublikasikan.
Monografi Desa Margasari. 2012. Format Potensi, Perkembangan, dan Laporan Profil Desa dan Kelurahan. Provinsi Lampung.
Muluk. 2010. Pengelolaan Ekosistem Mangrove oleh Masyarakat Pesisir. Jurnal Ilmu Lingkungan. 1(2):24-35.
Mulyani, E dan Fitriani, N. 2013. Konservasi Hutan Mangrove sebagai Ekowisata. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan. 2(2): 11-18.
Natalina, U. 2012. Peran Serta Masyarakat dalam Pelestarian Hutan Mangrove di Desa Batu Gajah Kabupaten Natuna. Skripsi Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kabupaten Jepara. Tesis Pascasarjana Magister Manajemen Sumber Daya PantaiUniversitas Dipnegoro. Semarang.
Purnobasuki, H. 2010. Ancaman terhadap Hutan Mangrove di Indonesia dan Langkah Strategis Pencegahannya. Jurnal Biologi. 3(1):121-132.
Rusdianti, K. 2012. Konservasi Lahan Hutan Mangrove serta Upaya Penduduk Lokal dalam Merehabilitasi Ekosistem Mangrove. Jurnal Sosiologi Pedesaan. 6(1): 1-17.
Saputok, G.B. 2009. Peta Mangrove Indonesia. Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. Jakarta.
Sugiono. 2009. Statistika untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.
Sukmana. 2011. Hutan Mangrove sebagai Penyangga Ekosistem Kehidupan. Jurna Ilmu Perikanan dan Kelautan. 3(2): 1-14.
Sunito, S. 2012. Peran serta Masyarakat Pedesaan dalam Rehabilitasi Hutan Mangrove. Jurnal Sosiologi Pedesaan. 3(1): 24-35.
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Torang, S. 2012. Metode Riset Struktur dan Perilaku Organisasi. Alfabeta. Bandung.
Yitnosumarto, S. 2000. Dasar-dasar Statistika. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.