DENSITAS POHON DEWASA DAN PERMUDAAN PULAI
(
Alstonia scholaris) DAN SUREN (Toona sureni) DALAM BLOKKOLEKSI TUMBUHAN DI TAMAN HUTAN RAYA
WAN ABDUL RACHMAN
(Skripsi)
Oleh
ANDI A. J. SIAHAAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRACT
THE DENSITY OF MATURE TREES AND THE REGENERATION OF DEVIL TREE (Alstonia scholaris) AND CEDAR (Toona sureni) IN THE PLANT COLLECTION BLOCK IN GREAT FOREST PARK OF WAN
ABDUL RACHMAN
By
ANDI A. J. SIAHAAN
The plant collection block is a part of the Great Forest Park of Wan Abdul
Rachman that contains varie of plant species, either pristine plant or not and rare
or not rare which are needed to be protected and preserved. The plant collection
block condition has been changed to be cultivation land. This condition is feared
can interfere the existence of rare plants species such as devil tree (Alstonia
scholaris) and cedar (Toona sureni). This research was done at the plant
collection block in Great Forest Park of Wan Abdul Rachman on
September--October 2013. This research is aimed to determine the density, distribution,
condition, and coordinates position of devil tree and cedar. The data was taken by
used checkered lines method with 0.1% sampling intensity. The sampling area
was about 8,455.4 m2, then divided into 20 plots. The distance between lines was
200 m and plots was 100 m. The result showed that the devil tree density was
higher amount of 15 stems/ha than cedar density of 7 stems/ha in a row. The
was higher than cedar frequency which only of 0.15 stems/ha. Cedar grown by 5
stems, that amount the criteria of main tree as many as 1 stem in the 20th plot.
Devil tree grown by 4 stems, that amount the criteria of main tree as many as 1
stem in the 19th plot.
ABSTRAK
DENSITAS POHON DEWASA DAN PERMUDAAN PULAI (Alstonia scholaris) DAN SUREN (Toona sureni) DALAM BLOK KOLEKSI TUMBUHAN DI TAMAN HUTAN RAYA WAN ABDUL RACHMAN
Oleh
ANDI A. J. SIAHAAN
Blok koleksi tumbuhan merupakan bagian dari kawasan taman hutan raya
berisi-kan berbagai jenis tumbuhan, baik jenis asli maupun tidak asli, langka maupun
tidak langka yang perlu dilindungi dan dilestarikan. Kondisi blok koleksi
tumbuhan yang mengalami perubahan fungsi menjadi areal perladangan
dikhawatirkan akan mengganggu keberadaan jenis-jenis tumbuhan langka seperti
pohon pulai (Alstonia scholaris) dan suren (Toona sureni). Penelitian dilakukan
di Blok Koleksi Tumbuhan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman pada bulan
September--Oktober 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui densitas,
penyebaran, kondisi pohon dewasa, dan posisi koordinat pohon pulai dan suren.
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode garis berpetak dengan
intensitas sampling 0,1%. Luas sampel 8.455,4 m2, kemudian dibagi menjadi 20
petak. Jarak antargaris rintis 200 m dan jarak antarpetak ukur 100 m. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kerapatan pulai lebih tinggi sebesar 15 batang/ha
dibandingkan dengan pohon suren sebesar 7 batang/ha. Frekuensi pulai
dibanding-kan frekuensi pohon suren yang besarnya hanya 0,15. Pohon suren dewasa
sebanyak 5 batang, yang memenuhi kriteria pohon induk sebanyak 1 batang dan
berada di plot ke-20. Pohon pulai dewasa sebanyak 4 batang, yang memenuhi
kriteria pohon induk sebanyak 1 batang dan berada di plot ke-19.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sitorang Toba Samosir pada tanggal
27 Mei 1990, sebagai anak pertama dari tujuh bersaudara.
Ayah kandung penulis bernama Arifin Siahaan dan ibu
kandung bernama Prihatin Hutajulu. Penulis
menyelesai-kan pendidimenyelesai-kan Sekolah Dasar (SD) di SDN No 174556
Sitorang pada tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Silaen pada
tahun 2005, dan Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Silaen pada tahun 2008.
Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama menjadi mahasiswa pada Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian
Universitas Lampung, penulis menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Kehutanan
(Himasylva) FP Unila. Penulis mengikuti Praktek Umum (PU) tahun 2012 di
BKPH Tambakan KPH Purwakarta Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan
Banten, pada tahun yang sama penulis melanjutkan Praktek Umum (PU) di
SANWACANA
Terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya saya
dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Densitas Pohon Dewasa dan Permudaan
Pulai (Alstonia scholaris) dan Suren (Toona sureni) dalam Blok Koleksi
Tumbuhan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman”. Skripsi ini sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Jurusan
Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Ucapan terima kasih saya tujukan kepada berbagai pihak sebagai berikut.
1. Bapak Ir. Indriyanto, M.P., selaku dosen pembimbing pertama saya atas
bimbingan, arahan, dan motivasi yang telah diberikan hingga selesainya
penulisan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si., selaku pembimbing ke dua dan selaku
Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas
bimbingan dan arahan yang telah diberikan hingga saya menyelesaikan
skripsi ini.
3. Bapak Duryat, S.Hut., M.Si., selaku dosen penguji atas saran dan kritik yang
telah diberikan hingga selesainya penulisan skripsi ini.
4. Bapak Ir. Wiyogo Supriyanto, selaku kepala UPTD Tahura Wan Abdul
Rachman, Mas Agus dan Mas Di (SHK Lestari) yang telah memberikan
iii 5. Teman saya Gesta, dan Ali yang telah yang membantu dalam pengambilan
data.
6. Kedua orangtua dan adik-adik saya yang selalu mendoakan dan memberikan
motivasi dalam menyelesaikan skripsi.
7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak
membantu saya khususnya dalam penyelesaian penelitian dan penyusunan
skripsi.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa akan membalas segala kebaikan mereka semua
yang telah diberikan kepada saya. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.
Terima Kasih.
Bandar Lampung, Oktober 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 3
C. Manfaat Penelitian ... 3
D. Kerangka Pemikiran... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6
A. Keanekaragaman Hayati ... 6
B. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman ... 10
C. Blok Koleksi Tumbuhan ... 13
D. Pohon Langka ... 14
1. Kategori spesies langka……… 14
2. Kriteria untuk kategori kritis, genting, dan rawan…………... 17
3. Jenis-jenis pohon langka……….. 23
E. Permudaan... 31
F. Gambaran Umum Pulai... 33
G. Gambaran Umum Suren ... 36
III. METODE PENELITIAN ... 39
v
3. Kondisi pohon dewasa untuk dijadikan pohon Induk/plus………... . 54
B. Pembahasan... 59
1. Kerapatan Jenis Pohon ... 59
2. Penyebaran Jenis Pohon ... 62
vi
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 71
A. Kesimpulan ... 71
B. Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 73
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Acuan pembuatan skor untuk pohon dewasa yang diidentifikasi
di lokasi penelitian ... 44
2. Jenis tanah di Tahura Wan Abdul Rachman Provinsi Lampung ... 48
3. Kerapatan pohon pulai dan suren pada setiap fase pertumbuhan
di blok koleksi tumbuhan Tahura Wan Abdul Rachman ... 51
4. Frekuensi pohon pulai dan suren pada setiap fase pertumbuhan
di blok koleksi tumbuhan Tahura Wan Abdul Rachman ... 53
5. Hasil identifikasi dan skoring pohon plus/induk di blok koleksi
tumbuhan Tahura Wan Abdul Rachman ... 55
6. Data pengamatan pohon pembanding ... 56
7. Keadaan lingkungan di blok koleksi tumbuhan Tahura Wan
Abdul Rachman………. 56
8. Titik koordinat pohon dewasa di blok koleksi tumbuhan Tahura
Wan Abdul Rachman………. 59
9. Data pengamatan fase tiang pada blok koleksi tumbuhan………….. 76
10. Data pengamatan fase pohon pada blok koleksi tumbuhan………… 77
11. Analisis vegetasi pada fase tiang……… 77
12. Analisis vegetasi pada fase pohon………. 78
13. Kerapatan pada setiap fase pertumbuhan di blok koleksi
tumbuhan Tahura Wan Abdul Rachman………... 78
14. Frekuensi pada setiap fase pertumbuhan di blok koleksi
tumbuhan Tahura Wan Abdul Rachman……….. 78
15. Jenis pohon yang di temukan di blok koleksi tumbuhan
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Peta lokasi penelitian dan tata letak petak ukur……… 41
2. Desain tata letak petak-petak pengamatan dengan metode garis
berpetak……….... 42
3. Desain petak contoh dilapangan dengan metode garis berpetak……... 42
4. Perbandingan kerapatan pulai dan suren batang/ha pada setiap fase
pertumbuhan………. 52
5. Perbandingan frekuensi pulai dan suren pada setiap fase
pertumbuhan………. 54
6. Peta penyebaran pohon dewasa di blok koleksi tumbuhan Tahura
Wan Abdul Rachman……… 58
7. Lokasi pengamatan di blok koleksi tumbuhan Tahura Wan Abdul
Rachman………... 80
8. Pembuatan petak pengamatan di blok koleksi tumbuhan Tahura
Wan Abdul Rachman……… 80
9. Pohon suren yang dijadikan sebagai pohon induk atau pohon plus…. 81
10.Pengukuran diameter pohon suren yang dijadikan sebagai pohon
induk……… 82
11.Pengukuran diameter pohon pulai yang dijadikan sebagai pohon
induk……… 82
12.Pohon pulai yang dijadikan sebagai pohon induk atau pohon plus…. 83
13.Pembuatan titik koordinat pada salah satu pohon yang diamati…….. 84
14.Pencatatan data di lapangan………. 84
15.Pengukuran tinggi pohon dengan menggunakan Christen
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990, taman hutan raya (tahura) adalah
hutan yang ditetapkan pemerintah dengan fungsi pokok sebagai hutan konservasi.
Tahura yaitu salah satu kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan
dan/atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli yang
dimanfaat-kan untuk kepentingan penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, pendididimanfaat-kan,
penunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi alam.
Blok koleksi tumbuhan merupakan suatu wilayah di dalam kawasan taman hutan
raya yang berisikan berbagai jenis tumbuhan, baik jenis asli maupun tidak asli,
langka maupun tidak langka yang perlu dilindungi dan dilestarikan serta
dikem-bangkan sesuai dengan fungsi kawasan taman hutan raya. Blok koleksi tumbuhan
merupakan salah satu blok yang ada di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman.
Pada saat ini kondisi blok koleksi tumbuhan seluruhnya merupakan kebun
cam-puran yang digarap oleh masyarakat sebagai areal perladangan yang didominansi
oleh tanaman budidaya (Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, 2006).
Akibat adanya perubahan penggunaan lahan yang terjadi di blok koleksi
tum-buhan dikhawatirkan jenis-jenis pohon langka atau yang dilindungi di blok
2 dua di antara beberapa pohon langka yang ada di Indonesia. Selain karena
peru-bahan lahan, kelangkaan kedua pohon ini terjadi karena semakin meningkatnya
kebutuhan manusia akan pohon tersebut untuk digunakan sebagai bahan
bangun-an dbangun-an lain-lain.
Pulai sangat prospektif untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman
karena kegunaan kayu pulai cukup banyak dan saat ini permintaannya cukup
tinggi. Kegunaan kayu pulai antara lain untuk pembuatan peti, korek api, hak
sepatu, kerajinan seperti wayang golek dan topeng, cetakan beton, pensil slate,
dan pulp (Martawijaya et al., 1981).
Salah satunya adalah kulit pulai yang dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan
(Effendi dkk., 2011). Blok koleksi tumbuhan Taman Hutan Raya Wan Abdul
Rachman memiliki peranan yang sangat penting untuk menjaga keberadaan pohon
tersebut di masa yang akan datang agar tidak mengalami kepunahan. Akan tetapi,
data mengenai pohon tersebut secara lengkap belum ada khususnya data mengenai
kondisi densitas populasi pulai dan suren, baik pohon dewasa maupun
permuda-annya belum ada. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pohon
pulai dan pohon suren di blok koleksi tumbuhan untuk mengetahui densitas,
po-hon dewasa, dan permudaannya. Data yang diperoleh diharapkan mejadi bahan
pertimbangan dalam pengelolaan dan pengembangan blok koleksi tumbuhan di
masa yang akan datang supaya blok tersebut menjadi lebih baik sesuai dengan
3 B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini antara lain sebagai berikut.
1. Mengetahui densitas atau kerapatan pohon pulai dan permudaannya yang ada
di blok koleksi tumbuhan.
2. Mengetahui densitas atau kerapatan pohon suren dan permudaannya yang ada
di blok koleksi tumbuhan.
3. Mengetahui penyebaran pohon pulai untuk setiap fase pertumbuhan yang ada
di blok koleksi tumbuhan.
4. Mengetahui penyebaran pohon suren untuk setiap fase pertumbuhan yang ada
di blok koleksi tumbuhan.
5. Mengetahui kondisi setiap pohon dewasa dan letak atau posisi koordinatnya.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain sebagai berikut.
1. Menyediakan data mengenai jenis pohon langka terutama keberadaan pohon
pulai dan suren yang masih ada supaya dijadikan bahan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
2. Sebagai landasan pengembangan dan upaya pelestarian tumbuhan langka di
masa yang akan datang agar blok koleksi tumbuhan Tahura Wan Abdul
Rachman dapat berfungsi dengan baik.
3. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah khususnya Dinas Kehutanan
dalam menentukan strategi pengelolaan hutan terutama dalam pengembangan
jenis-jenis pohon langka terutama pohon pulai dan pohon suren di kawasan
4 D. Kerangka Pemikiran
Blok koleksi tumbuhan yang ada di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman
merupakan blok berisi berbagai jenis tumbuhan baik jenis asli maupun tidak asli,
langka maupun tidak langka yang perlu dilindungi dan dilestarikan serta
dikem-bangkan sesuai dengan fungsi kawasan tersebut. Keberadaan jenis-jenis pohon
langka terutama jenis pohon pulai dan pohon suren yang ada di Indonesia semakin
hari semakin memprihatinkan karena kebutuhan manusia akan pohon tersebut
selalu meningkat.
Pulai (Alstonia scholaris) dan suren (Toona sureni ) merupakan jenis tanaman
kehutanan yang memiliki banyak manfaat. Tanaman ini mampu tumbuh baik
pada lahan kritis dan lahan marginal sehingga dapat digunakan sebagai tanaman
konservasi. Kayu pulai dan suren banyak dimanfaatkan dalam bahan industri
kerajinan tangan dan juga dimanfaatkan dalam bidang farmasi. Pulai dan suren
juga memiliki potensi untuk digunakan sebagai salah satu jenis tanaman
rehabilitasi lahan terdegradasi.
Salah satu upaya untuk mempertahankan, menjaga, dan melindungi jenis-jenis
tumbuhan langka atau dilindungi yang ada di Taman Hutan Raya Wan Abdul
Rachman adalah dengan membuat kawasan blok koleksi tumbuhan. Menurut
Kurniawan (2011), ditemukan 6 jenis tergolong langka, 3 jenis tergolong
ende-mik, 8 jenis tergolong langka eksotik, dan 48 jenis tergolong kosmopolik. Pohon
pulai dan pohon suren merupakan dua di antara 6 jenis pohon langka yang
ditemukan dengan indeks nilai penting masing-masing adalah 7,32% dan 3,45%.
5 pohon tersebut semakin sedikit. Menurut Mogea dkk. (2001), pohon pulai
(Alstonia scholaris) dan pohon suren (Toona sureni) merupakan jenis pohon
langka yang ada di Indonesia dan termasuk dalam daftar Red List IUCN dan
LIPI. Kelangkaan kedua pohon tersebut masuk dalam kategori langka /Low Risk
(terkikis) /Least Concern (tidak diperhatikan).
Belum adanya data yang kongkrit mengenai jenis pohon pulai dan pohon suren
yang ada dalam kawasan blok koleksi tumbuhan tersebut, maka perlu dilakukan
penelitian mengenai densitas, pohon dewasa, dan pemudaannya dengan
menggu-nakan metode garis berpetak secara sistematik agar dapat dijadikan dasar
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati merupakan variabilitas antarmahluk hidup dari semua
sumber daya, termasuk di daratan, ekosistem perairan dan kompleks ekologis
ter-masuk juga keanekaragaman dalam spesies di antara spesies dan ekosistemnya.
Sepuluh persen dari ekosistem alam berupa suaka alam, suaka marga satwa,
ta-man nasional, hutan lindung, dan sebagian lagi untuk kepentingan budidaya
plas-ma nutfah yang dialokasikan sebagai kawasan yang dapat memberi perlindungan
bagi keanekaragaman hayati (Arief, 2001).
Keanekaragaman hayati menurut Undang Undang Nomor 5 Tahun 1994 adalah
keanekaragaman di antara mahluk hidup dari semua sumber termasuk di
antara-nya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik lain, serta komplek-komplek ekologi
yang merupakan bagian dari keanekaragamannya, mencakup keanekaragaman
dalam spesies, antarspesies, dan ekosistem.
Keanekaragaman hayati perlu dilestarikan karena di dalamnya terdapat sejumlah
spesies asli sebagai bahan mentah perakitan varietas-varietas unggul. Kelestarian
keanekaragaman hayati pada suatu ekosistem akan terganggu bila ada
komponen-komponennya yang mengalami gangguan. Gangguan terhadap
ekosistem-7 nya. Besar atau kecilnya gangguan terhadap ekosistem dapat merubah wujud
ekosistem secara perlahan-lahan atau secara cepat. Contoh adanya gangguan
ekosistem, misalnya penebangan pohon di hutan secara liar dan perburuan hewan
secara liar yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Adanya gangguan
tersebut secara perlahan-lahan dapat merubah ekosistem sekaligus memengaruhi
keanekaragaman tingkat ekosistem. Bencana tanah longsor atau letusan gunung
berapi dapat memusnahkan ekosistem atau memusnahkan keanekaragaman
ting-kat ekosistem. Hutan tropis di indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang
sangat tinggi di dunia.
Keanekaragaman hayati yang sangat tinggi ini apabila dikelola dengan baik
tentunya dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan
masya-rakat Indonesia bahkan masyamasya-rakat di seluruh dunia. Dalam hal kekayaan
kea-nekaragaman hayati, Indonesia tidak kalah dengan Brazil, negara yang juga
memiliki kekayaan keanekaragaman hayati. Brazil memiliki jumlah
keaneka-ragaman hayati ikan air tawar dan jumlah organisme darat yang sangat banyak
tapi keanekaragaman organisme laut di Indonesia jauh lebih banyak. Seperti
Meksiko, posisi geografis Indonesia termasuk negara yang terletak pada dua
kawasan dari enam kawasan biogeografi terpenting di dunia, yaitu Australasian
dan Indo-Malaya. Hal yang juga menarik, di Indonesia terdapat wilayah perte-
muan dua kawasan tersebut, yaitu Wallacea yang di dalamnya terkandung
en-demisitas dengan tingkat keanekaragaman yang sangat tinggi. Kawasan
bio-geografi Indonesia dan sebarannya yang meliputi 17.000 pulau, termasuk pulau
terbesar kedua dan ketiga di dunia (Kalimantan dan Papua), bisa dikatakan telah
8 Laju berkurangnya keanekaragaman hayati pada saat ini diperkirakan sama
cepatnya dengan masa kepunahan dinosaurus 65 juta tahun yang lalu.
Diper-kirakan 50% hingga 90% dari 10 juta spesies yang hidup di bumi berada di hutan
tropis dan memiliki tingkat kepunahan yang paling parah. Dengan tingginya
de-forestasi maka antara 5% sampai 10% spesies di hutan tropis akan punah dalam
waktu 30 tahun mendatang. Hal ini berarti kita akan mengalami kehilangan
spe-sies tumbuhan tropis yang beragam jenisnya dan memiliki aneka keunikan dan
kegunaan bagi manusia (WRI, IUCN, dan UNEP, 1995).
Menurut WRI, IUCN, dan UNEP (1995), penyebab utama kepunahan
keanekara-gaman hayati antara lain sebagai berikut.
1. Peningkatan laju populasi manusia dan eksploitasi sumberdaya alam yang tidak
terkendali.
2. Penyempitan spektrum produk yang diperdagangkan dalam bidang pertanian,
kehutanan, dan perikanan. Ekonomi global yang berdasarkan prinsip
persaing-an dpersaing-an spesialisasi telah meningkatkpersaing-an keseragampersaing-an dpersaing-an saling ketergpersaing-antung-
ketergantung-an.
3. Sistem kebijakan ekonomi yang gagal dalam memberi penghargaan kepada
lingkungan dan sumber daya alam. Kurangnya perhatian dan upaya manusia
dalam memelihara dan melestarikan keanekaragaman hayati yang ada.
4. Kurangnya pengetahuan dan penerapan masyarakat dalam mengelolah sumber
daya alam yang ada. Ketidaktahuan ini terjadi akibat erosi kebudayaan
9 5. Sistem hukum dan kelembagaan yang mendorong eksploitasi. Eksploitasi hutan
yang tidak mengindahkan kelestarian, mengakibatkan kehancuran sumber daya
alam yang tidak ternilai.
Menurut Krebs (1978), ada 6 faktor yang menentukan naik turunnya
keanekaragaman spesies antara lain sebagai berikut.
1. Waktu. Keragaman komunitas bertambah sejalan waktu, berarti komunitas
yang lebih tua, dan yang telah lama berkembang akan memiliki lebih banyak
jenis jasad hidup daripada komunitas muda sehingga tingkat keanekaragaman
hayatinya juga akan lebih tinggi.
2. Heterogenitas ruang. Semakin heterogen suatu lingkungan fisik maka semakin
tinggi keanekaragamannya.
3. Kompetisi. Kompetisi terjadi apabila sejumlah organisme membutuhkan
sum-ber yang sama yang ketersediannya terbatas.
4. Pemangsaan. Untuk mempertahankan komunitas dari jenis bersaing yang
berbeda di bawah daya dukung masing-masing selalu memperbesar
kemung-kinan hidup berdampingan sehingga mempertinggi keragaman. Apabila
intensitas pemangsaan terlalu tinggi atau rendah dapat menurunkan keragaman
jenis. Keberadaan hewan pemangsa dan parasit dalam jumlah yang lebih
ba-nyak dibandingkan di subtropik, dan aktivitasnya menekan populasi inang.
Turunnya populasi inang membuat kompetisi antar sesama inang menjadi lebih
longgar. Pada kondisi ini sangat mungkin terjadi pertambahan jenis inang yang
lain, dan kemudian sekaligus menyebabkan bertambahnya jenis pemangsa dan
10 5. Kestabilan iklim. Makin stabil suhu, kelembapan, salinitas, pH dalam suatu
lingkungan tersebut maka keanekaragaman jenis yang akan lebih tinggi
dari-pada komunitas yang dipengaruhi oleh lingkungan fisik yang tidak stabil atau
sering mengalami gangguan musiman secara periodik. Lingkungan yang
sta-bil, lebih memungkinkan keberlangsungan evolusi.
6. Produktivitas. Produktivitas mempengaruhi keanekaragaman jenis dalam suatu
komunitas karena makin besar produktivitas suatu ekosistem maka semakin
tinggi keanekaragaman jenis suatu organisme.
Strategi terbaik pelestarian jangka panjang bagi keanekaragaman hayati adalah
populasi dan komunitas alami di habitat alami, yang dikenal sebagai pelestarian
in-situ (atau dalam kawasan). Alasan pendekatan ini berlandaskan pada fakta
bahwa kemampuan spesies untuk menjalankan proses adaptasi evolusi hanya
dapat berlangsung di alam bebas. Bagi spesies langka yang telah terdesak oleh
pengaruh kegiatan manusia, pelestarian in-situ bukan pilihan yang tepat. Suatu
populasi sisa berukuran kecil, atau bila seluruh individu tersisa hanya ditemukan
di luar kawasan-kawasan yang dilindungi, maka pelestarian in-situ mungkin tidak
berhasil. Satu-satunya jalan untuk mencegah kepunahan spesies adalah dengan
memelihara individu-individu alami dalam kondisi terkendali, di bawah
pengawa-san manusia. Strategi ini dikenal sebagai pelestarian ex-situ (atau di luar habitat)
(Supriatna,2008) .
B. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman
Taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi
11 yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
penunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi. Adapun kriteria
penun-jukan dan penetapan suatu daerah sebagai kawasan taman hutan raya antara lain
sebagai berikut (Arief, 2001).
1. Kawasan dengan ciri khas baik asli maupun buatan baik pada kawasan yang
ekosistemnya masih utuh ataupun kawasan yang ekosistemnya sudah berubah.
2. Memiliki keindahan alam dan atau gejala alam.
3. Mempunyai luas yang cukup yang memungkinkan untuk pembangunan koleksi
tumbuhan dan atau satwa baik jenis asli dan atau bukan asli.
Taman hutan raya merupakan salah satu bentuk kawasan konservasi yang
ber-tujuan untuk mengkoleksi jenis-jenis tumbuhan dan memperbaiki kawasan hutan
yang rusak untuk menunjang program pengembangan wisata, khususnya dalam
penyediaan sarana wisata alam bagi masyarakat dalam maupun luar negeri. Arti
penting taman hutan raya adalah untuk menyediakan sarana pendidikan yang
berkaitan dengan upaya konservasi sumber daya alam, terutama untuk
mening-katkan kesadaran pentingnya peran masyarakat dalam upaya konservasi tersebut
(Arief, 2001).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 403/Kpts-II/1993, Kawasan
Hutan Gunung Betung Register 19 seluas sekitar 22.249,31 ha ditetapkan sebagai
Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul Rachman. Adaya perubahan status dari
hutan lindung menjadi taman hutan raya dimaksudkan untuk memperluas fungsi
peles-12 tarian sumber daya alam hayati, penelitian dan pendidikan, penunjang budidaya
dan budaya, dan pariwisata (Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, 2006).
Dalam rangka efisiensi dan efektivitas pengelolaan Taman Hutan Raya Wan
Abdul Rachman, maka berdasarkan kriteria dan indikator yang telah ditetapkan,
kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman dibagi menjadi blok-blok
pengelolaan (Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, 2006), antara lain sebagai
berikut.
1. Blok Koleksi Tumbuhan, sesuai dengan fungsi tahura pada blok ini diarahkan
untuk koleksi tanaman asli dan bukan asli serta langka atau tidak langka.
2. Blok Pemanfaatan, bentuk pemanfatan dalam kawasan tahura adalah untuk
kegiatan pendidikan, penelitian dan wisata alam, pada blok ini juga dapat
dibangun sarana dan prasarana kegiatan tersebut (maksimal 10% dari luas blok
pemanfatan).
3. Blok Perlindungan, bagian dari kawasan tahura sebagai tempat perlindungan
jenis tumbuhan, satwa dan ekosistem serta penyangga kehidupan.
4. Blok lainnya (pendidikan, penelitian, dan social forestry), pada blok ini dapat
dilakukan aktivitas pendidikan dan penelitian serta pengelolaan hutan bersama
masyarakat terbatas dengan tetap memperhatikan kaidah-kaidah konservasi.
Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman memiliki kondisi dan karakteristik alam
yang spesifik. Secara biofisik merupakan daerah perbukitan dan pegunungan
yang memiliki tipe hutan hujan dataran rendah dan pegunungan sedang dengan
13 juga mempunyai panorama bentang alam yang menarik, antara lain pemandangan
ke Kota Bandar Lampung dan perairan laut Teluk Lampung (Dinas Kehutanan
Provinsi Lampung, 2006).
C. Blok Koleksi Tumbuhan
Blok koleksi tumbuhan merupakan area/wilayah di dalam kawasan taman hutan
raya yang berisikan berbagai jenis tumbuhan baik jenis asli maupun tidak asli
(eksotik), langka maupun tidak langka yang perlu dilindungi dan dilestarikan serta
dikembangkan sesuai dengan fungsi kawasan taman hutan raya. Kawasan Taman
Hutan Raya Wan Abdul Rachman dapat berfungsi sebagai tempat koleksi
tum-buhan atau tanaman, akan tetapi khusus blok koleksi tumtum-buhan perlu ditetapkan
agar area tersebut dapat dikelola dan dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya
secara lebih efektif dan efisien (Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, 2006).
Blok koleksi tumbuhan Tahura Wan Abdul Rachman memiliki luas area 845,54
ha yang berada desa Desa Hurun dan Desa Hanura. Secara spesifik di wilayah ini,
khususnya sekitar Youth Camp Centre telah ditanami berbagai jenis tanaman
kehutanan antara lain, damar mata kucing, durian, alpokat, cempaka, medang, dan
jenis-jenis kayu-kayuan serta MPTS (multi purpose tree species) lainya. Kondisi
blok koleksi tanaman saat ini seluruhnya merupakan kebun campuran yang
diga-rap oleh masyarakat sebagai area perladangan yang didominasi oleh tanaman
14 D. Pohon Langka
Indonesia sebenarnya sangat kaya akan tumbuhan langka terutama pohon langka
karena posisi Indonesia yang tepat di garis khatulistiwa sehingga menyebabkan
Indonesia mempunyai iklim tropis yang sangat ideal untuk tempat tumbuhnya
ber-macam ber-macam tanaman. Namun sayangnya, tumbuhan langka yang harusnya
dilindungi ini tidak dirawat dengan baik sehingga mengakibatkan populasinya
semakin menurun dari hari ke hari. Pohon langka atau spesies langka merupakan
pohon atau spesies yang keberadaannya tampak seragam dan tidak terlalu
bervari-asi secara genetik, sehingga jenis tersebut terancam punah.
1. Kategori Spesies Langka
Tumbuhan langka adalah tumbuhan yang keberadaan takson atau populasinya
diperkirakan mengalami tekanan. Besarnya tekanan terhadap setiap takson
ber-beda bergantung pada sifat biologis tumbuhan dan keadaan lingkungannya
se-hingga tingkat atau status kelangkaan setiap takson tumbuhan dapat berlainan.
Penentuan status kelangkaan suatu spesies dapat di kelompokkan dalam delapan
kategori tumbuhan langka, antara lain sebagai berikut (Mogea dkk., 2001).
1) Punah (Extinct = EX)
Kategori EX (Extinct) diterapkan pada takson yang telah dipastikan tidak akan
15 2) Punah in-situ (Extinct in the Wild = EW)
Kategori EW (Extinct in the Wild) diterapkan pada takson yang diketahui
hanya hidup dan dipelihara dengan baik di dalam kebun dan di kawasan
kon-servasi lainnya. Takson ini kemudian tumbuh secara alami, namun tidak
dite-mukan di habitat aslinya. Kepastian bahwa suatu takson tidak ditedite-mukan di
habitat aslinya disimpulkan setelah melalui pengamatan intensif di tempat
tak-son tersebut diperkirakan hidup, ternyata taktak-son yang dimaksud adalah tidak di
temukan lagi. Jangka waktu pengamatan intensif ini harus melebihi waktu
daur hidup dan pola hidup biota yang diamati.
3) Kritis (Critically Endangered = CR)
Kategori CR (Critically Endangered) diterapkan pada takson yang keberadaan
populasinya menghadapi resiko kepunahan sangat tinggi di alam dalam waktu
yang sangat dekat jika tidak ada usaha penyelamatan yang berarti untuk
melin-dungi populasinya dan segera dimasukkan ke dalam kategori EW. Dalam
kea-daan demikian suatu takson termasuk dalam kategori CR dengan salah satu
kriteria (A sampai E) seperti yang dijelaskan pada bagian selanjutnya dalam
bab ini.
4) Genting (Endangered = EN)
Kategori EN (Endangered) diterapkan pada takson yang tidak termasuk dalam
CR namun mengalami resiko kepunahan yang sangat tinggi di alam dan
dima-sukkan ke dalam kategori EW jika dalam waktu dekat tindakan perlindungan
16 demikian suatu takson termasuk dalam kategori EN dengan salah satu kriteria
(A sampai E) seperti yang dijelaskan pada bagian selanjutnya dalam bab ini.
5) Rawan (Vulnerable = VU)
Kategori VU (Vulnerable) diterapkan pada takson yang tidak termasuk dalam
kategori CR atau EN namun mengalami resiko kepunahan yang tinggi di alam
dalam waktu dekat sehingga dapat digolongkan dalam EW. Dalam keadaan
demikian suatu takson termasuk dalam kategori VU dengan salah satu kriteria
(A sampai E) seperti yang dijelaskan pada bagian selanjutnya dalam bab ini.
6) Terkikis (Lower Risk = LR)
Kategori LR (Lower Risk) diterapkan pada takson yang tidak termasuk
dalam EX, EW, CR, EN atau VU. Kategori LR ini terbagi atas tiga
subkategori sebagai berikut.
1. Usaha Konservasi (Conservation Dependent = CD). Subkategori ini
dite-rapkan pada takson yang menjadi pusat perhatian dalam program
perlin-dungan kelangsungan hidup suatu habitat atau takson, dalam usaha
meng-amankan dan memperbaiki populasinya. Namun jika program perlindungan
ini terhenti, maka dalam waktu lima tahun takson yang berada dalam
kategori ini akan dimasukkan ke dalam salah satu kategori terancam di atas.
2. Nyaris terancam (Near Threatened = NT). Subkategori ini diterapkan pada
takson yang tidak termasuk dalam cd, namun mendekati kategori VU.
3. Tidak terperhatikan (Least Concern = LC). Subkategori ini diterapkan pada
17 7) Data belum lengkap (Data Deficient = DD)
Kategori DD (Data Deficient) diterapkan pada takson yang kondisi biologisnya
mungkin telah diketahui namun data persebaran dan populasinya belum
leng-kap sehingga analisis status kelangkaannya kurang memadai. Oleh karena itu,
disarankan agar menggunakan data yang tersedia sehingga memberikan
pelu-ang positif untuk kelpelu-angsungan hidup suatu takson. Cukup sulit untuk
menen-tukan suatu takson termasuk DD atau kategori lainnya, namun jika populasi
takson diketahui relatif terbatas dalam jangka waktu tertentu setelah satu
popu-lasi kecil ditemukan, maka status takson tersebut dinilai sebagai salah satu
ka-tegori tumbuhan langka. Kaka-tegori ini berbeda dengan LR, karena takson yang
didaftar dalam kategori DD ini jika dikemudian hari data persebaran
populasi-nya diperoleh, maka selanjutpopulasi-nya takson tersebut dapat dimasukkan dalam salah
satu kategori tumbuhan langka.
8) Belum dievaluasi (Not Evaluated = NE)
Kategori NE (Not Evaluated) diterapkan pada takson yang belum dievaluasi
dengan menggunakan batasan kriteria untuk kategori Kritis, Genting, dan
Rawan menurut IUCN Red List Categories 30 November 1994 sehingga belum
bisa dimasukkan ke dalam kriteria-kriteria tersebut.
2. Kriteria untuk Kategori Kritis, Genting, dan Rawan
a. Kritis (Critically Endangered = CR)
18 satu kriteria (A sampai E) sebagai berikut (Mogea dkk., 2001).
1. Populasinya berkurang sebagai akibat salah satu keadaan berikut.
a. Dari hasil pengamatan, diduga, disimpulkan atau dicurigai telah terjadi
penu-runan paling sedikit 80% selama 10 tahun terakhir atau tiga generasi, atau satu
waktu di antara keduanya yang lebih lama berdasarkan salah satu hal berikut :
1) observasi langsung,
2) indeks kepadatan yang tepat bagi suatu takson,
3) penurunan wilayah yang ditempati, luas wilayah keberadaan, dan kualitas
habitat,
4) tingkat eksploitasi (aktual) saat ini dan kemungkinan eksploitasi (di masa
depan),
5) pengaruh takson introduksi, persilangan, patogen, polutan, kompetitor, dan
parasit.
b. Terjadi penurunan populasi paling sedikit 80% dalam 10 tahun terakhir atau
pada periode tiga generasi, atau satu waktu di antara keduanya yang lebih lama
berdasarkan kriteria 1.a.: 2), 3),4) atau 5) di atas.
2. Luas wilayah keberadaan populasi atau taksonnya diperkirakan kurang dari 100
km2 atau wilayah yang dapat ditempati diperkirakan kurang dari 10 km2, atau
keadaan populasinya diperkirakan memenuhi dua situasi berikut.
a. Mengalami fragmentasi berat (sangat serius) atau diketahui hanya berada pada
satu lokasi.
b. Berdasarkan pengamatan atau prediksi, diduga populasi takson yang dimaksud
berkurang secara terus-menerus dalam hal-hal berikut:
19 2) wilayah yang ditempati,
3) luas, wilayah keberadaan dan/atau kualitas habitat,
4) jumlah populasi dan subpopulasi,
5) jumlah individu dewasa.
c. Terjadi fluktuasi yang ekstrim dalam beberapa hal berikut:
1) luas wilayah keberadaan,
2) wilayah yang ditempati,
3) jumlah populasi dan subpopulasi,
4) jumlah individu dewasa.
3. Populasi diperkirakan berjumlah kurang dari 250 individu dewasa dan
mengalami hal berikut.
a. Diperkirakan pengurangan populasi terus berlanjut paling sedikit 25% dalam
waktu tiga tahun atau dalam satu generasi atau satu waktu di antara keduanya
yang lebih lama, atau
b. Berdasarkan pengamatan atau prediksi diduga terjadi pengurangan berlanjut
pada jumlah individu dewasa dan struktur populasi dalam salah satu bentuk
berikut:
1) mengalami fragmentasi berat (misalnya tidak ada subpopulasi yang
diper-kirakan memiliki lebih dari 50 individu dewasa.
2) semua individu hanya ada dalam satu subpopulasi.
4. Jumlah populasi diperkirakan kurang dari 50 individu dewasa.
5. Analisi kuantitatif menunjukkan bahwa kemungkinan punah di alam paling
sedikit 50% dalam 10 tahun atau tiga generasi, satu waktu di antara keduanya
20 b. Genting (Endangered = EN)
`
Suatu takson dapat dimasukkan ke dalam kategori EN apabila sesuai dengan salah
satu kriteria (A sampai E) sebagai berikut.
1. Populasinya berkurang sebagai akibat dari salah satu keadaan berikut.
a. Dari hasil pengamatan, diduga, disimpulkan atau dicurigai paling sedikit terjadi
penurunan 50% selama 10 tahun terakhir berdasarkan salah satu hal berikut:
1) observasi langsung,
2) indeks kepadatan yang tepat bagi takson,
3) penurunan wilayah yang ditempati, luas wilayah keberadaan dan kualitas
habitat,
4) tingkat eksploitasi (aktual) saat ini dan kemungkinan eksploitasi (di masa
depan),
5) pengaruh takson introduksi, persilangan, patogen, polutan, kompetitor, dan
parasit.
b. Penurunan populasi paling sedikit 50% dalam 10 tahun terakhir atau pada
periode tiga generasi.
2. Luas wilayah keberadaan populasi kurang dari 5.000 km2 atau yang ditempati
kurang dari 500 km2 atau keadaan populasi harus memenuhi dua situasi
berikut.
a. Mengalami fragmentasi berat.
b. Berdasarkan pengamatan atau prediksi, populasi takson berkurang secara
terus-menerus dalam hal-hal berikut:
1) luas wilayah keberadaan,
21 3) luas , wilayah keberadaan dan/atau kualitas habitat,
4) jumlah populasi dan subpopulasi,
5) jumlah individu dewasa.
c. Terjadi fluktuasi ekstrim dalam beberapa hal sebagai berikut:
1) luas wilayah keberadaan,
2) wilayah yang ditempati,
3) jumlah populasi dan subpopulasi,
4) jumlah individu dewasa.
3. Populasi diperkirakan berjumlah kurang dari 2.500 individu dewasa atau
sebagai berikut.
a. Pengurangan populasi paling sedikit 20% dalam waktu lima tahun atau dalam
dua generasi, atau
b. Terjadi pengurangan berlanjut pada jumlah individu dewasa dan struktur
populasi.
4. Jumlah populasi diperkirakan kurang dari 250 individu dewasa.
5. Analisi kuantitatif menunjukkan bahwa kemungkinan punah di alam setidaknya
20% dalam 20 tahun atau lima generasi.
c. Rawan (Vulnerable = VU)
Suatu takson dapat dimasukkan ke dalam kategori VU apabila sesuai dengan salah
satu kriteria (A sampai E) sebagai berikut.
1. Populasinya berkurang sebagai akibat salah satu keadaan berikut.
a. Dari hasil pengamatan terjadi penurunan paling sedikit 20% selama 10 tahun
22 1) observasi langsung,
2) indeks kepadatan yang tepat bagi takson,
3) penurunan wilayah yang ditempati, luas wilayah keberadaan, dan/atau
kualitas habitat,
4) tingkat eksploitasi (aktual) saat ini dan kemungkinan eksploitasi (di masa
depan),
5) pengaruh takson introduksi, persilangan, patogen, polutan, kompetitor, dan
parasit.
b. Penurunan populasi paling sedikit 20% dalam 10 tahun terakhir atau pada
periode tiga generasi atau keduanya lebih lama.
2. Luas wilayah keberadaan populsi kurang dari 20.000 km2 atau yang ditempati
kurang dari 2.000 km2 atau keadaan populasinya memenuhi dua situasi berikut.
a. Mengalami fragmentasi berat atau tidak lebih dari sepuluh lokasi.
b. Berdasarkan pengamatan populasi takson berkurang terus-menerus dengan
cara-cara berikut:
1) luas wilayah keberadaan,
2) wilayah yang ditempati,
3) luas, wilayah keberadaan dan/atau kualitas habitat,
4) jumlah populasi dan subpopulasi,
5) jumlah individu dewasa.
c. Terjadi fluktuasi ekstrim dalam beberapa hal sebagai berikut:
1) luas wilayah keberadaan,
2) wilayah yang ditempati,
23 4) jumlah individu dewasa.
3. Populasi berjumlah kurang dari 10.000 individu dewasa atau sebagai berikut.
a. Pengurangan populasi secara menerus palinga sedikit sampai 10% dalam waktu
10 tahun atau dalam tiga generasi.
b. Berdasarkan pengamatan atau prediksi terjadi pengurangan berlanjut pada
jumlah individu dewasa dan struktur populasinya dalam salah satu bentuk
berikut.
1) mengalami fragmentasi berat,
2) semua individu hanya terdapat dalam satu subpopulasi.
4. Populasi diperkirakan jumlahnya sangat kecil, terbatas atau keadaannya
sebagai berikut.
a. Jumlah populasi kurang dari 1.000 individu dewasa.
b. Wilayah yang ditempati kurang dari 100 km2 atau jumlah lokasi kurang dari
lima.
5. Analisis kuantitatif menunjukkan kemungkinan punah di alam paling sedikit
10% dalam 100 tahun.
3. Jenis-Jenis Pohon Langka
Menurut Mogea dkk. (2001), beberapa tumbuhan langka atau pohon langka yang
perlu dilindungi di Indonesia antara lain sebagai berikut.
1) Alstonia scholaris (pulai)
2) Aquilaria beccariana (gaharu)
3) Aquilaria filaria (gaharu)
24 5) Aquilaria microcarpa (gaharu)
6) Borassodendron borneensis (palem atau pinang-pinangan)
7) Diospyros celebica (eboni)
8) Diospyros macrophyilla (kayu hitam atau eboni)
9) Durio kutejensis (durian pulu)
10)Durio oxleyanus (durian daun atau durian rimba)
11)Durio grandiflorus (Masters) (durian hantu)
12)Durio graveolens (durian burung)
13)Durio lowianus (tekawai)
14)Durio testudinarium (durian kura-kura)
15)Dalbergia latifolia (sonokeling)
16)Dyera costulata (jelutung)
17)Enkleia malaccensis (akar karas)
18)Eusideroxylon zwageri (ulin)
19)Ganua motleyana (katiau)
20)Gyrinops versteegii (ketenun/gaharu)
21)Koompassia excelsa (kedundung atau berniung)
22)Koompassia malaccensis (kempas)
23)Macadamia hildebrandii (perande)
24)Mangifera casturi (mangga kasturi)
25)Mangifera gedebe (gedebe)
26)Shorea javanica (damar mata kucing)
27)Shorea palembanica (tengkawang majau)
25 29)Stelechocarpus burahol (kepel)
30)Scorodocarpus borneensis (kayu bawang/ kulim)
31)Styrax benzoin (kemenyan)
32)Toona sureni (mahoni cina atau suren)
33)Upuna borneensis (balau penyau)
34)Vatica rassak (resak hiru, resak irian)
35)Timonius timon (ketimunan)
36)Aleuritas moluccana (kemiri)
37)Fagraea fragans (tembesu)
38)Santalum album (cendana)
39)Palaquium leiocarpum (hangkang)
40)Vatica bantamensis (kokoleceran)
Tumbuhan langka Indonesia ialah tumbuhan asli indonesia yang takson atau
populasi taksonnya cenderung berkurang, baik dalam jumlah individu, populasi
maupun keanekaragaman genetisnya sehingga jika tidak ada usaha pelestarian
yang cukup berarti maka akan segera punah dalam waktu singkat.
Kategori Status konservasi IUCN Red List merupakan kategori yang digunakan
oleh IUCN dalam melakukan klasifikasi terhadap jenis-jenis berbagai makhluk
hidup yang terancam kepunahan. Dari status konservasi ini kemudian IUCN
mengeluarkan IUCN Red List of Threatened Species atau disingkat IUCN Red
26 Kategori status konservasi dalam IUCN Red List pertama kali dikeluarkan pada
tahun 1984. Sampai kini daftar ini merupakan panduan paling berpengaruh
mengenai status konservasi keanekaragaman hayati.
IUCN Red List menetapkan kriteria untuk mengevaluasi status kelangkaan suatu
spesies. Kriteria ini relevan untuk semua jenis di seluruh dunia. Tujuannya adalah
untuk memperingatkan betapa pentingnya masalah konservasi kepada publik dan
pembuat kebijakan untuk menolong komunitas internasional dalam memperbaiki
status kelangkaan jenis.
Tumbuhan langka di Indonesia yang terancam punah tidak kalah banyak
diban-ding hewan langka Indonesia. Bahkan spesies tanaman yang langka dan terancam
punah di Indonesia jumlahnya jauh lebih banyak.
Daftar tumbuhan langka yang masuk dalam daftar Extinc in Wild (Punah in situ),
Critically Endangered (Kritis) dan Endangered (Terancam Punah) adalah sebagai
berikut.
a. Extinct in the Wild (Punah in Situ)
Mangga kasturi (Mangifera casturi). Tumbuhan yang menjadi maskot (flora
identitas) provinsi Kalimantan Selatan ini dinyatakan telah punah in situ (Extinct
in the Wild) oleh IUCN Redlist.
b. Critically Endangered (Kritis)
Daftar tanaman langka Indonesia yang masuk dalam daftar status konservasi
27 1) Pelalar atau meranti jawa (Dipterocarpus littoralis); endemik
Nusakambangan, Jawa Tengah.
2) Keruing (Dipterocarpus elongatus); tumbuhan asli Indonesia (Kalimantan,
Sumatera), Malaysia, dan Singapura.
3) Keruing arong atau kekalup (Dipterocarpus applanatus); tanaman endemik
Kalimantan.
4) Keruing bulu atau mara keluang atau lagan sanduk (Dipterocarpus baudii);
tumbuh di Thailand, Myanmar, Vietnam, Kamboja, Semenanjung Malaya, dan
Sumatra.
5) Keruing jantung (Dipterocarpus concavus); tumbuhan asli Sumatera dan
Semenanjung Malaysia.
6) Kadan (Dipterocarpus coriaceus); tersebar di Semenanjung Malaya, Riau,
Kalimantan Barat, dan Serawak.
7) Keruing gajah atau tampudau (Dipterocarpus cornutus); semenanjung
Malaysia, Sumatera bagian utara dan Kalimantan bagian tenggara.
8) Keruing pekat atau keruing kipas (Dipterocarpus costulatus); tanaman asli
Indonesia (Kalimantan, Sumatera) dan Malaysia.
9) Keruing senium atau keruing padi (Dipterocarpus eurynchus); tersebar di
Brunei Darussalam, Indonesia (Kalimantan, Sumatera), Malaysia, dan
Filipina.
10)Keruing pipit (Dipterocarpus fagineus). tumbuh di Indonesia (Sumatera) dan
Malaysia.
28 12)Meranti (Dipterocarpus glabrigemmatus); tumbuh di Indonesia (Kalimantan)
dan Malaysia (Serawak).
13)Meranti kuning atau damar pakit (Shorea acuminatissima); tumbuh di
Indonesia (Kalimantan) dan Malaysia (Sabah).
14)Belangeran atau balau merah (Shorea balangeran); endemik Sumatera dan
Kalimantan.
15)Meranti merah (Shorea carapae); tumbuh di Indonesia (Kalimantan) dan
Malaysia (Serawak).
16)Meranti (Shorea conica); tumbuhan endemik Sumatera.
17)Meranti putih (Shorea dealbata); tumbuh di Indonesia (Sumatera) dan
Malaysia.
18)Selagan batu (Shorea falciferoides); Meranti endemik Kalimantan.
19)Selagan batu (Shorea foxworthyi); Indonesia (Kalimantan, Sumatera),
Malaysia, dan Thailand.
20)Balau atau beraja atau red balan (Shorea guiso); Meranti dari Indonesia
(Sumatera), Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
21)Meranti kuning (Shorea hopeifolia); tumbuh di Indonesia (Sumatera),
Malaysia, dan Filipina.
22)Selagan batu kelabu (Shorea hypoleuca); tumbuh di Brunei Darussalam,
Indonesia (Kalimantan), dan Malaysia (Sabah, Sarawak).
23)Selagan (Shorea inappendiculata); tumbuh di Indonesia (Kalimantan) dan
Malaysia (Sabah, Sarawak).
29 25)Meranti merah (Shorea johorensis); tumbuh di Indonesia (Kalimantan,
Sumatera) dan Malaysia.
26)Balau merah atau dark red meranti (Shorea kunstleri); tumbuh di Indonesia
(Kalimantan, Sumatera) dan Malaysia.
27)Damar tunam atau meranti putih (Shorea lamellata); tumbuh di Indonesia
(Sumatera) dan Malaysia.
28)Light red meranti (Shorea lepidota); tumbuh di Indonesia (Sumatera) dan
Malaysia.
29)Meranti kuning (Shorea longiflora); tumbuh di Brunei Darussalam, Indonesia
(Kalimantan), dan Malaysia (Sarawak).
30)Meranti kuning (Shorea longisperma); tumbuh di Brunei Darussalam,
Indonesia (Kalimantan), dan Malaysia (Sarawak).
31)Meranti merah (Shorea macrantha); tumbuh di Indonesia (Sumatera) dan
Malaysia.
32)Meranti (Shorea materialis); tumbuh di Brunei Darussalam, Indonesia
(Sumatera), dan Malaysia
33)Meranti maluku (Shorea montigena); Endemik Maluku
34)Meranti merah atau light red meranti (Shorea myrionerva); tersebar di Brunei
Darussalam, Indonesia (Kalimantan), dan Malaysia (Sabah, Serawak).
35)Meranti (Shorea ochrophloia); tumbuh di Indonesia (Sumatera) dan Malaysia.
36)Meranti merah atau balau merah (Shorea pallidifolia); tumbuh di Indonesia
(Sumatera) dan Malaysia
37)Meranti kuning (Shorea peltata); tumbuh di Indonesia (Kalimantan,
30 38)Light red meranti (Shorea platycarpa); tumbuh di Indonesia (Sumatera),
Malaysia, dan Singapura.
39)Meranti kuning (Shorea polyandra); tumbuh di Indonesia (Kalimantan) dan
Malaysia (Sabah, Serawak).
c. Endangered (Terancam Punah)
Daftar tumbuhan langka Indonesia yang masuk dalam daftar status konservasi
Endangered (Terancam Punah) adalah seperti Shorea sp. Beberapa spesies
Shorea berpredikat spesies berstatus konservasi Endangered (Terancam Punah)
sehingga keberadaannya semakin langka, seperti; Shorea agami (meranti putih),
Shorea albida (meranti merah terang), Shorea argentifolia (meranti merah gelap
atau dark red meranti), Shorea balanocarpoides (meranti putih), Shorea
blumutensis (meranti kuning), Shorea bracteolata (meranti putih), Shorea
dasyphylla (meranti putih), Shorea domatiosa, Shorea elliptica, Shorea
faguetiana (damar siput), Shorea falcifera, Shorea glauca (balau bunga), Shorea
gratissima, Shorea leprosula (meranti tembaga atau tengkawang), Shorea
maxwelliana, Shorea obscura, Shorea ovata, Shorea pauciflora (tengkawang),
Shorea platyclados, Shorea teysmanniana.
Selain yang terdaftar dalam status konservasi Extinct in the Wild, Critically
Endangered, dan Endangered di atas, masih banyak tanaman Indonesia lainnya
yang juga langka dan terancam punah meskipun dengan status konservasi yang
31 Sebagai contoh tanaman langka yang berstatus vulnerable adalahkalapia
(Kalappia celebica), kayu susu (Alstonia beatricis), tualang (Koompasia
grandiflora), kayu hitam, dan eboni (Diospyros celebica). Tumbuhan berstatus
Least Concern seperti palem raja (Caryota no) dan palem nipa (Nypa fruticans).
Tumbuhan yang berstatus Near Threatened seperti Korma Rawa (Phoenix
paludosa).
Jenis tumbuhan yang ada dapat diketahui dari pengumpulan atau koleksi secara
periodik dan identifikasi di lapangan. Berdasarkan komposisi flora, dapat
dike-tahui jenis tumbuhan dari suatu ekosistem, seperti ekosistem hutan, komposisi
atau susunan pokok hutan terdiri atas pohon, dari berbagai jenis, bentuk, keliling
dan tinggi pohon (Indriyanto, 2006).
Keanekaragaman jenis dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas.
Keanekaragamn jenis dapat digunakan untuk mengukur stabilitas komunitas, yaitu
kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada
gangguan terhadap komponen-komponennya. Keanekaragaman jenis merupakan
ciri tingkat komunitas berdasarkan organisasi biologinya (Indriyanto, 2006).
E. Permudaan
Permudaan alam adalah pengadaan tegakan baru dalam peremajaan hutan secara
alami, tanpa dilakukan campur tangan manusia. Permudaan alam terdiri dari
antara lain sebagai berikut (Direktoral Jenderal Pengusahaan Hutan, 1993).
1. Permudaan tingkat semai adalah permudaan yang tingginya 0.3 meter sampai
32 2. Permudaan tingkat pancang adalah permudaan yang berukuran tinggi lebih dari
1,5 meter dengan diameter kurang dari 10 cm.
3. Permudaan tingkat tiang adalah pohon muda yang berdiameter 10 –19 cm.
Pertumbuhan dan perkembangan pemudaan pada dasarnya berbeda dari satu
tempat ke tempat lainnya, sesuai dengan karakteristik dan tingkat keberadaan
tegakan hutan. Proses pemudaan tersebut berlangsung secara alami.
Permudaan hutan merupakan proses regenerasi tegakan hutan yang dapat
dila-kukan secara alami (permudaan alami), maupun buatan (permudaan buatan).
Per-mudaan alami adalah proses regenerasi tegakan hutan yang mengandalkan proses
alam tanpa ada penanganan manusia dalam setiap tahapan proses perkembangan
tegakan hutan, sedangkan permudaan buatan adalah proses regenerasi tegakan
hutan yang dilakukan oleh manusia melalui penerapan aspek-aspek budidaya
hutan (Indriyanto 2008).
Penyebaran permudaan baik pada tingkat semai, pancang, maupun tingkat tiang
berbagai jenis pohon tergantung pada jenis individu pada fase pohon tersebut
ber-adaptasi dengan lingkungannya. Pola penyebaran vegetasi termasuk salah satu
aspek yang penting dari ekologi dan merupakan sifat dasar dari suatu organisme.
Menurut Indriyanto (2006), individu-individu yang ada di dalam populasi
menga-lami penyebaran di dalam habitatnya mengikuti salah satu di antara tiga pola
pe-nyebaran yang disebut pola distribusi intern. Tiga pola distribusi intern yang
di-maksudkan antara lain distribusi acak (random), distribusi seragam (uniform), dan
distribusi bergerombol (clumped). Di dalam pola distribusi bergerombol ternyata
seca-33 ra berkumpul. Oleh karena itu, tipe distribusi secara keseluruhan dapat terjadi :
secara acak, seragam, bergerombol secara acak, bergerombol seragam, dan
berge-rombol berkumpul.
Tumbuhan mempunyai toleransi yang sangat nyata dengan hal tempat tumbuh
dalam hal penyebaran jenis, kerapatan (densitas), dan dominansinya. Kerapatan
atau densitas populasi adalah besarnya populasi dalam suatu unit ruang, yang pada
umumnya dinyatakan sebagai jumlah individu-individu dalam setiap unit luas atau
volume (Indriyanto, 2006). Densitas populasi sering dipakai untuk mengetahui
perubahan yang terjadi dalam populasi pada saat tertentu. Perubahan yang
dimak-sud adalah berkurang atau bertambahnya jumlah individu dalam setiap unit luas
atau volume.
F. Gambaran Umum Pulai (Alstonia Scholaris)
Dalam taksonomi tumbuhan, pulai dikenal dengan nama Alstonia spp. Menurut
ahli botani ada 6 spesies yang termasuk ke dalam genus Alstonia yaitu: Alstonia
anguistifolia, A. angustiloba, A. macrophylla, A.pneumathophora, A. Scholaris,
danA. spathulata. Dari keenam jenis tersebut A. scholaris yang mempunyai nilai
ekonomi yang tinggi.
Tumbuhan pulai mempunyai nama yang berbeda-beda tergantung dimana dia
tumbuh, misalnya lame (Sunda), pule (Jawa), polay (Madura), kayu gabus/ pulai
(Sumatera), hanjalutung (Kalimantan), kita (Minahasa), rite (Ambon), tewer
(Banda), aliag (Irian), hange (Ternate), ditta bark tree (lnggris), Chatian,
34 Klasifikasi pohon pulai adalah sebagai berikut.
Rhegnum : Tumbuhan
Divisi : Magnoliophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Famili : Apocynaceae
Genus : Alstonia
Spesies : Alstonia scholaris R. Br.
Pohon pulai (Alstonia scholaris) memiliki bentuk daun mirip dengan daun
kamboja, dan bunga warna kuning yang indah. Batangnya lurus, tegak, berkayu,
bulat, percabangan simpodia, putih kotor dan mengandung banyak getah berwarna
putih, rasa getahnya sangat pahit. Rasa pahit tersebut didapatkan pula pada akar,
kulit batang dan daunnya. Akar pohon pulai merupakan akar tunggang dan
berwarna cokelat (Rauf, 2009).
Pulai (Alstonia scholaris) adalah pohon yang dapat mencapai tinggi 40 m
de-ngan bebas cabang 28 meter. Diameter setinggi dada mencapai 150 cm atau lebih.
Bentuk batang agak silendris, memiliki percabangan berkarang dan bertingkat
sehingga bentuk tajuknya seperti pagoda. Termasuk jenis kayu ringan dengan
berat bervariasi antara 0,27-- 0,49. Dari segi kekuatannya tergolong kayu kelas
kuat IV-V dan kelas awet V. Warna kayu gubal hampir sama dengan warna kayu
teras yang berwarna putih krem sehingga sulit dibedakan. Tekstur agak halus
35 kering. Kulit batang bagian luar berwarna abu-abu putih sedangkan bagian
dalamnya berwarna kuning muda. Kulit batang mengandung getah yang putih.
Di alam, jenis-jenis Alstonia umumnya tumbuh di daerah terbuka, bersemak, atau
hutan campuran, pada ketinggian 500-1.500 m dpl (Hendrian dan Hadiah, 1999).
Di tempat alaminya, Alstonia scholaris dapat tumbuh di atas tanah dangkal dan
tidak dapat tumbuh pada tempat dengan temperatur udara kurang dari 80 . Banyak
dijumpai di daratan rendah dan pesisir dengan curah hujan tahunan 1.000 – 3.800
mm. Namun dapat dijumpai pula di daerah dengan mencapai ketinggian 1.000 m
dpl. Tanaman ini toleran terhadap berbagai macam tanah dan habitat. Pohon
yang dipanen dalam kurun waktu 10-12 tahun dengan diameter 30-40 cm dan
tinggi batang bebas cabang 10-14 meter, merupakan jenis cepat tumbuh (fast
growing) yang berbatang lurus sehingga potensinya bagi pengusahaan hutan
tanaman sangat menjanjikan (Arinana dan Diba, 2009).
Masa berbunga dan berbuah pulai terjadi antara bulan Mei-Desember. Bunga
berwarna hijau muda sampai kuning keputihan dan tersusun dalam malai. Buah
pulai berbentuk polong panjangnya 30-50 cm dan berisi biji dalam jumlah yang
banyak. Jumlah biji kering dalam setiap kilogramnya ada 620.000 butir. Biji
pulai yang telah dijemur selama 2 hari dan disimpan selama 2 bulan dalam kaleng
tertutup rapat masih mampu berkecambah sampai 90% dengan pesentase 80%.
Kegunaan tanaman pulai antara lain sebagai berikut.
1. Bagian kayu pulai digunakan untuk korek api, pembuatan peti, hak sepatu,
pelampung, barang-barang kerajinan seperti wayang golek dan topeng, cetakan
36 2. Rebusan kulit kayunya dapat digunakan sebagai tonik, obat disentri, obat
beri-beri, obat malaria, antihipertensi, dan gangguan usus besar.
3. Getahnya dapat digunakan untuk permen karet, obat kudis, dan borok.
Berdasarkan hasil penelitian LIPI (2000), tumbuhan kayu pulai (Alstonia
scholaris) dan suren (Toona sureni), termasuk kedalam tumbuhan langka
Indonesia yang berdasarkan hasil analisis vegetasi ditemukan di kawasan Gunung
Tilu Kabupaten Kuningan. Selain langka khususnya pulai (A. scholaris) juga
ter-masuk kedalam kriteria Red List IUCN (2012), yaitu LR/LC yakni status
konser-vasi LC diberikan untuk flora yang diidentifikasikan tidak memiliki tanda-tanda
terpenuhinya kriteria EX, EW, ER, VU, maupun NT.
G. Gambaran Umum Suren (Toona sureni Merr.)
Suren (Toona sureni) merupakan tanaman yang cepat tumbuh dan kayunya dapat
digunakan untuk papan dan bahan bangunan perumahan, peti, venire, alat musik,
kayu lapis, venir, dan mebel. Bagian tanaman suren khususnya kulit kayu dan
daunnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional seperti tonik, obat
diare, dan anti biotik (Djam’an dan Ochsner, 2002).
Pohon suren tergolong pohon besar dengan bentuk batang lurus dan dapat
menca-pai tinggi 40-60 m dengan tinggi bebas cabang mencamenca-pai 25 m dan diameter
seki-tar 100 cm, bahkan di daerah pegunungan dapat mencapai diameter hingga 300
cm, pertumbuhannya tergolong cepat (fast growing). Permukaan kulit batang
keabu-37 abuan hingga coklat gelap dan mengeluarkan aroma khas apabila dipotong. Suren
(Toona sureni) memiliki klasifikasi taksonomi sebagai berikut.
Rhegnum : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Sapindales
Famili : Meliaceae
Genus : Toona
Species : Toona sureni Merr.
Suren menyebar dari daratan Asia mulai dari Nepal, India, Burma (Myanmar),
Cina, Thailand, Malaysia, Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Suren juga memiliki
banyak nama daerah sesuai dengan daerah penyebarannya, seperti suren, ingul,
surian, surian amba (Sumatera), surian wangi (Malaysia), danupra (Philippina),
yetama (Myanmar), surian (Thailand), dan nama dagangannya adalah Limpaga
(Djam’an dan Ochsner, 2002).
Suren memiliki banyak kegunaan dan manfaat yang dapat diperoleh mulai dari
akar, batang, kulit, buah, dan daun. Pohon suren sering ditanam sebagai tanaman
pagar pemecah angin, naungan dan pelindung tanaman di bawahnya. Daunnya
mengandung senyawa surenon, surenin, surenolakton yang terbukti efektif sebagai
repellant (pengusir dan penolak) serangga, dan daunnya juga dapat diekstrak
se-bagai antibiotik dan bioinsektisida. Ekstrak biji suren dapat digunakan untuk
pengendalian hama daun Eurema spp. (Darwiati, 2013). Buahnya dapat disuling
38 dimanfaatkan sebagai bahan baku obat diare karena mengandung senyawa
diarrhoea. Kayu suren dapat dipergunakan sebagai kayu perkakas, peti kemas,
kotak cerutu, kayu bangunan, plywood, kayu perkapalan, kayu ukiran, furniture,
panel dekoratif, alat musik, finir, dan lain-lain. Suren tumbuh baik dari dataran
rendah hingga ketinggian 2.700 m diatas permukaan laut, namun tumbuh optimal
pada ketinggian 600 -- 2.000 m diatas permukaan laut dengan suhu udara sekitar
III. METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di blok koleksi tumbuhan Taman Hutan Raya Wan Abdul
Rachman. Pada bulan September 2013 sampai dengan Oktober 2013.
B. Alat dan Objek Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pita ukur meter, GPS, tally sheet,
tali rafia, kompas, kamera digital tipe finepix S2800HD, christenmeter
hypsome-ter, dan Microsoft Excel. Objek penelitian adalah pohon pulai (Alstonia
schola-ris) dan pohon suren (Toona sureni) yang berada di blok koleksi tumbuhan.
C. Jenis Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung di lapangan.
Data yang diambil antara lain sebagai berikut.
a) Data densitas atau kerapatan pohon dewasa mencakup jumlah pohon pulai dan
suren yang ada di blok koleksi tumbuhan.
b) Data unutk permudaan pohon dikelompokkan berdasarkan fase pertumbuhan
40 1. Data untuk fase semai dan pancang mencakup jumlah individu dan
frekuensi permudaan.
2. Data untuk fase tiang dan pohon mencakup diameter pohon, tinggi pohon,
dan jumlah individu.
c) Tinggi bebas cabang diketahui dengan mengukur tinggi batang pangkal (di
atas tanah) hingga batas percabangan pertama.
d) Posisi letak koordinat masing-masing pohon dewasa.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data penunjang yang sifatnya mendukung data primer.
Data yang dimaksud adalah peta Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman, status
kawasan, jenis tanah, kondisi iklim, kondisi biologi, kondisi kelerengan lahan,
ketinggian, kelembapan udara, informasi masyarakat setempat, dan literatur yang
berhubungan dengan penelitian ini.
D. Metode Pengumpulan Data
1. Data Primer
Pengambilan data primer dilakukan menggunakan metode inventarisasi tumbuhan
dengan garis berpetak dengan cara melompati satu petak dalam jalur sehingga
sepanjang garis rintis terdapat petak-petak pada jarak tertentu yang sama
(Indriyanto, 2006). Petak pengamatan berukuran 20 m x 20 m dengan intensitas
sampling 0,1%. Dari luas total 845,54 ha diambil luas sampel 8.455,4 m2 yang
kemudian dibagi menjadi 20 petak. Jarak antargaris rintis 200 m dan jarak antar
petak ukur 100 m. Jarak antargaris rintis dan jarak antarpetak ditentukan
42
100 m
200 m
Gambar 2. Desain tata letak petak-petak pengamatan dengan metode garis berpetak.
Gambar 3. Desain petak contoh dilapangan dengan metode garis berpetak.
Keterangan:
43 Petak B = petak berukuran 10m x 10m untuk pengamatan pohon fase
tiang.
Petak C = petak berukuran 5m x 5m untuk pengamatan pohon fase pancang.
Petak D = petak berukuran 2m x 2m untuk pengamatan pohon fase semai.
2. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi pustaka. Metode ini
digunakan untuk mencari, menganalisis, mengumpulkan data penunjang yang
terdapat dalam dokumen resmi seperti buku-buku, tulisan-tulisan umum, dan
literatur lainnya yang berkaitan dengan penelitian.
E. Prosedur penelitian
Adapun langkah kerja yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Membuat petak pengamatan pada setiap fase pertumbuhan.
2. Melakukan pengukuran yang mencakup densitas atau kerapatan, jumlah
individu, frekuensi pemudaan, tinggi, diameter, tinggi bebas cabang, posisi
letak koordinat, dan kondisi pohon dewasa. Menurut Departemen Kehutanan
dan Djamhuri dkk. (2006), kriteria yang digunakan dalam penentuan kondisi
pohon dewasa yang layak sebagai pohon induk antara lain sebagai berikut.`
a) Tinggi pohon minimal sama dengan rata-rata tinggi pohon-pohon yang
terdapat di dalam petak ukur.
b) Diameter batang minimal 10% lebih besar dibandingkan dengan
pohon-pohon yang terdapat di dalam petak ukur.
c) Sudut cabang minimal 500.
44 e) Pohon produktif.
f) Batang lurus minimal 25% dari tinggi total pohon.
3. Data-data hasil pengukuran kemudian dimasukkan dalam lembar pengamatan
(tally sheet) yang telah disediakan.
4. Menganalisis sekaligus membandingkan data-data hasil pengukuran pohon
dewasa dengan seluruh pohon dewasa yaitu pohon suren dan pulai ( di dalam
petak ukur) yang telah dicatat dalam lembar pengamatan (tally sheet).
5. Melakukan skoring pohon dewasa untuk dijadikan sebagai pohon induk sesuai
dengan tabel skoring sebagai berikut.
Tabel 1. Acuan pembuatan skor untuk pohon dewasa yang diidentifikasi di lokasi penelitian
Karakteristik Sistem Evaluasi Skor (poin)
Tinggi <105% 4