• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDUGAAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN DAN NILAI KOEFISIEN TANAMAN (Kc) KEDELAI ( Glycine max (L) Merril ) VARIETAS TANGGAMUS DENGAN METODE LYSIMETER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDUGAAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN DAN NILAI KOEFISIEN TANAMAN (Kc) KEDELAI ( Glycine max (L) Merril ) VARIETAS TANGGAMUS DENGAN METODE LYSIMETER"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

ESTIMATION OF WATER REQUIREMENT AND CROP COEFFICIENT (Kc) OF SOYBEAN ( Glycine max (L) Merril ) VARIETY OF

TANGGAMUS WITH LYSIMETER By

TIA YULIAWATI

Soybean plays an important role in economy of indonesia that it is the raw material of tempe. However; a problem is arise because unbalance between the production and consumption. The price of soybean has made farmers not willing to cultivate soybean. Other problem is complexity of the soybean cultivation, and especialy for water scarcity. Therefore; water requirement of soybean needs to be seriously calculated. The aims of this research was to to determine the water requirement of soybean by measuring evapotranspiration of local varieties of soybean directly by using lysimeter. This research was conducted at the Integrated Field Laboratory University of Lampung and Laboratory of Water and Land Resources Engineering of Agriculture Biological Engineering of Department of Agriculture, University of Lampung starting from 4 November 2013 to Jan 20 2014. Field observations were carried out with two 2 x 3 meters lysimeter, one to measure the crop evapotranspiration (ETc) of Tanggamus variety and the other one was used to measure the grass evapotranspirationas as standard evapotranspiration (potential). The results showed that the total water requirement of soybean (ETc) for Tanggamus is 490.02 mm with the total per-growth phase each 80.3; 72.2; 234.5 and 102.5 mm. Crop coefficients (Kc) of soybean in the early growth phase, active vegetative, fertilization or seed pod filling and maturity for Tanggamus are found to be 0:48; 0.69; 0.9; 0.78.

(2)

ABSTRAK

PENDUGAAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN DAN NILAI KOEFISIEN TANAMAN (Kc) KEDELAI ( Glycine max (L) Merril ) VARIETAS

TANGGAMUS DENGAN METODE LYSIMETER Oleh

TIA YULIAWATI

Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam ekonomi Indonesia. Namun, permasalahan yang baru-baru ini terjadi adalah ketersediaan kedelai yang terus-menerus berkurang. Produksi kedelai yang tidak seimbang seiring bertambahnya jumlah dan kebutuhan penduduk merupakan salah satu penyebab kelangkaan komoditi kedelai. Untuk memenuhi kebutuhan kedelai salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam pembudidayaan tanaman kedelai adalah kebutuhan air tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan air tanaman kedelai dengan cara mengukur evapotranspirasi tanaman kedelai varietas lokal secara langsung dengan menggunakan lysimeter. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung dan Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung terhitung mulai tanggal 4 November 2013 – 20 Januari 2014. Pengamatan lapangan dilakukan pada dua bangunan lysimeter yaitu untuk mengukur evapotranspirasi tanaman (ETc) kedelai varietas Tanggamus dan yang satu petak ditanami rumput sebagai evapotranspirasi standar (potensial) dengan ukuran 2 x 3 meter. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa total kebutuhan air tanaman kedelai (ETc) varietas Tanggamus adalah 490.02 mm dengan total ETc per-fase berturut-turut adalah 80.3; 72.2; 234.5 dan 102.5 mm. Nilai koefisien tanaman kedelai (Kc) pada fase pertumbuhan awal, vegetatif aktif, pembuahan atau pengisian polong dan kematangan berturut-turut adalah 0.48; 0.69; 0.9; 0.78.

(3)

PENDUGAAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN DAN NILAI KOEFISIEN TANAMAN (Kc) KEDELAI (Glycine max (L) Merril ) VARIETAS

TANGGAMUS DENGAN METODE LYSIMETER

Oleh

TIA YULIAWATI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknik Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

PENDUGAAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN DAN NILAI KOEFISIEN TANAMAN (Kc) KEDELAI (Glycine max (L) Merril ) VARIETAS

TANGGAMUS DENGAN METODE LYSIMETER (Skripsi)

Oleh

TIA YULIAWATI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)
(7)

PERNYATAAN KEASLIAN HASIL KARYA

Saya adalah Tia Yuliawati NPM 1014071052

Dengan ini menyatakan bahwa apa yang tertulis dalam karya ilmiah ini adalah hasil

karya saya yang dibimbing oleh Komisi Pembimbing, 1) Dr. Ir. Tumiar K.Manik, M.Sc. dan 2) Prof. Dr. Ir. R.A. Bustomi Rosadi, M.S. berdasarkan pada pengetahuan dan informasi yang telah saya dapatkan. Karya ilmiah ini berisi material yang dibuat

sendiri dan hasil rujukan beberapa sumber lain (buku, jurnal, dll) yang telah

dipublikasikan sebelumnya atau dengan kata lain bukanlah hasil dari plagiat karya

orang lain.

Demikianlah pernyataan ini saya buat dan dapat dipertanggungjawabkan. Apabila

dikemudian hari terdapat kecurangan dalam pembuatan hasil karya ini, maka saya siap

mempertanggungjawabkannya.

Bandar Lampung, 9 September 2014 Yang membuat pernyataan

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 25 Juli

1992, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

Bapak Gigih Bijaksono dan Ibu Purwiyati. Penulis

menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) di

TK Kartika II-28 Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung

pada tahun 1998. Penulis menempuh pendidikan Sekolah

Dasar di SD Negeri 2 Bandar Lampung pada tahun 1998 - 2004. Sekolah

Menengah Pertama (SMP) penulis selesaikan di SMP Negeri 4 Bandar Lampung

pada tahun 2004 - 2007, dan selanjutnya menyelesaikan Sekolah Menengah Atas

(SMA) di SMA Negeri 3 Bandar Lampung pada tahun 2007 - 2010.

Pada Tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Teknik Pertanian,

Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui tes SNMPTN. Selama menjadi

mahasiswi, penulis mendapatkan beasiswa Bidik Misi selama 4 tahun. Penulis

pernah menjabat menjadi Anggota Departemen Dana dan Usaha (DANUS) di

Perhimpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (PERMATEP) pada periode

2011-2012 dan menjadi Asisten Dosen Riset Operasional pada semester genap tahun

(9)

Pada tahun 2013, penulis melaksanakan Praktik Umum diParung Farm, Bogor

dengan judul “Mempelajari Budidaya Bayam Hijau dengan Sistem Aeroponik di

Parung Farm Bogor” selama 30 hari mulai tanggal 1 Juli 2013 sampai dengan 3

Agustus 2013. Penulis juga melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa

Banjarejo, Kecamatan Banyumas, Kabupaten Pringsewu selama 40 hari mulai

tanggal 20 Januari 2014 sampai dengan 3 Maret 2014.

Pada akhir tahun 2014, penulis berhasil menyelesaikan studi di Jurusan Teknik

Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dengan skripsi yang berjudul

“Pendugaan Kebutuhan Air Tanaman dan Nilai Koefisien Tanaman (Kc) Kedelai

(10)

SANWACANA

Puji syukur Alhamudillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta nikmat sehat sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul ” PENDUGAAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN DAN NILAI KOEFISIEN TANAMAN (Kc) KEDELAI ( Glycine max (L) Merril ) VARIETAS TANGGAMUS DENGAN METODE LYSIMETER ” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulis, baik dari masa perkuliahan

sampai pada penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan

dari banyak pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin berterima kasih

kepada :

1. Dr. Ir. Tumiar K.Manik, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak

membantu dan bersedia memberikan bimbingan, motivasi, saran, serta kritik

dalam proses penyelesian skripsi ini.

2. Prof. Dr. Ir. R.A Bustomi Rosadi, M.S., selaku Dosen Pembimbing kedua

atas kesediaannya memberikan bimbingan, masukan, saran dan kritik yang

(11)

3. Ahmad Tusi, S.TP., M.Si., selaku Dosen Penguji Utama pada ujian skripsi

serta selaku dosen Pembimbing Akademik. Terima kasih atas motivasi,

kritik, masukan dan saran dalam proses perkuliahan dan penyelesian skripsi

ini.

4. Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P., selaku Ketua Jurusan Teknik Pertanian Fakultas

Pertanian Universitas Lampung.

5. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Lampung.

6. Bapak dan Ibu tercinta yang selalu mendoakan, membimbing, mendukung,

menasehati, dan tak henti-hentinya memotivasi. Adikku Dea Dwi Lestari dan

Tio Manggala Putra untuk semua bantuan dan dukungannya. Keluarga besar

penulis yang terkasih, om, tante dan semua sepupu-sepupuku. Terima kasih

atas dukungan, semangat, bantuan, dan doa yang selalu terucap untuk

keberhasilan penulis.

7. Teman-teman seperjuangan angkatan 2010 yang selalu menjadi motivasi dan

semangat dalam menjalankan kuliah.

8. Seluruh Dosen dan Karyawan di Jurusan Teknik Pertanian atas bantuan dan

arahan yang telah diberikan. Serta Keluarga Besar Teknik Pertanian,

Angkatan 2007, 2008, 2009, 2011, 2012 dan 2013.

Penulis berharap Allah SWT membalas kebaikan Saudara-saudara, dan semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bandar Lampung, 9 September 2014 Penulis

(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam ekonomi Indonesia. Potensi

pertanian tersebut sangat besar, namun masih diperlukan penanganan yang baik

agar kebutuhan pangan tercukupi, terjangkau, aman dan merata. Permasalahan

yang baru-baru ini terjadi adalah ketersediaan kedelai. Hal ini dapat dilihat dari

hasil produksi kedelai nasional dari tahun 2010 hingga tahun 2012 yang

terus-menerus mengalami penurunan.

Menurut Badan Pusat Statistik (2013) perkembangan produksi kedelai nasional

mencapai 974.521 ribu ton di tahun 2009; 907.03 ribu ton di tahun 2010; 851.29

ribu ton di tahun 2011 dan 843.15 ribu ton di tahun 2012. Data ini membuktikan

bahwa produksi kedelai nasional mengalami penurunan yang cukup drastis,

sehingga mengakibatkan kelangkaan komoditi kedelai dan akhirnya memicu

terjadinya impor kedelai dan kenaikan harga.

Produksi kedelai yang tidak seimbang seiring bertambahnya jumlah dan

kebutuhan penduduk merupakan salah satu penyebab kelangkaan komoditi

kedelai. Menurut Suprapto (1999) penurunan hasil produksi kedelai disebabkan

(19)

2

dengan rerumputan, tingginya intensitas guna lahan menjadi daerah pemukiman

dan kekeringan. Untuk memenuhi kebutuhan kedelai maka perlu adanya

peningkatan dalam produktivitas yaitu dengan cara teknologi pembudidayaan

yang lebih baik ataupun dengan perluasaan penanaman. Salah satu hal yang perlu

diperhatikan dalam pembudidayaan tanaman kedelai adalah kebutuhan air

tanaman.

Di lahan beririgasi atau di lahan sawah kebutuhan air pertanaman kedelai yang

diusahakan setelah padi lebih terjamin. Akan tetapi, ketersediaan air untuk

pertanaman kedelai akan menjadi masalah jika intensitas pertanaman padi dalam

setahun ditingkatkan, sehingga menyebabkan penurunan produksi kedelai.

Penyebab kemerosotan luas tanam dan panen kedelai adalah ketersediaan air yang

tidak terjamin (Fagi dan Tangkuman, 1985). Oleh karena itu, kebutuhan air

tanaman kedelai perlu diketahui agar pemberian air lebih efektif dan efisien serta

memberikan hasil panen yang baik.

Kebutuhan air tanaman sama dengan kehilangan air persatuan luas yang

diakibatkan oleh penguapan pada tanaman ditambah dengan hilangnya air melalui

penguapan permukaan tanah. Karena itu, kebutuhan air tanaman bagi satu

rumpun tanaman sama dengan banyaknya air yang hilang akibat evapotranspirasi

dalam satu satuan waktu (Fagi dan Tangkuman, 1985). Proses hilangnya air

akibat evapotranspirasi merupakan salah satu bagian penting dalam hidrologi

karena proses tersebut dapat mengurangi simpanan air dalam badan-badan air,

tanah dan tanaman. Apabila kebutuhan air pada tanaman kedelai dapat diketahui,

(20)

3

Laju evapotranspirasi dapat dihitung dan diestimasi dengan berbagai metode atau

dapat juga diukur secara langsung. Pengukuran evapotranspirasi secara langsung

dilakukan dengan alat yang dinamakan lysimeter. Sedangkan, beberapa metode

pendugaan yang dapat digunakan adalah metode Penman Monteith, metode

Blaney-Cridle, metode Jensen-Haise, metode Hagereaves, metode Thorntwaite,

metode Panci Evaporasi dan metode Radiasi (Hansen et al., 1992).

Metode pendugaan yang direkomendasikan oleh FAO adalah Penman Monteith,

tetapi metode ini dikembangkan di negara Sub-tropis dan membutuhkan banyak

unsur iklim dalam perhitungannya. Karena Indonesia merupakan negara Tropis

dan di tiap-tiap daerah memiliki ciri iklim yang berbeda-beda, maka diperlukan

adanya data lokal yang tepat untuk mengestimasi evapotranspirasi yang terjadi

pada tanaman kedelai di daerah Lampung. Penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui kebutuhan air tanaman kedelai dengan cara mengukur

evapotranspirasi tanaman kedelai varietas lokal secara langsung dengan

menggunakan lysimeter.

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menduga evapotranspirasi tanaman (ETc) kedelai varietas Tanggamus.

2. Menghitung nilai koefisien tanaman (Kc) varietas Tanggamus dengan metode

lysimeter.

3. Membandingkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai varietas

(21)

4

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah mendapatkan nilai koefisien tanaman (Kc)

untuk menduga kebutuhan air pada tanaman kedelai, sehingga dapat menjadi

dasar rekomendasi bagi penentuan jadwal tanam.

1.4 Kerangka Pemikiran

Tanaman kedelai merupakan tanaman daerah Sub-Tropis yang dapat beradaptasi

baik di daerah Tropis. Kedelai dapat tumbuh dengan baik dengan kelembaban

rata-rata 65%. Kedelai sebaiknya ditanam pada bulan-bulan yang agak kering,

tetapi air tanah masih cukup tersedia untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik

(Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2013).

Konsumsi air tanaman kedelai sangat bergantung terhadap iklim, pengelolaan

tanah atau lahan, dan lamanya pertumbuhan tanaman. Kebutuhan air tanaman

dapat diartikan sebagai banyaknya air yang hilang dari lahan pertanaman setiap

satuan luas dan satuan waktu, yang digunakan untuk pertumbuhan dan

perkembangan tanaman (transpirasi) dan dievaporasikan dari permukaan tanah,

sehingga pada prinsipnya kebutuhan air tanaman adalah evapotranspirasi (Jumin,

2008).

Mengetahui kebutuhan air merupakan salah satu cara untuk meningkatkan

produktivitas tanaman kedelai di lahan kering melalui pengaturan pengairan yang

(22)

5

tanaman pada suatu periode untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal

(Asdak, 1995).

Secara definisi, ETo adalah evapotranspirasi dimana keadaan permukaan tertutup

oleh rumput setinggi 8 – 15 cm, memiliki daun hijau yang secara sempurna

menutup permukaan tanah, terbebas dari hama atau penyakit dan memiliki air

yang berkecukupan sedangkan ETc adalah jumlah air yang dikembalikan lagi ke

atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh adanya pengaruh

faktor-faktor iklim dan fisiologis vegetasi (Asdak,1995).

Jumlah air yang diperlukan setara dengan kebutuhan untuk evapotranspirasi

tanaman (ETc). Untuk menghitung evapotranspirasi tanaman (ETc) dapat

dilakukan melalui beberapa pendekatan, diantaranya :

1. Dengan menduga ETo dari rumput hijau yang ditanam dalam lysimeter dengan

tinggi yang seragam, bisa tumbuh aktif, secara lengkap menaungi permukaan

tanah dan tidak kekurangan air (Hansen et. al., 1992 ), kemudian ETc didapat

dengan mengalikan ETo dengan Kc.

2. Dengan mengukur evapotranspirasi tanaman (ETc) secara langsung dengan

menggunakan lysimeter yang ditanami tanaman tertentu.

Metode lysimeter merupakan metode langsung yang digunakan untuk mengukur

evapotranspirasi tanaman (ETc). Lysimeter atau tangki dibuat disesuaikan dengan

keadaan alamiah (keadaan lingkungan sekitar) (Hansen et. al., 1992). Unsur yang

diamati pada lysimeter adalah besarnya input dan output air yang berlangsung

pada sebidang tanah yang bervegetasi. Lysimeter yang akan digunakan yaitu tipe

(23)

6

Pada lysimeter, air masuk dan air keluar dapat dihitung, karena vegetasi dan tanah

terkurung dalam lysimeter, air masuk dapat diketahui dengan mengukur curah

hujan dan air yang ditambahkan (air siraman), sedangkan air yang keluar adalah

air perkolasi (Asdak, 1995).

Sumber : www.llansadwrn-wk.co.uk

Gambar 1. Skema lysimeter

Nilai evapotranspirasi acuan (ETo) didapat dari evapotranspirasi yang terjadi pada

rumput sedangkan evapotranspirasi tanaman (ETc) didapat dari metode lysimeter,

sehingga dari nilai tersebut koefisien konsumtif tanaman (Kc) dapat dihitung.

Koefisien konsumtif tanaman (Kc) dapat diartikan sebagai perbandingan antara

(24)

7

kondisi pertumbuhan tanaman yang tidak terganggu atau dapat dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut.

Kc = ������………. (1)

Keterangan :

Kc = koefisien konsumtif tanaman

ETc = evapotranspirasi tanaman (mm/hari) ETo = evapotranspirasi acuan (mm/hari)

Manfaat dengan mengetahui nilai koefisien konsumtif tanaman (Kc) adalah dapat

menduga kebutuhan air tanaman pada tempat yang tidak memiliki data iklim yang

lengkap. Selain itu, digunakan untuk mengatur jadwal tanam kedelai di lahan

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Kedelai

Kedelai merupakan tanaman yang menghendaki tanah yang gembur dan kaya

akan humas atau bahan organik agar dapat tumbuh dengan baik. Tanah berpasir

dapat ditanami kedelai asal air dan unsur hara untuk pertumbuhannya cukup.

Kedelai juga dapat tumbuh di tanah agak masam tetapi pH yang terlalu rendah

akan menimbulkan keracunan bagi tanaman karena kelebihan Al dan Fe. pH

tanah yang cocok berkisar antara 5,8 – 7 (Suprapto, 1999).

Karena Indonesia memiliki distribusi hujan yang berbeda-beda, maka waktu

tanam kedelai perlu diperhatikan. Pedoman waktu tanam yang baik untuk kedelai

disesuaikan dengan resiko yang paling kecil dan biaya pemeliharaan yang dapat

ditekan. Penanaman yang dilakukan pada musim hujan akan merugikan

pertumbuhan karena serangan penyakit dan hambatan dalam pengolahan lepas

panen.

Kedelai memiliki beberapa varietas unggul untuk tiap daerah. Berikut merupakan

(26)

9

Tabel 1. Deskripsi beberapa varietas kedelai

Keterangan Varietas Kaba Varietas Wilis Varietas Tanggamus Tahun dilepas 22 Oktober 2001 21 Juli 1983 22 Oktober 2001

Warna polong Coklat Coklat tua Coklat

Warna hilum Coklat Coklat tua Coklat tua

Bentuk biji Lonjong Oval pipih Oval

Tipe tumbuh Determinit Determinit Determinit

Umur berbunga 35 hari ± 39 hari 35 hari

Pengusul Muchlish A, dkk Sumarno, dkk. Muchlish Adie, dkk

Sumber : Direktorat Jendral Tanaman Pangan Kementrian Pertanian, 2004.

Di Lampung, kedelai pada tempat-tempat tertentu ditanam sampai tiga kali dalam

setahun. Tanam pertama pada bulan September, pada permulaan musim hujan,

tanam kedua pada bulan Februari-Maret dan tanam ketiga pada bulan Juni-Juli

(Suprapto, 1999).

Fase pertumbuhan tanaman kedelai terdiri dari fase vegetatif dan fase generatif.

(27)

10

saat mulai berbunga. Perkecambahan dicirikan dengan adanya kotiledon,

sedangkan penandaan stadia pertumbuhan vegetatif dihitung dari jumlah buku

yang berbentuk pada batang utama. Fase pertumbuhan reproduktif (generatif)

dihitung sejak tanaman kedelai mulai berbunga sampai pembentukan polong,

perkembangan biji, dan pemasakan biji (Adisarwanto, 2007). Tipe pertumbuhan

tanaman kedelai ada dua macam yaitu tipe ujung batang melilit (indeterminate)

dimana ujung batang tidak berakhir dengan rangkaian bunga dan tipe batang tegak

(determinate) dimana ujung batang berakhir dengan rangkaian bunga (Andrianto

dan Indarto, 2004).

Berikut merupakan deskripsi dari fase vegetatif dan generatif tanaman kedelai.

Tabel 2. Penandaan fase pertumbuhan vegetatif kedelai

Singkatan Stadia Tingkatan Stadia Keterangan

VE Stadia pemunculan Kotiledon muncul ke permukaan tanah

VC Stadia kotiledon Daun unfoliolat berkembang, tepi daun tidak menyentuh tanah

V1 Stadia buku pertama Daun terbuka penuh pada buku unfoliolat

V2 Stadia buku kedua Daun trifoliolat terbuka penuh pada buku kedua di atas buku unfoliolat

V3 Stadia buku ketiga Pada buku ketiga batang utama terdapat daun yang terbuka penuh

Vn Stadia buku ke-n Pada buku ke-n, batang utama telah terdapat daun yang terbuka.

(28)

11

Tabel 3. Penandaan fase pertumbuhan reproduktif kedelai

Singkatan Stadia Tingkatan Stadia Keterangan

R1 Mulai berbunga Munculnya bunga pertama pada buku manapun pada batang utama

R2 Berbunga penuh Bunga terbuka penuh pada satu atau dua buku paling atas pada batang utama dengan daun yang telah terbuka penuh

R3 Mulai berpolong Polong telah terbentuk dengan panjang 0,5 cmpada salah satu buku batang utama

R4 Berpolong penuh Polong telah mempunyai panjang 2cm pada salah satu buku teratas pada batang utama

R5 Mulai pembentukan

biji

Ukuran biji dalam polong mencapai 3mm pada salah satu buku batang utama

R6 Biji penuh Setiap polong pada batang utama telah berisi biji satu atau dua

R7 Mulai masak Salah satu warna polong pada batang utama telah berubah menjadi cokelat kekuningan atau warna masak

R8 Masak penuh 95% jumlah polong telah mencapai warna polong masak

Sumber : Adisarwanto, 2007.

2.2 Kebutuhan Air Tanaman

Konsumsi air tanaman kedelai sangat bergantung terhadap iklim, pengelolaan

tanah atau lahan, dan lamanya pertumbuhan tanaman. Musim, waktu tanam,

varietas kedelai, kerakteristik tanah, teknik bercocok tanam, dan ketersediaan air

(29)

12

Kebutuhan air tanaman kedelai di Amerika Serikat diperkirakan sebanyak 640–

750 mm selama pertumbuhan kedelai, namun di daerah tropis curah hujan

sebanyak 200 – 300 mm telah cukup guna pertumbuhan kedelai ( Fagi dan

Tangkuman, 1985).

Menurut Direktorat Jendral Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (2013)

pengairan tanaman harus mencapai kapasitas lapang, terutama pada awal

pertumbuhan vegetatif, pertumbuhan polong dan saat pengisian biji, sebab

kekeringan pada saat-saat tersebut dapat mengakibatkan merosotnya produksi.

Kebutuhan air paling tinggi terjadi pada saat masa berbunga dan pengisian

polong.

Menurut hasil penelitian Oktaviani, dkk. (2013) rata-rata evapotranspirasi

tanaman kedelai yang ditanam pada bulan Oktober 2011 – Januari 2012 pada

tahap awal tumbuh, tahap perkembangan, tahap pertengahan dan tahap penuaan

berturut-turut adalah 4.24 mm/hari; 4.80 mm/hari; 6.08 mm/hari; 5.51 mm/hari

dan total ETc selama periode tumbuh tanam adalah 473.80 mm/hari dengan total

curah hujan 317.2 mm sedangkan menurut hasil penelitian Manik, dkk. (2010)

laju evapotranspirasi tanaman kedelai tertinggi adalah 20 mm/minggu atau 3

mm/hari.

Hidayat, dkk. (2006) mengatakan bahwa analisis neraca air dan penentuan waktu

tanam ditentukan berdasarkan tingkat ketersediaan air tanah dasarian. Hal ini

menunjukkan bahwa evapotranspirasi sangat diperlukan dalam analisis neraca air.

Analisis neraca air dapat digunakan dalam penentuan jadwal tanam yang baik

serta sebagai acuan dalam menentukan alternatif komoditas dan perkiraan awal

(30)

13

2.3 Koefisien Tanaman (Kc)

Musim dan tingkat pertumbuhan tanaman merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi besarnya nilai Kc. Oleh sebab itu, erat kaitannya dengan

pertumbuhan tanaman dan perhitungan evapotranspirasi acuan tanaman (ETo).

Berikut merupakan nilai koefisien tanaman dari berbagai tanaman.

Tabel 4. Nilai koefisien konsumtif (Kc) pada beberapa tanaman

Crop Kc ini1 Kc mid Kc end

Berdasarkan pada hasil penelitian Oktaviani, dkk. (2013) nilai Kc berturut-turut

untuk tanaman kedelai adalah sebesar 0.98; 1.12; 1.26; 1.10. Sedangkan menurut

Manik, dkk. (2012) Kc tanaman kedelai adalah 0.36 pada V1, 0.42 pada fase V2,

0.76 pada fase V3, 0.68 pada fase R1, 1.10 pada fase R3, 0.78 pada fase R5 dan

(31)

14

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan Bamber and Mc Glinchey (2003)

terdapat perbedaan nilai ETc yang diperoleh dari penggunaan nilai Kc FAO untuk

mengkonfirmasi nilai kebutuhan pada tanaman tebu. Oleh karena itu, perlu

adanya penyesuaian lokasi dan kondisi cuaca yang berbeda untuk menghitung

nilai Kc.

Pada penelitian Consoli et. al. (2006) mengemukakan hal yang sama yaitu

perbedaan nilai Kc yang didapatkan dengan nilai Kc yang disarankan oleh FAO

untuk tanaman jeruk yang dihitung pada 4 kebun jeruk di California. Nilai Kc

yang didapat lebih besar dibandingkan nilai Kc FAO 24 dan FAO 56.

2.4 Evapotranspirasi

Menurut Usman (2004) hasil analisis dari penelitian yang telah dilakukan pada 5

stasiun klimatologi di Provinsi Jawa Barat menghasilkan nilai yang beragam

tentang pengaruh iklim pada metode pendugaan evapotranspirasi. Hasil analisis

menunjukkan bahwa kepekaan evapotranspirasi terhadap perubahan iklim sangat

bervariasi menurut tempat dan waktu, terutama pada metode yang

memperlihatkan respon yang sangat besar terhadap suhu.

Berbeda dengan penelitian Mujiharjo (2002) yang mengatakan bahwa adanya

hubungan linier yang relatif erat antara metode Blaney Cridle dan metode

Penman, sedangkan tidak adanya hubungan antara metode Panci Evaporasi dan

metode Penman jika dilihat dari ETp harian yang dalam perhitungannya

menggunakan menggunakan data di Stasiun Kuro Tidur, Bengkulu selama 16

(32)

15

Ortega et.al. (2004) mengemukakan bahwa estimasi pendugaan evapotranspirasi

yang didasarkan pada persamaan Penman Monteith cenderung lebih tinggi pada

siang hari dan rendah pada malam hari. Hal ini disebabkan waktu siang yang

lebih panjang dibandingkan waktu malam hari. Namun model Penman Monteith

ini cukup baik digunakan untuk skala harian pada tanaman kedelai untuk semua

musim tanam dan jenis kondisi atmosfer.

Penelitian lain di Marathwada, India membandingkan metode Panci Evaporasi

dengan metode Penman-Monteith dalam menghitung ETo, metode Panci

Evaporasi adalah yang paling cocok untuk wilayah semi-arid (Gundekar et.al.,

2007). Sedangkan Singandhupe and Sethi (2005) mengatakan dari hasil

penelitian yang telah dilakukan, dari enam metode pendugaan evapotranspirasi

yang digunakan, metode Hagrevess adalah yang paling cocok dibandingkan

dengan metode Penman-Monteith, metode Penman modifikasi, metode Radiasi,

metode Panci Evaporasi dan metode Blaney Criddle. Namun jika dibandingkan

dengan pengukuran langsung dengan menggunakan lysimeter lebih cocok untuk

tanaman gandum di lingkungan semi-arid di Rahuri, India. Hasil penelitian lain

memberikan alternatif untuk stasiun yang tidak memiliki lysimeter dapat

menggunakan metode Panci Evaporasi dengan mempertimbangkan iklim yang

tersedia (Runtunuwu, dkk., 2008).

Lain halnya dengan Parisi et.al. (2009) yang melakukan penelitian di sebuah

peternakan di Milano University yang terletak di Carnedo, Italy. Hasil

penelitiannya mengatakan bahwa adanya kedekatan nilai perhitungan

(33)

16

adanya persamaan data yang diambil dengan menggunakan lysimeter dan data

iklim harian yang didapat dari stasiun meterologi.

Sedangkan Manik, dkk. (2012) dalam papernya mengungkapkan bahwa

pendugaan laju evapotranspirasi yang dihitung dari data klimatologi pada dua

stasiun yang ada di Lampung yaitu stasiun Branti dan stasiun Klimatologi Masgar

tidak menghasilkan pendekatan yang erat dengan perhitungan laju

evapotranspirasi dari panci evaporasi. Hal ini diduga karena pengamatan

penurunan muka air pada panci evaporasi kurang teliti. Karena model Penman

Monteith direkomendasikan oleh FAO, maka model ini tetap dianjurkan untuk

menduga kebutuhan air tanaman pada tempat-tempat yang tidak memiliki laju

evaporasi. Namun, perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang pendekatan yang

tepat untuk menduga laju evaporasi sehingga perencanaan irigasi dan pengaturan

(34)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013- Januari 2014 di

Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung dan Laboratorium

Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan Jurusan Teknik Pertanian Fakultas

Pertanian Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Dua bangunan lysimeter untuk mengukur evapotranspirasi tanaman (ETc) dan

yang satu petak ditanami rumput sebagai evapotranspirasi standar (potensial)

dengan ukuran 2 x 3 meter. Selain itu, kedelai juga ditanam di sekeliling

lysimeter (petak lapang).

2. Ombrometer di stasiun pengamat iklim Laboratorium Lapangan Terpadu.

(35)

18

3.3 Pelaksanaaan Penelitian

Gambar 1. Diagram alir penelitian Persiapan Bahan dan Lahan

Data pertumbuhan dan perkembangan tanaman Data curah hujan pada

Ombrometer

Penanaman

Pengumpulan Data

Pembuatan draft laporan Data air siraman dan air perkolasi

pada lysimeter

Analisis Data MULAI

(36)

19

3.3.1 Analisis Sifat Fisik Tanah

Adapun analisis sifat fisik tanah meliputi :

 Tekstur Tanah

 Kapasitas Lapang

 Titik Layu Permanen

Tabel 1. Sifat fisik tanah

Uraian Keterangan

Tekstur Tanah Liat

Kerapatan isi (g/cm3) 1,41

Kapasitas Lapang (% volume) 39,1

Titik Kritis (% volume) 30,7

Titik Layu Permanen (% volume) 22,3

Sumber : Balai Penelitian Tanah, Bogor,2013.

3.3.2 Persiapan Lahan

a. Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan cangkul. Pengolahan tanah

dilakukan sampai kedalam 15 – 20 cm.

b. Pembuatan Alur Tanam

Tanah yang telah digemburkan, dibuat alur dengan jarak tanam 20 x 40 cm.

(37)

20

Gambar 2. Model lahan tanaman kedelai pada lysimeter

c. Penanaman Benih

Benih kedelai yang akan digunakan sebelum ditanam direndam dalam air selama

10 menit dengan tujuan untuk merangsang percepatan pertumbuhan kotiledon.

Setelah itu, dipilih benih yang tenggelam. Benih kedelai ditanam antara 2-3 cm

dalam tanah. Benih yang ditanam pada tiap lubang sebanyak 2 buah, setelah

benih berumur 2 minggu, dilakukan penjarangan menjadi satu tanaman dalam

tiap lubang.

40 cm

20 cm

2 m

(38)

21

3.3.3 Pemeliharaan Tanaman

a. Pemberian Pupuk

Pupuk yang digunakan adalah pupuk Urea, KCl, dan NPK dengan dosis KCl 50

kg – 100 kg/ha, dan Urea 50 kg/ha. NPK 75 kg – 200 kg/ha, atau setara dengan

30-60 g/lysimeter, Urea 30 g/lysimeter, dan NPK 45-120 g/lysimeter. Pupuk

diberikan setelah pengolahan tanah dilakukan atau sebelum penanaman benih.

Pupuk diberikan dengan cara disebar secara merata keseluruh bagian tanah dalam

lysimeter.

b. Pemberantasan Gulma

Penyiangan dilakukan saat gulma tumbuh disekitar tanaman. Pemberian

insektisida juga dilakukan disesuaikan dengan keperluan, yaitu menurut intensitas

serangan atau populasi hama. Penyemprotan insektisida pada tanaman dilakukan

apabila terdapat tanda-tanda terserang penyakit sehingga tanaman bebas dari

serangan hama dan dapat berkembang dengan baik.

3.3.4 Pengambilan Data

a. Data ETc dengan Menggunakan Lysimeter

 Mengukur Curah Hujan

Data curah hujan didapat dari stasiun pengamat iklim Laboratorium Lapangan

Terpadu menggunakan alat yang bernama Ombrometer. Curah hujan diukur

setiap pagi hari. Data yang didapat merupakan data curah hujan hari

(39)

22

 Mengukur Pemberian Air Irigasi

Irigasi diberikan setiap pagi hari sesuai jumlah air yang dibutuhkan dalam tiap

lysimeter. Volume irigasi yang dihasilkan, dihitung sesuai tinggi irigasi (mm)

dengan rumus :

 Mengukur air perkolasi

Air perkolasi dihitung dari jumlah air yang tertampung dalam wadah. Air

yang tertampung dalam wadah diamati dan dihitung setiap pagi hari. Air yang

tertampung akan diukur dengan menggunakan gelas ukur, sehingga dapat

dihitung berapa banyak air perkolasinya dengan satuan mm.

 Mengukur Kadar Air Tanah

Pengukuran kadar air tanah dilakukan dengan cara gravimetrik. Pengukuran

kadar air tanah dilakukan pada setiap awal dan fase pertumbuhan. Pada

metode ini kandungan air dalam tanah (kelengasan tanah) dinyatakan dalam

persen berat air (dalam tanah tersebut) terhadap berat tanah kering (kering

oven, 100-110oC). Adapun tahap-tahap yang dilakukan yaitu mengambil tiga

sampel tanah pada tiap lysimeter, lalu dioven selama 1 x 24 jam lalu timbang

(berat kering). Rumus yang digunakan yaitu :

% KA = − �

(40)

23

 Parameter tanaman dilakukan dengan pengukuran pada 5 sample tanaman

pada ysimeter dan petak lapang.

 Tinggi Tanaman (cm), diukur mulai dari pangkal batang pada permukaan

tanah sampai ujung daun tertinggi (titik tumbuh) dan dilakukan 1 minggu

sekali.

 Jumlah daun per tanaman (helai) dan dilakukan 1 minggu sekali selama fase

vegetatif.

 Indeks luas daun (cm2) diukur sesuai dengan jumlah tanaman, tiap daun dalam

tiap tanaman dicari luasnya, lalu dijumlahkan, setelah itu dibagi jumlah daun

pada tanaman tersebut.

 Jumlah polong (buah), yaitu dihitung mulai dari keluarnya polong pertama

pada fase generatif sampai panen.

 Berat berangkasan atas (gram), berat berangkasan bawah (gram) serta jumlah

biji (biji) dihitung pada saat panen.

 Berat kering biji (gram) dihitung pada saat panen.

3.4 Analisis Data

(41)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, maka didapat kesimpulan sebagai berikut :

1. Total kebutuhan air tanaman kedelai (ETc) untuk varietas Tanggamus adalah

490.02 mm air dengan total ETc per-fase berturut-turut adalah 80.3 ; 72.2;

234.5 dan 102.5.

2. Nilai koefisien tanaman kedelai (Kc) untuk varietas Tanggamus pada fase

pertumbuhan awal, vegetatif aktif, pembuahan atau pengisian polong dan

kematangan biji berturut-turut adalah 0.48; 0.69; 0.9; 0.78.

3. Kc FAO yang dibandingkan dengan Kc yang didapat dari lysimeter memiliki

nilai yang lebih rendah pada fase pertumbuhan awal, hampir sama pada fase

namun lebih tinggi pada fase pembuahan dan mendekati pada stadia akhir

pertumbuhan (kematangan biji). Hal tersebut menunjukkan kedelai lokal

membutuhkan lebih banyak air di awal pertumbuhan dibandingkan yang

diprediksi FAO.

4. Tanaman di dalam lysimeter tumbuh lebih baik jika dibandingkan dengan

petak lapang. Ini membuktikan bahwa tanaman kedelai tetap lebih baik jika

(42)

43

5.2 Saran

Untuk menyempurnakan penelitian ini perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan

varietas yang berbeda serta waktu penelitian pada bulan yang berbeda dan pada

tempat yang berbeda untuk membandingkan nilai evapotranspirasi tanaman dan

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T. 2007. Budidaya Kedelai dengan Pemupukan yang Efektif dan Pengoptimalan Peran Bintil Akar. Swadaya. Jakarta. 170 hlm.

Allen, R.G., L.S. Pereira, D. Raes, and M. Smith. 1998.Crop Evapotranspiration: Guidelines for computing crop water requirements. Irrigation and Drainage Paper 56, Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome, 300 p.

Andrianto, T.T dan N.Indarto, N. 2004. Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Absolut. Yogyakarta. 134 hlm.

Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik. 2013.http://www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 9 September 2013.

Balai Penelitian Tanah. 2013. Hasil Analisis Contoh Fisika Tanah. Laboratorium Ilmu Tanah. Bogor.

Bamber, N.G.I dan M.G., Mc.Glinchey. 2003. Crop Coeffiicients and water-use Estimates For Sugarcane Based on Long-term Bowen Ratio Energy Balance Measurements. Field Crops Research. 83:125-138.

Consoli, S, N. O’Conell, dan R. Snyder. 2006. Estimation of Evapotranspiration of Different-Sized Navel-Orage Tree Orchards Using Energy Balance. Journal of Irrigation and Drainage Engineering. 1(2):132.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian. 2004. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian. 2013. Pedoman Teknis Pengelolaan Produksi kedelai.

(44)

45

Gundekar, H.G, U.M Khodke, dan S. Sarkar. 2008. Evaluation of Pan Coefficient for Reference Crop Evapotranspiration For Semi-arid Region. Irrig Sci 26 :169-175.

Hansen, V.E, O.W. Israelsen, O.W.Israelsen, G.E.Stringham diterjemahkan oleh E.P.Tachyan, dan Soetjipto. 1992. Dasar – dasar dan Praktek Irigasi. Erlangga. Jakarta. 407 hlm

Hidayat, T, Y. Koesmaryono, dan A. Pramudia. 2006. Analisis Neraca Air Dalam Penentuan Potensi Musim Tanam Tanaman Pangan di Provinsi Banten. Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Jurnal

Floratek. 2:55-62.

Jumin, H.S. 2008. Dasar-Dasar Agronomi. PT. Grafindo Persaja. Jakarta. 78 hlm.

Islami, T. dan W.H. Utomo, 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP : Semarang Press. Semarang. 242 hlm.

Linsley, R.K. dan J.B. Franzini. 1985. Teknik Sumber Daya Air. Erlangga. Jakarta. 107 hlm.

Manik, T. K., R. B. Rosadi, A. Karyanto, dan A. I. Pratya. 2010. Pendugaan Koefisien Tanaman untuk Menghitung Kebutuhan Air dan Mengatur Jadual Tanam Kedelai di Lahan Kering. Jurnal Agrotropika. 15(2):78-84.

Manik, T. K., R. B. Rosadi, dan A. Karyanto. 2012. Evaluasi Metode Penman-Monteith dalam Menduga Laju Evapotranspirasi Standar (ETo)di Dataran Rendah Propinsi Lampung, Indonesia. Jurnal Keteknikan Pertanian. 26(2):121-128.

Mujiharjo, S. 2002. Perbandingan Keeratan danBentuk Hubungan

Evapotranspirasi Potensial(ETp) Harian Dengan ETp Bulanan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. 4(1):42-48.

Oktaviani, S. Triyono, dan N. Haryono. 2013. Analisi Neraca Air Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max [L] Merr.) pada Lahan Kering. Jurnal Teknik Pertanian Lampung. 2(1):7-16.

Ortega-Farias, S, A. Olioso, R. Atntonioletti, dan N. Brisson. 2004. Evaluation of the Penman-Monteith Model for Estimating Soybean Evapotranspiration. Irrig Sci 23:1-9.

Parisi, S, L.Mariani, G.Cola dan T.Maggiore.2009. Miny-Lysimeter

(45)

46

Perkins, D. 2006. Use And Construction A Lysimeter To Measure

Evapotranspiration. http:/www.llansadwrn-wx.co.uk/evap/lysim.html. Diakses tanggal 10 Oktober 2013.

Runtunuwu, E., H. Syahbudin dan A. Pramudia. 2008. Validasi Model Pendugaan Evapotranspirasi:Upaya Melengkapi Sistem Database Iklim Nasional. Jurnal Tanah dan Iklim27. 9(2):165-171.

Sanjaya, P. 2014. Penentuan Model Pendugaan dan Pengukuran Langsung ETo dan Kc Untuk Penentuan Jadwal Tanam Tanaman Kedelai. Tesis. Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Singandhupe, R.B dan R.R Sethi. 2005. Estimation of Reference

Evapotranspiration and Crop Coefficient in Wheat Under Semi-Arid Environment in India. Archieves of Agronomy and Soil Science. 51(6):619-631.

Suprapto, Hs. 1999. Bertanam Kedelai. Jakarta. Swadaya. 80 hlm.

Gambar

Gambar 1. Skema lysimeter
Tabel 1. Deskripsi beberapa varietas kedelai
Tabel 2. Penandaan fase pertumbuhan vegetatif kedelai
Tabel 3. Penandaan fase pertumbuhan reproduktif kedelai
+5

Referensi

Dokumen terkait

Kajian AktivitasNitrogenase Akibat Defisiensi Sulfur (S) Dan Aplikasi Bakteri Fotosintetik Synechococcus sp Pada Tanaman Kedelai.. (Glycine max

Penelitian Pengaruh Inokulasi Bakteri Rhizobium terhadap Pembentukan Bintil Akar Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merril) telah dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai Maret

Skripsi “Penentuan Ambang Kendali Kepik Coklat ( Riptortus anulicornis ) Pada Tanaman Kedelai ( Glycine max (L) Merrill) Varietas Wilis” dapat disusun dan

ANANTA KHARINA POHAN : Sebaran normal karakter-karakter pertumbuhan dan produksi hasil persilangan tanaman kedelai (glycine max L. Merril) varietas grobogan dengan genotipa

Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Sapi dan Dosis Pupuk Fospor Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merril) Pada Tanah Ultisol

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa, pertumbuhan tanaman kedelai Glycine max (L.) Merril dipengaruhi oleh pemberian berbagai dosis dan waktu

Karya ilmiah tertulis dengan judul “Uji Inokulasi dan Uji Kemampuan Ganda Isolat rhizobium Pada tanaman Kedelai (Glycine max L. Merril).” disusun sebagai salah satu

Penelitian tentang Potensi Hasil Dan Kontribusi Sifat Agronomi Terhadap Hasil Tanaman Kedelai (Glycine Max L. Merril) Pada Sistem Pertanaman Monokultur, menggunakan