i
HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS
DENGAN KEDISIPLINAN SISWA KELAS V
SD NEGERI KECAMATAN BANGSRI
KABUPATEN JEPARA
SKRIPSI
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
oleh
Salis Ulfa Fariha
1401412301
JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama : Salis Ulfa Fariha
NIM : 1401412301
Jurusan/fakultas : PGSD/FIP
Judul skripsi : Hubungan Pola Asuh Demokratis dengan Kedisiplinan
Siswa Kelas V SD Negeri Kecamatan Bangsri Kabupaten
Jepara
menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar hasil karya
sendiri bukan dari karya orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau
temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan
kode etik ilmiah.
Semarang, Agustus 2016
Peneliti,
Salis Ulfa Fariha
v
MOTO DAN PERSEMBAHAN
MOTO
“Untuk tiap usaha mendisiplinkan diri, akan ada reward-reward berkali lipat.” (Jim Rohn)
“Banyak orang mengatakan kecerdasan yang menjadikan seseorang ilmuan besar. Mereka keliru, karakterlah yang menjadikan mereka.” (Albert Einstein)
PERSEMBAHAN
vi
PRAKATA
Puji syukur kepada Allah SWT yang memberi limpahan karunia dan
rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Pola Asuh Demokratis dengan Kedisiplinan Siswa Kelas V SD Negeri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara” dengan baik.
Keberhasilan dalam menulis skripsi ini tidak lepas dari bantuan semua
pihak. Oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang
yang telah memberikan kesempatan belajar di Unnes kepada peneliti,
2. Prof. Dr. Fakhruddin M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Unviersitas
Negeri Semarang yang telah memberikan izin penelitian dan persetujuan
pengesahan skripsi ini,
3. Drs. Isa Ansori, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Universitas Negeri Semarang.
4. Dra. Sri Susilaningsih, M.Pd., sebagai pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dan motivasi sampai terselesaikan skripsi ini.
5. Drs. H. A. Zaenal Abidin, M.Pd., sebagai pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan motivasi sampai terselesaikan skripsi ini.
6. Dr. Sri Sulistyorini, M.Pd., sebagai penguji utama yang telah memberikan
saran, arahan, dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
7. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu
Pendidikan Unnes yang telah memberikan banyak wawasan kepada peneliti.
8. Seluruh Kepala SDN Gugus Melati Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara
yang telah memberikan izin penelitian.
9. Seluruh guru dan siswa kelas V SDN Gugus Melati Kecamatan Bangsri
Kabupaten Jepara yang telah membantu dalam penelitian.
10. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah
vii
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat, hidayah serta
keselamatan dan kebahagian kepada semua pihak yang terkait dalam penyusunan
skripsi ini. Penulis juga berharap skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Semarang, Agustus 2016
viii
ABSTRAK
Fariha, Salis Ulfa, 2016. Hubungan Pola Asuh Demokratis Dengan Kedisiplinan Siswa Kelas V SD Negeri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara.
Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Dra. Sri Susilaningsih, M.Pd. dan Drs. H. A. Zaenal Abidin, M.Pd
Pola asuh demokratis merupakan cara pengasuhan orang tua yang mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan individu anak, orang tua tidak dapat berbuat semena-mena dan anak diberikan kebebasan yang bertanggung jawab. Berdasarkan observasi yang dilakukan di SDN Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara terdapat suatu permasalahan yaitu kurangnya kedisiplinan siswa karena beberapa faktor salah satunya karena siswa kurang dibiasakan disiplin. Orang tua memiliki peran penting dalam mengasuh dan membimbing anak, salah satunya yaitu mengajarkan kedisiplinan pada anak. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah hubungan yang signifikan antara pola asuh demokratis dengan kedisiplinan siswa kelas V SD Negeri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara? Sedangkan tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara pola asuh demokratis dengan kedisiplinan siswa kelas V SD Negeri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara.
Peneliti menggunakan jenis penelitian kuantitatif korelasional untuk menguji hubungan dua variabel. Populasinya adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara yang berjumlah 180 siswa. Sampel penelitian sebanyak 54 siswa dengan teknik pengambilan sampel proportional random sampling. Penelitian ini menggunakan metode kuesioner (angket), wawancara, dan dokumentasi. Pengujian hipotesis menggunakan teknik korelasi product moment.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pola asuh demokratis dengan kedisiplinan siswa yaitu r hitung sebesar 0,270 dengan tingkat hubungan rendah. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh demokratis dengan kedisiplinan siswa kelas V SD Negeri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara karena rhitung > rtabel yaitu sebesar r hitung 0,270 > r tabel 0,266. Dengan tingkat hubungan adalah rendah. Saran yang berkaitan dengan penelitian ini bagi guru dan orang tua ialah membiasakan anak untuk disiplin, bagi siswa; selalu menjaga kedisiplinan.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...i
PERNYATAAN KEASLIAN ...ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii
PENGESAHAN KELULUSAN ...iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...v
PRAKATA ...vi
ABSTRAK ...viii
DAFTAR ISI ...ix
DAFTAR LAMPIRAN ...xiii
DAFTAR TABEL ...xiiv
DAFTAR BAGAN ...xvi
DAFTAR GAMBAR ...xvii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...1
1.2 Rumusan Masalah ...9
1.3 Tujuan Penelitian ...10
1.4 Manfaat Penelitian ...10
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori ...12
x
2.1.1.1 Pengertian Pola Asuh ...12
2.1.1.2 Ragam Pola Asuh ...13
2.1.1.3 Pola Asuh Demokratis...14
2.1.1.4 Ciri-ciri Pola Asuh Demokratis ...15
2.1.2 Kedisiplinan ...17
2.1.2.1 Pengertian Kedisiplinan ...17
2.1.2.2 Manfaat Disiplin...20
2.1.2.3 Fungsi Disiplin ...21
2.1.2.4 Faktor yang Mempengaruhi dan Membentuk disiplin ...24
2.1.3 Hubungan Pola Asuh Demokratis dengan Kedisiplinan Siswa ...27
2.2 Kajian Empiris ...28
2.3 Kerangka Berpikir ...33
2.4 Hipotesis Penelitian ...35
2.5 Definisi Operasional...35
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Desain Penelitian ...36
3.1.1 Jenis Penelitian ...36
3.1.2 Desain Penelitian ...36
3.1.3 Prosedur Penelitian...37
3.2 Subjek, lokasi, dan waktu penelitian ...38
3.2.1 Subjek Penelitian ...38
3.2.2 Lokasi Penelitian ...38
3.2.3 Waktu Penelitian ...38
xi
3.3.1 Populasi Penelitian ...39
3.3.2 Sampel Penelitian ...40
3.4 Variabel Penelitian ...42
3.4.1 Variabel Bebas ...42
3.4.2 Variabel Terikat ...42
3.5 Teknik Pengumpulan Data ...42
3.5.1 Wawancara ...42
3.5.2 Angket ...44
3.5.3 Dokumentasi ...47
3.6 Instrumen Penelitian...47
3.6.1 Uji Validitas Instrumen ...48
3.6.2 Uji Reliabilitas Instrumen ...51
3.7 Teknik Analisis Data ...52
3.7.1 Analisis Deskriptif ...53
3.7.2 Analisis Data Awal ...55
3.7.2.1 Uji Normalitas ...55
3.7.2.2 Uji Linieritas ...55
3.7.3 Analisis Data Akhir ...56
3.7.3.1 Uji Hipotesis ...56
3.7.3.2 Koefisien Determinasi ...57
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ...58
4.1.1 Deskripsi Lokasi dan Subjek Penelitian ...58
4.1.2 Hasil Analisis Deskriptif ...59
4.2 Analisis Data Awal ...69
4.2.1 Hasil Uji Normalitas ...69
4.2.2 Hasil Uji Linieritas ...71
4.3 Analisis Data Akhir ...72
4.3.1 Uji Hipotesis ...72
4.3.2 Koefisen Determinasi ...73
xii
4.5 Implikasi Hasil Penelitian ...80
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan ...82
5.2 Saran ...82
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Nama Populasi ... 87
2. Daftar Nama Sampel ... 90
3. Kisi-kisi Uji Coba Intrumen Penelitian ... 93
4. Angket Uji Coba Penelitian ... 96
5. Hasil Uji Validitas Angket Pola Asuh Demokratis ... 99
6. Hasil Uji Validitas Angket Kedisiplinan Siswa ...101
7. Hasil Uji Reliabilitas Angket Pola Asuh Demokratis ...103
8. Hasil Uji Reliabilitas Angket Kedisiplinan Siswa ...105
9. Kisi-Kisi Instrumen Angket ...107
10. Angket Pola Asuh Demokratis dan Kedisiplinan Siswa ...110
11. Tabulasi Skor Variabel Pola Asuh Demokratis ...113
12. Tabulasi Skor Variabel Kedisiplinan Siswa ...115
13. Tabulasi Skor Perindikator Pola Asuh Demokratis ...118
14. Tabulasi Skor Perindikator Kedisiplinan Siswa ...121
15. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Pola Asuh Demokratis ...124
16. Pedoman Wawancara Orang Tua Siswa ...125
17. Hasil Wawancara Orang Tua Siswa ...126
18. Hasil Analisis Data Awal Normalitas dan Linearitas ...127
19. Hasil Analisis Data Akhir Uji Korelasi Product Moment dan Koefisien Determinasi ...128
20. Dokumentasi Penelitian ...129
xiv
DAFTAR TABEL
3.1 Daftar Siswa Kelas V SDN Gugus Melati Bangsri Jepara ... 39
3.2 Pengambilan Sampel Proporsi ... 41
3.3 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Pola Asuh Demokratis ... 43
3.4 Pedoman Wawancara Pola Asuh Demokratis ... 44
3.5 Kisi-Kisi Instrumen Angket Pola Asuh Demokratis ... 45
3.6 Kisi-Kisi Instrumen Angket Kedisiplinan Siswa ... 46
3.7 Hasil Uji Validitas Angket Pola Asuh Demokratis ... 50
3.8 Hasil Uji Validitas Angket Kedisiplinan Siswa ... 50
3.9 Kategori Variabel Pola Asuh Demokratis ... 54
3.10 Kategori Variabel Kedisiplinan Siswa ... 54
4.1 Data Siswa SDN Gugus Melati Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara ... 58
4.2 Data skor angket pola asuh demokratis orang tua siswa kelas V SDN Gugus Melati Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara ... 59
4.3 Distribusi Skor Variabel Pola Asuh Demokratis ... 61
4.4 Distribusi Skor Indikator Ada Kerjasama Antara Anak dan Orang tua ... 62
4.5 Distribusi Skor Indikator Ada Kontrol dari Orang Tua yang Tidak Kaku ... 62
4.6 Distribusi Skor Indikator Ada Bimbingan dan Pengarahan dari Orang Tua .. 63
4.7 Distribusi Skor Indikator Mengajarkan Anak Mengembangkan Disiplin ... 64
4.8 Distribusi Skor Indikator Mentolerir Jika Anak Melakukan Kesalahan ... 64
4.9 Data Skor Angket Variabel Kedisiplinan Siswa ... 65
4.10 Distribusi Skor Variabel Kedisiplinan Siswa Kelas V SD Negeri Gugus Melati Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara ... 67
4.11 Distribusi Skor indikator Ketaatan ... 68
4.12 Distribusi Skor indikator Kepatuhan ... 68
4.13 Distribusi Skor indikator Ketertiban ... 69
4.14 Hasil Uji Normalitas ... 70
xv
4.16 Hasil Uji Korelasi ... 72
xvi
DAFTAR BAGAN
2.1 Kerangka Berpikir ... 34
3.1 Desain Penelitian ... 37
xvii
DAFTAR GAMBAR
4.1 Diagram Hasil Angket Pola Asuh Demokratis ... 61
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Peran orang tua dalam membesarkan dan mengasuh anak bukanlah hal yang
sepele. Dibutuhkan kekompakan dan kompromi masing-masing orang tua dalam
mengawal dan mempraktikkan konsep dan tujuan pola asuh yang sesuai dengan
karakter anak. Peran aktif orang tua dalam pendidikan anak, telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
Bab IV Pasal 7 dimana, “Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan
pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan
anaknya. Dan orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan
pendidikan dasar kepada anaknya”. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk
menentukan masa depan anaknya, begitu pula dengan pembentukan karakter
dalam diri anak.
Sebagaimana telah diketahui bahwa keluarga adalah pondasi yang
membangun karakter maupun kepribadian anak. Orang tua mempunyai waktu
yang lebih banyak untuk bersama anaknya, sehingga kepribadian anak terbentuk
berdasarkan pola asuh orang tua. Pembentukan kepribadian dapat terjadi melalui
apa yang dilihat oleh anak, contohnya perkataan dan tingkah laku yang dilakukan
orang tuanya. Banyak peristiwa mengenai perilaku menyimpang siswa, yang
mendidik anak. Untuk menanggulangi kekurangan moral dan perilaku
menyimpang siswa maka maka pendidikan sekarang ini menekankan pada
pendidikan karakter.
Pendidikan karakter merupakan perwujudan dari pengamalan nilai-nilai
pancasila, dan secara eksplisit Pendidikan Karakter (watak) adalah amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
pasal 3 menegaskan bahwa, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan membentuk watak, serta peradaban bangsa yang martabat, dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab.”
Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan dari pendidikan.
Berdasarkan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional menetapkan bahwa “Tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Keluarga merupakan dunia pertama yang dikenal anak karena keluarga
menjadi lingkungan tempat anak belajar menanggapi dunia luar, berinteraksi
dengan teman,serta beradaptasi dengan lingkungan sekolah. Di dalam keluarga
meningkatkan hubungan yang baik antara orang tua dengan anak karena sebagian
besar waktu anak di habiskan bersama anggota keluarga.
Orang tua mempunyai cara sendiri dalam mendidik anak sebagai pribadi
yang berguna. Oleh karena itu cara pola asuh yang dilakukan orang tua tidak lepas
dalam membentuk kepribadian anak. Menurut Mussen (dalam Erma Lestari,
2009) pola asuh adalah cara yang digunakan orang tua dalam mencoba berbagai
strategi untuk mendorong anak mencapai tujuan yang diinginkan. Pola asuh orang
tua yang diterima oleh setiap siswa sangatlah beragam, hal ini tergantung dari cara
pola asuh keluarga yang diterapkan oleh orang tua kepada anaknya.
Pola asuh merupakan pencerminan tingkah laku orang tua yang diterapkan
kepada anak secara dominan. Hal ini sesuai dengan pendapat Hetherling dan
Whiting (dalam Walgito, 2010: 215) yang mengatakan bahwa pola asuh adalah
suatu tingkah laku orang tua yang secara dominan muncul dalam keseluruhan
interaksi antara orang tua dan anak. Dikatakan dominan karena pola asuh yang
diterapkan dilakukan secara penuh dan terus menerus, sepanjang kehidupan anak.
Tidak ada satu hari pun lepas dari asuhan dan didikan orang tua, bahkan ketika
anak sudah dewasa. Sebagai orang tua harus memberikan pola asuh yang sesuai
dengan anak karena tampak banyak pelanggaran moral yang dilakukan oleh siswa
SD yaitu datang terlambat saat ke sekolah, tidak memakai atribut lengkap saat
upacara, membuang sampah tidak pada tempatnya,dan lain-lain. Penyebabnya
Djamarah (2014:51) mengemukakan bahwa pola asuh orang tua dalam
keluarga berarti kebiasaan orang tua, ayah dan atau ibu, dalam memimpin,
mengasuh, dan membimbing anak dalam keluarga. Mengasuh dalam arti menjaga
dengan cara merawat dan mendidiknya. Membimbing dengan cara membantu,
melatih, dan sebagainya.
Menurut Walgito (2010:218), bentuk pola asuh orang tua ada tiga macam,
yaitu: pola asuh otoriter, demokratis, dan permisif. Dimana dari masing-masing
pola pengasuhan tersebut mempunyai dampak yang berbeda-beda bagi
perkembangan anak. Bentuk pola asuh yang diplih orang tua kepada anak menjadi
salah satu faktor yang menentukan karakter anak. Perbedaan pola asuh dari orang
tua seperti ini dapat berpengaruh terhadap perbedaan pembentukan dan
perkembangan perilaku disiplin yang dimiliki anak. Dari ketiga bentuk pola asuh
orang tua kepada siswa, bentuk pola asuh demokratislah yang merupakan pola
asuh paling baik diterapkan oleh orang tua kepada anaknya. Karena dalam pola
asuh demokrtis, orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan
melakukan suatu tindakan dengan memperhatikan aturan dan norma yang berlaku,
serta pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
Menurut Helmawanti (2014:139) pola asuh demokratis adalah pola asuh
yang menggunakan komunikasi dua arah (two ways communication). Kedudukan
antara orang tua dan anak dalam berkomunikasi sejajar. Suatu keputusan diambil
bersama dengan mempertimbangkan (keuntungan) kedua belah pihak (win-win
solution). Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab. Artinya, apa yang
dipertanggung jawabkan secara moral. Orang tua dan anak tidak dapat berbuat
semena-mena pada salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak dapat
memaksakan sesuatu tanpa berkomunikasi terlebih dahulu dan keputusan akhir
disetujui oleh keduanya tanpa merasa tertekan.
Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dalam membentuk
kepribadian anak, salah satunya dengan menerapkan disiplin. Tujuan disiplin
adalah mengarahkan anak agar mereka belajar mengenai hal-hal baik yang
merupakan persiapan bagi masa dewasa, saat mereka sangat bergantung kepada
disiplin diri. Tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak adalah sebagai
peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sikap dan
tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orang tua dan dari anggota keluarga
yang lain. Dimana pemberian pola pengasuhan yang positif akan berdampak baik
pada perkembangan anak, begitu juga sebaliknya, pola pengasuhan yang tidak
baik akan berdampak tidak baik juga pada perkembangan anak.
Menurut Daryanto (2013:49) disiplin pada dasarnya control diri dalam
mematuhi aturan baik yang dibuat oleh diri sendiri maupun di luar diri baik
keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat, bernegara maupun beragama. Disiplin
juga merujuk pada kebebasan individu untuk tidak bergantung pada orang lain
dalam memilih, membuat keputusan, tujuan, melakukan perubahan perilaku,
pikiran maupun emosi sesuai dengan prinsip yang diyakini dari aturan moral yang
dianut.
Benhard (dalam Shochib 2010:3) menyatakan bahwa tujuan disipln diri
menjadi manusia yang baik, yang akan menjadi sahabat, tetangga, dan warga
negara yang baik. Dalam hal ini terdapat perbedaan yang fundamental antara
keluarga di barat dengan keluarga di Indonesia dalam mengupayakan anak untuk
memiliki dasar-dasar dan mengembangkan disiplin diri.
Shochib (2010:16) menyatakan bahwa keterkaitan pola asuh orang tua
dengan anak berdisiplin diri dimaksudkan sebagai upaya orang tua dalam
meletakkan dasar-dasar disiplin diri kepada anak membantu mengembangkannya
sehingga anak memiliki disiplin diri. Intensitas kebutuhan anak untuk
mendapatkan bantuan dari orang tua bagi kepemilikan dan pengembangan
dasar-dasar disiplin diri, menunjukkan adanya kebutuhan internal, yaitu:
1. Tingkat rendah, apabila anak masih membutuhkan banyak bantuan dari
orang tua untuk memiliki dan mengembangkan dasar-dasar disiplin diri
(berdasarkan naluri).
2. Tingkat menengah, apabila anak kadang-kadang masih membutuhkan
bantuan dari orang tua untuk memiliki dan mengembangkan dasar-dasar
disiplin diri (berdasarkan nalar).
3. Tingkat tinggi, apabila anak sedikit sekali atau tidak lagi memerlukan
bantuan serta control orang tua untuk memiliki dan mengembangkan
dasar-dasar disiplin diri (berdasarkan kata hati).
Tapi pada kenyataannya masih sering ditemui perilaku tidak disiplin di
lingkungan sekolah, termasuk di sekolah dasar yang akan diteliti. Sebagai contoh
antara lain datang ke sekolah tidak tepat waktu, tidak memakai seragam yang
lain-lain. Ini dikarenakan orang tua tidak mengajarkan anak dalam mengembangkan
disiplin diri, tidak mengajarkan kepada anak untuk mengembangkan tanggung
jawab atas setiap perilaku dan tindakannya, dan orang tua tidak bersifat
demokratis.
Gordon (dalam Syamaun 2012:28) mengemukakan bahwa ciri pola asuh
orang demokratis adalah menerima, kooperatif, terbuka terhadap anak, mengajar
anak untuk mengembangkan disiplin diri, jujur, dan ikhlas dalam menghadapi
masalah anak-anak, memberikan penghargaan positif kepada anak tanpa
dibuat-buat, mengajarkan kepada anak untuk mengembangkan tanggung jawab atas
setiap perilaku dan tindakannya, bersikap akrab dan adil, tidak cepat
menyalahkan, memberian kasih sayang dan kemesraan kepada anak.
Penelitian yang mendukung dalam hal ini adalah penelitian yang dilakukan
oleh Rizki Lestari dalam jurnal pendidikan, dengan judul “Hubungan Pola Asuh
Orang Tua dengan Kedisiplinan Siswa Kelas V Gugus I Hang Nadim Kecamatan
Tampan Kota Pekanbaru”, hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang
signifikan antara pola asuh orang tua otoriter, demokratis, permisif, dan abai
dengan kedisiplinan siswa kelas V Gugus I Hang Nadim Kecamatan Tampan Kota
Pekanbaru. Dimana pola asuh otoriter memiliki > atau 5,6172 > 1,671, pola asuh
demokratis memiliki > atau 4,5738 > 1,671, pola asuh permisif memiliki > atau
3,9028 > 1,671, pola asuh abai memiliki > atau 3,1071 > 1,671.
Penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Jihan
Filisyamala, dkk dalam jurnal Pendidikan pada bulan April 2016 yang berjudul
menunjukkan bahwa bahwa bentuk pola asuh demokratis merupakan suatu pola
dimana orang tua memberikan kebebasan pada siswa untuk memilih dan
melakukan suatu tindakan tetapi tetap sesuai dengan batasan-batasan yang telah
disetujui bersama. Orangtua mendorong siswa untuk mandiri dengan tetap
menjaga batasan dan kontrol pada tindakan mereka. Dalam menerapkan suatu
aturan dalam bentuk pola asuh demokratis, adanya hubungan yang bersifat hangat
dan terbuka baik antara orangtua dengan anak, serta adanya sikap saling
menghargai satu sama lain. Melalui aturan yang dibuat bersama membuat
munculnya kesadaran diri siswa untuk mematuhi aturan tersebut, sehingga akan
tercipta perilaku disiplin yang baik pada siswa.
Dalam jurnal internasional yang berjudul “Harsh Discipline and Child
Problem Behavior The Role of Positive Parenting and Gender”, Penelitian yang
dilakukan oleh Laura dkk, Vol. 10, Tahun 2007, penelitian menunjukkan bahwa
anak laki-laki yang disiplin dan fisik yang lebih keras dibandingkan anak
perempuan, dengan ayah memanfaatkan disiplin fisik yang lebih keras dengan
anak laki-laki daripada ibu. Kedua jenis disiplin keras yang terkait dengan
masalah keunikan perilaku anak setelah pengasuhan positif diperhitungkan.
Gender anak tidak mempengaruhi, tapi satu dimensi positif parenting yaitu,
kehangatan orangtua disajikan untuk menjauhkan anak dari pengaruh merugikan
dari disiplin fisik yang keras.
Hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di kelas V SD Negeri Gugus
Melati Bangsri Jepara, ditemukan perilaku ketidakdisiplinan siswa baik di luar
yang diamati peneliti yaitu siswa terlambat datang ke sekolah, bertengkar dengan
temannya, tidak berbaris rapi dalam pelaksanaan upacara bendera, membuang
sampah sembarangan. Perilaku ketidakdisiplinan di dalam kelas juga ditemukan
oleh peneliti yaitu siswa yang mengenakan seragam tidak lengkap, terdapat
coretan-coretan didinding dan di meja kelas, tidak membawa buku pelajaran
sesuai jadwal, mengumpulkan tugas tidak tepat waktu atau bahkan tidak
mengerjakan tugas, dan ramai saat guru atau teman menjelaskan di depan kelas.
Namun ternyata masih terdapat siswa yang memiliki disiplin yang tinggi.
Hal ini ditunjukkan dalam mengikuti proses pembelajaran, terdapat siswa yang
memperhatikan pada saat guru menjelaskan di depan, membuang sampah pada
tempatnya, mengerjakan pekerjaan rumah, dan datang ke sekolah tepat waktu.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti akan mengkaji
masalah ini dengan melakukan sebuah penelitian yang berjudul “Hubungan Pola
Asuh Demokratis dengan Kedisiplinan Siswa Kelas V SD Negeri Gugus Melati
Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara”. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai referensi bagi guru maupun orang lain yang ingin tahu lebih dalam
mengenai pola asuh demokratis.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
rumusan masalah yang akan dikemukakan adalah:
Adakah hubungan yang signifikan antara pola asuh demokratis dengan
kedisiplinan siswa kelas V SD Negeri Gugus Melati Kecamatan Bangsri
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin diperoleh dalam penelitian ini ialah:
Untuk mengetahui arah hubungan antara pola asuh demokratis dengan
kedisiplinan siswa Kelas V SD Negeri Gugus Melati Kecamatan Bangsri
Kabupaten Jepara.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan
kepada pembaca mengenai hubungan pola asuh orang tua dengan kedisiplinan
siswa kelas V SDN Gugus Melati Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara.
1.4.2 Manfaat praktis
Selain manfaat teoritis, dalam penelitian korelasionl ini diharapkan memberi
manfaat praktis bagi:
a. Bagi siswa
Dengan penelitian ini diharapkan siswa dapat meningkatkan kedisiplinan di
sekolah dan lingkungannya.
b. Bagi guru
Peneliti berharap melalui penelitian ini guru dapat termotivasi untuk
meningkatkan kedisiplinan siswa dengan memberikan penyuluhan kepada orang
tua tentang pentingnya disiplin.
Dengan penelitian ini diharapkan orang tua tergugah hatinya untuk
memperhatikan penerapan pola asuh yang telah dilakukan dan memahami
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Pola Asuh
2.1.1.1 Pengertian Pola Asuh
Djamarah (2014:51) mengemukakan bahwa pola asuh orang tua dalam
keluarga berarti kebiasaan orang tua, ayah dan atau ibu, dalam memimpin,
mengasuh, dan membimbing anak dalam keluarga. Mengasuh dalam arti menjaga
dengan cara merawat dan mendidiknya. Membimbing dengan cara membantu,
melatih, dan sebagainya.
Pengasuhan atau sering disebut pola asuh berarti bagaimana orang tua
memperlakukan anak, mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta
melindungi anak dalam mencapai proses kedewasaan. Menurut Kohn (dalam
Casmini, 2007:47) pengasuhan merupakan cara orang tua berinteraksi dengan
anak yang meliputi, pemberian hadiah, aturan, hukuman dan pemberian perhatian,
serta tanggapan terhadap parilaku anak.
Pola asuh orang tua merupakan pola interaksi antara orang tuadan anak
selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Yaitu cara-cara penataan tingkah laku
anak yang diterapkan oleh orang tua sebagai wujud tanggung jawab dalam
pembentukan kedewasaan anak. Orang tua merupakan faktor yang sangat
anak dan orang tua lebih bersifat pengasuhan secara langsung. Dalam
kegiatan pengasuhan ini tidak hanya berarti bagaimana orang tua memperlakukan
anak, tapi juga bagaimana orang tua mendidik anak, membimbing, mengajarkan
disiplin. Ada 3 ragam pola asuh orang tua, yaitu pola asuh otoriter, demokratis,
dan permisif.
2.1.1.2 Ragam Pola Asuh
Menurut Baumrind (dalam Ubaedy, 2009:45) ragam pola asuh orang tua ada 3,yaitu:
a. Pola Asuh Otoritatif atau Demokratis (Authoritatif)
Orang tua yang otoritatif memberikan arahan yang kuat pada seluruh
aktivitas anak, namun tetap memberikan wilayah yang bebas ditentukan si anak.
Mekanisme control yang dipakai tidak kaku, tidak mengancam dengan hukuman,
dan menghilangkan batasan-batasan yang tidak terlalu penting.
b. Pola Asuh Authoritarian (Otoriter)
Orang tua yang otoritarian berusaha membentuk anak, mengontrol seluruh
aktivitas anak berdasarkan nilai tradisional yang berlaku dalam keluarga, dan
memberikan standar perilaku yang baku. Orang tua memegang kepalanya dan
sekaligus kakinya. Orang tua lebih sering memberikan tekanan, kewajiban, dan
memberikan ancaman. Orang tua melihat anaknya adalah makhluk yang ia miliki
sepenuhnya dan ingin dibentuk sesuai dengan keinginannya. Pola asuh seperti ini
kerap menimbulkan ketegangan.
c. Pola Asuh Permissive (Permisif)
Orang tua yang permisif cenderung mencari aman, menghindari hal-hal
permisif memperbolehkan apa yang diinginkan anak. Anak diberikan kesempatan
seluas-luasnya untuk mengontrol tindakannya. Posisi orang tua di sini sebagai
penegas saja atas apa yang dikonsultasikan anak kepadanya.
Tipe pola asuh yang terbaik dari semua tipe pola asuh adalah pola asuh
demokratis, hal ini dikemukakan oleh Djamarah (2014:61). Hal ini disebabkan
tipe pola asuh demokratis selalu mendahulukan kepentingan bersama di atas
kepentingan individu.
2.1.1.3 Pola Asuh Demokratis
Menurut Helmawanti (2014:139) pola asuh demokratis adalah pola asuh
yang menggunakan komunikasi dua arah (two ways communication). Kedudukan
antara orang tua dan anak dalam berkomunikasi sejajar. Suatu keputusan diambil
bersama dengan mempertimbangkan (keuntungan) kedua belah pihak (win-win
solution). Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab. Artinya, apa yang
dilakukan anak tetap harus ada di bawah pengawasan orang tua dan dapat
dipertanggung jawabkan secara moral. Orang tua dan anak tidak dapat berbuat
semena-mena pada salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak dapat
memaksakan sesuatu tanpa berkomunikasi terlebih dahulu dan keputusan akhir
disetujui oleh keduanya tanpa merasa tertekan.
Tipe pola asuh demokratis menurut Djamarah (2014:61) adalah tipe pola
asuh yang terbaik dari semua tipe pola asuh yang ada. Hal ini disebabkan tipe pola
asuh ini selalu mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan individu
kontrol terhadap anak. Pola ini dapat digunakan untuk anak SD, SLTP, SLTA,
dan perguruan tinggi.
Pola asuh orang tua adalah sikap atau perlakuan orang tua dalam
berinteraksi dengan anak untuk menamkan pendidikan, memenuhi kebutuhan dan
memberi perlindungan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut akan dijelaskan
tentang bagaimana ciri-ciri pola asuh demokratis.
2.1.1.4 Ciri-ciri Pola Asuh Demokratis
Menurut Suyanto (2010:94), ciri-ciri pola asuh demokratis: 1) ada
kerjasama antara orang tua-anak; 2) anak diakui sebagai pribadi; 3) ada bimbingan
dan pengarahan dari orang tua; 4) ada control dari orang tua yang tidak kaku.
Sedangkan Gordon (dalam Syamaun 2012:28) mengemukakan bahwa ciri pola
asuh orang tua tipe demokratis: 1) menerima, kooperatif, terbuka terhadap anak;
2) mengajar anak untuk mengembangkan disiplin diri, jujur, dan ikhlas dalam
menghadapi masalah anak-anak; 3) memberikan penghargaan positif kepada anak
tanpa dibuat-buat, mengajarkan kepada anak untuk mengembangkan tanggung
jawab atas setiap perilaku dan tindakannya; 4) bersikap akrab dan adil, tidak cepat
menyalahkan, memberian kasih sayang dan kemesraan kepada anak.
Ciri-ciri pola asuh demokratis menurut Hurlock (dalam Walgito 2010:219)
adalah sebagai berikut: 1) apabila anak harus melakukan suatu aktifitas, orang tua
memberikan penjelasan alasan perlunya hal tersebut diajarkan; 2) anak diberikan
kesempatan untuk memberi alasan mengapa ketentuan itu dilanggar sebelum
berat ringannya hukuman tergantung kepada pelanggarannya, 4) hadiah dan
pujian diberikan oleh orang tua untuk perilaku yang diharapkan.
Djamarah (2014:61) mengemukakan bahwa ciri-ciri pola asuh demokratis
adalah sebagai berikut: 1) dalam proses pendidikan terhadap anak selalu bertitik
tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia; 2)
orang tua selalu berusaha menyelaraskan kepentingan dan tujuan pribadi dengan
kepentingan anak; 3) orang tua senang menerima saran, pendapat, dan bahkan
kritik dari anak; 4) mentolerir ketika anak membuat kesalahan dan memberikan
pendidikan kepada anak agar jangan berbuat kesalahan dengan tidak mengurangi
daya kreativitas, inisiatif dan prakarsa anak; 5) lebih menitikberatkan kerja sama
dalam mencapai tujuan; 6) orang tua selalu berusaha menjadikan anak lebih
sukses darinya.
Tipe pola asuh demokratis mengharapkan anak untuk bertanggungjawab dan
mampu mengembangkan potensi kepemimpinan yang dimilikinya. Memiliki
kepedulian terhadap hubungan antarpribadi dalam keluarga. Meskipun tampak
kurang terorganisasi dengan baik, namun gaya ini dapat berjalan dalam suasana
rileks dan memiliki kecenderungan untuk menghaslkan produktivitas dan
kreativitas, karena tipe pola asuh demokratis ini mampu memaksimalkan
kemampuan yang dimiliki anak. Selain itu pada pola asuh demokratis orang tua
juga mengajarkan disiplin pada anak.
Dari kajian mengenai pola asuh demokratis dari beberapa tokoh di atas,
peneliti mengembangkan dan menggunakannya sebagai indikator pola asuh
dan orang tua (Suyanto(2010:94)); 2) ada control dari orang tua yang tidak kaku
(Suyanto(2010:94)); 3) ada bimbingan dan pengarahan dari orag tua
(Suyanto(2010:94)); 4) mengajarkan anak mengembangkan disiplin (Gordon
(dalam Syamaun 2012:28)); 5) mentolerir jika anak melakukan kesalahan
(Djamarah (2014:61))
2.1.2 Kedisiplinan
2.1.2.1 Pengertian Kedisiplinan
Kedisiplinan berasal dari kata disiplin, menurut Daryanto (2013:49) disiplin
pada dasarnya control diri dalam mematuhi aturan baik yang dibuat oleh diri
sendiri maupun di luar diri baik keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat,
bernegara maupun beragama. Disiplin juga merujuk pada kebebasan individu
untuk tidak bergantung pada orang lain dalam memilih, membuat keputusan,
tujuan, melakukan perubahan perilaku, pikiran maupun emosi sesuai dengan
prinsip yang diyakini dari aturan moral yang dianut. Dalam perspektif umum
disiplin adalah perilaku social yang bertanggung jawab dan fungsi kemandirian
yang optimal dalam suatu relasi social yang berkembang atas dasar kemampuan
mengelola/ mengendalikan, memotivasi dan independensi diri.
Pengertian disiplin terkait dengan dua karakteristik. Pertama cara berpikir
tentang disiplin dan kedua terkait dengan multi dimensi yang berhubungan dengan
pikiran, tindakan dan emosi. Implikasinya sering terjadi pembahasan yang
tumpang tindih antara disiplin dengan fungsi kematangan individu yang lain
disiplin adalah aktif merujuk pada fungsi independensi dalam pengembangan diri,
pengelolaan diri dan perilaku serta tindakan atas dasar keputusan diri.
Seseorang dengan karakteristik yang sehat adalah orang yang mampu
melakukan fungsi psikososial dalam berbagai setting termasuk: 1) kompetensi
dalam bidang akademik, pekerjaan dan relasi social; 2) pengelolaan emosi dan
mengontrol perilaku-perilau yang implusif; 3) kepemimpinan; 4) harga diri yang
positif dan identitas diri. Disiplin dapat diukur atau dapat diobservasi baik secara
emosional maupun tampilan perilaku. Disiplin berfungsi menyeimbangkan antara
independensi, tindakan yang percaya diri dan hubungan positif-positif dengan
orang lain agar perkembangan dan mampu menyesuaikan diri secara optimal.
Menurut Tu’u (2004: 30), istilah disiplin berasal dari bahasa latin
“Diciplina” yang menunjuk pada kegiatan belajar dan mengajar. Istilah tersebut
sangat dekat dengan istilah dalam bahasa Inggris “Disciple” yang berarti
mengikuti orang untuk belajar di bawah pengawasan seorang pemimpin.Dalam
kegiatan belajar tersebut, bawahan dilatih untuk patuh dan taat pada
peraturan-peraturan, yang dibuat oleh pemimpin.
Istilah bahasa Inggris lainnya yakni discipline, berarti tertib, taat, atau mengendalikan tingkah laku, penguasaan diri, kendali diri, latihan membentuk,
meluruskan, atau menyempurnakan sesuatu, sebagai kemampuan mental atau
karakter moral, hukuman yang diberikan untuk melatih atau memperbaiki,
kumpulan atau sistem peraturan-peraturan bagi tingkah laku.
Prijodarminto (1994) dalam Tu’u (2004:31) disiplin adalah suatu kondisi
menunjukan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, ketertiban, kesetiaan, keteraturan dan
keterikatan.
Sedangkan disiplin menurut Hurlock (Jilid 2:82), disiplin berasal dari kata
“disciple”, yakni seorang yang belajar dari atau secara suka rela mengikuti
seorang pemimpin. Orang tua dan guru merupakan pemimpin dan anak
merupakan murid yang belajar dari mereka cara hidup yang menuju ke hidup yang
berguna dan bahagia. Jadi disiplin merupakan cara masyarakat mengajar anak
perilaku moral yang disetujui kelompok.
Maman Rachman (1999) dalam Tu’u (2004:32) menyatakan disiplin sebagai
upaya mengendalikan diri dan sikap mental individu atau masyarakat dalam
mengembangkan kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan dan tata tertib
berdasarkan dorongan dan kesadaran yang muncul dari dalam hatinya.
Menurut Priyatna (2011:67) sejatinya, disiplin itu adalah tentang menjaga
anak-anak tetap aman dan membantu mereka untuk tumbuh menjadi orang
dewasa yang baik, sukses, dan bahagia. Saat anak melakukan kesalahan,
meskipun sudah dari satu kali kita ingatkan, bersabarlah. Anak kita masih perlu
banyak belajar. Dan terkadang, belajar dari kesalahan adalah cara belajar yang
paling efektif dan akan teringat terus sepanjang masa. Kita harus selalu mencintai
anak kita apa adanya. Sesungguhnya, inti dari disiplin adalah cinta.Kita
menerapkan disiplin pada anak, karena kita benar-benar cinta pada mereka. Dan
tentunya disiplin memiliki banyak manfaat.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa disiplin merupakan sesuatu yang
bagian dalam hidup seseorang, yang muncul dalam pola tingkah lakunya
sehari-hari. Disiplin terjadi dan terbentuk sebagai hasil dan dampak proses pembinaan
cukup panjang yang dilakukan sejak dari dalam keluarga dan sekolah menjadi
tempat penting bagi pengembangan disiplin seseorang.
2.1.2.2 Manfaat Disiplin
Disiplin diperlukan oleh siapapun dan di manapun, begitupun seorang siswa
dia harus disiplin baik itu disiplin dalam menaati tata tertib sekolah, disiplin
dalam belajar di sekolah, disiplin dalam mengerjakan tugas, maupun disiplin
dalam belajar di rumah, sehingga akan dicapai hasil belajar yang optimal. Disiplin
berperan penting dalam membentuk individu yang berciri keunggulam. Menurut
Tu’u (2004:37) disiplin penting karena alasan berikut ini: 1) dengan disiplin yang
muncul karena kesadaran diri, siswa berhasil dalam belajarnya. Sebaliknya siswa
yang kerap kali melanggar ketentuan sekolah pada umumnya terhambat
optimalisasi potensi dan prestasinya; 2) tanpa disiplin yang baik, suasana sekolah
dan juga kelas menjadi kurang kondusif bagi kegiatan pembelajaran. Secara
positif disiplin memberi dukungan yang tenang dan tertib bagi proses
pembelajaran; 3) orang tua senantiasa berharap di sekolah anak-anak dibiasakan
dengan norma norma, nilai kehidupan, dan disiplin. Dengan demikian anak-anak
dapat menjadi individu yang tertib, teratur, dan disiplin; 4) disiplin merupakan
jalan bagi siswa untuk sukses dalam belajar dan kelak ketika bekerja.
Kesadaran pentingnya norma, aturan, kepatuhan, dan ketaatan merupakan
prasyarat kesuksesan seseorang. Sedangkan menurut Maman Rachman (1999)
1) memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang; 2)
membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan;
3) cara menyelesaikan tuntutan yang ingin ditunjukan peserta didik terhadap
lingkungannya; 4) untuk mengatur keseimbangan keinginan individu satu dengan
individu lainnya; 5) menjauhi siswa melakukan hal-hal yang dilarang sekolah; 6)
mendorong siswa melakukan hal-hal yang baik dan benar; 7) peserta didik belajar
hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, positif dan bermanfaat baginya dan
lingkungannya; 8) kebiasaan baik itu menyebabkan ketenangan jiwanya dan
lingkungannya.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa disiplin sangat penting dan
dibutuhkan oleh setiap siswa. Disiplin yang tumbuh secara sadar akan membentuk
sikap, perilaku, dan tata kehidupan yang teratur serta dapat berfungsi menjadikan
siswa sukses dalam belajar.
2.1.2.3 Fungsi Disiplin
Fungsi disiplin sangat penting untuk ditanamkan pada siswa, sehingga siswa
menjadi sadar bahwa dengan disiplin akan tercapai hasilbelajar yang optimal.
Fungsi disiplin menurut Tu’u (2004:38-44) adalah sebagai berikut:
a. Menata kehidupan bersama
Manusia merupakan mahluk sosial. Manusia tidak akan bisa hidup tanpa
batuan orang lain. Dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi pertikaian antara
sesama orang yang disebabkan karena benturan kepentingan, karena manusia
selain sebagai mahluk sosial ia juga sebagai mahluk individu yang tidak lepas dari
kepentingan pribadi dengan kepentingan bersama. Di sinilah pentingnya disiplin
untuk mengatur tata kehidupan manusia dalam kelompok tertentu atau dalam
masyarakat. Sehingga kehidupan bermasyarakat akan tentram dan teratur.
b. Membangun kepribadian
Kepribadian adalah keseluruhan sifat, tingkah laku yang khas yang dimiliki
oleh seseorang. Antara orang yang satu dengan orang yang lain mempunyai
kepribadian yang berbeda. Lingkungan yang berdisiplin baik sangat berpengaruh
terhadap kepribadian seseorang. Apalagi seorang siswa yang sedang tumbuh
kepribadiannya, tentu lingkungan sekolah yang tertib, teratur, tenang, dan tentram
sangat berperan dalam membangun kepribadian yang baik.
c. Melatih kepribadian yang baik
Kepribadian yang baik selain perlu dibangun sejak dini, juga perlu dilatih
karena kepribadian yang baik tidak muncul dengan sendirinya. Kepribadian yang
baik perlu dilatih dan dibiasakan, sikap perilaku dan pola kehidupan dan disiplin
tidak terbentuk dalam waktu yang singkat, namun melalui suatu proses yang
membutuhkan waktu lama.
d. Pemaksaan
Disiplin akan tercipta dengan kesadaran seseorang untuk mematuhi semua
ketentuan, peraturan, dan noma yang berlaku dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawab. Disiplin dengan motif kesadaran diri lebih baik dan kuat.Dengan
melakukan kepatuhan dan ketaatan atas kesadaran diri bermanfaat bagi kebaikan
dan kemajuan diri. Sebaliknya disiplin dapat pula terjadi karena adanya
disiplin masuk ke satu sekolah yang berdisiplin baik, maka ia terpaksa harus
menaati dan mematuhi tata tertib yang ada di sekolah tersebut.
e. Hukuman
Dalam suatu sekolah tentunya ada aturan atau tata tertib. Tata tertib ini
berisi hal-hal yang positif dan harus dilakukan oleh siswa.Sisi lainnya berisi
sanksi atau hukuman bagi yang melanggar tata tertib tersebut. Hukuman berperan
sangat penting karena dapat memberi motifasi dan kekuatan bagi siswa untuk
mematuhi tata tertib dan peraturan-peraturan yang ada, karena tanpa adanya
hukuman sangat diragukan siswa akan mematuhi paraturan yang sudah
ditentukan.
f. Menciptakan lingkungan yang kondusif
Disiplin di sekolah berfungsi mendukung terlaksananya proses kegiatan
pendidikan berjalan lancar. Hal itu dicapai dengan merancang peraturan sekolah,
yakni peraturan bagi guru-guru dan bagi para siswa, serta peraturan lain yang
dianggap perlu. Kemudian diimplementasikan secara konsisten dan konsekuen,
dengan demikian diharapkan sekolah akan menjadi lingkungan pendidikan yang
aman, tenang, tentram, dan teratur.
2.1.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Membentuk Disiplin
Perilaku disiplin tidak akan tumbuh dengan sendirinya, melainkan perlu
kesadaran diri, latihan, kebiasaan, dan juga adanya hukuman. Bagi siswa disiplin
belajar juga tidak akan tercipta apabila siswa tidak mempunyai kesadaran diri.
Siswa akan disiplin dalam belajar apabila siswa sadar akan pentingnya belajar
dalam lingkungan keluarga. Mulai dari kebiasaan bangun pagi, makan, tidur, dan
mandi harus dilakukan secara tepat waktu sehingga anak akan terbiasa melakukan
kegiatan itu secara kontinyu. Menurut Tu’u (2004:48-49) mengatakan ada empat
faktor dominan yang mempengaruhi dan membentuk disiplin yaitu:
a. Kesadaran diri
Sebagai pemahaman diri bahwa disiplin penting bagi kebaikan dan
keberhasilan dirinya.Selain itu kesadaran diri menjadi motif sangat kuat bagi
terwujudnya disiplin. Disiplin yang terbentuk atas kesadarn diri akan kuat
pengaruhnya dan akan lebih tahan lama dibandingkan dengan disiplin yang
terbentuk karena unsur paksaan atau hukuman.
b. Pengikutan dan ketaatan
Sebagai langkah penerapan dan praktik atas peraturan-peraturan yang
mengatur perilaku individunya. Hal ini sebagai kelanjutan dari adanya kesadaran
diri yang dihasilkan oleh kemampuan dan kemauan diri yang kuat.
c. Alat pendidikan
Untuk mempengaruhi, mengubah, membina, dan membentuk perilaku yang
sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau diajarkan.
d. Hukuman
Seseorang yang taat pada aturan cenderung disebabkan karena dua hal, yang
pertama karena adanya kesadarn diri, kemudian yang kedua karena adanya
hukuman. Hukuman akan menyadarkan, mengoreksi, dan meluruskan yang salah,
Tu’u (2004:49-50) menambahkan masih ada faktor-faktor lain yang
berpengaruh dalam pembentukan disiplin yaitu,
a. Teladan
Teladan adalah contoh yang baik yang seharusnya ditiru oleh orang lain.
Dalam hal ini siswa lebih mudah meniru apa yang mereka lihat sebagai teladan
(orang yang dianggap baik dan patut ditiru) daripada dengan apa yang mereka
dengar. Karena itu contoh dan teladan disiplin dari atasan, kepala sekolah dan
guru-guru serta penata usaha sangatberpengaruh terhadap disiplin para siswa.
b. Lingkungan berdisiplin
Lingkungan berdisiplin kuat pengaruhnya dalam pembentukan disiplin
dibandingkan dengan lingkungan yang belum menerapkan disiplin. Bila berada di
lingkungan yang berdisiplin, seseorang akan terbawa oleh lingkungan tersebut.
c. Latihan berdisiplin
Disiplin dapat tercapai dan dibentuk melalui latihan dan kebiasaan.Artinya
melakukan disiplin secara berulang-ulang dan membiasakannya dalam
praktik-praktik disiplin sehari-hari.
Sedangkan menurut Lemhanas (1997:15) terbentuknya disiplin karena
alasan berikut.
a. Disiplin tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan harus ditumbuhkan,
dikembangkan, dan diterapkan dalam semua aspek, menerapkan sanksi
serta dengan bentuk ganjaran dan hukuman sesuai dengan amal
b. Disiplin seseorang adalah produk sosialisasi sebagai hasil interaksi
dengan lingkungannya, terutama lingkungan sosial. Oleh karena itu,
pembentukan disiplin tunduk pada kaidah-kaidah proses belajar.
c. Dalam membentuk disiplin ada pihak yang memiliki kekuasaan lebih
besar, sehingga mampu mempengaruhi tingkah laku pihak lain karena
tingkah laku yang diinginkannya.
Menurut Syamsu Yusuf (2009:175) pada saat mengenalkan konsep-konsep
baik-buruk, benar-salah, atau menanamkan disiplin pada anak, orang tua dan guru
hendaknya memberikan penjelasan tentang alasannya.Seperti (1) mengapa
menggosok gigi sebelum tidur itu baik, (2) mengapa sebelum makan harus
mencucui tangan; atau (3) mengapa tidak boleh membuang sampah sembarangan.
Penanaman disiplin dengan disertai alasannya ini, diharapkan akan
mengembangkan self-control atau self discipline (kemampuan mengendalikan diri, atau mendisiplinkan diri berdasarkan kesadaran sendiri) pada anak. Apabila
penanaman disiplin ini tidak diiringi penjelasan tentang alasannya, atau bersifat
doktriner, biasanya akan melahirkan sikap disiplin buta, apalagi jika disertai
dengan perlakuan kasar.
Dari kajian-kajian menurut para tokoh di atas, peneliti dapat
mengembangkan dan menetapkan indikator-indikator yang dijadikan sebagai
acuan pembuatan kisi-kisi instrumen untuk mengukur tingkat kedisiplinan siswa.
Indikator kedisiplinan siswa menurut Prijodarminto (2004:31) meliputi:
1. Ketaatan
3. Ketertiban
2.1.3 Hubungan Pola Asuh Demokratis dengan Kedisiplinan Siswa
Kedisiplinan siswa dapat dipupuk sejak kecil. Salah satu cara efektif yang
dapat orang tua lakukan ialah dengan melatih anak untuk tidak melanggar suatu
aturan atau membiasakan hal-hal baik yang diajarkan orang tuanya. Dengan
demikian dapat melatih anak untuk berdisiplin diri.
Peran orang tua dalam membesarkan dan mengasuh anak bukanlah hal yang
sepele. Dibutuhkan kekompakan dan kompromi masing-masing orang tua dalam
mengawal dan mempraktikkan konsep dan tujuan pola asuh yang sesuai dengan
karakter anak. Peran aktif orang tua dalam pendidikan anak, telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
Bab IV Pasal 7 dimana, “Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan
pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan
anaknya. Dan orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan
pendidikan dasar kepada anaknya”. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk
menentukan masa depan anaknya, begitu pula dengan pembentukan karakter
dalam diri anak.
Pola asuh orang tua mempunyai pengaruh terhadap pembentukan karakter
anak, salah satunya ialah disiplin diri. Orang tua dapat mengembangkan pola asuh
secara positif untuk meningkatkan disiplin diri pada anak. Keterkaitan pola asuh
orang tua dengan anak berdisiplin diri dimaksudkan sebagai upaya dalam
meletakkan dasar-dasar disiplin kepada anak dan membantu mengembangkannya
Menurut Gordon (dalam Syamaun, 2012:28), mengajarkan anak untuk
disiplin diri merupakan salah satu ciri-ciri dari pola asuh demokratis. Pola asuh
demokratis merupakan pola asuh yang selalu mendahulukan kepentingan bersama,
dalam arti orang tua selalu mempertimbangkan segala sesuatu tanpa memaksakan
kehendak orang tua. Anak diberikan kebebasan di bawah pengawasan orang tua
dan dapat dipertanggung jawabkan secara moral. Sehingga apabila orang tua dapat
menerapkan pola asuh demokratis yang baik pada anak, dapat mengembangkan
sikap disiplin diri pada anak.
2.2 Kajian Empiris
Penelitian ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa
peneliti sebelumnya tentang pola asuh demokratis dan kedisiplinan. Adapun hasil
penelitian adalah sebagai berikut:
2.2.1 Penelitian yang telah dilakukan oleh Rizki Lestari dalam Jurnal Pendidikan yang berjudul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kedisiplinan Siswa Kelas
V Gugus I Hang Nadim Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru” dengan Vol. 2 No.
23 Tahun 2013, menunjukan ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang
tua otoriter, demokratis, permisif, dan abai dengan kedisiplinan siswa kelas V
Gugus I Hang Nadim Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru. Dimana pola asuh
otoriter memiliki > atau 5,6172> 1,671, pola asuh demokratis memiliki > atau
4,5738>1,671, pola asuh permisif memiliki > atau 3,9028 > 1,671,pola asuh abai
memiliki > atau 3,1071 > 1,671.
Anak Usia Sekolah (10-12 Tahun)” dengan Vol.1 Nomor 1 Tahun 2012, hasil
menunjukkan terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan konsep diri
anak usia sekolah (10-12 tahun) (x2=6.808; p=0.033). Pola asuh demokratis lebih
banyak didapatkan anak dengan konsep diri positif 73,3%, sedangkan pola asuh
otoriter dan permisif didapatkan lebih banyak anak dengan konsep diri negatif
yaitu 18,9% dan 28,4%. Saran diberikan kepada para orang tua agar menerapkan
pola asuh demokratis dimana anak 10-12 tahun dengan konsep diri positif
terbanyak didapatkan dari pola asuh tersebut, pihak sekolah dan orang tua
diharapkan mampu berkolaborasi untuk meningkatkan prestasi siswa sesuai minat
dan kemampuannya, pada perawat komunitas diharapkan dengan perannya di
masyarakat dapat membantu menemukan masalah dan memberikan pendidikan
kesehatan terkait pola asuh orang tua dan konsep diri anak,
2.2.3 Penelitian yang dilakukan oleh Rengga Indrawati dan Ali Maksum yang berjudul “Peningkatan Perilaku Disiplin Siswa Melalui Pemberian Reward dan
Punishment dalam Pembelajaran Penjasorkes pada Siswa Kelas XII IPS 1 SMA
Negeri 1 Lamongan” dengan Vol 01 No. 02 Tahun 2013. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa tingkat perilaku disiplin siswa
meningkat dengan memenuhi seluruh indikator yang ditetapkan sebagai penyusun
instrumen sebesar 84,96% dari batas minimal yang ditetapkan sebesar 75%.
Maka, secara umum dapat disimpulkan bahwa penerapan pemberian reward dan
punishment dalam pembelajaran penjasorkes dapat meningkatkan perilaku disiplin
2.2.4 Penelitian yang dilakukan oleh Veny Iswantiningtyas dalam Jurnal Pendidikan yang berjudul “Pola Asuh Orang Tua Demokratis, Kreativitas dan
Adversity Quotient Remaja” tahun 2012, Vol. 1 No.1 menunjukkan hasil analisis
korelasi pola asuh orang tua demokratis dengan Ownership R = 0,269, F = 17,923,
p = 0,000 (p < 0,01) menunjukkan ada hubungan positif yang sangat signifikan
antara pola asuh orangtua demokratis dengan Ownership. Hasil analisis korelasi
pola asuh orangtua demokratis dengan Reach R = 0,174, F = 7,165, p = 0,008 (p <
0,01) menunjukkan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara pola asuh
orangtua demokratis dengan Reach. Hasil analisis korelasi pola asuh orangtua
demokratis dengan Endurance R = 0,107, F = 2,678, p = 0,103 (p > 0,05)
menunjukkan tidak ada hubungan antara pola asuh orangtua demokratis dengan
Endurance.
2.2.5 Dalam sebuah Jurnal Daya Matematis dengan judul “Pengaruh Pola Asuh Demokratis, Interaksi Sosial Teman Sebaya, Kecerdasan Emosional dan Efikasi
Diri Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMPN Se Kecamatan
Manggala di Kota Makassar”, penelitian yang dilakukan oleh Suharti, dkk. (Vol.3
No. 1 Maret 2015) dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) pola asuh
demokratis berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII
SMPN se-Kecamatan Manggala di kota Makassar baik secara langsung maupun
tidak langsung melalui kecerdasan emosional dan efikasi diri, (2) interaksi social
teman sebaya berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika siswa kelas
VIII SMPN se Kecamatan Manggala di kota Makassar baik secara langsung
2.2.6 Penelitian yang dilakukan oleh Fitria Rahmawati dengan judul “Hubungan
Antara Pola Asuh Orang Tua dan Kebiasaan Belajar Terhadap Prestasi Belajar
Siswa SD Kelas IV Semester Genap di Kecamatan Melaya-Jembrana (Vol:2 No.1
Tahun 2014) menunjukkan hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat
hubungan yang signifikan pola asuh orang tua terhadap prestasi belajar siswa
dengan kontribusi sebesar 18,23%, (2) terdapat hubungan yang signifikan
kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar siswa dengan kontribusi sebesar 10,6%,
(3) secara bersama-sama terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh
orang tua dan kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar siswa dengan kontribusi
sebesar 70,56% dengan kategori sangat kuat. Berdasarkan hasil penelitian,
disimpulkan bahwa pola asuh orang tua dan kebiasaan belajar mempengaruhi
prestasi belajar siswa.
2.2.7 Hasil penelitian oleh Muka Dalas, Emosda, Ekawarna yang dipublikasikan oleh Universitas Jambi (vol.2 No.1 Maret 2012) dengan judul “Pola Asuh Orang
Tua Demokratis, Interaksi Edukatif, dan Motivasi Belajar Siswa”. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa, terdapat hubungan yang positif dan signifikan
antara Pola Asuh Orang Tua Demokratis dengan Motivasi Belajar Siswa. Dalam
hal ini Pola Asuh Orang Tua Demokratis memberikan pengaruh yang sedang
terhadap peningkatan motivasi Belajar Siswa, semakin baik. Besaran hubungan
yang didapat adalah r= 0,559 dengan arah positif dan tingkat hubungan “Sedang”.
2.2.8 Dalam Jurnal Internasional yang berjudul “Parental Personality, Parenting
and Toddlers, Externalising Behaviours”, penelitian yang dilakukan oleh C. Van
orangtua tentang hubungan antara orangtua kepribadian dan perilaku
eksternalisasi balita. Peserta 112 anak laki-laki dan mereka orang tua. Data
dianalisis dengan menggunakan pemodelan multilevel dan dimoderatori
mediasianalisis.Beberapa asosiasi yang ditemukan antara kepribadian orang tua
dan orang tua ukuran.Selain itu, beberapa dimensi pengasuhan dikaitkan dengan
anak-anak eksternalisasi perilaku. Kestabilan emosi adalah satu-satunya ciri
kepribadian orang tua yang terkait dengan perilaku eksternalisasi anak-anak.
Pengaruh stabilitas emosional ibu pada perilaku agresif anak-anak tampaknya
dimediasi oleh dukungan ibu. Untuk ayah, tampaknya ada efek langsung dari
stabilitas emosional pada anak-anak yang agresif perilaku. Selain itu, untuk kedua
ibu dan ayah, kestabilan emosi langsungterkait dengan masalah perhatian
anak-anak .
2.2.9 Dalam jurnal Internasional yang berjudul “The Role Parenting Styles in
Enhancing or Hindering Children’s Performance in Preschool Activities”.
Penelitian yang dilakukan oleh Benard Litali. Mwoma pada tahun 2013 dengan
Vol.4 No.22 menunjukkan hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara gaya
pengasuhan dan kinerja anak-anak dalam kegiatan prasekolah. Ada hubungan
yang signifikan antara pola pengasuhan Authoritatif atau demokratis dan kinerja
anak-anak di mana r = 0,882 dan p = 0,00<0,01, gaya pengasuhan otoriter
berkorelasi negatif dengan kinerja anak-anak dalam kegiatan kurikulum di mana r
= -0,261 dan p = 0,002<0,01. Tidak ada hubungan yang signifikan antara pola
pengasuhan secara signifikan mempengaruhi kinerja anak-anak di kegiatan
kurikulum prasekolah.
2.2.10 Penelitian yang dilakukan oleh Del Toro, Monica tahun 2011 yang berjudul “Parental Discipline Style: A Study of its Effect on the Development of Young
Adults at The University Level” McNair Scholars Research Journal Vol.7: iss 1
menunjukkan hasil bahwa adanya hubungan positif pola asuh demokratis
dengandisiplin. Ketika meneliti hubungan antaranegosiasi menggunakan korelasi
dengan kuesioner pola asuh demokratis, hasilnya adalah korelasi positif antara
penggunaan negosiasi dan memiliki seorang ibu yang demokratis (r = 0,73, p =
<0,001) dan korelasi positif antara penggunaan disiplin keras dan memiliki
seorang ayah demokratis (r = 0,66, p = <0,001).
2.3 Kerangka Berpikir
Sugiyono (2015:91) menyatakan bahwa kerangk berpikir merupakan sintesa
tentang hubungan antara variabel yang disusun dari berbagai teori yang
dideskripsikan. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pola asuh demokratis,
dan variabel terikat dalam penelitian ini adalah kedisiplinan siswa.
Selain sekolah dan lingkungan, orang tua juga berperan sangat penting
dalam hal pembentukan karakter anak, salah satunya dalam hal kedisiplinan. Pola
asuh orang tua yang baik akan membentuk karakter yg baik pula pada diri anak,
seperti halnya orang tua mengajarkan anaknya berlaku disiplin, maka anak akan
terbiasa dengan hal itu. Pada orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis,
contoh dengan orang tua dapat menerima, kooperatif, dan terbuka dengan anak,
dalam menghadapi masalah anak-anak, mengajarkan anak untuk mengembangkan
tanggung jawab atas perilaku dan tindakannya, bersikap akrab dan adil, tidak
cepat menyalahkan, memberikan kasih sayang dan kemesraan kepada anak. Maka
secara tidak langsung anak akan terbiasa dengan apa yang sudah diajarkan orang
tua mereka, termasuk dalam mengembangkan disiplin diri.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis dapat membuat suatu kerangka
berpikir sebagai berikut untuk mencari bagaimana arah hubungan pola asuh
demokratis dengan kedisiplinan siswa:
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian kajian pustaka, kajian empiris dan kerangka berpikir di
atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: POLA ASUH DEMOKRATIS
Indikator:
1. Ada kerjasama antara anak dan orang tua
(Suyanto(2010:94)) 2. Ada control dari orang tua
yang tidak kaku (Suyanto(2010:94)) 3. Ada bimbingan dan pengarahan dari orag tua
(Suyanto(2010:94)) 4. Mengajarkan anak mengembangkan disiplin (Gordon (dalam Syamaun
2012:28)) 5. Mentolerir jika anak melakukan kesalahan (Djamarah
Hipotesis nol (H0) : Tidak ada hubungan yang signifikan antara pola asuh
demokratis dengan kedisiplinan siswa Kelas V SDN
Gugus Melati Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara
Hipotesis alternatif (Ha): Terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh
demokratis dengan kedisiplinan siswa Kelas V SDN
Gugus Melati Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara
2.5 Definisi Operasional
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang menggunakan komunikasi dua
arah. Kedudukan antara orang tua dan anak dalam berkomunikasi sejajar. Suatu
keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan (keuntungan) kedua belah
pihak (win-win solution). Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab
(Helmawanti, 2014:139).
Kedisiplinan merupakan perilaku mematuhi aturan baik yang dibuat oleh
diri sendiri maupun di luar diri baik keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat,
bernegara maupun beragama. Disiplin juga merujuk pada kebebasan individu
untuk tidak bergantung pada orang lain dalam memilih, membuat keputusan,
tujuan, melakukan perubahan perilaku, pikiran maupun emosi sesuai dengan
36
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
JENIS DAN DESAIN PENELITIAN
3.1.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan yaitu penelitian kuantitatif. Sugiyono
(2010:14) mengemukakan bahwa penelitian kuantitatif adalah metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada
populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya
dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian,
analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis
yang telah ditetapkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh demokratis
dengan kedisiplinan siswa Kelas V SD Negeri Gugus Melati Kecamatan Bangsri
Kabupaten Jepara.
3.1.2 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian korelasional yaitu dengan
melihat hubungan antara pola asuh demokratis dengan kedisiplinan siswa Kelas V
SD Negeri Gugus Melati Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara. Arikunto
(2010:4) menjelaskan “penelitian korelasi adalah penelitian yang dilakukan oleh
melakukan perubahan, tambahan, atau manipulasi terhadap data yang memang
sudah ada.”
Desain penelitian menurut Sugiyono (2015:18), yaitu:
Bagan 3.1: desain penelitian Keterangan:
X = Pola Asuh Demokratis
Y = Kedisiplinan Siswa
3.1.3 ProsedurPenelitian
Prosedur atau langkah-langkah penelitian menurut Arikunto (2013: 61)
adalah:
1. Memilih masalah.
2. Studi pendahuluan.
3. Merumuskan masalah.
4. Merumuskan anggapan dasar.
5. Merumuskan hipotesis.
6. Memilih pendekatan.
7. Menentukan variabel dan sumber data.
8. Menentukan dan menyusun instrumen.
9. Mengumpulkan data.
10. Analisis data.
11. Menarik kesimpulan.
12. Menulis laporan.
3.2
SUBYEK, LOKASI, DAN WAKTU PENELITIAN
3.2.1 Subjek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri di Gugus Melati,
Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara.
3.2.2 Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kelas V Sekolah Dasar Negeri di Gugus Melati,
Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara.
3.2.3 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni2016, dengan rincian
sebagai berikut:
a. Tahap awal
Tahap awal meliputi pengajuan identifikasi masalah, penyusu