PENERAPAN FUNGSI DISKRIMINAN DALAM DETEKSI DINI
PENENTUAN STATUS MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH
(Studi Kasus : Kawasan Usaha Ternak Cibungbulang,
Kabupaten Bogor Tahun 2010-2011)
I DEWA GEDE RICHARD ALAN AMORY
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Penerapan Fungsi Diskriminan dalam Deteksi Dini Penentuan Status Mastitis Subklinis pada Sapi Perah adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2012
ABSTRACT
I DEWA GEDE RICHARD ALAN AMORY. Discriminant Function in Early Warning Status Determination of Subclinical Mastitis in Dairy Cattle. Under direction of MUHAMMAD NUR AIDI and ETIH SUDARNIKA.
Discriminant analysis is one of the multivariate analysis are used to classify objects into groups based on a set of variables. Mastitis is a major problem the dairy farm business because it can decrease milk production in large quantities. Preventive measures can be done using the techniques of early warning of mastitis, mainly for subclinical mastitis disease. The purpose of study is to estimate a model of early warning of subclinical mastitis in dairy casbased on the composition of somatic cells in the colostrum by using discriminant analysis and determine the types of somatic cells is most effective in the estimation model. The results obtained a model of early warning of subclinical mastitis in dairy cows based on the composition of somatic cells in the colostrum to the discriminant function, as follows:
= −79.452 + 1.666 −0.766 −2.398 + 2.021 + 1.361
+ 1.359 + 1.691 + 0.333 −1.714 + 0.489 + 0.119
+ 0.099
with test of sensitivity and specificity of each worth 97.5% and 100%. The best variable could classify the status of subclinical mastitis in dairy cows is L6 (the percentage composition of lymphosyit cell content of colostrum during 6th day) with the value of sensitivity and specificity respectively by 80% and 100%.
RINGKASAN
I DEWA GEDE RICHARD ALAN AMORY. Penerapan Fungsi Diskriminan dalam Deteksi Dini Penentuan Status Mastitis Subklinis pada Sapi Perah. Dibimbing oleh MUHAMMAD NUR AIDI dan ETIH SUDARNIKA.
Analisis diskriminan merupakan salah satu teknik analisis peubah ganda yang dipergunakan untuk mengelompokan individu atau objek ke dalam suatu kelompok berdasarkan sekumpulan peubah-peubah. Mastitis merupakan masalah utama dalam tata laksana usaha peternakan sapi perah karena dapat menurunkan produksi susu dalam jumlah besar. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan menggunakan teknik deteksi mastitis dini, terutama untuk penyakit mastitis subklinis. Pendugaan kejadian mastitis subklinis dapat dilakukan dengan melihat komposisi sel somatik pada masa awal laktasi (masa kolostrum). Sehingga pendugaan tersebut diharapkan dapat memprediksi kemungkinan kejadian mastitis subklinis dengan perbandingan gambaran secara umum sel somatik pada masa laktasi normal. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pendugaan model pendeteksian dini mastitis subklinis pada sapi perah berdasarkan komposisi sel somatik pada masa kolostrum dengan mengunakan analisis diskriminan, memilih fungsi diskriminan terbaik dengan metode diskriminan bertatar, dan menentukan jenis sel somatik manakah yang paling efektif dalam pendugaan model tersebut. Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh model pendeteksian dini mastitis subklinis pada sapi perah berdasarkan komposisi sel somatik pada masa kolostrum dengan fungsi diskriminan, sebagai berikut :
= −79.452 + 1.666 −0.766 −2.398 + 2.021 + 1.361
+ 1.359 + 1.691 + 0.333 −1.714 + 0.489 + 0.119
+ 0.099
dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas masing-masing bernilai 97.5% dan 100%. Peubah persentase komposisi kandungan sel limfosit pada masa kolostrum hari keenam (L6) merupakan sel somatik terbaik dalam mendiagnosa deteksi dini status mastitis subklinis pada sapi perah dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas masing-masing sebesar 80% dan 100%.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
PENERAPAN FUNGSI DISKRIMINAN DALAM DETEKSI DINI
PENENTUAN STATUS MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH
(Studi Kasus : Kawasan Usaha Ternak Cibungbulang,
Kabupaten Bogor Tahun 2010-2011)
I DEWA GEDE RICHARD ALAN AMORY
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Statistika pada
Departemen Statistika
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Penerapan Fungsi Diskriminan dalam Deteksi Dini Penentuan Status Mastitis Subklinis pada Sapi Perah
(Studi Kasus : Kawasan Usaha Ternak Cibungbulang, Kabupaten Bogor Tahun 2010-2011)
Nama : I Dewa Gede Richard Alan Amory
NIM : G14080090
Menyetujui :
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, M.S. Dr. Ir. Etih Sudarnika, M.Si.
NIP : 19600818 198903 1 004 NIP : 19680821 199402 2 001
Mengetahui :
Ketua Departemen Statistika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.Si. NIP : 19650421 199002 1 001
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah biostatistika, dengan judul Penerapan Fungsi Diskriminan dalam Penentuan Status Deteksi Dini Mastitis Subklinis pada Sapi Perah. Penulisan karya ilmiah ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Statistika pada Departemen Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, M.S, selaku ketua pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Etih Sudarnika, M.Si selaku anggota komisi pembimbing, yang dengan tulus memberikan bimbingan, nasehat, dorongan semangat serta rela mengorbankan waktu selama penelitian sampai penulisan skripsi. Dengan penuh rasa hormat penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Yenni Angraini, S.Si, M.Si atas kesediaannya menjadi penguji luar komisi yang telah meluangkan waktu untuk menelaah skripsi ini dan selaku pembimbing akademik beserta seluruh staf pengajar yang telah mencurahkan waktu, tenaga dan pikiran dalam menyampaikan ilmu, bimbingan dan arahan selama penulis menempuh pendidikan.
Penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.Si selaku ketua Departemen Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada tenaga penunjang pendidikan Departemen Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor atas segala bantuan yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan, penelitian dan penulisan skripsi, khususnya Ibu Siti Markonah dan Ibu Aat Atnah S.Sos.
Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Maya Masita Novianti, M.Si yang telah memberi kesempatan penggunaan data hasil penelitian tesisnya yang berjudul Pendugaan Mastitis Subklinis pada Sapi Perah Berdasarkan Komposisi Sel Somatik dalam Masa Kolostrum serta masukan-masukan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada teman-teman seperjuangan, khususnya Mia Amelia, Lukman Maulana Yusuf, Metha Naomi Putri Sipayung, Hadi Septian Guna Putra, Anita Pratiwi, Nursyita Purnami, Aisyah Fitasari, Anna Fauziyah, Dinia Wihansah, Betha Sri Ambarwati, dan rekan-rekan STK 2008 atas kekompakan, kesetiakawanan, dan dukungannya. Kepada kakak-kakak dalam pelayanan anak Zebaoth Bogor penulis mengucapkan rasa terima kasih, terutama Kak Julena M. Latumahina, Kak Elsye T. Tatilu, Kak Liska A. Tatilu atas doa, semangat, dan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.
Kepada mama, embah, adik-adik tercinta dan seluruh keluarga besar, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya, atas doa restu, bimbingan, didikan, dorongan semangat dan kasih sayangnya yang diberikan selama ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu diucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini belum sempurna. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis mengharapkan kepada seluruh pembaca untuk memberikan saran yang bermanfaat demi kesempurnaan karya tulis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan dan demi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.`
.
Bogor, September 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Denpasar pada tanggal 25 Januari 1991. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Jenjang pendidikan penulis dimulai pada tahun 1995 di SD Negeri 2 Ubud. Penulis mengenyam pendidikan selanjutnya pada tahun 2002 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Ubud kemudian berhasil menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Gianyar. Penulis terdaftar menjadi mahasiswa IPB di Departemen Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam melalui Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Nasional (SNMPTN) tahun 2008.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... Tujuan Penelitian ... 1 1 TINJAUAN PUSTAKA ... 1
Analisis Diskriminan... Analisis Diskriminan Fisher... Analisis Diskriminan Bertatar ... Uji Kenormalan Ganda ... Uji Kehomogenan Matriks Peragam ... Uji Kesamaan Vektor Rata-rata ... Apparent Error Rate,Sensitivitas, dan Spesifisitas... Mastitis Subklinis ... Jumlah dan Komposisi Sel Somatik ... 1 2 3 3 4 4 4 5 6 BAHAN DAN METODE... 6
Bahan ... Metode ... 6 7 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 8
Eksplorasi data ... Uji Kenormalan Ganda ... Uji Kehomogenan Matriks Peragam ... Analisis Diskriminan ... Fungsi Diskriminan Awal ... Fungsi Diskriminan dengan Analisis Diskriminan Bertatar ... Nilai PembatasPeubah-peubah ... 8 9 9 9 9 10 11 SIMPULAN DAN SARAN ... 12
Simpulan ... Saran ... 12 12 DAFTAR PUSTAKA ... 13
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kesalahan klasifikasi ... 4
2 Keterangan peubah ... 6
3 Kesalahan klasifikasi fungsi diskriminan awal ... 10
4 Kesalahan klasifikasi fungsi diskriminan bertatar ... 11
5 Kesalahan klasifikasi dengan nilai pembatas peubah L6 ... 11
6 Kesalahan klasifikasi dengan nilai pembatas peubah N1 ... 12
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Mastitis subklinis disebabkan Staphylococcus aureus pada sapi perah laktasi umur lima tahun ... 5
2 Perbedaan bentuk sel somatik dalam pembuluh darah... 6
3 Persentase status mastitis subklinis ... 8
4 Rata-rata perubahan persentase komposisi kandungan sel limfosit pada masa kolostrum ... 8
5 Rata-rata perubahan persentase komposisi kandungan sel monosit pada masa kolostrum ... 8
6 Rata-rata perubahan persentase komposisi kandungan sel neutrofil pada masa kolostrum ... 8
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Struktur data untuk analisis diskriminan ... 15
2 Statistika deskriptif peubah ... 16
3 Plot nilai khi-kuadrat dengan jarak mahalanobis pada setiap status mastitis subklinis.. 18
4 Uji kesamaan vektor rata-rata ... 19
5 Nilai koefisien pada fungsi diskriminan ... 20
6 Statistik deskriptif nilai APER, sensitivitas, dan spesifisitas ... 21
PENDAHULUAN perubahan fisik berupa peradangan serta pembengkakan ambing sapi, serta perubahan susunan air susu dan disertai atau tanpa disertai patologis pada kelenjar mammae (Subronto 1985). Staphylococcus aureus dan Streptococcus agalactiae merupakan bakteri penyebab utama mastitis pada sapi perah. Mastitis tetap menjadi masalah utama dalam tata laksana usaha peternakan sapi perah karena dapat menurunkan produksi susu per kuartir per hari antara 9-45.5% (Sudarwanto
1999, diacu dalam Novianti 2011).
Pengobatan secara tuntas sulit dilaksanakan dan memerlukan biaya besar. Tindakan
pencegahan dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik deteksi dini terhadap penyakit mastitis, terutama untuk penyakit mastitis subklinis, yaitu mastitis yang tidak disertai gejala klinis pada ambing dan perubahan fisik susu yang dihasilkannya. Kerugian yang diakibatkan perubahan fisik susu ialah penurunan kualitas susu yang mengakibatkan penolakan susu mencapai 30-40% sehingga berpengaruh terhadap kualitas produk olahannya, seperti : keju (Sudarwanto 1982; Hirst et al. 1984, diacu dalam Novianti 2011).
Pendugaan kejadian mastitis subklinis dapat dilakukan dengan melihat komposisi sel somatik pada masa awal laktasi (masa kolostrum). Pendugaan tersebut diharapkan dapat memprediksi kemungkinan kejadian mastitis subklinis dengan perbandingan gambaran secara umum sel somatik pada masa laktasi normal. Pada masa laktasi normal sapi perah yang mengalami mastitis subklinis memiliki jumlah sel somatik yang lebih tinggi, dengan jumlah sel somatik > 400.000 sel somatik/ml (Sudarwanto & Sudarnika 2008).
Klasifikasi status mastitis subklinis pada sapi perah dalam penelitian ini menggunakan penerapan analisis diskriminan. Analisis diskriminan merupakan salah satu teknik analisis peubah ganda yang dipergunakan untuk mengelompokan individu atau objek ke
dalam suatu kelompok berdasarkan
sekumpulan peubah-peubah (Johnson &
Wichern 2007). Berdasarkan hasil
penggelompokan diperoleh suatu fungsi pembeda yang dapat memisahkan kedua kelompok status mastitis subklinis pada sapi
perah berdasarkan komposisi sel somatik dalam masa kolostrum, serta menunjukkan faktor apa saja yang membedakan status mastitis subklinis positif atau negatif.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pendugaan model pendeteksian dini mastitis subklinis pada sapi perah berdasarkan komposisi sel somatik pada masa kolostrum dengan mengunakan analisis diskriminan, memilih fungsi diskriminan terbaik dengan metode diskriminan bertatar, serta menentukan jenis sel somatik dan waktu pendeteksian yang paling efektif dalam pendugaan model tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA Analisis Diskriminan
Analisis diskriminan adalah teknik
statistika yang dipergunakan untuk
mengklasifikasikan suatu individu atau observasi ke dalam suatu kelas atau kelompok
berdasarkan sekumpulan peubah-peubah
(Johnson & Wichern 2007; Santoso 2010). Tujuan utama dari analisis diskriminan adalah
mendapatkan fungsi diskriminan yang
digunakan untuk memisahkan atau pun dapat juga untuk mengelompokkan populasi (Johson & Wichern 2007). Terdapat dua asumsi utama yang harus diperhatikan dalam penggunaan analisis diskriminan, yaitu:
1. Sejumlah p peubah penjelas menyebar mengikuti sebaran normal ganda.
2. Matriks ragam-peragam peubah penjelas berukuran p x p pada kedua kelompok harus sama (homogen), apabila tidak homogen maka yang dibentuk adalah fungsi diskriminan kuadratik.
(Johnson & Wichern 2007; Hair et al. 2010) Fungsi diskriminan merupakan kombinasi linear dai peubah-peubah yang diamati dan akan memberikan nilai sedekat mungkin bagi observasi-observasi dalam kelompok yang sama dan sebaliknya nilai sebesar mungkin bagi observasi-observasi antar kelompok yang berbeda (Hair et al. 2010). Model umum
analisis diskriminan merupakan suatu
kombinasi linear yang bentuknya sebagai berikut :
= + + ⋯+ + ⋯+
Keterangan :
i = 1, 2, 3, ... , n j = 1, 2, 3, ... , p Di = nilai diskriminan dari observasi ke-i
Xij = peubah ke-j dari observasi ke-i (Supranto 2004)
Analisis Diskriminan Fisher
Fungsi diskriminan Fisher dibangun berdasarkan asumsi bahwa selain kedua kelompok menyebar normal ganda yang masing-masing mempunyai vektor rataan
, juga mempunyai matriks
ragam-peragam yang sama (homogen) artinya
Σ= Σ = Σ . Apabila kehomogenan matriks kovarian tidak terpenuhi, akan menyebabkan
fungsi atau model yang diperoleh
menunjukkan hubungan yang kurang tepat antara peubah bebas dengan hasil diskriminan. Peubah bebas dapat diasumsikan atau tidak berdistribusi normal, namun akan lebih baik apabila diasumsikan berdistribusi normal sehingga dapat diperoleh fungsi diskriminan yang memiliki ketepatan mengelompokkan lebih baik.
Sebelum melakukan analisis diskriminan lanjutan, dilakukan terlebih dahulu uji asumsi. Salah satu uji asumsi terhadap kenormalan data adalah dengan menggunakan plot khi-kuadrat dengan jarak mahalanobis. Sedangkan untuk menguji asumsi kehomogenan matriks ragam-peragam salah satunya dengan uji Box’s M. Selain melakukan kedua uji asumsi dapat pula diuji beda 2 vektor rataan, salah satunya dengan menggunakan T2 Hotelling yang berguna untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang nyata antara kelompok yang terbentuk dari masing-masing variabel bebas.
Andaikan ada n obsevasi dari g kelompok dengan masing-masing berukuran n1, n2, ... ,ng dan masing-masing observasi diamati p peubah, seperti pada Lampiran 1. Dari n1 amatan pada kelompok 1 dan n2 amatan pada
kelompok 2 terhadap p peubah acak
X1,X2,...,Xp dengan matriks data untuk dua kelompok tersebut yaitu :
=
⋮ = ⋮
(Johnson & Wichern 2007) Dari matriks data tersebut lalu dibuat vektor rataan contoh dan matriks ragam-peragam contoh kelompok 1 dan 2, sebagai berikut :
1
(Johnson & Wichern 2007) Dengan mengasumsikan matriks koragam pada kedua kelompok adalah sama yaitu , maka dibuat penduga tak bias dari yang merupakan kombinasi dari matriks ragam-peragam contoh S1 dan S2, yaitu
(Johnson & Wichern 2007) Lalu mendefinisikan matriks ragam-peragam dalam kelompok ialah W,
1
dan matriks ragam-peragam antar kelompok dinotasikan B,
sehingga T merupakan matriks ragam-peragam total,
(Johnson & Wichern 2007)
Misalkan fungsi diskriminan yang
terbentuk ialah vektor koefisien dari fungsi diskriminan, yaitu dengan membandingkan antara matriks ragam-peragam antar kelompok dengan matriks ragam-peragam dalam kelompok, sehingga
' terhadap ai dan sama dengan nol, diperoleh
' '
'
Dengan menyelesaikan persamaan berikut, 1
|WBiI| 0
akan diperoleh nilai ciri tidak nol λi dan vektor
ciri ai yang membuat persamaan (2)
maksimum. Vektor ciri ai merupakan vektor
koefisien dalam pembentukan fungsi
diskriminan pada persamaan (1). Nilai koefisien a merupakan koefisien optimum sehingga jarak antara dengan terpisah
sejauh mungkin, dengan = ′ ̅ dan
= ′ ̅ , sehingga untuk mendapatkan a optimum dilakukan dengan memaksimumkan jarak kuadrat vektor rata-rata dilakukan dengan memaksimumkan rasio | ′ ̅ − ′ ̅ |
dengan matriks ragam-peragam dalam
kelompok.
Maks = | ′ ̅ − ′ ̅ |
′
sehingga didapatkan nilai optimum yaitu
= ( ̅ − ̅ )
Persamaan fungsi diskriminan linear Fisher (D) menjadi
= ( ̅ − ̅ )
Keterangan :
̅ = vektor rataan kelompok ke-1
̅ = vektor rataan kelompok ke-2 = vektor pengamatan
S = matriks ragam-peragam
(Johnson & Wichern 2007) Fungsi diskriminan linear yang terbentuk, kemudian digunakan untuk memasukkan objek baru, misalkan = ( , … , ) ke dalam salah satu kelompok dari dua kelompok yang ada. Pertama yang harus dilakukan adalah membentuk nilai tengah vektor rataan dari dua kelompok dengan menggunakan vektor koefisien a, yaitu :
= ( ̅ − ̅ ) ̅ = ̅
dan
= ( ̅ − ̅ ) ̅ = ′ ̅
Keterangan :
= nilai diskriminan kelompok ke-1 = nilai diskriminan kelompok ke-2
(Santoso 2004)
Pengklasifikasian observasi ke dalam
kelompok satu jika = ( ̅ − ̅ ) ≥
sebaliknya pengalokasian observasi ke dalam
kelompok dua jika = ( ̅ − ̅ ) < ,
Z merupakan nilai untuk pemisah (cutting score). Nilai Z dirumuskan sebagai berikut:
= ( + ) jika =
= ( ) jika ≠
Keterangan
= jumlah observasi pada kelompok ke-1 = jumlah observasi pada kelompok ke-2 (Santoso 2004)
Analisis Diskriminan Bertatar
Menurut Dillon & Goldstein (1984) analisis diskriminan bertatar (stepwise discriminant) digunakan apabila dalam suatu penelitian menggunakan banyak peubah maka untuk efisiensi dalam menentukan peubah mana yang berperan. Prosedur ini digunakan untuk menghilangkan informasi dari peubah bebas yang kurang berguna dalam membentuk fungsi diskriminan. Analisis diskriminan bertatar dimulai dengan pemilihan peubah satu persatu ke dalam model, dimulai dari peubah yang paling dapat mendiskriminasi kelompok
dengan baik, kemudian peubah bebas
berikutnya yang bila dikombinasikan dengan peubah bebas awal dapat meningkatkan
kemampuan diskriminasi. Prosedur ini
berlanjut sampai seluruh peubah bebas telah
dipertimbangkan kombinasinya dengan
kriteria perbaikan kemampuan model
diskriminan. Kriteria dalam pemilihan peubah yang dapat diikutsertakan dalam pembentukan fungsi diskriminan, yaitu: peubah yang memiliki nilai F parsial terbesar. Dillon & Goldstein (1984) menyarankan penggunaan taraf yang digunakan dalam interval 0.10 sampai 0.25. Penggunaan taraf nyata yang lebih kecil dari 0.10 dapat mengakibatkan proses pemilihan peubah pada analisis diskriminan bertatar akan cepat berhenti.
Uji Kenormalan Ganda
Plot nilai khi-kuadrat dengan jarak mahalanobis merupakan satu diantara teknik
untuk mengevaluasi kenormalan ganda.
d12≤ d22≤ d32≤ ... ≤ dn2 terhadap kuantil
k = nilai peringkat jarak mahalanobis
̅ = vektor pengamatan ke-i
̅ = vektor rataan peubah
S = matriks ragam-peragam
(Johnson & Wichern 2007) Kriteria pemenuhan asumsi dilakukan secara visual yaitu jika plot membentuk garis lurus berarti data dapat didekati sebaran normal (Johnson & Wichern 2007).
Uji Kehomogenan Matriks Peragam Menurut Morisson (1967) untuk pengujian
kehomogenan matriks peragam dapat
dilakukan dengan uji Box’s M.
1 g = banyaknya kelompok
Hipotesis yang diuji dalam pengujian kehomogenan matriks peragam ialah
∶ Σ = Σ = ⋯= Σ
∶Minimal ada pasangan i,j dimana Σ ≠Σ
Daerah penolakan untuk hipotesis nol dapat dihampiri dengan menggunakan sebaran
Khi-kuadrat, sebagai berikut: > ,
dengan derajat bebas = ( −1) ( + 1) .
Uji Kesamaan Vektor Rata-rata
Misalkan ̅ dan ̅ merupakan vektor rataan contoh untuk dua kelompok, sedangkan S adalah matriks ragam-peragam kombinasi dari dua kelompok contoh, yang merupakan
penduga dari . Memaksimumkan
diskriminasi dilakukan dengan pengujian rataan dari dua kelompok, menggunakan statistik F.
∶ µ = µ
∶ µ ≠µ
Dengan menetapkan vektor koefisien
= ( ̅ − ̅ ) yang memaksimum
perbandingan kuadrat jarak dari dua vektor rataan contoh dan matriks ragam-peragam contoh, maka dibuat statistik T2.
2
H0 pada taraf nyata , maka antara kelompok satu dan dua berasal dari dua populasi yang
berbeda (heterogen). Sehingga fungsi
diskriminan bisa disusun untuk mengkaji
hubungan antar kelompok serta untuk
mengelompokkan objek ke dalam satu dari dua kelompok tersebut (Johnson & Wichern 2007).
Apparent Error Rate, Sensitivitas, dan Spesifisitas
Apparent Error Rate (APER) merupakan nilai dari besar kecilnya jumlah observasi yang salah dalam pengklasifikasian berdasarkan suatu fungsi klasifikasi (Johnson & Wichern 2007). Perhitungan APER dapat dihitung dengan bantuan tabel klasifikasi, berikut ini :
Tabel 1 Kesalahan klasifikasi
Status Mastitis klasifikasi yang tepat, sedangkan nilai b dan c merupakan observasi dengan klasifikasi yang salah. Berdasarkan tabel klasifikasi tersebut, nilai APER dapat dihitung dengan rumus :
A B
Kedua hal tersebut sering digunakan untuk memeriksa kebaikan hasil uji diagnosa dalam mengklasifikasi. Proporsi dari positif sejati suatu observasi yang secara benar didiagnosa oleh hasil tes disebut sensitivitas, sedangkan spesifisitas merupakan proporsi dari negatif sejati suatu observasi yang secara benar didiagnosa oleh hasil tes. Berdasarkan Tabel 1, nilai sensitivitas (Se) dan spesifisitas (Sp) dapat dihitung dengan rumus, sebagai berikut :
positif yang tepat diklasifikasikan ke kelompok positif (positif sejati)
b = jumlah observasi dari kelompok
negatif yang diklasifikasikan ke kelompok positif (positif palsu)
c = jumlah observasi dari kelompok
positif yang diklasifikasikan ke kelompok negatif (negatif palsu)
d = jumlah observasi dari kelompok
negatif yang tepat diklasifikasikan ke kelompok negatif (negatif sejati) nA = jumlah observasi kelompok positif nB = jumlah observasi kelompok negatif
Mastitis Subklinis
Mastitis secara harfiah berasal dari bahasa Yunani yaitu mastos berarti ambing dan itis yang berarti peradangan, sehingga mastitis adalah peradangan pada ambing (Subronto 1985). Selain itu, para ahli mengatakan
mastitis merupakan salah satu jenis
peradangan yang terjadi pada ambing yang disertai dengan perubahan fisik, kimia, mikrobiologi, dan kenaikan sel somatik terutama leukosit dalam susu dan dapat disertai dengan perubahan patologi jaringan ambing (Novianti 2011).
Subronto 1985 menjelaskan mastitis berdasarkan gejalanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu mastitis klinis dan subklinis. Mastitis klinis ditandai dengan gejala panas, sakit, merah, pembengkakan dan penurunan fungsi pada ambing, sedangkan mastitis subklinis timbul akibat peradangan internal jaringan ambing tanpa disertai gejala klinis baik pada susu maupun ambingnya, namun terjadi peningkatan jumlah sel somatik dengan ditemukannya mikroorganisme patogen dan
terjadi perubahan kimia pada susu
(Sudarwanto 1999, diacu dalam Novianti 2011). Mastitis subklinis dianggap lebih berbahaya karena tidak diketahui gejalanya dan berdampak kerugian yang besar. Salah
kerugian yang cukup besar diakibatkan mastitis subklinis ialah penurunan produksi susu. Selain itu, peningkatan biaya produksi disebabkan adanya biaya pengobatan terhadap sapi yang terkena mastitis subklinis. Pembengkakan pada ambing sapi akibat mastitis klinis yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus pada sapi perah, dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Mastitis klinis disebabkan
Staphylococcus aureus pada sapi perah laktasi umur lima tahun
Mastitis subklinis mencapai sebagian besar dari keseluruhan kejadian mastitis di Indonesia. Prevalensi kejadian mastitis subklinis di Indonesia sampai tahun 2008 mencapai 85% (Rahayu 2009, diacu dalam
Novianti 2011), sedangkan di daerah
kabupaten Bogor mencapai 87.1% (Novianti 2011). Penyakit mastitis subklinis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, khamir, dan kapang (Subronto 1985). Proses terjadinya mastitis subklinis sering dikaitkan dengan tiga faktor yaitu ternak, penyebab peradangan dan lingkungan (Sudarwanto 1999, diacu dalam Novianti 2011).
Faktor lingkungan dan pengelolaan
peternakan yang banyak mempengaruhi
Deteksi mastitis subklinis cukup sulit dilakukan disebabkan tidak disertai gejala klinis, sehingga diperlukan uji atau pemeriksaan khusus. Peningkatan jumlah sel somatik sebagai indikator yang baik dalam pemeriksaan mastitis subklinis. Dengan pendeteksian jumlah sel somatik > 400.000 sel somatik/ml maka dapat dinyatakan sampel mengalami mastitis subklinis (Sudarwanto & Sudarnika 2008).
Jumlah dan Komposisi Sel Somatik Sel somatik dalam susu merupakan kumpulan sel yang terdiri atas kelompok leukosit (sel limfosit, neutrofil, makrofag, eosinofil, dan basofil), runtuhan sel epitel jaringan ambing dan lain-lain. Sel epitel merupakan bagian dari fungsi tubuh yang dijelaskan dan diperbaiki dalam proses tubuh yang normal, sedangkan leukosit merupakan
komponen kekebalan tubuh terhadap
keberadaan benda asing (Novianti 2011). Jenis sel somatik diklasifikasikan menjadi tiga jenis,
yaitu sel epitel, makrofag, dan
polimorfonuklear netrofil (PMN). Jenis sel epitel dan makrofag banyak ditemukan dalam susu yang dihasilkan oleh ambing yang tidak terinfeksi. (Lindmark-Mansson et al. 2006, diacu dalam Novianti 2011). Perbedaan bentuk
sel somatik dalam pembuluh darah
ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2 Perbedaan bentuk sel somatik dalam pembuluh darah
Leukosit merupakan komponen aktif sistem pertahanan tubuh yang sebagian dibentuk dalam sumsum tulang dan sebagian lagi di dalam organ limfoid. Leukosit berfungsi untuk kekebalan tubuh terhadap zat-zat asing, bahan toksik, dan berbagai penyebab infeksi (Tizard 2000, diacu dalam Novianti 2011).
Makrofag yang belum matang disebut monosit. Monosit merupakan leukosit dan merupakan leukosit dengan ukuran sel terbesar
dan sitoplasma yang lebih banyak
dibandingkan sitoplasma pada limfosit besar. Makrofag berfungsi mempertahankan tubuh
terhadap infeksi organisme, sel yang nekrotik, dan reruntuhan sel (Novianti, 2011).
Neutrofil adalah sel pertahanan pertama terhadap infeksi mikroorganisme. Neutrofil dibentuk di sumsum tulang dan dikirim ke pembuluh darah dalam keadaan matang yang dapat menyerang dan menghancurkan bakteri dan virus bahkan dalam sirkulasi pembuluh darah (Jain 1993, diacu dalam Novianti 2011). Neutrofil juga berfungsi dalam memulai dan
membatasi besaran dan durasi proses
peradangan akut.
BAHAN DAN METODE Bahan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari penelitian Maya Masita Novianti dalam tesis Pendugaan Mastitis Subklinis pada Sapi Perah Berdasarkan Komposisi Sel Somatik dalam Masa Kolostrum. Penelitian tersebut dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 sampai Maret 2011 di Kawasan Usaha Ternak Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Sampel susu diambil dari sapi yang berada pada masa kolostrum sebanyak 12 ekor. Pada setiap sapi memiliki jumlah kuartir setiap sapi 3-4 kuartir, sehingga total amatan ambing terdiri dari 46 ambing Sampel susu diambil dari pemerahan pagi hari selama masa kolostrum sampai kolostrum tidak dihasilkan, rata-rata masa kolostrum pada sapi berlangsung 6-8 hari. Dalam penelitian ini, data diperoleh dari pengamatan analisis komposisi sel somatik pada kolostrum. Sampel yang dilakukan
analisis komposisi sel somatiknya
menggunakan metode perhitungan komposisi jumlah sel somatik. Peubah-peubah penjelas yang diamati dalam penelitian ini ialah komposisi kandungan sel somatik pada susu sapi perah, yaitu sel limfosit (L), sel monosit (M), dan sel neutrofil (N), secara rinci dapat dilihat dalam Tabel 2.
Tabel 2 Keterangan peubah
Peubah Keterangan
Li Persentase komposisi kandungan sel limfosit pada masa kolostrum hari ke-i
Mi Persentase komposisi kandungan sel monosit pada masa kolostrum hari ke-i
Ni Persentase komposisi kandungan sel neutrofil pada masa kolostrum hari ke-i
Tahapan selanjutnya, dengan menggunakan sampel susu dari sapi yang sama pada tahapan sebelumnya Susu dari sapi yang diambil sampelnya pada masa kolostrum diambil kembali pada waktu laktasi normal yaitu sekitar 90 hari setelah melahirkan. Sampel dianalisis dengan menghitung jumlah sel somatik. Hal ini, bertujuan untuk mengetahui status mastitis subklinis positif atau negatif. Pemeriksaan jumlah sel somatik dilakukan dengan metode Breed (Sudarwanto et al. 2006, diacu dalam Novianti 2011).
Metode
Data dianalisis dengan tahapan sebagai berikut :
1. Melakukan eksplorasi data dengan
menggunakan statistika deskriptif terhadap seluruh peubah.
2. Melakukan pengujian kenormalan ganda dengan menggunakan plot nilai khi-kuadrat dengan jarak mahalanobis. Algoritma dalam menyusun plot nilai khi-kuadrat dengan jarak mahalanobis, sebagai berikut:
a. Menentukan jarak mahalanobis untuk setiap vektor pengamatan dengan persamaan :
= ( ̅ − ̅) ( ̅ − ̅)
b. Memberikan peringkat k untuk
mengurutkan nilai di2 dari yang terkecil hingga terbesar.
c. Membuat plot di2 dengan lurus menunjukkan kesesuaian pola sebaran di2 terhadap sebaran khi-kuadrat yang berarti setiap di2 akan menyebar khi-kuadrat dengan derajat bebas p bila data berasal dari populasi normal, maka di2 menyebar normal ganda p.
3. Melakukan pengujian kehomogenan
ragam dengan menggunakan uji Box’s M. Fungsi diskriminan linear digunakan
apabila matriks ragam-peragam
homogen, sebaliknya pada saat matriks
ragam-peragam tidak homogen
digunakan fungsi diskriminan kuadratik. 4. Melakukan pengujian kesamaan vektor
rata-rata untuk melihat peubah-peubah yang secara signifikan mempengaruhi pembentukan fungsi diskriminan. 5. Melakukan pengklasifikasian status
mastitis subklinis pada sapi perah berdasarkan komposisi sel somatik dalam
masa kolostrum dengan menggunakan analisis diskriminan dari peubah-peubah
yang signifikan mempengaruhi
pembentukan fungsi diskriminan. 6. Melakukan validasi fungsi diskriminan
awal dengan menggunakan seluruh pengamatan, serta menghitung tingkat
kesalahan klasifikasi dengan
menggunakan nilai APER.
7. Melakukan akurasi fungsi diskriminan awal dengan menggunakan sebagian pengamatan, serta menghitung tingkat
kesalahan klasifikasi dengan
menggunakan nilai APER. Algoritma dalam perhitungan akurasi fungsi diskriminan, sebagai berikut :
a. Menentukan observasi ambing yang terpilih. Banyaknya ambing yang terpilih sebesar 25% dari seluruh observasi ambing dalam penelitian ini. Besaran 25% atau setara dengan duabelas ambing dipilih untuk mengatisipasi ambing dengan tidak terpilihnya status negatif disebabkan jumlahnya yang sedikit. Penentuan observasi ambing terpilih berdasarkan
pengacakan sederhana. Seluruh
ambing diberikan bilangan acak. Kemudian ambing-ambing tersebut diurutkan berdasarkan bilangan acak terkecil hingga terbesar. Duabelas amatan terkecil ditentukan sebagai observasi ambing yang terpilih. b. Mengklasifikasikan status mastitis
subklinis terhadap observasi ambing yang terpilih berdasarkan fungsi diskriminan yang terbentuk pada langkah ke-5.
c. Menghitung nilai APER, sensitivitas, dan spesifisitas dari hasil klasifikasi pada observasi ambing yang terpilih. d. Mengulang langkah 7.a, 7.b, dan 7.c
sebanyak (i) 20 , (ii) 50, dan (iii) 100. e. Menentukan statistika deskriptif untuk nilai APER, sensitivitas, dan spesifisitas untuk setiap ulangan yang ditentukan pada langkah 7.d.
8. Melakukan analisis diskriminan bertatar (stepwise discriminant) untuk menentukan peubah-peubah yang paling berperan dalam pembentukan fungsi
pembeda. Kemudian menghitung
kembali fungsi diskriminan berdasarkan peubah-peubah yang diperoleh.
10. Menentukan cutting score (nilai pembatas) untuk peubah-peubah yang mampu mendiskriminasi status mastitis subklinis pada sapi perah.
HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Data
Gambaran secara keseluruhan persentase status mastitis subklinis, sebagai berikut :
Gambar 3 Persentase status mastitis
subklinis
Gambar 3 menunjukkan persentase mastitis subklinis dengan status positif sebesar 87% dan status negatif sebesar 13%. Tingginya persentase status positif mastitis subklinis pada penelitian ini disebabkan masih tingginya kasus kejadian mastitis subklinis dari seluruh kejadian mastitis, yaitu sebesar 97% (Subronto 2003, diacu dalam Novianti 2011). Lampiran 2 menjelaskan informasi secara deskriptif persentase komposisi kandungan sel somatik (limfosit, monosit, dan neutrofil) pada masa kolostrum.
Hasil eksplorasi data menunjukkan adanya peubah yang memiliki data hilang, yaitu persentase komposisi kandungan sel somatik (limfosit, monosit, dan neutrofil) pada hari ketujuh dan kedelapan. Hal ini, disebabkan masa kolostrum sapi perah yang berbeda-beda. Penelitian ini melakukan pencatatan masa kolostrum selama delapan hari berdasarkan rata-rata masa kolostrum sapi perah pada penelitian sebelumnya. Pendugaan data hilang tidak dilakukan pada penelitian ini, disebabkan kondisi sapi perah yang memiliki masa kolostrum tidak lengkap (enam hingga tujuh hari) tidak dapat direpresentasikan oleh sapi perah dengan masa kolostrum lengkap (delapan hari). Sehingga peubah persentase komposisi kandungan sel somatik (limfosit, monosit, dan neutrofil) pada hari ketujuh dan
kedelapan tidak dimasukkan dalam
pembentukan fungsi diskriminan.
Gambar 4 Rata-rata perubahan persentase
komposisi kandungan sel
limfosit pada masa kolostrum
Gambar 5 Rata-rata perubahan persentase
komposisi kandungan sel
monosit pada masa kolostrum
Gambar 6 Rata-rata perubahan persentase
komposisi kandungan sel
neutrofil pada masa kolostrum
Berdasarkan Gambar 4 terlihat adanya penurunan persentase komposisi kandungan sel limfosit hari pertama hingga hari keenam masa kolostrum pada ambing sapi berstatus positif mastitis subklinis, sedangkan pada
status negatif menunjukkan penurunan
Positif 87% Negatif
persentase komposisi kandungan sel limfosit hari pertama hingga hari kelima masa kolostrum dan kenaikan persentase komposisi kandungan sel limfosit pada hari kelima hingga hari keenam masa kolostrum. Gambar
5 menunjukkan perubahan persentase
komposisi kandungan sel monosit pada status negatif dan positif mengalami penurunan dari hari pertama hingga hari keenam masa kolostrum. Ambing dengan status negatif memiliki rata-rata kandungan sel monosit lebih rendah dibandingkan ambing sapi perah berstatus positif mastitis subklinis. Hal yang berbeda terlihat pada Gambar 6 ambing sapi dengan status positif dan negatif mengalami kenaikan persentase komposisi kandungan sel neutrofil pada masa kolostrum. Pada ambing dengan status positif memiliki rata-rata kandungan sel neutrofil lebih tinggi dibandingkan ambing sapi perah berstatus negatif mastitis subklinis.
Uji Kenormalan Ganda
Plot nilai khi-kuadrat dengan jarak mahalanobis digunakan dalam mengevaluasi asumsi kenormalan ganda yang dibutuhkan dalam analisis diskriminan dapat dilihat pada Lampiran 3. Plot nilai khi-kuadrat dengan jarak mahalanobis setiap status mastitis subklinis memperlihatkan pola mendekati garis lurus. Hal ini menunjukkan peubah masing-masing status mastitis subklinis mengikuti sebaran normal ganda. Nilai korelasi antara jarak mahalanobis dengan khi-kuadrat pada status negatif dan positif masing-masing bernilai 0.984 dan 0.973. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa asumsi kenormalan ganda dalam pengunaan analisis diskriminan terpenuhi. Peubah bebas dapat diasumsikan atau tidak berdistribusi normal, namun akan lebih baik apabila diasumsikan berdistribusi normal sehingga dapat diperoleh fungsi diskriminan yang memiliki ketepatan mengelompokkan lebih baik (Hair et al. 2010).
Uji Kehomogenan Matriks Peragam
Uji kehomogenan matriks peragam
diperlukan dalam penentuan fungsi
diskriminan yang digunakan. Jika matriks peragam homogen maka yang digunakan adalah fungsi diskriminan linear, sebaliknya fungsi diskriminan kuadratik digunakan ketika matriks peragam tidak homogen. Hasil pengujian kehomogenan matriks peragam dengan menggunakan uji Box’s M sebesar 0.798 dengan nilai signifikasi 0.878. Nilai signifikasi lebih besar dari 0.05 maka Terima H0 artinya matriks peragam bersifat homogen.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa asumsi kehomogenan matriks peragam dalam penggunaan analisis diskriminan linear terpenuhi.
Analisis Diskriminan
Analisis diskriminan yang digunakan pada penelitian ini ialah analisis diskriminan linier karena matriks peragam status negatif dengan positif pada mastitis subklinis sapi perah
homogen. Pada pembentukan fungsi
diskriminan dilakukan dengan menggunakan seluruh peubah untuk fungsi diskriminan awal,
kemudian dilanjutkan dengan analisis
diskriman bertatar untuk memperoleh fungsi diskriminan terbaik.
Fungsi Diskriminan Awal
Pada pembentukan fungsi diskriminan awal menggunakan delapan belas peubah, yaitu persentase komposisi kandungan sel limfosit pada masa kolostrum hari pertama
hingga keenam, persentase komposisi
kandungan sel monosit pada masa kolostrum hari pertama hingga keenam, dan persentase komposisi kandungan sel neutrofil pada masa kolostrum hari pertama hingga keenam. Seluruh pengamatan pada penelitian ini
digunakan dalam pembentukan fungsi
diskriminan awal. Penggunaan seluruh
pengamatan dalam pembentukan model tanpa memisahkan amatan untuk dilakukan validasi disebabkan jumlah amatan yang terlalu sedikit (Hair et al. 2010). Sebelum pembentukan fungsi diskriminan awal dilakukan pengujian kesamaan vektor rata-rata, untuk mengetahui peubah apa saja yang berpotensi untuk
digunakan dalam pembentukan fungsi
diskriminan. Hipotesis yang diuji dalam pengujian kesamaan vektor rata-rata ialah vektor rata-rata kelompok ke-i sama dengan vektor rata-rata kelompok ke-j. Kriteria penolakan H0 dapat diambil melalui nilai p suatu peubah, jika nilai p > 0.05 maka peubah tersebut tidak diikut sertakan dalam
pembentukan fungsi diskriminan awal.
Lampiran 4 menyajikan nilai pengujian kesamaan vektor rata-rata diperoleh peubah-peubah pembentuk fungsi diskriminan awal,
sehingga peubah-peubah yang secara
Lampiran 5, diperoleh fungsi diskriminan awal
Fungsi diskriminan awal tersebut
merupakan suatu fungsi linier yang
mengklasifikasikan status mastitis subklinis negatif dan positif, dengan nilai diskriminan kelompok negatif sebesar 3.754 dan -0.563
untuk kelompok positif. Dalam
pengklasifikasian pengamatan ambing baru, dapat menggunakan perbandingan nilai skor diskriminan dengan nilai pembatas (Z). Nilai pembatas untuk fungsi diskriminan awal dalam penentuan batasan klasifikasi status mastitis subklinis pada sapi perah sebesar 0.00. Hal ini menunjukkan ketika nilai fungsi diskriminan awal (D) 0.00 maka ambing pada sapi perah tersebut diklasifikasikan pada status negatif dan berlaku untuk sebaliknya.
Perhitungan validasi fungsi diskriminan awal dengan penggunaan tabel kesalahan klasifikasi dan nilai APER menggunakan seluruh pengamatan ambing pembentuk fungsi diskriminan awal. Tabel 3 merupakan tabel kesalahan klasifikasi yang menunjukkan banyaknya kesalahan klasifikasi dengan fungsi diskriminan awal.
Tabel 3 Kesalahan klasifikasi fungsi diskriminan awal
Berdasarkan tabel kesalahan klasifikasi, dapat dilihat bahwa sensitivitas fungsi diskriminan awal dalam mengklasifikasi status mastitis sebesar 97.5% dan spesifisitas sebesar 100%. Nilai APER pada fungsi diskriminan
tersebut sebesar 2.17% atau fungsi
diskriminan awal memiliki ketepatan 97.83%. Perhitungan akurasi fungsi diskriminan yang terbentuk pada penelitian ini, dilihat berdasarkan nilai APER dari ambing yang terpilih. Ambing dipilih secara acak dari 25% total pengamatan, yaitu duabelas ambing. Langkah ini diulang sebanyak dua puluh kali, lima puluh kali, dan seratus kali bertujuan untuk melihat kestabilan akurasi fungsi diskriminan awal yang terbentuk. Lampiran 6
merupakan statistik deskriptif nilai APER, sensitivitas, dan spesitifitas untuk akurasi fungsi diskriminan awal. Berdasarkan hasil akurasi fungsi diskriminan awal, fungsi diskriminan awal stabil dalam melakukan uji diagnosa status mastitis subklinis. Hal tersebut, dibuktikan dengan rata-rata nilai APER, sensitivitas, dan spesitifitas untuk fungsi diskriminan awal pada ulangan berbeda menunjukkan hasil variasi (ragam) yang kecil.
Fungsi Diskriminan dengan Analisis Diskriminan Bertatar
Pada analisis diskriminan bertatar
menggunakan seluruh peubah yang
membentuk fungsi diskriminan awal. Proses analisis diskriminan bertatar dimulai dengan memasukkan duabelas peubah ke dalam fungsi diskriminan. Peubah-peubah tersebut ialah persentase komposisi kandungan sel limfosit pada masa kolostrum hari pertama hingga keenam dan persentase komposisi kandungan sel neutrofil pada masa kolostrum hari pertama hingga keenam. Pada langkah pertama pembentukan fungsi diskriminan bertatar, peubah L6 (persentase komposisi kandungan sel limfosit pada masa kolostrum hari keenam) terpilih sebagai peubah pertama pembentuk fungsi diskriminan karena memiliki nilai F parsial terbesar, sehingga peubah L6 merupakan peubah terbaik yang mampu mendiskriminasi status mastitis subklinis pada sapi perah. Peubah selanjutnya yang masuk
dalam pembentukan fungsi diskriminan
bertatar ialah N1 (persentase komposisi kandungan sel neutrofil pada masa kolostrum hari pertama). Langkah selanjutnya peubah N3 memiliki nilai F parsial terbesar, tetapi peubah tersebut tidak dimasukkan ke dalam fungsi diskriminan awal disebabkan nilai signifikan peubah tersebut lebih besar dari taraf nyata 0.05. Berdasarkan analisis diskriminan bertatar terdapat dua peubah yang terpilih dalam pembentukan fungsi klasifikasi status mastitis subklinis, langkah pemilihan peubah yang
terpilih dalam pembentukan fungsi
diskriminan dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan nilai koefisien diskriminan dari Lampiran 5, diperoleh fungsi diskriminan bertatar sebagai berikut :
= −47.021 + 1.997 + 0.599
Nilai pembatas untuk fungsi diskriminan bertatar dalam penentuan batasan klasifikasi status mastitis subklinis pada sapi perah sebesar 0.00. Hal ini menunjukkan ketika nilai fungsi diskriminan bertatar (D) 0.00 maka
ambing pada sapi perah tersebut
berlaku untuk sebaliknya. Tingkat kesalahan klasifikasi dengan menggunakan analisis diskriminan bertatar dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Kesalahan klasifikasi fungsi diskriminan bertatar
Tabel kesalahan klasifikasi dengan analisis diskriminan bertatar menunjukkan sensitivitas
fungsi diskriminan bertatar dalam
mengklasifikasi status mastitis sebesar 95% dan spesifisitas sebesar 100%. Nilai APER yang diperoleh adalah sebesar 4.35% atau fungsi diskriminan bertatar memiliki ketepatan 95.65%. Pada analisis diskriminan bertatar
dilakukan perhitungan akurasi fungsi
diskriminan yang terbentuk, statistik deskriptif nilai APER untuk akurasi fungsi diskriminan bertatar tersaji pada Lampiran 6. Berdasarkan hasil akurasi fungsi diskriminan bertatar, fungsi diskriminan bertatar stabil dalam melakukan uji diagnosa status mastitis subklinis. Hal tersebut, dibuktikan dengan rata-rata nilai APER, sensitivitas, dan spesitifitas untuk fungsi diskriminan bertatar pada ulangan berbeda menunjukkan hasil variasi (ragam) yang kecil.
Pemilihan fungsi diskriminan terbaik dilakukan dengan melihat kriteria validasi dan akurasi fungsi diskriminan yang terbentuk dalam mengklasifikasikan status mastitis subklinis pada sapi perah. Berdasarkan validasi dan akurasi dari kedua fungsi yang terbentuk, memperlihatkan fungsi diskriminan awal memiliki ketepatan dalam klasifikasi status mastitis subklinis lebih baik dibandingkan fungsi diskriminan bertatar. Akan tetapi pada praktik nyata, fungsi diskriminan awal belum dapat mengatasi permasalahan keefisienan biaya dan waktu
yang harus dilakukan peternak dalam
pemeriksaan status mastitis subklinis.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti
menyarankan kepada para praktisi untuk menggunakan fungsi diskriminan bertatar dalam deteksi status mastitis subklinis. Selain itu, fungsi diskriminan bertatar memiliki rata-rata nilai APER, sensitivitas, dan spesifisitas yang cukup baik masing-masing sebesar 4.42%, 95.18%, dan 100%.
Nilai Pembatas Peubah-peubah
Pada penelitian ini melakukan perhitungan nilai pembatas (cutting score) terhadap
peubah-peubah pembentuk pada fungsi
diskriminan terbaik, yaitu persentase komposisi kandungan sel limfosit pada masa kolostrum hari keenam dan persentase komposisi kandungan sel neutrofil pada masa kolostrum hari pertama. Penentuan nilai
pembatas untuk masing-masing peubah
bertujuan menentukan jenis sel somatik dan waktu pendeteksian yang paling efektif dalam diagnosa status mastitis subklinis. Kriteria pemilihan peubah terbaik yang mampu mendiagnosa status mastitis subklinis pada sapi perah berdasarkan pada peubah yang memiliki nilai sensitivitas, spesifisitas, dan APER terbaik.
Nilai pembatas peubah L6 dalam penentuan batasan status mastitis subklinis pada sapi perah sebesar 17.1457%. Hal ini menunjukkan ketika persentase komposisi kandungan sel limfosit pada masa kolostrum hari keenam > 17.1457% maka ambing pada sapi perah tersebut diklasifikasikan pada status negatif dan berlaku untuk sebaliknya. Tingkat kesalahan klasifikasi berdasarkan nilai pembatas persentase komposisi kandungan sel limfosit pada masa kolostrum hari keenam dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Kesalahan klasifikasi dengan nilai pembatas peubah L6
Status Mastitis
Tabel 5 menunjukkan sensitivitas klasifikasi dengan nilai pembatas peubah L6 dalam mendiagnosa status mastitis pada sapi perah sebesar 80% dan spesifisitas sebesar 100%. Nilai APER yang diperoleh adalah sebesar 17.39% atau klasifikasi status mastitis subklinis berdasarkan nilai pembatas peubah L6 memiliki ketepatan 82.61%.
Nilai pembatas peubah N1 dalam penentuan batasan status mastitis subklinis pada sapi
perah sebesar 4.348969%. Hal ini
pembatas persentase komposisi kandungan sel neutrofil pada masa kolostrum hari pertama dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Kesalahan klasifikasi dengan nilai pembatas peubah N1
Status Mastitis
Tabel 6 memperlihatkan sensitivitas klasifikasi dengan nilai pembatas peubah N1 dalam mendiagnosa status mastitis pada sapi perah sebesar 100% dan spesifisitas sebesar 33.33%. Nilai APER yang diperoleh adalah sebesar 8.7% atau klasifikasi status mastitis subklinis berdasarkan nilai pembatas peubah N1 memiliki ketepatan 91.3%. Berdasarkan nilai sensitivitas dan spesifisitas dari kedua peubah tersebut, peubah L6 memiliki nilai lebih baik dibandingkan dengan peubah N1, sedangkan hasil yang ditunjukkan dari nilai APER, peubah N1 memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan dengan peubah L6. Nilai sensitivitas dan spesifisitas dapat dijadikan kriteria utama dalam pemilihan peubah terbaik dalam mengklasifikasikan suatu status penyakit. Semakin besar nilai sensitivitas dan spesifisitas yang dihasilkan oleh suatu pengujian dapat mengindikasikan pengujian tersebut semakin baik dalam mendiagnosa suatu status penyakit (Pagano & Gauvreau 1993). Dengan demikian, peubah L6 dapat dijadikan indikator terbaik dalam deteksi dini status mastitis subklinis pada sapi perah.
Prosedur pemeriksaan deteksi dini status mastitis subklinis pada sapi perah yang disarankan untuk praktisi dalam bidang Peternakan dan Kedokteran Hewan ialah melakukan pemeriksaan sel neurofil pada hari pertama masa kolostrum, serta dilanjutkan dengan pemeriksaan komposisi sel limfosit pada hari keenam. Kedua pemeriksaan tersebut diharapkan dapat memberikan hasil diagnosa terbaik terhadap deteksi dini status mastitis subklinis pada sapi perah. Jika pengujian sel somatik hanya dilakukan satu kali, maka praktisi dapat menggunakan nilai pembatas peubah L6. Pengujian dengan nilai pembatas peubah L6 menghasilkan nilai sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik, tetapi nilai APER yang dihasilkanlebih tinggi dibandingkan fungsi diskriminan bertatar.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Kemampuan fungsi diskriminan dengan menggunakan analisis dikriminan awal lebih baik dibandingkan fungsi diskriminan bertatar.
Dengan demikian, diperoleh model
pendeteksian dini mastitis subklinis pada sapi perah berdasarkan komposisi sel somatik pada masa kolostrum dengan fungsi diskriminan terbaik, sebagai berikut : 100) menunjukkan rata-rata nilai sensitivitas dan spesifisitas masing-masing bernilai 99.48% dan 100%. Fungsi diskriminan awal tidak dapat mengatasi masalah keefisienan biaya dan waktu dalam kasus penelitian ini
pemeriksaan komposisi sel somatik.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti
menyarankan penggunaan fungsi diskriminan bertatar dalam deteksi dini status mastitis subklinis pada sapi perah. Fungsi diskriminan bertatar memiliki rata-rata nilai APER, sensitivitas, dan spesifisitas yang cukup baik masing-masing sebesar 4.42%, 95.18%, dan 100%.
Pada saat praktisi mengharapakan
pemeriksaan status mastitis subklinis dapat dilakukan hanya satu kali. Praktisi dapat
menggunakan nilai pembatas peubah
persentase komposisi kandungan sel limfosit pada masa kolostrum hari keenam (L6) dalam mendiagnosa deteksi dini status mastitis subklinis pada sapi perah. Jika persentase komposisi kandungan sel limfosit pada masa kolostrum hari keenam menunjukan nilai > 17.1457% maka ambing pada sapi perah tersebut diklasifikasikan pada status negatif dan berlaku untuk sebaliknya. Hasil diagnosa dengan nilai pembatas peubah L6 memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik dan nilai APER yang lebih tinggi dibandingkan fungsi diskriminan bertatar. Selain itu, nilai pembatas peubah L6 memiliki pengamatan negatif palsu yang banyak, sehingga untuk amatan (ambing sapi perah) yang berstatus negatif perlu dilakukan pengujian lanjut dalam diagnosa status mastitis subklinis.
Saran
mastitis subklinis pada sapi perah berdasarkan komposisi sel somatik pada masa kolostrum, sehingga diperlukan amatan lain pada kasus serupa dalam pembentukan model. Hal tersebut bertujuan agar pembentukan model berikutnya dapat merepresentasikan status mastitis subklinis pada sapi perah yang lebih baik. Perbandingan metode dalam identifikasi dini status mastitis subklinis pada sapi perah dapat dilakukan pada penelitian selanjutnya, sehingga memperoleh metode terbaik dalam pengklasifikasian status mastitis subklinis.
DAFTAR PUSTAKA
Dillon WR, Goldstein M. 1984. Multivariate Analysis Methods and Applications. New York : John Wiley & Sons, Inc.
Hair JF et al. 2010. Multivariate Analysis Methods and Applications. New Jersey : Prentice Hall, Inc.
Johnson RA, Wichern DW. 2007. Applied Multivariate Statistical Analysis. New Jersey : Prentice Hall, Inc.
Morrison DF. 1967. Multivariate Statistical Methods. New York : Mc.Graw-Hill, Inc. Novianti MM. 2011. Pendugaan mastitis
subklinis pada sapi perah berdasarkan komposisi sel somatik dalam masa kolostrum [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pagano M, Gauvreau K. 1993. Principles of Biostatistics. California : Wadsworth, Inc. Santoso S. 2010. Statistik Multivariat Konsep
dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.
Sudarwanto M, Sudarnika E. 2008. Nilai Diagnostik Tes IPB Mastitis Dibandingkan dengan Jumlah Sel Somatik dalam Susu. 10th National Veterinary Scientific Conference of the Indonesian Veterinary Madical Association; Bogor, 19-21 Agustus 2008.
Subronto. 1985. Ilmu Penyakit Ternak I. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Lampiran 1. Struktur data untuk analisis diskriminan
Observasi ...
1 ...
}
Kelompok 12 ...
⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮
...
1 ...
}
Kelompok 22 ...
⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮
...
⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮
1 ...
}
Kelompok g2 ...
⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮
Lampiran 2. Statistika deskriptif peubah
Komposisi kandungan sel limfosit pada masa kolostrum hari ke-i (Li)
Peubah Status
Subklinis Rata-rata
Data
Hilang Maksimum Median Minimum
L1
Negatif 25.67 0 29 27 22
Positif 19.15 0 25 19 12
L2
Negatif 24.67 0 29 26 19
Positif 17.95 0 24 18 12
L3
Negatif 24.17 0 28 26 19
Positif 16.73 0 23 16 12
L4
Negatif 24.00 0 28 25 19
Positif 15.85 0 23 15 11
L5
Negatif 23.50 0 27 25 19
Positif 15.15 0 21 14 11
L6
Negatif 24.00 0 27 26 19
Positif 14.35 0 22 14 10
L7
Negatif 24.17 0 27 26 19
Positif 13.91 7 21 13 9
L8
Negatif 25.00 2 27 27 19
Positif 12.75 28 19 12 10
Komposisi kandungan sel monosit pada masa kolostrum hari ke-i (Mi)
Peubah Status
Subklinis Rata-rata
Data
Hilang Maksimum Median Minimum
M1
Negatif 57.50 0 68 62 44
Positif 61.70 0 83 62 45
M2
Negatif 56.67 0 69 60 41
Positif 61.28 0 83 61 42
M3
Negatif 56.17 0 69 58 42
Positif 60.95 0 84 60 42
M4
Negatif 53.33 0 67 57 36
Positif 59.75 0 84 58 41
M5
Negatif 52.33 0 66 55 34
Positif 58.95 0 85 58 41
M6
Negatif 50.83 0 67 55 31
Positif 58.08 0 86 56 40
M7
Negatif 56.00 0 73 57 34
Positif 62.48 7 90 59 41
M8
Negatif 61.00 2 73 69 33
Komposisi kandungan sel neutrofil pada masa kolostrum hari ke-i (Ni)
Peubah Status
Subklinis Rata-rata
Data
Hilang Maksimum Median Minimum
N1
Negatif 8.83 0 16 7 4
Positif 20.35 0 32 20 9
N2
Negatif 8.67 0 16 7 3
Positif 22.28 0 35 23 9
N3
Negatif 8.83 0 17 7 3
Positif 23.95 0 37 25 11
N4
Negatif 10.00 0 19 8 4
Positif 26.30 0 38 27 11
N5
Negatif 9.83 0 20 8 3
Positif 28.05 0 40 30 12
N6
Negatif 10.17 0 21 8 3
Positif 29.83 0 42 32 14
N7
Negatif 9.67 0 19 8 3
Positif 30.45 7 43 30 15
N8
Negatif 8.25 2 17 6 4
Lampiran 3. Plot nilai khi-kuadrat dengan jarak mahalanobis pada setiap status mastitis subklinis
Plot nilai khi-kuadrat dengan jarak mahalanobis pada status negatif mastitis subklinis
Lampiran 4. Uji kesamaan vektor rata-rata
Peubah Wilks'
Lambda F df1 df2 Sig.
L1 .662 22.441 1 44 .000
L2 .655 23.157 1 44 .000
L3 .597 29.647 1 44 .000
L4 .516 41.312 1 44 .000
L5 .498 44.387 1 44 .000
L6 .471 49.360 1 44 .000
M1 .973 1.220 1 44 .275
M2 .971 1.308 1 44 .259
M3 .971 1.311 1 44 .258
M4 .954 2.112 1 44 .153
M5 .955 2.050 1 44 .159
M6 .952 2.225 1 44 .143
N1 .699 18.983 1 44 .000
N2 .648 23.920 1 44 .000
N3 .603 28.939 1 44 .000
N4 .599 29.460 1 44 .000
N5 .564 33.968 1 44 .000
Lampiran 5. Nilai koefisien pada fungsi diskriminan
Fungsi diskriminan awal
Peubah Status
Negatif Positif
L1 30.399 28.732
L2 4.531 5.297
L3 -10.544 -8.146
L4 9.474 7.452
L5 4.486 3.125
L6 14.001 12.643
N1 18.413 16.722
N2 5.505 5.172
N3 -15.992 -14.278
N4 9.996 9.507
N5 4.001 3.882
N6 1.528 1.428
(Konstanta) -765.661 -686.209
Fungsi diskriminan bertatar
Peubah Status
Negatif Positif
L6 12.804 10.808
N1 6.109 5.510
Lampiran 6. Statistik deskriptif nilai APER, Sensitivitas, dan Spesifisitas
Fungsi diskriminan awal
Statistika Deskriptif (r = 20)
APER Sensitivitas Spesifisitas
Rata-rata 3.33 99.13 100.00
Selang Kepercayaan 95%
Batas Bawah 1.37 98.62 -
Batas Atas 5.29 99.64 -
Median 0.00 100.00 100.00
Ragam 17.53 1.19 0.00
Simpangan Baku 4.19 1.09 0.00
Minimum 0.00 97.83 100.00
Maksimum 8.33 100.00 100.00
Statistika Deskriptif (r = 50)
APER Sensitivitas Spesifisitas
Rata-rata 2.83 99.26 100.00
Selang Kepercayaan 95%
Batas Bawah 1.70 98.97 -
Batas Atas 3.97 99.56 -
Median 0.00 100.00 100.00
Ragam 15.89 1.08 0.00
Simpangan Baku 3.99 1.04 0.00
Minimum 0.00 97.83 100.00
Maksimum 8.33 100.00 100.00
Statistika Deskriptif (r = 100)
APER Sensitivitas Spesifisitas
Rata-rata 2.00 99.48 100.00
Selang Kepercayaan 95%
Batas Bawah 1.29 99.29 -
Batas Atas 2.71 99.66 -
Median 0.00 100.00 100.00
Ragam 12.78 0.87 0.00
Simpangan Baku 3.58 0.93 0.00
Minimum 0.00 97.83 100.00
Fungsi diskriminan bertatar
Statistika Deskriptif (r = 20)
APER Sensitivitas Spesifisitas
Rata-rata 4.17 95.36 100.00
Selang Kepercayaan 95%
Batas Bawah 1.48 92.40 -
Batas Atas 6.85 98.33 -
Median 0.00 100.00 100.00
Ragam 32.89 40.09 0.00
Simpangan Baku 5.74 6.33 0.00
Minimum 0.00 81.82 100.00
Maksimum 16.67 100.00 100.00
Statistika Deskriptif (r = 50)
APER Sensitivitas Spesifisitas
Rata-rata 4.83 94.75 100.00
Selang Kepercayaan 95%
Batas Bawah 3.17 92.97 -
Batas Atas 6.50 96.52 -
Median 0.00 100.00 100.00
Ragam 34.27 39.10 0.00
Simpangan Baku 5.85 6.25 0.00
Minimum 0.00 81.82 100.00
Maksimum 16.67 100.00 100.00
Statistika Deskriptif (r =100)
APER Sensitivitas Spesifisitas
Rata-rata 4.42 95.18 100.00
Selang Kepercayaan 95%
Batas Bawah 3.38 94.08 -
Batas Atas 5.45 96.29 -
Median 0.00 100.00 100.00
Ragam 27.29 30.98 0.00
Simpangan Baku 5.22 5.57 0.00
Minimum 0.00 81.82 100.00
Lampiran 7. Langkah pemilihan peubah pada analisis diskriminan bertatar
Langkah Peubah Nilai Signifikasi F
1
L1 .000 22.441
L2 .000 23.157
L3 .000 29.647
L4 .000 41.312
L5 .000 44.387
L6 .000 49.360
N1 .000 18.983
N2 .000 23.920
N3 .000 28.939
N4 .000 29.460
N5 .000 33.968
N6 .000 36.290
2
L1 .058 3.809
L2 .042 4.411
L3 .081 3.183
L4 .918 .011
L5 .996 .000
N1 .011 6.991
N2 .059 3.772
N3 .267 1.264
N4 .068 3.492
N5 .109 2.671
N6 .299 1.107
3
L1 .889 .020
L2 .599 .281
L3 .555 .354
L4 .359 .861
L5 .337 .945
N2 .644 .217
N3 .243 1.400
N4 .906 .014
N5 .888 .020