• Tidak ada hasil yang ditemukan

Effects of Tapping Periods in Tapping Pine Resin with a Drill Method in Gunung Walat University Forest Sukabumi, West Java

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Effects of Tapping Periods in Tapping Pine Resin with a Drill Method in Gunung Walat University Forest Sukabumi, West Java"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERIODE PELUKAAN PADA PENYADAPAN

GETAH PINUS DENGAN METODE BOR DI HUTAN

PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI

JAWA BARAT

LINDA LESTARI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

PENGARUH PERIODE PELUKAAN PADA PENYADAPAN

GETAH PINUS DENGAN METODE BOR DI HUTAN

PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI

JAWA BARAT

LINDA LESTARI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

RINGKASAN

Linda Lestari. E14080014. Pengaruh Periode Pelukaan Pada Penyadapan Getah Pinus Dengan Metode Bor di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Dibimbing oleh GUNAWAN SANTOSA

Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, permintaan getah pinus pun semakin meningkat. Oleh karena itu, dibutuhkan berbagai cara untuk meningkatkan produktivitas getah pinus tersebut, diantaranya adalah penyempurnaan teknik sadapan. Selama ini teknik penyadapan yang sering digunakan di Indonesia khususnya Hutan Pendidikan Gunung Walat adalah teknik penyadapan metode koakan. Metode ini masih memiliki banyak kekurangan baik dilihat dari segi produktivitas getah, kelestarian pohon dan kualitas getah terutama jika dilihat dari kadar kotorannya.

Salah satu penyempurnaan teknik sadapan adalah dengan menggunakan metode bor. Metode ini banyak memberi keuntungan diantaranya hasil produktivitas getah yang tinggi, kualitas getah yang bersih dari kotoran dan luka sadap yang berukuran kecil sehingga dapat meminimalisir serangan hama dan penyakit dan kelestarian pohon dapat terjaga. Penggunaan stimulansia ETRAT yang selama ini telah digunakan juga sangat diperlukan karena berfungsi untuk merangsang dan memperlancar keluarnya getah.

Penelitian ini menggunakan 4 perlakuan yang berbeda yaitu perlakuan A dengan periode pelukaan 3 hari tanpa diberi ETRAT, perlakuan B dengan periode pelukaan 3 hari diberi ETRAT, perlakuan C dengan periode pelukaan 5 hari diberi ETRAT dan perlakuan D dengan periode pelukaan 7 hari diberi ETRAT. Pohon contoh yang digunakan untuk setiap perlakuan adalah sebanyak 20 pohon.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa periode pelukaan memberikan pengaruh nyata terhadap produktivitas rata-rata getah pinus pada selang

kepercayaan 95% (α=0,05). Produktivitas rata-rata tertinggi pada perlakuan periode pelukaan 3 hari diberi ETRAT sebesar 20,93 gram/bor/hari dan produktivitas rata-rata terendah adalah pada periode pelukaan 7 hari diberi ETRAT sebesar 16,12 gram/bor/hari. Sehingga terpilih waktu periode pelukaan terbaik adalah 3 hari dengan diberi ETRAT.

(4)

SUMMARY

Linda Lestari. E14080014. Effects of Tapping Periods in Tapping Pine Resin with a Drill Method in Gunung Walat University Forest Sukabumi, West Java. Supervised by GUNAWAN SANTOSA

Along with the population increase, the demand for pine resin is also increasing. Therefore, it is necessary to find ways to increase the productivity of pine resin, such as improving tapping techniques. All this time, the tapping technique that is often used in Indonesia, particularly in Gunung Walat University Forest is the tapping technique of quarre method. However, this method still has many shortcomings not only in terms of resin productivity but also the minimized and the preservation of trees can be maintained. The use of stimulant ETRAT which has always been used so far is also very necessary as it serves to stimulate and smoothens the release of the resin.

This research used four different treatments: treatment A with a period of 3 days without the addition of ETRAT, treatment B with a period of 3 days with the addition of ETRAT, treatment C with a period of 5 days with the addition of ETRAT, and treatment D with a period of 7 days with the addition of ETRAT. The tree samples for each treatment used 20 trees.

The research result showed that the tapping period had a significant effect on the productivity of the average pine resin at 95% confidence interval (a = 0, 05). The average productivity was the highest in the treatment of 3-day-tapping period with the addition of ETRAT of 20.93 gram / drill / day and the lowest in the period of 7 days with the addition of ETRAT of 16.12 g / drill / day. Therefore, the optimal treatment that can be implemented at Gunung Walat University Forest is 3 days tapping period with ETRAT.

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa karya ilmiah berjudul Pengaruh Periode Pelukaan Pada Penyadapan Getah Pinus Dengan Metode Bor di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Semua sumber data informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2012

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pengaruh Periode Pelukaan Pada Penyadapan Getah Pinus Dengan Metode Bor Di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat

Nama : Linda Lestari

NIM : E14080014

Departemen : Manajemen Hutan

Menyetujui: Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Gunawan Santosa, M.S NIP. 19641102 198803 1 002

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr. Ir. Didik Suharjito, M.S NIP. 19630401 199403 1 001

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai tugas akhir yang berjudul Pengaruh Periode Pelukaan Pada Penyadapan Getah Pinus Dengan Metode Bor di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat dengan sebaik-baiknya. Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan kelulusan program mayor Strata Satu di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Karya ini merupakan hasil penelitian di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi pada bulan Mei 2012 sampai dengan Juli 2012. Kebutuhan akan getah pinus semakin meningkat seiring dengan berjalannya waktu, untuk itu dibutuhkan hasil sadapan getah pinus yang tinggi pula. Namun, peningkatan kuantitas getah pinus ini juga harus diimbangi dengan cara penyadapannya yang tidak merusak atau mematikan pohon pinus itu sendiri. Sehingga dipilihlah metode bor dengan pemberian stimulansia organik dalam penyadapan getah pinus pada penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, November 2012

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 26 Januari 1990 di Biak, Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan bapak Dukut dan ibu Isparmini. Penulis memulai pendidikan Sekolah Dasar Negeri Inpres Angkasa Biak pada tahun 1996 dan lulus tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 1 Biak pada tahun 2002 sampai tahun 2005. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Biak pada tahun 2005 sampai tahun 2008, selanjutnya pada tahun yang sama penulis diterima sebagai Mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirabbil’alamin penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini sebagai tugas akhir. Penulis menyadari bahwa karya ini tidak akan terwujud tanpa bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ayahanda Dukut dan Ibunda Isparmini, kakak Wahyuni Purwo Irjayanti, SE, adik Dody Setyawan dan sahabat Grace Riani yang senantiasa memberikan inspirasi, dorongan moral dan material, rasa kasih sayang serta do’anya. Selain itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Ir. Gunawan Santosa, M.S selaku dosen pembimbing serta atas arahan, nasehat dan bimbingannya dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

2. Dr. Ir. Emi Karminarsih, M.S selaku moderator pada seminar hasil penelitian, Dr. Ir. Achmad, M.S selaku dosen penguji sidang komprehensif dan Dr. Ir. M. Buce Saleh, M.S selaku ketua sidang komprehensif atas keluangan waktu dan saran yang telah diberikan.

3. Seluruh karyawan Hutan Pendidikan Gunung Walat yang telah memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian.

4. Supendi dan Uus Suhendar, S.Pd yang telah membantu dalam proses pengambilan data.

5. Ika Nugraha Darmastuti, S.Hut dan Yaya Prudi Triyana yang telah membantu dan memberikan semangat dalam peneltian.

6. Teman-teman satu bimbingan penelitian Eharapenta Tarigan, Nani Wahyuni, Nidya Bella dan M. Zainur yang selalu memberikan semangat, bantuan dan dukungan dalam penelitian.

7. Semua teman-teman seperjuangan Manajemen Hutan dan FAHUTAN angkatan 45 yang telah memberikan bantuan, semangat dan dukungannya. 8. Itoh Khitotul, Willi Wulandari, Ulya Zulfa, Egi Mariah dan semua keluarga

kost Wisma Bintang B atas dukungan semangat dan kasih sayangnya. 9. Semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

(10)

KATA PENGANTAR………...

2.1 Tinjauan Tentang Pohon Pinus merkusii ... 2.2 Pinus sebagai Penghasil Getah ...

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Getah Pinus ... 2.4 Sistem Penyadapan Getah Pada Pinus ... 2.5 Peranan Zat Stimulansia ... BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3. 1 Waktu dan Tempat ... 3. 2 Alat dan Bahan ... 3. 3 Metode Pengumpulan Data ...

3.3.1 Metode Pengumpulan Data Sekunder ... 3.3.2 Metode Pengumpulan Data Primer ... 3.3.3 Penyadapan Pinus Dengan Metode Bor ... 3.3.4 Rancangan Percobaan ...

3.3.5 Analisis Data ... BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1Sejarah Pengelolaan Hutan Pendidikan Gunung Walat ... 4.2Letak Geografis ... 4.3Kondisi Fisik... 4.4Kondisi Biotik ... BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kondisi Lapangan Lokasi Penelitian ... 5.2 Produktivitas Getah Pinus Selama Penelitian………....

(11)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ...

6.2 Saran ...

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN………...

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ...

6.2 Saran ... DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN………...

(12)

1. Bagan rancangan percobaan ... 2. Analisys of Variance (ANOVA) ... 3. Analisis ragam pengaruh berbagai perlakuan periode pelukaan

dan pemberian ETRAT ... 4. Hasil Uji Duncan pengaruh berbagai perlakuan periode

pembaharuan luka dengan pemberian ETRAT ...

5. Analisis biaya setiap perlakuan penyadapan getah pinus ... DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

16 16

26

(13)

1. Teknik Penyadapan dengan Metode Bor ... 2. Lokasi penelitian dan pohon contoh penelitian di Blok

Cikatomas ... 3. Produktivitas rata-rata penyadapan getah pinus pada 4

perlakuan (gram/bor/hari) ... 4. Kecenderungan produktivitas rata-rata getah pinus setiap

panennya pada berbagai periode pelukaan (gram/bor/hari) ... 5. Getah pinus pada berbagai periode pembaharuan luka ...

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

14

21

23

(14)

1. Produktivitas rata-rata penyadapan getah pinus pada 4

perlakuan (gram/bor/hari) ... 2. Hasil Analisis dan Uji Duncan... 3. Dokumentasi Penelitian ...

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Hutan merupakan salah satu sumber kekayaan negara dan bangsa, baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Hingga saat ini masih banyak masyarakat yang sumber penghidupannya masih bergantung pada hutan, oleh karena itu kelangsungan dan kelestarian hutan sangat bergantung pada tindakan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya hutan tersebut.

Pemanfaatan sumber daya hutan baik Hasil Hutan Kayu maupun Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) harus dikelola sebaik-baiknya agar mendapatkan hasil yang maksimal. Getah Pinus merupakan salah satu HHBK yang memiliki permintaan dan nilai jual yang cukup tinggi. Hasil olahan getah pinus terdiri dari gondorukem dan terpentin. Gondorukem memiliki banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembuat sabun, bahan pelapis, tinta printer, batik dan cat sedangkan terpentin dapat digunakan sebagai bahan pengencer cat, vernis dan pembersih lantai.

Produksi gondorukem yang dihasilkan di Indonesia pada tahun 2011 adalah 90.000 ton. Produksi ini akan terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk hal ini didukung oleh target produksi gondorukem pada tahun 2013 sebesar 102.000 ton (Wdidhi 2012). Pemenuhan target ini diikuti dengan meningkatnya permintaan getah pinus. Oleh karena itu, dibutuhkan cara untuk meningkatkan produktivitas getah pinus antara lain adalah dengan penyempurnaan teknik sadapan. Teknik penyadapan yang selama ini dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) adalah penyadapan getah pinus dengan metode koakan (quarre). Metode koakan masih memiliki banyak kekurangan baik dilihat dari segi produktivitas getah, kelestarian pohon pinus dan kualitas getah terutama jika dilihat dari kadar kotorannya maka diperlukan penyempurnaan metode sadapan dengan metode bor.

(16)

menghasilkan 20 gram/lubang/hari, interval sadapan lebih panjang dari sistem koakan, tidak rentan penyakit karena luka yang dibuat lebih kecil, selain itu penambahan stimulansia ETRAT pada luka sadap yang selama ini digunakan di HPGW juga sangat diperlukan karena stimulansia ini berfungsi untuk merangsang dan memperlancar keluarnya getah.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu:

1. Mengetahui produktivitas penyadapan getah pinus menggunakan metode bor dengan pemberian stimulansia ETRAT

2. Mengetahui pengaruh periode pelukaan terhadap produktivitas penyadapan getah pinus dengan metode bor

1.3 Manfaat

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Pohon Pinus merkusii

Pinus merkusii termasuk dalam famili Pinaceae dengan nama lainnya Pinus sumatrana Jungh. Pinus memiliki nama lokal yang berbeda-beda diantaranya tusam (Indonesia), uyam (Aceh), son son bai (Thailand), mindero pine (Philipina) dan tenasserim pine (Inggris) (Hidayat dan Hansen 2001).

Pinus merkusii Jung et de Vriese pertama kali ditemukan dengan nama tusam di daerah Sipirok, Tapanuli Selatan oleh seorang ahli botani Jerman–Dr. F. R. Junghuhn–pada tahun 1841. Jenis ini tergolong jenis cepat tumbuh dan tidak membutuhkan persyaratan khusus. Keistimewaan jenis ini antara lain merupakan satu-satunya jenis pinus yang menyebar secara alami ke selatan khatulistiwa sampai melewati 2 ° LS (Harahap 1995).

Tinggi Pinus merkusii Jungh et de Vriese dapat mencapai 20-40 meter. Daunnya dalam berkas dua dan berkas jarum (sebetulnya adalah tunas yang sangat pendek yang tidak pernah tumbuh) pada pangkalnya dikelilingi oleh suatu sarung dari sisik yang berupa selaput tipis panjangnya sekitar 0,5 cm. Bunga jantan panjangnya sekitar 2 cm, pada pangkal tunas yang muda, bertumpuk seperti bulir. Bunga betina berkumpul dalam jumlah kecil pada ujung tunas muda, silindris dan sedikit berbangun telur, kerapkali bengkok. Sisik kerucut buah dengan perisai ujung berbentuk jajaran genjang, akhirnya merenggang, kerucut

buah panjangnya 7−10 cm. Biji pipih berbentuk bulat telur, panjangnya 6−7 mm, pada tepi luar dengan sayap besar, mudah lepas (Steenis 2003).

Jenis Pinus merkusii memiliki bentuk batang bulat, lurus dengan kulit berwarna coklat tua, kasar dan beralur dalam serta memiliki tekstur halus dan licin saat diraba, memiliki permukaan mengkilap berwarna coklat kuning muda dan memiliki serat lurus dan memiliki tinggi rata-rata 25−35 m dengan tajuk bundar. Berdasarkan karakteristik tempat tumbuhnya, Pinus merkusii dapat tumbuh pada ketinggian bervariasi antara 200−2000 mdpl dan dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian diatas 400 mdpl dengan rata-rata curah hujan 1500−4000 mm/th. Jenis

(18)

panas atau dingin dan dapat tumbuh secara optimal pada daerah yang memiliki curah hujan sepanjang tahun (Siregar 2000, diacu dalam Natalia 2010).

2.2 Pinus sebagai Penghasil Getah

Getah pinus adalah semacam oleoresin yaitu campuran senyawa komplek resin dan terpentin berupa cairan kental dan lengket, bening atau buram. Oleoresin ini larut dalam alkohol, benzene, eter dan banyak pelarut lainnya, tetapi tidak larut dalam air (Sumadiwangsa et al. 1999).

Menurut Wibowo (2006) getah pinus merupakan campuran asam-asam resin yang larut dalam pelarut netral atau pelarut organik non polar seperti eter dan heksan. Getah pinus terdapat pada saluran resin (interseluler). Pada kayu daun jarum terdapat dua macam saluran resin, yaitu saluran resin normal dan saluran resin traumatis yang terbentuk akibat pelukaan dalam kayu. Getah pinus terdapat pada saluran resin atau celah-celah antar sel. Saluran tersebut sering disebut saluran interseluler. Saluran ini terbentuk baik ke arah memanjang batang diantara sel-sel trakeida maupun ke arah melintang dalam jaringan jari-jari kayu.

Fakultas kehutanan IPB (1989) menyatakan bahwa getah atau resin terbentuk sebagai akibat proses metabolisme sekunder dalam pohon. Getah berfungsi untuk melindungi sel-sel yang sedang tumbuh, memacu aktivitas pertumbuhan untuk penutupan luka mekanis jika terjadi serangan hama serta penyakit.

Getah pinus mampu menghasilkan manfaat berupa gondorukem dan terpentin. Kegunaan dari gondorukem adalah sebagai bahan vernis, bahan pembuat sabun, bahan pembuat batik, bahan solder, tinta printer, cat dan lain-lain. Terpentin bisa digunakan sebagai bahan pengencer cat dan vernis, bahan pelarut lilin dan bahan pembuatan kamper sintesis.

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Getah Pinus

Menurut Sumadiwangsa (2000), faktor yang mempengaruhi produktivitas getah pinus adalah:

a. Faktor dalam (genotip, umur, kondisi dan diameter pohon)

(19)

c. Faktor perlakuan seperti metode penyadapan, jumlah pembaharuan luka, pemakaian bahan stimulan (kadar dan dosis), keterampilan penyadap kebijaksanaan dan Sumber Daya Manusia.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan ternyata bahwa pohon pinus umur 16 tahun dengan kadar stimulan 20% dapat meningkatkan produksi getah sebesar 33%, sedangkan untuk umur 26 tahun kadar stimulan 15% dapat meningkatkan produksi getah sebanyak 50% (Yusnita dan Setyawan 2000).

Produktivitas getah pinus dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor dari dalam pohon itu sendiri seperti jenis, diameter dan umur tegakan. Menurut Wibowo (2006) pengaruh getah pohon pinus berhubungan dengan diameter pohon. Dengan adanya pertumbuhan diameter pohon, maka volume kayu gubal semakin besar. Oleh karena itu semakin besar volume kayu gubal, maka saluran getah yang terkandung pada pohon pinus akan semakin banyak dan produksi getah pinus akan semakin meningkat. Produktivitas getah pinus juga dipengaruhi oleh faktor tempat tumbuh pohon dan perlakuan yang diberikan terhadap pohon seperti cara penyadapannya

Berdasarkan penelitian Litbang Kehutanan (1996), getah pinus sebagai hasil dari proses metabolisme pohon, produksinya sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berpengaruh terhadap pohon itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain:

1. Faktor Biologi Pohon a. Jenis pohon

Produksi getah berbeda menurut jenis, misalnya Pinus caribaea

menghasilkan getah yang lebih banyak dengan kerak yang menempel pada pohon lebih sedikit daripada Pinus palustris. Pinus khasya dapat memproduksi getah sebanyak 7 kg/pohon/tahun, sedangkan Pinus merkusii 6 kg/pohon/tahun.

b. Umur tegakan

(20)

dinyatakan bahwa produksi getah pada kelas umur V-VI telah mulai menurun.

c. Diameter dan tinggi pohon

Bidang dasar atau diameter pohon, tinggi pohon dan jarak antar pohon (populasi) berpengaruh nyata terhadap produksi getah Pinus merkusii. Dari ketiga peubah tersebut, diameter pohon mempunyai pengaruh paling besar.

2. Faktor Tempat Tumbuh

Proses fisiologis internal dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan silvikultur serta potensi keturunan pohon.

a. Ketinggian tempat

Tinggi tempat dari permukaan laut mempengaruhi produksi getah

Pinus merkusii. Tinggi tempat mempengaruhi suhu dan intensitas cahaya semakin tinggi tempatnya dari permukaan laut, suhu semakin rendah demikian juga intensitas cahaya. Rendahnya intensitas cahaya ini karena kelerengan dan adanya awan yang sering menutupi matahari. Hal yang demikian, akan mempengaruhi laju metabolisme dan asimilasi untuk selanjutnya akan mempengaruhi produksi getah. b. Iklim

Musim panas akan memberikan hasil yang lebih tinggi karena suhu dan intensitas cahaya lebih besar, tetapi karena panas yang terus menerus menyebabkan getah cepat kering dan aliran getah dapat berhenti. Cuaca yang dingin dapat memperlambat aliran getah, karena saluran getah dapat tersumbat oleh getah yang beku.

3. Faktor Perlakuan Terhadap Pohon

Produksi getah pinus dipengaruhi oleh perlakuan manusia terhadap pohon maupun tegakannya, seperti sistem penyadapan, arah sadap dan penggunaan larutan kimia sebagai perangsang dalam penyadapan. Perlakuan terhadap tegakan yang mempengaruhi produksi getah adalah penjarangan. a. Metode Sadapan

(21)

Penggunaan asam hanya dapat mempengaruhi waktu pembaharuan koakan (quarre) dari tiga hari menjadi enam hari dan bukan untuk meningkatkan produksi. Kerusakan pada pemakaian asam dapat terlihat jelas dalam penyadapan bentuk koakan yaitu pada kayu yang mengering dan kulit yang merekah terpisah antara kayu dan kulitnya. b. Arah Sadapan

Koakan yang menghadap ke timur akan menghasilkan getah yang lebih banyak karena mendapatkan cahaya yang lebih cepat dan lebih lama. Karena suhu yang lebih tinggi dengan intensitas cahaya yang lebih banyak maka getah tidak cepat menggumpal.

c. Penjarangan Pohon

Penjarangan adalah perlakuan silvikultur terhadap tegakan hutan yang dibangun untuk menghasilkan kondisi pohon dalam pertumbuhan yang baik. Pada kondisi pohon yang baik akan menghasilkan kayu maupun getah pinus yang baik pula sehingga yang menjadi perhatian utama adalah tegakan dan bukan hasil produksi penjarangan.

Pohon yang ditebang saat penjarangan adalah pohon yang terserang hama atau penyakit, bentuknya jelek, tertekan, yang abnormal, jaraknya terlalu rapat dengan pohon lain dan tanaman selain pokok yang mengganggu tanaman pokok. Pada umumnya penjarangan dilakukan setiap 5 tahun sekali.

2.4 Sistem Penyadapan Getah Pada Pinus

Soetomo (1971) menyatakan ada tiga sistem penyadapan yang digunakan dalam menyadap getah pinus, yaitu:

1. Sistem koakan (quarre system)

Keuntungan dalam sistem koakan antara lain:

a. Alat yang digunakan mudah didapat, murah dan mudah diaplikasikan b. Pelaksanaan kerja lebih efisien

Kerugian dalam sistem koakan antara lain:

(22)

b. Getah yang dihasilkan tercampur kotoran karena penampung selalu terbuka

c. Luka yang lebar mudah terserang penyakit 2. Sistem bor

Keuntungan sistem bor ini antara lain:

a. Kualitas getah yang dihasilkan lebih baik daripada sistem koakan demikian juga dengan kuantitasnya. Sistem bor menghasilkan 20 gram/lubang/hari

b. Interval sadapan lebih panjang dari sistem koakan

c. Tidak rentan penyakit, karena luka yang dibuat lebih kecil Sedangkan untuk kekurangan dari sistem bor ini adalah: a. Tenaga yang diperlukan lebih banyak dari sistem koakan b. Alat yang diperlukan lebih mahal

3. Sistem Amerika

Penyadapan getah pinus dengan menggunakan sistem Amerika dilakukan dengan dua cara, yaitu sistem Amerika dengan perlakuan permukaan dan sistem Amerika asam sulfat.

Perbedaan sistem Amerika asam sulfat dengan sistem Amerika dengan perlakuan permukaan terletak pada kedalaman luka dan penggunaan bahan kimia, yaitu asam sulfat (H2SO4). Luka sadap berbentuk V pada sistem Amerika dengan perlakuan permukaan memiliki kedalaman luka 2-5 cm sedangkan untuk sistem Amerika asam sulfat hanya 1 cm.

(23)

yang sederhana dan tenaga yang berbeda-beda menyebabkan luka terlalu dalam, dikhawatirkan kelestarian produksi getah dan pohon kurang terjaga.

Berdasarkan alasan tersebut maka digunakan metode bor pada penyadapan pinus yang memiliki keunggulan, diantaranya bagian luka sadap yang terbuka relatif kecil, sehingga diharapkan dapat meminimalisir terserangnya bahaya penyakit atau hama dan kebakaran dan kelestarian produksi getah dan pohon lebih terjamin serta produktivitas rata-rata getah yang dihasilkan dengan metode bor lebih besar dari pada dengan menggunakan sistem koakan. Menurut Wibowo (2006) dengan menggunakan metode bor getah yang keluar akan lebih cepat karena getah-getah tersebut tidak beraksi dengan udara bebas sehingga pembekuan getah dapat dikurangi.

Disamping memiliki keunggulan, penggunaan metode bor dalam penelitian ini juga memiliki kelemahan diantaranya alat penyadapan yang masih manual sehingga tenaga yang dibutuhkan untuk menyadap harus besar, serta tenaga penyadap harus merupakan tenaga yang tetap karena dibutuhkan keahlian khusus dalam menyadap untuk mengurangi tingkat kerusakan mata bor yang digunakan, selain itu alat bor manual yang susah didapat dan harganya yang relatif mahal dan pengaplikasian alat bor manual yang susah di lapang.

Menurut Sumantri dan Endom (1989) dalam upaya peningkatan produksi getah pinus, Perum Perhutani secara intensif terus melakukan sadapan baru disamping melakukan juga percobaan baru untuk mencari sistem sadap yang lebih tepat, dalam arti penyadapan yang dilakukan mampu mendapatkan hasil getah yang lebih banyak sedang kerusakan batang akibat sadapan sekecil mungkin. Dengan pola sadapan seperti itu diharapkan batang pohon yang diperoleh masih dalam keadaan mulus di saat pemanenan dan dengan demikian dapat memberikan nilai yang tinggi.

Penyadapan getah tusam pada umumnya dilakukan dengan cara koakan (quarre) baik dengan maupun tanpa bahan perangsang (stimulant). Selain itu, telah banyak dilakukan percobaan penyadapan dengan cara lain, seperti cara rill

(24)

dibanding cara rill (Mardikanto dan Tobing 1996, diacu dalam Sudrajat et al.

2002).

2.5 Peranan Zat Stimulansia

Menurut Sumadiwangsa (2000) dalam penyadapan getah pinus bahan perangsang yang digunakan macamnya adalah beragam, tetapi komponen utamanya adalah asam sulfat atau asam nitrat atau campurannya. Kedua asam tersebut termasuk asam kuat dan oksidator kuat yang dapat merusak kulit manusia, kayu dan lingkungan. Campuran kedua asam tersebut akan mengeluarkan ion natrium (NO2+) dan mono hidrogen sulfat (HSO4-). Kedua ion ini selain mengganggu lingkungan juga diduga (terutama bila overdosis) akan mengganggu kelangsungan hidup pohon dan akan mengubah komponen kimia getah. Karenanya penggunaan asam ini patut dikaji ulang penggunaan sebagai bahan perangsang.

Penggunaan stimulansia dapat berfungsi sebagai perangsang terbentuknya

ethylene pada tanaman dan selanjutnya menaikkan tekanan osmosis serta tekanan turgor yang menyebabkan aliran getah bertambah cepat dan lebih lama. Ethylene

pada hakekatnya adalah suatu hormon pertumbuhan yang banyak berperan dalam perubahan suatu tanaman, antara lain terjadi perubahan dalam membran yang permeabel dari dinding saluran getah sehingga selama ada aliran getah, air masuk saluran getah dan jaringan-jaringan disekitarnya. ETRAT mengandung Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) yaitu ethylene dan stimulansia organik dalam satu larutan (asam organik). Ethylene adalah senyawa berbentuk gas, senyawa ini dapat memaksa pematangan buah menyebabkan daun tanggal dan penuaan. Tanaman sering meningkatkan produksi ethylene sebagai respon terhadap stress

dan sebelum mati. Penggunaan stimulan tidak meningkatkan kandungan getah yang ada, tetapi membuat celah dinding sel yang terhidrolisis dan akibat pelukaan tetap terbuka sehingga getah terus mengalir keluar (Santosa 2011).

(25)
(26)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012 dan bertempat di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. pohon Pinus (Pinus merkusii ) dan ETRAT 12.40.

3. 3 Metode Pengumpulan Data

3.3.1 Metode Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data penelitian berupa sejarah Hutan Pendidikan Guning Walat, letak dan luas areal, keadaan lokasi serta kondisi tegakan. Pengumpulan data ini diperoleh dari hasil wawancara dan informasi berupa arsip dari pihak pengelola HPGW.

3.3.2 Metode Pengumpulan Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara menyadap 80 pohon pinus dengan menggunakan metode bor dan pemberian ETRAT selama 35 hari. Pohon contoh dibagi ke dalam empat perlakuan, yaitu:

a. Perlakuan A: periode pelukaan 3 hari tanpa pemberian ETRAT sebanyak 20 pohon

b. Perlakuan B: periode pelukaan 3 hari dengan pemberian ETRAT sebanyak 20 pohon

c. Perlakuan C: periode pelukaan 5 hari dengan pemberian ETRAT sebanyak 20 pohon

d. Perlakuan D: periode pelukaan 7 hari dengan pemberian ETRAT sebanyak 20 pohon

(27)

sadapan yang diperoleh selama 35 hari akan diperhitungkan dalam satuan gram/bor/hari.

Penentuan pohon contoh dilakukan dengan pertimbangan: a. Diameter pohon pinus > 30 cm

b. Keadaan topografi tempat tumbuh pohon pinus seragam atau berada pada satu hamparan yang sama

c. Pohon contoh yang layak digunakan dalam penelitian, yaitu:

Penentuan pohon contoh yang layak digunakan diperoleh melalui pengamatan pendahuluan. Pengamatan pendahuluan ini dilakukan dengan memberikan perlakuan periode pelukaan dan pengambilan getah setiap 3 hari tanpa pemberian stimulansia ETRAT selama 10 hari. Pengamatan pendahuluan ini menggunakan 100 pohon pinus yang kemudian akan ditentukan 80 pohon pinus yang layak digunakan pada 4 perlakuan dalam penelitian ini, sehingga untuk setiap perlakuan mempunyai 20 pohon contoh. Penentuan 80 pohon contoh dilakukan dengan cara mengurutkan produktivitas rata-rata getah pinus 100 pohon pinus dari yang terkecil sampai yang terbesar kemudian menghilangkan 20 pohon contoh yang memiliki produktivitas rata-rata cukup ekstrim karena produktivitas yang dihasilkan terlalu kecil atau terlalu besar. Selanjutnya 80 pohon contoh yang akan digunakan tersebut disebar secara sistematis dan merata ke semua perlakuan sehingga masing-masing perlakuan mewakili setiap kelas produktivitas getah pinus dari yang terkecil sampai yang terbesar.

3.3.3 Penyadapan Pinus Dengan Metode Bor

Prosedur kerja dibagi kedalam beberapa tahapan utama yaitu: 1. Persiapan lokasi penyadapan, alat dan bahan

a. Persiapan alat-alat sadap yaitu bor manual, mata bor, plastik, pipa paralon, tali rafia, pita ukur, sprayer, ETRAT dan alat tulis

b. Pembersihan lapangan sekitar pohon pinus dan pengikisan kulit batang pohon pinus yang akan disadap

c. Pemberian nomor urut pohon pinus yang akan disadap dengan fiber

(28)

Langkah-langkah teknis pelaksanaan penyadapan pinus dengan metode bor adalah sebagai berikut:

a. Pengeboran awal pada batang pinus dengan ketinggian 20 cm di atas permukaan tanah

b. Pada saat melakukan pengeboran kedalaman yang harus dicapai dari

hasil pengeboran adalah 2−3 cm pada bagian gubal kayu dengan kemiringan pengeboran sebesar 30 °

c. Penyemprotan ETRAT untuk beberapa perlakuan pada bidang sadap yang telah dilukai

d. Pemasangan pipa paralon dan plastik bening sebagai wadah hasil sadapan. Plastik bening kosong/bersih yang akan digunakan sebagai wadah terlebih dahulu dilakukan penimbangan

e. Pembuatan luka sadapan baru pada ketinggian 5 cm di atas luka sadapan lama dengan metode pengeboran sama seperti di awal. Hal ini dilakukan agar luka sadapan baru tidak bersinggungan dengan luka sadapan sebelumnya

Gambar 1 Teknik Penyadapan dengan Metode Bor. 3. Perlakuan yang diberikan pada masing-masing pohon

Periode pelukaan dengan pemberian ETRAT disesuaikan dengan perlakuan yang diberikan untuk masing-masing pohon contoh, pemberian ETRAT untuk 1 luka sadapan sebanyak 1 ml

(29)

Getah yang dihasilkan dalam plastik penampung ditimbang dengan menggunakan alat timbangan digital lalu dilakukan perhitungan berat bersih getah pinus dengan formulasi sebagai berikut:

BG = BGP – BP Keterangan:

BG = Berat bersih getah pinus (gram)

BGP = Berat getah pinus dalam plastik (gram) BP = Berat bersih plastik (gram)

3.3.4 Rancangan Percobaan

Adapun rancangan percobaan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (Completely Randomize Design) dimana respon tersebut terdiri dari berbagai 4 macam periode pelukaan yaitu:

a. Perlakuan A: periode pelukaan 3 hari tanpa pemberian ETRAT b. Perlakuan B: periode pelukaan 3 hari dengan pemberian ETRAT c. Perlakuan C: periode pelukaan 5 hari dengan pemberian ETRAT d. Perlakuan D: periode pelukaan 7 hari dengan pemberian ETRAT

Model persamaan rancangan acak lengkap yang digunakan sebagai berikut: Yij = µ + τ + εij

Keterangan:

i = perlakuan A, B, C dan D j = 1, 2, 3,... sd 20

Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan pohon contoh ke-j µ = nilai rataan umum

τ = pengaruh perlakuan ke-i

(30)

Tabel 1 Bagan rancangan percobaan

Pengaruh faktor perlakuan berdasarkan periode pembaharuan luka terhadap peningkatan produktivitas getah pinus dapat dilakukan dengan analisis ragam atau

Analysis of Variance (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05).

Tabel 2 Analisys of Variance (ANOVA)

Pengujian terhadap pengaruh periode pembaharuan luka H0 : τ1 = τ2 = …….τi = 0

H1 : sekurangnya ada satu τi ≠ 0

Terima H0 : Perbedaan taraf perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap respon percobaan pada selang kepercayaan 95% (α=0,05) Terima H1 : Sekurangnya ada taraf perlakuan yang memberikan pengaruh nyata

(31)

Hasil uji F-hitung yang diperoleh dari ANOVA dibandingkan dengan F-tabel pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05) dengan kaidah:

1. Jika F-hitung < F-tabel maka H0 diterima, H1 ditolak sehingga perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap produktivitas getah pinus pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05)

2. Jika F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak, H1 diterima sehingga perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap produktivitas getah pinus pada selang

kepercayaan 95% (α = 0,05)

Apabila perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap produktivitas getah pinus, maka dilakukan pengujian kembali dengan Uji Duncan menggunakan

(32)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pengelolaan Hutan Pendidikan Gunung Walat

Pada tahun 1963 merupakan tahun berdirinya Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor bersamaan dengan berdirinya Institut Pertanian Bogor (IPB). Pada tahun 1967 dilakukan kerjasama antara IPB dan Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat, Direktorat Jenderal Kehutanan dan Departemen Pertanian untuk mengusahakan areal Gunung Walat menjadi hutan pendidikan yang dibina oleh Fakultas Kehutanan IPB.

Pada tahun 1969 diterbitkan Surat Keputusan Kepala Jawatan Kehutanan Daerah Tingkat I Jawa Barat No. 7041/IV/69 tertanggal 14 Oktober 1969 yang menyatakan bahwa Kompleks Hutan Gunung Walat seluas 359 ha ditunjuk sebagai Hutan Pendidikan yang pengelolaannya diserahkan kepada IPB.

Pada tahun 1973 diterbitkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan No. 291/DS/73 tertanggal 24 Januari 1973 tentang Pengelolaan Hutan Pendidikan Gunung Walat dan tanggal 9 Februari dilakukan penandatanganan surat perijinan pinjam pakai tanah hutan Gunung Walat sebagai Hutan Pendidikan oleh Kepala Dinas Kehutanan Jawa Barat dengan Rektor IPB.

Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 008/Kpts/DII/73 maka kemudian IPB mendapat hak pakai atas Komplek Hutan Pendidikan Gunung Walat dan pada tahun 1992 Menteri Kehutanan menerbitkan Surat Keputusan No. 687/Kpts-II/92 tentang penunjukan Komplek Hutan Gunung Walat menjadi Hutan Pendidikan.

Pada tahun 2005, Menteri Kehutanan menerbitkan Surat Keputusan No. 188/Menhut-II/2005 tertanggal 8 Juli 2005 tentang penunjukan dan penetapan kawasan Hutan Produksi Terbatas Kompleks Hutan Pendidikan Gunung Walat seluas 359 ha sebagai kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (HDTK) untuk jangka waktu 20 tahun.

4.2 Letak Geografis

(33)

Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi, sedangkan secara administratif kehutanan termasuk dalam wilayah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Gede Barat, Kesatuan Pemangkuan Hutan Sukabumi, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten dengan luas wilayah 359 ha, terdiri dari tiga blok yaitu Blok Timur (Cikatomas) seluas 120 ha, Blok Barat (Cimenyan) seluas 125 ha, dan Blok Tengah (Tangkalak) seluas 114 ha.

Batas wilayah Hutan Pendidikan Gunung Walat antara lain : Utara : Desa Batununggul dan Desa Sekarwangi

Timur : Desa Cicantayan dan Cijati Selatan : Desa Hegarmanah

Barat : Desa Hegarmanah 4.3 Kondisi Fisik

Menurut Fakultas Kehutanan (2010) berdasarkan peta tanah Gunung Walat skala 1 : 10.000 tahun 1981, jenis tanah Gunung Walat adalah keluarga lotosol merah kekuningan, latosol coklat, podsolik merah kekuningan dan Latosol. Keadaan ini menunjukkan bahwa tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat bersifat heterogen. Tanah latosol merah kekuningan adalah jenis tanah yang terbanyak sedangkan di daerah berbatu hanya terdapat tanah latosol, dan di daerah lembah terdapat tanah podsolik.

Klasifikasi iklim Hutan Pendidikan Gunung Walat menurut Schmidt dan

Ferguson termasuk tipe iklim hujan B (basah) dengan nilai Q = 14,3 %-33%, suhu udara minimum 20° pada malam hari dan suhu maksimum 30° pada siang hari dengan rata-rata curah hujan tahunan 1600-4400 mm. Topografi bervariasi dari landai sampai bergelombang terutama di bagian selatan, sedangkan bagian utara memiliki topografi yang semakin berat.

Hutan Pendidikan Gunung Walat merupakan bagian dari pegunungan yang berderet dari timur ke barat. Bagian selatan merupakan daerah yang bergelombang mengikuti punggung-punggung bukit yang memanjang dan melandai dari utara ke selatan. Bagian tengah terdapat puncak dengan ketinggian 676 mdpl dengan topografi agak curam (15-25%) sampai sangat curam (>40%).

(34)

Legok Pusar. Pada bagian selatan dari areal Gunung Walat terdapat anak sungai yang terus mengalir.

4.4 Kondisi Biotik

Di dalam Hutan Pendidikan Gunung Walat terdapat hutan tanaman yang dibangun sejak tahun 1951/1952 dengan jenis tanaman damar (Agathis loranhtifolia). Saat ini penutupan hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat telah mencapai lebih dari 95 % dengan berbagai jenis tanaman, yaitu damar (Agathis lorantifolia), pinus (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), kayu afrika (Maesopsis eminii), mahoni (Swietenia macrophylla), rasamala (Altingia excelsa), sono (Dalbergia latifolia), Gliricidae sp, jeunjing (Paraserianthes falcataria), meranti (Shorea sp) dan mangium (Acacia mangium) (Fakultas Kehutanan IPB 2012).

Menurut Fakultas Kehutanan IPB (2010), Potensi hutan tanaman berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 1984 adalah sebanyak 10.855 m3 kayu agathis lorantifolia (Damar), 9.471 m3 kayu Pinus merkusii (Pinus), 464 m3

Schima wallichii (puspa), 132 m3 Paraserianthes falcataria (sengon) dan 88 m3 kayu Swietenia macrophylla (mahoni). Tanaman Damar dan Pinus merkusii telah menghasilkan getah kopal dan getah pinus.

(35)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Lapangan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam satu blok, yaitu di petak penelitian permanen teknologi penyadapan getah pinus (blok Cikatomas) dengan total luas areal 2,5 ha dan pada ketinggian 726−737 mdpl. Keadaan topografi dipilih sama atau seragam untuk semua perlakuan.

(36)

5.2 Produktivitas Getah Pinus Selama Penelitian

Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 perlakuan berdasarkan perbedaan periode pelukaan, yaitu perlakuan A dengan periode pelukaan 3 hari tanpa diberi ETRAT (kontrol), perlakuan B dengan periode pelukaan 3 hari dengan diberi ETRAT, perlakuan C dengan periode pelukaan 5 hari dengan diberi ETRAT dan perlakuan D dengan periode pelukaan 7 hari dengan diberi ETRAT. Masing-masing periode menunjukkan jumlah hari pada saat getah akan dipanen. Penelitian ini dilakukan selama 35 hari sehingga untuk periode 3 hari pelukaan dilakukan 11 kali panen, untuk periode pelukaan 5 hari dilakukan 7 kali panen dan untuk periode pelukaan 7 hari dilakukan 5 kali panen. Meskipun pengulangan panennya berbeda-beda, namun satuan yang menjadi acuan dalam perhitungan adalah gram/bor/hari.

Selain menggunakan metode bor peningkatan hasil sadapan getah pinus dapat dilakukan dengan penambahan ETRAT yang selama ini sudah digunakan di HPGW. Penambahan ETRAT dilakukan dengan cara menyemprotkan ETRAT ke luka sadap pada setiap kali pengeboran. Menurut Santosa (2011) ETRAT merupakan formulasi terbaru, dimana formulasi tersebut mengandung ZPT (ethylene) dan asam organik dalam satu larutan. Dengan demikian ETRAT mempunyai dua fungsi, yaitu merangsang keluarnya getah dan memperlancar keluarnya getah. ETRAT 12.40 yang digunakan dalam penelitian ini diproduksi oleh CV. Permata Hijau Lestari dengan komposisi 100 ppm ethylene dan 150 ppm asam sitrat dan dijual dengan harga Rp 12.000/liter. Bahan kimia yang terkandung dalam ETRAT 12.40 ini tidak berbahaya baik bagi kesehatan para penyadap, kondisi pohon yang disadap dan lingkungan sekitar (Putri 2011).

(37)

12.31

Gambar 3 Produktivitas rata-rata penyadapan getah pinus pada 4 perlakuan (gram/bor/hari).

Berdasarkan Gambar 3 terlihat rata-rata produktivitas hasil sadapan getah pinus yang paling banyak adalah periode pelukaan 3 hari dengan diberi ETRAT yaitu sebesar 20,93 gram/bor/hari. Produktivitas rata-rata getah terendah dengan pemberian ETRAT didapat pada periode pelukaan 7 hari yaitu 16,12 gram/bor/hari dan untuk produksi getah pinus rata-rata terendah adalah perlakuan kontrol periode pelukaan 3 hari tanpa pemberian ETRAT dengan rata-rata produktivitas getah sebanyak 12,31 gram/bor/hari. Periode pelukaan 3 hari dengan pemberian ETRAT menghasilkan produktivitas rata-rata getah yang tinggi dibanding dengan periode lainnya. Hal ini dikarenakan pelukaan dengan pemberian ETRAT yang lebih sering dilakukan.

Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu periode pembaharuan luka maka semakin menurun rata-rata produktivitas getah pinus yang didapat. Berdasarkan data Gambar 3 terjadi peningkatan produktivitas getah pinus pada periode pelukaan yang sama yaitu 3 hari dengan perlakuan diberi dan tidak diberi tambahan stimulansia ETRAT atau kontrol sebesar 70,02%.

Berdasarkan hasil penelitian penyadapan pinus dengan menggunakan metode bor menghasilkan getah yang berkualitas bagus berdasarkan penampakan fisiknya karena tidak terdapat kotoran sehingga kualitas gondorukem yang dihasilkan nantinya juga bagus. Getah yang keluar dari batang langsung disalurkan oleh pipa paralon kedalam wadah penampung plastik sehingga kadar kotoran yang bercampur dengan getah sedikit bahkan tidak ada. Lubang sadap

20.93

17.40

16.12

(38)

yang diberi pipa paralon ini bertujuan agar udara tidak langsung kontak dengan bidang sadapannya sehingga getah akan mengalir lebih lama kedalam wadah plastik penampung getah karena suhu udara akan mempengaruhi cepat lambatnya pembekuan getah. Suhu yang rendah akan menghambat aliran getah pada bidang sadapan dikarenakan getah yang cepat membeku.

Pelukaan awal pada pohon pinus menyebabkan stress pada batang yang mempengaruhi metabolisme sekunder. Metabolisme sekunder ini akan merangsang keluarnya getah untuk memperbaiki sel-sel yang luka atau untuk menutup luka. Produktivitas rata-rata getah yang dihasilkan dalam setiap panennya berbeda-beda. Untuk mengetahui grafik kecenderungan produktivitas rata-rata penyadapan getah pinus dalam setiap panennya dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Kecenderungan produktivitas rata-rata getah pinus setiap panennya

pada berbagai periode pelukaan (gram/bor/hari).

(39)

memerlukan waktu untuk mempengaruhi metabolisme sekunder. Ethylene yang terkandung dalam Zat Pengatur Tumbuh membutuhkan waktu untuk merubah bentuk dari cair menjadi gas di dalam jaringan tanaman. Setelah itu proses untuk membangkitkan ethylene di dalam tanaman pun memerlukan waktu hingga tercapainya proses metabolisme sekunder (pembentukan getah) dapat berjalan dengan stabil.

Produksi getah pada perlakuan periode pelukaan 3 hari dengan disemprot ETRAT menunjukkan hasil yang tinggi dan penurunan produksi getahnya pun tidak terlalu besar dari produksi sebelumnya untuk setiap kali panennya jika dibandingkan dengan hasil produksi getah per panen ketiga perlakuan lainnya.

Kontrol Periode pelukaan 3 hari

(40)

Pada Gambar 5 terlihat pebedaan warna untuk setiap perlakuan. Semakin lama waktu periode pelukaan maka warna getah akan semakin putih dan bertekstur menggumpal seperti gula pasir. Hal ini menunjukkan adanya pembekuan atau penggumpalan jika getah disimpan terlalu lama dalam suatu wadah.

Menurut Santosa (2011) getah yang dihasilkan oleh Pinus merkusii

digolongkan sebagai oleoresin yang merupakan cairan asam-asam resin (asam abietat, asam pimarat dan lainnya) hasil metabolisme sekunder di dalam tanaman. Fungsi getah di dalam tanaman adalah:

1. Perlindungan terhadap sel-sel yang sedang tumbuh

2. Memacu aktivitas pertumbuhan untuk penutupan luka mekanis maupun jika terjadi serangan hama serta penyakit

Untuk mengetahui pengaruh berbagai perlakuan periode pembaharuan luka dengan pemberian ETRAT terhadap produktivitas penyadapan getah pinus, maka dilakukan pengolahan statistik terhadap data hasil pengukuran. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis ragam untuk rancangan acak lengkap satu faktor yaitu faktor perlakuan dengan ulangan yang sama.

Tabel 3 Analisis ragam pengaruh berbagai perlakuan periode pelukaan dan pemberian ETRAT

Hasil pengujian analisis ragam atau Analysis Of Variance (ANOVA) menunjukkan bahwa setiap perlakuan mempunyai pengaruh nyata terhadap

rata-rata produktivitas getah pinus yang dihasilkan pada tingkat kepercayaan 95% (α =

(41)

Tabel 4 Hasil Uji Duncan pengaruh berbagai perlakuan periode pembaharuan luka dengan pemberian ETRAT

No Perlakuan Rata-rata Produktivitas (gram/bor/hari)

Hasil Uji Duncan

1 Kontrol 12,31 c

2 Pelukaan 3 hari 20,93 a

3 Pelukaan 5 hari 17,40 b

4 Pelukaan 7 hari 16,12 b

Hasil Uji Duncan membandingkan pengaruh antar perlakuan dilihat dari produktivitas rata-rata getah. Pada Tabel 4 hasil Uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan 3, 5 dan 7 hari pelukaan sangat berbeda nyata dengan perlakuan kontrol yang memiliki nilai produktivitas rata-rata paling rendah. Akan tetapi, pada perlakuan 5 dan 7 hari pelukaan berada pada hasil Uji Duncan yang sama, hasil ini menunjukkan bahwa antar kedua perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. 5.3 Pemilihan Periode Pembaharuan Luka

Berdasarkan Tabel 4 hasil Uji Duncan terlihat bahwa periode pelukaan 3 hari dengan ETRAT hasilnya lebih nyata dibandingkan dengan ketiga perlakuan lainnya. Produktivitas rata-rata yang dihasilkannya juga sangat besar, yaitu 20,93 gram/bor/hari sangat berbeda jauh dengan produktivitas rata-rata pada perlakuan 3 hari tanpa ETRAT sebesar 12,32 gram/bor/hari.

(42)

Tabel 5 Analisis biaya setiap perlakuan penyadapan getah pinus

1 = upah penyadap Rp 1.600/kg x total getah yang didapat selama penelitian/1000 2 = penggunaan ETRAT 12.40 selama penelitian

3 = penggunaan ETRAT/1.000 x harga ETRAT 12.40 Rp 12.000/liter

4 = total getah yang didapat selama penelitian/1.000 x harga jual getah pinus Rp 8.000/kg 5 = penjualan getah – (Biaya ETRAT + Upah penyadap)

(43)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

1. Periode pelukaan dengan metode bor dan pemberian stimulansia ETRAT memberikan pengaruh nyata terhadap produktivitas getah pinus. Produktivitas penyadapan getah pinus dengan ETRAT terbesar yaitu pada periode pelukaan 3 hari sebesar 20,93 gram/bor/hari dan produktivitas penyadapan getah pinus terkecil dengan ETRAT yaitu pada periode pelukaan 7 hari sebesar 16,12 gram/bor/hari sedangkan untuk produktivitas getah pinus paling rendah yaitu pada periode 3 hari tanpa ETRAT sebesar 12,31 gram/bor/hari

2. Semakin lama periode pelukaan yang dilakukan maka produktivitas getah pinus semakin menurun

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai jumlah maksimal pelukaan dengan metode bor dalam satu pohon

2. Perlu dilakukan pengamatan mengenai waktu penutupan luka dengan metode bor

3. Perlu dilakukan pengamatan lebih lanjut mengenai waktu maksimal penyadapan getah dengan metode bor

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Adhi YA. 2008. Pengaruh Jumlah Sadapan Terhadap Produksi Getah Pinus (Pinus merkusii) dengan Metode Koakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Darmastuti IN. 2011. Pengaruh Penggunaan Stimulansia Organik dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Terhadap Produktivitas Penyadapan Getah Pinus di Hutan Pendidikan Gunung Walat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Fakultas Kehutanan IPB. 1989. Penyempurnaan Cara Penyadapan getah Pinus untuk Peningkatan Produksi Getah. Laporan Penelitian Fakultas Kehutanan IPB dan Perum Perhutani.

Fakultas Kehutanan IPB. 2010. Kondisi Umum Hutan Pendidikan Gunung Walat. http://fahutan.ipb.ac.id/id/kondisi-umum [14 Nov 2012]

Fakultas Kehutanan IPB 2012. Profil Hutan Pendidikan Gunung Walat. http://www.gunungwalat.net/id/content/profil [14 Nov 2012]

Harahap RMS. 1995. Keragaman Sifat dan Uji Asal Benih Pinus merkusii di Sumatera. Buletin Penelitian Kehutanan. Pematang Siantar. 11(3):295-307. Haqiqi N. 2011. Pengaruh Periode Pembaharuan Luka Terhadap Produktivitas

dan Kualitas Penyadapan Kopal di Hutan Pendidikan Gunung Walat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Hidayat J dan Hansen CP. 2001. Informasi Singkat Benih. Direktorat Perbenihan

Tanaman Hutan.

http://www.dephut.go.id/INFORMASI/RRL/IFSP/Pinus_merkusii.pdf [6 Nov 2006]

Litbang Kehutanan. 1996. Kajian Teknis Ekonomis Pengolahan Gondorukem Dalam Rangka Peningkatan Nilai Tambah Studi Kasus PGT Paninggaran dan PGT Cimanggu. Laporan Akhir Penelitian. Kerjasama Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan dan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Tidak diterbitkan.

Natalia LH. 2010. Penentuan Waktu Standar Penyadapan Getah Pinus di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Nurkhairani. 2008. Pengaruh Pemberian Berbagai Jenis Stimulansia Terhadap Produksi Getah Pinus (Pinus merkusii Jung et de Vriese) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

(45)

Santosa G. 2006. Pengembangan Metode Penyadapan Kopal Melalui Penerapan Teknik Sayatan [disertasi]. Bogor : Fakultas Kehutanan IPB.

Santosa G. 2011. Pengaruh Pemberian ETRAT terhadap peningkatan Produktivitas Penyadapan Getah Pinus (Studi Kasus di KPH Sukabumi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten). Laporan Penelitian. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.

Soetomo. 1971. Pemungutan dan Pengolahan Getah Pinus. KPH Pekalongan Timur.

Steenis CGGJ van. 2003. Flora : untuk Sekolah di Indonesia. Pradnya Paramita. Jakarta. Hlm. 102.

Sudrajat R, Setyawan D, Sumadiwangsa S. 2002. Pengaruh Diameter Pohon, Umur dan Kadar Stimulan Terhadap Produktivitas Getah Tusam (Pinus merkusii Jungh et. de. Vries). Buletin Penelitian Hasil Hutan Vol. 20 No.2 Th. 2002: 143-158.

Sumadiwangsa S, Lestari NH, Bratamiharja S. 1999. Pengaruh Kadar Stimulan dan Penutupan Luka Sadap pada Penyadapan Pinus (Pinus merkusii). Duta Rimba September 1999. Hlm: 35−38.

Sumadiwangsa ES. 2000. Pemanfaatan Resin Untuk Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Sekitar Hutan. di dalam : Peningkatan Efisiensi Pemanfaatan Kayu dan Hasil Hutan Bukan Kayu; Bogor, 7 Des 2000. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Hlm: 123−124.

Sumantri I dan Endom W. 1989. Penyadapan Getah Pinus merkusii dengan Menggunakan Beberapa Pola Sadap dan Tingkat Konsentrasi Zat Perangsang.

Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 6, No.3 (1989) pp.: 152−159.

Wibowo P. 2006. Produktifitas Penyadapan Getah Pinus merkusii Jungh. Et de Vriese dengan Sistem Koakan (QUARRE SYSTEM) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Wdidhi S. Oktober 2012. Perhutani Menuju Era Getah Bersih. Bina:2. http://www.petakhutan.wordpress.com [2 Nov 2012]

Yusnita E dan Setyawan D. 2000. Modifikasi Teknik Penyadapan Tusam (Pinus merkusii Jungh et.de.Vriese) untuk Meningkatkan Produksi Getah. di dalam :

Peningkatan Efisiensi Pemanfaatan Kayu dan Hasil Hutan Bukan Kayu;

(46)
(47)

Lampiran 1 Produktivitas rata-rata penyadapan getah pinus pada 4 perlakuan (gram/bor/hari)

Pohon Perlakuan (gram/bor/hari)

Contoh ke- A B C D

1 8,94 8,58 8,94 19,66

2 6,36 18,58 9,03 12,74

3 11,18 36,79 10,46 14,89

4 11,12 11,52 16,69 14,60

5 17,88 25,94 11,49 28,43

6 13,91 11,42 18,91 29,03

7 10,73 32,91 9,14 10,54

8 11,33 36,94 16,80 14,97

9 27,61 17,42 14,43 21,51

10 13,55 16,52 12,57 9,54

11 10,12 21,12 20,26 14,94

12 16,67 21,42 28,77 7,29

13 10,06 20,58 32,86 13,20

14 17,61 14,82 8,51 13,80

15 8,55 22,55 20,20 13,69

16 7,55 16,09 17,49 15,03

17 3,52 28,70 27,69 12,69

18 5,58 7,55 19,29 22,23

19 12,36 18,73 21,09 12,06

20 21,70 30,52 23,46 21,60

Total 246,30 418,67 348,06 322,43

(48)

Lampiran 2 Hasil Analisis ANOVA dan Uji Duncan

1. ANOVA

The ANOVA Procedure

Dependent Variable: data

Sum of

Source DF Squares Mean Square F Value

Model 3 759.597414 253.199138 5.24 Error 76 3670.023755 48.289786

Corrected Total 79 4429.621169

2. Uji Duncan

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N perlk

A 20.935 20 B A

B A 17.404 20 C B

B C 16.122 20 D C

(49)

Lampiran 3 Dokumentasi Penelitian

Alat dan Bahan Penelitian

Penomoran Pohon Proses Pengeboran

Pemasangan Pipa dan wadah plastik Pemanenan Getah

(50)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Hutan merupakan salah satu sumber kekayaan negara dan bangsa, baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Hingga saat ini masih banyak masyarakat yang sumber penghidupannya masih bergantung pada hutan, oleh karena itu kelangsungan dan kelestarian hutan sangat bergantung pada tindakan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya hutan tersebut.

Pemanfaatan sumber daya hutan baik Hasil Hutan Kayu maupun Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) harus dikelola sebaik-baiknya agar mendapatkan hasil yang maksimal. Getah Pinus merupakan salah satu HHBK yang memiliki permintaan dan nilai jual yang cukup tinggi. Hasil olahan getah pinus terdiri dari gondorukem dan terpentin. Gondorukem memiliki banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembuat sabun, bahan pelapis, tinta printer, batik dan cat sedangkan terpentin dapat digunakan sebagai bahan pengencer cat, vernis dan pembersih lantai.

Produksi gondorukem yang dihasilkan di Indonesia pada tahun 2011 adalah 90.000 ton. Produksi ini akan terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk hal ini didukung oleh target produksi gondorukem pada tahun 2013 sebesar 102.000 ton (Wdidhi 2012). Pemenuhan target ini diikuti dengan meningkatnya permintaan getah pinus. Oleh karena itu, dibutuhkan cara untuk meningkatkan produktivitas getah pinus antara lain adalah dengan penyempurnaan teknik sadapan. Teknik penyadapan yang selama ini dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) adalah penyadapan getah pinus dengan metode koakan (quarre). Metode koakan masih memiliki banyak kekurangan baik dilihat dari segi produktivitas getah, kelestarian pohon pinus dan kualitas getah terutama jika dilihat dari kadar kotorannya maka diperlukan penyempurnaan metode sadapan dengan metode bor.

(51)

menghasilkan 20 gram/lubang/hari, interval sadapan lebih panjang dari sistem koakan, tidak rentan penyakit karena luka yang dibuat lebih kecil, selain itu penambahan stimulansia ETRAT pada luka sadap yang selama ini digunakan di HPGW juga sangat diperlukan karena stimulansia ini berfungsi untuk merangsang dan memperlancar keluarnya getah.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu:

1. Mengetahui produktivitas penyadapan getah pinus menggunakan metode bor dengan pemberian stimulansia ETRAT

2. Mengetahui pengaruh periode pelukaan terhadap produktivitas penyadapan getah pinus dengan metode bor

1.3 Manfaat

(52)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Pohon Pinus merkusii

Pinus merkusii termasuk dalam famili Pinaceae dengan nama lainnya Pinus sumatrana Jungh. Pinus memiliki nama lokal yang berbeda-beda diantaranya tusam (Indonesia), uyam (Aceh), son son bai (Thailand), mindero pine (Philipina) dan tenasserim pine (Inggris) (Hidayat dan Hansen 2001).

Pinus merkusii Jung et de Vriese pertama kali ditemukan dengan nama tusam di daerah Sipirok, Tapanuli Selatan oleh seorang ahli botani Jerman–Dr. F. R. Junghuhn–pada tahun 1841. Jenis ini tergolong jenis cepat tumbuh dan tidak membutuhkan persyaratan khusus. Keistimewaan jenis ini antara lain merupakan satu-satunya jenis pinus yang menyebar secara alami ke selatan khatulistiwa sampai melewati 2 ° LS (Harahap 1995).

Tinggi Pinus merkusii Jungh et de Vriese dapat mencapai 20-40 meter. Daunnya dalam berkas dua dan berkas jarum (sebetulnya adalah tunas yang sangat pendek yang tidak pernah tumbuh) pada pangkalnya dikelilingi oleh suatu sarung dari sisik yang berupa selaput tipis panjangnya sekitar 0,5 cm. Bunga jantan panjangnya sekitar 2 cm, pada pangkal tunas yang muda, bertumpuk seperti bulir. Bunga betina berkumpul dalam jumlah kecil pada ujung tunas muda, silindris dan sedikit berbangun telur, kerapkali bengkok. Sisik kerucut buah dengan perisai ujung berbentuk jajaran genjang, akhirnya merenggang, kerucut

buah panjangnya 7−10 cm. Biji pipih berbentuk bulat telur, panjangnya 6−7 mm, pada tepi luar dengan sayap besar, mudah lepas (Steenis 2003).

Jenis Pinus merkusii memiliki bentuk batang bulat, lurus dengan kulit berwarna coklat tua, kasar dan beralur dalam serta memiliki tekstur halus dan licin saat diraba, memiliki permukaan mengkilap berwarna coklat kuning muda dan memiliki serat lurus dan memiliki tinggi rata-rata 25−35 m dengan tajuk bundar. Berdasarkan karakteristik tempat tumbuhnya, Pinus merkusii dapat tumbuh pada ketinggian bervariasi antara 200−2000 mdpl dan dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian diatas 400 mdpl dengan rata-rata curah hujan 1500−4000 mm/th. Jenis

(53)

panas atau dingin dan dapat tumbuh secara optimal pada daerah yang memiliki curah hujan sepanjang tahun (Siregar 2000, diacu dalam Natalia 2010).

2.2 Pinus sebagai Penghasil Getah

Getah pinus adalah semacam oleoresin yaitu campuran senyawa komplek resin dan terpentin berupa cairan kental dan lengket, bening atau buram. Oleoresin ini larut dalam alkohol, benzene, eter dan banyak pelarut lainnya, tetapi tidak larut dalam air (Sumadiwangsa et al. 1999).

Menurut Wibowo (2006) getah pinus merupakan campuran asam-asam resin yang larut dalam pelarut netral atau pelarut organik non polar seperti eter dan heksan. Getah pinus terdapat pada saluran resin (interseluler). Pada kayu daun jarum terdapat dua macam saluran resin, yaitu saluran resin normal dan saluran resin traumatis yang terbentuk akibat pelukaan dalam kayu. Getah pinus terdapat pada saluran resin atau celah-celah antar sel. Saluran tersebut sering disebut saluran interseluler. Saluran ini terbentuk baik ke arah memanjang batang diantara sel-sel trakeida maupun ke arah melintang dalam jaringan jari-jari kayu.

Fakultas kehutanan IPB (1989) menyatakan bahwa getah atau resin terbentuk sebagai akibat proses metabolisme sekunder dalam pohon. Getah berfungsi untuk melindungi sel-sel yang sedang tumbuh, memacu aktivitas pertumbuhan untuk penutupan luka mekanis jika terjadi serangan hama serta penyakit.

Getah pinus mampu menghasilkan manfaat berupa gondorukem dan terpentin. Kegunaan dari gondorukem adalah sebagai bahan vernis, bahan pembuat sabun, bahan pembuat batik, bahan solder, tinta printer, cat dan lain-lain. Terpentin bisa digunakan sebagai bahan pengencer cat dan vernis, bahan pelarut lilin dan bahan pembuatan kamper sintesis.

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Getah Pinus

Menurut Sumadiwangsa (2000), faktor yang mempengaruhi produktivitas getah pinus adalah:

a. Faktor dalam (genotip, umur, kondisi dan diameter pohon)

(54)

c. Faktor perlakuan seperti metode penyadapan, jumlah pembaharuan luka, pemakaian bahan stimulan (kadar dan dosis), keterampilan penyadap kebijaksanaan dan Sumber Daya Manusia.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan ternyata bahwa pohon pinus umur 16 tahun dengan kadar stimulan 20% dapat meningkatkan produksi getah sebesar 33%, sedangkan untuk umur 26 tahun kadar stimulan 15% dapat meningkatkan produksi getah sebanyak 50% (Yusnita dan Setyawan 2000).

Produktivitas getah pinus dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor dari dalam pohon itu sendiri seperti jenis, diameter dan umur tegakan. Menurut Wibowo (2006) pengaruh getah pohon pinus berhubungan dengan diameter pohon. Dengan adanya pertumbuhan diameter pohon, maka volume kayu gubal semakin besar. Oleh karena itu semakin besar volume kayu gubal, maka saluran getah yang terkandung pada pohon pinus akan semakin banyak dan produksi getah pinus akan semakin meningkat. Produktivitas getah pinus juga dipengaruhi oleh faktor tempat tumbuh pohon dan perlakuan yang diberikan terhadap pohon seperti cara penyadapannya

Berdasarkan penelitian Litbang Kehutanan (1996), getah pinus sebagai hasil dari proses metabolisme pohon, produksinya sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berpengaruh terhadap pohon itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain:

1. Faktor Biologi Pohon a. Jenis pohon

Produksi getah berbeda menurut jenis, misalnya Pinus caribaea

menghasilkan getah yang lebih banyak dengan kerak yang menempel pada pohon lebih sedikit daripada Pinus palustris. Pinus khasya dapat memproduksi getah sebanyak 7 kg/pohon/tahun, sedangkan Pinus merkusii 6 kg/pohon/tahun.

b. Umur tegakan

(55)

dinyatakan bahwa produksi getah pada kelas umur V-VI telah mulai menurun.

c. Diameter dan tinggi pohon

Bidang dasar atau diameter pohon, tinggi pohon dan jarak antar pohon (populasi) berpengaruh nyata terhadap produksi getah Pinus merkusii. Dari ketiga peubah tersebut, diameter pohon mempunyai pengaruh paling besar.

2. Faktor Tempat Tumbuh

Proses fisiologis internal dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan silvikultur serta potensi keturunan pohon.

a. Ketinggian tempat

Tinggi tempat dari permukaan laut mempengaruhi produksi getah

Pinus merkusii. Tinggi tempat mempengaruhi suhu dan intensitas cahaya semakin tinggi tempatnya dari permukaan laut, suhu semakin rendah demikian juga intensitas cahaya. Rendahnya intensitas cahaya ini karena kelerengan dan adanya awan yang sering menutupi matahari. Hal yang demikian, akan mempengaruhi laju metabolisme dan asimilasi untuk selanjutnya akan mempengaruhi produksi getah. b. Iklim

Musim panas akan memberikan hasil yang lebih tinggi karena suhu dan intensitas cahaya lebih besar, tetapi karena panas yang terus menerus menyebabkan getah cepat kering dan aliran getah dapat berhenti. Cuaca yang dingin dapat memperlambat aliran getah, karena saluran getah dapat tersumbat oleh getah yang beku.

3. Faktor Perlakuan Terhadap Pohon

Produksi getah pinus dipengaruhi oleh perlakuan manusia terhadap pohon maupun tegakannya, seperti sistem penyadapan, arah sadap dan penggunaan larutan kimia sebagai perangsang dalam penyadapan. Perlakuan terhadap tegakan yang mempengaruhi produksi getah adalah penjarangan. a. Metode Sadapan

(56)

Penggunaan asam hanya dapat mempengaruhi waktu pembaharuan koakan (quarre) dari tiga hari menjadi enam hari dan bukan untuk meningkatkan produksi. Kerusakan pada pemakaian asam dapat terlihat jelas dalam penyadapan bentuk koakan yaitu pada kayu yang mengering dan kulit yang merekah terpisah antara kayu dan kulitnya. b. Arah Sadapan

Koakan yang menghadap ke timur akan menghasilkan getah yang lebih banyak karena mendapatkan cahaya yang lebih cepat dan lebih lama. Karena suhu yang lebih tinggi dengan intensitas cahaya yang lebih banyak maka getah tidak cepat menggumpal.

c. Penjarangan Pohon

Penjarangan adalah perlakuan silvikultur terhadap tegakan hutan yang dibangun untuk menghasilkan kondisi pohon dalam pertumbuhan yang baik. Pada kondisi pohon yang baik akan menghasilkan kayu maupun getah pinus yang baik pula sehingga yang menjadi perhatian utama adalah tegakan dan bukan hasil produksi penjarangan.

Pohon yang ditebang saat penjarangan adalah pohon yang terserang hama atau penyakit, bentuknya jelek, tertekan, yang abnormal, jaraknya terlalu rapat dengan pohon lain dan tanaman selain pokok yang mengganggu tanaman pokok. Pada umumnya penjarangan dilakukan setiap 5 tahun sekali.

2.4 Sistem Penyadapan Getah Pada Pinus

Soetomo (1971) menyatakan ada tiga sistem penyadapan yang digunakan dalam menyadap getah pinus, yaitu:

1. Sistem koakan (quarre system)

Keuntungan dalam sistem koakan antara lain:

a. Alat yang digunakan mudah didapat, murah dan mudah diaplikasikan b. Pelaksanaan kerja lebih efisien

Kerugian dalam sistem koakan antara lain:

Gambar

Gambar 1 Teknik Penyadapan dengan Metode Bor.
Tabel 1  Bagan rancangan percobaan
Gambar 2  Lokasi penelitian dan pohon contoh penelitian di blok Cikatomas.
Gambar 3  Produktivitas rata-rata penyadapan getah pinus pada 4 perlakuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat kulit buah keben memberikan diameter zona hambat yang lebih baik terhadap bakteri Staphylococcus

Sehubungan dengan proses Seleksi Umum Penyedia Jasa Konsultansi, Pekerjaan Perencanaan Peningkatan Jalan 2013, Kegiatan Pemeliharaan Berkala Jalan Kabupaten Tahun Anggaran

[r]

[r]

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan kajian untuk penelitian selanjutnya terkait fasilitas wisata, kualitas pelayanan dan tingkat kepuasan pengunjung

metologi di atas dapat diketahui pertumbuhan kontribusi pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah di Provinsi Riau maupun di Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2006. dan

dikatakan bahwa Cina merupakan salah satu negara yang melakukan perlawanan. terhadap kosmopolitanisme dan multikulturalisme tidak hanya pada ranah dunia

Perpindahan panas konduksi adalah mekanisme perpindahan panas yang terjadi dengan suatu aliran atau rambatan proses dari suatu benda yang bertemperatur lebih