• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Pelabuhan Perikanan dalam Pengembangan Usaha Kecil Pengolahan Ikan di PPP Muncar Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Pelabuhan Perikanan dalam Pengembangan Usaha Kecil Pengolahan Ikan di PPP Muncar Jawa Timur"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

DWI RIZKY GUSTINA, C44080037. Peran Pelabuhan Perikanan dalam Pengembangan Usaha Kecil Pengolahan Ikan di PPP Muncar Jawa Timur. Dibimbing oleh IIN SOLIHIN dan TRI WIJI NURANI.

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Muncar merupakan pelabuhan perikanan yang memiliki potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar. Potensi sumberdaya perikanan yang dihasilkan sebagian besar diolah di pabrik-pabrik olahan berskala besar maupun kecil. Usaha Kecil pengolahan ikan di PPP Muncar mengalami beberapa hambatan dalam pengembangnnya sehingga analisis terhadap peranan pelabuhan perlu dilakukan agar dapat dilihat seberapa besar peranan pelabuhan dapat mendukung guna mengembangkan usaha pengolahan ikan di pelabuhan. Penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan usaha pengolahan ikan di PPP Muncar, menganalisis peranan PPP muncar dari segi pelayanan dan ketersediaan fasilitas dan mengukur tingkat kepuasan pengolah ikan terhadap peranan pelabuhan. Pendekatan yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk mengetahui aktivitas pengolahan yang terjadi, pada saat proses praproduksi, produksi dan distribusi atau pemasaran dengan melihat peranan pelabuhan terhadap pelayanan dan ketersediaan fasilitas. Metode yang digunakan untuk pengukuran tingkat kepuasan pengolah ikan menggunakan metode Importance and Performance Analysis (IPA). Hasil analisis menunjukkan bahwa peranan PPP Muncar dalam pengembangan usaha pengolahan ikan masih belum optimal. Hal ini terlihat dari beberapa fasilitas yang dibutuhkan oleh pengolah ikan kondisinya rusak, belum mencukupi dan ada beberapa yang belum tersedia.

(2)

1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Usaha Kecil dan Menengah mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional karena UKM berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Dalam krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktivitasnya, sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut (Hafsah, 2004).

Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS) jumlah UKM terus meningkat dan tetap mendominasi jumlah perusahaan. Pada tahun 2006 terdapat sekitar 48 juta UKM, dibandingkan hanya 7.200 usaha besar (UB). Dalam kesempatan kerja UKM menyumbangkan sekitar 97% dari jumlah pekerja di Indonesia. Kontribusi UKM terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) pada 2007 sebesar 54,2%, dengan laju pertumbuhan nilai tambah 6,3%. Angka pertumbuhan tersebut melampaui laju pertumbuhan nilai tambah untuk usaha besar.

Pelabuhan perikanan mempunyai fungsi pemerintahan dan pengusahaan guna mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran menurut Undang-Undang No.45 tahun 2009. PPP Muncar merupakan pelabuhan perikanan di Kecamatan Muncar yang mempunyai produksi perikanan terbesar di Kabupaten Banyuwangi. Lebih dari 90% seluruh produksi perikanan didaratkan di PPP Muncar. Ikan yang didaratkan di PPP Muncar diolah di pabrik-pabrik pengolahan ikan di sekitar maupun di dalam PPP Muncar. Pengolahan ikan di Kecamatan Muncar terdiri dari Usaha Besar (UB) dan Usaha Kecil (UK). Jumlah usaha kecil pengolahan ikan di Kecamatan Muncar sebesar 47,5% pada tahun 2006 dari total 221 usaha pengolahan ikan di Kecamatan Muncar (DKP Banyuwangi, 2010).

(3)

baku produksi (Baya, 2011). Hambatan yang dihadapi usaha kecil pengolahan ikan lainnya yaitu keterbatasan modal dan pengetahuan mengenai manajemen dalam pemasaran (Doone dan Kurtz, 2002).

Kendala-kendala yang terjadi diatas tidak terlepas dari adanya peranan pelabuahan perikanan setempat. Dengan mengetahui permasalahan yang terjadi pada usaha pengolahan ikan di PPP Muncar dengan demikian penelitian mengenai peran pelabuhan perikanan dalam pengembangan usaha kecil pengolahan ikan di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar Jawa Timur adalah sangat perlu dilakukan. 1.2 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu:

1)Mendeskripsikan usaha pengolahan ikan di PPP Muncar.

2)Menganalisis peran PPP Muncar dari segi pelayanan dan ketersediaan fasilitas dalam mendukung pengembangan usaha kecil pengolahan ikan.

3)Mengukur tingkat kepuasan pengolah ikan terhadap jasa pelayanan dan ketersediaan fasilitas PPP Muncar dalam mendukung pengembangan usaha kecil pengolahan ikan.

1.3 Manfaat

Manfaat yang akan dicapai dari penelitian ini adalah:

1) Sebagai informasi bagi para nelayan atau masyarakat yang ingin mengembangkan usaha pengolahan ikan di PPP Muncar.

(4)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelabuhan Perikanan

2.1.1 Definisi pelabuhan perikanan

Menurut (Alonze de F.Quin, 1970 vide Lubis et al., 2010) pelabuhan perikanan merupakan suatu kawasan perairan yang tertutup atau terlindungi dan cukup aman dari pengaruh angin dan gelombang laut, diperlengkapi dengan berbagai fasilitas logistik, bahan bakar, perbekalan dan pengangkutan barang-barang.

Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.16/Men/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintah dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan atau bongkar-muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi.

2.1.2 Klasifikasi pelabuhan perikanan

Pengklasifikasian pelabuhan perikanan pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa parameter yaitu tipe dan ukuran kapal, jenis perikanan tangkap yang beroperasi, distribusi dan tujuan hasil tangkapan dan jumlah hasil tangkapan yang didaratkan.

Berdasarkan UU No. 31 Tahun 2004 tentang perikanan, pelabuhan perikanan diklasifikasikan sebagai berikut:

1) PP Samudera (Tipe A) 2) PP Nusantara (Tipe B) 3) PP Pantai (Tipe C)

(5)

Tabel 1 Pengelompokkan pelabuhan perikanan berdasarkan peraturan menteri kelautan dan perikanan Nomor: PER.16/MEN/2006

Pelabuhan (Tipe) Kriteria

Samudera (A) 1. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, dan laut lepas;

2. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 60 GT;

3. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 300 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m;

4. Mampu menampung sekurang-kurangnya 100 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 6.000 GT kapal perikanan sekaligus;

5. Ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan ekspor; 6. Tersediannya industri perikanan.

Nusantara (B) 1. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut teritorial dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia; 2. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan

berukuran sekurang-kurangnya 30 GT ;

3. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 150 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m;

4. Mampu menampung sekurang-kurangnya 75 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 2.250 GT kapal perikanan sekaligus;

5. Tersedianya industri perikanan.

Pantai (C) 1. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial; 2. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan

berukuran sekurang-kurangnya 10 GT;

3. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 100 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 2 m;

4. Mampu menampung sekurang-kurangnya 30 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 300 GT kapal perikanan sekaligus.

Pangkalan Pendaratan Ikan

(D)

1. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman dan perairan kepulauan;

2. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 3 GT;

3. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 2 m;

4. Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT kapal perikanan sekaligus.

2.1.3 Peranan pelabuhan perikanan

Menurut (Lubis et al., 2010) pelabuhan perikanan sangat penting peranannya terhadap perikanan tangkap karena pelabuhan perikanan merupakan

(6)

maupun ketika akan dipasarkan lebih lanjut. Dengan demikian peran utamanya adalah berkaitan dengan pelayanan jasa-jasa untuk:

1)Kapal-kapal yang telah selesai menangkap ikan dari daerah penangkapan yaitu dengan adanya fasilitas pendaratan ikan yang aman dan pemeliharaan kapal. 2)Hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan perikanan yaitu dengan adanya

kegiatan penanganan, pengolahan dan pemasaran ikan. Secara rinci pelabuhan perikanan berperan terhadap: 1)Hasil tangkapan yang didaratkan:

(1) Mampu mempertahankan mutu ikan serta dapat memberikan nilai tambah terhadap produksi hasil tangkapan yang didaratkan;

(2) Mampu melakukan pembongkaran secara cepat dan menyeleksi ikan secara cermat;

(3) Mampu memasarkan ikan yang menguntungkan baik bagi nelayan maupun pedagang melalui aktivitas pelelangan ikan;

(4) Mampu melakukan pendataan produksi hasil tangkapan yang didaratkan secara akurat melalui sistem pendataan yang benar.

2)Para penguna di pelabuhan perikanan:

(1) Sebagai pusat dan tukar menukar informasi antar pelaku di pelabuhan; (2) Mampu meningkatkan pendapatan para pelaku di pelabuhan antara lain

dengan adanya pelaksanaan pelelangan ikan;

(3) Mampu menciptakan keamanan dan kenyamanan bagi para pelaku untuk beraktivitas di pelabuhan.

3)Perkembangan wilayah, baik dari aspek ekonomi maupun sosial budaya

(1) Mampu meningkatkan perekonomian kota/kabupaten sehingga dapat menambah pendapatan asli daerah, antara lain melalui peningkatan usaha transportasi, usaha industri yang berkaitan dengan aktivitas kepelabuhanan, penyediaan bahan kebutuhan para pengguna di pelabuhan, dan berkembangnya aktivitas perbankan;

(2) Terdapatnya beragam sosial budaya akibat keheterogenan penduduknya karena urbanisasi;

(7)

Menurut Solihin (2008), dalam kerangka pemanfaatan sumberdaya perikanan laut, peran prasarana pelabuhan perikanan sangat strategis. Hal ini disebabkan karena pelabuhan perikanan merupakan interface antara daratan dan lautan yang menyebabkan sumberdaya ikan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan pelabuhan perikanan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perikanan tangkap dimana pelabuhan perikanan berfungsi sebagai basis usaha penangkapan (fishing base) karena segala kegiatan sebelum penangkapan ikan (penyiapan bahan perbekalan seperti es, air dan bahan bakar) dan kegiatan pasca penangkapan (pengolahan, distribusi dan pemasaran) berlangsung di pelabuhan perikanan tersebut.

Menurut Undang-undang No.45 tahun 2009 tentang perikanan, pelabuhan perikanan mempunyai fungsi pemerintahan dan pengusahaan guna mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran. Fungsi pelabuhan perikanan dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

1) Pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan; 2) Pelayanan bongkar muat;

3) Pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan; 4) Pemasaran dan distribusi ikan;

5) Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan;

6) Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan; 7) Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan;

8) Tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan; 9) Pelaksanaan kesyahbandaran;

10) Tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan;

11) Publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan;

(8)

2.1.4 Fasilitas pelabuhan perikanan

Pelabuhan perikanan merupakan suatu kawasan kerja yang meliputi areal daratan dan perairan yang dilengkapi dengan fasilitas yang dipergunakan untuk memberikan pelayanan umum dan jasa guna memperlancar aktivitas kapal perikanan, usaha perikanan dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan usaha perikanan. Menurut Damoredjo (1981) vide Supriatna (1993), pelabuhan perikanan harus mempunyai fasilitas yang dapat memperlancar kegiatan produksi dan pemasaran hasil tangkapan, menimbulkan rasa aman bagi nelayan terhadap gangguan alam dan manusia dan mempermudah pembinaan serta menunjang pengorganisasian usaha ekonomi nelayan.

Pelabuhan perikanan harus dilengkapi dengan berbagai fasilitas agar dapat berfungsi sesuai dengan perananya. Menurut (Lubis et al., 2010) fasilitas tersebut adalah fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang.

1)Fasilitas pokok

Fasilitas Pokok merupakan fasilitas yang berfungsi untuk menjamin keamanan dan kelancaran kapal baik sewaktu berlayar keluar masuk pelabuhan maupun sewaktu berlabuh dipelabuhan. Menurut Per.16/Men/2006 tentang Pelabuhan Perikanan fasilitas pokok yang dimaksud yaitu:

(1) Sarana Pelindung : breakwater, revetment, dan groin

(2) Sarana Tambat : dermaga dan jetty

(3) Sarana Perairan : alur pelayaran dan kolam pelabuhan (4) Sarana Penghubung : jembatan, jalan, drainase, gorong-gorong 2)Fasilitas Fungsional

Fasilitas fungsional merupakan fasilitas yang berfungsi untuk meningkatkan nilai guna dari fasilitas pokok sehingga dapat menunjang aktivitas di pelabuhan. Menurut Per.16/Men/2006 fasilitas fungsional meliputi:

(1) Pemasaran hasil perikanan seperti Tempat Pelelangan Ikan (TPI);

(2) Navigasi pelayaran dan komunikasi seperti telepon, internet, SSB, rambu-rambu, lampu suar, es dan listrik;

(3) Suplai air bersih, es dan listrik;

(9)

(5) Penanganan dan pengolahan hasil perikanan seperti transit sheed dan laboratorium pembinaan mutu;

(6) Perkantoran seperti kantor administrasi pelabuhan; (7) Transportasi seperti alat-alat angkut ikan dan es; dan (8) Pengolahan limbah seperti IPAL.

3)Fasilitas Penunjang

Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang secara tidak langsung dapat meningkatkan peranan pelabuhan atau para pengguna mendapatkan kenyamanan dalam melakukan aktivitas pelabuhan. Menurut Per.16/Men/2006 fasilitas ini terdiri dari:

(1) Pembinaan nelayan seperti balai pertemuan nelayan;

(2) Pengelola pelabuhan seperti mess operator, pos jaga, dan pos pelayanan terpadu;

(3) Sosial dan umum seperti tempat peribadatan dan MCK; (4) Kios IPTEK;

(5) Penyelenggaraan fungsi pemerintahan, seperti: 1) Keselamatan pelayaran;

2) Kebersihan, keamanan dan ketertiban; 3) Bea dan cukai;

4) Keimigrasian; 5) Pengawas perikanan; 6) Kesehatan masyarakat; dan 7) Karantina ikan.

2.2 Usaha Kecil dan Menengah

Menurut UU No. 20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang dimaksud usaha mikro, kecil, dan menengah pada pasal (6) yaitu:

1) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:

(1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;

(10)

(1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta sampai dengan paling banyak Rp 500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; (2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta sampai dengan

paling banyak Rp 2,5 milyar.

3) Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:

(1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta sampai dengan paling banyak Rp 10 milyar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; (2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2,5 milyar sampai dengan

paling banyak Rp 50 milyar.

Menurut Doone dan Kurtz (2002) bisnis kecil (small business) sebagai perusahaan yang dimiliki dan dikelola secara independent dan tidak mendominasi bidang yang digelutinya atau bisnis kecil disebut juga sebagai perusahaan yang dimiliki dan dioperasikan secara independent, tidak mendominasi dalam bidangnya, dan memenuhi ukuran standar tertentu atas laba atau jumlah karyawan.

Bisnis kecil bukan merupakan perusahaan besar dalam skala yang lebih kecil. Bisnis kecil sangat berbeda dalam bentuk organisasi, posisi pasar, kapabilitas karyawan, gaya manajerial, struktur organisasi dan sumber daya keuangan. Namun, perbedaan tersebut biasanya dilihat sebagai kekuatan bagi pemilik bisnis kecil yang mendapatkan keuntungan dalam mengelola bisnis kecil dibandingkan dengan bekerja di perusahaan besar, kuat, dan multi nasional (Doone dan Kurtz, 2002).

Meskipun bisnis kecil memiliki beberapa kekuatan untuk bersaing di pasar, namun bisnis kecil pun memiliki beberapa kelemahan jika harus bersaing dengan perusahaan besar dan sudah mapan. Bisnis kecil cukup rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi, terutama pada saat terjadi gejolak ekonomi. Hal ini terjadi karena bisnis kecil biasanya memiliki sumberdaya yang terabatas dibandingkan dengan pesaing yang lebih besar yang memiliki ketahanan menghadapi penurunan penjualan (Doone dan Kurtz, 2002).

(11)

mensiasati peraturan serta persyaratan pemerintah memegang peran penting karena perusahaan yang memiliki kelemahan utama disatu atau dua hal diatas seringkali berakhir dengan kebangkrutan (Doone dan Kurtz, 2002).

2.2.1 Usaha pengolahan ikan

Menurut Pane (2002) vide Priyanto (2007), industri pengolahan ikan adalah kelompok usaha di pelabuhan perikanan yang aktivitasnya bersifat langsung dengan upaya menghasilkan produk olahan ikan dalam arti luas yaitu ikan, crustacea, moluska, binatang air lainnya, dan tumbuhan air dari hasil tangkapan/eksploitasi alami, dan hasil budidaya dalam jumlah besar. Aktivitas pada industri ini meliputi pembekuan ikan dan pengolahan ikan. Pengolahan ikan dalam arti luas terdiri dari:

1) Pengolahan tradisional, meliputi jenis pemindangan ikan, pengeringan ikan, pengasapan ikan, fermentasi ikan (terasi, petis, kecap ikan), kerupuk ikan dan lain-lain.

2) Pengolahan semi modern, antara lain meliputi pengalengan ikan, filet ikan, pembuatan makanan jadi berbahan ikan (bakso ikan, fish nugget, dan lain-lain).

3) Pengolahan modern, antara lain meliputi surimi, industri tingkat tiga

“rumput laut” (bahan kosmetik, obat-obatan, dan lain-lain).

Pengolahan dan pengawetan ikan dilihat dari metodenya digolongkan menjadi empat menurut Hadiwiyoto (1993) vide Priyanto (2007), yaitu:

1) Pengolahan dan pengawetan ikan dengan memanfaatkan faktor-faktor fisikawi, yang biasanya memanfaatan suhu tinggi maupun suhu rendah dengan tujuan untuk membunuh mikroba kontaminan yang ada pada ikan dan menghentikan aktivitas enzim dalam daging.

2) Pengolahan ikan dengan bahan-bahan pengawet, dengan tujuan penggunaan bahan pengawet hampir sama dengan pemanfaatan suhu pada pengolahan dan pengawetan ikan, yaitu antara lain:

(1) Menghambat pertumbuhan mikroba (2) Menghambat proses enzimatik

(12)

3) Pengolahan dan pengawetan ikan dengan metode gabungan kedua metode tersebut diatas. Pengolahan ini dikerjakan untuk mencegah resiko kerusakan lebih besar pada bahan, meningkatkan faktor keamanan dan kesehatan, meningkatkan tingkat penerimaan (aseptabilitas) produk dengan tidak mengurangi mutu hasil akhir.

4) Pengolahan yang bersifat merubah sifat bahan menjadi produk semi akhir atau produk akhir yang mempunyai sifat fisikawi dan kimiawi sama atau berbeda dengan keadaan awalnya. Metode ini digunakan pada pembuatan tepung ikan, pengolahan minyak ikan, pembuatan konsentrat protein, pembuatan kecap ikan, pengolahan terasi, sosis ikan, pendinginan, pembekuan dan pengalengan ikan.

Menurut Pane (2002) vide Priyanto (2007) industri perikanan di pelabuhan perikanan dibagi menjadi 3 kelompok yaitu industri penangkapan, industri pengolahan, dan tambahan. Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989) jenis-jenis hasil olahan ikan yaitu seperti:

1) Petis

Petis merupakan makanan yang biasa digunakan sebagai lauk pauk atau campuran makan yang berasal dari cairan tubuh ikan atau udang yang telah terbentuk selama proses penggaraman kemudian diuapkan melalui proses perebusan lebih lanjut sehingga menjadi larutan yang lebih padat seperti pasta.

2) Kerupuk

Ikan atau udang yang digunakan sebagai bahan baku kerupuk dapat berasal dari hasil sampingan proses pengolahan lain atau bahan segar, tergantung kualitas kerupuk yang diharapkan. Ikan yang digunakan biasanya tergantung masing-masing daerah, misalnya kerupuk tenggiri atau belida telah dikenal sebagai kerupuk khas Palembang.

3) Tepung ikan

(13)

4) Abon ikan

Abon merupakan olahan yang berwujud gumpalan-gumpalan serat daging yang halus dan kering. Pembuatan abon merupakan salah satu cara memperpanjang masa simpan daging. Kadar air abon yang jauh lebih rendah dibandingkan daging segar akan membuat mikroba sukar tumbuh berkembang biak. Jenis ikan yang biasa diolah menjadi abon umumnya adalah ikan pelagis seperti ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), tenggiri (Scomberomorus sp.), tongkol (Euthynnus sp.) dll.

5) Ikan pindang

Pemindangan merupakan salah satu cara pengolahan atau pengawetan ikan secara tradisional. Dalam proses pemindangan, ikan diawetkan dengan cara mengukus atau merebusnya dalam lingkungan bergaram dan bertekanan normal, dengan tujuan menghambat aktivitas atau membunuh bakteri pembusuk maupun aktivitas enzim. Adapun jenis ikan yang biasa digunakan sebagai bahan baku pemindangan adalah ikan air laut seperti tongkol (Euthynnus sp.), tenggiri (Scomberomorus sp.), kembung

(Scomber sp.), layang (Decapterus sp.), dan ikan air tawar seperti ikan mas

(Ciprynus carpio) dan nila (Tilapia nilotica) serta ikan air payau misalnya bandeng (Chanos chanos).

6) Ikan kaleng

(14)

2.2.2 Pengembangan usaha kecil dan menengah

Menurut UU No. 20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang dimaksud dengan prinsip pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah pada pasal (4) yaitu :

1) Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri;

2) Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan; 3) Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai

dengan kompetensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;

4) Peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan

5) Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu.

Adapun tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah terdapat pada pasal (5) yaitu:

1) Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan;

2) Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang tangguh, mandiri dan meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja;

3) Pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.

Menurut Hafsah (2004) Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada hakekatnya merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UKM, maka kedepan perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut:

1) Menciptakan iklim usaha yang kondusif

(15)

2) Bantuan permodalan

Pemerintah perlu memperluas skim kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada, maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank antara lain BRI unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sampai saat ini BRI memiliki sekitar 4.000 unit yang tersebar diseluruh Indonesia. Kedua LKM ini sudah tercatat sebanyak 8.500 unit yang melayani UKM. Untuk itu perlu mendorong pengembangan LKM.

3) Perlindungan usaha

Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution).

4) Pengembangan kemitraan

Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antara UKM, atau antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Disamping itu juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.

5) Pelatihan

Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Disamping itu juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.

6) Membentuk lembaga khusus

(16)

kembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh UKM.

7) Memantapkan asosiasi

Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan perannya antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya.

8) Mengembangkan promosi

Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan mitra usahanya.

9) Mengembangkan kerjasama yang setara

Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan dunia usaha (UKM) untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan perkembangan usaha.

2.3 Kepuasan pelanggan

2.3.1 Definisi kepuasan pelanggan

Menurut Rangkuti (2006), kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai respon pelanggan terhadap kesesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja actual yang dirasa setelah pemakaiannya. Kepuasan pelanggan ditentukan oleh berbagai jenis pelayanan yang didapatkan oleh pelanggan selama menggunakan beberapa tahapan pelayanan tersebut. Ketidakpuasan yang diperoleh tahap awal pelayanan menimbulkan persepsi berupa mutu pelayanan yang buruk untuk ytahapan selanjutnya, sehingga pelanggan merasa tidak puas dengan pelayanan secara keseluhan.

Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli, dimana persepsi terhadap kinerja produk atau jasa yang dipilih sekurang-kurangnya memenuhi atau bahkan melebihi harapan prapembelian. Jika persepsi terhadap kinerja tidak sesuai dengan harapan, maka yang terjadi adalah ketidak puasan (Tjiptono, 2000

(17)

mengenai kualitas dan jasa yang berfokus pada lima dimensi jasa. Lima dimensi jasa yang mempengaruhi kualitas yaitu:

1) Responsiveness (ketanggapan) adalah kemampuan untuk menolong

pelanggan dan ketersediaan untuk menolong pelanggan dengan baik.

2) Reliability (keandalan) adalah kemampuan untuk melakukan pelayanan sesuai yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.

3) Emphaty (empati) adalah rasa peduli untuk memberikan perhatian secara individual kepada pelanggan.

4) Assurance (jaminan) adalah pengetahuan, kesopanan tugas, serta sifatnya yang dapat dipercaya sehingga pelanggan terbebas dari risiko.

5) Tangibels (bukti langsung) meliputi fasilitas fisik, perlengkapan karyawan, dan sarana komunikasi.

Rangkuti (2006) mengemukakan beberapa pendekatan umum yang biasa digunakan dalam pengukuran kepuasan pelanggan, yaitu:

1) Pendekatan tradisional (traditional approach) yakni pelanggan diminta memberikan penilaian atas masing-masing indikator produk yang mereka nikmati.

2) Analisis secara deskriptif, misalnya melalui perhitungan statistik secara deskriptif yaitu melalui perhitungan rata-rata nilai distribusi serta standar deviasi. Analisis ini yang dapat dikembangkan membandingkan hasil kepuasan antara waktu, sehingga kecenderungan perkembangannya dapat ditentukan.

3) Pendekatan secara terstruktur (structural approach) yakni pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan. Salah satu teknik yang paling popular adalah semantic differncial dengan prosedur scalling.

4) Analisis Important atau Performance yakni pendekatan dimana tingkat kepentingan pelanggan (customer expectation atau importance) diukur dalam kaitannya dengan yang seharusnya dikerjakan oleh perusahaan agar menghasilkan produk yang berkualitas baik.

2.3.2 Tingkat kepentingan pelanggan

(18)

dijadikannya standar acuan dalam menilai kinerja produk jasa tersebut. Terdapat dua tingkat kepentingan pelanggan yaitu:

1) Adequate service adalah tingkat kinerja jasa minimal yang masih dapat diterima berdasarkan perkiraan jasa yang mungkin akan diterima dan tergantung pada alternatif yang tersedia.

2) Desired service adalah tingkat kinerja jasa yang diharapkan pelanggan akan diterimanya yang merupakan gabungan dari kepercayaan pelanggan mengenai apa yang dapat dan harus diterimanya.

Desired service dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, sehingga pelanggan yang mendapatkan jasa merasa puas yaitu:

1) Keinginan untuk dilayani dengan baik dan benar; 2) Kebutuhan perorangan;

3) Janji secara langsung; 4) Janji secara tidak langsung; 5) Komunikasi mulut ke mulut; 6) Pengalaman masa lalu; 7) Keadaan darurat;

Sedangkan adequate service dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: 1) Keadaan darurat;

2) Ketersediaan alternatif;

(19)

3

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian mengenai peran pelabuhan dalam pengembangan usaha kecil pengolahan ikan dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2011. Penelitian bertempat di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar, Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian 3.2 Metode Penelitian

(20)

Tabel 2 Metode pengumpulan data olahan ikan di PPP Muncar Kebutuhan bahan baku

Ketersediaan bahan baku Kapasitas dan pelayanan Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode purposive sampling.

(21)

penelitian. Pengamatan dilakukan terhadap aktivitas pengolahan dari proses praproduksi, proses produksi dan pasca produksi yaitu dalam kegiatan distribusi.

Pengisian kuisioner dilakukan dengan mewawancarai responden sebanyak 12 responden yang terdiri dari 10 pengolah ikan yang merupakan usaha kecil, pengelola pelabuhan, dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bayuwangi. Pengolah ikan yang diwawancarai yaitu pengolah ikan yang melaksanakan kegiatan usaha pengolahnannya di dalam kawasan pelabuhan. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait dengan bidang perikanan. Data sekuder didapatkan dari pengelola PPP Muncar serta Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuwangi.

3.4 Analisis Data

3.4.1 Deskripsi usaha pengolahan ikan di PPP Muncar

Usaha pengolahan ikan di PPP Muncar dianalisis secara deskriptif. Analisis dimulai dari proses praproduksi, proses produksi dan distribusi dari usaha pengolahan ikan. Data yang dianalisis yaitu jumlah usaha pengolahan ikan, jenis olahan, daerah distribusi hasil olahan ikan, kebutuhan bahan baku, asal bahan baku, pelayanan dan fasilitas pelabuhan yang dipergunakan oleh usaha pengolahan ikan pada kegiatan praproduksi, produksi dan distribusi.

3.4.2 Peran pelabuhan perikanan dalam pengembangan usaha kecil pengolahan ikan

(22)

Tabel 3 Analisis peran pelabuhan perikanan dalam pengembangan usaha kecil pengolahan

Prapoduksi Produksi Distribusi /

Pemasaran

3.4.3 Kepuasan pengolah ikan terhadap peranan pelabuhan

(23)

Tabel 4 Tingkat kepentingan pelayanaan penyediaan kebutuhan pengolahan ikan

Jawaban Nilai

Tidak Penting 1

Kurang Penting 2

Cukup Penting 3

Penting 4

Sangat Penting 5

Tingkat kinerja diukur berdasarkan kinerja aktual dari pelayanan yang diberikan pelabuhan yang dirasakan pengolah ikan. Untuk menentukan nilai tingkat pelaksanaan digunakan skala likert (rentang 1-5) dalam memberi penilaian terhadap jawaban pengolah ikan. Kelima penilaian diberi nilai sebagaimana terdapat pada Tabel 5.

Tabel 5 Tingkat kinerja pelayanan penyediaan kebutuhan pengolahan ikan

Jawaban Nilai

Tidak Puas 1

Kurang Puas 2

Cukup Puas 3

Puas 4

Sangat Puas 5

Untuk mendapatkan gambaran lebih komprehensif mengenai Importance and Performance Analysis, digunakan diagram kertesius. Diagram ini merupakan suatu bangunan yang dibagi atas empat bagian yang dibatasi dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik (X, Y). Ada pun tahapan yang dilakukan adalah:

(24)

Tabel 6 Penilaian kinerja dan kepentingan penyediaan kebutuhan produksi pengolahan ikan

No. Atribut Skor Kinerja (X) Skor Kepentingan (Y) 1

2

n ∑ XiYi

2) Mengisi sumbu X pada diagram dengan tingkat kinerja dan sumbu Y dengan skor tingkat kepentingan. Setiap faktor yang mempengaruhi kepuasan pengolah dihitung dengan:

Xi Yi

X = Y = ………..(1) n n

Keterangan :

X : Skor rata-rata tingkat kinerja

Y : Skor rata-rata tingkat kepentingan

Xi : Jumlah skor kinerja (X)

Yi : Jumlah skor kepentingan (Y) n : Jumlah responden

Tabel 7 Penilaian responden terhadap atribut tingkat kinerja dan kepentingan

Responden Atribut Tingkat Kinerja (X) Total

1 2 3 4 5 i (∑)

1

2

3

..

..

..

N

∑ Xi

(25)

Responden Atribut Tingkat Kepentingan (Y) Total

1 2 3 4 5 i (∑)

1

2

3

..

..

..

N

∑ Yi

Y Y

3) Menghitung letak batas dua garis berpotongan dengan rumus

XY

x= y = ……….(2)

i i

Keterangan :

x : Rata-rata dari rata-rata skor tingkat kinerja

y : Rata-rata dari rata-rata skor tingkat kepentingan

X : Jumlah skor rata-rata tingkat kinerja

Y : Jumlah skor rata-rata tingkat kepentingan

i : Bayak atribut yang mempengaruhi kepuasan pengolah

Sehingga dapat dibuat diagram kartesius seperti ditunjukan oleh Gambar 2.

Gambar 2 Diagram karteius tingkat kepentingan dan pelaksanaan atribut-atribut kepuasan pengolah ikan

A B

Prioritas Utama Pertahankan Prestasi

C D

Prioritas Rendah Berlebihan X= x

x y

Kepentingan (Y)

(26)

4) Didapat titik-titik (X,Y) yang menggambarkan letak atribut ke-x pada diagram. Posisi masing-masing atribut pada keempat kuadran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

(1) Kuadran A (Prioritas Utama):

Menunjukan faktor atau atribut yang dianggap mempengaruhi kepuasan pelanggan. Termasuk unsur-unsur jasa yang dianggap sangat penting, namun manajemen belum melaksanakan sesuai keinginan pelanggan sehingga mengecewakan atau tidak puas.

(2) Kuadran B (Pertahankan Prestasi):

Menunjukan unsur jasa pokok yang telah berhasil dilaksanakan perusahaan, sehingga wajib untuk dipertahankan. Dianggap sangat penting dan sangat memuaskan.

(3) Kuadran C (Prioritas Rendah):

Menunjukkan faktor yang kurang penting pengaruhnya bagi pelanggan, pelaksanaannya oleh perusahaan biasa-biasa saja. Dianggap kurang penting dan kurang memuaskan.

(4) Kuadran D (Berlebihan):

(27)

4. KEADAAN UMUM

4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi

4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk

1) Letak dan luas

Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi adalah 5.782,5 km² terbagi dalam wilayah administrasi dengan 24 kecamatan, 189 desa dan 28 kelurahan. Kab Banyuwangi terletak diantara

koordinat 7°43’- 8°46’ Lintang Selatan (LS) dan 113°53’ - 114°38’ Bujur Timur (BT) dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kabupaten Situbondo dan Bondowoso Sebelah Timur : Selat Bali

Sebelah Selatan : Samudera Hindia

Sebelah Barat : Kabupaten Jember dan Bondowoso 2) Topografi dan jenis tanah

Kabupaten Banyuwangi terletak pada ketinggian 0-1.000 m diatas permukaan laut, yang merupakan daratan rendah, sedikit miring arah Barat Laut ke Tenggara. Daratan tinggi terletak di bagian Barat dan Utara dimana terdapat gunung-gunung yang berbatasan dengan Kabupaten Situbondo, Bondowoso dan Jember. Sedangkan bagian timur dan selatan sekitar 75% merupakan daratan rendah persawahan. Jenis tanah yang ada di Kabupaten Banyuwangi merupakan tanah jenis regosol, lathasol, pasolik dan gambut (DKP Banyuwangi, 2010). 3) Iklim

(28)

rata-rata banyaknya bulan-bulan kering dan rata-rata banyaknya bulan basah berada di level 0-0,143 (DKP Banyuwangi, 2010).

4) Laut, pesisir dan pantai

Kabupaten Banyuwangi memiliki wilayah laut diantaranya yaitu Selat Bali dan Samudera Hindia. Selat Bali di dominasi ikan permukaan dan hasil terbesar yaitu ikan lemuru (Sardinella lemuru). Samudera Hindia yang terletak di sebelah selatan di domisili ikan dasar, ikan pelagis kecil dan besar. Banyuwangi mempunyai pesisir pantai dengan panjang sekitar 282 km. Beberapa wilayah pesisir merupakan lahan yang potensial bagi budidaya air payau, pembenihan udang windu dan masih terdapat 15 pulau yang belum dimanfaatkan dengan baik (DKP Banyuwangi, 2010).

5) Sungai

Di Kabupaten Banyuwangi terdapat 81 sungai dengan panjang keseluruhan mencapai sekitar 735 km yang berfungsi untuk pertanian dan perikanan. Sungai-sungai tersebut ada yang bermuara di Selat Bali yaitu Sungai Lo, Sungai Setail, Sungai Kalibaru, Sungai Sepanjang serta Sungai Kempit dll. Selain sungai juga terdapat 7 waduk dengan luas mencapai 4,0 ha serta 2 rawa yang luasnya mencapai 1,50 ha (DKP Banyuwangi, 2010).

6) Penduduk

Berdasarkan data statistik dan dinas kependudukan, catatan sipil dan tenaga kerja jumlah penduduk di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2010 sebesar 1.613.474 jiwa. Jumlah penduduk Kabupaten Banyuwangi yang bermata pencaharian sebagai nelayan / perikanan sebesar 30.535 orang atau 1,89% dengan rincian nelayan / perikanan sebesar 22.955 orang atau 1,42%, nelayan perairan umum sbesar 2.150 atau 0,13 % dan petani ikan sebesar 5.430 atau 0,33%.

(29)

4.1.2 Keadaan umum perikanan di Kabupaten Banyuwangi

Wilayah perairan di Kabupaten Banyuwangi dibatasi oleh lautan yaitu Selat Bali di sebelah Timur dan Samudera Hindia di sebelah Selatan. Selat Bali dan Samudera Hindia merupakan salah satu daerah perikanan utama di Jawa Timur. Selat Bali yang luasnya 960 mil2 memiliki potensi penangkapan maksimum lestari untuk ikan pelagis dengan hasil tangkapan yang dominan yakni lemuru (Sardinella Lemuru) sebesar 46.400 ton. Muncar memiliki potensi penangkapan maksimum lestari ikan lemuru sebesar 25.256 ton/tahun. Samudera Hindia luasnya sekitar 2.000 mil2 memiliki potensi lestari sebesar 212.500 ton/tahun, yang terdiri ikan demersal sebesar 103.000 ton/tahun dan ikan permukaan sebesar 109.500 ton/tahun. Tingkat pengusahaan sumberdaya perikanan di Selat Bali sudah dilakukan secara intensif sehingga dinyatakan padat tangkap. Sedangkan tingkat pengusahaan di Samudera Hindia masih relatif rendah, sehingga masih memungkinkan untuk ditingkatkan (DKP Banyuwangi, 2010).

Pengembangan usaha penangkapan di perairan pantai yang masih potensial dilaksanakan melalui motorisasi dan modernisasi unit penangkapan. Jenis alat tangkap yang dikembangkan adalah trammel net, gill net, pancing rawai dan mini purse seine dengan menggunakan perahu motor tempel dan kapal motor. Tabel 8 Produksi penangkapan ikan berdasarkan alat tangkap tahun 2010

No Alat Tangkap Produksi Nilai ton Rp (dalam Juta)

1 Purse seine 23.435 100.573

2 Payang 2.240 15.760

3 Gill net 946 6.407

4 Pancing rawai 908 8.985

5 Pancing lainya 1.005 10.694

6 Bagan 257 1.004

7 Lain-lain 470 3.937

Jumlah 29.264 147.362

Sumber : DKP Kab. Banyuwangi, 2010

(30)

dan Bangorejo. Nilai produksi untuk masing-masing Kecamatan terlihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Produksi penangkapan ikan di Kabupaten Banyuwangi

No Kecamatan

Sumber : DKP Kab. Banyuwangi, 2010

Pada Tabel 9 di atas tergambar bahwa produk perikanan didominasi oleh Kecamatan Muncar sekitar 94,81% dari semua produksi penangkapan ikan. Hal ini disebabkan karena usaha penangkapan di Muncar merupakan sentra kegiatan perikanan di Kabupaten Banyuwangi, disamping itu kegiatan penangkapan ikan sudah dilaksanakan secara intensif dengan armada dan alat tangkap perikanan yang cukup memadai.

4.2Keadaan Perikanan Tangkap di PPP Muncar

4.2.1 Letak dan kondisi fisik PPP Muncar

Unit Pengelola Pelabuhan Perikanan Pantai (UPPP) Muncar Banyuwangi merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur, yang pada tahun 1984 bernama Unit Pengelola Pelabuhan Perikanan Pantai (UPPP) Muncar. UPPP Muncar berada di Desa Kedungrejo, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur.

Kecamatan Muncar terletak di Selat Bali pada posisi 08.10’- 08.50 LS atau

(31)

PPP Muncar dengan ibukota kecamatan 2 km, dengan ibukota kabupaten 37 km, dan dengan ibukota propinsi 332 km. Kecamatan Muncar mempunyai penduduk 140.125 jiwa. Masyarakatnya terdiri dari Suku Jawa, Madura, Osing, dan Bugis. Total penduduk di Muncar, hanya sedikit yang memiliki mata pencaharian sebagai nelayan. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan sebanyak 11.341 jiwa atau sebesar 8,59% selebihnya penduduk Kecamatan Muncar bekerja di sektor industri, perdagangan, pertanian, dan lain sebagainya (DKP Banyuwangi, 2010).

Luas lahan yang dimiliki oleh PPP Muncar adalah 5,5 ha dengan luas lahan kolam pelabuhan sekitar 2 ha. Kolam pelabuhan yang tersedia hanya mampu menampung sekitar 150-200 kapal, sehingga banyak kapal yang lego jangkar di luar kolam pelabuhan. Kolam pelabuhan yang tersedia nantinya akan diperluas menjadi 10 ha maka diharapkan nantinya kolam pelabuhan akan dapat menampung kapal sekitar 900-1000 unit kapal berbagai ukuran (DKP Banyuwangi, 2010).

Kondisi breakwater yang berada di sisi kiri sepanjang 70 m dan sisi kanan 100 m dalam kondisi baik. Rencana pengembangan PPP Muncar berdampak pada penambahan breakwater sisi kiri menjadi 390 m dan sisi kanan 72 m. Penambahan panjang breakwater ini dapat melindungi nelayan dari hempasan gelombang. Selain itu PPP Muncar memiliki lahan komersial sekitar 16.400 m² dengan rician sebelah selatan sekitar 8.000 m² dan sebelah utara sekitar 84.000 m² (PPP Muncar, 2010).

4.2.2 Produksi hasil tangkapan

(32)

Tabel 10 Tabel produksi hasil tangkapan di PPP Muncar terakhir terjadi penurunan. Penurunan ini disebabkan salah satunya oleh pencemaran air laut oleh limbah-limbah industri pengolahan. Fluktuasi produksi hasil tangkapan di PPP Muncar secara menyeluruh dapat terlihat pada Gambar 3 dibawah ini:

Gambar 3 Produksi hasil tangkapan di PPP Muncar 2006-2010

Produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Muncar periode tahun 2006-2010 terlihat pada Gambar 3, dimana produksi hasil tangkapan terbanyak pada tahun 2007 dan menurun secara berkelanjutan hingga tahun 2010. Terlihat bahwa pada tahun 2007 produksi hasil tangkapan di PPP Muncar sebesar 60.393 ton, tahun 2008 menurun menjadi 35.756 ton. Hasil tangkapan pada tahun 2008 jumlahnya sedikit namun, harga ikan pada tahun 2008 meningkat. Pada Tabel 10 terlihat bahwa tahun 2007 nilai produksi ikan di PPP Muncar bernilai Rp 87,49 juta dan pada tahun 2008 nilai produksi ikan di PPP Muncar berjumlah Rp112,72 juta. Penurunan pada tahun 2008 terjadi karena kelangkaan terhadap ikan hasil

(33)

tangkapan tetapi banyak konsumen yang membutuhkannya, sehingga penawaran tidak sebanding dengan permintaan dan menyebabkan harga ikan naik pada tahun 2008.

4.2.3 Unit penangkapan ikan di PPP Muncar

1) Kapal/perahu penangkap ikan

Kapal atau perahu penangkapan ikan yang beroperasi di PPP Muncar dapat diklasifikasi menjadi tiga jenis, yaitu kapal motor (KM), perahu motor tempel (PMT), dan perahu tanpa motor (PTM). Kapal motor terdiri dari kapal motor kurang dari 5 GT, 5-10 GT, dan 10-30 GT. Jumlah armada penangkapan ikan yang berada di PPP Muncar selama periode tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 4.

Tabel 11 Armada penangkap ikan di PPP Muncar Armada

(unit)

Tahun

2006 2007 2008 2009 2010

a. Kapal Motor

5 GT 566 566 566 566 566

5 GT - 10 GT 319 319 319 319 319

10 GT - 30 GT 189 189 189 189 189

Jumlah kapal motor 1.074 1.074 1.074 1.074 1.074 b. Perahu Motor Tempel 508 1.401 1.401 676 676

c. Perahu Tanpa Motor 1.263 96 96 121 121

Jumlah seluruh 2.845 2.571 2.571 1.871 1.871

Sumber: PPP Muncar, 2010

(34)

motor merupakan armada yang jumlahnya banyak dimiliki oleh nelayan dari golongan kurang mampu atau berasal dari golongan bawah (Witry, 2011).

Gambar 4 Perkembangan jumlah kapal/perahu penangkapan ikan di PPP Muncar

Perkembangan armada penangkap ikan di PPP Muncar terlihat pada Gambar 4. Terlihat pada tahun 2006-2010 terjadi perubahan yang cukup besar untuk armada perahu tanpa motor. Pada periode tahun 2006-2007 terjadi penurunan armada secara signifikan. Penurunan jumlah untuk armada perahu tanpa motor diiringi dengan penaikkan jumlah armada perahu motor tempel, sedangkan untuk kapal motor jumlahnya merata tidak terjadi fluktuasi di setiap tahunnya (DKP Banyuwangi, 2010).

2) Alat tangkap

Alat tangkap yang berada di PPP Muncar jenisnya beragam, seperti purse seine, payang, gill net, pancing tonda, rawai hanyut, pancing ulur, bagan tancap, sero dan lain-lain. Alat tangkap yang beroperasi di PPP Muncar biasanya menangkap di perairan Selat Bali dengan trip one day fishing. Alat tangkap yang bersandar di PPP Muncar tidak hanya milik nelayan asli Kecamatan Muncar tetapi banyak pula milik nelayan pendatang dari luar daerah seperti Madura dan Bali. Jumlah alat tangkap yang berada di PPP Muncar dapat terlihat pada Tabel 12.

(35)

Tabel 12 Jumlah alat tangkap di PPP Muncar tahun 2006-2010

Alat Penangkap Ikan Tahun

2006 2007 2008 2009 2010

Purse Seine 166 185 185 203 203

Payang 112 44 44 42 42

Gill Net 276 255 255 679 679

Pancing Tonda 5 5 5 5 5

Rawe Hanyut 181 181 181 121 121

Pancing Ulur 442 395 395 516 516

Bagan Tancap 174 129 129 120 120

Sero 142 142 142 224 224

Lain-lain 1.012 1.948 2.124 2.124 2.124

Sumber: PPP Muncar, 2010

3) Nelayan

Nelayan yang berada di PPP Muncar terdiri atas nelayan asli dan nelayan andon. Nelayan andon merupakan nelayan pendatang yang berasal dari luar wilayah Kecamatan Muncar, nelayan ini biasanya berasal dari daerah Jawa Timur, Madura, dan Bali. Nelayan andon jumlahnya meningkat ketika produksi perikanan di PPP Muncar meningkat. Sedangkan nelayan asli yaitu nelayan yang bertempat tinggal di Kecamatan Muncar dan seluruh waktunya digunakan untuk melakukan penangkapan ikan.

Tabel 13 Jumlah nelayan di PPP Muncar tahun 2006-2010

Data Tahun

2006 2007 2008 2009 2010

Nelayan 11.685 12.762 12.257 13.330 13.360

Sumber: PPP Muncar,2010

(36)

Gambar 5 Jumlah nelayan di PPP Muncar tahun 2006-2010

Pertumbuhan jumlah nelayan di PPP Muncar terlihat pada Gambar 5 pada periode tahun 2006-2007 jumlah nelayan di PPP Muncar jumlahnya meningkat, tetapi pada periode tahun 2007-2008 jumlah nelayan yang ada menurun. Penurunan jumlah berkisar dari 12.762 orang menjadi 12.257 orang nelayan. Penurunan jumlah nelayan ini bersamaan dengan penurunan jumlah hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Muncar. Penurunan jumlah nelayan ini nampaknya tidak berlangsung lama karena pada periode tahun 2008-2009 nelayan yang jumlahnya 12.257 orang meningkat menjadi 13.330 pada tahun 2009. Peningkatan ini berkelanjutan karena secara perlahan pada tahun 2010 jumlah nelayan menjadi 13.360 orang atau meningkat sebanyak 60 orang nelayan pada tahun 2010 (PPP Muncar, 2010).

10500 11000 11500 12000 12500 13000 13500

2006 2007 2008 2009 2010

Nela

y

a

n

(j

iw

a

)

(37)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1Deskripsi Usaha Kecil Pengolahan Ikan di PPP Muncar

Menurut UU No 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang - Undang. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.

Pengolahan ikan di Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2010-2011 berjumlah 194 usaha pengolahan ikan yang terbagi berdasarkan jenis olahan ikan yang diproduksinya. Usaha pengolahan ikan yang ada, 70 diantaranya merupakan kelompok usaha kecil sedangkan 124 lainnya merupakan kelompok usaha besar.

(38)

Tabel 14Unit usaha pengolahan ikan berdasarkan jenis olahan ikan

Pada Tabel 14 dapat diketahui bahwa usaha pengolahan ikan yang paling banyak yaitu pengolahan penepungan mekanik dan pengasin ikan. Jumlah olahan penepungan mekanik dari tahun 2005 sampai tahun 2010 jumlahnya cenderung meningkat. Peningkatan jumlah usaha penepungan tidak berlangsung setiap tahun karena pada tahun 2007-2008 jumlahnya menurun tetapi tidak secara signifikan. Terlihat pada tahun 2009 dan 2010 jumlah olahan penepungan mekanik meningkat kembali. Berbeda dengan olahan penepungan mekanik yang merupakan usaha besar, olahan pengasinan ikan yang merupakan jenis usaha kecil jumlahnya merangkak naik dari tahun 2005 sampai tahun 2008 tetapi mengalami penurunan secara signifikan pada tahun 2009 dan 2010.

(39)

Gambar 6 Pertumbuhan jumlah usaha pengolahan ikan di Kecamatan Muncar Gambar 6 di atas menjelaskan bahwa usaha pengolahan ikan skala besar di Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi mengalami peningatan jumlah pada tahun 2006. Peningkatan jumlah usaha pada tahun 2006 berlanjut merangkak naik jumlahnya pada tahun 2007 hingga pada tahun 2010 mencapai jumlah 146 usaha. Usaha kecil dan menengah pengolahan ikan di Kecamatan Muncar, pada tahun 2006 mengalami peningkatan dari 94 pengolah menjadi 105 pengolah.

Peningkatan jumlah pengolah pada tahun 2006 nampaknya tidak berlangsung lama dikarenakan pada tahun 2007 jumlah usaha kecil pengolah menurun. Penurunan usaha kecil pengolah jumlahnya menjadi 103 pengolah dan pada tahun 2009 menurun secara tajam menjadi 70 pengolah ikan. Penurunan tersebut dikarenakan tahun 2007 jumlah produksi ikan di PPP Muncar menurun. Penurunan jumlah dikarenakan banyak usaha kecil pengolahan ikan yang tidak dapat memenuhi kebutuhan bahan baku dan memilih tidak berproduksi atau menutup usahanya. Berbeda dengan usaha kecil, pegolahan ikan usaha skala besar yang jumlahnya merangkak naik di setiap tahunnya. Usaha besar lebih memiliki modal yang cukup banyak dibandingkan usaha kecil. Usaha besar dapat memenuhi kebutuhan bahan baku meskipun PPP Muncar tidak dapat memenuhinya. Hal ini dikarenakan usaha besar dapat mendatangkan bahan baku dari luar negeri. Peristiwa tersebut sesuai dengan pendapatan Doone dan Kurtz 2002 dimana disebutkan bahwa bisnis kecil atau usaha kecil cukup rentan

2005 2006 2007 2008 2009 2010

(40)

terhadap perubahan kondisi ekonomi, terutama pada saat terjadi gejolak ekonomi. Hal ini terjadi karena bisnis kecil biasanya memiliki sumberdaya yang terbatas dibandingkan dengan pesaing yang lebih besar. Usaha besar memiliki ketahanan menghadapi penurunan penjualan dan kelemahan utama yang dihadapi bisnis kecil mencakup kurangnya pengetahuan manajemen, keterbatasan dana dan peraturan pemerintah.

Produksi ikan hasil olahan usaha kecil pengolahan di PPP muncar dipasarkan atau dijual di PPP Muncar. Proses distribusi atau penjualan dilakukan di dalam pelabuhan. Proses penjualannya berlangsung ketika para saudagar atau para pemborong datang secara langsung ke tempat-tempat pengolahan ikan di pelabuhan dan membeli ikan-ikan hasil olahan dalam jumlah besar. Ikan-ikan olahan akan dijual kembali oleh para pemborong kepada para pengecer dan konsumen di luar kota maupun dalam kota. Ikan-ikan olahan yang telah dibeli oleh para pemborong akan didistribusikan ke kota Malang, Surabaya, Semarang, Bandung dan kota-kota lain di Pulau Jawa dan Bali. Ketesediaan bahan baku UKM pengolah ikan terlihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Ketersediaan bahan baku pengolahan ikan (ton)

Jenis Pengolahan 2008 2009 2010

PENGASIN

(41)

Tabel 15 memperlihatkan bahwa bahan baku ikan yang dipergunakan oleh pengolah ikan asin yaitu ikan layang, teri, lemuru, layur, petek, cucut, pari, bang-bagan, belanak, manyung, cumi-cumi dan lain-lain. Ikan paling dominan diolah oleh para pengasin ikan yaitu jenis ikan lemuru. Pada tahun 2008 sampai tahun 2010 ikan lemuru mendominasi dalam bahan baku pengolahan ikan asin di PPP Muncar. Jumlah lemuru yang diolah mencapai 215,98 ton pada tahun 2008 dan meningkat menjadi 229,19 ton pada tahun 2009. Pada tahun 2010 ikan lemuru yang menjadi bahan baku produksi pengasin ikan di PPP Muncar menurun jumlahnya. Penurunan lemuru pada tahun 2010 menjadi 173,63 ton dari total 229,19 ton pada tahun 2009. Penurunan terjadi karena pada tahun 2010 terjadi perubahan iklim dan diduga terjadi pencemaran laut oleh limbah industri pengolahan (Baya, 2011).

Ikan cucut merupakan ikan yang banyak menjadi bahan baku pengolahan ikan asin setelah ikan lemuru di PPP Muncar. Jumlah ikan cucut yang menjadi bahan baku pengasinan tahun 2008 jumlahnya menurun menjadi 51,74 ton dan meningkat kembali tahun 2009 menjadi 59,20 ton. Peningkatan jumlah ikan cucut di PPP Muncar nampaknya tidak berlangsung lama karena pada tahun 2010 jumlah ikan cucut yang diolah menurun jumlahnya menjadi 47,14 ton.

Berbeda dari ikan lemuru dan ikan cucut yang mengalami sedikit peningkatan jumlah pada tahun 2009, ikan jenis layang, teri, layur, petek, pari, bang-bangan, belanak, manyung dan cumi-cumi mengalami penurunan jumlah pada tahun 2009. Terlihat pada ikan jenis teri yang pada tahun 2008 menjadi bahan baku produksi sebesar 6,86 ton menurun menjadi 1,57 ton atau sebesar 77,04%. Hal serupa pun terjadi pada ikan layur yang mengalami penurunan jumlah sebesar 79,9%. Ikan yang menjadi bahan baku olahan ikan asin di PPP Muncar rata-rata terjadi penurunan pada tahun 2009. Secara perlahan bahan baku terus menurun pada tahun 2010 hingga pada tahun 2011 dari bulan Januari sampai Mei rata-rata jumlah ikan yang menjadi bahan baku produksi pengolahan ikan asin di PPP Muncar berjumlah 7,87 ton.

(42)

Gambar 7 Ketersediaan bahan baku pengolah terasi di PPP Muncar

Ketersediaan bahan baku pengolahan jenis terasi terlihat pada Gambar 7 dimana yang menjadi bahan baku olahan untuk pembuatan terasi yaitu udang kecil atau disebut juga rebon. Terlihat pada grafik jumlah udang rebon yang mejadi bahan baku olahan pembuatan terasi pada tahun 2008 berjumlah 16,37 ton dan meningkat tahun 2009 sebesar 77,76% menjadi 73,64 ton udang rebon. Peningkatan jumlah bahan baku olahan pembuatan terasi ini nampaknya tidak berlangsung secara berkelanjutan karena terlihat pada grafik ketika memasuki tahun 2010 pasokan bahan baku menurun secara signifikan mencapai 92,94% atau menjadi 5,19 ton. Penurunan ini terjadi karena pada tahun 2009 terjadi ekplorasi berlebih ikan rebon sehingga pada tahun 2010 jumlah ikan rebon menurun secara drastis, selain itu pencemaran laut akibat limbah pengolahan ikan pun menjadi salah satu penyebab penurunan produksi ikan rebon.

(43)

ketika ikan-ikan yang di daratkan di PPP Muncar jumlahnya sedikit, maka para pengolah ikan akan mendatangkan bahan baku dari luar daerah. Daerah tempat asal bahan baku ikan yaitu Situbondo, Tuban, Bali, Madura, Pancer, Jember, Lombok, Lamongan. Bahan baku pengolahan ikan pun diperoleh dari cold storage

milik swasta yang lokasinya berada di PPP Muncar. Cold storage ini menampung ikan-ikan dalam jumlah banyak ketika stok ikan di PPP Muncar melimpah. Ikan-ikan yang berada di cold storage akan di jual ketika jumlah ikan yang didaratkan di PPP Muncar jumlahnya sedikit. Ketika ikan-ikan yang di daratkan di PPP Muncar jumlahnya sedikit maka para pengolah ikan memasok bahan baku produksi dari cold storage di wilayah sekitar PPP Muncar.

Dalam pelaksanaannya usaha kecil pengolahan ikan di PPP Muncar mempergunakan jasa dan fasilitas yang diberikan oleh pihak pelabuhan. Fasilitas yang dipergunakan oleh pengolah ikan di PPP Muncar yaitu fasilitas-fasilitas yang berhubungan dengan kegiatan yang dilakukan pengolah ikan yaitu kegiatan pada saat praproduksi, produksi dan pasca produksi atau distribusi.

Fasilitas dan jasa yang dipergunakan oleh pengolahan ikan pada saat proses praproduksi yaitu dalam penyediaan bahan baku pengolahan dimana dalam hal ini berupa pasokan ikan-ikan segar yang nantinya akan menjadi bahan baku olahan. Selain itu, jasa yang dipergukan yaitu jasa dalam pemantauan mutu ikan-ikan bahan baku pengolahan dan fasilitas lahan atau tempat yang disewakan oleh pihak pelabuhan. Fasilitas yang digunakan dalam proses produksi yaitu fasilitas instalasi air bersih, instalasi listrik, jasa pembinaan dan pelatihan serta fasilitas dalam pengolahan limbah dari sisa-sisa bahan yang tidak terpakai dalam proses produksi.

(44)

dalam jumlah banyak dan memasarkannya ke kota-kota besar di Pulau Jawa dan Pulau Bali.

5.2Peran PPP Muncar terhadap perkembangan usaha kecil pengolahan ikan

5.2.1 Pelayanan pelabuhan

Menurut Undang-Undang No.45 tahun 2009 pelabuhan perikanan mempunyai fungsi pemerintahan dan pengusahaan guna mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran. Fungsi pelabuhan perikanan dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

1) Pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan; 2) Pelayanan bongkar muat;

3) Pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan; 4) Pemasaran dan distribusi ikan;

5) Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan;

6) Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan; 7) Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan;

8) Tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan; 9) Pelaksanaan kesyahbandaran;

10)Tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan;

11)Publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan;

12)Tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan; 13)Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari; 14)Pengendalian lingkungan;

(45)

Tabel 16 Pelayanan yang di butuhkan usaha kecil pengolahan ikan

Pelayanan Ketersediaan Kondisi

Keperluan prapoduksi

Bahan baku Ada Kurang mencukupi

Pemantauan mutu Ada Baik

Informasi harga ikan Tidak ada -

Keperluan produksi

Pelatihan pengolah Ada Baik

Pemodalan Ada Masih dalam proses

Keperluan Pemasaran/distribusi

Informasi daerah distribusi

Tidak ada -

Informasi harga pasar Tidak ada -

Sumber: Pengamatan dan wawancara

Peran pelayanan terhadap fasilitas praproduksi yang dilakukan oleh PPP Muncar terlihat pada Tabel 16. Pelayanan yang diberikan yaitu menyediakan pasokan bahan baku pengolahan ikan secara berkesinambungan dan pemantauan terhadap mutu ikan. Pasokan bahan baku berupa ikan-ikan segar yang didaratkan langsung di PPP Muncar. Pemantauan mutu ikan dilakukan dengan memantau kadar formalin dalam ikan dan tingkat kesegaran ikan yang akan menjadi bahan baku produk yang akan diolah.

(46)

Gambar 8 Aktivitas pendaratan ikan

Ikan-ikan yang didaratkan di PPP Muncar jumlahnya terkadang tidak selalu dapat memenuhi kebutuhan pengolahan ikan terutama pada saat musim paceklik. Para pengolah membeli bahan baku dari cold storage milik swasta yang berada di Kecamatan Muncar dan mendatangkan bahan baku produksi dari luar daerah. Daerah asal ikan yang menjadi bahan baku yaitu Situbondo, Tuban, Bali, Madura, Pancer, Jember, Lombok dan Lamongan. Saat kebutuhan bahan baku untuk proses produksi belum bisa terpenuhi atau jika harga ikan dipasaran melambung maka para pengolah ikan memilih untuk tidak berproduksi dan menutup usahnya.

Pemantauan mutu yang dilakukan pihak pengelola PPP Muncar dilakukan sebanyak 4 kali dalam satu tahun. Pemantauan mutu ikan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi ikan yang akan diolah masih layak untuk dikonsumsi atau tidak. Selain itu, pemantauan mutu pun dilakukan untuk mengetahui apakah ikan yang didaratkan mengandung zat kimia seperti formalin.

(47)

pelatihan mengenai penanganan ikan hingga menjadi suatu produk yang akan dipasarkan. Tercatat pada tahun 2011 telah terlaksanan pelatihan pengolahan ikan yang dilakukan di BP3 Kabupaten Banyuwangi selama 6 hari dan dihadiri oleh 30 orang pengolah ikan.

Dalam pengembanganya pihak pelabuhan bersama KUD Mino Blambangan dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuwangi memberikan dana bantuan bagi para pengolah, pemasar dan budidaya ikan di Kabupaten Banyuwangi. Para pengolah, pemasar dan budidaya ikan dibagi kedalam tiga kelompok yaitu KUB (Kelompok Usaha Bersama), Polahsar (Kelompok Pengolah dan Pemasar) dan Padagan (Kelompok Budidaya Ikan).

Kecamatan Muncar terdapat 8 kelompok yang tergabung dalam Polahsar (Kelompok Pengolah dan Pemasar) dimana terbagi menjadi 4 kelompok pemasar ikan segar dan 4 kelompok pengolah. Empat kelompok pengolah terdiri dari 1 kelompok pembuat snack ikan dan 3 kelompok pengolah pengasin ikan. Tiga kelompok pengasin ikan yang masing-masing bernama Bintang Terang, Cahaya Terang dan Cahaya Amin letak usahanya berada di dalam PPP Muncar. Bantuan dana yang diberikan untuk membantu usaha pengolahan ini yaitu sebesar Rp50.000.000 per kelompok. Dana ini dipergunakan untuk membeli peralatan untuk proses produksi. Berikut rincian biaya yang akan diterima oleh pengolah ikan:

Tabel 17 Rincian kebutuhan peralatan kelompok pengasin ikan

Nama kelompok

KEBUTUHAN PERALATAN KELOMPOK

Meja Salinitas Cool Box Keranjang Timbangan

(48)

Nama kelompok

Sumber: KUD Mino Blambangan, 2011

Jumlah dana bantuan yang akan diterima oleh kelompok pengasin ini disesuaikan dengan rincian kebutuhan peralatan yang dibutuhkan. Dana yang dikeluarkan akan dibagi sesuai kebutuhan masing-masing anggota kelompok. Program yang dilaksanakan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuwangi ini dinamakan program PUMP (Pemberdayaan Usaha Mina Pedesaan). Selain program PUMP ini telah terlaksana program pembantuan bagi pengolah pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2011. Pada tahun 2009 tersalurkan bantuan pengadaan alat-alat untuk pengolah ikan, tahun 2010 pengadaan bantuan alat rantai dingin bagi pedangan pengecer ikan segar, dan tahun 2011 pengadaan alat-alat produksi bagi pemindangan ikan.

Pelayanan yang dibutuhkan dalam proses distribusi dalam hal ini pelayanan informasi daerah distribusi dan informasi harga pasar tidak disediakan oleh pelabuhan. Dalam pendistribusian pengolahan ikan tidak bisa mendistribusikan olahannya secara mandiri dalam arti tidak bisa menjual hasil olahnya langsung kepada konsumen. Keterbatasan dalam pelayanan distribusi ini dimanfaatkan oleh para pemborong yang datang untuk mencari keuntungan. Keuntungan para pemborong yaitu dengan membeli hasil olahan dengan harga yang murah kemudian para pemborong ini yang akan mendistribusikan hasil olahan kepada pedagang pengecer di pasar maupun langsung menjualnya kepada konsumen.

5.2.2 Ketersediaan fasilitas pelabuhan

(49)

perikanan. Menurut Damoredjo (1981) vide Supriatna (1993), pelabuhan perikanan harus mempunyai fasilitas yang dapat memperlancar kegiatan produksi dan pemasaran hasil tangkapan, menimbulkan rasa aman bagi nelayan terhadap gangguan alam dan manusia dan mempermudah pembinaan serta menunjang pengorganisasian usaha ekonomi nelayan.

Fasilitas yang berada di PPP Muncar terbagai menjadi tiga yaitu fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang. Fasilitas pokok yang berada di PPP Muncar antara lain:

Tabel 18 Fasilitas pokok di PPP Muncar

No Rincian Luas

(50)

Tabel 19 Fasilitas fungsional di PPP Muncar

Fasilitas penunjang yang berada di pelabuhan merupakan fasilitas yang secara tidak langsung dapat menunjang aktivitas kepelabuhanan dan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan mampu memberikan kemudahan bagi masyarakat. Fasilitas penunjang yang dimiliki PPP Muncar terlihat pada Tabel 20. Tabel 20 Fasilitas penunjang PPP Muncar

Gambar

Tabel 9 Produksi penangkapan ikan di Kabupaten Banyuwangi
Tabel 10 Tabel produksi hasil tangkapan di PPP Muncar
Gambar 4 Perkembangan jumlah kapal/perahu penangkapan ikan
Gambar 5 Jumlah nelayan di PPP Muncar tahun 2006-2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

Judul : Kebijakan Pemerintah Daerah terhadap Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah di Kabupaten Wonogiri tahun 2006-2010 Dengan ini kami menilai tesis tersebut dapat

(IKM) dapat ditunjukkan (1) Jumlah Usaha Dagang Kecil dan Menengah (UDKM) serta Industri Kecil dan Menengah (IKM) lebih banyak daripada usaha besar, serta bersifat padat karya

SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis strategi pemasaran yang telah dilakukan dengan menggunakan matriks IE, posisi pengembangan usaha mikro kecil dalam usaha

dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksudkan dalam undang-undang ini, usaha menengah adalah usaha ekonomi

usaha kecil dan menengah di sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja dengan peningkatan yang relatif lebih besar, (3).. Usaha kecil daan menengah

Berdasarkan hasil wawancara, kepuasan yang diberikan kepada pelaku Usaha Kecil dan Menengah dalam program pengembangan Usaha Kecil dan Menengah dikatakan sudah

Odd ratio untuk usaha menengah bernilai paling besar diantara odd ratio usaha kecil dan usaha mikro, sehingga dapat dinyatakan bahwa usaha skala menengah memiliki peluang yang

(IKM) dapat ditunjukkan (1) Jumlah Usaha Dagang Kecil dan Menengah (UDKM) serta Industri Kecil dan Menengah (IKM) lebih banyak daripada usaha besar, serta bersifat padat karya