• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Fungsi dan Struktur Pohon pada Lanskap Jalan Kapten Muslihat -- Terminal Laladon, Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Fungsi dan Struktur Pohon pada Lanskap Jalan Kapten Muslihat -- Terminal Laladon, Bogor"

Copied!
238
0
0

Teks penuh

(1)

KAPTEN MUSLIHAT--TERMINAL LALADON,

BOGOR

Ramanda Widyanti

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Evaluasi Fungsi dan Struktur Pohon pada Lanskap Jalan Kapten Muslihat – Terminal Laladon, Bogor” adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi baik yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka skripsi ini.

Depok, September 2012

(3)

KAPTEN MUSLIHAT -- TERMINAL LALADON,

BOGOR

Ramanda Widyanti

A44050989

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

KAPTEN MUSLIHAT -- TERMINAL LALADON,

BOGOR

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Ramanda Widyanti

A44050989

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul : Evaluasi Fungsi dan Struktur Pohon pada Lanskap Jalan Kapten Muslihat -- Terminal Laladon, Bogor

Nama : Ramanda Widyanti

NRP : A44050989

Menyetujui Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M.Agr. NIP : 19491105 197403 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP : 19480912 197412 2 001

(6)

Penulis dilahirkan di Jakarta, 7 Mei 1988 dari pasangan Bapak Maryanto dan Ibu Wiludjeng Budi Rochyati. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Pada tahun 1993 penulis mengawali pendidikannya di TK Islam Al-Muhajirin. Tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan dasarnya di SDN Bakti Jaya IV Depok yang kemudian dilanjutkan ke SMPN 3 Depok dan lulus pada tahun 2002. Penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMUN 3 Depok dan lulus pada tahun 2005.

(7)

Segala puji bagi Allah Swt, yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Fungsi dan Struktur Pohon pada Lanskap Jalan Kapten Muslihat -- Terminal Laladon, Bogor”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada

1. keluarga atas doa, nasehat, semangat, dan kasih sayang yang tidak ternilai kepada penulis;

2. Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M. Agr. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, saran, dan nasehatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;

3. Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingannya selama penulis menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor;

4. seluruh staf pengajar dan Komisi Pendidikan Departemen Arsitektur Lanskap atas bantuannya kepada penulis selama menempuh pendidikan; 5. seluruh staf dari Kesbang Kota Bogor, Dinas Tata Kota, Dinas Lingkungan

Hidup, Dinas Bina Marga, Dinas Pekerjaan Umum, dan Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan atas bantuannya selama penelitian berlangsung;

6. semua pihak yang turut serta membantu dalam penyusunan skripsi ini, tetapi tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Semoga karya ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2012

(8)

RAMANDA WIDYANTI, Evaluasi Fungsi dan Struktur Pohon pada Lanskap Jalan Kapten Muslihat -- Terminal Laladon, Bogor. Dibimbing oleh WAHJU QAMARA MUGNISJAH.

Jalan sebagai bagian dari lanskap kota turut serta dalam memperlancar

fungsi dan aktivitas suatu kota. Idealnya, setiap jalan raya di kawasan kota

memiliki lanskap jalan yang bertujuan mendukung aktivitas pengguna jalan.

Lanskap jalan adalah wajah dari karakter lahan atau tapak yang terbentuk pada

lingkungan jalan, baik yang terbentuk dari elemen lanskap alam seperti bentuk

topografi lahan maupun yang terbentuk dari elemen lanskap buatan manusia yang

disesuaikan dengan kondisi lahannya. Lanskap jalan berperan penting dalam

membangun karakter lingkungan, spasial, dan visual agar dapat memberikan suatu

identitas perkotaan.

Tanaman, khususnya pohon, lebih berperan penting dalam memperbaiki

kualitas lingkungan dan estetika lanskap jalan jika dibandingkan dengan elemen

perkerasan. Tanaman pada lanskap jalan berfungsi sebagai pengontrol pandangan,

pembatas fisik, pengendali iklim, pencegah erosi, habitat satwa, dan estetika. Oleh

karena itu, agar kualitas lingkungan dan estetika lanskap jalan dapat terjaga

keberlanjutannya, penetapan jenis dan jumlah, penataan, penggunaan, serta

pemeliharaan tanaman, khususnya pohon harus disesuaikan dengan kondisi fisik

lanskap jalan.

Kurangnya jumlah, jenis, dan pemeliharaan pohon lanskap jalan

merupakan masalah yang paling berpengaruh terhadap kenyamanan pengguna

jalan dan warga di Jalan Kapten Muslihat--Terminal Laladon. Masalah tersebut

menyebabkan para pengguna jalan merasa tidak nyaman dalam beraktivitas

karena kondisi jalan yang panas dan tingkat polusi yang tinggi. Masalah ini juga

menyebabkan warga yang bermukim di sekitar jalan sering merasa terganggu

dengan adanya suara bising yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor. Selain

itu, sebagian besar pohon pada area tersebut telah merusak fasilitas serta utilitas

(9)

Evaluasi fungsi dan struktur pohon lanskap jalan merupakan salah satu

solusi yang dianggap cukup efektif dalam mengurangi hingga mengeliminasi

masalah tersebut. Hasil dari evaluasi fungsi dan struktur pohon ini selanjutnya

dianalisis dan disintesis yang pada akhirnya menghasilkan suatu rekomendasi

yang merupakan solusi alternatif dalam mengoptimalkan kembali fungsi pohon

dan memperbaiki struktur pohon sehingga dapat meningkatkan kenyamanan dan

keberlanjutan lanskap jalan.

Proses penilaian fungsi pohon pada lanskap Jln. Kapten Muslihat hingga

Terminal Laladon meliputi sembilan aspek, yaitu fungsi pengarah, fungsi

pembatas, fungsi peneduh, fungsi kontrol angin, fungsi kontrol bunyi, fungsi

kontrol cahaya, fungsi kontrol polusi, fungsi konservasi, dan fungsi pemberi

identitas, sesuai dengan kriteria fungsi pohon lanskap jalan menurut para pakar

lanskap jalan. Hasil penilaian fungsi ini terdiri atas empat kategori, yaitu buruk,

sedang, baik, dan sangat baik sesuai dengan persentase pemenuhan kriteria yang

diperoleh.

Proses penilaian struktur pohon dilakukan dengan menggunakan

pendekatan fisiognomi tanaman. Fisiognomi tanaman merupakan satu dari lima

tingkatan struktur tanaman. Penilaian fisiognomi tanaman dilakukan melalui

pengamatan terhadap bentuk tajuk, diameter batang, tinggi, dan kerusakan pohon

yang dapat disebabkan oleh serangan hama/penyakit tanaman dan aktivitas

manusia. Pengamatan tinggi dilakukan melalui pengukuran tinggi pohon yang

kemudian diklasifikasikan ke dalam kelas T1 (rendah), T2 (sedang), dan T3

(tinggi) berdasarkan ketinggiannya. Pohon dikatakan rendah apabila

ketinggiannya ≤ 6 m, sedang apabila ketinggiannya 6 – 12 m, dan tinggi apabila ketinggiannya ≥ 12 m. Selain itu, pengukuran tinggi pohon juga bertujuan mengetahui apakah ketinggian pohon tidak melebihi tinggi kabel listrik seperti

yang telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga.

Pengamatan diameter dilakukan melalui pengukuran diameter pohon

setinggi rata-rata dada orang dewasa. Hasil pengukuran diameter pohon ini

(10)

hampir dewasa/sedang apabila diameternya antara 30 – 60 cm, dan dewasa/besar

apabila diameternya ≥ 60 cm. Penilaian ini dilakukan terhadap 129 pohon yang dipilih secara acak dari total 341 pohon pada lanskap Jalan Kapten

Muslihat--Terminal Laladon, yang terbagi dalam enam segmen (Segmen I-VI).

Hasil penilaian setiap fungsi pohon pada seluruh segmen jalan adalah

56,67% (kategori sedang) untuk fungsi pengarah; 70,83% (kategori baik) untuk

fungsi pembatas; 57,74% (kategori sedang) untuk fungsi peneduh; 77,78%

(kategori baik) untuk fungsi kontrol angin; 51,79% (kategori sedang) untuk fungsi

kontrol bunyi; 76,39% (kategori baik) untuk fungsi kontrol cahaya; 71,53%

(kategori baik) untuk fungsi kontrol polusi; 60,83% (kategori baik) untuk fungsi

konservasi; 34,72% (kategori buruk) untuk fungsi pemberi identitas. Sementara

hasil penilaian fungsi pohon pada setiap segmen jalan menunjukan seluruh fungsi

pada Segmen I sebesar 82,71% (kategori sangat baik), Segmen II sebesar 77,57%

(kategori baik), Segmen III sebesar 50,88% (kategori sedang), Segmen IV sebesar

59,54% (kategori sedang), Segmen V sebesar 44,22% (kategori sedang), dan

Segmen VI sebesar 57,28% (kategori sedang). Hal ini terjadi karena penanaman

pohon lanskap jalan lebih banyak terdapat di Segmen V dan VI.

Sebagian besar pohon pada Jalan Kapten Muslihat--Terminal Laladon

memiliki tajuk berbentuk dome (menyerupai kubah), yaitu sebesar 60,47% dari

129 pohon, sementara itu pohon dengan bentuk tajuk oval sebesar 32,56%, tajuk

rounded (bulat) sebesar 5,43%, tajuk vertikal 2,33%, dan tajuk irregular sebesar

0,78%. Selain itu, data hasil pengukuran tinggi pohon menunjukkan sebesar

27,13% masih berada pada tingkat rendah, 43,41% berada pada tingkat sedang,

dan 29,46% berada pada tingkat yang tinggi atau merupakan pohon dewasa. Hasil

pengukuran diameter batang pohon menunjukkan sebesar 14,73% berada pada

tingkat semai, 47,29% berukuran diameter kecil atau masih berada pada tingkat

tiang, 25,58% berukuran diameter sedang, dan 12,40% berukuran diameter besar

atau merupakan pohon dewasa. Sementara itu, hasil penilaian kerusakan pohon

menunjukkan bahwa sebagian besar pohon mengalami kerusakan ringan, yaitu

(11)

Secara umum, fungsi penanaman lanskap Jalan Kapten Muslihat

--Terminal Laladon sudah terpenuhi dengan baik, tetapi belum dapat berfungsi

optimal. Hal ini terjadi karena penanaman tanaman yang kurang memperhatikan

kesatuan tema penanaman dan kurang merata. Oleh karena itu, penambahan

jumlah dan jenis tanaman perlu dilakukan untuk lebih mengoptimalkan fungsi

lanskap jalan. Tanaman yang dipilih harus yang sesuai dengan kriteria tanaman

untuk penanaman lanskap jalan seperti yang telah direkomendasikan. Selain itu,

pemilihan tanaman juga harus memperhatikan kondisi fisik lingkungan dan tata

letaknya pada lanskap jalan. Pemeliharaan tanaman lanskap jalan juga harus

dilakukan untuk menjamin keselamatan pengguna di samping menjaga

(12)

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan ... 3

1.4. Manfaat ... 3

1.5. Kerangka Pemikiran ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Jalan ... 5

2.2. Lanskap Jalan ... 8

2.3. Pohon pada Lanskap Jalan ... 9

2.4. Fungsi Pohon ... 13

2.5. Struktur Pohon ... 18

2.6. Kerusakan Pohon ... 20

2.7. Evaluasi ... 21

III. METODOLOGI ... 22

3.1. Lokasi dan Waktu ... 22

3.2. Bahan dan Alat ... 22

3.3. Metode Penelitian ... 22

3.3.1. Penentuan Segmen ... 22

3.3.2. Inventarisasi ... 23

3.3.3. Evaluasi ... 24

3.3.3.1. Evaluasi Fungsi Pohon ... 24

(13)

3.3.4.2. Analisis Struktur Pohon ... 36

(14)

DAF

(15)

Halaman

1. Kerangka Pemikiran ... 4

2. Bagian-Bagian Jalan ... 7

3. Sketsa Jarak Titik Tanam n ... 12

4. Sketsa Jarak Tanam Antarpohon Rapat ... 13

5. Sketsa Jarak Tanam Antarpohon Jarang ... Adjie ... 58

13. n Ishak Djuarsa ... 72

15. Pohon dengan Perkerasa .. 13

6. Bentuk Tajuk Pohon ... 18

7. Sketsa Pengukuran Tinggi Pohon ... 30

8. Grafik Iklim Kota Bogor Tahun 2001 -- 2008 ... 41

9. Penanaman Pohon dengan Jarak Tanam Rapat di Jln. Kapten Muslihat ... 49

10.Pertautan Antartajuk Tanaman Mahoni Muda di Jln. Letjen Ibrahim Adjie ... 51

11.Penanaman Pohon dengan Massa Daun Padat di Jln. Veteran ... 53

12.Penanaman Tanaman di Tepi Jln. Letjen Ibrahim Penanaman Rumput Gajah di Tepi Jln. Mayjen Ishak Djuarsa ... 69

14.Penanaman Massal Mahoni Muda di Jln. Mayje Diagram Identifikasi Tipe Kerusakan Pohon ... 78

(16)

Halaman

1. Inventarisasi Aspek Fisik lanskap Jalan ... 24

2. Kriteria Fungsi Pohon Lanskap Jalan ... 26

3. Tipe-Tipe Kerusakan pada ... 32

4. Kode Tipe Kerusakan pada Tubuh Pohon ... 33

5. Kode Lokasi Kerusakan pada Tubuh Pohon ... .. Tubuh Pohon ... .. 34

6. Kualifikasi Kelas Keparahan Menurut Kode Tipe Kerusakan... 35

7. Kode Kelas Keparahan Kerusakan Pohon ... 35

22.Penilaian Setiap Fungsi Pohon pada Seluruh Segmen Jalan... 73

23.Penilaian Seluruh Fungsi Pohon pada Seiap Segmen jalan ... 74

24.Hasil Pengamatan Bentuk Tajuk Pohon pada Setiap Segmen Jalan ... 75

25.Hasil Pengukuran Tinggi Pohon pada Setiap Segmen Jalan ... 76

26.Hasil Pengukuran Diameter Batang pada Setiap Segmen Jalan ... 77

(17)

Halaman

1. eta Lokasi Penelitian ... 92

2. Peta Segmentasi Lokasi Penelitian ... 94

3. Gambar Lokasi Kerusakan Pohon ... 95

4. Tabel Data Kerusakan Pohon ... 96

5. Peta Inventarisasi Vegetasi di Segmen I ... P .. 101

6. Peta Inventarisasi Vegetasi di Segmen II ... 102

7. Peta Inventarisasi Vegetasi di Segmen III ... 103

8. Peta Inventarisasi Vegetasi di Segmen IV ... 104

9. Peta Inventarisasi Vegetasi di Segmen V ... 105

10.Peta Inventarisasi Vegetasi di Segmen VI ... 106

11.Sketsa Komposisi dan Lokasi Penanaman Pohon pada Lanskap Jln. Kapten Muslihat -- Terminal Laladon ... 107

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jalan adalah suatu poros visual yang lurus, kuat, dan mengarahkan pandangan seperti garis lurus. Fungsi jalan di wilayah perkotaan adalah sebagai salah satu sarana transportasi yang menghubungkan satu daerah dengan daerah lainnya melalui pengangkutan penumpang atau barang dengan mempergunakan kendaraan (Hakim, 2006). Jalan sebagai bagian dari lanskap kota turut serta dalam memperlancar fungsi dan aktivitas suatu kota. Idealnya, setiap jalan raya di kawasan kota memiliki lanskap jalan yang bertujuan mendukung aktivitas pengguna jalan.

Lanskap jalan adalah wajah dari karakter lahan atau tapak yang terbentuk pada lingkungan jalan, baik yang terbentuk dari elemen lanskap alam seperti bentuk topografi lahan maupun yang terbentuk dari elemen lanskap buatan manusia yang disesuaikan dengan kondisi lahannya (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996). Lanskap jalan berperan penting dalam membangun karakter lingkungan, spasial, dan visual agar dapat memberikan suatu identitas perkotaan (Simonds, 1983). Tanaman pada lanskap jalan berfungsi sebagai pengontrol pandangan, pembatas fisik, pengendali iklim, pencegah erosi, habitat satwa, dan estetika (Carpenter et al., 1975). Oleh karena itu, agar kualitas lingkungan dan estetika lanskap jalan dapat terjaga keberlanjutannya, penetapan jenis dan jumlah, penataan, serta pemeliharaan tanaman harus disesuaikan dengan kondisi fisik lanskap jalan.

(19)

dalam beraktivitas karena kondisi jalan yang panas dan tingkat polusi yang tinggi. Selain itu, warga yang bermukim di sekitar jalan sering merasa terganggu dengan suara bising yang ditimbulkan oleh kendaraan.

Ruas jalan dari Jalan Kapten Muslihat hingga Terminal Laladon merupakan jalan utama penghubung wilayah Kabupaten dengan Kota Bogor yang memiliki tingkat mobilitas tinggi dan bermasalah pada lanskap jalannya. Beberapa permasalahan yang paling berpengaruh adalah kurangnya jumlah penanaman, kurangnya variasi pola penanaman, penataan tanaman yang kurang sesuai dengan kondisi fisik dan sosial lanskap jalan, serta banyaknya pohon yang mengalami kerusakan akibat serangan hama/penyakit tanaman maupun aktivitas manusia. Kerusakan pohon tersebut juga disebabkan oleh kurangnya intensitas pemeliharaan pohon pada lanskap jalan. Evaluasi fungsi dan struktur pohon lanskap jalan merupakan salah satu solusi yang cukup efektif dalam mengurangi hingga mengatasi masalah tersebut sekaligus memperbaiki kondisi lingkungan lanskap jalan.

1.2. Perumusan Masalah

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah jenis, jumlah, dan tata letak dari pohon pada lanskap jalan saat ini telah sesuai dengan kondisi fisik maupun sosial lanskap jalan?

2. Apakah jenis, jumlah, dan tata letak pohon tersebut telah mendukung keberlanjutan lingkungan lanskap jalan secara optimal?

3. Seberapa besarkah tingkat kerusakan pohon baik yang disebabkan oleh kegiatan manusia dan serangan hama/penyakit tanaman?

(20)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. mengevaluasi jenis, jumlah, tata letak, fungsi, dan struktur pohon lanskap jalan;

2. memperbaiki kondisi lingkungan jalan dengan menawarkan berbagai solusi alternatif.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat bagi pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan lanskap jalan sehingga dapat memperbaiki dan mengoptimalkan lingkungan jalan dalam rangka meningkatkan kenyamanan warga dan pengguna jalan.

1.5. Kerangka Pemikiran

(21)
(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jalan

Pengertian jalan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2004adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang digunakan untuk lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di bawah permukaan tanah, dan atau di bawah permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Selanjutnya, di dalam Pasal 8 Undang Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2004, jalan menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan, dengan perincian sebagai berikut (Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bogor, 2007).

1. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.

2. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

3. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

4. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat dan kecepatan rata-rata rendah.

Simonds (1983) menyatakan bahwa jalan merupakan satu kesatuan yang harus lengkap, aman, efisien, menarik, memiliki sirkulasi, dan interaksi yang baik serta mampu memberikan pengalaman yang menarik bagi pengguna jalan. Secara umum, konfigurasi jalan dapat dikelompokkan ke dalam beberapa pola sirkulasi, yaitu sebagai berikut:

(23)

2. radial, yaitu konfigurasi yang memiliki jalan-jalan lurus yang berkembang dari sebuah pusat yang sama;

3. spiral (berputar), yaitu suatu jalan yang tunggal dan kontinyu yang berasal dari titik pusat, kemudian mengelilingi pusatnya dengan jarak yang berubah; 4. grid, yaitu konfigurasi yang terdiri dari dua pasang jalan sejajar yang saling

berpotongan pada jarak yang sama sehingga menciptakan bujur sangkar atau kawasan ruang segi empat;

5. jaringan, yaitu konfigurasi yang terdiri dari jalan-jalan yang menghubungkan titik-titik tertentu dalam ruang;

Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bogor (2007) menyatakan bahwa bagian-bagian jalan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 1985 terdiri atas ruang manfaat jalan (Rumaja), ruang milik jalan (Rumija), dan ruang pengawasan jalan (Ruwasja) dengan penjelasan sebagai berikut (Gambar 2).

1. Ruang manfaat jalan (Rumaja) adalah ruang di sepanjang jalan yang dibatasi lebar, tinggi, dan kedalaman pada ruang bebas tertentunya dan ditetapkan oleh pembina jalan untuk

a. badan jalan, yaitu jalur lalu lintas dengan atau tanpa median jalan, yang hanya digunakan untuk arus lalu lintas dan pengamanan terhadap konstruksi jalan;

b. ambang pengaman, yaitu bagian yang terletak paling luar dari Rumaja hanya untuk mengamankan konstruksi jalan;

c. saluran tepi jalan, yaitu bagian yang hanya digunakan untuk penampungan dan penyaluran air agar badan jalan bebas dari genangan air;

d. bangunan utilitas, yakni bagian yang mempunyai sifat pelayanan wilayah pada sistem jaringan jalan seperti trotoar, lereng, timbunan, galian, dan gorong-gorong.

(24)

3. Ruang pengawasan jalan (Ruwasja) adalah ruang sepanjang jalan di luar Rumija yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu, yang ditetapkan oleh Pembina Jalan, dan digunakan untuk pandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi jalan.

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) Gambar 2. Bagian-Bagian Jalan

Perancangan jalan menurut Harris dan Dines (1988) terdiri atas dua tahapan penting, yaitu bentuk desain jalan baik secara vertikal maupun horizontal dan pengaturan lanskap tepi jalan. Kriteria jalan menurut Harris dan Dines (1988) adalah sebagai berikut:

1. jalan harus dapat memberikan akses kepada pengguna jalan dan bangunan yang ada di sekitarnya;

2. jalan digunakan sebagai jalur penghubung antarwilayah;

3. jalan mampu menciptakan sarana pergerakan manusia dan barang. Klasifikasi jalan menurut Harris dan Dines (1988) adalah sebagai berikut:

(25)

2. sistem jalan arteri primer (major arterial system), yaitu sistem jalan yang memungkinkan adanya arus pergerakan di antara simpangan lalu lintas dan jalan melalui daerah perkotaan dan akses langsung ke setiap perbatasan suatu permukiman;

3. sistem jalan kolektor (collector street system), yaitu sistem jalan yang memungkinkan adanya arus penghubung pergerakan kendaraan antara sistem jalan arteri primer dan jalan lokal dengan akses langsung menuju perbatasan suatu permukiman;

4. sistem jalan lokal (local street system), yaitu sistem jalan yang memungkinkan adanya pergerakan rambu lokal dan akses langsung menuju perbatasan suatu lahan.

Setiap jalan baik di pedesaan maupun perkotaan memiliki keunikan dalam desain serta karakteristik fungsional dan regionalnya sendiri. Jalan tersebut berfungsi sebagai jalur pergerakan orang dan kendaraan serta sebagai tempat pusat aktivitas (Simonds dan Starke, 2006). Jalan selain dapat digunakan untuk banyak tujuan dan tipe penggunaan yang berbeda dengan perbedaan kebutuhan, tujuan, fungsi, dan tugasnya, jalan juga harus dapat mengakomodasi kebutuhan pengguna jalan, antara lain, jalur kendaraan bermotor, sirkulasi orang dan barang, serta sarana pendukung jalan.

2.2. Lanskap Jalan

Keberadaan lanskap jalan sangat mutlak diperlukan dalam mendukung kelancaran sirkulasi jalan. Lanskap jalan tidak hanya terdiri atas jalur jalan saja, melainkan mencakup bangunan yang ada di sekelilingnya (Eckbo, 1964). Sementara menurut Direktorat Jenderal Bina Marga (2010), lanskap jalan adalah wajah dari karakter lahan atau tapak yang terbentuk dari lingkungan jalan yang terbentuk dari elemen alamiah seperti bentuk topografi lahan yang mempunyai panorama indah maupun yang terbentuk dari elemen lanskap buatan manusia yang disesuaikan dengan kondisi lahannya.

(26)

membentuk lingkungan, membentuk karakter lingkungan, membangun karakter spasial, dan membangun visual (Booth, 1983). Lanskap jalan ini mempunyai ciri khas karena harus disesuaikan dengan ketentuan geometrik jalan dan digunakan terutama bagi kenyamanan pemakai jalan serta diusahakan untuk menciptakan lingkungan jalan yang indah, serasi, dan memenuhi fungsi keamanan (Direktorat Jenderal Bina Marga, 2010).

Nilai suatu lanskap pada jalan dapat dimaksimalkan melalui perancangan fitur-fitur lanskap yang bertujuan menampilkan keindahan sekaligus memeliharanya. Perancangan lanskap jalan yang baik harus menyediakan kenyamanan, menarik perhatian, dan menyenangkan bagi pengguna jalan (Simonds dan Starke, 2006). Lanskap jalan harus memberikan kesan yang menyenangkan dengan menyelaraskan keharmonisan dengan kesatuan tanaman sehingga fungsional secara fisik dan visual. Selain itu, perancangan lanskap jalan yang baik juga harus menyediakan keterhubungan pergerakan yang disesuaikan dengan tipe lalu lintas yang ada dengan memperhatikan faktor keselamatan, keefisienan, dan kesesuaian terhadap tapak yang keseluruhan elemennya dihubungkan sebagai satu kesatuan sistem (Simonds, 1983).

2.3. Pohon pada Lanskap Jalan

Pohon adalah tanaman dengan batang berkayu, berakar dalam, dan memiliki percabangan jauh dari tanah serta tinggi lebih dari 3 meter (Hakim dan Utomo, 2003). Menurut Direktorat Jenderal Bina Marga (2010), pohon adalah semua tumbuhan dengan batang dan cabang yang berkayu. Pohon memiliki batang utama yang tumbuh tegak dan menopang tajuk pohon. Pohon berdasarkan ketinggiannya dibedakan atas pohon rendah, pohon sedang, dan pohon tinggi. Pohon rendah ialah pohon yang tingginya kurang dari 6 m; pohon sedang adalah pohon yang memilki ketinggian antara 6 -- 15 m; pohon tinggi ialah pohon yang ketinggiannya mencapai lebih dari 15 m (Lestari dan Kencana, 2008).

(27)

serta menjaga agar batang dapat berdiri tegak (Haryono, 1994). Batang merupakan bagian utama pohon dan menjadi penghubung utama antara bagian akar dengan bagian tajuk pohon (canopy), serta sebagai pengumpul air dan mineral, sebagai pusat pengolahan energi (produksi gula dan reproduksi). Cabang adalah bagian batang, tetapi berukuran kecil dan berfungsi memperluas ruang bagi pertumbuhan daun sehingga mendapat lebih banyak cahaya matahari (Direktorat Jenderal Bina Marga, 2010). Daun adalah bagian tubuh tanaman yang berguna untuk membuat makanan (karbohidrat) melalui proses fotosintesis. Daun berwarna hijau karena mengandung butir-butir hijau daun yang dapat mengubah cahaya matahari, karbon dioksida, dan air menjadi karbohidrat (Haryono, 1994).

Secara umum, pohon merupakan elemen utama yang secara individu atau berkelompok penampilannya dapat mempengaruhi penampakan visual dan memberikan kesan yang berbeda-beda dari jarak pengamatan berbeda di dalam lanskap (Carpenter et al., 1975). Penanaman pohon tepi jalan bertujuan memisahkan pejalan kaki dan jalan kendaraan untuk keselamatan, kenyamanan serta memberi ruang bagi utilitas atau perlengkapan jalan lainnya (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996). Menurut Arnold (1980), penanaman pohon tepi jalan bertujuan untuk menciptakan efek ruang bagi pengguna jalan dengan memisahkan berbagai aktivitas yang berlangsung pada jenis sirkulasi, mengarahkan pandangan, dan memberikan zona aman dan terlindung.

Pemilihan tanaman perlu memperhatikan berbagai pertimbangan, antara lain, bentuk tanaman yang mencakup morfologi (batang, cabang, ranting, daun, bunga, dan buah), tinggi, dan tajuk tanaman terkait dengan keharmonisan, keserasian, dan keselamatan. Pemilihan morfologi, tinggi, tajuk tanaman, dan penempatan tanaman sebagai elemen lanskap menjadi pertimbangan yang penting dalam ilmu arsitektur lanskap jalan (Direktorat Jenderal Bina Marga, 2010).

(28)

aru.

b. Tidak terlalu menjuntai ke bawah agar tidak menghalangi pandangan. 4. Daun

a. Tidak mudah rontok. b. Tidak terlalu rimbun.

c. Tidak terlalu besar sehingga jika jatuh tidak membahayakan pengguna jalan.

a. Cepat pulih dari stress yang salah satu cirinya dengan mengeluarkan tunas b

b. Tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor dan industri.

Sementara itu, kriteria pohon yang sesuai untuk penanaman lanskap jalan menurut Direktorat Jenderal Bina Marga (1992) adalah sebagai berikut:

1. Batang/cabang tidak mudah patah.

2. Ketinggian tanaman 2 - 3 m dari batas permukaan perakaran. 3. Diameter batang 0,05 – 0,10 m.

(29)

5. Tinggi tanaman 1,50 – 2,00 m 6. Jarak tanam minimum 4,00 m. 7. Jarak titik tanam dari kereb 2 – 3 m.

8. Telah memiliki percabangan sebanyak 3 – 5 cabang.

9. Bola akar berdiameter minimum 20 cm dibungkus dengan polybag atau pelepah daun pisang atau karung goni.

10. Kondisi sehat, bebas hama atau penyakit, segar dan terawat.

Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) juga menyatakan bahwa jarak titik tanam dengan tepi perkerasan mempertimbangkan pertumbuhan perakaran tanaman agar tidak mengganggu struktur perkerasan jalan. Jarak titik tanam terhadap tepi kereb adalah 2 -- 3 m (Gambar 3), sementara jarak titik tanam pohon terhadap perkerasan untuk daerah perkotaan adalah 4 m. Pohon yang ditanam harus diatur agar bayangan pohon tidak menutupi pancaran cahaya lampu jalan. Selain itu, penanaman pohon tepi jalan pada tikungan jalan harus memperhatikan bentuk tikungan dan luas daerah bebas samping di tikungan (Direktorat Jenderal bina Marga, 2010).

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga (2010)

Gambar 3. Sketsa Jarak Titik Tanam Pohon dengan Perkerasan

(30)

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga (2010)

Gambar 4. Sketsa Jarak Tanam Antarpohon Rapat

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga (2010)

Gambar 5. Sketsa Jarak Tanam Antarpohon Jarang

2.4. Fungsi Pohon

Tanaman pada lanskap jalan menghasilkan suasana alami di lingkungan perkotaan melalui berbagai tekstur dan warna serta bayangan yang ditimbulkan sehingga dapat menghadirkan kesegaran dan kelembutan di antara elemen perkerasan jalan (Carpenter et al., 1975). Selain itu, keberagaman bentuk pohon dapat menyajikan sentuhan kehidupan dan keindahan dalam suatu lingkungan lanskap jalan (Booth, 1983).

(31)

membatasi fisik, mengontrol pandangan, mereduksi kebisingan dan polutan udara, mengontrol angin, mencegah erosi, merupakan habitat satwa, dan meningkatkan nilai estetika lingkungan lanskap jalan (Hakim, 2006). Pemaparan mengenai beberapa fungsi pohon lanskap jalan adalah sebagai berikut.

1. Mengendalikan iklim mikro

Salah satu manfaat pohon pada lanskap jalan adalah untuk memperbaiki iklim mikro (Grey dan Deneke, 1978). Pohon mengontrol iklim mikro dengan memberikan naungan dan menurunkan suhu (Carpenter et al., 1975). Proses penurunan suhu udara yang dilakukan oleh pohon melalui penyerapan, pemantulan, dan pengontrolan radiasi sinar matahari (Grey dan Deneke, 1978). Menurut Hakim (2006), tanaman menyerap panas dari pancaran sinar matahari dan memantulkannya sehingga menurunkan suhu dan iklim dan mikro.

Tanaman sebagai unsur alamiah merupakan indikator iklim mikro yang baik, seperti jalur pepohonan yang rimbun dapat mengalihkan hembusan angin, bayangan dari kanopi pohon berperan serta dalam mengontrol suhu, dan oksigen yang dihasilkan dapat memberikan kesejukan (Laurie, 1975). Suhu udara di dalam daerah bayang-bayang kanopi pohon dapat lebih rendah 8ºC daripada di ruang terbuka (Booth, 1983). Sementara, suhu permukaan elemen di bawah kanopi pohon mencapai 28-29ºC, suhu permukaan semak 28-33ºC, suhu permukaan tanaman penutup tanah dan rumput 35-36ºC, dan suhu permukaan aspal mencapai > 50ºC (Sulistyantara, 1995).

2. Membatasi fisik

Pohon berfungsi sebagai pembatas fisik dalam menghalangi sekaligus mengarahkan pergerakan manusia. Selain itu, pohon juga dapat digunakan sebagai pembatas area (Lestari dan Kencana, 2008). Penanaman pohon pada tepi jalan bertujuan sebagai pembatas antara jalur pejalan kaki dan jalan kendaraan untuk keselamatan, kenyamanan, dan memberikan ruang bagi utilitas maupun perlengkapan jalan lainnya (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996).

3. Mengontrol pandangan

(32)

menahan silau yang ditimbulkan oleh sinar matahari dan lampu jalan pada jalan raya melalui proses evapotranspirasi. Menurut Robinette (1993), pada dasarnya pohon dapat mengontrol pengaruh sinar matahari dengan cara menyaring radiasi dan memantulkan cahaya matahari melalui warna hijau pada daunnya.

Laurie (1986) berpendapat bahwa tanaman dapat efektif dalam mengontrol kesilauan bila pada penanamannya, menggunakan pohon berdaun tebal, rindang, dan evergreen sehingga dapat memberikan toleransi tembus pandang dengan pengaturan secara berkelompok. Sementara itu, untuk menghalangi silau cahaya matahari sebaiknya dipilih pohon atau perdu dengan massa daun padat dan ditanam dengan jarak yang rapat pada ketinggian 1,5 m. Pada jalur jalan raya bebas hambatan, penanaman pohon tidak dibenarkan pada jalur median jalan. Sebaliknya, pada jalur median ditanam tanaman semak, agar sinar lampu kendaraan dari arah yang berlawanan dapat dikurangi (Direktorat Jenderal Bina Marga, 2010).

4. Mereduksi kebisingan

Pohon yang ditanam pada jalan cukup berkontribusi dalam mengurangi kebisingan (Simonds dan Starke, 2006). Daun, cabang, dan ranting pada pohon mampu meredam suara kebisingan dengan cara mengabsorpsi gelombang suara (Hakim, 2006). Secara umum, pohon paling efektif ketika digunakan untuk mereduksi kebisingan dengan frekuensi tinggi (Carpenter etal., 1975). Efektivitas pohon dalam mengontrol bising bergantung dari tinggi pohon, kepadatan daun, dan jarak antarpohon. Pohon berdaun tebal, cabang dan batang yang besar, dan penanaman yang rapat serta cabang-cabang yang ringan merupakan pohon yang efektif dalam mengontrol kebisingan (Grey dan Deneke, 1978).

Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) menambahkan tanaman yang berfungsi sebagai penyerap kebisingan adalah jenis tanaman berbentuk pohon atau perdu yang mempunyai massa daun padat. Beberapa tanaman dengan lebar tajuk 7 -- 15 m dapat mereduksi kebisingan pada frekuensi tertinggi, yaitu 10 -- 20 dB. Sementara tanaman pinus dan cemara dengan lebar tajuk 15 -- 30 m dapat mereduksi kebisingan pada frekuensi terendah, yaitu sebesar 10 dB (Carpenter et al., 1975).

(33)

5. Mereduksi polusi udara

Pohon dapat menyerap berbagai macam gas/partikel beracun yang mencemari udara seperti karbondioksida (CO2) melalui proses fotosintesis,

nitrogen dioksida (NO2) yang berasal dari kendaraan bermotor dan bahan bakar

gas, sulfur dioksida (SO2) yang berasal dari industri pengecoran logam,

pembangkit listrik batu bara, dan penggunaan bahan bakar fosil, serta gas timbal (Pb) yang bersumber dari kendaraan bermotor (Hakim, 2006).

Tanaman juga dapat mereduksi gas-gas polutan dalam jumlah terbatas, seperti sulfur dioksida (SO2), dan hidrogen florida (HF), tanpa menimbulkan

dampak negatif. Pohon dengan ukuran diameter batang rata-rata 38 cm memiliki potensi untuk mereduksi 43,5 pon SO2 per tahun jika konsentrasi SO2 di atmosfer

0,25 ppm. Kelompok tanaman yang ditanam dengan lebar area penanaman rata-rata 182 m dapat mereduksi 75 % polutan di atmosfer (Carpenter et al., 1975).

Kriteria pohon yang dapat digunakan untuk menyerap polutan udara, yaitu mempunyai pertumbuhan yang cepat, tumbuh sepanjang tahun, dan memiliki percabangan dan massa daun yang padat, serta permukaan daun yang berambut. Selain itu, tanaman yang efektif untuk mengurangi partikel polutan adalah tanaman yang memiliki trikoma tinggi atau memiliki daun yang berbulu, bergerigi atau bersisik (Grey dan Deneke, 1978).

Grey dan Deneke (1978) juga menambahkan bahwa kriteria penanaman yang digunakan untuk mereduksi polusi udara adalah sebagai berikut:

a. penanaman sebaiknya dilakukan tegak lurus dengan arah angin yang umum berlaku;

b. penanaman jajaran pohon yang kurang rapat atau terbuka seharusnya secara masif;

c. penanaman sebaiknya terkonsentrasi di sekitar sumber polutan.

(34)

6. Mengontrol angin

Pohon mengendalikan angin dengan cara menahan, menyerap, serta mengalirkan tiupan angin. Penggunaan tanaman pohon sebagai penahan angin merupakan cara yang baik dan efektif dalam mengontrol angin. Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) berpendapat bahwa tanaman yang digunakan untuk mengontrol angin seharusnya merupakan tanaman tinggi dan perdu/semak, bermassa daun padat, ditanam berbaris atau membentuk massa dengan jarak tanam rapat, yaitu < 3m.

Penanaman tanaman dengan jarak tanam rapat dapat menurunkan kecepatan angin antara 75 -- 85 %. Jenis tanaman yang digunakan dalam mengontrol angin ini tergantung kepada tinggi pohon, kepadatan massa, bentuk tajuk, dan lebar tajuk. Semakin dekat jarak antara tanaman dengan sumber kebisingan, maka akan semakin efektif fungsinya dalam meredam kebisingan (Carpenter et al., 1975).

7. Mencegah erosi

Aktivitas manusia dalam penggunaan lahan seperti pembentukan muka tanah, pemotongan, dan penambahan muka tanah (cut and fill), selain bermanfaat juga menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi lahan. Hal ini mengakibatkan kondisi tanah menjadi rapuh dan mudah tererosi oleh air hujan atau hembusan angin. Akar pohon dapat mengikat tanah sehingga tanah menjadi kokoh dan tahan terhadap pukulan air hujan dan tiupan angin (Hakim, 2006).

8. Merupakan habitat satwa

Pohon bermanfaat sebagai sumber makanan serta sebagai tempat berlindung bagi satwa sehingga secara tidak langsung keberadaan pohon ikut berperan serta dalam mempertahankan kelestarian satwa.

9. Meningkatkan nilai estetika

(35)

berbeda–beda yang diakibatkan oleh angin dan waktu terjadinya bayangan (Hakim dan Utomo, 2003).

Fungsi pohon lanskap jalan dipengaruhi oleh karakter setiap tanaman yang meliputi bentuk tajuk, luas perakaran, sifat tumbuh, dan tampilan pohon secara keseluruhan (Lestari dan Kencana, 2008).

2.5. Struktur Pohon

Karakteristik struktur pohon mengikuti pola pertumbuhan dan perkembangan spesifik atau disebut model arsitektural pohon, yang dapat menghasilkan variasi bentuk tajuk dan struktur percabangan (Halle et al., 1978). Booth (1983) membagi bentuk tajuk pohon menjadi 7 kelompok yaitu, globular

(bentuk yang membulat), columnar (bentuk yang tinggi ramping), spread (bentuk yang menyebar), picturesque (bentuk eksotis/menarik), weeping (bentuk ranting-ranting merunduk/menjurai), pyramidal (bentuk kerucut), dan fastigiate (bentuk tinggi ramping dan ujungnya meruncing). Sementara itu, menurut Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) bentuk tajuk pohon terdiri atas, bulat (rounded), oval, kubah (dome), menyerupai huruf V (V-shape), tidak beraturan (irregular), kerucut (conical), kolom (kolumnar), persegi empat (square), menyebar bebas (spreading), dan vertikal. Bentuk-bentuk tajuk pohon ini dapat dilihat pada gambar berikut ini (Gambar 6).

Sumber : Kreasi Penulis Berdasarkan Keterangan Direktorat Jenderal Bina Marga (2010)

(36)

Danserau (1957) dalam Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974) mendefinisikan struktur sebagai organisasi dalam ruang dari individu-individu yang membentuk tegakan. Selain itu, ia juga menambahkan bahwa elemen-elemen utama struktur tanaman adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi, dan penutupan tajuk. Lalu Mueller-Dumbois dan Ellenberg (1974) membagi struktur tanaman menjadi lima tingkatan, yaitu fisiognomi tanaman, struktur biomassa, struktur bentuk hidup, struktur floristik dan struktur tegakan.

Forsberg (1961) dalam Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974) menyatakan bahwa fisiognomi tanaman merupakan penampilan eksternal dari tanaman. Fisiognomi dipahami sebagai bagian dari struktur biomassa yang menampilkan karakteristik fisik dan fenomena fungsional seperti daun-daun yang rontok. Pengertian struktur biomassa adalah penggabungan secara spesifik antara tajuk dan ketinggian tanaman dalam matriks penutupan kanopi tanaman. Walaupun tidak begitu terlihat seperti halnya ukuran tanaman, tajuk tanaman merupakan faktor kunci dalam komposisi struktur tanaman. Tajuk dapat mempengaruhi kesatuan dan keragaman, bertindak sebagai aksen atau pembentuk pemandangan, dan mengatur koordinasi tanaman bermassa daun padat dengan elemen-elemen lainnya dalam desain (Booth, 1983).

Struktur bentuk hidup terkait dengan komposisi dari bentuk-bentuk pertumbuhan atau bentuk-bentuk hidup dari tanaman. Konsep bentuk hidup ini mengelompokan individu-individu spesies tanaman dengan morfologi fisik yang sama ke dalam tipe-tipe bentuk hidup. Struktur bentuk hidup dapat dinyatakan secara kuantitatif. Struktur bentuk hidup juga dapat disebut sebagai komposisi bentuk hidup. Sementara itu, pengertian struktur floristik dipahami sebagai komposisi floristik tanaman pada tingkat spesies (Forsbeg dalam Mueller-Dumbois dan Ellenberg, 1974).

Kershaw dan Looney (1985) dalam Mueller-Dumbois dan Ellenberg (1974) membedakan struktur tanaman menjadi tiga komponen:

(37)

2. struktur horizontal (distribusi spatial populasi jenis dan individu), yaitu individu yang pertumbuhannya menyebar pada kawasan tersebut, yang dipengaruhi oleh jarak antara satu individu tanaman dengan individu lain; 3. struktur kuantitatif, yang meliputi kelimpahan atau keanekaragaman jenis,

dengan distribusi dari masing-masing jenis yang mencakup kerapatan, frekuensi, dominansi, dan sebagainya.

2.6. Kerusakan Pohon

Kerusakan pohon biasanya disebabkan oleh bakteri patogen, hama serangga, polusi udara, serta faktor-faktor alam maupun buatan yang mempengaruhi pertumbuhan dan ketahanan pohon (Nuhamara et al., 2001). Menurut Arifin dan Arifin (2005), kerusakan tanaman dapat disebabkan oleh penyakit tanaman menular (infectious plant diseases) dan penyakit tanaman tidak menular (non-infectious plant diseases). Penyakit menular pada tanaman biasanya disebabkan oleh jamur, bakteri, virus, mikroplasma, dan nematoda. Sementara itu, penyakit yang tidak menular pada tanaman dapat disebabkan oleh kekurangan zat hara, O2, CO2, atau cahaya; kekurangan atau kelebihan air tanah; terkena polusi

udara; atau pH tanah yang tidak sesuai. Hal tersebut juga dikemukakan oleh Soeratmo (1974) yang menyatakan bahwa beberapa unsur lingkungan yang berpengaruh terhadap kerusakan pohon, yaitu sebagai berikut.

1. Polutan Industri

Kerusakan pohon dapat disebabkan oleh asap atau gas-gas beracun dari suatu industri atau pabrik. Tingkat kerusakan pohon akan tinggi bila pohon berlokasi dekat dengan sumber polutan. Gejala kerusakan yang umum terlihat adalah perubahan warna daun. Saat intensitas polutan tinggi, daun-daun akan mengalami kekeringan, dan berguguran hingga akhirnya tanaman mati.

2. Kerusakan Mekanis

(38)

Kerusakan pohon pada tingkat lanjut mengakibatkan kematian pada bagian-bagian pohon seperti batang, cabang, dahan, dan ranting. Kematian tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut ini (Arifin dan Arifin, 2005):

a. kekurangan nutrisi.

b. kerusakan pada sistem perakaran.

c. kelembaban (suhu udara atau tanah) yang tidak sesuai. d. adanya unsur beracun pada udara atau tanah.

e. aerasi pada sistem perakaran yang kurang baik. f. tajuk pohon tumbuh berlebihan.

g. adanya serangan jamur, bakteri, dan hama, serta

h. luka mekanik atau luka bakar pada batang/cabang dan akar.

2.7. Evaluasi

Evaluasi adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk menelaah atau menduga hal-hal yang sudah diputuskan untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan keputusan tersebut, selanjutnya ditentukan langkah-langkah alternatif perbaikannya bagi kelemahan tersebut (Eliza, 1997). Evaluasi dilakukan berdasarkan standar tertentu diikuti dengan langkah-langkah perumusan alternatif perbaikannya. Tujuan dari evaluasi adalah untuk menyeleksi dan menampilkan informasi yang diperlukan dalam mendukung pengambilan simpulan dan keputusan suatu program serta nilainya (Wungkar, 2005).

(39)

BAB III METODOLOGI

3.1. Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di sepanjang jalan dari Jalan Kapten Muslihat

hingga Terminal Laladon Kota Bogor (Lampiran 1) dan hanya dibatasi hingga

Rumaja (ruang manfaat jalan). Di dalam Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia No. 26 Tahun 1985 tertulis bahwa Rumaja adalah ruang di sepanjang

jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman pada ruang bebas tertentu

yang ditetapkan oleh Pembina Jalan dan digunakan untuk badan jalan, ambang

pengaman, saluran tepi jalan, dan bangunan utilitas jalan (Dinas Bina Marga dan

Pengairan Kota Bogor, 2007). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2011

hingga Maret 2012.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera

digital dengan resolusi 7 megapixel, flash disk, clinometer, rollmeter, kalkulator,

dan komputer portable dengan aplikasi seperti Corel Draw, Google Chrome,

Photoscape, Paint, dan Microsoft Office (Microsoft Word, Microsoft Office

Picture Manager dan Microsoft Excel).

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui lima tahapan, yaitu tahap penentuan

segmen (segmentasi), tahap inventarisasi, tahap evaluasi, tahap analisis, tahap

sintesis, dan rekomendasi.

3.3.1. Penentuan Segmen

Metode yang digunakan dalam proses evaluasi fungsi ini adalah

pengamatan langsung di sepanjang Jalan Kapten Muslihat hingga Terminal

Laladon yang dibagi ke dalam 6 segmen (Segmen I -- VI) berdasarkan perbedaan

(40)

Segmentasi ini bertujuan untuk mempermudah pengamatan fungsi dan struktur

pohon. Pendeskripsian keenam segmen jalan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Segmen I adalah ruas jalan antara titik persimpangan Jln. Kapten Muslihat

dan Jln. Ir. H. Juanda hingga Jalan Kapten Muslihat (Jembatan Merah)

dengan penggunaan lahan yang meliputi daerah perkantoran, perdagangan

dan jasa, pendidikan, dan wisata.

2. Segmen II adalah ruas jalan antara Jalan Kapten Muslihat (Jembatan Merah)

hingga Jln. Veteran. Penggunaan lahan pada area ini meliputi daerah

pemukiman warga, dan perdagangan dan jasa.

3. Segmen III adalah ruas jalan antara Jalan Veteran (persimpangan Ciomas)

hingga Markas Yonif Garuda 315 di Jln. Mayjen Ishak Djuarsa dengan

penggunaan lahan yang meliputi daerah pemukiman, bangunan komersial,

dan fasilitas sosial seperti tempat ibadah, sarana pendidikan, dan kesehatan.

4. Segmen IV adalah ruas jalan antara Markas Yonif Garuda 315 hingga Jln.

Mayjen Ishak Djuarsa (titik persimpangan Jln. Sindang Barang dan Jln. Darul

Qur’an). Penggunaan lahan pada area ini meliputi daerah pemukiman,

bangunan komersial, dan fasilitas sosial seperti sarana pendidikan dan

kesehatan.

5. Segmen V adalah ruas jalan antara titik persimpangan Jln. Sindang Barang

dan Jln. Darul Qur’an hingga titik persimpangan Jln. Letjen Ibrahim Adjie

dan Jln. Bayangkari. Penggunaan lahan pada area ini meliputi daerah

pemukiman dan bangunan komersial.

6. Segmen VI adalah ruas jalan antara titik persimpangan Jalan Bayangkari dan

Jln. Letjen Ibrahim Adjie hingga Terminal Laladon (Jalan Letnan Ibrahim

Adjie). Penggunaan lahan pada segmen ini meliputi daerah pertanian,

pemukiman, dan bangunan komersial.

3.3.2. Inventarisasi

Inventarisasi dilakukan untuk mengumpulkan data fisik lanskap jalan,

seperti iklim (suhu udara, curah hujan, kelembaban udara relatif, kecepatan angin,

dan lama penyinaran matahari), topografi (morfologi dan kemiringan lahan),

(41)

endapan batuan, dan struktur geologi), hidrologi (sistem drainase dan sifat aliran

drainase), dan pohon (jumlah, jenis, tinggi, diameter, bentuk tajuk, dan kerusakan

organ), seperti yang tertera pada tabel berikut ini (Tabel 1).

Tabel 1. Inventarisasi Aspek Fisik Lanskap Jalan

No. Aspek Fisik Unsur Jenis Data Sumber Data

1 Iklim

Suhu udara, curah hujan, kelembaban, udara relatif, kecepatan angin, dan lama penyinaran matahari

Sekunder Literatur

2 Topografi Morfologi dan kemiringan lahan Sekunder Literatur

3 Tanah Jenis tanah, sifat fisik, dan sifat kimia

tanah Sekunder Literatur

4 Geologi Jenis batuan, endapan batuan, dan

struktur geologi Sekunder Literatur

5 Hidrologi Sistem drainase dan sifat aliran

drainase Sekunder Literatur

6 Tata Guna

Lahan Penggunaan dan pemanfaatan lahan Primer Pengamatan

7 Vegetasi

Jenis, jumlah, tinggi, diameter, bentuk tajuk, dan kerusakan organ pohon

Primer Pengamatan dan Literatur

Pengambilan data dilakukan melalui dua cara, yaitu secara langsung

melalui pengamatan di lapang (data primer) dan tidak langsung berdasarkan

literatur dan sumber terkait (data sekunder). Pengambilan data tata guna lahan

dilakukan secara langsung dan pohon dilakukan secara langsung dan tidak

langsung, sedangkan pengambilan data iklim, topografi, tanah, geologi, dan

hidrologi dilakukan secara tidak langsung.

3.3.3. Evaluasi

Tahap evaluasi ini dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu evaluasi

fungsi pohon dan evaluasi struktur pohon lanskap jalan.

3.3.3.1. Evaluasi Fungsi Pohon

Evaluasi fungsi pohon pada lanskap jalan dilakukan melalui pengamatan

kriteria setiap fungsi pohon pada tiap segmen jalan berdasarkan Hakim dan Utomo

(2003), Wungkar (2005), dan Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) sebagai berikut.

a. Fungsi pengarah adalah fungsi pohon dalam mengarahkan sirkulasi dan

(42)

sebagai pengarah ini memiliki komposisi penanaman yang berbaris dan

berkesinambungan.

b. Fungsi pembatas adalah fungsi pohon seperti tabir yang membatasi

pandangan dan pergerakan manusia dan kendaraan. Pohon yang berfungsi

sebagai pembatas ini memiliki komposisi penanaman yang berbaris dan

membentuk massa.

c. Fungsi peneduh adalah fungsi pohon dalam memberi keteduhan dan

menyaring sinar matahari. Pohon yang berfungsi sebagai peneduh memiliki

karakteristik massa daun yang padat serta bentuk tajuk spreading, rounded,

atau dome.

d. Fungsi kontrol angin adalah fungsi pohon dalam menahan, memecah,

mengarahkan dan mengalirkan angin. Pohon dengan fungsi ini sebaiknya

ditanam secara berbaris dan berkelompok (membentuk massa).

e. Fungsi kontrol bunyi adalah fungsi pohon dalam mengurangi suara bising

kendaraan. Pohon dengan fungsi ini sebaiknya ditanam di dekat tepi jalan

dengan kombinasi berbagai jenis pohon yang memiliki massa daun padat.

f. Fungsi kontrol cahaya adalah fungsi pohon dalam menahan, memantulkan,

dan mengurangi silau cahaya matahari atau lampu kendaraan. Pohon dengan

fungsi ini sebaiknya ditanam dengan kombinasi berbagai jenis dengan massa

daun yang padat.

g. Fungsi kontrol polusi adalah fungsi pohon sebagai pereduksi polutan udara

yang dihasilkan oleh pabrik dan kendaraan bermotor. Pohon yang memiliki

fungsi ini dicirikan dengan toleransi yang tinggi terhadap polusi udara dan

kemampuannya dalam menyerap polutan. Komposisi tanaman pengontrol

polusi sebaiknya terdiri dari kombinasi pohon dan perdu dengan jarak tanam

rapat, massa daun padat, serta batang dan cabang berteksur kasar.

h. Fungsi konservasi adalah fungsi pohon dalam melindungi tanah dan air serta

mencegah erosi. Pohon yang memiliki fungsi ini sebaiknya ditanam secara

massal dan dikombinasikan bersama tanaman penutup tanah dengan

(43)

i. Fungsi pemberi identitas adalah fungsi pohon dalam memberikan identitas

bagi pengguna jalan untuk mengenal jalan tertentu. Pohon dengan fungsi ini

harus memiliki nilai sejarah dan suatu ciri khas serta ditanam dengan pola

penanaman tertentu.

Kriteria setiap fungsi pohon lanskap jalan disajikan dalam Tabel 2.

No. Fungsi Kriteria Fungsi* Gambar Ilustrasi**

a) Pohon dengan ketinggian

≥ 6 m.

b) Penanaman secara massal

atau berbaris.

1) Pengarah c) Jarak tanam yang rapat.

d) Penanaman secara kontinyu

atau berkesinambungan.

Tabel 2. Kriteria Fungsi Pohon Lanskap Jalan

4) Kontrol Cahaya b) Bermassa daun padat.

(44)

No. Fungsi Kriteria Fungsi* Gambar Ilustrasi**

tanaman (kombinasi pohon,

perdu, dan semak).

spesies secara bersamaan.

(45)

No. Fungsi Kriteria Fungsi* Gambar Ilustrasi**

Keterangan: *) Kriteria fungsi pohon ditetapkan berdasarkan kriteria dari Hakim & Utomo (2003), Wungkar (2005), & Direktorat Jenderal Bina Marga (2010). **) Gambar merupakan ilustrasi dari Direktorat Jenderal Bina Marga (2010).

3.3.3.2.Evaluasi Struktur Pohon

Evaluasi struktur pohon lanskap jalan dilakukan dengan menggunakan

pendekatan fisiognomi tanaman. Fisiognomi tanaman adalah penampilan

eksternal dari tanaman (Mueller-Dumbois dan Ellenberg, 1974). Penilaian

fisiognomi tanaman dapat dilakukan sewaktu-waktu, tetapi cenderung subjektif

(Halle et al., 1978).

Penilaian fisiognomi pohon dilakukan melalui pengamatan terhadap

faktor-faktor yang mempengaruhi penampilan fisik pohon, seperti bentuk tajuk,

diameter, tinggi dan kerusakan pohon yang dapat disebabkan oleh serangan

hama/penyakit tanaman atau aktivitas manusia. Proses pengambilan data

fisiognomi pohon ini menggunakan metode penarikan contoh acak berlapis, yaitu

dengan mengambil contoh acak sederhana pada setiap segmen jalan, dengan

perhitungan sebagai berikut (Walpole, 1992):

ni = n

dengan N

Ni

ni : jumlah sampel segmen ke-i

Ni : populasi segmen ke-i

N : populasi seluruh segmen

(46)

Nilai n dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Variabel L merupakan jumlah sampel pada tapak yang dalam hal ini besarnya

adalah 6 (Segmen I -- VI). Sementara itu, D adalah variabel yang ditentukan oleh

variabel B sebagai batas kesalahan (bound of error) sehingga nilai D dapat

dihitung dengan rumus:

4 B2 D =

Perhitungan besarnya ragam populasi (б2) adalah sebagai berikut:

Variabel µ adalah nilai tengah dari suatu populasi yang dihitung dengan rumus

sebagai berikut:

Pengamatan terhadap bentuk tajuk pohon pada lanskap Jln. Kapten

Muslihat -- Terminal Laladon dilakukan dengan mengidentifikasi setiap bentuk

tajuk pohon yang telah ditentukan sebelumnya melalui pengambilan contoh acak

(47)

b. Diameter Batang

Pengamatan terhadap diameter batang dilakukan melalui pengukuran

dengan menggunakan rollmeter setinggi dada rata-rata orang dewasa (diameter at

breast height (DBH)), yaitu antara 140-145 cm dari permukaan tanah.

c. Tinggi Pohon

Pengamatan tinggi pohon dilakukan melalui pengukuran dengan

menggunakan clinometer untuk mencari besarnya sudut elevasi (α) dan delevasi (β) antara pengamat dengan pohon (Gambar 7). Pengukuran tinggi pohon ini juga dilakukan berdasarkan keterangan Direktorat Jenderal Bina Marga (2010) yang

menyatakan bahwa ketinggian pohon di sepanjang ruas jalan tidak boleh melebihi

kabel tiang listrik dan kabel telepon. Besarnya tinggi pohon diperoleh melalui

perhitungan dengan rumus sebagai berikut:

T = D (Tan (α) + Tan (β))

dengan

T : tinggi pohon

D : jarak pengamatan

α : sudut elevasi (º)

β : sudut delevasi (º)

(48)

d. Kerusakan Pohon

Pengamatan terhadap kerusakan pohon dilakukan melalui metode Forest

Health Monitoring (FHM). FHM merupakan metode akurat dalam menilai

kerusakan pohon yang dapat ditinjau dari berbagai pendekatan, yaitu melalui

perhitungan kuantitatif kerusakan spesifik pohon, penilaian status kerusakan

berdasarkan indikator kerusakan pohon, dan kemungkinan-kemungkinan lainnya

penyebab kematian pohon (Nuhamara et al., 2001).

Variabel kerusakan pohon yang diamati meliputi tipe kerusakan, lokasi

kerusakan, dan kelas keparahan. Jika dalam satu pohon terdapat lebih dari tiga

kerusakan, yang dicatat adalah tingkat kerusakan yang paling parah. Jika nilai

kerusakan suatu pohon dinyatakan dalam suatu fungsi, dapat dinyatakan sebagai

berikut (Nuhamara et al., 2001):

Kerusakan = f(A, B, C)

dengan

A : tipe kerusakan

B : lokasi kerusakan

C : keparahan kerusakan

1)Tipe Kerusakan

Tipe-tipe kerusakan pohon menurut Nuhamara (2002) terdiri atas kanker,

busuk hati (konk), luka terbuka, resinosis atau gumosis, batang patah, brum pada

akar atau batang, akar patah atau mati, mati ujung, cabang patah atau mati, brum

pada cabang atau daerah di dalam tajuk, kerusakan daun, dan perubahan warna

(49)

Tabel 3. Tipe-Tipe Kerusakan pada Tubuh Pohon

(50)

Setiap tipe kerusakan tersebut dinyatakan dengan kode berupa angka yang telah

ditetapkan di dalam Nuhamara et al., (2001). Seluruh kode tipe kerusakan

pohon ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kode Tipe Kerusakan pada Tubuh Pohon

No. Tipe Kerusakan Kode

1 Kanker, gol (puru) 1

2 Busuk hati, tubuh buah (badan buah), dan indikator lapuk

lanjut 2

3 Luka terbuka 3

4 Eksudasi (resinosis atau gumosis) 4

5 Batang patah kurang dari 0,91 m 11

6 Brum pada akar atau batang 12

7 Akar patah atau mati lebih dari 0,91 m 13

8 Hilangnya ujung dominan (mati ujung) 21

9 Cabang patah atau mati 22

10 Brum pada cabang atau daerah dalam tajuk 23

11 Kerusakan daun 24

12 Daun berubah warna (tidak hijau) 25

2) Lokasi Kerusakan

Lokasi kerusakan yang diamati adalah seluruh bagian tubuh pohon dari

daun hingga akar, seperti permukaan akar dengan tinggi 30 cm di atas

permukaan tanah, akar dan batang bagian bawah, batang bagian bawah

(setengah bagian bawah dari batang antara pangkal akar (tunggak) dan dasar

tajuk hidup), bagian bawah dan bagian atas batang, bagian atas batang

(setengah bagian atas dari batang antara pangkal akar (tunggak) dan dasar tajuk

hidup), batang tajuk (batang utama di dalam daerah tajuk hidup dan di atas

dasar tajuk hidup), cabang (lebih besar 2,54 cm pada titik percabangan terhadap

batang utama atau batang tajuk di dalam daerah tajuk hidup), dan daun

(Lampiran 3). Selanjutnya, setiap lokasi kerusakan pohon dinyatakan dengan

kode berupa angka yang telah ditetapkan dalam Nuhamara et al., (2001) sebagai

berikut (Tabel 5).

(51)

kasi Kerusakan pada Tubuh Pohon

n fisik pohon berdasarkan nilai ambang batas

Tabel 5. Kode Lo

umber: Nuhamara et al., (2001)

3) Keparahan Kerusakan

Penilaian kerusaka

keparahan dilakukan dengan mengklasifikasikan kode tipe kerusakan

berdasarkan nilai ambang batas keparahan yang diperoleh ke dalam kelas

interval 10% hingga 99% (Tabel 6). Nilai keparahan kerusakan yang diamati

pada setiap tipe kerusakan adalah minimal 20%, kecuali pada mati ujung nilai

keparahan kerusakan yang diamati adalah minimal 1%. Untuk beberapa tipe

kerusakan seperti busuk hati, brum atau percabangan yang berlebihan, dan

patah pada batang yang berlokasi kurang dari 0,91 m dari batang, nilai

(52)

Tabel 6. Kualifikasi Kelas Keparahan Menurut Kode Tipe Kerusakan

Ke udian, nilai keparahan kerusakan yang telah diperoleh

diklasifi

kasikan ke dalam kode keparahan kerusakan berdasarkan kelas

keparahan menurut Nuhamara et al. (2001) sebagai berikut (Tabel 7).

Tabel 7. Kode Kelas Keparahan Kerusakan Pohon

(53)

3.3.4. Analisis

dilakukan terhadap hasil evaluasi fungsi dan struktur pohon Analisis

lanskap

3.3.4.1. Analisis Fungsi Pohon

i pohon lanskap jalan dilakukan dengan

jalan.

Analisis terhadap fungs

mengklasifikasikan hasil evaluasi setiap kriteria fungsi pohon ke dalam kategori buruk

hingga s

41 - 60 % kriteria terpenuhi.

uhi.

.

3

Analisis struktur pohon lanskap jalan dilakukan terhadap hasil

angat baik (nilai 1 -- 4) berdasarkan persentase dari kriteria masing-masing

fungsi terhadap total bobot keseluruhan kriteria fungsi yang terpenuhi sebagai berikut

(Wungkar, 2005):

1. bernilai 1 (buruk), jika ≤ 40 % kriteria terpenuhi.

2. bernilai 2 (sedang), jika

3. bernilai 3 (baik), jika 61 - 80 % kriteria terpen

4. bernilai 4 (sangat baik), jika ≥ 81 % kriteria terpenuhi

.3.4.2. Analisis Struktur Pohon

pengamatan tinggi pohon, diameter batang, dan kerusakan pohon.

empat

a. Diameter Batang

Hasil pengukuran diameter batang diklasifikasikan ke dalam

kelas (Tabel 8), yang meliputi semai (Kelas D1), tiang (Kelas D2), hampir

elas D4) berdasarkan keterangan Daniel et dewasa (Kelas D3), dan dewasa (K

al., (1995).

Kualifikasi Diameter (cm)

Tabel 8. Kualifikasi Diameter Batang Pohon

(54)

b. gg

Hasil pengukuran tinggi pohon diklasifik tegori tinggi,

sarkan keterangan Booth (1983), sebagai berikut (Tabel

9).

i Tinggi Pohon

T2 Sedang 6 < T < 12

T3 Tinggi (Dewasa) T ≥ 12

c

asil e aluasi ruh ariabel kerusakan pohon (tipe kerusakan,

Tin i Pohon

lokasi kerusakan, dan kelas keparahan) dia alisis engann d menggunakan bobot

indeks kerusakan sebagai berikut (Tabel 10).

akan Pohon

(55)

S b ik e sakan pohon tersebut kemudian dianalisis dengan

ini (Nuhamara et al., 2001):

NIK = ∑ (xi.yi.zi) etiap obot dari ind ator k ru

menggunakan rumus berikut

dengan

NIK : nilai indeks kerusakan pada level pohon

xi : nilai bobot pada tipe kerusakan

yi : nilai bobot pada bagian po i kerusakan

i bobot pada keparahan kerusakan

≤ 5 terpenuhi; 2. rusak ringan jika 6 ≤ NIK ≤ 10 terpenuhi;

n kemudian disintesis sehingga hon yang mengalam

zi : nila

Kemudian, setiap nilai indeks kerusakan pohon yang telah diperoleh

diklasifikasikan ke dalam kriteria sebagai berikut:

1. pohon dalam keadaan sehat jika 0 ≤ NIK

3. rusak sedang jika 11 ≤ NIK ≤ 15 terpenuhi; 4. rusak berat jika 16 ≤ NIK ≤ 21 terpenuhi.

3.3.5. Sintesis dan Rekomendasi

Hasil analisis fungsi dan struktur poho

menghasilkan suatu rekomendasi. Sintesis ini merupakan proses pengembangan

ari evaluasi dan analisis yang mengoptimalkan potensi dan mengupayakan solusi d

untuk masalah yang ada selama proses inventarisasi hingga analisis tapak. Proses

sintesis ini dilakukan pada masing-masing aspek baik fungsi maupun struktur

tanaman.

3.4. Batasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi hingga tahap sintesis yang menghasilkan suatu

rekomendasi yang berisi masukan agar dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam

memecahkan masalah seperti serangan hama dan penyakit, kerusakan tubuh pohon

rta fungsi dan struktur pohon yang tidak sesuai dengan akibat aktivitas manusia, se

(56)

BAB IV KONDISI UMUM

4.1. Letak Geografis, Aksesibilitas, dan Jaringan Jalan

Secara geografis Kota Bogor terletak pada koordinat 6,36º30’30”LS

hingga 6º41’00”LS dan 106º43’30”BT hingga 106º51’00”BT. Kota Bogor

terletak di sebelah selatan Kota Jakarta, yaitu kurang lebih berjarak 56 kilometer

dari Kota Jakarta. Luas wilayah Kota Bogor adalah 11.850 ha (0,27 % dari luas

wilayah provinsi Jawa Barat) yang terdiri dari 6 kecamatan, yaitu Bogor Selatan,

Bogor Timur, Bogor Tengah, Bogor Barat, Bogor Utara, dan Tanah Sareal

(Bapeda Kota Bogor, 2008). Secara administratif, perincian batas wilayah Jalan

Kapten Muslihat hingga Terminal Laladon adalah sebagai berikut:

a. sebelah utara berbatasan dengan Jln. Dewi Sartika, Taman Topi, Stasiun KA,

Jln. Perintis Kemerdekaan, Jln. Rante, dan Jln. Sindang Barang Jero;

b. sebelah timur berbatasan dengan Istana Negara dan Jln. Ir. H. Juanda;

c. sebelah selatan berbatasan dengan Gereja Katedral, Kantor PLN, Jln.

Paledang, Jln. Mantarena Lebak, Plaza Jembatan Merah, Jln. Bayangkara, dan

Jln. Pagelaran Ciomas;

d. sebelah barat berbatasan dengan Jln. Letjen Ibrahim Adjie dan Jln. Raya

Dramaga.

Jalur Jln. Kapten Muslihat -- Terminal Laladon terbentang di antara

Kecamatan Bogor Tengah hingga Bogor Barat, yaitu tepatnya antara Kelurahan

Panaragan hingga Sindangbarang (Bapeda Kota Bogor, 2008). Menurut Dinas

Bina Marga dan Pengairan Kota Bogor (2007), jalur jalan tersebut merupakan

jalan kolektor primer yang menghubungkan Jalan Raya Dramaga yang memiliki

karakter sebagai lahan pertanian, pendidikan, pemukiman, perdagangan, dan jasa

dengan Jalan Ir. H. Juanda yang memiliki ciri sebagai fungsi perkantoran, wisata,

perdagangan, dan jasa melalui Terminal Laladon.

Berdasarkan pengamatan, Jalan Kapten Muslihat -- Terminal Laladon

dapat ditempuh dari berbagai arah, di antaranya, arah Kampus IPB Dramaga

melalui Jalan Raya Dramaga, arah Terminal Bubulak, dan arah Jalan Raya

(57)

berbagai arah serta memiliki beberapa fungsi, seperti fungsi pertanian,

pemukiman, pendidikan, perdagangan, dan fungsi sejarah, Jln. Kapten Muslihat --

Terminal Laladon dapat dikatakan cukup strategis. Jalur jalan tersebut juga dilalui

oleh dua macam trayek angkutan umum, yaitu 02 dan 03 yang merupakan trayek

utama dari dan menuju pusat kota.

Menurut Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (2007), panjang Jalan

Kapten Muslihat -- Letjen Ibrahim Adjie adalah 5,40 km dan memiliki lebar jalur

lalu lintas jalan yang bervariasi, yaitu 12,5 m pada Jalan Kapten Muslihat; 14 m

pada Jalan veteran; 6,5 m pada Jalan Mayor Jenderal Ishak Djuarsa; 7 m pada

Jalan Letnan Jenderal Ibrahim Adjie.

4.2. Iklim

Badan Meteorologi dan Geofisika Kota Bogor (2009) menyatakan bahwa

kondisi iklim rata-rata Kota Bogor pada tahun 2001 -- 2008 adalah sebagai berikut

(Gambar 8).

1. Suhu udara rata-rata adalah 27,17ºC dengan suhu minimum rata-rata 21,77ºC,

dan suhu maksimum rata-rata 31,87ºC.

2. Kelembaban udara rata-rata sebesar 83,99%, dengan kelembaban udara

maksimum terjadi pada bulan Februari, yaitu 89,31%, dan kelembaban udara

minimum pada bulan Juli, yaitu 79,50%.

3. Curah hujan rata-rata adalah 321,54 mm, dengan curah hujan maksimum

terjadi pada bulan Maret, yaitu 506,16 mm, dan curah hujan minimum pada

bulan Agustus, yaitu 162,16 mm.

4. Intensitas penyinaran matahari tertinggi terjadi pada bulan Juli, yaitu 85,66%

dan terendah pada bulan Februari, yaitu 27,19%, sementara intensitas

penyinaran rata-rata sebesar 64,02%.

5. Kecepatan angin rata-rata adalah 2,39 km/jam, dengan kecepatan angin

maksimum terjadi pada bulan Februari, yaitu 3,04 km/jam, dan kecepatan

(58)

Gambar 8. Grafik Iklim Kota Bogor Tahun 2001 -- 2008

4.3. Tanah dan Topografi

Struktur tanah yang terdapat di wilayah Bogor dan sekitarnya adalah

Latosol, yaitu golongan tanah yang telah mengalami perkembangan profil,

bersifat gembur, dan agak asam. Kota Bogor juga memiliki daya dukung tanah

yang besarnya kurang lebih 1,5 kg/cm2. Bogor merupakan daerah perbukitan

bergelombang yang memiliki topografi bervariasi dari landai, gelombang, dan

lembah dengan ketinggian antara 190 m hingga 350 m di atas permukaan laut

(Anonim (2003) dalam Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor

(2007)).

Kota Bogor juga memiliki kemiringan lereng yang bervariasi, yaitu

berkisar 0 -- 2 % (datar) seluas 1.763,94 ha; 2 -- 15 % (landai) seluas 8.091,27 ha;

15 -- 25 % (agak curam) seluas 1.109,89 ha; 25 -- 40 % (curam) seluas 764,96 ha;

dan lebih dari 40 % (sangat curam) seluas 119,94 ha. Kemiringan lereng di

sepanjang Jalan Kapten Muslihat hingga Terminal Laladon cukup bervariasi, yaitu

sebagai berikut (Anonim (2003) dalam Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Kota Bogor (2007)).

1. Kawasan Jln. Kapten Muslihat, yakni antara pertigaan yang berbatasan

dengan Jln. Ir. H. Juanda hingga area di depan Gereja Katedral, kemiringan

lerengnya datar (0 -- 2 %), pada area jalur hijau di depan gedung DPRD

hingga depan markas Kepolisian Resort (Polres) kemiringan lerengnya landai

(2-15 %), dan area antara markas Polres hingga Plaza Jembatan Merah

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Evaluasi Fungsi dan Struktur Pohon
Gambar 2. Bagian-Bagian Jalan
Gambar 3. Sketsa Jarak Titik Tanam Pohon dengan Perkerasan
gambar berikut ini (Gambar 6).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pernyataan hukum Gauss, ”Fluks listrik yang menembus suatu permukaan tertutup sama dengan jumlah muatan listrik yang dilingkupi oleh permukaan tertutup itu dibagi dengan

Dalam wawasan dan semangat demokratisasi pada era globalisasi yang semakin merambah kehidupan, maka kiprah HKBP dalam ruang publik hendaknya tidak hanya yang

[r]

Kustodian Sentral Efek Indonesia announces ISIN codes for the following securities :..

1) Kompensasi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Peningkatan kompensasi dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan pada

Dengan ini kami mengundang perusahaan saudara untuk megikuti Klarifikasi Penawaran Paket Pekerjaan LANJUTAN PEMBANGUNAN/ PENGEMBANGAN RUANG SIDANG/RUANG KOMISI ( lelang II

Dalam paper ini dibuat sistem penunjang keputusan untuk seleksi calon guru di SMK Kesehatan Bina Marta Martapura, yang mana dalam penerapannya, sistem ini menggunakan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang pengaruh gaya kepemimpinan kepala sekolah, iklim organisasi dan motivasi kerja terhadap kinerja guru SMPN di Kecamatan