ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
PENYERAPAN TENAGAKERJA DI PROVINSI
SUMATERA SELATAN
(Periode Tahun 1990-2011)
SYAFIRA HERYANTIARI PUTRI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skipsi berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan (Periode Tahun 1990-2011) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Syafira Heryantiari Putri
ABSTRAK
SYAFIRA HERYANTIARI PUTRI. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan (Periode Tahun 1990-2011). Dibimbing oleh Dr. MUHAMMAD FINDI A, M.E.
Di Sumatera Selatan, jumlah tenagakerja melebihi jumlah kesempatan kerjanya. Hal ini menyebabkan masalah pengangguran yang cukup serius. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenagakerja dan menganalisis kepekaan daya serap tenagakerja terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Selatan. Berdasarkan hasil analisis regresi, terdapat lima hasil penelitian. Pertama, PDRB berpengaruh negatif signifikan terhadap penyerapan tenagakerja. Kedua, UMP berpengaruh positif signifikan. Ketiga, investasi berpengaruh positif tidak signifikan. Keempat, populasi berpengaruh positif signifikan dan krisis berpengaruh negatif tidak signifikan. Berdasarkan analisis elastisitas tenagakerja, nilai elastisitas penyerapan tenagakerja secara keseluruhan untuk Provinsi Sumatera Selatan sampai tahun 2011 yaitu sebesar 1,49. Sedangkan berdasarkan sektor ekonominya, elastisitas tenagakerja terbesar terjadi pada sektor pertambangan yaitu sebesar 17,85.
Kata Kunci: Tenagakerja, pembangunan ekonomi, OLS, elastisitas
ABSTRACT
SYAFIRA HERYANTIARI PUTRI. Analysis of The Factors That Influence The Absorption of Manpower in South Sumatra Province (Years Periode 1990-2011). Supervised by Dr. MUHAMMAD FINDI A, M.E.
In South Sumatra, the amount of manpower was larger than the number of opportunities for employment. This fact made a serious unemployment problems. The purpose of research was analyzing the influence of Gross Regional Domestic Product, minimum wage of province, investment, population and crisis on the absorption of manpower and analyzing the sensitivity of the manpower absorption to economic growth in the South Sumatra province. Based on regression analysis, there were four results of research. First, Gross Regional Domestic Product had a negative significant influence on absorption of manpower. Second, minimum wage factor had a positive significant influence on. Third, investment had a positive insignificant influence on. Fourth, population had a positive significant influence on. And the last, crisis had a negative insignificant. Based on employment elasticity analysis, the employment elasticity as a whole for South Sumatra Province until the year 2011, that is equal to 1,49. While based on the economic sector, the employment elasticity was largest in the mining sector is equal to 17,85.
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
PENYERAPAN TENAGAKERJA DI PROVINSI
SUMATERA SELATAN
(Periode Tahun 1990-2011)
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan
(Periode Tahun 1990-2011) Nama : Syafira Heryantiari Putri NIM : H14090061
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Muhammad Findi A, M.E. Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah ketenagakerjaan, dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan (Periode Tahun 1990-2011).
Skripsi ini penulis selesaikan dengan usaha, bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Maka dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. 2. Bapak Dr. Muhammad Findi A, M.E. selaku dosen pembimbing atas
segala kesabaran, arahan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis selama mengikuti kegiatan akademis dan selama penyusunan skripsi ini.
3. Bapak dan Ibu staf pengajar program sarjana ilmu ekonomi Institut Pertanian Bogor, yang telah banyak memberikan dan mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan selama penulis menempuh pendidikan.
4. Kedua orang tua Mochamad Bachtiar dan Susi Heryati, adikku Desti Hewiyati dan Neng Rizka Nur Handayani terima kasih atas curahan doa, bantuan, perhatian dan dukungan moril kepada penulis untuk menyelesaikan studi ini.
5. Teman-Teman IE 46 dan seluruh sahabat terutama Mira, Tata, Muti, Mala , terima kasih telah membantu dalam masa perkuliahan selama ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan segenap kerendahan hati, penulis berharap semoga segala kekurangan yang ada pada skripsi ini dapat dijadikan bahan pembelajaran untuk penelitian yang lebih baik di masa yang akan datang, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Bogor, Mei 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
DAFTAR TABEL
1 Tingkat pengangguran di Pulau Sumatera tahun 2012 2 2 Jumlah tenaga kerja berdasarkan tingkat pendidikan di Provinsi
Sumatera Selatan tahun 2008-2011 3
3 Penduduk di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2008-2011 24
4 Kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2008-2011 25
5 Kontribusi sektor-sektor ekonomi Provinsi Sumatera Selatan dalam struktur dengan migas tahun 2008-2011 26
6 Hasil estimasi regresi 31
7 Elastisitas tenagakerja sektoral di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2011 36
DAFTAR GAMBAR
1 Penyerapan tenagakerja di Indonesia tahun 2012 12 Laju penyerapan tengakerja di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2008-2011 3
3 Laju penyerapan tenagakerja berdasarkan lapangan usaha di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2011 4
4 Diagram ketenagakerjaan 7
5 Dampak kenaikan upah terhadap permintaan tenagakerja dalam jangka pendek dan jangka panjang 9
6 Hubungan upah terhadap penawaran tenagakerja 10
7 Fungsi penawaran tenagakerja 11
8 Keseimbangan pasar tenagakerja 12
9 Kerangka konseptual penelitian 17
10 Penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2011 26
11 Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan tahun 2008-2011 27
12 Realisasi investasi Provinsi Sumatera Selatan tahun 2008-2011 28
13 Realisasi PMA dan PMDN Provinsi Sumatera Selatan tahun 2000-2011 28
DAFTAR LAMPIRAN
1 Jumlah orang bekerja, PDRB, UMP, dan jumlah penduduk di
Provinsi Sumatera Selatan tahun 1990-2011 41
2 Logaritma natural dari jumlah orang bekerja, PDRB, UMP dan Jumlah Penduduk di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 1990-2011 42
3 Hasil regresi 43
4 Uji normalitas 43
5 Uji multkolinearitas dan autokorelasi 44
6 Uji heteroskedastisitas 44
7 Laju kesempatan keja Provinsi Sumatera Selatan tahun 2008-2011 45
8 Laju PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2008-2011 45
9 Elastisitas tenaga kerja sektoral di Provinsi Sumatera Selatan 46
10 Elastisitas tenaga kerja di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2008-2011 46
11 Realisasi PMA berdasarkan surat persetujuan tahun 2012 47
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap pemerintahan di dunia pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu membangun ekonomi negaranya sehingga taraf hidup masyarakat di negara tersebut meningkat. Taraf hidup yang lebih baik tercermin melalui keadilan dan kemakmuran (Suparmoko,1998). Permasalahan pembangunan yang masih dihadapi beberapa negara berkembang termasuk Indonesia hingga saat ini adalah membangun ekonomi negara dengan mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa mempertimbangkan kemakmuran masyarakatnya. Salah satu upaya pemerintah untuk memakmurkan rakyatnya adalah dengan menciptakan pemerataan distribusi pendapatan melalui penyediaan kesempatan kerja sehingga terjadi peningkatan penyerapan tenagakerja.
Penyerapan tenagakerja merupakan salah satu masalah esensial yang perlu diperhatikan dalam menciptakan kemakmuran masyarakat. Perluasan penyerapan tenagakerja diperlukan untuk mengimbangi laju pertumbuhan penduduk usia muda yang masuk ke pasar tenagakerja. Ketidakseimbangan antara pertumbuhan angkatan kerja dan penciptaan lapangan kerja akan menyebabkan tingginya angka pengangguran. Kemudian, meningkatnya angka pengangguran tersebut akan mengakibatkan pemborosan sumberdaya dan potensi angkatan kerja yang ada, meningkatnya beban masyarakat yang merupakan sumber utama kemiskinan dan mendorong terjadinya peningkatan keresahan sosial, serta manghambat pembangunan ekonomi dalam jangka panjang (Kemenakertrans, 2009).
Pada tahun 2012, ketidakmerataan penyerapan tenagakerja masih terjadi di Indonesia. Hal ini dapat kita lihat dari kondisi penyerapan tenagakerja pada beberapa provinsi di Indonesia.
Gambar 1. Penyerapan tenagakerja di Indonesia tahun 2012 Sumber: Kementerian Tenagakerja dan Transmigrasi RI, 2012.
2
Penyerapan tenaga kerja tertinggi secara umum terjadi di Pulau Jawa, khususnya di Provinsi Jawa Timur sebagai provinsi dengan penyerapan tenaga kerja tertinggi yaitu sebesar 19,08 juta jiwa. Sedangkan penyerapan tenagakerja terrendah terjadi hampir diseluruh provinsi di bagian timur Indonesia, dengan Provinsi Papua Barat sebagai provinsi dengan penyerapan tenagakerja terendah yaitu sebesar 341 ribu jiwa. Gambar 1. menunjukkan gambaran ketidakmerataaan penyerapan tenagakerja antarprovinsi di Indonesia yang berdampak pada kondisi pembangunan secara nasional sehingga provinsi yang telah berkembang semakin
berkembang dan provinsi yang kurang berkembang menjadi semakin tertinggal. Masalah penyerapan tenagakerja ini dialami oleh hampir seluruh provinsi
yang ada di Indonesia salah satunya Provinsi Sumatera Selatan. Pada tahun 2012, Provinsi Sumatera Selatan masih menjadi provinsi dengan tingkat pengangguran tertinggi keempat di Pulau Sumatera setelah Povinsi Aceh, Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Tingkat pengangguran di Sumatera Selatan pada tahun 2012 mencapai 5,7%, hampir mendekati tingkat pengangguran nasional sebesar 6,1%. Hai ini dapat kita lihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Tingkat pengangguran di Pulau Sumatera tahun 2012
No Provinsi
Sumber : Kementerian Tenagakerja dan Transmigrasi RI, 2012.
3
Gambar 2. Laju penyerapan tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2008 -2012
Sumber: Kementerian Tenagakerja dan Transmigrasi RI, 2008-2012 (Diolah). Tabel 2. menunjukkan gambaran mengenai jumlah tenagakerja berdasarkan tingkat pendidikan. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa di Provinsi Sumatera Selatan, pendidikan yang tinggi bukan jaminan untuk segera mendapatkan pekerjaan. Di Provinsi Sumatera Selatan, penyerapan tenagakerja terrendah terjadi pada tenagakerja dengan pendidikan diploma dan universitas. Rendahnya penyerapan tenagakerja terdidik tersebut disebabkan karena terbatasnya lapangan kerja di sektor formal.
Tabel 2. Jumlah tenagakerja berdasarkan tingkat pendidikan di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2008-2011
Sumber : Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2008-2011
Perumusan Masalah
Produksi nasional (PDRB) sangat menentukan laju tambah kesempatan kerja pada suatu perekonomian. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi di suatu daerah, maka semakin tinggi pula kesempatan kerja yang tersedia di daerah tersebut. Kondisi produksi nasional yang sebanding dengan kesempatan kerja tidak terjadi di Provinsi Sumatera Selatan.
Permasalahan ketenagakerjaan yang masih terjadi di Sumatera Selatan sampai dengan tahun 2012 adalah masih tingginya tingkat pengangguran di Povinsi Sumatera Selatan yaitu sebesar 5,70 persen mendekati tingkat
0
2008 2009 2010 2011 2012
P
≤ SD 1849875 1779332 1794232 1868637
SMP 566857 570856 660474 681892
SMA Umum 458052 485314 549633 575308
SMA Kejuruan 148406 177962 188245 167428
Diploma I/II/III 75931 78928 94198 97055
4
pengangguran nasioanl yaitu 6,10 pesen dan dari sepuluh provinsi yang ada di Pulau Sumatera, Provinsi Sumatera Selatan masih menduduki peringkat keempat sebagai povinsi dengan tingkat pengangguran tertinggi di Pulau Sumatera. Hal ini merupakan masalah ketenagakerjaan yang cukup serius yang terjadi di Sumatera Selatan. Hal ini dalam jangka panjang dapat menghambat proses pembangunan ekonomi di Provinsi Sumatera Selatan.
Pada Gambar 3, laju penyerapan tenagakerja tertinggi pada tahun 2011 terjadi di sektor perbankan sebesar 85.78 persen, sektor pertambangan sebesar 50,87 persen, sektor PHR (Perdagangan, Hotel dan Restoran) sebesar 12.06 persen dan sektor pertanian sebesar 11,25 persen.
Gambar 3. Laju penyerapan tenagakerja berdasarkan lapangan usaha di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2011
Sumber: BPS RI, 2011 (Diolah).
Berdasarkan pada uraian di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi penyerapan tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan?
2. Bagaimana elastisitas penyerapan tenagakerja terhadap pertubuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Selatan?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dihasilkan dari penelitian ini adalah sebagain berikut:
1. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan
2. Menganalisis elastisitas penyerapan tenagakerja terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Selatan
5
Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis penelitian ini akan menjadi bahan pembelajaran mengenai keadaan ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Selatan
2. Menjadi sumber informasi bagi penelitian selanjutnya.
3. Menjadi bahan pertimbangan bagi perumusan strategi sebagai landasan dalam menentukan kebijakan-kebijakan ekonomi yang tepat sesuai dengan kondisi ekonomi Provinsi Sumatera Selatan saat ini.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah perekonomian regional Provinsi Sumatera Selatan dengan fokus penelitian pada faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenagakerja dan elastisitas tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan. Data yang digunakan adalah data time series tahunan dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2011. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Regresi Linier Berganda dengan pendekatan Ordinary Least Square (OLS) dan Analisis Elastisitas Tenagakerja. Penelitian ini tidak membahas lebih jauh mengenai pertumbuhan ekonomi, hanya membahas penyerapan tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. PDRB berpengaruh positif terhadap penyerapan tenagakerja. Hal ini berarti peningkatan PDRB akan meningkatkan jumlah tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan.
2. Upah Minimum Provinsi berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenagakerja. Hal ini berarti meningkatnya UMP akan menurunkan jumlah tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan.
3. Investasi berpengaruh positif terhadap penyerapan tenagakerja. Hal ini berarti meningkatnya nilai investasi akan meningkatkan jumlah tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan.
4. Populasi berpengaruh positif terhadap penyerapan tenagakerja. Hal ini berarti peningkatan populasi akan meningkatkan jumlah tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan.
6
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Konsep Ketenagakerjaan
Konsep ketenagakerjaan yang umum berlaku adalah sebagai berikut: 1. Tenagakerja (manpower) adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15
tahun keatas) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Penerapan penduduk usia kerja di atas 15 tahun adalah setelah ILO (International Labour Organization) menginstruksi agar batas awal usia kerja adalah setelah 15 tahun. Sedangkan pada statistik Indonesia sejak tahun 1971 batas usia kerja adalah pada saat seseorang sudah berumur 10 tahun atau lebih. Semenjak dilaksanakan SAKERNAS (Survei Angkatan Kerja Nasional) 2001, batas usia kerja yang semula 10 tahun atau lebih dirubah menjadi 15 tahun atau lebih mengikuti definisi yang dianjurkan ILO (Indra,2009).
2. Angkatan kerja (labor force), adalah tenagakerja atau penduduk dalam usia kerja yang bekerja (K), atau mempunyai pekerjaan namun untuk sementara sedang tidak bekerja dan yang mencari pekerjaan (MP) (Dumairy, 1996). Jadi angkatan kerja dapat diformulasikan melalui persamaan identitas sebagai berikut:
AK = K + MP
3. Bukan Angkatan Kerja (unlabour force), adalah tenagakerja atau penduduk yang berusia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan, yakni orang-orang yang kegiatannya bersekolah, mengurus rumah tangga serta menerima pendapatan tapi bukan merupakan imbalan langsung atas jasa kerjanya (pensiunan) (Dumairy, 1996).
4. Tingkat partisipasi angkatan kerja (labour force participation rate), adalah menggambarkan jumlah angkatan kerja dalam suatu kelompok umur sebagai persentase penduduk dalam kelompok umur tersebut, yaitu membandingkan angkatan kerja dengan tenagakerja. Untuk menghitung tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dapat digunakan rumus sebagai berikut:
TPAK =
�����ℎ������������������ℎ�����������
x 100%
7 mencari pekerjaan (penganggur), yaitu membandingkan jumlah orang yang mencari pekerjaan (penganggur) dengan jumlah angkatan kerja. Tingkat pengangguran (TP) dapat dirumuskan sebagai berikut:
TP=
�����ℎ���������������ℎ�������������
x 100%.
Penggolongan semua penduduk tersebut dapat dilihat pada diagram ketenagakerjaan pada Gambar 4.
Gambar 4. Diagram Ketenagakerjaan Sumber: Payaman Simanjuntak, 1998.
Tenagakerja merupakan hal yang penting dalam sebuah pembangunan. Sektor tenagakerja diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah ekonomi yang ada. Pemanfaatan tenagakerja yang efektif akan menciptakan kemakmuran suatu daerah yang nantinya akan berdampak pada kemakmuran bagi seluruh negara. Penyediaan lapangan pekerjaan yang cukup, menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk dapat menyerap jumlah angakatan kerja yang terus bertambah setiap tahunnya.
PENDUDUK
TENAGA KERJA BUKAN TENAGA
KERJA
BUKAN ANGKATAN ANGKATAN KERJA
BEKERJA PENUH PENGANGGURAN
KENTARA TIDAK KENTARA
PRODUKTIVITAS RENDAH
PENGHASILAN RENDAH
SEKOLAH MENGURUS
RT
8
Penyerapan Tenagakerja
Penyerapan tenagakerja adalah lowongan pekerjaan yang diisi oleh pencari kerja dan pekerja yang sudah ada pada setiap unit usaha atau lapangan pekerjaan (Kemenakertrans, 2009). Banyaknya tenagakerja akan terserap apabila jumlah unit usaha atau lapangan pekerjaan mencukupi dengan banyaknya tenagakerja yang ada. Lapangan pekerjaan itu sendiri merupakan bidang kegiatan dari pekerjaan/usaha/perusahaan/kantor tempat orang bekerja (Kemenakertrans, 2009). Setiap sektor perekonomian atau lapangan pekerjaan memiliki daya serap tenagakerja dan laju pertumbuhan yang berbeda-beda. Perbedaan ini menyebabkan terdapat perbedaan laju peningkatan produktivitas kerja serta terjadinya perubahan sektoral, baik dalam penyerapan tenagakerja maupun perannya dalam pendapatan nasional (Simanjutak, 1998).
Penyerapan tenagakerja memiliki peranan besar dalam pembangunan ekonomi, karena kebutuhan tenagakerja didasarkan pada pemikiran bahwa tenagakerja dalam masyarakat merupakan salah satu faktor yang potensial untuk pembangunan ekonomi secara keseluruhan, dengan demikian jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar dapat menentukan percepatan laju pertumbuhan ekonomi. Kesempatan kerja yang tersedia dan kualitas tenagakerja yang digunakan akan menentukan proses pembangunan ekonomi untuk menjalankan proses produksi dan juga sebagai pasar barang dan jasa (Indra, 2009).
Permintaan Tenagakerja
Permintaan adalah suatu hubungan antara harga dan kuantitas. Sehubungan dengan tenagakerja, permintaan tenagakerja adalah hubungan antara tingkat upah (harga tenagakerja) dan kuantitas tenagakerja yang dikehendaki untuk dipekerjakan pada jangka waktu tertentu (Bellante,1990).
Permintaan tenagakerja berkaitan dengan jumlah tenagakerja yang dibutuhkan oleh perusahaan atau instansi tertentu. Secara umum permintaan tenagakerja dipengaruhi oleh :
1 Perubahan Tingkat Upah
Perubahan tingkat upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi perusahaan. Apabila tingkat upah naik maka akan terjadi peningkatan biaya produksi perusahaan sehingga akan meningkatkan harga per unit produksi. Hal ini akan direspon secara cepat oleh konsumen dengan mengurangi konsumsi barang tersebut.
Dalam jangka pendek, kenaikan upah akan direspon perusahaan dengan mengurangi produksinya salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengurangi jumlah tenagakerja yang ada di perusahaan tersebut penurunan tenagakerja karena adanya penurunan skala produksi disebut dengan efek skala produksi (scale effect).
9 tenagakerja karena adanya penggantian atau penambahan penggunaan mesin-mesin/ teknologi disebut dengan efek substitusi tenagakerja (capital intensive).
Upah
W2
W1
Jk. Panjang
Jk.Pendek
N0 N1’ N1 Tenagakerja Gambar 5. Dampak kenaikan upah terhadap permintaan tenagakerja dalam
jangka pendek dan jangka panjang Sumber : Bellante, 1990.
Gambar 5. menjelaskan bawa kenaikan upah akan memberikan respon berbeda pada permintaan tenagakerja dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Kurva permintaan pada jangka panjang lebih landai atau lebih elastis daripada kurva permintaan jangka pendek. Hal ini karena dalam jangka panjang kenaikan upah disikapi perusahaan dengan mengombinasikan penggunaan tenagakerja dan modal yang memberikan biaya paling rendah. Oleh karena itu perusahaan akan mengurangi penggunaan tenagakerja sehubungan dengan upah tenagakerja yang naik dan perusahaan akan menambah modal untuk mengimbangi pengurangan penggunaan tenagakerja tersebut.
2 Perubahan Permintaan Hasil Produksi
Apabila permintaan akan hasil produksi perusahaan meningkat, maka perusahaan cenderung untuk menambah kapasitas produksinya, sehingga perusahaan akan meningkatkan jumlah tenagakerjanya.
3 Harga Barang Modal Turun
Apabila harga barang modal turun, maka biaya produksi perusahaan tersebut juga akan mengalami penurunan dan berdampak pula pada penurunan harga per unit produksi. Keadaan ini akan memicu perusahaan untuk meningkatkan produksinya, akibatnya permintaan tenagakerja juga mengalami peningkatan.
10
Penawaran merupakan fungsi yang menggambarkan hubungan fungsional antara harga dan kuantitas barang yang ditawarkan. Sehubungan dengan tenagakerja, penawaran tenagakerja merupakan fungsi yang menggambarkan hubungan antara tingkat upah dengan jumlah tenagakerja yang ditawarkan. Dalam jangka pendek, jumlah tenagakerja yang disediakan bagi suatu perekonomian tergantung pada jumlah penduduk, presentase jumlah angkatan kerja dan jumlah jam kerja yang ditawarkan oleh angkatan kerja. Penawaran tenagakerja sangat tergantung pada upah pasar (Bellante,1990).
Upah
Penawaran Tk
W1
We W0
Jumlah Tenagakerja
N0 Ne N1
Gambar 6. Hubungan upah terhadap penawaran tenagakerja Sumber : Bellante 1990.
Gambar 6. menjelaskan hubungan antara tingkat upah terhadap penawaran tenagakerja. Semakin tinggi tingkat upah yang diberikan oleh perusahaan, maka akan semakin meningkatkan penawaran tenagakerja.
Kenaikan tingkat upah berarti menambah pendapatan. Pertambahan pendapatan menyebabkan seseorang cenderung untuk meningkatkan konsumsi dan menikmati waktu senggang lebih banyak, yang berarti mengurangi jam kerja yang disebut efek pendapatan (income effect). Di sisi lain kenaikan upah dapat diartikan semakin mahalnya harga dari waktu. Nilai waktu yang lebih tinggi mendorong seseorang untuk menggantikan waktu senggangnya untuk lebih banyak bekerja. Penambahan waktu kerja tersebut disebut efek substitusi (substitution effect).
11 Upah
S3 E4
E3 S2 E2
E1
S1 Jam Kerja
Gambar 7. Fungsi penawaran tenagakerja Sumber : Bellante, 1990.
Pada Gambar 7. efek substitusi ditunjukkan oleh titik E1 hingga E3 yang
artinya waktu yang disediakan bertambah sehubungan dengan pertambahan tingkat upah (dari S1 ke S2). Setelah mencapai jumlah waktu kerja akan terjadi
penurunan jam kerja sehubungan dengan pertumbuhan tingkat upah (dari S2 ke S3) yang dinamakan backward bending supply curve atau kurva tenagakerja
membalik.
Backward bending supply curve hanya dapat terjadi pada kurva penawaran tenagakerja yang bersifat perorangan. Hal ini berbeda dengan hubungan antara tingkat upah dan penawaran tenagakerja keseluruhan. Dalam perekonomian yang lebih luas, semakin tinggi upah akan mendorong semakin banyak orang untuk masuk ke pasar tenagakerja. Orang-orang yang tadinya tidak bersedia bekerja pada tingkat upah rendah akan bersedia untuk bekerja dan mencari pekerjaan pada tingkat upah yang lebih tinggi (Suparmoko,1998).
2.1.1 Keseimbangan Pasar Tenagakerja
Proses terjadinya penempatan atau hubungan kerja melalui penawaran dan permintaan tenagakerja dinamakan pasar tenagakerja. Permintaan tenagakerja dan penawaran tenagakerja secara bersamaan menentukan suatu tingkat upah keseimbangan dan penggunaan tenagakerja keseimbangan.
Tingkat penggunaan tenagakerja dalam keseimbangan pasar tenagakerja secara bersama-sama dipengaruhi oleh keputusan rumah tangga maupun perusahaan, sedangkan kedua keputusan dipengaruhi oleh tingkat upah (Bellante, 1990).
12
Upah
S W*
We E
D D*
Jumlah Tk
Ne N* Nd
Gambar 8. Keseimbangan pasar tenagakerja Sumber: Bellante, 1990.
Permintaan dan penawaran tenagakerja secara bersamaan menentukan suatu tingkat upah keseimbangan dan suatu penggunaan tenagakerja keseimbangan di pasar tenagakerja. Apabila diasumsikan tenagakerja bersifat homogen, maka Gambar 8. dapat digunakan untuk menggambarkan keseimbangan pasar tenagakeja. Apabila D dan S mewakili permintaan dan penawaran mula-mula, maka tingkat upah keseimbangan adalah We sedangkan jumlah tenagakerja yang digunakan dalam keseimbangan ialah Ne. Pada Gambar 8. diasumsikan terjadi kenaikan permintaan tenagakerja ke D*. Pada tingkat upah
We akan tejadi kelebihan permintaan tenagakerja sebesar Nd-Ne. Suatu keseimbangan baru akan terbentuk pada tingkat upah W* dan tingkat penggunaan tenagakerja sebesar N* (Bellante, 1990).
Pertumbuhan Ekonomi
Seseorang ahli ekonomi, Okun yang memperkenalkan Hukum Okun (Mankiw, 2007) menyatakan bahwa terdapat kaitan yang erat antara tingkat pengangguran dengan GDP (Gross Domestic Product) riil, di mana terdapat hubungan yang negatif antara tingkat pengangguran dengan GDP riil. Pernyataan ini dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang positif antara penyerapan tenagakerja dengan GDP riil. Berikut kurva Hukum Okun.
Salah satu masalah yang biasa muncul dalam ketenagakerjaan adalah ketidakseimbangan antara permintaan akan tenagakerja (demand for labour) dan penawaran tenagakerja (supply of labour) pada suatu tingkat upah.
Ketidakseimbangan tersebut dapat berupa:
1. Lebih besarnya penawaran dibanding permintaan terhadap tenagakerja (adanya
excess supply of labour).
13 Apabila jumlah orang yang menawarkan tenaganya untuk bekerja sama dengan jumlah tenagakerja yang diminta, maka tidak akan ada excess supply for labour maupun excess demand for labour. Pada kondisi seperti ini berarti terjadi tingkat upah keseimbangan di mana semua orang yang ingin bekerja telah dapat bekerja, berarti tidak ada orang yang menganggur. Apabila terjadi excess supply of labour berarti ada orang yang menganggur pada tingkat upah tertentu, sedangkan apabila terjadi excess demand of labour berarti masih ada kemungkinan tenagakerja dapat melakukan negoisasi upah sesuai keinginannya di atas upah keseimbangan. Lewis dalam teorinya mengemukakan bahwa kelebihan pekerja merupakan kesempatan dan bukan suatu masalah, di mana kelebihan pekerja pada satu sektor ekonomi akan memberikan andil terhadap pertumbuhan output dan penyediaan pekerja di sektor lain (Sukirno, 2006). Lebih murahnya biaya upah asal pedesaaan terutama dari sektor pertanian akan dapat menjadi pendorong bagi pengusaha perkotaan untuk memanfaatkan pekerja tersebut dalam pengembangan industri modern perkotaan. Selama berlangsungnya proses industrialisasi, maka kelebihan penawaran pekerja di sektor pertanian akan terserap.
Fei-Ranis dalam teorinya mengemukakan bahwa ada tiga tahapan pembangunan ekonomi dalam kondisi kelebihan tenagakerja (Sukirno, 2006). Tahapan tersebut adalah:
a. Para penganggur semu (yang tidak menambah output pertanian) dialihkan ke sektor industri dengan upah institusional yang sama.
b. Tahap di mana pekerja pertanian menambah output tetapi memproduksi lebih kecil dari upah institusioanal yang mereka peroleh dapat pula dialihkan ke sektor industri.
c. Tahap ditandai awal pertumbuhan swasembada pada saat buruh pertanian menghasilkan output lebih besar dari perolehan upah institusional, maka dalam kondisi seperti ini kelebihan pekerja terserap ke sektor jasa dan industri yang meningkat terus-menerus sejalan dengan pertumbuhan output dan perluasan usahanya.
Upah Tenagakerja
Membahas mengenai upah terutama upah minimum sering terjadi perdebatan, di mana kebanyakan para ekonom menyatakan bahwa kebijakan peningkatan upah minimum sering menyebabkan terjadinya pengangguran untuk sebagian pekerja. Namun mereka berpendapat bahwa pengorbanan itu setimpal untuk mengentaskan kemiskinan kelompok masyarakat lainnya.
14
penawaran dan permintaan, di mana jumlah tenagakerja yang ditawarkan melebihi jumlah permintaan tenagakerja. Oleh sebab itu peningkatan upah minimum mengurangi jumlah tenagakerja yang diminta oleh perusahaan, terutama bagi tenagakerja yang tidak terdidik dan kurang berpengalaman. Namun kenyataannya dalam kasus kesempatan kerja di restoran- restoran New Jersey berlawanan dengan teori upah minimum pada umumnya, di mana kesempatan kerja yang seharusnya menurun dibandingkan dengan kesempatan kerja di restoran-restoran Pennsylvania, ternyata dari data yang ada menunjukkan bahwa kesempatan kerjanya semakin meningkat.
Pengertian Investasi
Penanaman modal atau lebih sering disebut investasi mempunyai banyak pengertian yang berbeda diantara para pakar ekonomi. (Todaro, 2000), menyatakan bahwa sumber daya yang akan digunakan untuk meningkatkan pendapatan dan konsumsi di masa yang akan datang disebut sebagai investasi. Dengan demikian investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanaman-penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian sehingga investasi disebut juga dengan penanaman modal atau pembentukan modal.
Harrod-Domar (Subri, 2003) dalam teorinya menyatakan bahwa investasi tidak hanya menciptakan permintaan, tetapi juga memperbesar kapasitas produksi. Kapasitas produksi yang membesar tersebut membutuhkan jumlah tenagakerja yang besar pula, di mana dalam kondisi seperti ini diasumsikan bahwa tenagakerja meningkat secara geometris dan selalu full employment.
Ada tiga bentuk pengeluaran investasi, yakni
1. Investasi tetap bisnis (business fixed investment) mencakup peralatan dan struktur yang perusahaan beli untuk proses produksi.
2. Investasi residensial (residential invesment) mencakup perumahan baru yang orang beli untuk ditinggali dan yang dibeli tuan tanah untuk disewakan. 3. Investasi persediaan (inventory investment) mencakup barang-barang yang
perusahaan tempatkan di gudang, termasuk bahan-bahan dan perlengkapan, barang setengah jadi dan barang jadi (Mankiw, 2000).
Menurut (Tambunan, 2001), di dalam neraca nasional atau struktur PDB menurut penggunaannya, investasi didefinisikan sebagai pembentukan modal/kapital tetap domestik (domestic fixed capital formation). Investasi dapat dibedakan antara investasi bruto (pembentukan modal tetap domestik bruto) dan investasi neto (pembentukan modal tetap domestik neto).
15 Menurut (Sukirno, 2006). Investasi yang lazim disebut juga dengan
istilah penanaman modal atau pembentukan modal merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat. Kutipan di atas menerangkan bahwa tabungan dari sektor rumah tangga, melalui institusi-institusi keuangan, akan mengalir ke sektor perusahaan. Apabila para pengusaha menggunakan uang tersebut untuk membeli barang-barang modal, maka pengeluaran tersebut dinamakan investasi. Dengan demikian istilah investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Pertambahan jumlah barang modal ini memungkinkan perekonomian tersebut menghasilkan lebih banyak barang dan jasa dimasa yang akan datang. Ada kalanya penanaman modal dilakukan untuk menggantikan barang-barang modal yang lama. Dalam prakteknya, dalam usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan dalam suatu tahun tertentu, yang digolongkan sebagai investasi (pembentukan modal atau penanaman modal) meliputi pengeluaran/pembelanjaan yang berikut:
1. Pembelian berbagai jenis barang modal, yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan. 2. Pembelanjaan untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan kantor,
bangunan pabrik dan bangunan-bangunan lainnya.
3 Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun perhitungan pendapatan nasional.
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Oktaviana (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Penyerapan
Tenaga Kerja di Kota Salatiga, menyimpulkan bahwa upah (UMK) dan
produktivitas tenagakerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap penyerapan tenagakerja di Kota Salatiga. Secara parsial, upah memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenagakerja di Kota Salatiga dan produktivitas tenagakerja memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap penyerapan tenagakerja di Kota Salatiga. Besarnya pengaruh upah dan produktivitas tenagakerja terhadap penyerapan tenagakerja di Kota Salatiga sebesar 95,16% sedangkan sisanya 4,84% diterangkan oleh faktor lain.
Rony Akmal (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia,
16
pengolahan, dan pertanian. Kenaikan investasi secara signifikan berpengaruh positif terhadap penyerapan tenagakerja, (ceteris paribus).
Dimas dan Woyanti (2009) dalam jurnalnya yang berjudul Penyerapan Tenaga Kerja di DKI Jakarta, menyimpulkan bahwa berdasarkan regresi utama variabel independen, yaitu: PDRB (X1), tingkat upah riil (X2), investasi riil (X3) secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap penyerapan tenagakerja di DKI Jakarta. Secara parsial, variabel PDRB (X1), tingkat upah riil (X2) dan investasi riil (X3) berpengaruh secara signifikan pada derajat 10 persen terhadap penyerapan tenagakerja di DKI Jakarta. Nilai koefisien menunjukkan bahwa apabila PDRB berpengaruh positif terhadap penyerapan tenagakerja. Upah berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenagakerja. Investasi berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenagakerja.
Indra (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara, menyimpulkan bahwa variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten/Kota berpengaruh positif dan signifikan, Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) berpengaruh negatif dan signifikan, dan Tingkat Bunga Kredit berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kesempatan kerja pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.
Eva (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempegaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Kota Bogor, menyimpulkan bahwa variabel investasi, PDRB, unit usaha dan dummy krisis pada sektor industri di Kota Bogor secara signifikan memberikan pengaruh yang positif terhadap penyerapan tenagakerja.
17
Gambar 9. Kerangka Konseptual Penelitian
Masalah Ketenagakerjaan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2012: tingkat pengangguran tetinggi keempat di Pulau Sumatera setelah Aceh, Sumatera
Barat dan Sumatera Utara.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyerapan
Tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan
Elastisitas Tenagakerja terhadap Pertumbuhan
Ekonomi
Populasi Investasi
UMP PDRB
Ordinary Least Square
Elastisitas Tenagakerja
Implikasi Kebijakan
18
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data time series periode tahun 1990 sampai dengan tahun 2011. Data tersebut antara lain terdiri dari data jumlah angkatan kerja yang bekerja, data produk domestik regional bruto (PDRB), data upah minimum provinsi (UMP), data Investasi dan data jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Selatan.
Pada penelitian ini data sekunder diperoleh dari berbagai instansi seperti: Badan Pusat Statistik, Badan Koordinasi Penanaman Modal, dan Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi RI serta sumber dan literatur penunjang lainnya.
Metode Analisis
Metode analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif analisis regresi linier berganda dengan menggunakan pendekatan OLS (Ordinary Least Square), sedangkan untuk menganalisis tingkat kepekaan penyerapan tenagakerja terhadap pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan menghitung elastisitas tenagakerja. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan software Eviews 6 dan Minitab 16 dengan bantuan Microsoft Excel 2007.
Analisis Regresi Linier Berganda (Ordinary Least Square)
Metode yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan adalah dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) atau metode kuadrat kecil. Metode OLS dipilih karena OLS merupakan metode yang paling tepat untuk menggambarkan hubungan antara variabel.
Metode OLS berusaha meminimalkan penyimpangan hasil perhitungan (regresi) terhadap kondisi aktual. Dalam menghasilkan estimasi persamaan yang baik, maka setiap estimator OLS harus memenuhi kriteria BLUE (Best Linear Unbised Estimator), yaitu:
1. Estimator parameter (βi) bersifat linear terhadap variabel dependen.
2. Estimator parameter (βi) bersifat tidak bias atau nilai rata-rata yang
diharapkan sama dengan nilai βi yang sesungguhnya.
3. Estimator βi memiliki varians yang minimum sehingga disebut efisien.
19
PTt = f(X1β1,X2β2,X3β3,X4β4, X5β5)+Ut
Mengingat bahwa dalam memilih persamaan haruslah memenuhi criteria
BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), maka persamaan diatas
ditransformasikan kedalam bentuk logaritma natural sehingga persamaan fungsi penyerapan tenagakerja menjadi sebagai berikut:
Ln PTt = β0 + β1LnPDRBt + β2LnIt + β3LnUMPt + β4LnPOPt+ β5DKt + Ut
Dimana :
t : Tahun ke-t
PT : Penyerapan Tenagakerja (Jumlah Orang Bekerja) PDRB : Pertumbuhan Ekonomi (Juta Rupiah)
I : Investasi (Juta Rupiah)
UMP : Upah Minimum Provinsi Sumatera Selatan (Rupiah) POP : Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Selatan (Orang) DK : Dummy krisis, 0 = sebelum krisis dan 1 = setelah krisis β0 : Intersep (β0>0)
β1,β2,β3,β4: Koefisien kemiringan parsial (β1,β2,β3,β4>0)
Keunggulan lain melakukan transformasi ke dalam bentuk logaritma natural yakni untuk mengurangi adanya gejala heteroskedastisitas dan mengetahui kepekaan antarvariabel dimana koefisien kemiringan βi mengukur elastisitas dari
variabel penyerapan tenagakerja sebagai variabel dependen terhadap variabel PDRB, investasi, upah, populasi dan dummy krisis sebagai variabel independen, yaitu persentase perubahan dalam Y akibat persentase perubahan dalam X.
Pengujian Parameter Persamaaan Regresi
Untuk mendapatkan model terbaik, perlu dilakukan pengujian-pengujian sebagai berikut:
Uji Koefisien Determinan (R2)
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa besar total variasi variabel dependen yang mampu dijelaskan oleh model. R² menunjukan besarnya pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai R2 akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya jumlah variabel yang dimasukan kedalam model.
R− ������� =RSS TSS
dimana :
20
Nilai koefisien determinasi yang digunakan adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. Jika R2
= 1 berarti 100 persen keragaman dalam variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya. Sedangkan R2 = 0 berarti tidak satupun variabel dependen tidak dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya.
Selain nilai R2 terdapat juga nilai adjusted-R2. Nilai ini digunakan untuk membandingkan dua model, semakin besar nilai R2 adj maka makin baik model tersebut. R2 adj dapat digunakan untuk membandingkan dua model karena nilai R2 adj sudah mengalami koreksi terhadap derajat bebas model sehingga dua model yang berbeda derajat bebasnya dapat dibandingkan secara adil.
Uji F-statistik
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah semua variabel independen dalam model secara bersamaan berpengaruh terhadap variabel dependen. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan distribusi F dengan membandingkan antara nilai kritis F dengan nilai F-hitung yang terdapat pada hasil analisis.
Perumusan hipotesis
H0 : β1 = β2 = β3 = βk = 0, variabel independen secara simultan tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen
H1 : β1 ≠ β2 ≠ ... ≠ βn ≠ 0, variabel independen secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen
Uji statistik F dapat dihitung dengan formula:
Fhitung = R2/(k-1)
Probability F-Statistic < taraf nyata (α), maka tolak H0 dan simpulkan minimal
ada variabel bebas (independent) yang mempengaruhi variabel tak bebas (dependent).
Probability F-Statistic> taraf nyata (α), maka terima H0 dan simpulkan tidak ada
variabel bebas (independent) yang mempengaruhi variabel tak bebas (dependent).
Uji t-statistik
21 Hipotesis:
H0 :βk = 0 (variabel independen k tidak mempengaruhi variabel dependen)
H1 :βk ≠ 0 (variabel independen k mempengaruhi variabel dependen)
Kriteria uji:
Probability t-Statistic< (α), maka tolak H0 dan simpulkan variabel independen k
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependennya.
Probability t-Statistic> (α), maka terima H0 dan simpulkan variabel independen k
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependennya.
Uji Asumsi Klasik
Terdapat tiga asumsi yang harus diuji dalam analisis regresi, yaitu multikoleniaritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Selain itu, ada uji normalitas untuk melihat apakah error term menyebar normal atau tidak.
Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk melihat error term. Jika data sampel yang digunakan dalam penelitian kurang dari 30 maka perlu dilakukan uji normalitas dan jika sampel lebih dari 30 maka error term akan terdistribusi normal. Karena data yang digunakan dalam penelitian ini kurang dari 30, maka uji normalitas perlu dilakukan. Uji normalitas ini disebut Jarque-Bera Test (J-B) yang pengujiannya dilakukan pada error term yang harus terdistribusi secara normal. Kriteria uji yang digunakan adalah:
Hipotesis:
H0 : error term terdistribusi normal
H1 : error term tidak terdistribusi normal
Kriteria uji:
Jika nilai probabilitas > taraf nyata (α) maka terima H0 dan kesimpulannya error term terdistribusi normal.
Jika nilai probabilitas < taraf nyata (α) maka tolak H0 dan kesimpulannya error term tidak terdistribusi normal.
Uji Multikolinearitas
Asumsi lain yang harus dipenuhi adalah tidak terdapat gejala multikolinearitas di dalam suatu model regresi, yaitu adanya korelasi yang kuat antarsesama variabel bebas (eksogen). Uji multikolinearitas dalam Minitab 16
dinamakan uji kolinearitas, yaitu untuk melihat apakah terjadi korelasi yang kuat antara variabel-variabel independennya. Pengujiannya ada dua cara yaitu:
22
Setelah itu ada atau tidaknya kolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Error), apabila nilai VIF kurang dari 10 maka tidak terdapat gejala multikolinearitas. Jika hasil estimasi memiliki nilai R² dan Adjusted R²
yang tinggi tetapi memiliki banyak nilai t-stat yang tidak signifikan sementara hasil F-stat nya signifikan, maka hal ini mengindikasikan adanya multikolinearitas (Juanda, 2009).
Uji Autokorelasi
Uji yang digunakan dalam mendeteksi adanya autokorelasi adalah dengan menggunakan uji Durbin Watson Statistic (D-W). Jika nilai statistik D-W berada pada kisaran angka dua, menunjukkan bahwa tidak terdapatnya autokorelasi, dan begitu juga sebaliknya. Jika semakin jauh dari angka dua, maka akan terjadi peluang autokorelasi yang besar baik itu autokorelasi positif maupun negatif.
Karena uji D-W memiliki beberapa kelemahan, maka untuk menguji autokorelasi dapat juga dengan menggunakan uji yang dikembangkan oleh
Breusch-Godfrey. Uji ini dikenal dengan uji Lagrange Multiplier Test. Kriteria uji yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi dengan uji Lagrange Multiplier,
yaitu:
1. Jika nilai probabilitas pada Obs*R-Square > taraf nyata (α) yang
digunakan, maka model persamaan yang digunakan tidak mengandung autokorelasi.
2. Jika nilai probabilitas pada Obs*R-Square < taraf nyata (α) yang
digunakan, maka model persamaan yang digunakan mengandung autokorelasi.
Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi jika ragam error tidak konstan. Gejala heteroskedastisitas menunjukan bahwa model tersebut tidak memenuhi syarat sebagai model yang baik. Model yang baik adalah jika memenuhi ragam error
yang sama. Gejala tersebut dapat ditunjukan melalui uji Breush-Pagan pada program Eviews 6.
Hipotesis:
H0 : Homoskedastisitas
H1 : Heteroskedatisitas
Dengan taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini 0,05 (5 persen). Sehingga apabila nilai p-value lebih dari 0,05 (5 persen) maka terima H0 yang
23
Analisis Elastisitas Tenagakerja
Dalam menganalisis tingkat kepekaan dayaserap tenagakerja masing-masing sektor, maka dilakukan hubungan antara pertumbuhan tenagakerja dengan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto yang dikenal dengan Elastisitas Tenagakerja yang dapat dirumuskan sebagai berikut (Simanjuntak, 1998) :
E =
∆�/� ∆�/�Dimana:
E = Elastisitas Tenagakerja (Employment Income Growth Elasticity)
∆�/� = Laju Pertumbuhan Kesempatan Kerja
24
GAMBARAN UMUM
Lokasi dan Kondisi Geografis
Secara geografis, Provinsi Sumatera Selatan terletak antara 10-40 Lintang Selatan dan 1020-1060 Bujur Timur, dengan luas wilayah keseluruhan 8.704.741 Hektar. Batas-batas daerah Provinsi Banten adalah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Jambi 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Lampung 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Povinsi Bengkulu
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Bangka Belitung
Secara administratif Provinsi Sumatera Selatan terdiri dari 10 Pemerintah Kabupaten dan 4 Pemerintah Kota, 2.457 Desa dan 343 Kelurahan.
Kependudukan dan Ketenagakerjaan
Kependudukan
Jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Selatan sampai dengan tahun 2011 mencapai 7,593,425 jiwa. Jumlah ini mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya. Berikut tabel jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Selatan selama lima tahun terakhir :
Tabel 3. Jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2008-2011
No Tahun Jumlah Penduduk
1 2008 7121790
2 2009 7222635
3 2010 7450394
4 2011 7593425
Sumber : BPS RI, 2008-2011.
Perkembagan jumlah penduduk ini dapat menjadi faktor pendorong maupun penghambat pembangunan ekonomi di Provinsi Sumatera Selatan tergantung dari kuat tidaknya daya dukung ekonomi di daerah tersebut untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan masyarakatnya, termasuk penyediaan kesempatan kerja.
Ketenagakerjaan
25 Tabel 4. Kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Selatan tahun
2008-2011 No Jenis Kegiatan
Tahun
2008 2009 20
10
2011
1 Penduduk Usia Kerja 4975219 5065742 5218600 5299957
2 Angkatan Kerja 3472012 3460365 3665044 3770673
3 Penduduk Bekerja 3191355 3196894 3421193 3553104
4 Pengangguran
Terbuka (%)
8.08 7.61 6.65 5.77
5 Kesempatan Kerja (%) 91.82 92.39 93.35 94.23
Sumber : BPS RI, 2008-2011 (Diolah).
Tabel 4. menggambarkan kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Selatan. Hingga tahun 2011, kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Selatan terus mengalami peningkatan. Jumlah Penduduk usia kerja, angkatan kerja, penduduk yang bekerja di Provinsi Sumatera Selatan mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya. Begitu pula dengan laju kesempatan kerja. Sumatera Selatan mengalami peningkatan laju kesempatan kerja yang cukup besar. Hal ini dapat kita lihat pada Tabel 3. bahwa laju kesempatan kerja di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2011 mencapai 94,23 persen sehingga berdampak pada penurunan tingkat pengangguran terbuka. Dapat kita lihat, tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Sumatera Selatan turun hingga 5,77 persen.
Salah satu bagian dari bidang ketenagakerjaan yang perlu pemerintah daerah perhatikan yaitu kondisi penyerapan tenagakerja. Kondisi penyerapan tenagakerja merupakan keadaan seberapa banyak jumlah orang bekerja yang terserap dalam suatu sektor ekonomi. Kondisi penyerapan tenagakerja sangat memengaruhi kemajuan kegiatan ekonomi masyarakat di daerah tersebut.
26
Gambar 10. Penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2011 Sumber : BPS RI, 2011 (Diolah).
Kondisi Perekonomian
Tabel 5. Kontribusi sektor-sektor ekonomi Provinsi Sumatera Selatan dalam struktur dengan migas tahun 2008-2011 (Persen)
No Lapangan Usaha Tahun
Industri Pengolahan 17.46 17.13 16.95 16.82 Listrik, Gas dan Air Bersih 0.48 0.49 0.49 0.50
Berdasarkan Tabel 5. terlihat bahwa berdasarkan kontribusi sektor ekonomi terhadap pembentukan PDRB, maka struktur ekonomi Provinsi
57.12 %
Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan
27 Sumatera Selatan selama periode 2008-2011 menunjukkan ciri struktur primer atau ciri struktur ekonomi yang berbasis sumberdaya alam. Selama beberapa tahun terakhir struktur ekonomi Provinsi Sumatera Selatan menunjukkan bahwa kontribusi sektor pertanian dan sektor pertambangan masih dominan dalam pembentukkan PDRB. Kondisi ini cukup beralasan karena Provinsi Sumatera Selatan dikenal sebagai provinsi yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah berupa minyak bumi, gas bumi, batubara, dan hasil-hasil pertanian (karet, kelapa sawit, dan kopi).
Pada tahun 2011, sektor primer (sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian) memberikan kontribusi paling besar dalam pembentukan PDRB (dengan migas) dengan persentase sebesar 40,82 persen. Kontribusi sektor primer disumbang oleh sektor pertambangan dan penggalian sebesar 21,51 persen dan sektor pertanian sebesar 19,31 persen. Sedangkan sector sekunder dan tersier memberikan kontribusi masing-masing sebesar 25,86 persen dan 33,33 persen.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi dalam struktur dengan migas di Provinsi Sumatera Selatan selama periode 2008-2011, meningkat dari 5,33 persen menjadi 6,11 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi tanpa migas meningkat dari 6,53 persen menjadi sebesar 7,43 persen (Gambar 11).
Gambar 11. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan tahun 2008-2011 Sumber : BPS RI, 2008-2011.
Kondisi Investasi
Penanaman modal atau investasi pada hakekatnya merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi di suatu daerah serta mencerminkan marak lesunya pembangunan.
Investasi dapat dijadikan modal untuk membangun atau menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam membangun atau mengembangkan lapangan pekerjaan. Selain itu, investasi juga akan memberikan pengaruh pada
5.07
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2008-2011
28
pertumbuhan nasional karena investasi merupakan salah satu komponen dari pembentukan pendapatan nasional atau PDB, yaitu Y=C+I+G+NX.
Realisasi investasi Provinsi Sumatera Selatan selama periode 2008-2011 ditunjukan pada Gambar 12. Total realisasi investasi Provinsi Sumatera Selatan cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2011 nilai realisasi investasi Provinsi Sumatera Selatan mencapai Rp 5,96 triliun, nilai investasi tersebut meningkat disbanding tahun-tahun sebelumnya.
Gambar 12. Realisasi investasi Provinsi Sumatera Selatan tahun 2008-2011 Sumber: BKPM RI, 2008-2011 (Diolah).
Investasi diatas merupakan investasi langsung yang terdiri dari investasi asing dan investasi domestik. Berikut perkembangan investasi baik investasi asing (PMA) maupun investasi dalam negeri (PMDN) di Provinsi Sumatera Selatan
Gambar 13. Realisasi PMA dan PMDN Provinsi Sumatera Selatan tahun 2000-2011
Sumber : BKPM RI, 2012 (Diolah).
29
Gambar 14. Realisasi investasi di Provinsi Sumatera Selatan persektor tahun 1991-2011
Sumber : BKPM, 2012 (Diolah).
Dari Gambar 14. dapat kita ketahui bahwa penanaman modal di Provinsi Sumatera Selatan didominasi oleh sektor industri pengolahan dengan subsektor industri kertas sebagai industri dengan investasi terbesar. Hal ini terjadi karena Sumatera Selatan memiliki luas lahan yang potensial untuk membangun Hutan Tanam Industri sebagai sumberdaya awal yang dibutuhkan dalam membuat industri pengolahan.
Regulasi Pemerintah yang Berkaitan dengan Tenagakerja
Menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan:
a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenagakerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan;
c. bahwa sesuai dengan peranan dan kedudukan tenagakerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenagakerja dan peransertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan; d. bahwa perlindungan terhadap tenagakerja dimaksudkan untuk menjamin
hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha;
e. bahwa beberapa undang-undang di bidang ketenagakerjaan dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan
30
pembangunan ketenagakerjaan, oleh karena itu perlu dicabut dan/atau ditarik kembali;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a, b, c, d, dan perlu membentuk Undang-undang tentang Ketenagakerjaan.
Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan untuk memberdayakan tenagakerja secara optimal dan manusiawi, mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenagakerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah serta meningkatkan kesejahteraan tenagakerja dan keluarganya.
31
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Indikator Kebaikan Model
Analisis faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan didapat dengan menggunakan metode Kuadrat Terkecil atau biasa disebut OLS (Ordinary Least Square). Data-data yang diperoleh diolah menggunakan Microsoft Office Excel 2007 kemudian data-data yang telah diolah tersebut diestimasikan menjadi sebuah model dengan menggunakan Eviews 6 dan
Minitab 16. Menurut (Gudjarati, 2004) model ekonometrika yang baik harus memenuhi kriteria ekonometrika dan kriteria statistik. Suatu model dapat dikatakan baik apabila memenuhi asumsi klasik, seperti harus terbebas dari gejala multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas.
Tabel 6. Hasil estimasi regresi
Variabel Koefisien Probabilitas
LnPDRB -0.013508 0.0177
LnUMP 0.042504 0.0238
Adjusted R-squared 0.795053
F-statistic 17.29315
Prob (F-statistic) 0.000006
Sumber: Lampiran 3
Berdasarkan kriteria statistik yang terdapat pada Tabel 6. diperoleh nilai koefisien determinasi atau nilai R-squared sebesar 0,843850 (84,38 persen) yang artinya seluruh variabel bebas pada model secara bersamaan memberi pengaruh yang cukup besar terhadap penyerapan tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa uji ketepatan perkiraan (goodness of fit) model adalah baik. Model ini mampu dijelaskan oleh variabel-variabel bebas didalamnya
sebesar 84,38 persen dan sisanya 15,62 dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
Uji F
32
Uji t
Hasil uji t-statistik dilakukan dengan melihat nilai probabilitas dari masing-masing variabel bebas tersebut. Pada Tabel 5. dapat disimpulkan bahwa PDRB, UMP dan Populasi berpengaruh nyata terhadap tingkat penyerapan tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan pada taraf nyata 5 persen (5%), sedangkan investasi dan dummy krisis tidak berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan pada taraf nyata 5 persen (5%).
Uji Normalitas
Hasil uji normalitas dianalisis melalui nilai probabilitas yang diperoleh untuk menentukan bahwa error term pada model dapat terdistribusi normal. Untuk menguji apakah data yang diteliti terdistribusi normal atau tidak digunakan
Jarque-Bera Test (J-B) dengan hipotesis H0 : residual menyebar normal dan H1 :
residual tidak menyebar normal. Berdasarkan hasil statistik pada data yang diteliti, menghasilkan nilai Jarque-Bera Test (J-B) sebesar 0,287589 dengan taraf nyata sebesar 0,05 (5 persen). Karena nilai Jarque-Bera Test (J-B) yang dihasilkan lebih dari taraf nyata 5 persen maka terima H0, yang artinya residual telah menyebar
normal (Lampiran 4.)
Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan linear diantara semua atau beberapa variabel bebas dari model regresi. Pada penelitian ini, gejela terdapat atau tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Factor). Pada Lampiran 5. dapat dilihat bahwa nilai VIF semua variabel independen kurang dari 10, sehingga tidak ada multikolinearitas.
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi yang digunakan untuk melihat galat tidak menyebar bebas dilakukan dengan melihat nilai-p dari Uji Breusch-Godfrey Serial Correlation.
Hipotesis pada uji ini adalah H0 : Tidak ada autokorelasi dan H1: Ada
autokorelasi Pada Lampiran 5. dapat diketahui nilai probabilitaas pada penelitian kali ini adalah sebesar (0,7042) lebih besar dari taraf nyata sebesar 0,05 (5 persen) artinya galat tidak menyebar bebas atau tidak ada autokorelasi.
Uji Heteroskedastisitas
Uji yang terakhir adalah uji heteroskedastisitas yang dilakukan menggunakan uji Breusch-Pagan-Godfrey dapat dilihat dari nilai-p. Hipotesis pada uji ini adalah H0 : Homoskedastisitas dan H1 : Heteroskedastisitas, dengan
melihat taraf nyata P-value lebih besar dari 0,05 (5 persen) maka terima H0 yang
33 sebesar 0,5708 yang lebih besar dari taraf nyata 0,05 artinya ragam residual homogen atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Lampiran 6).
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan
Faktor-faktor yang digunakan pada persamaan penyerapan tenagakerja (PT) adalah Pertumbuhan ekonomi (PDRB), Upah Minimum Provinsi Sumatera Selatan (UMP), Investasi total (I), Jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Selatan (POP) dan Dummy Krisis. Hasil regresi pada Tabel 6. menunjukan bahwa terdapat 3 dari 5 variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenagakerja dengan taraf nyata 0,05 (5 persen). Variabel-variabel tersebut adalah PDRB, UMP dan Populasi dengan nilai probabilitas masing-masing sebesar 0,0177 ; 0,0238 dan 0,0000 (Tabel 5). Sedangkan variabel independen yang tidak berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenagakerja adalah variabel Investasi dan variabel dummy krisis dengan nilai koefisien sebesar 0,4424 dan 0,8438.
Hasil regresi tersebut juga menunjukan bahwa variabel UMP, Investasi dan populasi berpengaruh positif, sedangkan variabel PDRB dan dummy krisis berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan. Sehingga didapatkan model penyerapan tenagakerja dengan persamaan regresi sebagai berikut:
Ln PT = 1.956492 - 0.013508 Ln PDRB + 0.042504 Ln UMP + 0,008045 Ln I +0,796747 Ln POP - 0.007302 DK
PDRB
Dari hasil analisis regresi tersebut dapat diketahui bahwa selama periode analisis tahun 1990-2011, variabel PDRB berpengaruh nyata pada taraf lima persen terhadap penyerapan tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan. Hal ini ditunjukkan dari nilai probabilitas t-stat yaitu 0.0177 yang lebih kecil dari taraf nyata lima persen.
Berdasarkan nilai koefisiennya. Variabel PDRB berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenagakerja sebesar 0,013508 yang artinya peningkatan PDRB sebesar 1 persen akan menurunkan penyerapan tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan sebesar 0,013508 persen dengan asumsi peubah lainnya tetap
(ceteris paribus). Hubungan penyerapan tenagakerja dengan PDRB pada
penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis awal. Ketidaksesuaian ini diduga terjadi karena besarnya laju penyerapan tenagakerja yang melebihi laju petumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Selatan. Hal tersebut terjadi karena banyaknya tenagakerja tidak terdidik yang terserap di pasar tenagakerja di Sumatera Selatan. Akbatnya, semakin banyak tenagakerja yang terserap maka akan semakin menurunkan PDRB di Provinsi Sumatera Selatan.
UMP
34
terhadap penyerapan tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan. Hal ini ditunjukkan dari nilai probabilitas t-stat yaitu 0.0238 yang lebih kecil dari taraf nyata lima persen.
Berdasarkan nilai koefisiennya, variabel UMP berpengaruh positif terhadap penyerapan tenagakerja sebesar 0,042504, yang artinya peningkatan UMP sebesar 1 persen akan meningkatkan penyerapan tenagakerja sebesar 0,042504 persen dengan asumsi peubah lainnya tetap (ceteris paribus). Hubungan UMP dengan penyerapan tenagakerja pada penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis awal bahwa upah berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenagakerja. Ketidaksesuaian ini diduga terjadi karena sifat upah minimum yang kaku untuk bergeser turun (kekakuan upah). Upah minimum tidak akan turun karena adanya perlindungan undang-undang upah minimum, monopoli serikat pekerja dan efisiensi upah. Hal ini menyebabkan semakin tinggi upah maka penyerapan tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan semakin meningkat.
Investasi
Dari hasil analisis regresi tersebut dapat diketahui bahwa selama periode analisis tahun 1990-2011, variabel Investasi tidak berpengaruh nyata pada taraf lima persen terhadap penyerapan tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan. Hal ini ditunjukkan dari nilai probabilitas t-stat yaitu 0,4424 yang lebih besar dari taraf nyata lima persen. Variabel investasi tidak berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan diduga terjadi karena investasi di Sumatera Selatan bersifat padat modal. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 12 dan 13, dimana nilai investasi tidak sebanding dengan jumlah tenagakerja yang terserap. Hal ini mengindikasikan, di Provinsi Sumatera Selatan investasi cenderung bersifat padat modal.
Berdasarkan nilai koefisiennya, variabel investasi berpengaruh positif terhadap penyerapan tenagakerja sebesar 0,008045, yang artinya peningkatan investasi sebesar 1 persen akan meningkatkan penyerapan tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan sebesar 0.008045 persen dengan asumsi peubah lainnya tetap (ceteris paribus). Hubungan investasi dengan penyerapan tenagakerja pada penelitian ini sesuai dengan hipotesis awal bahwa investasi berpengaruh positif terhadap penyerapan tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan.
Populasi
35
Dummy Krisis
Dari hasil analisis regresi tersebut dapat diketahui bahwa selama periode analisis tahun 1990-2011, variabel dummy krisis tidak berpengaruh nyata pada taraf lima persen terhadap penyerapan tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan. Hal ini ditunjukkan dari nilai probabilitas t-stat yaitu 0.8438 yang lebih besar dari taraf nyata lima persen. Krisis tidak berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan. Hal ini terjadi karena pada umumnya kegiatan bisnis di Sumatera Selatan berorientasi ekspor dengan komoditi unggulannya yaitu karet, kelapa sawit dan kopi. Sehingga ketika terjadi krisis ekonomi pada tahun 1998 yang menyebabkan mata uang rupiah terdepresiasi. Hal tersebut justru menjadi peluang bagi para eksportir di Sumatera Selatan untuk menambah keuntungan dengan meningkatkan volume ekspornya. Peningkatan volume produksi tersebut berdampak secara langsung terhadap peningkatan penyerapan tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan.
Berdasarkan nilai koefisiennya, variabel dummy krisis berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan sebesar 0,007302, yang artinya adanya peningkatan krisis sebesar 1 persen akan menyebabkan penurunan penyerapan tenagakerja di provinsi Sumatera Selatan sebesar 0,007302 persen dengan asumsi peubah lainnya tetap (ceteris paribus). Hubungan dummy
krisis dengan penyerapan tenagakerja pada penelitian ini sesuai dengan hipotesis awal bahwa krisis berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenagakerja di Provinsi Sumatera Selatan.
Hasil Analisis Elastisitas Tenagakerja
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi menjadi hal yang positif dalam rangka menurunkan tingkat pengangguran di Provinsi Sumatera Selatan. Namun pertumbuhan ekonomi ini juga harus diiringi dengan pertumbuhan tenaga kerja yang baik. Hal ini antara lain tercermin pada nilai elastisitas tenagakerja. Elastisitas tenagakerja secara keseluruhan untuk Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2011 yaitu sebesar 1.49, yang berarti bahwa kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar satu persen akan menyebabkan kenaikan pertumbuhan tenagakerja sebesar 1.49 persen.